BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai sarana kesehatan memiliki pengertian sebagai suatu lembaga dalam mata rantai sistem kesehatan nasional yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat dan rumah sakit sebagai sarana untuk mewujudkan pelayanan kesehatan harus bisa menampung semua aktivitas kesehatan yang dibutuhkan sekaligus berperan sebagai suatu lingkungan yang juga turut aktif meningkatkan kecepatan penyembuhan dan taraf kesehatan para pasien rumah sakit.
Anak dikategorikan berdasarkan usia dimana remaja merupakan salah satu kategori usia anak. Anak juga merupakan bagian dari masyarakat yang menghadapi masalah kesehatan yang kompleks, walaupun selama ini diasumsikan sebagai kelompok yang sehat. Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan dari 237.641.326 orang di Indonesia, sekitar 34,26% adalah anakanak dan remaja usia 0-17 tahun. Anak dan remaja sangat rentan terhadap berbagai masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan ataupun kondisi biologis mereka yaitu masalah pubertas yang berkaitan dengan kondisi kesehatan mental dan reproduksi. Secara tidak langsung, masalah kesehatan remaja tersebut turut menghambat laju pembangunan manusia (human development) di Indonesia. Menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, persentase perempuan dan lelaki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun merupakan :
1
2 •
Perokok aktif: perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%.
•
Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %.
•
Lelaki pengguna obat dengan cara dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan 1,3%. Sedangkan berdasarkan riset kesehatan dasar 2007 mengenai berbagai
kondisi kesehatan anak dan remaja Indonesia usia 5 sampai 24 tahun, kondisi kesehatan dan penyakit yang diderita oleh anak dan remaja Indonsia adalah adalah sebagai berikut: •
Secara nasional persentase kebiasaan merokok penduduk Indonesia berumur >10 tahun sebesar 23,7%, lelaki 46,8%; dan perempuan: 3 %.
•
Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut karakteristik responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan, yaitu: 1. Umur 5-14 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,2%; diabetes mellitus: 0%; tumor 1,0%. 2. Umur 15-24 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,3%; diabetes mellitus: 0,1%; tumor: 2,4%. Salah satu program kesehatan yang ditujukan untuk memelihara
kesehatan anak usia remaja yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah program PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) yang telah tersedia di beberapa puskesmas di seluruh Indonesia termasuk di jakarta dengan jumlah puskesmas penyedia layanan PKPR di Jakarta adalah 33 puskesmas. Jagakarsa merupakan salah satu kecamatan di Jakarta Selatan dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 adalah 222.097 jiwa (sumber: profil kesehatan puskesmas kecamatan jagakarsa tahun 2008) dengan jumlah
3
penduduk paling banyak adalah kelompok usia anak dan remaja sebesar 25% dari populasi. Kecamatan Jagakarsa memiliki 7 puskesmas namun, hanya satu yang memberikan layanan PKPR yaitu Puskesmas Kecamatan Jagakarsa
serta
bebarapa klinik kesehatan dan 1 rumah sakit umum yang baru berdiri. Sedikitnya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk anak usia remaja mengakibatkan cakupan pelayanan kesehatan remaja di kacamatan Jagakarsa pada tahun 2007 hanya terpenuhi sebesar 45.67% sementara target adalah sebesar 85% (sumber: profil kesehatan puskesmas kecamatan Jagakarsa tahun 2007). sehingga, kecamatan Jagakarsa masih membutuhkan sarana kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya untuk kaum anak usia remaja. Salah satu pelayanan dalam rumah sakit untuk mendukung kesembuhan pasien adalah pelayanan rehabilitasi medik yang terdiri dari sedikitnya 3 jenis terapi yaitu fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara dimana berbagai jenis terapi tersebut dilakukan dengan berbagai kegiatan fisik yang membutuhkan fasilitas-fasilitas tertentu dan dapat dilakukan baik didalam ruangan maupun diluar ruangan yaitu pada taman terapi. Namun, agar bisa dilaksanakan di taman, taman terapi harus bisa memenuhi fasilitas-fasilitas untuk mendukung kegiatan dalam terapi tersebut. Taman sebagai salah satu elemen ruang pada rumah sakit dapat dimanfaat sebagai suatu ruang terapi untuk mendukung kesembuhan pasien. Taman yang memiliki fungsi sebagai sarana terapi disebut juga sebagai taman terapi/ healing garden. Spriggs dan Wiesen (dalam Hidayah, 2010:5) menyatakan bahwa istilah “taman terapeutik” adalah taman yang berperan dalam
4
meningkatkan kualitas lingkungan medis dan dalam perancangan lanskapnya tidak hanya untuk dinikmati saja, tetapi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Studi yang dilakukan oleh Said (2003:6-7) menunjukkan adanya respon positif terhadap kegiatan di taman terapi dari anak-anak yang menjalani rawat inap di rumah sakit diantaranya yaitu lebih penurut, jarang menangis dan lebih aktif secara fisik. Keberadaan taman dalam rumah sakit sangat penting namun, pada kenyataannya, lahan yang sempit di daerah perkotaan dan semakin majunya perkembangan teknologi pengobatan, keberadaan taman rumah sakit sebagai taman terapi dan sebagai suatu bagian dari rumah sakit yang memberi dampak positif terhadap kesembuhan pasien semakin dilupakan.(Sumber: Jurnal Hospital Outdoor Spaces-Therapeutic Benefits and Design Considerations (2010)) Beberapa Kriteria design suatu taman terapi yang perlu diperhatikan diantaranya adalah fasilitas, material taman, warna serta pemilihan jenis tanaman dengan mempertimbangkan warna dan aroma tanaman. fasilitas harus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna taman sedangkan warna dan material serta aroma berkaitan dengan efek stimulasinya pada panca indera pengguna taman. Pemilihan jenis tanaman merupakan kriteria perancangan taman terapi yang dipertimbangkan dari warna, aroma dan kondisi fisik tanaman (duri, getah, ketinggian dan lain-lain). Aneka ragam warna dan aroma yang dimiliki oleh berbagai jenis tanaman dapat mempengaruhi kondisi psikologis seseorang baik secara positif ataupun negatif. Warna adalah faktor lingkungan dan faktor lingkungan mempengaruhi proses penyembuhan sebesar 40%. Warna dapat diterapkan salah satunya pada
5
elemen estetis dimana salah satu elemen estetis adalah tanaman. (Wandira dan B.Pribadi, 2011:75). Penggunaan warna pada ruangan dalam rumah sakit dan pada taman terapi yang diterapkan lewat tanaman juga harus diperhatikan berkaitan dengan efek positif dan negatif yang diberikan warna terhadap kondisi psikologis manusia sebagai contoh warna biru mengurangi rasa cemas dan warna ungu mengakibatkan depresi (S.Azeemi, 2007:40-55) sehingga, pemilihan jenis tanaman dan penempatannya baik pada ruangan dalam bangunan ataupun
pada taman terapi harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kegiatan dan fungsi dalam taman terapi ataupun ruangan tertentu. Building farming sebagai topik dari proyek rumah sakit anak ini dapat berarti kegiatan untuk menghadirkan lahan hijau dalam suatu bangunan yang berdiri dalam lahan terbatas dengan menggunakan taman-taman vertikal ataupun roof garden/ kebun atap. Dari semua uraian diatas, maka keberadaan rumah sakit khusus anak sebagai sarana kesehatan yang digunakan untuk menampung semua aktivitas penggunanya serta mendukung kesembuhan/ meningkatkan taraf kesehatan penggunanya sangat diperlukan khususnya di kecamatan jagakarsa yang pada tahun 2007 belum dapat memenuhi target pelayanan kesehatan khususnya untuk anak usia remaja. Proyek ini diberi judul “Perancangan Rumah Sakit Khusus Anak dengan Penerapan Taman Terapi di Jagakarsa”. Taman terapi akan dihadirkan dalam perancangan proyek rumah sakit khusus anak ini karena taman terapi merupakan suatu elemen penting dari rumah sakit yang dapat digunakan sebagai sarana terapi apabila didesain dengan baik dan karena taman terapi sendiri memang memberikan dampak yang positif terhadap kesehatan pasien. Selain itu,
6
keberadaan taman terapi dalam rumah sakit juga mendapat respon yang positif dari pasien anak. Taman terapi yang dihadirkan tidak hanya berfungsi sebagai sarana terapi tapi juga sebagai elemen estetika/keindahan dari lingkungan rumah sakit dan dapat difungsikan untuk kegiatan berkebun sebagai bagian dari konsep building farming yang dapat memproduksi bunga-bunga yang dapat digunakan sebagai dekorasi ruang-ruang di rumah sakit atau jamu-jamu herbal contohnya seperti teh chamomile dan teh krisan yang bermanfaat bagi kesehatan
1.2 Ruang Lingkup Dengan banyaknya kriteria perancangan sebuah taman terapi, kelas rumah sakit, cakupan usia anak maka, ruang lingkup dari penelitian ini adalah: • Proyek merupakan rumah sakit khusus untuk anak usia 10-19 tahun yang merupakan rentang usia remaja karena pada kecamatan Jagakarsa sendiri, cakupan pelayanan kesehatan untuk anak usia 0-9 tahun (neonatus sampai masa anak-anak akhir) telah mencapai target. (sumber: profil kesehatan puskesmas kecamatan Jagakarsa tahun 2007) • Rumah sakit anak ini merupakan rumah sakit khusus kelas C sesuai dengan ketentuan tugas akhir untuk kelas proyek rumah sakit. • Terapi yang dibahas dalam penelitian ini adalah fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara yang merupakan 3 terapi dasar untuk pelayanan rehabilitasi medik sesuai ketentuan kemenkes no.029 tahun 2012 • Kriteria design taman terapi yang dibahas dalam penelitian penelitian ini adalah berupa fasilitas terapi, material, serta jenis tanaman berkaitan dengan warna dan aroma serta lokasi penempatan tanaman tersebut sesuai dengan
7
fungsi dari warna dan aromanya baik dalam ruangan ataupun pada area tertentu dalam taman terapi tempat dilaksanakannya terapi tertentu.
1.3 Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang dan ruang lingkup yang diungkapkan, maka, rumusan masalah secara garis besar adalah kriteria design taman terapi yaitu fasilitas harus disesuaikan dengan kebutuhan pengguna taman sementara material dan pemilihan jenis tanaman yang dipertimbangkan lewat warna, aroma dan kondisi fisiknya harus diperhatikan pemilihannya berkaitan dengan efek stimulasinya pada panca indera manusia serta efek psikologis positif dan negatif yang diberikan khususnya lewat warna dan aroma. Selain itu, warna sebagai faktor lingkungan akan diterapkan lewat tanaman sehingga penempatan tanaman baik pada ruangan dalam bangunan ataupun pada taman terapi harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kegiatan dan fungsi dalam taman terapi ataupun ruangan tertentu
1.4 Formulasi masalah 1. Fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara yang dapat dilakukan di taman memiliki kegiatan yang berbeda dan taman terapi harus bisa memfasilitasi kegiatan terapi tersebut. Sehingga, fasilitas apa saja yang harus disediakan taman terapi untuk mendukung kegiatan terapi pengguna taman? 2. Kriteria design taman terapi yang menjadi fokus penelitian ini adalah material yang berkaitan dengan tekstur serta pemilihan jenis tanaman yang berkaitan dengan warna dan aroma yang memberikan efek psikologis tertentu. Sehingga, tekstur material serta warna apa saja yang dibutuhkan
8
dan harus dihadirkan dalam taman terapi untuk mendukung kegiatan dalam taman serta jenis-jenis tanaman apa saja yang dapat digunakan sesuai dengan warna dan aroma yang dibutuhkan? 3. Dimana sebaiknya peletakan lokasi tanaman yang dapat digunakan untuk untuk mendukung kegiatan baik pada taman terapi ataupun pada ruangruang dengan fungsi tertentu lewat warna dan aroma yang dimilikinya tanpa mengabaikan kebutuhan tanaman akan lama penyinaran khususnya pada taman terapi? 1.5 Maksud dan Tujuan Maksud dari kegiatan penelitian ini adalah untuk merancang rumah sakit khusus anak dengan taman terapi yang dapat mengakomodasi kegiatan terapi para penggunanya dengan memperhatikan kriteria perancangan suatu taman terapi yaitu menyediakan fasilitas sesuai dengan kebutuhan pengguna serta menghadirkan material dan jenis tanaman yang sesuai dan dipertimbangkan dari efek stimulasinya pada panca indera serta efek psikologis yang diberikan khususnya lewat warna dan aroma sehingga pemilihan dan penempatan jenis tanaman tersebut baik di taman terapi ataupun di dalam ruangan dapat mendukung kegiatan pengguna. Untuk mencapai maksud tersebut maka, tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui aktivitas-aktivitas pengguna taman terapi sehingga dapat mengetahui fasilitas-fasilitas yang harus disediakan dalam taman terapi untuk mendukung kegiatan terapi 2. Mengetahui tekstur material yang sesuai untuk kegiatan dalam taman terapi serta jenis tanaman yang berkaitan dengan warna dan aroma yang dapat
9
dihadirkan untuk mendukung kegiatan baik pada taman terapi ataupun pada ruang-ruang dalam rumah sakit. 3. Menentukan lokasi penempatan jenis-jenis tanaman tersebut dalam lingkungan rumah sakit anak untuk mendukung kegiatan dalam rumah sakit khususnya pada taman terapi tanpa mengabaikan kebutuhan tanaman akan lama penyinaran.
1.6 Tinjauan pustaka Kegiatan rawat inap dirumah sakit, mengakibatkan stress bagi anakanak. Sebagai akibatnya, anak-anak sering kali mengalami ketakutan, gelisah, bosan dan lebih rewel serta bergantung pada orang tua. Namun, dengan terlibat dalam kegiatan-kegiatan di taman baik secara aktif ataupun pasif dapat mengurangi stress sebagai akibatnya, anak-anak akan lebih tenang, ceria, penurut dan lebih kooperatif pada tindakan medis. (Said, 2009:1) Dalam lingkungan fasilitas kesehatan yang ditujukan untuk anakanak, perubahan sikap negatif menuju sifap yang lebih positif dianggap sebagai kemajuan dalam pemulihan kesehatan mereka. Studi yang dilakukan oleh Ismail Said yang diterbitkan dalam jurnal berjudul “Garden as Restorative Environment for Hospitalized Children” pada tahun 2009 membahas mengenai efek restorasi/ penyembuhan yang diberikan oleh taman terapi rumah sakit terhadap pasien anak di rumah sakit Batu Pahat Malaysia. Dalam studi ini, Said membandingkan perilaku anak-anak di taman dengan perilaku anak-anak dalam kamar rawat inap dengan menggunakan teknik observasi dan komparasi. Hasil dari studi tersebut adalah sebagai berikut:
10
• Sifat anak-anak dari segi kognitif yang pada awalnya negatif berupa bosan, takut dan cemas berubah menjadi lebih nyaman, tenang, tidak khawatir dan ceria. • Sifat anak-anak dari segi fisik yang pada awalnya pasif berubah menjadi lebih aktif dengan berpartisipasi dalam kegiatan bermain ditaman. • Sifat anak-anak dari segi sosial yang pada awalnya menyendiri dan tidak kooperatif dengan tindakan medis menjadi lebih bersahabat dan lebih penurut serta lebih kooperatif. (Said, 2009:1) Secara keseluruhan, studi tersebut menyimpulkan bahwa taman terapi rumah sakit beserta semua elemen yang ada didalamnya mendukung proses penyembuhan pasien anak. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa keberadaan taman terapi mendapatkan kesan yang positif dari pasien anak, orang tua serta staff rumah sakit karena perannya dalam merestorasi pasien. Dalam studi yang dibuat dalam jurnal Garden as An environmental Intervention in Healing Process of holpitalised Children, Ismail Said (2003:6-7) melaporkan hasil studi untuk mencari tahu respon anak-anak terhadap keberadaan taman terapi dirumah sakit dan anak-anak menunjukkan respon yang positif diantaranya yaitu lebih jarang menangis karena diizinkan untuk bermain, lebih aktif secara fisik, lebih bekerja sama dan lebih penurut dalam proses penyembuhan. respon para staff rumah sakit mengenai perilaku anak-anak yang berpartisipasi dalam kegiatan di taman terapi adalah sebagai berikut:
11
Gambar 1.1 Respon staff pasien anak mengenai respon anak terhadap taman. Sumber: jurnal Garden as Restorative Environment for Hospitalized Children (2003:6)
Selain itu, para staff juga memberikan pendapat yang positif yaitu anakanak tidak merasa bosan dan selalu bersemangat untuk beraktivitas di taman, lebih ceria dan bahagia, lebih mudah ditangani (lebih kooperatif) dan karena mereka pasien bahagia dan mudah diajak bekerja sama, lingkungan rumah sakit lebih ceria dan menjadi tempat bekerja yang menyenangkan. M.Susan Erickson dalam jurnal berjudul “Restorative Gardens Designs: Enhancing Wellness Through Healing Spaces” menjabarkan hasil survey mulai dari tahun 1992, 2011 dan 2012 mengenai tempat yang dikunjungi oleh responden ketika mengalami stress, kecewa, marah, gelisah, dan tempat-tempat yang menurut mereka membuat mereka merasa lebih nyaman.
Hasil survey pada
survey tahun 1992, yang dilakukan oleh Francis dan Cooper Marcus, sebesar 70% responden memilih untuk pergi ke ruang terbuka sedangkan pada survey tahun 2011 yang dilakukan Iowa hasil menunjukkan bahwa sekitar 55% responden lebih memilih untuk pergi menemui pihak keluarga atau tinggal dirumah, dan 30% responden memilih untuk mengunjungi ruang-ruang terbuka. Survey terbaru pada tahun 2012 di Taiwan, menunjukkan kenaikan jumlah responden yang memilih untuk mengunjungi ruang terbuka dengan jumlah sebesar 60% responden Penjabaran dari hasil survey-survey tersebut menunjukkan cukup besarnya minat masyarakat terhadap keberadaan ruang terbuka/ taman sebagai
12
tempat pereduksi stress dan menunjukkan kalau ruang terbuka turut memberikan efek restorasi terhadap kondisi kejiwaan penggunannya. Keberadaan taman rumah sakit sebagai bagian dari elemen alam yang dipercaya mempercepat proses penyembuhan pasien telah ada sejak abad 14 dan 15 dimana semua kamar pasien memiliki akses langsung ke ruang terbuka. Pada abad ke 20, dimana teknologi dan bidang kedokteran serta obat-obatan semakin maju dan efisiensi kerja staff rumah sakit lebih dianggap penting, keberadaan taman rumah sakit semakin dilupakan (Nedučin, Krklješ dan Folić (2010:295))
Gambar 1.2. Contoh rumah sakit pada abad 14-17, St. Catherine's Garden in the monastic infirmary, Central courtyard of the Ospedale Maggiore Ca Granda, Milan dan Garden Lodge of the Royal Hospital, Dublin. Sumber: Jurnal Hospital Outdoor Spaces-Therapeutic Benefits and Design Considerations (2010)
Gambar 1.3 Contoh rumah sakit pada abad 20 Cornell Medical Center, New York, 1933 dan Hôpital Beaujon, 1932-1935. Sumber: Jurnal Hospital Outdoor Spaces-Therapeutic Benefits and Design Considerations (2010)
Nedučin, Krklješ dan Folić dalam jurnal berjudul “Hospital Outdoor Spaces Therapeutic Benefit and Design Consideration” menyebutkan sekaligus menganalisis hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam design taman rumah sakit sebagai taman terapi agar taman tersebut dapat mendukung kesembuhan pasien dan mengurangi kesan negatif dari lingkungan rumah sakit dengan halhal yang menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut: • Potensi tapak rumah sakit seperti view, kebisingan, entrance dan lain-lain
13
• Pihak pengguna dan kebutuhan mereka terkait dengan kondisi, status, dan kegiatan pengguna yang mencakup pasien, staff dan pengunjung rumah sakit . • Adanya variasi kegiatan dimana para pengguna bisa menentukan sendiri kegiatan apa yang mereka ingin lakukan. • Adanya Variasi ruang dimana dalam satu taman yang besar terbagi menjadi ruang-ruang mikro dengan fungsi yang berbeda-beda. • Mempertimbangkan elemen-elemen taman yang menjadi pengalih perhatian yang bersifat positif (berdampak baik bagi kesehatan dan mengurangi stress) dan negative (berdampak buruk bagi kesehatan dan menambah tingkat stress contohnya seperti bentuk-bentuk yang abstrak dan ambigu). • Aksesibilitas dan keamanan dimana taman rumah sakit harus bisa diakses oleh semua pengguna dan aman. • Tanaman berkaitan dengan jenis tanaman dimana jenis tanaman tidak boleh membahayakan pasien diantaranya beracun dan dapat menyebabkan alergi. • Pemandangan keluar dimana taman rumah sakit juga harus dapat terlihat dari kamar pasien, koridor, dan ruang publik karena adanya pemandangan keluar bisa mengurangi rasa terisolasi. Dalam jurnal berjudul The Influence of Sensory Gardens on the Behaviour of Children with Special Educational Needs (2010), Hazreena Hussein menyimpulkan bahwa anak-anak tidak menilai suatu taman dari segi estetika (keindahan) tapi lewat bagaimana mereka dapat berinteraksi serta beraktivitas dalam taman tersebut. Aneka ragam aktivitas yang bisa dilakukan di taman serta berbagai pengalaman sensory yang melibatkan indera penglihatan (warna, bentuk), penciuman (aroma) serta indera peraba (tekstur halus dan
14
kasar) harus didesign dengan baik karena sama pentingnya dengan elemen estetika/ keindahan. (Hussein, 2010:14) Pemilihan jenis tanaman untuk taman terapi menurut Said dalam jurnal berjudul “Garden as an Environmental Intervention in Healing Process of Hospitalised Children” harus berdasarkan efek stimulasi tanaman tersebut pada anak-anak (Said, 2003:4). Efek stimulasi tersebut bisa didapat melalui tekstur, aroma, bentuk, warna serta ketinggian tanaman. Wandira dan B.Pribadi dalam jurnal yang berjudul “Kajian Warna Interior Rumah Sakit Ibu dan Anak pada Psikologi Pasien Anak (Studi Kasus: RSIA Hermina Pandanaran) menyatakan bahwa kemampuan warna dalam menciptakan impresi mampu memberikan efek tertentu dan efeknya akan berpengaruh pada pikiran, emosi, tubuh dan keseimbangan. Lebih lanjut, Wandira dan B.Pribadi menyimpulkan warna-warna yang disukai oleh anakanak dan sekaligus dapat memberikan pengaruh baik jika diaplikasikan pada rumah sakit adalah: •
Biru, warna biru mampu mengatasi demam dan membantu tidur nyenyak.
•
Pink/ merah muda, karena warma ini memberi efek menghilangkan rasa takut karena membuat orang merasa dicintai.
•
Peach/ salem, kuning cerah dan muda serta krem yang memberikan efek menenangkan.
•
Hijau muda yang mempunyai efek mengurangi rasa agresif dan kemarahan anak-anak. (Wandira dan B.Pribadi, 2011:78).
15
1.7 Sistematika Pembahasan BAB 1 PENDAHULUAN Bab 1 berisi tentang latar belakang dan alasan pemilihan proyek, topik serta tema disertai dengan fokus dari pembahasan laporan ini berikut dengan perumusan masalah terkait topik dan tema serta maksud dan tujuan perancangan proyek dan kegiatan penelitian untuk menjawab rumusan masalah BAB 2 KAJIAN TEORI Bab 2 berisi semua studi pustaka yang berkaitan dengan proyek, serta topik dan tema yang dibahas BAB 3 METODE PENELITIAN Bab 3 berisi cara/ metode penelitian, jenis data dalam penelitian serta cara pengumpulan data, analisis dan cara penarikan kesimpulan. BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Bab 4 berisi pembahasan dari hasil penelitian meliputi proses analisis dari data-data yang telah didapat dan kesimpulan yang diambil dari hasil analisis tersebut BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Bab 5 berisi kesimpulan dari hasil penelitian secara keseluruhan dan saran mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam perancangan rumah sakit anak terkait dengan hasil penelitian.