1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Ketika Tuhan Allah menciptakan dunia ini, Dia menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan. Termasuk juga manusia. Tuhan Allah tidak menciptakan manusia satu jenis saja, tetapi berlawanan jenis, diciptakanNyalah laki-laki dan perempuan. Hal ini sangat jelas dikatakan di dalam Kitab Kejadian 1 : 27 yang berbunyi demikian : “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia: laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka”.
Tuhan Allah tidak hanya menciptakan laki-laki saja atau perempuan saja, tetapi lakilaki dan perempuan.
Pada kisah penciptaan tersebut, Tuhan Allah juga memerintahkan kepada manusia untuk bertambah banyak, dengan kata lain, Tuhan Allah memerintahkan kepada manusia untuk meneruskan keturunannya di muka bumi ini, sehingga kepada manusia dianugerahkan instink untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan. Tuhan Allah telah memperlengkapi itu dengan alat kelamin dan hasrat (nafsu) seks untuk saling bercinta kepada manusia, agar manusia dapat meneruskan keturunannya1. Hal ini mengisyaratkan bahwa sejak awal Tuhan Allah menciptakan manusia, sejak itu pula seks berada di muka bumi ini. Ketika Tuhan Allah menciptakan manusia, di saat itu pula seks diciptakan, dengan demikian bisa dibilang bahwa seks juga merupakan anugerah yang diberikan Tuhan Allah kepada manusia, sebagai salah satu ciptaannya. Seks merupakan naluri lahiriah yang ada di dalam diri manusia.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa sudah semestinya seksualitas2 bukanlah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan, akan tetapi pada saat ini 1
Abdullah Saleh Hadrami, Seks Naluri Manusia. Diambil pada tanggal 19 November 2007. Dari http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=65 2 Pemahaman mengenai seksualitas dalam skripsi ini, selanjutknya akan dipahami dalam konsep permasalahan hubungan seks.
2
hal itu hanya terjadi pada sekelompok orang saja, dengan kata lain hanya sekelompok atau sebagian orang saja yang menganggap bahwa pembicaraan tentang seksualitas pada saat ini bukan lagi sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Sedangkan kelompok lainnya masih menganggap bahwa pembicaraan tentang seksualitas adalah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan. Menurut Michel Foucault di dalam bukunya yang berjudul Sejarah Seksualitas: Seks dan Kekuasaan, menyatakan bahwa selama ini kita dipengaruhi dan dibayangi oleh norma-norma zaman Victoria, seorang ratu yang angkuh dan puritan, yang selama ini sangat mempengaruhi pandangan kita tentang seksualitas, yang berciri menahan diri, diam dan munafik3. Apalagi dibicarakan di hadapan atau dengan anak-anak. Seksualitas dianggap sesuatu yang harus dijauhkan dari pikiran anak-anak.
Sekitar abad 17, seks bukanlah sesuatu yang harus ditutupi, kata-kata yang bernada seksualitas diucapkan tanpa merasa ragu-ragu, segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas tidak lagi disamarkan. Hal ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi sejak abad 19 sampai dengan sekarang, walaupun pada saat ini seksualitas sedikit demi sedikit mulai terbebas dari segala sesuatu yang membatasinya, dimana seksualitas tampaknya dipingit dan dibatasi pergerakkannya. Orang-orang tidak lagi berani membicarakan seksualitas secara vulgar di tempat-tempat umum. Seksualitas hanya menjadi pembicaraan antara sepasang suami istri, dan menjadi rahasia di antara mereka saja. Semua orang berpegang pada norma-norma yang mengatur tentang masalah-masalah seksualitas. Ketika ada orang yang dengan vulgar membicarakan tentang seksualitas, maka orang tersebut akan mendapat sanksi-sanksi berdasarkan norma-norma yang ada. Misalnya ketika ada orang yang membicarakan tentang seksualitas, maka dengan seketika orang-orang yang ada di sekitarnya akan menunjukkan sikap sinis kepada orang tersebut, semua orang harus menahan diri, diam dan munafik terhadap seksualitas. Seksualitas benar-benar hilang pada setiap pembicaraan umum. Ketika ada pembicaraan tentang seksualitas muncul di dalam suatu percakapan, maka segera ditumpas dan dialihkan arah pembicaraannya. Hal ini
3
Michel Foucoult, Sejarah Seksualitas: Seks Dan Kekuasaan, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1997, p.1.
3
sama saja tidak memperbolehkan seksualitas hadir di dalam pembicaraan atau percakapan umum.
Ada begitu banyak ekspresi atau tanggapan dari orang-orang ketika ada pembicaraan tentang seksualitas. Ada yang marah, ada yang tertawa, ada yang tersenyum malumalu, ada yang takut, dan berbagai reaksi lainnya. Hal ini sering kali terjadi. Setiap orang memiliki pandangan sendiri tentang apa itu seksualitas. Mereka ada yang cukup terbuka untuk membicarakan seksualitas di tempat umum, ada juga yang sedikit terbuka, akan tetapi ada yang sangat tertutup untuk membicarakan seksualitas di tempat umum.
Bagi sebagian kelompok orang yang menganggap tabu untuk membicarakan seksualitas di tempat umum, mereka akan sangat marah, kalau mendengar ada orang yang membicarakan tentang seksualitas, apalagi kalau seksualitas itu dibicarakan di depan anak-anak kecil (di bawah umur)4. Menurut mereka, anak-anak belum boleh mengetahui tentang seksualitas kalau umurnya belum cukup, karena akan mempengaruhi
perkembangan
kejiwaan
anak.
Seksualitas
bukanlah
bahan
pembicaraan umum, seksualitas hanyalah dibicarakan di tempat-tempat tertentu saja. Menurut Foulcoult pembatasan pembicaraan tentang seksualitas pada anak-anak ditabukan karena menurut golongan Victorian (pengikut pandangan Ratu Victoria di dalam memandang seksualitas) anak-anak tidak mempunyai seks, seks hanyalah dimiliki oleh orang dewasa, oleh karena itu seksualitas sengaja ditabukan bagi anakanak, sehingga anak-anak dilarang untuk membicarakan tentang seksualitas, melihat segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas, menyumbat telinga ketika mendengar pembicaraan tentang seksualitas, anak-anak dibungkam dari segala sesuatu yang berhubungan dengan seksualitas5.
4
Istilah di bawah umur ini diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia 8 – 18 Tahun, dan belum menikah, menurut Undang-Undang Perlindungan Anak. Sedangkan kalau menurut agama Islam, di bawah umur berarti dia belum akil bhalig. 5 Michel Foucoult, Sejarah Seksualitas: Seks Dan Kekuasaan, p.2
4
Mereka menganggap seksualitas adalah sesuatu yang negatif, bahkan tidak jarang seksualitas diindentikkan dengan dosa perzinahan. Sehingga pembicaraan tentang seksualitas adalah sesuatu yang harus dihindarkan. Ketika pembicaraan saja sudah dilarang, maka demikian juga dengan perbuatan-perbuatan yang menjurus kepada seksualitas.
Selain ada yang menganggap tabu, ada juga yang menganggap bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang biasa. Sesuatu yang bisa diumbar sesuka hatinya. Hal ini pada akhirnya membuat seksualitas dapat dikomersilkan. Bahkan bisa dikatakan bahwa harga jual seksualitas sangat tinggi, sehingga membuat banyak produsenprodusen dari berbagai bidang berlomba-lomba mengeksploitasi seksualitas menjadi sebuah komoditi yang memiliki harga jual yang sangat tinggi. Media-media komunikasi berlomba-lomba menjadikan seksualitas menjadi salah satu produk yang ditampilkan, hal ini tidak hanya terbatas pada media cetak saja, akan tetapi juga media elektronik. Hampir di setiap koran, majalah, dan tabloid yang menggelar rubrik-rubrik atau kolom-kolom khusus yang membahas tentang seksualitas dan permasalahannya. Stasiun-stasiun televisi dan radio-radio menyediakan sebuah tayangan khusus yang juga membahas tentang permasalahan seksualitas ataupun segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas. Hal ini mungkin tanpa kita sadari, memang segala acara yang berkaitan dengan pornografi dilarang untuk ditayangkan, akan tetapi secara terselubung segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas dapat kita saksikan pada beberapa mata acara di beberapa stasiun televisi, bahkan film-film yang menurut kita tidak menampilkan tentang seksualitas, di dalamnya juga terdapat hal-hal yang menjurus kepada seksualitas, bahkan pada saat ini ada beberapa stasiun televisi yang menayangkan secara gamblang film-film yang bermuatan seksualitas, dan mata acara itu sendiri menjadi salah satu mata acara favorit, mata acara yang banyak ditonton oleh pemirsa-pemirsa. Tidak hanya itu, pada saat ini bahkan kita sudah dapat dengan mudah menemukan majalah-majalah, buku-buku dan tabloidtabloid yang khusus membahas dan menceritakan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas. Seksualitas menjadi sesuatu yang murahan.
5
B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, dapat kita lihat bahwa di dalam kehidupan manusia pada saat ini, terdapat dua ekstrim yang cukup bertentangan pemahamannya tentang seksualitas.
Ekstrim yang satu memandang bahwa seksualitas merupakan sesuatu yang sangat tabu, sehingga diperlukan aturan-aturan yang mengatur dan menjaga agar tidak terjadi tindakkan-tindakkan yang mengarah kepada ekploitasi seksualitas, khususnya di dalam kehidupan masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dari dikeluarkannya perda-perda yang mengatur tentang pornografi dan pornoaksi, bahkan bukan hanya perda-perda di tingkat daerah saja, akan tetapi pemerintah Indonesia juga sedang membuat RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Di dalam RUU tersebut diatur segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas. Pornografi dan pornoaksi dianggap sebagai salah satu hal yang berkaitan dengan seksualitas. Sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan apa yang dinamakan pornografi dan pornoaksi ataupun segala sesuatu yang pada akhirnya akan berakhir pada perbuatan-perbuatan seks atau pornografi dan pornoaksi (seperti pelacuran, cara berpakaian, dan lain-lain) diatur di dalam perda-perda di beberapa daerah. Hal ini terlebih khusus kita jumpai di daerahdaerah yang bisa dibilang sebagai basis umat Islam di Indonesia, sehingga ajaran agama Islam benar-benar diterapkan di dalam kehidupan masyarakat di daerah-daerah tersebut, daerah-daerah tersebut ialah: 1. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan perda-perda yang mengatur cara berpakaian dan bermesraan di depan umum. 2. Provinsi Sumatera Barat dengan perda yang mengatur cara berpakaian, bahkan pada perda-perda diharuskan berpakaian muslim dan muslimah bagi para warganya. 3. Kabupaten Lahat, Povinsi Sumatera Selatan dengan perda yang melarang adanya pelacuran dan ketunasusilaan. 4. Dan beberapa daerah-daerah lainnya yang juga mengatur hal-hal tentang seksualitas atau apa pun yang berkaitan dengan seksualitas.
6
Di dalam ajaran Islam, terdapat pemahaman tentang aurat-aurat pada tubuh manusia yang harus ditutupi, tidak boleh terlihat oleh mata lawan jenisnya. Hal ini dikarenakan, apabila terlihat mata lawan jenisnya maka dapat menimbulkan nafsu sahwat, oleh karena itu aurat harus ditutup, sebagai bagian dari kehormatan manusia. Oleh karena itu para kaum wanita diharuskan untuk memakai pakaian jilbab dan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, karena dengan memakai jilbab semua auratnya tertutupi, di dalam ajaran Islam, yang boleh terlihat hanyalah wajah dan telapak tangan. Akan tetapi ada beberapa kelompok di agama Islam yang bahkan sangat ekstrim, karena mereka menutupi seluruh tubuh mereka, termasuk wajah dan telapak tangan. Hal ini terjadi karena adanya pemahaman yang menyatakan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat sehinggga seluruh tubuhnya harus ditutupi.6 Sedangkan untuk kaum pria, auratnya hanyalah antara pusar sampai dengan lutut7. Di dalam kitab suci Al Quran Surah An Nuur (24) ayat 30-31, dijelaskan tentang masalah aurat di dalam ajaran agama Islam. Ayat-ayat ini menjadi pedoman pergaulan antara lakilaki dan wanita yang bukan “mahram”. Ayat-ayat ini bila diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia maka akan berbunyi : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.” “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putraputra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putraputra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orangorang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An Nuur[24]:30 – 31) 8
6
http://tausyiah275.blogsome.com/2006/02/04/aurat/ http://tausyiah275.blogsome.com/2006/02/04/aurat/ 8 Al’Quran dan Terjemahannya 7
7
Selain ayat-ayat tersebut, ada juga ayat-ayat lain di dalam Al Quran ada juga beberapa ayat yang lain yang juga menerangkan tentang aturan untuk menutupi aurat, bagi para penganut agama Islam.
Hal-hal itulah yang membuat perlu adanya aturan yang mengatur tentang cara berpakaian, dan hal itu sendiri sudah tercantum di dalam RUU APP dan perda-perda di masing-masing daerah. Menurut kelompok tersebut, dengan adanya perda-perda di masing-masing daerah dan RUU APP tersebut, masalah-masalah yang berkaitan dengan seksualitas akan sedikit teratasi, karena dengan adanya aturan-aturan tersebut diharapkan setiap orang yang berada di wilayah daerah-daerah tersebut dapat mematuhi apa yang diatur di dalam perda-perda tersebut.
Pada ekstrim yang lain terdapat kelompok yang menganggap seksualitas sebagai sesuatu yang biasa, yang tidak perlu diatur. Bahkan seksualitas bagai suatu barang yang dapat dikomersilkan. Dari kelompok ini, tampaknya seksualitas sebagai sesuatu yang dapat diperjualbelikan, seksualitas bukanlah sesuatu yang harus dihindari. Seksualitas bukanlah sesuatu yang menakutkan. Akan tetapi di dalam kenyataannya, tampaknya pemahaman kelompok ini pada saat ini sudah sangat jauh melangkah. Seksualitas menjadi sesuatu yang murahan, seksualitas bukanlah sesuatu yang asing lagi di dalam kehidupan kelompok ini.
Penulis tertarik untuk melihat dan membahas lebih lanjut mengenai permasalahan ini karena menurut penulis, seksualitas bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau dianggap tabu, pendidikan seksualitas bukanlah sesuatu yang harus ditabukan, sehingga anak-anak di bawah umur tidak diperbolehkan menerima pendidikan seksualitas. Abdulah Saleh Hadrami di dalam artikelnya menyatakan bahwa dalam survey yang diadakan terhadap anak-anak gadis yang hamil di luar pernikahan ditemukan bahwa pada umumnya mereka tidak pernah mendapatkan pendidikan seksualitas di sekolah maupun di rumah.9 Sehingga pemahaman yang menyatakan
9
Abdullah Saleh Hadrami, Apakah Pendidikan Seks Itu?. Diambil pada tanggal 19 November 2007. Dari http://www.kajisanislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=65
8
seks adalah sesuatu yang tabu dan menganggap bahwa seks adalah sesuatu yang amat kotor dan tidak patut untuk diajarkan, menurut penulis adalah sesuatu yang keliru dan salah.
Akan tetapi, seksualitas itu sendiri bukanlah sesuatu yang murahan sehingga dapat dikomersilkan, mungkin tidak hanya presepsi seksualitas itu murah, yang pada akhirnya akan membuat seksualitas dapat dikomersilkan, ada juga faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan seksualitas menjadi dapat dikomersilkan, yaitu faktor kemiskinan yang juga sangat mempengaruhi kehidupan manusia pada saat ini, atau pun hal-hal kain yang pada akhirnya membuat seks menjadi sangat mudah untuk dikomersilkan. Hal ini walaupun pada saat ini masih terselubung, akan tetapi sedikit demi sedikit keterbukaan akan seksualitas akan kembali kepada masa kejayaannya, yaitu sebelum abad ke-17. Pada saat itu, seksualitas bukanlah sesuatu yang ditabukan, sehingga orang-orang dapat dengan sesuka hatinya mengeksploitasi kehidupan seksualitasnya. Baik itu yang normal atau konvesional ataupun yang melakukan dengan cara yang sedikit berbeda dengan orang lain.
Pada saat ini fantasi orang-orang terhadap seksualitas sudah sangat menakutkan. Kebanyakkan orang sudah merasa bosan menggunakan seks metode-metode lama, mereka sendiri berfantasi, hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan kepuasan yang lebih dari ketika mereka melakukan seks dengan cara-cara tradisional. Pada saat ini juga penyimpangan-penyimpangan seksualitas sudah sangat banyak terjadi. Ada begitu banyak penyimpangan seksual yang berkembang saat ini, misalnya: transseksual (orang-orang yang memiliki kepribadian seperti jenis kelamin yang dimilikinya), biseksual, menyukai sesama jenis, pedofilia (suka melakukan hubungan seksual dengan anak-anak), melakukan hubungan seksual dengan hewan, bahkan ada yang suka melakukan hubungan seksual dengan mayat, dan kelainan-kelainan seksual lainnya. Perilaku seksual seperti ini juga membuat berbagai Penyakit Menular Seksual (PMS), khususnya HIV/AIDS, semakin berkembang. PMS yang dahulu hanya sangat jarang kita tahu kasus-kasusnya, pada saat ini semakin banyak orang
9
yang mengidapnya. Mulai dari yang bisa disembuhkan sampai yang harus berujung pada kematian.
Berdasarkan kenyataan ini, penulis ingin mencoba untuk memahami dan melihat bagaimana agama Islam memandang permasalahan mengenai seksualitas, khususnya yang terkait dengan masalah hubungan seks yang terjadi di dalam kehidupan umat Islam. Penulisan skripsi ini akan mengacu pada pemahaman seksualitas di dalam ajaran agama Islam. Hal ini diambil karena menurut penulis ajaran Islam cukup keras dan ekstrim dalam memahami seksualitas. Ajaran agama Islam cukup keras menganggap seksualitas adalah sesuatu yang tabu, sehingga diperlukan segala sesuatu aturan mengenai seksualitas di dalam kehidupan umat Islam. Apakah hal tersebut yang sebenarnya terjadi di dalam kehidupan Islam? Apakah Islam begitu tertutup tentang permasalahan seksualitas yang terjadi di dalam kehidupan umatnya? Hal-hal inilah yang ingin dilihat oleh penulis di dalam penulisan skripsi ini.
C. Rumusan Judul Dari permasalahan yang ada, penulis akan menggumuli permasalahan ini dengan judul: Hubungan Seks Dalam Ajaran Islam
Penulis memilih judul ini dengan alasan: ¹ Hubungan seks adalah sesutau yang langsung terkait ketika berbicara tentang seksualitas. ¹ Penulis ingin mencoba melihat pemahaman dan aturan-aturan yang ada di dalam ajaran Islam mengenai hubungan seks.
10
D. Pembatasan Masalah Di dalam penulisan skripsi ini penulis akan secara khusus membahas tentang pemahaman ajaran agama Islam di dalam memahami seks, ataupun hal-hal yang terkait dengan pemasalahan seks, seperti orientasi seks yang menyimpang dan hubungan seks itu sendiri sebagai sarana pemuasan hasrat atau nafsu seks yang ada di dalam diri manusia, khususnya hubungan seks. Penulisan skripsi ini akan mengacu pada buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh Islam yang berkaitan dengan pemahaman Islam mengenai seksualitas. Selain itu, penulis juga membatasi permasalahannya pada pemahaman etika seksual di dalam agama kristen, sebagai landasan utama di dalam melihat dan merefleksikan pemahaman sesualitas di dalam kekristenan.
E. Tujuan Penulisan Penulisan skripsi ini ditulis oleh penulis dengan tujuan untuk membuka pemahaman yang baru tentang seksualitas. Penulis berharap dari pembahasan di dalam skripsi ini, kita dapat melihat sejauh mana agama Islam memahami seks, dan juga hal-hal lain yang terkait dengan seksualitas, khususnya mengenai hubungan seks dalam ajaran Islam. Bagaimana ajaran Islam sangat memperhatikan permasalahan seksualitas umatnya. Dari penulisan skripsi ini dapat ditemukan makna seksualitas sesungguhnya di dalam ajaran Islam.
F. Metode Penelitian dan Penulisan F.1 Metode Penelitian Literer atau Kepustakaan Di dalam penulisan skripsi ini penulis akan memakai sumber-sumber literer atau kepustakaan yang di dalamnya membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan pemahaman ajaran agama Islam di dalam memahami seksualitas. Penulis akan mengumpulkan data-data melalui sumber-sumber seperti buku-buku, artikel-artikel, makalah-makalah, dan sebagainya. Terkait dengan ayat-ayat Al Quran yang penulis kutip dari “Al Qur’an dan Terjemahannya” yang diterbitkan oleh CV. Al Waah, Semarang, tahun tebit 1995. Dan ayat-ayat Alkitab, penulis kutib dari Alkitab yang diterbitkan oleh LAI (Lembaga Alkitab Indonesia), Jakarta, tahun terbit 2001.
11
F.2 Metode Penulisan Deskriptif-Analitis Penulisan skripsi ini akan menggunakan metode deskriptif – analitis. Yaitu memaparkan data-data yang didapat kemudian menganalisanya. Deskriptif yaitu menguraikan suatu keadaan atau kondisi yang didasarkan pada datadata yang didapat melalui studi literer atau kepustakaan Analitis yaitu menganalisa data-data yang didapatkan. Sehingga pada akhirnya mampu menemukan benang merah dari pemasalahan yang ada dan dapat ditemukan suatu jalan tengah di antara dua ektrim yang sangat bertentangan di dalam memahami seksualitas. Penulis akan juga akan memberikan tanggapan terhadap pemahaman seksualitas di dalam Islam dan merefleksikan hal tersebut di dalam pemahaman kristen.
G. Sistematika Penulisan Bab I
Pendahuluan Pada bagian ini berisi tentang hal-hal yang mendasar meliputi latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, rumusan judul, batasan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan penulisan, dan sistematika penulisan
Bab II
Pemahaman Umum Tentang Seksualitas Pada bab ini berisi tentang pemahaman tentang seksualitas dan segala sesuatu yang berkaitan dengan seksualitas secara umum.
Bab III
Seksualitas Di Dalam Ajaran Agama Islam Pada bagian ini, berisi tentang pemahaman seksualitas di dalam ajaran agama Islam. Sejauh mana ajaran agama Islam memahami tentang seksualitas.
Bab IV
Tanggapan Kritis Terhadap Pemahaman Seksual Di Dalam Ajaran Agama Islam Dan Refleksi Teologis.
12
Pada bagian berisi tentang tanggapan kritis penulis terhadap pemahaman seksualitas di dalam ajaran agama Islam. Pada bagian ini juga penulis akan menyampaikan refleksi Teologis tentang pemahaman seksualitas yang ada di dalam kehidupan Islam. Penulis
akan
memakai
pemahaman
seksualitas
di
dalam
kekristenan sebagai landasan utama di dalam merefleksikan tentang pemahaman seksualitas.
Bab V
Penutup Pada bagian ini penulis akan menuliskan tentang kesimpulan dan saran mengenai permasalahan seksualitas yang ada di dalam ajaran Islam.