ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN ANALISIS KARAKTERISTIK DEBIT PADA DAS WAE RUHU DI KOTA AMBON
THE GUIDELINES FOR THE LAND USE BASED ON THE ANALYSIS OF THE DISCHARGE CHARACTERISTICS IN WAE RUHU WATERSHED IN AMBON CITY Ronald Kondolembang1, Usman Arsyad2, Muh. Restu2 1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kehutanan, Universitas Hasanuddin 2Jurusan Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : Ronald Kondolembang, S.Hut FakultasKehutanan Universitas Hasanuddin Makassar-Tamalate, 90222 HP : 081342314656 Email :
[email protected]
1
Abstrak Karakteristik debit merupakan output dari suatu respons biofisik suatu DAS terhadap kejadian curah hujan.Penelitian ini bertujuan untuk menyusun arahan penggunaan lahan yang sesuai berdasarkan karakteristik debit pada DAS Wae Ruhu, Ambon.Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif terhadap hasil pengukuran langsung debit dan curah hujan aktual, kemudian melihat hubungan antara curah hujan dengan debit dengan analisis regresi.Penyusunan arahan penggunaan lahan menggunakan metode sintesis kuantitatif dengan cara pembobotan dan overlay terhadap parameter topografi,jenis tanah,dan curah hujan.Karakteristik debit pada DAS Wae Ruhu adalah mempunyai waktu naik menjadi debit puncak adalah 4 jam sedangkan waktu dasar adalah 12 jam.Pengaruh curah hujan terhadap debit pada DAS Wae Ruhu >50%.Luas penggunaan lahan aktual pada DAS Wae Ruhu terdiri dari pemukiman 219,3 ha (13,70%),hutan primer 894,1 ha (55,84%),kebun campuran 487,6 ha (30,46%).Fungsi kawasan pada DAS Wae Ruhu terdiri dari fungsi kawasan perlindungan 1239,6 ha (77,42%),fungsi pemanfaatan terbatas 313,5 ha (19,58%),fungsi pemanfaatan budidaya 47,9 ha (3%).Penggunaan lahan aktual yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan lindung adalah 510,9 ha (31,91%),fungsi kawasan pemanfaatan terbatas 62,1 ha (3,87%).Arahan penggunaan lahan pada DAS Wae Ruhu berdasarkan karakteristik debit dan disesuaikan dengan fungsi kawasan yaitu fungsi kawasan perlindungan adalah hutan lindung,hutan kemasyarakatan,kawasan jalur hijau sepanjang sungai;fungsi kawasan pemanfaatan terbatas adalah agroforestry,kebun campuran tanaman tahunan,silvopastura;fungsi kawasan pemanfaatan budidaya adalah kawasan pemukiman,kawasan pertanian tanaman semusim.Arahan rehabilitasi lahan terhadap pola penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan adalah metode vegetatif dan metode mekanis.Perencanaan penggunaan lahan yang sesuai pada DAS Wae Ruhu harus sesuai dengan fungsi kawasan perlindungan,fungsi kawasan pemanfaatan terbatas,dan fungsi kawasan budidaya. Kata Kunci : Daerah aliran sungai, karakteristik debit, penggunaan lahan
Abstract Discharge characteristics are the output of a biophysical response of a watershed to precipitation events hujan.Penelitian aims to formulate appropriate referrals based on land use in the watershed discharge characteristics Wae Ruhu , Ambon. Method used is quantitative descriptive analysis of the measurement results directly discharge and rainfall actual , then look at the relationship between rainfall and discharge the landing regresi. Preparation of analysis of land use using a quantitative synthesis method by means of weighting parameters and overlaid on topography , soil type , and rainfall on the watershed discharge hujan.Karakteristik Wae Ruhu is having the time rose to discharge peak time is 4 hours , while the base is 12 hours. Effect of rainfall to catchment discharge Wae Ruhu> 50% . actual area of land use in the watershed is composed of residential Wae Ruhu 219.3 ha ( 13.70 % ) , 894 primary forest , 1 ha ( 55.84 % ) , mixed farms 487.6 ha ( 30.46 % ) . functions in the watershed area consists of functions Wae Ruhu protected area 1239.6 ha ( 77.42 % ) , limited utilization 313.5 ha ( 19.58 % ) , the function of cultivation utilization of 47.9 ha ( 3 % ) . actual land use that is incompatible with the function of the protected area is 510.9 ha ( 31.91 % ) , the function of limited-use area of 62.1 ha ( 3.87 % ) . Referral land use in the Wae Ruhu watershed based discharge characteristics and functions tailored to the region that is the function of the protection area is protected forest , community forest , the green belt area along the river ; function of limited-use area is agroforestry , mixed garden annual plants , silvopastura ; function cultivation use area is a residential area , the area of land rehabilitation semusim.Arahan crops on the pattern of land use that does not comply with the area function is a method of vegetative and methods mekanis.Perencanaan appropriate land uses in the watershed Wae Ruhu must match the function of the area protection , limited-use area function , and the function of cultivated area . Keywords : Watershed, discharge characteristics, land use
2
PENDAHULUAN Penggunaan lahan dan kondisi fisik lingkungan merupakan komponen-komponen yang memengaruhi fungsi ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Komponen-komponen tersebut mempunyai hubungan timbal balik (interaksi), dan saling ketergantungan satu dengan lainnya sehingga bila ada perubahan yang terjadi pada salah satu komponennya dapat mempengaruhi komponen lainnya. Peranan faktor penggunaan lahan sebagai penyangga terhadap masukan (input) yang berupa curah hujan ke dalam DAS agar tidak menimbulkan erosi, banjir, dan sedimentasi, perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya sehingga peranannya dapat dimaksimalkan. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suhendy (2009) di kota Ambon, bahwa perkembangan penggunaan perubahan atau
lahan di Kota Ambon telah mengalami beberapa
pergeseran peruntukan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dimana
presentase terbesar pada lahan perkebunan dan belukar yang sebelumnya seluas 22.719,44 ha menjadi 26.590,91 ha. Penggunaan lahan akibat pergeseran peruntukan tersebut dialihkan fungsi dan penggunaannya untuk permukiman dan daerah terbangun. Pergeseran penggunaan lahan menjadi pemukiman banyak disebabkan oleh keberadaan pengungsi akibat konflik sosial yang melanda Kota Ambon. Kondisi yang terjadi seperti yang telah diuraikan, telah berlangsung lama di DAS Wae Ruhu, hal ini mengakibatkan fungsi hidrologis DAS tidak berlangsung sebagaimana mestinya, dimana sering terjadi banjir pada saat musim hujan. Menurut hasil penelitian Nukuhehe (2008) pada DAS Wae Ruhu, menyatakan bahwa ketersediaan air pada DAS Wae Ruhu pada bulan Januari dan Februari lebih kecil dari kebutuhan air masyarakat di wilayah DAS Wae Ruhu, dimana pada bulan Januari ketersediaan air sebesar 441.378 m³/bulan sedangkan kebutuhan air sebesar 530.094 m³/bulan, sedangkan pada bulan Februari, ketersediaan air sebesar 432.390 m³/bulan sedangkan kebutuhan air masyarakat sebesar 530.094 m³/bulan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan fungsi kawasan yang ada pada DAS Wae Ruhu berdasarkan informasi aktual tentang kondisi karakteristik debit pada DAS Wae Ruhu di Kota Ambon.
3
METODE PENELITIAN Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di DAS Wae Ruhu, Kota Ambon, Propinsi Maluku. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational dengan menggunakan desain eksploratory study. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pengukuran langsung dilapangan untuk data primer sedangkan data sekunder diperoleh melalui instansi terkait. Data primer yang dikumpulkan adalah : a) Data curah hujan, diperoleh dengan pengukuran langsung dengan menggunakan alat penakar hujan observatorium dan diambil setiap hari selama penelitian pada pukul 08.00 pagi; b) Data debit, diperoleh dengan pengukuran menggunakan alat Current Meter Improvised Mappangaja, pengukuran dilakukan setiap hari pada pukul 08.00, pukul 12.00, pukul 16.00, dan pukul 20.00. Sedangkan data sekunder berubah peta topografi, peta jenis tanah, dan peta curah hujan dan peta penggunaan lahan aktual pada lokasi penelitian Analisis Data Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif . Debit dihitung dengan menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Mappangaja (1983) : A Q =
Qm a
Dimana :
Q
= Debit (m3/det)
A
= Luas penampang sungai (m2)
a
= Luas penampang alat pengukur (0,000177 m2)
Qm = Debit pada alat pengukur (m3/det) Hasil pengukuran debit dan curah hujan dibuat dalam bentuk grafik hidrograf debit. Hidrograf debit menggambarkan karakteristik debit dalam satu hari berupa waktu naik (Tp) menjadi debit puncak (Qp) dan waktu dasar (Tb) dalam suatu kejadian hujan.
4
Hubungan antara curah hujan dengan debit dianalisis dengan menggunakan metode analisis regresi sederhana, dimana debit sebagai variabel dependent dan curah hujan sebagai variabel independent dengan bentuk persamaan statistik : Y = a + bx + e Dimana :
Y = Debit sungai yang diprediksi a
= Nilai intercept, menunjukkan persediaan air dalam ground water storage
b
= Koifisien regresi, menunjukkan kepekaan DAS terhadap curah hujan
x
= Nilai curah hujan
e
= Faktor yang tidak masuk dalam model
Metode penelitian untuk menentukan arahan penggunaan lahan dilakukan adalah dengan menggunakan analisis sintesis kuantitatif yaitu dengan cara : a) pengkelasan, scoring, dan pembobotan dengan skala dan kriteria seperti yang telah ditetapkan dalam Kepmentan Nomor : 837/Kpts/Um/II/1980,
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor: P.3/Menhut-II/2008 terhadap parameter topografi, erodibilitas tanah, dan erosivitas hujan; b) melakukan overlay peta-peta tematik, seperti peta kelas lereng, peta jenis tanah, peta curah hujan, sehingga dihasilkan klasifikasi untuk fungsi kawasan dan arahan penggunaan lahan disusun berdasarkan fungsi kawasan yang telah terbentuk.
5
HASIL Karakteristik Debit Hasil analisis pergerakan debit pada DAS Wae Ruhu digambarkan dalam bentuk grafik hidrograf debit dimana menunjukkan bahwa pergerakan debit pada DAS Wae Ruhu yang cenderung mengikuti dinamika curah hujan, dapat dilihat pada Gambar 1. Debit maksimum terjadi pada pengukuran hari ke-52 yaitu tanggal 13 Juni 2013 pada pukul 12.00 dengan intensitas curah hujan 75,40 mm dan lamanya hujan adalah 8 jam, sedangkan debit maksimum terjadi pada pengukuran hari ke-1 yaitu tanggal 23 April 2013 pada pukul 20.00. Analisis tentang karakteristik debit menghasilkan kejadian debit puncak yaitu pada pengukuran hari ke-52 yaitu tanggal 13 Juni 2013 dimana memiliki waktu naik (Tp) adalah 4 jam untuk menuju debit puncak (Qp) dan waktu dasar (Tb) adalah 12 jam. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Hubungan Curah Hujan Dengan Debit Untuk mengetahui hubungan antara curah hujan dengan debit pada setiap waktu pengukuran dalam satu hari pada DAS Wae Ruhu digunakan analisis regresi sederhana. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai R2 pada debit pukul 12.00 sangat dipengaruhi oleh curah hujan sebesar 71,4% sedangkan faktor lain yang mempengaruhi sebesar 28,6% dan nilai koifisien korelasi lebih dari 50% seperti terlihat pada Tabel 1, maka dapat dikatakan pengaruh curah hujan pada debit termasuk kategori sangat kuat dibanding waktu pengukuran pukul 08.00, pukul 16.00 dan pukul 20.00. Namun secara keseluruhan waktu pengukuran yang dilakukan dapat dikatakan bahwa lebih dari 50% debit pada DAS Wae Ruhu sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Arahan Penggunaan Lahan Hasil overlay terhadap parameter topografi, jenis tanah, dan iklim, maka DAS Wae Ruhu berdasarkan Kepmentan Nomor : 837/Kpts/Um/II/1980 terbagi atas 3 fungsi kawasan yaitu : a) kawasan perlindungan sebesar 1239,6 ha atau 77,5%, b) kawasan pemanfaatan terbatas sebesar 313,5 ha atau 19,5%, dan c) kawasan budidaya sebesar 47,9 ha atau 3% seperti terlihat pada Tabel 2. Arahan penggunaan lahan pada DAS Wae Ruhu yang disusun berdasarkan fungsi kawasan pada DAS Wae Ruhu yaitu fungsi kawasan perlindungan, fungsi kawasan pemanfaatan terbatas, fungsi kawasan budidaya seperti terlihat pada Tabel 3.
6
PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan bahwa pergerakan jumlah debit pada DAS Wae Ruhu, secara simultan dan bervariasi mengikuti dinamika curah hujan yang terjadi pada tiap waktu pengukuran yaitu Pukul 08.00, Pukul 12.00, Pukul 16.00, dan Pukul 20.00, dan dapat dilihat pada Gambar 1. Hal ini menjelaskan bahwa faktor sifat hujan yang sangat mempengaruhi bentuk hidrograf adalah intensitas hujan, dan lama waktu hujan. Wahid (2007) menjelaskan bahwa intensitas hujan yang makin tinggi akan mengakibatkan hidrograf naik dengan cepat, dengan kata lain akan terjadi hidrograf dengan waktu naik pendek dan debit puncak tinggi. bentuk hidrograf pada umumnya selain dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain seperti topografi, vegetasi penutup lahan, dan bentuk morfometri DAS. Karakteristik debit pada DAS Wae Ruhu dapat dilihat pada Gambar 2. Hal ini menunjukkan bahwa waktu naik debit (Tp) menjadi debit puncak adalah 4 jam sedangkan waktu dasar (Tb) adalah 12 jam. Hal ini dapat diasumsikan bahwa kondisi DAS Wae Ruhu mengalami gangguan fungsi hidrologis dimana kemampuan vegetasi penutup lahan tidak berfungsi dengan baik dalam menahan laju air hujan yang jatuh, sehingga debit meningkat dengan waktu yang cepat. Pendeknya waktu naik debit (Tp) ini juga di pengaruhi oleh kondisi tanah pada DAS Wae Ruhu yang cepat jenuh atau kapasitas infiltrasi tanah rendah sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan air berkurang. Hendrayanto dkk (2001) menjelaskan bahwa untuk memperoleh nilai debit (Qp) yang rendah dengan waktu naik (Tp) dan waktu dasar (Tb) yang lama, maka kondisi hutan atau vegetasi penutup tanah pada DAS harus baik. Rendahnya kualitas vegetasi penutup lahan pada DAS Wae Ruhu diakibatkan adanya perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya sehingga kondisi tanah menjadi cepat jenuh dan padat. Hardiana (1999) mengemukakan bahwa akibat adanya perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai akan menyebabkan bertambahnya daerah kedap air dan bertambahnya daerah terbuka yang berakibat daya serap (infiltrasi) tanah dan kapasitasnya menurun. Menurut Suprayogo (2004) perubahan penutupan lahan akan menyebabkan perubahan hidrologis DAS
hal ini disebabkan karena menurunnya
makroporositas dan laju infiltrasi sebagai akibat penurunan kualitas fisik tanah. Sedangkan
7
menurut Kurniawati (2005) perubahan penutupan lahan terutama hutan menjadi penggunaan lain akan berakibat meningkatkan aliran permukaan, erosi, dan meningkatkan water yield. Hubungan antara curah hujan dengan debit pada DAS Wae Ruhu dikategorikan sangat kuat. Hal ini dapat dilihat nilai R2 pada masing – masing waktu pengukuran lebih dari 50%, artinya bahwa lebih dari 50% debit pada DAS Wae Ruhu sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Wahyuni, (2012) menjelaskan bahwa secara umum, hubungan curah hujan dengan debit dapat dijelaskan dengan nilai penjelas yang disimbolkan oleh R2 secara statistik. Jika nilai R2 tinggi maka kondisi biofisik DAS sebagai penghambat curah hujan kurang berperan sebagaimana mestinya. Dan sebaliknya jika nilai R2 rendah, maka kondisi biofisik DAS dianggap berperan dengan baik sebagai faktor penghambat. Berdasarkan analisis terhadap karakteristik debit, maka dapat dikatakan bahwa kondisi DAS Wae Ruhu saat ini mengalami penurunan fungsi hidrologis akibat adanya pola penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya sehingga menghasilkan waktu naik debit yang cepat. Hasil overlay terhadap parameter topografi, jenis tanah, dan intensitas curah hujan dan diberi pembobotan sesuai dengan Kepmentan Nomor : 837/Kpts/Um/II/1980. Arahan fungsi kawasan ini dibuat dengan tujuan adanya batasan-batasan yang jelas pada wilayah DAS Wae Ruhu sehingga pola penggunaan lahan yang akan diterapkan sesuai dengan fungsi kawasan tersebut. Broto (2009) menjelaskan bahwa salah satu usaha untuk memperbaiki kondisi kawasan yang rusak adalah dengan kebijakan penataan kawasan atau penataan ruang yang jelas. Menurut Mawardi (2009) mengatakan bahwa berkurangnya areal hutan dan alih fungsi lahan mengharuskan perlunya rehabilitasi hutan di hulu DAS yang kritis, terutama pada areal yang sensitive terjadinya aliran permukaan yang tinggi. Hasil analisis dengan metode overlay pada DAS Wae Ruhu terbagi atas 3 (tiga) fungsi kawasan yaitu : a) kawasan perlindungan sebesar 1239,6 ha atau 77,5%, b) kawasan pemanfaatan terbatas sebesar 313,5 ha atau 19,5%, dan c) kawasan budidaya sebesar 47,9 ha atau 3%. Arahan penggunaan lahan pada kawasan perlindungan adalah: (1) Hutan primer (dengan kerapatan tajuk yang rapat) dengan tujuan untuk melindungi mata air dan sebagai kawasan resapan air serta melindungi lantai hutan dari intensitas hujan yang besar, (2) Hutan kemasyarakatan dengan tujuan pemanfaatan hasil hutan non kayu (kayu tidak dipanen) mengingat rata-rata kawasan ini berada pada kelerengan >40% (sangat curam) sehingga
8
berpotensi rawan bencana longsor, (3) Kawasan jalur hijau di sepanjang daerah sempadan sungai untuk melindungi tebing-tebing sungai sehingga tidak terjadi erosi tebing. Kawasan pemanfataan terbatas ini ditetapkan dengan kriteria skor antara 125 – 174. Hal ini berdasarkan pertimbangan kawasan ini masih relatif rentan terhadap kegiatan yang berpotensi menyebabkan degradasi lahan. Arahan penggunaan lahan untuk kawasan pemanfaatan terbatas adalah : (1) Hutan tanaman dengan sistem Agroforestry, sistem ini bertujuan selain menjaga produktivitas lahan, juga bertujuan untuk menjaga tidak adanya lahan terbuka, dimana lantai hutan tetap memiliki vegetasi vegetasi tumbuhan bawah sehingga mampu menahan laju aliran permukaan, (2) Kebun campuran dengan kombinasi tanaman tahunan dan semusim, selain dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar DAS, juga tetap menjaga keberadaan vegetasi tumbuhan bawah, (3) Padang rumput untuk penggembalaan ternak. Kawasan pemanfataan budidaya ini ditetapkan berdasarkan skor identifikasi ≤ 124. Kawasan dengan skor ini dianggap tidak rentan terhadap proses degradasi lahan dan memiliki jenis tanah yang kurang peka terhadap erosi. Kondisi areal kawasan ini pada DAS Wae Ruhu sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik untuk pemukiman maupun untuk aktifitas perladangan yang lokasinya menyebar pada seluruh areal DAS, dan juga dilakukan hingga pada lahan yang relatif curam sehingga dapat mengancam kelestarian DAS Wae Ruhu. Arahan penggunaan lahan untuk kawasan budidaya adalah: (1) pembangunan pemukiman dan prasarana fisik lainnya namun diharapkan adanya pembuatan kebun-kebun pekarangan (tanaman pangan dan obat), (2) pertanian tanaman semusim dengan sistem tumpang sari atau pergiliran tanaman tanpa terlalu banyak merubah bentang alam yang ada.
9
KESIMPULAN DAN SARAN Karakteristik debit pada DAS Wae Ruhu memiliki waktu naik debit (Tp) adalah 4 jam, sedangkan waktu dasar (Tb) adalah 12 jam. Debit pada DAS Wae Ruhu lebih dari 50% dipengaruhi oleh curah hujan. Penggunaan lahan pada DAS Wae Ruhu dilakukan berdasarkan fungsi kawasan perlindungan, fungsi kawasan pemanfaatan terbatas, dan fungsi kawasan pemanfaatan budidaya. Perlu dilakukan penelitian mengenai arahan pengelolaan kawasan berdasarkan kemampuan lahan untuk membandingkan konsep pengelolaan lahan yang lebih baik serta dilakukan kesesuaian lahan terhadap jenis-jenis tanaman yang perlu dikembangkan oleh masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Abdul. W, 2007. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa, Jurnal SMARTek, Volume 7,No. 3, Agustus 2009. Broto, A.H. 2009. Kajian Perubahan Penutupan Lahan dan Arahan Pengelolaan Ruang Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Batutegi Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hardiana, D., 1999. Simulasi Dampak Perubahan Guna Lahan terhadap Perubahan LImpasan Air Permukaan Studi Kasus : Sub DAS Cipamingkis di Kawasan Jonggol. Skripsi. Bandung. Institut Teknologi Bandung. Hendrayanto, Nana. M.A, Omo Rusdiana, Basuki Wasis, Purwowidodo., (2001). Respon Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Berhutan Jati (Studi Kasus di DAS Cijurey, KPH Purwakarta, PT Perhutani Unit III Jawa Barat). Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VII. No 2. IPB Bogor. Kurniawati, Y. (2005). Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Daya Dukung Lahan di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung. Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mawardi, I., 2009. Krisis Sumberdaya Air di Pulau Jawa dan Upaya Penanggulangannya : Proyeksi Tahun 2025. Orasi Pengukuhan Professor Riset Bidang Hidrologi dan Konservasi Tanah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Nukuhehe, M., 2008. Perencanaan Penggunaan Lahan Untuk Menjamin Ketersediaan Air Pada DAS Waeruhu di Kota Ambon Propinsi Maluku. Tesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suprayogo, D. (2004). Degradasi Sifat Fisik Tanah Sebagai Akibat Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Sistem Kopi Monokultur. Kajian Perubahan Makroporositas Tanah. Agrivita 26 (1) : 60-68. Suhendy, C.C.V., 2009. Kajian Spasial Kebutuhan Hutan Kota Berbasis Hidrologi di Kota Ambon. Tesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wahyuni. 2012. Analisis Karakteristik Debit Sungai Pada DAS Tallo Hulu (Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa). Tesis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Sulawesi Selatan.
10
Curah Hujan
Jam 08.00
Jam 12.00
Jam 16.00
Jam 20.00
7.0
80
5.969
70 60
Debit (m³/s)
5.0
50 4.0 40 3.0 30 2.0 1.0
20
0.162
Curah Hujan (mm)
6.0
10
0.0
0 1 3 5 7 9 111315171921232527293133353739414345474951535557
Waktu (Hari)
Gambar 1. Hidrograf Pergerakan Debit Pada Pukul 08.00, Pukul 12.00, Pukul 16.00, dan Pukul 20.00 Pada DAS Wae Ruhu
Hidrograf Debit Tgl 13 Juni 2013
6.5
Debit (m³/det)
Qp
5.969
5.5 5.266
4.5
4.627
Tp = 4 Jam
Tb = 12 Jam
3.705
3.5 1
2
3 Waktu (Jam)
4
5
Gambar 2. Hidrograf Debit Kejadian Hujan Tanggal 13 Juni 2013
11
Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Hubungan Curah Hujan dengan Debit No
Waktu
Persamaan Regresi
(R²)
(r)
Sig
Pukul 08.00
Y = 0,737 + 0,046X
0,596
0,772
0,000
Pukul 12.00
Y = 0,491 + 0,067X
0,714
0,845
0,000
Pukul 16.00
Y = 0,655 + 0,063X
0,613
0,783
0,000
Pukul 20.00 Y = 0,656 + 0,061X 4 Sumber : Hasil Pengolahan Data dengan SPSS, 2013
0,668
0,817
0,000
1 2 3
Tabel 2.
Arahan Fungsi Kawasan DAS Wae Ruhu Berdasarkan Skor Identifikasi Kawasan Pengelolaan Sesuai Kepmentan Nomor : 837/Kpts/Um/II/1980
No
Kawasan
Skor
1
Kawasan Perlindungan
2 3
Luas Ha
%
≥ 175
1239.6
77.42
Kawasan Pemanfaatan Terbatas
125 - 174
313.5
19.58
Kawasan Pemanfaatan Budidaya
< 124
47.9
3.00
1601
100
Total
Sumber : Hasil Operasi Overlay Peta Kelas Lereng, Jenis Tanah, Intensitas Hujan Harian (Hasil Analisis 2013)
Tabel 3. Arahan Penggunaan Lahan Pada DAS Wae Ruhu No 1
Fungsi kawasan Kawasan Lindung
1. 2. 3.
2
Kawasan Pemanfaatan Terbatas
1. 2. 3.
3
Kawasan Budidaya
1. 2.
Arahan Penggunaan Lahan Kawasan hutan lindung dengan tujuan untuk perlindungan mata air dan daerah rawan bencana Hutan Kemasyarakatan (mengutamakan hasil hutan non kayu), dengan jenis tanaman bertajuk rapat dan akar dalam Kawasan Jalur Hijau Sepanjang Sempadan Sungai untuk melindungi terjadinya erosi tebing Hutan tanaman (agroforestry) kombinasi tanaman tahunan dan tanaman kehutanan Kebun Campuran tanaman tahunan dan semusim dengan teknik konservasi tanah dan vegetasi bawah Padang Rumput (Silvopastura) untuk penggembalaan ternak Pertanian Tanaman Semusim (tumpang sari) atau Pergiliran tanaman Pemukiman dan bangunan fisik lainnya serta aktifitas sosial ekonomi masyarakat.
12