APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH
NOOR AENNI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN NOOR AENNI. E34061141. Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan RACHMAD HERMAWAN. Kabupaten Kudus sebagai wilayah berkembang akan mengalami pengalihfungsian lahan bervegetasi menjadi pemukiman dan fasilitas publik yang lain, serta mengalami penambahan jumlah konsumsi bahan bakar. Kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan gas CO2 di udara. Hal ini dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup, sehingga salah satu cara efektif dan efisien untuk mengurangi dampak tersebut adalah dengan penerapan konsep ruang terbuka hijau (RTH) dalam perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Kudus. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui kecukupan luasan RTH sebagai penyerap gas CO2 di tahun 2011 dan (2) Menentukan prediksi kebutuhan luasan RTH di Kabupaten Kudus tahun 2016. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan di dalam proses pengambilan keputusan untuk pengelolaan, pengembangan, perencanaan dan pembangunan RTH di Kabupaten Kudus. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kudus pada bulan bulan Juni 2010-Februari 2011. Data yang dikumpulkan meliputi data atribut berupa tingkat konsumsi bahan bakar, jumlah dan jenis hewan ternak, jumlah penduduk. Data spasial berupa peta, citra dan ground control point di Kabupaten Kudus. Berdasarkan data yang diperoleh, emisi CO2 yang berasal dari energi (bahan bakar) sebesar 1.454,82 Gg, dari ternak sebesar 3,791 Gg, dari sawah sebesar 14,556 Gg dan dari penduduk 272,59 Gg. Total emisi CO2 adalah 1.744, 704 Gg/tahun. Berdasarkan data citra landsat dan kondisi lapang Kabupaten Kudus dapat diklasifikasikan ke dalam 7 tipe penutupan lahan. Penutupan lahan vegetasi rapat sebesar 4.223,73 ha atau 9,31% dan vegetasi jarang sebesar 13.853,40 ha (30,54%), sehingga luas RTH sebesar 18.077,13 ha (39,86%). Tutupan lahan terbangun seluas 5.781,05 ha (12,75%), untuk pertanian seperti sawah, semak dan rumput sebesar 19.405,45 ha (42,78%) dan badan air dan lahan terbuka memiliki luasan sebesar 726,39 ha (1,60%). Kebutuhan luasan RTH di Kabupaten Kudus dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO2. Berdasarkan jumlah emisi CO2, Kabupaten Kudus membutuhkan 29.948,106 ha RTH (66,46%), sedangkan luas RTH yang tersedia adalah 18.077,31 ha (39,86%). Tingginya emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus menyebabkan wilayah ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar 11.870,79 ha. Nilai emisi CO2 pada tahun 2016 sebesar 1.794,016 Gg, sehingga luas RTH yang dibutuhkan adalah 30.794,545 ha dari asumsi luasan keadaaan sebenarnya di lapang menggunakan data citra 2009. Kata kunci
: Ruang terbuka hijau, Emisi karbon dioksida, Daya serap
SUMMARY NOOR AENNI. E34061141. Application of GIS and Remote Sensing in Determining the Adequacy and Prediction of Green Space Area as a Sink CO2 in Kudus District, Central Java. Under Supervision of LILIK BUDI PRASETYO and RACHMAD HERMAWAN. Kudus District as developing regions has been facing conversion of vegetation land become residential areas and other public facilities. These will lead to more consumption of fuel. As a result atmospheric CO2 increase and worsen quality of the environment. One of the effective and efficient way to reduce the impact is application of the green space concept in spatial planning area of the Kudus District. The aims of this study were as follows (1) Determine the adequacy of green space area as an absorber of CO2 gas in 2011 and (2) Prediction of green space requirements in the Kudus District in 2016. The result of the study was to provide information and input in the decision making process for management, development, planning and construction of green space in the District Kudus. The research was conducted in the Kudus District in June 2010-February 2011. The data collected was included data attribute as a fuel consumption rate, amount and type of livestock, the total population. The spatial data was consist of imagery map and ground control points in the Kudus District. Based on the data obtained, CO2 emissions from energy (fuel) amounted to 1.454.82 Gg, from livestock amounted to 3.791 Gg, from paddy fields amounted to 14.556 Gg and from the population amounted to 272.59 Gg. Total CO2 emission was 1.744, 704 Gg /year. Based on data from Landsat image and field conditions Kudus district could be classified into 7 land cover types. Vegetation land covered 4223.73 ha or 9.31%, and sparse vegetation amounted to 13853.40 ha (30.54%), in total there was 18077.13 ha (39.86%) of green open space. Built areas amounted of 5781.05 ha (12.75%). Agriculture area such as paddy fields, bush and grass amounted of 19405.45 ha (42.78%), and water bodies and open land of 726.39 ha (1, 60%). Area needed for green space in the Kudus District was identified by the approach of CO2 absorption. Based on the amount of CO2 emissions, the Kudus District required 29948.106 ha green open space meanwhile available green open space only was about 18077.31 ha (39.86%), and therefore needed additional green openspace of about 11906,8 ha Based on prediction, emission of CO2 in 2016 would reach to 1794016 Gg and needed of about 30794.545 ha green open space based on available green open space in 2009. Keywords: Green open space, Emissions of carbon dioxide, Sink, Landsat, GIS
APLIKASI SIG DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN KECUKUPAN DAN PREDIKSI LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI ROSOT CO2 DI KABUPATEN KUDUS, JAWA TENGAH
NOOR AENNI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Noor Aenni NRP E34061141
Judul Skripsi
: Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Nama
: Noor Aenni
NIM
: E34061141
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc NIP. 19620316 198803 1 002
Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc NIP. 19670504 199203 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kudus, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Nur Ali dan Ibu Parisih. Tahun 1994 penulis lulus dari TK Pertiwi Ngembal Rejo, kemudian tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SDN 2 Ngembal Rejo Kudus. Selanjutnya penulis lulus dari SLTPN 3 Bae Kudus tahun 2003 dan SMAN 1 Bae Kudus tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mulai aktif belajar di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB tahun 2007. Selama
menjadi
mahasiswa
IPB,
penulis
aktif
di
organisasi
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai Ketua Biro Keskeretariatan periode 200920010, anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH) periode 2008-2010. Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain: Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA)-HIMAKOVA di Cagar Alam Gunung Simpang Jawa Barat, Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)-HIMAKOVA di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Leuweung Sancang dan Cagar Alam Kamojang tahun 2008. Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Studi Konservasi Lingkungan (SURILI)HIMAKOVA di Taman Nasional Manupeu Tanadaru tahun 2009, serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri tahun 2010. Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul “Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah”. Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk dukungan moril maupun materiil. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1.
Orang tua (Bapak Nur Ali dan Ibu Parisih), kakak (Nurul Isnaeni), adik (Muh. Arfan Lubis) beserta semua anggota keluarga lainnya atas doa dan dukungannya.
2.
Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Ir. Rachmad Hermawan, M. Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan dan saran dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3.
Seluruh dosen, staf Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu penulis selama kuliah.
4.
Terima kasih kepada staf PT. Djarum Kab. Kudus, Pura Group Kab. Kudus, PR Sukun Kab. Kudus dan seluruh dinas Kabupaten Kudus yang telah membantu melengkapi data di lapangan.
5.
Terima kasih kepada Septa Febrina Heksaputri, S. Hut, Reni Lestari, S. Hut, Ari Listyowati, S. Hut, Arga Pandiwijaya, S. Hut, Amrizal Yusri, S. Hut, Stefhen Daniel, S. Hut, Andina N., S. Hut, Afroh Manshur, S. Hut, Muis Fajar, S. Hut, Asri Joni, S. Hut, Harry Tri Atmojo A., S. Hut, Febriyanto Kolanus, S. Hut atas bantuan, kebersamaaan dan semangatnya.
6.
Teman-teman di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial atas pertukaran ilmu, kerjasama dan bantuan yang diberikan.
7.
Seluruh keluarga besar Departemen KSHE terutama teman-teman KSHE dan teman-teman ‘Autis 43’ “Cendrawasih” atas bantuan, kebersamaan dan kekeluargaan yang telah terjalin selama ini.
8.
Teman-teman ‘Wisma Blobo’ 2008-2011 atas bantuan, semangat dan kekeluargaannya yang diberikan.
9.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Bogor, Juni 2011
Penulis
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk, dan hidayah-Nya dalam menyusun skripsi yang berjudul “Aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan dan Prediksi Luasan Ruang Terbuka Hijau sebagai Rosot CO2 di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah”, sehingga akhirnya dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala bentuk kritik dan masukan yang bertujuan untuk memperbaiki skripsi ini sangat diharapkan penulis. Akhir kata penulis hanya dapat berharap semoga karya yang telah dibuat ini dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi semua pihak yang membutuhkan khususnya bagi kemajuan ilmu pengetahuan kehutanan di Indonesia.
Bogor, Juni 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian .........................................................................
3
1.3 Manfaat Penelitian ........................................................................
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Hidup .........................................................................
4
2.2 Ruang Terbuka Hijau ......................................................................
4
2.3 Hutan Kota ......................................................................................
5
2.4 Ruang Terbuka Hijau sebagai Penyerap gas CO2 ...........................
6
2.5 Karbon Dioksida .............................................................................
7
2.6 Kebutuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau .......................................
9
2.7 Perencanaan RTH dengan Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) ............................................
11
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ..........................................................................
13
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................
13
3.3 Tahapan Penelitian ..........................................................................
15
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Kondisi Geografis ............................................................
29
4.2 Keadaan Iklim ..................................................................................
29
4.3 Topografi ..........................................................................................
30
4.3 Keadaan Penduduk, Sosial Budaya dan Ekonomi............................
30
iii
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO2 di Kabupaten Kudus .......................................................
32
5.2 Penutupan Lahan .............................................................................
37
5.3 Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Kudus .....................................
48
5.4 Perubahan dan Prediksi Peningkatan Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Kudus pada tahun 2016 berdasarkan emisi CO2 ........................................................................................
53
5.5 Implikasi pada Kebijakan Pembangunan Wilayah Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Kudus ..............................................................
55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ......................................................................................
56
6.2 Saran ................................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
58
LAMPIRAN ...............................................................................................
61
iv
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Jenis, bentuk dan sumber data penelitian ..........................................
16
2.
Nilai kalori bersih berdasarkan jenis bahan bakar .............................
17
3.
Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar ..........................
18
4.
Faktor emisi dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak ...........
19
5.
Faktor emisi dari penggelolaan pupuk berdasarkan temperatur atau iklim ...........................................................................................
19
6.
Jumlah konsumsi bahan bakar di Kabupaten Kudus tahun 2010 ......
33
7.
Kandungan emisi CO2 aktual dari konsumsi energi pada tahun 2010.
33
8.
Jenis dan jumlah ternak di Kabupaten Kudus pada tahun 2008 ........
34
9.
Total emisi CO2 yang berasal dari ternak pada tahun 2008...............
35
10.
Total emisi CO2 yang berasal dari penduduk Kabupaten Kudus pada tahun 2000-2010 .......................................................................
36
Luas penutupan lahan di Kabupaten Kudus ......................................
38
11.
12. Penutupan lahan ruang terbuka hijau, areal terbangun, pertanian dan penggunaan lain
.............................................................................
48
13. Kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 ..................................................................................................
49
14.
Kebutuhan luasan ruang terbuka hijau pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus .......................................................................... 51
15.
Rencana penggunaan lahan Kabupaten Kudus ..................................
53
v
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Lokasi penelitian di Kabupaten Kudus ..............................................
14
2.
Bagan alir pembuatan peta digital .....................................................
15
3.
Diagram alir tahapan pengolahan citra .............................................
27
4.
Proses perencanaan luasan RTH di Kabupaten Kudus ......................
28
5.
Vegetasi rapat di Kecamatan Gebog ................................................
39
6.
Foto tipe penutupan lahan (a) Jalur hijau di Kecamatan Gebog b) Tempat Pemakaman Umum di Kecamatan Kota ..........................
39
Foto tipe penutupan lahan (a) Semak belukar di Pegunungan Muria, Kecamatan Gebog (b) Semak dan rumput di Kecamatan Kaliwungu .........................................................................................
40
Foto tipe penutupan lahan(a) dan (b). Persawahan di Kecamatan Mejobo ...............................................................................................
40
Foto tipe penutupan lahan (a) dan (b) Lahan terbuka untuk proyek waduk di Kecamatan Jekulo ..................................................
41
10.
Foto Lahan terbangun di Kecamatan Kota ........................................
42
11.
Foto Sungai Gelis di Kecamatan Kota ..............................................
42
12.
Peta penutupan lahan Kabupaten Kudus tahun 2009 ........................
47
7.
8. 9.
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Perhitungan emisi CO2 yang berasal dari energi tahun 2010 ...............
62
2. Perkembangan emisi CO2 aktual yang berasal dari energi Tahun 2006-2010 .................................................................................
69
3
Perhitungan emisi CO2 yang berasal dari peternakan tahun 2008 .......
70
4.
Perkembangan total emisi CO2 yang dihasilkan oleh ternak dari tahun 1992 s/d 2008 di Kabupaten Kudus ...........................................
76
Perhitungan emisi CO2 yang berasal dari hasil klasifikasi tipe penutupan sawah tahun 2009 ...............................................................
77
6.
Perhitungan emisi CO2 yang berasal dari penduduk tahun 2010 .........
78
7.
Penentuan luasan ruang terbuka hijau ..................................................
79
8.
Penutupan lahan per wilayah kecamatan tahun 2010 ..........................
80
9.
Penentuan prediksi luas ruang terbuka hijau tahun 2016 .....................
81
10 Hasil uji akurasi ...................................................................................
82
5.
BAB I PENDAHULUAN 1. 1
Latar Belakang Peningkatan perekonomian di berbagai wilayah berkembang, seperti
Kabupaten
Kudus
meliputi
perkembangan
pusat
perdagangan,
industri,
pemukiman dan pertambahan jumlah kendaraan bermotor akan mengubah pola penggunaan lahan dan berbagai sarana dan prasarana fisik sebagai penunjang aktifitas penduduk kota. Perubahan fisik yang dilakukan di sisi lain menimbulkan dampak negatif yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan, sehingga terjadi ketidakseimbangan hubungan antara manusia dengan lingkungan. Penggunaan lahan bervegetasi untuk berbagai kebutuhan perkembangan kota, seimbang dengan berkurangnya jumlah tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis. Hal ini akan mengurangi produksi oksigen karena proses fotosintesis yang terhambat dan semakin berkurang. Aspek kualitas lingkungan lain seperti kualitas tanah dan air juga akan menurun, sehingga fungsi kehidupan lingkungan perkotaaan akan terganggu. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa suatu wilayah kota diwajibkan memiliki ruang terbuka hijau (RTH) minimal 30% dari luas kota dan minimal 20% adalah ruang terbuka hijau publik. Seiring dengan peningkatan jumlah urbanisasi dan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan semakin tingginya perubahan penggunaan lahan yang mengakibatkan RTH, keadaan ini menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan di daerah perkotaan. Peningkatan penduduk di Kabupaten Kudus pada tahun 2007 adalah 5.458 jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk tiap tahun mencapai angka 0,64%. Sektor industri menjadi sumber penghidupan tenaga kerja dan tiang penyangga utama dari perekonomian di Kabupaten Kudus. Selain sektor industri, sektor pertanian, perdagangan dan rumah tangga juga berperan dalam membentuk perekonomian yang kuat di Kabupaten Kudus. Industri yang tumbuh terkonsentrasi di tiga kecamatan, yaitu kecamatan Kota, Jati, dan Kaliwungu. Dilihat dari jenis industrinya, terdapat tiga jenis industri andalan daerah ini, yaitu industri tembakau; industri percetakan, penerbitan, dan kertas; dan industri
2
makanan dan minuman. Menurut data Dinas Perindustrian, Koperasi dan UKM (2008) industri tembakau dan rokok di kabupaten ini memang memegang peranan penting yang dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 49.678 orang pada tahun 2008. Potensi perkembangan industri pada tahun 2008 adalah 10.542 unit usaha yang menyerap tenaga kerja sebanyak 213.850 orang. Wilayah Kabupaten Kudus terletak pada jalur transportasi yang sangat strategis, antara Jakarta-Semarang-Surabaya dan Jepara-Kudus-Solo, serta daerah Segitiga Emas yang menghubungkan Jepara-Semarang-Surabaya, sehingga mempunyai prospek yang baik di bidang industri dan perdagangan. Dampak perkembangan perekonomian seperti ini akan berpengaruh langsung terhadap penurunan kualitas lingkungan Kabupaten Kudus. Salah satu solusi untuk membantu meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Kudus adalah dengan menerapkan konsep ruang terbuka hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH), termasuk jalur hijau, taman kota, dan hutan kota memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dalam merancang masa depan perkotaan, sehingga dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui luasan ruang terbuka hijau yang optimal menyerap gas CO2 di Kabupaten Kudus. Perencanaan ruang terbuka hijau untuk mengatur dan mengelola ruang atau lahan agar dimanfaatkan secara optimal dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Perencanaan ini diharapkan dapat sejalan dengan perkembangan Kabupaten Kudus yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan sehingga mewujudkan lingkungan yang sehat dan nyaman bagi masyarakat Kabupaten Kudus. Para peneliti Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam IPCC Assesment Report telah menghasilkan dokumen-dokumen ilmiah yang menyimpulkan bahwa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia memberikan kontribusi pada peningkatan gas rumah kaca dan akan menyebabkan peningkatan suhu atmosfer. Terkait dengan hasil Conference of the Parties (COP) 15 mengenai tindak lanjut dari hasil United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Copenhagen yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer pada level yang tidak membahayakan
3
kehidupan karena perubahan dari sistem ilkim serta Copenhagen Accord yang menyatakan bantuan negara terhadap penurunan emisi karbon. Salah satu bentuk usaha sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca adalah dengan pemilihan terhadap jenis-jenis tanaman ruang terbuka hijau yang mempunyai kemampuan tinggi dalam menyerap CO2. Ruang terbuka hijau merupakan penyerap CO2 yang berperan dalam mengendalikan jumlah CO2 yang ada di udara. Informasi mengenai besarnya emisi CO2 dan luasan RTH akan sangat membantu untuk mengarahkan dan menyesuaikan pengembangan RTH sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Adanya bantuan penginderaan jauh satelit yang mampu menyediakan data dengan cakupan luas, didukung dengan Sistem Informasi Geografi (SIG), maka perencanaan spasial pembangunan ruang terbuka hijau akan lebih mudah dan cepat dilakukan Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui besarnya emisi CO2 dan distribusi serta kecukupan luasan ruang terbuka hijau di Kabupaten Kudus.
1. 2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kecukupan luasan RTH sebagai penyerap gas CO2 di Kabupaten Kudus tahun 2011. 2. Menentukan prediksi kebutuhan luasan RTH sebagai penyerap gas CO2 di Kabupaten Kudus tahun 2016.
1. 3
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dan pihak terkait lainnya dalam proses pengambilan keputusan untuk pengelolaan, pengembangan, perencanaan dan pembangunan RTH serta memberikan gambaran mengenai distribusi RTH pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lingkungan Hidup Berdasarkan UU RI No. 32 Tahun 2009, tentang lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Lingkungan hidup merupakan jumlah semua komponen biotik maupun abiotik serta kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati. Antara manusia dan lingkungan hidupnya terdapat hubungan yang dinamis. Manusia akan menyesuaikan kegiatannya dengan kondisi lingkungan sesuai dengan perubahan lingkungan hidup yang tidak statis. Perubahan perilaku manusia ini akan mengakibatkan perubahan nilai sumberdaya dalam lingkungan hidup. Wibisono (1995) menjelaskan bahwa lingkungan memiliki defenisi agregat (kumpulan) dari seluruh kondisi eksternal dan pengaruh-pengaruhnya. Sastrawijaya (1991) menyimpulkan bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan industri, baik industri migas, pertanian, maupun industri non-migas lainnya, maka semakin meningkatnya tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah yang disebabkan oleh buangan industri-industri tersebut. 2.2 Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dengan merancang masa depan perkotaan. RTH memiliki fungsi beragam, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial, seperti menjaga iklim atau temperatur, wahana rekreasi, dan menghasilkan tanaman produktif. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengartikan RTH merupakan area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami ataupun secara sengaja ditanam. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota
5
paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Menurut Simonds (1983) diacu dalam Wijayanti (2003), RTH di perkotaan memiliki fungsi yaitu: penjaga kualitas lingkungan, penyumbang ruang bernafas yang segar dan keindahan visual, sebagai paru-paru kota, penyangga sumber air dalam kota, mencegah erosi dan sarana pendidikan. Berdasarkan PERMENDAGRI No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan (RTHKP), adapun maanfaat RTHKP yaitu : a.
Sarana untuk mencerminkan identitas daerah,
b.
Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan,
c.
Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial,
d.
Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan,
e.
Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah,
f.
Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula,
g.
Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat,
h.
Memperbaiki iklim mikro dan
i.
Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
2.3 Hutan Kota Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam perkotaan baik pada tanah negara maupun pada tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang. Hutan kota adalah pepohonan yang berdiri sendiri atau berkelompok atau vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yang memberikan dua manfaat pokok bagi masyarakat dan lingkungannya yaitu manfaat konservasi dan manfaat estetika. Hutan kota merupakan tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaaan khusus lainnya (Fakuara 1987, diacu dalam Dahlan 1992). Menurut Rumusan Rapat Teknis di Jakarta pada bulan Februari (1991), diacu dalam Dahlan (1992) hutan kota merupakan suatu lahan yang bertumbuhan pohon-pohon di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora, dan
6
fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan RTH pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Hutan kota dapat berupa jalur hijau (pohon peneduh jalan, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi, jalur hijau di tepi rel kereta api, jalur hijau di tepi sungai maupun di luar kota); tanaman kota yaitu tanaman yang ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah; kebun dan halaman; kebun raya, hutan raya dan kebun binatang; hutan lindung; pekuburan dan tanaman pemakaman pahlawan (Dahlan 1992). 2.4 Ruang Terbuka Hijau sebagai Penyerap gas CO2 Menurut Dahlan (2004) berbagai kegiatan di perkotaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti solar, minyak, tanah dan batu bara. Proses pembakaran akan menghasilkan CO2. Keberadaan gas CO2 di perkotaan akhir-akhir ini mengalami peningkatan konsentrasi di udara ambien yang sangat berarti. Bahaya paling utama adalah peningkatan suhu udara bumi secara global melalui efek rumah kaca. Ogawa (1991) dalam Gusmalina (1995) melaporkan bahwa konsentrasi CO2 selama 250 tahun terakhir (sejak 1974) naik dari 280 ppm sampai 350 ppm. Perkiraan dalam 100 tahun mendatang atau sekitar tahun 2090 terjadi kenaikan konsentrasi CO2 dua kali lipat. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan suhu permukaan bumi. Ruang terbuka hijau merupakan penyerap CO2 yang cukup penting namun tumbuhan seperti fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudra juga sangat berperan mnyerap CO2. Tanaman di RTH baik di dalam maupun di luar kawasan perkotaan akan menyerap gas CO2 melalui proses fotosintesis (Fakuara 1987, diacu dalam Dahlan 1992). Lebih dari 13% karbon di atmosfir digunakan dalam fotosintesis tiap tahunnya (Salisbury & Ross 1995). Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam telah meneliti kemampuan penyerapan CO2 yang hasilnya berbeda-beda menurut lokasi, jenis pohon hutan
7
dan umur tegakan (Departemen Kehutanan 2005). Menurut Heriansyah dan Mindawati (2005) bahwa hutan dapat mencegah pemanasan global dengan menyerap CO2 dari atmosfir dan menyimpannya sebagai karbon dalam bentuk materi organik tanaman. Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dapat dikelompokkan ke dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4 dan CAM (Lakitan 1993). Tanaman C-3 memfiksasi CO2 melalui daur Calvin, tanaman C-4 memfiksasi CO2 melalui daur C4 asam dikarboksilat, sedangkan tanaman CAM merupakan tanaman yang memfiksasi CO2 menjadi asam malat (Dahlan 2004). Tanaman C-4 umumnya memiliki laju fotosintesis tertinggi, tanaman CAM paling lambat laju fotosintesis, sedangkan C-3 berada di antara kedua ektrim tersebut (Lakitan 1993). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun (Simpson dan McPherson 1999). Biomassa vegetasi bertambah karena menyerap karbon dioksida dari udara dan mengubah zat tersebut menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Umumnya karbon menyusun 45-50% bahan kering dari tanaman (Kusmana et al.1992). Biomassa atau bahan oganik adalah produk fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, butir-butir hijau daun berfungsi sebagai sel surya yang menyerap energi matahari guna mengkonversi karbon dioksia dengan air menjadi senyawa karbon, hidrogen dan oksigen (CHO). 2.5 Karbon Dioksida Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dengan rumus kimia CO2 dimana molekulnya terdiri dari suatu atom karbon dan dua atom oksigen, yang merupakan bahan pembentuk udara paling banyak keempat (Neiburger 1995). Prawirowardoyo (1996) menyatakan bahwa karbon dioksida yang masuk ke atmosfir dapat berasal dari dua sumber yaitu : a. Sumber alami Sumber alami yang paling penting adalah proses pernapasan mahluk hidup, baik di darat maupun di lautan dan perubahan bahan organik. b. Sumber buatan Sumber buatan adalah CO2 hasil pembakaran bahan bakar fosil, industri semen, pembakaran hutan dan perubahan tata guna lahan. Dahlan (2004)
8
menyatakan bahwa kegiatan di perkotaan baik bergerak maupun tidak bergerak seperti: kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian besar diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti: bensin, solar, minyak tanah, dan batu bara, proses pembakaran ini akan menghasilkan gas CO2. Karbon dioksida (CO2) dihasilkan dari oksidasi karbon yang terdapat di dalam bahan bakar selama proses pembakaran terjadi. Menurut DEFRA (2005) jumlah emisi gas karbodioksida yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar antara lain : a. Bensin menghasilkan 2,31 kg/l emisi karbon dioksida b. Solar menghasilkan 2,63 kg/l emisi karbon dioksida c. Minyak tanah menghasilkan 2,52 kg/l emisi karbon dioksida d. LPG menghasilkan 1,50 kg/l emisi karbon dioksida e. LNG menghasilkan 1,78 kg/l emisis karbon dioksida Emisi metana (CH4) oleh hewan ruminansia dihasilkan melalui proses metanogenesis di dalam sistem pencernaan rumen. Metana termasuk salah satu gas atmosfir yang memberikan efek rumah kaca, walaupun komposisi metana di atmosfir jauh lebih rendah dibandingkan dengan gas karbon dioksida (CO2), yaitu hanya 0,5% dari jumlah CO2, koefisisen daya tangkap panas metana jauh lebih tinggi, yaitu sekitar 15% pemanasan global disumbang oleh metana. Jumlah metana dalam waktu 250 tahun terakhir,meningkat lima kali lipat dari jumlah CO2. Sekitar 50% emisi metana hasil aktivitas manusia berasal dari kegiatan pertanian. Sebesar 20-60% dari jumlah emisi metana berasal dari peternakan, terutama ternak ruminansia. Seekor sapi dewasa dapat mengemisi 80-110 kg metana per tahun. Estimasi emisi metana secara global oleh ternak ruminansia berkisar antara 65-85 juta ton per tahun, sementara emisi total metana global 400600 per tahun (Departemen Pertanian 2008). Jumlah CH4 yang dihasilkan tergantung dari jenis ternak umur ternak, berat badan ternak, kualitas dan kuantitas pakan, serta energi yang dikeluarkan oleh ternak. CH4 diproduksi selama sistem pencernaan ternak tersebut normal (IPCC 1996). Proses fermentasi yang merupakan akhir dari sistem pencernaan pakan dalam rumen ternak menghasilkan CH4, gas ini juga dihasilkan dari proses
9
dekomposisi pupuk pada saat kondisi anaerob. Bahan organik membusuk di dalam lingkungan anaerob, bakteri metagonik berperan menghasilkan CH4. Keadaan ini sering terjadi ketika jumlah ternak terlalu banyak. Faktor yang mempengaruhi emisi gas CH4 dari pupuk ternak adalah jumlah pupuk yang dihasilkan dan jumlah pupuk yang dikomposkan secara anaerob. Jumlah pupuk yang dihasilkan tergantung jumlah yang diproduksi per ternak dan jumlah ternak. Jumlah pupuk yang dikomposkan secara anaerob tergantung dari bagaimana pengelolaannya. Gas CH4 yang teroksidasi dengan O2 akan menghasilkan CO2 dan H2O (IPCC 1996, diacu dalam Qodriyanti 2010). Tanah yang bersifat anaerob kuat, senyawa karbon mengalami reduksi secara mikrobiologi menjadi CH4 (metana). CH4 terutama terbentuk dari reduksi asam asetat dan sebagian terbentuk dari reduksi senyawa CO2. Pengelolaan lahan sawah dan keadaan tanah sawah yang cenderung memacu metanogenesis adalah pemupukan organik dengan jerami dan kompos, tanah berkadar bahan organik tinggi, dan tanah bertekstur berat dengan kandungan lempung montmorilonit tinggi (tanah vertisol). 2.6 Kebutuhan Luasan RTH Penetapan besarnya luasan RTH sangatlah diperlukan karena fungsinya akan terasa jika luasannya cukup untuk mengoptimalkan dari fungsi RTH tersebut. Menurut Dahlan (2004) penentuan luasan hutan kota dapat dilakukan melalui pendekatan parsial dan pendekatan global. 2.6.1 Pendekatan parsial Pendekatan parsial merupakan pendekatan yang menyisihkan sebagian dari wilayah kota untuk dijadikan kawasan RTH. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan (1) persentase, (2) luasan per kapita dan (3) issu penting yang muncul di perkotaan tersebut. 1.
Berdasarkan persen luas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29
ayat 2 proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Luasan lahan untuk hutan kota selama ini
10
merupakan sisa dari berbagai peruntukan. Misalnya Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1989 ( diacu dalam Dahlan 2004) tentang Kawasan Industri menetapkan 70% lahan untuk industri, 10% untuk jaringan lahan, 5% untuk jaringan utilitas, 5% untuk jaringan umum dan 10% untuk RTH. Pendekatan di kawasan permukiman digunakan Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Bangunan sebesar 60– 70%, prasarana antara 15–20%, sarana berkisar antara 20–25%, yang terdiri dari: sarana lingkungan seperti sarana peribadatan, pendidikan, olahraga dan perbelanjaan. Sisanya sebesar 8–10% untuk penghijauan. Haris (2006) menentukan distribusi dan kecukupan RTH (studi kasus di Kota Bogor) berdasarkan INMENDAGRI No.14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH di Wilayah Perkotaan menyatakan bahwa 40%-60% dari total suatu wilayah harus dihijaukan, sehingga dari peraturan tersebut, wilayah kota yang harus dijadikan RTH sebesar 6.345,53 ha atau 56,63% dari luasan keseluruhan wilayah Kota Bogor. Qodriyanti (2010) menentukan distribusi dan kecukupan RTH (studi kasus di Kota Pematangsiantar) berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa luasan hutan kota paling sedikit 10% dari luas wilayah kota. Wilayah kota Pematangsiantar berdasarkan data interpretasi citra diperoleh luas wilayah sebesar 8.016,3 ha dan berdasarkan peraturan tersebut 10% dari luasan wilayah kota yang harus dijadikan hutan kota adalah sebesar 801,63 ha. 2.
Berdasarkan luasan perkapita Pendekatan yang kedua yaitu pendekatan luasan hutan kota dihitung
berdasarkan jumlah penduduk. Dewan kota Lancashire Inggris menentukan 11,5 m2/penduduk dan Amerika telah menetapkan 60 m2/penduduk sedangkan di Dearah Khusus Ibukota Jakarta taman bermain dan olahraga 1,5 m2/penduduk (Rifai 1989, diacu dalam Dahlan 2004), sedangkan (Soeseno 1993, diacu dalam Dahlan 2004) menetapkan 40 m2/penduduk kota. 3.
Berdasarkan issu penting Suatu kota yang memiliki jumlah penduduk yang padat dan jumlah
kendaraan bermotor serta industri yang tinggi, maka luasan hutan kota yang dibangun harus bedasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap dan menjerap polutan. Kota yang kurang dipengaruhi oleh angin darat dan laut sementara
11
jumlah kendaraan dan industri besar, menengah dan kecilnya sangat banyak yang kesemuanya menghasilkan karbon dioksida. Sehubungan dengan itu semua, maka penetapan luasan hutan kota harus berdasarkan analisis penyerapan karbon dioksida. Rosa (2005) menentukan luasan optimal hutan kota (studi kasus di Kota Palembang) berdasarkan kemampuan menyerap gas CO2 yang dihasilkan oleh penduduk dan pembakaran BBM (bensin, solar dan minyak tanah) dan LPG didapatkan luasan hutan kota yang dibutuhkan Kota Palembang pada tahun 2005 adalah sebesar 2.465,88 ha. 2.6.2
Pendekatan global Pendekatan ini menganggap bahwa semua wilayah administrasi kota dan
kabupaten sebagai areal wilayah hutan kota dan penggunaan lahan seperti : pemukiman, industri, perdagangan, pendidikan, pemerintahan, olahraga, dan kesenian serta keperluan lainnya dianggap sebagai enclave yang harus dihijaukan agar fungsi hutan kota dapat terwujud secara nyata.
2.7 Perencanaan RTH dengan Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Remote Sensing atau penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillsesand dan Kiefer 1990). Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah mengumpulkan data dan informasi tentang sumberdaya alam dan lingkungan (Lo 1995). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) terdapat dua proses utama dalam penginderaan jauh, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta tematik, data statistik, dan data lapangan. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sekumpulan perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data geografis dan sumberdaya manusia yang terorganisir, yang secara efisien mengumpulkan, menyimpan, meng-updatde, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan semua bentuk data yang bereferensi geografis (Rind 1992 dalam Prabowo et al. 2005). Menurut Aronoff (1989) sistem informasi geografis adalah suatu sistem berdasarkan
12
komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi (georeference) dalam hal pemasukan data, memanipulasi dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan. Gistut (1994) dalam Prahasta (2005) menjelaskan bahwa SIG merupakan sistem yang kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan. Sistem SIG terdiri dari beberapa komponen yaitu (1) perangkat keras, (2) perangkat lunak, (3) data dan informasi geografi dan (4) manajemen. Penggunaan penginderaan jauh dan SIG dapat juga diintegrasikan dengan berbagai metode untuk mengambil keputusan terhadap penggunaan lahan. Penelitian Pauleit dan Duhme (2004) menjelaskan bahwa SIG dapat dikembangkan dan diaplikasikan untuk menilai pola spasial dan fungsi lingkungan dari kota Munich.
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh dalam Penentuan Kecukupan Luasan RTH sebagai Rosot dilaksanakan di Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Februari 2011. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Interpretasi citra satelit dan pengolahan data perhitungan untuk memperkirakan emisi CO2 yang dikeluarkan oleh sumber emisi di Kabupaten Kudus dilaksanakan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Mei 2010 dan Maret-Mei 2011. 3.2 Bahan dan Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, DNR Garmin 5.4.1dan SPSS 15. Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS), kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra Landsat Enhanced Thematic Mapper (ETM) (+) path/row : 120/065, dengan tanggal akuisisi 14 Juni 2009, peta administrasi Kabupaten Kudus dan Data Statistik Kabupaten Kudus yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA Kabupaten Kudus, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari Badan Planologi Kehutanan dan Data Statistik beberapa industri di Kabupaten Kudus.
14
Gambar 1 Lokasi Penelitian di Kabupaten Kudus.
15
3.3 Tahapan Penelitian 3.3.1
Inventarisasi dan pengumpulan data Tahap ini meliputi pengumpulan data dalam bentuk deskripsi dan peta yang
diperlukan untuk penentuan luas RTH. 1) Persiapan peta kerja (pembuatan peta digital) Proses pemasukan data dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi SIG dan software Arc View versi 3.3 dengan cara mendigitasi peta tersebut dengan menggunakan digitizer. Proses digitasi tersebut menghasilkan sebuah layer atau coverage. Data keluaran yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta acuan untuk koreksi geometrik pada pengolahan citra. Tahapan pemasukan data dengan menggunakan SIG dapat diilustrasikan seperti Gambar 2.
Peta Digital RTRWK
Scanning
Digitasi on Screen
Koreksi
Peta Rupa Bumi
Transformasi Koordinat
Labeling dan Atributing
Peta RTRWK
Gambar 2 Bagan alir pembuatan peta digital. 2) Studi pustaka Studi pustaka berupa pengambilan informasi yang diperlukan mengenai keadaan umum areal, RTH dan rencana pengembangan areal. Informasi tersebut diperoleh dari instansi-instansi yang terkait, antara lain : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pendapatan Daerah Kudus, Pertamina, Dinas Peternakan dan Perikanan, serta Dinas Pertanian dan Kehutanan. Jenis, bentuk dan sumber data penelitian disajikan pada Tabel 1.
16
3) Wawancara Wawancara dilakukan dengan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus dan instansi-instansi yang terkait dalam pengembangan RTH serta masyarakat di sekitar wilayah RTH. Tabel 1 Jenis, bentuk dan sumber data penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Data Aspek klimatologis Suhu udara, kelembaban relatif, curah hujan, persentase sinar matahari, kecepatan angin Geologi dan goegrafi Batas tapak, letak geografi, luas wilayah Tata Guna Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Pemandangan dan Akustik
Bentuk Data
Sumber Data
Deskripsi
BPS
Deskripsi dan Peta
BPS dan Bappeda
Deskripsi Deskripsi Deskripsi dan Foto Deskripsi
Bappeda Bappeda Lapang
8.
Demografi Penduduk Kepadatan dan jumlah penduduk Tingkat Konsumsi Bahan Bakar Bensin, solar, LPG, Industrial Fuel Oil dan minyak tanah
Deskripsi
9.
Jumlah dan Jenis Hewan Ternak
Deskripsi
10.
Kendaraan Bermotor Jenis dan jumlah
Deskripsi
BPS BPS, PT. Pura Group, PT. Djarum, PR Sukun, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan dan Perikanan Dinas Perhubungan
4) Observasi dan ground check Observasi dilakukan untuk melihat langsung kondisi lapangan mengenai lokasi-lokasi RTH serta dilakukan penentuan koordinat dengan menggunakan GPS pada lokasi tersebut.
3.3.2
Pengolahan dan analisis data Analisis data digunakan untuk mengetahui apakah luasan RTH yang
terdapat di Kabupaten Kudus saat ini telah memenuhi standar optimum terutama berdasarkan Peraturan Perundangan yang berlaku dan kemampuan RTH dalam menyerap CO2 yang dihasilkan dari pembakaran BBM (bensin, solar atau Industrial Fuel Oil (IFO), minyak tanah dan pelumas) serta bahan bakar gas berupa LGP dan batu bara, ternak dan areal persawahan.
17
1) Penentuan luasan RTH berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 Analisis kebutuhan luas RTH dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. 2) Perhitungan untuk memperkirakan emisi CO2 yang dikeluarkan oleh sumber emisi Metode yang digunakan untuk memperkirakan total emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus adalah metode yang dikeluarkan oleh IPCC tahun 1996. Sumber emisi yang diperhitungkan berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak dan sawah. a) Energi Energi dari bahan bakar yang dipergunakan oleh industri, transportasi dan rumah tangga merupakan sumber penghasil emisi CO2 di udara, emisi CO2 tersebut dihasilkan dari proses pembakaran. Pengukuran aktivitas energi yang berhubungan dengan emisi CO2 adalah dengan mengetahui jenis bahan bakar yang digunakan serta jumlah konsumsi bahan bakar yang dipakai oleh industri, transportasi dan rumah tangga. Jumlah konsumsi bahan bakar dapat dicari dengan cara : C (TJ/tahun) = a (103 ton/tahun) x b (TJ/103 ton) ..................... Persamaan (1) Keterangan : C = Jumlah konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/tahun) a = Konsumsi bahan bakar berdasarkan jenis bahan bakar (103 ton/tahun) b = Nilai kalori bersih / faktor konversi berdasarkan jenis bahan bakar (TJ/103 ton)
Nilai kalori bersih yang dihasilkan oleh setiap bahan bakar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai kalori bersih berdasarkan jenis bahan bakar Nilai kalori bersih dari bahan bakar Produk minyak sulingan Bensin Solar / IFO Minyak tanah LPG Sumber : IPCC (1996).
Faktor (TJ/103 ton) 44,80 43,33 44,75 47,31
18
Kandungan karbon yang terdapat pada masing-masing bahan bakar minyak maupun gas dihitung dengan cara : E (t C/tahun) = C (TJ/tahun) x d (t C/TJ) .............................. Persamaan (2) Keterangan : E = Kandungan karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/tahun) d = Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar (t C/TJ)
Faktor emisi karbon yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Faktor emisi karbon berdasarkan jenis bahan bakar Faktor emisi karbon Bahan bakar
Faktor emisi (t C/TJ)
Bensin Solar / IFO Minyak tanah LPG Sumber : IPCC (1996)
18,9 20,2 19,5 17,2
Emisi karbon aktual yang dihasilkan dari setiap bahan bakar dihitung dengan cara: G (Gg C/tahun) = E (t C/tahun) x f ..........................................
Persamaan (3)
Keterangan : G = Emisi karbon aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg C/tahun) f = Fraksi CO2, fraksi CO2 untuk bahan bakar minyak adalah 0,99 sedangkan untuk bahan bakar gas adalah 0,995 H = Emisi CO2 aktual berdasarkan jenis bahan bakar (Gg CO2/tahun)
Sehingga total emisi CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar minyak dan gas dapat diperoleh dengan cara : H (Gg CO2/tahun) = G (Gg C/tahun) x (44/12) …………Persamaan (4) b) Ternak Metana merupakan salah satu produk yang dihasikan oleh ternak pada saat proses fermentasi di dalam tubuhnya serta pada saat kegiatan pengelolaan pupuk. Metana dari proses fermentasi diproduksi oleh ternak sebagi produk dari proses pencernaan karbohidrat yang dihancurkan oleh mikroorganisme. Faktor emisi berdasarkan proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4.
19
Emisi metana dari proses fermentasi didapat dari : Tabel 4 Faktor emisi dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak Ternak
Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi
Faktor (Kg/ekor/tahun)
Sapi potong Kerbau Domba Kambing Kuda Babi Unggas Sumber : IPCC (1996)
44 55 8 5 18 1,5 Tidak diperkirakan
C (ton/tahun) = a (ekor) x b (kg/ekor/tahun).................. Persamaan (5) Keterangan : C = Emisi metana dari proses fermentasi berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) a = Populasi ternak berdasarkan jenis ternak (ekor) b = Faktor emisi CH4 dari hasil fermentasi berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun)
Metana yang dihasilkan dari kegiatan pengelolaan pupuk terjadi akibat proses dekomposisi pada kondisi anaerobik. Faktor emisi dari pengelolaan pupuk ditentukan berdasarkan temperatur daerahnya, untuk Indonesia berada pada daerah dengan temperatur hangat, faktor ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Faktor emisi dari penggelolaan pupuk berdasarkan temperatur atau iklim Faktor emisi CH4 dari pengelolaan pupuk Faktor(Kg/ekor/tahun)
Ternak Domba Kambing Kuda Unggas Kerbau Babi Sapi potong Sumber : IPCC (1996)
0,37 0,23 2,77 0,023 3 7 2
Emisi metana dari proses pengelolaan pupuk diperoleh dari : E (ton/tahun) = a (ekor) x d (kg/ekor/tahun) ................... Persamaan (6) Keterangan : E = Emisi metana dari proses pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (ton/tahun) d = Faktor emisi CH4 dari pengelolaan pupuk berdasarkan jenis ternak (kg/ekor/tahun) F = Total emisi metana berdasarkan jenis ternak (Gg/tahun)
Sehingga total emisi metana yang dihasilkan oleh ternak adalah : F (Gg CH4/tahun) = C (ton/tahun) + E (ton/tahun)……... ........ Persamaan (7)
20
Metana yang dihasilkan diubah menjadi CO2 melalui rekasi kimia yaitu : CH4 + 2 O2
CO2 + 2 H2O
c) Pertanian (areal persawahan) Dekomposisi
anaerobik
dari
bahan
organik
di
areal
persawahan
menghasilkan metana yang melimpah. Gas tersebut dikeluarkan ke udara melalui tanaman padi selama musim pertumbuhan. Metana yang dihasilkan dari persawahan tersebut dapat diketahui dari luas arel yang dijadikan persawahan dan jumlah musin panen. D (Gg CH4/tahun) = a (m2) x b x c (g/m2) x d (tahun) ................. Persamaan (8) Keterangan : D = Total emisi metana dari areal persawahan (Gg/tahun) a = Luas areal persawahan (m2) b = Nilai ukur faktor emisi CH4 c = Faktor emisi (18 g/m2) d = Jumlah masa panen per tahun (tahun)
d) Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk Karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sama yaitu 0,96 kg/hari (Grey dan Deneke 1978). Rumus perhitungan karbon dioksida yang dihasilkan oleh penduduk di Kabupaten Kudus adalah sebagai berikut : KKP(t) = (JPT(t) .KPt) ........................................................... Persamaan (9) Keterangan : KKP(t) = Karbon dioksida yang dihasilkan penduduk pada tahun ke t (ton CO2/tahun) = Jumlah penduduk terdaftar pada tahun ke t (jiwa) JPT(t) = Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan manusia yaitu 0,96 Kg CO2/jiwa/hari KPt (0,3456 ton CO2/jiwa/tahun)
e) Penentuan luas RTH berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO2 Kebutuhan akan luasan optimum RTH berdasarkan daya serap CO2 dapat diperoleh dari kemampuan RTH dalam menyerap CO2. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan luasan tersebut adalah dengan memprediksikan kebutuhan RTH berdasarkan daya serap CO2 serta membandingkannya dengan kondisi RTH sekarang (eksisting). Kebutuhan RTH diperoleh dari jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus dibagi dengan kemampuan RTH dalam menyerap CO2. Rumus :
21
L (ha) = w (ton CO2/tahun) + x (ton CO2/tahun) + y (ton CO2/tahun) + z (ton CO2/tahun)
................ Persamaan (10)
K (ton/tahun/ha)
Keterangan: L = Kebutuhan luasan RTH (ha) w = Total emisi CO2 dari energi (ton CO2/tahun) x = Total emisi CO2 dari ternak (ton CO2/tahun) y = Total emisi CO2 dari areal persawahan (ton CO2/tahun) z = Total emisi CO2 dari manusia(ton CO2/tahun) K = Nilai serapan CO2 oleh hutan (pohon) sebesar 58,2576 CO2 (ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan 2006)
Setelah mendapatkan nilai kebutuhan luasan RTH berdasarkan daya serap CO2 maka akan diketahui seberapa luas RTH yang harus disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Kudus. Penambahan luasan RTH yang harus disediakan diperoleh dengan cara : Rumus : L (ha) = A (ha) – B (ha) ......................................................... Persamaan (11) Keterangan : L = Penambahan luasan RTH (ha) A = Kebutuhan RTH (ha) B = Luas RTH sekarang (ha)
f) Prediksi Kebutuhan RTH Kabupaten Kudus pada tahun 2016 Penentuan kebutuhan luasan RTH di Kabupaten Kudus didasarkan atas perubahan emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus pada tahun 2010 samapai dengan tahun 2016. Data perkiraan emisi ini diperoleh dari perhitungan sumber emisi yang berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah dan manusia. Pendugaan luasan RTH pada tahun 2015 dan 2020 menggunakan data pendugaan emisi dari perhitungan sumber emisi yang berasal dari energi (bahan bakar fosil), ternak, sawah dan manusia. 1.1 Pendugaan Jumlah Konsumsi Bahan Bakar Data jumlah konsumsi bahan bakar diperoleh dari Pertamina Kabupaten Kudus. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan tingkat konsumsi pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan konsumsi bahan bakar. Maka dengan menggunakan rumus bunga berganda (McCutcheon dan Scoot 2005) diperoleh rumus perhitungan
22
jumlah konsumsi bahan bakar untuk tahun-tahun yang akan datang sebagai berikut : t
Kt = Ko (1+r) ........................................................ Persamaan (12) ln 1 ....................................... Persamaan (13) Keterangan : Kt = Tingkat konsumsi bahan bakar pada akhir periode waktu ke t Ko = Tingkat konsumsi bahan bakar pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah konsumsi bahan bakar t = Selisih tahun
1.2 Pendugaan Luasan Pertanian (areal persawahan) Data luasan areal persawahan diperoleh dari hasil interpretasi penutupan lahan wilayah Kabupaten Kudus pada tahun 2009 berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM dengan penyiaman tanggal 14 Juni 2009. Nilai luasan sawah dianggap tetap, karena data luasan berdasarkan hasil klasifikasi pada satu tahun penyiaman. 1.3 Pendugaan Populasi Ternak Data populasi ternak diperoleh dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kudus. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan populasi ternak pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 adalah didasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertambahan populasi ternak. Penentuan tahun perkiraan ditentukan oleh ketersediaan data. Rumus perhitungan populasi tenak untuk tahun-tahun yang akan datang adalah sebagai berikut : t
Pt = Po (1+r)
............................................................ Persamaan (14)
Keterangan : = Populasi ternak pada akhir periode waktu ke t Pt Po = Populasi ternak pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan populasi t = Selisih tahun
1.4 Pendugaan jumlah penduduk Data jumlah penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus. Perhitungan yang digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 adalah berdasarkan pada perhitungan laju rata-rata pertumbuhan penduduk. Rumus perhitungan jumlah penduduk untuk tahun yang akan datang adalah sebagai berikut :
23
t
Pt = Po (1+r)
............................................................ Persamaan (15)
Keterangan : Pt = Jumlah Penduduk pada akhir periode waktu ke t Po = Jumlah penduduk pada awal periode waktu ke t r = Rata-rata prosentase pertambahan jumlah penduduk t = Selisih tahun
Prediksi kebutuhan RTH pada tahun ke t diperoleh dari perkiraan jumlah emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus dibagi dengan kemampuan RTH dalam menyerap CO2. Rumus : Lt (ha) = w (ton CO2/tahun) + x (ton CO2/tahun) + y (ton CO2/tahun) + z (ton CO2/tahun)
................ Persamaan (16)
K (ton/tahun/ha)
Keterangan : Lt = Kebutuhan luasan RTH (ha) pada tahun ke t w = Total emisi CO2 dari energi pada tahun ke t (ton CO2/tahun) x = Total emisi CO2 dari ternak pada tahun ke t (ton CO2/tahun) y = Total emisi CO2 dari areal persawahan pada tahun ke (t) (Gg CO2/tahun) z = Total emisi CO2 dari manusia pada tahun ke t (ton CO2/tahun) K = Nilai serapan CO2 oleh hutan (pohon) sebesar 58,2576 CO2 (ton/tahun/ha), menurut (Inverson 1993, diacu dalam Tinambunan 2006)
g) Perubahan luasan RTH pada tahun 2016 Perubahan luasan RTH yang terjadi pada tahun 2016 dapat menggunakan data sekunder pada tahun-tahun sebelumnya. Data yang digunakan adalah data jumlah penduduk, data konsumsi bahan bakar, data populasi ternak, dan data mengenai luasan areal persawahan. Selanjutnya dilakukan pendugaan emisi CO2, kemudian dari perkiraan emisi CO2 dapat ditentukan kecukupan luasan RTH berdasarkan daya serap CO2. Perhitungan data pada tahun sebelumnya digunakan untuk mengetahui rata-rata perubahan data yang terjadi, sehingga dapat diketahui terjadi tren negatif atau positif. Rumus untuk mengetahui rata-rata perubahan luasan RTH pada periode tertentu adalah sebagai berikut : MD = ∑ │L – L│
.............................................. Persamaan (17)
N Keterangan: MD = Perubahan luasan L = Luas RTH pada akhir periode waktu ke t
24
L N
= Luas RTH pada awal periode waktu ke t = Jumlah waktu (tahun)
Data perubahan luasan RTH (MD) pada tahun-tahun sebelumnya digunakan untuk mengetahui kecenderungan perubahan luasan RTH pada tahun-tahun yang akan datang berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO2. h) Prediksi Peningkatan Kebutuhan RTH Perkiraan luasan RTH pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 dapat diketahui dengan melihat tren yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Besar atau kecilnya luasan hutan yang terbentuk pada tahun-tahun mendatang dipengaruhi oleh kondisi pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam hal ini harus diketahui tren tahun-tahun sebelumnya. Tren adalah suatu gerakan kecenderungan naik atau turun dalam jangka panjang yang diperoleh dari rata-rata perubahan dari waktu ke waktu dan nilainya cukup rata-rata atau mulus (smooth). Tren data berkala dapat berbentuk tren yang meningkat atau menurun secara mulus. Tren yang meningkat disebut tren positif dan tren yang menurun disebut tren negatif. Tren menunjukkan perubahan waktu yang cukup panjang dan stabil. Penurunan luasan RTH adalah menunjukkan telah terjadinya tren negatif. Faktor yang diperhitungkan adalah perubahan sumber emisi CO2. 1) Asumsi Emisi CO2 yang dihitung adalah emisi CO2 yang berada di wilayah Kabupaten Kudus, sedangkan emisi CO2 yang berada di luar wilayah Kabupaten Kudus diabaikan, serta serapan CO2 hanya dilakukan oleh RTH (pohon). Jumlah industri minimal yang memberikan data konsumsi bahan bakar oleh industri dianggap mewakili semua konsumsi bahan bakar oleh industry. 2) Batasan penelitian Batasan RTH dalam penelitian ini adalah wilayah taman kota, jalur hijau, pemakaman dan vegetasi tinggi (areal yang ditumbuhi oleh pepohonan berkayu). 3) Pengolahan Citra Landsat ETM yang diolah dengan menggunakan software ERDAS Imagine. Kegiatan pengolahan citra Landsat ETM ini adalah sebagai berikut :
25
1. Pemulihan citra (Image Restoring) Terdapat perubahan yang dialami oleh citra pada saat pengambilan citra oleh satelit, sehingga dilakukan perbaikan radiometrik dan geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi. 2.
Penajaman citra (Image Enhancement) Penajaman citra dilakukan agar suau objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual untuk tujuan tertentu.
3.
Pemotongan (subset) wilayah kajian Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kabupaten Kudus. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of Interest (AOI). Citra satelit landsat yang digunakan path/row : 120/065 tahun 2009.
4.
Survei lapangan Survei lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Pengambilan titik kontrol dilakukan tidak secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa tempat saja yang dianggap dapat mewakili masing-masing kelas klasifikasi penutupan lahan. Setiap lokasi survei yang mewakili masing-masing kelas penutupan lahan, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) untuk diverifikasikan dengan data citra.
5.
Klasifikasi tutupan lahan Interpretasi citra Landsat ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Avery, 1992; Lillesand dan Kiefer, 1997). Klasifikasi citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di wilayah studi. Klasifikasi citra yang digunakan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification)
26
yaitu melalui proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang mewakili tiap kelas atau kategori untuk penentuan posisi contoh di lapangan dengan bantuan citra warna komposit dan peta penutupan lahan untuk setiap kelas penutupan lahan yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Tahapan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software Erdas Imagine 9.1: a.
Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik lapangan yang diambil pada lokasi penelitian menggunakan GPS.
b.
Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra.
c.
Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah. Klasifikasi citra pada wilayah penelitian meliputi: vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak, lahan terbangun, lahan terbuka, awan dan bayangan awan.
d.
Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode).
e.
Citra hasil klasifikasi dikoreksi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi.
Tahapan pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar 3. Selanjutnya untuk proses perencanaan luasan RTH di Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Gambar 4.
27
Citra Landsat ETM
Koreksi Geometri
Peta Rupa Bumi
Citra Terkoreksi
Informasi Penutupan Lahan
Pemotongan Citra (Image subset)
Interpretasi dan Klasifikasi Citra Ground Check Hasil Klasifikasi
Perhitungan Akurasi
Tidak Diterima
Ya Reklasifikasi
Penutupan lahan (Land Cover)
Peta Administrasi Kabupaten Kudus
Tipe Ruang Terbuka Hijau
Distribusi RTH Kabupaten Kudus
Gambar 3 Diagram alir tahapan pengolahan citra.
28
Wilayah Studi
Persiapan Peta Kerja
Hutan Kabupaten Kudus Studi Pustaka
Inventarisasi Data
1. Aspek klimatologis 2. Aspek geologi dan geografis 3. Tata Guna Lahan 4. Rencana Tata Ruang Wilayah 5. Pemandangan dan akustik 6. Demografi penduduk 7. Tingkat konsumsi bahan bakar 8. Kendaraan bermotor 9. Jumlah dan jenis ternak
Tinjaun Tapak
1. Kondisi wilayah studi saat ini 2. Master plan/RTRWK
Analisis data
1. UU No 26 tahun 2007 2. Penentuan luasan ruang terbuka hijau berdasarkan fungsi sebagai penyerap CO2
Luasan Ruang Terbuka Hijau
Kebutuhan Luasan Ruang Terbuka Hijau
Gambar 4 Proses perencanaan luasan RTH di Kabupaten Kudus.
BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Kabupaten Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah sekitar 1,31% dari luas propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Perda Kabupaten Kudus No. 24 tahun 1992 wilayah administratif Kabupaten Kudus adalah seluas 42.515,644 ha. Kabupaten Kudus tepatnya di sebelah utara Pulau Jawa, kurang lebih 51 km kearah timur ibukota Propinsi Jawa Tengah, Semarang. Letak Kabupaten Kudus berada pada ketinggian rata-rata kurang 55 m di atas permukaan laut. Letaknya diapit oleh empat kabupaten yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pati, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Grobogan serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Demak dan Jepara. Letak Kabupaten Kudus antara 110036’dan 110050’BT dan antara 6051’dan 7016’LS. Jarak terjauh dari barat ketimur adalah 16 km dan dari utara ke selatan 22 km. Secara administratif Kabupaten Kudus terbagi menjadi sembilan kecamatan dan 124 desa. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Dawe yaitu 8.584 Ha atau 20,19%, sedangkan yang paling kecil adalah Kecamatan Kota seluas 1.047 Ha atau 2,46% dari luas Kabupaten Kudus.
4.2 Keadaan Iklim Kabupaten Kudus beriklim tropis dan bertemperatur sedang. Suhu rata-rata 27,50C, suhu rendah mencapai 17,50C dan tertinggi mencapai 29,20C. Tingkat kelembaban Kabupaten Kudus sekitar 76% dengan curah hujan relatif rendah, rata-rata di bawah 2500 mm/th dan berhari hujan rata-rata 55 m di atas permukaan air laut. Curah hujan rata-rata bervariasi antara 3000-3500 mm/tahun terdapat di Pegunungan Muria sedangkan di daerah lereng Pegunungan Muria dan dataran lainnya rata-rata 2000-2500 mm/tahun (Bapedda Kabupaten Kudus 2001)
30
4.3 Topografi Keadaan topografi Kabupaten Kudus terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Dataran rendah terletak di bagian tengah dan selatan yang merupakan persawahan. Dataran tinggi di bagian utara yaitu Pegunungan Muria dengan puncaknya Gunung Saptorenggo (1.602 mdpl), Gunung Rahtawu (1.522 mdpl), dan Gunung Argojembangan (1.410 mdpl). Sebagian besar wilayah Kabupaten Kudus adalah dataran rendah. Sungai terbesar adalah Sungai Serang yang mengalir di sebelah barat, membatasi Kabupaten Kudus dengan Kabupaten Demak. Secara umum kondisi topografi wilayah Kabupaten Kudus (Bappeda Kabupaten Kudus 2001) dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu: 1. Topografi bergelombang berat (kasar) dicirikan oleh daerah yang berbukit sampai bergunung dengan kemiringan lereng antara 15-40% dan lebih dari 40%. Topografi berat meliputi Kecamatan Dawe di Desa Menawan ke arah Rahtawu, Dawe wilayah Cranggang ke arah Colo dan Kecamatan Jekulo bagian utara di wilayah Klaling dan Terban. 2. Daerah dengan topografi bergelombang ringan sampai sedang dicirikan oleh kemiringan lereng antara 2-15%. Daerah ini tersebar di Kecamatan Dawe dan Gebog bagian selatan, Kecamatan Jekulo bagian utara wilayah Honggosoco, Tanjungrejo, Klaling, Terban dan Gondoharum bagian utara. 3. Topografi dataran dicirikan oleh kemiringan kurang dari 2% tersebar meliputi Kecamatan Gebog bagian selatan mulai dari Jurang-Besito, Kecamatan Bae, Kecamtan Kota Kudus, Kecamatan Jekulo bagian selatan, Kecamatan Kaliwungu, Mejobo, Jati dan Undaan.
4.4 Keadaan Penduduk, Sosial-Budaya dan Ekonomi Jumlah penduduk Kabupaten Kudus berdasarkan data Badan Pusat Statistik, hasil sensus penduduk 2010 sebanyak 777.954 orang, yang terdiri dari 383.633 laki-laki dan 394.321 perempuan. Wilayah Kabupaten Kudus seluas 425,16 km2 , maka kepadatan penduduk mencapai 1.830 orang per km2. Laju pertumbuhan penduduk selama sepuluh tahun terakhir yaitu dari tahun 2000-2010 sebesar 1,01%.
31
Menurut mata pencaharian penduduk, dengan usia 10 tahun ke atas yang sudah bekerja sebanyak 357.752 orang. Penduduk Kabupaten Kudus sebagian besar bekerja di sektor industri dengan jumlah sekitar 149.613 orang (41,82%), bidang pertanian sebanyak 57.835 orang (16,17%), perdagangan, hotel dan restoran 52.675 orang (14,72%), jasa 39.628 orang (11,08%), bangunan 34.190 orang (9,56%), transportasi atau komunikasi 17.014 orang (4,76%), keuangan 4.207 orang (1,17%) dan lainnya masing-masing pertambangan atau penggalian 1.097 orang serta listrik, gas dan air 1.466 orang (Muntohar et al. 2005:1-3).
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO2 di Kabupaten Kudus 5.1.1 Emisi CO2 yang berasal dari energi Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Kabupaten Kudus tahun 2011 mengenai jumlah konsumsi bahan bakar berupa premium, pertamax dan solar. Data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus dan Jawa Tengah tahun 2011 mengenai jumlah konsumsi bahan bakar berupa LPG, minyak tanah, premium, pertamax, dan solar. Data IFO (Industrial Fuel Oil) merupakan solar yang digunakan oleh industri yang diperoleh dari beberapa perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Kudus yaitu PT. Djarum, PR. Sukun, Pura Group. Jenis perusahaan tersebut berdasarkan skala produksinya termasuk kedalam perusahaan berskala besar (PT. Djarum dan Pura Group) dan berskala sedang (PR. Sukun). Jenis bahan bakar minyak yang paling banyak digunakan di Kabupaten Kudus adalah bensin yang terdiri dari jenis premium dan pertamax yaitu sebesar 78.197 Kl pada tahun 2010. Kegiatan transportasi adalah salah satu sumber pencemar udara di wilayah perkotaan. Bahan bakar IFO merupakan bahan bakar minyak yang paling sedikit digunakan yaitu sekitar 1.518,5 Kl di tahun 2010. Kabupaten Kudus dikenal juga sebagai kota industri kertas yang didominasi oleh satu perusahaan besar yaitu Pura Group. Industri kertas yang dijalankan oleh Perusahaan Pura Group, menggunakan batu bara sebagai bahan bakar industrinya dan sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik. Pembangkit listrik tersebut selain untuk kebutuhan industri Pura Group sendiri, juga diperdagangkan ke pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Konsumsi bahan bakar oleh rumah tangga juga berperan dalam peningkatan emisi CO2 di udara. Besarnya konsumsi bahan bakar di sektor rumah tangga dari jenis minyak tanah dan LPG secara beturutturut yaitu sebesar 51.141 Kl dan 13.218.120 Kg. Data mengenai jumlah konsumsi bahan bakar di Kabupaten Kudus pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 6.
33
Tabel 6 Jumlah konsumsi bahan bakar di Kabupaten Kudus tahun 2010 No.
Jenis Bahan Bakar
Jumlah Konsumsi bahan bakar
1. Batu bara 2. Bensin (Premium dan pertamax) 3. Solar 4. LPG 5. Minyak tanah 6. Pelumas 7. Industrial Fuel Oil Keterangan: Kl = 1000 liter Kg = 1000 gram
1.079.000 Kg 78.197 Kl 51.141 Kl 13.218.120 Kg 11.584,28 Kl 4072 Kl 1.518,5 Kl
Perhitungan emisi CO2 yang berasal dari energi (bahan bakar) dapat dilihat di Lampiran 1. Hasil Perhitungan kandungan CO2 aktual yang terdapat di Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Tabel 7. Besarnya jumlah konsumsi bahan bakar yang digunakan dapat menunjukkan kandungan emisi CO2 di Kabupaten Kudus. Berdasarkan hasil perhitungan, bahan bakar minyak yang paling banyak menghasilkan emisi CO2 yaitu jenis bensin sebesar 192,27 Gg. Emisi CO2 yang dihasilkan batubara, solar, LPG, minyak tanah IFO dan pelumas berturut-turut sebesar 1.048,77 Gg, 129,98 Gg, 39,24 Gg, 29,25 Gg, 9,50 Gg, 5,81 Gg. Total emisi CO2 di Kabupaten Kudus merupakan penjumlahan semua emisi CO2 dari setiap bahan bakar fosil, sehingga nilai emisi total sebesar 1.454,82 Gg. Tabel 7 Kandungan emisi CO2 aktual dari konsumsi energi pada tahun 2010 No.
Jenis bahan bakar
Jumlah konsumsi bahan bakar (TJ)
Kandungan karbon (t C)
1. 2.
Emisi karbon aktual (Gg C)
Emisi CO2 aktual (Gg CO2)
Batu bara 11.027,38 288.917,35 286,02 Bensin 2.802,58 52.968,77 52,43 (Premium dan pertamax) 3. Solar 1.772,75 35.809,58 35,45 4. LPG 625,34 10.756,01 10,70 5. Minyak tanah 733,59 14.305,09 14,16 6. Pelumas 130,92 2.618,45 2,59 7. Industrial Fuel 52,60 1.062,57 1,58 Oil Total kandungan emisi CO2 Keterangan : TJ = Ton Joule Gg C = Giga gram karbon t C = Ton karbon Gg CO2 = Giga gram karbon dioksida
1048,77 192,27 129,98 39,24 29,25 9,50 5,81 1454,82
5.1.2 Emisi CO2 yang berasal dari ternak Menurut Laporan Food and Agriculture Organization (2006), 37% metana yang dihasilkan oleh manusia berasal dari hewan ternak, meskipun efek pemanasan metana di atmosfer jauh lebih kuat daripada CO2, tetapi umur
34
paruhnya di atmosfer hanya sekitar 8 tahun, dibandingkan CO2 yang setidaknya selama 100 tahun. Sebagai hasilnya, pengurangan pemeliharaan hewan ternak secara signifikan di seluruh dunia akan mengurangi GRK secara lebih cepat dibandingkan dengan menerapkan kebijakan dalam energi terbarukan dan efisiensi energi. Jumlah metana di atmosfer memang tidak terlalu besar, komposisinya hanya 0,5% dari jumlah karbon dioksida (CO2), namun koefisiensi daya tangkap metana terhadap panas jauh lebih tinggi daripada karbon dioksida, yakni hampir 25 kali lebih lipatnya. Emisi metana dihasilkan dari hewan ternak jenis ruminansia melalui proses metanogenesis di dalam sistem pencernaannya. Pembentukan metana dalam rumen merupakan hasil akhir dari proses fermentasi pakan ternak. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, bidang peternakan tahun 2008, terdapat 6 jenis ternak yang terdapat di Kabupaten Kudus yaitu sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba dan unggas. Dari keenam jenis ternak tersebut, unggas merupakan jenis ternak yang paling banyak dipelihara oleh masyarakat yaitu 3.530.390 ekor sedangkan kuda merupakan jenis ternak yang paling sedikit dipelihara oleh masyarakat yaitu ekor. Jenis dan jumlah ternak yang terdapat di Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis dan jumlah ternak di Kabupaten Kudus pada tahun 2008 No. Jenis ternak Jumlah (ekor) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sapi potong Kerbau Kuda Kambing Domba Unggas
7.305 1.794 170 40.219 20.622 3.530.390
Berdasarkan jenis ternak, sumber emisi dibedakan menjadi ternak ruminansia dan non ruminansia. Ternak ruminansia dan non ruminansia mengemisikan gas CH4 dari aktivitas pencernaan dan dari pengelolaan kotoran. Jenis unggas mengemisikan gas CH4 hanya dari proses pengelolaan kotoran. Prinsipnya, proses pembentukan metana dalam rumen terjadi melalui proses reduksi karbon dioksida oleh air dengan enzim sebagai katalisatorya. Enzim tersebut dihasilkan oleh bakteri metanogenik, seperti protozoa. Ketika metana
35
memasuki atmosfer, metana akan bereaksi dengan molekul-molekul oksigen (O) dan hidrogen (H) yang disebut radikal OH. Radikal OH kemudian bergabung dengan metana dan menguraikannya, menciptakan gas karbon dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Kandungan CO2 dihasilkan melalui reaksi kimia yaitu: CH4 + 2 O2
CO2 + 2 H2O.
Di atmosfer, metana dan karbon dioksida termasuk gas yang berkontribusi memicu terjadinya efek rumah kaca dan pemanasan global. Perhitungan mengenai emisi CO2 yang berasal dari ternak dapat dilihat pada Lampiran 3. Data mengenai total emisi CO2 yang dihasilkan oleh ternak dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan hasil perhitungan, sapi menjadi penyumbang emisi CH4 terbesar yaitu 321,42 t CH4/tahun dari aktivitas pencernaan dan unggas menghasilkan emisi CH4 terbesar yaitu 554, 27 ton/tahun dari pengelolaan kotoran. Tabel 9 Total emisi CO2 yang berasal dari ternak pada tahun 2008 No.
1
Jenis ternak
Jumlah ternak (ekor)
Emisi dari fermentasi (tCH4/thn)
Emisi dari pengelolaan pupuk (t CH4/thn)
Sapi 7.305 321,42 potong 2 Kerbau 1.794 98,67 3 Kuda 170 3,06 4 Kambing 40.219 201,09 5 Domba 20.622 164,97 6 Unggas 3.530.39 Total kandungan emisi CO2 dari ternak Keterangan : t CH4/thn = Ton metana per tahun Gg CH4 = Giga gram metana
Total emisi dari ternak (Gg CH4)
Kandungan CO2 (Gg)
14,61
0,34
0,92
5,38 0,38 9,25 7,63 554,27
0,10 0,00 0,21 0,17 0,55
0,28 0,00 0,57 0,47 1,52 3,79
Gg = Giga gram
Kandungan CO2 yang dihasilkan akan berbeda dari setiap jenis ternak, karena besarnya jumlah emisi CO2 tergantung dari jumlah ternak tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan, penghasil emisi CO2 dari yang terbesar berturutturut yaitu unggas, sapi potong, kambing, domba, kerbau, kuda dengan nilai 1,52 Gg , 0,92 Gg , 0,57 Gg , 0,47 Gg , 0,28 Gg dan 0,009 Gg. 5.1.3 Emisi CO2.yang berasal dari penduduk Manusia sebagai makhluk hidup akan mengalami proses respirasi setiap saat. Respirasi adalah proses mengambil atau menghirup O2 dan mengeluarkan CO2. Oksigen di dalam tubuh manusia digunakan untuk proses oksidasi, yaitu
36
proses pembakaran makanan oleh oksigen di dalam tubuh untuk menghasilkan energi, CO2 dan uap air (H2O). Pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan emisi CO2 di udara, sehingga konsentrasi gas rumah kaca pun akan bertambah. Menurut Grey dan Deneke (1978) karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas manusia adalah sama yaitu 0,96 kg/hari. Perhitungan mengenai emisi CO2 yang berasal dari ternak dapat dilihat pada Lampiran 6. Data mengenai total emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk Kabupaten Kudus dari tahun 2000-2010 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Total emisi CO2 yang berasal dari penduduk Kabupaten Kudus pada tahun 2000-2010 Jumlah Penduduk (jiwa)*
Total Emisi CO2 (Gg CO2)
1. 2000 686.728 2. 2001 714.444 3. 2002 719.187 4. 2003 724.969 5. 2004 730.754 6. 2005 736.239 7. 2006 742.040 8. 2007 747.498 9. 2008 752.921 10. 2009 753.296 11. 2010 777.954 Sumber (*): Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus 2010
No. Tahun
240,63 250,34 252,00 254,03 256,06 257,98 260,01 261,92 263,82 263,95 272,59
5.1.4 Emisi CO2.yang berasal dari persawahan Pengolahan lahan sawah berkontribusi pada peningkatan emisi gas rumah kaca. Budidaya padi sawah dalam kondisi penggenangan lahan sawah oleh air yang terlalu lama dan tinggi, akan menghasilkan kondisi anaerob kuat sehingga menjadi sumber gas CH4. Senyawa karbon yang ada pada kondisi anaerob kuat akan mengalami reduksi secara mikrobiologi menjadi metana (CH4). CH4 terutama terbentuk dari reduksi asam asetat dan sebagian terbentuk dari reduksi senyawa CO2. Tipe budidaya tanaman sawah merupakan tipe yang penggunaan airnya lebih banyak dibanding tipe lainnya. Tujuan penggenangan air adalah untuk melumpurkan tanah dan untuk menggenangi petak pertanaman. Tanah sawah memiliki kondisi reduktif (anaerob) sehingga tanah sawah menjadi salah satu penghasil metana. Berdasarkan perhitungan areal persawahan berdasarkan proses klasifikasi citra penyiaman 14 Juni 2009, didapatkan luasan sebesar 14.703,89 ha,
37
menghasilkan gas CH4 sebanyak 5,25 Gg CH4 /tahun. Gas CH4 yang teroksidasi akan menghasilkan gas CO2, sehingga kandungan CO2 yang terdapat pada areal persawahan yang terdapat di Kabupaten kudus adalah sebesar 14,556 Gg CO2. Perhitungan mengenai emisi CO2 yang berasal dari areal sawah dapat dilihat pada Lampiran 3. 5.2 Penutupan Lahan 5.2.1
Tipe penutupan lahan Kabupaten Kudus Menurut Lo (1995), penutupan lahan menggambarkan konstruksi lahan
seluruhnya yang tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, seperti bangunan perkotaan, danau dan vegetasi, sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Faktor penting untuk menentukan pemetaan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang dirancang sesuai dengan tujuan penggunaan. Skema klasifikasi yang baik harus sederhana dalam penggunaan dan tidak sembarangan dalam menjelaskan setiap kategori penutupan dan penggunaan lahan. Tingkat kecermatan hasil peta berhubungan erat dengan skema klasifikasi yang mempertimbangkan skala peta akhir. Interpretasi dan analisis citra yang dilakukan dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM yaitu pada citra penyiaman 14 juni 2009 dengan kombinasi kanal 5, kanal 4 dan kanal 3 yang disubset dengan wilayah administrasi Kabupaten Kudus, sehingga didapatkan hasil interpetasi citra landsat di Kabupaten Kudus melalui klasifikasi terbimbing dengan luas total penutupan lahan sebesar 45.064,98 ha. Berikut ini akan disajikan tipe penutupan lahan Kabupaten Kudus tahun 2009 berikut dengan luasnya. Data disajikan dalam bentuk tabel seperti dalam Tabel 11, untuk memudahkan melakukan analisis penutupan lahan tahun 2009. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut, kemudian dilakukan uji akurasi overall classification accuracy dan overall kappa statistics untuk mengetahui tingkat ketepatan klasifikasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Pada tahun 2009 hasil akurasi klasifikasi tersebut berturut-turut sebesar 83,78% dan 78,23%
38
Akurasi atau ketelitian dalam klasifikasi merupakan hal penting dalam menilai hasil dari pemrosesan citra penginderaan jauh bagi suatu sistem penutupan lahan yang disusun berdasarkan data penginderaan jauh. Tabel 11 Penutupan lahan di Kabupaten Kudus tahun 2009 No
Penutupan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8
Vegetasi rapat Vegetasi jarang Semak Sawah (rumput dan belukar) Lahan terbuka (lahan kosong /areal proyek) Lahan terbangun (pemukiman, perkantoran dan area industri Badan air (sungai) Tidak ada data Jumlah
Jumlah Ha
%
4.223,73 13.853,40 4.701,56 14.703,89 212,59 5.781,04 1.367,17 1.367,17 45.064,98
9,31 30,54 10,37 32,42 0,47 12,75 1,13 3,01 100
1) Vegetasi Rapat Vegetasi rapat merupakan areal yang ditumbuhi oleh pepohonan atau tanaman keras. Tipe penutupan lahan untuk vegetasi rapat di Kabupaten Kudus dikategorikan menjadi hutan alam, hutan tanaman dan tegakan sejenis yang rapat. Berdasarkan interpretasi citra Landsat 7 ETM tahun 2009 tipe penutupan lahan untuk vegetasi rapat dicirikan dengan warna hijau tua. Proses pengklasifikasian vegetasi rapat juga dicirikan dengan warna hijau tua. Beberapa bentuk vegetasi rapat di Kabupaten Kudus yang ditemukan adalah berupa hutan alam di Pegunungan Muria, seperti dapat dilihat pada Gambar 5. Penutupan lahan vegetasi rapat di Kabupaten Kudus berada pada urutan kelima dengan luas penutupan lahan sebesar 4.223,73 ha atau 9,31% dari luasan Kabupaten.
Gambar 5 Vegetasi rapat di Kecamatan Gebog.
39
2) Vegetasi jarang Kabupaten Kudus merupakan kabupaten yang memiliki potensi yang tinggi dalam bidang perkebunan tebu dengan didukung oleh kondisi iklim yang kering, karena berada di dataran rendah pantai utara Pulau Jawa. Tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang di Kabupaten Kudus dikategorikan menjadi kebun dengan tanaman sejenis seperti perkebunan tebu, kebun campuran, jalur hijau, taman kota, TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan campuran antara tanaman keras (berkayu) dan tidak keras. Berdasarkan interpretasi citra Landsat 7 ETM tahun 2009 tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang dicirikan dengan warna hijau muda. Proses pengklasifikasian vegetasi jarang juga dicirikan dengan warna hijau muda. Luas areal yang termasuk kedalam tipe penutupan lahan vegetasi jarang sebesar 13.853,40 ha atau 30,54% dan berada pada urutan kedua. Areal vegetasi jarang ini tersebar di semua kecamatan dan dapat dilihat pada Gambar 6.
(a)
(b)
Gambar 6 (a). Jalur hijau di Kecamatan Gebog; (b). Tempat Pemakaman Umum di Kecamatan Kota. 3) Semak Tipe penutupan lahan semak berada pada urutan keempat yaitu sebesar 4.701,56 ha atau 10,37%. Tipe Penutupan semak berupa rumput atau ilalang liar, serta diselilingi oleh tumbuhan perdu. Sawah atau tegalan dibuat tidak beraturan dan letaknya terpencar-pencar. Pada tipe ini sering dibuat sawah, tegalan atau kebun-kebun kecil di tengah-tengah semak tersebut. Tipe penutupan semak di Kabupaten Kudus berupa lahan sawah yang sedang diistirahatkan, karena kondisi yang tergenang air terlalu tinggi atau lahan sawah yang terlalu kering karena kurangnya irigasi dan dibiarkan terlalu lama sehingga lahan ditumbuhi ilalang/rumput yang lama kelamaan menjadi semak. Berdasarkan interpretasi citra
40
Landsat 7 ETM tahun 2009 tipe penutupan lahan untuk semak dicirikan dengan warna merah muda dan kuning, sedang dalam pengklasifikasian semak dicirikan dengan warna kuning. Tipe penutupan lahan ini dapat dilihat pada Gambar 7.
(a)
(b)
Gambar 7 (a). Semak belukar di Pegunungan Muria, Kecamatan Gebog; (b). Semak dan rumput di Kecamatan Kaliwungu. 4) Sawah Tipe persawahan yang terdapat di Kabupaten Kudus memiliki empat tipe persawahan yaitu irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana dan irigasi tadah hujan, dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan hasil klasifikasi diperoleh penutupan lahan sawah berada pada urutan pertama yaitu sebesar 14.703,89 ha atau 32,42%. Berdasarkan interpretasi citra Landsat 7 ETM tahun 2009 tipe penutupan lahan untuk sawah dicirikan dengan warna hijau muda dan warna biru tua. Perbedaan warna ini disebabkan oleh penggenangan air yang terlalu lama dan tinggi di lahan persawahan yang ditemukan di Kecamatan Jati dan Kecamatan Mejobo. seperti terlihat pada Gambar 7.
(a)
(b)
Gambar 8 (a) dan (b). Persawahan di Kecamatan Mejobo.
41
5) Lahan terbuka Lahan terbuka merupakan areal yang tidak bervegetasi serta berada pada urutan kedelapan dengan luas lahan 212,59 ha atau 0,47%. Sebagian lahan terbuka ini merupakan lahan proyek pembangunan waduk dan lainnya adalah lahan pertanian yang masa tanamnya telah habis atau tanah yang sedang diistirahatkan. Berdasarkan interpretasi citra Landsat 7 ETM tahun 2009 tipe penutupan lahan untuk lahan terbuka dicirikan dengan warna biru muda sedangkan dalam proses pengklasifikasian, lahan terbuka dicirikan dengan warna merah muda. Penutupan lahan untuk lahan terbuka dapat dilihat pada Gambar 9.
(a)
(b)
Gambar 9 (a) dan (b). Lahan terbuka untuk proyek waduk di Kecamatan Jekulo. 6) Lahan Terbangun Lahan terbangun merupakan daerah yang secara intensif digunakan dan banyak lahan yang tertutup oleh bangunan. Tipe penutupan lahan untuk areal terbangun merupakan tipe penutupan lahan dengan urutan ketiga yaitu 5.781,04 ha atau 12,75%, yang termasuk kedalam tutupan lahan ini adalah pemukiman, perkantoran, pusat perbelanjaan dan jalan raya. Kebutuhan lahan untuk area terbangun sangat tinggi, hal ini dipicu oleh semakin meningkatnya sistem perekonomian yang membutuhkan fasilitas terbangun. Area terbangun memiliki kenampakan yang cukup luas di bagian tengah lokasi penelitian sehingga mudah untuk diidentifikasi sebagai daerah perkotaan. Berdasarkan interpretasi citra Landsat 7 ETM tahun 2009 tipe penutupan lahan untuk lahan terbangun dicirikan dengan warna merah dan biru sedangkan dalam proses pengklasifikasian, lahan terbangun dicirikan dengan warna merah gelap. Beberapa gambar areal terbangun dapat dilihat pada Gambar 10.
42
Gambar 10 Lahan terbangun di Kecamatan Kota. 7) Badan air Kelas penutupan badan air yang terdapat di wilayah ini berupa sungai. Terdapat dua sungai besar yang berada di Kabupaten Kudus yaitu Sungai Serang yang mengalir dari barat membatasi Kabupaten Kudus dan Kabupaten Demak. Sungai besar lainnya adalah sungai Gelis yang mengalir dari utara ke selatan di wilayah Kabupaten Kudus. Kondisi badan air dapat dilihat pada Gambar 11. Luasan untuk tipe penutupan lahan ini adalah sebesar 1.367,17 ha atau 1,13% dan berada pada tingkatan ketujuh.
Gambar 11 Sungai Gelis di Kecamatan Kota. 8) Tidak ada data Tipe ini termasuk di dalamnya kelas penutupan awan dan kelas penutupan bayangan. Tipe ini terbentuk karena adanya pengaruh cuaca, iklim lokal pada wilayah pengambilan citra dan wilayah Indonesia yang memiliki tingkat awan yang cukup tinggi (Nurcahyono 2003). Awan pada hasil interpretasi berwarna putih. Kelas penutupan bayangan terdiri dari bayangan lembah dan bayangan awan. Bayangan awan bisanya terbentuk karena adanya awan. Luasannya tidak begitu berbeda dengan awan. Hasil interpretasi bayangan awan berwarna hitam,
43
begitu juga dengan hasil klasifikasinya. Sama halnya dengan bayangan lembah yang terinterpretasi juga berwarna hitam. Kelas tidak data diperoleh dengan menggabungkan kelas penutupan awan dan penutupan bayangan, sehingga luasan yang diperoleh adalah total dari luas kelas penutupan awan dan bayangan. Luas kelas tidak ada data sebesar 1.367,17 atau 3,01% dan berada pada urutan keenam berdasarkan luas hasil klasifikasi. 5.2.2 Penutupan lahan pada masing-masing kecamatan Penutupan lahan wilayah Kabupaten Kudus pada tahun 2009 berdasarkan klasifikasi citra Landsat 7 ETM penyiaman tanggal 14 Juni 2009 dapat dilihat pada Tabel 11. Penutupan lahan yang terdapat pada masing-masing wilayah kecamatan yang berada di Kabupaten Kudus berdasarkan luas dan persentasenya dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan data Tabel 11, tipe tutupan lahan persawahan memiliki luas sebesar 14.703,90 ha atau sebesar 32,42% dari luas wilayah Kabupaten Kudus. Tutupan lahan persawahan berada pada urutan pertama dari keseluruhan tipe penutupan di wilayah Kabupaten Kudus. Kecamatan yang memiliki tutupan lahan persawahan paling luas adalah Kecamatan Undaan dengan luas sebesar 5.861,16 ha atau 13% dari luas seluruh persawahan di wilayah Kabupaten Kudus. Terdapat beberapa kecamatan yang memiliki luas tipe tutupan lahan persawahan 35-80% dari luas wilayah kecamatannya. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan Jekulo, Jati, Mejobo dan Undaan berturut-turut sebesar 3.081,87 ha (36,72%), 1.314,72 ha (41,92%), 2.165,4 ha (41,92%) dan 5.861,16 ha (76,25%). Hal ini disebakan oleh topografi Kabupaten kudus merupakan dataran dengan kemiringan 2% dan termasuk kedalam jenis erosi tanah rendah, sehingga cocok difungsikan sebagai areal pertanian. Tipe penutupan lahan yang cukup luas setelah tipe persawahan adalah vegetasi jarang sebesar 13.853,41 ha atau sebesar 30,54% dari luas wilayah Kabupaten Kudus. Tipe ini memiliki luas paling besar kedua setelah kelas sawah. Vegetasi jarang menyebar secara berkelompok di bagian barat, timur dan utara. Kecamatan yang memiliki tutupan lahan vegetasi jarang yang paling luas adalah Kecamatan Dawe sebesar 4.649,67 ha atau 10,32% dari luas seluruh vegetasi rapat di wilayah Kabupaten Kudus.
44
Penutupan lahan lain yang cukup luas adalah tipe area terbangun yang memiliki luas sebesar 5.781,05 ha atau sebesar 12,75% dari luas wilayah Kabupaten Kudus. Area terbangun menyebar dari bagian barat, tengah dan timur wilayah Kabupaten Kudus. Hal ini disebabkan karena pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan permukiman berada di sekitar wilayah ini. Kecamatan yang memiliki tutupan lahan area terbangun yang paling luas adalah Kecamatan Jekulo sebesar 1.089,36 ha atau 2,42% dari luas seluruh vegetasi rapat di wilayah Kabupaten Kudus. Kecamatan Jekulo bukan merupakan pusat pemerintahan, namun lebih dikhususkan sebagai pusat perdagangan. Hal ini karena Kabupaten Jekulo dilewati oleh jalan arteri primer yang menghubungkan Kabupaten Demak dan Kabupaten Pati. Jalur ini juga dikenal sebagai bagian jalur lintas pantai utara jawa yang merupakan jalur tersibuk di Provinsi Jawa Tengah. Ada beberapa kecamatan yang memiliki luas area terbangun cukup besar apabila dibandingkan dengan luas wilayahnya, antara lain Kecamatan Kota memiliki luas area terbangun sebesar 748,71 ha atau 67,24% dari luas wilayah Kecamatan Kota. Tipe penggunaan lahan di Kecamatan Kota lebih digunakan sebagai pusat pemerintahan dan pendidikan. Tutupan lahan semak merupakan salah satu tipe kelas penutupan lahan yang terdapat di wilayah Kabupaten Kudus yang memiliki luas sebesar 4.701,56 ha atau sebesar 10,37% dari luas wilayah Kabupaten Kudus. Kecamatan yang memiliki wilayah tutupan lahan semak yang paling luas adalah Kecamatan Kaliwungu sebesar 1.643,85 ha atau sebesar 37,80% dari luas keseluruhan semak di wilayah Kabupaten Kudus. Tipe penutupan semak yang tersebar lebih didominasi oleh tipe semak rumput dan ilalang, kondisi semak ini berupa lahan persawahan yang sedang tidak diolah. Tipe penutupan semak yang lebih tersebar di Pegunungan Muria berupa tipe semak belukar pada lahan perbukitan yang gundul. Tutupan lahan vegetasi rapat berada di urutan kelima setelah tipe penutupan lahan vegetasi rapat dengan luas sebesar 4.223,73 atau 9,31% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten Kudus.Tipe penutupan vegetasi rapat tidak berada di seluruh kecamatan, seperti di Kecamatan Kota dan Kecamatan Kaliwungu yang tidak memiliki tipe ini. Hal ini disebabkan oleh tipe penggunaan lahan untuk pemerintahan, perdagangan dan pendidikan lebih diutamakan di
45
Kecamatan Kota dan Kaliwungu sehingga tipe penutupan lahan terbangun lebih banyak dan tersebar di seluruh kecamatan. Kecamatan Dawe merupakan kecamatan yang memiliki tipe penutupan lahan vegetasi rapat paling luas sebesar 2.571,03 ha atau 61,19% dari luas keseluruhan vegetasi rapat di wilayah Kabupaten Kudus. Hal ini disebabkan lokasi Kecamatan Dawe sebagian besar berada di Pegunungan Muria, dengan keadaan topografi yang berat (kasar), menjadikan kecamatan ini lebih difungsikan sebagai daerah tangkapan air, tempat perlindungan DAS, plasma nutfah dan ekosistem alami yang masih ada.Tipe tutupan lahan yang berada di urutan keenam adalah tipe tutupan lahan tidak data dengan luas sebesar 1.367,18 ha atau 3,01% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten Kudus. Hal ini disebabkan karena pada saat penyiaman terdapat awan, bayangan awan,kabut tipis dan bayangan bukit yang menutupi tipe tutupan lahan lain yang ada di bawahnya. Tutupan lahan badan air di wilayah Kabupaten Kudus sebagian besar merupakan Sungai Serang yang mengalir dari barat dan membatasi Kabupaten Kudus dan Kabupaten Demak. Sungai Gelis juga termasuk sungai besar di Kabupaten Kudus, sungai ini mengalir dari utara ke selatan wilayah Kabupaten Kudus. Luas tutupan lahan bdan air sebesar 513,79 ha atau 1,13% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten Kudus. Berdasarkan hasil klasifikasi citra, kecamtan yang memiliki luas tutupan lahan badan air terbesar adalah Kecamatan Kaliwungu yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Demak, yaitu sebesar 101,88 ha atau 21,45% dari luas keseluruhan tutupan lahan badan air di wilayah Kabupaten Kudus. Tutuapan lahan terbuka di Kabupaten Kudus adalah sebesar 212,60 ha (0,47%). Kecamatan yang memiliki tipe tutupan lahan terbuka paling luas adalah Kecamatan Jekulo sebesar 57,96 ha atau 21,45% dari luas keseluruhan tutupan lahan terbuka di wilayah Kabupaten Kudus. Lahan terbuka di Kecamatan Jekulo merupakan areal proyek pembuatan waduk. Penyebaran tipe tutupan lahan terbuka yaitu di bagian barat dan tengah yaitu di Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Jati secara berturut-turut sebesar 39,96 ha atau 23,08% dan 34,47 ha atau 19,90% dari luas keseluruhan tutupan lahan terbuka di wilayah Kabupaten Kudus. Pada Gambar 11 ditunjukkan Peta Penutupan Lahan Kabupaten Kudus tahun 2009.
47
Gambar 12 Peta Penutupan Lahan Kabupaten Kudus tahun 2009.
48
5.3 Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Kudus 5.3.1 Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota/wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area memanjang atau jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, yang pada dasarnya tanpa bangunan. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat Kabupaten Kudus tutupan lahan untuk RTH yaitu berupa vegetasi rapat dan vegetasi jarang, dengan luas tutupan lahan secara berturut-turut sebesar 4.223,73 ha, 13.853,41 ha, sehingga jumlah total luas RTH sebesar 18.077,13 ha atau 39,86% dari luas wilayah Kabupaten Kudus. Tutupan lahan terbangun seluas 5.781,05 ha atau 12,75 %, untuk pertanian seperti sawah, semak dan rumput sebesar 19.405,45 ha atau 42,78% dan untuk penggunaan lahan seperti badan air dan lahan terbuka memiliki luasan sebesar 726,39 ha atau 1,60%. Penutupan lahan RTH, lahan terbangun, pertanian dan penggunaan lain dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Penutupan lahan RTH, areal terbangun, pertanian dan penggunaan lain No. 1. 2. 3. 4.
Tipe penutupan lahan RTH Lahan Terbangun Pertanian Penggunaan lain
Luasan (ha) 18.077,13 5.781,05 19.405,45 726,39
Persentase (%) 39,86 12,75 42,78 1,60
Menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas kota untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota. Wilayah Kabupaten Kudus berdasarkan data interpretasi citra diperoleh luas wilayah sebesar 45.357,21 ha dan berdasarkan peraturan tersebut 30% dari luasan wilayah kota yang harus dijadikan RTH adalah sebesar 13.607,16 ha. Berdasarkan data yang diperoleh, luasan RTH sebesar 18.077,13 ha atau 39,86% dari luasan keseluruhan wilayah Kabupaten Kudus, sehingga Kabupaten Kudus dengan luasan RTH lebih dari 30% dikategorikan telah memenuhi UU No. 26 tahun 2007. Keberadaan RTH pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus berbeda satu sama lain. Kebutuhan RTH dengan UU No. 26 tahun 2007 UU No. 26 tahun 2007 untuk masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan data citra yang diperoleh, Kecamatan Dawe merupakan kecamatan
49
terbesar yang terdapat di wilayah Kabupaten Kudus dengan luas wilayah sebesar 9.126,99 ha, kecamatan ini memiliki RTH terluas dibandingkan dengan kecamatan yang lain yaitu sebesar 7.220,70 ha atau 79,11% dari luas wilayah kecamatan. Terdapat tiga kecamatan, selain Kecamatan Dawe yang memiliki luasan RTH yang luasannya lebih dari 30% dari wilayah total kecamatan yaitu Kecamatan Gebog, Jekulo dan Bae dengan masing-masing luasan RTH secara berturut-turut sebesar 4.019,22 ha (65,02%), 2.828,16 ha (33,69%), dan 997,83 ha (40,20%). Terdapat lima kecamatan lainnya yang memiliki luasan RTH yang kurang dari 30% dari luas wilayahnya yaitu Kecamatan Jati, Kota, Mejobo, Kaliwungu dan Undaan dengan masing-masing luasan yaitu 24,75 ha (20,26%), 223,74 ha (20,09%), 744,57 ha (19,08%), 547,74 ha (16,42%) dan 860,04 ha (11,19%), sehingga perlu adanya penambahan luasan RTH untuk kelima kecamatan ini dengan penambahan luasan masing-masing 305,50 ha, 110,33 ha, 425,96 ha, 452,74 ha, dan 1.446,003 ha. Tabel 13 Kebutuhan RTH berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bae Dawe Gebog Jati Jekulo Kaliwungu Kota Mejobo Undaan Total
Luas kecamatan (Ha)
Luas RTH (Ha)
Standar luas RTH
2.482,02 9.126,99 6.181,56 3.136,05 8.393,49 3.334,95 1.113,57 3.901,77 7.686,81
997,83 7220,7 4.019,22 635,31 2.828,16 547,74 223,74 744,57 860,04
30% 30% 30% 30% 30% 30% 30% 30%
45.357,21
18.077,31
Kebutuhan RTH (Ha) 744,60 2.738,09 1.854,46 940,81 2.518,04 1.000,48 334,07 1.170,53 2.306,04 13.607,12
Selisih (Ha) 253,22 4.482,60 2.164,75 -305,50* 310,11 -452,74* -110,33* -425,96* -1.446* 7.210,68
Keterangan : * Jumlah kekurangan luas RTH
5.3.2 Kebutuhan RTH berdasarkan emisi CO2 Penambahan jumlah penduduk mempunyai peran dalam meningkatkan jumlah emisi CO2 di udara. Peningkatan jumlah penduduk pun cenderung merubah fisik lingkungan alami dan mengurangi jumlah areal bervegetasi menjadi areal terbangun atau area penggunaan lain yang bersifat buatan. Laju pertumbuhan
50
penduduk Kabupaten Kudus berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2010 adalah 1,01%. Aktivitas masyarakat perkotaan yang tinggi mendorong masyarakat meningkatkan konsumsi terhadap bahan bakar fosil seperti bensin, solar, minyak tanah, pelumas, batu bara dan LPG. Bahan bakar fosil tersebut berpotensi menghasilkan gas CO2, jika terjadi proses pembakaran. Gas CO2 relatif tidak beracun, tetapi jika konsentrasinya meningkat di udara maka akan mengakibatkan peningkatan suhu di udara secara global melalui efek rumah kaca. Oleh sebab itu, konsentrasi gas ini perlu dikendalikan. Semua bentuk vegetasi bermanfaat untuk menjamin kelestarian penyediaan oksigen dan sebagai penyerap gas CO2. Salah satu cara untuk mengurangi CO2 di udara adalah dengan memanfaatkan CO2 sebagai bahan fotosintesis atau asimilasi zat karbon. RTH mengambil peran penting dalam hal ini, karena fungsinya sebagai tenpat tumbuh vegetasi-vegetasi tersebut. RTH dalam proses selanjutnya mampu meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan sehingga menjadi lebih nyaman, segar, indah dan bersih. Kebutuhan luasan RTH di Kabupaten Kudus dapat diketahui dengan pendekatan daya serap CO2. Kandungan gas CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus dilihat dari empat aspek yaitu emisi CO2 yang dihasilkan dari energi yaitu berupa bahan bakar fosil, emisi CO2 yang dihasilkan dari ternak, emisi CO2 yang dihasilkan dari ternak emisi CO2 yang dihasilkan dari penduduk dan emisi CO2 yang dihasilkan dari areal persawahan, dari keempat aspek tersebut didapat total emisi CO2 yaitu sebesar 1.744,704 Gg /tahun. Serapan CO2 berguna untuk mengetahui kemampuan RTH dalam menyerap CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus. Pendekatan yang dilakukan untuk penghitungan serapan CO2 dilakukan dengan cara menentukan luas penutupan lahan daerah-daerah yang bervegetasi tinggi atau RTH. Luas RTH yang dimiliki oleh Kabupaten Kudus adalah sebesar 18.077,31 ha sehingga emisi CO2 yang dapat diserap oleh RTH adalah sebesar 1.053.140,69 ton CO2/ha atau 1.053,14 Gg CO2/ha. Jumlah emisi CO2 yang telah dihitung, serapannya diasumsikan dengan nilai serapan CO2 oleh RTH (vegetasi pohon) yaitu sekitar 58,2576 ton/tahun/ha. Berdasarkan jumlah emisi CO2 pada tahun 2010, secara keseluruhan Kabupaten Kudus belum mampu menyerap semua emisi CO2. Luas RTH yang harus
51
disediakan yaitu sebesar 29.948,106 ha (66,46%) sedangkan jumlah luas RTH di lapangan yaitu 18.077,31 ha atau 39,86% dari luas wilayah Kabupaten Kudus. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan RTH di Kabupaten Kudus belum cukup untuk menyerap emisi CO2.
5.3.3 Ketercukupan RTH berdasarkan kondisi sekarang Berdasarkan kondisi sekarang RTH di Kabupaten Kudus belum mencukupi untuk menyerap emisi karbon dioksida. RTH yang seharusnya disediakan oleh Kabupaten Kudus adalah seluas 29.948,106 ha sedangkan keadaan dilapangan luas RTH yang tersedia adalah 18.077,31 ha, sehingga membutuhkan tambahan luas RTH sebesar 11.870,79 ha. Kebutuhan luasan RTH untuk masing-masing kecamatan dapat diketahui dengan menggunakan asumsi yaitu total emisi CO2 tersebar secara merata berdasarkan luas kecamatan. Data mengenai kebutuhan luasan RTH ini dapat dilihat pada Tabel 14. Penambahan pembangunan RTH dimaksudkan untuk dapat menjaga kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan dan sosial budaya. Pembangunan RTH sesuai dengan tujuannya lebih ditekankan pada fungsinya untuk memperbaiki dan menjaga iklim mikro, nilai estetika, peresapan air, menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota. Kualitas lingkungan perkotaan yang meningkat, akan diikuti dengan meningkatnya produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Tabel 14 Kebutuhan luasan RTH pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus No.
Kecamatan
Luas Kecamatan (ha)
Bae Dawe Gebog Jati Jekulo Kaliwungu Kota Mejobo Undaan Total
2.482,02 9.126,99 6.181,56 3.136,05 8.393,49 3.334,95 1.113,57 3.901,77 7.686,81 45.357,21
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Luas Ruang terbuka hijau (ha) 997,83 7.220,70 4.019,22 635,31 2.828,16 547,74 223,74 744,57 860,04 18.077,31
Total Emisi Kebutuhan CO2 RTH (ha) (Gg/tahun) 95,47 351,07 237,77 120,63 322,86 128,28 42,83 150,08 295,68 1.744,70
1.638,80 6.026,29 4.081,51 2.070,64 5.541,98 2.201,97 735,25 2.576,23 5.075,38 29.948,11
Selisih (ha) -640,97 1.194,40 -62,29 -1.435,33 -2.713,82 -1.654,23 -511,51 -1.831,66 -4.215,34 -11.870,79
52
5.3.4 Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kudus terhadap kawasan RTH Berbagai pertimbangan akan diperlukan pemerintah daerah dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerahnya.Salah satu aspek yang dipertimbangkan adalah mengenai aspek keruangan, karena setiap aktivas manusia, aktivitas alami dan semua kegiatan yang berlangsung memerlukan ruang sebagai tempat aktivitas kegiatan. Rencana tata ruang wilayah adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang suatu wilayah.
Rencana tata ruang wilayah berfungsi sebagai acuan dalam
mengarahkan kegiatan wilayah perkotaan, intensitas kegiatan serta volume kegiatan yang optimal dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Rencana tata ruang wilayah juga merupakan rencana pemanfaatan ruang yang disusun untuk menjaga keserasian pembangunan antar sektor dalam rangka menyusun dan mengendalikan pembangunan kota dalam jangka panjang. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Kudus selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten Kudus adalah kebijakasanaan pemerintah yang mengarahkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan budidaya termasuk kawasan kawasan produksi dan kawasan premukiman, pola jaringan prasarana dan wilayah-wilayah dalam daerah yang diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu tertentu. Salah satu rencana yang terdapat di RTRW Kabupaten Kudus periode 20022011 adalah rencana penggunaan lahan dimana luasan Kabupaten Kudus adalah sebesar 42.415,644. Rencana penggunaan lahan Kabupaten Kudus tahun 20022011 dapat dilihat pada Tabel 15. Berdasarkan data penggunaan lahan yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Kudus serta melalui pengolahan data, luas lahan untuk RTH meliputi hutan lindung, hutan produksi, taman kota, alun-alun kota, RTH, jalur hijau, lapangan olahraga, pemakaman, ruang terbuka perumahan dan daerah aliran sungai adalah sebesar 3.882,23 ha atau 9,13% dari luas wilayah Kabupaten Kudus, dan untuk luasan lahan terbangun sebesar 9.296,654 ha. Penggunaan lahan sebagai tanah tegalan sebesar 6.717,345 (32,52%) diikuti padang gembala sebesar 3 ha (0,02%), tambak/kolam/empang sebesar 4 ha (0,02%), persawahan sebesar 21.857,810 ha atau 67,21%. Recana penggunaan lahan di Kabupaten Kudus dapat dlihat pada Tabel 15.
53
Tabel 15 Rencana penggunaan lahan Kabupaten Kudus No. Penggunaan Lahan Luas (ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Total
Lahan Terbangun Sawah Tegalan Tambak Padang Gembala Tambang Hutan Produksi Hutan Lindung Hutan kota,taman kota, jalur hijau, pemakaman umum, lapangan Jalan dan lain-lain
Persentase (%)
9296,65 21.857,81 6717,34 4,00 3,00 750,00 1910,53 1881,31 30,28
21,87 51,41 15,80 0,01 0,01 1,76 4,49 4,42 0,14
30,11 42.415,64
0,07 100
Besarnya persentase untuk areal terbangun menyebabkan terjadinya penyimpangan dengan persentase RTH yang direncanakan hanya sebesar 3.882,23 ha atau 9,13% dari luas kabupaten secara keseluruhan. Perencanaan penggunaan lahan tersebut tidak sesuai dengan Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas kota. Berdasarkan hal tersebut Kabupaten Kudus tidak memenuhi standar kecukupan luasan RTH. Kebutuhan RTH berdasarkan emisi CO2 di Kabupaten Kudus adalah sekitar 29.248,11 ha. Kandungan emisi CO2 di Kabupaten Kudus yang tinggi, mengharuskan pemerintah memberi perhatian yang lebih terhadap lingkungan khususnya mengenai keberadaan RTH. Terjadinya ketidakseimbangan linkungan ini harus mampu mendorong pemerintah daerah Kabupaten Kudus dapat melakukan peninjauan ulang untuk rencana tata ruang wilayah yang ada khususnya untuk RTH sehingga dapat mewujudkan lingkungan perkotaan yang sehat dan mampu menjaga kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. 5.4
Perubahan dan Prediksi Peningkatan Kebutuhan RTH di Kabupaten Kudus pada tahun 2016 berdasarkan Emisi CO2 Perubahan luasan RTH pada lima tahun kedepan yaitu tahun 2016 dapat
diketahui dengan menggunakan data sekunder pada tahun-tahun sebelumnya. Penentuan tahun prediksi disesuaikan dengan kegiatan revisi RTRW lima tahunan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus. Data konsumsi perubahan di tahuntahun sebelumnya akan mempengaruhi emisi CO2 di tahun-tahun selanjutnya.
54
Pendugaan emisi pada tahun 2016 digunakan untuk menghitung kebutuhan luasan RTH pada tahun 2016. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai emisi CO2 pada tahun 2016 sebesar 1.794,016 Gg, sehingga luas RTH yang dibutuhkan adalah 30.794,545 ha atau 67,89% dari luas wilayah Kabupaten Kudus. Faktanya keadaan di lapang, luas RTH yang tersedia adalah 18.077,31 ha. Pendugaan luas RTH tahun 2016 diasumsikan sama dengan tahun 2009, sehingga penambahan luasan RTH pada tahun 2016 sebesar 12.717,235 ha. Nilai luasan prediksi didapatkan dari beberapa variabel tetap yaitu emisi CO2 dari areal persawahan sebesar 14,5568 Gg, sedangkan variabel peubahnya yaitu emisi CO2 dari peternakan, penduduk dan konsumsi energi. Persamaan eksponensial untuk tiga variabel peubah tersebut masing-masing yaitu: Y1 = 3,345 (1 - 0,02)x Y2 = 690.346,652 (1 + 0,0128)x Y3 = 1.424,671 (1+0,004)x Keterangan: Y1 = Total emisi CO2 dari peternakan Y2 = Total emisi CO2 dari penduduk Y3 = Total emisi CO2 dari konsumsi energi x = Selisih tahun
Penyebaran RTH di Kabupaten Kudus terdapat pada beberapa kecamatan yang sebaiknya menjadi prioritas dalam pengembangan RTH. Salah satu pengembangan yang dapat menjadi masukan dalam RTRW yaitu pengembangan RTH di kecamatan-kecamatan yang belum mampu menyerap semua emisi CO2. Pelaksanaan dari penentuan pendugaan kebutuhan luas RTH tidak hanya dilakukan pada tahun aktual yaitu pada tahun 2011, namun dapat dijadikan sebagai pengembangan dan perencanaan RTRW Kabupaten Kudus. Penentuan kebutuhan RTH pada tahun-tahun yang akan datang sangat dibutuhkan karena dapat dijadikan masukan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah yang mendukung dan menjaga kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan.
55
5.5
Implikasi pada Kebijakan Pembangunan Wilayah Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Kudus Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang
menyatakan bahwa proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas kota. Berdasarkan hal tersebut Kabupaten Kudus pada tahun 2010 telah memenuhi standar kecukupan luasan RTH. Kecukupan ini berdasarkan luas seluruh Kabupaten Kudus, sedangkan kecukupan berdasarkan luasan per kecamatan menunjukkan tidak semua kecamatan memenuhi persayaratan proporsi RTH yaitu paling sedikit 30% dari luas wilayah. Kecukupan selanjutnya berdasarkan kemampuan wilayah mampu menyerap emisi CO2. Berdasarkan jumlah emisi CO2 pada tahun 2010, secara keseluruhan Kabupaten Kudus belum mampu menyerap semua emisi CO2. Penentuan kecukupan berdasarkan dua pendekatan yaitu UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan kemampuan menyerap emisi CO2, menunjukkan hasil yang tidak sama. Hasil ini berdasarkan ketersediaan dan kualitas ketersediaan RTH per kecamatan di Kabupaten Kudus. Upaya mengoptimalkan pembangunan RTH berdasarkan luasan perkecamatan ini harus dapat dilakukan pemerintah daerah, sehingga penentuan luasan RTH berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 perlu mempertimbangkan luas per kecamatan. Penentuan luasan RTH di Kabupaten Kudus adalah berdasarkan kualitas luasan RTH. Kualitas tersebut adalah kualitas penyerapan emisi CO2, sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan penanaman jenis-jenis tanaman RTH yang berkemampuan tinggi dalam menyerap CO2 dan keberadaannya tidak terpusat pada satu lokasi. Pemilihan lokasi apabila dilihat dari kondisi luas wilayah per kecamatan yang cukup kecil dibandingkan dengan kepadatan bangunan, maka tidak memungkinkan adanya cadangan ruang terbuka sebagai pengembangan ruang terbuka hijau untuk memenuhi kekurangan luasan RTH pada semua kecamatan. Berdasarkan besaran persentase luasan minimal ruang terbuka hijau, maka perlu dilakukan pengembangan dengan mengoptimalkan dari wilayah yang didominasi semak dan belukar.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus dilihat dari empat sumber, yaitu emisi CO2 yang berasal dari energi (bahan bakar) dengan jumlah emisi 1.454,82 Gg /tahun, ternak dengan jumlah emisi 3,791 Gg /tahun, dari sawah dengan jumlah emisi 14,556 Gg /tahun dan penduduk dengan jumlah emisi 272,59 Gg /tahun. Total emisi CO2 dari keempat sumber tersebut adalah 1.744, 704 Gg /tahun. 2. Luas RTH di Kabupaten Kudus berdasarkan proses klasifikasi lahan adalah 18.077,31 ha atau 39,86% dari luas total wilayah Kabupaten Kudus 45.064,98 ha. Luasan RTH untuk masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut Kecamatan Bae sebesar 997,83 ha, Dawe sebesar 7.220,7 ha, Gebog sebesar 4019,22 ha, Jati sebesar 635,31 ha, Jekulo sebesar 288,16 ha, Kaliwungu sebesar 547,74 ha, Kota sebesar 223,74 ha, Mejobo sebesar 744,57 ha dan Undaan sebesar 860,04 ha. 3. Tingginya tingkat emisi CO2 yang terdapat di Kabupaten Kudus menyebabkan wilayah ini membutuhkan penambahan luasan RTH sebesar 11870,79 ha. Kebutuhan luasan RTH untuk masing-masing kecamatan di Kabupaten Kudus sebagai berikut Kecamatan Bae sebesar 670,97 ha, Gebog sebesar 62,29 ha, Jati sebesar 1.435,33, Jekulo sebesar 2.713,82 ha, Kaliwungu sebesar 1.654,23 ha, Kota sebesar 511,51 ha, Mejobo sebesar 1.831,66 ha dan Undaan sebesar 4.215,34 ha. Penambahan luasan RTH ini dapat diterapkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten periode berikutnya. 4. Nilai emisi CO2 pada tahun 2016 sebesar 1.794,016 Gg, sehingga luas RTH yang dibutuhkan adalah 30.794,545 ha. Penambahan kebutuhan luasan RTH pada tahun 2016 sebesar 12.717,235 ha dari asumsi luasan keadaaan sebenarnya di lapang menggunakan data citra 2009.
57
6.2 1.
Saran Perlu adanya penambahan luasan RTH di Kabupaten Kudus sehingga mampu menyerap emisi CO2. Distribusi penambahan luasan RTH pada masingmasing kecamatan dapat dilakukan baik pada tanah milik maupun tanah publik. Penambahan luasan ruang terbuka hjau ini dapat diintegrasikan dalam berbagai bentuk seperti pembuatan jalur hijau, pekarangan perumahan, taman kota, daerah sekitar mata air dan resapan air, areal pemakaman, taman di lingkungan industri dan areal perkebunan.
2.
Penerapan sistem hadiah atau sanksi (reward & punishment system) untuk tindakan yang mendukung atau menghambat keberadaan RTH di wilayah Kabupaten Kudus.
3.
Penelitian untuk mengetahui nilai kerapatan pepohonan berkayu secara kualitatif dan kuantitatif perlu dilakukan, sehingga diketahui tipe RTH berdasarkan nilai kerapatan pepohonan berkayu.
DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Kudus. 2001. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kudus tahun 2002-2011. CV Citra Rekayasa. Semarang. Badan Pusat Statistik Kota Kudus. 2008. Kudus dalam Angka 1992-2009: Badan Pusat Statistik Kota Kudus. Kudus. Branch MC. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Budihardjo E. 1992. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Alumni. Bandung. Dahlan EN. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Jakarta. . 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City). IPB Press. Bogor. DEFRA. 2010. Guidelines for Company Reporting on greenhouse Gas Emissions. AnnexI-fuel Conversions Factors. http://defra.gov.uk/environment/business envrp gas 07.htm. [20 Januari 2010] Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tentang Luas Ruang Terbuka Hijau. Depdagri. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2005. Kemampuan Pohon Menyerap Karbon Bervariasi Menurut Tempat Tumbuh, Jenis Tanaman dan Umur Tegakan. http://dephut.go.id. [19 Januari 20010] Departemen Pertanian. 2008. Buah Lerak Mengurangi Emisi Metana pada Hewan Ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Vol. 30 No. 2. Fakuara Y. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2006. Livestock's Long Shadow: Environmental Issues and Options. Rome. http:// www. world watch. org/ww/lifestock [15 April 2011] Grey GW and FJ Denake. 1978. Urban Forestry. John Wiley and Sons. New York. Gusmalina. 1995. Pengukuran Kadar CO2 Udara di dalam Tegakan Beberapa Jenis Hutan di Cikoledan Ciwidey, Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
59
Haris VI. 2006. Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus di Kota Bogor) [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Heriansyah I dan N Mindawati. 2005. Potensi Hutan Tanaman Marga Shorea dalam Menyerap CO2 Melalui Mendugaan Biomassa di Hutan Penelitian Haurbentes. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam: Vol.II No. 2; Halaman 105-111. Irwan ZD. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara. Jakarta. [IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 1996. Revised 1996 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Workbook (Volume 2). http://www.ipcc-nggip.iges.or.jp/public/gl/invs5.html. Kusmana CK, Abe dan A Watanabe. 1992. An estimation of aboveground tree biomass of mangrove forest in east Sumatra, Indonesia. Tropic 1(4) : 243257. Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lillesand TM dan RW Kiefer. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan-Cetakan Kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Jakarta: Universitas Indonesia. McCutcheon JJ and WF Scoot. 2005. An Introduction to the Mathematics of Finance. Department of Actuaries Mathematics and Statistics. Herriot-Watt University. Edinburg: the Institute of Actuaries and the Faculty of Actuaries. Muntohar A. et al. 2005. Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kabupaten Kudus. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kudus. Kudus. [MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988. [MENPU] Menteri Pekerjaan Umum. 2002. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. [MENPU] Menteri Pekerjaan Umum. 2007. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007.
60
Neirburger M. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Penterjemah: Ardina Purba. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Nurcahyono G.2003. Karakteristik Ruang Terbuka Hijau Di Jakarta Timur (Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh). [skripsi]. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Pauleit S and Duhme F. 2004. GIS Assesssment of Munich’s Urban Forest Structure for Urban Planning.J of Arboriculture. International Society of Arboriculture. Champaign, IL (US). Volume 26(3). http://www.urbanforestrysouth.org/ resources/library/Citation.2004-0929.1001/view. [27 Juli 2011]. Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Qodriyanti N. 2010. Analisis Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbon dioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Rosa DS. 2005. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap gas CO2 (Studi Kasus di Kota Palembang, Sumatera Selatan). [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Roslita. 1997. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Padang, Propinsi Sumatera Barat [skripsi]. Jurusan Budidaya Pertanian. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Salisbury FB and CW Ross. 1995. Fisiologi Tanaman. Jilid 1, Sel: Air, Larutan dan Permukaan. terj. dari Plant physiology. DR Lukman dan Sumaryono (penerj.). Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sastrawijaya AT. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. Simpson JR dan EG McPherson. 1999. Carbon dioxide Reduction Through Urban Forestry-Guidelines for Professional an Volunteer Tree Planters. Ge. Tech. Rep. PSW-GTR-171. Albany, CA: Pacific Southwest Research Station, Forest Service, U.S. Department of Agriculture. Tinambunan RS. 2006. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Wijayanti M. 2003. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Purwokerto. [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Perhitungan emisi CO2 yang berasal dari energi tahun 2010 (bahan bakar) 1.
Bensin
Diketahui
: ρbensin
= 0,8 g/cm3 = 800 kg/m3
Vbensin
= 78.197 kl/tahun = 78.197.000 l = 78.197.000 x 10-3 m3/tahun = 78.197 m3/tahun = ……10-3 ton?
Ditanya : mbensin Penyelasaian : m ρ= V
m=ρxV
= ρbensin x Vbensin = 800 kg/m3 x 78.197 m3/tahun = 62.557.600 x 102 kg/tahun = 62.557.600 x 102 kg/tahun 10-3 = 62.557,6 t/tahun = 62.557,6 x 10-3 t/tahun Konsumsi Premium Jumlah Konsumsi Bensin (TJ) = Konsumsi Bensin (10-3 t/tahun) x Faktor Konversi (TJ/10-3 t)
mpremium
Jumlah Konsumsi Bensin (TJ) = 62.557,6 x 10-3 t/tahun x 44,80 TJ/10-3 t = 2.802,580 TJ/tahun Kandungan Karbon (t C) = Jumlah Konsumsi Bensin (TJ/tahun) x Faktor Emisi Karbon (t C/TJ) Kandungan Karbon (t C) = 2.802,580 TJ/tahun x 18,9 t C/TJ = 52.968,771 t C /tahun = 52,968 Gg C/tahun Emisi Karbon Aktual (Gg C) = Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi CO2 Emisi Karbon Aktual (Gg C) = 52,968 Gg C/tahun x 0,99 = 52,439 Gg C/tahun Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [ Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x (44 / 12) ] Emisi CO2 aktual (Gg CO2)
= [52,439 Gg C/tahun x (44 / 12) ] = 192,276 Gg CO2/tahun
63
2.
Solar
Diketahui
: ρsolar
= 0,8 g/cm3 = 800 kg/m3
Vsolar
= 51.141 kl/tahun = 51.141.000 l = 51.141. x 10-3 m3/tahun = 51.141 m3/tahun = ……10-3 ton?
Ditanya : msolar Penyelasaian : m ρ= V mpremium
m=ρxV
= ρsolar x Vsolar = 800 kg/m3 x 51.141 m3/tahun = 40.912.800 kg/tahun = 40.912.800 kg/tahun 10-3 = 40.912,8 t/tahun = 40,9128 x 10-3 t/tahun Konsumsi Solar
Jumlah Konsumsi Solar (TJ) = Konsumsi Solar (10-3 t/tahun) x Faktor Konversi (TJ/10-3 t) Jumlah Konsumsi Solar (TJ) = 40,9128 x 10-3 t/tahun x 43,33 TJ/10-3 t = 1.772,752 TJ/tahun Kandungan Karbon (t C) = Jumlah Konsumsi Solar (TJ/tahun) x Faktor Emisi Karbon (t C/TJ) Kandungan Karbon (t C) = 1.772,752 TJ/tahun x 20,2 t C/TJ = 35.809,583 t C/tahun = 35,809 Gg C/tahun Emisi Karbon Aktual (Gg C) = Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi CO2 Emisi Karbon Aktual (Gg C) = 35,809 Gg C/tahun x 0,99 = 35,451 Gg C/tahun Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [ Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x (44 / 12) ] Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [35,451 Gg C/tahun x (44 / 12) ] = 129,987 Gg CO2/tahun
64
3.
Minyak Tanah
Diketahui
: ρm.tanah
= 0,8 g/cm3 = 800 kg/m3
Vm.tanah
= 11.584,281 l/tahun = 11.584,281 x 10-3 m3/tahun = 11.584,281 m3tahun = ……10-3 ton?
Ditanya : mm.tanah Penyelasaian : m ρ= V mpremium
m=ρxV
= ρm.tanah x Vm.tanah = 800 kg/m3 x 11.584,281 m3/tahun = 9.267.424,472 kg/tahun = 9.267.424,472 kg/tahun 10-3 = 9.267 t/tahun = 9,267 x 10-3 t/tahun Konsumsi M.Tanah
Jumlah Konsumsi M. Tanah (TJ) = Konsumsi M Tanah (10-3 t/tahun) x Faktor Konversi (TJ/10-3 t) Jumlah Konsumsi M. Tanah (TJ)
= 9,267 x 10-3 t/tahun x 44,59 TJ/10-3 t = 413,216 TJ/tahun
Kandungan Karbon (t C) = Jumlah Konsumsi M. Tanah (TJ/tahun) x Faktor Emisi Karbon (t C/TJ) Kandungan Karbon (t C) = 413,216 TJ/tahun x 19,5 t C/TJ = 8.057,703 t C/tahun = 8,057 Gg C/tahun Emisi Karbon Aktual (Gg C) = Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi CO2 Emisi Karbon Aktual (Gg C) = 8,057 Gg C/tahun x 0,99 = 7,977 Gg C/tahun Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [ Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x (44 / 12) ] Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [7,977 Gg C/tahun x (44 / 12) ] = 29,252 Gg CO2tahun
65
4.
Indusrtial Fuel Oil (IFO)
Diketahui
: ρIFO
= 0,8 g/cm3 = 800 kg/m3
VIFO
= 1.518,5 kl/tahun = l.518.500 = 1.518.500 x 10-3 m3tahun = 1.518,5 m3tahun = ……10-3 ton?
Ditanya : mIFO Penyelasaian : ρ=
m m=ρxV V
MIFO
= ρIFO x VIFO = 800 kg/m3 x 1.518,5 m3 = 1.214.800 kg/tahun = 1.214.800 kg/tahun 10-3 = 1.214,8 t/tahun = 1,2148 x 10-3 t/tahun Konsumsi IFO
Jumlah Konsumsi IFO (TJ) = Konsumsi IFO(10-3 t/tahun) x Faktor Konversi (TJ/10-3 t) Jumlah Konsumsi IFO (TJ) = 1,2148 x 10-3 t/tahun x 43,33 TJ/10-3 t = 52,603 TJ/tahun Kandungan Karbon (t C) = Jumlah Konsumsi IFO (TJ/tahun) x Faktor Emisi Karbon (t C/TJ) Kandungan Karbon (t C) = 52,603 TJ/tahun x 20,2 t C/TJ = 1.062,573 t C/tahun = 1,062 Gg C/tahun Emisi Karbon Aktual (Gg C) = Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi CO2 Emisi Karbon Aktual (Gg C) = 1,602 Gg C/tahun x 0,99 = 1,586 Gg C/tahun Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [ Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x (44 / 12) ] Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [1,586 Gg C x (44 / 12) ] = 5,815 Gg CO2/tahun
66
5.
Liquid Petroleum Gas (LPG)
Konsumsi LPG = 13.218.120 kg/tahun = 13.218,120 t/tahun = 13,21812 x 10-3 t/tahun Penyelesaian : Jumlah Konsumsi LPG (TJ) = Konsumsi LPG (10-3 t/tahun) x Faktor Konversi (TJ/10-3 t) Jumlah Konsumsi LPG (TJ) = 13,21812 x 10-3 t/tahun x 47,31 TJ/10-3 t = 625,3493 TJ/tahun Kandungan Karbon (t C) = Jumlah Konsumsi LPG (TJ/tahun) x Faktor Emisi Karbon (t C/TJ) Kandungan Karbon (t C) = 625,3493 TJ/tahun x 17,2 t C/TJ = 10.756,01 t C/tahun = 10,75601 Gg C/tahun Emisi Karbon Aktual (Gg C) = Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi CO2 Emisi Karbon Aktual (Gg C) = 10,75601 Gg C/tahun x 0,995 = 10,70223 Gg C/tahun Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [ Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x (44 / 12) ] Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [10,70223 Gg C/tahun x (44 / 12) ] = 39,2415 Gg CO2/tahun
67
6.
Pelumas
Diketahui
: ρpelumas
= 0,8 g/cm3 = 800 kg/m3
Vpelumas
= 4072 kl/tahun = 4.072.000 l = 4.072.000 x 10-3 m3/tahun = 4.072m3tahun = ……10-3 ton?
Ditanya : mpelumas Penyelasaian : m ρ= V mpelumas
m=ρxV
= ρpelumas x Vpelumas = 800 kg/m3 x 4.072 m3/tahun = 3.257.600 kg/tahun = 3.257.600 kg/tahun 10-3 = 3257,6 t/tahun = 3,2576 x 10-3 t/tahun Konsumsi M.Tanah
Jumlah Konsumsi Pelumas (TJ) = Konsumsi Pelumas(10-3 t/tahun) x Faktor Konversi (TJ/10-3 t) Jumlah Konsumsi Pelumas (TJ)
= 3,2576 x 10-3 t/tahun x 44,59 TJ/10-3 t = 130,922 TJ/tahun
Kandungan Karbon (t C) = Jumlah Konsumsi M. Tanah (TJ/tahun) x Faktor Emisi Karbon (t C/TJ) Kandungan Karbon (t C) = 130,922 TJ/tahun x 19,5 t C/TJ = 2618,458 t C/tahun = 2,618 Gg C/tahun Emisi Karbon Aktual (Gg C) = Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi CO2 Emisi Karbon Aktual (Gg C) = 2,618 Gg C/tahun x 0,99 = 2,591 Gg C/tahun Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x (44 / 12)] Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [2,591 Gg C/tahun x (44 / 12)] = 9,503 Gg CO2tahun
68
7. Batubara Konsumsi Batubara = 393.835 t/tahun = 393,835 x 10-3 t/tahun Penyelesaian : Jumlah Konsumsi Batubara (TJ) = Konsumsi Batubara (10-3 t/tahun) x Faktor Konversi 3
Jumlah Konsumsi Batubara (TJ) = 393,835 x 10-3 t/tahun x 28 TJ/10-3 t = 11.027,38 TJ/tahun Kandungan Karbon (t C) = Jumlah Konsumsi Batubara (TJ/tahun) x Faktor Emisi Karbon (t C/TJ) Kandungan Karbon (t C) = 11.027,38 TJ/tahun x 26,2 t C/TJ = 288.917,356 t C/tahun = 288,917 Gg C/tahun Emisi Karbon Aktual (Gg C) = Kandungan Karbon (Gg C/tahun) x Fraksi CO2 Emisi Karbon Aktual (Gg C) = 288,917 Gg C/tahun x 0,995 = 286,028 Gg C/tahun Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [ Emisi Karbon Aktual (Gg C/tahun) x (44 / 12) ] Emisi CO2 aktual (Gg CO2) = [286,028 Gg C/tahun x (44 / 12) ] = 1048,77 Gg CO2/tahun
69
Lampiran 2 Perkembangan Emisi CO2 Aktual (Gg CO2) Tahun 2006-2010 Tahun No.
Jenis bahan bakar 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Batu bara Bensin (Premium dan pertamax) Solar LPG Minyak tanah Pelumas
7. Industrial Fuel Oil Total Kandungan Emisi CO2
2010
2009
2008
2007
2006
1048,77 192,276
1048,77 175,854
1048,77 151,250
1048,77 150,129
1048,77 150,204
129,986 39,241 29,25 9,503
104,462 22,672 52,720 9,503
92,964 13,099 95,030 9,503
93,011 13,105 101,360 9,503
93,057 13,112 102,150 9,503
5,815 1454,841
3,169 1417,1494
2,825 1413,4409
2,826 1418,704
2,827 1419,6231
70
Lampiran 3. Perhitungan emisi CO2 yang berasal dari peternakan pada tahun 2008 1. Sapi Potong Jumlah Sapi Potong = 7305 ekor Emisi Hasil Fermentasi = Jumlah Sapi Potong (ekor) x Faktor Emisi Hasil Fermentasi (kg CH4/ekor/tahun) (t CH4/tahun) Emisi Hasil Fermentasi (t CH4/tahun) = 7305 ekor x 44 kg CH4/ekor/tahun = 321.420 kg CH4/tahun = 321,42 t CH4/tahun Emisi Pengelolaan Pupuk = Jumlah Sapi Potong (ekor) x Faktor Emisi Pengelolaan Pupuk (kg CH4/ekor/tahun) (t CH4/tahun) Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun) = 7305 ekor x 2 kg CH4/ekor/tahun = 14610 kg CH4/ekor/tahun = 14,61 t CH4/tahun Total Emisi dari Sapi Potong = [Emisi Hasil Fermentasi (t C H4/tahun) + (Gg CH4 ) Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun)] / 1000 Total Emisi dari Sapi Potong = [321,42 t CH4/tahun + 14,61 t CH4/tahun] 1000 (Gg CH4 ) = 336,03 t CH4/tahun 1000 = 0,336 Gg CH4/tahun CH4 + 2 O2
CO2 + 2 H2O
Mol = massa Mr Mol Mr CO2
massa CH4 Mr CH4
= 0,336 Gg = 16
= 0,336 Gg 16 = 2,100 x 10-2 Gg = 44
Massa = mol x Mr Massa = 2,100 x 10-2 Gg x 44 = 0,924 Gg CO2/tahun
Emisi CO2
71
2. Kerbau Jumlah Kerbau = 1794 ekor Emisi Hasil Fermentasi = Jumlah Kerbau (ekor) x Faktor Emisi Hasil (t CH4/tahun) Fermentasi (kg CH4/ekor/tahun) Emisi Hasil Fermentasi (t CH4/tahun) = 1794 ekor x 55 kg CH4/ekor/tahun = 98.670 kg CH4/tahun = 98,67 t CH4/tahun Emisi Pengelolaan Pupuk = Jumlah Kerbau (ekor) x Faktor Emisi (t CH4/tahun) Pengelolaan Pupuk (kg CH4/ekor/tahun) Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun) = 1794 ekor x 3 kg CH4/ekor/tahun = 5382 kg CH4/ekor/tahun = 5,38 t CH4/tahun Total Emisi dari Kerbau = [Emisi Hasil Fermentasi (t C H4/tahun) + Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun)] / 1000 (Gg CH4 ) Total Emisi dari Kerbau = [98,67 t CH4/tahun + 5,38 t CH4/tahun] (Gg CH4 ) 1000 = 104,05 t CH4/tahun 1000 = 0,104 Gg CH4/tahun CH4 + 2 O2
CO2 + 2 H2O
Mol = massa Mr
massa CH4 Mr CH4
= 0,104 Gg = 16
Mol = 0,104 Gg 16 = 6,50 x 10-3 Gg Mr CO2 = 44 Massa = mol x Mr Massa
= 6,50 x 10-3 Gg x 44 = 0,286 Gg CO2/tahun
Emisi CO2
72
3.Kuda Jumlah Kuda = 170 ekor Emisi Hasil Fermentasi = Jumlah Kuda (ekor) x Faktor Emisi Hasil Fermentasi Emisi Hasil Fermentasi (t CH4/tahun)
= 170 ekor x 18 kg CH4/ekor/tahun = 3060 kg CH4/tahun = 3,06 t CH4/tahun
Emisi Pengelolaan Pupuk = Jumlah Kuda (ekor) x Faktor Emisi Pengelolaan (t CH4/tahun) Pupuk (kg CH4/ekor/tahun) Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun)
= 170 ekor x 2,27 kg CH4/ekor/tahun = 385,9 kg CH4/ekor/tahun = 0,385 t CH4/tahun
Total Emisi dari Kuda = [ Emisi Hasil Fermentasi (t C H4/tahun) + (Gg CH4 ) Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun)] / 1000 Total Emisi dari kuda (Gg CH4 ) = [3,06 t CH4/tahun + 0,3859 t CH4/tahun] 1000 = 3,446 t CH4/tahun 1000 = 3,446 x 10-3 Gg CH4/tahun CH4 + 2 O2
CO2 + 2 H2O
Mol = massa Mr
massa CH4 Mr CH4
= 3,446 x 10-3 Gg = 16
Mol = 3,446 x 10-3 Gg 16 = 2,154 x 10-4 Gg Mr CO2 = 44 Massa = mol x Mr Massa = 2,154 x 10-4 Gg x 44 = 0,0094 Gg CO2/tahun
Emisi CO2
73
4. Kambing Jumlah Kambing = 40219 ekor Emisi Hasil Fermentasi = Jumlah Kambing (ekor) x Faktor Emisi Hasil (t CH4/tahun) Fermentasi (kg CH4/ekor/tahun) Emisi Hasil Fermentasi (t CH4/tahun)
= 40219 ekor x 5 kg CH4/ekor/tahun = 201.095 kg CH4/tahun = 201,095 t CH4/tahun Emisi Pengelolaan Pupuk = Jumlah Kambing (ekor) x Faktor Emisi Pengelolaan (t CH4/tahun) Pupuk (kg CH4/ekor/tahun)
Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun) = 40219 ekor x 0,23 kg CH4 /eko / tahun = 9250,37 kg CH4/ekor/tahun = 9,250 t CH4/tahun Total Emisi dari Kambing (Gg CH4 ) = [Emisi Hasil Fermentasi (t C H4/tahun) + Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun)] / 1000 Total Emisi dari Kambing (Gg CH4 ) = [201,095 t CH4/tahun + 9,250 t CH4/tahun] 1000 = 210,345 t CH4/tahun 1000 = 210,345 x 10-3 Gg CH4/tahun CH4 + 2 O2 CO2 + 2 H2O Mol = massa Mr
massa CH4 = 210,345 x 10-3 Gg Mr CH4 = 16
= 210,345 x 10-3 Gg 16 = 13,147 x 10-3 Gg Mr CO2 = 44 Mol
Massa = mol x Mr Massa
= 13,147 x 10-3 Gg x 44 = 0,578 Gg CO2/tahun
Emisi CO2
74
5.
Domba
Jumlah Domba = 20622 ekor Emisi Hasil Fermentasi = Jumlah Domba (ekor) x Faktor Emisi Hasil (t CH4/tahun) Fermentasi (kg CH4/ekor/tahun) Emisi Hasil Fermentasi (t CH4/tahun) = 20622 ekor x 8 kg CH4/ekor/tahun = 164076 kg CH4/tahun = 164,976 t CH4/tahun Emisi Pengelolaan Pupuk = Jumlah Domba (ekor) x Faktor Emisi Pengelolaan (t CH4/tahun) Pupuk (kg CH4/ekor/tahun) Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun) = 20622 ekor x 0,37 kg CH4/ekor/tahun = 7630,14 kg CH4/ekor/tahun = 7,630 t CH4/tahun Total Emisi dari Domba (Gg CH4 ) = [Emisi Hasil Fermentasi (t C H4/tahun) + Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun)] / 1000 Total Emisi dari Domba (Gg CH4 ) = [164,976 t CH4/tahun + 7,630 tCH4/tahun] 1000 = 172,606 t CH4/tahun 1000 = 172,606 x 10-3 Gg CH4/tahun CO2 + 2 H2O CH4 + 2 O2 Mol = massa Mr
massa CH4 Mr CH4
= 172,606 x 10-3 Gg = 16
Mol = 172,606 x 10-3 Gg 16 = 10,788 x 10-3 Gg Mr CO2 = 44 Massa = mol x Mr Massa = 10,788 x 10-3 Gg x 44 = 0,474 Gg CO2/tahun
Emisi CO2
75
6.
Unggas
Jumlah Unggas
= 3.530.390 ekor
Emisi Pengelolaan Pupuk = Jumlah Unggas (ekor) x Faktor Emisi Pengelolaan (t CH4/tahun) Pupuk (kg CH4/ekor/tahun) Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun)
= 3.530.390 ekor x 0,157 kg CH4/ekor/tahun = 554271,2 kg CH4/ekor/tahun = 554,271 t CH4/tahun
Total Emisi dari Unggas (Gg CH4 ) = Emisi Pengelolaan Pupuk (t CH4/tahun) / 1000 Total Emisi dari Unggas (Gg CH4 ) = 554,271 t CH4/tahun 1000 CH4 + 2 O2
CO2 + 2 H2O
Mol = massa Mr
= 554,271 x 10-3 Gg CH4/tahun
massa CH4 Mr CH4
= 554,271 x 10-3 Gg = 16
= 554,271 x 10-3 Gg 16 = 34,642 x 10-3 Gg Mr CO2 = 44 Mol
Massa = mol x Mr Massa = 34,642 x 10-3 Gg x 44 = 1,524 Gg CO2/tahun
Emisi CO2
76
Lampiran 4 Perkembangan total emisi CO2 yang dihasilkan oleh ternak dari tahun 1992 s/d 2008 di Kabupaten Kudus Tahun
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sapi Potong Kerbau Kuda Kambing Domba Unggas Total emisi ternak (Gg CO2/tahun)
1,439 1,078 0,029 0,777 0,530 0,405
1,478 1,096 0,032 0,813 0,536 0,373
1,588 1,074 0,031 0,699 0,586 0,420
1,469 0,955 0,028 0,529 0,640 0,366
1,456 0,797 0,027 0,530 0,651 0,345
1,059 0,512 0,023 0,526 0,674 0,309
1,121 0,516 0,024 0,528 0,775 0,288
1,129 0,585 0,030 0,507 0,774 0,518
0,933 0,475 0,019 0,426 0,301 0,449
1,120 0,474 0,017 0,228 0,339 0,391
1,210 0,478 0,019 0,234 0,340 0,474
1,229 0,475 0,026 0,218 0,440 0,477
0,988 0,399 0,017 0,508 0,271 1,332
0,962 0,287 0,011 0,422 0,203 1,342
0,895 0,288 0,010 0,285 0,199 1,079
1,120 0,303 0,006 0,316 0,183 1,066
0,924 0,286 0,009 0,578 0,475 1,524
4,258
4,327
4,399
3,989
3,806
3,102
3,251
3,543
2,603
2,569
2,755
2,866
3,514
3,226
2,756
2,993
3,797
76
77
Lampiran 5. Perhitungan emisi CO2 yang berasal dari hasil klasifikasi tipe penutupan sawah pada tahun 2009 Diketahui : Luas persawahan = 14.703,895 ha = 14.703,895 x 104 m2 Ditanya : Emisi CO2 =……..Gg CO2 Penyelesaian : Total Emisi CH4 = Luas Persawahan (ha) x Nilai Ukur Faktor Emisi CH4 x Faktor (Gg/tahun) Emisi (g/m2) x jumlah masa panen (tahun) Total Emisi CH4 (Gg/tahun) = 14.703,895 x 104 m2x 1 x 18 g/m2 x 2/tahun = 52.923,402 x 104 g/tahun 109 = 5,2934 Gg CH4/tahun CH4 + 2 O2
CO2 + 2 H2O
Mol = massa Mr
massa CH4 = 7,865 Gg Mr CH4 = 16
Mol = 5,2934 Gg 16 = 0,3308 Gg Mr CO2 = 44 Massa = mol x Mr Massa = 0,3308 Gg x 44 = 14,556 Gg CO2/tahun
Emisi CO2
78
Lampiran 6. Perhitungan emisi CO2 yang dihasilkan oleh penduduk pada tahun 2010 Diketahui : Jumlah Penduduk = 777954 jiwa Jumlah CO2
= 0,96 kg CO2/jiwa/hari = 0,3456 x 10-3 Gg CO2/jiwa/tahun
Ditanya : Emisi CO2 =……..Gg CO2? Penyelesaian : Total Emisi = ∑ penduduk pada tahun ke t (jiwa) x ∑ CO2 yang dihasilkan manusia (Gg CO2/jiwa/tahun) Total Emisi
= 777954 jiwa x 0,3456 x 10-3 Gg CO2/jiwa/tahun = 272,59 Gg CO2/jiwa/tahun
79
Lampiran 7. Penentuan luasan RTH Total Emisi CO2 dari Energi (Gg/tahun) = Emisi CO2 aktual dari bensin (192,276 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari solar (129,987 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari minyak tanah (29,252 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari IFO (5,815 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari Pelumas (9,503 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari LPG (39,241 Gg CO2/tahun) + Emisi CO2 aktual dari batubara (1.048,77 Gg CO2/tahun) Total Emisi CO2 dari Energi (Gg/tahun) = 192,276 Gg CO2/tahun + 129,987 Gg CO2/tahun + 29,252 Gg CO2/tahun + 5,815 Gg CO2/tahun + 9,503 Gg CO2/tahun + 39,241 Gg CO2/tahun + 1.048,77 Gg CO2/tahun = 1.454,82 Gg CO2/tahun Total Emisi CO2 dari Ternak (Gg/tahun) = 2,712 Gg CO2/tahun Total Emisi CO2 dari Persawahan (Gg/tahun) = 14,556 Gg CO2/tahun Total Emisi CO2 dari Penduduk (Gg/tahun) = 272,59 Gg CO2/tahun Kebutuhan Luasan ruang terbuka hijau (ha) = Total Emisi CO2 dari Energi (1.454,82 Gg/tahun) + Total Emisi CO2 dari Ternak (2,712 Gg/tahun) + Total Emisi CO2 dari Persawahan (14,556 Gg/tahun) + Total Emisi CO2 dari Penduduk (272,59 Gg/tahun) Kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 Kemampuan hutan (pohon) dalam menyerap CO2 = 58,2576 ton/tahun/ha Kebutuhan ruang terbuka hijau dalam menyerap CO2 = (1.454,82 + 2,712 + 14,556 +272,59) Gg CO2/tahun 58,2576 ton/tahun/ha = 1.744,704 Gg CO2/tahun 0,0582576 Gg CO2/tahun/ha = 29.948,106 ha Penambahan Luas RTH
Luas RTH yang dibutuhkan
= Luas RTH yang dibutuhkan- Luas RTH di lapang
Luas RTH hasil klasifikasi citra penyiaman 21 Juni 2009 = 18.077,13 ha Penambahan Luas RTH = 29.948,106 ha -18.077,13 ha = 18.870,79 ha
80
Lampiran 8. Penutupan lahan per wilayah kecamatan tahun 2010 Tipe Penutupan Lahan Bae vegetasi rapat vegetasi jarang Semak Sawah lahan terbuka lahan terbangun badan air tidak ada data Total
dawe
gebog
jati
Kecamatan (ha) jekulo kaliwungu
kota
mejobo
undaan
0,9 996,93 146,43 663,21 11,07 549,81 50,22 63,45
2.571,03 4.649,67 501,03 713,52 4,14 301,59 21,51 364,5
1.602,72 2416,5 579,87 584,82 6,66 591,39 29,52 370,08
0,09 635,22 184,59 1.314,72 34,47 745,92 56,07 164,97
23,76 2804,4 1.030,23 3.081,87 57,96 1.089,36 153 152,91
0,00 547,74 1.643,85 214,83 39,96 739,71 101,88 46,98
0,00 223,74 21,6 86,22 4,68 748,71 13,68 14,94
2,88 741,69 240,75 2165,4 14,22 624,42 49,14 63,27
11,16 848,88 346,95 5.861,16 39,51 408,33 42,93 127,89
2.482,02
9.126,99
6.181,56
3.136,05
8.393,49
3.334,95
1.113,57
3901,77
7.686,81
80
81
Lampiran 9 Penentuan prediksi luas RTH tahun 2016 Diketahui: Kemampuan hutan (pohon) dalam menyerap CO2 = 58,2576 ton/tahun/ha Variabel Tetap (emisi sawah)
= 14,5568 Gg CO2
Variabel Peubah (emisi ternak, penduduk dan enetgi)
=……… Gg CO2
Ditanya
Yternak
= 3,345 (1 - 0,02)x
Ypenduduk
= 690.346,652 (1 + 0,0128)x
Yenergi
= 1424,671 (1+0,004)x
x (selisih tahun)
=8
: Emisi CO2 pada tahun 2016 =…….. Gg CO2?
Penyelesaian : a) Yternak
= 3,345 (1 - 0,02)x
Y2016
= 3,345 (1 - 0,02)8
Y2016
= 2,390 Gg CO2
b) Ypenduduk
= 690.346,652 (1 + 0,0128)x
Y2016
= 690.346,652 (1 + 0,0128)8
Y2016
= 296,278 Gg CO2
c) Yenergi
= 1424,671 (1+0,004)x
Y2016
= 1424,671 (1+0,004)8
Y2016
= 1.480,341Gg CO2
d) Ysawah
= 14,5568 Gg CO2
Emisi CO2 pada tahun 2016 = Yternak+Ypenduduk +Yenergi+ Ysawah = 2,390 Gg CO2 + 296,278 Gg CO2 + 1.480,341Gg CO2 + 14,5568 Gg CO2 = 1.794,016 Gg CO2 Kebutuhan RTH dalam menyerap CO2 = 1.794,016 Gg CO2 0,0582576 Gg CO2/tahun/ha = 30.794,545 ha
82
Lampiran 10 Hasil uji akurasi CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT Image File : d:/nano/research nan/data before accuracy/hasilrecode1mei_nodata_focal.img User Name : nanano Data : Tue May 03 22:47:06 2011 ERROR MATRIX Reference Data Classified Data Vegetasi rapat Vegetasi jarang Semak Sawah Lahan terbuka Lahan terbangun Badan air Tidak ada data
Vegetasi rapat 4 0 0 0 0 0 0 0
Column Total
4
Vegetasi jarang 0 25 1 3 0 0 0 0
Semak 0 0 3 0 0 0 0 0
34
3
Reference Data Classified Data Vegetasi rapat Vegetasi jarang Semak Sawah Lahan terbuka Lahan terbangun Badan air Tidak ada data Column Total
Sawah
Lahan terbuka 0 0 0 0 2 0 0 0
0 0 1 13 0 0 0 0 14
Lahan terbangun 0 0 0 1 0 13 1 0
2 Reference Data
Classified Data Vegetasi rapat Vegetasi jarang Semak Sawah Lahan terbuka Lahan terbangun Badan air Tidak ada data Column Total
Tidak ada data 0 0 0 0 0 0 0 2 14
Row Total 4 25 5 17 2 18 1 2
74 -----End of Error Matrix-----
15
Badan air 0 0 0 0 0 0 0 0 0
83
ACCURACY TOTAL Class Name Vegetasi rapat Vegetasi jarang Semak Sawah Lahan terbuka Lahan terbangun Badan air Tidak ada data Totals
Reference Totals 4 34 3 14 2 15
Classified Totals 4 25 5 17 2 18
Number Correct 4 25 3 13 2 13
0 2
1 2
0 2
74
74
62
Producers Accuracy 100.00% 73.53% 100.00% 92.86% 100.00% 86.67%
User Accuracy 100.00% 100.00% 60.00% 76.47% 100.00% 72.22%
100.00%
100.00%
Overall Classification Accuracy = 83.78% -----End of Accuracy Totals----KAPPA (K^) STATISTICS Overall Kappa Statistics = 0.7823 Conditional Kappa for each Category. Class Name
Kappa 1.0000 1.0000 0.5831 0.7098 1.0000 0.6516 0.0000 1.0000
Vegetasi rapat Vegetasi jarang Semak Sawah Lahan terbuka Lahan terbangun Badan air Tidak ada data -----End of Kappa Statistics-----