JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Arahan Penggunaan Lahan di Kota Batu Berdasarkan Pendekatan Telapak Ekologis Trilia Viska K., Putu Gde Ariastita Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] Abstrak—Pesatnya laju pertumbuhan penduduk di Kota Batu berakibat pada konsumsi sumber daya alam melalui kegiatan budidaya yang semakin meningkat pula tanpa memperhatikan fungsi wilayah yang dimiliki sebagai kawasan lindung dan konservasi. Berbagai dampak terjadi sebagai indikasi ketidakseimbangan lingkungan akibat penggunaan lahan yang kurang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merumuskan bentuk penggunaan lahan yang seimbang dan berkelanjutan. Kajian daya dukung yang digunakan adalah melalui pendekatan telapak ekologis yang merupakan suatu kajian daya dukung untuk menilai status daya dukung lingkungan suatu wilayah terhadap tingkat konsumsi sumber daya alamnya. Hasil dari penelitian didapatkan status daya dukung terhadap tiap jenis penggunaan lahan telapak ekologis. Dimana lahan pertanian mengalami kondisi surplus dari demand sebesar 827,54 gha dan supply sebesar 3.458,4 gha, lahan peternakan dalam kondisi surplus dari demand sebesar 3,69 gha dan supply sebesar 11,06 gha, lahan kehutanan mengalami kondisi defisit dari demand sebesar 49.081gha dan supply sebesar 3.271,8 gha, lahan perikanan mengalami kondisi defisit dari demand sebesar 51,47 gha dan supply sebesar 0,912 gha. Disamping itu lahan penyerap karbon memiliki demand sebesar 212.648,18 gha dengan lahan biokapasitas diasumsikan dilakukan oleh lahan kehutanan. Sedangkan lahan terbangun besar demand dan supply adalah sama yaitu 4.203,91 gha. Arahan yang didapat dari hasil analisa Delphi diketahui bahwa lahan pertanian dapat dikurangi sesuai proporsi yang dibutuhkan sebagai konsekuensi dari kondisi surplus kajian telapak ekologis yang begitu tinggi, sedangkan lahan peternakan meskipun dalam kondisi surplus tetap dapat dikembangkan akibat potensi yang dimiliki Kota Batu yang cocok dikembangkan untuk lahan peternakan, sedangkan lahan kehutanan dan perikanan tetap dipertahankan atau bahkan masih dapat dikembangkan sebagai konsekuensi dari kondisi defisit kajian telapak ekologisnya. Sedangkan lahan terbangun tetap dapat dikembangkan namun dibutuhkan pengendalian. Kata Kunci: Arahan Penggunaan Lahan, Daya Dukung, Telapak Ekologis
I. PENDAHULUAN
P
ESATNYA laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan tak terelakkan telah menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup, terutama penurunan kualitas maupun kuantitas sumberdaya alam. Satusatunya upaya yang dapat dilakukan adalah meminimumkan pengaruh yang mungkin muncul melalui telaah-telaah komprehensif terhadap pengaruh suatu kegiatan dengan parameter kualitas lingkungan. Konversi lahan hutan menjadi perkebunan, pertanian, permukiman, wisata dan pertambangan, yang dilakukan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan, berpengaruh secara signifikan terhadap kerusakan lingkungan. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu tahun 2009-2029, disebutkan bahwa sebagian besar wilayah Kota Batu merupakan wilayah pegunungan dengan didukung adanya potensi sumber daya alam yang masih cukup baik (ruang, air, vegetasi dan tanah). Kapasitas sumberdaya alam yang dimiliki oleh Kota Batu sangat menentukan untuk menerima dan dibangun secara berkelanjutan (sustainable development). Peran dan fungsi yang diemban kota Batu sebagai daerah yang memiliki kawasan lindung dan konservasi membawa konsekuensi perlunya menjaga kelestarian lingkungan. Namun kenyataan dilapangan sebaliknya, kegiatan budidaya kota Batu cenderung terus tumbuh dan berkembang secara dinamis. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu tahun 2009-2029 disebutkan bahwa terjadi penyimpangan penggunan lahan (deviasi) sebesar 3.917,54 dari kawasan hutan yang ada yang digunakan sebagai peruntukan fasilitas umum, permukiman, perindustrian, perdagangan dan jasa, serta pertanian. Pesatnya perkembangan tersebut salah satunya dikarenakan potensi yang dmiliki Kota Batu yaitu keindahan alam sebagai daerah pariwisata serta kesuburan wilayah untuk aktifitas budidaya pertanian (Kompas, 2009 Nopember 5). Sebagai gambaran fisik, lahan terbangun meningkat dan terjadi alih fungsi lahan yang menyimpang dari peruntukan lahan yang telah ditetapkan sehingga mengakibatkan konflik kepentingan guna lahan. Tumbuhnya lahan terbangun cenderung mengalahkan kepentingan lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada munculnya beberapa permasalahan lingkungan seperti misalnya krisis kondisi kehilangan dan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 penyusutan debit sumber air di Batu yang cukup signifikan, serta mengering bahkan hilangnya sumber mata air dibeberapa tempat di Kota Batu (Kompas, 2009 December 3). Data Kantor Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa hutan di Kota Batu seluas 11.227 Ha, dengan perincian hutan lindung 3.099,6 Ha, hutan produksi 3.118,2 Ha, dan hutan konservasi 5.009,6 Ha. Dari jumlah tersebut, luas kerusakan hutan mencapai 3.900 Ha (KLH Kota Batu, 2011). Apabila kemudian kegiatan budidaya sebagai akibat meningkatnya jumlah dan aktivitas manusia tidak mampu dikontrol sesuai tingkat kebutuhannya dan analisis lingkungan diabaikan oleh kebijakan pemerintah niscaya biosfir yang merupakan pemasok sumber daya alam untuk mendukung pembangunan ekonomi dan kehidupan sehari-hari akan kalah karena laju kegiatan budidaya selalu tidak sebanding dengan rumitnya melakukan pemulihan ekosistem akibat konsumsi sumber daya alam oleh penduduk setempat. Upaya penyelesaian permasalahan lingkungan sebagaimana diuraikan di atas, adalah melalui pendekatan praktis yang mengangakat konsep daya dukung lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan yaitu melalui kajian telapak ekologis. Dimana, dilakukan pengukuran terhadap tingkat ketersediaan dan kebutuhan produk hayati, baik yang potensial maupun aktual, yang sangat diperlukan dalam menentukan tingkat pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup termasuk pemanfaatan ruang yang optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, agar kaidah pembangunan yang dilakukan di Kota Batu sesuai dengan kaidah pemanfaatan sumberdaya yang optimal dan berkelanjutan (sustainable development), maka perlu dilakukan kajian daya dukung lingkungan. Menilai kemampuan daya dukung (carrying capacity) Kota Batu dalam pengelolaan lingkungan untuk menampung kegiatan pembangunan yang semakin meningkat dan kurang sesuai dengan pemanfaatan lahan yang telah ditetapkan. Bertitik tolak dari kegiatan budidaya yang semakin meningkat dan kurang sesuai dengan pemanfaatan lahan yang telah ditetapkan menimbulkan permasalahan mengenai lingkungan seperti banjir, hilangnya sumber mata air, menurunnya debit air, serta terjadinya erosi tanah akibat semakin meningkatnya lahan terbangun yang terjadi di Kota Batu mengindikasikan bahwa daya dukung lingkungan Kota Batu mengalami ketidakseimbangan akibat konsumsi sumberdaya oleh penduduk Kota Batu yang semakin meningkat. Untuk mengetahui apakah benar-benar terjadi ketidakseimbangan daya dukung lingkungan di Kota Batu, maka penelitian ini dilakukan sebagai bentuk penilaian terhadap daya dukung lingkungan tiap jenis penggunaan lahan yang sesuai dengan penggunaan lahan telapak ekologis di Kota Batu. Setelah kondisi daya dukung diketahui dengan menilai kondisi defisit atau surplus antara demand (konsumsi sumberdaya alam/ tingkat kebutuhan) dan supply (ketersediaan sumberdaya alam) terhadap penggunaaan lahan yang sesuai dengan telapak ekologis (lahan pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, karbon, serta lahan terbangun), selanjutnya akan ditentukan arahan pemanfaatan lahan yang optimal berdasarkan daya dukung lingkungan Kota
2 Batu yang dikaji melalui pendekatan telapak ekologis agar diperoleh penggunaan lahan yang seimbang dan berkelanjutan. II. METODE PENELITIAN A. Kondisi Demand (Tingkat Konsumsi) Telapak Ekologis Penduduk Kota Batu Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui demand (tingkat konsumsi ) penduduk Kota Batu terhadap lahan telapak ekologis adalah melalui teknik perhitungan matematis terhadap konsumsi beras, kayu, ikan, daging, lahan terbangun (permukiman) serta konsumsi energi yang didapatkan dari data primer maupun sekunder. Setelah diketahui tingkat konsumsi maka disesuaikan dengan tingkat produktivitas tiap-tiap jenis penggunaan lahan telapak ekologis di Kota Batu sehingga didapatkan kondisi demand (tingkat konsumsi) penduduk Kota Batu dalam luasan. B. Kondisi Supply (Biokapasitas) Lahan Telapak Ekologis di Kota Batu Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui kondisi supply (biokapasitas/ketersediaan lahan) di Kota Batu adalah melalui perhitungan GIS terhadap peta penggunaan lahan Kota Batu yang diperoleh dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Batu. Dari hasil tersebut selanjutnya akan dijadikan salah satu faktor dalam perhitungan status daya dukung tiap jenis penggunaan lahan telapak ekologis di Kota Batu yang sesuai dengan penggunaan lahan pada telapak ekologis yang meliputi lahan pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan serta lahan terbangun (permukiman). C. Kondisi Daya Dukung Tiap Jenis Penggunaan Lahan Telapak Ekologis Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui kondisi daya dukung tiap jenis penggunaan lahan telapak ekologis di Kota Batu adalah melalui perhitungan matematis ecological deficit. Dimana dilakukan perhitungan dari hasil kondisi supply dan demand yang telah dihitung sebelumnya. Dari hasil perhitungan ini akan dapat diketahui kondisi daya dukung tiap jenis penggunaan lahan yang sesuai dengan penggunaan lahan pada telapak ekologis, apakah terjadi kondisi surplus atau defisit terhadap masing-masing penggunaan lahan tersebut sebagai masukan arahan nantinya. D. Arahan Penggunaan Lahan Berdasarkan Pendekatan Telapak Ekologis Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui arahan penggunaan lahan di Kota Batu berdasarkan pendekatan telapak ekologis adalah melalui teknik analisa delphi yakni teknik pengolahan data secara kualitatif yang diperoleh dari para ahli melalui hasil wawancara dan iterasi untuk mendapatkan konsensus dari pendapat ahli, dimana narasumber didapatkan dari hasil analisa stakeholder. Arahan tersebut mempertimbangkan hasil dari kondisi daya dukung berdasarkan pendekatan telapak ekologis di Kota Batu, dan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 mengkaji penggunaan lahan yang ada saat ini serta penggunaan lahan rencana, sesuai yang tertera dalam RTRW Kota Batu. Adapun tahapan penelitian terdapat pada bagan alur penelitian dibawah ini.
3 B. Kondisi Supply (Biokapasitas) Lahan Telapak Ekologis di Kota Batu Disamping itu itu faktor yang dibutuhkan dalam perhitungan telapak ekologis adalah mengidentifikasi kondisi supply (ketersediaan sumberdaya alam) yang disesuaikan dengan penggunaan lahan telapak ekologis. Berikut ini merupakan kondisi supply (biocapacity)/ (ketersediaan lahan) tiap jenis penggunaan lahan yang sesuai penggunaan lahan telapak ekologis di Kota Batu. Tabel 2 Kondisi Supply (Biocapacity) Untuk Tiap Jenis Penggunaan Lahan Telapak Ekologis di Kota Batu No 1. 2.
3.
4. 5.
Jenis Penggunaan Tanah
Luasan (Ha)
Permukiman Pertanian Sawah Lain-lain (sayur, dll) Hutan Hutan Produksi Hutan Lindung dan Konservasi Tambak Peternakan
1.592,39 1.310 9.699,64 2.460 4.867 2,28 22,12
Sumber:Perhitungan GIS, Cipta Karya dan Tata Ruang 2011
Gambar. 1. Bagan Alur Penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Demand (Tingkat Konsumsi) Telapak Ekologis Penduduk Kota Batu Dalam perhitungan telapak ekologis salah satu faktor yang dibutuhkan adalah mengidentifikasi kondisi demand (konsumsi sumberdaya alam) penduduk Kota Batu dalam satuan luas lahan yang disesuaikan dengan kondisi sumberdaya alam Kota Batu melalui hasil produksi tiap jenis penggunaan lahan telapak ekologis. Berikut ini merupakan kondisi demand (konsumsi) telapak ekologis penduduk Kota Batu dalam satuan luas setelah dilakukan perhitungan. Tabel 1 Kondisi Demand (Konsumsi) Telapak Ekologis Penduduk Kota Batu Jenis Konsumsi Lahan Pertanian Lahan Kehutanan Lahan Perikanan Lahan Peternakan Lahan Terbangun *Energi / Karbon (dari gas, minyak tanah, bahan bakar kendaraan serta listrik)
Tingkat Konsumsi 22.503,528 ton beras/tahun 332.129 m3
Produktivitas 71,79 ton/ ha
Konsumsi dalam Luasan 313,463 ha
9,0 m3/ha
36.903 ha
6.459,346 ikan/tahun 1.068,918 daging/tahun 1.592,39 ha.
ton
50,2 ton/ ha
128,672 ha
ton
144,889 ton/ha
7,377 ha
1.592,39 ha.
1.592,39 ha
287.794,53 CO2/tahun
ton
1.8 ton CO2/ha
159.885,85 ha
Sumber: Hasil Analisa, 2012
Dalam perhitungan kondisi telapak ekologis digunakan faktor penyama, yaitu faktor yang mengkonversi satuan lokal tertentu dalam hal ini (ha) menjadi satuan yang universal yaitu global hektar (gha). Satuan global hektar tiap jenis lahan telapak ekologis yang telah ditentukan oleh Global Footprint Network adalah sebagai berikut: lahan pertanian (2,64), lahan perikanan (0,40), lahan peternakan (0,50), lahan kehutanan (1,33), lahan terbangun (2,64) dan lahan yang diperlukan untuk mengabsorbsi CO2 yang bersumber dari bahan bakar fosil (1,33). Berikut ini merupakan perhitungan telapak ekologis Kota Batu yang telah diubah dalam satuan global hektar. Tabel 3 Kondisi Demand (Konsumsi) dan Supply (Ketersediaan) dalam Satuan Global Hektar (gha) Kondisi Demand (Konsumsi) Telapak Ekologis Penduduk Kota Batu dalam Luasan Lahan Lahan Lahan Lahan Lahan *Energi/ Pertanian Kehutanan Perikanan Terbangun Peternakan Karbon (Permukim an) 313,463 36.903 ha 128,672 ha 1.592,39 7,377 ha 159.885,85 ha ha ha 827,542 gha49.081gha 51,469 4.203,910 3,688 gha 212.648,18 gha gha gha Kondisi Supply (Biocapacity) untuk Tiap Jenis Penggunaan Lahan Telapak Ekologis di Kota Batu 1.310 ha 2.460 ha 2,28 ha 1.592,39 22,12 ha ha 3.458,4 3.271,8 0,912 gha 4.203,910 11,06 gha gha gha gha
Sumber: Hasil Analisa, 2012
C. Kondisi Daya Dukung Tiap Jenis Penggunaan Lahan Telapak Ekologis Setelah kondisi supply dan demand telapak ekologis diketahui maka dilakukan identifikasi kondisi keseimbangan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
antara demand (konsumsi sumberdaya alam/ tingkat kebutuhan) penduduk Kota Batu terhadap supply (ketersediaan sumberdaya alam) di Kota Batu untuk mengetahui kondisi daya dukungnya melalui perhitungan telapak ecological deficit. Tabel 4 Perhitungan Telapak Ecological Deficit Penggunaan Lahan
TE Konsumsi (gha)
Biokapasitas (gha)
Keterangan (BK – TE)
Pertanian Kehutanan Perikanan
827,54 gha 49.081gha 51,47 gha
3.458,4 gha 3.271,8 gha 0,912 gha
Surplus Defisit Defisit
Peternakan Lahan Terbangun (Permukiman) *Penyerap Karbon Total
3,69 gha 4.203,91 gha
11,06 gha 4.203,91 gha
Surplus -
10.946,08
Defisit
212.648,18 gha 266.815,79 gha
Sumber: Hasil Analisa, 2012 Tabel 5 Perhitungan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Perkapita Penggunaan Lahan Pertanian Kehutanan Perikanan Peternakan Lahan Terbangun (Permukiman)
Jumlah Penduduk Kota Batu 208.366
Penyerap Karbon
TE Konsumsi (gha/orang) 0,004 gha 0,235 gha 0,002 gha 0,000018 gha 0,020 gha
1.02 gha
Biokapasitas (gha/orang)
Keterangan (BK – TE)
0,017 gha 0,016 gha 0,000006 gha 0,000053 gha 0,020 gha
Surplus Defisit Defisit Surplus -
-
-
Sumber: Hasil Analisa, 2012
Gambar. 2. Perbandingan Telapak Ekologis dan Biokapasitas Kota Batu per Komponen dalam Perkapita Tahun 2010 (gha/orang)
Berdasarkan hasil analisis ecological deficit Kota Batu, dapat diketahui bahwa komponen penggunaan lahan yang disesuaikan dengan komponen telapak ekologis di Kota Batu terdapat kondisi yang masih surplus dan ada pula yang telah mengalami kondisi defisit. Namun secara keseluruhan, dari hasil perhitungan total tingkat konsumsi dan biokapasitas penggunaan lahan yang sesuai dengan penggunaan lahan telapak ekologis, Kota Batu sendiri telah mengalami kondisi defisit. Kondisi defisit ditunjukkan dengan tingginya nilai telapak ekologis dibandingkan dengan nilai biokapasitasnya, sedangkan kondisi surplus menunjukkan bahwa tingkat konsumsi penduduk Kota Batu belum melampaui kapasitas
sumberdaya di Kota Batu dalam menyediakannya. Untuk perhitungan yang lebih spesifik nilai telapak ekologis defisit di Kota Batu terletak pada komponen lahan kehutanan dan perikanan dimana secara tidak langsung tingkat konsumsi penduduk Kota Batu lebih besar dari pada kapasitas alam dalam menyediakannya sehingga terjadi ketidakseimbangan daya dukung alam antara lahan penyedia dan tingkat konsumsi penduduk setempat. Disisi lain konsumsi energi (karbon) penduduk Kota Batu juga dapat dikategorikan tinggi. Tingginya telapak ekologis lahan penyerap karbon (konsumsi energi(karbon)) di Kota Batu diakibatkan oleh tingginya pemakaian energi dari bahan bakar kendaraan, bahan bakar memasak serta konsumsi listrik. Sedangkan tingginya telapak ekologis untuk lahan kehutanan diakibatkan oleh tingkat konsumsi kayu untuk perabotan rumah tangga tiap KK di Kota Batu. Dan untuk nilai defisit lahan perikanan yang ada di Kota Batu dikarenakan hanya ada perikanan budidaya dengan jumlah luasan tambak yang relatif sedikit serta tidak adanya kegiatan perikanan yang berasal dari perikanan tangkap oleh penduduk Kota Batu. Dilain sisi, pertanian dan peternakan di Kota Batu masih terjadi surplus. Hal ini diakibatkan konsumsi beras dan daging penduduk Kota Batu tidak melebihi kondisi alam dalam menyediakaannya. Hal ini dapat dilihat dari luasan lahan pertanian yang dimiliki Kota Batu yang cukup luas khususnya untuk lahan pertanian sawah serta tingkat produktifitas yang cukup tinggi karena kesuburan wilayah yang dimiliki oleh Kota Batu sendiri. D. Arahan Penggunaan Lahan di Kota Batu berdasarkan Pendekatan Telapak Ekologis Dari hasil kondisi daya dukung tiap jenis lahan telapak ekologis yang didapatkan, maka selanjutnya dilakukan perbandingan terhadap hasil kajian, kondisi eksisting serta rencana pola ruang untuk mendapatkan arahan penggunaan lahan yang optimal berdasarkan pendapat expert (ahli). Dimana narasumber didapatkan dari hasil analisa stakeholder. Berikut ini merupakan arahan yang didapat melalui teknik analisa Delphi. Arahan 1, Lahan pertanian masih dapat dikurangi sesuai proporsi yang dibutuhkan sebagai konsekuensi dari kondisi surplus kajian telapak ekologis yang begitu tinggi namun tetap mempertahankan lahan pertanian abadi khusus pertanian hortikultura dan perkebunan. Pengurangan dilakukan karena memang lahan pertanian yang ada di Kota Batu cenderung luas akibat konversi dari kawasan hutan yang ada. Dengan pengurangan lahan pertanian, produktivitas tidak begitu saja dibiarkan menurun, namun tetap diusahakan peningkatannya melalui pengembangan dan penerapan teknik budidaya pertanian agar tidak mengurangi nilai pendapatan dari total PDRB Kota Batu dari lahan pertanian sendiri selain itu agar
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 tetap dapat memenuhi kegiatan ekspor untuk luar wilayah Kota Batu. Arahan 2, Penggunaan lahan kehutanan untuk lahan hutan produksi masih dapat dikembangkan sedangkan untuk lahan hutan lindung dan konservasi harus dipertahankan karena Kota Batu sendiri memiliki fungsi wilayah sebagai kawasan dengan fungsi ekologis kawasan lindung dan konservasi (Tahura R. Soeryo). Penggunaan lahan hutan produksi dapat dikembangkan sesuai dengan proporsi penggunaan lahan hutan produksi yang telah ditetapkan pada RTRW Kota Batu Tahun 2009-2029 sebagai konsekuensi dari kondisi defisit hasil kajian telapak ekologis. Untuk lahan kehutanan baik produksi maupun lindung dan konservasi, masih dapat dilakukan penanaman kembali (reboisasi) dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan lahan yang digunakan sebagai pertanian (ladang) yang dilakukan masyarakat melalui penggundulan hutan, disamping itu hutan produksi dapat dikembangkan melalui kerjasama dengan masyarakat dalam mengelola hutan sebagai hutan kerakyatan. Dengan memberikan insentif untuk mendorong terpeliharanya hutan produksi. Untuk pemenuhan luasan kajian telapak ekologis yang telah dihitung dirasa sangat susah untuk memenuhi kebutuhan lahan kehutanan sebagai akibat dari konsumsi kayu penduduk Kota Batu. Namun tingginya konsumsi lahan hutan produksi dari konsumsi kayu penduduk Kota Batu sebagian besar dipenuhi dari kegiatan impor dari wilayah lain. Disamping itu untuk meminimumkan tingkat konsumsi kayu dari produk kehutanan sebagaimana hasil yang cukup tinggi dari hasil kajian penelitian sebaiknya dilakukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk merubah pola konsumsinya, termasuk mendorong kegiatan reduce, reuse, recycle (3R) dalam pengelolaan limbah, seperti pemanfaatan limbah kayu yang tidak dipakai. Arahan 3, Penggunaan lahan perikanan di Kota Batu dapat ditambah atau dikembangkan sebagai konsekuensi dari kondisi defisit hasil kajian telapak ekologis. Hal ini diakibatkan karena penggunaan lahan perikanan di Kota Batu amat jarang ditemui akibat kondisi geografis Kota Batu sendiri yang tidak memiliki laut untuk perikanan tangkap. Dalam RTRW Kota Batu tahun 2009-2029 tidak tertulis luasan lahan perikanan yang akan ditetapkan, sehingga arahan pemanfaatan lahan untuk perikanan tentunya menyesuaikan dengan penggunaan lahan yang masih dapat dikembangkan di Kota Batu sendiri dan bisa mempertimbangkan hasil luasan dari kajian telapak ekologis yang dilakukan, jenis penggunaan lahan dengan kondisi kontur datar dimungkinkan dapat dikembangkan sebagai lahan perikanan budidaya (tambak). Disamping itu usaha pengembangan dan penerapan teknik budidaya perikanan sangat diperlukan guna mendorong produktivitas tanpa membutuhkan luasan lahan yang cukup besar namun tetap dapat mencukupi kebutuhan konsumsi.
5 Arahan 4, Penggunaan lahan peternakan di Kota Batu dalam keadaan surplus tetap dipertahankan namun masih dapat dikembangkan di Kota Batu sendiri, hal ini diakibatkan karena potensi Kota Batu sendiri jika ditinjau dari kondisi klimatologi maka Kota Batu sangat cocok untuk pengembangan hewan ternak terutama sapi perah walaupun kondisi lahan peternakan sendiri masih mengalami surplus. Pengembangan lahan ternak menyesuaikan dengan luasan lahan ternak yag telah ditetapkan pada RTRW Kota Batu Tahun 2009-2029 dengan cara mengembangkan padang penggembalaan, dan pada beberapa bagian dapat menyatu dengan kawasan perkebunan atau kehutanan serta pengembangan peternakan dalam bentuk peternakan rakyat. Arahan 5, Penggunaan lahan terbangun (permukiman) masih dapat dikembangkan namun harus tetap dikendalikan agar penggunaan lahan permukiman sendiri tidak melampaui kapasitas kemampuan daya dukung lahan di Kota Batu mengingat semakin besar lahan permukiman pada suatu wilayah maka semakin besar pula kebutuhan akan penggunaan lahan yang lainnya dan semakin besar pula kebutuhan lahan yang harus dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan permukiman tersebut. Selain itu dimaksudkan agar tidak mengganggu fungsi lindung yang ada Arahan 6, Untuk pemanfaatan energi dari penduduk Kota Batu yang menghasilkan kondisi emisi cukup tinggi dapat direduksi melalui pemanfaatan dan pengembangan energi alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. IV. KESIMPULAN Dengan teridentifikasinya status daya dukung lingkungan tiap jenis penggunaan lahan yang sesuai dengan penggunaan lahan telapak ekologis di Kota Batu, maka hasil tersebut dapat dijadikan acuan dalam arahan penggunaan lahan yang optimal seperti arahan penggunaan lahan yang telah dipaparkan pada bab pembahasan, dimana lahan pertanian dapat dikurangi sebagai konsekuensi dari tingginya nilai surplus telapak ekologisnya. Sedangkan lahan peternakan dalam keadaan surplus tetap dipertahankan namun masih dapat dikembangkan di Kota Batu sendiri, hal ini diakibatkan karena potensi Kota Batu sendiri jika ditinjau dari kondisi klimatologi maka Kota Batu sangat cocok untuk pengembangan hewan ternak terutama sapi perah walaupun kondisi lahan peternakan sendiri masih mengalami surplus. Penggunaan lahan kehutanan untuk lahan hutan produksi masih dapat ditambah sedangkan untuk lahan hutan lindung dan konservasi harus dipertahankan. Penggunaan lahan hutan produksi dapat disesuaikan dengan proporsi penggunaan lahan hutan produksi yang telah ditetapkan pada RTRW Kota Batu Tahun 2009-2029 sebagai konsekuensi dari kondisi defisit hasil kajian telapak ekologis
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Penggunaan lahan perikanan di Kota Batu dalam kondisi defisit, penggunaan lahan perikanan dapat dikembangkan sebagai konsekuensi dari kondisi defisit hasil kajian telapak ekologis. Penggunaan lahan terbangun (permukiman) masih dapat dikembangkan namun harus tetap dikendalikan. Untuk pemanfaatan energi dari penduduk Kota Batu yang menghasilkan emisi cukup tinggi dapat direduksi melalui pemanfaatan energi alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil selain itu perlunya peningkatan kesadaran masyarakat untuk melakukan efisiensi pemanfaatan sumberdaya dimaksudkan untuk mengurangi “tekanan” kepada lingkungan UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Putu Gde Ariastita ST., MT. Selaku dosen pembimbing, pihak instansiinstansi di Kota Batu terkait penyelesaian penelitian ini (Bakesbang, Bappeda, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Pertanian dan Kehutanan, PT. PLN Persero UPP-TR Batu, Kantor Perhubungan Kota Batu, BPS Provinsi Jawa Timur) serta pihak-pihak yang menjadi sumber, responden yang membantu penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1]
Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementrian Pekerjaan Umum.. Kajian Telapak Ekologis Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi (2009). [2] Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementrian Pekerjaan Umum. Kajian Telapak Ekologis Pulau Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku dan Pulau Papua (2009). [3] Khana, “Carrying-Cpacity As A Basic For Sustainable Development” (1999). [4] Kitzes, J., A. Galli, S.M. Rizk, A. REED and M. Wackernagel.. “Guidebook to the National Footprint Accounts”. Edition. Oakland: Global Footprint Network (2008). [5] Wackernagel, Mathis and Ress, William E. “Our Ecological Footprint: Reducing Human Impact on The Earth”. Canada., New Society Publisher (1996). [6] World Wide Fund on Nature (WWF). “Report on Ecological Footprint in China”. China Council for International Cooperation on Environment and Development (CCICED) (2006). [7] Rai, Nyoman, “Persaingan Pemanfaatan Lahan dan Air”. Denpasar: Udayana University Press (2011). [8] Kodoatie, Robert , “Tata Ruang Air”. Yogyakarta: Penerbit Andi (2011). [9] Kodoatie, Robert, “Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi Daerah”. Yogyakarta: Penerbit Andi (2005). [10] Arsyad, Sitanala, “Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan”. Jakarta: Crespent Press dan Yayasan Obor Indonesia (2008). [11] Hardjowigeno, Sarwono, “Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan”. Yogyakarta: Gajah Mada University Press (2007). [12] Ludvianto, Bayu, Mengurai Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati dengan Konsep “Tapak Ekologi”. Bengkulu: Leadership for Environment and Development Indonesia, Cohort 7 (2011).
6