BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metode anestesi umum dengan menggunakan obat anestesi inhalasi yang saat ini banyak dilakukan adalah teknik aliran gas segar tinggi atau high-flow anesthesia (HFA) bahkan very high flow dimana aliran gas segar atau Fresh Gas Flow (FGF) O2 dan N2O yang diberikan pada pasien cukup tinggi ( FGF lebih dari 4 l/menit). Pada tahun 1994, pertemuan tahunan American Society of Anesthesiologists, 90% dokter anestesi yang diteliti menggunakan FGF 2-5 l/menit dan hanya 12% dokter yang menggunakan FGF lebih kecil dari 1 l/menit. Teknik HFA mempunyai beberapa hal yang kurang menguntungkan yaitu polusi gas anestesi dalam kamar operasi lebih tinggi, konsumsi gas dan obat anestesi inhalasi yang lebih banyak sehingga biaya anestesi lebih meningkat dan terjadinya efek rumah kaca. Beberapa penelitian menyebutkan dengan mengurangi FGF akan mengurangi pemakaian anestetik inhalasi disamping mengurangi polusi lingkungan dan terjadinya efek rumah kaca, sekaligus mengurangi biaya anestesi inhalasi.1 Untuk memastikan pertukaran gas yang baik dan dinamis selama proses anestesi inhalasi, suatu teknik anestesi dengan menggunakan aliran gas rendah atau lowflow anesthesia (LFA) lebih dianjurkan dengan beberapa alasan2 : 1.
Sistem pernafasan : anestesi dengan teknik LFA meningkatkan aliran dinamis dari udara yang terhirup. Hal ini juga dapat meningkatkan pembersihan mukosilier, mengatur suhu tubuh dan mengurangi kehilangan cairan.
2.
Ekonomi : pengurangan dari konsumsi gas anestesi menghasilkan penghematan yang signifikan. Jika digunakan secara rutin, anestesi dengan teknik LFA dapat menghasilkan penghematan mencapai 75%.
3.
Ekologi : pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan gas surplus yang tidak terpakai, suatu pengurangan yang signifikan dalam emisi gas anestesi hingga mencapai 90%. Hal ini memiliki efek positif yaitu konsentrasi gas anestesi di lingkungan kerja (kamar bedah) berkurang secara signifikan sehingga mengurangi paparan anestetis dan individu lain di kamar bedah terhadap N2O. Reduksi emisi gas anestesi (N2O dan gas anestesi inhalasi) mengurangi perusakan pada lapisan ozon, dimana N2O saat ini merupakan agen perusak ozon yang dominan.
Gas yang dihantarkan dengan FGF tinggi biasanya kering dan dingin, sedangkan penurunan FGF membuat gas yang diresirkulasi hangat dan lembab. Lebih banyak gas yang disirkulasi melalui CO2 absorber, lebih banyak panas dan kelembaban yang dihasilkan melalui proses absorbsi CO2. Menghirup gas yang hangat dan lembab selama anestesi bermanfaat karena beberapa alasan3,4,5,6,7,8 : 1. Gas yang hangat dapat mempertahankan suhu tubuh. Di beberapa negara dimana alat pertukaran panas dan kelembaban tidak digunakan secara rutin, konservasi panas dan kelembaban dalam sistem pernafasan dibantu dengan penggunaan FGF rendah. 2. Pencegahan kehilangan panas selama anestesi mencegah kejadian menggigil pasca operasi.
3. Humidifikasi gas pernafasan akan menurunkan kehilangan air dari jalan nafas
dan mencegah pengeringan jalan nafas dan bronkus selama intubasi endotrakeal. Kleeman (1994),
memperlihatkan keuntungan pemeliharaan suhu tubuh dan
kelembaban dari gas yang diinspirasi pada teknik LFA. Pada saat dibandingkan beberapa FGF yang berbeda, dia menemukan bahwa FGF 0,5 liter/menit memperbaiki kondisi suhu (rentang 28 – 32⁰ C) dan kelembaban (20 – 27 mgH2O/L) dari gas anestesi.4 Baum dkk (2000), meneliti tentang suhu dan kelembaban selama tindakan anestesi dengan beberapa FGF yang berbeda. Mereka menemukan bahwa suhu dan kelembaban yang adekuat dapat dicapai dengan teknik LFA.9 Bilgi M dkk (2011), melaporkan bahwa fungsi respirasi dan pembersihan mukosiliar (mucociliary clearance) lebih baik dengan teknik LFA dibandingkan dengan HFA. Oleh karena itu, teknik LFA memberikan keuntungan klinis yang sangat penting dikarenakan teknik LFA mampu menghasilkan efek panas dan kelembaban terhadap gas yang dialirkan ke saluran pernafasan.5 Penggunaan FGF yang tepat dapat memperbaiki tingkat kelembaban dan suhu tubuh, sehingga menurunkan resiko hipotermia pasca operasi. Yamashita K dkk (2007), membandingkan teknik LFA dan HFA dengan atau tanpa heat moisture exchanger (alat pengatur pertukaran panas dan kelembaban) dan melaporkan bahwa pemakaian teknik HFA tanpa heat moisture exchanger terkait dengan tingkat kelembaban yang lebih rendah secara signifikan.10
Beberapa penelitian dengan menggunakan teknik low flow dengan nafas kendali secara mekanik telah dapat menghemat pemakaian obat anestesi inhalasi isofluran sebanyak 33%. Pada penelitian yang lain telah dapat menghemat pemakaian isofluran sebanyak 54,7% dan enfluran sebanyak 55,6%. Penelitian di Jerman dan Inggris mendapatkan terjadinya penghematan konsumsi zat anestesi selama satu tahun sebesar lebih dari US$65,36 juta jika teknik LFA digunakan secara konsisten. Di Indonesia penelitian dengan menggunakan teknik medium flow dapat
menghemat
pemakaian
halotan
50,86
%.
Diperkirakan
terdapat
penghematan biaya sebesar 50 – 75% jika teknik LFA digunakan secara rutin dalam praktik klinis.11,12,13,14 Tempia A dkk (2003), melaporkan bahwa teknik LFA dapat mengurangi konsumsi sevoflurane sama dengan yang terjadi pada penggunaan alat pemelihara pemakaian zat anestesi inhalasi (anesthetic conserving device).15 Fasilitas ruangan operasi yang modern dengan ventilasi yang baik dan sistem scavenging pada mesin anestesi akan memberikan kualitas udara yang adekuat di lingkungan kerja. Sebuah penelitian memperlihatkan tingginya konsentrasi zat anestesi di dalam udara di kamar operasi terkait dengan ketidaksesuaian standar yang diterapkan pada kamar operasi. Pengurangan FGF memiliki efek keuntungan yang potensial untuk memelihara kualitas udara yang adekuat di lingkungan kerja tersebut.9 Teknik HFA secara nyata menyebabkan polusi di atmosfer. Baik N2O maupun zat anestesi volatil berkontribusi terhadap kerusakan lapisan ozon dan efek rumah kaca. N2O diperkirakan bertanggungjawab terhadap 10% efek rumah kaca. Halothan, enflurane, dan isoflurane mengandung chlorine, yang diyakini
mempunyai potensi merusak lapisan ozon. Sedangkan desflurane dan sevoflurane yang tidak mengandung chlorine tidak berpotensi merusak lapisan ozon akan tetapi berkontribusi terhadap tejadinya efek rumah kaca.3 Sementara itu, teknik LFA sendiri memiliki potensi untuk terjadinya hipoksia dan hiperkarbia. Penurunan FGF pada teknik LFA akan dapat meningkatkan jumlah gas yang dihirup kembali (rebreathing gases) secara signifikan. Oleh karena itu, gas yang diinspirasi kembali akan mengandung gas ekspirasi dengan proporsi lebih besar, sementara itu gas ekspirasi ini mengandung sedikit oksigen. Keadaan ini berpotensi untuk menimbulkan terjadinya hipoksia. Selain itu, meningkatnya jumlah gas yang dihirup kembali (rebreathing gases) juga akan mengakibatkan kadar gas CO2 yang dihirup kembali akan meningkat walaupun sudah digunakan absorber seperti sodalime ataupun baralime yang masih segar. Keadaan ini berpotensi untuk menimbulkan terjadinya hiperkarbia. Oleh karenanya pada penggunaan teknik LFA minimal harus dipantau kadar saturasi oksigen (SpO2 ) dengan pulse oksimetri Capnograph,
untuk
dan kadar CO2 / end tidal CO2 (EtCO2) dengan
menghindari
terjadinya
komplikasi
hipoksia
dan
hiperkarbia.1,14 Young dkk (2005), melaporkan nilai minimal SpO2 lebih rendah secara signifikan dan nilai EtCO2 lebih tinggi secara signifikan pada teknik LFA jika dibandingkan dengan teknik HFA pada operasi laparoscopic cholecystectomy.16 Taghavi dkk (2013), melaporkan nilai SpO2 lebih rendah dan nilai EtCO2 lebih tinggi namun secara statistik tidak signifikan pada teknik LFA jika dibandingkan dengan teknik HFA pada operasi seksio cesaria elektif dengan anestesi umum.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa teknik LFA dapat dilakukan dengan adanya pemantauan EtCO2 dan absorben yang baik.17 J-Y Park dkk (2005), melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap nilai FiO2 dan EtCO2 pada teknik anestesi inhalasi dengan FGF 1 liter/menit, 2 liter/menit dan 4 liter/menit selama 20 menit pengamatan.18 Avramov dkk (1998), mengevaluasi efek nilai FGF terhadap kemampuan untuk mengendalikan respon hemodinamik akut selama tindakan operasi. Mereka melaporkan bahwa teknik LFA (1 liter/menit) lebih efektif dalam mengendalikan respon hemodinamik akut selama tindakan operasi.19 Dari beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik LFA memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan teknik HFA. Namun demikian, pada saat penggunaan teknik LFA direkomendasikan oleh banyak penelitian, dampaknya terhadap status respirasi dan hemodinamik pasien masih sedikit sekali diteliti. Penelitian oleh Young dkk, dilakukan pada prosedur operasi laparascopic cholecystectomy yang memiliki resiko untuk terjadinya hiperkarbia. Penelitian oleh Taghavi dkk, dilakukan pada ibu hamil dengan prosedur operasi sectio cesarean. Sedangkan penelitian oleh J-Y Park dkk, hanya dilakukan selama 20 menit pengamatan. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbandingan SpO2 dan EtCO2 pada anestesi umum intubasi dengan teknik low flow anesthesia dan high flow anesthesia. 1.2 Rumusan Masalah Apakah tidak terdapat perbedaan nilai SpO2 dan EtCO2 pada anestesi umum intubasi dengan teknik low flow anesthesia dan high flow anesthesia ?
1.3 Hipotesis Tidak terdapat perbedaan yang bermakna nilai SpO2 dan EtCO2 pada anestesi umum intubasi dengan teknik low flow anesthesia dan high flow anesthesia. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Mengetahui keamanan penggunaan teknik low flow anesthesia dibandingkan dengan teknik high flow anesthesia dengan penilaian SpO2 dan EtCO2.
1.4.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui nilai SpO2 dan EtCO2 pada kelompok yang menggunakan teknik low flow anesthesia. 2. Mengetahui nilai SpO2 dan EtCO2 pada kelompok yang menggunakan teknik high flow anesthesia. 3. Membandingkan nilai SpO2 dan EtCO2 selama tindakan anestesi pada kelompok yang menggunakan teknik low flow anesthesia dengan kelompok yang menggunakan teknik high flow anesthesia. 4. Membandingkan jumlah zat anestesi inhalasi (isoflurane) yang terpakai selama tindakan anestesi pada kelompok yang menggunakan teknik low flow anesthesia dengan kelompok yang menggunakan teknik high flow anesthesia.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Dalam Bidang Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan rujukan dan khasanah pengetahuan kepada klinisi tentang tingkat keamanan penggunaan teknik low flow anesthesia dibandingkan dengan teknik high flow anesthesia.
1.5.2 Manfaat Dalam Bidang Pelayanan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pelayanan rumah sakit dalam penggunaan teknik low flow anesthesia sehingga dapat mengurangi biaya pemakaian zat anestesi inhalasi.
1.5.3 Manfaat Dalam Bidang Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data untuk penelitian lanjutan dalam penggunaan teknik low flow anesthesia khususnya pada operasi bedah saraf.