Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
Evaluasi Tata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Pada Lahan Berkontur Di Dusun Sumbersari Kota Batu Syamsuri Satria, Bambang Soemardiono, Haryo Sulistiarso Program Magister Bidang Keahlian Perancangan Kota FTSP ITS Email:
[email protected] Abstrak Bangunan merupakan salah satu unsur pembentuk kota. Kota layak huni (livable) adalah kota yang memperhatikan kenyamanan penduduk, salah satunya melalui pertimbangan iklim makro kota tersebut. Cahaya matahari sebagai unsur iklim, dapat memberikan kenyamanan terhadap penduduk, namun sebaliknya juga dapat mengurangi kenyamanan. Semua tergantung pada karakter iklim setempat dan bagaimana tata letak (layout) bangunan tersebut dalam membentuk suatu kawasan perkotaan. De Wall (1993) membagi iklim tropis menjadi 10 klasifikasi berdasarkan suhu harian rata-rata dan perbedaan antara suhu siang dan malam. Dalam pengelompokan ini, Malang termasuk Kota Batu, tidak dikategorikan dalam iklim tropis yang dirumuskan oleh De Wall karena memiliki suhu udara harian rata-rata lebih rendah dari 28oC. Selain itu, kelembaban udara Dusun Sumbersari Kota Batu dapat mencapai 99%, dimana hal ini tergolong tinggi dari standar kelembaban udara iklim tropis lembab rata-rata adalah sekitar 80%. Dengan demikian unsur pencahayaan bangunan di Dusun Sumbersari Kota Batu sangat diperlukan dan penerapannya seharusnya lebih mudah karena mempunyai karakter dominan berlereng curam (>8%), namun pada kenyataannya terdapat beberapa bangunan terhalangi oleh bangunan disampingnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tata bangunan berdasarkan overshadowing pada lahan berkontur di Dusun Sumbersari Kota Batu menggunakan metode simulasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa orientasi bangunan yang mengikuti garis kontur (utara-selatan) lebih mudah mendapatkan pencahayaan, dan tinggi bangunan hingga 2 lantai tidak membayangi bangunan disamping timur/barat. Sebaliknya orientasi bangunan yang berlawanan garis kontur (timurbarat), dengan bentuk memanjang utara-selatan, dinding sejajar dari depan sampai belakang, jika pada lereng 0-15% tidak mendapatkan pencahayaan dengan baik, namun pada lereng 15-25% cukup mudah mendapatkan pencahayaan. Kata kunci: Bangunan, Kota, Pencahayaan, Dusun Sumbersari.
1. Pendahuluan Dusun Sumbersari, Kota Batu terletak di Negara Indonesia, dimana Indoensia dikenal dengan karakter iklim tropis lembab yang ditandai dengan kelembaban udara yang tinggi mencapai 80% dan temperatur udara yang relatif
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
tinggi dapat mencapai 35oC sepanjang tahun. De Wall (1993) membagi iklim tropis menjadi 10 klasifikasi berdasarkan suhu harian rata-rata dan perbedaan antara suhu siang dan malam. Dalam pengelompokan ini, hanya kota atau wilayah yang memiliki suhu udara
H-9
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
harian rata-rata 28oC atau lebih yang dimasukan dalam katagori iklim tropis. Namun kota-kota sejuk seperti Bandung, Malang, Bukit Tinggi, Prapat, dan lainnya tidak masuk dalam klasifikasi tropis yang dirumuskan oleh de Wall karena memiliki suhu rata-rata harian yang lebih rendah. Hal ini dapat dibuktikan bahwa Dusun Sumbersari yang terletak di Kota Batu berada pada dataran yang lebih tinggi dari Kota Malang, mempunyai suhu rata-rata kurang/ jauh dari 28oC, berdasarkan data Kecamatan Batu Dalam Angka tahun 2011 mempunyai suhu rata-rata 23oC. Selain itu, kelembaban udara Dusun Sumbersari 86% ini tergolong tinggi, karena kelembaban udara iklim tropis lembab rata-rata adalah sekitar 80%. Dengan melihat karakter ini perlu untuk diperhatikan bahwa tidak boleh ada bidang yang tertutup bayangan terus menerus sepanjang tahun. Kelembaban yang tinggi pada iklim Dusun Sumbersari maka bidang yang tertutup terus menerus bayangan sepanjang tahun akan menjadi lembab dan bahkan akan merusak bahan (material) bangunan. Dusun Sumbersari terletak pada dataran tinggi (kawasan pegunungan) tepatnya pada bagian Timur Gunung Kitiran yang memiliki karakter topografi lereng/ berbukit. Berdasarkan data dari peta Bakosurtanal tahun 2001 diketahui bahwa kemiringan lereng datar sampai landai (0-8%) seluas 1.46 ha atau 20.34% dan agak miring sampai sangat curam (>8%) seluas 5.73 ha atau 79.66%. Dengan arah pengembangan permukiman tepat di bawah kaki Gunung Kitiran dengan presentase 71.93%
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
permukiman berada di lereng agak miring sampai curam (8-25%) dan 28.07% berada di lereng datar sampai landai (0-8%). Kondisi topografi dengan kemiringan lereng yang didominasi 8-25% (agak miring-curam) seharusnya akan lebih mudah mendapat pencahayaan alami. Namun pada kenyataanya penataan bangunan permukiman seperti jarak antar bangunan rapat (0 m), pengaturan tinggi bangunan belum sesuai karena beberapa diantaranya telah membayangi bangunan lain, apalagi letak bukaan yang tidak memperhatikan aspek pencahayaan (Lihat gambar 1).
Gambar 1. Rumah 2 lantai pada bagian Timur Membayangi Rumah 1 lantai di bagian Barat (Sumber: Hasil Observasi, 2014)
2. Metodologi Jenis penelitian ini adalah penlitian simulasi. Simulasi dapat diartikan sebagai "representasi dari perilaku atau karakteristik dari satu sistem melalui penggunaan sistem lain, terutama program komputer yang dirancang untuk tujuan tersebut," (Groat, et al, 2002: 350). Dalam penelitian simulasi sering ada istilah modeling, sebenarnya ini adalah kata lain yang sering digunakan dalam penelitian simulasi. Jadi dalam penelitian simulasi, model adalah sistem
H - 10
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
Gambar 2. Letak Kawasan Permukiman di Bawah Kaki Gunung Kitiran, dengan Perkembangan Bangunan sampai pada Lereng Gunung yang Curam (Sumber: Google Earth yang digambar kembali di ArcGIS 10, 2014) Tabel 1. Analisa Orientasi Bangunan Berdasarkan Garis Kontur (Sumber: Hasil Analisis, 2014) No.
Jenis
A 1 2 3 4 5
Kelerengan 0-5% 5-8% 8-15% 15-25% 25-40% Jumlah Topografi 887.5-900 900-912.5 912.5-925 925-937.5 937.5-950 950-962.5 Jumlah
B 1 2 3 4 5 6
Luas (m2)
Persentasi (%)
Sebaran Bangunan (unit)
Persentasi (%)
Orientasi (unit) Mengikuti Tidak Garis Kontur Mengikuti
6,020.96 8,600.10 18,681.21 38,411.84 185.9 71,900
8.37 11.96 25.98 53.42 0.26 100.00
24 24 66 56 1 171
14.04 14.04 38.60 32.75 0.58 100
3 1 4 18 1 27
21 23 62 38 0 144
4,918.82 26,003.24 20,982.92 13,163.14 4,413.43 2,418.45 71,900
6.84 36.17 29.18 18.31 6.14 3.36 100
23 98 25 16 5 4 171
13.45 57.31 14.62 9.36 2.92 2.34 100
3 0 10 12 5 4 34
20 98 15 4 0 0 137
keseluruhan yang mensimulasikan realitas yang sedang dipelajari, (Groat, et al, 2002:357-358). Kaitan peneilitian simulasi dalam penelitian ini adalah dalam menganalisa tata bangunan menggunakan data 3D bangunan sebagai representasi dari karakteristik bangunan dalam kawasan permukiman Dusun Sumbersari, yang selanjutnya akan dianalisa menggunakan teknik analisa sun shadow volume. Teknik ini merupakan tools dalam progam ArcGIS 10.1. Beberapa ketentuan dalam menggunakan teknik ini adalah menetapkan
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
waktu (time) simulasi khususnya jam dan bulan. a. Jam ditentukan berdasarkan keten-
tuan sudut penghalang cahaya maksimum. Menurut Littlefair, P. J., et al (2000:63) sudut penghalang cahaya maksimun adalah 40o. Dimana posisi ini kurang lebih diantara pukul 08.00-09.00. Sedangkan berdasarkan SNI 03-2396-2001 maksimum 60o. Maka dalam penelitian ini akan mengambil sampel pada pukul 09.00. b. Penetapan bulan ditentukan berdasarkan kondisi iklim setempat. Dusun Sumbersari terletak di Keca-
H - 11
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
matan Batu, Kota Batu, tepatnya pada koordinat 112°17'10,90"122°57'11" Bujur Timur dan 7°44'55,11"-8°26'35,45 Lintang Selatan, ini masuk dalam kategori iklim tropis basah secara spesifik daerah hutan hujan tropis, berada dibelahan bumi selatan dimana bulan terpanas terjadi pada bulan oktober-februari (Lippsmeier, 1994:12). Maka dalam penelitian ini akan mengambil sampel pada bulan februari. Adapun langkah kerja menjalankan tool sun shadow volume adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan data tiga dimensi (3D) bangunan dalam tipe file feature class (multipatch). Data tersebut harus mempunyai coordinate system. 2. Menjalankan tool dapat masuk ke ArcToolbox-Visibility-Sun Shadow Volume. 3. Memasukkan star date and time dan end date and time, serta zone time. 3. Hasil dan Pembahasan Analisa Orientasi Bangunan Berdasarkan Topografi Luas total Kawasan Permukiman Dusun Sumbersari 71,900 m2 dan jumlah bangunan rumah maupun gedung 171 unit. Diketahui bahwa Kawasan Permukiman didominasi lereng 15-25% (curam) seluas 38,411.84 (53.42%). Sedangkan lahan lereng 0-5% (datar) hanya sebesar 6,020.96 m2 (8.37%). Dari keadaan ini diketahui bahwa sebaran permukiman tertinggi terdapat pada lereng 8-15% (agak curam) berjumlah 66 unit (38.60%) dengan orientasi bangunan 4 unit mengikuti garis
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
kontur, dan 62 unit tidak mengikuti garis kontur. Tertinggi kedua adalah sebaran permukiman yang terdapat pada lereng 15-25% (curam) sebesar 56 unit (32.75%) dengan orientasi bangunan 18 unit mengikuti garis kontur dan 38 unit tidak mengikuti garis kontur. Sedangkan sisanya berada pada lereng landai dan datar yang masing berjumlah 24 unit (14. 04%). Lebih jelas lihat Tabel 1 dan Gambar 3. Analisa Tinggi dan Jarak Antar Bangunan Berdasarkan Overshadowing di Lereng Berdasarkan hasil analisis data 3D bangunan dengan menggunakan teknik sun shadow volume pada tanggal 23 februari 2015 pukul 09.00 pada posisi matahari (azimuth) 96.21o dengan sudut bayangan (vertical angle) 49.63o telah diketahui bahwa 41 unit terhalangi/ terbayangi oleh bangunan lain, 18 unit cukup terhalangi/terbayangi oleh bangunan lain dan 106 unit tidak terhalangi/ terbayangi oleh bangunan lain. Lebih jelasnya lihat Tabel 2 dan Gambar 4 sampai dengan 6. Evaluasi Tata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Disetiap Lereng Setelah mengetahui hasil analisa orientasi bangunan berdasarkan topografi dan analisa tinggi dan jarak antar bangunan berdasarkan overshawing disetiap lereng, dapat dibuat suatu kesimpulan atau penelusuran lebih lanjut mengenai tipologi penataan dan bentuk bangunan sebagai salah satu faktor pembayangan/ terhalanginya bangunan lain pada setiap lereng. Berdasarkan hasil analisa tipologi penataan dan bentuk
H - 12
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
b
a
Ketinggian
U
Bangunan
Gambar 3. a) Sebaran Bangunan Berdasarkan Kelerengan, b) Orientasi Bangunan Berdasarkan Garis Kontur/ Topografi (Sumber: Hasil Analisis, 2015) Tabel 2. Analisa Tinggi dan Jarak antar Bangunan berdasarkan Overshadowing (Sumber: Hasil Analisis, 2015) Vertikal Tinggi Azimuth Data Time Angle Kesimpulan Bangunan (o) (o) 47 unit terhalangi 1-2 lantai
2015-02-23 09.00
96.21
49.63
18 cukup terhalangi 106 tidak terhalangi
Gambar 4. a) Peta Bangunan yang Menghalangi/Membayangi Bangunan Lain dan b) Peta Bangunan yang Terhalangi (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
H - 13
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
Lereng 15-25%
U Tampak Selatan
1
Tampak Selatan 5
Tampak Utara 3
Tampak Selatan
Tampak Utara 4
Tampak Selatan 4
2
Gambar 5. Visualisasi Shadowing berdasarkan Tinggi dan Jarak antar Bangunan pada Lereng 15-25% (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
bangunan diketahui bahwa Kawasan Permukiman Dusun Sumbersari terdapat 4 tipe. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. 4. Kesimpulan Lereng 0-15% 1. Orientasi bangunan utara - selatan (berlawanan garis kontur), bentuk bangunan “I” yaitu dinding yang sejajar dari bagian depan hingga belakang, baik bangunan 1 lantai maupun 2 lantai yang saling
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
berdampingan dalam keadaan jarak yang rapat. Hasilnya adalah setiap bangunan pada bagian barat akan terhalangi oleh bangunan yang sama tinggi jumlah lantainya atau lebih pada bangunan samping timur, dengan kata lain bangunan pada bagian barat akan sulit memperoleh pencahayaan. 2. Orientasi bangunan utara-selatan (berlawanan garis kontur), bentuk bangunan “L” yaitu bagian belakang
H - 14
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
dilebarkan kearah timur atau barat. Jika bentuk yang sama saling berdampingan baik bangunan 1 lantai atau 2 lantai dalam keadaan jarak antar bangunan bagian belakang rapat sehingga bagian tengah/ depan membentuk ruang halaman. Hasilnya adalah setiap bangunan bagian barat tidak terhalangi bangunan samping timur, dengan kata lain tipe dan bentuk ini mudah mendapatkan pencahayaan, ketimbang point 1. 3. Orientasi bangunan timur-barat (searah garis kontur), bentuk dan tinggi bangunan hingga 2 lantai, dengan deret bangunan dari utara ke selatan, dalam keadaan jarak samping (utaraselatan) antar bangunan rapat. Hasilnya adalah bentuk dan tinggi bangunan tidak mempengaruhi bangunan disampingnya, dalam artian setiap bangunan memperoleh pencahayaan dengan baik. Demikian juga, jarak antar bangunan ke depan/belakang bangunan (timur-barat) dibatasi jalan sebagai pembentuk massa, hasilnya adalah bangunan bagian barat tidak terhalangi oleh bangunan bagian timur, dengan kata lain bahwa bangunan bagian barat mudah memperoleh pencahayaan. Tipe penataan dan bentuk bangunan ini lebih mudah mendapatkan pencahayaan ketimbang point 1 dan 2. Lereng 15-25% 1. Tipologi penataan dan bentuk bangunan sebagaimana yang berlaku dalam lereng 0-15% dapat diterapkan pada lereng 15-25%, dan bahkan lebih mudah, seperti tipe penataan dan bentuk bangunan pada poin 1 dilereng 0-15% yang sulit mend-
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
apatkan pencahayaan, namun pada lereng 15-25% lebih mudah didapatkan. 2. Bangunan yang sama tinggi dengan orientasi utara-selatan (berlawanan garis kontur), hanya sedikit terhalangi oleh bangunan pada bagian timur. Namun bentuk bangunan “I” dengan dinding yang sejajar dari bagian depan (barat) hingga belakang/ dapur (timur), sedangkan arah sinari matahari pagi dari arah timur, maka bentuk yang demikian tidak optimal dalam memanfaatkan pencahayaan matahari. Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah dapat dilanjutkan pada aspek yang lebih arsitektural yaitu dengan menguji tingkat kenyamanan thermal dalam bangunan, yang dapat dilihat dari jenis dan letak bukaan, tata letak ruang/ aktivitas dalam bangunan yang dihubungkan dengan karakter iklim dalam bangunan seperti temperatur, kelembaban udara intensitas dan arah angin dan unsur-unsur lainnya. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Kota Batu, (2011), Kecamatan Batu Dalam Angka, Batu. de Wall, H.B., (1993), New Recommendations for Building in Tropical Climates. Building and Environment, UK, Vol. 28, hal. 271-285. Frick, Heinz, (2006), Membangun dan Menghuni Rumah di Lerengan, Kanisius, Yogyakarta. Groat, L. and Wang, D., (2002), Architectural Research Methods, John Wiley & Sons, inc, Canada.
H - 15
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
Lippsmeier, George., (1994), Bangunan Tropis, Terjemahan, Erlangga, Jakarta Littlefair, P.J., Santamouris, M., Alvarez, S., Dupagne, A., Hall, D., Teller, J., Coronel, J.F. dan Papanikolaou, N., (2000), Environmental Site Layout Planning: Solar Access, Microclimate and Passive Cooling in Urban Areas.
Construction Research Communications Ltd, London. Manurung, P., (2012), Pencahayaan Alami dalam Arsitektur, Andi Offset, Yogyakarta. SNI. 03-2396-2001, Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami pada Bangunan Gedung. Badan Standar Nasional (BSN). U
Tampak Selatan
6
Tampak Utara
7
Tampak Selatan
7
Tampak Utara
8
Tampak Selatan
8
Tampak Utara
9
Tampak Selatan
9
Tampak Utara 10
Tampak Selatan 10
Gambar 6. Visualisasi Shadowing berdasarkan Tinggi dan Jarak antar Bangunan pada Lereng 0-15% (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
H - 16
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
Tabel 3. Analisa Tipologi Penataan dan Bentuk Bangunan berdasarkan Overshadowing disetiap Lereng (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
Data (Tipologi)
Analisa
Tipe 1a - Berada pada lereng 15-25% - Orientasi utara-selatan berlawanan dengan garis kontur. - Bangunan 1 dan 2 lantai yang berdampingan - Bagian belakang bangunan dilebarkan kerah timur sehingga bagian tengah/depan bangunan mempunyai jarak dengan rumah disampingnya. - Sedangkan bagian belakang mempunyai jarak 2.5 m/ rapat 0 m.
Bentuk bangunan 2 lantai yang menyediakan ruang/ halaman pada bagian timur telah membentuk massa dengan bangunan disampingnya, walaupun orientasi berlawanan dengan garis kontur. Namun bentuk bangunan yang demikian mudah mendapatkan cahaya matahari pagi terutama pada ruang tengah dan depan.
Tipe 1b - Berada pada lereng 8-15% dan lereng 15-25% - Orientasi utara-selatan berlawanan dengan garis kontur - Bangunan 1 lantai yang berdampingan - Bagian belakang (dapur) dilebarkan kerah timur sehingga ada jarak dengan rumah disampingnya. - Sedangkan bagian belakang (dapur) mempunyai jarak rapat 0 m.
Bentuk bangunan 1 lantai yang menyediakan ruang/halaman pada bagian timur telah membentuk massa dengan bangunan disampingnya, walaupun orientasi berlawanan dengan garis kontur. Namun bentuk bangunan yang dimikian mudah mendapatkan cahaya matahari pagi terutama pada ruang tengah dan depan. Kondisi ini berada pada lereng 8-15%, apalagi pada kondisi lereng yang curam yaitu 1525% akan tambah lebih mudah mendapatkan cahaya matahari.
Simulasi
T U
2.5 m 8m
Lereng 8-15%
T U
3.3 m Lereng 15-25%
U T
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
H - 17
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
Tabel 3. Lanjutan
Data (Tipologi)
Analisa
Tipe 2 - Berada pada lereng 8-15% - Orientasi utara-selatan berlawanan dengan garis kontur - Bangunan 1 dan 1 lantai yang berdampingan - Bagian belakang (dapur) dilebarkan kerah barat sedangkan yang satu dilebarkan kerah timur. - Jarak bangunan 1 m.
Bentuk bangunan 1 lantai yang menyediakan ruang/ halaman pada bagian timur, sedangkan bangunan disampingnya menyediakan ruang/ halaman pada bagian barat dalam keadaan jarak bangunan yang rapat. Maka bangunan yang berada pada bagian barat terhalangi oleh bangunan samping timur. Karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat.
Tipe 3a - Berada pada lereng 8-15% - Orientasi utara-selatan berlawanan dengan garis kontur - Bangunan 1 dan 2 lantai yang berdampingan - Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai belakang. - Jarak bangunan rapat 0 m.
Tipe 3b - Berada pada lereng 8-15% - Orientasi utara-selatan berlawanan dengan garis kontur - Bangunan 2 lantai yang berdampingan - Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai belakang. - Jarak bangunan rapat 0 m.
Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang dalam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan 1 lantai dan 2 lantai dengan orientasi bangunan berlawanan garis kontur, maka pada bangunan 1 lantai yang terletak pada bagian barat akan terhalangi oleh bangunan 2 lantai yang berada dibagian timur, karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat.
Simulasi
U T 1m
T U
0m
Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang dalam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan dengan orientasi bangunan berlawanan garis kontur, maka bangunan yang terletak pada bagian barat akan terhalangi oleh bangunan bagian timur, karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat.
U T 0m
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
H - 18
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juni 2015, ISSN 2301-6752
Tabel 3. Lanjutan
Data (Tipologi)
Analisa
Tipe 3c - Berada pada lereng 15-25% - Orientasi utara-selatan berlawanan dengan garis kontur - Bangunan 1 lantai yang berdampingan - Dinding bangunan sejajar dari bagian depan (utara) sampai belakang (selatan). Dan yang satu dinding sejajar dan memanjang dari bagian depan (barat) sampai belakang (timur) - Jarak bangunan rapat 0 m.
Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang dalam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan dengan orientasi bangunan berlawanan garis kontur, maka bangunan yang terletak pada bagian barat sebagian akan terhalangi. Artinya masih dapat dioptimalkan pencahayaan yang masuk. Namun kondisi ini tidak dapat terealisasi dengan baik, jika bangunan pada bagian barat yang memanjang kearah timurbarat dengan letak belakang (dapur) pada bagian timur sedangkan arah sinar matahari pagi dari arah timur maka bentuk bangunan yang demikian tidak tepat.
Tipe 4 - Berada pada lereng 15-25% - Orientasi timur searah dengan garis kontur. Tiap cluster hanya ada 1 deret bangunan. - Bangunan 1 dan 2 lantai yang berdampingan - Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai belakang. - Jarak bangunan rapat 0 m.
Simulasi
T U 0m
Orientasi bangunan yang searah garis kontur, dengan susunan bangunan dari utara-selatan. Dengan kondisi bentuk dan tinggi bangunan hingga 2 lantai tidak saling mempengaruhi, pencahayaan tetap mudah masuk.
U
Tamapak Depan
T
U
Tampak Samping
T 9m 0m
Rekayasa Tata Ruang dan Wilayah Kota
H - 19