ASPEK HUKUM TEKNOLOGI DIGITAL DAN DOKUMENTASI PERTANAHAN Muhamad Rukhyat Noor Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan Badan Pertanahan Nasional – Republik Indonesia
PENDAHULUAN Dalam era informasi saat ini peranan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi semakin strategis dan mulai menguasai tata kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun organisasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan dan berlangsung demikian cepat. Pemanfaatan teknologi informasi dalam suatu sistem elektronik adalah penggunaan sistem komputer secara luas yang mencakup perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, serta data elektronik. Sistem ini adalah suatu sistem yang terpadu antara manusia dan mesin yang mencakup perangkat keras, perangkat lunak, prosedur standar, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang mencakup fungsi input, proses, output, penyimpanan dan komunikasi. Pengelolaan data pertanahan dengan menggunakan teknologi informasi merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan hal ini berkaitan dengan karakteristik data pertanahan itu sendiri yang bersifat multidimensi yang terkait dengan masalah ekonomi, politik, pertahanan dan keamaman dan sosial budaya. Pengelolaan data pertanahan itu sendiri harus terintegrasi suatu Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) yang mengalirkan informasi antar seluruh unit organisasi baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan Kantor Pertanahan. Disamping sifat data pertanahan tersebut, juga pengelolaan pertanahan secara elektronik ini untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat untuk mewujudkan good governance yang akhirnya akan berkaitan keterbukaan informasi untuk masyarakat dan pertukaran informasi antar instansi pemerintah. Pertanyaan yang sering timbul di lingkungan Badan Pertanahan Nasional berkaitan pemanfaatan data elektonik adalah permasalahan hukum yang
terkait dalam hal pembuktian, informasi apa saja yang boleh diakses oleh masyarakat serta bagaimana menjamin keamanan data elektronik. Disampaikan pada Seminar I Institutional Partnership for Strentgthening Land Administration (IPSLA), di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, tanggal 8 – 9 Mei 2008.
Dengan telah disyahkannya Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik banyak memberikan jawaban terhadap kebimbangan banyak kalangan di BPN mengenai pengelolaan data pertanahan secara digital dan juga memberikan arah jelas bagi Badan Pertanahan Nasional dalam pemanfaatan, penggunaan dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa.
DASAR HUKUM PENGELOLAAN DATA PERTANAHAN Dalam kebimbangan pemanfaatan dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi tersebut, sebenarnya telah tersedia 6 (enam) jenis peraturan, Undang-undang ITE disyahkan tahun 2008, yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam mendukung pembangunan database pertanahan nasional. Keenam peraturan tersebut adalah: 1. Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disyahkan pada tanggal 21 April 2008. Undang undang ini banyak memberikan terobosan-terobosan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan data elektronik, prosedur transaksi elektronik dan keamanan dan legalitas data melalui tandatangan elektronik (digital signature). 2. Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan ini memuat beberapa pasal yang berkaitan dengan: a. pengelolaan data digital yaitu pada pasal 35 ayat (5) yang menyatakan bahwa secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan dengan menggunakan peralatan elektronik dan mikrofilm dan ayat (6) yang menyatakan bahwa rekaman dokumen yang dihasilkan alat elektronik atau mikrofilm sebagaimana dimaksud pada ayat (5) mempunyai kekuatan pembuktian sesudah ditandatangani dan dibubuhi cap dinas oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan. b. Akses informasi pertanahan kepada publik yaitu pada pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa untuk melaksanakan fungsi informasi 2
dimaksud, maka data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum. Pada pasal 33 ayat (1) secara spesifik dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan daftar umum dalam penyelenggaraan tata usaha pendaftaran tanah adalah terdiri peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan daftar nama. c. Pembatasan informasi pertanahan kepada publik untuk yang bersifat pribadi yaitu pada pasal 34 ayat (2) bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi instansi Pemerintah tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya. 3. Perpres 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional pasal 3 Huruf r pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan yang ditindaklanjuti dengan dibentuknya Pusat Data dan Informasi Pertanahan (PUSDATIN). Adapun tugas PUSDATIN menurut pasal 411 adalah mempunyai tugas melaksanakan pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan informasi pertanahan serta membangun dan mengembangkan sistem informasi pertanahan nasional (SIMTANAS) berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala. Dengan fungsi ini maka PUSDATIN melaksanakan tugas untuk membangun ‘Etalase’ informasi BPN, menyiapkan dan mengembangkan Teknologi Informasi secara terintegrasi untuk seluruh unit kegiatan di Badan Pertanahan Nasional dan menyediakan Layanan data dan informasi untuk keperluan internal dan ekternal. 4. Keputusan Presiden nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di bidang Pertanahan pada Ayat 1 huruf b, menugaskan Badan Pertanahan Nasional untuk membangun dan mengembangkan Sistem Informasi Pertanahan dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) angka 2 mengenai Penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungkan dengan e-government, ecommerce dan e-payment. Ketentuan ini dijadikan sebagai landasan bagi Badan Pertanahan Nasional dalam menyiapkan sistem elektronik dalam penggunaan sistem komputer secara luas yang mencakup perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan komunikasi. 5. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomer 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan mengenai media penyimpanan dan tatacara penyimpanan data dan dokumen pertanahan. 3
a. keterangan mengenai media dan metoda penyimpanan data dan dokumen secara elektronik dijelaskan pada pasal 184 - ayat (1) bahwa dokumen dan data pendaftaran tanah dapat disimpan dalam bentuk digital, imaging system atau mikro film, - ayat (2) bahwa data yang dapat disimpan dalam bentuk digital grafis yaitu gambar ukur, surat ukur dan peta pendaftaran, sedangkan daftar-daftar isian dapat disimpan sebagai data digital tekstual, - ayat (3) bahwa dokumen-dokumen yang dijadikan alat bukti pendaftaran tanah dapat disimpan dalam bentuk mikro film atau imaging system, misalnya girik, kikitir dan lainnya b. keterangan mengenai tatacara penyimpanan data dan dokumen pertanahan dijelaskan pada pasal 186 - ayat (1) bahwa media penyimpan data dan dokumen yang berbentuk digital, imaging system atau mikro film, harus disimpan di Kantor Pertanahan dalam tempat khusus sesuai dengan tata cara yang standard untuk penyimpanan media yang bersangkutan. - ayat (2) bahwa dalam hal data dan dokumen telah dibuat mikro film atau imaging system, maka data asli dapat disimpan di tempat lain 6. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1 tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasional Pengaturan dan Pelayanan. Keputusan ini merupakan landasan operasinal dan layanan Badan Pertanahan Nasional kepada Publik dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Keputusan ini merupakan salah satu landasan operasional agar menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab. Ke depan harus dipertimbangakan mengenai standar pelayanan pertanahan yang berstandar ISO diseluruh kantor pertanahan secara bertahap baik dari sisi jumlah dan jenis pelayanan pertanahan maupun dari sisi jumlah kantor , seperti yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota malang untuk 2 jenis pelayanan yaitu Roya dan Pengecekan Sertipikat. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal pengelolaan data pertanahan ini juga sesuai dengan pandangan dari hasil studi FIG (Cadastre 2014 A Vision for a future Cadaster System, FIG, Juli 1998) mengenai perkiraan Cadastral pada tahun 2014 disebutkan antara lain bahwa: 1. Pemisahan antara peta-peta dan pendaftaran-pendaftaran akan hilang 2. Pemetaan kadastral akan berakhir dan digantikan dengan model yang sifatnya abadi. 3. “Kadaster – kertas dan pensil” akan berakhir 4. Kadaster 2014 akan menjadi swadana 4
INFORMASI, DOKUMEN DAN TANDATANGAN ELEKTRONIK (Undang-Undang nomor 11 tahun 2008) Undang-Undang nomor 11 tahun tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan payung hukum tatacara dalam pemanfaatan teknologi informasi karena pendekatan sistem hukum secara konventional sudah tidak relevan lagi digunakan. Pengunaan teknologi informasi ini menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) mengingat kegiatannya tidak lagi bisa dibatasi oleh teritorial suatu negara, aksesnya dengan mudah dapat dilakukan dari belahan dunia manapun. Terobosan dalam undang-undang ini adalah pertama yang berkaitan dengan masalah pembuktian yang merupakan faktor yang sangat penting, mengingat data elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia, tetapi dalam kenyataannya data dimaksud juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Terobosan kedua adalah mulai diperkenannya tanda tangan elektronik (digital signature) yang digunakan dalam memenuhi perkembangan transaksi secara elektronik yang dikenal dengan e-commerce yang juga telah menjadi bagian dalam hal berbisnis baik secara nasional maupun international. Tanda tangan elektronik ini mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah dan sama dengan tanda tangan konvensional yang menggunakan tinta basah dan bermaterai. Dalam Undang-undang ini dijelaskan beberapa informasi yang berkaitan dengan informasi elektronik, dokumen elektronik dan tandatangan elektronik. Beberapa ketentuan dalam beberapa pasal dijelaskan dibawah ini: 1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. 2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. 3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. 4. Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: 5
a.
surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta. Apabila tidak terdapat ketentuan lain yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. 5. Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. a. Dalam melakukan transaksi elektronik para pihak dapat menggunakan tanda tangan elektronik. b. Tanda tangan elektronik terdiri atas : - tanda tangan digital melalui penggunaan infrastruktur kunci publik; - biometrik; - kriptografi simetrik; - tanda tangan dalam bentuk asli yang diubah menjadi data elektronik melalui media elektronik.
BASIS DATA PERTANAHAN dan KONDISI DATA PERTANAHAN Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Badan Pertanahan Nasional saat ini memiliki jenis basis data sebagai berikut:
Data spasial (objek hak) Data Yuridis (data textual) beserta riwayat tanahnya Penilaian Tanah dan Penggunaan dan pemanfaatan bidang-bidang tanahnya
Basis data textual mengenai penguasaan dan pemilikan dan beberapa data spasial yang berkaitan dengan bidang tanah dan peta dasar pendaftaran tanah telah dikelola di 84 Kantor Pertanahan yang telah berkomputer melalui kegiatan Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) baik melalui aplikasi LOC maupun SAS. Melalui kegiatan ini telah selesai mendijitalkan data textual mengenai kepemilikan tanah sebanyak 30% dari total bidang tanah terdaftar 6
baik melalui kegiatan entri data secara massive dibiayai oleh APBN maupun melalui kegiatan pelayanan pertanahan di Kantor-Kantor Pertanahan yang telah menggunakan aplikasi KKP. Kondisi data pertanahan kepemilikan belum seluruhnya terintegrasi dengan sempurna, baik itu relasi antara data textual buku tanah dan surat ukur maupun antara data textual tersebut dengan data spasial bidang tanah yang direpresentasikan dalam peta pendaftaran. Hasil kegiatan konversi data pertanahan analog ke dalam format elektronik pada tahun 2004-2005 di Kantor Pertanahan Jakarta Pusat digambarkan pada tabel dibawah ini. BT With Text SU & Graphic & In Peta
56.509
Active BT in Peta
62%
66.506
BT With Textual SU & Graphic
73%
73.878
BT With Textual SU
82%
79.042
Active Buku Tanah
87%
90.512
Total Buku Tanah Entered
124.421 0
20.000 40.000 60.000 80.000 100.00 120.00 140.00 0 0 0
HMSRS With Textual GD & Graphic
20.062
HMSRS With Textual GD
21.555
Total HMSRS Entered 18.000
88% 94%
22.844 19.000
20.000
21.000
22.000
23.000
Kondisi Data Pertanahan pada konversi data tahun 20040-2005 di Kantah Jakarta Pusat
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah buku tanah yang aktif (tidak dimatikan) adalah sebanyak 90.512 data dan Buku Tanah yang telah dimatikan karena perubahan data adalah 30.909 data. Dari jumlah buku tanah yang aktif tersebut sebanyak 82% Buku Tanah mempunyai relasi dengan Surat Ukur textual dan spasial, artinya bahwa tidak semua buku tanah mempunyai ‘hubungan’ dengan Surat Ukur. Sedangkan untuk data pertanahan yang lengkap yaitu Buku Tanah yang mempunyai informasi textual dan spasial Surat Ukur dan telah diplotkan dalam peta pendaftaran adalah sebesar 62% dari total buku tanah yang aktif. Dari data tersebut terlihat bahwa hanya 52.509 bidang tanah yang 7
telah diplotkan dalam peta mempunyai informasi data textual dan sisanya harus dicheck informasi penomorannya pada peta (kemungkinan informasi dalam peta tidak ‘updated’) dan harus dilakukan pengecekan ke lapangan untuk memastikan bidang tanah yang belum diplot di peta pendaftaran. (infomasi terakhir bahwa Kantah Jakarta Pusat telah memperbaiki kondis data pertanahan elektronik dan telah mencapai 75% data lengkap) Kondisi data di Jakarta Pusat tidak jauh berbeda dengan kondisi data 4 Kantor Pertanahan lainnya (Kantor Pertanahan Jakarta Utara data pertanahan lebih baik), dan hal ini diyakini pula bahwa kondisi data pertanahan di hampir seluruh Kantor Pertanahan di Indonesia mempunyai karakteristik yang sama bahkan dimungkinkan data pertanahan yang tersedia tidak lebih bagus dari data pertanahan di Kantor-Kantor Pertanahan di Provinsi DKI Jakarta. Permasalahan data pertanahan diketahui pada saat data analog tersebut dikonversi kedalam data elektronik. Proses pengecekan data dilakukan pada saat data analog dientri ke dalam sistem aplikasi, kemudian pada saat data yang telah dientri divalidasi dengan data analog, dan pada saat data elektronik yang telah dientri dilakukan ‘cross checking’ antar data textual maupun antar data textual dengan data spasial. Berdasarkan statistik dari kegiatan konversi data pertanahan tersebut, beberapa permasalahan pertanahan yang significant sering ditemukan dari data textual maupun data spasial analog adalah sebagai berikut: A. Data Textual
Dokumen yang tidak terdapat di dalam bundel: - Dokumen sedang dalam proses di prosedur, tetapi tidak ada informasi dokumen mana yang sedang diproses. - Tidak ada informasi dokumen sudah dipindahkan ke bundel yang lain, karena: Data Peningkatan dari HGB ke HM. Data GS/SU yang sudah pindah bundel karena penomoran baru . Pindah Desa/Kelurahan - Nomor loncat. - Dokumen hilang. Data tidak Lengkap; Surat Ukur Tanpa informasi buku tanah atau sebaliknya; informasi yang tidak lengkap. Data tidak Standar; Desa lama yang tidak diketahui desa barunya, Perubahan data yang tidak standar, HPL berdasarkan desa, type SU yang tidak standar, penomoran dengan menggunakan karakter (huruf) Data Duplikat/Ganda; Surat Ukur Ganda, Nomer Hak ganda, Gambar Ukur Ganda 8
B. Data Spasial:
Batas persil tidak jelas Persil mempunyai beberapa nomer Hak/SU/NIB yang sama Beberapa persil mempunyai nomer Hak/NIB/SU yang sama Batas persil dari hasil penggabungan beberapa peta tidak konsisten (berbeda) Perubahan Batas Wilayah Administrasi, Contoh : Satu Blok Perumahan secara geografis posisinya telah berada di kelurahan yang berbeda berdasarkan Informasi Textual. Pemberian penomeran menggunaan karakter Luas tidak sesuai dengan dimensi pada GU
Dari Statistik tersebut terlihat pembenahan data pertanahan mutlak diperlukan dan harus dilaksanakan secara terprogram dan massal dengan menetap metodologi yang lebih memadai untuk mengatasi beberapa permasalahan yang disebutkan. Hal ini tidak dapat ditunda lagi mengingat beberapa ketidak konsistenan data pertanahan disebabkan karena:
Kegiatan pelayanan pertanahan dengan menggunakan prosedur manual (tanpa menggunakan aplikasi komputer) lebih sulit untuk dikontrol daripada pelayanan pertanahan yang telah menggunakan prosedur-prosedur dengan aplikasi komputerisasi. Kesalahan seperti ini lebih mudah terjadi. Informasi dengan tulisan tangan dalam dokumen dokumen data pertanahan kadang-kadang sangat sulit untuk diinterpretasikan (di pahami). Kadang-kadang juga ditemukan beberapa peraturan yang berlaku dalam yang berkaitan dengan pelayanan pertanahan tidak diikuti dengan benar. Belum tersedia peraturan yang baku yang berkaitan dengan tatacara perbaikan data-data peranahan yang tidak ’benar’
PEMANFAATAN DATA ELEKTONIK Badan Pertanahan Nasional telah mulai melakukan pembanguan database pertanahan secara elektronik pada tahun 1999 melalui kegiatan Komputerisasi Kantor Pertanahan (LOC). Secara umum masih diperlukan komitmen dari 9
seluruh Kantor Pertanahan Komputer untuk menjamin bahwa data pertanahan elektronik menjadi informasi yang terkini dengan menggunakan aplikasi pelayanan pertanahan yang tersedia. Jika hal ini tidak dilakukan maka dalam waktu singkat data yang telah dikonversi ke format digital menjadi informasi yang usang (out of date). Pada akhir tahun 2008 ini, Badan Pertanahan Nasional sudah ditargetkan untuk memberikan layanan informasi pertanahan dan layanan pendaftaran tanah secara online di seluruh Kantor Pertanahan di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini berkaitan dengan rencana Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan iklim investasi dan penyiapan infrastruktur dan sudah disetujuai oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. Layanan online yang dimaksudkan adalah layanan online antara masingmasing Kantor Pertanahan di Jakarta dengan Kantor BPN Pusat, antara Kantor Pertanahan dengan Publik (masyarakat dan PPAT) dan antara Kantor Pertanahan dengan Instansi Lain (Dirjen Pajak dan Tata Kota). Untuk itu sedang didefinisikan jenis-jenis layanan yang akan diberikan secara online dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang disebutkan dalam UU ITE (UU 18/2008). Beberapa layanan informasi telah disiapkan dalam BPN web (http://www.bpn.go.id) seperti peta online, dan informasi status berkas permohonan. Layanan-layanan lainnya yang sedang disiapkan adalah layanan PPAT untuk pengecekan sertipikat dan untuk pendaftaran pelayanan secara online dan sedang disiapkan juga layanan online untuk masyarakat yaitu dengan menyiapkan layanan e-form sebagai sarana pengisian form pendaftaran pertanahan secara online. Pada tahun ini juga sedang dibangun data centre di BPN Pusat untuk membangun database pertanahan secara nasional dan sebagai backup data untuk semua Kantor Pertanahan Komputer.
TANTANGAN DAN SARAN
10
Dengan telah disyahkannya Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka beberapa kebimbangan penggunaan data pertanahan secara elektronik telah menemukan titik terang terutama yang berkaitan dengan dokumen elektronik yangdigunakan sebagai alat pembuktian dan keamanan data elektronik. Tentunya hal ini harus diikuti dengan pembenahan dalam infrastuktur Teknologi Informasi dan Komunikasi secara menyeluruh dan konprehensif dalam hal perangkat keras, perangkat lunak, prosedur layanan, dan penyediaan sumber daya manusia yang memadai. Badan Pertanahan Nasional sebagai penyedia Informasi Pertanahan dan Penyedia Layanan Pemberian Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, kualitas data pertanahan haruslah menjadi salah satu prioritas utama. Hal ini harus disertai dengan penyiapan beberapa metodologi dan peraturan dalam pembenahan data pertanahan baik yang masih dalam bentuk analog maupun yang telah digital. Badan Pertanahan Nasional harus terus maju ke depan dalam pemanfaatan dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi karena tuntutan publik dan kecenderungan akan transparansi layanan informasi pertanahan dan layanan sertipikasi secara online semakin meningkat. Oleh karena itu diperlukan aturan main untuk mengatur hak-hak dan kewajiban para pihak yang menyediakan dan memerlukan layanan ini. Jakarta, Mei 2008
11