ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS SAYURANDI KABUPATEN POSO Analysis on Agribusiness Development Strategy of Vegetable Commodity in Poso Regency Amossius Rompolemba Andi Baso Meringgi, Sittibulkis And Sitihaerani
ABSTRACT The aims of this research are to find out (1)factors the strategic influence external (opportunity and threat) and internal (strength and weakness) in agribusiness development of vegetable commodities in Poso Regency,(2) alternative development strategy, (3) priority strategyin agribusiness development of vegetable commoditiesin PosoRegency. This research was a descriptive study. The respondents determined by using purposive sampling technique consisted of bureaucrats, farmers and traders. The data wereanalysedby using descriptive analysis and supported by Internal Factor Evaluation Matrix, External Factor Evaluation Matrix, QuantitativeStrategy PlanningMatrix. The result reveal that the main opportunity factor is the increase of consumption per capita (score 0.2615), the main threatfactor is inefficient marketing system (score 0.0698) and the total heaviness score of External Factor Evaluation Matrix is 2.5187. The main strengthfactor is farmers’ motivation (score 0.3086), the main weakness factor is farmers’ knowledge (0.0701) and the total heaviness score of Internal Factor Evaluation Matrix is 2.3951. Meanwhile, there are tenalternative strategies in agribusiness development of vegetable commodity in PosoRegency where the strenghtening of farmers’ organization to build partnership with input suppliers and traders is the main priority strategy. Keywords : External Factor Evaluation Matrix,Internal Matrix,Quantitative Strategy Planning Matrix
Factor
Evaluation
ABSTRACT The aims of this research are to find out (1)factors the strategic influence external (opportunity and threat) and internal (strength and weakness) in agribusiness development of vegetable commodities in Poso Regency,(2) alternative development strategy, (3) priority strategy in agribusiness development of vegetable commoditiesin Poso Regency. This research was a descriptive study. The respondents determined by using purposive sampling technique consisted of bureaucrats, farmers and traders. The data wereanalysed by using descriptive analysis and supported by Internal Factor Evaluation Matrix, External Factor Evaluation Matrix, QuantitativeStrategy Planning Matrix. The result reveal that the main opportunity factor is the increase of consumption per capita (score 0.2615), the main threat factor is inefficient marketing system (score 0.0698) and the total heaviness score of External Factor Evaluation Matrix is 2.5187. The main strength factor is farmers’ motivation (score 0.3086), the main weakness factor is farmers’ knowledge (0.0701) and the total heaviness score of Internal Factor Evaluation Matrix is 2.3951. Meanwhile, there are tenalternative strategies in agribusiness development of vegetable commodity in Poso Regency where the
2
strenghtening of farmers’ organization to build partnership with input suppliers and traders is the main priority strategy. Keyword : External Factor Evaluation Matrix, Internal Factor Evaluation Quantitative Strategy Planning Matrix
Matrix,
PENDAHULUAN Usaha agribisnis sayuran merupakan sumber pendapatantunai bagi petani di pedesaan sebagai sumber pendapatan keluarga oleh karena ditunjang oleh potensi lahan dan iklim, potensi sumber daya manusia serta peluang pasar domestik dan internasional yang sangat besar.Selain sebagai komoditas unggulan, komoditas sayuran juga berperan sebagai sumber gizi masyarakat,penghasil devisa negara, penunjang kegiatan agrowisata dan agroindustri (Soekartawi, 1996). Secara nasional, produksi sayuran tahun 2003 sebesar 8,6 juta ton meningkat menjadi 9,6 juta ton pada tahun 2008, yang juga diikuti oleh peningkatan jumlah tenaga kerja pada level usaha tani dari 2,3 juta orang pada tahun 2003 menjadi 3,0 juta orang pada tahun 2006. Volume ekspor sayuran pada tahun 2008 mencapai 176.000 ton dengan nilai 171,5 juta US$ (Direktorat jenderal hortikultura, 2009). Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa usaha agribisnis sayuran merupakan sumber pendapatan masyarakat di pedesaan melalui usaha - usaha agribisnis yang luas mulai dari penyedia input produksi, usahatani, pengolahan hasil hingga pemasaran, sehingga berpeluang dalam penyerapan tenaga kerja di pedesaan maupun dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Oleh karena itu pengembangan komoditas sayuran yang berbasis agribisnis sangat penting dilakukan melalui perubahan kebijakan dan penajaman ke arah perencanaan pembangunan agribisnis yang menguntungkan, stabil, berkelanjutan, efisien dan efektif serta berkualitas(Saptana, dkk, 2005 ; Suprapto, 1997 ; McGregor, 1997). Kabupaten Poso dengan luas wilayah 8.712,25 km2memiliki beragam sumber daya alam yang sangat potensial dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat mengingat sebagian besar penduduk Kabupaten Poso bertempat tinggal di daerah pedesaan dan menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Tidak heran bila struktur perekonomian Kabupaten Poso saat ini masih bertumpu pada sektor pertanian sebagai sektor andalan pendapatan daerah yang menghasilkan penerimaan sebesar 44,72 % terhadap Produk Domestik Regional Bruto tahun 2008. Pemerintah daerah Kabupaten Poso terus berupaya mengembangkan subsektor hortikultura untuk mendorong pertumbuhan pendapatan daerah, perluasan kesempatan kerja di daerah pedesaan dan peningkatan pendapatan masyarakat melaluivisi : Menjadiinstitusi yang handal, proaktif, dinamis dan aspiratif dalam mewujudkan Kabupaten Poso yang sejahtera melalui usaha-usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura yang maju, tangguh, berdaya saing dan berkelanjutan. Melalui visi tersebut diharapkan dapat tercipta kegiatan agribisnis komoditas sayuran unggulan lokal yang tangguh,berdaya saing tinggi, berorientasi pasar dan berkelanjutan, yang berbasis di perdesaan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor strategis eksternal (peluang-tantangan) dan internal (kekuatan-kelemahan) mempengaruhi
3
pengembangan agribisnis komoditas sayuran di Kabupaten Poso serta apa alternatif strategi dan strategi prioritas yang layak diterapkan. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, penentuan responden dilakukan secara purposive sampling terhadap birokrat, petani dan pedagang. Identifikasi faktorfaktor pengaruh eksternal (Peluang-Tantangan) dan internal (Kekuatan-Kelemahan) menggunakan analisis deskriptif, sedangkan analisis strategi menggunakanExternal Factor Evaluation Matrix, Internal Factor Evaluation Matrix, SWOT Matrix, InternalExternal Matrix dan Quantitative Strategy Planning Matrix. KARAKTERISTIK AGRIBISNIS KOMODITAS SAYURAN DI KABUPATEN POSO Input produksi Sarana produksi merupakan faktor yang sangat mendasar sebab efisiensi produksi, pencapaian tingkat produktivitas, kualitas produk dipengaruhi oleh ketersediaan sarana produksi yang dapat dijangkau oleh petani setiap saat dibutuhkan dan optimalisasi penggunaan. Menurut Said dan Intan (2001), untuk mencapai efisiensi input sarana produksi, harus ada pengorganisasian dalam penerapan subsistem ini yaitu penerapan jumlah, waktu, tempat dan tepat biaya serta mutu. Petani memproduksi sendiri benih sayuran karena sulit memperoleh benih galur murni dan harganya yang mahal.Petani memperoleh benih umbi bawang merah dan kentang dari penangkar benih di Lembah Palu dan Sulawesi Utara dengan harga berkisar Rp.28.000/kg untuk bawang merah dan kentang varietas Granola seharga Rp.10.000/kg.Kondisi ini menyebabkan minat sebagian petani menurun khususnya untuk komoditas bawang merah dan kentang sehingga berdampak pada penurunan luas panen dan volume produksi. Secara khusus untuk sayuran kubis dan tomat, petani menggunakan benih biji yang banyak tersedia di toko tani di Kecamatan Lore Utara seperti varietas Lentana, Fortuna, Nikki, dan Kirana untuk tomat dan varietas Grand 11 untuk kubis. Petani umumnya menggunakan urea, ZA dan NPK phonska untuk mengurangi biaya produksi bahka terdapat pula petani yang terpaksa mengurangi dosis pupuk per satuan luas dengan terjadinya kenaikan harga pupuk rata-rata sebesar 32,6 % dibanding tahun 2009. Modal usahatani Usahatani sayuran merupakan usahatani intensif yang membutuhkan biaya produksi yang tergolong tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya, oleh karena itu petani umumnya menanam sayuran disesuaikan dengan ketersediaan biaya.Biaya produksi komoditas sayuran meliputi biaya pengolahan tanah, benih, pupuk dan pestisida serta biaya sewa tenaga kerja. Sewa tenaga kerja di lokasi penelitian adalah laki-laki sebesar Rp.50.000 perhari dan perempuan Rp.35.000 per hari. Rata-rata biaya produksi dalam usahatani sayuran berkisar Rp.5.000.000 Rp.7.000.000 untuk luasan sekitar 0,5 ha yang diperoleh dari hasil pendapatan dari musim tanam sebelumnya. Tambahan biaya produksi diperoleh dengan cara meminjam uang dari petani yang memiliki kemampuan finansial yang lebih baikdan pada beberapa kasus cara ini berkembang menjadi sistem “bos”. Bos adalah seorang petani yang memiliki lahan yang cukup luas,modal yang besar dan memfasilitasi
4
kebutuhan usahatani dari dua hingga tiga orang petani, dengan sistem bagi hasil setelah dikurangi biaya produksi. Selain sistem pembiayaan tersebut di atas, sistem pembiayaan usahatani yang juga berkembang di kalangan petani adalah dengan membuat “kesepakatan” dengan pedagang.Kesepakatannya adalah pedagang menyediakan benih, pupuk dan pestisida dan sarana produksi lainnya dan petani harus menanam jenis sayuran yang telah ditentukan serta menjual seluruh hasil produksi kepada pedagang yang bersangkutan. Petani hanya akan menerima bagian keuntungan dari hasil penjualan tanpa mengetahui bagaimana posisi harga yang seharusnya diterima. Subsistem produksi Petani memiliki lahan budidaya sayuran yang bervariasi menurut luas lahan olahan dan sebagian besar luas lahan kurang lebih 0,25 ha hingga 0,5 ha, hanya sebagian kecil saja petani yang memiliki lahan olahan seluas 2-5 ha. Petani lebih membatasi luas lahan garapan dalam skala kecil yaitu rata-rata 0,25 ha dengan alasan bahwa luas lahan yang kecil akan meminimalkan biaya produksi. Petani menanam sayuran dengan teknik monokultur untuk semua jenis sayuran, selain menggunakan teknik tumpang sari yang diterapkan petani khususnya sayuran bawang daun dengan wortel.Petani mempunyai kebiasaan untuk menanam dua hingga tiga jenis sayuran secara bersamaan. Jenis sayuran yang paling dominan ditanam adalah tomat yang dapat dikombinasikan dengan kubis, wortel, kentang, petsai kubis, bawang merah atau bawang daun, dengan alasan apabila harga tomat rendah maka diharapkan keuntungan dari penjualan kubis, bawang daun atau sayuran lainnya dapat menutupi kerugian akibat turunnya harga. Secara keseluruhan, penerapan teknologi budidaya untuk berbagai jenis sayuran belum dapat dikuasai dengan baik oleh petani atau hanya mengandalkan pengetahuan seadanya, mulai dari komponen teknologi pengolahan lahan, pembibitan, perawatan tanamanhingga panen dan pascapanen.Akibatnya terjadi kerugian potensi hasil pada tahapan pembibitan dan lebih besar pada pengelolaan pascapanen.Kelebihannya adalah penggunaan pestisida yang sangat minim di kalangan petani, dengan alasan yang cukup sederhana bahwa penggunaan pestisida dapat mengakibatkan kerusakan daun atau batang sayuran. Keterbatasan pengetahuan petani sayuran dalam penerapan teknologi budidaya berdampak pada rata-rata produktivitas sayuran yang rendah sekitar 4-6 ton/ha dibandingkan produktivitas optimal sayuran tinggi yang mencapai 26 ton - 30 ton/ha. Tabel 1. Produksi beberapa jenis sayuran komersil di Kabupaten Poso, tahun 2007 - 2009 Jenis Komoditas Produksi (ton) Tomat Bawang daun Bawang merah Kentang Cabe Kubis
2007 1612 427,3 1364,1 557,2 963 1247
2008 1647 355.1 1137.1 429.5 1058 1186,1
2009* 1032,4 437 841 303 961 1052
Sumber : BPS, Statistik Tanaman Pangan Kabupaten Poso, 2010 Keterangan *Data sementara Rendahnya pengetahuan petani sayuran dalam penerapan tekonologi budidaya lebih disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih
5
baik.Sebenarnya petani sayuran di Kabupaten Poso memiliki motivasi tinggi dengan cara berusaha mmperoleh pengetahuan dan informasi terbaru dengan cara selalu bertanya kepada petani yang sudah mengetahui lebih dahulu atau mengikuti cara-cara baru yang diterapkan oleh petani lainnya. Kecenderungan seperti ini sifatnya sangat terbatas sebab petani tidak mengakses informasi-informasi tersebut dari sumbersumber resmi seperti Balai Benih Hortikultura terdekat atau pun Balai Penyuluhan Pertanian. Ironisnya, pemangku kepentingan dalam penyebaran informasi-informasi pertanian malah ikut terlibat secara masif dalam proses yang sama dan ada indikasi terjadinya persaingan usaha dengan cara pembatasan informasi yang seharusnya diketahui oleh semua petani. Pendapatan usahatani Pendapatan petani sayuran di sentra produksi Napu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu modal, sumber daya manusia, harga, iklim dan infrastruktur. Modal dalam hal ini secara langsung berdampak pada kemampuanmeningkat atau tidaknya kapasitas lahan usaha tani. Kemampuan peningkatankapasitas lahan pada akhirnya akan berdampak pada produksi komoditas, yangpada bagian lain juga dipengaruhi oleh sarana produksi dan hama penyakittanaman dimana keduanya dipengaruhi oleh faktor modal. Tabel 2. Rata-rata pendapatan petani sayuran di Kabupaten Poso Jenis komoditas Uraian Total biaya (Rp/0,5 ha Produksi Nilai produksi (Rp/0,5 ha) Pendapatan (Rp/0,5) Sumber : Data primer, 2010
Tomat
Wortel
Kentang
7.465.000
3.484.000
4.585.000
3600
1700
2500
12.600.000
6.630.000
7.500.000
5.135.000
3.146.000
2.915.000
Lanjutan tabel 2. Rata-rata pendapatan petani sayuran di Kabupaten Poso Uraian Jenis komoditas Bawang merah Total biaya (Rp/0,5 ha Produksi (Kg/0,5 ha) Nilai produksi (Rp/0,5 ha) Pendapatan (Rp/0,5) Sumber : Data primer, 2010
Cabe
Kubis
4.807.000
1.709.000
5.515.500
700
1200
3300
9.450.000
3.600.000
8.250.000
4.643.000
1.891.000
2.734.500
Subsistem pengolahan hasil Petani mengemas hasil panen sayuran menggunakan karung, kemudian diangkut dengan sepeda motor atau trolley ke tempat penyimpanan sementara yang dibuat secara sederhana dengan terpal di tepi jalan produksi sambil menunggu pengangkutan selanjutnya. Cara pengemasan yang demikian pada akhirnya menjadi dasar atau patokan bagi pedagang untuk menaksir harga khususnya kubis.Soekartawi (2003) mengatakan dengan segala keterbatasannya, petani seringkali kurang
6
memperhatikan aspek pengolahan hasil, hasil produksi langsung dijual karena ingin mendapatkan uang kontan.Pedagang yang melakukan tahapan pascapanen selanjutnya seperti sortasi, grading, pengemasan dan pengepakan sesuai dengan permintaan pasar baik pasar antar daerah maupun antar pulau. Subsistem pemasaran Proses kontak informasi timbal balik antara petani dan pedagang pengumpul mengawali tahapan awal pemasaran sayuran. Petani akan menghubungi pedagang pengumpul sebanyak mungkin secara personal untuk menegosiasikan harga. Berdasarkan informasi harga dari pedagang pengumpul, maka petani akan memilih tingkat harga sesuai dengan keuntungan maksimal.Para pedagang pengumpul umumnya adalah langganan tetap dari para pedagang besar, bahkan ada yang berperan sebagai market informer dari pedagang besar dan terikat kesepakatan.Pedagang pengumpul juga melayani permintaan khusus bawang merah dari industri kecil pengolahan bawang di Kota Palu, namun selama tiga tahun terakhir jumlah produksi bawang merah yang semakin menurun menyebabkan pedagang pengumpul tetap berperan sebagai pemasok utama bagi pedagang besar. Pasar sasaran sayuran terbesar adalah pasar sentral maupun pasar-pasar tradisional yang terdapat di Kabupaten Poso, Kota Palu, Kabupaten Parigi Moutong hingga Pulau Kalimantan dengan adanya permintaan sayuran yang cukup tinggi dari Pulau Kalimantan karena didukung oleh sarana transportasi kapal ferry yang menghubungkan rute pelayaran Palu – Kalimantan setiap dua hari dalam seminggu. Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhubungan langsung dengan konsumen, baik yang menjual sayuran di pasar sentral atau pasar tradisional maupun pedagang pengecer keliling yang menjual sayuran dari desa ke desa.Para pedagang pengecer biasanya sudah menjadi langganan tetap dari pedagang besar.
7
Petani
Pedagang pengumpul Pedagang Besar
Poso
Palu
Pedagang Pengecer
Pemasaran Antar pulau
Konsumen Gambar 1.
Jaringan distribusi Kabupaten Poso
pemasaran
komoditas
sayuran
di
Harga beberapa komoditas sayuran di tingkat petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer berdasarkan harga berlaku pada bulan Agustus 2010 memperlihatkan selisih harga antara harga jual petani dengan harga konsumen yang cukup besar. Tabel 2.
Harga beberapa produk sayuran komersil dalam jaringan distribusi sayuran Jenis sayuran Harga (Rp/kg) Petani
Tomat Bawang Merah
Pedagang pengumpul
Pedagang besar
Pedagang pengecer*
3.500
4.900
7.400
8.500
13.500
18.000
25.000
27.000
Kubis 2.500** 4.300 6.400 Cabe 3.000 4.100 6.800 Kentang 3000 4000 5500 Wortel 3900 4900 6800 Sumber : Data primer, harga berlaku bulan Agustus 2010 Keterangan * Harga pedagang pengecer di pasar sentral Poso **Harga per biji
7.500 8.000 7000 8500
Petani mengungkapkan bahwa harga sayuran tidak stabil, dalam arti pasti terjadi kenaikan dan penurunan harga.Peningkatan harga umumnya terjadi karena pengaruh musim hujan yaitu pada saat intensitas curah hujan yang tinggi dan hampir merata selama 6 bulan atau lebih mengakibatkan terjadinya penurunan hasil produksi sehingga pasokan sayuran ke pusat pemasaran berkurang.Selain itu, peningkatan volume permintaan dari Kota Palu, Poso, Parigi Moutong maupun Kalimantan pada saat-saat tertentu seperti menjelang hari raya besar
8
keagamaan.Permintaan pasokan sayuran yang sangat besar dari Kalimantan terjadi pada bulan April dan Agustus.Pada saat terjadi kenaikan harga, harga di tingkat petani untuk bawang merah mencapai Rp. 25.000 per kg, wortel bisa mencapai Rp. 8.000-10.000 per kg, kentang Rp.10.000 per kg, tomat Rp.7.000 per kg dan kubis seharga Rp.4.000 per buah. Salah satu perilaku khas petani sayuran adalah menanam sayuran secara bersamaan pada saat harga tinggi.Akibatnya pada saat musim panen raya, harga sayuran turun secara drastis sehingga petani akhirnya menjual sayuran dengan harga yang rendah dengan resiko kerugian yang cukup besar.Petani menjual tomat seharga Rp.200 hingga Rp.500/kg, wortel Rp.2.500/kg, kentang Rp.3.000/kg dan kubis seharga Rp.15.000 hingga Rp.20.000 per karung. Permintaan pasar yang tinggi umumnya didorong oleh kebutuhan pangan masyarakat yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan perkapita serta meningkatnya konsumsi sayuran perkapita dapat menjadi tolok ukur peluang pasar sayuran dataran tinggi Napu masih terbuka lebar baik dalam wilayah Sulawesi Tengah maupun secara nasional. Nuhung (2007) mengungkapkan bahwa menguasai 10% penduduk Indonesia yang berpendapatan tinggi sebagai pasar produk pertanian, sama dengan menguasai pasar tiga negara tetangga Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Kelembagaan tani Kelembagaan tani di daerah sentra produksi berkembang dengan baik dengan adanya motivasi petani untuk berkelompok. Petani sayuran menggabungkan diri ke dalam wadah kelompok tani yang berjumlah 12 kelompok yang terdapat pada desa-desa khususnya di wilayah Kecamatan Lore Utara dan Lore Timur dengan jumlah keseluruhan petani 383 orang.Kelompok tani yang aktif melakukan kegiatan-kegiatan kelompok terdiri atas 3 kelompok tani potensial yaitu kelompok tani Aneka Tani, kelompok tani Mandiri 1 dan 2, kelompok tani Maholo. Manajemen kelompok tani tersebut tergolong cukup baik dengan adanya jadwal kegiatan pertemuan rutin setiap hari Rabu dalam seminggu, mekanisme penyaluran bantuan yang transparan, ketersediaan sarana produksi seperti handtracktor, sprayer, alat pangkas, gedung pertemuan serta terlibat secara aktif dalam program-program penyuluhan, sekolah lapang maupun pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian kabupaten Poso maupun Dinas Pertanian Propinsi Sulawesi Tengah. Kelompok-kelompok tani yang tidak aktif disebabkan oleh penilaian anggota kelompok terhadap sikap para pengurus kelompok yang tidak transparan khususnya mengenai penyaluran bantuan yang diberikan oleh pemerintah, selain itu metode pendampingan aparatur teknis yang tidak intensif sehingga petani merasa tidak mendapatkan manfaat dengan adanya kelompok tani. Terdapat pula sebagian petani yang menjadi anggota kelompok tani dengan tujuan agar bias terdaftar petani penerima bantuan. ASPEK LINGKUNGAN INDUSTRI Ancaman masuknya pendatang baru Masuknya pendatang baru yang sejenis akan menimbulkan pengaruh yang bersifat ancaman bagi sentra industri sayuran yang sudah ada. Pengaruh tersebut antaralainadalah penambahan kapasitas produksi dan terjadinya perebutan pangsa pasar.Secara lokal pada kawasan Propinsi Sulawesi Tengah, sentra industri sayuran Kabupaten Poso tidak menghadapi ancaman masuknya pendatang baru, sebab
9
penumbuhan sentra produksi baru akan mempertimbangkan faktor alam dan faktor ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, dan yang paling utama adalah kesesuaian iklim berdasarkan karakteristik tanaman sayuran komersil dataran tinggi.Secara domestik, sentra industri sayuran justru menghadapi ancaman masuknya produk sayuran impor dengan adanya perjanjian perdagangan internasional dalam bentuk penghapusan hambatan tariff dan non-tariff. Persaingan dalam industri . Sentra produksi sayuran terdekat yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap pasar sayuran di kawasan Sulawesi Tengah adalah Kawasan Agropolitan Modoinding di Sulawesi Utara.Pasokan sayuran yang cukup besar dari Sulawesi Utara memberikan pengaruh terhadap posisi harga sayuran di pasaran.Harga produk sayuran yang relatif lebih rendah serta kenampakan fisik yang lebih menarik menyebabkan konsumen lebih memilih untuk membeli sayuran tersebut sesuai dengan selera dan daya beli konsumen, akibatnya produk sayuran dari wilayah sentra produksi Napu harus mengikuti harga sesuai harga pasar yang berlaku saat itu. Faktor lainnya yang juga menjadi ancaman adalah jalur distribusi dan pasar sasaran yang sama yaitu pemasaran ke Pulau Kalimantan melalui pelabuhan laut Pantoloan. Apabila produk sayuran dari sentra produksi Napu tidak menciptakan nilai kompetitif terhadap pesaingnya maka pada beberapa tahun mendatang, jalur distribusi dan pangsa pasar akan dikuasai oleh pesaing. Ancaman dari produk pengganti Produk pengganti adalah produk yang berbeda karakteristiknya tetapi memberikan fungsi atau jasa yang sama atau disebut juga sebagaibarang substitusi. Selain beras sebagai komoditi strategis dari aspek sosial dan ekonomi, komoditas sayuran termasuk bahan pangan utama masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat, baik masyarakat pedesaan maupun penduduk yang tinggal di daerah perkotaan mengkonsumsi berbagai jenis sayuran sebab sayuran ini memiliki komponen gizi yang cukup tinggi bagi manusia, seperti provitamin A, vitamin C, vitamin lain dan berbagai mineral dan serat. Walaupun komponen gizi seperti protein dan vitamin dapat ditemukan pada berbagai jenis komoditas lainnya seperti buah-buahan tetapi sayuran merupakan bahan pangan yang dikonsumsi setiap hari. Kebutuhan masyarakat terhadap proses perbaikan gizi hingga saat ini masih dipenuhi oleh sayur-sayuran, dalam arti bahwa tidak ada produk lain selain komoditas sayuran yang dianggap sebagai sumber gizi makanan. Kekuatan tawar - menawar pemasok Para pemasok sarana produksi ini jumlahnya sedikit, sehingga petani tidak memiliki banyak pilihan untuk membeli sarana produksi, sebaliknya intensitas persaingan di antara para pemasok relatif rendah. Akibatnya adalah pemasok memilikikekuatan tawar - menawar yang tinggi dengan cara menetapkan harga jual yang dapat memberikan keuntungan yang sebesar - besarnya. Kekuatan tawar - menawar pembeli Jumlah produsen yang banyak sedangkan pedagang sedikit menyebabkan petani tidak mempunyai banyak pilihan untuk menjual hasil produksinya sehingga berapapun harga yang ditetapkan pedagang tidak akan menyebabkan petani mengalihkan penjualan hasil produksi ke pedagang lainnya. Selain faktor tersebut di atas, pedagang memiliki kekuatan yang meliputi jaringan pasar yang luas, informasi harga di pasar konsumen, kemampuan finansial untuk membeli
10
sayuran dalam jumlah yang besar dan ketersediaan sarana transportasi dari pusat produksi ke pusat konsumsi serta pengetahuan tentang pengkelasan mutu. ANALISIS STRATEGI External Factor Evaluation Matrix Analisis Matriks EFE menunjukkan faktor lingkungan eksternal yang paling penting berdasarkan nilai bobot tertingi berturut-turut adalah peningkatan konsumsi perkapita (bobot 0,0805), peluang pasar (bobot 0,0698), kondisi politik dan keamanan (bobot 0,0669) serta faktor kebijakan pemerintah daerah, iklim spesifik, letak geografis memiliki bobot terendah. Nilai rating faktor eksternal rata-rata 3, artinya bahwa semua faktor - faktor tersebut menjadi peluang dengan kategori baik. Tabel 3. Hasil analisis External Factor Evaluation Matrix Bobot
Rating
Skor (BXR)
Kebijakan pemerintah daerah
0.0534
3.25
0.1735
Peluang pasar
0.0698
3
0.2095
Peningkatan jumlah penduduk
0.0577
3.75
0.2164
Peningkatan konsumsi perkapita
0.0805
3.25
0.2615
Kondisi politik dan keamanan
0.0669
3.75
0.2507
Iklim spesifik
0.0613
4
0.2451
Letak geografis
0.0626
3
0.1877
Harga input produksi
0.0649
1.25
0.0811
Perkembangan teknologi
0.0655
1.75
0.1147
Fluktuasi harga
0.0677
2
0.1354
Sistem pemasaran
0.0698
1
0.0698
Isu keamanan pangan
0.0833
2.75
0.2292
Tekanan harga pesaing
0.0656
1.25
0.0820
Kekuatan tawar-menawar pemasok
0.0656
2
0.1311
Kekuatan tawar-menawar pembeli
0.0656
2
0.1311
Faktor eksternal Peluang :
Tantangan :
1.0000
2.5187
Sumber : Data primer diolah, 2010 Berdasarkan hasil analisis matriks EFE diperoleh total skor sebesar 2.5187, yang menunjukkan bahwa usaha agribisnis di Kabupaten Poso berada di bawah rata-rata atau lemah. Hal ini berarti bahwa Dinas Pertanian belum mampu memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi tantangan yang dihadapi dalam pengembangan agribisnis komoditas sayuran.
11
Internal Factor Evaluation Matrix Derajat kepentingan berdasarkan bobot faktor - faktor pengaruh strategi internal pada aspek kekuatan berturut - turut adalah motivasi petani (0,0772), kelembagaan tani (0.0748), lahan potensial (0,0654), adopsi teknologi (0,0622), visi dan misi organisasi (0,0598), struktur organisasi (0,0591), anggaran rutin (0,0575). Nilai rating dengan rata – rata 4 menunjukkan bahwa faktor – faktor tersebut merupakan kategori kekuatan utama atau kekuatan yang dimiliki saat ini. Tabel 4. Hasil analisis menggunakan Internal Factor Evaluation Matrix Faktor Internal Bobot Rating Skor (BXR) Kekuatan : Visi, Misi dan Tujuan organisasi
0.0598
4
0.2393
Struktur organisasi
0.0591
3.5
0.2067
Anggaran rutin
0.0575
4
0.2299
Kelembagaan tani
0.0748
3.25
0.2431
Motivasi petani
0.0772
4
0.3086
Lahan potensial
0.0654
3.75
0.2451
0.0622
4
0.2488
Kompetensi aparatur
0.0740
1
0.0740
Pengetahuan petani
0.0701
1
0.0701
Modal petani
0.0693
1.25
0.0866
Sarana dan prasarana
0.0795
1.25
0.0994
Manajemen usahatani
0.0756
1
0.0756
Manajemen lembaga tani
0.0787
1.25
0.0984
Jangkauan kebijakan
0.0969
1.75
0.1695
Adopsi teknologi Kelemahan :
1.0000
2.3951
Sumber : Data Primer Diolah, 2010 Faktor kelemahan terbesar adalah tingkat pengetahuan petani yang terbatas dengan nilai skor sebesar (0,0701). Hasil analisis faktor-faktor pengaruh strategis internal menggunakan IFE Matrix memperlihatkan total skor sebesar 2.3951. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi internal usaha agribisnis komoditas sayuran berada pada posisi di bawah rata-rata atau Dinas Pertanian Kabupaten Poso belum mampu memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi kelemahan dalam pengembangan agribisnis komoditas sayuran di Kabupaten Poso.
Penentuan alternatif strategi Penentuan strategi utama menggunakan IE Matrix menunjukkan bahwa titik pertemuan antara sumbu Y dengan total skor pada EFE Matrix sebesar 2.5187 dengan sumbu X dengan total skor pada IFE Matrix sebesar 2.3951 terletak pada kolom V. Titik pertemuan sumbu Y dan X pada kolom V mengartikan bahwa Dinas Pertanian
12
TOTAL NILAI EFE YANG DIBERI
berada pada posisi hold and maintain. Berdasarkan posisi hold and maintain maka tipe strategi utama yang dapat diterapkan adalah strategi intensif.
TOTAL NILAI IFE YANG DIBERI BOBOT 4,0 Kuat
Kuat
3,0
Rata-
2,0
Lemah
I
II
III
IV
V
VI
VII
VII
IX
1,0
3,0 Rata2,0 Lemah 1,0 Gambar 2. Posisi Dinas Pertanian pada IE Matrix
Berdasarkan bentuk strategi utama (Grand strategy), Dinas Pertanian dapat mengimplementasikan strategi tindakan yang terdiri dari kombinasi dari faktor eksternal dan internal.Kombinasi atau pencocokan faktor-faktor pengaruh eksternal dan internal menghasilkan alternatif strategi yang diperoleh dari SWOT Matrix. Strategi SO : 1. meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi peningkatan permintaan pasar 2. Melakukan perluasan pasar untuk mendorong penyerapan hasil produksi. Strategi WO : 1. Rekrutmen pegawai yang berkompetensi agribisnis. 2. Mengupayakan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai bagi kelangsungan dan kelancaran kegiatan agribisnis di lokasi sentra produksi. 3. Membangun kerjasama yang terarah dan terpadu lintas instansi Strategi ST : 1. Mengintensifkan pendampingan terhadap kelompok tani sebagai sarana inovasi teknologi. 2. Penguatan kapasita kelembagaan tani untuk membangun sistim kemitraan dengan pemasok dan pedagang hasil produksi 3. Penguatan layanan informasi pasar. Strategi WT : 1. Merancang sistim pelatihan yang efektif bagi aparatur dan petani 2. Memfasilitasi akses petani terhadap lembaga pembiayaan. Penentuan Strategi Prioritas Strategi prioritas terpilih berdasarkan hasil analisis Quantitative Strategy Planning Matix adalah penguatan kapasitas kelembagaan tani untuk membangun sistim kemitraan dengan pemasok dan pembeli dengan Total Attractiveness Score (TAS) sebesar16.1193
13
Strategipenguatan kapasitas kelembagaan tani untuk membangun sistim kemitraan dengan pemasok dan pembeli memiliki daya tarik faktor-faktor pengaruh eksternal dan internal yang besar sehingga memungkinkan untuk diterapkan melalui kerjasama yang sinergis, saling mendukung sehingga dapat tercipta kegiatan agribisnis yang berkelanjutan berbasis di pedesaan sebagai sumber pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan perluasan pangsa pendapatan asli daerah Kabupaten Poso. Tabel 5. Analisis penentuan strategi prioritas Alternatif Strategi
1.
Meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi peningkatan permintaan pasar 2. Melakukan perluasan pasar untuk mendorong penyerapan hasil produksi 3. Rekrutmen aparatur teknis yang berkualifikasi agribisnis 4. Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang di lokasi sentra produksi 5. Membangun kerjasama yang terarah dan terpadu lintas instansi 6. Mengintensifkan pendampingan terhadap kelompok tani sebagai sarana inovasi teknologi agribisnis 7. Penguatan kapasitas kelembagaan tani untuk membangun sistim kemitraan dengan pemasok dan pembeli 8. Meningkatkan layanan informasi pasar yang dapat diakses oleh pelaku agribisnis 9. Meningkatkan pelatihan dan pengembangan SDM aparatur dan petani yang berwawasan agribisnis 10. Memfasilitasi akses petani terhadap lembaga pembiayaan Sumber : Data diolah, 2010
Total Atractiveness Score 12,6547
Urutan Strategi
12,3668
V
8,5163
X
9,1838
VIII
8,6498
IX
12,5301
IV
16,1193
I
14,6662
II
11,5145
VI
10,2966
VII
III
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan secara eksternal faktor yang menjadi peluang utama peluang dalam pengembangan agribisnis di Kabupaten Poso adalah peningkatan konsumsi perkapita dan factor yang menjadi tantangan utama adalah sistem pemasaran.Secara internal faktor yang menjadi kekuatan utama adalah motivasi petani dan faktor kelemahan utama adalah pengetahuan petani.Berdasarkan faktor-faktor pengaruh eksternal dan internal, terdapat sepuluh bentuk alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan agribisnis di Kabupaten Poso, tetapi yang menjadi strategi prioritas adalah penguatan kapasitas kelembagaan tani untuk membangun sistim kemitraan dengan pemasok dan pedagang hasil produksi
14
Pengembangan agribisnis komoditas sayuran membutuhkan implementasi kebijakan Dinas Pertanian Kabupaten Poso yang terfokus pada strategi sehingga tujuan pengembangan agribisnis dapat tercapai sesuai dengan karakteristik wilayah. DAFTAR PUSTAKA BPS, 2010.Statistik Tanaman Pangan Kabupaten Poso. Kabupaten Poso Direktorat
Jenderal Hortikultura, 2009. Data dan Statisitik. http://www.hortikultura.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 23 Pebruari 2010, pkl 10.23 wita
McGregor, M.J, 1997. A System View Of Agribusiness. Jurnal.Jurnal Agribisnis. Volume 1, No. 1 dan 2. Nuhung, I.A, 2007. Membangun Pertanian Masa Depan. CV.Aneka Ilmu, Semarang. Said.E.G.dan Intan.AH, 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia. Saptana, Masjidin Siregar, Sri Wahyuni, K.D Saktyanu., Ening Ariningsih, Valeriana Darwis, 2005. Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KAHS). Pusat Penelitian Dan Pengembangan Ekonomi Pertanian, Bogor. Jurnal.Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 3 No.1, Maret 2005. Soekartawi, 2003.Agribisnis; Teori dan Aplikasinya. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Suprapto,A, 1997. Arah Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis Di Indonesia (Policy On Agribusiness Development In Indonesia). Jurnal Agribisnis.Volume 1 No. 1 dan 2.