ANALISIS SUBSTITUSI IMPORT PRODUK MANUFAKTUR
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Jakarta – 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan laporan Pengembangan Model Model Simulasi dan Analisis Impor Produk Manufaktur tepat pada waktunya tanpa halangan suatu apapun. Aplikasi ini dibangun memiliki tujuan utama melakukan analisis tingkat substitusi impor dan pengukuran kecenderungan substitusi impor yang telah terjadi selama ini dari tahun-ketahun. Kelangkaan bahan baku impor yang banyak memerlukan substitusi bahan domestik dalam jumlah yang besar. Apabila dalam waktu dekat kebutuhan bahan baku impor tidak segera terpenuhi, akan mengakibatkan tingkat produksi menurun dan secara tidak langsung akan menurunkan tingkat produksi ekspor. Sebaliknya, dengan bahan baku impor yang rendah, dalam waktu singkat kekurangan bahan baku dapat segera dipenuhi oleh barang domestik. Akibatnya tingkat produksi tetap terjaga dan secara tidak langsung tingkat produksi untuk ekspor dapat tetap dipertahankan. Depresiasi tetap mendorong permintaan barang dari luar negeri karena hargan domestik yang relatif lebih murah dibanding harga non domestik. Sejalan dengan waktu, peningkatan ekspor akan meningkatkan produksi. Produksi domestik yang mampu mencukupi kebutuhan ekspor barang jadi maupun kebutuhan bahan baku barang ekspor tentunya akan memperkuat ketahanan produksi domestik. Namun adakalanya kebutuhan bahan baku tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Alhasil alternatif pemenuhan bahan baku berasal dari import. Fenomena substitusi import telah terjadi dalam praktek perdagangan internasional di Indonesia. Penelitian ini memperhatikan porsi dari kandungan impor yang diharapkan dapat menangkap perubahan yang terjadi pada komoditi yang memiliki kandungan impor. Penelitian ini akan difokuskan pada komoditi industri manufaktur atau industri pengolahan. Kelompok industri ini memiliki komponen impor sangat bervariasi sehingga depresiasi nilai tukar akan sangat
i
mempengaruhi performa dari ekspor komoditi ini. Ada beberapa komoditi manufaktur yang meningkat jika depresiasi nilai tukar terjadi, sebaliknya terdapat juga komoditi manufaktur yang menurun akibat terjadi depresiasi. Pengaruh volatilitas nilai tukar dan fluktuasi nilai tukar terhadap ekspor manufaktur ada yang cepat terjadi dengan elastisitas yang tinggi bahkan ada yang lambat terjadi dengan elastisitas yang rendah. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan dari semua pihak untuk tahap pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang. Besar harapan penulis bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca. Jakarta, September 2013 Tim Analisis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang
1
BAB II
BAB III
BAB IV
1.2. Pokok Permasalahan
14
1.3. Tujuan Penelitian dan Penyusunan Aplikasi
15
1.4. Keluaran Penelitian dan Aplikasi yang Diharapkan
15
TINJAUAN LITERATUR
16
2.1. Kondisi Ekspor dan Impor Indonesia
16
2.2. Dari Importi ke Eksportir
19
METODOLOGI PENELITIAN
22
3.1. Sumber Data
22
3.2. Metode Proses Data
27
3.3. Penghitungan Substitusi Impor
28
3.4. Penghitungan Tabulasi Silang
29
PENGUKURAN TINGKAT RASIO BAHAN BAKU IMPOR
30
4.1. Pengaturan Kelompok Tingkat Rasio Impor
32
4.2. Tingkat Substitusi Impor Menurut KBLI 5 Digit
32
4.3. Output Nilai Import Tiap Tahun
35
4.4. Output KBLI 4 Digit (TingkatSubstitusi Impor)
36
4.5. Output KBLI 2 Digit (Tingkat Substitusi Impor)
37
4.6. Output Tingkat Trend
38
4.7. Output Regresi
40
4.8. Data Ekspor Terbesar
42
4.9. Analisis Tingkat Impor Industri
44
4.9.1. Rasio Impor Terbesar
44
iii
4.9.2. Rasio Impor Terkecil 4.10. Analisis Silang
46 47
4.10.1. Distribusi Menurut Substitusi Impor Terhadap
48
Tingkat Rasio Impor 4.10.2. Distribusi Menurut Substitusi Impor Terhadap
49
Tingkat Output 4.10.3. Distribusi Menurut Substitusi Impor Terhadap
50
Tingkat Produksi 4.11. Pemakaian Bahan Baku Impor Untuk Industri
52
Tertentu BAB V
4.12. Benchmarking Program Subtitusi Impor di Brazil
55
PENUTUP
57
5.1. Kesimpulan
57
5.2. RekomendasI
59
DAFTAR PUSTAKA
60
LAMPIRAN
61
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1
Impor Nonmigas Indonesia 10 Golongan Barang Utama HS 2 Digit, Januari-Agustus 2011 dan 2012
8
Tabel 1.2
Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Agustus 2011 dan 2012
9
Tabel 1.3
Daftar Lapangan Usaha Dengan Pemakaian Bahan Baku Impor Rendah (Tahun 2003)
10
Tabel 1.4
Daftar Lapangan Usaha Dengan Pemakaian Bahan Baku Impor Tinggi (Tahun 2003)
12
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.1
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia
Gambar 3.1
Ekspor Indonesia ke Dunia Berdasarkan HS 10 Digit
23
Gambar 3.2
Impor Indonesia dari Dunia Berdasarkan HS 10 Digit
24
Gambar 3.3
Volume dan Nilai Pemakaian Bahan Baku Menurut Jenis Barang, 2009
24
Gambar 3.4
Karakteristik Industri Manufaktur Skala Besar dan Sedang Menurut KBLI 5 Digit
25
Gambar 3.5
Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
25
Gambar 3.6
Konkordansi Kode ISIC/HS/KBLI/CPC
26
Gambar 3.7
Kode HS Berdasarkan 10 Digit
26
Gambar 3.8
Uraian Kelompok Komoditi Menurut Barang Modal, Bahan Baku Penolong dan Barang Konsumsi
27
Gambar 4.1
Pengukuran Rasio bahan Baku Impor terhadap Total
30
Gambar 4.2
Substitusi Impor Menurut KBLI 5 Digit
33
Gambar 4.3
Output Nilai Import Tiap Tahun
35
Gambar 4.4
Output KBLI 4 Tingkat Substitusi Impor
36
Gambar 4.5
Output KBLI 2 Digit (Tingkat Substitusi Impor)
37
Gambar 4.6
Tingkat Rasio Impor dan Trend Rasio Import
39
Gambar 4.7
Output Regresi
41
Gambar 4.8
Data Ekspor Terbesar
43
Gambar 4.9
Data Rasio Impor Terbesar
44
Gambar 4.10 Data Rasio Impor Terkecil
vi
5
46
Gambar 4.11 Tabulasi Silang Substitusi Impor Terhadap Tingkat Rasio Impor
48
Gambar 4.12 Tabulasi Silang Substitusi Impor Terhadap Tingkat Output
49
Gambar 4.13 Tabulasi Silang Substitusi Impor Terhadap Tingkat Nilai Produksi
51
Gambar 4.14 Perilaku Pemakaian Bahan Baku Impor untuk Industri Tertentu
53
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perdagangan luar negeri pada era globalisasi sekarang ini merupakan suatu
keharusan yang tidak dapat dihindari oleh suatu negara, karena tanpa itu suatu negara tidak akan mampu untuk dapat bertahan. Perdagangan luar negeri merupakan suatu sarana dan stimulator penting bagi pertumbuhan ekonomi, yaitu: memperbesar kemampuan konsumsi suatu negara, meningkatkan output dunia dan memberikan jalan bagi pasaran produk-produk seluruh dunia, yang tanpa melalui perdagangan tidak akan mungkin dapat bagi negara-negara miskin untuk berkembang. Peranan perdagangan luar negeri dalam proses pembangunan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung adalah dapat meningkatkan pendapatan, membuka kesempatan kerja, meningkatkan penghasilan devisa, mentransfer modal dan teknologi dari luar negeri, dan dapat mengembangkan industri baru didalam negeri atau usaha industrialisasi. Disamping itu, perdagangan luar negeri juga menyebabkan terjadinya perubahan dari beberapa variabel dalam sektor ekonomi yang akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Salah satu bentuk perdagangan luar negeri tersebut adalah ekspor dan impor, dimana ekspor dan impor memainkan peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi, terutama bagi negara-negara berkembang. Industri ekspor merupakan sektor yang menjadi landasan bagi perkembangan produktifitas, kemudian produktifitas ini berangsur-angsur menjalar keseluruh sektor ekonomi. Dalam melakukan kegiatan ekspor ini, suatu perusahaan dapat melakukan transfer barang dan jasa melewati batas-batas negara dimanapun yang merupakan tujuan dari ekspor perusahaan tersebut. Kegiatan ekspor juga mempertimbangkan persoalan pasar luar negeri, terutama diantaranya perusahaan kecil dan 1
menengah, yang akan mengurangi resiko bisnis, dimana komitmen terhadap sumber daya yang sedikit dan tingginya fleksibilitas aksi yang ditawarkan. Indonesia sebagai negara berkembang melakukan kegiatan ekspor sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan cadangan devisa. Banyak langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan nilai ekspor, diantaranya dengan memanfaatkan bahan baku import dan meningkatkan daya saing produk ekspor agar dicapai nilai ekspor yang semakin meningkat. Pemerintah ikut melakukan pembinaan peningkatan kualitas dan penyesuaian harga agar dapat dicapai daya saing yang lebih baik untuk meningkatkan ekspor. Di masa nilai tukar mengambang terkendali pemerintah melakukan kebijakan nilai tukar mengambang terkendali dan melakukan penyesuaian nilai tukar untuk meningkatkan daya saing barang ekspor. Seturut dengan semakin stabilnya nilai tukar setelah krisis keuangan global tahun 2008, Indonesia meningkatkan aktivitas ekonomi dengan melakukan substitusi impor barangbarang intermediasi untuk meningkatkan produksi bagi kebutuhan domestik dan kebutuhan ekspor. Kebijakan substitusi impor untuk tujuan ekspor sangat baik dilakukan karena dapat memberikan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas produksi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada nilai tukar tidak hanya merubah nilai ekspor tapi juga merubah nilai impor. Depresiasi membuat harga barang ekspor semakin murah dan meningkatkan permintaan ekspor. Sebaliknya, harga barang impor terasa semakin mahal dan menurunkan daya beli domestik untuk melakukan impor. Kebutuhan bahan baku impor tentunya dapat diganti dengan ketersediaan bahan baku dari dalam negeri, namun tidak semua dapat dipenuhi karena tergantung kepada tingkat substitusi antara bahan baku impor dengan bahan baku dalam negeri. Kelangkaan bahan baku impor yang banyak memerlukan substitusi bahan domestik dalam jumlah yang besar. Apabila dalam waktu dekat kebutuhan bahan baku impor tidak segera terpenuhi, akan mengakibatkan tingkat produksi menurun 2
dan secara tidak langsung akan menurunkan tingkat produksi ekspor. Sebaliknya, dengan bahan baku impor yang rendah, dalam waktu singkat kekurangan bahan baku dapat segera dipenuhi oleh barang domestik. Akibatnya tingkat produksi tetap terjaga dan secara tidak langsung tingkat produksi untuk ekspor dapat tetap dipertahankan. Depresiasi tetap mendorong permintaan barang dari luar negeri karena hargan domestik yang relatif lebih murah dibanding harga non domestik. Sejalan dengan waktu, peningkatan ekspor akan meningkatkan produksi. Produksi domestik yang mampu mencukupi kebutuhan ekspor barang jadi maupun kebutuhan bahan baku barang ekspor tentunya akan memperkuat ketahanan produksi domestik. Namun adakalanya kebutuhan bahan baku tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Alhasil alternatif pemenuhan bahan baku berasal dari import. Fenomena substitusi import telah terjadi dalam praktek perdagangan internasional di Indonesia. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ekananda (2003) diperoleh adanya hubungan yang berbeda antara fluktuasi nilai tukar terhadap ekspor pada jumlah bahan baku impor yang berbeda. Adanya perbedaan bahan baku impor akan mempengaruhi berubahnya dampak fluktuasi nilai tukar terhadap nilai ekspor sampai kepada dampak yang maksimal. Perubahan sampai kepada dampak yang maksimal lebih cepat terjadi pada ekspor dengan bahan baku impor rendah dibandingkan dengan ekspor dengan bahan baku tinggi. Dengan demikian, akibat depresiasi, peningkatan nilai ekspor dengan kandungan impor rendah memerlukan waktu penyesuaian yang lebih cepat dibandingkan dengan nilai ekspor dengan kandungan impor tinggi. Perubahan naik-turunnya nilai tukar dalam penelitian ini didefinisikan sebagai fluktuasi nilai tukar. Fluktuasi nilai tukar yang sering terjadi akan mengakibatkan harga barang impor dan ekspor tidak menentu. Demikian juga fluktuasi nilai tukar yang semakin besar akan membuat harga barang impor dan ekspor berubah semakin besar. Disini tingkat kecenderungan berubahnya nilai 3
tukar, yaitu seberapa sering dan seberapa besarnya fluktuasi nilai tukar didefinisikan sebagai volatilitas nilai tukar1. Semakin tingginya volatilitas nilai tukar menunjukkan semakin tingginya ketidakpastian fluktuasi nilai tukar 2. Volatilitas nilai tukar yang tinggi menyebabkan pengadaan barang impor dan ekspektasi keuntungan dari ekspor menjadi tidak menentu. Pada bulan Agustus 1997 Indonesia memasuki rejim nilai tukar mengambang bebas dengan dilepasnya rentang intervensi. Fluktuasi nilai tukar sering terjadi dengan perbedaan yang cukup besar sehingga meningkatkan volatilitas nilai tukar. Depresiasi nilai tukar yang besar seharusnya meningkatkan ekspor. Sebaliknya yang terjadi adalah nilai ekspor dan impor turun. Data statistik menunjukkan bahwa ekspor dan impor memerlukan waktu penyesuaian untuk meningkat dan bertumbuh dengan baik. Ekananda (2003) menjelaskan bahwa Indonesia menghadapi tantangan dalam meningkatkan nilai ekspor non migas. Masalah utama yang dihadapi yaitu beragamnya karakteristik komoditi non migas yang diekspor. Akibatnya, fluktuasi nilai tukar dan volatilitas nilai tukar rupiah memiliki efek yang berbeda pada nilai ekspor setiap komoditi. Pengaruh ini dapat saja signifikan atau bahkan tidak signifikan sama sekali. Setiap komoditi yang diekspor ke berbagai negara memiliki waktu penyesuaian yang berbeda, dengan kata lain nilai tukar dan volatilitasnya tidak langsung memberikan pengaruh yang sama dan signifikan pada nominal ekspor. Adanya impor sebagai bahan baku untuk memproduksi komoditi ekspor tentunya akan mempengaruhi performa ekspor akibat pengaruh dari nilai tukar dan volatilitas nilai tukar. Akibatnya, penyesuaian nilai tukar untuk meningkatkan ekspor tidak dapat diharapkan memberikan pengaruh yang seragam. Sejalan dengan penelitian diatas, penelitian yang akan dibahas disini difokuskan pada substitusi impor sebagai langkah kebijakan yang dapat 1
Gourieroux (2001) dalam bukunya Financial Econometrics, Problem, Model and Methods, mendefinisikan volatilitas sebagai time-variying variance. Variance disini sebagai besaran yang menunjukkan besarnya perubahan data pada suatu kelompok data, maka volatilitas berarti yang berarti tingkat perubahan varian antar waktu. 2 Ketidakpastian ini menunjukkan tingkat resiko dari nilai tukar.
4
meningkatkan ekspor. Kebijakan impor bahan baku untuk tujuan peningkatan produksi seharusnya dapat meningkatkan ekspor dan meningkatkan kemampuan ekspor dan daya saing ekspor. Penelitian ini memperhatikan porsi dari kandungan impor yang diharapkan dapat menangkap perubahan yang terjadi pada komoditi yang memiliki kandungan impor. Penelitian ini akan difokuskan pada komoditi industri manufaktur atau industri pengolahan. Kelompok industri ini memiliki komponen impor sangat bervariasi sehingga depresiasi nilai tukar akan sangat mempengaruhi performa dari ekspor komoditi ini. Ada beberapa komoditi manufaktur yang meningkat jika depresiasi nilai tukar terjadi, sebaliknya terdapat juga komoditi manufaktur yang menurun akibat terjadi depresiasi. Pengaruh volatilitas nilai tukar dan fluktuasi nilai tukar terhadap ekspor manufaktur ada yang cepat terjadi dengan elastisitas yang tinggi bahkan ada yang lambat terjadi dengan elastisitas yang rendah. Berikut ini adalah sedikit rekam jejak perdagangan internasional Indonesia beberapa tahun lalu.
Gambar 1.1 Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Sumber: BPS (diolah Puska Daglu) Gambar 1.1 menunjukkan bahwa pada periode 2000 hingga 2010, nilai ekspor Indonesia selalu lebih besar dibandingkan nilai impornya. Nilai ekspor Indonesia ke pasar dunia hampir selalu mengalami peningkatan dari tahun ke 5
tahun. Pertumbuhan positif nilai ekspor Indonesia yang cukup signifikan pada periode 2004-2008 disebabkan oleh meningkatnya harga produk turunan primer dipasar dunia. Indonesia sebagai salah satu negara yang banyak mengekspor produk turunan primer mendapatkan keuntungan dengan adanya peningkatan harga tersebut. Namun, harga komoditas termasuk komoditas pertanian di pasar internasional mengalami penurunan pada akhir tahun 2008 sehingga berakibat pada penurunan nilai ekspor Indonesia. Penurunan nilai ekspor Indonesia hanya terjadi pada tahun 2009 dari US$ 137,020,424,402 menjadi US$ 116,509,991,781. Penurunan tersebut bersaman dengan terjadinya krisis finansial global yang berdampak pada negara-negara lainnya termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, nilai ekspor Indonesia meningkat secara signifikan sebesar 35.42 persen menjadi US$ 157,779,103,470.
Sementara
itu,
perkembangan
impor
Indonesia
juga
menunjukkan kecenderungan yang hampir sama dengan ekspornya. Peningkatan impor yang cukup signifikan terjadi pada periode 2004 hingga 2008. Pada tahun 2004, impor Indonesia meningkat sebesar 42.92 persen dari US$ 32,550,681,484 menjadi US$ 46,524,531,358. Pada tahun 2008, peningkatan impor kembali terjadi sebesar 73.54 persen menjadi US$ 129,244,050,291. Sementara itu, penurunan nilai impor sebesar 25.08 persen terjadi pada tahun 2009. Penurunan nilai impor ini bersamaan dengan terjadinya penurunan nilai impor di tahun yang sama sebesar 14.96 persen. Pada tahun 2010, nilai impor Indonesia kembali mengalami peningkatan sebesar 40.1 persen dan mencapai nilai tertinggi yaitu sebesar US$ 135,663,280,214. Ekspor Indonesia pada Juni 2012 mengalami penurunan sebesar 8,70 persen dibanding Mei 2012, yaitu dari US$16.829,5 juta menjadi US$15.364,9 juta. Bila dibandingkan dengan Juni 2011, ekspor mengalami penurunan sebesar 16,44 persen. Penurunan ekspor Juni 2012 disebabkan oleh menurunnya ekspor nonmigas sebesar 4,04 persen, yaitu dari US$13.104,6 juta menjadi US$12.575,8 juta, demikian juga ekspor migas turun sebesar 25,12 persen dari US$3.724,9 juta menjadi US$2.789,1 juta. Lebih lanjut penurunan ekspor migas disebabkan oleh 6
menurunnya ekspor minyak mentah sebesar 24,04 persen menjadi US$845,3 juta dan ekspor hasil minyak turun sebesar 20,28 persen menjadi US$307,5 juta. Demikian juga ekspor gas ; Nilai ekspor Indonesia Juni 2012 mencapai US$15,36 miliar atau mengalami penurunan sebesar 8,70 persen dibanding ekspor Mei 2012. Demikian juga bila dibanding Juni 2011 mengalami penurunan sebesar 16,44 persen. ; Ekspor nonmigas Juni 2012 mencapai US$12,58 miliar, turun 4,04 persen dibanding Mei 2012, demikian juga bila dibanding ekspor Juni 2011 turun 15,00 persen. ; Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari–Juni 2012 mencapai US$96,88 miliar atau turun 1,76 persen dibanding periode yang sama tahun 2011, sementara ekspor nonmigas mencapai US$76,83 miliar atau turun 2,79 persen. ; Penurunan ekspor nonmigas terbesar Juni 2012 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$334,8 juta, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$137,9 juta. Nilai impor Indonesia Agustus 2012 mencapai US$13.867,0 juta atau turun US$2.487,4 juta (15,21 persen) jika dibanding impor Juli 2012. Hal ini lebih disebabkan oleh besarnya penurunan impor nonmigas, yaitu US$3.038,6 juta (22,35 persen), walaupun impor migas mengalami peningkatan sebesar US$551,2 juta (19,97 persen). Lebih lanjut peningkatan impor migas disebabkan oleh naiknya impor minyak mentah dan hasil minyak masing-masing sebesar US$327,4 juta (50,32 persen) dan US$207,3 juta (10,41 persen). Demikian juga dengan impor gas yang meningkat US$16,5 juta (13,89 persen). Selama Januari-Agustus 2012, nilai impor Indonesia mencapai US$126.670,6 juta. Hal ini berarti impor Indonesia mengalami peningkatan sebesar US$11.807,0 juta (10,28 persen) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan terjadi pada impor migas sebesar US$660,7 juta atau 2,46 persen. Sementara itu impor nonmigas juga meningkat sebesar US$11.146,3 juta (12,66 persen). Secara lebih rinci peningkatan impor migas lebih disebabkan oleh peningkatan impor gas sebesar US$1.036,8 juta (105,93 persen).
7
Tabel 1.1. Impor Nonmigas Indonesia 10 Golongan Barang Utama HS 2 Digit, Januari-Agustus 2011 dan 2012
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu) Tabel 1.1 menjelaskan bahwa dibandingkan dengan tahun 2011 pada periode yang sama, tahun 2012 terjadi peningkatan disemua Golongan Barang 2 Digit kecuali pada Serelia. Dilihat dari peranan terhadap total impor nonmigas Indonesia Januari-Agustus 2012, impor mesin dan peralatan mekanik memberikan peranan terbesar, yaitu 18,97 persen, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 12,75 persen; besi dan baja sebesar 7,05 persen; kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar 6,64 persen; bahan kimia organik sebesar 4,67 persen; plastik dan barang dari plastik sebesar 4,65 persen; barang dari besi dan baja sebesar 3,17 persen, kapal terbang dan bagiannya sebesar 3,00 persen. Sementara itu, impor dua golongan barang sisanya mempunyai peranan di bawah 3,00 persen, yaitu serealia sebesar 2,28 persen; dan pupuk sebesar 1,98 persen. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 65,16 persen dari total impor nonmigas atau 51,01 persen dari total impor keseluruhan. Dari total impor Indonesia Agustus 2012 sebesar US$13.867,0 juta, impor bahan baku/penolong memberikan peranan terbesar, yaitu 72,30 persen dengan nilai US$10.025,4 juta, diikuti oleh impor barang modal sebesar 20,89 persen (US$2.896,9 juta), dan impor barang konsumsi sebesar 6,81 persen (US$944,7 juta). 8
Tabel 1.2. Impor Indonesia Menurut Golongan Penggunaan Barang Januari-Agustus 2011 dan 2012
Sumber: BPS (diolah Puska Daglu) Impor Indonesia yang dirinci menurut golongan penggunaan barang, selama Januari-Agustus 2012 dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya mengalami peningkatan untuk semua golongan, yaitu untuk impor barang konsumsi dari US$8.754,8 juta menjadi US$8.911,4 juta atau meningkat 1,79 persen dan impor bahan baku/penolong dari US$86.084,3 juta menjadi US$91.998,0 juta (naik 6,87 persen). Demikian juga dengan impor barang modal meningkat dari US$20.024,5 juta menjadi US$25.761,2 juta atau naik 28,65 persen. Selanjutnya, peranan impor Indonesia menurut golongan penggunaan barang Januari–Agustus 2011 dan 2012 secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.2. dari data ini kita tidak dapat mengetahui peran bahan baku ini untuk tujuan ekspor. Tabel 1.3 dan Tabel 1.4 menjelaskan Kelompok Lapangan Usaha memerlukan bahan baku impor dan domestik untuk tujuan produksi. Produksi yang dilakukan untuk kebutuhan domestik dan kebutuhan ekspor. Dengan menggunakan teknik statistik, kandungan impor dibagi menjadi kandungan impor tinggi dan rendah.
9
Tabel 1.3. Daftar Lapangan Usaha Dengan Pemakaian Bahan Baku Impor Rendah (Tahun 2003) KODE 17111 17115 17122 17123 17124 17213 17231 17291 17293 17301 17303 17304 17400 19111 19129 19209 20101 20102 20103 20104 20211 20212 20213 20214 20220 20230 20291 20292 20293 20294 20299 21013 21019 21020 21090 22110 22120 22130 22210 22220 23100 23201 23202 24115 24119 24121 24122 24129 24234 24241 24294 25112 25121 25122 25123
NAMA INDUSTRI Persiapan serat textile kain tenun ikat Penyempurnaan kain Percetakan textile Batik Tekstil untuk kosmetika Tali Kain pita Bordir sulaman Kain rajut Rajutan kaos kaki Barang jadi rajutan Kapuk Pengawetan kulit Brg dari kulit dan klt buatan untuk keperluan lain Alas kaki lainnya Penggergajian kayu Pengawetan kayu Pengawetan rotan Pengolahan rotan kayu lapis Kayu lapis laminasi Panel kayu Veneer Moulding dan komponen bahan bangunan Petikemas kec. Petimati Anyaman dari rotan dan bambu Selain anyaman dari rotan dan bambu Ukiran kec. Furnitur Alat dapur dari kayu Barang dari kayu tidak terklasifikasikan Kertas berharga Kertas lainnya Kertas kemasan dari kotak dan karton Kertas kemasan dari kotak dan karton lainnya Penerbitanbuku, brosur dan publikasilainnya Penerbitan surat kabar, jurnal dan majalah Penerbitan untuk ind. Rekaman Percetakan Jasa penunjang percetakan Batu bara Pengilangan minyak bumi Pengolahan gas bumi Kimia dasar org. dari hasil pertanian Kimia dasar org yg tdk termasuk gol. Manapun Pupuk alam/non-sintesis Pupuk buatan tunggal Pupuk lainnya Jamu Sabun& bhn pembersih keperluam RT termsk pasta Minyak atsiri Vulkanisir ban Pengasapan karet Remiling karet Karet remah
IMPORT 605,122 53,726 260,624,958 567,432,196 4,479,523 6,030,562 6,294,743 5,249,640 1,946,807 12,815,760 6,980 18,400 4,062,092 5,108,595 123,014 311,691,299 142,551,799 64,380,361 43,999 218,069,942 28,684 29,802 43,169,875 14,416,265 857,136 27,032,360 14,576,996 398,411,343 94,592,763 100,578,967 5,281,973 165,747 616,214 639,645 3,224 728,386 332,537,308 2,450,431 499,152,175 3,146,284 316,067,242 11,313,532 12,748,633 750,327 2,982,990 161,061,818
TOTAL 838,723,109 13,427,582 1,641,624,365 4,626,037,834 64,161,082 13,289,727 74,490,527 39,567,023 95,075,339 472,753,800 93,050,651 1,096,152 25,807,487 383,706 262,518 73,980,432 839,684,287 469,152,234 22,557,309 139,780,470 6,990,098,873 5,069,491,293 1,058,440,970 15,556,280 3,992,646,205 22,402,385 140,355,800 2,797,453 212,584,422 128,225,857 25,386,507 766,238,378 259,889,904 3,102,329,421 489,725,282 930,149,892 343,704,552 17,218,850 49,879,413 34,345,367 3,311,406 969,950 181,615,106 153,031,900 2,274,539,072 36,628,535 2,420,498,791 1,395,226 79,883,916 1,574,688,098 127,005,314 58,592,351 156,315,855 258,043,985 6,572,533,944
% 0.072 0.400 15.876 12.266 6.982 8.096 15.909 5.522 0.412 13.773 0.637 7.009 5.491 0.608 0.026 4.459 2.812 6.083 0.283 5.462 0.128 0.021 20.307 11.243 3.376 3.528 5.609 12.842 19.315 10.813 1.537 0.332 1.794 19.316 0.002 0.476 14.620 6.690 20.622 3.939 20.072 8.908 21.758 0.480 1.156 2.451
10
Tabel 1.3. Daftar Lapangan Usaha Dengan Pemakaian Bahan Baku Impor Rendah (Tahun 2003) KODE 25191 25201 26112 26129 26322 26324 26411 26412 26423 26501 26503 26509 26900 27103 28112 28113 28939 29150 29192 29199 29211 29221 29263 29270 30003 31501 34200 35111 35921 35990 36101 36102 36103 36104 36109 36911 36912 36915 36921 36941 37200 36921 36941 37200
NAMA INDUSTRI
IMPORT
Barang dari karet utk keperluan rumah tangga Pipa dan slang plastik Kaca pengaman Barang-barang lainnya dari gelas Batu bata dari tanah liat Bhn bangunan dari tanah liat selain bt.bata & genteng Semen Kapur Barang-barang dari semen dan kapur untuk konstruksi Brg dari marmer& granit u/ keperluan RT & pajangan Barang dari batu u/ keperluan RT dan pajangan Barang dari marmer, granit dan batu lainnya Barang galian bukan logam lainnya Pipa dan sambungan pipa dari baja Barang dari logam dari Alumunium u/ bangunan Konstruksi berat siap pasang dr baja u/ bangunan Alat lainnya dari logam Alat pengangkat dan pemindah Mesin timbangan Mesin umum lainnya Mesin pertanian dan kehutanan Mesin perkakas untuk pengolahan logam Mesin tekstil Senjata dan amunisi Mesin kantor, komputasi dan akuntansi elektr. bola lampu pijar Karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih Kapal atau perahu Sepeda dan becak Alat angkut yang tak terklasifikasikan Furnitur dari kayu Furnitur dari rotan Furnitur dari plastik Furnitur dari logam Furnitur yang belum tercakup Industri Permata Barang perhiasan berharga untuk keperluan pribadi Barang perhiasan berharga bukan untuk keperluan pribadi dan bukan logam mulia Alat musik tradisional Alat permainan Daue ulang barang-barang bukan logam Alat musik tradisional Alat permainan Daue ulang barang-barang bukan logam
43,772,382 15,985,649 3,186,381 3,000 203,376 142,973,430 21,411 38,708,828 39,793 1,705,906 196,651 12,612,695 255,980,178 27,367,206 29,424,602 7,916,332 6,240,245 81,278 1,972,472 13,071,041 1,314,404 17,465,923 26,882,661 1,506,217 6,856,772 7,104,711 142,753,863 12,042,824 634,358 23,487,276 1,222,959 2,426,250 716,685
250,256,561 280,892,782 48,028,269 38,205,229 4,366,289 930,835 886,536,175 16,106,914 443,311,496 346,686 91,935,965 3,329,853 89,773,656 1,550,508,555 204,959,978 341,147,237 46,245,080 123,838,059 3,450,337 16,163,534 115,193,138 49,435,856 104,900,110 53,665,597 241,639 312,918,499 125,433,770 180,676,126 31,047,286 5,732,483 3,025,658,352 595,135,963 35,198,261 272,962,552 17,867,829 558,789 194,879,185 11,601,517
TOTAL
17.491 5.691 8.340 0.069 21.849 16.127 0.133 8.732 11.478 1.856 5.906 14.049 16.509 13.352 8.625 17.118 5.039 2.356 12.203 11.347 2.659 16.650 8.591 1.201 3.795 22.884 4.718 2.024 1.802 8.605 6.844 1.245 6.178
%
24,797 24,797
373,572 15,600 44,652,067 373,572 15,600 44,652,067
0.056 0.056
Sumber : BPS (diolah Puska Daglu)
11
Tabel 1.4. Daftar Lapangan Usaha Dengan Pemakaian Bahan Baku Impor Tinggi (Tahun 2003) KODE 17121 17212 17292 18103 18104 18202 19121 19202 21011 21012 21014 21015 24111 24112 24113 24116 24117 24118 24131 24211 24212 24231 24232 24242 24292 24293 24299 24302 25111 25192 25203 25206 26111 26122 26201 26202 26203 26311 26321 26601 27101 27201 27202 27310 27320 28910 28920 28932 28933 28994 28995
NAMA INDUSTRI Penyempurnaan benang Barang jadi tekstile u/ kesehatan Kain untuk industriTextile for industrial Pakaian jadi (garmen) lainnya dr kulit Pakaian jadi (garmen) lainnya dr kulit Pakaian dari kulit berbulu Brg dari kulit dan klt buatan untuk pribadi Sepatu olah raga Bubur kertas Kertas budaya Kertas khusus Kertas industri Kimia dasar anorg. Khlor dan alkali Kimia dasar anorg. Gas bumi Kimia dasar anorg. Pigmen Kimia dasar org,bhn baku zat warna dan pigmen Kimia dasar org dari minyak,gas bumi dan bt.bara Kimia dasar org yg m'hslkan bhn kimia khusus Damar buatan(resin sintesis) dan bahan plastik Bahan baku pemberantas hama(bahan aktif) Pemberantas hama(formulasi) Bahan farmasi Farmasi Kosmetik Bahan peledak Tinta Bahan kimia dan brg kimia lainnya Serat stapel buatan Ban luar dan ban dalam Barang dari karet untuk keperluan industri Media rekam dari plastiik Barang dan perlatan teknik/dari plastik Kaca lembaran Alat laboratorium,farmasi dan kesehatan dari gelas Perlengkapan rumah tangga dari porselin Bahan bangunan dari porselin Alat laboratorium dan alat listrik/technical dari porselin Bata tahan api dan sejenisnya Barang dari tanah liat untuk keperluan rumah tangga Brg dari asbes untuk keperluan bahan bangunan Besi dan baja dasar Pembuatan logam dasar bukan besi Penggilingan logam bukan besi Pengecoran besi dan baja Pengecoran logam bukan besi dan baja Penempaan,pengepresan dan penggulungan logam Jasa industri untuk pekerjaan logam dan brg dr logam Alat pertukangan dari logam Alat untuk rumah tangga Macam-macam wadah dari logam Kawan dan barang dari logam
IMPORT
TOTAL
%
873,328,535 168,761,670 64,825,549 314,883,812 242,880,669 46,993,762 67,888,281 2,671,619,070 4,699,649,999 2,849,039,570 1,876,430,293 1,836,302,054 4,766,650 397,741,549 185,667,885 288,141,380 2,314,230,156 958,781,013 1,612,086,907 65,824,907 492,082,293 289,595,848 2,365,566,353 326,320,651 9,806,450 17,044,177 363,239,343 2,410,806,361 2,642,414,727 64,126,227 88,920,282 305,914,804 207,831,699 54,625,393 212,538,348 501,319,446 36,315,983
1,319,071,532 305,294,136 104,774,541 388,385,936 396,699,940 56,595,423 116,716,403 4,431,593,527 7,630,445,999 5,388,717,034 2,640,629,431 2,587,146,660 9,456,375 483,602,217 262,873,889 380,702,067 4,395,680,995 1,252,008,448 3,149,975,057 124,714,755 765,421,838 335,494,529 3,320,151,792 661,674,012 15,357,007 17,044,177 410,723,089 2,782,955,028 4,899,428,811 104,419,911 179,060,536 517,577,595 310,420,536 54,931,468 244,811,711 818,388,103 52,403,579
66.208 55.278 61.871 81.075 61.225 83.035 58.165 60.286 61.591 52.870 71.060 70.978 50.407 82.246 70.630 75.687 52.648 76.579 51.178 52.780 64.289 86.319 71.249 49.317 63.857 100.000 88.439 86.628 53.933 61.412 49.659 59.105 66.952 99.443 86.817 61.257 69.301
5,502,166 35,502,347
10,255,138 52,528,974
53.653 67.586
86,722,622 604,418,084 608,702,870 1,357,380,780 1,366,594,577 85,692,950 179,271,457 64,171,821
154,056,229 1,063,194,941 930,536,790 1,880,300,812 2,023,186,261 131,631,908 308,478,022 121,777,785
56.293 56.849 65.414 72.190 67.547 65.100 58.115 52.696
7,459,699 327,390,976 1,313,262,020 1,583,308,079
13,186,508 390,887,618 1,911,407,567 2,236,634,274
56.571 83.756 68.707 70.790
12
Tabel 1.4. Daftar Lapangan Usaha Dengan Pemakaian Bahan Baku Impor Tinggi (Tahun 2003) KODE 28997 28999 29112 29113 29120 29130 29142 29193 29222 29223 29240 29299 31101 31102 31103 31201 31300 31401 31402 31502 31900 32100 32200 32300 33111 33113 33121 33201 33202 33203 33300 34100 34300 35112 35115 35911 35912 35922 36913 36922 36993 36999
NAMA INDUSTRI Lampu dari logam Barang lain tak terklasifikasi Motor pembakaran dalam Komponen dan sk cadang mtr penggerak mula Pompa dan kompresor Transmisi mekanik Tungku, oven dan alat pemanas pakai arus listrik Mesin pendingin bukan untuk RT Mesin perkakas untuk pengolahan kayu Mesin perkakas untuk pengolahan material selain logam Mesin untuk pertambangan, penggalian dan konstruksi Mesin khusus lainnya Motor listrik Pembangkit listrik Pengubah tegangan Panel listrik, switch gear kabel listrik dan telepon batubaterai kering akumulaor listrik lampu tabung gas peralatan listrik tak terklasifikasikan tabung dan katup elektronik transmisi komunikasi/ alat komunikasi radio, televisi, alat rekam suara dan gambar Perabot untuk operasi perawatan dan kedokteran gigi peralatankedokteran dan kedokteran gigi Peralatan pengukuran dan pengujian manual Kaca mata teropong dan alat optik Kamera fotografi Lonceng, jam dan sejenisnya Kendaraan bermotor roda empat atau lebih Perlengkapan dan komponen Kendaraan bermotor roda empat atau lebih Peralatan Kapal atau perahu Bangunan lepas pantai Sepeda motor Komponen dan perlengkapan Sepeda motor Komponen dan perlengkapan Sepeda dan becak Barang perhiasan berharga bukan untuk keperluan pribadi Alat musik non tradisional Kerajinan yang tidak terklasifikasikan Pengolahan lainyang tidak terklasifikasikan
IMPORT
TOTAL
%
23,260,943 236,013,780 51,895,757 51,505,484 140,879,148 57,766,560 20,876,386 46,751,137 49,946,280 4,670,965
44,977,144 462,070,341 93,626,391 88,405,451 223,290,483 80,973,218 28,003,590 57,819,209 57,475,334 8,879,818
51.717 51.077 55.429 58.261 63.092 71.340 74.549 80.857 86.900 52.602
724,118,025
1,046,348,953
69.204
167,915,787 135,597,971 8,553,725 218,142,995 224,270,191 1,095,014,264 877,193,164 459,604,651 50,329,584 96,179,231 12,189,630,545
88.243 63.985 57.457 71.726 72.165 49.981 56.845 58.565 70.754 68.305 83.719
1,243,317,703 6,129,720,754 30,211,222
190,287,081 211,922,490 14,887,097 304,133,335 310,773,698 2,190,844,928 1,543,142,783 784,780,616 71,133,692 140,808,802 14,560,234,39 8 1,301,748,770 9,947,238,592 39,606,916
115,462,197 1,784,347 62,111,622 5,139,500 364,107,238 76,996,621 4,712,058,103 2,401,144,316
129,204,018 3,059,691 66,743,963 5,139,500 371,183,334 91,943,696 9,321,843,447 3,280,235,166
89.364 58.318 93.060 100.000 98.094 83.743 50.549 73.200
8,896,966 3,300,436,978 4,342,153,803 1,979,825,980 164,719,033 5,489,002
10,197,206 3,306,684,347 8,543,316,134 4,011,605,594 288,408,962 8,001,988
87.249 99.811 50.825 49.352 57.113 68.595
224,046,896 143,458,634 303,053,124
347,797,711 195,993,159 448,775,469
64.419 73.196 67.529
95.511 61.622 76.278
Sumber : BPS (diolah Puska Daglu)
13
Dari data ini kita dapat mengetahui bahwa terdapat lapangan usaha yang memerlukan impor dibandingkan dengan bahan baku dalam negeri. Kelompok lapangan Usaha memproduksi barang (komoditi) yang ditujukan kepada konsumsi domestik dan ekspor.
1.2
Pokok Permasalahan Kebanyakan Negara berkembang memajukan industrialisasi di negaranya
dengan harapan akan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Industrialisasi dilakukan melalui dua cara, yaitu substitusi impor dan diversifikasi impor. Penyelenggaraan industrialisasi membutuhkan banyak perlengkapan kapital, akan tetapi kebanyakan negara berkembang belum mampu membuat perlengkapan kapital secara mandiri. Untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan kapital, negara akan mengekspor barang primernya agar dapat mengimpor dengan barang kapital. Jadi perekonomian negara berkembang dibangun atas dasar ekspor produksi barang impornya. Perdagangan internasional Indonesia telah mencatat reputasi yang baik selama 10 tahun terakhir. Kontraksi perdagangan terjadi pada tahun 2009 pasca krisis keuangan global. Peningkatan ekspor ternyata diikuti dengan peningkatan impor di berbagai Golongan Barang. Data statistik menunjukkan bahwa impor digunakan sebagian besar untuk kebutuhan bahan baku penolong dibandingkan dengan kebutuhan impor sebagai bahan konsumsi. Besarnya peran impor sebagai bahan baku seharusnya dapat meningkatkan ekspor dibandingkan untuk memenuhi konsumsi domestik. Namun dari data statistik ini kita tidak dapat megetahui peran impor sebagai bahan baku untuk tujuan ekspor dan untuk produksi dalam negeri. Tatanan ekonomi yang baik tentunya konsumsi domestik sebaiknya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Impor bahan baku bertujuan untuk meningkatkan kinerja produksi untuk tujuan ekspor.
14
1.3
Tujuan Penelitian dan Penyusunan Aplikasi Berdasarkan uraian diatas kita ketahui bahwa sebagian besar impor
ditujukan untuk memenuhi kelangkaan bahan baku dari dalam negeri untuk memproduksi barang untuk konsumsi domestik, namun demikian impor juga digunakan untuk memenuhi bahan baku untuk memproduksi barang untuk tujuan ekspor yang akan meningkatkan devisa. Substitusi impor tidak dapat terelakan, namun demikian substitusi ini memberi keuntungan yang besar jika bertujuan sebagai bahan baku produksi untuk tujuan ekspor, meningkatkan orang bekerja, meningkatkan efisien produksi dan menstabilkan inflasi. Besarnya permasalahan yang terjadi, tidak akan dibahas seluruhnya. Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan utama yaitu : 1. Melakukan analisis substitusi impor pada industri pengolahan (manufaktur) tertentu yang memiliki tingkat impor dan substitusi impor yang besar dalam industri pengolahan. 2. Melakukan analisis impor sebagai bahan baku penolong di Indonesia. Analisis untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada impor sebagai bahan baku penolong. 1.4
Keluaran Penelitian dan Aplikasi yang Diharapkan Keluaran yang diperoleh dari kajian ini adalah sebagai berikut.
1.
Menghasilkan analisis deskripsi substitusi impor pada industri pengolahan (manufaktur) yang memiliki tingkat impor terbesar.
2.
Menghasilkan aplikasi pegolahan data impor dan kandungan impor yang menggunakan data KBLI, HS dan KKI terbaru agar pengguna dapat memperoleh informasi substitusi impor pada industri manufaktur.
15
BAB II TINJAUAN LITERATUR
2.1 Kondisi Ekspor dan Impor Indonesia Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah impor. Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya adalah ekspor. Pengutamaan Ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi-dari penekanan pada industri substitusi impor ke industri promosi ekspor.Konsumen dalam negeri membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli barang domestik,menjadi sesuatu yang sangat lazim.Persaingan sangat tajam antarberbagai produk.Selain harga,kualitas atau mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Oktober 2008 mencapai USD118,43 miliar atau meningkat 26,92 persen dibanding periode yang sama tahun 2007, sementara ekspor nonmigas mencapai USD92,26 miliar atau meningkat 21,63 persen. Sementara itu menurut sektor, ekspor hasil pertanian, industri, serta 16
hasil tambang dan lainnya pada periode tersebut meningkat masing-masing 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun selama periode ini pula, ekspor dari 10 golongan barang memberikan kontribusi 58,8 persen terhadap total ekspor nonmigas. Kesepuluh golongan tersebut adalah, lemak dan minyak hewan nabati, bahan bakar mineral, mesin atau peralatan listrik, karet dan barang dari karet, mesin-mesin atau pesawat mekanik. Kemudian ada pula bijih, kerak, dan abu logam, kertas atau karton, pakaian jadi bukan rajutan, kayu dan barang dari kayu, serta timah. Selama periode Januari-Oktober 2008, ekspor dari 10 golongan barang tersebut memberikan kontribusi sebesar 58,80 persen terhadap total ekspor nonmigas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 27,71 persen terhadap periode yang sama tahun 2007. Sementara itu, peranan ekspor nonmigas di luar 10 golongan barang pada Januari-Oktober 2008 sebesar 41,20 persen. Jepang pun masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai USD11,80 miliar (12,80 persen), diikuti Amerika Serikat dengan nilai USD10,67 miliar (11,57 persen), dan Singapura dengan nilai USD8, 67 miliar (9,40 persen). Peranan dan perkembangan ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor untuk periode Januari-Oktober tahun 2008 dibanding tahun 2007 dapat dilihat pada. Ekspor produk pertanian, produk industri serta produk pertambangan dan lainnya masing-masing meningkat 34,65 persen, 21,04 persen, dan 21,57 persen. Dilihat dari kontribusinya terhadap ekspor keseluruhan Januari-Oktober 2008, kontribusi ekspor produk industri adalah sebesar 64,13 persen, sedangkan kontribusi ekspor produk pertanian adalah sebesar 3,31 persen, dan kontribusi ekspor produk pertambangan adalah sebesar 10,46 persen, sementara kontribusi ekspor migas adalah sebesar 22,10 persen.
17
Kendati secara keseluruhan kondisi ekspor Indonesia membaik dan meningkat, tak dipungkiri semenjak terjadinya krisis finansial global, kondisi ekspor Indonesia semakin menurun. Sebut saja saat ekspor per September yang sempat mengalami penurunan 2,15 persen atau menjadi USD12,23 miliar bila dibandingkan dengan Agustus 2008. Namun, secara year on year mengalami kenaikan sebesar 28,53 persen. Keadaan impor di Indonesia tak selamanya dinilai bagus, sebab menurut golongan penggunaan barang, peranan impor untuk barang konsumsi dan bahan baku/penolong selama Oktober 2008 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya yaitu masing-masing dari 6,77 persen dan 75,65 persen menjadi 5,99 persen dan 74,89 persen. Sedangkan peranan impor barang modal meningkat dari 17,58 persen menjadi 19,12 persen. Sedangkan dilihat dari peranannya terhadap total impor nonmigas Indonesia selama Januari-Oktober 2008, mesin per pesawat mekanik memberikan peranan terbesar yaitu 17,99 persen, diikuti mesin dan peralatan listrik sebesar 15,15 persen, besi dan baja sebesar 8,80 persen, kendaraan dan bagiannya sebesar 5,98 persen, bahan kimia organik sebesar 5,54 persen, plastik dan barang dari plastik sebesar 4,16 persen, dan barang dari besi dan baja sebesar 3,27 persen. Selain itu, tiga golongan barang berikut diimpor dengan peranan di bawah tiga persen yaitu pupuk sebesar 2,43 persen, serealia sebesar 2,39 persen, dan kapas sebesar 1,98 persen. Peranan impor sepuluh golongan barang utama mencapai 67,70 persen dari total impor nonmigas dan 50,76 persen dari total impor keseluruhan. Data terakhir menunjukkan bahwa selama Oktober 2008 nilai impor nonmigas Kawasan Berikat (KB/kawasan bebas bea) adalah sebesar USD1,78 miliar. Angka tersebut mengalami defisit sebesar USD9,3 juta atau 0,52 persen dibanding September 2008. Sementara itu, dari total nilai impor nonmigas Indonesia selama periode tersebut sebesar USD64,62 miliar atau 76,85 persen berasal dari 12 negara utama, 18
yaitu China sebesar USD12,86 miliar atau 15,30 persen, diikuti Jepang sebesar USD12,13 miliar (14,43 persen). Berikutnya Singapura berperan 11,29 persen, Amerika Serikat (7,93 persen), Thailand (6,51 persen), Korea Selatan (4,97 persen), Malaysia (4,05 persen), Australia (4,03 persen), Jerman (3,19 persen), Taiwan (2,83 persen), Prancis (1,22 persen), dan Inggris (1,10 persen). Sedangkan impor Indonesia dari ASEAN mencapai 23,22 persen dan dari Uni Eropa 10,37 persen. 2.2
Dari Importi ke Eksportir Hasil sensus Badan Pusat Statistik yang dirilis akhir 2011 menunjukkan,
jumlah sapi potong 14,8 juta ekor. Jumlah betina dewasa 6,7 juta ekor. Hasil simulasi dengan mengawinkan 2.250 juta ekor sapi betina melalui inseminasi buatan—dengan asumsi bobot badan siap potong 400 kilogram—menunjukkan, dalam lima tahun akan dapat dihasilkan lebih dari 324.000 ton daging; 1,1 juta jantan muda; 1,1 juta betina muda; dan 2,3 juta betina produktif. Simulasi itu menggunakan sapi betina yang saat ini ada di Indonesia. Apalagi, kalau ditambah sapi betina produktif dari luar negeri untuk dikembangbiakkan di Indonesia, penambahan jumlah sapi akan semakin signifikan. Bukan omong kosong jika semua berkomitmen, Indonesia bisa lagi menjadi pengekspor sapi dan daging sapi. Artinya, lewat pendekatan usaha pengembangbiakan (breeding) ternak, peningkatan jumlah ternak sapi pasti terjadi. Yang perlu dicermati adalah para importir, politisi, dan para pengambil kebijakan. Mereka ini berwatak nasionalis dan bernurani untuk memberdayakan masyarakat bangsa Indonesia atau sebaliknya? Jika pengusaha importir mau membantu pembangunan di bidang peternakan di Indonesia dan berjiwa patriot dalam memberdayakan masyarakat, mereka seharusnya mendukung kebijakan pemerintah untuk mengurangi impor menjadi hanya 10 persen dari total kebutuhan nasional. Mereka hendaknya mau menanam modal di usaha pengembangbiakan. Demikian juga politisi, sudah seharusnya ikut menjaga konsistensi kebijakan pemerintah dan bukan malah mendorong pemerintah membuka keran impor lagi. 19
Aparat pemerintah juga harus tetap tegas kepada importir agar tak terus ”merengek” untuk membuka keran impor lagi. Saatnya pemerintah mendorong para investor (dalam dan luar negeri) untuk menanamkan modal ke usaha pengembangbiakan setelah mereka menikmati usaha perdagangan (trading) yang hanya menguntungkan sedikit orang. Memang diperlukan modal besar di awal pengembangan, tetapi akan menguntungkan dalam jangka panjang. Yang menikmati keuntungan juga banyak orang. Peran pemerintah untuk membuat suasana kondusif bagi pemodal usaha pengembangbiakan adalah keniscayaan. Tidak harus sapi lokal saja yang diusahakan, tetapi semua bangsa sapi yang diinginkan pengusaha sepanjang ternak tersebut tidak membawa penyakit menular seharusnya diizinkan. Jika perlu, pemerintah mengundang breeder asal Australia untuk mau beternak di Indonesia dengan berbagai kemudahan. Ini jauh lebih baik daripada mereka tetap beternak di Australia, sementara kita hanya mengimpor. Nilai tambah yang kita peroleh akan jauh lebih banyak. Peluang tersedianya lapangan pekerjaan kian terbuka. Pertumbuhan ekonomi di bidang peternakan akan dirasakan dalam jangka panjang. Pemerintah juga harus menjamin keberlangsungan kawasan usaha peternakan dari tindak penggusuran. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan juga mengamanatkan hal ini. Jika perlu, pemerintah menyediakan lahan tak terpakai di kawasan marjinal bagi pelaku usaha pengembangbiakan dengan harga sewa yang menarik untuk jangka panjang. Pajak dan berbagai perizinan harus dipermudah walaupun pemerintah tetap harus memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam menerbitkan izin usaha. Bagaimanapun usaha pengembangbiakan perlu sumber daya manusia yang lebih andal, investasi yang lebih banyak, serta dukungan teknologi agar lebih produktif dan lebih efisien. Hanya dengan menggenjot usaha pengembangbiakan dan menekan usaha trading, bangsa Indonesia dapat mandiri, berdaulat, dan bisa mengekspor. Jika tidak memacu berkembangnya usaha pembibitan, yang akan 20
terjadi adalah sebaliknya. Selamanya kita akan menjadi negara importir dan ketergantungan tinggi terhadap bahan pangan akan membahayakan negara kita. Apakah peternak berskala kecil tidak tergusur dengan adanya usaha pengembangbiakan ini nanti? Menjadi tugas pemerintah untuk membina dan mendampingi peternak berskala kecil, yang dalam hal ini telah disiapkan perangkat hukumnya, yakni Peraturan Pemerintah tentang Pemberdayaan Peternak. Yang dimaksud peternak di sini adalah pelaku usaha peternakan yang tidak memerlukan izin usaha dari pemerintah. Dalam hal ini, justru pemerintah berkewajiban mendata dan memberikan berbagai kemudahan. Peraturan pemerintah tersebut masih berupa draf, tetapi menurut informasi sudah masuk ke Sekretariat Negara.
21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berdasarkan Tujuan Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian yang disebutkan diatas, pada bab ini akan disampaikan disain penelitian yang mencakup Sumber Data, Proses Penghitungan data, Klasifikasi Data, Analisis Penelitian 3.1
Sumber Data Sumber data diperoleh dari berbagai publikasi dan laporan institusi
pemerintah seperti Bank Indonesia, Deperindag, Badan Pusat Statistik dari tahun 2007 sampai dengan 2011. Jumlah sektor industri yaitu Industri makanan dan minuman, Industri pengolahan hasil laut, Industri tekstil dan produk tekstil, Industri alas kaki, Industri barang kayu, Industri pulp dan kertas, Industri mesin listrik dan peralatan listrik, Industri petrokimia, dan barang karet. 1. Data komoditi yang mengalami peningkatan : •
Kendaraan penumpang, suku cadang dan komponen otomotif, serta kendaraan laut mencatat peningkatan ekspor tertinggi.
•
Produksi peralatan transportasi, mesin dan peralatan.
2. Data komoditi yang mengalami penurunan : •
manufaktur tradisional yakni tekstil, pakaian, dan sepatu (Textiles, clothing, and footwear atau TFC).
•
produksi tekstil, pakaian dan alas kaki serta produk hutan
Pengolahan data dalam penelitian ini berasal dari berbagai sumber dan format/bentuk disesuaikan dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Rincian data yang digunakan dalam model ini dapat dilihat pada tabel berikut: 1. Data bulanan disagregat ekspor Indonesia ke dunia berdasarkan HS 10 digit 22
(Gambar 3.1). a. Data ekspor diperinci menurut kode HS, SITC, Negara Tujuan Ekspor, Volume dan Value b. Kurun waktu data dimulai dari Januari 2004 sampai Juni 2009. c. Data dibagi dua menurut kelompok kandungan impor tinggi, sedang dan rendah.
Gambar 3.1 Ekspor Indonesia ke Dunia Berdasarkan HS 10 Digit Sumber: BPS 2. Data bulanan disagregat impor Indonesia dari dunia berdasarkan HS 10 digit (Gambar 3.2). a. Data impor diperinci menurut kode HS, SITC, Negara Asal Impor, Volume dan Value b. Kurun waktu data dimulai dari Januari 2004 sampai Juni 2009. c. Data dibagi dua menurut kelompok kandungan impor tinggi, sedang dan rendah.
23
Gambar 3.2 Impor Indonesia dari Dunia Berdasarkan HS 10 Digit Sumber: BPS 3. Data Banyaknya nilai bahan baku menurut jenis barang dalam KBLI 5 Digit (Gambar 3.3). Data ini terdiri dari : a. Kode ISIC / KKI b. Kode Lapangan usaha c. Kurun waktu data dimulai dari Januari 2007 sampai Juni 2011. d. Komponen komoditi bahan baku import untuk lapangan usaha e. Komponen komoditi bahan baku total untuk lapangan usaha
Gambar 3.3 Volume dan Nilai Pemakaian Bahan Baku Menurut Jenis Barang, 2009 Sumber: BPS 4. Data Karakteristik Industri Manufaktur Skala Besar dan Sedang Menurut KBLI 5 Digit dari tahun 2000 sampai dengan 2009 (Gambar 3.4). 24
Gambar 3.4 Karakteristik Industri Manufaktur Skala Besar dan Sedang Menurut KBLI 5 Digit Sumber: BPS 5. Data kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia tahun 2007 sampai dengan 2011 (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Sumber: BPS 6. Data kode Klasifikasi Komoditi Indonesia tahun 2007. 7. Data Konkordansi/ kesesuaian kode ISIC/HS/KBLI/CPC (Gambar 3.6) tahun 2007.
25
Gambar 3.6 Konkordansi Kode ISIC/HS/KBLI/CPC Sumber: BPS 8. Data kode HS (10 digit) terbaru tahun 2010 (Gambar 3.7).
Gambar 3.7 Kode HS Berdasarkan 10 Digit Sumber: BPS
9. Data Uraian Kelompok Komoditi menurut Barang Modal, Bahan Baku Penolong dan Barang Konsumsi terbaru tahun 2011 (Gambar 3.8).
26
Gambar 3.8 Uraian Kelompok Komoditi Menurut Barang Modal, Bahan Baku Penolong dan Barang Konsumsi Sumber: BPS 10. Data kode HS (10 digit) terbaru tahun 2010.
3.2
Metode Proses Data
Pengolahan data disesuai dengan dengan kesiapan sumber data yang ada pada berbagai instansi pemerintah. 1. Proses identifikasi Lapangan Usaha yang memiliki kandungan impor terntentu (menggunakan Gambar 3.3). Lapangan usaha dibagi menurut kandungan impor dengan menggunakan percentile 33% dan 66%. Dari proses ini diperoleh daftar Lapangan Usaha dengan tingkat kandungan impor menurut tahun 2007 sampai 2011. Tabel ini digunakan untuk analisis deskriptif perubahan substitusi pada lapangan usaha setiap tahun. 2. Proses identifikasi komoditi impor yang digunakan oleh Lapangan Usaha (menggunakan Gambar 3.3). Dari proses ini diperoleh daftar komoditi impor (komoditi menurut ISIC / KKI) yang digunakan untuk produksi pada Lapangan Usaha tententu.
27
3. Proses konvesi data komoditi dari hasil proses poin kedua (2) menjadi data komoditi menurut kode HS. Tabel dari hasil proses ini digunakan sebagai variabel impor. Tabel ini digunakan untuk analisis deskriptif perubahan substitusi pada lapangan usaha setiap tahun. 4. Proses identifikasi Komoditi Ekspor yang dihasilkan oleh Lapangan Usaha tertentu (menggunakan Gambar 3.1). Dari proses ini diperoleh daftar komoditi yang diekspor oleh Lapangan Usaha tertentu ke berbagai negara tujuan Ekspor. Tabel ekspor disusun menurut Lapangan Usaha pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. 5. Proses identifikasi Komoditi Impor yang dihasilkan oleh Lapangan Usaha tertentu (menggunakan Gambar 3.2). Dari proses ini diperoleh daftar komoditi yang impor oleh Lapangan Usaha tertentu dari berbagai negara asal. Tabel impor disusun menurut Lapangan Usaha pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Melalui proses ini diperoleh data seri lapangan usaha dengan kandungan impor tertentu. Analisis regresi data panel menggunakan data seri (tahun 2007 sd 2011) dan data lapangan usaha tertentu menurut kandungan impor. Melalui struktur data ini, peneliti memungkinkan mengungkap perilaku dampak setiap lapangan usaha menurut tingkat kandungan impor. 3.3 Penghitungan Substitusi Impor Substitusi Impor (definisi) : Pemakaian barang Lokal sebagai pengganti bahan baku baku Impor untuk menghasilkan barang jadi.Pemakaian barang lokal dihitung dengan Rasio impor = Persamaan 3.1 Rasio impor akan mengukur perbandingan impr terhadap Total Bahan Baku. Rasio 28
yang tinggi menunjukkan impor yang besar untuk bahan baku industri tertentu. SASIMI akan menggolongkan rasio impor menjadi tingkat rasio impor menurut rasio impor sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Substitusi impor diukur dengan menggunakan korelasi =
nXY XY (nX ( X ) 2 )(nY 2 ( Y ) 2 2
Persamaan 3.2 Dimana Y adalah Rasio Impor dan X adalah tahun observasi. Jika rasio semakin tinggimaka positif menunjukkan tidak terjadi substitusi impor, sedangkan jika rasio semakin rendah, maka negatif menunjukkan terjadi substitusi impor. Teknik penghitungan korelasi menggunakan operasi yang telah disediakan oleh excel. 3.4 Penghitungan Tabulasi Silang Pengguna dapat menganalisis keterkaitan antara beberapa variabel seperti asosiasi antara tingkat rasio impordan tingkat substitusi impor. Setelah tingkat rasio impor dihitung (menurut 4 kelompok sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi), SASIMI menghitung hubungan asosiasi pada industri yang mengalami substitusi impor dengan : 1. Tingkat rasio impor menurut industri 2. Tingkat produksi menurut industri 3. Tingkat output menurut industri SASIMI menghitung hubungan asosiasi menggunakan 2 =
i
j
( Oij Eij ) 2 . Eij
Persamaan 3.3 Tabulasi silang akan memberi analisis adanya hubungan antara variabel. Apakah industri yang penggunaan bahan baku impor tinggi memiliki kecenderungan substitusi
impor
ataukan
tidak. 29
BAB IV PENGUKURAN TINGKAT RASIO BAHAN BAKU IMPOR
Dalam menu ini pengguna dapat melihat Output nilai Impor, Tingkat Substitusi Impor (5 digit), Tingkat Substitusi Impor (4 digit), Tingkat Substitusi Impor (2 digit), output regresi dan output korelasi. Kebijakan impor, khususnya impor bahan baku/penolong dan barang modal, meliputi antara lain peningkatan efisiensi perekonomian nasional dengan membebaskan dan melonggarkan tata niaga berbagai jenis barang impor, restrukturisasi tarif, dan penurunan tarif secara bertahap dan transparan. Untuk menentukantingkat Substitusi Impor dibagi menjadi beberapa variabel yaitu variabel Batas dan variabel keterangan yang akan menentukan jumlah industri. Dalam variabel keterangan digolongkan menjadi tiga yaitu sangat rendah, sedang, Tinggi, dan sangat tinggi. Untuk menentukan Trend Impor ada beberapa keterangan yaitu : 1 (Trend rasio impor terhadap Tahun), 2 (Trend rasio terhadap total) dan 7 dinamakan (Regresi).
Gambar 4.1. Pengukuran Rasio bahan Baku Impor terhadap Total Gambar 4.1. menjelaskan tentang pengukuran rasio bahan baku impor terhadap total sebagai berikut:
30
Menentukan Tingkat Rasio Impor.
Dalam menu ini pengguna dapat menentukan batas (cut off) tingkat substitusi Impor yang terdiri dari 4 kelompok. Cell yang paling atas sebagai cell yang paling tinggi derajatnya, sedangkan yang paling bawah sebagai cell yang paling rendah derajat substitusi impornya. Jika kita menerapkan batas, maka secara otomatis jumlah industri yang sesuai akan segera tampil pada kolom JML INDUSTRI. Kolom keterangan dapat diberikan sesuai dengan nama yang menunjukkan tingkat yang tepat.
Pada kolom pertama menjelaskan tentang batas dalam pengukuran
Pada
kolom
kedua
menjelaskan
tentang Keterangan yang terdiri dari sangat rendah, Sedang, Tinggi, dan sangat tinggi
Pada kolom ketiga menjelaskan hasil jumlah industri yang didapat sesuai hasil keterangan Menentukan Trend Impor. Pilihan ini
dimaksudkan untuk menentukan terhadap variabel apa trend ini ditentukan. Sementara ini pemilihan tren impor baru disediakan trend terhadap waktu dan trend terhadap total. Terhadap waktu berarti melihat perkembangan impor dari waktu ke waktu, sedangkan terhadap Total berarti melihat perkembangan impor dari menurut perkembangan bahan baku total. Contoh penjelasan pada gambar 4.1 sebagai berikut:
Pada
baris
pertama
pengguna
menentukan Batas (0,1) sebagai nilai percentile pada distribusi normal. Hasil penetapan ukuran inidiperoleh keterangan “Sangat rendah” dengan hasil (dengan nilai z= 0.025079) yang dilihat dari perhitungan “Rasio impor
31
terhadap Total”. Nilai z adalah nilai posisi pada sumbu horisontal pada kurva distribusi normal. Untuk
menentukan
tingkat
Trend
Impor ada kolom pilih untuk menentukan Trend rasio impor terhadap tahun, Trend rasio impor terhadap total, Regresi. 4.1
Pengaturan Kelompok Tingkat Rasio Impor Sebelum pengguna melihat hasil keluaran pada menu ini, pengguna harus
menentukan kelompok tingkat substitusi impor. Dalam contoh diatas, pengguna menentukan batas dalam 4 bagian. Nilai paling kecil 0 sedangkan maksimum 1. Pengguna dapat mengganti istilah dalam keterangan sesuai dengan keluaran yang diharapkan. Sebagai contoh penginputan adalah : Batas
Keterangan
Hasil
0.1
Sangat Rendah
0.008
0.5
Sedang
0.217258
0.75
Tinggi
0.456284
1
Sangat Tinggi
0.979929
Kolom hasil adalah angka yang dihitung oleh sistem berdasarkan nilai percentile yang ditentukan melalui kolom Batas.
4.2
Tingkat Substitusi Impor Menurut KBLI 5 Digit Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) merupakan klasifikasibaku
mengenai output impor yang terdapat di Indonesia. KBLI disusundengan maksud untuk menyediakan satu set klasifikasi kegiatan ekonomi diIndonesia agar dapat digunakan untuk penyeragaman pengumpulan,pengolahan, dan penyajian data
32
masing-masing kegiatan ekonomi, sertauntuk digunakan mempelajari keadaan atau perilaku ekonomi menurutmasing-masing kegiatan ekonomi. Hasil pengukuran substitusi impor menurut KBLI 5 Digit adalah sebagai berikut. • KBLI 5 Digit dibagi menurut kelompok Sngt Rendah/ Sedang / Tinggi / Sangat Tinggi. Dalam penelitian ini digunakan data 10 tahun yaitu dari tahun 2000 saampai dengan tahun 2009. Kolom 4 sampai dengan kolom 7 menjelaskan banyaknya tahun kelompok industri tersebut memiliki tingkat substitusi impor. Sebagai contoh pada Industri Pemotongan Hewan (15111) ada tercatat sebanyak 5 tahun memiliki tingkat rasio impor yang sangat rendah, 2 tahun rendan, 2 tahun memiliki tingkat ratio substitusi impor tinggi dan hanya satu tahun sangat tinggi. Pengguna dapat melihat tahun yang dimaksudkan melalui menu utama “Perilaku Pemakaian Bahan Baku Impor” atau “Menu Tingkat Impor Tiap Tahun”. Melalui menu ini, pengguna dapat melihat tahun mana sajakah yang memiliki tingkat rasio impor yang dimaksukan pada tabel ini. • Pembagian kelompok dapat diatur sesuai keinginan. Golongan ini ditentukan melalui pengaturan tingkat substitusi impor yang telah dijelaskan diatas. • Pada kolom Score, nilai score semakin tinggi berarti rasio substitusi impor semakin tinggi.
33
Gambar 4.2. Substitusi Impor Menurut KBLI 5 Digit Dalam substitusi impor menurut KBLI 5 Digit dijelaskan pada gambar 4.2. sebagai berikut: Pada kolom pertama menjelaskan kode variabel KBLI 5 digIit Pada kolom kedua menjelaskan kode variabel KBLI 4 digit Pada kolom ketiga menjelaskan nama-nama variabel Pada kolom keempat menjelaskan tingkat substitusi pada golongan sangat rendah Pada kolom kelima menjalaskan tingkat substitusi pada golongan sedang Pada kolom keenam menjelaskan tingkat substitusi pada golongan tinggi Pada kolom ketujuh menjelaskan tingkat substitusi pada golongan Sangat rendah Pada kolom kedelapan menjelaskan tingkat substitusi pada golongan Sedang Pada kolom kesembilan menjelaskan tingkat substitusi pada golongan variabel Tinggi Pada kolom kesepuluh menjelaskan tingkat substitusi pada golongan variabel Sangat tinggi Pada kolom kesebelas sampai menjelaskan variabel score,Terjadinya golongan, Trend, tahun ekspor dari perhitungan total rasio impor terhadap total Dari data kandungan bahan baku impor setiap tahun dapat dihitung trend rasio kandungan impor. Jika trend impr semakin menurun ditunjukkan dengan rasio impor yang semakin kecil menunjukkan terjadi substitusi import. Contoh pada pada baris pertama yaitu kode 15111 untuk Industri Pemotongan hewan termasuk golongan variabel sedang dengan nilai rasio impor sebesar 0.14 sebagai industri pengimpor golongan sedang. Berdasarkan data impor setiap tahun, dapat dihutung trend rasio impor dari tahun ke tahun. Kolom 34
berikutnya menjelaskan korelasi rasio terhadap tahun menurun dengan nilai -0.42 berarti industri ini mengalami substitusi impor. Untuk melihat bagaimana trend impor industri ini terhadap terhadap ekspor, pada kolom berikutnya dicatatkan nilai ekspor menurut tahun tertentu. Pengguna dapat memilih nilai ekspor menurut tahun tertentu. 4.3
Output Nilai Import Tiap Tahun Aplikasi ini juga dapat menampilkan Raw Data Impor tiap tahun menurut
KBLI 5 digit. Dalam output tingkat substitusi impor dijelaskan pada gambar 4.3 sebagaiberikut: Pada kolom pertama menjelaskan kelompok KBLI Pada kolom kedua menjelaskan urutan Tahun
Gambar 4.3. Output Nilai Import Tiap Tahun Pada kolom ketiga menjelaskan variabel Nilai bahan baku lokal Pada kolom keempat menjelaskan variabel Nilai bahan baku impor 35
Pada kolom kelima menjelaskan variabel Total bahan baku
Pada kolom keenam menjelaskan variabel Rasio Impor Pada kolom ketujuh menjelaskan tingkat rasio impor pada golongan sangat rendah Pada kolom kedelapan menjelaskan tingkat rasio impor pada golongan sedang Pada kolom kesembilan menjelaskan tingkat rasio impor pada golongan Tinggi Pada kolom kesepuluh menjelaskan tingkat rasio impor pada golongan sangat Tinggi Melalui tabel ini pengguna dapat melihat pada tahun manakah rasio impor digolongkan. Pengguna dapat memeriksa dangan menjumlahkan tabel ini dengan Tabel 4.3. Contoh pada pada baris pertama yaitu kode 15111 tahun 2000 dengan nilai bahan baku local (337.389.285), Nilai bahan baku impor (0), Total bahan Baku (337.389.285), Rasio impor (0), termasuk golongan variabel sangat rendah. Demikian pula untuk tahun berikutnya sampai dengan tahun 2009 tercatat sebanyak 5 tahun memiliki tingkat rasio impor yang sangat rendah, 2 tahun rendan, 2 tahun memiliki tingkat ratio substitusi impor tinggi dan hanya satu tahun sangat tinggi. 4.4
Output KBLI 4 Digit (TingkatSubstitusi Impor) Pengguna dapat melihat tingkat rasio impor lebih agregat menurut KBLI 4
digit adalah sebagai berikut.
36
Gambar 4.4. Output KBLI 4 Tingkat Substitusi Impor Melalui tabel ini pengguna dapat melihat tingkat rasio lebih makro. Dalam output tingkat substitusi impor dijelaskan pada gambar 4.4 sebagai berikut: Pada kolom pertama menjelaskan variabel kode 4 digit Pada kolom kedua menjelaskan variabel nama industri yang akan dihitungkan
Pada kolom ketiga sampai keenam nama-nama variabel untuk penentuan hasil yang dicari seperti variabel sangat rendah, Sedang, Tinggi, dan Sangat tinggi.
Pada kolom ketujuh menjelaskan variabel penggolongan hasil Pada baris pertama nama variabel Industri pemotongan hewan dan pengawetan daging menjelaskan hasil variabel atau digolongkan dalam variabel sedang. Contoh pada pada baris pertama yaitu kode 1511 dengan nama variabel Pemotongan hewan dan pengawetan daging yang termasuk golongan sedang. Contoh baris pertama lebih tinggi dibandingkan dengan baris kedua 1512 Industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota perairan lainnya termasuk golongan sangat rendah. 4.5
Output KBLI 2 Digit (Tingkat Substitusi Impor) Pengguna dapat melihat tingkat rasio impor lebih agregat menurut KBLI 2
digit adalah sebagai berikut.
37
Gambar 4.5. Output KBLI 2 Tingkat Substitusi Impor Melalui tabel ini pengguna dapat melihat tingkat rasio lebih makro dalam tingkat KBLI 2 digit. Dalam output tingkat substitusi impor dijelaskan pada gambar 4.5 sebagai berikut: Pada kolom pertama menjelaskan variabel kode 4 digit Pada kolom kedua menjelaskan nama kelompok industri 4 digit
Pada kolom ketiga sampai keenam nama-nama variabel untuk penentuan hasil yang dicari seperti variabel sangat rendah, Sedang, Tinggi, dan Sangat tinggi.
Pada kolom ketujuh menjelaskan variabel jumlah/hasil Pada kolom kedelapan menjelaskan variabel penggolongan hasil Contohnya : Pada baris pertama nama variabel Industri Makanan dan Minuman menjelaskan hasil variabel sangat rendah “23”, Sedang “27”, Tinggi “4”, dan Sangat tinggi “5” total hasil 59, digolongkan sedang. Jika kita lihat industri Pengolahan Tembakau yang digolongkan sangat rendah.
38
4.6
Output Tingkat Trend Korelasi digunakan dalam penelitian ini karena tingkat substitusi pada setiap
tahun berbeda. Untuk mengukur adanya perilaku perubahan tingkat substitusi terhadap tahun digunakan korelasi dan regresi. Dengan korelasi ini pengguna dapat melihat adanya kecenderungan tingkat substitusi impor sejalan dengan perubahan data dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009. Korelasi (correlation) adalah salah satu teknik statistic yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang sifatnya kuantitaif. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan pada bariabel yang satu akan diikuti perubahan pada bariabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau dapat pula dengan arah yang berlawanan. Bila dua variabel tersebut dinyatakan sebagai varaibel X dan Variabel Y, makan apabila varaibel X berubah, variabel Y pun berubah dan sebaliknya. Rumus korelasi menggunakan persamaan 3.1.Untuk nilai koefisien korelasi berada diantara -1 sampai dengan 1. Jika nilai korelasinya menunjukkan angka negative ini menunjukkan hubungan variabel X dan Y mempunyai hubungan negative atau berlawanan arah yaitu dengan adanya kenaikan variabel X maka akan diikuti dengan penurunan variabel Y begitu pula sebaliknya, serta jika angka korelasinya menunjukkan angka positif ini menunjukkan hubungan variabel X dan Y mempunyai hubungan positif atau searah yaitu dengan adanya kenaikkan variabel X makan akan diikuti pula dengan kenaikan variabel Y begitu pula sebaliknya. Jika nilai korelasi mendekati angka nol berarrti menggambarkan bahwa hubungan dua variabel tersebut semakin lemah. Tetapi jika angka korelasinya semakin menjauh dari angka nol yaitu mendekati angka 1 atau -1 berarti hubungan dua variabel tersebut semakin kuat.
39
Gambar 4.6. Tingkat Rasio Impor dan Trend Rasio Import Gambar 4.6 menjelaskan hubungan antara Tingkat Rasio Impor dan trend substitusi impor pada industri KBLI 5 digit. Dalam contoh diatas, trend rasio impor dihitung menggunakan korelasi antara tingkat rasio impor terhadap tahun. Penjelasan gambar 2.6adalah sebagai berikut: Pada kolom pertama menjelaskan variabel pengkodean sebanyak 5 digit Pada kolom kedua menjelaskan variabel pengkodean sebanyak 4 digit Pada kolom ketiga menjelaskan variabel nama bahan baku Pada kolom keempat menjelaskan trend rasio impor (substitusi impor) yang diletakkan menurut tingkat rasio golongan Sangat rendah, Sedang, Tinggi, dan Sangat tinggi Pada kolom kelima sampai delapan menjelaskan variabel Negatif yang terdiri dari variabel Sangat rendah, Sedang, Tinggi, dan Sangat tinggi Pada kolom sembilan sampai sepuluh menjelaskan trend rasio impor. Jika trend negatif menunjukkan telah terjadi substitusi impor, demikian pula sebaliknya. Contoh dari tabel diatas korelasi rasio impor pada industri pemotongan hewan (15111), bernilai -0,42. Nilai negatif mencerminkan adanya trend rasio impor semakin kecil. Oleh karena tingkat rasio impor secara umum pada posisi sedang, maka nilai korelasi ditempatkan pada posisi sedang. Dengan kata lain bisa diterjemahkan bahwa industri pemotongan hewan (15111) memiliki tingkat rasio
40
impor sedang memiliki trend rasio impor yang semakin turun, dengan demikian industri ini mengalami substitusi impor. 4.7
Output Regresi Hampir mirip dengan korelasi, regresi juga ditujukan untuk melihat adanya
kecenderungan perubahan tingkat substitusi impor tetapi mempertimbangkan adanya pengaruhdari variabel kontrol. Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel ekonomi makro. Tujuan utama dari analisis regresi adalah mendapatkan ramalan dari satu variabel (kreterium) dengan menggunakan variabel lain yang diketahui (predictor). Korelasi antara variabel kreterium dengan variabel predictor dapat dilukiskan dalam satu garis. Gari tersebut disebut garis regresi. Garis regresi mungkin merupakan garis lurus (linier), mungkin merupakan garis lengkung (parabolic, hiperbolik dsb). Dalam kesempatan ini dibisakan garis yang linier saja. Suatu garis dapat dinyatakan dalam persamaan matematik. Persamaan ini disebut persamaan regresi linier. Dengan mengetahui persamaan regresi ini peramalan nilai Y (Kreterium) dapat disebut berdasarkan nilai X (predictor) tertentu. Untuk garis linier dengan satu variabel predictor adalah: Y = X + Persamaan 4.1 Dimana : Y
= Kriterium, variabel dependen
X
= Predictor, veriabel independen
= Bilangan koefisien predictor
= Bilangan konstans
Tugas pokok regresi linier adalah 1. Mencari korelasi antara kreterium dan predictor 41
2. Menguji apakah korelasi itu signifikan atau tidak 3. Mencari persamaan garis regesinya
Gambar 4.7. Output Regresi Menu output regresi mempunyai persamaan Y dan X, Persamaan Y untuk menentukan data Impor/Total. Untuk menentukan persamaan output regresi dapat dilihat pada gambar 4.7 yaitu Pada kolom pertama menentukan penomoran untuk data Pada kolom kedua menentukan kode untuk data ada 5 digit Pada kolom ketiga menentukan nama-nama bahan baku yang akan di regresi contohnya: - 15111 Industri Pemotongan Hewan - 15112 Industri Pengolahan dan pengawetan Daging - 15121 Industri Pengalengan Ikan dan Biota Perairan Lainnya - Dll dapat dilihat pada gambar 4.7 atau program excel 42
Pada kolom keempat menentukan hasil dari Intr Pada kolom kelima menentukan tahun berjalannya Pada kolom menentukan jumlah perusahaan Penjelasan hasil persamaan dari (15111) Industri Pemotongan Hewan menghasil Intr (70.56), Tahun (-0,04), dan jumlah Perusahaan (0,00). Pada baris kedua kode (115112) nama variabel Industri pengolahan dan pengawetan daging jumlah hasil intr (9.09), variabel tahun (0.00), jumlah perusahaan (0.00). Industri pengolahan dan pengawetan lainnya untuk buah-buahan memiliki nilai intr sebesar (48.46) dari nilai ini termasuk golongan paling tinggi disbanding industry-industri lainnya. 4.8
Data Ekspor Terbesar Untuk kebutuhan penelusuran perilaku ekspor pada Industri, aplikasi SASIMI
menampilkan data ekspor terbesar sampai yang terkecil. Pengguna dapat memilih tahun ekspor dengan mengetikkan tahun pada cell putih.
Gambar 4.8. Data Ekspor Terbesar Untuk memperdalam analisis, pada tabel ini ditampilkan pula trend rasio impornya dan jumlah ekspor menurut tahun tertentu. Dalam gambar 4.8.data ekspor terbesar menjelaskan sebagai berikut:
43
Pada kolom pertama menjelaskan kode 5 digit
Pada
kolom
kedua
nama-nama
variabel industri yang di ekspor
Pada kolom ketiga nama-nama variabel untuk penentuan hasil yang dicari seperti variabel sangat rendah, Sedang, Tinggi, dan Sangat tinggi.
Pada
kolom
ketujuh
sampai
menjelaskan variabel Score, terjadi, Trend, dan hasil ekspor tahun 2012 Contohnya; Pada baris pertama dengan kode 15144 nama variabel “Industri Minyak Goreng dari Minya Kelapa” menghasilnya variabel “sangat rendah (9), Sedang (1), Tinggi (0), Sangat tinggi (0), digolongkan variabel “sangat rendah” dengan score (0,01) tidak terjadi substitusi Impor, hasil trend (0,22), banyaknya barang yang di ekspor sebesar “10.274.63”. Kita lihat pada baris kedua nama variabelnya Industri karet remah (crumb rubber) menghasilnya variabel “sangat rendah (6), Sedang (4), Tinggi (0), Sangat Tinggi (0), digolongkan dalam variabel “Sedang” Score (0.01), dan terjadi Substitusi Impor nilai dari variabel Trend (-0,87), jumlah barang di ekspor sebesar “6.936.51”. Jika kita bandingkan dari contoh berikut hasil score sama tapi digolongkan berbeda. 4.9
Analisis Tingkat Impor Industri Tingginya nilai impor Indonesia daritahun ke tahun terkait dengan
karakterperekonomian
Indonesia
yang
sedang
mendorong
pertumbuhan
ekonominya dimanabanyak komponen bahan mentah danpenolong yang masih harus diimpor. Kelangkaan bahan mentah dan penolong akanmengganggu proses produksi beberapa jeniskomoditas di dalam negeri sehingga seiringdengan semakin tingginya laju pertumbuhanekonomi akan diikuti dengan tingginya nilaiimpor dari waktu ke waktu. Dan untukbeberapa jenis komoditas ekspor juga adasebagian dari 44
komponennya
yang
masihharus
diimpor
sehingga
aktivitas
imporsangat
berpengaruh terhadap laju ekspornasional. 4.9.1 Rasio Impor Terbesar Untuk kebutuhan penelusuran Industri yang memiliki rasio impor tertentu, aplikasi SASIMI dapat menampilkan Rasio Impor dimulai dari rasio yang terbesar. Data ini berasal dari data rasio impor seperti yang disampaikan pada tabel lain. Pengguna dapat menggunakan tabel ini mengetahui industri yang memiliki tingkat impor tertinggi sampai yang terkecil.
Gambar 4.9. Data Rasio Impor Terbesar Untuk memperdalam analisis, pada tabel ini ditampilkan pula trend rasio impornya dan jumlah ekspor menurut tahun tertentu. Pada bagian analisis lainnya akan ditabulasikan trend rasio impor (apakah ada substitusi impor atau tidak ada substitusi impor) terhadap tingkat rasio impor (sangat tinggi, tinggi, rendah, sangat rendah). Dalam gambar 4.9. Rasio Impor terbesar menjelaskan sebagai berikut:
Pada kolom pertama menjelaskan kode KBLI 5 digit
Pada kolom kedua menjelaskan nama variabel 45
Pada kolom ketiga sampai keenam menjelaskan variabel sangat rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi
Pada
kolom
ketujuh
sampai
menjelaskan variabel Score, terjadi, Trend, dan hasil ekspor tahun 2012 Contoh: Pada baris pertama dijelaskan kode KBLI 5 digit “15321” dengan nama variabel Industri Tepung Terigu, tingkat importnya “sangat rendah, sedang, Tingi dengan nilai 0” sedangkan variabel sangat tinggi dengan hasil “10” termasuk golongan sangat tinggi, nilai dari variabel score “0.98”, terjadi substitusi impor, hasil varibel TREND “-0.38”jumlah ekspor tahun 2012 “14.18”. Jadi jika kita lihat dalam perhitungan Rasio Impor terbesar ini hampir 100% tergolong dalam golongan variabel sangat tinggi, dan variabel score rata-rata menghasilkan nilai, hampir 80% mengalami terjadinya Substitusi impor dan ratarata trendnya selalu minus. Industri Tepung Terigu memiliki rasio tingkat impor tertinggi sebesar 0.98. nilai ini berarti bahwa impor yang dilakukan industri ini mencapai 98% dibandingkan dengan impor total yang dilakukan oleh industri ini. 4.9.2 Rasio Impor Terkecil Mirip dengan tujuan tabel sebelumnya, tabel berikut ini untuk menelusuri industri yang memiliki tingkat rasio impor terkecil sampai yang terbesar.
46
Gambar 4.10. Data Rasio Impor Terkecil Untuk memperdalam analisis, pada tabel ini ditampilkan pula trend rasio impornya dan jumlah ekspor menurut tahun tertentu. Pada bagian analisis lainnya akan ditabulasikan trend rasio impor (apakah ada substitusi impor atau tidak ada substitusi impor) terhadap tingkat rasio impor (sangat tinggi, tinggi, rendah, sangat rendah). Dalam gambar 4.10, Rasio Impor terkecil menjelaskan sebagai berikut:
Pada kolom pertama menjelaskan kode KBLI 5 digit
Pada kolom kedua menjelaskan nama variabel
Pada kolom ketiga sampai keenam menjelaskan variabel sangat rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi
Pada kolom ketujuh sampai sepuluh menjelaskan variabel Score, terjadi, Trend, dan hasil ekspor tahun 2012
Contoh: Pada baris pertama dijelaskan kode KBLI 5 digit “15318” dengan nama variabel Industri kopra, tingkat importnya “sangat rendah dengan nilai 10” sedangkan variabel sedang, tinggi, dan sangat rendah dengan hasil “0” termasuk golongan sangat rendah, score “0”, terjadi substitusi impor, hasil varibel TREND “0.00”jumlah ekspor tahun 2012 “34.81”. Jadi jika kita lihat dalam perhitungan Rasio Impor terkecil ini hampir 100% tergolong dalam golongan variabel sangat rendah, dan variabel scre hasilnya “0” hampir 80% mengalami terjadinya Substitusi impor dan rata-rata trendnya “0”. Industri Minyak kasar (minyak Makan)memiliki tingkat ekspornya tertinggi sebesar $2.890.36. nilai ini berarti bahwa ekspor yang dilakukan industri ini mencapai 90% dibandingkan dengan ekspor total yang dilakukan oleh industri ini. 47
4.10 Analisis Silang Tabel dan tampilan data yang dijelaskan pada bagian sebelumnya memberikan berbagai informasi yang sangat berguna untuk memetakan kondisi industri dalam menggunakan bahan baku bagi usahanya. Semua tabulasi menggunakan golongan industri KBLI 5 digit yaitu sebanyak 360 industri. Untuk meningkatkan analisis yang lebih mendalam, pada bagian ini hendak digabungkan perilaku impor industri dalam beberapa hal sebagai berikut. 1. Distribusi industri yang mengalami substitusi impor (substitusi impor dan tidak substitusi impor) terhadap industri dengan tingkat rasio impor (sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi). 2. Distribusi industri yang mengalami substitusi impor (substitusi impor dan tidak substitusi impor) terhadap industri dengan tingkat produksi (sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi). Metode tabulasi silang digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel dalam satu tabel. Variabel yang dianalisa dengan metode ini adalah variabel yang bersifat kualitatif,yaitu yang memiliki skala nominal. 4.10.1 Distribusi Menurut Substitusi Impor Terhadap Tingkat Rasio Impor Tabel dan tampilan data yang dijelaskan pada bagian sebelumnya memberikan
Gambar 4.11. Tabulasi Silang Substitusi Impor Terhadap Tingkat Rasio Impor Dalam Analisis tabulasi silang subtitusi terhadap tingkat rasio impor dapat dilihat pada gambar 4.11. yang menjelaskan sebagai berikut : 48
Dalam perhitungan gambar 4.11 ini akan menentukan Jumlah industry dengan rasio impor, Jumlah industry yang di bagi beberapa variabel yaitu Sangat rendah, Sedang, Tinggi, sangat Tinggi dari beberapa variabel ini akan menentukan hasil dari Substitusi Impor dan Tidak Subtitusi Impor. Jika dilihat dari Substitusi Impor dalam jumlah Industri dengan rasio impor nilai yang di dapat pada variabel sangat rendah sebesar “28”,Varibel sedang sebesar “84”, Tinggi sebesar “72”, sangat Tinggi sebesar “45”, maka nilai total dari tingkatan ini sebesar “229”. Kita lihat dari Tidak Substitusi Impor nilai yang didapat dari variabel sangat rendah sebesar “9”,Varibel sedang sebesar “61”, Tinggi sebesar “38”, sangat Tinggi sebesar “28”, maka nilai total dari tingkatan ini sebesar “136”. Perbedaan nilai yang didapat antara Substitusi Impor dan Tidak Substitusi impor sangat jauh hampir 40% namun dari kedua hasil ini jika dijumlahkan sebesar “365”. Tabulasi silang merupakan salah satu alat yang paling bergunauntuk mempelajari asosiasi (ketergantungan hubungan) diantara variabel-variabel karena hasilnya mudah untuk dipahami. Pada prinsipnya tabulasi silang memberikan pemahaman adanya keterhantungan distribusi variabel substitusi impor terhadap distribusi rasio impor. Melalui tabel diatas, sebagian besar industri mengalami substitusi impor(229 industri), dimana industri yang mengalami substitusi impor cenderung industri dengan tingkat impor yang tinggi. Demikian pula industri yang tidak mengalami substitusi impor sebagian besar adalah industri dengan tingkat impor yang tinggi. Untuk menyimpulkan perilaku ini, statistika melakukan pengujian asosiasi dengan menggunakan statistik chi square. Hasil pengujian menunjukkan tidak adanya asosiasi (nilai chi suqare 4.47, DF = 3 dan nilai prob =0.21 berarti terjadi penerimaan terhadap H0 dimana H0 : tidak ada asosiasi), berarti perilaku industri yang tingkat impornya tinggi tidak hanya mengalami substitusi impor tetapi juga tidak mengalami substitusi impor. Demikian
49
pula untuk industri yang mengalami substitusi impor tidak hanya insutri dengan tingkat impor tinggi tetapi juga pada industri dengan tingkat impor rendah. 4.10.2 Distribusi Menurut Substitusi Impor Terhadap Tingkat Output Secara khusus aplikasi SASIMI menyediakan tabulasi silang yang dapat dipilih sendiri selain dari tingkat rasio impor seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dalam bagian ini tabulasi silang substitusi impor dilakukan terhadap tingkat output. Pengguna dapat memilih selain tingkat output dengan cara mengimput melalui tampilan yang disediakan pada Gambar 4.12 pada bagian kanan atas. Pada contoh ini, pengguna mengimput dengan kode 26 sebagai kode untuk nilai output.
Gambar 4.12. Tabulasi Silang Substitusi Impor Terhadap Tingkat Output Dalam Analisis tabulasi silang subtitusi terhadap tingkat output dapat dilihat pada gambar 4.12. yang menjelaskan sebagai berikut : Dalam perhitungan gambar 4.12 ini akan menentukan Jumlah industry dengan tingkat nilai output yang di bagi beberapa variabel yaitu Turun Tinggi, Turun Rendah, Naik Rendah, Naik Sedang, dan Naik Tinggi, dari beberapa variabel ini akan menentukan hasil dari Substitusi Impor dan Tidak Subtitusi Impor. Jika dilihat dari Substitusi Impor dalam jumlah Industri dengan tingkat nilai output nilai yang di dapat pada variabel Turun Tinggi sebesar “17”,Varibel Turun Rendah sebesar “36”, Naik Rendah sebesar “44”, Naik Sedang sebesar “70”, Naik Tinggi sebesar “62” maka nilai total dari tingkatan ini sebesar “229”. Kita lihat dari Tidak Substitusi Impor nilai yang didapat dari variabel Turun Tinggi sebesar 50
“8”,Varibel Turun Rendah sebesar “9”, Naik Rendah sebesar “19”, Naik Sedang sebesar “59”, Naik Tinggi sebesar “41” maka nilai total dari tingkatan ini sebesar “136”. Perbedaan nilai yang didapat antara Substitusi Impor dan Tidak Substitusi impor sangat jauh hampir 40% namun dari kedua hasil ini jika dijumlahkan sebesar “365”. Untuk menyimpulkan perilaku ini, statistika melakukan pengujian asosiasi dengan menggunakan statistik chi square. Hasil pengujian menunjukkan adanya asosiasi (nilai chi suqare 11.64, DF = 4 dan nilai prob =0.02 berarti terjadi penolakan terhadap H0 dimana H0 : tidak ada asosiasi), berarti perilaku industri yang tingkat outputnya tinggi terutama mengalami substitusi impor dan tidak demikian halnya untuk yang tidak mengalami substitusi impor. Demikian pula untuk industri yang mengalami substitusi impor terutama untuk insutri dengan tingkat output tinggi. 4.10.3 Distribusi Menurut Substitusi Impor Terhadap Tingkat Produksi Pengguna dapat memilih selain tingkat output dengan cara mengimput melalui tampilan yang disediakan pada Gambar 4.13 pada bagian kanan atas. Pada contoh ini, pengguna mengimput dengan kode 21 sebagai kode untuk nilai produksi.
Gambar 4.13. Tabulasi Silang Substitusi Impor Terhadap Tingkat Nilai Produksi Dalam Analisis tabulasi silang subtitusi terhadap tingkat nilai produksi dapat dilihat pada gambar 4.13. yang menjelaskan sebagai berikut : Dalam perhitungan gambar 4.10c ini akan menentukan Jumlah industry dengan tingkat nilai produksi yang di bagi beberapa variabel yaitu Turun Tinggi, 51
Turun Rendah, Naik Rendah, Naik Sedang, dan Naik Tinggi, dari beberapa variabel ini akan menentukan hasil dari Substitusi Impor dan Tidak Subtitusi Impor. Jika dilihat dari Substitusi Impor dalam jumlah Industri dengan tingkat nilai produksi nilai yang di dapat pada variabel Turun Tinggi sebesar “17”,Varibel Turun Rendah sebesar “44”, Naik Rendah sebesar “41”, Naik Sedang sebesar “63”, Naik Tinggi sebesar “64” maka nilai total dari tingkatan ini sebesar “229”. Kita lihat dari Tidak Substitusi Impor nilai yang didapat dari variabel Turun Tinggi sebesar “7”,Varibel Turun Rendah sebesar “9”, Naik Rendah sebesar “19”, Naik Sedang sebesar “62”, Naik Tinggi sebesar “39” maka nilai total dari tingkatan ini sebesar “136”. Perbedaan nilai yang didapat antara Substitusi Impor dan Tidak Substitusi impor sangat jauh hampir 40% namun dari kedua hasil ini jika dijumlahkan sebesar “365”. Untuk menyimpulkan perilaku ini, statistika melakukan pengujian asosiasi dengan menggunakan statistik chi square. Hasil pengujian menunjukkan adanya asosiasi (nilai chi suqare 18.96, DF = 4 dan nilai prob =0.00 berarti terjadi penolakan terhadap H0 dimana H0 : tidak ada asosiasi), berarti perilaku industri yang tingkat produksinya tinggi terutama mengalami substitusi impor dan tidak demikian halnya untuk yang tidak mengalami substitusi impor. Demikian pula untuk industri yang mengalami substitusi impor terutama untuk insutri dengan tingkat produksi yang tinggi. 4.11
Pemakaian Bahan Baku Impor Untuk Industri Tertentu Kebanyakan Negara berkembang memajukan industrialisasi di negaranya
dengan harapan akan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Industrialisasi dilakukan melalui dua cara, yaitu substitusi impor dan diversifikasiimpor. Penyelenggaraan industrialisasi membutuhkan banyak perlengkapan kapital, akan tetapi kebanyakan negara berkembang belum mampu membuat perlengkapan kapital secara mandiri. Untuk memenuhi kebutuhan perlengkapan kapital, negara akan mengekspor barang primernya agar dapat mengimpor dengan barang kapital. Jadi perekonomian negara berkembang dibangun atas dasar ekspor produksi 52
barang
impornya.Kebutuhan
berkesinambungan
dengan
negara kebutuhan
berkembang negara
akan
maju
barang
untuk
kapital
memelihara
kelangsungan produksi barang-barang primer. Karena terlalu fokus pada produksi primer untukdiekspor, negara berkembang mengalami ketidakstabilan pendapatan dalam pembangunan ekonominya. Setiap negara memiliki sumber daya alam dan kemampuan sumber daya manusia yang berbeda-beda. Misalnya, keadaan alam Indonesia tidak bisa menghasilkan gandum dan Amerika tidak bisa menghasilkan kelapa sawit. Perdagangan antarnegara mampu mengatasi persoalan tersebut. Perdagangan antarnegara memungkinkan Indonesia untuk memperoleh gandum dan Amerika memperoleh minyak kelapa sawit. Perdagangan antarnegara akan bisa mendatangkan barang-barang yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri. Misalnya Indonesia belum mampu memproduksi mesin-mesin berat. Oleh karena itu, Indonesia melakukan perdagangan dengan Amerika, Jepang, Cina dan Korea Selatan dalam pengadaan alat-alat tersebut. Setiap kegiatan usaha pasti membutuhkan bahan baku. Untuk memproduksi mobil dibutuhkan besi dan baja. Untuk memproduksi ember, mangkuk, dan kursi plastik dibutuhkan plastik. Tidak semua bahan baku produksi tersebut dihasilkan di dalam negeri. Mungkin ada yang diproduksi di dalam negeri, tetapi harganya lebih mahal. Pengusaha tentu lebih menyukai bahan baku yang harganya lebih murah. Demi kelangsungan produksi, pengusaha harus menjaga pasokan bahan bakunya. Salah satu caranya dengan mengimpor bahan baku dari luar negeri. Pengguna dapat memperoleh tampilan berikut ini melalui menu utama dengan memilih menu “Perilaku Pemakaian Bahan Baku Impor untuk Industri Tertentu (detil)”. Gambar dibawah ini menjelaskan pemakaian bahan baku oleh industri tertentu. Sebagai contoh adalah industri kacamata (33201). User mengimput kode 321 pada program (kode industri diperoleh melalui tombol “Tabel Kode”), maka 53
akan ditampilkan komponen bahan baku impor yang digunakan oleh industri ini. Data yang ditampilkan disini adalah hanya bahan baku yang pernah diimpor oleh industri ini selama kurun waktu 10 tahun. Jenis bahan baku yang hanya berasal dari lokal (tidak pernah dimpor) tidak ditampilkan pada aplikasi ini.
Gambar 4.14. Perilaku Pemakaian Bahan Baku Impor untuk Industri Tertentu Dalam perilaku pemakaian bahan baku impor bagi industri dijelaskan pada gambar 5.1 sebagai berikut: Data yang ditampilkan dalam perhitungan ini adalah KOMODITI yang pernah diimpor oleh industri.Dalam perilaku pemakaian bahan baku ini akan menentukan rasio bahan baku terhadap nilai Total. Bahan baku yang akan diproses contohnya Tempat kaca mata dari kulis Asli, Wax/lilin, Natrium khlorida/garam industri, Acrylic Acid, Bahan kimia lain untuk plastic, dan sebagainya dapat dilihat pada gambar 5.1. Pada kolom pertama menjelaskan penentuan kode KBLI Pada kolom kedua menjelaskan kode KKJ Pada kolom ketiga menjelaskan variabel keterangan bahan baku komoditi Pada kolom keempat menjelaskan satuan yang digunakan oleh komoditi
Pada kolom kelima sampai empatbelas menjelaskan variabel rasio bahan baku impor terhadap total. Nilai 1 menunjukkan seluruh bahan baku berasal dari impor.
54
Pada kolom ke limabelas menunjukkan tingkatan pemakaian bahan baku impor.
Contohnya : Pada baris pertama dengan kode KBLI “33201” variabel keterangan “Tempat kaca mata dari kulit asli” hasil rasio bahan baku impor tehadap total pada tahun 2000 – 2009, yang menghasilkan nilai hanya pada tahun 2001 dengan nilai “1.000”. Pada baris kedua variabel keterangan Wax/Lilin niali rasio bahan baku impor terhadap total didapat pada tahun 2008 dengan nilai “1.000” Jika dilihat dari dua contoh ini hasil rasio bahan baku nilai yang didapat sama hanya perbedaan ditahun saja. Begitu juga contoh-contoh lainnya dapat dilihat pada program Excelnya ratarata nilai rasio bahan baku yang didapat sama hanya perbedaan tahun saja. Secara khusus kolom kelima sampai ke limabelas mendaftarkan komoditi yang pernah diimpor oleh industri yang dimaksud. Jika komoditi bernilai 1 (satu) berarti seluruh komoditi pada tahun tertentu hanya berasal dari impor. Jika komoditi bernilai kurang dari 1 (satu) berarti sebagian komoditi pada tahun tertentu berasal dari impor, sisanya berasal dari bahan baku lokal. Tabel diatas menyebutkan bahwa komoditi yang pernah diimpor selama 10 tahun sebanyak 92 buah. Total setiap tahun diberikan pada bagian bawah tabel. Nilai yang tercantum pada baris Total ini menunjukkan persentase impor terhadap total selama satu tahun. Melalui tabel ini SASIMI menghitung trend rasio impor selama waktu observasi. Berdasarkan data rasio pemakaian bahan baku ini dihitung tingkat substitusi impor yang dilakukan industri ini. SASIMI menghitung trend rasio impor dari tahun-ke tahun dengan menghitung korelasi nya sepanjang 10 tahun. Melalui tampilan ini, pengguna dapat melihat dengan cepat komoditi yang diimpor secara spesifik oleh industri yang dimaksud. Pada contoh diatas, industri kacamata tergolong industri yang menggunakan bahan baku impor tinggi. 4.12
Benchmarking Program Subtitusi Impor di Brazil 55
Brasil telah melakukan Kebijakan Pengamanan Perdagangan yang cukup efektif tahun ini dengan adanya sejumlah investigasi bermacam tuduhan terhadap produk impor yang masuk ke Brasil. Tercatat ada sekitar 72 inisiasi tuduhan yang dilontarkan Brasil terhadap beberapa produk dari beberapa Negara, diantaranya adalah Indonesia (Acrylic Yarns product). Jumlah tersebut telah melebihi catatan pada tahun 2010, ketika hanya ada empat puluh penyelidikan yang dibuka. Sementara pada tahun 2011, terdapat 25 penyelidikan yang telah diinisiasi. Brasil telah memperkuat instrumen kebijakan dan kegiatan komersial dalam upaya untuk memerangi praktik perdagangan ilegal dan tidak adil sehingga dapat memberikan sebuah persaingan yang adil antara dunia usaha domestik di Brasil dan perusahaan asing di Brazil. Hal ini dilakukan dengan tetap mengikuti aturan organisasi perdagangan dunia (WTO). Peningkatan pengamanan perdagangan Brasil adalah salah satu tujuan dari rencana besar Pemerintah Brasil, melalui penetapan tujuan dan tindakan untuk meningkatkan daya saing perdagangan luar negeri Brasil dan memperluas partisipasi terstruktur dalam perdagangan internasional. Rencana ini terdiri dari langkah-langkah dalam tindakan baik secara defensif maupun ofensif. Sedangkan peluang ekspor produk Indonesia di pasar Brazil cukup menggembirakan. Brazil merupakan pasar yang sangat potensial mengingat jumlah penduduk yang besar mencapai 197 juta jiwa dengan pendapatan per kapita masyarakat mencapai US 12.600 serta pertumbuhan ekonomi yang sebagian besar ditopang oleh konsumsi domestik dengan kontribusi mencapai 60 persen dari GDP. Hal lainnya adalah Pemerintah Brasil telah berhasil menangani inflasi, dan dengan menjadikan ekspor sebagai lokomotif pembangunan ekonomi dan Pemerintah Brasil telah berhasil membangun industrinya melalui peningkatan permintaan dalam negeri dan peningkatan ekspor yang terjadi pada tahun 2004 telah menjadikan current account Brasil positif dalam lima belas tahun ini. Berakhirnya program subtitusi impor di Brazil ditandai dengan krisis ekonomi pada tahun 1980-an. Krisis tersebut memberikan isyarat mengenai berakhirnya model substitusi impor Brasil dan membuka peluang keterbukaan pembangunan 56
perekonomian negara. Substitusi impor adalah kebijakan yang dimaksudkan untuk menyuburkan serta memajukan industri lokal, dan memproduksi barang-barang yang sebelumnya diimpor dengan melarang pembelian dari beberapa manufaktur luar negeri. Pada awal tahun 1990 kebijakan dalam pembangunan perekonomian Brasil
terpusat
pada
stabilisasi
perekonomian,
membuka
perdagangan
internasional serta investasi, dan normalisasi hubungan-hubungan dengan komunitas keuangan internasional. Dua diantaranya segera tercapai yakni: Tarif impor berkurang (rata-rata menjadi 12%), dan pembatasan kuantitatif juga berkurang, ini membuat Brasil menjadi salah satu negara-negara di dunia uang yang tidak mengenakan kuota pada impornya. Pada tahun 1992 Brasil berhasil mencapai kesepakatan, baik dengan kreditor pemerintah maupun komersial, dalam menjadwal ulang pembayaran hutang luar negerinya dengan menukarkan hutanghutang lamanya dengan obligasi baru. Pada penjadwalan ulang ini menandai Brasi kembalil menjadi pasar keuangan internasional. Titik balik dalam proses stabilisasi ini terjadi dengan peluncuran Real Plan pada Juni 1994.
57
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan 1. Penelitian telah menghitung perilaku substitusi impor melalui data penggunaan bahan baku impor dan data penggunaan bahan baku lokal yang digunakan industri untuk berproduksi. 2. Identifikasi substitusi impor dihitung berdasarkan trend rasio antara bahan baku diimpor terhadap bahan baku total yang digunakan Industri dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 3. Industri dapat dikelompokkan menurut tingkat rasio Impor bahan baku terhadap total menunjukkan bahwa Rasio Impor/TOTAL
Sgt Rendah
Sedang
Tinggi
Sgt Tinggi
TOTAL
JML Industri
37
145
110
73
365
%
10.14
39.73
30.14
20.00
100
4. Hasil pengujian menunjukkan tidak adanya asosiasi (nilai chi suqare 4.47, DF = 3 dan nilai prob =0.21 berarti terjadi penerimaan terhadap H0 dimana H0 : tidak ada asosiasi), berarti perilaku industri yang tingkat impornya tinggi tidak hanya mengalami substitusi impor tetapi juga tidak mengalami substitusi impor. Demikian pula untuk industri yang mengalami substitusi impor tidak hanya insutri dengan tingkat impor tinggi tetapi juga pada industri dengan tingkat impor rendah.
JML Industri dg Rasio Imp JML Industri Substitusi Imp Tdk Substitusi Imp
Sgt Rendah
Sedang
Tinggi
Sgt Tinggi
28
84
72
45
229
9
61
38
28
136
58
37
145
110
73
365
5. Hasil pengujian menunjukkan adanya asosiasi (nilai chi suqare 11.64, DF = 4 dan nilai prob =0.02 berarti terjadi penolakan terhadap H0 dimana H0 : tidak ada asosiasi), berarti perilaku industri yang tingkat outputnya tinggi terutama mengalami substitusi impor dan tidak demikian halnya untuk yang tidak mengalami substitusi impor. Demikian pula untuk industri yang mengalami substitusi impor terutama untuk insutri dengan tingkat output tinggi.
JML Industri dg Tingkat Nilai Output Turun Tinggi
Turun Rendah
Naik Rendah
Naik Sedang
Naik Tinggi
17
36
44
70
62
229
8
9
19
59
41
136
25
45
63
129
103
365
Substitusi Imp Tdk Substitusi Imp
6. Hasil pengujian menunjukkan adanya asosiasi (nilai chi suqare 18.96, DF = 4 dan nilai prob =0.00 berarti terjadi penolakan terhadap H0 dimana H0 : tidak ada asosiasi), berarti perilaku industri yang tingkat produksinya tinggi terutama mengalami substitusi impor dan tidak demikian halnya untuk yang tidak mengalami substitusi impor. Demikian pula untuk industri yang mengalami substitusi impor terutama untuk industri dengan tingkat produksi yang tinggi.
JML Industri dg Tingkat Nilaiproduksi Substitusi Imp Tdk Substitusi Imp
Turun Tinggi 17
Turun Rendah 44
Naik Rendah 41
Naik Sedang 63
Naik Tinggi 64
7
9
19
62
39
24
53
60
125
103
229 136 365
59
5.2. Rekomendasi a.
Untuk kategori industri dengan tingkat impor tinggi, perlu didorong untuk melakukan kegiatan ekspor atas hasil produksinya dengan secara simultan meningkatkan daya saing produk.
b. Perlu dilakukan upaya identifikasi bahan baku yang selama ini banyak berasal dari impor dengan melakukan substitusi bahan baku dari dalam negeri. c.
Perlu dilakukan upaya komprehensif dengan melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah terkait seperti Kementerian Pertanian, Kemenetrian Perindustrian,
Kementerian
Keuangan
untuk
secara
bersama
dapat
mengembangkan program substitusi impor terhadap komoditas yang memiliki tingkat impor tinggi dan sedang.
60
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, J., Import Substitution and the Growth of Exports An Econometric Test, Revue économique, Vol. 27, No. 2 (Mar., 1976), pp. 286-296 Aregbeshola R. Adewale, Does Import Substitution Industrialisation Strategy Hurt Growth?: New Evidence from Brazil and South Africa, Department of Business Management, South Africa, 2012 Ekananda, M., Ketidakpastian Pengaruh Volatilitas Nilai Tukar Terhadap Ekspor Komoditi Manufaktur Di Indonesia, Suatu Kajian Pendistribusian Pengaruh Volatilitas Dengan Menggunakan Distribusi Lag Poissons Pada Persamaan Sistem Non Linear Seemingly Unrelated Regression, FEUI, 2001 Manuel, J., Golberg, L., Exchange-Rate Pass-Through To Import Prices In The Euro Area, Federal Reserve Bank of New York Staff Reports, no. 219, September 2005. Segal, P., The Role Of Import Sustitution And Factor Endowments, Manor Road Building, Oxford Ox1 3uq, May 2009. Shafaeddin, Mehdi And Pizarro, Juan, From Export Promotion To Import Substitution; Comparative Experience Of China And Mexico, Institute Of Economic Research, Neuchatel University, Unctad, June 2007 William E. Jand Fujita, N., Import Substitution And Export Promotion In The Growth Of The Indonesian Industrial Sector, Asean Economic Bulletin, Vol. 6, No. 1 (July 1989), Pp. 59-70 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2000 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2001 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2002 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2003 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2004 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2005 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2006 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2007 Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2008 61
Statistik Industri Besar Dan Sedang Vol 2 , Badan Pusat Statistik, 2009
62
LAMPIRAN : PETUNJUK PENGGUNAAN
1
Menjalankan Aplikasi
Aplikasi Simulasi dan Analisis Impor Menurut Lapangan Usaha (SASIMI) ini disusun dalam bahasa program Excel VBA. Melalui aplikasi ini kita dapat mempelajari dan menganalisis algoritma estimasi ekonometrika, penyusunan Tabel BOP dan penghitungan Forecasting yang sesuai dengan tujuan penelitian. Aplikasi Simulasi dan Analisis Impor Menurut Lapangan Usaha (SASIMI) dapat dijalankan dengan dengan melakukan klik pada File SASIMI_KEMENDAG.xlm
2
Menu Utama
Aplikasi SASIMI dimulai dari MENU UTAMA yang terdiri dari beberapa pilihan sebagai berikut Menu utama aplikasi ini sekaligus menunjukkan cakupan aplikasi yang dibangun.
63
Secara umum pengolahan data dibagi menurut : 1. Tingkat Rasio Bahan Baku Impor. Menu ini menampilkan berbagai Pengukuran Rasio Bahan Baku Import terhadap Total untuk kelompok KBLI 5, 4 dan 2 Digit. Tingkat Rasio menjelaskan perbandingan antara nilai bahan baku impor terhadap nilai total bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan dalam kelompok industri tertentu. Rasio ini menjelaskan jika nilai impor terhadap nilai total bahan baku semakin tinggi menunjukkan tingkat substitusi impr semakin tinggi, begitu puila sebaliknya, jika rasio impor menurun menunjukkan bahwa barang yang diimport relatif terhadap total semakin berkurang. 2. Perilaku Pemakaian Bahan Baku Impor untuk Industri tertentu (detil). Bagian ini akan menghitung pemakaian bahan baku yang dibagi menurut kelompok industri tertentu.
64
3
Daftar Tabel
Definisi Tabel. Dalam membuat laporan biasanya kita dituntut untuk dapat menyajikan data secara gamblang atau jelas. Data berupa angka-angka akan sangat sulit tentunya untuk disajikan dalam bentuk paragraf. Oleh karenannya kita perlu menggunakan fungsi tabel, grafik, ataupun diagram untuk mendapatkan data secara cepat dan akurat. Dan sebelum kita belajar menggunakannya alangkah lebih baiknya jika kita pelajari terlebih dahulu apa sih yang dimaksud table. Tabel adalah kumpulan data yang disusun berdasarkan baris dan kolom. Baris dan kolom ini berfungsi untuk menunjukkan data terkait keduanya. Dimana titik temu antara baris dan kolom adalah data yang dimaksud.
Pada bagian daftar variabel Pengguna dapat menentukan nomer variabel dependen dan variabel independen dengan mengetikkan nomer variabel.
Sebagai contoh nomer 4 adalah nomer variabel untuk variabel KBLI, nomor 5 variabel tahun,
nomer 6 untuk veriabel intercept, nomer 7 adalah jumlah
perusahaan. Pengguna dapat melihat kode variabel pada Tabel Kode Variabel. 65
4
Daftar Tabel Rasio Impor Terkecil
Tabel berikut ini adalah tabel rasio impor yang diurutkan dari yang terkecil (20 buah industri) berikut dengan nilai ekspor.
15318
Industri Kopra
19123
Sgt Rendah
-
Sgt Rendah Sgt Rendah Sgt Rendah Sgt Rendah Sgt Rendah Sgt Rendah Sgt Rendah Sgt Rendah
-
Subs Imp Subs Imp Subs Imp Subs Imp Subs Imp Subs Imp Subs Imp Subs Imp
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.11 214.38 11.30
Sgt Rendah
-
Subs Imp
0.00
1.36
Sgt Rendah Sgt Rendah
-
Subs Imp Subs Imp
0.00 0.00
-
35990 36933
Industri Barang dari Kulit dan Kulit Buatan untuk Keperluan Hewan Industri zat pengatur tumbuh Industri serat stapel buatan Industri mesin-mesin metalurgi Industri kabinet mesin jahit Industri jarum mesin dan jarum rajut Industri mesin kantor dan akun tansi manual Industri mesin kantor dan akun tansi elektrik Industri peralatan sinar X, per - lengkapan dan sejenisnya Industri peralatan pengujian dalam proses industri Jasa penunjang industri kereta api Industri jasa perbaikan dan pe - rawatan pesawat terbang Industri perlengkapan sepeda dan becak Industri alat-alat olah raga
Tingkat Substitusi Substitu 0.00 si Imp Subs Imp 0.00
Sgt Rendah Sgt Rendah
-
0.00 1.00
0.42 -
15311
Industri Penggilingan Padi dan Penyosohan Beras
Sgt Rendah
0.00
0.52
0.83
36921 15123
Industri alat-alat musik tradisio- nal Industri Pengasapan Ikan dan Biota Perairan Lainnya Industri Minyak Kasar (Minyak Makan) dari Nabati dan Hewani Industri Pengawetan Rotan, Bambu dan Sejenisnya
Sgt Rendah Sgt Rendah
0.00 0.00
-0.48 0.29
43.43
Sgt Rendah
0.00
0.45
2,890.36
Sgt Rendah
0.00
Subs Imp Tdk Subs Imp Tdk Subs Imp Subs Imp Tdk Subs Imp Tdk Subs Imp Subs Imp
-0.41
1.54
KBLI
24213 24939 29230 29261 29264 30001 30002 33112 33130 35202 35302
15141 20103
Nama Industri
Tingkat Rasio Impor Sgt Rendah
Rasio -
Ekspor 34.81 -
66
5
Daftar Tabel Rasio Impor Terbesar
Tabel berikut ini adalah tabel rasio impor yang diurutkan dari yang terbesar (20 buah industri) berikut dengan nilai ekspor.
KBLI
Nama Industri
Tingkat Rasio Impor Sgt Tinggi
Rasio
Tingkat Substitusi
Ekspor
0.98
Subs Imp
-0.38
14.18
15321
Industri Tepung Terigu
33203
Industri kamera foto grafi
Sgt Tinggi
0.88
Subs Imp
-0.74
47.19
33201
Industri kaca mata
Sgt Tinggi
0.79
Subs Imp
-0.43
47.92
15212
Industri Makanan dr. Susu
Sgt Tinggi
0.74
Subs Imp
-0.64
18.32
32100
Sgt Tinggi
0.74
Subs Imp
-0.38
32200
Industri tabung dan katup elek- tronik serta komponen elektro- nik lainnya Industri alat transmisi komunika- si
Sgt Tinggi
0.73
Subs Imp
-0.35
24293
Industri tinta
Sgt Tinggi
0.72
Subs Imp
-0.81
2,743.7 7 1,628.5 7 35.98
33111
Sgt Tinggi
0.71
-
Sgt Tinggi
0.71
Tdk Subs Imp Subs Imp
0.28
24231
Industri perabot untuk operasi perawatan dan kedokteran gigi Industri bahan farmasi
-0.79
36.42
24299
Industri bahan kimia dan barang kimia lainnya
Sgt Tinggi
0.71
Subs Imp
-0.57
24292
Industri bahan peledak
Sgt Tinggi
0.70
0.06
18103
Industri Pakaian Jadi (Garmen) dari Kulit
Sgt Tinggi
0.70
Tdk Subs Imp Subs Imp
1,522.2 9 14.41
-0.22
0.00
28932
Industri alat pertukangan dari logam
Sgt Tinggi
0.70
Subs Imp
-0.06
15.89
24302
Industri serat stapel buatan
Sgt Tinggi
0.70
Subs Imp
-0.60
665.98
24116
Industri kimia dasar organik bahan baku zat warna dan pigmen, zat warna dan pigmen Industri famarsi
Sgt Tinggi
0.67
Subs Imp
-0.52
136.19
Sgt Tinggi
0.67
0.58
401.30
Sgt Tinggi
0.67
-0.17
949.26
Sgt Tinggi
0.65
Subs Imp
-0.10
3.87
31101
Industri kimia dasar organik bersumber dari minyak bumi, gas bumi dan batu bara Industri barang-barang dari tanah liat untuk keperluan rumah tangga Industri motor listrik
Tdk Subs Imp Subs Imp
Sgt Tinggi
0.65
0.57
262.68
24111
Industri kimia dasar anorganik klor dan alkall
Sgt Tinggi
0.64
Tdk Subs Imp Tdk Subs Imp
0.09
13.17
24232 24117 26321
67