Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2016 Vol. 5 No.1 Hal : 27-35 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp
ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP MINAPADI (Impact Anticipation Of Climate Change On Minapadi) Achmad Mudzakkir Fagi1* 1Former
members of Board of Trustee The International Rice Research Institute Jl. Kumbang No. 8 Kec. Bogor Tengan Kota Bogor, 16128 *Korespondensi :
[email protected] Diterima: 13 April 2016 / Disetujui: 25 Mei 2016
ABSTRACT PTT technology in paddy rice can disajikam guidelines for the establishment of Presidential Decree No. 61/2011 regarding the GHG mitigation and adaptation to climate change. The fish that are kept on the sidelines of the rice plant (minapadi) to strengthen the effectiveness of the technology component in mitigating GHG PTT with no decrease rice yields, even increasing the total yield of rice equivalent. Among the components of PTT technology, engineering intermittent irrigation greatest effect in reducing GHG emissions. Thus, the exact location for planting Inmindi is class I, II, and III. In this sub-group planting area planting upper and middle classes that surplus irrigation water allocation is an ideal location Inmindi. Swimming refuge for the fish to be made if intermittent irrigation applied. Regulation of 40 on fertilizer recommendations in rice plants that show a balance between organic fertilizer (manure) as much as 2 tons / ha can be socialized because mature manure can reduce GHG emissions, and fertilize green algae and plankton to feed the fish in minapadi. Incorporation of straw directly from the crop (recommended in Permentan No. 40) increase in GHG emissions in the form of methane gas; straw should be used for cattle feed and fertilizer cage for rice ~ minapadi. Keywords: climate change, emission, minapadi, mitigation ABSTRAK Teknologi PTT pada padi sawah dapat disajikam pedoman bagi terwujudnya Perpres No. 61/2011 berkenaan dengan mitigasi GRK dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Ikan yang dipelihara di sela-sela tanaman padi (minapadi) memperkuat efektifitas dari komponen teknologi PTT dalam mitigasi GRK dengan tidak menurunkan hasil padi, bahkan meningkatkan hasil total setara padi. Di antara komponen teknologi PTT, teknik irigasi berselang paling besar pengaruhnya dalam menekan emisi GRK. Maka, lokasi yang tepat bagi Inmindi adalah golongan tanam I, II, dan III. Di golongan tanam ini sub-wilayah golongan tanam hulu dan tengah yang surplus alokasi air irigasi adalah lokasi Inmindi yang ideal. Kolam pengungsian bagi ikan harus dibuat kalau irigasi berselang diterapkan. Permentan No. 40 tentang rekomendasi pemupukan pada tanaman padi yang menunjukkan keseimbangan antara pupuk organik (pupuk kandang) sebanyak 2 ton/ha dapat disosialisasikan karena pupuk kandang matang dapat menekan emisi GRK, dan menyuburkan ganggang hijau dan plankton untuk pakan ikan dalam minapadi.
28
FAGI ET AL.
JIPP
Pembenaman jerami langsung dari hasil panen (dianjurkan dalam Permentan No. 40) meningkatkan emisi GRK berupa gas metana; jerami seyogyanya digunakan untuk pakan ternak sapi dan pupuk kandangnya untuk tanaman padi ~ minapadi. Kata kunci: emisi, mitigasi, minapadi, perubahan iklim PENDAHULUAN Intensifikasi minapadi (Inmindi) masuk dalam program peningkatan produksi padi dan pendapatan petani padi sejak Pelita V (1989-1993) dan Pelita VI (1994-1998) pada era pemerintahan Orde Baru. Krisis multidimensi menjelang akhir Pelita VI (1997) menyebabkan gaung dari Inmindi tidak lagi terdengar. Tetapi pada era reformasi mulai awal sampai pertengahan periode 2009-2013 Departemen Kelautan dan Perikanan membuka lagi peluang bagi potensi minapadi dengan dicanangkannya Gerakan Sejuta Hektar Minapadi (GSHM). Gerakan ini tidak terdengar kelanjutan dan implementasinya sampai penulis diundang oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dalam Forum Konsolidasi Budidaya Air Tawar di Bogor pada 2014. Penulis dalam Forum tersebut mempresentasikan hasil-hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan), Sukamandi (kemudian menjadi Balai Penelitian Tanaman Padi, sekarang menjadi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi). Pada awal dicanangkannya GSHM aspek perubahan iklim tidak mendapat perhatian. Forum menaruh perhatian terhadap dampak dari perubahan iklim terhadap minapadi. Perhatian terhadap dampak perubahan iklim terhadap minapadi beralasan, karena perubahan iklim menyebabkan terjadinya hal-hal yang berpengaruh terhadap pembangunan pertanian, yaitu: (a) konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfir naik, (b) permukaan air laut naik, (c) iklim/cuaca makin tidak menentu, terutama makin sering terjadi anomali iklim el nino dan la nina, dan (d) timbulnya biotipe baru hama dan patotipe baru penyakit. Makin tingginya konsentrasi GRK di atmosfir
akan meningkatkan suhu, dan lapisan es di kedua kutub dan pegunungan akan mencair yang akan menaikkan permukaan air laut. Konsekuensi lainnya adalah el nino menyebabkan kemarau panjang, dan la nina menimbulkan banjir. Kerusakan tanaman, terutama tanaman padi akan lebih parah oleh serangan hama/penyakit yang telah beradaptasi dengan perubahn iklim. Hukum Keberlanjutan Istilah keberlanjutan (sustainability) telah sering dilontarkan dalam diskusidiskusi pembangunan pertanian, kehutanan dan perikanan. Bagaimana ujud dari keberlanjutan itu? Dalam the Earth Summit 1992 di Rio de Jeniro, dihasilkan hukum keberlanjutan (Law of Sustainability). Brown (1994) dan dilengkapi oleh Sanchez (2001), merumuskan indikator dari hukum keberlanjutan: 1) Emisi karbon tidak lebih tinggi dari fiksasi karbon (CO2 ekuivalen), 2) Kerusakan hutan tidak lebih cepat dari regenerasi hutan, 3) Kepunahan jenis/spesies tidak lebih banyak dari evolusi jenis/spesies, 4) Erosi tanah tidak lebih banyak dari pembentukan tanah, 5) Jumlah tangkapan ikan tidak lebih banyak dari regenerasi ikan, 6) Lau kenaikan permintaan hasil pertanian tidak melebihi laju kenaikan produksi pertanian, dan 7) Laju kenaikan jumlah kelahiran manusia tidak lebih cepat dari laju kematian. Dari indikator dari hukum keberlanjutan itu, tampak bahwa hutan dan keanekaragaman hayati di Daerah Aliran Sungai (DAS) hulu dan tengah menentukan tingkat erosi tanah dan ketersediaan/kecukupan air bagi tana-
Vol. 5, 2016
Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Minapadi
man padi yang ditanam di DAS hilir. Luas budidaya minapadi dan hasil ikan di sela-sela tanaman padi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan/ kecukupan air. Prospek Minapadi Dalam diskusi internasional di CLSU (Central Luzon State University), Filipina, pada 23-27 Oktober 1989, utusan dari Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Tiongkok, Thailand dan Vietnam melaporkan bahwa minapadi sangat prospektif bagi ekonomi rumah tangga petani. Tetapi, minapadi yang dilaporkan oleh mereka tidak seperti yang dipraktekkan secara tradisional oleh petani padi di Indonesia. Umumnya mereka mengartikan minapadi bukan rice–cum–fish (ikan yang dipelihara di sela-sela tanaman padi), melainkan kolam ikan di sekitar petakan sawah dengan saluran air yang menghubungkan kolam ikan dan petakan pertanaman padi sawah. Sebab itu sistem integrasi ikan dengan padi demikian tidak massal, tetapi sporadik. Petani padi di Indonesia, khususnya di Jawa, memiliki sawah sekitar 0,20 – 0,25 ha per keluarga bahkan hanya sekitar 0,2 ha. Petani pasti enggan membangun kolam ikan didalam petakan sawah yang sempit.
29
Ikan dalam minapadi adalah tamu dari tanaman padi. Jadi, introduksi pemeliharaan ikan dalam pertanaman padi sawah harus tidak menurunkan hasil padi, tetapi justru menaikkan hasil padi atau menstabilkan hasil padi. Di Subang, Cianjur dan di Kabupaten lain di Jawa Barat petani menerapkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya lokal lahan sawah dan air. Berbagai sistem usahatani padi-ikan yang diterapkan mereka, adalah: Minapadi (MH) – Minapadi (MK) Minapadi (MH1) – Ikan penyelang (MH2) – Minapadi (MK) Minapadi (MH1) – Ikan penyelang (MH2) – Minapadi (MK1) – palawija ikan (MK2) Ikan penyelang adalah ikan yang dipelihara di petakan sawah setelah padi MH dipanen, sambil menunggu/mempersiapkan pertanaman padi MK. Sedangkan palawija ikan adalah ikan yang dipelihara setelah padi MK dipanen untuk memanfaatkan air di petakan sawah yang masih tersisa. Perbandingan hasil padi dan hasil ikan dari beberapa model sistem usahatani padi – ikan pada satu petakan lahan sawah ditunjukkan dalam Gambar 1. Konversi hasil ikan menjadi hasil padi atau hasil ikan setara padi dilakukan dengan formula sebagai berikut.
Hasil ikan (kg/ha) x Harga ikan (Rp/kg Hasil ikan setara padi (Kg/ha) = Harga padi (Rp/kg)
30
FAGI ET AL.
JIPP
Hasil padi (ton/tahun) 22
Keterangan: R : padi (rice) F : ikan (fish) RF : minapadi (rice-fish)
20 18 16 14 12 10
Hasil ikan setara padi
8
6
Hasil padi MK
4 2
Hasil padi MH
0 R-R
R-R-F
RF-RF-F
RF-F-RF-F
Gambar 1 Perbandingan total hasil padi per tahun dari berbagai model sistem usahatani padi – ikan di desa Nangerang, Kecamatan Binong (Subang, Jawa Barat pada MH 1988/89 dan MK 1989 (Fagi et al. 1992) Dampak Perubahan Iklim dan Langkah Antisipatif Para ahli geofisika/meteorologi/ klimatologi, politisi, pengamat pertanian dan pimpinan Negara yakin bahwa perubahan iklim telah terjadi dan dinamikanya sedang berproses. Di Indonesia, perubahan iklim dan dampaknya belum dipetakan, karena ketidakpastian daerah/ lokasi kejadiannya. Pada musim yang sama yang digunakan selama ini (MH/MK), di satu kawasan terjadi kekeringan, dikawasan lain justru terjadi kebanjiran. Ketidakpastian seperti ini menyebabkan antisipasi terhadap dampak perubahan iklim dengan teknologi pertanian menggunakan common sense. Balittan Sukamandi menerbitkan pedoman Minapadi yang telah disebar secara luas. BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Barat melaporkan hasil pengembangan minapadi. Uraian tentang teknologi antisipatif berikut berdasarkan pengalaman jangka panjang dari penulis dan logika.
Sisi negatif dari perubahan iklim: pengaruh terhadap kebutuhan air Kebutuhan air minapadi lebih banyak dari kebutuhan pertanaman padi monokultur. Kalau tinggi genangan air pada minapadi minimal 7,5 cm, sedangkan tinggi genangan air pertanaman padi monokultur adalah 5,0 cm, maka tambahan kebutuhan air dasar (awal) minapadi adalah 2,5 cm (ekuivalen 2.500 m³/ha). Mengapa tinggi genangan air hanya 7,5 cm? Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan korelasi positif antara kehilangan air melalui retakan-retakan pada galengan petak sawah dengan tinggi genangan air. Pada tinggi genangan air 5,0 cm kehilangan air tidak ada; pada tinggi genangan air 7,5 cm kehilangan air minimum. Konsekuensi dari genangan air di petak sawah minapadi setinggi 7,5 adalah bahwa ikan harus dipanen pada 40-50 hari setelah sebar benih (6-8 ekor/kg). Panen ikan lebih lama membutuhkan tinggi genangan leih dalam sesuai dengan ukuran ikan. Tambahan air selama 40-50 hari pemeliharaan ikan di petak sawah minapadi pada tinggi genangan 7,5 cm plus kehilangan air melalui evapo-
Vol. 5, 2016
Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Minapadi
transpirasi diperkirakan sekitar 2.800 – 3.500 m³/ha. Debit air sungai atau air di saluran induk/sekunder yang berkurang akibat El Nino (kemarau panjang) akan mengurangi luas pertanaman minapadi; tinggi genangan air di petakan akan terganggu dan hasil ikan akan turun. Sisi positif dari perubahan iklim: perhatian lebih besar terhadap teknik budidaya Pemerintah periode 2004 s/d 2014 berupaya keras untuk meningkatkan ketahanan pangan dan swasembada beras pada 2014. Untuk itu, program P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) dicanangkan pada MT 2007/2008 untuk mencapai surplus beras 10 juta ton pada 2014 dengan menggunakan teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) pada intensifikasi produksi padi. Program P2BN dilaporkan berhasil, sehingga produksi padi naik ke tingkat swasembada beras yang kedua pada 2009. Pemerintah pada periode yang sama berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sampai 29%. Komitmen ini masih berupa wacana dan belum diujudkan secara nyata di lapang. Diskusi-diskusi diinisiasi dan lembaga untuk mengkoordinasikan kegiatan penurunan emisi GRK dan adaptasinya dibentuk. Peraturan Presiden (Perpres No. 61/2011) menekankan tentang penurunan emisi GRK dengan teknologi yang tidak berakibat pada penurunan produksi padi. Kementerian Pertanian mewujudkannya dengan: (a) perbaikan jaringan irigasi yang mencakup luas sawah irigasi 1,34 juta ha, dan (b) pembangunan waduk-waduk baru untuk perluasan area tanam padi seluas 2,0 juta ha, dan pemeliharaan fasilitas/ infrastruktur irigasi yang mencakup luas sawah 3,66 juta ha.
31
Bagaimana mengaktifkan upaya peningkatan produksi padi dengan komitmen untuk menurunkan emisi GRK 29%? Dan bagaimana mengkaitkannya dengan GSHSM. Kemampuan untuk mengintegrasikan, mensinkronkan dan mengharmonisasikan kegiatan lintas sektor melalui koordinasi (KISS) akan efektif dan efisien dalam penggunaan anggaran pembangunan. Langkah Antisipatif Langkah 1: Pemilihan lokasi yang tepat bagi Inmindi Di setiap wilayah sistem irigasi ~ sistem irigasi sungai atau sistem irigasi waduk, waktu tanam dibagi mejadi beberapa golongan, tergantung pada debit air, kapasitas saluran air dan luas wilayah irigasi. Wilayah sistem irigasi waduk Jatiluhur, sebagai contoh, dibagi menjadi 5-6 golongan tanam; dalam praktek bisa menjadi 7-8 golongan tanam atau lebih, karena kelambatan penyaluran air ke seluruh wilayah dari masing-masing golongan. Di setiap wilayah golongan tanam ada sub-wilayah, yaitu sub-wilayah hulu, sub-wilayah tengah dan sub-wilayah hilir. Ciri-ciri dari sub wilayah, adalah : Sub wilayah hulu : dekat saluran induk pada sistem irigasi skala kecil (< 2.500 ha), dekat saluran sekunder pada sistem irigasi skala sedang ( 2.500-10.000 ha) dan skala besar (> 10.000 ha), Sub wilayah hilir : jauh dari saluran induk/saluran sekunder, Sub wilayah tengah : berada diantara sub wilayah hulu dan sub wilayah hilir. Batas antara sub wilayah tidak jelas dan berubah-ubah tergantung debit air di saluran induk/saluran sekunder. Batas antara sub wilayah diperkirakan oleh teknisi di lapang berdasarkan RWS (Relative Water Supply) (Gambar 2).
32
FAGI ET AL.
JIPP
RWS HULU
TENGAH
HILIR
-2,5 Supply RWS =
-2,0
Demand
Surplus air
Sub-wilayah hulu RWS > 1,0 Sub-wilayah tengah, RWS ± 1,0 Sub-wilayah hilir, RWS < 1,1
-1,5 -1,0 Defisit air -0,5 -1,0
Sub-wilayah Kawasan irigasi
Gambar 2 Ilustrasi RWS pada sub wilayah hulu, tengah dan hilir di suatu daerah pengairan Di wilayah irigasi Jatiluhur wilayah tanam golongan I air disalurkan mulai awal Oktober, wilayah golongan tanam II mulai menerima air pada pertengahan Oktober, golongan tanam selanjutnya menerima air selang 15 hari. Kalau perum Jasatirta II (Otorita Jatiluhur) memberhentikan penyaluran air mulai awal September, maka makin mundur golongan tanam (dari 1 s/d 5-6), makin pendek periode penyaluran air. Untuk menjamin ketersediaan bagi program Inmindi (Gerakan Sejuta Hektar Intensifikasi Minapadi), dianjurkan : 1) Pilih wilayah golongan tanam I, II dan III, perhatikan model usahatani padiikan yang direncanakan. 2) Di wilayah golongan tanam I,II dan III, pilih sub wilayah golongan tanam hulu (surplus air), dan sub wilayah golongan tanam tengah yang masih surplus air. Langkah 2 : Peluang mitigasi GRK dan adaptasi terhadap perubahan iklim dari minapadi Perpres No.61/2011 dan langkah operasionalnya adalah landasan politik untuk merealisasikan Inmindi. Teknologi
PTT adalah landasan operasionalnya. Teknologi PTT yang disederhanakan (Ditjen Tanaman Pangan, 2013) mencakup 6 komponen : 1) Penanaman varietas padi unggul yang sesuai dengan lingkungan tumguh dan pasar dengan bibit umur muda (10-20 hari) dari benih berkualitas, 2) Pemupukan anorganik dan organik yang berimbang dengan kandungan hara tanah dan mempertimbangkan kebutuhan tanaman, 3) Pengendalian OPT (gulma, hama/penyakit) dengan memperhatikan prinsip PHT, 4) Pengairan yang efektif dan efisien : pengairan berselang (intermittent irrigation) yang diatur oleh Dinas Pengairan, 5) Tata tanam tegel/ubinan atau legowo untuk menyeimbangkan fotosintesis dan respirasi, 6) Penanganan panen dan pasca-panen dengan teknik yang baik/benar
Vol. 5, 2016
Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Minapadi
Peran Ikan Dalam Minapadi Ikan dalam minapadi meningkatkan hasil gabah dan menekan emisi GRK (metan-CH4). Petani dapat memilih jenis ikan sesuai dengan pasar (Tabel 1). Di Jawa, Ikan mas dan tawes paling populer.
33
mengungsi ketika periode kering pada irigasi bergilir diterapkan; ikan didalam kolam pengungsian tinggal selama 4-5 hari sekali (Fagi dan Manwan 1992).
Tabel 1 Pengaruh ikan terhadap emisi gas metan (CH4) dan hasil gabah padi minapadi di Jakenan, Padi, Jawa Tengah (Balingtan 2014)
81 91
Hasil Gabah (ton/ha) 5,23 5,27
64
5,71
56
5,68
30
5,58
51
5,55
Emisi CH4 (kg/ha/musim)
Perlakuan Padi Monokultur Padi+Azolla 2 Ton/ha Padi+Ikan Mas+Azolla 2 Ton/ha Padi+Ikan Tawes+Azolla 2 Ton/ha Padi+Ikan Nila+Azolla 2 Ton/ha Padi+Ikan Patin+azolla 2 Ton/ha
Ikan membuat air genangan di petak sawah minapadi menjadi keruh karena ikan mencari pakan; keruhnya air mengindikasikan naiknya konsentrasi oksigen (O2), O2 menekan emisi CH4. Peran Teknik Irigasi Irigasi berselang (komponen 4 dari teknologi PTT) menghemat air irigasi. Di Kabupaten Subang Jawa Barat, penerapan irigasi berselang pada MK meningkatkan area tanam pada MK sampai mendekati area tanam pada MH (Fagi dan Manwan). Di Jakenan, Pati, Jawa Tengah (jenis tanah Planosol, miskin unsur hara P dan K, sawah tadah hujan, sumber air dari embung) irigasi berselang menekan emisi GRK 50% pada MH dan MK dengan tingkat hasil yang seimbang pada MK dan MH (Balingtan, 2015) Apa yang akan terjadi pada minapadi kalau irigasi berselang diterapkan? Di Sukamandi, Subang, pada petakan sawah minapadi dibangun/digali kolam pengungsian 1,5 x 2,0 m, dalam 1,5 m, untuk tempat ikan
Gambar 3 Kolam pengungsian dibuat di sudut petakan sawah minapadi di Sukamandi, Subang. Anjang-anjang dijalari waluh untuk menekan evaporasi. Teknologi PTT Adaptif Terhadap Perubahan Iklim Teknik irigasi berselang (komponen 4) selain menekan emisi GRK, juga menghemat penggunaan air untuk irigasi. Air yang dihemat dapat digunakan untuk memperluas area tanam, Azolla 2 ton/ha pada pertanaman padi menghasilkan 5,27 ton/ha dengan emisi CH4 91 Kg/ha/musim. Sementara hasil gabah pada minapadi (ikan mas) dengan 2 ton Azolla/ha menghasilkan 5,71 ton/ha dengan emisi CH4 64 kg/ha/musim. Ikan nila ini mengemisi lebih sedikit (30 kg/ha/musim) dengan hasil gabah 5,58 ton/ha. Jadi, azolla tidak meningkatkan hasil, tetapi meningkatkan emisi CH4 (Balingtan 2015). Di Jakenan, Pati, pembenaman residu kacang-kacangan yang ditanam sebelum padi plus pembenaman jerami agar mengemisi CH4 170 kg/ha/musim, tetapi pembenaman pupuk kandang matang menekan emisi CH4 menjadi 78 kg/ha/musim (Balingtan 2015).
34
FAGI ET AL.
Diasumsikan bahwa pembenaman pupuk kandang pada minapadi akan menaikkan hasil ikan karena pupuk kandang dapat menyuburkan ganggang hijau dan plankton. Pengendalian OPT dengan Pendekatan PHT Pengendalian OPT dengan prinsip PHT merupakan komponen 3. Ikan mas dalam minapadi selain menekan hama penggerek batang dan wereng, juga menekan gulma. Jenis gulma yang disukai ikan mas adalah Fimbristilis miliaceae, Cyperus iria, Leptocloa chinensis, Echinochloa colona dan Ludwigia octavalis (Fagi et al. 1992). Varietas Unggul Padi yang Sesuai dengan Lingkungan Pasar Penanaman varietas unggul yang spesifik lokasi adalah komponen 1. Penanaman varietas unggul yang rendah emisi GRK adalah solusi yang paling murah dalam program mitigasi GRK dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Varietas unggul rendah emisi adalah Ciherang, IR 64, Way Apo Buru, IR 36 dan Cisantana. Endemik penyakit tungro adalah varietas Tukad Balian yang selain mengemisi GRK rendah, berdaya hasil tinggi dan toleran terhadap penyakit tungro (Balingtan, 2015). Khususnya pada MK. Jadi peluang perluasan area tanam dari penggunaan infrastruktur pengairan (Perpres No. 61/2011) terbuka dengan teknik irigasi berselang. Komponen teknologi PTT apalagi yang adaptif terhadap perubahan iklim? Komponen teknologi itu diuraikan secara singkat berikut ini : Tatatanam legowo (komponen 5) dirancang dalam minapadi agar ikan dapat lebih luas bergerak, dan
JIPP penetrasi sinar matahari lebih banyak ke permukaan air genangan untuk merangsang pertumbuhan ganggang hijau dan plankton; ganggang hijau dan plankton adalah makanan ikan. Tatatanam legowo ternyata meningkatkan hasil padi (Tabel 2) da hasil ikan; legowo 2:1 paling ideal. Kenaikan hasil disebabkan hasil gabah pada barisan tanaman padi yang paling dekat dengan jalur kosong antar baris tanaman lebih tinggi dari hasil baris makin jauh dari jalur kosong. Tabel 2 Perbandingan hasil gabah antara baris terdekat dengan jalur kosong dalam legowo dan yang makin jauh pada pertanaman minapadi di Sukamandi (Fagi et al. 1992) Dua baris antara jalur kosong* 1+1 2+2 3+3 4+4 5+5
Hasil gabah (g/m) 455 359 335 313 320
Index (%) 100 79 74 69 71
Selisih (%) 0 -21 -26 -31 -29
Keterangan: Tata tanam legowo dirintis dalam penelitian minapadi kerjasama dengan IDRC pada 1990-an untuk memfasilitasi gerakan ikan
Pemupukan Berimbang Pemupukan anorganik dan organik yang berimbang dengan kandungan hara tanah (komponen 2) lebih jelas dalam minapadi. Ikan di petakan sawah membuat air genangan keruh karena diaduk-aduk ketika mencari pakan. Bersamaan dengan itu unsur fosfor (P) yang terperangkap di dalam butiranbutiran tanah terlepas ke dalam air tanah dan tersedia bagi tanaman padi. Di Sukamandi hasil padi varietas Ciliwung 7,14 ton/ha pada pemupukan TSP 75 kg/ha, sedang hasil dari pertanaman varietas Ciliwung monokultur 6,06 ton/ha walaupun dipupuk 100 kg/ha (Fagi et al. 1992).
Vol. 5, 2016
Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Terhadap Minapadi
DAFTAR PUSTAKA BALINGTAN (Balai Penelitian Lingkungan Pertanian 2015). Climate Smart Paddy Rice Cultivation : Potential, Road Map, and A Case Study from Central Java, Componen 1. Kerjasama Penelitian Balingtan dan ICRAF (International Center For Research On Agtoforestry). Laporan Hasil Penelitian. Brown LR. 1994. Overview: Chating a Sustainable Future. In Vital Signs 1994. The Trenda that are Shaping Our Future. World Watch Institute, W.W.Norton & Co, New York, USA, p 15-21 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2013. Peluang Peningkatan Produksi Padi 2014. Studi Kasus SL-PTT di Beberapa Sentra Produksi. Kementerian Pertanian. 80 hlm.
35
Fagi AM dan I Manwan. 1992, Teknologi Pertanian dan Alternatif Penanggulangan Dampak Negatif Kemarau Panjang Dalam Prosiding Seminar Nasional Antisipasi Iklim 1992 dan Dampak Terhadap Pertanian Tanaman Pangan. PERHIMPI dan Badan Litbang Pertanian, hal: 50-78 Fagi AM, S Surriapermana dan I. Syamsiah. 1992. Rice – Fish Farming Research in Lowland Areas. The West Java Case. In Rice – Fish Research and Development in Asia. ICLARM (International Center for Living Aquatic Reseources Management): 273-286. Sanchez PA. 2001. Multifunctional Agriculture in the Tropics: Overcoming Hunger, Poverty and Environmental Degradation. In M. Yayima and K. Tsurumi (eds). Agriculture Technology Research for Sustainable Development in Developing Regions.JICRAS: 17-18