ANALISIS TATANIAGA KELINCI PADA KAMPOENG KELINCI DESA GUNUNG MULYA KECAMATAN TENJO LAYA KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
FATMA SARI ODE H34080157
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RINGKASAN FATMA SARI ODE. Analisis Tataniaga Kelinci Pada Kampoeng Kelinci Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjo Laya kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan FEBRIANTINA DEWI). Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari subsektor pertanian, dimana sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pemenuhan kebutuhan pangan yang terus meningkat atas bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Keberhasilan pembangunan tersebut berdampak pada perubahan pola konsumsi masyarakat yang semula lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat kearah konsumsi daging telur dan susu. Tingkat konsumsi daging Indonesia ratarata dari tahun 2005-2009 berkisar antara 2,3-2,4 gram per kapita per hari yang berarti masih dibawah norma gizi yang dianjurkan yaitu sekitar 6 gram per kapita per hari untuk kebutuhan protein hewani. Rendahnya konsumsi daging karena harga jual daging yang tinggi dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya seperti ikan, susu dan telur. Ternak unggas seperti kelinci dapat diandalkan sebagai penyedia daging karena mempunyai kapasitas produksi yang tinggi (sekali melahirkan anakan antara 6-10 ekor), dengan tingkat pertumbuhan cepat, dan membutuhkan pakan yang tidak berkompetisi dengan manusia, serta pemeliharaannya relatif mudah dan murah. Selain sebagai penghasil daging, kelinci juga merupakan hewan hias yang sangat potensial seperti penghasil bulu, fur (bulu dan kulit) atau sebagai ternak hias. Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki populasi kelinci tertinggi ketiga di Indonesia. Salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang mengalami peningkatan dalam jumlah populasi kelinci adalah Kabupaten Bogor. Peningkatan populasi kelinci di Kabupaten Bogor karena pemerintah Bogor gencar menggalakkan pengembangan kelinci salah satunya dengan membentuk Kampoeng Kelinci yang bertempat di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor. Peternak kelinci di Desa Gunung Mulya membudidayakan tiga jenis kelinci yaitu kelinci hias jenis lokal, kelinci hias jenis luar dan kelinci jenis pedaging. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis saluran dan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging, mengidentifikasi dan menganalisis struktur dan perilaku pasar pada lembaga tataniaga kelinci, menganalisis margin tataniaga, farmer’s share dan ratio keuntungan dan biaya pada tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging serta menganalisis efisiensi tataniaga ketiga jenis kelinci berdasarkan ratio keuntungan dan biaya. Penelitian ini dilakukan di Kampoeng Kelinci Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor pada Bulan Februari-Maret 2012. Penentuan responden dari peternak menggunakan metode Sensus sedangkan penentuan lembaga tataniaga kelinci menggunakan Snawball sampling. Dengan berbagai data dan informasi yag dipeoleh maka dapat dianalisis saluran fungsi, perilaku dan struktur pasar pada tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya, setelah itu dihitung margin, farmer’s share dan ratio keuntungan dan biaya dari ketiga jenis kelinci di Desa Gunung Mulya.
Saluran tataniaga kelinci hias jenis lokal terdiri dari lima saluran tataniaga, kelinci hias jenis luar terdiri dari tiga saluran tataniaga dan tataniaga kelinci pedaging terdiri dari tiga saluran tataniaga. Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging meliputi semua fungsi tataniaga yaitu fingsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Struktur pasar yang dihadapi oleh peternak kelinci cenderung mendekati struktur pasar persaingan sempurna sedangkan untuk lembaga tataniaga mendekati struktur pasar persaingan tidak sempurna. Perilaku pasar dalam tataniaga kelinci dapat dilihat dari pembelian dan penjualan semua jenis kelinci, sistem pembayaran dan sistem penentuan harga untuk semua jenis kelinci serta kerjasama antar lembaga tataniaga kelinci. Diantara ketiga jenis kelinci, margin tataniaga kelinci tertinggi terdapat pada kelinci jenis pedaging yaitu pada antara Rp 65-84.000 per kilogram sedangkan margin terendah terdapat pada tataniaga kelinci jenis hias lokal yaitu antara Rp 3-16.875 per ekor kelinci. Nilai farmer’s share tertinggi diantara ketiga jenis kelinci adalah pada tataniaga kelinci hias jenis luar yaitu antara 58-73,3 persen sedangkan nilai farmer’s share terendah terdapat pada tataniaga kelinci jenis pedaging yaitu antara 21-26,4 persen. Berdasarkan analisis keuntungan terhadap biaya, diantara ketiga jenis kelinci nilai ratio keuntungan dan biaya tertinggi terdapat pada tataniaga kelinci hias jenis lokal terutama pada saluran 2 yaitu antara 26,8-36,5 sedangkan nilai ratio keuntungan terendah terdapat pada tataniaga kelinci hias jenis pedaging yaitu 1,5. Analisis efisiensi teknis dapat dilihat dari ratio keuntungan terhadap biaya sehingga pada penelitian ini, tataniaga kelinci yang paling efisien adalah pada tataniaga kelinci hias jenis lokal. Sedangkan efisiensi dari sisi petani terdapat pada tataniaga kelinci hias jenis luar karena memiliki nilai rata-rata farmer’s share yang tinggi. Pada penelitian ini disarankan peternak lebih banyak membudidayakan kelinci hias jenis luar, selain itu peternak sebelum melakukan penjualan sebaiknya melakukan proses grading sehingga dapat meningkatkan nilai jual kelinci serta peternak sebaiknya jangan menjual kelinci dalam keadaan sakit, ada baiknya kelinci yang sakit diobati dulu setelah kelinci sembuh baru dijual agar harga jual kelinci tidak jatuh.
ANALISIS TATANIAGA KELINCI PADA KAMPUNG KELINCI DESA GUNUNG MULYA KECAMATAN TENJO LAYA KABUPATEN BOGOR
FATMA SARI ODE H34080157
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Analisis Tataniaga Kelinci pada Kampoeng Kelinci Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor
Nama
: Fatma Sari Ode
NIM
: H34080157
Menyetujui, Pembimbing
Febriantina Dewi SE. MM. M.sc NIP. 196902051996032001
Diketahui Katua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi NIP. 195809081984031002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Analisis Tataniaga Kelinci pada Kampoeng Kelinci Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan didalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2012
Fatma Sari Ode H34080157
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat pada tanggal 04 Desember 1989 dari pasangan Bapak La Ruslan dan Ibu Wa Bina. Penulis merupakan anak pertama dari lima orang bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Madrasah Ibtidayah Negeri pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama pada Madrasah Tsanawiyah Muhammadiah pada tahun 2004. Pendidikan menengah atas penulis, diselesaikan di SMA N2 Fakfak pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Kabupaten Fakfak tahun 2007. Setelah melewati tingkat Pra-universitas dan Tingkat Persiapan Bersama (TPB), pada tahun 2009 penulis berhasil diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam kegiatan seperti Pengurus Mushola Rusunawa periode 2007-2008, Kadiv Logstran pada Acara Kurban Tahun 2007, Bendahara Divisi Medina (Media Syiar dan Dakwah Islam) Periode 2010-2011. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan luar kampus yaitu penulis merupakan Kadiv Humas Omda Fasco (Fakfak Student Community) periode 2009-2011.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, hidayah dan kesempatan yang diberikan-Nya sehingga penulis berhasi menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Tataniaga Kelinci Pada Kampoeng Kelinci Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor “. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanan dan pemimpin terbaik bagi umat manusia. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk keterkaitan penulis terhadap bidang tataniaga yang berkaitan dengan peternakan khususnya kelinci sebagai salah satu komoditi yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan di Indonesia baik sebagai kelinci hias maupun kelinci pedaging. Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini, namun inilah usaha yang dapat dilakukan oleh penulis. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pihak terkait dan pembaca.
Bogor,
Juni 2012
Fatma Sari Ode
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa mengiringi perjalan hidup penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa dan kerjasama dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Febriantina Dewi, SE. MM. M.sc selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini dan juga selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menyelesaikan studi. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, Ms sebagai dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik serta pembelajaran untuk penyempurnaan dan penyelesaian skripsi ini. 3.
Ir. Popong Nurhayati, MM sebagai dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. 5. Bapak Bupati Kabupaten Fakfak dan Bapak Ketua Dinas Pendidikan Kabupaten Fakfak atas beasiswa yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. 6. Ketua Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari IPB Pak Qoyyim, Pengurus mahasiswa BUD Ibu Ani, Ibu Sonya dan Ibu Imas atas bantuan dan informasi yang diberikan kepada penulis selama studi di Institut Pertanian Bogor. 7. Pihak Kampoeng Kelinci yaitu Bapak Aris Rizal dan Bapak Suminta serta Ketua Koperasi Bapak Wahyu Darsono atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 8. Bapak La Ruslan dan Ibu Wa Bina selaku orang tua dari penulis atas kasih sayang, cinta, nasihat, doa dan dukungan yang selalu diberikan dengan tulus tanpa permintaan balasan apapun. 9. Ade Seni, Ramdan, Risman dan Ayu atas doa dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis.
10. Jamnoor S.A Hamkal atas doa, dukungan, waktu, kesabaran dan kebersamaan yang selalu diberikan kepada penulis. 11. Pra-univ 07 : Nina, Mina, Tuti, Rodia dan Sahadia atas bantuan, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis. 12. Tia Oktaviana, Ivo Vorozz , Trisna Demiyati , Risma Kamila, Ridiyawati “ Imoet”, Kim Nadia Akmala , Atika Permatasari dan Rima Mutiara atas waktu, doa, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 13. Temen-teman seperjuangan Agribisnis 45 atas kenangan indah yang diciptakan bersama selama kuliah di Agribisnis. 14. Semua pihak yang turut serta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Bogor, Juni 2012 Fatma Sari Ode
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...........................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................
xvi
I
PENDAHULUAN ..............................................................
1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1.2 Perumusan Masalah ....................................................... 1.3 Tujuan ............................................................................ 1.4 Manfaat .......................................................................... 1.5 Ruang Lingkup ..............................................................
1 5 7 8 8
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................
9
2.1 Sejarah Kelinci .............................................................. 2.2 Budidaya Kelinci ........................................................... 2.2.1 Persyaratan Lokasi ......................................... 2.2.2 Penyiapan Sarana Perlengkapan .................... 2.2.3 Pembibitan ..................................................... 2.2.4 Pemeliharaan ................................................. 2.2.5 Hama dan penyakit ........................................ 2.2.6 Panen dan Paca Panen ................................... 2.3 Penelitian Terdahulu ..................................................... 2.3.1 Penelitian Terdahulu Terkait Kelinci ............. 2.3.2 Penelitian Terdahulu Terkait Tataniaga ......... 2.3.3 Persamaan dan Perbedaan .............................
9 9 9 10 10 12 13 14 14 14 16 18
KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................
20
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................... 3.1.1 Teori Tataniaga .............................................. 3.1.2 Konsep Lembaga dan Fungsi Tataniaga........... 3.1.3 Konsep Saluran Tataniaga ............................ 3.1.4 Konsep Struktur Pasar .................................... 3.1.5 Konsep Perilaku Pasar ................................... 3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga ............................ 3.1.6.1 Konsep Marjin Tataniaga ................ 3.1.6.2 Konsep Farmer’s Share .................. 3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ..................................
20 20 19 22 22 26 25 25 27 28 28
II
III
xi
IV
V
VI
METODE PENELITIAN .................................................
31
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................ 4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................. 4.3 Metode Pengumpulan Data ........................................... 4.4 Metode Penarikan Responden ....................................... 4.5 Metode Pengolahan Data .............................................. 4.5.1 Analisis Saluran dan Fungsi Tataniaga ........ 4.5.2 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar .............. 4.5.3 Analisis Efisiensi Pemasaran .......................... 4.5.4.1 Margin Tataniaga ............................ 4.5.4.2 Farmer’s Share ............................... 4.5.4.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ..........
31 31 31 32 32 33 34 35 35 36 37
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN........................
38
5.1 Keadaan Umum Desa Gunung Mulya ........................... 5.2 Karakteristik Peternak Kelinci ....................................... 5.3 Karakteristik Pedagang Pengumpul ............................... 5.4 Karaktersitik Pedagang Pengecer .................................. 5.5 Karakteristik Koperasi ................................................... 5.6 Karakteristik Agen ......................................................... 5.7 Teknik Budidaya Kelinci Di Desa Gunung Mulya ........ 5.7.1 Konstruksi Kandang ....................................... 5.7.2 Pemilihan Indukan, Perkawinan dan Pembesaran 5.7.3 Pemanenan dan Pemeliharaan .........................
38 39 42 43 43 45 45 45 46 46
TATANIAGA KELINCI DI DESA GUNUNG MULYA
48
6.1 Analisis Saluran Tataniaga ........................................... 6.2 Analisis Fungsi Tataniaga ............................................ 6.2.1 Fungsi Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal ... 6.2.2 Fungsi Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar ..... 6.2.3 Fungsi Tataniaga Kelinci Jenis Pedaging ...... 6.3 Analisis Struktur Pasar .................................................. 6.3.1 Struktur Pasar di Tingkat Peternak ................. 6.3.2 Struktur Pasar di Tingkat Pengumpul ............. 6.3.3 Struktur Pasar Koperasi .................................. 6.3.4 Struktur Pasar di Tingkat Pengecer .................. 6.3.5 Struktur Pasar di Tingkat Agen ....................... 6.4 Perilaku Pasar ................................................................ 6.4.1 Praktek Penjualan dan pembelian ................... 6.4.2 Sistem Penentuan Harga ................................. 6.4.3 Sistem Pembayaran ......................................... 6.4.4 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ............. 6.5 Biaya Tataniaga ............................................................. 6.6 Efisiensi Tataniaga ........................................................ 6.6.1 Marjin Tataniaga Kelinci ................................ 6.6.2 Bagian Harga yang Diterima Peternak ............ 6.6.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ..........................
48 51 52 54 59 61 61 62 62 63 63 64 64 65 66 67 68 72 72 77 81 xii
VI
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................
84
6.1 Kesimpulan .................................................................... 6.2 Saran ..................................................................................
84 85
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
86
LAMPIRAN .......................................................................................
88
xiii
DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rata-rata Konsumsi Protein Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Makanan Tahun 2005-2009 ...............................
1
2. Tingkat Pertumbuhan Kelinci Di Kabupaten Bogor ............
3
3. Populasi Kelinci di Kabupaten Bogor per Kecamatan ........
4
4. Populasi Ternak Kelinci Di Desa Gunung Mulya .................
5
5. Penelitian Terdahulu ............................................................
19
6. Stuktur Pasar dalam Sistem Pangan dan Serat ......................
24
7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur .................
39
8. Kelompok Umur Peternak Kelinci Responden ....................
40
9. Tingkat Pendidikan Peternak Kelinci Responden ................
40
10. Luas Kandang Kelinci Responden .......................................
41
11. Jumlah Indukan yang dimiliki Peternak Responden .............
42
12. Fungsi-fungsi Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal ..............
55
13. Fungsi-fungsi Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar ................
58
14. Fungsi-fungsi Tataniaga Kelinci Jenis Pedaging ................
61
15. Marjin Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal .........................
73
16. Marjin Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar ...........................
75
17. Marjin Tataniaga Kelinci Jenis Pedaging ............................
76
18. Farmer’s share pada Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal ...
78
19. Farmer’s share pada Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar ....
79
20. Farmer’s share pada Tataniaga Kelinci Pedaging ..............
80
21. Rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga kelinci hias lokal
81
22. Rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga kelinci hias luar
82
23. Rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga kelinci pedaging
82
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Penggambaran Definisi Marjin, Nilai Marjin Tataniaga dan Biaya Tataniaga ............................................................
26
2. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................
30
3. Saluran Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal .......................
48
4. Saluran Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar .........................
50
5. Saluran Tataniaga Kelinci Jenis Pedaging ...........................
51
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman 1. Karakteristik Peternak Kelinci Responden Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan dan Status ............................
89
2. Karaktersitik Responden Berdasarkan Kepemilikan, Ukuran Kandang, dan Responden yang mendapatkan bantuan indukan kelinci..................................................
90
3. Profil Lembaga Pemasaran ............................................
91
4. Biaya Tataniaga Kelinci Per Lembaga Tataniaga ...........
92
5. Dokumentasi di Lokasi Penelitian .................................
96
xvi
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian, dimana sektor pertanian memiliki peran strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat atas bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Keberhasilan pembangunan tersebut ternyata berdampak pada perubahan pola konsumsi masyarakat yang semula lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat kearah konsumsi seperti daging, telur dan susu. Perubahan pola konsumsi yang menyertai peningkatan jumlah penduduk Indonesia ini, merupakan penyebab utama terjadinya peningkatan produk peternakan dalam negeri. Menurut Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, nilai PDB subsektor peternakan meningkat sebesar 1,2 triliun dimana pada tahun 2008 PDB subsektor peternakan yaitu sebesar 35,4 triliun dari tahun 2007 yaitu 34,2 triliun (angka tetap). Peningkatan nilai PDB juga meningkatkan konsumsi produk yang dihasilkan oleh subsektor pertanian diantaranya daging, susu dan telur. Tabel 1. Rata-rata Konsumsi Protein Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Makanan Tahun 2005-2009 (gram/kapita/hari) No Kelompok Bahan 2005 2006 2007 2008 2009 Makanan 1 Beras 23.42 23.33 22.43 22.75 22.06 2 Makanan Jadi 6.24 5.83 7.33 8.36 8.10 3 Ikan 7.92 7.49 7.77 7.94 7.28 4 Kacang-kacangan 5.78 5.88 6.51 5.49 5.19 5 Telur dan Susu 2.56 2.51 3.23 3.05 2.96 6 Sayuran 2.64 2.66 3.02 3.01 2.58 7 Daging 2.47 1.95 2.62 2.40 2.22 Jumlah 55.29 53.66 57.66 57.49 54.34 Sumber : Statistik Peternakan 2011, Direktorat Jendral Peternakan Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa rata-rata konsumsi protein dari daging penduduk Indonesia dalam periode tahun 2005-2009 berada pada posisi ketujuh atau terakhir dibawah dari kacang-kacangan, telur dan susu, dan sayuran. Tingkat konsumsi protein daging penduduk Indonesia rata-rata dari tahun 2005-2009 yaitu berkisar antara 2,3 – 2,4 gram per kapita per hari yang berarti masih dibawah 1
norma gizi yang dianjurkan yaitu sekitar 6 gram per kapita per hari untuk konsumsi protein hewani (Ditjennak, 2012). Daging adalah salah satu bahan pangan asal ternak sumber protein hewani yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia, karena bahan pangan ini secara biokhemis serupa dengan manusia, terutama asam amino essensialnya, sehingga daging dapat digunakan sebagai makanan tunggal, disamping itu kaya akan vitamin B kompleks dan mineral besi yang sangat diperlukan oleh tubuh. Meskipun masyarakat mengetahui nilai gizi yang dikandung daging, tetapi hanya mereka yang mampu saja dapat mengkonsumsi daging, karena dibandingkan dengan bahan pangan sumber protein hewani lainnya yaitu ikan, susu dan telur maka daging menduduki peringkat teratas dalam nilai jualnya. Harga daging sapi per kilogram Rp 65.000, harga ikan per kilogram Rp 25.000 dan harga telur Rp 18.000 per kilogram1). Daging dari ternak unggas dapat diandalkan sebagai penyedia daging, karena mempunyai kapasitas reproduksi yang tinggi dengan tingkat pertumbuhan yang cepat, tetapi membutuhkan pakan yang berkompetisi dengan manusia sehingga perlu dicari jenis ternak lain yang mempunyai potensi biologis tinggi sebagai penghasil daging dengan pemeliharaan yang mudah dan murah. Ternak yang masuk ke dalam kategori ini antara lain Kelinci. Menurut Ryan Masanto dan Ali Agus, kelinci mempunyai potensi biologis yang tinggi yaitu kemampuan reproduksi yang tinggi, cepat berkembang biak, interval kelahiran yang pendek, prolifikasi yang sangat tinggi, mudah pemeliharan dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Keuntungan lainnya yaitu pertumbuhan yang cepat, sehingga cocok untuk diternakkan sebagai penghasil daging komersial. Selain sebagai penghasil daging, kelinci juga merupakan hewan hias yang sangat potensial seperti penghasil bulu, fur (kulit dan bulu) atau sebagai ternak hias. Menurut informasi dari Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP) Ciawi, Bogor, pasar komoditas kelinci semakin meningkat. Peningkatan tersebut terjadi karena kritik yang dikatakan oleh para pencinta alam dan lingkungan seperti Greenpeace, terhadap perburuan dan pembantaian satwa liar. 1)
http://www.radar bogor.com [18 januari 2012] 2
Menurut Ryan Masanto dan Ali Agus (2010) tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari sebagai kelinci hias, kelinci penghasil bulu dan kelinci penghasil daging. Kelinci hias adalah jenis kelinci yang dipelihara sebagai hewan kesayangan (pet) yang didasarkan pada bentuk dan ukuran tubuh kecil, lucu serta berbulu indah, tebal dan lembut. Bangsa kelinci hias antara lain angora, lops, yersey woolies, lions, fuzzy dan mini rex. Tujuan pemeliharaan kelinci kedua adalah penghasil kulit dan bulu. Kriteria kelinci ini adalah memiliki bulu-bulu yang eksotis dan indah, menarik serta bernilai tinggi sehingga potensial untuk diekspor dengan mutu kualitas fisik kulit yang tinggi. Kulit dan bulu ini umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan interior mobil, boneka, tas dan jaket. Contoh kelinci penghasil kulit bulu adalah Rex dan Satin. Sementara kelinci pedaging memiliki kriteria persentase karkas 50-60 persen, bobot badan mencapai 2 kilogram pada umur 8 minggu dan memiliki laju pertumbuhan tinggi, sekitar 40 gram per ekor per hari. Jawa Barat merupakan provinsi ketiga populasi kelinci terbesar di Indonesia dengan jumlah populasi yaitu pada tahun 2011 mencapai 121.909 ekor. Populasi kelinci terbesar terdapat pada provinsi Jawa Tengah yaitu 346.348 ekor kemudian provinsi Lampung yaitu 301.932 ekor kelinci. Hal ini terlihat bahwa populasi kelinci di Jawa Barat cukup banyak (Ditjennak, 2011). Kelinci merupakan salah satu komoditas hias dan pangan penghasil daging yang mulai dikembangkan di wilayah Bogor. Di wilayah Bogor tingkat pertumbuhan kelinci dari tahun 2007 ke tahun 2008 meningkat sebesar 97,4 persen, kemudian dari tahun 2008 ke tahun 2009 tingkat pertumbuhan kelinci sebesar 24,7 persen, pada tahun 2009 ke tahun 2010 tingkat pertumbuhan kelinci sebesar 78,8 persen, kemudian pada tahun 2010 ke tahun 2011 tingkat pertumbuhan kelinci sebesar 49,6 persen hal ini terlihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Tingkat Pertumbuhan Kelinci Di Kabupaten Bogor No Tahun Jumlah (Ekor) 1 2007 5.756 2 2008 11.362 3 2009 14.165 4 2010 25.324 5 2011 37.892 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011) Tingginya tingkat pertumbuhan kelinci dikarenakan pemerintah Bogor mulai gencar menggalakan pengembangan ternak kelinci, salah satunya adalah pembentukan Kampoeng Kelinci yang bertempat di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa populasi kelinci tertinggi pada Kabupaten Bogor terdapat pada Kecamatan Tenjo Laya, hal ini karena kecamatan Tenjo Laya di programkan oleh pemerintah sebagai sentra penghasil kelinci di Bogor. Tabel 3. Populasi Kelinci Di Kabupaten Bogor per Kecamatan No Kecamatan Populasi (Ekor) 1 Tenjolaya 9.551 2 Pamijahan 8.026 3 Cibungbulang 3.241 4 Megamendung 2.980 5 Cisarua 2.845 6 Tamansari 1.476 7 Ciawi 1.241 8 Dramaga 1.196 9 Leuwiliang 1.190 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011) Desa Gunung Mulya adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor. Pada tanggal 24 bulan Sepetember Tahun 2011, Desa Gunung Mulya ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Direktur Budidaya Ternak dan Kesehatan Hewan Departemen Pertanian Republik Indonesia sebagai Kampoeng Kelinci. Penetapan Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya sebagai Kampoeng Kelinci oleh Ditjennak RI karena desa ini telah memenuhi beberapa persyaratan yang sudah ditetapkan oleh diantaranya memiliki jumlah peternak kelinci 40 persen (jika budidaya dalam musim normal), memiliki potensi untuk dikembangkan, bukan daerah endemik penyakit serta Desa Gunung Mulya 4
sudah membudidayakan dan memasarkan kelinci sejak Tahun 1990-an sampai sekarang
(Ditjennak,
2012).
Masyarakat
Desa
Gunung
Mulya
sudah
membudidayakan kelinci secara turun-temurun mulai dari kelinci jenis hias dan kelinci pedaging. Jenis kelinci hias yaitu kelinci hias jenis lokal dan luar serta kelinci jenis pedaging. Selain alasan diatas, penetapan Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya sebagai Kampung Kelinci adalah karena desa ini merupakan desa penghasil kelinci tertinggi dibandingkan dengan desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Tenjo Laya. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah kelinci yang dibudidayakan di Desa Gunung Mulya lebih banyak dibandingkan dengan desa lainnya hal ini terlihat pada Tabel 4. Oleh karena itu sangat penting untuk menganalisis tataniaga kelinci di desa ini agar dapat memberikan alternatif saluran yang efisien bagi peternak tentang tataniaga kelinci baik itu kelinci jenis hias, lokal dan pedaging, karena kegiatan budidaya sangat terkait dengan kegiatan tataniaga (pemasaran). Tabel 4. Populasi Ternak Kelinci Di Desa Gunung Mulya dibandingkan desa lainnya dalam Kecamatan Tenjolaya (Ekor) No Desa Kambing Domba Kelinci 1 Tapos 1 308 444 46 2 Gunung Mulya 300 469 3.199 3 Tapos 2 216 477 123 4 Situ Daun 254 522 360 5 Cibitung tengah 236 349 6 Cimanggu 195 360 Jumlah 1.509 2.621 3.728 Sumber: Badan Pusat Statistik Bogor (2010) 1.2 Perumusan Masalah Menurut Ditjennak (2012) usaha budidaya ternak kelinci sebagai penghasil daging lebih menguntungkan dibandingkan dengan ternak lain, terutama ruminansia karena kelinci merupakan ternak prolifik, dapat bunting dan menyusui pada waktu yang bersamaan, interval beranak cepat dan dapat tumbuh cepat. Keuntungan ekonomi yang diperoleh pada usaha kecil dan menengah anatara lain : kebutuhan modal tetap dan modal kerja yang relatif kecil, pakan tidak tergantung pada bahan baku impor dan mampu mengkonsumsi hijauan dan tidak bersaing 5
dengan
pangan,
mudah
beradaptasi
terhadap
lingkungan
dan
mudah
dibudidayakan, tidak membutuhkan lahan luas, menghasilkan beragam produk seperti daging, kulit, kulit-bulu, pupuk organik, kelinci hias, kualitas daging mengandung protein tinggi dan rendah kolesterol. Potensi besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga konstribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat secara nasional maupun regional belum nyata. Kecamatan Tenjo Laya oleh pemerintah Kabupaten Bogor dicanangkan sebagai sentra penghasil kelinci di Bogor dan Desa Gunung Mulya di tetapkan sebagi Kampoeng Kelinci yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan daging. Kelinci yang dibudidayakan di Desa Gunung Mulya terbagi menjadi tiga jenis yaitu kelinci hias jenis lokal, kelinci hias jenis luar dan kelinci pedaging. Permasalahan tataniaga kelinci yang terdapat pada Desa Gunung Mulya adalah harga yang diterima peternak lebih rendah dibandingkan yang dijual kepada konsumen. Berdasarkan hasil pengamatan, dalam seminggu terdapat pembeli yang mendatangi desa ini untuk membeli kelinci hias dan pedaging. Pembeli biasanya adalah para tengkulak, koperasi dan pengecer yang berasal dari dalam dan luar Kota Bogor atau para konsumen. Harga jual per ekor kelinci hias jenis lokal adalah Rp 10.000 per ekor, namun harga yang diterima konsumen mencapai Rp 25.000 per ekor. Begitu pula dengan harga daging kelinci yang dijual oleh peternak Rp 18.500 per kilogram, harga yang diterima konsumen mencapai Rp 70-88.000 per kilogram olahan daging kelinci yaitu nugget kelinci. Hal ini mengindikasikan bahwa margin tataniaga yang tinggi dan bagian yang diterima peternak rendah. Bagian harga yang diterima peternak (farmer’s share) yang rendah yaitu misalnya pada kelinci pedaging, bagian yang diterima peternak hanya 21 persen (Rp 18.500 kilogram daging) dari harga yang dibayarkan konsumen (Rp 88.000 kilogram nugget). Hal ini menunjukkan bahwa posisi tawar peternak yang lemah sehingga margin tataniaga semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa belum tercapainya efisiensi dalam tataniaga kelinci. Menurut Limbong dan Sitorus (1985) Pemasaran yang tidak efisien akan mengakibatkan kecilnya bagian yang diterima produsen, dilain pihak konsumen akan membayar dengan harga tinggi. 6
Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan agar dapat memberikan alternatif saluran tataniaga(pemasaran) yang paling baik bagi peternak kelinci baik peternak kelinci hias jenis lokal dan luar serta pedaging dalam menyalurkan produknya sehingga dapat
meningkatkan
pendapatan yang diterima
peternak dan
memperkecil margin tataniaga. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalahnya adalah : 1. Bagaiman saluran dan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulia Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor? 3. Bagaimana margin tataniaga, Farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor serta bagaimana efisiensi tataniaga dilihat dari ratio keuntungan terhadap biaya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah tertuang dan diuraikan dalam perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis saluran dan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulia Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis stuktur dan perilaku pasar pada masingmasing lembaga yang terlibat pada tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulia Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis margin tataniaga, Farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging di Desa Gunung Mulya Kecamatan Bogor serta menganalisis efisiensi tataniaga diantara ketiga jenis kelinci berdasarkan ratio keuntungan terhadap biaya.
7
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak dalam mengambil keputusan untuk melakukan budidaya Kelinci. 2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang ingin mengetahui sistem tataniaga Kelinci Pada Desa Gunung Mulia Kecamatan Tenjolaya kabupaten Bogor. 3. Sebagai bahan informasi bagi pelaku pasar dalam memilih saluran pemasaran serta menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menetukan kebijakan yang berkenaan dengan tataniaga Kelinci. 4. Sedangkan bagi peneliti sendiri, penelitian ini diharapkan dapat menembah wawasan tentang saluran pemasaran kelinci dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya terbagi menjadi tiga yaitu tataniaga kelinci hias lokal yaitu kelinci hias lokal yang berumur 3-4 minggu, kelinci hias luar yang berumur 3-4 minggu dengan jenis seperti Angora, Rex dan bulu karpet, dan kelinci jenis pedaging dengan usia diatas 3 bulan.
8
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Kelinci Menurut Ryan Masanto dan Ali Agus (2010) di dunia sebenarnya ada 72 jenis kelinci jenis hias dan potong. Sekitar 50 jenis diantaranya terdapat di Indonesia. Konon kelinci sudah dipelihara sejak beberapa abad yang lalu di Afrika, kemudian diternakkan oleh penduduk di Kawasan Mediterania (Laut Tengah) sekitar 1.000 tahun lalu. Dari hasil ternak tersebut kelinci menyebar ke Eropa, terutama di Belanda, Jerman, Inggris, Perancis, Polandia dan Rusia. Mengikuti migrasi masyarakat Eropa, ternak kelinci menyebar ke Amerika, Asia dan Australia. Kelinci dibawa ke Amerika dari Eropa pada awal tahun 1800. Di Indonesia, khususnya Pulau Jawa terdapat ras kelinci lokal yang pertumbuhannya lambat dan ukurannya kecil. Diduga kelinci lokal tersebut merupakan keturunan ras kelinci Nederland Dwarf, yang dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai ternak hias pada tahun 1835 dan mengalami perkembangan puncak pada tahun 1912. Selanjutnya pada tahun 1980-an pemerintah menggalakkan pemeliharaan kelinci sebagai sumber daging. Namun pola pengembangan tersebut tidak berjalan mulus. Hambatannya adalah 55 persen peternak semata-mata bertujuan berdagang, 22 persen berusaha memperbaiki gizi dan sisanya untuk kesenangan saja. 2.2 Budidaya Kelinci Menurut Kementrian Riset dan Teknologi dalam Proyek pengembangan Ekonomi Masyarakan Pedesaan, hal-hal yang menyangkut dalam budidaya kelinci adalah Persyaratan lokasi, penyiapan sarana dan perlengkapan, pembibitan, hama dan penyakit dan panen dan pasca penen. 2.2.1 Persyaratan Lokasi Persyaratan lokasi dalam budidaya kelinci adalah dekat sumber air, jauh dari tempat kediaman, bebas gangguan asap, bau-bauan, suara bising dan terlindung dari predator. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha ternak
9
kelinci adalah persiapan lokasi yang sesuai, pembuatan kandang, penyediaan bibit dan penyediaan pakan. 2.2.2 Penyiapan Sarana dan Perlengkapan Fungsi kandang sebagai tempat berkembangbiak dengan suhu ideal 21° C, sirkulasi udara lancar, lama pencahayaan ideal 12 jam dan melindungi ternak dari predator. Menurut kegunaan, kandang kelinci dibedakan menjadi kandang induk betina, jantan dan anakan. Untuk menghindari perkawinan awal kelompok dilakukan pemisahan antara jantan dan betina. Kandang berukuran 200x70x70 centimeter tinggi alas 50 centimeter cukup untuk 12 ekor betina/10 ekor jantan. Kandang anak (kotak beranak) ukuran 50x30x45 centimeter. Menurut bentuknya kandang kelinci dibagi menjadi: 1. Kandang sistem postal, tanpa halaman pengumbaran, ditempatkan dalam ruangan dan cocok untuk kelinci muda. 2. Kandang sistem ranch : dilengkapi dengan halaman pengumbaran. 3. Kandang battery : mirip sangkar berderet dimana satu sangkar untuk satu ekor dengan konstruksi Flatdech Battery (berjajar), Tier Battery (bertingkat), Pyramidal Battery (susun piramid). Perlengkapan kandang yang diperlukan adalah tempat pakan dan minum yang tahan pecah dan mudah dibersihkan. 2.2.3 Pembibitan Syarat ternak kelinci yang ingin dibudidayakan tergantung dari tujuan utama pemeliharaan kelinci tersebut. Untuk tujuan jenis bulu maka jenis Angora, American Chinchilla dan Rex merupakan ternak yang cocok. Sedang untuk tujuan daging maka jenis Belgian, Californian, Flemish Giant, Havana, Himalayan dan New Zealand merupakan ternak yang cocok dipelihara. 1. Pemilihan bibit dan calon induk Bila peternakan bertujuan untuk daging, dipilih jenis kelinci yang berbobot badan dan tinggi dengan perdagingan yang baik, sedangkan untuk tujuan bulu jelas memilih bibit-bibit yang punya potensi genetik pertumbuhan bulu yang baik. Secara spesifik untuk keduanya harus punya sifat fertilitas tinggi, tidak mudah
10
nervous, tidak cacat, mata bersih dan terawat, bulu tidak kusam dan lincah atau aktif bergerak. 2. Perawatan Bibit dan calon induk Perawatan bibit menentukan kualitas induk yang baik pula, oleh karena itu perawatan utama yang perlu perhatian adalah pemberian pakan yang cukup, pengaturan dan sanitasi kandang yang baik serta mencegah kandang dari gangguan luar. 3. Sistem Pemuliabiakan Untuk mendapat keturunan yang lebih baik dan mempertahankan sifat yang spesifik maka pembiakan dibedakan dalam tiga kategori yaitu: a) In Breeding (silang dalam), untuk mempertahankan dan menonjolkan sifat spesifik misalnya bulu, proporsi daging. b) Cross Breeding (silang luar), untuk mendapatkan keturunan lebih baik atau menambah sifat-sifat unggul dan c) Pure Line Breeding (silang antara bibit murai), untuk mendapat bangsa atau jenis baru yang diharapkan memiliki penampilan yang merupakan perpaduan 2 keunggulan bibit. 4. Reproduksi dan Perkawinan Kelinci betina segera dikawinkan ketika mencapai dewasa pada umur lima bulan (betina dan jantan). Bila terlalu muda kesehatan terganggu dan mortalitas anak tinggi. Bila pejantan pertama kali mengawini, sebaiknya kawinkan dengan betina yang sudah pernah beranak. Waktu kawin pagi/sore hari di kandang pejantan dan biarkan hingga terjadi dua kali perkawinan, setelah itu pejantan dipisahkan. 5. Proses Kelahiran Setelah perkawinan kelinci akan mengalami kebuntingan selama 30-32 hari. Kebuntingan pada kelinci dapat dideteksi dengan meraba perut kelinci betina 12-14 hari setelah perkawinan, bila terasa ada bola-bola kecil berarti terjadi kebuntingan. Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari dengan kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak yang dilahirkan bervariasi sekitar 6-10 ekor. 11
2.2.4 Pemeliharaan 1. Sanitasi dan Tindakan Preventif Tempat pemeliharaan diusahakan selalu kering agar tidak jadi sarang penyakit. Tempat yang lembab dan basah menyebabkan kelinci mudah pilek dan terserang penyakit kulit. 2. Pengontrolan Penyakit Kelinci yang terserang penyakit umumnya punya gejala lesu, nafsu makan turun, suhu badan naik dan mata sayu. Bila kelinci menunjukkan hal ini segera dikarantinakan dan benda pencemar juga segera disingkirkan untuk mencegah wabah penyakit. 3. Perawatan Ternak Penyapihan anak kelinci dilakukan setelah umur 7-8 minggu. Anak sapihan ditempatkan dalam kandang tersendiri dengan isi 2-3 ekor/kandang dan disediakan pakan yang cukup dan berkualitas. Pemisahan berdasar kelamin perlu untuk mencegah dewasa yang terlalu dini. Pengebirian dapat dilakukan saat menjelang dewasa. Umumnya dilakukan pada kelinci jantan dengan membuang testisnya. 4. Pemberian Pakan Jenis pakan yang diberikan meliputi hijauan meliputi rumput lapangan, rumput gajah, sayuran meliputi kol, sawi, kangkung, daun kacang, daun turi dan daun kacang panjang, biji-bijian atau pakan penguat meliputi jagung, kacang hijau, padi, kacang tanah, sorghum, dedak dan bungkil-bungkilan. Untuk memenuhi pakan ini perlu pakan tambahan berupa konsentrat yang dapat dibeli di toko pakan ternak. Pakan dan minum diberikan dipagi hari sekitar pukul 10.00 WIB dimana kelinci diberi pakan dedak yang dicampur sedikit air, Pukul 13.00 WIB diberi rumput sedikit/secukupnya dan pukul 18.00 WIB rumput diberikan dalam jumlah yang lebih banyak. Pemberian air minum perlu disediakan di kandang untuk mencukupi kebutuhan cairan tubuhnya. 5. Pemeliharaan Kandang Lantai/alas kandang, tempat pakan dan minum, sisa pakan dan kotoran kelinci setiap hari harus dibersihkan untuk menghindari timbulnya penyakit. Sinar matahari pagi harus masuk ke kandang untuk membunuh bibit penyakit. Dinding 12
kandang dicat dengan kapur atau ter. Kandang bekas kelinci sakit dibersihkan dengan kreolin atau lysol. 2.2.5 Hama dan Penyakit 1. Bisul Penyebab: terjadinya pengumpulan darah kotor di bawah kulit. Pengendalian: pembedahan dan pengeluaran darah kotor selanjutnya diberi Jodium. 2. Kudis Penyebab: Darcoptes scabiei. Gejala: ditandai dengan koreng di tubuh. Pengendalian: dengan antibiotik salep. 3. Eksim Penyebab: kotoran yang menempel di kulit. Pengendalian: menggunakan salep/bedak Salicyl. 4. Penyakit telinga Penyebab: kutu. Pengendalian: meneteskan minyak nabati. 5. Penyakit kulit kepala Penyebab:
jamur.
Gejala:
timbul
semacam
sisik
pada
kepala.
Pengendalian: dengan bubuk belerang. 6. Penyakit mata Penyebab: bakteri dan debu. Gejala: mata basah dan berair terus. Pengendalian: dengan salep mata. 7. Mastitis Penyebab: susu yang keluar sedikit/tak dapat keluar. Gejala: puting mengeras dan panas bila dipegang. Pengendalian: dengan tidak menyapih anak terlalu mendadak. 8. Pilek Penyebab: virus. Gejala: hidung berair terus. Pengendalian: penyemprotan antiseptik pada hidung. 9. Radang paru-paru Penyebab: bakteri Pasteurella multocida. Gejala: napas sesak, mata dan telinga kebiruan. Pengendalian: diberi minum Sul-Q-nox. 13
10. Berak darah Penyebab: Protozoa Eimeira. Gejala: nafsu makan hilang, tubuh kurus, perut membesar dan mencret darah. Pengendalian: diberi minum sulfaquinxalin dosis 12 ml dalam 1 liter air. 11. Hama pada kelinci umumnya merupakan predator dari kelinci seperti anjing dan tikus. Pada umumnya pencegahan dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan kandang, pemberian pakan yang sesuai dan memenuhi gizi dan penyingkiran sesegera mungkin ternak yang sakit. 2.2.6 Panen dan Pasca Panen Hasil utama kelinci adalah daging dan bulu dan hasil tambahan berupa kotoran untuk pupuk. Daging untuk konsumsi yang baik untuk pemenuhan protein tubuh, kulit dan bulu digunakan untuk sepatu dan handycraft. Penanganan kelinci dalam proses pasca panen adalah 1) Stoving yaitu kelinci dipuasakan selama 6-10 jam sebelum dipotong untuk mengosongkan usus namun pemberian minum tetap diberikan kepada kelinci. 2) Pemotongan, dapat dilakukan dengan tiga cara: Pemukulan pendahuluan, kelinci dipukul dengan benda tumpul pada kepala dan saat koma disembelih. Pematahan tulang leher, dipatahkan dengan tarikan pada tulang leher, cara ini kurang baik. Pemotongan biasa, sama seperti memotong ternak lain. 3) Pengulitan, dilaksanakan mulai dari kaki belakang ke arah kepala dengan posisi kelinci digantung. 4) Pengeluaran jeroan yaitu kulit perut disayat dari pusar ke ekor kemudian jeroan seperti usus, jantung dan paru-paru dikeluarkan. Dalam proses pengeluaran jeroan, hal yang perlu diperhatikan adalah kandung kemih jangan sampai pecah karena dapat mempengaruhi kualitas karkas. 5) Pemotongan karkas, kelinci dipotong jadi 8 bagian, 2 potong kaki depan, 2 potong kaki belakang, 2 potong bagian dada dan 2 potong bagian belakang. Presentase karkas yang baik 49-52%. 2.3 Penelitian Terdahulu 2.3.1 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Kelinci Penelitian terdahulu yang terkait dengan kelinci dalah penelitian yang dilakukan oleh Widagdho (2008) dan Agustian (2011). Penelitian yang dilakukan 14
oleh Widagdho (2008) menganalisis Kelayakan Usaha peternakan Kelinci Pada Asep Rabbit di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis aspek-aspek dalam kelayakan usaha secara deskriptif yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial, menganalisis tingkat kelayakan finansial peternakan kelinci, melakukan analisis switching value untuk melihat tingkat kepekaan kelayakan usaha peternakan kelinci Asep Rabbit Project bila terjadi perubahanperubahan dalam faktor produksi. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah anlisis kualitatif meliputi analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial. Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis finansial seperti NPV, IRR, R/C, Payback Period dan switching value. Berdasarkan analisis kelayakan yang meliputi aspek pasar, aspek manajemen, dan aspek teknis maka pengusahaan peternakan kelinci pada perencanaan proyek ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan dan berdasarkan analisis kelayakan finansial pada pengusahaan peternakan kelinci pada ketiga pola usaha layak untuk dilaksanakan. Namun usaha yang paling menguntungkan untuk dilaksanakan sebagai pengembangan usaha Asep’s Rabbit Project yaitu usaha pola usaha I karena memiliki nilai NPV tertinggi dibandingkan kedua pola lainnya serta biaya yang dikeluarkan pada pola I lebih tinggi sehingga pada pola I mendapatkan keuntungan tertinggi dibandingkan kedua pola lainnya. Berdasarkan analisis switching value, penurunan harga output dan penurunan produksi merupakan faktor yang sensitif terhadap perubahan. Peningkatan pada harga indukan dan harga pakan tidak sensitif terhadap perubahan. Hal tersebut dikarenakan biaya pada pengadaan indukan jauh lebih kecil daripada penerimaan yang didapatkan dari pengusahaan peternakan kelinci, walaupun persentase biaya pengeluaran pakan terhadap tolal biaya operasional cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Agustian (2011) menganalisis persepsi konsumen terhadap daging Kelinci di Kota Bogor, memiliki tujuan yaitu menganalisis karakteristik konsumen daging kelinci di Kota Bogor, mengetahui persepsi konsumen Kota Bogor terhadap daging kelinci, menganalisis variabel apa saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daging kelinci di Kota Bogor, mengetahui konsumen potensial daging kelinci dan memberikan 15
rekomendasi bauran pemasaran produk daging kelinci di Kota Bogor. Metode analisis menggunakan metode deskriptif dan analisis regresi logistik biner. Karakteristik konsumen daging kelinci yang ada di Kota Bogor dapat dibagi berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pengeluaran. Berdasarkan usia, mayoritas konsumen berada pada usia produktif yaitu antara 31-40 tahun. Konsumen tersebut mayoritas berjenis kelamin perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi yang didominasi oleh sarjana. Adapun pekerjaan sebagian besar dari konsumen daging kelinci adalah pegawai swasta. Untuk tingkat pengeluaran, sebagian besar konsumen berada pada kisaran antara Rp 1.620.000,00 hingga Rp 2.700.000,00. Persepsi konsumen dari aspek budaya adalah sangat baik ditinjau dari adat istiadat dan agama konsumen. Dari aspek sosial, konsumen memberikan persepsi yang baik terhadap daging kelinci. Untuk aspek psikologis konsumen juga memberikan persepsi yang baik bila ditinjau dari aspek psikologis, artinya bahwa hambatan prikologs tidak menjadi pengaruh yang signifikan bagi konsumen daging kelinci untuk melakukan konsumsi. Untuk persepsi keseluruhan, konsumen memberikan persepsi yang baik terhadap daging kelinci baik itu ditinjau dari aspek budaya, sosial, psikologis dan aspek bauran pemasaran. Variabel yang memiliki pengaruh nyata dalam pembentukan persepsi konsumen terhadap daging kelinci ini adalah variabel jenis kelamin. Konsumen yang berjenis kelamin perempuan cenderung memberikan persepsi yang baik terhadap daging kelinci 8,3 kali dibandingkan konsumen pria. 2.3.2 Penelitian Terdahulu Terkait dengan Tataniaga Komoditi Peternakan Penelitian terdahulu terkait dengan tataniaga seperti yang dilakukan oleh Ratniati (2007) dengan judul Analisis Sistem Pemasaran Ternak Sapi Potong PT Great Giant Livestock Company (GGLC) yang berlokasi di Lampung Tengah yang menganalisis saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur biaya, besar biaya, struktur perilaku dan pelaksanaan pasar, margin pemasaran, R/C ratio dan farmer’s share. Metode pengambilan data untuk analisis lembaga dan saluran pemasaran dilakukan dengan cara penarikan sampel dimana wilayah yang diteliti adalah Jakarta, Bogor dan Lampung. Untuk sampel individu berjumlah 16 responden yang mewakili setiap lembaga yang terlibat yang terdiri dari pedagang 16
penerima, pedagang pemotong/pengecer, agen dan pedagang pengumpul. Berdasarkan pengamatan, pada wilayah lampung terdapat 8 saluran pemasaran, Bogor terdapat 6 saluran pemasaran dan Jakarta 5 saluran pemasaran. Nilai farmer’s share pada pemasaran sapi potong untuk semua saluran diatas 90 persen. Sistem penentuan harga yang dilakukan oleh PT GGLC berdasarkan pada klasifikasi ternak sapi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Dimana harga sapi pejantan lebih tinggi dibandingkan sapi betina. Penelitian Permadi (2008) mengenai Analisis Tataniaga Kambing Peranakan Ettawa (PE) di Purwarejo Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar, margin tataniaga dan nilai farmer’s share. Hasil penelitian ini adalah struktur pasar yang dihadapi penjual dan pembeli adalah pasar persaingan tidak sempurna sedangkan pasar yang dihadapi pedagang adalah persaingan monopolistik. Terdapat 4 saluran dalam pemasaran kambing PE dengan sistem penjualan yang dilakukan adalah dengan sistem grading. Grading terbagi menjadi Grade A,B, C dan D. Nilai farmer’s share pada penelitian ini cukup tinggi dengan nilai minimal 80,65 persen. Penelitian Afrianto (2007) dengan judul analisis Margin Tataniaga dan Keterpaduan Pasar daging Domba yang berlokasi di kabupaten Majalengka Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah sama dengan yang dilakukan oleh Ratiniati (2007) dan Permadi (2008) yaitu mengidentifikasi pola saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar sera menganalisis marjin tataniaga. Tetapi yang membedakan adalah peneliti juga melakukan analisis keterpaduan pasar antara pemasok dan pasar pengecer daging domba dengan menggunaka data sekunder berupa perkembangan harga rata-rata mingguan daging domba. Pemilihan responden dilakukan dengan metode sensus. Lambaga pemasaran yang terlibat pada penelitian ini adalah 9 orang pedagang pemasok, 18 orang pedagang besar dan 24 pedagang pengecer. Hasil perhitungan pada penelitian ini diketahui bahwa sebaran margin untuk tiap salutan tidak merata. Penelitian Faisal (2010) dengan judul Analisis Tataniaga Sapi Potong PT Kariyana Gita Utama, Cicurug, Sukabumi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi saluran, lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong PT KGU serta menghitung margin tataniaga, farmer’s share, biaya pemasaran, keuntungan dan 17
struktur pasar tataniaga sapi potong PT KGU. Penelitian ini menggunakan metode Snawball sampling. Berdasarkan penelusuran, didapatkan hasil bahwa saluran pemasaran yang terbentuk berjumlah 6 saluran dengan empat lembaga yang terlibat yaitu pedagang pengumpul, pedagang pemotong, pedagang pengecer dan Rumah Potong Hewan (RPH). Saluran yang paling efisien adalah saluran pemasaran 3 berdasarkan margin terendah yaitu 23,55 persen dengan nilai farmer’s share tertinggi yaitu 76,45 persen. Struktur pasar yang dihadapi hampir seluruh lembaga tataniaga sapi potong PT KGU cenderung bersifat oligopoli. Hal ini dilihat dari kemampuan tataniaga dalam menetuan harga, produk yang diperdagangkan bersifat homogen dan hambatan keluar masuk pasar yang cukup tinggi. 2.3.3 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah mengenai objek penelitian yaitu kelinci Widagdho (2008) dan Agustian (2011). Selain persamaan dalam objek penelitian, persamaan dengan penelitian terdahulu juga terdapat pada topik yang diteliti yaitu tentang analisis tataniaga produk peternakan (Ratniati (2007), Permadi (2008), Afrianto (2007) dan Faisal (2010)). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat analisis kualitatif (saluran tataniaga, fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar) dan analisis kuantitatif yaitu analisis margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Metode penarikan responden yang digunakan untuk peternak yaitu dengan cara sensus (Afrianto, 2007) dan untuk lembaga pemasaran menggunakan metode snawball (Ratniati (2007), Permadi (2008), Afrianto (2007) dan Faisal (2010)). Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terdapat pada perbedaan topik penelitian dimana Widagdho (2008) meneliti tentang kelayakan usaha peternakan kelinci, sedangkan Agustian (2011) meneliti tentang presepsi konsumen terhadap daging kelinci di Bogor. Selain perbedaan pada topik penelitian, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terdapat pada alat analisis kuantitatif yang dilakukan oleh Afrianto (2010) yang
18
menganalisis keterpaduan pasar daging domba di Majalengka sedangkan pada penelitian ini tidak menganalisis keterpaduan pasar. Tabel 5. Penelitian Terdahulu Penulis Widaghdo (2008)
Judul Analisis Kelayakan Usaha peternakan Kelinci Pada Asep Rabbit di Kecamatan Lembang Bandung Jawa Barat.
Metode Analisis Metode Kualitatif (Aspek teknis, pasar, manajemen, hukum dan lingkungan), metode kuantitatif (NPV,IRR,PP dan Switching Value)
Tujuan Menganalisis aspek dalam kelayakan usaha meliputi aspek pasar, teknis, manajemen, hukum dan aspek sosial, menganalisis kelayakan finansial dan melakukan analisis switching value
Agustian (2011)
Menganalisis presepsi konsumen terhadap daging Kelinci di Kota Bogor
Metode Kualitatif dan Metode Regresi Logistik Biner.
Menganalisis karakteristik konsumen daging kelinci, mengetahui persepsi konsumen terhadap daging kelinci, menganalisis variabel apa saja yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap daging kelinci.
Afrianto (2007)
Analisis Margin Tataniaga dan Keterpaduan Pasar Daging Domba di Majalengka jawa Barat
Analisis kualitatif (analisis saluran, struktur, dan perilaku pasar). Analisis kuantitatif ( analisis margin tataniaga dan keterpaduan pasar)
Mengidentifikasi pola saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar, margin tataniaga dan analisis ketrpaduan pasar daging domba.
Ratniati (2007)
Analisis Sistem Pemasaran Ternak Sapi Potong PT. Great Giant Livestock Company (GGLC) di Lampung Tengah
Analisis kualitatif yaitu saluran dan fungsi tataniaga. Analisis kuantitatif yaitu struktur dan besar biaya, margin pemasaran, R/C ratio dan farmer’s share.
Mengidentifikasi dan menganalisis saluran, fungsi, struktur dan perilaku pasar , margin tataniaga, farmer’s share dan ratio R/C.
Permadi (2008)
Analisis Tataniaga Kambing PE di Jawa Tengah
Mengidentifikasi struktur, perilaku dan keragaan pasar serta margin dan farmer’s share.
Faisal (2010)
Analisis Tataniaga Sapi Potong PT. Kariyana Gita Utama, Cicurug Sukabumi
Analisis kualitatif yaitu struktur,perilaku dan keragaan pasar. Analisis kuantitatif yaitu margin tataniaga dan farmer’s share. Analisis Kualiatatif meliputi : analisis saluran, lembaga, fungsi dan struktur pasar. Analisis kuantitatif meliputi Analisis margin, farmer’s share dan ratio /c.
mengidentifikasi saluran, lembaga dan fungsi tataniaga sapi potong PT.KGU menghitung margin tataniaga, farmer’s share,biaya pemasaran, keuntungan dan struktur pasar tataniaga sapi potong PT. KGU
19
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Tataniaga Menurut Dahl dan Hammond (1977) Tataniaga merupakan serangkaian tahapan fungsi yang diperlukan dalam penangan dan pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produksi primer sampai konsumen akhir. Menurut Limbong dan Sitorus (1985) tataniaga adalah serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barangbarang hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke konsumen. Menurut Kohls dan Uhl (2002) tataniaga merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran dari produk-produk dan jasa-jasa dimulai dari tingkat produksi pertanian sampai tingkat konsumen akhir. 3.1.2 Konsep Lembaga dan Fungsi Tataniaga Dalam menyampaikan suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka fungsi badan perantara sangat diharapkan kehadirannya untuk menggerakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produsen ke titik konsumsi. Lembaga-lembaga ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan maupun perseroan yang akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga, baik fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fungsi fasilitas. Penggolongan lembaga tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1985) didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta berdasarkan bentuk usahanya, yaitu: 1. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukan, yaitu:
Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.
Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik, seperti badan pengangkutan/transportasi, pengolahan dan penyimpanan.
20
Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga, seperti informasi pasar dan kredit desa. Lembaga ini dapat berupa KUD (Kantor Unit Desa), Bank Unit Desa, dan yang lainnya.
2. Penggolongan lembaga tataniaga berdasarkan penguasaan terhadap suatu
barang, yaitu:
Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul dan tengkulak.
Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti agen, makelar atau broker dan lembaga pelelangan.
Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan, pengolahan dan perkreditan.
3. Penggolongan tataniaga berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar, yaitu:
Lembaga tataniaga bersaing sempurna, seperti pengecer beras dan pengecer rokok.
Lembaga tataniaga monopolistis, seperti pedagang bibit dan pedagang benih.
Lembaga tataniaga oligopolis, seperti importir cengkeh dan perusahaan semen.
Lembaga tataniaga monopolis, seperti perusahaan kereta api serta perusahaan pos dan giro.
4. Penggolongan lembaga tataniaga juga dilakukan berdasarkan bentuk usahanya, yaitu:
Berbadan hukum, seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi.
Tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perseorangan, pedagang pengecer dan tengkulak. Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa proses penyampaian
barang dari produsen ke konsumen memerlukan berbagai tindakan atau kegiatan. Kegiatan tersebut dinamakan sebagai fungsi-fungsi tataniaga. Pendekatan fungsi tataniaga yang sering dilakukan oleh pelaku tataniaga mencakup: • Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi penjualan. 21
• Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, waktu dan bentuk. Fungsi ini dibagi menjadi fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengolahan. • Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan tindakan yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri atas fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, fungsi standarisasi dan grading serta fungsi informasi pasar. 3.1.3 Konsep Saluran Tataniaga Menurut
Limbong
dan
Sitorus
(1985)
Saluran
tataniaga
dapat
didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Saluran pemasaran merupakan rangkaian lembaga-lembaga niaga yang dilalui barang dalam penyalurannya dari produsen ke konsumen. Limbong dan Sitorus (1985) berpendapat bahwa saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran. Panjangnya saluran tataniaga akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa. 3.1.4 Konsep Strukur Pasar Menurut Dahl dan Hammond (1977) struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) pengetahuan informasi pasar dan (4) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, misalnya biaya, harga dan kondisi pasar antara partisipan. Berdasarkan karekteristik struktur pasar, Kohls dan Uhl (2002) mengelompokkan pasar ke dalam dua struktur pasar yang berbeda, yaitu Pasar Persaingan Sempurna dan Pasar Persaingan tidak sempurna. Pasar Persaingan Sempurna (Perfect Competition), struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana banyak pembeli dan penjual memperdagangkan komoditi yang bersifat homogen atau seragam dengan jumlah 22
yang banyak, sehingga setiap pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar, atau dengan kata lain bahwa pembeli dan penjual merupakan pihak yang mengikuti harga (price taker) bukan sebagai pihak yang menetapkan harga (price maker). Tidak terdapat hambatan untuk keluar atau masuk pasar sehingga pembeli dan penjual dapat dengan mudah untuk keluar dan masuk pasar. Pengetahuan atau informasi yang dimiliki oleh pembeli dan penjual mengenai kondisi pasar relatif sempurna dan mobilitas sumber-sumber ekonomi juga relatif sempurna. Struktur pasar persaingan tidak sempurna terbagi menjadi tiga yaitu Pasar (1) Monopoli atau Monopsoni (Monopoly/Monopsony); (2) Pasar Oligopoli atau Oligopsoni (Oligopoly/Oligopsony) dan (3) Pasar Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competition). Struktur pasar monopoli dicirikan dengan penjual tunggal dari sebuah komoditas yang bersifat unik dan sangat dideferensiasi dan penjual tersebut memiliki pengaruh atas penawaran produk tertentu sehingga pada struktur pasar monopoli penjual merupakan pihak yang menetapkan harga. Hambatan untuk masuk dan keluar yang besar seringkali merintangi pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi. Dari segi pembeli disebut pasar monopsoni, yang terdiri hanya dari seorang pembeli suatu komoditi. Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga penjual lain dan menjual produk yang bersifat homogen serta standar. Sedikit jumlah penjual ini disebabkan tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan, hal ini dapat disebabkan beberapa hal, seperti: paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan, lokasi yang langka dan sebagainya. Sedangkan pasar yang terdiri dari beberapa pembeli disebut pasar oligopsoni. Pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang menjual produk yang bersifat terdeferensiasi atau heterogen disebut pasar oligopoli terdeferensiasi. Sedangkan pasar oligopsoni terdeferensiasi merupakan pasar yang dicirikan dengan beberapa pembeli yang membeli produk yang terdeferensiasi. Pasar persaingan monopolistik merupakan karakteristik struktur pasar antara pasar persaingan sempurna dan pasar oligopoli. Pasar persaingan 23
monopolistik dicirikan dengan terdapat banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam harga dan bukan atas satu harga pasar, dimana munculnya beberapa macam harga ini disebabkan penjual dapat melakukan penawaran yang berbeda kepada pembeli. Produk fisik dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gayanya, service dapat berbeda, sebagai akibat penglihatan pembeli yang berbeda atas barang yang ditawarkan dan kesediaan membayar harga yang berbeda. Pada pasar persaingan monopolistik, penjual mengajukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling, disamping harga untuk menonjolkan penawaran. Dari segi pembeli pasar ini disebut pasar persaingan monopsoni. Tabel 6. Struktur Pasar dalam Sistem Pangan dan Serat No 1
Karakteristik Struktur Jumlah Sifat Produk Penjual Banyak Standarisasi
2
Banyak
Diferensiasi
3 4
Beberapa Beberapa
Standarisasi Diferensiasi
5 Satu Unik Sumber : Dahl and Hammond (1977)
Struktur Pasar Sisi Penjual Sisi Pembeli Persaingan Sempurna Persaingan Monopolistik Oligopoli Murni Oligopoli diferensiasi Monopoli
Persaingan Sempurna Persaingan Monopsonistik Oligopsoni Murni Oligopoli diferensiasi Monopsoni
3.1.5 Konsep Perilaku Pasar Dahl dan Hammond (1997) menyatakan bahwa perilaku pasar sebagai suatu pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar, lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut. Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian, penjualan, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga tataniaga. 24
Para pelaku tataniaga perlu mengetahui perilaku pasar sehingga mampu merencanakan kegiatan tataniaga secara efisien dan terkoordinasi. Selanjutnya akan tercipta kinerja keuangan yang memadai di sektor pertanian dan berbagai sektor komersial lainnya. Perilaku pasar menggambarkan perilaku partisipan (pembeli dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar tersebut baik secara individu maupun kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran tertentu. 3.1.6 Konsep Efisiensi Tataniaga Menurut Khols dan Uhl (2002) persaingan yang efisien adalah pasar persaingan sempurna (perfect competition). Tetapi realitanya struktur pasar ini tidak dapat ditemukan. Ukyran efisiensi adalah “kepuasan” dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan barang dan jasa mulai dari petani sampai ke konsumen akhir; ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut sangant sulit dan relatif. Oleh karena itu banyak pakar menggunakan indikator efisiensi operasional (teknik) dan efisiensi harga. 3.1.6.1 Konsep Marjin Tataniaga Insentif ekonomi merupakan salah satu faktor yang mampu memotivasi petani dalam melakukan kegiatan produksi. Insentif ekonomi tersebut dapat diketahui melalui besarnya keragaan dan perkembangan marjin tataniaga. Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan marjin tataniaga sebagai perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh petani. Asmarantakan (2009) diacu dalam Tomek dan Robinson (1990) memberikan dua alternatif dari definisi margin tataniaga yaitu : 1) Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang yang diterima produsen (petani), 2) merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas-aktivitas bisnis yang terjadi dalam sistem tataniaga tersebut. Definisi yang pertama menjelaskan secara sederhana bahwa margin tataniaga adalah perbedaan harga ditingkat konsumen (Pr) dengan harga yang diterima petani (Pf) dengan demikian margin pemasaran adalah M = Pr –Pf . Sedangkan pengertian yang kedua lebih bersifat ekonomi dan definisi ini lebih 25
tepat, karena memberikan pengertian adanya nilai tambah (added value) dari adanya kegiatan tataniaga dan juga mengandung pengertian dari konsep “derived supply” dan “derived demand”. Pengertian derived demand diartikan sebagai permintaan turunan dari “primary demand” yang dalam hal ini permintaan dari konsumen akhir, sedangkan derived demand adalah permintaan dari pedagang perantara (grosir dan eceran) ataupun dari perusahaan pengolah (processor) kepada petani, sedangkan derived supply adalah penawaran ditingkat pedagang eceran yaitu merupakan penawaran turunan dari penawaran ditingkat petani (primary supply). Perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga lain sampai ke tingkat konsumen akhir disebabkan karena adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditas dari titik produsen sampai ke titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut di titik produsen dibandingkan harga yang akan dibayarkan oleh konsumen. Perbedaan harga yang terjadi antara lembaga tataniaga satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga suatu komoditas yang sama disebut sebagai marjin tataniaga. Definisi marjin tataniaga juga digambarkan oleh kurva marjin tataniaga (Gambar 1). P
Nilai Marjin Tataniaga (Pf-Pr) x Qrf Sr Sf
Marjin Tataniaga (Pr – Pf)
Pr Pf
Dr Df
Biaya Tataniaga Qfr
Q
Keterangan: Pr: Harga di tingkat pengecer Pf: Harga di tingkat petani Sr: Derived Supply Sf: Primary supply Dr: Primary Demand Df: Derived Demand Qrf: jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer. 26
Gambar 1. Penggambaran Definisi Marjin Tataniaga, Nilai Marjin Tataniaga, dan Biaya Tataniaga (Sumber: Tomek and Robinson (1990) Dahl dan Hammond, 1977). Menurut Asmarantaka (2009) diacu dalam Tomek dan Robinson (1990) dan Gonarsyah, I (1996/1997) margin tataniaga ditentukan oleh 1) perubahan harga-harga input faktor tataniaga, 2) efisiensi dari pengadaan jasa-jasa tataniaga, 3) jumlah dan kualitas jasa-jasa tataniaga dan 4) perubahan stuktur pasar dan teknologi. Oleh karena itu perubahan dari komponen diatas dapat mengubah margin tataniaga. Besarnya margin tataniaga sangat bervariasi diantara berbagai komoditas. 3.1.6.2 Konsep Bagian Harga yang Diterima Peternak (Farmer’s Share) Khols dan Uhl (2002) mendefinisikan Farmer's share merupakan perbedaan harga ditingkat pengecer dengan yang diterima petani dan dinyatakan dalam persentase harga di tingkat konsumen. Bagian harga yang diterima petani adalah perbandingan antara harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Limbong dan Sitorus, 1985). Farmer's share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (value added) yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor yang penting diperhatikan adalah bukan besar kecilnya share, melainkan total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil penjualan produk mereka. Farmer’s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani Menurut Kohls dan Uhls (2002), farmer’s share dapat dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah produk dan biaya transportasi. Nilai farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan oleh konsumen (Pr). Secara matematik dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
27
Fs = Pf / Pr x 100% Keterangan: Fs = Farmer’s share Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga di tingkat konsumen Saluran tataniaga yang tidak efisien akan memberikan marjin dan biaya tataniaga yang lebih besar. Biaya tataniaga ini biasanya dibebankan kepada petani melalui harga beli, sehingga harga yang diterima petani lebih rendah. Biaya tataniaga yang tinggi menyebabkan besarnya perbedaan harga di tingkat petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen sehingga akan menurunkan nilai farmer’s share. Sebaliknya pada saluran tataniaga yang efektif dan efisien, marjin dan biaya tataniaga menjadi lebih rendah sehingga perbedaan harga petani dengan konsumen lebih kecil dan nilai farmer’s share akan meningkat. 3.1.6.3 Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Secara matematik, rasio keuntungan dan biaya dalam setiap lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan dan biaya=i/Ci Keterangan: i = Keuntungan lembaga tataniaga Ci = Biaya tataniaga 3.2 Kerangka pemikiran Operasional Dasar penelitian ini adalah dengan dibentuknya Kampung Kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya oleh Ditjennak Depatemen Pertanian Republik Indonesia pada hari Sabtu tanggal 24 September Tahun 2011 yang bertempat di balai Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya. Tujuan dari terbentuknya Desa Kelinci ini adalah untuk memenuhi katahanan pangan yang berbasiskan komoditi lokal yaitu kelinci. Kelinci yang dibudidayakan di Desa Gunung Mulya terdiri kelinci hias jenis lokal dan luar serta kelinci pedaging. 28
Pada tahun 2011 populasi kelinci di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan terutama di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya dibandingkan dengan desa-desa lainnya diwilayah Bogor. Dalam seminggu terdapat pembeli yaitu tengkulak yang mendatangi desa ini untuk membeli kalinci dengan harga yang cukup murah. Kelinci hias jenis tertentu dan kelinci pedaging yang diambil daging dan kulitnya dijual dengan harga yang sangat tinggi kepada konsumen. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian yang diterima peternak kelinci sedikit sehingga margin tataniaga kelinci sangat besar. Analisis tataniaga kelinci baik itu kelinci hias jenis lokal dan jenis luar maupun kelinci pedaging penting dilakukan agar dapat mengetahui saluran yang paling efisien bagi para peternak sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka. Analisis tataniaga ini dapat dilakukan dengan cara menganalisis struktur dan perilaku pasar, saluran dan fungsi tataniaga, margin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya.
29
Kerangka Pemikiran Operasional Kelinci sebagai ternak hias dan penyedia daging Peningkatan populasi kelinci di Bogor pada tahun 2007-2011 Tenjolaya merupakan kecamatan dengan populasi kelinci terbanyak di Kab. Bogor
Penetapan Desa Gunung Mulya sebagai Kampoeng Kelinci Tingginya harga kelinci yang diterima konsumen Rendahnya harga jual yang diterima peternak kelinci di Desa Gunung Mulya
Analisis Tataniaga Kelinci di Desa Gunung Mulya
Lembaga dan saluran tataniaga. 1. Identifikasi saluran tataniaga. 2. Fungsi tataniaga 3. Aktivitas lembaga yang terlibat.
Struktur pasar dan Perilaku Pasar 1. Praktek Penjualan dan pembelian. 2. Sistem Penentuan harga. 3. Sistem pembayaran 4. Kerjasama antara lembaga tataniaga
Efisiensi Tataniaga 1.Marjin tataniaga 2. Farmer’s Share 3. Rasio keuntungan terhadap biaya
Sistem tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya dan saluran yang paling efisien
Rekomendasi dan saran kepada pihak kampoeng kelinci terkait dengan saluran pemasaran yang paling efisien
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Opersional
30
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan desa yang diberi nama sebagai Kampoeng Kelinci oleh Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Republik Indonesia. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada Bulan Oktober 2011 sampai Juni 2012, yaitu mulai dari persiapan pembuatan proposal sampai penyerahan skripsi, sedangkan pengambilan data dilapangan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2012. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari masing-masing lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran Kelinci di Desa Gunung Mulya kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor, yaitu produsen, pengumul, koperasi, pengecer dan agen. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data kualtitatif dan kuantitatif mengenai nilai dan volume penjualan serta pembelian masing-masing lembaga pemasaran, alur pemasaran, kondisi, struktur, serta keragaan pasar. Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik Jakarta, Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, Perpustakaan LSI, Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI), Poktan Budi Asih, internet, serta literatur yang terkait dengan Kelinci. 4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan dan wawancara langsung yang dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan jumlah responden baik itu peternak, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, koperasi dan (Freezer Point). Penentuan responden yang dilakukan berdasarkan keterlibatannya secara langsung dalam kegiatan tataniaga dan lembaga-lembaga tataniaga yang mendukung. 31
Data responden berasal dari peternak kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya, Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI) dan Lembaga Tataniaga Kelinci. Jumlah responden pelaku pasar yang terdiri dari pedagang pengumpul, koperasi dan pedagang pengecer yang diambil berdasarkan penelusuran jumlah yang ada di lapangan. Dari penelusuran ini diketahui lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam proses tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya. 4.4. Metode Penarikan Responden Dalam penelitian ini sampel yang dijadikan responden adalah Peternak Kelinci (produsen), Koperasi dan Pedagang (lembaga tataniaga). Penarikan responden dari peternak pada penelitian ini dengan cara sensus dari peternak yang berjumlah 25 orang yang ada di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya. Penggunaan metode sensus karena responden diketahui berjumlah sedikit yaitu 25 orang. Sedangkan penarikan responden dari lembaga pemasaran menggunakan metode snawball. Pemilihan
penggunaan
metode
snawball,
karena
penulis
kurang
mendapatkan informasi secara jelas tentang jumlah responden lembaga tataniaga, sehingga masih harus dilakukan lagi penelusuran terhadap alur pemasaran dari kelinci dari peternak sampai ke konsumen. Jumlah responden dari lembaga tataniaga adalah 8 orang, dimana pedagang pengumpul desa berjumlah 1 orang, pengecer 4 orang yang terdiri dari 3 pengecer dalam Bogor dan 1 pengecer luar Bogor, 2 anggota koperasi dan 1 agen (freezer point) dalam Bogor. 4.5 Metode Pengolahan Data Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan kalkulator, komputer dan disajikan dalam bentuk deskriptif, gambar dan tabulasi yang digunakan untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan data yang ada dalam melakukan analisis data. Perhitungan marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya (Benefit/Cost ratio) dilakukan dengan menggunakan kalkulator. Pengolahan data dilakukan secara bertahap, dimulai dengan pengelompokan data, perhitungan penyesuaian32
penyesuaian dengan kalkulator tangan untuk kemudian ditabelkan menurut keperluan. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif ditujukan untuk menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan pada aspek-aspek efisiensi pemasaran, yakni margin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. 4.5.1 Analisis Saluran dan Fungsi Tataniaga Analisis ini digunakan untuk mengetahui saluran tataniaga kelinci baik itu jenis kelinci hias lokal, luar dan pedaging di Desa Gunung Mulya dan lembagalembaga yang melakukan fungsi- fungsi tataniaga, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan juga fungsi fasilitas. Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran tataniaga kelinci dapat ditelusuri dari titik produsen sampai ke konsumen akhir. Alur pemasaran tersebut dijadikan dasar dalam menggambarkan pola saluran pemasaran. Semakin panjang rantai yang dilalui, maka saluran tataniaga tersebut biasanya tidak efisien, karena dengan rantai yang semakin panjang maka margin yang tercipta antara produsen dengan konsumen akan semakin besar. Saluran tataniaga kelinci di wilayah Bogor baik itu kelinci jenis hias lokal, luar dan pedaging dapat dianalisis dengan mengamati lembaga-lembaga tataniaga yang membentuk rantai saluran pemasaran tersebut. Para lembaga tataniaga ini akan membentuk sebuah alur, yakni berupa saluran tataniaga. Lembaga-lembaga tataniaga tersebut berperan sebagai perantara dalam penyampaian kelinci dari produsen kepada konsumen akhir. Saluran tataniaga (pemasaran) yang berbeda akan menyebabkan perbedaan pendapatan yang diterima oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Metode analisis saluran tataniaga diperlukan untuk menelusuri saluran tataniaga kelinci dari produsen yaitu petani sampai ke konsumen akhir. Dari saluran tataniaga yang terbentuk, dapat digambarkan secara keseluruhan pola saluran tataniaga.
33
Selain melakukan analisis tataniaga kelinci, penelitian ini juga menganalisis
lembaga-lembaga
yang
melakukan
fungsi-fungsi
tataniaga.
Lembaga-lembaga ini juga berfungsi sebagai sumber informasi mengenai suatu barang dan jasa. Fungsi pertukaran meliputi pembelian dan penjualan, fungsi pembelian merupakan penyaluran barang dari produsen kepada konsumen untuk memenuhi permintaan konsumen. Fungsi penjualan dapat meliputi seluruh kegiatan penjualan. Kegiatan periklanan dan kegiatan-kegiatan promosi lainnya merupakan bagian dari fungsi penjualan yang dapat mempengaruhi permintaan. Keputusan penjulan, pengemasan, pemilihan saluran pemasaran yang terbaik, serta pemilihan waktu dan tempat dan tepat untuk memperoleh konsumen merupakan keputusan-keputusan yang termasuk dalam fungsi penjualan. Fungsi pengangkutan dilakukan agar produk tersedia di tempat yang tepat pada waktu yang tepat. Fungsi ini termasuk pemilihan alternatif jalur dan jenis alat transportasi yang digunakan yang akan mempengaruhi biaya transportasi. Fungsi pengolahan tidak selalu termasuk dalam fungsi pemasaran, namun dalam pemasaran produk pertanian, fungsi pengolahan ini tidak dapat dihilangkan. Fungsi pengolahan meliputi kegiatan-kegiatan yang merubah bentuk dasar dari suatu produk. Fungsi pembayaran merupakan kegunaan uang untuk berbagai aspek pemasaran. Fungsi penanggulangan risiko merupakan kemungkinan mengalami resiko kerugian dari pemasaran produk. Risiko ini terdiri dari dua bagian, yaitu risiko fisik dan risiko harga. Risiko fisik terjadi akibat kerusakan produk, sementara risiko harga terjadi karena perubahan nilai produk di pasar. Analisis dari fungsi pemasaran juga dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya pemasaran. Kegunaan dari fungsi pemasaran juga dapat membandingkan biaya dari dua lembaga pemasaran. Perbandingan ini dapat dilakukan jika antar lembaga pemasaran saling berhubungan. 4.5.2 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Struktur pasar dapat diketahui dengan mengetahui jumlah pembeli dan penjual yang terlibat, heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi dan keadaan produk, kemudahan memasuki pasar, serta informasi perubahan harga pasar. 34
Untuk analisis perilaku pasar, dilakukan pengamatan mengenai praktek penjualan dan pembelian antara produsen, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, sistem penentuan dan pembayaran harga, serta kerjasama antara lembaga pemasaran. Metode analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar yang terbentuk cenderung mendekati persaingan sempurna atau persaingan tidak sempurna dengan melihat komponen yang mengarahkan pasar ke suatu struktur pasar tertentu. Semakin banyak penjual dan pembeli dan semakin kecilnya jumlah yang diperjualbelikan oleh setiap lembaga pemasar, maka struktur pasar tersebut semakin mendekati kesempurnaan dalam persaingan. Adanya kesepakatan antar sesama pelaku pemasar menimbulkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna. Untuk mengetahui struktur pasar kelinci yang terjadi di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya dapat dilihat berdasarkan jumlah lembaga pemasar yang terlibat, mudah tidaknya memasuki pasar, differensiasi produk dan informasi pasar. Tingkah laku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh pelaku pasar melalui sistem penentuan dan penyebaran harga, dan kerjasama diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Perilaku pasar diasumsikan bagaimana pelaku pasar yaitu peternak kelinci, konsumen dan lembaga pemasar menyesuaikan diri terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. 4.5.3 Analisis Efisiensi Pemasaran 4.5.3.1. Margin Tataniaga Analisis ini digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran produk dari produsen kepada konsumen. Margin tataniaga merupakan perbedaan harga diantara lembaga pemasaran. Dengan margin tataniaga dapat diketahui biaya pemasaran dan keuntungan pemsaran. Besarnya margin tataniaga pada dasarnya merupakan pertambahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga. Secara matematis, margin tataniaga lembaga ke-i dapat dinyatakan sebagai berikut:
35
Mi = Psi – Pbi
.................................................(1)
Keterangan: Mi = Margin Tataniaga di lembaga ke-i Psi = Harga jual pasar di tingkat ke-i Pbi = Harga beli pasar di tingkat ke-i Margin Total adalah penjumlahan dari margin lembaga ke-i, ke-j dan seterusnya.Secara matematis margin total dapat dinyatakan sebagai berikut: MT = Mi + Mj +....
Keterangan : MT = Margin Total Mi = Margin Lembaga ke-i Mj = Margin Lembaga ke-j Margin tataniaga dapat juga diperoleh melalui penjumlahan biaya dan keuntungan pada masing-masing lembaga pemasaran. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: Mi = Ci + i
.........................................(2)
Keterangan: Ci = Biaya lembaga pemasaran di tingkat ke-i i = Keuntungan lembaga pemasaran di tingkat ke-i Dengan menggabungkan kedua persamaan (1) dan (2), maka dapat diperoleh: ...... Psi – Pbi = Ci – i
........................................ (3)
Dengan demikian, keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i adalah: i = Psi - Pbi - Ci
........................................ (4)
Keterangan : i = Keuntungan lembaga ke-i Psi = Harga Jual di tingkat lembaga ke-i Pbi = Harga Beli di tingkat lembaga ke-i Ci = Biaya tataniaga lembaga ke-i 4.5.4.2 Farmer’s Share Indikator lain yang digunakan untuk membandingkan harga yang diterima produsen dibandingkan dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir disebut dengan farmer’s share dan dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share memiliki hubungan negatif dengan margin tataniaga. Semakin tinggi nilai margin 36
tataniaga, maka bagian yang diterima produsen akan semakin rendah. Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Fs = Pf / Pr x 100% Dimana
Fs = Farmer’s share Pf = Harga di tingkat produsen Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir
4.5.4.3 Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi sebuah sistem pemasaran juga dapat dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Dengan semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis (operasional) sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga pemasaran, dapat dinyatakan sebagai berikut : Rasio Keuntungan/Biaya = i / Ci. Dimana i = Keuntungan tataniaga lembaga ke-i Ci = Biaya tataniaga ke-i
37
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Desa Gunung Mulya Desa Gunung Mulya berada di wilayah Kecamatan Tenjo Laya, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Desa ini merupakan ekspansi dari Desa Gunung Malang dengan luas wilayah 385 hektar dan ketinggian dari permukaan laut 600 dpl. Curah hujan rata-rata didesa ini 278 mm/bulan dengan kelembaban suhu rata-rata 27-30°C. Desa Gunung Mulya memiliki batas-batas wilayah yaitu Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Situ Daun, Sebelah Selatan Berbatasan dengan Desa Gunung Malang, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tapos 2 dan Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Suka Jadi. Penduduk Desa Gunung Mulya berdasarkan mata pencaharian yaitu petani 503 orang, pemilik tanah 1515 orang, petani penggarap 862 orang, buruh tani 343 orang, pengrajin 350 orang, buruh bangunan 270, pedagangan 1852 orang, pengemudi 25 orang, PNS 7 orang dan pensiunan TNI/POLRI 3 orang. Penggunaan tanah pada Desa Gunung Mulya adalah sebagai berikut : Tanah Sawah yaitu untuk Irigasi tehnis 67 hektar, irigasi setengah tehnis 118 Ha, irigasi sederhana 4 hektar dan tadah hujan 17 hektar. Untuk lahan kering yaitu Pemukiman 62 hektar, pekarangan 135 hektar, tegalan/kebun 18 hektar. Untuk perkebunan, perkebunan negara seluas 55 hektar. Jarak Desa Gunung Mulya ke Kecamatan Tenjolaya adalah 5 km, Kecamatan ke Pemerintahan Kabupaten Bogor adalah 40 km, dari Kecamatan Ke Provinsi jawa Barat adalah 150 km dan jarak ke Ibukota Negara RI adalah 75 km. Desa Gunung Mulya memiliki 2 Dusun, 6 RW dan 22 RT, dengan jumlah penduduk 6.674 orang, terdiri dari laki-laki 3.274 orang, perempuan 3.490 orang dan 1.827 Kepala Keluarga. Desa ini memiliki rata-rata kepadatan penduduk 60,7 Jiwa/Km2. Jumlah penduduk Desa Gunung Mulya berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7.
38
Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Jiwa Laki-laki (Orang) Perempuan (Orang) 0-4 467 261 5-9 287 291 10-14 290 299 15-19 305 287 20-24 305 296 25-29 264 253 30-34 267 239 35-39 95 164 40-44 183 169 45-49 188 181 50-54 175 163 55-59 243 144 60-64 133 126 65-69 258 132 70-Keatas 156 143 Sumber : Laporan Potensi Desa Gunung Mulya Tahun 2011 5.2 Karakteristik Peternak Kelinci Pada penelitian ini jumlah responden sebanyak 25 orang peternak yang terdapat di Desa Gunung Mulya. Dari 25 responden, 24 orang sudah menikah, sedangkan 1 orang belum menikah. Kegiatan Budidaya Kelinci yang dilakukan oleh peternak meliputi pembuatan kandang, pemberian pakan, perkawinan, pemeliharaan, pembersihan dari hama dan penyakit dilakukan sendiri oleh peternak tanpa dibantu oleh tenaga kerja. Jenis kelinci yang dibudidayakan di Desa Gunung Mulya adalah Kelinci hias jenis lokal dan Kelinci hias jenis Angora, Rex, Lion, Bulu Karpet serta jenis pedaging yaitu jenis pedaging lokal dan jenis Gibbas. Dari 25 responden peternak kelinci memiliki umur dari 19-60 tahun, dengan kelompok usia yang dominan yaitu usia 31-40 Tahun dengan persentase sebesar 64 persen. Kelompok umur peternak kelinci dilihat pada Tabel 8. Dari 25 responden, sebanyak 4 orang responden melakukan kegiatan budidaya kelinci sebagai pekerjan utama dan 21 responden lainnya sebagai pekerjaan sampingan.
39
Tabel 8. Kelompok Umur Peternak Kelinici Responden Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjo Laya, Kabupaten Bogor, Bulan Februari-Maret 2012 No 1 2 3 4 5
Kelompok Umur (Tahun) 11-20 21-30 31-40 41-50 51-60 Jumlah
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1 3 16 3 2 25
4 12 64 12 8 100
Berdasarkan tingkat pendidikan, peternak kelinci di Desa Gunung Mulya kebanyakan lulusan Sekolah Dasar. Dari 25 peternak kelinci responden terdapat 16 orang lulusan SD dengan persentase terbanyak yaitu 64 persen. Tingkat pendidikan yang terdapat pada peternak kelinci dapat dilihat pada Tabel 9. Dari 25 peternak kelinci responden, hanya 6 orang yang pernah mengikuti pendidikan nonformal berupa pelatihan budidaya kelinci yang dilakukan oleh BP3K Cibungbulang pada Tahun 2010-2011. Tabel 9. Tingkat Pendidikan Peternak Kelinci Responden Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjo Laya, Kabupaten Bogor, Bulan Februari-Maret 2012 No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat S1 Jumlah
Jumlah (Orang) 16 5 3 1 25
Persentase (%) 64 20 12 4 100
Peternak kelinci di Desa Gunung Mulya dari 25 responden memiliki kandang sendiri dengan luas yang relatif berbeda-beda yang disesuaikan dengan jumlah Indukan kelinci yang dimiliki. Umumnya kandang dibuat dari bahan yang sederhana yaitu bambu dan menggunakan atap genteng. Setiap kandang terdapat kamar yang memisahkan antara kelinci indukan untuk proses perkawinan dan kandang anakan untuk proses pembesaran anakan. Data mengenai luas kandang kelinci terdapat pada Tabel 10.
40
Tabel 10. Luas kandang Kelinci Responden di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor, Bulan Februari-Maret 2012 No Luas kandang (m2) Jumlah Peternak (Orang) 1 1-5 6 2 6-10 6 3 11-15 3 4 16-20 1 5 21-25 1 6 26-30 2 7 31-35 1 8 36-45 2 .... 9 10
105-120 .... 150
2 1 25
Pola budidaya yang dilakukan peternak kelinci di desa ini dari 25 responden adalah monokultur. Kelinci yang dibudidayakan di Desa Gunung Mulya adalah Kelinci Hias jenis lokal dan kelinci hias jenis Angora, Lion, Rex dan bulu karpet serta kelinci pedaging lokal dan luar seperti jenis Gibbas. Banyaknya indukan pada 25 peternak Responden dari Desa Gunung Mulya terdapat pada Tabel 11. Dari tabel terlihat bahwa dari 25 peternak, sebanyak 11 orang peternak memiliki indukan antara 5-10 ekor dengan persentase terbesar yaitu 44 persen dibandingkan dengan lainnya. Menurut Ketua Gapoktan Budi Asih, Watak dan Bina Lestari, indukan yang mereka miliki Bulan Maret 2012 sangat sedikit karena cuaca yang buruk sehingga banyak kelinci yang mati karena umumnya di desa ini satu orang peternak memiliki indukan rata-rata 20-40 ekor. Dari 25 peternak Kelinci yang mendapatkan bantuan berupa bibit kelici jenis hias lokal dari pemerintah sebanyak 20 ekor berjumlah 13 orang sedangkan 12 orang lainnya tidak mendapatkan bantuan. Dari 25 responden hanya 4 orang yang memiliki kelinci hias jenis Angora, Rex, Lion, dan Bulu Karpet dengan jumlah 1 kelinci jenis Lion, 3 jenis Rex, 2 jenis Angora dan 2 Jenis Bulu Karpet dan 1 responden yang memiliki kelinci
pedaging jenis Gibbas.
Namun ke
25 responden juga
tetap
membudidayakan kelinci hias jenis lokal dan pedaging.
41
Tabel 11.Jumlah Indukan yang Dimiliki Oleh Peternak Responden di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Kabupaten Bogor, Bulan Februari-Maret 2012 No Jumlah Indukan (Ekor) Jumlah (Orang) Persentase (%) 1 4-10 11 44 2 11-20 7 28 3 21-30 2 8 4 31-40 3 8 5 41-50 6 51-60 1 4 7 >60 1 8 Total : 564 25 100 5.3 Karakteristik Pedagang Pengumpul (Tengkulak) Pedagang pengumpul (tengkulak) yang dipilih pada penelitian ini sebanyak 1 orang berdasarkan informasi dari peternak. Pedagang pengumpul tersebut berasal dari Desa Gunung Mulya dengan usia 40 Tahun, berjenis kelamin laki-laki, sudah menikah dan tingkat pendidikan lulusan Sekolah Dasar. Tengkulak ini melakukan bisnis jual beli kelinci sebagai pekerjaan utama dan memiliki pekerjaan sampingan yaitu bisnis motor. Tengkulak membeli kelinci dari peternak di Desa Gunung Mulya, jenis kelinci yang dibeli adalah kelinci hias jenis lokal dan kelinci hias Angora, Lion Rex dan bulu karpet. Kelinci yang dibeli merupakan kelinci anakan dengan usia diatas 21 hari dan kelinci indukan serta kelinci abkiran (Kelinci yang melahirkan anakan berjumlah kurang dari lima ekor). Harga yang ditetapkan oleh peternak tergantung dari jenis dan umur kelinci. Untuk kelinci hias jenis lokal dengan usia 3 minggu/21 hari harga kelinci adalah Rp 10-12.000 perekor. Kelinci hias lokal jenis luar dijual dengan harga Rp 55.000. Dalam membeli kelinci umumnya dilakukan secara borongan sesuai dengan pesanan dan modal yang dimiliki tengkulak. Namun tengkulak ini tidak memasarkan kelinci langsung ke konsumen tapi kelinci yang dibeli dijual kembali kepada pengecer yang terdapat di beberapa lokasi baik dalam maupun luar Kota Bogor. Tengkulak ini selalu membeli kelinci dari peternak dan kadang-kadang dari tengkulak lain dari luar desa. Saat ini jumlah peternak kelinci yang menjadi pelanggan tetap tengkulak ini adalah sebanyak 50 orang yang tersebar didalam dan luar Desa Gunung Mulya. 42
5.4 Karakteristik Pedagang Pengecer Pedagang pengecer yang dipilih pada penelitian ini sebanyak lima orang terdiri dari 4 laki-laki dan 1 orang perempuan dengan umur antara 20-30 Tahun dan kelima pedagang pengecer ini sudah menikah. Tingkat pendidikan para pengecer yaitu 1 orang berpendidikan SD, 3 orang berpendidikan SMP dan 1 orang berpendidikan SMA. Dari kelima responden ini 4 orang melakukan usaha jual beli kelinci ini sebagai pekerjaan utama dan 1 orang sebagai pekerjaan sampingan. Kelinci yang dibeli berupa kelinci anakan hias jenis lokal dan luar, indukan dan kulit serta bulu kelinci. Kelima responden membeli kelinci segar/dalam keadaan hidup yang akan dijual lagi ke dalam dan luar Kota Bogor. Pembelian kelinci biasanya secara bertahap disesuaikan dengan cuaca, kondisi permintaan dan modal yang dimiliki. 5.5 Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI) Koperasi Peternakan kelinci berdiri secara resmi tanggal 17 Mei 2011 dengan Ketua Bapak Wahyu Darsono. Koperasi ini dibentuk dengan pertimbangan adanya komoditas ternak kelinci saat ini sudah diandalkan sebagai substitusi penghasil protein hewani (daging) dalam peningkatan kualitas SDM masyarakat Indonesia dan sudah menjadi perhatian dan dicanangkan pemerintah dalam program pengembangan dan realisasinya. Koperasi yang dibentuk diharapkan akan menjadi wadah integrasi usaha ternak kelinci secara komprehensif, sehingga mampu mendukung daya saing dalam skala ekonomis yang sesuai dengan kondisi dan situasi pasar serta relevan dengan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Koperasi membeli kelinci anakan, indukan dan pedaging dari peternak di Kabupaten Bogor salah satunya dari peternak Kelinci di Desa Gunung Mulya. Kelinci yang dibeli dari peternak berupa anakan yang sudah lepas sapih (umur diatas 1 bulan) harganya Rp12-15.000 untuk kelinci pedaging Rp 18.500-22.000 per kilogram untuk semua ras dan untuk kelinci bibit Rp 60.000-300.000 per ekor tergantung jenisnya apakah jenis hias Angora,Lion, Rex dan bulu Karpet. Jumlah pembelian bibit perbulan sebanyak 40 ekor, pedaging 200 ekor, dan anakan 43
kurang lebih 200 ekor dengan sistem pembayaran tunai namun jika peternak memerlukan uang maka pembayaran bisa melalui sistem kredit tapi bayarnya menggunakan kelinci. Saat ini peternak kelinci yang menjadi pelanggan koperasi adalah sebanyak 50 orang anggota aktif dan 200 orang anggota non aktif yang semuanya merupakan peternak kelinci yang berada di Kabupaten Bogor. Sistem pembelian kelinci yang dilakukan koperasi adalah pembelian untuk bibit/indukan hanya satu kali per bulan dengan cara diborong, untuk pedaging/potong pembelian dilakukan per minggu jadi dalam sebulan ada empat kali, pembelian dilakukan dengan cara diborong dan pembelian anakan perbulan secara bertahap. Kelinci yang dibeli dari peternak berupa kelinci anakan hias dan indukan/bibit, setengah dari jumlah pembelian yaitu 20 ekor kelinci bibit dan 100 ekor kelinci anakan dijual sedangkan setengahnya lagi untuk di besarkan. Umumnya kelinci anakan dan indukan dijual kepada pengecer yang berasal dari dalam dan luar Bogor sedangkan untuk kelinci pedaging/potong dari 200 ekor yang dibeli, semuanya langsung diolah baik itu daging maupun kulit serta bulunya. Produk olahan kelinci yang dihasilkan oleh koperasi adalah aneka makan seperti sate, gulai, nugget, baso biasa dan baso tusuk, sandal dan tas dari kulit dan bulu kelinci. Selain menjual kelinci anakan dan bibit serta aneka macam produk diatas, koperasi ini juga menjual kuliner yang berbahan dasar dari kelinci dalam bentuk katering sesuai pesanan. Lokasi penjualan produk-produk ini adalah menggunakan kios namun pemasarannnya sudah memanfaatkan media internet dan koperasi ini juga sering mengikuti bazar dalam rangka promosi dan penjualan produk yang dihasilakan. Waktu yang dibutuhkan sampai produk-produk diatas terjual habis adalah satu minggu, namun untuk baso tusuk penjualannya langsung habis dalam waktu 2 hari karena peminatnya sangat tinggi yaitu anak sekolah. Kelinci yang dibeli oleh koperasi umumnya berasal dari peternak yang merupakan anggota dan peternak nonanggota. Koperasi ini pun memberikan bantuan kepada peternak dalam bentuk arisan indukan/bibit dengan jangka waktu perbulan. Koperasi ini pernah mendapatkan bantuan kelinci oleh pemerintah yaitu dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor namun hanya satu kali. 44
5.6 Karakteristik Agen (Freezer Point) Agen (Freezer Point) yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 1 orang, berjenis kelamin perempuan berusia 31 Tahun. Agen ini membeli olahan daging kelinci berupa baso dan nugget kelinci dari Koperasi Peternakan Kelinci. Daging kelinci yang dibeli, merupakan daging kelinci yang sudah dioalah setengah jadi dan disimpan di lemari pendingin. Agen ini melakukan penjualan daging kelinci sebagai pekerjaan sampingan. Agen (Freezer Point) memasarkan olahan daging kelinci yaitu nugget dan baso di Kota Bogor. Pembelian daging olahan kelinci dari koperasi biasanya dilakukan perminggu. Pembelian daging kelinci per orang sebanyak 2 kilogram dengan harga untuk olahan kelinci menjadi nugget dibeli dari koperasi dengan harga Rp 70.000 per kilogram atau Rp 17.500/0,25 kilogram, untuk baso daging kelinci dibeli dari koperasi dengan harga Rp 30.000 per kilogram atau Rp 7.500/0,25 kilogram. 5.7 Teknik Budidaya Kelinci Di Desa Gunung Mulya 5.7.1 Konstruksi Kandang Kegiatan budidaya kelinci seperti persiapan kandang, perkawinan, pembesaran dan pemeliharaan hama dan penyakit dilakukan dalam satu kandang namun berbeda kamar. Biasanya dalam satu kandang dengan luas 5-15 m2 terdapat beberapa kamar/ kolom. Ukuran kamar/kolom luasnya 0.5m2 dengan tinggi kandang adalah 0.4 dan 0.6 m ke bawah tanah sehingga tinggi kandang dari permukaan tanah adalah 1 m. Kamar terbuat dari bambu berbentuk persegi/kotak dengan pengaturan bambunya tidak terlalu rapat tapi teratur. Secara umum dalam satu kandang terdapat 5-30 kamar/kolom. Fungsi kamarkamar/kolom itu terbagi menjadi tiga yaitu untuk perkawinan, penyapihan dan pembesaran. Kandang untuk perkawinan biasanya berisi satu ekor kelinci jantan dan satu ekor kelinci betina. Setelah dikawinkan maka kelinci betina akan dipindahkan ke kamar lain yang sudah diberi catatan mengenai waktu kawin dan
45
waktu melahirkan. Setelah proses menyusui selesai (kira-kira 3 minggu setelah kelinci lahir), anakan kelinci akan dipindahkan ke kamar lain untuk dibesarkan. 5.7.2 Pemilihan Indukan, Perkawinan dan Pembesaran Anakan Peternak di Desa Gunung Mulya dalam melakukan budidaya kelinici setelah proses persiapan kandang, maka tahap selanjutnya adalah pemilihan kelinci yang baik untuk dijadikan indukan baik itu kelinci jenis jantan maupun betina. Kelinci yang umumnya dibudidayakan di Desa Gunung Mulya untuk jenis Hias adalah jenis hias lokal dan jenis Angora, Rex, Lion dan Bulu Karpet. Untuk jenis pedaging biasanya kelinci jenis lokal dan jenis Gibbas. Pemilihan kelinci yang baik untuk indukan baik jantan maupun betina dilihat dari bentuk fisiknya adalah mata berwarna bening, bulu badan mengkilap dan sehat. Selain bentuk badan, berat badan yang bagus untuk kelinci yang akan dijadikan indukan adalah 3.5-4 kilogram. Budidaya kelinci di Desa Gunung Mulya umumnya adalah sama dimana dalam satu kandang terdapat tiga jenis kelinci yang dibudidayakan yaitu kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging. Kelinci jantan yang siap untuk dikawinkan adalah kelinci dengan umur 7-8 bulan dan kelinci betina dengan umur 5 bulan. Proses perkawinan dilakukan selama beberapa jam dimana indukan jantan dan betina diletakkan didalam kamar yang sama. Setelah beberapa jam kelinci dipisakan ke kamar lain. Proses kehamilan kelinci selama 30-35 hari. Kelinci anakan yang sudah dilahirkan, biasanya berjumlah 8-10 ekor dan anakan ini akan disapih oleh induknya selama 3-4 minggu. Setelah berumur 21 hari maka anakan kelinci hias jenis lokal dan luar sudah siap dijual kepada tengkulak sedangkan untuk kelinci pedaging masih harus dibudidayakan lagi sampai berumur di atas 3 bulan dengan berat badan 2 kilogram. Setelah lepas sapih, indukan kelinci sudah siap untuk dikawinkan lagi. 5.7.3 Pemanenan dan Pemeliharaan Kelinci yang akan dijual pada saat panen dilakukan sendiri oleh peternak kelinci. Biasanya tengkulak membeli kelinci setiap seminggu sekali tepatnya pada hari sabtu. Tengkulak mendatangi kandang kelinci untuk membeli kelinci dan langsung diangkut menggunakan wadah berupa keranjang-keranjang plastik dan 46
menggunakan kendaraan beroda dua/motor. Biasanya sekali jalan tengkulak dapat mengangkut kurang lebih 100-300 ekor kelinci tergantung dari besarnya wadah yang digunakan. Proses pemeliharaan kelinci meliputi pembersihan kandang yang dilakukan oleh peternak di Desa gunung Mulya yaitu satu sampai dua hari sekali. Dimana kandang di sapu dan dibersihkan dari kotoran kelinci. Selain itu pemberian pakan kepada kelinci sehari 2 kali yaitu pada jam 06.00 pagi dan jam 17.00 sore WIB. Pakan yang diberikan kepada kelinci berupa rumput dan daun ubi. Pemeliharaan kelinci dari hama dan penyakit yang dilakukan pada saat kelinci sakit seperti korengan maka kelinci itu harus dipisahkan dari kamar lain atau dijual ke tengkulak dengan harga yang sangat rendah. Untuk menghindari kelinci dari serangan hama seperti tikus maka kandang harus selalu bersih sehingga tidak menjadi sarang tikus.
47
VI TATANIAGA KELINCI DI DESA GUNUNG MULYA 6.1 Analisis Saluran Tataniaga Saluran tataniaga menunjukkan bagaimana arus komoditi mengalir dari produsen (peternak kelinci Desa Gunung Mulya) sampai ke tangan konsumen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, saluran tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya terbagi menjadi tiga yaitu saluran tataniaga untuk kelinci jenis hias lokal, hias jenis luar dan jenis pedaging. Saluran tataniaga kelinci jenis hias lokal terbagi menjadi lima, saluran tataniaga kelinci hias jenis luar dan pedaging terbagi menjadi tiga saluran tataniaga. a) Saluran Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal Saluran tataniaga kelinci hias jenis lokal terbagi menjadi lima saluran dengan penjualan terbanyak peternak ke tengkulak dengan tujuan Kebun Raya Bogor dan Pasar Cibinong. Konsumen yang membeli kelinci hias jenis lokal umumnya adalah anak-anak yang menyukai kelinci ketika sedang berwisata ke Kebun Raya Bogor. Saluran tataniaga kelinci untuk jenis hias lokal dapat dilihat pada gambar 3. Pengecer Luar Bogor 1 (4,6%)
Tengkulak 1
2 (78,8%) 3 (4,7 %)
Peternak 3
5 ( 0,3 %)
Pengecer Bogor
2 3 4 5
Konsumen
4 (11,70%) Koperasi
Gambar 3. Saluran Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal di Desa Gunung Mulya Keterangan : 1). Peternak – Tengkulak – Pengecer Luar Bogor – Konsumen 48
2). Peternak – Tengkulak – Pengecer Bogor – Konsumen 3). Peternek – Pengecer Bogor – Konsumen 4). Peternak – Koperasi – Pengecer Bogor – Konsumen 5). Peternak – Konsumen Pada saluran 1 dalam tataniaga kelinci hias jenis lokal lembaga tataniaga yang terlibat adalah peternak, tengkulak dan pengecer luar bogor, jumlah kelinci hias jenis lokal yang dipasarkan berjumlah 78 ekor per bulan (4,6 persen), dengan tujuan konsumen Jakarta dan Depok dan dipasarkan di tempat wisata. Pada saluran 2 dimana lembaga tataniaga yang terlibat meliputi peternak, tengkulak, dan pengecer Bogor, jumlah kelinci hias lokal yang dipasarkan berjumlah 1.351 ekor per bulan (78,8 persen) dengan tujuan konsumen Bogor dan dipasarkan di tempat wisata seperti Kebun Raya Bogor dan Pasar di Cibonong (Kompleks Pemda). Pada saluran 3 lembaga tataniaga yang terlibat adalah peternak dan pengecer Bogor dengan pembelian 80 ekor per bulan (4,7 persen) dengan tujuan Konsumen Bogor dan kelinci di jual di Pasar Leweliang dan Pasar Minggu di IPB Dramaga. Pada saluran 4 lembaga tataniaga yang terlibat adalah peternak, koperasi dan pengecer Bogor dengan jumlah pembelian kelinci 200 ekor per bulan (11,7 persen) dengan penjualan kepada konsumen Bogor yang berlokasi di Kebun Raya Bogor dan Cibinong. Pada saluran 5 lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga kelinci hanya peternak. Dimana pada saluran ini konsumen akhir langsung datang berkunjung di Desa Gunung Mulya dan membeli kelinci dengan jumlah yang relatif sedikit yaitu 5 ekor per bulan (0,3 persen). Jumlah total kelinci kelinci hias jenis lokal yang dipasarkan adalah sebanyak 1.714 ekor per bulan. b) Saluran Tataniaga Kelinci Hias Luar Saluran tataniaga kelinci hias jenis luar seperti jenis Angora, Rex dan bulu karpet, peternak menjualnya ke tengkulak dan ke koperasi. Konsumen yang membeli kelinci hias jenis luar ini umumnya adalah anak-anak dan remaja. Saluran tataniaga kelinci hias jenis luar terbagi menjadi 3 saluran pemasaran. Saluran tataniaga kelinci hias luar dapat dilihat pada gambar 4.
49
Pengecer Luar Tengkulak
20%
40%
2
Pengecer Bogor
20%
1 2 Konsumen
1 2 3
Peternak 3 Koperasi
Gambar 4. Saluran Tataniaga Kelinci Hias luar Di Desa Gunung Mulya Keterangan : 1) Peternak – Tengkulak – Pengecer Luar Bogor – Konsumen 2) Peternak – Tengkulak – Pengecer Bogor – Konsumen 3) Peternak – Koperasi – Pengecer Bogor – Konsumen Pada saluran 1 dalam tataniaga kelinci hias jenis luar, lembaga yang terlibat adalah peternak, tengkulak dan pengecer luar Bogor dengan pembelian kelinci jenis hias luar per bulan adalah 20 ekor (20 persen), dengan tujuan konsumen Jakarta dan Depok dan dipasarkan di tempat wisata. Pada saluran 2 lembaga tataniaga yang terlibat meliputi peternak, tengkulak dan pengecer Bogor dengan jumlah pembelian 40 ekor per bulan (40 persen), dengan tujuan konsumen Bogor terutama di tempat wisata seperti Kebun Raya Bogor dan Pasar Cibinong. Pada saluran 3 lembaga tataniaga yang terlibat meliputi peternak, koperasi dan pengecer Bogor dengan jumlah kelinci yang dijual adalah 20 ekor per bulan (20 persen), dengan tujuan yang sama pada saluran 2. Jumlah total kelinci jenis hias luar adalah 100 ekor per bulan. c) Saluran Tataniaga kelinci Jenis Pedaging Saluran tataniaga kelinci jenis pedaging lokal terbagi menjadi tiga saluran pemasaran. Dimana penjualan kelinci semuanya di jual ke koperasi, kemudian koperasi mengolah daging kelinci menjadi aneka macam produk makanan, kemudian aneka makanan olahan daging kelinci tersebut dijual kembali oleh 50
koperasi atau di jual ke pengecer Bogor (Freezer point) dan pengecer luar Bogor seperti Jakarta. Saluaran tataniaga kelinci pedaging dapat dilihat pada gambar 5.
18,8
Pengecer Luar Bogor peternak 1
3 1 2
1 Koperasi
3 62,5%
Konsumen
1 Pengecer Bogor
18,8%
2
2
Gambar 5. Saluran Tataniaga Kelinci Pedaging di Desa Gunung Mulya Keterangan : 1) Peternak – Koperasi – Konsumen 2) Peternak – Koperasi – Pengecer Bogor – Konsumen 3) Peternak – Koperasi – Pengecer Luar Bogor – Konsumen Pada saluran 1 dalam tataniaga kelinci jenis pedaging, lembaga yang terlibat adalah peternak, koperasi dan pengecer luar Bogor dengan pembelian olahan daging kelinci per bulan adalah 15 kilogram (18,8 persen), dengan tujuan konsumen Jakarta. Pada saluran 2 lembaga tataniaga yang terlibat meliputi peternak dan koperasi dengan jumlah penjualan 50 kilogram per bulan (62,5 persen), dengan tujuan konsumen Bogor. Pada saluran 2 kopersi menjual olahan daging kelinci langsung ke konsumen Bogor. Pada saluran 3 lembaga tataniaga yang terlibat meliputi peternak, koperasi dan pengecer Bogor dengan jumlah kelinci yang dijual adalah 15 kilogram (18,8 persen), dengan tujuan konsumen Jakarta. Jumlah total olahan daging kelinci berupa nugget yang dipasarkan adalah sebanyak 80 kilogram per bulan. 6.2 Fungsi Tataniaga Fungsi tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya terbagi menjadi tiga yaitu fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga kelinci hias lokal, kelinci hias luar dan kelinci pedaging. 51
6.2.1 Fungsi Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal di Desa Gunung Mulya a) Peternak Kelinci Hias Jenis Lokal di Desa Gunung Mulya Peternak kelinci hias jenis lokal di desa Gunung Mulya melakukan fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu pembelian bibit/induk kelinci jenis hias lokal di Pasar Bogor atau kepada tengkulak dan penjualan anakan kelinci jenis hias lokal kepada tengkulak, koperasi dan pengecer Bogor. Harga bibit/ induk kelinci betina Rp 40-45.000 per ekor sedangkan bibit jantan Rp 25.000 per ekor, anakan yang dijual harganya antara Rp 10-12.000 per ekor (umur 3-4 minggu). Fungsi fisik meliputi penyimpanan kelinci sampai kelinci siap dijual sehingga peternak mengeluarkan biaya untuk penyimpanan yaitu biaya pembuatan kandang dan pemberian pakan. Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi penganggungan risiko dan informasi pasar, dimana kadang terjadi kehilangan kelinci atau kelinci mati pada saat kelinci siap dijual. Sedangkan informasi pasar tentang harga, permintaan dan biaya terkait dengan kelinci hias jenis lokal dapat diketahui dengan jelas oleh peternak melalui pertukaran informasi dari sesama peternak atau informasi dari tengkulak dan pengecer. b) Pedagang Pengumpul (Tengkulak) Pedagang Pengumpul (tengkulak) turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh tengkulak yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 10.000 per ekor dan di jual kepada pengecer dalam dan luar Bogor dengan harga Rp 15.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses pemanenan dan kelinci di simpan di rumah tengkulak. Tengkulak mengeluarkan biaya untuk penyimpanan (biaya kandang dan pakan), pengemasan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh tengkulak meliputi penggungan risiko dan informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan dan penyimpanan sebelum kelinci di jual kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga 52
tengkulak yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari pengecer. c) Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI) Koperasi turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh koperasi yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 12.000 per ekor dan di jual kepada pengecer dalam dan luar Bogor dengan harga Rp 17.500 per ekor. Jumlah kelinci yang dibeli dari peternak oleh koperasi untuk kelinci hias jenis lokal adalah 200 ekor per bulan, dimana 100 langsung dijual, sisanya untuk dibesarkan. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses pemanenan dan kelinci di simpan di rumah/ kandang pengurus koperasi. Koperasi mengeluarkan biaya untuk penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh tengkulak meliputi standarisasi, penggungan risiko dan informasi pasar. standarisasi yang dilakukan oleh koperasi yaitu membeli kelinci hias jenis lokal dengan umur 1 bulan, hal ini berbeda dengan tengkulak yang membeli kelinci pada umur 3 minggu. Selain itu, biasanya dalam proses pengangkutan dan penyimpanan sebelum kelinci di jual kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga koperasi yang harus menganggung risiskonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari pengecer. d) Pedagang Pengecer Bogor Pedagang Pengecer Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pengecer Bogor yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 11-17.500 per ekor dan di jual kepada konsumen Bogor dengan harga Rp 20-25.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat pengecer membeli kelinci dari peternak, tengkulak maupun koperasi. Pengecer mengeluarkan biaya untuk pengangkutan. 53
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pengecer meliputi penggungan risiko dan informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan sebelum kelinci di jual kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga pengecer yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar. e) Pedagang Pengecer Luar Bogor Pedagang Pengecer Luar Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pengecer luar Bogor yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 11-17.500 per ekor dan di jual kepada konsumen Luar Bogor dengan harga Rp 25.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat pengecer membeli kelinci dari peternak, tengkulak maupun koperasi. Pengecer mengeluarkan biaya untuk pengangkutan dan pengemasan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pengecer meliputi penggungan risiko dan informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan sebelum kelinci di jual kepada konsumen, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga pengecer yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar. Fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 12.
54
Tabel 12. Fungsi Tataniaga Pada Setiap Saluran Kelinci Hias Lokal di Desa Gunung Mulya Saluran dan Lembaga tataniaga
Fungsi-fungsi Tataniaga Pertukaran Jual Beli
Simpan
Fisik Angkut
Pengolah
Standari sasi
Fasilitas Risiko Informasi Pasar
Saluran I Peternak Tengkulak Pengecer LB
-
-
-
Saluran II Peternak Tengkulak Pengecer B
-
-
-
Saluran III Peternak Pengecer B
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Saluran V Peternak Koperasi Pengecer B Saluran V Peternak
Katerangan : : Dilakukan
- : Tidak dilakukan
Pengecer B : Pengecer Bogor
Pengecer LB : Pengecer Luar Bogor
6.2.2 Fungsi Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar di Desa Gunung Mulya a) Peternak Kelinci Hias Jenis Luar di Desa Gunung Mulya Peternak kelinci hias jenis luar seperti Angora, Rex dan bulu karpet di desa Gunung Mulya melakukan fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu pembelian bibit/induk kelinci jenis hias luar di Pasar Bogor atau kepada tengkulak dan penjualan anakan kelinci jenis hias luar kepada tengkulak, koperasi dan pengecer Bogor. Harga bibit/ induk kelinci betina Rp 300-1.000.000 per ekor tergantung dari jenis kelinci hias jenis luar yang akan dibudidayakan, sedangkan bibit jantan Rp 25.000 per ekor, anakan yang dijual harganya antara Rp 50-55.000 per ekor (umur 3-4 minggu). Fungsi 55
fisik meliputi penyimpanan kelinci sampai kelinci siap dijual sehingga peternak mengeluarkan biaya untuk penyimpanan yaitu biaya pembuatan kandang dan pemberian pakan. Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi penganggungan risiko dan informasi pasar, dimana kadang terjadi kehilangan kelinci atau kelinci mati pada saat kelinci siap dijual. Sedangkan informasi pasar tentang harga, permintaan dan biaya terkait dengan kelinci hias jenis lokal dapat diketahui dengan jelas oleh peternak melalui pertukaran informasi dari sesama peternak atau informasi dari tengkulak dan pengecer. b) Pedagang Pengumpul (Tengkulak) Pedagang Pengumpul (tengkulak) turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis luar meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh tengkulak yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias luar dengan harga Rp 50-55.000 per ekor dan di jual kepada pengecer dalam dan luar Bogor dengan harga Rp 65.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses pemanenan dan kelinci di simpan di rumah tengkulak. Tengkulak mengeluarkan biaya untuk penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh tengkulak meliputi penggungan risiko dan informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan dan penyimpanan sebelum kelinci dijual kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga tengkulak yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari pengecer. c) Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI) Koperasi turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis luar meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh koperasi yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 55.000 per ekor dan di jual kepada pengecer dalam dan luar Bogor dengan harga Rp 65.000 per ekor. Jumlah kelinci yang dibeli dari peternak oleh koperasi untuk 56
kelinci hias jenis lokal adalah 40 ekor per bulan, dimana 20 ekor langsung dijual, sisanya 20 ekor untuk dibesarkan. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses pemanenan dan kelinci di simpan di rumah/ kandang pengurus koperasi. Koperasi mengeluarkan biaya untuk penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh koperasi meliputi standarisasi, penggungan risiko dan informasi pasar. Standarisasi yang dilakukan oleh koperasi yaitu membeli kelinci hias jenis luar dengan umur 1 bulan, hal ini berbeda dengan tengkulak yang membeli kelinci pada umur 3 minggu. Selain itu, biasanya dalam proses pengangkutan dan penyimpanan sebelum kelinci di jual kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga koperasi yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari pengecer. d) Pedagang Pengecer Bogor Pedagang Pengecer Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pengecer Bogor yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 65.000 per ekor dan di jual kepada konsumen Bogor dengan harga Rp 75.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat pengecer membeli kelinci dari peternak, tengkulak maupun koperasi. Pengecer mengeluarkan biaya untuk pengangkutan dan pengemasan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pengecer meliputi penggungan risiko dan informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan sebelum kelinci di jual kepada pengecer, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga pengecer yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar. e) Pedagang Pengecer Luar Bogor Pedagang Pengecer Luar Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci hias jenis lokal meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang 57
dilakukan oleh tengkulak yaitu pembelian anakan kelinci jenis hias lokal dengan harga Rp 65.000 per ekor dan di jual kepada konsumen luar Bogor dengan harga Rp 85.000 per ekor. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu pengangkutan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat pengecer membeli kelinci dari peternak, tengkulak maupun koperasi. Pengecer mengeluarkan biaya untuk pengangkutan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pengecer meliputi penggungan risiko dan informasi pasar. Biasanya dalam proses pengangkutan sebelum kelinci di jual kepada konsumen, ada kelinci yang sakit dan mati sehingga pengecer yang harus menganggung risikonya. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar. Fungsi tataniaga kelinci hias jenis luar yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Fungsi Tataniaga Pada Setiap Saluran Kelinci Hias Luar di Desa Gunung Mulya Saluran dan Lembaga tataniaga
Fungsi-fungsi Tataniaga
Pertukaran Jual Beli Saluran 1 Peternak Tengkulak Pengecer LB Saluran 2 Peternak Tengkulak Pengecer B
Simpan
Fisik Angkut
-
-
-
Saluran 3 Peternak Koperasi Pengecer B Katerangan : : Dilakukan Pengecer B : Pengecer Bogor
Fasilitas Risiko Informasi Pasar
Pengolah
Standaris asi
-
-
-
-
-
-
-
- : Tidak dilakukan Pengecer LB : Pengecer Luar Bogor
58
6.2.3 Fungsi Tataniaga Kelinci Jenis Pedaging di Desa Gunung Mulya a) Peternak Kelinci Jenis Pedaging di Desa Gunung Mulya Peternak kelinci jenis pedaging di desa Gunung Mulya melakukan fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan yaitu pembelian bibit/induk kelinci jenis pedaging di Pasar Bogor atau kepada tengkulak dan penjualan kelinci pedaging tersebut kepada koperasi dengan bobot hidup 1 ekor kelinci sama dengan 2 kilogram daging kelinci. Harga bibit/ induk kelinci betina Rp 40-45.000 per ekor sedangkan bibit jantan Rp 25.000 per ekor, kelinci yang dijual dagingnya dengan harga 1 kilogram bobot hidup Rp 18.500. Fungsi fisik meliputi penyimpanan kelinci sampai kelinci siap dijual sehingga peternak mengeluarkan biaya untuk penyimpanan yaitu biaya pembuatan kandang dan pemberian pakan. Fungsi fasilitas yang dilakukan meliputi penganggungan risiko dan informasi pasar, dimana kadang terjadi kehilangan kelinci atau kelinci mati pada saat kelinci siap dijual. Sedangkan informasi pasar tentang harga, permintaan dan biaya terkait dengan kelinci hias jenis lokal dapat diketahui dengan jelas oleh peternak melalui pertukaran informasi dari sesama peternak atau informasi dari tengkulak dan pengecer. b) Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI) Koperasi turut melakukan fungsi tataniaga kelinci jenis pedaging meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh koperasi yaitu pembelian kelinci dengan harga Rp 18.500 perkilogram bobot hidup kelinci. Fungsi fisik yang dilakukan yaitu penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat proses pemanenan dan kelinci di simpan di rumah/ kandang pengurus koperasi. Fungsi fisik berupa pengolahan dilakukan oleh koperasi yaitu mengolah daging kelinci dibuat menjadi aneka macam produk makanan olahan seperti nugget, baso dan baso tusuk. Koperasi mengeluarkan biaya untuk penyimpanan, pengangkutan, pengemasan dan pengolahan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh tengkulak meliputi standarisasi, penggungan risiko dan informasi pasar. Standarisasi yang dilakukan oleh koperasi 59
yaitu membeli kelinci jenis pedaging dengan umur diatas 3 bulan dengan bobot hidup 2 kilogram atau lebih. Fungsi fasilitas berupa penanggunan risiko agar produk tidak mudah rusak dan selalu awet, koperasi menyimpan daging kelinci di lemari pendingin. Untuk fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya dari pengecer. c) Pedagang Pengecer (Freezer Point) dalam dan Luar Bogor Pedagang Pengecer atau yang lebih dikenal dengan sebutan Freezer point baik dalam dan luar Bogor turut melakukan fungsi tataniaga kelinci jenis pedaging meliputi fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh Freezer point yaitu pembelian olahan daging kelinci seperti nugget dan baso dengan harga Rp 70.000 per kilogram nugget dan Rp 30.000 per kilogram baso. Namun penjualan dari Freezer point dilakukan tidak dalam ukuran 1 kilogram tapi dalam bentuk 0,25 kilogram baik nugget maupun baso. Penjualan aneka olahan daging kelinci di lakukan di daerah Bogor dan Jakarta. Untuk daerah Jakarta harga per kilogram nugget Rp 88.000 dan harga di Bogor Rp 80.000 per kilogram. Fungsi pengangkutan dilakukan pada saat freezer Point membeli olahan daging kelinci dari koperasi. Kemudian freezer point melakukan penyimpanan produk di lemari pendingin, sehingga pengecer mengeluarkan biaya untuk pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh freezer point meliputi penggungan risiko dan informasi pasar. Penanggungan risiko yang dilakukan oleh freezer point dilakukan dengan cara produk disimpan di lemari pendingin agar awet dan tahan lama. Fungsi fasilitas berupa informasi pasar terkait dengan harga dapat diketahui dengan jelas informasinya saat terjadi transaksi di pasar. Fungsi tataniaga kelinci pedaging dapat dilihat pada Tabel 14.
60
Tabel 14. Fungsi Tataniaga Pada Setiap Saluran Kelinci Pedaging di Desa Gunung Mulya Saluran dan Lembaga tataniaga
Fungsi-fungsi Tataniaga
Pertukaran Jual Beli
Simpan
Fisik Angkut
Pengolah
Standarisasi
Fasilitas Risiko
Informasi Pasar
Saluran I Peternak Koperasi Pengecer LB
-
-
-
Saluran II Peternak Koperasi
Saluran III Peternak Koperasi Pengecer B
-
-
-
-
Katerangan : : Dilakukan Pengecer B : Pengecer Bogor
- : Tidak dilakukan Pengecer LB : Pengecer Luar Bogor
6.3 Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar Kelinci di Desa Gunung Mulya dilakukan melalui pengamatan terhadap jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, jenis dan keadaan kelinci yang diperjualbelikan, kondisi keluar masuk pasar dan tingkat pengetahuan informasi pasar pada saluran tataniaga yang ada. Struktur pasar yang terbentuk pada setiap tingkat lembaga tataniaga dapat berbeda. 6.3.1 Struktur Pasar di Tingkat Peternak (Produsen) Struktur pasar yang dihadapi oleh peternak kelinci Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya cenderung mendekati struktur pasar persaingan sempurna (PPS). Karena dilihat dari jumlah peternak yang lebih banyak dari jumlah pembeli. Sifat produk yang dimiliki oleh peternak umumnya seragam atau homogen. Dalam penentuan harga jual kelinci ke lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul, Koperasi dan pengecer peternak cenderung sebagai penerima harga (price taker) sehingga peternak tidak dapat mempengeruhi harga dan tidak memiliki posisi tawar yang kuat walaupun petani memiliki pengetahuan 61
tentang informasi harga yang diperoleh dari sesama peternak kelinci atau pedagang pengumpul (tengkulak). 6.3.2 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengumpul (Tengkulak) Pada pedagang pengumpul (tengkulak), struktur pasar yang dihadapi cenderung mengarah pada struktur pasar persaingan tidak sempurna yaitu oligopoli murni. Hal ini terlihat dari jumlah tengkulak tidak terlalu banyak dibandingkan dengan jumlah peternak kelinci. Sifat produk yaitu seragam atau homogen. Kondisi keluar masuk pasar terbilang cukup sulit. Hambatan dalam memasuki pasar adalah jumlah modal dan ketersediaan kelinci pada peternak, karena tidak ada ikatan antara peternak dan tengkulak. Pada penentuan harga beli kedudukan pedagang pengumpul lebih dominan atau lebih memiliki posisi tawar dibandingkan petani. Sedangkan penentuan harga jual didasarkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. informasi harga selalu diperoleh tengkulak dari pengecer baik yang berasal dari dalam maupun luar Kota Bogor. 6.3.3. Struktur Pasar Koperasi Peternakan Kelinci (KOPNAKCI) Struktur pasar yang dihadapi oleh koperasi peternakan kelinci mendekati struktur pasar persaingan tidak sempurna yaitu oligopoli terdiferensiasi. Hal ini terlihat dari jumlah usaha yang bergerak dibidang pengolahan daging kelinci hanya beberapa dibandingkan jumlah peternak kelinci. Sifat produk adalah heterogen/beragam dimana koperasi tidak hanya menjual kelinci anakan/bibit tetapi juga menjual kelinci dalam bentuk olahan daging, bulu dan kulit. Kondisi keluar masuk pasar relatif sulit dimana kendala terbesar terletak pada modal dan kontinuitas bahan baku. Dalam penentuan harga beli, kedudukan koperasi lebih dominan atau lebih memiliki posisi tawar dibandingkan peternak dan tengkulak. Sedangkan dalam penetuan harga jual untuk kelinci anakan jenis hias cenderung berdasarkan pada permintaan dan penawaran di pasar. Namun untuk olahan daging, bulu dan kulit penentuan harga jual ditentukan sendiri oleh koperasi yang didasarkan pada besarnya biaya produksi dan disesuaikan dengan
62
harga produk sejenis yang ada dipasaran. Informasi harga selalu diperolah dari pengecer kelinci dan agen (frezeer point) dalam dan luar Bogor. 6.3.4 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer Struktur pasar yang diadapi oleh pengecer baik pedagang pengecer dalam maupun luar Bogor adalah mendekati srtuktur pasar persaingan tidak sempurna yaitu oligopoli murni, karena jumlah pedagang pengecer tidak terlalu banyak. Sifat produk yang dijual homogen yaitu anakan kelinci hias jenis lokal dan luar. Pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga yang berlaku di pasaran, walaupun dalam penetuan harga beli kedudukaan pedang pengecer lebih dominan dari pada petani dan tengkulak. Penentuan harga jual kelinci didasarkan pada permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Informasi mengenai harga jarang diketahui oleh konsumen akhir sehingga dalam proses transaksi sering terjadi tawar-menawar antara pengecer dan konsumen akhir (khusus untuk kelinci hidup/anakan) dan kedudukan pedagang pengecer lebih dominan dibandingkan konsumen akhir. 6.3.5 Struktur Pasar di Tingkat Agen (Freezer Point) Struktur pasar yang dihadapi oleh agen (freezer point) baik dalam maupun luar Bogor adalah mendekati struktur pasar persaingan tidak sempurna yaitu oligopoli terdiferensiasi, karena jumlah freezer point tidak terlalu banyak. Sifat produk yang dijual sangat beragam yaitu berupa olahan daging kelinci seperti nugget, baso, baso tusuk dan cilok. Freezer point tidak dapat mempengaruhi dan membentuk harga karena harga sudah ditentukan oleh koperasi. Freezer point hanya menyamakan harga pasaran yang umum untuk produk-produk sejenis olahan daging seperti olahan dari daging ayam, kambing dan sapi. Informasi mengenai harga diketahui oleh konsumen akhir sehingga proses transaksi terjadi tanpa adanya tawar-menawar antara agen (freezer point) dan konsumen.
63
6.4 Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu, sehingga struktur pasar yang terbentuk sangat mempengaruhi perilaku setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama diantara berbagai lembaga tataniaga. 6.4.1 Praktek Penjualan dan Pembelian Para peternak melakukan penjualan kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging kepada pedagang pengumpul (tengkulak), koperasi dan pengecer dalam dan luar kora Bogor. Kadang sebelum proses penjualan dilakukan, peternak melakukan standarisasi dan grading. Standarisasi dan grading yang dilakukan pada kelinci di Desa Gunung Mulya berupa umur kelinci dan jenis kelinci yang tidak akan dijual (akan dibesarkan sebagai pengganti bibit/indukan). Penjualan yang dilakukan oleh peternak umumnya adalah bebas kepada pedang pengumpul, koperasi, atau pengecer manapun yang terlebih dahulu mendatangi peternak. Untuk kelinci anakan jenis hias lokal, biasanya pada hari Kamis tengkulak dan koperasi datang ke kandang peternak dan memeriksa berapa banyak kelinci yang siap dijual. Pada hari itu pula tawar-menawar pun terjadi antara peternak dengan tengkulak dan koperasi. Jika kedua pihak sepakat maka penjualan dilakukan. Namun proses penjualan dilakukan pada hari Sabtu dimana tengkulak/koperasi/pengecer langsung datang ke kandang peternak, melakukan transaksi dan mengambil kelinci yang sudah dipesan dan langsung membayar pada hari itu juga. Tengkulak dan koperasi yang sudah melakukan transaksi, pada hari sabtu akan menghubungi pengecer dalam dan luar Bogor untuk memberi inforamsi terkait kelinci yang sudah ada dan siap dijual. Para pengecer dalam kota Bogor umumnya mengambil kelinci pada hari Minggu jam 5 pagi WIB. Pada saat itulah transaksi dilakukan. Setelah itu pengecer dalam kota langsung memasarkan kelinci hias anakan ke Cibinong (Kompleks Pemda) dan Ke Kebun Raya Bogor.
64
Untuk pengecer luar Bogor biasanya kelinci di bawa ke Depok dan Jakarta dan dijual ke tempat-tempat wisata. Kelinci jenis pedaging, peternak menjual dalam hitungan berat tubuh kelinci (bobot hidup). Biasanya kelinci langsung dijual pada koperasi pada hari yang sama dengan pembelian kelinci anakan jenis hias lokal. Namun kelinci pedaging oleh koperasi terlebih dahulu diolah kemudian dijual sendiri koperasi atau oleh melalui agen (freezer point) dalam bentuk olahan daging kelinci setengah jadi. 6.4.2. Sistem Penentuan Harga Sistem penentuan harga jual beli yang terbentuk dalam tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging antar peternak, pedagang pengumpul, koperasi, pengecer dalam dan luar Bogor, dan Agen (Freezer Point) umumnya melalui :(1) Sistem Tawar-menawar, dimana harga yang terbentuk merupakan kesepakatan kedua belah pihak, harga yang telah diisepakati didasarkan dari kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, (2) Sistem Penentuan Harga Secara Sepihak, pada sistem ini penentuan harga telah ditentukan oleh pedagang pengumpul, koperasi, pengecer dalam dan luar Bogor. Penentuan harga penjualan kelinci antara peternak dengan tengkulak dan pengecer dalam dan luar Bogor, dilakukan secara tawar-menawar dan secara sepuhak. Penentuan harga secara tawar-menawar dimana harga beli yang ditentukan oleh lembaga tataniaga (tengkulak, koperasi dan pengecer), tidak langsung disepakati oleh peternak namun peternak akan menawar harga jual kelinci diatas harga yang ditawarkan pembeli. Sedangkan penentuan harga secara sepihak adalah harga jual yang ditawarkan lembaga tataniaga kepada peternak langsung disepakati oleh peternak. Dalam penentuan harga, proses tawar menawar yang terjadi antara peternak dengan tengkulak dan pengecer dalam dan luar Bogor, posisi tengkulak dan pengecer lebih dominan dalam proses tawar-menawar tersebut, dengan maksud bahwa kesepakatan merupakan harga yang ditawarkan oleh tengkulak dan pengecer yang merujuk pada harga yang dan permintan dan penawaran yang terjadi di pasaran. Penentuan harga penjualan antara pedagang pengumpul (tengkulak) dengan pengecer terjadi melalui tawar menawar yang merujuk pada harga di 65
pasaran yang disesuaikan dengan permintaan dan penawaran kelinci. Kondisi tawar-menawar antara tengkulak dengan pengecer, posisi pengecer lebih dominan dari pada tengkulak. Penentuan harga beli didasarkan pada kekuatan permintan dan penawaran yang terjadi di pasar. Para peternak memperoleh informasi perubahan harga yang terjadi, biasanya dari peternak lain, kelompok tani, tengkulak dan pengecer, serta tetap melakukan pengecekan di pasar dengan langsung melihat aktivitas jual beli yang sedang berlangsung. Informasi tersebut merupakan dasar bagi peternak dalam meneyepakati harga yang di tawarkan oleh tengkulak, pengecer dan koperasi. 6.4.3 Sistem Pembayaran Sistem pembayaran anakan kelinci jenis hias lokal, hias luar dan pedaging yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dapat berupa sistem pembayaran tunai, sistem pembayaran uang muka dan sistem pembayaran dengan kelinci. Sistem pembayaran berlangsung tergantung pada kepercayaan dan perjanjian antara kedua belah pihak. Sistem pembayaran tunai merupakan pembayaran langsung dengan uang tunai oleh lembaga pemasaran kepada peternak yang dilakukan pada saat transaksi, dimana serah terima kepemilikan dilakukan dan pembayaran pun dilakukan pada saat itu juga dengan sistem pembayaran sesuai dengan harga yang disepekati. Sistem pembayaran tunai merupakan sistem pembayaran yang paling sering dilakukan pada saat membeli kelinci di Desa Gunung Mulya. Sistem pembayaran tunai sering dilakukan dari pedang pengumpul dan koperasi kepada peternak dengan persentase 80 persen. Sistem pembayaran uang muka atau yang dikenal dengan sistem panjer merupakan sistem pembayaran dengan membayar dari sebagian jumlah harga yang telah disepakati pada saat transaksi jual beli kelinci dilakukan. Sistem pembayaran uang muka dimana uang yang dibayarkan dari lembaga tataniaga hanya sebagian dari harga jual yang telah disepakati. Sistem pembayaran ini kadang-kadang dilakukan oleh pedagang pengumpul dan pengecer. Setelah membayar setengah dari jumlah harga kelinci pada saat kelinci di jual, pembayaran setengahnya lagi akan dilakukan pada saat pembelian selanjutnya 66
atau pada saat penjualan kelinci telah habis terjual. Sistem pembayaran panjer yang dilakukan kepada peternak dengan pesentase 12 persen. Sistem pembayaran yang dilakukan dengan kelinici baik itu kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging biasanya dilakukan oleh peternak kepada koperasi, misalnya pada saat peternak dalam keadaan sangat membutuhkan uang untuk membeli pakan bagi kelinci, maka peternak biasanya datang ke koperasi dan meminjam uang ke koperasi. Kemudian koperasi membantu untuk menyediakan kebutuhan peternak sehingga peternak berhutang pada koperasi dan sebagai pengembalian pinjaman, koperasi tidak minta dibayarkan/dikembalikan dengan uang, namun pada saat panen kelinci peternak harus menjual kelincinya pada koperasi. Persentase dari sistem pembayaran dengan kelinci adalah 8 persen. 6.4.4 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging didasarkan pada rasa saling percaya yang terbentuk antar lembaga. Hubungan kerjasama antara peternak dengan pedagang pengumpul, peternak dengan pengecer dalam dan luar kota Bogor, peternak dengan koperasi, Tengkulak dengan pengecer dalam dan luar Bogor, koperasi dengen pengecer dalam Bogor dan Koperasi dengan Agen (Freezer Point) dalam dan luar Bogor. Bentuk kerjasama antara peternak dengan lembaga tataniaga lainnya merupakan kerjasama dalam bentuk perdagangan kelinci. Tengkulak/ pengecer dari Bogor dalam melakukan transaksi langsung ke kandang peternak dan mengecek kondisi kelinci. Karena proses inilah terjadi kedekatan antara peternak dengan pedagang pengumpul dan pengecer walaupun tidak ada perjanjian atau kerjasama dalam memasarkan kelinci. Peternak bebas menjual kelinci kepada siapa saja. Bentuk kerjasama antara peternak dengan koperasi meliputi kerjasama dalam penjualan kelinci dan bantuan yang diberikan dari koperasi kepada peternak. Bantuan yang diberikan berupa modal, pakan, obat-obatan, dan diskusi mengenai perkembangan kelinci baik dalam hal produksi maupun pemasaranya. Walaupun adanya kerjasama ini namun koperasi tidak memaksakan penjualan kelinci kepada koperasi hanya saja koperasi menyarankan agar peternak menjual kelinci ke lembaga yang menetapkan harga beli yang tinggi dibandingkan 67
lembaga yang lainnya. Peternak mempunyai kerjasama dengan koperasi jika peternak meminjam modal kepada koperasi dan koperasi meminta pembayaran dilakukan menggunakan kelinci. 6.5 Biaya Tataniaga a) Biaya di tingkat peternak Biaya di tingkat peternak untuk kelinci hias jenis lokal meliputi biaya pembelian bibit jantan, bibit betina dan biaya perawatan berupa pakan dan kandang. Biaya pembelian bibit jantan Rp 25.000 per ekor dan bibit betina Rp 40.000 per ekor, sehingga total biaya pembelian indukan Rp 65.000. Biaya untuk perawatan meliputi kandang dan pakan yaitu kandang dan pakan sekali produksi (3-4 minggu) Rp 20.000. Setelah proses perkawinan induk betina akan melahirkan 6-10 ekor dengan asumsi anakan yang dilahirkan rata-rata 8 ekor sehingga biaya pembelian bibit untuk 8 ekor anakan adalah Rp 65.000/8= Rp 8.125 per ekor. Biaya pemeliharaan berupa kandang dan pakan untuk 8 ekor anakan adalah Rp 12.500/8 ekor = Rp 1.562,5 per ekor. Biaya di tingkat peternak untuk kelinci hias jenis luar meliputi biaya pembelian bibit jantan, bibit betina dan biaya perawatan berupa pakan dan kandang. Biaya pembelian bibit jantan Rp 25.000 per ekor dan bibit betina Rp 300.000 per ekor, sehingga total biaya pembelian indukan Rp 325.000. Biaya untuk perawatan meliputi kandang dan pakan yaitu kandang dan pakan sekali produksi (3-4 minggu) Rp 20.000. setelah proses perkawinan induk betina akan melahirkan anakan rata-rata 8 ekor sehingga biaya pembelian bibit untuk 8 ekor anakan adalah Rp 325.000/8= Rp 40.625 per ekor. Biaya pemeliharaan berupa kandang dan pakan untuk 8 ekor anakan adalah Rp 20.000/8ekor = Rp 2.500 per ekor. Biaya di tingkat peternak untuk kelinci jenis pedaging meliputi biaya pembelian bibit jantan, bibit betina dan biaya perawatan berupa pakan dan kandang. Biaya pembelian bibit jantan Rp 25.000 per ekor dan bibit betina Rp 40.000 per ekor, sehingga total biaya pembelian indukan Rp 65.000. biaya untuk perawatan meliputi kandang dan pakan yaitu kandang dan pakan sekali produksi (3 bulan) Rp 20.000. setelah proses perkawinan induk betina akan melahirkan anakan rata-rata 8 ekor atau sama dengan 16 kilogram (asumsi 1 ekor kelinci 68
beratnya 2 kilogram) sehingga biaya pembelian bibit untuk 8 ekor anakan atau sama dengan 16 kilogram daging kelinci adalah Rp 65.000/16 kilogram= Rp 4.062,5 per kilogram. Biaya pemeliharaan berupa kandang dan pakan untuk 8 ekor anakan selama 1 kali produksi (produksi pedaging 3 bulan) adalah Rp 8.438 per kilogram. b) Biaya di Tingkat Pedagang Pengumpul (Tengkulak) Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh tengkulak dalam menyalurkan kelinci hias jenis lokal meliputi biaya pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan untuk kelinci yang berjumlah 1.490 ekor per bulan. Tengkulak mengeluarkan biaya pengangkutan Rp 80.000, biaya pengemasan Rp 80.000 dan biaya penyimpanan berupa kandang dan pakan Rp 50.000, sehingga biaya penyimpanan Rp 67.250. Sehingga total biaya pemasaran kelinci hias lokal adalah Rp 176,3 per ekor. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh tengkulak dalam menyaluran kelinci hias jenis luar meliputi biaya pengangkutan, pengemasan dan penyimpanan untuk kelinci yang berjumlah 40 ekor per bulan. Tengkulak mengeluarkan biaya pengangkutan Rp 20.000 per bulan, biaya pengemasan Rp 15.000 per bulan dan biaya penyimpanan (kandang dan pakan) Rp 10.000. Sehingga total biaya pemasaran kelinci hias luar adalah Rp 1.125 per ekor. c) Biaya di tingkat Koperasi Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh koperasi dalam menyalurkan kelinci hias jenis lokal dengan jumlah kelinci yang dibeli yaitu 200 ekor per bulan meliputi biaya pengangkutan Rp 100.000, biaya pengemasan Rp 60.000 dan biaya penyimpanan (kandang dan pakan) Rp 57.250, sehingga total biaya tataniaga yang di keluarkan dengan kapasitas kelinci 200 ekor per bulan adalah Rp 1.086,3 per ekor. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh koperasi dalam menyalurkan kelinci hias jenis luar dengan jumlah kelinci yang dibeli yaitu 40 ekor per bulan meliputi biaya pengangkutan Rp 20.000, biaya pengemasan Rp 15.000 dan biaya penyimpanan (kandang dan pakan) Rp 57.250, sehingga total biaya tataniaga yang
69
di keluarkan dengan kapasitas kelinci 40 ekor per bulan adalah Rp 2.306,3 per ekor. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh koperasi untuk kelinci pedaging terdiri dari biaya pengangkutan, pengemasan, penyimpanan dan pengolahan. Produk olahan yang dihasilkan oleh koperasi dari daging kelinci adalah nugget, baso, dan cilok. Namun pada penelitian ini diasumsikan bahwa koperasi hanya memproduksi nugget salama masa produksi. Biaya pengolahan untuk empat kali produksi dalam satu bulan terdiri dari biaya bahan baku (kelinci 40 kilogram) Rp 740.000, bumbu Rp 100.000 dan tenaga kerja Rp 240.000 (jam kerja 24 jam dalam 4 kali produksi atau 1 bulan, seminggu 6 jam kerja, sehingga total biaya pengolahan adalah Rp 1.230.000/4 kali produksi = Rp. 307.500. Untuk biaya pengangkutan Rp 40.000, pengemasan, Rp 10.000 dan biaya penyimpanan Rp 25.000, sehingga total biaya yang dikeluarkan koperasi untuk mengolah 1 kilogram daging kelinci 2 kilogram nugget adalah Rp 9.562,5 per kilogram daging kelinci. d) Biaya di tingkat pengecer (jenis kelinci hias lokal dan luar) Biaya ditingkat pengecer berbeda antara pengecer dalam dan luar bogor. Untuk pengecer dalam bogor dengan tujuan Kebun Raya Bogor dan Cibinong dengan pembelian yang berasal dari tengkulak, biaya tataniaga kelinci hias jenis lokal dengan jumlah pembelian per bulan 1.351 per ekor, biaya pengangkutan Rp 160.000, biaya pengemasan Rp 45.000, biaya penyimpanan Rp 100.000 dan biaya retribusi Rp 20.000, sehingga biaya pengecer bogor untuk kelinci hias jenis lokal dengan tujuan Kebun Raya dan Cibinong adalah Rp 240,5 per ekor. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer Bogor dengan tujuan Pasar Leweliang dan IPB Dramaga dengan pembelian langsung dari peternak, dimana pembelian kelinci 80 ekor per ekor per bulan untuk kelinci hias jenis lokal meliputi biaya pengangkutan Rp 20.000, biaya penyimpanan Rp 20.000, biaya pengemasan Rp 45.000 dan biaya retribusi Rp 20.000 sehingga biaya pengecer bogor dengan tujuan Pasar Leweliang dan IPB Dramaga adalah Rp 1.312,5 per ekor.
70
Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer bogor untuk kelinci hias jenis lokal dengan tujuan penjualan ke Kebun Raya Bogor dan Cibinong dengan pembelian yang berasal dari koperasi dengan jumlah pembelian 200 ekor per bulan, biaya yang dikeluarkan meliputi biaya penyimpanan Rp 20.000, biaya pengangkutan Rp 80.000, biaya pengemasan Rp 30.000 dan biaya retribusi Rp 20.000 sehingga biaya pengecer bogor dengan tujuan penjualan Kebun Raya Bogor dan Cibinong dengan pembelian dari koperasi adalah Rp 750 per ekor. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer luar bogor untuk kelinci jenis hias lokal dengan tujuan Jakarta dan Depok dengan jumlah pembelian 78 ekor per bulan yang berasal dari tengkulak meliputi biaya penyimpanan Rp 10.000, biaya pengangkutan Rp 160.000, biaya pengemasan Rp 45.000 dan biaya retribusi Rp 20.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pengecer luar bogor adalah Rp 3.012,8 per ekor. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer Bogor dengan pembelian 40 ekor kelinci jenis hias luar dimana pembelian dari tengkulak dengan tujuan Kebun Raya Bogor dan Cibinong, biaya yang dikeluarkan yaitu biaya pengangkutan Rp 40.000, biaya pengemasan Rp 15.000, biaya retribusi Rp 20.000, sehingga total biaya yang dikeluarkan pengecer dalam memasarkan kelinci hias jenis luar adalah Rp 1.875 per ekor. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer Bogor dengan pembelian 40 ekor kelinci hias dimana pembelian dari koperasi dengan tujuan Kebun Raya Bogor dan Cibinong, biaya yang dikeluarkan yaitu biaya pengangkutan Rp 40.000, biaya pengemasan Rp 15.000, biaya retribusi Rp 20.000, sehingga total biaya yang dikeluarkan pengecer dalam memasarkan kelinci hias jenis luar adalah Rp 1.875 per ekor. Biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pengecer luar Bogor dengan pembelian dari tengkulak yang berjumlah 20 ekor kelinci hias luar per bulan, biaya yang dikeluarkan meliputi biaya pengangkutan Rp 80.000, biaya pengemasan Rp 15.000, biaya retribusi Rp. 20.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pengecer luar bogor untuk kelinci hias jenis luar adalah Rp 5.750 per ekor.
71
e) Biaya di tingkat Pengecer (Freezer point) untuk kelinci pedaging Biaya yang dikeluarkan oleh pengecer dalam Bogor (Freezer point) dalam memasarkan olahan daging kelinci yaitu nugget yang dibeli dari koperasi dengan jumlah 15 kilogram nugget dengan tujuan Konsumen Bogor. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya pengangkutan, biaya pengemasan dan biaya penyimpanan. Biaya pengangkutan Rp 30.000, biaya penyimpanan Rp 15.000 dan biaya pengemasan Rp 15.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pengecer yang memasarkan olahan daging kelinci berupa nugget ke daerah Bogor sebesar Rp 4.000 per kilogram. Biaya yang dikeluarkan oleh pengecer luar Bogor (Freezer point) dalam memasarkan olahan daging kelinci yaitu nugget yang dibeli dari koperasi dengan jumlah 15 kilogram nugget dengan tujuan konsumen Jakarta. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya pengangkutan, biaya pengemasan dan biaya penyimpanan. Biaya pengangkutan Rp 80.000, biaya penyimpanan Rp 15.000 dan biaya pengemasan Rp 10.000 sehingga total biaya yang dikeluarkan oleh pengecer yang memasarkan olahan daging kelinci berupa nugget ke daerah Bogor sebesar Rp 7.333,3 per kilogram. Rincian Biaya tataniaga kelinci baik itu kelinci hias jenis lokal, jenis luar dan kelinci pedaging untuk semua lembaga tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya dapat dilihat pada lampiran 4. 6.6 Efisiensi Tataniaga 6.6.1 Margin Tataniaga Kelinci Di Desa Gunung Mulya Margin tataniaga merupakan perbedaan harga yang diterima peternak dengan harga yang dibayarkan konsumen. Margin tataniaga juga diartikan sebagai perbedaan harga beli dan harga jual pada setiap lembaga tataniaga. Margin tataniaga meliputi seluruh biaya tataniaga yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh lembaga tataniaga selama proses penyaluran kelinci dari satu lembaga tataniaga ke lembaga tataniaga lainnya sampai ke tangan konsumen. Margin tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya terbagi menjadi 3 yaitu margin tataniaga kelinci hias lokal, margin tataniaga kelinci hias luar dan margin tataniaga kelinci pedaging.
72
a) Margin Tataniaga Kelinci Hias Jenis Lokal di Desa Gunung Mulya Margin tataniaga kelinci hias jenis lokal di Desa Gunung Mulya terdiri dari lima saluran tataniaga. Margin tataniaga kelinci hias jenis lokal dapat dilihat pada Tabel 15. Pada saluran 1 total margin tataniaga yang didapat adalah Rp 16.875 per ekor kelinci hias jenis lokal. Margin pada pola 1 merupakan margin tertinggi pertama sama dengan margin tataniaga pada saluran 2 dan 4. Pada pola saluran 1 margin tataniaga tertinggi di ambil oleh pengecer yaitu sebesar Rp 10.000 per ekor (59,3 persen), hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh pengecer lebih besar yaitu Rp 3.012,8 per ekor karena jarak yang ditempuh pengecer yaitu ke Jakarta dan Depok serta jumlah kelinci yang dibeli relatif sedikit yaitu 78 ekor per bulan, sehingga pengecer mendapatkan keuntungan terbesar Rp 6.987,2 per ekor di bandingkan keuntungan tengkulak Rp 4.842. Margin tataniaga tertinggi kedua saluran 1 pada tengkulak sebesar Rp 5.000 per ekor (29,6 persen), margin terendah yaitu pada peternak sebesar Rp 1.875per ekor (11 persen). Tabel 15. Margin tataniaga kelinci hias lokal di Desa Gunung Mulya Lembaga Peternak Harga Beli Biaya pemeliharaan Harga Jual Keuntungan Margin Tengkulak Harga Beli Biaya tataniaga Harga Jual Keuntungan Margin Koperasi Harga Beli Biaya tataniaga Harga Jual Keuntungan Margin Pengecer Harga Beli Biaya tataniaga Harga Jual Keuntungan Margin Total Biaya Total Keuntungan Total Margin
Saluran 1 (Rp/ekor) 8.125 1.562,5 10.000 312,5 1.875 10.000 176,3 15.000 4.827,4 5.000
15.000 3.012,8 25.000 6.987,2 10.000 4.751,60 12.123,40 16.875
%
Saluran 2 (Rp/ekor)
%
11
8.125 1.562,5 10.000 312,5 1.875
11
29,6
10.000 176,3 15.000 4.827,4 5.000
29,6
59,3
100
15.000 240,6 25.000 9.733,6 10.000 1.979,40 14.895,60 16.875
59,3
100
Saluran 3 (Rp/ekor) 8.125 1.562,5 11.000 1.312,5 2.875
11.000 1.312,5 20.000 7.687,5 9.000 2.875 9.000 11.875
%
24,2
75,8
100
Saluran 4 (Rp/ekor)
%
8.125 1.562,5 12.000 2.312,5 3.875
22,9
12.000 1.086,3 17.500 4.413,7 5.500
32,6
17.500 750 25.000 6.750 7.500 3.398,8 13.476,2 16.875
Saluran 5 (Rp/ekor)
%
8.125 1.562,5 12.000 2.312,5 3.875
100
1.562,5 2.312,5 3.875
100
44,4
100
73
Margin total pada saluran 2 merupakan margin tertinggi pertama atau sama dengan margin saluran 1 dan 4. Pada saluran ini kelinci hias jenis lokal di pasarkan di Bogor tepatnya di Kebun Raya Bogor dan Cibinong ( Kompleks Pemda). Margin tataniaga tertinggi pada saluran ini diambil oleh pengecer Bogor yaitu sebesar Rp 10.000 per ekor kelinci (59,3 persen). Tingginya margin tataniaga pada pengecer karena biaya yang dikeluarkan relatif tinggi yaitu Rp 240,6 per ekor dibandingkan tengkulak yaitu Rp 176,3 per ekor sehingga pengecer mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan tengkulak. Margin tataniaga tertinggi kedua di ambil oleh tengkulak Rp 5.000 (29, persen) dan margin tataniaga terendah diambil oleh peternak yaitu Rp 1.875 per ekor (11,1 persen). Margin total pada saluran 3 merupaka margin tertinggi kedua yaitu sebesar Rp 11.875 per ekor (75,8 persen), hal ini karena lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran ini hanya 1 yaitu pengecer Bogor dengan target konsumen di Pasar Leweliang dan IPB Dramaga. Margin tataniaga terendah diambil oleh peternak yaitu Rp 2.875 per ekor (24,2 persen). Margin total pada saluran 4 merupakan margin tertinggi pertama sama dengan margin total saluran 1 dan 2. Margin tataniaga tertinggi pada saluran ini diambil oleh pengecer dengan target pasar sama dengan saluran 2. Margin tataniaga pengecer Bogor sebesar Rp 7.500 per ekor (44,4 persen). Margin tertinggi kedua diambil oleh koperasi yaitu sebesar Rp 5.500 (32,6 persen), dan margin terendah diambil oleh peternak yaitu Rp 3.875 (22,9 persen). Margin total pada saluran 5 merupakan margin yang paling rendah diantara kelima saluran tataniaga kelinci hias jens lokal. Hal ini karena tidak ada lembaga tataniaga yang telibat sehingga semua margin Rp 3.875 per ekor (100 persen) diambil oleh peternak. Namun penjualan pada saluran ini bukan prioritas karena jumlah penjualan sangat sedikit yaitu 5 ekor per bulan. b) Margin Tataniaga Kelinci Hias Jenis Luar di Desa Gunung Mulya Margin tataniaga kelinci hias jenis luar di Desa Gunung Mulya terdiri dari tiga saluran tataniaga. Margin tataniaga kelinci hias jenis luar dapat dilihat pada Tabel 16. 74
Tabel 16. Margin tataniaga kelinci hias luar Lembaga -Peternak Harga Beli Biaya pemeliharaan Harga Jual Keuntungan Margin -Tengkulak Harga Beli Biaya tataniaga Harga Jual Keuntungan Margin -Koperasi Harga Beli Biaya tataniaga Harga Jual Keuntungan Margin -Pengecer Harga Beli Biaya tataniaga Harga Jual Keuntungan Margin Total Biaya Total Keuntungan Total Margin
Saluran 1 (Rp/ekor) 40.625 2.500 50.000 6.875 9.375 50.000 1.125 65.000 13.875 15.000
65.000 5.750 85.000 14.250 20.000 9.375 35.000 44.375
%
Saluran 2 (Rp/ekor)
%
21,1
40.625 2.500 50.000 6.875 9.375
21,1
33,8
50.000 1.125 65.000 13.875 15.000
33,8
45,1
100
65.000 1.875 75.000 8.125 10.000 5.500 28.875 34.375
29,1
100
Saluran 3 (Rp/ekor)
%
40.625 2.500 55.000 11.875 14.375
41,8
55.000 2.306,3 65.000 7.693,7 10.000
29,1
65.000 1.875 75.000 8.125 10.000 6.681,3 27.693,7 34.375
29,1
100
Margin total pada saluran 1 merupakan margin tertinggi pada tataniaga kelinci hias jenis luar yaitu sebesar Rp 44.375 per ekor. Margin tertinggi pada saluran ini terdapat pada lembaga pengecer luar Bogor yaitu Rp 20.000 (45,2 persen). Hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh penegecer luar Bogor sangat tinggi yaitu Rp 5.750 per ekor kelinci hias karena jaraknya yang jauh yaitu di Jakarta dan Depok. Margin tataniaga tertinggi kedua terdapat pada tengkulak yaitu sebesar Rp 15.000 per sekor (33,8 persen) dan margin terendah diambil oeh peternak yaitu sebesar Rp 9.375 per ekor (21,1 persen). Margin total pada saluran 2 merupakan margin terendah pada saluran ini atau sama denangan margin total saluran 3 yaitu sebesar Rp 34.375 per ekor. Margin tertinggi pada saluran ini dimabil oleh lembaga tengkulak yaitu sebesar Rp 15.000 per ekor kelinci (43,6 persen), kemudian pengecer Rp 10.0000 per ekor kelinci (29,1 persen) dan margin terendah pada peternak Rp 9.375 per ekor (27,3 persen). 75
Margin total pada saluran 3 merupakan margin total terendah atau sama dengan margin total saluran 2 yaitu Rp 34.375 per ekor pada tataniaga kelinci hias jenis luar. Margin tataniaga tertinggi pada saluran ini terdapat pada lembaga peternak yaitu Rp 14.375 per ekor (41,8 persen). Hal ini karena tingginya harga jual yang ditentukan oleh koperasi yaitu sebesar Rp 55.000 per ekor pada saluran ini sehingga peternak mendapatkan keuntungan tertinggi yaitu Rp 11.875 per ekor dibandingkan koperasi yaitu Rp 7.693,7 per ekor dan pengecer Rp 8.125 per ekor. Margin tataniaga tertinggi kedua dan ketiga pada lembaga ini yaitu sama Rp 10.000 (29,1 persen) pada lembaga tengkulak dan pengecer. c) Margin Tataniaga Kelinci Jenis Pedaging di Desa Gunung Mulya Margin tataniaga kelinci hias jenis pedaging di Desa Gunung Mulya terdiri dari tiga saluran tataniaga. Margin tataniaga kelinci jenis pedaging dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Margin tataniaga kelinci pedaging Lembaga -Peternak Harga Beli Biaya pemeliharaan Harga Jual Keuntungan Margin -Koperasi Harga Beli Biaya tataniaga Harga Jual Keuntungan Margin -Pengecer Harga Beli Biaya tataniaga Harga Jual Keuntungan Margin Total Biaya Total Keuntungan Total Margin
Saluran 1 (Rp/kg) 4.062,5 8.437,5 18.500 6.000 14.437,5 18.500 9.562,5 70.000 41.938 51.500
18.000 47.987,5 65.937,5
%
Saluran 2 % (Rp/kg)
Saluran 3 % (Rp/kg)
21.9
4.062,5 8.437,5 18.500 6.000 14.437,5
19,0
4.062,5 8.437,5 18.500 6.000 14.437,5
17,2
78,1
18.500 9.562,5 70.000 41.938 51.500
67,8
18.500 9.562,5 70.000 41.938 51.500
61,4
100
70.000 4.000 80.000 6.000 10.000 22.000,5 53.937,5 75.937,5
13,2 100
70.000 7.333,4 88.000 10.666,6 18.000 25.333,9 58.603,6 83.937,5
21,4 100
Pada pola saluran 1 margin tataniaga kelinci pedaging dengan lembaga yang terlibat yaitu peternak dan koperasi, olahan daging kelinci berupa nugget di 76
jual kepada konsumen Bogor langsung dari koperasi tanpa perantara pengecer Bogor, sehingga Margin total pada saluran 1 sebesar Rp 65.937,5 per kilogram. Margin total pada pola 1 merupakan margin terendah dari ketiga pola saluran tataniaga kelinci. Margin tertinggi pada saluran 1 terdapat pada lembaga Koperasi yaitu sebesar Rp 51.500 per kilogram (78,1 persen), hal ini karena koperasi mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan peternak sehingga keuntungan yang didapat koperasi juga besar. Margin terendah terdapat pada peternak yaitu Rp 14.437,5 per kilogram daging kelinci (21,9 persen). Pada pola saluran 2 margin tataniaga kelinci pedaging dengan lembaga yang terlibat adalah peternak, koperasi dan pengecer Bogor. Margin total pada saluran ini adalah Rp 75.937,5 per kilogram nugget. Margin total pada saluran ini merupakan margin tertinggi ke dua. Margin tataniaga tertingi pada saluran 2 terdapat pada koperasi sebesar Rp 51.500 per kilogram nugget (67,8 persen). Hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh koperasi dalam proses pengolahan dari daging kelinci menjadi nugget relatif besar sehingga keuntungan yang diambil oleh koperasi juga besar. Margin tataniaga tertinggi kedua setelah koperasi adalah peternak sebesar Rp 14.437,5 per kilogram (19,0 persen) dan margin tataniaga terendah yaitu pada lembaga Pengecer sebesar Rp 10.000 per kilogram (13,2 persen). Pada pola saluran 3 lembaga tataniaga kelinci yang terlibat adalah peternak, koperasi dan pengecer luar Bogor. Margin total pada saluran ini sebesar Rp 83.937,5 per kilogram nugget. Margin tataniaga ini merupakan margin tataniaga tertinggi pertama pada saluran pemasaran kelinci pedaging di Desa Gunung Mulya. Margin tataniaga tertinggi pada saluan ini terdapat pada lembaga koperasi yaitu sebesar Rp 51.500 per kilogram (61,4 persen), kemudian pengecer luar Bogor sebesar Rp 18.000 per kilogram (21,4 persen) dan margin terendeh diambil oeh peternak sebesar Rp 14.437,5 per kilogram (17,2 persen). 6.6.2 Bagian Harga yang Diterima Petani (Farmer’s Share) a) Bagian Harga yang diterima peternak kelinci hias jenis lokal Bagian harga yang diterima oleh petani atau farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh 77
konsumen atau harga penjualan ditingkat lembaga tataniaga tertinggi, umumnya dinyatakan dalam persentase. Bagian harga yang diterima oleh petani merupakan konsep balas jasa atas kegiatan yang dilakukan peternak dalam memelihara kelinci. Besarnya farmer’s share pada kelinci hias jenis lokal dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Farmer share pada kelinci hias jenis lokal Saluran 1 2 3 4 5
Harga di Tingkat Petani (Rp/ekor) 10.000 10.000 11.000 12.000 12.000
Harga di Tingkat pengecer (Rp/ekor) 25.000 25.000 20.000 25.000 12.000
Farmer’s share (%) 40 40 55 48 100
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa bagian harga yang diterima peternak berbeda-beda, bagian harga yang diterima peternak tertinggi terdapat pada pola saluran 5 yaitu sebesar 100 persen dari harga yang dibayarkan konsumen. Artinya adalah dari semua harga yang dibayarkan konsumen sebesar Rp 12.000 per ekor kelinci hias jenis lokal, peternak mengambil semua harga yang dibayarkan konsumen yaitu Rp 12.000 per ekor kelinci hias jenis lokal. Hal ini karena tidak ada lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran ini, dimana kelinci hias jenis lokal langsung dipasarkan dari peternak ke konsumen yang mengunjungi Desa Gunung Mulya. Tingginya farmer’s share yang diterima peternak selain karena pendeknya rantai tataniaga, rendahnya harga jual ditingkat konsumen dan rendahnya marjin yang terbentuk. Bagian harga yang diterima peternak terkecil terdapat pada saluran tataniaga 1 dan 2 yaitu 40 persen dimana dari harga yang dibayarkan konsumen sebesar Rp 25.000 per ekor (40 persen), peternak menerima bagian harga sebesar Rp 10.000 dan sisanya yaitu sebesar Rp 15.000 atau 60 persen diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini dikarenakan tingginya harga jual pada lembaga tataniaga tertinggi dan besarnya margin yang terbentuk.
78
b) Bagian harga yang diterima peternak kelinci hias jenis luar Bagian harga yang diterima oleh petani atau farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen atau harga penjualan ditingkat lembaga tataniaga tertinggi, umumnya dinyatakan dalam persentase. Besarnya farmer’s share pada kelinci hias jenis luar dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Farmer share pada kelinci hias jenis luar Saluran 1 2 3
Harga di Tingkat Petani (Rp/ekor) 50.000 50.000 55.000
Harga di Tingkat pengecer (Rp/ekor) 85.000 75.000 75.000
Farmer’s share (%) 58,8 66.7 73,3
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa bagian harga yang diterima peternak berbeda-besa, bagian harga yang diterima peternak tertinggi terdapat pada pola saluran 1 yaitu sebesar 73,3 persen dari harga yang dibayarkan konsumen. Artinya adalah dari harga yang dibayarkan konsumen sebesar Rp 75.000 per ekor kelinci hias jenis luar, peternak mengambil bagian harga sebesar Rp 55.000 atau sama dengan 73,3 persen sedangkan sisanya Rp 25.000 atau sama dengan 26,7 persen diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Tingginya farmer’s share yang diterima peternak selain karena pendeknya rantai tataniaga, rendahnya harga jual ditingkat konsumen dan rendahnya marjin yang terbentuk. Bagian harga yang diterima peternak terkecil terdapat pada saluran tataniaga 1 yaitu 58,8 persen dimana dari harga yang dibayarkan konsumen sebesar Rp 85.000 atau sekitar 58,8 persen, peternak menerima bagian harga sebesar Rp 50.000 dari dan sisanya yaitu sebesar Rp 35.000 atau 41,2 persen diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini dikarenakan tingginya harga jual pada lembaga tataniaga tertinggi dan besarnya margin yang terbentuk. c) Bagian harga yang diterima peternak kelinci pedaging Bagian harga yang diterima oleh petani atau farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen atau harga penjualan ditingkat lembaga tataniaga tertinggi, umumnya 79
dinyatakan dalam persentase. Besarnya farmer’s share pada kelinci pedaging dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Farmer share pada kelinci pedaging Saluran 1 2 3
Harga di Tingkat Petani (Rp/ekor) 18.500 18.500 18.500
Harga di Tingkat pengecer (Rp/ekor) 70.000 80.000 88.000
Farmer’s share (%) 26,4 23,1 21,0
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa bagian harga yang diterima peternak berbeda-beda, bagian harga yang diterima peternak tertinggi terdapat pada pola saluran 1 yaitu sebesar 26,4 persen dari harga yang dibayarkan konsumen. Artinya adalah dari harga yang dibayarkan konsumen sebesar Rp 70.000 per kilogram nugget, peternak mengambil bagian harga sebesar Rp 18.500 atau sama dengan 26,4 persen sedangkan sisanya Rp 51.500 atau 73,6 persen diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Tingginya farmer’s share yang diterima peternak selain karena pendeknya rantai tataniaga, rendahnya harga jual ditingkat konsumen dan rendahnya marjin yang terbentuk. Bagian harga yang diterima peternak terkecil terdapat pada saluran tataniaga 3 yaitu 21,0 persen dimana dari harga yang dibayarkan konsumen sebesar Rp 88.000 atau sekitar 21,0 persen, peternak menerima bagian harga sebesar Rp 18.500 dari dan sisanya yaitu sebesar Rp 70.000 atau 79 persen diambil oleh lembaga tataniaga yang terlibat. Hal ini dikarenakan tingginya harga jual pada lembaga tataniaga tertinggi dan besarnya margin yang terbentuk. Perbedaan bagian harga yang diterima peternak (farmer’s share) pada setiap saluran baik kelinci hias jenis lokal, luar dan pedaging dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: a) besar kecilnya marjin tataniaga yang terbentuk pada setiap pola pola saluran tataniaga, dan b) rendahnya dan tingginya harga ditingkat konsumen atau harga jual pada tingkat lembaga tataniaga tertinggi. Semakin besarnya margin tataniaga serta semakin rendah harga ditingkat konsumen menyebabkan semakin besar bagian harga yang diterima peternak (farmer’s share).
80
6.6.3 Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran keuntungan dan biaya pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat pada masingmasing saluran tataniaga Kelinci hias jenis lokal, hias luar dan pedaging di Desa Gunung Mulya. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh yang diperolah suatu lembaga tataniaga terhadap biaya tataniaga dikeluarkan oleh lembaga tataniaga pada satu pola saluran pemasaran. Semakin tinggi nilai rasio yang diperolah dapat menujukkan semakin besar keuntungan yang didapatkan oleh lambaga tataniaga yang terlibat. Rasio keuntungan biaya pada tataniaga kelinci hias jenis lokal dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Rasio Keuntungan dan Biaya pada Kelinci Hias Jenis Lokal Saluran 1 2 3 4 5
Lembaga Tataniaga Tengkulak Pengecer Tengkulak Pengecer Pengecer Koperasi Pengecer Peternak
Keuntungan (Rp/ekor) 4.617,8 6.987,2 4.617,8 9.733,6 7.687,5 4.413,7 6.750 2.312,5
Biaya (Rp/Ekor) 172,6 3.021,8 172,6 266,4 1.312,5 1.086,3 750 1.562,5
Rasio Keuntungan terhadap biaya 26,8 2,3 26,8 36,5 5,9 4,1 9 1,5
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa rasio keuntungan dan biaya terbesar pada tataniaga kelinci hias jenis lokal terdapat pada saluran 2 yaitu pada tengkulak sebesar 26,8 dan pengecer Bogor sebesar 36,5. Rasio keuntungan sebesar 26,8 berarti bahwa setiap Rp 1 per ekor biaya tataniaga yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 26,8 per ekor kelinci hias jenis lokal. Nilai rasio keuntungan biaya terkecil terdapat pada saluran 5 yaitu pada peternak sebesar 1,5 yang artinya dari biaya Rp 1 per ekor kelinci hias jenis lokal akan mendatangkan keuntungan hanya sebesar Rp 1,5 per ekor. Rasio keuntungan biaya pada tataniaga kelinci hias luar dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
81
Tabel 22. Rasio Keuntungan dan Biaya pada Kelinci Hias Jenis Luar Saluran 1 2 3
Lembaga Tataniaga Tengkulak Pengecer Tengkulak Pengecer Koperasi Pengecer
Keuntungan (Rp/Ekor) 13.875 14.250 13.875 8.125 7.693,7 8.125
Biaya (Rp/Ekor) 1.125 5.750 1.125 1.875 2.306,3 1.875
Rasio keuntungan terhadap biaya 12,3 2,4 12,3 4,3 3,3 4,3
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa rasio keuntungan dan biaya terbesar pada tataniaga kelinci hias jenis luar terdapat pada saluran 2 yaitu pada tengkulak sebesar 12,3 dan pengecer Bogor sebesar 2,2. Rasio keuntungan sebesar 12,3 berarti bahwa setiap Rp 1 per ekor biaya tataniaga yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 12,3 per ekor kelinci hias jenis luar. Nilai rasio keuntungan biaya terkecil terdapat pada saluran 3 yaitu pada koperasi sebesar 3,3 dan pengecer Bogor sebesar 4,3 yang artinya dari biaya Rp 1 per ekor kelinci hias jenis luar akan mendatangkan keuntungan hanya sebesar Rp 3,3 per ekor. Rasio keuntungan biaya pada tataniaga kelinci pedaging dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rasio Keuntungan dan Biaya pada Kelinci Pedaging Saluran
Lembaga Tataniaga
Keuntungan (Rp/Ekor)
Biaya (Rp/Ekor)
1 2
Koperasi Koperasi Pengecer Koperasi Pengecer
41.938 41.938 6.000 41.938 10.666,7
9.563 9.563 4.000 9.563 7.333,4
3
Rasio keuntungan terhadap biaya 4,4 4,4 1,5 4,4 1,5
Berdasarkan tabel terlihat bahwa rasio keuntungan dan biaya terbesar pada tataniaga kelinci jenis pedaging terdapat pada saluran 1,2 dan 3 yaitu pada koperasi sebesar 4,4. Rasio keuntungan sebesar 4,4 berarti bahwa setiap Rp 1 per kilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 4,4 per kilogram daging kelinci. Nilai rasio keuntungan biaya terkecil terdapat pada saluran 2 dan 3 yaitu pada pengecer dalam dan luar Bogor sebesar 1,5 yang artinya dari biaya Rp 1 per kilogram olahan daging kelinci akan mendatangkan keuntungan hanya sebesar Rp 1,5 per kilogram. 82
Untuk melihat efisiensi dari sisi petani, maka diantara ketiga jenis kelinci yang dibudidayakan di Desa Gunung Mulya, kelinci jenis hias luar yang paling efisien, karena memiliki farmer’s share tertinggi yaitu antara 58,8-73,3 persen. Sedangkan untuk melihat efisiensi operasional, menurut Ratna Winandi dalam Buku Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran, indikator yang paling tepat digunakan adalah menggunakan ratio keuntungan dan biaya. Pada penelitian tentang tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya, saluran yang paling efisien dari segi operasional adalah saluran 2 pada tataniaga kelinci hias jenis lokal pada lembaga pengecer yaitu sebesar 36,5 yang berarti dari Rp 1 biaya yang dikeluarkan dalam tataniaga kelinci hias jenis lokal akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 36,5 per ekor kelinci hias jenis lokal.
83
VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tataniaga kelinci yang telah dilakukan di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya, Kabupaten Bogor, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Saluran tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya terbagi menjadi tiga saluran yaitu saluran tataniaga kelinci hias jenis lokal, saluran tataniaga kelinci hias jenis luar dan saluran tataniaga kelinci pedaging. Saluran tataniaga kelinci hias lokal terdiri dari lima saluran tataniaga, sedangkan saluran tataniaga kelinci hias luar dan pedaging, masing-masing terbagi menjadi tiga saluran tataniaga. Semua lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelinci baik itu kelinci jenis hias lokal, luar dan pedaging, semua lembaga melakukan fungsi tataniaga yaitu pertukaran (jual dan beli), fisik (pengengkutan, penyimpanan dan pengolahan) dan fungsi fasilitas (Standarisasi, risiko dan informasi pasar). 2. Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga pemasaran kelinci adalah (a) Produsen : Struktur Pasar Persaingan Sempurna, (b) Pedagang pengumpul (c) Pedagang Pengecer (d)Koperasi (e) Agen (Freezer Point) adalah Struktur Pasar Persaingan tidak sempurna. Perilaku pasar dari tataniaga kelinci di Desa Gunung Mulya dapat dilihat dari praktek penjualan dan pembeliaan, sistem penetuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama diantara lembaga tataniaga yang terlibat. Praktek penjualan dan pembelian yang terjadi merupakan bentuk kerjasama yang terlibat antara lembaga tataniaga. Sistem penentuan harga yang terjadi adalah sistem penentuan harga secara sepihak dan dan sistem penentuan harga melalaui tawar-menawar. Sistem pembayaran kelinci di Desa Gunung Mulya umumnya adalah sistem pembayaran tunai, namun kadang dilakukan sistem pembayaran panjer dan pembayaran dengan kelinci. Kerjasama yang terbentuk antara petani dan lembaga tataniaga merupakan kerjasama dalam tataniaga kelinci yang berdasarkan pada rasa saling percaya. 84
3. Margin tataniaga pada ketiga jenis kelinci berbeda-beda, dimana margin tataniaga tertinggi terdapat pada tataniaga kelinci pedaging. Farmer’s share tertinggi diantara ketiga jenis kelinci terdapat pada tataniaga kelinci hias luar, sedangkan ratio keuntungan dan biaya tertinggi terdapat pada tataniaga kelinci hias jenis lokal saluran 2. Efisiensi tataniaga pada pemasaran kelinci terdapat pada kelinci hias lokal. Saluran 2 pada kelinci hias jenis lokal merupakan saluran yang paling efisien hal ini terlihat dari tingginya rasio keuntungan terhadap biaya. 6.4 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh beberapa saran yang
diperlukan
kepada
berbagai
pihak
yang
berkepentingan
dalam
pengembangan kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Kab. Bogor : 1). Peternak disarankan lebih banyak membudidayakan kelinci hias jenis luar karena bagian harga yang diterima peternak (farmer’s share) pada saluran tataniaga kelinci hias jenis luar sangat tinggi terutama pada saluran tataniaga kelinci hias yang ke tiga. 2). Peternak kelinci sebelum melakukan penjualan sebaiknya melakukan proses standarisasi dan grading terlebih dahulu sehingga harga kelinci dapat dihargai lebih tinggi. Proses standarisasi dan grading yang dilakukan seperti pada kelinci hias dibedakan berdasarkan corak dan warna bulu serta warna mata. Untuk kelinci hias dengan tekstur bulu lembut dan corak serta warna sangat indah bisa diberikan grad A, untuk kelinci hias dengan warna dan corak bulu indah diberi grad B dan untuk kelinci hias yang memiliki tekstur bulu dan corak bulu kurang menarik diberi grad C. 3). Peternak sebaiknya tidak menjual kelinci yang dalam keadaan sakit, karena harga kelinci yang sakit dihargai sangat rendah oleh tengkulak. Sebelum dijual sebaiknya kelinci diobati terlebih dahulu agar harga jualnya tidak jatuh.
85
DAFTAR PUSTAKA Agus A, Masanto R. 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya. Jakarta. Arifianto YW. 2007. Analisis Margin Tataniaga dan keterpaduan Pasar Daging Domba di Kabupaten Majalengka, Jawa barat. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. Kabupaten Bogor dalam Angka 2010. Jakarta. Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. Kecamatan Tenjolaya dalam Angka 2010 .Bogor. Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. Kabupaten Bogor dalam Angka 2011. Jakarta. Badan Pusat Statistik. Dahl DC, Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis The Agricultural Industries. McGraw-Hill Company. New York. [KOPNAKCI] Koperasi Peternakan Kelinci. 2012. Proposal Pengembangan Kampoeng Kelinci Berbasis Koperasi Di Kawasan Tenjo Laya Kabupaten Bogor Tahun 2012. Bogor : Koperasi Peternakan Kelinci.
Faisal M. 2010. Analisis Tataniaga Sapi Potong PT kariyana Gita Utama. Cicurug Sukabumi [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Hengki A. 2011. Analisis Presepsi Konsumen Terhadap daging Kelinci di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor :InstitutPertanian Bogor. [Kementan] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011.Jakarta. Kementrian Pertanian. [Kementan] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Petunjuk Teknis Kampoeng Kelinci 2011. Jakarta. Kementrian Pertanian. [Kementan] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. Petunjuk Teknis Kampoeng Kelinci 2012. Jakarta. Kementrian Pertanian. Kusnadi N, Fariyanti A, Rachmina D, Jahroh S. 2009. Bunga Rampai Agribisnis seri Pemasaran. Bogor. IPN Press. Kohls RL, Uhl JN. 2002. Marketing of Agricultural Product : nineth Edition. Macmillan Publishing Company. U.S.A. 86
Limbong WH, Sitorus P. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan Kuliah. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martono N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. Rajawali Pers. Jakarta. Permadi G. 2008. Analisis Tataniaga Kambing Peranakan Ettawa (PE) di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [Poktan] 2011. Kelompok Tani Ternak Budi Asih. Laporan Pengeceken Populasi Kelinci Kelompok Tani Ternak Budi Asih 2011-2012. Bogor. Ratniati NK. 2007. Analisis Sistem Pemasaran Ternak Sapi Potong PT Great Giant Livestock Company Lampung Tengah [Skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. [Ristek] Kementrian Riset dan Teknologi. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Bappenas, Budidaya Ternak Kelinci 2011. Jakarta. Widagdho ND. 2008. Analisis kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Pada Asep Rabbit di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
87
LAMPIRAN
88
Lampiran 1. Karakteristik Peternak Kelinci Responden Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan dan Status, Bulan Maret-April 2012 No Nama Usia (Tahun) Tingkat Status Pendidikan 1. Aris Rizal 40 SMA Menikah 2. Johar 51 SMP Menikah 3. Suminta Riyahya 40 SMP Menikah 4. Ining 45 SD Menikah 5. Wahyudi 35 SD Menikah 6. Abui 35 SMP Menikah 7. Urip 27 SD Menikah 8. Sodri Sugiarto 33 S1 Menikah 9. Ari Ridwan Arifin 19 SMP Lajang 10. Sayat 35 SD Menikah 11. Ijan 40 SD Menikah 12. Ugan Suganda 50 SD Menikah 13. Pudin 40 SD Menikah 14. Usep 32 SD Menikah 15. Ukar 40 SD Menikah 16. Edih 22 SD Menikah 17. Emod 60 SMP Menikah 18. Ndai 32 SMA Menikah 19. Madroji 46 SD Menikah 20. Dodi 38 SD Menikah 21. Jajat Sudrajat 27 SMA Menikah 22. Pahrudin 32 SD Menikah 23. Imat 40 SD Menikah 24. Mis Mungkul 40 SD Menikah 25. Ulung 33 SD Menikah
89
Lampiran 2. Karaktersitik Responden Berdasarkan Kepemilikan,Ukuran Kandang, dan Responden yang mendapatkan bantuan indukan kelinci di Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjo Laya, Bulan Maret-April 2012 Bantuan Luas Kandang No Nama Jumlah Kelinci Indukan (m2) (Ekor) 1. Aris Rizal 140 105 2. Johar 30 150 3. Suminta Riyahya 32 120 4. Ining 8 6 5. Wahyudi 20 35 6. Abui 18 21 7. Urip 8 8 8. Sodri Sugiarto 20 30 9. Ari Ridwan Arifin 18 18 10. Sayat 8 10 11. Ijan 60 8 12. Ugan Suganda 36 6 13. Pudin 4 27 14. Usep 28 9 15. Ukar 80 45 16. Edih 18 3 17. Emod 10 2 18. Ndai 8 40 19. Madroji 18 5 20. Dodi 8 5 21. Jajat Sudrajat 8 15 22. Pahrudin 15 5 23. Imat 6 5 24. Mis Mungkul 7 15 25. Ulung 8 15 Katerangan : = Mendapatkan bantuan berupa indukan kelinci - = Tidak mendapatkan bantuan berupa indukan kelinci
90
Lampiran 3. Profil Lembaga Tataniaga Kelinci No
Nama
1.
Ijan
2.
Abdullah
3.
Sukri
4.
Kodri
5.
Saepudin
6.
Wahyu Darsono
7.
Sari
8.
Siti Nurhayati
Alamat
Jenis Pedagang Kamp.Budi Asis RT 01 Pengumpul RW 02 Desa Gunung Mulya Kamp.Budi Asis RT 01 Pengecer RW 01 Desa Gunung dalam Kota Mulya Bogor Kamp.Budi Asis RT 01 Pengecer RW 01 Desa Gunung dalam Kota Mulya Bogor Kamp.Budi Asis RT 01 Pengecer RW 01 Desa Gunung dalam Kota Mulya Bogor Kamp. Mekar Jaya RT Pengecer Luar 03 RW 01 Desa Kota Bogor Gunung Mulya Griya Melati Bubulak Koperasi (Pengumpul)
Pasar yang Dituju Pengecer dalam dan luar Kota Bogor Konsumen Akhir Konsumen Akhir Konsumen Akhir Konsumen Akhir
Pengecer dalam Bogor dan Agen (Freezer Point) Bogor dan Jakarta Griya Melati Bubulak Koperasi Agen (Freezer (Pengumpul Point) Bogor dan dan pengolah Jakarta daging kelinci) Situ Uncal Kaler RW Koperasi Konsumen Akhir 03 RT 07 Desa (pengolah Purwasari Dramaga sandal dan tas Bogor dari bulu dan kulit kelinci)
91
Lampiran 4. Biaya Tataniaga Kelinci Per Lembaga Tataniaga Kelinci Biaya ditingkat tengkulak Jenis kelinci kelinci betina lokal kelinci jantan lokal biaya pembelian bibit harga beli biaya perawatan harga jual Keuntungan
Harga (Rp/ekor) Jumlah (ekor) 40.000 1 25.000 1 65.000 8 8125 65000 1.562,50 12500 10.000 80.000 312,50 2.500
Jenis kelinci kelinci bentina luar kelinci jantan biaya pembelian bibit harga beli biaya perawatan harga jual Keuntungan
Jumlah (ekor) Harga (Rp/ekor) 300.000 1 25.000 1 325.000 8 40625 325000 2.500 20000 50.000 400000 6.875 55000
Jenis kelinci kelinci betina pedaging kelinci jantan pedaging harga bibit harga beli biaya perawatan harga jual Keuntungan
Harga (Rp/kilogram) Jumlah (Kilogram) 40.000 3 25.000 4 65.000 16 4.063 65000 8.438 135000 18.500 296000 6.000 96000
Biaya Tataniaga di ditingkat Tengkulak Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan Biaya Penyimpanan Total Biaya Tataniaga
Harga Total (Rp) Jumlah (Ekor) (Rp/Ekor) 80.000 1.490 53,69127517 120.000 1.490 80,53691275 57.250 1.459 39,23920493 257.250 176,3193968
Biaya Tataniaga kelinci Hias Luar Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan Biaya Penyimpanan Total Biaya Tataniaga
Harga Total (Rp) Jumlah (Ekor) (Rp/Ekor) 20.000 40 500 15.000 40 375 10.000 40 250 45.000 1125 92
Biaya Tataniaga ditingkat Koperasi Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan Biaya Penyimpanan Total Biaya Tataniaga
Harga Total (Rp) Jumlah (Ekor) (Rp/Ekor) 100.000 200 500 60.000 200 300 57.250 200 286,25 217.250 1086,25
Biaya Tataniaga kelinci Hias Luar Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan Biaya Penyimpanan Total Biaya Tataniaga
Harga Total (Rp) Jumlah (Ekor) (Rp/Ekor) 20.000 40 500 15.000 40 375 57.250 40 1431,25 92.250 2306,25
Biaya Tataniaga kelinci Pedaging Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan Biaya Penyimpanan Biaya pengolahan Total biaya tataniaga
Harga Jumlah (Rp) (kilogram) 40.000 10.000 25.000 307.500 382.500
40 40 40 40
Total (Rp/kilogram) 1000 250 625 7687,5 9562,5
Biaya Tataniaga di tingkat Pengecer Pengecer Kelinci Hias Lokal Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal Biaya pengangkutan
Tujuan : Kebun Raya dan Cibinong
Pembelian kelinci dari Tengkulak
Harga (Rp) 160.000
Jumlah (Ekor) 1.351
Biaya Pengemasan Biaya Penyimpanan
45.000 100.000
1.351 1.351 1.351
Total (Rp/Ekor) 118,430792 33,30866025 74,019245
Biaya Retribusi
20.000
Total Biaya Tataniaga
325.000
14,803849
Pengecer Kelinci Jenis Hias Lokal Biaya Tataniaga Kelinci Hias Luar
Tujuan : Pasar Leweliang dan IPB
Pembelian kelinci dari Peternak
Harga (Rp)
Jumlah (Ekor)
Biaya pengangkutan
20.000
80
250
Biaya Pengemasan Biaya Penyimpanan
45.000 20.000
80 80
562,5 250
Biaya Retribusi
20.000
80
250
Total Biaya Tataniaga
105.000
80
1312,5
240,5625463
Total (Rp/Ekor)
93
Pengecer Kelinci Hias Lokal Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal
Tujuan : Kebun Raya dan Cibinong
Pembeli kelinci dari koperasi
Harga (Rp)
Jumlah (Ekor)
Total (Rp/Ekor)
Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan
80.000 30.000
200 200
400 150
Biaya Penyimpanan
20.000
200
100
Biaya Retribusi
20.000
200
100
Total Biaya Tataniaga
150.000
200
750
Pengecer Kelinci Hias Lokal Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal
Tujuan Jakarta dan Depok
Pembeli kelinci dari tengkulak
Harga (Rp)
Jumlah (Ekor)
Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan
160.000 45.000
78 78
2051,282051 576,9230769
Biaya Penyimpanan Biaya Retribusi
10.000 20.000
78 78
128,2051282 256,4102564
Total Biaya Tataniaga
235.000
78
3012,820513
Pengecer Kelinci Hias Luar Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal
Tujuan Kebun Raya dan Cibinong
Pembelian kelinci dari tengkulak
Harga (Rp)
Jumlah (Ekor)
Total (Rp/Ekor)
Total (Rp/Ekor)
Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan
40.000 15.000
40 40
1000 375
Biaya retribusi Total Biaya Tataniaga
20.000 75.000
40 40
500 1875
Pengecer Kelinci Hias Luar Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal Biaya pengangkutan
Tujuan : Kebun Raya dan Cibinong
Pembelian kelinci dari koperasi
Harga (Rp) 40.000
Jumlah (Ekor) 40
Total (Rp/Ekor) 1000
Biaya Pengemasan Biaya retribusi
15.000 20.000
40 40
375 500
Total Biaya Tataniaga
75.000
40
1875
Pengecer Kelinci Hias Luar Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal
Jakarta dan Depok
beli dari tengkulak
Harga (Rp)
Jumlah (Ekor)
Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan
80.000 15.000
20 20
4000 750
Biaya retribusi Total Biaya Tataniaga
20.000 115.000
20 20
1000 5750
Total (Rp/Ekor)
94
Pengecer Kelinci Pedaging Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal Biaya pengangkutan
Tujuan :Konsumen Bogor
Pembelian kelinci dari Koperasi
30.000
15
Total (Rp/kilogram) 2000
Biaya Pengemasan
15.000
15
1000
Biaya penyimpanan
15.000
15
1000
Total biaya tataniaga
60.000
15
4000
Pengecer Kelinci Pedaging Biaya Tataniaga Kelinci Hias Lokal
Jumlah (kilogram)
Harga (Rp)
Tujuan : Konsumen Luar Bogor Harga (Rp)
Pembelian kelinci dari koperasi Jumlah Total (kilogram) (Rp/kilogram)
Biaya pengangkutan Biaya Pengemasan
80.000 15.000
15 15
5333,333333 1000
Biaya penyimpanan Total biaya tataniaga
15.000 110.000
15 15
1000 7333,333333
95
Lampiran 5. Dokumentasi di Lokasi Penelitian Kandang Peternak kelinci
Salah satu jenis kelinci hias lokal
Kelinci hias lokal umur 3 minggu
sandal dari bulu dan kulit kelinci
baso dari daging kelinci
nugget dari daging kelinci
96