BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik secara fisik maupun psikologis. Namun kenyataanya, tuntutan tugas dan profesi dalam pekerjaan seorang suami dapat menjadi halangan. Salah satunya adalah tugas suami yang berprofesi sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tugas suami yang berprofesi sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sebagai prajurit TNI seperti yang kita ketahui mempunyai tugas pokok menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain tugas pokok tersebut prajurit TNI harus siap ditugaskan keluar negeri sebagai kontingen garuda yang bergabung dengan pasukan perdamaian PBB. Perintah tugas tersebut dijabarkan dalam Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 20 ayat 3. Dalam Pasal tersebut secara jelas ditegaskan bahwa prajurit TNI melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia. Prajurit TNI yang ditugaskan sebagai pasukan perdamaian dunia disebut kontingen garuda, kontingen garuda adalah prajurit TNI yang ditugaskan tergabung dengan pasukan perdamaian di negara lain, dibawah bendera PBB (http://id.wikipedia.org/wiki/Kontingen_Garuda). Saat ini salah satu misi 1
perdamaian PBB yang melibatkan prajurit TNI adalah misi perdamaian di Lebanon atau biasa disebut United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL). Menurut buku saku keterlibatan prajurit (UNIFIL-ROE, PMPP TNI 2012), misi pemeliharaan perdamaian dibawah bendera PBB telah mengalami perkembangan menjadi misi perdamaian yang multidimensional. Profesionalisme dari segenap komponen
pemelihara
perdamaian
sangatlah
mutlak
untuk
mencapai
keberhasilan dan prestasi dalam menjalankan operasi dalam misi perdamaian tersebut.
Oleh karena itu berkaitan dengan tugas dalam misi perdamaian di Lebanon, prajurit yang sudah berkeluarga harus rela meninggakan keluarganya. Dalam keluarga prajurit adalah seorang suami bagi istri dan ayah bagi anakanakya. Pada saat bertugas banyak tenaga dan pikiran terpecah, sebagai seorang suami mempunyai kewajiban untuk menjaga dan melindungi keluarga setiap saat. Hal tersebut dapat membuat peran para istri yang mereka tinggalkan dalam kaitannya dengan tugas kemanusiaan tersebut akan semakin berat, karena tentu para istri prajurit harus mengemban tugas dan kewajiban suami selama suaminya di medan tugas.
Fenomena istri prajurit TNI yang sedang ditinggal oleh suami terkait tugas suami dalam misi perdamaian di lebanon, dapat diambil dari istri prajurit TNI Angakatan Darat (TNI-AD) kuhusnya pada penelitian ini dilakuakan di salah satu kesatuan TNI-AD yang berada di kota Serang. Menurut (AD/ART PERSIT, 2010), istri prajurit TNI-AD mutlak tidak dapat dipisahkan dari TNI-AD, baik 2
dalam melaksanakan tugas organisasi maupun dalam kehidupan pribadi. Oleh karena itu para istri prajurit harus membantu TNI-AD dalam menyukseskan tugasnya. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang istri prajurit TNI-AD harus selalu siap di tinggal tugas apabila suami ditugaskan di mana saja dan kapan saja.
Seluruh istri prajurit diwajibkan masuk kedalam suatu organisasi Persatuan Istri Tentara (PERSIT)
Kartika Chandra Kirana. PERSIT adalah salah satu
organisasi perempuan yang beranggotakan oleh istri-istri TNI-AD. Dibentuknya organisasi PERSIT sangat membantu para istri prajurit dalam membentuk kepribadian yang tegar dan tabah. Dari organisasi PERSIT para istri perajurit mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu yang berguna baik untuk keluarga dan masyarakat sekitar. Para istri dapat merasakan rasa senasib dan sepenanggungan sesama anggota PERSIT seperti yang dirasakan para prajurit di medan tugas (Penkostrad, 2009). Banyak yang didapatkan para istri prajurit selama menjadi anggota PERSIT. Antara lain seperti ilmu, pengalaman, serta yang paling penting adalah keluarga baru. Para istri prajurit yang ditinggal tugas memperoleh kegiatan dari kesatuan, dengan mengikuti kegiatan dari kesatuan bisa sedikit meringankan beban ketika merasa sepi karena suami bertugas. Persit juga membantu para istri prajurit untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi.
Salah satu masalah yang dihadapi oleh istri prajurit tersebut adalah permasalahan yang berkaitan dengan tugas suami mereka. Terutama tugas seorang suami sebagai prajurit TNI-AD yang mendapat perintah tugas dalam 3
kurun waktu tertentu. Peneliti melakukan wawancara personal dengan seorang istri prajurit salah satu kesatuan TNI-AD di kota Serang, yang mempunyai pengalaman ditinggal tugas oleh suami dalam misi perdamaian di Lebanon pada tahun 2012-2013. Wawancara mengenai suka dan duka yang dirasakan. Berikut hasil wawancara personal dengan ibu yang mempunyai satu anak, berusia 28 tahun bernama Sumiati (bukan nama sebenarnya) :
“Sebagai istri tentara ya mau gak mau harus siap kalo suami tugas mas, ya sebenernya sih gak rela.. apalagi sampe keluar negeri. Di lebanon kan keadaanya perang udah gitu waktu tugasnya lama, kurang lebih eee..satu tahun ya mas.. khawatir baget mas apalagi kalo bapak gak ada kabar, bales bbmnya lama gak bisa skype-an.. kalo udah kaya gitu ya paling nonton tv kalo gak searching di internet cari tau keadaan di lebanon.. terus ya paling cuma bisa doa semoga disana gak kenapanapa.. bisa pulang, selamat.” Dari kutipan wawancara tersebut dapat dilihat keadaan psikologis istri prajurit yang ditinggal tugas, sebenarnya terdapat perasaan tidak rela dari seorang istri ketika ditinggal suami bertugas, mereka mengkhawatirkan keadaan suaminya. Keadaan alam yang sangat berbeda serta kondisi yang tidak kondusif di suatu daerah penugasan, hal tersebut menambah kekhawatiran para istri prajurit yang ditinggal tugas. Situasi yang demikian membuat para istri prajurit mendapatkan beban psikologis tersendiri. Kenyataannya bahwa para istri prajurit di tuntut untuk siap menerima keadaan suaminya ketika pulang apapun keadaannya, apakah suami mereka pulang tanpa bagian tubuh tertentu ataukah pulang hanya tinggal nama. Hal ini menimbulkan kondisi psikologis yang semakin kompleks pada istri prajurit yang ditinggal suami menjadi pasukan perdamaian Lebanon. 4
Selanjutnya masalah yang dihadapi oleh istri prajurit yang sedang ditinggal tugas adalah perannya sebagai ibu rumah tangga. mereka harus dapat mengatasi masalah rumah tangga, seperti pengasuhan terhadap anak, pekerjaan rumah tangga, hal tersebut sering kali menimbulkan konflik pada diri seorang istri (http://www.dispsiad.mil.id/index.php/en/lawatpsi/artikel-konsul/280-peran-istriprajurit-sebagai-orang-tua-tunggal). Terlebih lagi untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan dukungan dari suami, namun seorang istri prajurit yang sedang ditinggal tugas dituntut untuk mengatasi masalah tersebut sendiri. Situasi tersebut menjadi masalah psikologis tersendiri bagi seorang istri dengan perannya sebagai ibu rumah tangga. Situasi tersebut sering membuat seorang istri merasakan kelelahan secara fisik dan psikis. Beberapa perubahan hidup yang dialami istri prajurit selama ditinggal tugas dapat membawa mereka dalam suatu perasaan ketidaknyamanan fisik dan psikis. Ketidaknyamanan selama ditinggal suami bertugas mengurus keluarga sendiri akan berdampak pada psychological well-being istri. Psychological wellbeing dapat dijadikan gambaran mengenai level tertinggi dari fungsi individu sebagai manusia dan apa yang diidam-idamkannya sebagai makhluk yang memiliki tujuan dan akan berjuang untuk tujuan hidupnya (Snyder & Lopez, 2002). Individu yang memiliki psychological well-being yang positif adalah individu yang memiliki respon positif terhadap dimensi-dimensi psychological well-being yang berkesinambungan. Pada intinya psychological well-being merujuk pada sasaran seorang mengenai aktifitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif misalnya, ketidakpuasan hidup, 5
kecemasan, merasa tertekan, rasa percaya diri yang rendah, dan sering berperilaku agresif, sampai pada kondisi mental yang positif seperti, realisasi potensi aktualisasi diri (Bradburn, 1989).
Bradburn, dkk (dalam Ryff, 1989) mengatakan kebahagiaan atau kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan Psychological Well-Being. Kelelahan secara psikis dan fisik terkadang mempengaruhi psychological wellbeing para istri prajurit yang ditinggal tugas. Kelelahan fisik dan psikis tersebut sering membuat mereka menjadi sensitif dan emosional, baik terhadap anak-anak maupun anggota keluarga lain yang berada dirumah. Keadaan seperti ini biasanya makin sering muncul saat situasi dirumah tidak mendukung, yaitu anak-anak atau anggota keluarga yang kurang dapat bekerja sama membantu atau sekedar meringankan pekerjaan rumah tangga.
Selanjutnya Ryff menyebutkan bahwa psychological well-being terdiri dari enam dimensi, yaitu kepemilikan akan rasa penghargaan terhadap diri sendiri, kemandirian, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, pengguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup serta pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan (Ryff & Keyes, 1995).
Bagaimana perasaan seorang istri prajurit yang ditinggal tugas oleh suaminya ke sebuah daerah yang rawan? Bagaimana kondisi psikologis istri tersebut? Karena seseorang cenderung akan merasakan stres ketika mengalami kelelahan secara fisik dan psikis. Berkaitan dengan hal ini menurut Atkinson (dalam Mardiah, 2009) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang 6
dirasakan
membahayakan
kesejahteraan
fisik dan
psikologis
seseorang.
Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis merupakan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chiara Ruini,et al (dalam Mardiah, 2009) menemukan bahwa ada hubungan yang negatif antara psychological well-being terhadap distress (stres yang memberi dampak buruk). Jadi semakin tinggi Psychological well-being maka semakin rendah distress orang tersebut. Sebaliknya semakin rendah psychological well-being maka semakin tinggi distress orang tersebut.
Berdasarkan fenomena, hasil wawancara dengan salah satu istri prajurit yang mempunyai pengalaman ditinggal tugas ke Lebanon dan paparan teoritis diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran psychological well-being istri prajurit TNI-AD yang tergabung sebagai Kontingen Garuda dalam misi perdamaian di Lebanon”.
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana gambaran psychological well-being istri prajurit TNI-AD yang tergabung sebagai Kotingen Garuda dalam misi perdamaian di Lebanon?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran psychological well-being istri prajurit TNI-AD yang tergabung sebagai Kotingen Garuda dalam misi perdamaian di Lebanon. 7
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memiliki dua manfaat yaitu: 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memeperkaya teori mengenai psychological well-being terutama pada subyek istri prajurit 2. Memperkaya ilmu psikologi terutama pada bidang psikologi klinis dan psikologi sosial
1.4.2 Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan untuk para istri prajurit lainnya untuk dapat mengembangkan psychological wellbeing yang lebih positif terhadap kehidupan yang mereka jalani. 2. Secara khusus bagi para psikolog atau intansi terkait untuk
memberikan pelatihan dan pengembangan kesejahteraan psikologis kepada para istri dengan latar belakang yang mirip dengan penelitian ini.
8