ANALISIS POLA PERGERAKAN HARGA KOMODITI OLEIN DI PASAR FISIK JAKARTA DAN PASAR FISIK ROTTERDAM
Oleh : KEMAS IBRAHIM A14105566
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN Kemas Ibrahim. Analisis Pola Pergerakan Harga Komoditi Olein Di pasar Fisik Jakarta Dan Pasar Fisik Rottedam. (Di bawah Bimbingan Ratna Winandi Asmarantaka) Ketidakpastian akan harga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan pasar (Market Failure) sehingga menyebabkan pasar terdistorsi dan output ekonomi tidak tercapai secara optimal. Harga komoditi Olein yang terjadi di pasar fisik ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap komoditas tersebut dipasaran internasional dan domestik. Pergerakan harga olein terkait erat dengan pergerakan harga CPO, karena olein sendiri sebagai minyak turunan dari CPO. Pergerakan harga CPO dipasar internasional ditransmisikan kepada pasar domestik melalui mekanisme pasar dan pada umumnya harga CPO dan olein dipasar domestik searah dengan perkembangan harga olein dan CPO dipasar internasional. Pada saat ini harga Olein yang terjadi fluktuatif dan cenderung meningkat, perubahan begitu cepat dan gejolak harga yang terjadi begitu tajam sehingga sulit untuk diprediksikan. Harga sendiri merupakan faktor diluar kontrol dari manajemen dan dampaknya bersifat sistematik yang mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan., ketidakpastian dalam perkembangan harga atau yang biasa disebut dengan resiko harga ini akan menyulitkan para pelaku ekonomi, baik domestik maupun internasional, dalam upaya melakukan perencanaan kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan dibidang bisnis dan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan mengatasi segala resiko untuk merespon ketidakpastian, maka dari itu diperlukan perhitungan pergerakan pola data dan meramalkan apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Adanya perhitungan mengenai pola pergerakan harga akan dapat memprediksikan kedepannya dengan baik. Hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar bahan pertimbangan didalam melakukan pengambilan kebijakan dan pembuatan perencanaan untuk mengambil langkah langkah strategi yang menguntungkan, menyediakan rencana alternatif yang dapat digunakan dengan cepat dan mudah ketika dibutuhkan, meminimalkan resiko akan harga, memilih pasar yang akan dituju sebagai tempat penjualan, juga sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi. meningkatkan kecepatan perusahaan untuk merespon peristiwa yang tidak pasti, ini berarti, perusahaan dapat mengurangi biaya-biaya untuk merespon keadaan yang kurang baik dan dapat dengan cepat beraksi untuk mengambil keuntungan dari peluang yang tidak terduga Kemampuan memahami perubahan harga dengan baik membutuhkan pendekatan yang tepat yang tercermin dalam Metode Peramalan yang dipilih. Oleh karena itu akan di lakukan pengujian penerapan berbagai metode peramalan, serta memilih metode peramalan terakurat yang mampu menjelaskan karakteristik pola pergerakan harga yang terjadi secara aktualnya. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :1). Mengidentifikasi pola pergerakan data harga Minyak Olein dan mencari metode peramalan yang sesuai dengan karakter pola data harga yang
terjadi pada pasar fisik Jakarta maupun pasar fisik Rotterdam.2). Mendapatkan Model peramalan terbaik dan meramalkan harga Olein di pasar fisik Jakarta dan pasar fisik Rotterdam untuk dua bulan kedepan dalam mingguan. 3). Dampak dan Kebijakan dari hasil ramalan harga kedepan yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil plot data harga rata-rata mingguan Olein pada pasar fisik Rotterdam dan pasar fisik Jakarta Plot yang dilakukan menunjukkan pola pergerakan harga yang acak tidak berpola.Ini menunjukkan data historis tidak terpola sehingga harga kedepan masih sulit untuk dipredikasikan dengan baik dan memberikan peluang ketidak pastian yang sangat tinggi. Pola data yang terjadi terdapat tiga periode pola harga. pembagian periode pola harga ini berdasarkan unsur pola data yang terjadi yaitu: pola data stasioner dan pola tren yang naik dan tren yang berbalik arah serta memiliki pola musiman. Pembagian tiga periode demikian membantu memudahkan untuk memahami fenomena yang menyebabkan pola tersebut berlangsung. Pada periode minggu pertama hingga periode 78 atau minggu pertama bulan pertama januari 2005 hingga minggu keempat bulan juni 2006 plot data menunjukkan pola yang stasioner. Memasuki periode minggu 79 hingga minggu166 atau minggu pertama semester dua bulan juli 2006 hingga minggu keempat Maret 2008 terjadi tren kenaikan harga yang sangat tinggi. Pada periode minggu 167 hingga minggu ke 189 atau minggu pertama juni 2008 hingga minggu kedua Agustus 2008 pola data harga mengalami tren penurunan. Berdasarkan karakteristik masing-masing pola data harga rata-rata mingguan untuk komoditi Olein pada pasar fisik Rotterdam model yang cocok untuk menjelaskan keragaman data dan meramalkan harga delapan periode kedepan dengan tingkat eror yang rendah adalah model Winters Brown Multiflikatif dengan MAPE sebesar 4,7. Artinya 95.3 persen model tersebut mampu menjelaskan keragaman pola data aktual yang terjadi. Harga Olein untuk pasar Fisik Jakarta juga dengan model yang sama yaitu Winters Brown multiflikatif dan nilai mape sebesar.4. Arrtinya 96 persen model tersebut mampu menjelaskan keragaman pola data aktual yang terjadi. Winter Brown memberikan bobot terbesar pada data observasi terbaru dengan mempertimbangkan data musiman dan bobotnya turun secara ekponensial dengan semangkin lamanya data atau observasi. dengan kata lain observasi terbaru menjadi sangat penting dan semangkin lama menjadi tidak penting. Hasil peramalan delapan periode kedepan bahwa harga Olein pada pasar fisik Rotterdam maupun Jakarta kedepan cenderung menurun yang sangat tajam. Turunnya harga Olein akan memberikan berita baik bagi konsumen minyak goreng didalam negeri menjadi murah dan memberikan dampak yang buruk bagi industri kelapa sawit di Indonesia. Dimana akan terjadi penurunan nilai ekspor sehingga menurunkan nilai penerimaan devisa bagi Negara, penurunan marjin keuntungan bagi produsen olein dan eksportir olein, penurunan nilai harga saham dipasar modal serta pembelian harga tandan buah segar ditingkat petani juga menjadi murah. Turunnya harga akibat dari permintaan menurun atau mengalami kelesuan, maka beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mendorong permintaan dan upaya untuk menghindari resiko, mengalihkan atau meminimalisir kerugian, upaya tersebut diantaranya: pemerintah menggalakkan pemakaian bahan bakar nabati (BBN), melakukan penyesuaian pungutan ekspor (PE), membuka pasar baru
dengan mencari pasar ekspor kenegara-negara lainnya yang belum dimasuki. Upaya lain adalah deversifikasi pengolahan atau pengembangan pada industri hilir, memanfaatkan fasilitas bursa berjangka untuk melakukan lindung nilai harga, melakukan efisiensi di dalam berproduksi, petani memperkuat kelembagaan usaha taninya dan pemerintah memberikan kebijakan pembelian harga TBS yang memihak ke petani.
ANALISIS POLA PERGERAKAN HARGA KOMODITI OLEIN DI PASAR FISIK JAKARTA DAN PASAR FISIK ROTTERDAM
Oleh: Kemas Ibrahim A14105566
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Nama NRP
: Analisis Pola Pergerakan Harga Komoditi Olein Pada Pasar Fisik Jakarta dan Pasar Fisik Rotterdam : Kemas Ibrahim : A 14105566
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP : 130687506
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP : 131 124 019
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS POLA PERGERKAN HARGA KOMODITI OLEIN PADA PASAR FISIK JAKARTA DAN PASAR FISIK ROTTERDAM” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR MENGANDUNG
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
DAN
TIDAK
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU
DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
BOGOR, JANUARI 2009
KEMAS IBRAHIM A 14105566
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 23 Oktober 1982, sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara. Putra dari pasangan Bapak Muhammad Nasir dan Ibu Masayu Mariyam Penulis memulai pendidikannya di Sekolah Dasar Negeri 3I Tanjung Pandan, Belitung pada tahun 1988 dan lulus pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 46 Palembang hingga tahun 1997. Sekolah Menengah Umum kejuruan pada Sekolah Pertanian Pembangunan Negeri Sembawa, Palembang dengan jurusan Hortikultura ditempuh penulis sejak tahun 1997 hingga tahun 2000 dan pada tahun yang sama penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi program diploma III Teknologi Benih, fakultas Pertanian IPB dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan kembali studi pada pendidikan strata satu (S1) Program Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2005 hingga tahun 2008. Semasa kuliah, penulis aktif pada beberapa organisasi kampus, antara lain sebagai ketua sekretariat Badan Koordinasi Mahasiswa Diploma Perbenihan (BKMDP), Club Pencinta Alam Warnacaraka, Himpunan Mahasiswa Agronomi (Himagron),Club Hortikultura, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM), Koprasi Mahasiswa (KOPMA), Staf Divisi Sosial Kemasyarakatan, Departemen Pertanian BEM KM IPB, L-SIMA (lembaga Studi Islam Mahasiswa Agribisnis), club BuluTangkis X10c. serta mengikuti pelatihan-pelatihan dan seminar-seminar yang diadakan dilingkungan kampus.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur selalu tercurahkan kepada sang Khalik pencipta alam beserta isinya, Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayahNya, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi yang berjudul “ Analisis Pola Pergerakan Harga Komoditi Olein Pada Pasar Fisik Jakarta dan Pasar Fisik Rotterdam.” Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan sarjana pertanian pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Keberhasilan dibidang bisnis dan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan mengatasi segala resiko untuk merespon ketidakpastian, maka dari itu diperlukan perhitungan pergerakan pola data dan meramalkan apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Adanya perhitungan mengenai pola pergerakan harga akan dapat memprediksikan kedepannya dengan baik. Hasilnya dapat dijadikan sebagai dasar bahan pertimbangan didalam melakukan pengambilan kebijakan dan pembuatan perencanaan untuk mengambil langkah langkah strategi yang menguntungkan, menyediakan rencana alternatif yang dapat digunakan dengan cepat dan mudah ketika dibutuhkan, perusahaan dapat mengurangi biaya-biaya untuk merespon keadaan yang kurang baik dan dapat dengan cepat beraksi untuk mengambil keuntungan dari peluang yang tidak terduga Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun seperti pepatah bilang “tak ada gading yang tak retak”. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini menjadi karya yang bermanfaat bagi penelitian selanjutnya dan bagi pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum. Bogor, Desember 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, diawali dengan ucapan syukur kepada Allah SWT penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu serta kakak-kakak dan adik-adikku yang tercinta yang senantiasa memberikan curahan kasih sayang, do’a dan dukungan moril dan materil yang besar 2. Dr.Ir. Ratna Winandi, Ms selaku dosen pembimbing yang telah bersedia mengorbankan waktunya dalam memberikan arahan, masukan evaluasi dan juga nasehat-nasehat untuk pembentukan keperibadian yang lebih baik lagi. 3. Ir. Harmini, Ms selaku dosen evaluator kolokium yang banyak memberikan masukan dalam perencanaan skripsi 4. Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS. selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan yang berarti bagi penyempurnaan skripsi ini. 5. Etriya, SP. selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ibu Retno P Manuputty (BBJ), Bak Yetty (Bapebti), Pak Sunarto (Dirjenbun), Ibu Widi dan Pak Bambang (LRPI), Mbak firda (Depdag) yang telah memberikan segenap informasi, buku dan fasilitas perpustakaannya kepada penulis. 7. Saudara okwan yang bersedia menjadi pembahas dalam seminar
8. Seluruh saudaraku “ Markas Syabab” Mas Bobi, Dendi suganda, Iwan Sunandar Artar, Helmi, Toufik endut, Rocky, Henson, Een atas Motivasi dan do’anya. Thak u very much. 9. Temen-temen basecamp Pioneer, tempat kumpul, forum diskusi dan penyelesain tugas2, ngaji, buat program kegiatan, tempat nyatai dan bermain anak ekstensi dengan tuan rumah; Arif, Ubay, Jam’an, Sudar, Fajar, Riyan, Wawan, Aris dan temen sering kumpul bareng, curhat-curhatan; Darlin, Bona, Restu, Ali, Riki, Encep, Timbul, Rudy, Baban, Ende, Nora, Dewi, Siska dan masih bayak yang tak tersebutkan
sebagai tempat tercipta keakraban dan persahabatan yang
menyenangan dan merefresh kembali 10. Temen-temenku jauh dimana-mana, Rahmat, Erwin fahri, Sudarlin, wulan, supri, agus salim, eka ,ina dan konco-konco Palembang; Iwan, dendi, dwik Andri purna, trima kasih tetep memberikan pengawasan dan perhatianya 11. Yang memberikan semangat dan mimpi baru dalam hidupku Betaria Septiriana trimakasih atas kunjungannya ke Bogor yang hanya untuk menemuiku. 12. Temen-temen Seperjuangan ektensi Eko, Akbar, Capung, Aris. Terimakasih atas penginapan gratis di Darmaga. 13. Temen-temen kost peraliahan Baitul insan; Afif, Munawar, Novan, Boy, Edi, Alex, Doni dan Dapi, trimakasih atas dukungan, dorongan dan kepeduliannya. 14. Temen-temen Inero Club Bulutangkis: Heru, Ipur, Darma, Wawan, Deri, Iyan Deni, Ijul dll. trimakasih membuat badan Refresh lagi.
15. Teman-teman Ekstensi’13 dan14 Phasing out serta program baru trimakasih atas kedatangan undangannya dalam kolokium dan seminar yang masih pagi 16. Bapak dan Ibu Dosen ektensi Manajemen Agribisnis, yang telah memberi bekal dan mendidik penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan. 17. Seluruh Staf dan Karyawan di program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis (Khususnya Mbak liska, Mbak Maya, Mbak Nur, Mbak Rahmi, Mas Aji dan Mas Agus), Departemen (Ibu Ida dan pak Yusuf), Fakultas dan Rektorat, trimakasih yang telah memberikan bantuan pelayanan kegiatan akademis. Semoga segala amal kebaikan yang telah dilakukan menjadi hitungan ibadah dan hanya Allah SWT yang dapat menilai dan membalas semuanya, Amin.
Bogor, Januari 2008
Penulis
DAFTAR ISI
HAL. DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................. DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... I.
II.
i iii iv v
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.................................................................................
1
1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
4 7 7 8
Perumusan Masalah........................................................................ Tujuan Penelitian ............................................................................. Manfaat Penelitian .......................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umur Produktif Kelapa Sawit ........................................................... 2.2. Pengolahan kelapa sawit menjadi olein .......................................... 2.3. Kantor Pemasaran Bersama (KPB)................................................. 2.4. Pasar Berjangka dan Pasar Fisik .................................................... 2.5. Lindung Nilai .................................................................................... 2.6. Peramalan ........................................................................................ 2.7. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 2.8. perbedaan dengan penelitian Terdahulu.........................................
9 9 11 12 14 15 15 17
. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis............................................................ 3.1.1. Harga ..................................................................................... 3.1.2. Mekanisme Pasar .................................................................. 3.1.3. Permintaan ............................................................................ 3.1.4. Penawaran ............................................................................ 3.1.5. Keseimbangan Pasar ............................................................ 3.1.5.1. Perubahan Titik Keseimbangan Pasar .................... 3.1.6. Perdagangan Internasional ................................................... 3.1.7. Intervensi Pemerintah ........................................................... 3.1.8. Analisi Teknikal...................................................................... 3.1.9. Peramalan ............................................................................. 3.1.10. Metode Peramalan ..............................................................
18 18 18 18 21 25 25 27 29 31 32 33
3.1.11. Pola data ............................................................................. 3.1.12. Teknik peramalan Kuantitatif............................................... 3.1.13. Pemilihan Teknik Peramalan .............................................. 3.2. Kerangka pemikiran Operasional .................................................... IV.
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Dan Sumber Data ................................................................... 4.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 4.3. Identifikasi pola harga Olein ............................................................ 4.4. Penerapan Model peramalan .......................................................... 4.4.1.Model Trend ............................................................................ 4.4.2.Model Naive ............................................................................ 4.4.3.Model perataan ....................................................................... 1. Model rata-rata sederhana .................................................. 2. Rata-rata Bergerak Sederhana ........................................... 4.4.4.Model Pemulusan (Smoothing) ............................................... 1. Pemulusan Winters Aditif ..................................................... 2. pemulusan Winters Multiflikatif ............................................. 4.4.5.Model Dekomposisi ................................................................. 1. Model Aditif ............................................................................ 2. Model Multiflikatif ................................................................... 4.5.5.Model ARIMA ........................................................................... 4.5. Pemilihan Model Peramalan Terbaik .............................................. 4.6. Definisi Operasional .........................................................................
V.
43 43 44 45 45 45 47 47 47 48 48 49 50 50 50 51 58 59
GAMBARAN UMUM 5.1. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Indonesia .................... 5.1.1. Luas Areal,Penyebaran da Produktivitas ............................... 5.1.2. Konsumsi ................................................................................ 5.1.3. Ekspor ..................................................................................... 5.1.4. Kebijakan Perdagangan ......................................................... 5.2. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Dunia ........................... 5.2.1. Negara Produsen dan Eksportir Utama ................................. 5.3. Prospek Pengembangan Kelapa Sawit ...........................................
VI.
34 37 39 40
60 60 62 62 64 65 65 68
PERGERAKAN POLA DAN PERAMALAN HARGA OLEIN DIPASAR FISIK ROTTERDAM DAN JAKARTA 6.1. Harga Olein di Pasar Fisik Rotterdam ............................................. 6.1.1. Identifikasi Pola Data .............................................................. 6.1.2. Penerapan Teknik Peramalan Time Series ........................... 6.1.3. Pemilihan teknik Peramalan Kuantitatif Terbaik..................... 6.2. Harga Olein di Pasar Fisik Jakarta .................................................. 6.2.1. Identifikasi Pola Data .............................................................. 6.2.2. Penerapan Teknik Peramalan Time Series ........................... 6.2.3. Pemilihan teknik Peramalan Kuantitatif Terbaik..................... 6.3. Hasil Peramalan, Implikasi dan Rekomendasi ................................
69 69 72 73 74 74 77 79 80
6.3.1. Hasil Peramalan ...................................................................... 80 6.3.2. Dampak Dari Penurunan Harga ............................................. 82 VII.
KEBIJAKAN KECENDERUNGAN PENURUNAN HARGA 7.1. Kebijakan Turunnya Harga .............................................................. 84
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan............................................................................. ........ 88 8.2. Saran ................................................................................................ 89 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 90 LAMPIRAN ...................................................................................................... 93
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Produksi CPO dan Produk Turunannya di Dunia ...................................... 2 2. Ekspor CPO dan Produk Turunannya dari Indonesia (dalam Ribu Metrik Ton) .......................................................................... 3 3. Perubahan Kebijakan Penetapan PE dan HPE Tahun 2007 dan 2008 ....... 6 4. Pasar Internasional Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2008 ............. 11 5. Pasar Nasional Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2008 ................... 12 6. Pola ACF dan PACF Model ARIMA ........................................................ 57 7. Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Indonesia Tahun 2000-2006 Dalam (000 Ton) ......................................................... 60 8. Perkembangan Volume Ekspor Minyak CPO dan Produk Turunannya, Th. 2000-2006 Dalam (000 ton) ........................ 63 9. Perkembangan Perubahan PE dan HPE Untuk Tahun 2007 Hingga 2008 65 10. Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Dunia, Tahun 2000-2006 .................................................... 66 11. Negara Produsen Utama Minyak Sawit Dunia .......................................... 67
12. Negara Eksportir Utama Minyak Sawit Dunia .......................................... 68 13. Statistik Periode-Periode Unsur Pola data Harga Olein Rotterdam ........... 72 14. Perbandingan Hasil Penerapan Model Peramalan ..................................... 73 15. Statistik periode-periode unsur pola data harga Olein Jakarta ................... 77 16. Perbandingan hasil penerapan Model Peramalan ...................................... 80 17. Hasil Peramalan Harga Delapan Periode Kedepan .................................... 81
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Bagan Proses Penyulingan Minyak Kelapa Sawit ..................................... 10 2. Kurva Penawaran ....................................................................................... 20 3. Pergeseran dan Pergerakan Kurva Penawaran ........................................... 21 4. Kurva Primary dan Derived Demand ......................................................... 22 5. Pergeseran dan Pergerakan Kurva Permintaan .......................................... 25 6. Perubahan Keseimbangan Pasar (a) ........................................................... 26 7. perubahan Keseimbangan Pasar (b) ........................................................... 26 8. Perubahan Keseimbangan Pasar (c) ........................................................... 27 9. Kurva Perdagangan Internasional ............................................................. 28 10. Dampak Pengenaan Pajak Ekspor.............................................................. 30 11. Kurva Dampak Pengenaan Subsidi ............................................................ 31
12. Bagan alur kerangka Operasional .............................................................. 41 13. Tahapan dalam Model Box Jenkins ........................................................... 55 14. Luas Areal Produksi Kelapa Sawit Indonesia, Tahun 2000- 2006 ............ 61 15. Penyebaran Arel Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2006 .............. 61 16. Ekspor CPO Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2006 ............. 63 17. Ekspor Other Palm Oil Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2006 ................................................... 64 18. Grafik Plot data Harga rata-rata mingguan komoditi Olein Pada Pasar fisik Rotterdam, periode Januari 2005 s/d Minggu kedua Agustus 2008.............................................................................................. 70 19. Grafik Plot data Harga rata-rata mingguan komoditi Olein Pada Pasar fisik Jakarta, periode Januari 2005 s/d Minggu kedua Agustus 2008.............................................................................................. 75
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data Harga Rata-rata Mingguan Olein Pada Pasar Fisik Rotterdam dan Jakarta ............................................................... 94 2. Sambungan Data Harga Rata-rata Mingguan Olein Pada Pasar Fisik Rotterdam dan Jakarta 1. ........................................................... 95 3. Hasil Estimasi Penerapan Model Olein Rotterdam .............................................. 96 4. Hasil Estimasi Penerapan Model Harga Olein Jakarta ......................................... 97 5. ARIMA Model: OLEINJ Sarima (0,1,1)(0,1,1)7 .................................................. 98
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan utama sumber minyak nabati yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sumber devisa Negara, penyedia lapangan kerja, pemicu dan pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, kelapa sawit juga berperan mendorong tumbuh dan berkembangnya industri hilir berbasis minyak kelapa sawit di Indonesia Di antara berbagai jenis tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit merupakan tanaman dengan produksi minyak tertinggi. Pangsa produksi minyak
sawit terhadap minyak nabati dan lemak dunia dari tahun ketahun meningkat yaitu 16 persen (13,69 juta ton) pada tahun 1993 menjadi 25 persen (37,16 juta ton ) pada tahun 2006. Nilai ini jauh
lebih tinggi bila dibadingkan dengan minyak nabati
lainnya (minyak kedelai, minyak matahari, minyak repesed minyak kelapa) (IPOC,2006). Negara konsumen minyak sawit terbesar di dunia adalah China (5,44 juta ton), India sebesar 3,07 juta ton, pakistan 1,55 juta, mesir 0,60 juta ton sisanya negara lainnya (Oil word, 2006). Negara produsen terbesar adalah Indonesia dan Malaysia memasok 85 persen minyak sawit dunia sisanya Nigeria, Thailand dan Kolombia, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Permintaan minyak sawit meningkat untuk kebutuhan pangan, kebutuhan industri non pangan (oleochemical) dan sumber energi. Indonesia sebagai Negara yang memiliki ketersediaan lahan berkeinginan menjadi negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Luas areal perkebunan pada tahun 2006 sebesar 6,07 juta ha yang terdiri dari kebun rakyat (2,6 juta ha), kebun pemerintah (0,69 juta ha) dan perkebunan swasta (2,7 juta ha) dan terus terjadi peningkatan dengan laju pertumbuhan nasional 12,5 persen per tahun (BPS,2006).
Tabel 1. Produksi CPO dan Produk Turunannya di Dunia Keterangan Malaysia
Indonesia
Lainnya
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Produksi (Juta Ton)
11.80
11.91
13.35
13.98
14.96
15.88
Prosentase (%)
48.54
46.41
47.56
45.60
44.76
42.7
Pertumbuhan (%)
8.86
0.93
12.09
4.72
7.01
6.14
Produksi (Juta Ton)
8.40
9.62
10.44
12.23
13.92
16.08
Prosentase (%)
34.55
37.49
37.19
39.89
41.6
43.2
Pertumbuhan (%)
20.00
14.52
8.52
17.15
12.14
22.6
4.11
4.13
4.28
4.45
4.54
5.20
Produksi (Juta Ton)
Prosentase (%) Pertumbuhan (%) Dunia
Produksi (Juta Ton)
Prosentase (%) Pertumbuhan (%)
16.91
16.10
15.25
14.51
13.58
13.99
3.01
0.49
3.63
3.97
2.02
14.5
24.31
25.66
28.07
30.66
33.42
37.16
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
11.36
5.55
9.39
9.23
9.00
100.00 11,1
Sumber: BPS, 2006 Produksi minyak
kelapa sawit Indonesia yang dihasilkan pada tahun 2006
sebesar 16 juta ton, hal ini menunjukkan dari segi produksi minyak sawit sudah melampaui Malaysia yang hanya 15,8 juta ton, namun dari besaran ekspornya masih di bawah Malaysia, dengan volume ekspor (14,4 juta ton dan Indonesia baru 12,5 juta ton (BPS,2006), Diperkirakan pada tahun 2008 dengan produksi nasional diatas 18 juta ton, dengan ini produksi dan ekspor Indonesia mampu melampaui Malaysia dikarenakan Indonesia melakukan perluasan areal perkebunan,(Derektorat Jendral perkebunan, 2007). Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2006 mencapai 12,1 juta ton. Angka tersebut terdiri dari 5,2 juta ton berupa CPO dan 6,9 juta ton berupa produk turunannya. Salah satu produk turunanya adalah Refined Bleached Deodorized (RBD olein) sebesar 4 juta ton (Gapki, 2007).
Ekspor CPO
Indonesia terbanyak ditujukan ke India (1,89 juta ton), Belanda (830 ribu ton), Malaysia (470 ribu ton), dan China (310 ribu ton). Sedangkan ekspor produk turunan CPO terbanyak ditujukan ke China (1,45 juta ton), India (590 ribu ton), Belanda (380 ribu ton) dan Malaysia (190 ribu ton). Sisanya dari 16 juta ton produksi nasional tersebut sebesar 3,8 juta ton dikonsumsi dalam negeri atau sekitar 23 persen dari produksi nasional tersebut. (BPS, 2006) Tabel 2. Ekspor CPO dan Produk Turunannya dari Indonesia (dalam Ribu Metrik Ton)
Produk Turunan CPO Tahun
CPO
Total
Porsi CPO
RBD
RBD Ole in
RBD Pal m Oil
Stearine
PFAD
2001
1,800
950
350
930
300
4,330
41.57%
2002
2,800
2,025
280
970
280
6,355
44.06%
2003
2,900
2,500
325
1,200
300
7,225
40.14%
2004
3,800
3,100
550
1,430
380
9,260
41.04%
2005
4,600
3,330
650
1,600
340
10,520
43.73%
2006
5,000
4,050
980
1,650
460
12,140
41.19%
Sumber: GAPKI, 2007
Hasil Minyak sawit (CPO) dipisahkan menjadi minyak sawit padatan (Crude stearin sebesar 20 persen dan minyak sawit cair (crude olein) sebesar 80 persen dan hasil sampingan berupa asam lemak (fatty acid). Crude Olein merupakan bahan utama pembuatan minyak goreng menjadi RBD Olein, disamping itu dipakai sebagai bahan baku kosmetik , sabun, plastik dan farmasi. Minyak goreng termasuk kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, minyak goreng yang merupakan salah satu produk turunan CPO menjadi komoditi yang sangat penting. Kenaikan harga minyak goreng akan langsung berpengaruh pada pengeluaran rumah tangga dan dampaknya akan semakin signifikan untuk masyarakat miskin ataupun industri kecil yang banyak menggunakan minyak goreng. Kenaikan harga minyak goreng juga berkaitan langsung dengan inflasi, indikator ekonomi makro yang selalu diwaspadai semua pihak. Pergerakan harga Olein di pasar domestik sangat terkait erat dengan pergerakan harga Olein di pasar internasioanal, karena penetapan harga Olein di pasar domestik mengacu pada harga yang terbentuk di pasar komoditi Olein di pasar Rotterdam. Sehingga untuk mengkaji perilaku harga komoditi Olein yang terjadi pada pasar fisik Jakarta kita juga harus melihat perilaku harga yang terjadi di pasar Rotterdam sebagai pasar acuan harga Olein dalam negeri.
1.2. Perumusan Masalah Ketidakpastian akan harga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pasar terdistorsi dan output ekonomi tidak tercapai secara optimal. Harga komoditi Olein yang terjadi di pasar fisik ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap komoditas tersebut di pasaran Internasional dan domestik. Pergerakan harga olein terkait erat dengan pergerakan harga CPO, karena olein sendiri sebagai minyak turunan dari CPO. Pergerakan harga CPO di pasar Internasional ditransmisikan kepada pasar domestik melalui mekanisme pasar dan pada umumnya harga CPO dan olein di pasar domestik searah dengan perkembangan harga olein dan CPO di pasar Internasional. Pada saat ini harga Olein yang terjadi fluktuatif dan cenderung meningkat, perubahan begitu cepat dan gejolak harga yang terjadi begitu tajam sehingga sulit untuk diprediksikan. Harga olein pada pertengahan Maret 2008 yang terjadi di pasar fisik Jakarta sebesar Rp 8.983,3/kg, sedangkan harga Olein (Crude Olein) yang terjadi pada pasar fisik Rotterdam sebesar US$ 1.054,3/MT harga ini merupakan harga FOB Malaysia jika dikonversi dengan nilai tukar rupiah pada saat itu sebesar Rp 9.100/$ maka harganya Rp 9.543/kg, lonjakan harga lebih-lebih terjadi pada harga minyak goreng eceran di pasaran domestik yang terjadi berkisar Rp 9.000 – Rp 15.000 Naiknya harga Olein ini akibat dari kenaikan harga komoditi CPO di pasar Internasional. Harga CPO yang terjadi pada pasar Internasional dengan pasar Malaysia sebagai pasar acuan saat ini sebesar RM 3.239,4/ton, pada pasar Rotterdam sebesar US$ 1.049,2/MT, sedangkan harga CPO pada pasar fisik dengan acuan pasar domestik belawan di Medan harga yang terjadi sebesar US$ 979,2/ton. Selisih yang terjadi antara harga CPO di pasar Internasional di Rotterdam dengan pasar domestik sebesar. Rp 757,4/kg, sedangkan selisih yang terjadi atara komoditi CPO dengan Olein sekitar Rp 200/kg, hal ini menunjukkan terjadi ketidak normalan harga untuk Olein itu sendiri, karena Olein merupakan produk olahan dari minyak CPO dimana di dalam proses pengolahannya diperlukan tambahan biaya. Harga normal biasanya
untuk Olein diatas harga CPO dengan besaran selisihmya berkisar antar Rp 200-Rp 700/kg. Lonjakan harga terjadi pada komoditas sawit untuk Olein dan CPO beserta prodak turunannya yang lain sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2007. Harga Olein rata-rata pada Januari 2007 sebesar Rp 5.911/kg untuk pasar domestik dan US$ 576,05/MT, sedangkan minyak goreng eceran yang terjadi pada pasar di Indonesia berkisar Rp 6.500-Rp 7.000/kg. Harga Olein rata-rata awal Semester dua (bulan Juni 2007) sebesar Rp 7.765/kg untuk pasar domestik dan US$ 784,9/MT untuk pasar Internasional, sedangkan minyak goreng eceran yang terjadi di pasar-pasar Indonesia diatas Rp 7.500-Rp 10.000/kg. Pada hal harga Olein sebelumnya pada semester kedua pada tahun 2006 hanya Rp 4.433,3/kg pada pada domestik dan US$ 441,0/MT pada pasar Internasional sedangkan harga minyak goreng eceran di pasaran berkisar Rp 4.500/kg-Rp 6.000/kg. Akibat ketidaknormalan ini produsen domestik cendrung untuk mengekspor CPO karena lebih menguntungkan sehingga industri minyak goreng dalam negeri tidak mendapatkan pasokan yang cukup untuk berproduksi, konsekuensinya
konsumen
menanggung
harga
yang
cukup
tinggi.
Dari
melambungnya harga CPO dan Olein tersebut. Kenaikan harga minyak goreng yang demikian tinggi, peran pemerintah untuk melakukan pengendalian merupakan suatu keharusan. Kenaikan harga tersebut kini tidak hanya meresahkan masyarakat miskin dan industri kecil, tetapi sudah berimbas pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Jika ini tidak dikendalikan, dampak kenaikan harga minyak goreng dapat berkembang tidak hanya terbatas pada isu ekonomi, tetapi merambat ke masalah sosial dan politik. Upaya-upaya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri diantaranya: penetapan pajak ekspor dan harga patokan ekspor, kebijakan wajib setor pasar domestik yaitu Domestic Obligation market (DMO), operasi pasar, subsidi diberikan pada konsumen. Untuk penetapan pajak ekspor dan harga patokan ekspor pemerintah telah melakukan berapa
perubahan didalam kurun waktu satu tahun terakhir ini. Perubahan kebijakan yang terjadi dapat dilihat pada tabel.3. Tabel 3. Perubahan Kebijakan Penetapan Pajak Ekspor (PE)dan Harga Patokan Ekspor Tahun 2007 Dan 2008 Periode tahun 2007 komoditi
HPE (US$)/MT PE
HPE (US$)/MT
jan
feb
mar
apr
mei
jun
PE
juli
agus
CPO
1,5
458
487
490
525
558
622
6,5
676
728
CrudeOlein
0,3
477
541
553
564
571
669
6,5
740
767
RBD olein
0,3
488
552
570
574
585
676
6,5
746
801
Periode tahun 2008 okt
nov
des
CPO
7,5
786
760
784
862
CrudeOlein
7,5
786
763
814
892
RBD olein
7,5
779
773
824
902
PE
Feb
April
(%)
(10)
(20)
944 progresif
sep
Juni(15%
Juli(20)
1196
1196
1144
983
1288
1288
1224
996
1303
1303
1261
Sumber: Departemen perdagangan RI,2007-2008, data diolah.
Beberapa kali perubahan kibijakan Pajak Ekspor (PE) dan Harga Patokan Ekspor (HPE), perubahan harga yang begitu cepat di pasar Internasional dan terjadi ketidak normalan harga Cpo dengan minyak Olein sebagai minyak turunan telah menunjukkan adanya ketidakpastian akan harga yang akan datang semangkin besar dan tingkat risiko yang sangat tinggi. Harga merupakan faktor diluar kontrol dari manajemen dan dampaknya bersifat sistematik yang mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan., ketidakpastian dalam perkembangan harga atau yang biasa disebut dengan resiko harga ini akan menyulitkan para pelaku ekonomi, baik domestik maupun Internasional, dalam upaya melakukan perencanaan kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan di bidang bisnis dan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan mengatasi segala resiko dan merespon ketidakpastian, maka dari itu diperlukan perhitungan dan meramalkan apa yang akan terjadi dimasa mendatang
sangat dibutuhkan. Adanya perhitungan akan harga dengan memprediksikan kedepannya dapat dijadikan sebagai dasar bahan pertimbangan didalam melakukan pengambilan kebijakan dan pembuatan perencanaan untuk mengambil langkah langkah strategi yang menguntungkan, menyediakan rencana alternatif yang dapat digunakan dengan cepat dan mudah ketika dibutuhkan, meminimalkan resiko akan harga, memilih pasar yang akan dituju sebagai tempat penjualan, juga sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi. meningkatkan kecepatan perusahaan untuk merespon peristiwa yang tidak pasti, ini berarti, perusahaan dapat mengurangi biaya-biaya untuk merespon keadaan yang kurang baik dan dapat dengan cepat beraksi untuk mengambil keuntungan dari peluang yang tidak terduga. Peramalan bisnis dan ekonomi dibutuhkan mengingat kondisinya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang bersifat sangat dinamis dan tidak pasti( tidak deterministik). Kemampuan memahami perubahan harga dengan baik membutuhkan pendekatan yang tepat yang tercermin dalam metode peramalan yang dipilih. Oleh karena itu akan di lakukan uji coba penerapan berbagai metode peramalan, serta memilih metode peramalan terakurat yang mampu menjelaskan karakteristik harga yang terjadi secara aktualnya 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan
permasalahan yang dikemukakan diatas,
maka
tujuan
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi pola pergerakan data harga Minyak Olein dan mencari metode peramalan yang sesuai dengan karakter pola data harga yang terjadi pada pasar fisik jakarta maupun pasar fisik Rotterdam. 2. Mendapatkan Model peramalan terbaik dan meramalkan harga Olein di pasar fisik jakarta dan pasar fisik Rotterdam untuk dua bulan kedepan dalam mingguan 3. Dampak dan kebijakan dari hasil ramalan harga kedepan
1.4. Manfaat Penelitian Sebagai bahan pertimbangan didalam melakukan pengambilan kebijakan dan pembuatan
perencanaan
untuk
mengambil
langkah
langkah
strategi
yang
menguntungkan, menyediakan rencana alternatif yang dapat digunakan dengan cepat dan mudah ketika dibutuhkan, meminimalkan resiko akan harga, memilih pasar yang akan dituju sebagai tempat penjualan, juga sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi. meningkatkan kecepatan perusahaan untuk merespon peristiwa yang tidak pasti, ini berarti, perusahaan dapat mengurangi biaya-biaya untuk merespon keadaan yang kurang baik dan dapat dengan cepat beraksi untuk mengambil keuntungan dari peluang yang tidak terduga
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, hanya menekankan kepada peramalan time series untuk melihat perilaku dari harga yang terjadi dalam rangka untuk meminimalkan resiko akan ketidakpastian harga pada masa yang akan datang. Untuk analisis kausalitas untuk melihat perilaku faktor-faktor yang mempengaruhi harga olein bukan menjadi bagian dari penelitian ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umur Produktif Kelapa Sawit Tanaman Kelapa Sawit secara umum waktu tumbuh rata-rata 20 – 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini dikarenakan kelapa sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Dan pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagi periode matang (the mature periode), dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar (Fresh Fruit Bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah tandan segar. Dan terkadang pada usia 20 - 25 tahun tanaman kelapa sawit mati (Lubis, 1992). 2.2 Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi CPO, Olein dan Turunan Lainnya Lubis (1992) Semua komponen buah sawit berdasarkan penelitian dapat dimanfaatkan secara maksimal. Buah sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) sedangkan buah sawit diolah menjadi PK (kernel palm). Ekstraksi CPO rata-rata 20 persen sedangkan PK 2.5 persen. Sementara itu serat dan cangkang biji sawit dapat dipergunakan sebagai bahan bakar ketel uap. Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined,
Bleached and Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD Olein). RBD Olein terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng. Sedangkan RBD Stearin terutama dipergunakan untuk margarin dan shortening, disamping untuk bahan baku industri sabun dan deterjen. Pemisahan CPO dan PK dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses penyulingan minyak sawit tersebut dapat menghasilkan 73 persen olein, 18 pesen stearin, 5 persen PFAD ( Palm Fatty Acid Distillate) dan 4% buangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Minyak mentah (CPO) (100%)
Kristalisasi (100%)
Fraksinasi (100%)
Olein kasar Crude Olein (80%)
Crude Stearin (20%)
Pembuangan lendir
RBD Stearin (18%)
Pemucatan (bleaching) (80%)
RBDP olein (73 %)
Palm fatty Acid (5 %)
Keterangan : Proses Penyulingan Kelapa Sawit Sumber : Lubis 1992 Gambar 1. Bagan Proses Penyulingan Minyak Kelapa Sawit Pada gambar diatas yang menjadi objek penelitian ini adalah Crude Olein (minyak curah) dan Refine Blenched Deodorized Olein (RBD Olein) atau disebut sebagai minyak kemasan. Sedangkan CPO sebagai bahan bakunya tidak menjadi objek yang diteliti.
2.3 Kantor Pemasaran Bersama (KPB) Minyak sawit adalah minyak nabati yang digunakan sebagai bahan mentah untuk bahan baku minyak goring. Minyak goreng termasuk sembilan bahan pokok, maka sejak semula pemasaran minyak sawit dalam negeri mendapat perhatian dari pemerintah untuk mengalokasikan CPO milik PTP Nusantara (perusahaan perkebunan negara) diserahkan kepada kantor Pemasaran Bersama (KPB). Kantor pemasaran bersama didirikan dengan tujuannya yaitu : Meningktkan efesiensi dan efektivitas pemasaran, meningkatkan posisi tawar (Barganing Position) maupun daya saing dipasar domestik dan pasar internasional, mencegah persaingan antar PTPN, meningkatkan Citra dan Bonafiditas di pasar dunia, membuat pemasaran lebih terarah dalam memasuki pasar baru atau pasar yang sudah ada, dan mempermudah pencarian mitra kerjasama bagi PTPN dalam mengembangkan industri hilir. Dalam menentukan harga jual CPO dan hasil-hasil ikutannya termasuk Olein, KPB menggunakan Quotations pasar Rotterdam yang datanya diperoleh dari Reuter setiap hari kerja, harga jual
dari Malaysia melalui Kuala Lumpur Commodity
Exchange (KLCE) dan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). KLCE dan BBJ merupakan bursa berjangka untuk komoditas kelapa sawit dimana melalui bursa komoditi
tersebut produsen dan prosesor minyak dapat melakukan hedging (lindung nilai) dan speculation (spekulasi). Tabel 4 menunjukan gambaran jumlah pasar ouput kelapa sawit domestik dan internasional. Tabel 4. Pasar Internasional Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2008 Komoditi
Kondisi
CPO CPO (KLCE) RBD Olein RBD Stearin Fatty Acid PKO PKM
Lokasi Pasar
CIF Rotterdam FOB Malaysia FOB Malaysia FOB Malaysia FOB Malaysia CIF Rotterdam CIF Germany
Rotterdam Kuala Lumpur Rotterdam Rotterdam Rotterdam Rotterdam Germany
Sumber: Kantor Pemasaran Bersama 20 Februari 2008 Di dalam negeri, pasar olein
terdapat di Medan, Jakarta, Surabaya dan
Semarang. Pasar hasil perkebunan kelapa sawit yang banyak adalah pasar Olein, yang merupakan produk turunan dari CPO. Kondisi ini dapat dilihat di tabel 5. Tabel 5. Pasar Nasional Hasil Perkebunan Kelapa Sawit Tahun 2008 Komoditi CPO Olein Olein Olein Olein
Kondisi Penyerahan FOB Belawan (Franco Pabrik Medan) FOB Belawan (Franco Pabrik Medan) Franco Pabrik Jakarta Franco Pabrik Surabaya Franco Pabrik Semarang
Lokasi Pasar Medan incl.PPn Medan incl.PPn Jakarta incl.PPn Surabaya incl.PPn Semarang incl .PPn
Sumber : Kantor Pemasaran Bersama, 20 Februari 2008 2.4 Pasar Berjangka (Future) dan Pasar Fisik (Forward)
Bursa berjangka atau pasar berjangka merupakan pasar derivatif, yang berbeda dari pasar komoditi secara fisik yang telah umum kita kenal. Di pasar berjangka, diperdagangkan kontrak berjangka atas komoditi tertentu yang telah dipersyaratkan secara standar. Berdasarkan UU No.32/1997 tentang perdagangan berjangka komoditi, perdagangan berjangka adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas kontrak berjangka (Badan Pengawas Berjangka Komoditi,
2003). Beberapa ketentuan yang telah ditetapkan secara standar dalam kontrak berjangka, antara lain jenis komoditi, mutu, jumlah satuan perkontrak, bulan penyerahan, tempat penyerahan, dan persyaratan penyerahan. Karena bentuknya yang standar itu, maka yang di”negoisasi”kan hanya harganya saja. Performance atau ”terpenuhinya” kontrak berjangka sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak, dijamin oleh suatu lembaga khusus yaitu Lembaga Kliring Berjangka. Dengan demikan di bursa berjangka akan terdapat banyak pasar berjangka, sesuai dengan banyaknya komoditi yang diperdagangkan. Di bursa, pembeli dan penjual bertemu satu sama lain dan melakukan transaksi untuk membeli atau menjual sejumlah komoditi untuk kemudian hari, sesuai isi atau spesifikasi kontrak. Harga komoditi yang terbentuk di bursa berlangsung secara transparan. Dengan demikian, harga tersebut akan mencerminkan kekuatan pasokan dan permintaan yang sebenarnya. Transaksi di bursa dilakukan oleh para anggota bursa, yang terdiri dari Hedger (para petani produsen, pedagang komoditi, prosesor dan industri pemakai), Spekulator dan pialang berjangka, baik dengan cara berteriak (open outcry) atau secara elektronik (electronic trading system). Selanjutnya, harga yang terjadi dicatat menurut bulan penyerahan masing-masing kontrak berjangka dan diumumkan secara luas kepada masyarakat. Menurut Djunaidi (1999),
perbedaan antara perdagangan berjangka
(futures) dengan perdagangan fisik (forward) atau dikenal dengan pasar Spot adalah sebagai berikut: 1. Kontrak Pada perdagangan fisik syarat kontrak berdasarkan negoisasi sedangkan pada perdagangan berjangka syarat kontrak standard sesuai dengan ketetapan yang berlaku di bursa dan menurut Rambey (1999) kontrak forward yang diperdagangkan di pasar fisik dibuat secara ’tailor made’, tidak terstandarisasi, umumnya hanya terdapat satu delivery date, Settlement dilaksanakan diakhir periode kontrak dan umumnya terjadi delivery berupa cash settlement pada saat berakhirnya kontrak. Sedangkan kontrak berjangka diperdagangkan sesuai standard melalui bursa dan terdaftar pada lembaga kliring, terdapat delivery date dalam satu rentang waktu
dengan settlement dilaksanakan secara harian melalui mekanisme margin trading dan kontrak umumnya diakhiri sebelum kontrak dilakukan penyerahan 2. Aktivitas Pasar Pada perdagangan fisik aktivitas pasar tidak diregulasi, sedangkan di pasar berjangka diregulasi oleh bursa. 3. Penetapan Harga Penetapan harga pada perdagangan fisik kurang kompetitif karena adanya negoisasi antara penjual dan pembeli. Sedangkan di pasar berjangka terjadi tawar menawar secara kompetitif sesuai dengan sistem lantai bursa. 4. Likuidasi Likuidasi pada perdagangan fisik biasanya sulit, sedangkan pada perdagangan berjangka mudah di offset (ditutup). Manfaat utama dari penyelenggaraan perdagangan berjangka komoditi yaitu sarana pembentukan harga (price discovery) yang transparan dan wajar, yang mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari komoditi yang diperdagangkan dan sebagai sarana pengelolaan resiko (risk management) melalui kegiatan lindung nilai atau hedging (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, 2003a). Pada dasarnya, harga komoditi primer sering berfluktuasi karena ketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit dikuasai seperti kelainan musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kegiatan lindung nilai menggunakan kontrak berjangka, mereka dapat mengurangi sekecil mungkin resiko yang diakibatkan gejolak harga tersebut. Dengan memanfaatkan kontrak berjangka, produsen komoditi dapat menjual komoditi yang baru akan mereka panen beberapa bulan kemudian, pada harga yang telah dipastikan atau “dikunci” sekarang (sebelum panen). Dengan demikian, mereka dapat memperoleh jaminan harga sehingga tidak terpengaruh oleh kenaikan atau penurunan harga jual di pasar tunai.
Sebagai
jaminan, semua pengguna pasar berjangka, dipersyaratkan menyerahkan sejumlah uang yang disebut “margin”. Besarnya per kontrak umumnya berkisar antara 5 % - 10 % dari nilai kontrak. Adapun besarnya margin berbeda-beda tergantung pada komoditi, waktu, dan gejolak harga yang terjadi. Dalam perjalanannya, margin ini
memerlukan tambahan (margin call), karena berkurang dari margin awalnya akibat pergerakan harga yang berlawanan dengan yang diperkirakan semula. Bila saldo margin mencapai batas tertentu, kepada setiap nasabah yang memiliki posisi “terbuka” baik beli atau jual, harus menambahkan marginnya kebesaran semula (margin awal). Margin yang telah ditetapkan berlaku untuk periode waktu tertentu, dan dapat diubah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Selain itu ada biaya komisi yang dikenakan oleh pialang berjangka, yang besaran minimumnya ditetapkan bursa atas persetujuan Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi
(Bapppebti, 2003). 2.5 Lindung Nilai (Hedging) Dalam setiap kegiatan perdagangan, pengusaha selalu mengharapkan keuntungan, akan tetapi juga dihadapkan kepada resiko kerugian yang selalu melekat dalam kegiatan usahanya. Resiko umumnya berasal dari akibat perubahan harga barang, perubahan kurs mata uang, suku bunga, inflasi dan lain sebagainya. Untuk melindungi pengusaha dari resiko tersebut, dapat dilakukan lindung nilai yaitu suatu kegiatan pengambilan posisi di pasar berjangka yang berlawanan dengan posisinya di pasar fisik (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, 2003). Dengan lindung nilai, resiko tersebut dapat dialihkan kepada investor yang mengharapkan keuntungan dari perubahan harga di Bursa Berjangka. Manfaat lindung nilai selain merupakan sarana untuk mengurangi atau meminimalkan resiko akibat perubahan harga juga memberikan kepastian berusaha karena membantu pengendalian produk dan persediaan bahan baku guna memenuhi kebutuhan produsen, pengolah atau pabrikan. Lindung nilai memberikan peluang bagi Bank untuk menyediakan dana yang lebih besar karena lebih terjamin. Menurut Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (2003b) secara garis besar ada dua jenis lindung nilai yaitu lindung nilai jual untuk mengatasi resiko turunnya harga dan lindung nilai beli untuk mengatasi resiko kenaikan harga. 2.6. Pola Data dan Peramalan
Peramalan merupakan suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Adanya perhitungan akan harga dengan memprediksikan kedepannya dapat dijadikan sebagai dasar bahan pertimbangan didalam melakukan pengambilan kebijakan dan pembuatan perencanaan untuk mengambil langkah langkah strategi yang menguntungkan, menyediakan rencana alternatif yang dapat digunakan dengan cepat dan mudah ketika dibutuhkan, meminimalkan resiko akan harga, memilih pasar yang akan dituju sebagai tempat penjualan, juga sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi. meningkatkan kecepatan perusahaan untuk merespon peristiwa yang tidak pasti, ini berarti, perusahaan dapat mengurangi biaya-biaya untuk merespon keadaan yang kurang baik dan dapat dengan cepat beraksi untuk mengambil keuntungan dari peluang yang tidak terduga. Peramalan bisnis dan ekonomi dibutuhkan mengingat kondisinya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang bersifat sangat dinamis dan tidak pasti. Peramalan yang baik membutuhkan pendekatan yang tepat yang tercermin dalam metode peramalan yang dipilih. Terutama sekali dengan menggunakan metode kuantitatif dalam mengeksplorasi pola data untuk membuat model secara matematis yang mampu menjelaskan karakteristik dari data aktualnya secara baik Menurut Hanke et al, (2003) faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik peramalan untuk data deret waktu (time series) adalah
identifikasi dan
pemahaman pola historis data. Pola data tersebut terbagi menjadi empat, yaitu : 1. Pola Horisontal Pola ini terjadi pada saat data observasi berfluktuasi disekitar nilai rata-rata konstan. Pola ini disebut juga pola stasioner. 2. Pola Trend Pola ini muncul ketika observasi data menaik atau menurun pada periode yang panjang. Contoh dari rangkaian trend adalah pertumbuhan populasi, inflasi harga, perubahan teknologi, preferensi konsumen dan kenaikan produktifitas. 3. Pola Siklis (cyclus)
Pola ini muncul pada saat observasi data memperlihatkan kenaikan dan penurunan pada periode yang tidak tetap. Komponen siklik mirip fluktuasi gelombang disekitar trend yang sering dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Fluktuasi siklik sering dipengaruhi oleh perubahan pada ekspansi dan kontraksi ekonomi. 4. Pola Musiman (seasonality) Pola terjadi pada saat data observasi dipengaruhi oleh faktor musiman. Komponen musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang berulang dengan sendirinya dari tahun ketahun. Untuk deret bulanan, komponen musiman mengukur keragaman deret dari setiap Januari, setiap Februari dan seterusnya. Untuk deret triwulanan, ada empat elemen musim, masing-masing satu untuk setiap triwulan.
2.8 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai peramalan dengan menggunakan metode kuantitatif sebagai alat bantu sudah banyak dilakukan. Hasibuan (2003) melakukan penelitian mengenai peramalan produksi CPO PT Sucofindo Medan, penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pola data produksi CPO dengan mengamati plot data dan plot autokorelasinya. Berdasarkan plot data dan plot autokorelasi data produksi CPO PT Sucofindo Medan, diketahui bahwa pola data tidak stasioner, memiliki unsur trend dan musiman. Berdasarkan nilai MSE terendah, maka metode peramalan yang dipilih adalah metode ARIMA (1,1,1). Zega
(2003)
melakukan
penelitian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi penetapan harga CPO di PTPN III dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran CPO, dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pemasaran CPO sangat dipengaruhi oleh faktor produk. Faktor produk yang dimaksud adalah kualitas CPO, sedangkan penetapan harga CPO sangat tergantung kepada mekanisme pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan pemasaran CPO di PTPN III, yaitu faktor internal yang terdiri dari kapasitas pabrik dan pengadaan modal kerja, kebijaksanaan harga jual dan para kesan pembeli. Faktor eksternal yang diketahui terdiri dari kebijakan
pemerintah, perkembangan perekonomian dunia, perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan situasi persaingan. Selain itu, fluktuasi harga CPO dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain penawaran dan permintaan yang terjadi, kondisi politik dan keamanan negara, kondisi nilai tukar rupiah, perkembangan komoditi subtitusi CPO dunia, siklus informasi aktual dunia dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan. Jafarudin, M. (2005) melakukan penelitian mengenai Peramalan Produksi TBS di Kebun Percobaan Betung II A. Tujuan penelitiannya adalah menganalisis pola data produksi TBS dikebun percobaan Betung II A dan mendapatkan metode peramalan time series yang paling sesuai untuk meramalkan produksi TBS di kebun percobaan Betung II A. Berdasarkan plot data disimpulkan bahwa data produksi tidak stasioner, terdapat unsur tren dan musiman. Dari hasil analisis metode peramalan terbaik disimpulkan bahwa metode ARIMA merupakan metode yang terbaik dengan nilai MSE yang terkecil dibandingkan dengan metode peramalan yang lain. Suganda (2006) menganalisa harga CPO pada pasar fisik Medan serta pasar berjangka Malaysia dan Rotterdam. Tujuan menganalisis pola harga CPO, mencari model peramalan terbaik dan meramalkan harga. Model peramalan terbaik yang didapatkan untuk pasar fisik Medan adalah ARIMA (1,0,0) (1,1,0), untuk pasar berjangka Malaysia ARIMA (2,0,0) dan untuk pasar Rotterdam (2,0,0) (2,1,0). Askadarimi
(2007)
menganalisa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perdagangan minyak CPO Indonesia. Tujuan penelitiannya selain menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, luas area, produktifitas, ekspor dan impor juga menganalisis dampak perubahan pajak terhadap volume perdagangan, dengan menggunakan alat analisis persamaan 2SLS. Hasilnya produksi tergantung luas areal dan produktivitas, luas areal tergantung harga CPO, produktivitas dipengaruhi harga ekspor, ekspor dipengaruhi oleh harga, ekspor nilai tukar dan pajak produksi, impor dipengaruhi produksi CPO dan permintaan domestik serta dampak penurunan pajak ekspor sebesar 5 persen menyebabkan peningkatan ekspor sebesar 1,19 persen. 2.8 Perbedaan Dengan Peneliti Terdahulu
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya terutama mengenai objek yang diteliti yaitu komoditi Olein dan masalah sekarang yang sedang dihadapi terutama mengenai harga komoditi olein yang dihadapi saat ini hingga tahun tahun kedepanya perubahannya begitu cepat dari waktu kewaktunya sehingga sulit untuk diprediksikan, meskipun ada kesamaan di dalam tujuaan yang ingin dicapai dan alat analisis time series yang digunakan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sekarang ini.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Harga Olein Harga adalah sejumlah nilai yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk beserta pelayanannya (Swastha, 1997). Biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan dalam memproduksi, mendistribusikan, memasarkan dan biaya atas resiko harus dapat menentukan perusahaan dalam menetapkan harga jual. Untuk menentukan harga diperlukan suatu metode yang terdiri atas penetapan harga mark up, penetapan harga sasaran pengembalian, penetapan harga nilai yang
diterima, penetapan harga tingkat yang sedang berlaku dan penetapan harga tawaran tertutup. Di dalam bauran pemasaran harga merupakan satu-satunya unsur yang mewakili pendapatan (Kotler, 2000).
Penetapan
harga
Olein,
produsen
tersebut menggunakan metode penetapan harga berdasarkan nilai, dengan mempertimbangkan harga-harga Olein pesaing. Harga Olein internasional merupakan harga yang berlaku di pasar fisik Olein di luar negeri seperti pasar Rotterdam dan pasar Malaysia, sedangkan harga Olein lokal (nasional) adalah harga Olein yang berlaku di pasar lokal seperti pasar spot Jakarta. Dinamika Perubahan harga atau fluktuasi harga terjadi disebabkan bekerjanya mekanisme pasar yang berlangsung 3.1.2. Mekanisme pasar Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan permintaan dan penawaran. Dalam pengertian ekonomi pasar bersifat interaktif. Mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran (Raharja, 2004). Penetapan harga Olein sangat tergantung pada mekanisme pasar, baik pasar lokal maupun internasional. 3.1.3. Penawaran Menurut Lipsey (1995) penawaran adalah jumlah komoditi yang ditawarkan pada tingkat harga tertentu. Hipotesis yang mendasarinya bahwa harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif dengan asumsi faktor-faktor yang lain ceteris paribus. Makin tinggi harga suatu komoditi, maka makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan. Sebaliknya, semakin rendah harga, maka semakin kecil jumlah komoditi yang akan ditawarkan. Faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditi ditentukan: a. Biaya produksi (input) Tinggi/rendahnya biaya produksi akan mempengaruhi harga jual yang pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah yang ditawarkan. b. Teknologi
Maju/mundurnya atau canggih tidaknya teknologi akan mempengaruhi jumlah penawaran. Makin canggih teknologi, produktifitas semakin besar, harga menjadi murah, jumlah yang ditawarkan meningkat dan sebaliknya. c. Harapan keuntungan Tingkat keuntungan produsen, besar kecilnya laba akan menentukan harga jual. Keuntungan yang besar akan diperoleh jika harga barang murah, sehingga jumlah penawaran meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan. d. Kebutuhan akan uang tunai Mendesak atau tidaknya kebutuhan uang tunai bagi perusahaan akan berpengaruh kepada harga jual yang akhirnya berpengaruh pada jumlah penawaran barang/jasa. e. Harapan harga masa yang akan datang Bagi produsen yang mampu menahan barang untuk dijual pada saat harga dianggap lebih menguntungkan, produsen akan menahan barang, sehingga mempengaruhi jumlah penawaran. Hubungan antara penawaran dan berbagai faktor yang mempengaruhinya menurut Lipsey et al.(1995) dapat dituliskan dalam suatu fungsi penawaran sebagai berikut : Sqx = f (Px, Py,Pt, M, N, T)
Dimana : Sqx = Jumlah komoditi yang ditawarkan Px Py Pf M T N
= Harga komoditi X = Harga komoditi lain = Harga Input = Teknologi = Pajak = Keadaan alam
Keterkaitan antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini, Misalnya kenaikan penawaran Olein, mengakibatkan harga komoditi Olein akan turun.
P
S0 S2
S1
Q Keterangan : Keterkaitan antara harga komoditi dengan penawaran terhadap komoditi Sumber
: Halcrow (1992) Gambar 2. Kurva Penawaran
Penting sekali untuk membedakan antara perpindahan sepanjang kurva penawaran dan pergeseran kurva penawaran. Istilah perubahan penawaran digunakan untuk menunjukkan pergeseran keseluruhan kurva penawaran. Artinya, perubahan dalam jumlah yang ditawarkan pada tingkat harga komoditi tersebut.
Suatu
perpindahan sepanjang kurva penawaran menunjukkan adanya perubahan jumlah yang ditawarkan sebagai reaksi atas terjadinya perubahan harga dari komoditi tersebut. Kenaikan dalam penawaran berarti keseluruhan kurva penawarannya telah bergeser ke arah kanan (S1 ke S2) pada keseimbangan E1 ke E2; sehingga kuantitas yang ditawarkan akan lebih besar pada tingkat harga yang sama.
Pergerakan
sepanjang kurva penawaran ke kanan atas (P1Q1 ke P2Q2) menunjukkan kenaikan kuantitas yang ditawarkan sebagai respon terhadap kenaikan harga komoditi dimana keseimbangan berubah dari E0 ke E1. Pergeseran dan pergerakan sepanjang kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 3.
P
S1
S2
E1
P2
P1
E2
E0 Q Q1
Q2
Q3
Gambar 3. Pergeseran dan Pergerakan Sepanjang Kurva Penawaran
3.1.2. Permintaan Menurut Lipsey 1995 permintaan adalah jumlah komoditi yang diminta pada tingkat harga tertentu. Hipotesis yang mendasarnya bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif dengan faktor-faktor lain ceteris paribus. Semakin rendah harga suatu komoditi, maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu semakin besar. Sebaliknya, semakin tinggi harga maka semakin rendah jumlah yang diminta. Permintaan ada dua jenis yaitu permintaan untuk konsumen akhir dan permintaan antara atau konsumen antara dimana produk ajasa akan diperjualbelikan kembali atau diolah pabrik. Perilaku Permintaan konsumen akhir yaitu
memaksimumkan kepuasan, sedangkan permintaan antara
orientasinya memaksimumkan keuntungan.
komoditi olein merupakan input produksi yang akan diperjual belikan kembali atau diolah pabrik Oleh karena itulah, permintaan akan komoditi olein merupakan permintaan turunan (derived demand) yang sangat dipengaruhi oleh permintaan utamanya (primary demand) seperti hasil olahan minayk olein. Derived demand digunakan untuk menunjukkan daftar permintaan bagi input yang dipakai dalam menghasilkan produk akhir. Derived demand juga menyangkut sistem pemasaran
secara keseluruhan ataupun fungsi permintaan di tingkat produsen olein. Derived demand berbeda dengan primary demand dalam banyak pasar dan proses pergantian per unit produk.
Kurva derived demand dapat berubah salah satunya karena
pergeseran primary demand atau perubahan marjin pemasaran.
Secara empiris
hubungan derived demand dapat diperkirakan dengan antara lain dengan mengurangkan marjin yang terdapat dalam daftar primary demand atau secara tidak langsung dapat menggunakan data harga dan jumlah yang diperoleh dari setiap tingkat pemasaran (Tomek dan Robinson, 1972). P
Pr
Er
Pf
Ef
Dr Df
Qd
Q
Gambar 4. Kurva Primary dan Derived Demand Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa Keseimbangan primary market terjadi di titik (Er). Keseimbangan primary market terbentuk dari primary price (Pr) dengan primay demand (Qd) yang menggambarkan permintaan pasar secara keseluruhan. Sedangkan derived demand (Df) yang merupakan turunan pertama dari primary demand (Dr) bersama dengan derived price (Pf) membentuk keseimbangan di derived market (Ef).
Keseimbangan di derived market ini menunjukkan
permintaan yang terjadi di tingkat produsen olein pada tingkat derived price (Pf). Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu komoditi ditentukan: a. Harga komoditi olein
Naik atau turunnya harga barang/jasa akan mempengaruhi banyak/sedikitnya terhadap jumlah barang yang diminta. b. Pendapatan konsumen Pendapatan masyarakat mencerminkan daya beli masyarakat. Tinggi/rendahnya pendapatan masyarakat akan mempengaruhi kualitas maupun kuantitas permintaan. c. Intensitas kebutuhan Mendesak/tidaknya atau penting tidaknya kebutuhan seseorang terhadap barang/ jasa, mempengaruhi jumlah permintaan. Kebutuhan primer, lebih penting dibanding kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder lebih penting dibanding tersier, sehingga pengaruhnya terhadap jumlah permintaan berbeda. d. Distribusi Pendapatan Makin merata pendapatan, maka jumlah permintaan semakin meningkat, sebaliknya pendapatan yang hanya diterima/dinikmati oleh kelompok tertentu, maka secara keseluruhan jumlah permintaan akan turun. e. Pertambahan penduduk Jumlah penduduk akan mempengaruhi jumlah permintaan. Makin banyak penduduk, maka jumlah permintaan akan meningkat. f. Barang pengganti (substitusi) Adanya barang pengganti akan berpengaruh terhadap jumlah permintaan. Pada saat harga barang naik, jika ada barang pengganti maka jumlah permintaan akan dipengaruhinya. Lipsey et al. (1995) menyatakan hubungan antara tingkat harga dan jumlah komoditi yang diminta dapat ditulis dalam suatu fungsi permintaan sebagai berikut : Qdi t dimana ; Qdi
= f (Pi t , Pj t ,Pk t , . . . . .Y t )
= permintaan komoditi i
Pi
= harga komoti i
Pj Pk
= harga komoditi substitusi dari komoditi i = harga komiditi komplemen dari komiditi i
Y t
= pendapatan konsumen = periode waktu ke t
Selain beberapa faktor di atas, pengetahuan mengenai pergeseran dan pergerakan kurva permintaan juga penting untuk diketahui.
Istilah perubahan
permintaan untuk menggambarkan pergeseran seluruh kurva permintaan, yaitu perubahan jumlah yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Istilah perubahan dalam kuantitas yang diminta mengacu pada perubahan dari satu titik pada kurva permintaan ke titik lain pada kurva permintaan asli atau kurva permintaan baru. Peningkatan permintaan berarti seluruh kurva permintaan telah bergeser ke kanan (D0 ke D2). Penurunan permintaan berarti seluruh kurva permintaan telah bergeser ke kiri (D0 ke D1).
Pada harga tertentu, kenaikan permintaan menyebabkan kenaikan
kuantitas yang diminta.
Sementara itu penurunan permintaan menyebabkan
penurunan kuantitas yang diminta. Pergerakan sepanjang kurva permintaan dapat ditunjukkan dengan suatu perpindahan ke arah bawah menyebabkan kenaikan dalam jumlah atau kuantitas yang diminta (P0Q0 ke P1Q1). Sementara itu, perpindahan ke kiri atas sepanjang kurva permintaan menyebabkan penurunan dalam jumlah yang diminta (P0Q0 ke P2Q2). Ilustrasi pergeseran dan pergeakan kurva permntaan dapat dilihat pada Gambar 5.
P D1 D0 P2
D2 E2
E0
P0
E1
P1
Q Q2 Q0
Q1
Gambar 5. Pergeseran dan Pergerakan Sepanjang Kurva Permintaan 3.1.3
Keseimbangan Harga Harga keseimbangan atau harga pasar (Equilibrium Price) adalah tinggi
rendahnya tingkat harga yang terjadi atas kesepakatan antara produsen/penawaran dengan konsumen atau permintaan. Pada harga keseimbangan produsen/penawaran bersedia melepas barang/jasa, sedangkan permintaan/konsumen bersedia membayar harganya. Dalam kurva harga keseimbangan terjadi titik temu antara kurva permintaan dan kurva penawaran, yang disebut Equilibrium Price. 3.1.3.1 Perubahan Keseimbangan Harga Terbentuknya harga pasar dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran. Masing-masing faktor dapat menyebabkan bergesernya jumlah permintaan dan jumlah penawaran. Dengan bergesernya permintaan dan penawaran akan mengakibatkan bergesernya tingkat harga keseimbangan. Jika faktor yang menyebabkan perubahan adalah harga keseimbangan akan kembali ketitik awal, Tetapi jika yang berubah adalah faktor-faktor cateris paribus seperti teknologi pada sisi penawaran atau pendapatan pada sisi permintaan, keseimbangan tidak kembali ketitik awal
Gambar 6. Perubahan keseimbangan (a) Jika harga berubah (misal ke P1) terjadi kelebihan penawaran yang menyebabkan harga turun kembali ke P0. Titik keseimbangan tetap E0
Gambar 7. Perubahan keseimbangan (b) Kurva penawaran bergeser kekanan keseimbangan bergeser dari E0 ke E1
karena perubahan teknologi. Titik
Gambar 8. Perubahan keseimbangan (c) Kurva permintaan bergeser ke kanan karena perubahan pendapatan. Titik keseimbangan bergeser dari E0 ke E1. 3.1.4
Perdagangan internasional Perdagangan tersebut dapat dijelaskan oleh teori Heckescher –Ohlin
menekankan pada perbedaan relatif faktor alam dan harga faktor produksi sebagai determinan yang paling penting. Teori H-O menganggap bahwa tiap negara akan mengekspor komoditi yang mempunyai faktor produksi berlimpah dan murah dan mengimpor komoditi yang relatif jarang dan mahal.
Penyamaan harga faktor
produksi dengan perdagangan akan menghapuskan atau mengurangi perbedaan harga faktor produksi sebelum perdagangan. Secara teori suatu negara (A) akan mengekspor suatu komoditi (Olein) kenegara lain (B) apabila harga dipasar domestik relatif lebih rendah (P1) sebelum terjadinya perdagangan bila dibandingkan negara (B), ini disebabkan karena adanya kelebihan penawaran (Excess Supllay) karena itu negara (A) memiliki kesempatan untuk menjual kelebihannya kenegara lain. Dilain pihak negara(B) terjadi kekurangan supplai (exess demand) sehingga harga menjadi tinggi (P3), dengan demikian negara (B) berkeinginan untuk membeli minyak Olein dari negara lain yang harganya relatif murah. Pada panel X menunjukkan pada harga p2 jumlah impor komoditi Olein yang diminta sama dengan jumlah expor yang ditawarkan negara A jadi p2 adalah harga
keseimbangan
dengan
perdagangan.
Ini
akan
menggerakka
harga
keseimbangan p3 pada negara B turun ke harga kesemibangan dengan perdagangan pada p2, dan sebakliknya pada negara A akan mengerakkan harga keseimbangan pasar dinegara A(P1) naik ke harga keseimbangan perdagangan ke (P2) untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2. di bawah in Panel A Pasar Negara A Untuk komoditi
PX?PY
Panel x Perdagangan Internasional
PX?PY
Panel B Pasar Negara C Untuk komoditi
PX?PY
S
P4
P3
A”
P3
Ekspor P2
B
A’
E B*
E
B’
Impor
A
P1
E’
D
D
0
X
0
X
0
X
Sumber: Dominic Salvatore, 1997 Gambar 9. Kurva Perdagangan Internasional Maka dapat disimpulkan dengan adanya perdagangan Internasional maka menguntungkan kedua negara, dimana negara A dapat menjual kelebihan produksinya sehingga menghasilkan devisa bagi negara disamping itu negara B di untungkan degan terpenuhinya kebutuhan domestik dengan mengimpor barang negara A. Dengan adanya perdagangan antar negara, maka akan menimbulkan harga Internasional yang merupakan harga keseimbangan berupa peningkatan harga pada negara A dari P1 ke P2 dan negara B di untungkan dengan terjadinya penurunan harga dari P3 ke P2
3.1.7 Intervensi Pemerintah (pajak, subsidi)
Salvatore (1997), menyatakan bahwa perdagangan yang dilakukan secara bebas (free trade) akan dapat memaksimumkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat didalamnya. Pada kenyataannya, hampir setiap negara menerapkan berbagai bentuk hambatan terhadap langsungnya perdagangan internasional secara bebas hambatan-hambatan tersebut terkait erat dengan kepentingan suatu negara untuk meningkatkan kesejahteraan nasional dan dapat mempengaruhi harga suatu komoditi yang diperdagangkan. Apabila negara yang memberlakukan hambatan perdagangan adalah negara besar, maka pemberlakuan hambatan tersebut akan berpengaruh pada harga komoditi perdagangan dunia jika yang melakukan negara kecil maka hanya berpengaruh pada harga komoditi negara tersebut. 1. Pajak Dilihat dari satu sisi, pajak memberatkan karena membuat harga barang menjadi lebih mahal. Namun disisi lain pajak dibutuhkan sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai fungsi-fungsinya, khususnya redistribusi pendapatan dan sebagai alat stabilisasi ekonomi. Hanya saja keputusan penentuan pajak harus mempertimbangkan elastisitas permintaan penawaran. Pemerintah bermaksud menarik pajak dari pasar komoditi dengan membebankan pajak sebesar T per unit. Pajak itu dibebankan kepada produsen. Pengenaan pajak menyebabkan kurva penawaran bergeser dari S0 ke S1 sehingga harga keseimbangan menjadi P1, sedangkan jumlah keseimbangan menjadi Q1. Kebijakan ini menyebabkan konsumen kehilangan surplus konsumen sebesar A+B sedangkan produsen kehilangan surplus produsen sebanyak F+C tetapi pemerintah memperoleh pendapatan sebanyak A+F
Harga S1
Pajak (t) P1 P0
S0
B
A F
C
P2 D
0
Q1
Q
Kuantitas
Sumber : Raharja (2004) Gambar 10. Dampak Pengenaan Pajak 2. Subsidi Subsidi dapat dipandang sebagai pajak negatif, karena subsidi menambah pendapatan nyata, sebagaimana halnya pajak, manfaat pemberian subsidi terbagi bagi antara produsen dan konsumen tergantung elastisitas permintaan penawaran. Pada diagram 3. mengambarkan mula mula keseimbangan pasar pada titi E0 dengan harga P0 dan permintaan Q0. Agar makin banyak konsumen yang mampu membeli komoditi, pemerintah bermaksud menurunkan harga komoditi ke P1 sehinga permintaan meningkat menjadi Q1. Sementara penawaran berkurang menjadi Q2. subsidi diberikan kepada konsumen akan menggeser kurva permintaan D0 ke D1 sehingga keseimbangan baru pada titik E2 bila subsidi diberikan kepada produsen akan menggeser kurva penawaran ke S1 keseimbangan baru pada E1.
Harga
S0
S1 E2
P2 P0
Subsidi
E0
P1
E1 D0
D1
0
Q2
Q0
Q1
Kuantitas
Sumber: Rahardja, 2004 Gambar 11. Kurva Dampak Pengenaan Subsidi 3.1.8. Analisis Teknikal Analisis ini merupakan upaya untuk memperkirakan harga komoditi (kondisi pasar) dengan mengamati perubahan harga komoditi tersebut di waktu yang lalu. Berlainan dengan pendekatan fundamental, analisis teknikal tidak memperhatikan faktor-faktor fundamental yang mungkin mempengaruhi harga komoditi di pasar berjangka. Menurut Frost (1985) analisis teknikal adalah suatu studi mengenai harga, termasuk besarnya volume (jumlah) dan posisi terbuka (open interest). Inti dari analisis teknikal adalah berusaha menganalisis harga di masa lampau dengan tujuan untuk meramalkan pergerakan harga di masa yang akan datang. Analisis teknikal ini sering disebut dengan Chartist karena para analisnya melakukan studi dengan menggunakan grafik (chart), di mana mereka berharap dapat menemukan suatu pola pergerakan harga sehingga mereka dapat mengeksploitasinya untuk mendapatkan keuntungan. Metode didalam mengeksploitasi data harga dengan menggunakan model time series dan kemudian meramalkannya Pada penggunaan analisis teknikal ada tiga asumsi yang mendasari yaitu : (1) pergerakan harga di pasar mewakili semua variabel yang bekerja di pasar sehingga
semua hal yang mempengaruhi harga pasar tercermin dari harga yang terbentuk. (2) harga pasar mengikuti trend yang sangat kuat (kokoh), dan (3) sejarah dapat berulang dengan sendirinya sehingga pola harga selalu dianggap berulang di masa mendatang. 3.1.9. Peramalan Peramalan merupakan alat kuantitatif yang digunakan untuk membantu didalam mengambil suatu keputusan. Suatu keputusan akan lebih baik hasilnya bila memadukan antara hasil kuantitatif (peramalan) dan intuisi (pendapat pribadi). Hampir setiap organisasi memerlukan ramalan baik secara eksplisit maupun secara implisit, karena hampir setiap organisasi harus membuat perencanaan agar sesuai dengan kondisi masa depan yang tidak diketahui dengan baik. Selain itu, peramalan dibutuhkan pada semua lini fungsional, begitu pula pada semua jenis organisasi. Peramalan dibutuhkan dalam bidang keuangan, pemasaran, personalia, dan lingkup produksi, dalam pemerintahan dan organisasi pencari laba, dalam klub sosial kecil, dan dalam partai politik nasional (Hanke et al. 2003). Peramalan disini bagi pelaku pasar komoditi Olein Sebagai bahan pertimbangan di dalam melakukan strategi untuk meminimalkan resiko akan harga dan memilih pasar yang akan dituju sebagai tempat penjualan, juga sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi. sedangkan bagi pihak pemerintah dapat membantu didalam pengambilan kebijakan maupun regulasi bagi industri kelapa sawit Gaynor dan Kirkpatrick (1994) mengungkapkan bahwa peramalan merupakan pendugaan terhadap kegiatan masa depan. Metode peramalan dapat berdasarkan pengalaman, penilaian, opini dari ahli atau model matematika yang menggambarkan pola data historis. Peramalan merupakan suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki, agar kesalahan dapat diperkecil. Peramalan dapat juga diartikan sebagai suatu usaha memperkirakan perubahan, agar tidak disalahpahami bahwa peramalan tidak memberikan jawaban yang pasti tentang apa yang akan
terjadi, melainkan akan mencari yang sedekat mungkin dengan apa yang akan terjadi (Mulyono 2000). 3.1.10. Metode Peramalan Peramalan kualitatif pada hakekatnya didasarkan pada intuisi atau pengalaman empris dari perencana atau pengambil keputusan, sehingga relatif lebih subjektif. Pada situasi manajemen dan industri (pasar) yang masih sederhana, peramalan kualitatif dapat memberikan akurasi hasil peramalan yang relatif sama dengan peramalan kuantitatif. Metode kualitatif dapat memberikan hasil yang bias ketika beberapa individu tertentu mendominasi proses peramalan melalui reputasi, kekuatan kepribadian atau posisi strategis dalam organisasi. (Anmi L, 2004). Metode peramalan terbagi menjadi dua yaitu metode peramalan kualitatif
dan metode
kuantitatif. 1. Metode Kualitatif Metode peramalan kualitatif tidak memerlukan data seperti halnya dalam metode kuantitatif, akan tetapi bukan berarti bahwa metode kualitatif tidak membutuhkan data kuantitatif, tetapi terdapat perbedaan diantara keduanya. perbedaan ini terletak pada penggunaan data. Metode kualitatif membutuhkan input yang tergantung pada metode tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, pertimbangan dan pengetahuan yang didapat. Pendekatan dengan metode ini seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang telah terlatih secara khusus. Metode peramalan ini terbagi atas metode eksploratoris (metode Delphi, kurva- S analogi, dan penelitian morfologis) dimulai dari masa lalu dan masa kini sebagai titik awalnya dan bergerak secara heuristik dengan melihat semua kemungkinan yang ada. Pada metode normatif (matriks keputusan, pohon relevansi, dan analisis sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan datang, kemudian melihat ke masa lalu apakah hal ini dapat dicapai berdasarkan kendala sumberdaya dan teknologi yang tersedia (Makridakis et al., 1999).
2. Metode Kuantitatif dan Asumsinya Ramalan ditentukan berdasarkan atas data kuantitatif dan menggunakan metode yang sistematis. Makridakis et al., (1999) menulis
bahwa peramalan
kuantitatif memiliki sifat yang objektif berdasarkan pada keadaan aktual (data) yang diolah dengan menggunakan metode-metode tertentu. Penggunaan suatu metode juga harus didasarkan pada fenomena manajemen atau bisnis apa yang akan diramalkan dan tujuan yang ingin dicapai melalui peramalan. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut : 1. Tersedia informasi masa lalu 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik 3. Dapat diasumsikan bahwa pola masa lalu akan terus berlanjut dimasa datang Pada dua asumsi pertama merupakan syarat keharusan bagi penerapan metode peramalan kuantitatif. Asumsi ketiga merupakan syarat kecukupan, artinya walaupun asumsi ketiga dilanggar, model yang dirumuskan masih dapat digunakan. Hal tersebut akan memberikan kesalahan peramalan yang relatif besar bila perubahan pola data maupun bentuk hubungan fungsional tersebut terjadi secara sistematis. 3.1.11. Pola data Dalam penelitian ini model peramalan yang digunakan adalah model time series. Menurut Hanke et al, (2003) faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik peramalan untuk data deret waktu (time series) adalah
identifikasi dan
pemahaman pola historis data. Pola data tersebut terbagi menjadi empat, yaitu : 1. Pola Horisontal Pola ini terjadi pada saat data observasi berfluktuasi disekitar nilai rata-rata konstan. Pola ini disebut juga pola stasioner.
2. Pola Trend Pola ini muncul ketika observasi data menaik atau menurun pada periode yang panjang. Contoh dari rangkaian trend adalah pertumbuhan populasi, inflasi harga, perubahan teknologi, preferensi konsumen dan kenaikan produktifitas. 3. Pola Siklis (cyclus) Pola ini muncul pada saat observasi data memperlihatkan kenaikan dan penurunan pada periode yang tidak tetap. Komponen siklik mirip fluktuasi gelombang disekitar trend yang sering dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Fluktuasi siklik sering dipengaruhi oleh perubahan pada ekspansi dan kontraksi ekonomi. 4. Pola Musiman (seasonality) Pola terjadi pada saat data observasi dipengaruhi oleh faktor musiman. Komponen musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang berulang dengan sendirinya dari tahun ketahun. Untuk deret bulanan, komponen musiman mengukur keragaman deret dari setiap Januari, setiap Februari dan seterusnya. Untuk deret triwulanan, ada empat elemen musim, masing-masing satu untuk setiap triwulan. Berdasarkan keempat tipe pola data tersebut, menurut Hanke et al,. (2003) beberapa teknik peramalan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: 1). Teknik peramalan data dengan trend Teknik peramalan yang perlu dipertimbangkan untuk pola data Trend adalah model simple moving average (rata-rata bergerak), pemulusan eksponensial linier Holt, regresi linier sederhana, dan model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) 2). Teknik peramalan data stasioner Teknik peramalan yang perlu dipertimbangkan pada data stasioner adalah model naive, model rata-rata sederhana, rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial linier Holt sederhana, dan model rata-rata terintegrasi bergerak autoregresif (ARIMA) atau model Box-Jenkins
3). Teknik peramalan untuk data dengan musiman Teknik-teknik yang perlu dipertimbangkan ketika meramalkan deret musiman terdiri dari dekomposisi klasik, sensus X-12, pemulusan eksponensial winters, regresi berganda deret waktu, dan model ARIMA 4). Teknik peramalan untuk deret bersiklus Teknik-teknik yang perlu dipertimbangkan ketika meramalkan deret bersiklus terdiri dari dekomposisi klasik, indikator ekonomi, model ekonometrik, regresi berganda, dan model ARIMA 3.1.12. Teknik Peramalan Teknik peramalan yang digunakan dalam peramalan time series terdiri dari beberapa model. Pembagian model tersebut beragam menurut para ahli, namun pada dasarnya memiliki maksud dan tujuan yang sama. Model-model peramalan time series tersebut, adalah sebagai berikut : 1. Model Trend Model ini menggambarkan pergerakan data yang meningkat atau menurun dalam jangka waktu yang panjang. Model ini menggambarkan hubungan antara periode dengan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis regresi. 2. Model Naif (naive) Model ini merupakan model sederhana yang menyatakan bahwa nilai suatu variabel saat ini merupakan perkiraan terbaik untuk nilai berikutnya atau nilai variabel dimasa depan akan tetap sama. 3. Model Penghalusan (Smoothing) 1). Model Perataan a). Model rata-rata sederhana (simple average) Menurut Hanke et al,. (2003) model ini merupakan model yang tepat ketika seri data secara umum tidak berubah dan stabil, misalnya jumlah penjualan produk daur hidupnya berada dalam kondisi maturity. Model ini menggunakan rata-rata dari seluruh data historis sebagai ramalan untuk periode mendatang.
b). Model rata-rata bergerak sederhana (simple moving average) Model ini menggunakan rata-rata sebagai ramalan untuk periode mendatang. Pada setiap nilai, muncul nilai pengamatan baru, nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling tua dan memasukan nilai pengamatan yang terbaru. Model ini tidak dapat mengatasi unsur trend dan musiman. 2). Model Pemulusan Eksponensial (exponential smoothing) Model pemulusan ini terdiri atas : a). Model pemulusan eksponensial tunggal (single eksponential smoothing) Model ini digunakan untuk peramalan data time series tanpa trend atau pola stasioner. Model ini memiliki kelebihan yaitu dalam hal nilai α yang dapat berubah secara otomatis. Nilai α akan berubah secara otomatis jika terdapat perubahan dalam pola data dasar. Model ini juga digunakan untuk peramalan data time series dengan pola data stasioner. b). Model pemulusan eksponensial ganda dari Brown: Model ini memiliki tambahan
nilai pemulusan dan disesuaikan untuk
mengatasi unsur trend. 3). Model pemulusan eksponensial ganda Holt (exponential smoothing linear trend) Model Holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Model ini menggunakan dua konstanta pemulusan (α dan β). Model ini digunakan untuk peramalan data time series dengan trend Model ini memasukan tingkat pemulusan tambahan dan hanya memiliki satu konstanta pemulusan. 4). penghalusan Exponensial Model Winters Model ini cocok digunakan untuk serial data yang mempunyai pola trend linier, serta faktor musiman. Kelebihan model ini adalah mudah dan cepat untuk meng-update ramalan ketika data baru diperoleh, jika trend dan musiman berubah dalam data historis dan pembobot optimal digunakan maka hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan model dekomposisi. Kelemahannya adalah pembobot optimal
yang diperoleh harus selalu dimonitor dan jika ada pengaruh siklis hasil ramalannya tidak akurat karena komponen siklis tidak diperhitungkan. 4. Model Dekomposisi Model ini berusaha memisahkan berbagai komponen yang mempengaruhi perilaku deret data. Pemisahan (dekomposisi) ini bertujuan untuk membantu pemahaman atas perilaku deret data sehingga dapat dicapai keakuratan peramalan yang lebih baik. Model ini terdiri dari : 1). Dekomposisi aditif, model ini untuk
pola data yang fluktuasinya
relatif
konstan. 2). Dekomposisi multiflikatif, model ini untuk pola data yang
fluktuasinya
proporsional terhadap trend. 5. Model Box -Jenkins (ARIMA) Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah jenis model linier yang mampu mewakili deret waktu yang stasioner dan non stasioner. Model ini tidak mengikutkan variabel bebas dalam pembentukannya, model ini menggunakan informasi dalam deret itu sendiri untuk menghasilkan ramalan. Misalnya model ARIMA untuk penjualan bulanan akan memproyeksikan pola penjualan historis untuk meramalkan penjualan bulan depan (Hanke et al., 2003). 3.1.13. Pemilihan Teknik Peramalan Hanke et al., (2003) menuliskan bahwa beberapa pertanyaan yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan teknik peramalan mana yang paling cocok untuk suatu masalah tertentu adalah : 1. Kenapa ramalan dibutuhkan? 2. Siapa yang akan menggunakan ramalan? 3. Karakteristik apa yang ada pada data yang tersedia? 4. berapa periode waktu yang akan diramalkan? 5. Berapa data minimum yang menjadi persyaratan? 6. Seberapa besar derajat keakuratan dikehendaki? 7. Berapa biaya peramalan?
Dalam memilih teknik peramalan yang sesuai dengan benar, peramal harus dapat mengerjakan hal-hal berikut : 1. Menetapkan sifat dasar masalah peramalan 2. Menjelaskan sifat dasar data yang sedang diteliti 3. Mendeskripsikan kemampuan dan keterbatasan potensial dari teknik-teknik peramalan yang kemungkinan sangat berguna 4. Mengembangkan sejumlah kriteria yang ditentukan terlebih dahulu sebagai dasar untuk memilih keputusan. Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik peramalan adalah identifikasi dan pemahaman pola data historis (Hanke et al., 2003). 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pada saat ini harga Olein yang terjadi fluktuatif dan cendrung meningkat, perubahan begitu cepat dan gejolak harga yang terjadi begitu tajam sehingga sulit untuk diprediksikan. Tingkat harga yang terjadi tersebut sesuai dengan permintaan dan penawaran terhadap komoditas tersebut di pasar internasional dan domestik. Resiko dan ketidakpastian harga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kegagalan pasar (market failure) sehingga menyebabkan pasar terdistorsi dan ouput ekonomi tidak tercapai secara optimal. Keberhasilan dibidang bisnis dan ekonomi sangat ditentuntukan oleh kemampuan memahami perilaku yang menyebabkan perubahan dan meramalkan apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Adanya pemahaman atas perilaku yang menentukan perubahan
tersebut dapat dijadikan dasar yang memungkinkan
menejemen sebagai pihak bisnis dan pemerintah sebagai pihak pengambil kebijakan menyusun perencanaan atau keputusan untuk mengantisipasinya. Peramalan bisnis dan ekonomi dibutuhkan mengingat kondisinya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang bersifat sangat dinamis dan tidak pasti. Peramalan yang baik membutuhkan pendekatan yang tepat yang tercermin dalam metode peramalan yang dipilih. Metode peramalan kuantitatif terdiri dari tiga
metode yaitu metode kausal dan time series dan traking singnal. Pada penelitian ini digunakan model time series sedangakan teknik kausal dan traking signal tidak dilakukan pada penelitian ini. Pendekatan. Ada berbagai macam model yang akan diuji cobakan
diantaranya: Model Tren, Naieve, Smoothing (penghalusan),
dekomposisi, serta Arima. Dimana masing masing model tersebut memiliki keunikan tersendiri di dalam kesesuaian dengan plot data aktual yang terjadi. Model peramalan yang memenuhi syarat validitas model, yang paling sederhana, terakurat yang mampu menjelaskan periaku harga yang terjadi secara aktualnya maka model tersebut yang akan dipilih untuk meramalkan harga kedepan pada kedua pasar tersebut, Sehingga hasilnya dapat digunakan untuk menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan bisnis/ ekonomi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 12. Bagan alur kerangka Operasional
Fluktuasi Harga Minyak Olein
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Olein
Analisis Harga Olein di pasar Domestik dan Pasar Internasional
Teknik Analisis dengan Model Kausal
Identifikasi Pola Data harga Olein pada pasar Rotterdam dan pasar fisik Jakarta
Analisis Pola Data dan Penyesuaian Model Peramalan yang Akan digunakan
Pemilihan Model Peramalan Terbaik
Model Time Series 1. Tren 2. Naïve 3. Smoothing (Penghalusan) • Perataan 1) Rata-rata Sederhana 2) Rata-rata Bergerak sederhana • Penghalusan Exsponensial 1) Singel 2) Double Model Brown • Penghalusan Eksponensial Model Holt • Penghalusan Eksponensial Model Winter 1) Aditif 2) Multiflikatif 4. Model Dekomposisi 1) Aditif 2) Multiflikatif 5. Model Arima dan Sarima
Meramalkan Harga Olein Nasional dan internasional
Dampak dan kebijakan dari hasil peramalan kedepan Pada pasar fisik atau Spot
Ket :
tidak dilakukan dalam penelitian
Gambar 12. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekunder yang bersifat kuantitatif, yang bersumber dari berbagai literatur yang telah dipublikasikan dalam bentuk laporan-laporan baik cetak maupun elektronik. Data tersebut terdiri dari data time series harian harga olein dan data data sekunder yang menggambarkan permintaan dan penawaran baik pasar domestik maupun internasional yang relevan dengan objek penelitian. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai lembaga yang terkait dengan topik penelitian antara lain: Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Direktorat Jenderal Perkebunan (DITJENBUN), Departemen Perdagangan Republik Indonesia (DEPDAGRI), Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), Kantor Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), , Bank Indonesia, dan Badan Pusat Statistik (BPS Jakarta), Indonesian Palm Oil Commitee (IPOC). Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI). dan instansi lainnya. 4.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kuantitatif dengan melakukan teknik peramalan times series dan teknik deskriptif digunakan untuk mengidentifikasikan dan menjelaskan pola data yang telah diplotkan. Data sekunder yang diperoleh diolah menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel. Program Minitab 14 digunakan untuk menganalisis plot data harga olein, proses peramalan dengan model trend, dekomposisi serta ARIMA yang diolah dengan Program Minitab 14. Program QSB digunakan untuk meramalkan harga dengan model Winters dan Smoothing. Pemilihan program tersebut dikarenakan merupakan program yang telah sering digunakan dan mudah digunakan
4.3. Identifikasi Pola Data Harga Olein
Data harga Olein diplot menggunakan program Minitab 14. Berdasarkan hasil plot data tersebut dapat diketahui secara visual bagaimana bentuk pola data, pola data yang terbentuk meliputi : Pola pertama adalah pola stasioner, yaitu jika pola data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang konstan. Pola yang kedua adalah pola musiman, yaitu jika data membentuk fluktuasi konstan dan proporsional dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun) yang disebabkan oleh faktor musiman. Pola data ketiga adalah pola siklis, yaitu jika data dipengaruhi oleh fluktuasi tersebut disebabkan oleh pengaruh ekonomi jangka panjang. Pola keempat adalah pola tren, yaitu jika data menunjukkan kenaikan atau penurunan secara sekuler dalam jangka panjang. Perbedaan dari keempat pola data itu memerlukan penyesuaian antara pola data dengan metode analisis yang akan digunakan. Usaha penyesuaian itu biasanya dilakukan dengan membuat sebuah asumsi bahwa ada suatu bentuk pola data dalam serial data yang harus berkelanjutan, kemudian dipilih metode yang sesuai dengan pola tersebut. Berdasarkan keempat tipe pola tersebut, menurut Hanke (1999) ada empat teknik peramalan yang umum digunakan yaitu: a. Teknik peramalan untuk data stasioner (pola horisontal) Pola horisontal terjadi ketika data observasi berfluktuasi disekitar nilai ratarata yang konstan atau dengan kata lain nilai meannya tidak berubah sepanjang waktu. Situasi seperti ini muncul ketika pola data yang mempengaruhi deret relatif stabil. Teknik peramalan yang perlu dipertimbangkan pada peramalan deret stasioner adalah metode naive, simple average, moving average, single exponential smooting, dan auto regressive integrated moving average (ARIMA)
b. Teknik peramalan untuk data musiman (seasonality) Pola musiman terjadi ketika data-data observasi dipengaruhi faktor musiman. Deret bermusim didefinisikan sebagai deret waktu dengan pola perubahan yang berulang dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Komponen musiman merupakan fluktuasi yang terjadi kurang dari setahun dan berulang pada tahun-tahun beriktnya. Komponen musiman relatif dominan pada peubah-peubah yang besarannya tergantung pada musim atau cuaca, seperti produk pertanaian. winter, regresi berganda, dan ARIMA. c. Teknik peramalan untuk data siklus (cyclus) Pola siklus terjadi ketika data observasi terlihat naik atau turun dalam periode waktu yang tidak tetap setiap dua tahun, tiga tahun, atau lebih. Siklik didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang disekitar tren. Komponen siklus umumnya ditemukan pada analisis jangka panjang seperti peramalan yang menyangkut siklus hidup produk. Teknik-teknik yang perlu dipertimbangkan adalah dekomposisi indikator ekonomi, regresi berganda dan model ARIMA. d. Teknik peramalan untuk data kecenderungan (tren) Pola tren terbentuk ketika data observasi terlihat meningkat atau menurun dalam periode waktu yang lebih panjang. Tren merupakan komponen jangka panjang yang mendasari pertumbuhan dan penurunan data time series. Komponen tren dapat terjadi akibat adanya pertumbuhan penduduk, perubahan teknologi, inflasi, produktivitas dan sebagainya. Teknik peramalan yang perlu dipertimbangkan pada peramalan deret stasioner adalah metode naive, linier regression, growt curve, moving average, single exponential smoothing, dan ARIMA. Langkah yang harus dilakukan untuk menganalisis data historis adalah dengan memplotkan data tersebut secara grafis. Dari hasil plot data tersebut dapat diketahui apakah pola data stasioner, musiman, siklik atau tren. Dengan mengetahui secara jelas pola dari suatu data historis maka dapat dipilih teknik-teknik peramalan yang mampu secara efektif mengektrapolasi pola data.
4.4. Penerapan Model Peramalan
Setelah proses plot data harga olein nasional dan internasional selesai, dilakukan peramalan dengan menggunakan model yang telah ditetapkan. Model peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang secara ilmiah dapat digunakan untuk mengatasi unsur data harga olein diberbagai pasar.
4.4.1. Trend Teknik trend yang akan digunakan adalah teknik trend linier, trend kuadratik, pertumbuhan eksponensial. Persamaan ramalan dengan teknik trend adalah sebagai berikut: 1. Trend linier 2. Trend kuadratik
: :
3. Trend Eksponensial
Ŷt = a+b1 (t)
Ŷt = a+b1 (t) + b2 (t)2 :
Ln Ŷt = a+b (t)
4.4.2 Model Naive Model ini identik dengan model rata-rata bergerak sederhana (simple moving average) dengan ordo t = 1. Nilai data aktual terakhir dijadikan ramalan untuk periode berikutnya. Dimana Ft+1
Ft+1 = Xt : nilai ramalan untuk satu periode kedepan Xt
: nilai aktual pada waktu ke t
Proses peramalan model ini menggunakan program Microsoft Excel
4.4.3. Model Perataan 1. Model Rata-rata Sederhana (Simple Average)
Model ini diterapkan memakai nilai rata-rata dari seluruh nilai ramalan periode berikutnya. Akibatnya model ini akan memberikan nilai ramalan yang lebih akurat jika deret data berkisar diantara nilai tengahnya atau data stasioner. Model ini hanya mampu memberikan ramalan untuk satu periode kedepan serta kurang praktis karena peramal harus menyimpan seluruh data historis. Nilai rata-rata data secara keseluruhan ramalan untuk periode berikutnya
Ft+1 = Dimana Ft+1
∑X
t
t
: nilai ramalan untuk satu periode kedepan Xt
: nilai aktual pada waktu ke t
Proses peramalan model ini menggunakan program Minitab 14 2). Model Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average) Proses kerja mengaplikasikan model ini adalah sebagai berikut : a. Menentukan ordo dan bobot rata-rata bergerak Ordo dari rata-rata bergerak adalah jumlah data masa lalu yang dimasukan ke dalam rataan. Aplikasi model ini pada setiap harga CPO yang ada menggunakan ordo yang menghasilkan nilai kesalahan yang paling kecil. Pemilihan ordo terbaik dilakukan dengan cara coba-coba. b. Menerapkan persamaan model peramalan Untuk model rata-rata bergerak sederhana persamaan umumnya (Makridakis dkk, 1999) adalah : t
Ft+1 =
∑X
i =t − N +1
N
i
Dimana Ft+1
: nilai ramalan untuk satu periode kedepan : nilai aktual pada waktu ke i Xi N : ordo dari rata-rata bergerak
4.4.4. Model Pemulusan (Smoothing) Eksponensial
Teknik pelicinan eksponensial dari Brown menetapkan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponen. Cara pelicinannya ialah dengan pengambilan perbedaan antara nilai-nilai tunggal yang dilicinkan, asal diselaraskan dengan bentuk trend. Persamaan-persamaan dalam teknik ini adalah: Ŷt+m = at + bt (m) St
= αSt + (1 – α) St-1
St(2) = αSt + (1 – α) St-1(2) at
= 2 St - St(2)
bt
= (α / (1 – α)) (St - St(2))
Dimana: St
= pelicinan tahap 1
St(2)
= pelicinan tahap 2
α = koefisien pelicinan at
= Nnilai penyesuaian intersep
bt
= nilai penyesuaian trend
Ŷt+m
= nilai ramalan periode t+m
m
= jumlah periode kedepan
1. Metode Winter Additive Terdiri dari 3 tahap proses pemulusan: 1. Untuk menduga nilai rata-rata level (intercept/(a)) dari data.
2. Untuk menduga komponen slope (b). 3. Untuk menduga komponen musiman dari data. Untuk meramalkan data time series dengan trend linear dan memiliki variasi musiman aditif. Perkiraan nilai awal parameter yang diperbaharui biasanya diperoleh dari model dekomposisi aditif. dengan
Model awal:
Update Parameter Update komponen level Update komponen slop Update komponen seasonal Ramalan (Y) pada (m) periode kedepan Ramalan selang untuk 1 periode kedepan dan dt = konstanta bernilai 1,25 untuk peramalan satu period eke depan
2. Metode Winter Multiplikatif Untuk meramalkan data time series dengan trend linear dan memiliki variasi musiman tidak konstan. Perkiraan nilai awal parameter yang diperbaharui biasanya diperoleh dari model dekomposisi multiplikatif. Model awal: Υt = Trt * Snt * ε t , dengan Trt = a + b(t ) . Update parameter: 1. Update komponen level.
at = α (Υt Snt − L ) + (1 − α )(at −1 + bt −1 ) 2. Update komponen Slope.
bt = β (at − at −1 ) + (1 − β )(bt −1 ) 3. Update komponen seasonal.
Snt = γ (Υt at ) + (1 − γ )(Snt − L ) Ramalan (Y) pada (m) periode ke depan ∧
Υ t + m = [at + bt ( m)]* Snt − L + m Ramalan selang untuk 1 periode ke depan ∧
Υ t +1 ± Z α / 2 ( MAEt )(d t ) , dengan MAE t =
∑ [Υ
t
Snt − L ] − (a t −1 + bt −1 ) t
, dan
d t konstanta bernilai 1,25 untuk peramalan satu periode ke depan. Keterangan: α , β , dan γ merupakan konstanta smoothing. Menentukan nilai awal: 1. Dari hasil Metode Dekomposisi Multiplikatif dapat diperoleh nilai a0 ,b0 ,
Sn1− L , Sn2− L ,..., SnL− L ∧
∧
Υ = Trt * Snt , dengan Trt = a + b(t ) , sehingga Υ t = (a + b(t )) * Snt
Jika menggunakan QSB, digunakan data 1 tahun pertama (Y1, Y2,…, YL), yakni:
aL =
Υ1 + Υ2 + ... + ΥL ; bL = 0 ; Sn1 = Υ1 / a L , Sn2 = Υ2 / a L ,..., SnL = ΥL / a L . L
4.4.5. Model Dekomposisi
a. Teknik Dekomposisi Teknik dekomposisi berupaya memisahkan berbagai komponen yang mempengaruhi pola prilaku deret data. Pemisahan (dekomposisi) ini bertujuan untuk
membantu pemahaman atas deret data sehingga dapat dicapai keakuratan peramalan yang lebih baik. Komponen yang mempengaruhi deret data dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu : trend, musiman, siklus dan faktor acak. Secara umum persamaannya adalah: = fungsi (St, Tt, Ct) dan Rt
Yt
Bila variasi musim data historis menurun atau meningkat, fungsi data historis dapat berbentuk multiplikatif sebagai berikut: Yt
= St . Tt . Ct . Rt Sedangkan jika data historis konstan, fungsinya dapat berupa aditif, yaitu:
Yt
= St + Tt + Ct + Rt
Dimana: Yt
= Nilai aktual pada periode t
St
= Komponen musiman pada waktu t
Tt
= Komponen trend pada waktu t
Ct
= Komponen siklus pada waktu t
Rt
= Komponen acak pada waktu t
4.4.6 Model ARIMA (Box Jenkins)
Model
ARIMA
merupakan
model
pemulusan
(smoothing)
yang
mendasarkan ramalannya pada prinsip-prinsip perata-rataan masa lalu dengan menambahkan persentase kesalahan pada kesalahan ramalan sebelumnya. Model ARIMA terdiri atas autoregressive model, moving average model dan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Model. 1). Model Autoregressive (AR) Model AR adalah persamaan dimana jika series stasioner adalah fungsi linier dari nilai-nilai lampaunya yang berurutan. Secara umum model ini dapat ditulis sebagai berikut :
Yt = b0 + b1Yt-1 + b2 Yt-2 + …bp Yt-p + et : series yang stasioner
Yt Yt-1, Yt-2 ... Yt-p
: nilai lampau series yang bersangkutan
b0, b1, . . . bp
: konstanta dan koefisien model : kesalahan peramalan yang dihasilkan proses random,
et
diasumsikan mengikuti sebaran bebas dan normal dengan rata-rata nol Tingkat dari model (nilai p) ditunjukan oleh banyaknya nilai lampau yang diikutsertakan dalam model. Sebagai contoh, AR (1) merupakan model Autoregressive tingkat satu yang menggunakan satu nilai lampau terakhir dalam model. 2. Model Moving Average (MA) Jika stasioner merupakan fungsi linier dari kesalahan peramalan sekarang dan masa lalu yang berurutan maka persamaan itu dinamakan Moving Average model (MA). Bentuk umum model ini dapat ditulis sebagai berikut: Yt = a0 + et – a1et-1 – a2et-2 - ... – aqet-q Yt
: nilai series yang stasioner
et
: kesalahan
peramalan yang dihasilkan oleh proses
random yang diasumsikan mengikuti sebaran bebas dan normal dengan rata-rata nol et-1, et-2, ... et-q a0, a1, a2, ... aq
: kesalahan peramalan masa lalu : konstanta dan koefisien model, mengikuti konvensi diberikan tanda negatif
Tingkat model MA ini (nilai q) ditunjukan dengan banyaknya kesalahan masa lampau yang digunakan dalam model. Jika dalam model digunakan dua kesalahan peramalan pada masa lampau maka dinamakan model moving average tingkat dua, ditulis MA (2). 3). Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model ARIMA adalah gabungan dari model AR dan model MA. Pada model ini series stasioner adalah fungsi dari lampaunya dan nilai sekarang serta kesalahan lampaunya. Bentuk umum model ini adalah : Yt = b0 + b1Yt-1 + ... + bp Yt-p + et – a1et-1 - ... aqet-q Secara umum notasi model ARIMA yang diperluas dengan memperhatikan unsur musiman adalah sebagai berikut: ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)L dimana L adalah banyaknya periode dalam setahun 4). Metode Seasonal Bob Jenkins (SARIMA) Model SARIMA (Seasonal ARIMA) hampir sama dengan model ARIMA tidak mensyaratkan suatu pola data tren tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Model SARIMA secara umum dinotasikan sebagai berikut: SARIMA (p, d, q) (P, D, Q)L Dimana: p, P = orde autoregresive (AR) non musiman dan musiman d, D = orde pembedaan non musiman dan musiman q, Q = orde moving avarage (MA) non musiman dan musiman L = beda kala musiman Model AR menggambarkan bahwa variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada periode-periode sebelumnya. Pembedaan dengan model MA adalah pada jenis variabel independennya. Variabel independen pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen (Yt) itu sendiri. Sedangkan, pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelumnya. Pada SARIMA terbagi atas model SMA (seasonal moving avarage), SAR (seasonal autoregressive), SARMA (seasonal autoregressive integrated moving avarage). Persamaan model tersebut adalah sebagai berikut: 1. Model SAR Yt = δ + θ1L Yt-L + θ2L Yt-2L + …. + θPL Yt-PL + εt
Dimana: Yt Yt-L, Yt-2L δ dan θ1L, θ2L εt
= Nilai series yang stasioner = Nilai sebelumnya = Konstanta dan koefisien model = Kesalahan peramalan model AR
2. Model SMA Yt = µ - Ф1L εt-L - Ф2L εt-2L - …. – ФQL εt-QL + εt Dimana: Yt = Nilai series yang stasioner = Kesalahan peramalan εt = Kesalahan pada masa lalu εt-L, εt-2L µ dan Ф1L, Ф2L = Konstanta dan koefisien model 3. Model SARMA Yt = δ + θ1L Yt-L + θ2L Yt-2L + …. + θPL Yt-PL - Ф1L εt-L - Ф2L εt-2L - …. – ФQL εtQL + εt Dimana: Yt = Nilai series yang stasioner = Nilai sebelumnya Yt-L, Yt-2L = Kesalahan pada masa lalu εt-L, εt-2L δ dan θ1L, θ2L = Konstanta dan koefisien model εt = Kesalahan peramalan model AR 4. Model SARIMA (p, d, q) (P, D, Q) Θp (B) ФP (BL) (1-B)d (1-BL)D Yt = µ + Θq (B) ФP (BL) εt Dimana: = 1 – Θ1B - Θ1B2 - ..... ΘpBp Θp (B) L ФP (B ) = 1- Ф1BL – Ф2B2L - ..... ФPBPL Θq (B) = 1- Θ1B – Θ2B2 - ..... ΘqBq L ФQ (B ) = 1- Ф1BL - Ф2B2L - .... ФQBQL B = Backward shift operator (BYt = Yt-1, B2Yt = Yt-2 dan seterusnya Tahapan dalam Metode Box-Jenkins ARIMA dan SARIMA Model ARIMA dan SARIMA dapat digunakan melalui tiga tahap yang dapat dilihat pada Gambar 13
Rumuskan kelompok model-model yang Tahap 1 Identifikasi
Tahap 2 Estimasi dan Pengujian M d l
Penetapan model untuk sementara Penaksiran parameter pada model sementara
Tidak Memadai
Pemeriksaan diagnostik (Apakah model
Ya Tahap 3 Penerapan
Gunakan model untuk peramalan
Sumber : Makridakis, MCGee dan Wheelwrigth, 1999 Keterangan : Garis putus-putus membatasi antara satu tahap dan tahap berikutnya Gambar 13. Tahapan dalam Model Box Jenkins 1. Tahap Identifikasi
Pada tahap identifikasi, variabel yang akan diramalkan terlebih dahulu diuji kestasioneran datanya. Kestasioneran data dapat diuji dengan cara plot data dan menghitung autocorrelation function (ACF). Melalui plot data, dilihat secara visual apakah data memiliki kecendrungan semakin meningkat, semakin menurun, atau terdapat fluktuasi musiman. Sedangkan dari nilai ACF, jika nilai ACF mendekati nol pada lag kedua atau ketiga, maka data tersebut stasioner. Jika data yang diamati memiliki pola musiman, pada plot ACF akan terlihat nilai ACF yang signifikan pada kelipatan musimnya. Dalam prakteknya, banyak deret data Yt merupakan data non-stasioner. Deret data tersebut dapat dijadikan stasioner dengan melakukan proses differencing. Jumlah berapa kali dilakukan proses differencing (d) menunjukan tingkat differensiasi model. Misalkan Yt non-stasioner, setelah kemudian dibuat differensiasi tingkat satu. Zt = ∆ Yt = Yt – Yt-1, ternyata diperoleh nilai Zt stasioner, maka Zt dapat dikatakan first order homogenous dan Yt dikatakan non - stasioner tingkat satu. Untuk pola data yang mengandung unsur musiman, secara khusus dapat digunakan model seasonal ARIMA. Unsur musiman dapat dihilangkan dengan seasonal differencing . Setelah data menjadi stasioner, langkah yang selanjutnya dilakukan adalah menentukan model tentative. Untuk menentukan model tentative, diperlukan analisis perilaku dari ACF dan PACF. Pola perilaku ACF dan PACF bisa berpola cut off dan dies down. Pertama, ACF dan PACF dari data time series bisa berpola cut off. Pola cut off adalah pola ketika garis ACF dan PACF signifikan pada lag pertama atau kedua tetapi kemudian tidak ada garis ACF dan PACF yang signifikan pada lag berikutnya. Untuk pola cut off, perbedaan antar ACF dan PACF yang signifikan dengan ACF dan PACF yang tidak signifikan adalah besar sehingga garis ACF dan PACF terlihat terpotong (cut off). Kedua, ACF dan PACF dikatakan memiliki perilaku dies down jika kedua fungsi tersebut tidak terpotong, melainkan menurun secara bertahap. Bentuk penurunannya bisa tanpa ataupun sinus.
dengan osilasi ataupun berbentuk gelombang
Penentuan apakah suatu data time series dimodelkan dengan AR, MA atau ARIMA tergantung pola ACF dan PACF. Model AR digunakan jika plot ACF-nya dies down sementara PACF-nya cut off. Model MA digunakan jika plot ACF-nya cut off dan plot ACF-nya dies down. Sedangkan jika kedua plot ACF dan PACF samasama dies down, maka model yang digunakan adalah model ARIMA. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pola ACF dan PACF Model ARIMA Model
ACF (q)
PACF (p)
Terpotong (cuts off) setelah lag Perlahan-lahan menghilang
MA (q)
(dies down)
q (q = 1 atau 2) AR (p)
menghilang Terpotong (cuts off) setelah
Perlahan-lahan (dies down)
Mixed (ARMA (p, q))
lag p(p =1atau 2)
Perlahan-lahan
menghilang Perlahan-lahan menghilang
(dies down)
(dies down)
Sumber: Bowerman dan Bruce, 1993 2. Tahap Estimasi dan Pengujian Model Dalam melakukan estimasi, penelitian ini menggunakan bantuan komputer, yakni software MINITAB versi 14. setelah dilakukan estimasi koefisien, baik koefisien
autoregressive
maupun
moving
average
masing-masing
diuji
signifikansinya dengan menggunakan uji t. Selain signifikasi koefisien, terdapat beberapa hal lainnya yang diuji dalam tahapan diagnostic checking, antara lain. 1. Kondisi
stationarity,
bisa
dilihat
dari
jumlah
seluruh
koefisien
autoregressive. Jumlah koefisien autoregressive harus kurang dari |1|. Jika model yang digunakan adalah model moving average, maka tidak ada kondisi stationarity yang harus dipenuhi.
2. Kondisi invertibility, yang menyatakan bahwa jumlah dari koefisien moving average harus kurang dari |1|. Jika model yang digunakan adalah autoregressive, maka tidak ada kondisi invertibility yang harus dipenuhi. 3. Iterasi harus konvergen, artinya estimasi yang dilakukan efisien dan tidak ada lagi estimator yang menghasilkan SSE yang lebih kecil. Hal ini ditunjukan dalam ouput MINITAB 14 dengan kalimat ”relative change in each estimate less than 0.001” 4. Error dari model harus bersifat random. Hal ini terlihat dari modified Box
Pierce (Ljung-Box-Pierce) Q statistic. Jika Q > χ2 dengan m = p-q derajat bebas maka model tidak akurat. Statistik Q dapat dihitung dengan
rk2 menggunakan rumus Qm = n (n + 2) ∑ k =1 n − k
atau dengan melihat p-value
statistik Q dimana jika p-value lebih dari α (5 persen) maka error yang dihasilkan berarti tidak bersifat acak dan model tidak cukup baik. 3. Tahap Penerapan Model Model yang telah memenuhi semua syarat pada diagnostic checking dapat digunakan untuk meramalkan variabel, tentu saja jika menurut kriteria pemilihan model, model ARIMA lebih baik dibandingkan dengan model lainnya. Selain model tentative, model ARIMA yang lain juga patut untuk dicoba. Jika ternyata model ARIMA selain model tentative memiliki MAPE terkecil, maka model itulah yang dipilih. 4.5. Pemilihan Model Peramalan Terbaik Proses selanjutnya dari penelitian ini adalah membandingkan beberapa model peramalan yang telah diterapkan agar dapat menentukan suatu model yang paling baik untuk meramal harga CPO. Pertimbangan yang dipakai untuk memilih model peramalan yang terbaik adalah seberapa besar model yang akan dipilih mampu mengeksplorasi pola data yang ada, kemudahan dalam pengaplikasian model, kemampuan model dalam meramalkan suatu variabel dependen dan jangka waktu
peramalan. Untuk mendapatkan suatu model peramalan terbaik, maka dilakukan pengukuran komponen error (galat/residual). Alat ukur statistik yang digunakan untuk mengukur error dalam penelitian ini adalah Mean Absolute Prosentase Error (MAPE), MAPE menghitung error peramalan dalam bentuk prosentase, MAPE dihitung dengan mencari jumlah nilai absolut error setiap periode, kemudian membaginya dengan pengamatan aktual dan kemudian absolut error persentase. MAPE memberikan indikasi seberapa besar error ramalan dibandingkan dengan nilai aktual deret.
Persamaan MAPE adalah sebagai berikut (Hanke et al., 2003) : ^
MAPE = Dimana
∑ t =1
Yt − Y t Yt n
t
x 100% : ramalan harga CPO periode ke t + 1 Yt
: harga CPO periode ke-t
n
: jumlah pengamatan aktual
Sebagai keputusan untuk menggunakan suatu model peramalan tertentu, maka dapat dilihat dari nilai error yang dihasilkan oleh suatu model peramalan. Model peramalan yang akan dipilih sebagai model peramalan yang terbaik dan terakurat apabila menghasilkan nilai error ramalan yang relatif kecil secara konsisten, atau dengan kata lain nilai MAPE yang semakin kecil.
4.6. Definisi Operasional
Beberapa variabel yang perlu didefinisikan secara operasional dalam penelitian ini antara lain: •
Olein (Crude Olein), adalah salah satu hasil olahan dari Minyak CPO
•
Harga Olein Rotterdam (OLEINR), merupakan harga nominal Olein yang berlaku di pasar Fisik atau spot Rotterdam satuannya US$/ton
•
Harga Olein Jakarta ( OLEINJ),
merupakan harga nominal Olein yang
berlaku di pasar Fisik atau Spot Jakarta satuannya Rp/Kg •
Harga mingguan Olein, diperoleh dari merata-ratakan harga Olein harian di setiap pasar Olein
•
Harga harian OLEIN, harga harian OLEIN di pasar fisik Jakarta dan pasar fisik Rotterdam diperoleh dari BAPEBBTI.
V. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN MINYAK SAWIT DOMESTIK DAN DUNIA 5.1. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Indonesia Keragaan keseimbangan permintaan dan penawaran minyak sawit Indonesia tahun 2006-2006 dalam (000 ton) disampaikan pada Tabel 7. Tabel 7. Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Indonesia, Tahun 2000-2006 (Dalam 000 Ton) tahun
Stok awal
Produksi
Konsumsi
Ekspor
Impor
Stok Akhir
2000
975
7001
2927
4110
4
750
2001
700
8396
2857
4903
1
975
2002
750
9622
2933
6334
9
700
2003
700
10600
3165
6386
4
1753
2004
1753
12380
3313
8996
13
1837
2005
1837
13920
3556
10476
22
1747
2006
1747
16080
3800
12101
11
1937
Pertb(%)
10.36
12.64
5.98
16.66
-18.29
-35.24
Sumber: Dirjenbun, 2007 5.1.1. Luas areal, Penyebaran, Produksi dan Produktivitas Melalui berbagai upaya pengembangan, baik yang dilakukan oleh perkebunan besar, proyek-proyek pembangunan maupun swadaya masyarakat, perkebunan kelapa sawit telah berkembang pesat. Perkembangan luas areal kelapa sawit memasuki periode tahun 2006 secara nasional telah mencapai 6,080 ribu hektar atau mengalami pertumbuhan sebesar 12,64 persen pertahun. Pertumbuhan yang menonjol pada perkebunan rakyat dengan laju pertumbuhan sebesar 26 persen pertahun. Demikian juga pertumbuhan perkebunan besar swasta sebesar 14.7 persen/tahun yang melebihi pertumbuhan perkebunan besar negara yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 4 persen/tahun.
Gambar 14. Luas Areal Produksi Kelapa Sawit Indonesia, Tahun 2000-2006 Perkembangan penyebaran kelapa sawit yang semula hanya di sumatera bagian utara saat ini telah berkembang di 22 propinsi komposisi terbesar masih di dominasi pada pulau sumatera sebesar 69 persen. Sesuai potensi yang masih tersedia kedepan bobot pengembangan masih terbuka pada Indonesia bagian timur khususnya pada pulau kalimantan, sulawesi dan papua, sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian barat lebih bersifat optimasi sumberdaya yang tersedia.
Gambar 15. Penyebaran Areal Produksi Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2006
Sejalan dengan perkembangan areal produksi kelapa sawit mengalami peningkatan untuk tahun 2006 saja produksi telah mencapai 16.080 ribu ton atau tumbuh sekitar 12.18 persen pertahun Perkembangan produksi minyak sawit. Pertumbuhan produksi sangat menonjol ditunjukkan oleh perkebunan rakyat sebesar 5.8 atau tumbuh 42 persen pertahun, kemudian perkebunan swasta tumbuh 14.9 persen pertahun dan perekbunan besar negara 16 persen pertahun. Produktivitas rata-rata perkebunan rakyat (PR) 2.78 atau setara 13 ton TBS per hektar, PBN 3.06 ton CPO per ha atau setara 18 ton TBS per Ha dan PBS 3.7 ton CPO per ha atau setara dengan 17 ton TBS. Meskipun produktivtas (PR) rendah namun pertumbuhan produktivtas tinggi yaitu 1.16 persen, hal ini mengindikasikan bahwa peluang peningkatan produksi di (PR) paling besar . dengan asumsi produktivtas di (PR) dapat ditingkatkan menjadi 3 ton per ha, maka produksi CPO pada tahun 2007 dari perkebunan rakayat CPO dapat mencapai 5.751 juta ton, meningkat 48 persen dibandingkan tahun 2006. 5.1.2. konsumsi Dari tabel 7. tersebut diatas terlihat bahwa konsumsi minyak sawit Indonesia pada tahun 2006 sebesar 3.800 ribu ton atau tumbuh sebesar 5,96 persen / tahun. Konsumsi minyak sawit Indonesia terus meningkat, karena selain meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia juga naiknya konsumsi minyak perkapita hingga mencapai 18,7 kg pertahun pada tahun 2006 (Dirjenbun, 2007). Konsumsi CPO dalam negeri sebagian besar untuk pangan (80 persen-85 persen) dan sisanya industri Oleokimia (15 persen-20 persen)(Dirjenbun,2007). Memasuki tahun 2006 semester dua atau bulan Juli, CPO dikonsumsi juga untuk biodesel. 5.1.3. Ekspor Ekspor CPO dan produk turunannya pada tahun 2006 mencapai 12,1 juta ton. Angka tersebut terdiri dari 5,2 juta ton berupa CPO atau 41 persen dari total volume ekspor dan 6,7 juta ton berupa produk turunannya atau sebasar 59 persen. Untuk minyak olein sendiri pada tahun 2006 tersebut volumenya sebesar 33 persen dari total volume ekspor minyak sawit Indonesia. Terlihat pula kecendrungan semangkin meningkatnya porsi ekspor minyak turunan sebesar 2 persen pada tahun2006 dari
tahun 2005 sedangkan porsi ekspor CPO nya mengalami penurunan sebesar 2,7 persen pada tahun yang sama, meskipun secara volumenya terjadi peningkatan dari tahun ketahunnya Perkembangan volume ekspor minyak CPO dan turunannya tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 diampaikan pada Tabel 8. Tabel
8. Perkembangan volume Ekspor Minyak 2000-2006
Tahun
CPO dan produk turunannya,
Produk Turunan CPO (000 ton) CPO
RBD
RBD
Olein
PalmOil
RBD
PFA Stearine D
Porsi Total
Olein (%)
Porsi CP O (%)
2001
1,800
950
350
930
300
4,330
21
41.57%
2002
2,800
2,025
280
970
280
6,355
31
44.06%
2003
2,900
2,500
325
1,200
300
7,225
34
40.14%
2004
3,800
3,100
550
1,430
380
9,260
33
41.04%
2005
4,600
3,330
650
1,600
340
10,520
31
43.73%
2006
5,000
4,050
980
1,650
460
12,140
33
41.19%
8.0
17.8
33.7
3.0
26.1
13.3
% /th
Sumber: Gapki 2007 Ekspor CPO dan other Palm Oil Indonesia menurut Negara tujuan tahun 2006 dijelaskan pada Gambar 9 dan 10. diagram pie dibawah ini.
Gambar 16. Ekspor CPO Indonwsia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2006
Gambar 17. Ekspor Other Palm Oil Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2006
5.1.4. Kebijakan Perdagangan Komoditas kelapa sawit merupakan produk unggulan untuk ekspor sekaligus merupakan kebutuhan pokok dari masyarakat, maka pemerintah mengatur kebijakan untuk menjaga kondisi pasar minyak sawit. Pemerintah mengatur pungutan ekspor (PE) dari harga patokan ekspor (HPE) yang bertujuan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga minyak goreng sawit dipasar dalam negeri. Selain itu kebijakan perpajakan dan retribusi untuk meningkatkan penerimaan negara dan daerah melalui penggunaan instrumen pajak penghasilan dan pertambahan nilai serta retribusi. Pungutan ekspor dihitung dari hasil perkalian antara tarif pajak ekspor(PE), jumlah ekspor, harga patokan Ekspor(HPE) dan nilai kurs rupiah terhadap dolar. Besarnya PE dan kurs ditetapkan oleh menteri keuangan, sedangkan besar HPE ditetapkan dari menteri perdagangan.. Menteri Pertanian dan Perindustrian hanya memberikan pertimbangan atau usul atas penetapan besarnya tarif PE dan HPE. Perkembangan perubahan PE dan HPE untuk tahun 2007 hingga 2008 dapat dilaihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perkembangan Perubahan PE dan HPE untuk tahun 2007 hingga 2008 Periode tahun 2007 komoditi PE CPO Crude Olein RBD olein
HPE (US$)/MT jan
feb
mar
apr
mei
jun
1,5
458
487
490
525
558
622
0,3
477
541
553
564
571
0,3
488
552
570
574
585
PE
HPE (US$)/MT Juli
agus
6,5
676
728
669
6,5
740
767
676
6,5
746
801
Periode tahun 2008
Crude Olein RBD olein
okt
nov
des
7,5
786
760
784
862
7,5
786
763
814
892
7,5
779
773
824
902
PE
Feb
April
Juni
Juli
Agus
(%)
(10)
(20)
(15%
(20)
(15)
944
1196
1196
1144
1144
983
1288
1288
1224
1224
996
1303
1303
1261
1261
progresif
CPO
sep
Sumber: Departemen Perdagngan, Data diolah 5.2. Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Dunia
Di antara berbagai jenis tanaman penghasil minyak nabati, kelapa sawit tanaman dengan potensi produksi minyak tertinggi. Pangsa produksi minyak sawit terhadap minyak nabati dan lemak dunia dari tahun ketahun meningkat yaitu 16 persen (13, 69 juta ton) pada tahun 1993 menjadi 25 persen (37,16 juta ton ) pada tahun 2006 sedangkan Minyak nabati lainnya kedelai 23,7 persen, Repeseed 12,4 persen minyak matahari 7,5 persen, kelapa 2,1 persen., dimana produksi minyak nabati dan lemak dunia pada saat itu adalah sebesar 148,886 juta ton. Pertumbuhan tertinggi di capai minyak sawit yaitu 7,98 persen pertahun, nilai ini jauh lebih tinggi bila dibadingkan dengan minyak nabati lainnya. Keragaan keseimbangan permintaan dan penawaran minyak sawit dunia tahun 2006-2006 disampaikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Dunia, Tahun 2000-2006 Tahun
Stok awal
Produksi
Konsumsi
Ekspor
Impor
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Pertb(%)
3701 4063 4133 3970 4020 4727 5213 7.11
21867 23958 25382 28187 30918 33590 37.163 7.91
21689 23699 25469 28224 29974 33108 36192 8.03
15217 17793 19438 21910 24001 26545 30000 9.30
15217 17604 19363 21995 23965 26308 29178 8.03
Stok Akhir 4015 4133 4020 3710 4727 4971 5363 4.91
Sumber: Oil Wold Annual (2006) Dari tabel 10. terlihat terjadi pertumbuhan konsumsi minyak sawit didunia yang cukup pesat pada tahun 2000-2006, yaitu sebesar 8,03 persen pertahun. Negara konsumen terbesar di dunia adalah Cina, dimana pada tahun 2006 total konsumsinya mencapai 5,440 juta ton (15,04 persen) dari total konsumsi dunia yang mengalami pertumbuhan rata rata sebesar 13,24 persen pertahun, kedua india konsumsi mencapai 3, 674 juta ton (8,48 persen) dari total konsumsi dunia atau dengan laju konsumsi 26,09 persen pertahun , UE-15 yang terdiri dari Belanda, Inggris , Iitali, Prancis dan
beberapa negara yang tergabung didalamnya, yang pada tahun 2006 konsumsinya mencapai 4,568 juta ton (12,62 persen) dari total konsumsi dunia atau mengalami pertumbuhan rata rata sebesar 8,51 persen pertahun. Peningkatan Konsumsi minyak sawit dunia yang begitu cepat disebabkan oleh beberapa faktor, selain karena pertumbuhan karena populasi penduduk dunia permintaan akan biodesel dan bio fuel, juga karena peningkatan trend penggunaan minyak sawit untuk menggantikan minyak kedelai. Hal ini disebabkan adanya penemuan para ahli kesehatan yang mengatakan bahwa minyak sawit memiliki kelebihan dari segi kesehatan dibandingkan minyak non tropik (minyak kedelai dan minyak bunga matahari), kelapa sawit dinyatakan memiliki kandungan asam lemak tak jenuh tungal MUFA yang tinggi, yang dapat menurunkan total kolesterol dalam darah. Selain itu minyak sawit memiliki kandungan karoten, vitamin e yang tinggi, anti oksidan dan yang terpenting bebas dari asam lemak trans. Dengan berapa keunggulan tersebut maka terjadi peningkatan konsumsi minyak konsumsi yang pesat terutam di Eropa. Di Eropa, minyak sawit juga mulai digunakan sebagai bahan baku biodesel selain minyak biji lobak, karna minyak sawit mempunyai harga yang lebih kompetitif. 5.2.1. Negara produsen dan eksportir utama minyak sawit dunia Negara produsen dan eksportir terbesar adalah Indonesia dan Malaysia memasok 85 persen minyak sawit dunia sisanya Nigeria, Thailand dan Kolombia, lebih jelasnya Keragaan perkembangan produksi minyak sawit negara negara produsen tahun 2000-2006 disampaikan pada tabel 11. Tabel 11. Negara Produsen Utama Minyak Sawit Dunia Tahun
Negara Produsen (000 ton)
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Malaysia 10.842 11.804 11.909 13.654 13.974 14.961
Indonesia 7.000 8.396 9.622 10.600 12.380 13.920
Nigeria 740 770 775 785 790 800
Thailand 525 620 600 630 668 685
Colombia 524 548 528 543 632 661
lainnya 2.196 2.175 2.224 2.321 2.485 2.563
Dunia 21.867 24.313 25.658 27.450 30.629 33590
2006 Pertb(% )
15.881 6,05
16.080 12,64
815 1,82
855 8,47
711 6,23
2.821 3,90
37.163 7,91
Sumber: Oil World, Diolah Produsen minyak sawit dunia keadaan pada tahun 2006, Indonesia menjadi negara produsen pertama dengan jumlah produksi mencapai 16,080 juta ton atau laju pertumbuhan yang sangat pesat sebesar 12,64 persen /tahun diikuti Malaysia dengan total produksi 15,881 juta ton atau laju pertumbuhan lebih rendah dengan
laju
pertumbuhannya hanya 6,05 persen pertahun. Namun dari sisi ekspornya Malaysia menempati urutan pertama yaitu sebesar 14,423 juta ton sedangkan Indonesia Hanya 12,542 juta ton, Namun dari laju pertumbuhan ekspornya Indonesia pada periode itu sangat besar yaitu sebesar 16,51 persen sedangkan Malaysia hanya 6,62 persen , Sehingga diperkirakan pada tahun 2010 Indonesia mampu menjadi Produsen sekaligus eksportir pertama di dunia mengalahkan Malaysia.
Tabel 12. Negara Eksportir Utama Minyak Sawit Dunia Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Pertb(%)
Negara Eksportir (000 ton) Malaysi a 9.171 10.733 10.886 12.216 12.582 13.439 14.423 6,62
Indo nesia 4.140 4.980 6.490 7.370 8.996 10.436 12.540 16,51
Costa Rica 96 73 80 106 123 147 147 0
Tha iland 87 180 100 162 166 116 116 0
Papua nugini 294 328 324 327 339 295 362 3,11
lainnya
Dunia
1.272 2.007 1.558 1.729 1.995 2.112 2.412 6,62
15217 17793 19438 21910 24001 26545 30000
Sumber: Oil World, data diolah 5.3. Prospek Pengembangan kelapa sawit Komoditas kelapa sawit yang memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan/olecimecal serta produk samping/ limbah yang dapat dimanfaatkan, antara lain
a. Produk pangan berasal dari minyak sawit/ CPO dan minyak inti sawit antara lain emolsi fier, margarin, minyak goreng, minyak makan merah, sortening, susu kental, manis vanasfaty, konvectioneris, es kream, yogurt, dll b. Produk non pangan/ oleocemical bersal dari minyak sawit, CPO dan minyak inti sawit antara lain: Senyawa ester, lilin, kosmetik farmasi, biodesel, plumas asam lemak sawit, Fatty alkohol, fatty amina, senyawa epoksi, senyawa hidroksi dall. c. Produk samping/ limbah antara lain: tandan kosong sawit untuk pulp, dan kertas, kompos, karbon, rayon, cangkang untu, bahan bakar dankarbon: serta untuk medium density atau fibre board dan bahan bakar; pelepah dan batang sawit untuk forniture Khusus untuk boidesel energi terbarukan sebagai energi alternatif, permintaan akan produk ini sudah memasuki periodenya terutama dengan diterapkannya kebijakan dibeberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan reneweble energy yang ramah lingkungan. Seperti disampaikan dimuka, komoditas kelapa sawit memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pagan. Prospek pengembangannya tidak saja terkait dengan pertumbuhan permintaan minyak nabati dalam negeri dan dunia, namun terkait juga dengan perkembangan sumber minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai, minyak rapeseed dan minyak bunga matahari. Dari segi daya saing, minyak kelapa sawit mempunyai kemampuan daya saing yang sangat tinggi dibanding minyak nabati lainnya, karena produktifitas perhektar cukup tinggi, merupakan tanaman tahunan yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agro klimat dan ditinjau dari aspek gizi minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar kolestrol, bahkan mengandung Betakaroten sebagai pro vitamin A. Persaingan dalam perdagangan minyak kelapa sawit, CPO sebenarnya hanya terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Nigeria sebagai produsen nomor tiga lebih banyak mengalokasikan produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Malaysia yang merupakan produsen dan eksportir terbesar akhir-akhir ini berusaha
secara konsisten mengolah minyak sawitnya, sehingga Volume ekspornya dalam bentuk minyak sawit CPO diperkirakan akan mulai menurun. Keterbatasan lahan yang sesuai serta tingginya upah, juga akan menahan perluasan areal di Malaysia, sehingga memperlambat laju ekspor. Disisi lain Indonesia yang sampai saat ini sebagai negera produsen terbesar dan eksportir terbesar kedua mempunya peluang untuk meningkatkan ekspornya. Indoneia dikenal sebagai negara paling efisien dalam memproduksi minyak sawit, sehingga CPO Indonesia sangat kompetitif dipasar internasional. Dengan ketersediaannya lahan yang relatif luas, Indonesia berpeluang untuk meningkatkan produksi sehingga memacu pertumbuhan ekspor. Dari gambaran tersebut dapat disampaikan bahwa prospek kelapa sawit masih sangat luas, tidak hanya untuk pemenuhan minyak makan, tetapi juga untuk kebutuhan produk-produk turunanya. Untuk lebih meningkatkan daya saing kelapa sawit dan turunannya, keterpaduan penanganan sejak dari kegiatan perencanaan, kegiatan on farm hingga off farm, dukungan sarana dan prasarana serta jasa jasa penunjangnya sangat diperlukan.
VI. PERGERAKAN POLA DAN PERAMALAN HARGA OLEIN DI PASAR FISIK ROTTERDAM DAN JAKARTA Data yang diperoleh dari BAPPEBTI berupa data harian dimana jam kerjanya 5 hari dalam satu minggu, sama dengan jam kerja yang ada pada pasar Spot Rotterdam dan pasar fisik Medan dan Jakarta. Data harga nominal CPO dan Olein
untuk pasar Rotterdam ini dalam satuan US$/ton sedangkan domestik dalam satuan Rp/kg yang dikumpulkan selama kurun waktu empat tahunan, mulai dari Januari 2005 sampai dengan Agustus 2008. untuk memudahkan proses pengolahan data dan melakukan proses peramalan, maka data harian yang ada diubah dalam bentuk mingguan (rataan dari data harian) hal ini dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan dari pihak pelaku pasar yang melakukan perdagangan membutuhkan peramalan. Untuk kasus ini
pihak produsen Olein ingin melakukan penjualan dan pihak
konsumen Olein sebagai eksportir untuk melakukan pembelian, kedua belah pihak menginginkan penentuan harga terbaik untuk melakukan transaksi perdagangan kedepan selama 8 periode kedepan dalam mingguan. Dikarenakan pada pasar fisik Jakarta seperti Kantor Pemasaran Bersama(KPB) untuk kontrak ekspor keluar hanya dibuka pada hari Senin. Sedangkan kontrak perdagangan domestik dibuka hari Senin sampai Jum’at 6.1. Harga Olein Rotterdam 6.1.1. Identifikasi Pola data Identifikasi pola data dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat pada pola data dengan mengamati plot data sebagai pertimbangan awal yang dapat membantu dalam pemilihan teknik peramalan kuantitatif di tahap pengolahan selanjutnya.
Gambar 18. Grafik Plot data Harga rata-rata mingguan komoditi Olein Pada Pasar fisik Rotterdam, periode Januari 2005 s/d Minggu kedua Agustus 2008 Bedasarkan hasil plot data harga rata-rata minguan sebanyak 189 periode amatan, terdapat tiga periode pola harga.
pembagian period pola harga ini
berdasarkan unsur pola data yang terjadi yaitu: pola data stasioner dan pola tren yang naik dan tren yang berbalik arah serta memiliki pola musiman. Pembagian tiga periode demikian membantu
memudahkan untuk memahami fenomena yang
menyebabkan pola tersebut berlangsung. Secara keseluruhan bahwa pola datanya stasioner, tren naik dan menurun serta memiliki musiman pada periode minggu ketujuh sehingga membuat pola yang terjadi bersipat acak. Pada periode minggu pertama hingga periode ke 78 atau minggu pertama bulan pertama Januari 2005 hingga minggu keempat bulan Juni 2006 plot data menunjukkan pola yang stasioner. Harga berkisar antara 363 $/MT hingga 421 $/MT atau dengan range sebesar 58 point. Harga rata-rata periode itu sebesar 401 dengan
keragaman data yang relatif seragam . Stabilnya harga pada periode ini disebabkan penawaran dan permintaan pada saat itu relatif seimbang. Memasuki periode minggu ke79 hingga minggu ke166 atau minggu pertama semester dua bulanJuli 2006 hingga minggu keempat Maret 2008 terjadi tren kenaikan harga yang sangat tinggi. Harga bergerak dari 427 $/MT hingga mencapai harga puncak tertinggi mencapai 1416 $/MT atau dengan range harga sebesar 989 point. Harga rata-rata pada periode ini sebesar 722 atau terjadi kenaikan harga sebesar 64 persen dari harga rata rata periode sebelumnya sehingga keragaman data pada periode ini sangat tinggi sekali. Peningkatan harga yang sangat besar ini dalam sejarah kelapa sawit disebabkan oleh laju permintaan CPO sebagai bahan baku sangat tinggi sekali tidak bisa diimbangi oleh laju kenaikan penawaran dari minyak CPO itu sendiri sehingga terjadi acces Demand. Peningkatan harga Olein pada pasar Rotterdam dipengaruhi oleh sangat tingginya pemintaan akan minyak CPO sehinga dengan naiknya harga CPO maka harga minyak Olein tersebut ikut mengalami kenaikan. Hal ini juga berbanding lurus dengan pergerakan harga minyak mentah dunia yang mengalami kenaikan sehingga minyak lemak nabati juga ikut mangalami kenaikan yang sangat tinggi. Peningkatan Konsumsi minyak sawit dunia yang begitu tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, selain karena pertumbuhan karena populasi penduduk, permintaan akan biodesel dan bio fuel minyak sawit juga mulai digunakan sebagai bahan bakunya, Pada periode minggu ke 167 hingga minggu ke 189 atau minggu pertama Juni 2008 hingga minggu kedua Agustus 2008 pola data harga mengalami tren penurunan. Harga bergerak dari 1323 $/MT turun menjadi 904 $/MT atau penurunan harga sebasar 40 persen dari periode sebelumnya dengan range sebasar 418 point. Harga rata-rata pada periode ini masih tinggi sebesar Rp 1209 dikarenakan harga mulai sangat turun memasuki bulan Juli dan Agustus , sedangkan keragaman data relatif sedang dibandingkan periode sebelumnya. Hasil statistik data harga mingguan komoditi Olein pada pasar berjangka Rotterdam semua periode ditunjukkan pada tabel 13.
Tabel 13. Statistik Periode-Periode Unsur Pola Data Harga Olein Rotterdam Periode (minggu)
Mean
StDev
Variance Sum
Min
Max
Range Kurtosis
N
1 s/d 78
401.6
11.586
134.2
31324
363
421.5
58.5
1.02572
78
79 s/d 166
722.53
227.01
51535
63582
427.5
1416.7
989.2
0.256108
88
1209.64 104.673
10956
27822 904.2
1323
418.8
3.07127
23
167 s/d 189
Terjadinya kecenderungan penurunan harga pada periode ini disebabkan oleh turunnya harga minyak CPO Dunia dimana acses demand yang sangat besar pada periode sebelumnya sudah mulai bisa direspon oleh pihak produsen dari berbagai negara produsen minyak CPO terutama Indonesia dan Malaysia dengan meningkatkan penawaran minyak CPO kepasaran Internasional.
Selain itu juga
faktor turunnya harga minyak mentah di pasar internasional dari kisaran 147 dollar AS per barrel ke sekitar 120 dollar AS per barrel. Ini menarik harga CPO ikut turun. Untuk melihat
unsur pola musiman dan siklus sulit dilakukan dengan
dengan plot data secara grafis namun dapat dilakukan dengan plot data ACF secara grafik atau korelogram . Dari plot yang dilakukan terdapat unsur musiman pada lag 7 artinya musiman terjadi setiap minggu ketujuh dan tidak bersiklus, hasil plot ACF dan PACF dapat dilihat pada lampiran 3. Secara keseluruhan pola data dari harga mingguan CPO Rotterdam menunjukkan pola yang acak, artinya data historis tidak terpola sehingga harga kedepan masih sulit untuk dipredikasikan dengan baik dan memberikan peluang ketidak pastian yang sangat tinggi. 6.1.2. Penerapan Teknik Peramalan Time Series Berdasarkan pola data yang dimiliki maka tidak semua model peramalan kuantitatif dapat diterapkan pada data tersebut, karena tidak semua model peramalan cocok untuk menjelaskan keragaman pola data historis dari karakteristik pola data
harga CPO Rotterdam diatas. Beberapa teknik analisis time series yang dipilih untuk mendekati karakteristik dari pola data adalah sebagai berikut : Dekomposisi, Winters dan Sarima dikarenakan teknik ini mampu menangkap musiman yang ada dan mampu meramalkan untuk beberapa periode kedepan. untuk output hasil olahan denga program dari minitab 14 dapat dilihat pada lampiran 3. Sedangkan selain teknik ini teknik time series lainnya seperti tren memberikan nilai eror sangat tinggi dikarenakan trennya mengalami berlawanan arah sehinga perlu dilakukan modipikasi atau pemotongan data untuk di jadikan basis datanya untuk mendapatkan nilai eror yang kecil.sedangkan untuk teknik lainya hanya mampu untuk meramalkan satu bulan kedepan.sehingga beberapa teknik tersebut tidak digunakan.
6.1.3. Pemilihan Teknik Peramalan Kuantitatif Terbaik Setelah menerapkan berbagai teknik peramalan untuk meramalkan, maka langkah selanjutnya adalah pemilihan teknik yang dianggap terbaik dan sesuai. Pemilihan teknik ini berdasarkan kepada MAPE terkecil dan memiliki model yang sederhana untuk dapat diterapkan sesuai dengan tujuan peramalan. Tabel 14 berikut menunjukkan perbandingan hasil Output masing-masing teknik peramalan yang dipergunakan. Tabel 14. Perbandingan hasil penerapan Model Peramalan No
Teknik permodelan
1.
Dekomposisi
Tentatif
10
a. Aditif
12
b. Multiflikatif 2.
Winter Brown a. Multiflikatif b. Aditif
3.
Sarima
MAPE
α(0.2), β (0.2), γ (0.2) α(0.2), β (0.2),γ (0.2) Tidak memenuhi syarat
4.7 5.31 -
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil bahwa teknik peramalan yang memberikan MAPE terkecil untuk untuk data harga komoditi Olein Rotterdam pada pasar berjangka adalah teknik Winters Brown Multiflikatif dengan nilai Mape sebesar 4,7. Model Brown Multiflikatif menjelaskan pola data yang terjadi dengan pendekatan pemulusan eksponensial untuk menangani data yang memiliki pola musiman.
metode ini secara terus menerus merevisi nilai ramalan dengan
mempertimbangkan perubahan atau fluktuasi data terakhir dimana bobot terbesar diberikan pada observasi yang terbaru dan bobotnya semangkin turun secara eksponensial dengan semangkin lamanya observasi. dalam model ini diasumsikan bahwa terdapat perubahan tren linier secara perlahan dan perubahan pola musiman secara perlahan yang menunjukkan variasi musiman yang tidak konstan. teknik ini mampu menangkap musiman yang ada pada keragaman data untuk meramalkan beberapa periode kedepan. Model Winters Brown Multiflikatif ini diputuskan untuk meramalkan selama 8 periode kedepan. 6.2. Harga Olein Jakarta 6.2.1. identifikasi Pola data Identifikasi pola data dilakukan untuk mengetahui unsur unsur yang terdapat pada pola data dengan mengamati plot data sebagai pertimbangan awal yang dapat mebantu dalam pemilihan teknik peramalan kuantitatif di tahap pengolahan selanjutnya
Gambar 19. Plot Data Harga Rata-Rata Mingguan Komoditi Olein Pada Pasar Fisik Jakarta, Periode Januari 2005 S/D Minggu Kedua Agustus 2008 Bedasarkan
hasil plot data harga rata-rata minguan dengan jumlah 189
periode amatan bahwa Olein pada pasar berjangka Jakarta juga memiliki pergerakan harga relatif sama dengan Harga Olein yang terjadi pada pasar berjangka Rotterdam, hal ini menunjukan kedua pasar tersebut terintegrasi dengan baik sehingga pasar untuk komoditi ini di Indonesia cukup efisisen dan berkembang dengan baik. Hasil plot data harga rata-rata minguan sebanyak 189 periode amatan terdapat tiga periode pola harga. Pembagian periode pola harga ini berdasarkan unsur pola data yang terjadi yaitu: pola data stasioner dan pola tren yang naik dan tren yang berbalik arah serta memiliki pola musiman. Pembagian tiga periode demikian membantu
memudahkan untuk memahami fenomena yang menyebabkan pola
tersebut berlangsung . Pada periode minggu pertama hingga periode ke 78 atau minggu pertama bulan pertama Januari 2005 hingga minggu keempat bulan Juni 2006 plot data menunjukkan pola yang stasioner . Harga berkisar antara 3.036 Rp/kg hingga 4.787 Rp/kg atau dengan range sebesar 1751 point. Harga rata-rata periode itu sebesar 4.212 Rp/kg dengan keragaman data yang relatif seragam . Stabilnya harga pada periode ini disebabkan penawaran dan permintaan pada saat itu relatif seimbang. Memasuki periode minggu ke 79 hingga minggu ke 166 atau minggu pertama semester dua bulan Juli 2006 hingga minggu keempat Maret 2008 terjadi tren kenaikan harga yang sangat tinggi. Harga bergerak dari 4.290 Rp/kg hingga mencapai harga puncak tertinggi mencapai 12.223 Rp/kg atau dengan range harga sebesar
7.933 point. Harga rata-rata pada periode ini sebesar 6780 atau terjadi kenaikan harga sebesar 61 persen dari harga rata rata periode sebelumnya sehingga keragaman data pada periode ini sangat tinggi sekali. Peningkatan harga yang sangat besar ini dalam sejarah kelapa sawit disebabkan oleh laju permintaan CPO sebagai bahan baku sangat tinggi sekali tidak bisa diimbangi oleh laju kenaikan penawaran dari minyak CPO itu sendiri sehingga terjadi acces Demand. Peningkatan harga Olein domestik mengikuti pergerakan naiknya harga CPO pada pasar internasional dan domestik, selain itu dipengaruhi oleh naiknya harga minyak mentah dan minyak minyak nabti lainya yang ikut naik. Peningkatan Konsumsi minyak sawit dunia dan peningkatan konsumsi domestik yang begitu tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, selain karena pertumbuhan karena populasi penduduk, permintaan akan biodesel dan biofuel minyak sawit juga mulai digunakan sebagai bahan bakunya, tarik menarik besarnya ekspor dengan konsumsi di dalam negeri serta dengan kebijakan pajak ekspor yang ditetapakan pemerintah sangat mempengaruhi gejolak harga pada pasar domestik . Pada periode minggu 167 hingga minggu ke 189 atau minggu pertama Juni 2008 hingga minggu kedua Agustus 2008 pola data harga mengalami tren penurunan. Harga bergerak dari Rp 10.910/kg turun menjadi Rp 7.605 Rp/kg atau penurunan harga sebasar 41 persen dari periode sebelumnya dengan range sebasar 3.305 point Harga rata-rata pada periode ini masih tinggi sebesar Rp 9.512/Kg dikarenakan harga mulai sangat turun memasuki bulan Juli dan Agustus , sedangkan keragaman data relatif sedang dibandingkan periode sebelumnya. Hasil statistik data harga mingguan komoditi Olein pada pasar berjangka Rotterdam semua periode ditunjukkan pada tabel 15. Tabel 15. Statistik periode-periode unsur pola data harga Olein Jakarta Periode (minggu)
Mean
StDev
Variance
Sum
Min
Max
Range
Kurtosis
N
1 s/d 78
4212.64
246.499
60761.8
328586
3036
4787
1751
6.40135
78
79 s/d 166
6780.01
1634.36
2671145
596641
4290
12223.3
7933.3
0.216054
88
167 s/d 189
9512.17
801.434
642297
218780
7605
10910
3305
0.63827
23
Terjadinya kecendrungan penurunan harga pada periode ini disebabkan oleh turunnya harga minyak CPO Dunia dimana acses demand yang sangat besar pada periode sebelumnya sudah mulai bisa di respon oleh pihak produsen dari berbagai negara produsen minyak CPO terutama Indonesia dan Malaysia dengan meningkatkan penawaran minyak CPO kepasaran Internasional.
Selain itu juga
faktor turunnya harga minyak mentah di pasar internasional dari kisaran 147 dollar AS per barrel ke sekitar 120 dollar AS per barrel. Ini menarik harga CPO ikut turun. Untuk melihat
unsur pola musiman dan siklus sulit dilakukan dengan
dengan plot data ACF korelogram. Plot yang dilakukan terdapat unsur musiman pada lag 7 artinya musiman terjadi setiap minggu ketujuh dan tidak bersiklus, hasil plot ACF dan PACF dapat dilihat pada Lampiran 4. Secara keseluruhan pola data dari harga mingguan Olein Jakarta menunjukkan pola yang acak, artinya data historis tidak terpola sehingga harga kedepan masih sulit untuk dipredikasikan dengan baik dan memberikan peluang ketidak pastian yang sangat tinggi. Pola pergerakah harga yang terjadi pada pasar fisik Jakarta menunjukkan pola pergerakan yang sama terjadi pada pasar fisik Roterdam. Hal ini menunjuk kan kudua pasar tersebut terintegrasi sangat kuat.
6.2.2. Penerapan Teknik Peramalan Time Series Berdasarkan pola data yang dimiliki maka tidak semua model peramalan kuantitatif dapat diterapkan pada data tersebut, karena tidak semua model peramalan cocok untuk menjelaskan keragaman pola data historis dari karakteristik pola data harga Olein Jakarta diatas. Beberapa Teknik analisis time series yang dipilih untuk mendekati karakteristik dari pola data adalah sebagai berikut: Dekomposisi Winters dan sarima karena teknik ini mampu menangkap pola musiman pada karakteristik pola data yang ada dan mampu meramalkan untuk beberapa periode kedepan. untuk output hasil olahan denga program dari minitab 14 dapat dilihat pada lampiran 4. Sedangkan teknik teknik tren akan memberikan nilai eror sangat tinggi dikarenakan adanya pola trend yang berlawanan sehinga perlu dilakukan pemotongan data untuk
di jadikan basis datanya untuk mendapatkan nilai eror yang kecil. untuk teknik lainya hanya mampu meramalkan satu periode kedepan, sehingga teknik ini tidak digunakan dalam permodelan 1. SARIMA Metode sarima didalam pengguanaannya memerlukan data yang bersifat stasioner. Pada tahap identifikasi pola data sebelumnyadiktahui bahwa belum stasioner identifikasi pola menunjukkan bahwa sebaran dari awal bedakala menurun lambat sehingga diperlukan pembedaan pertama (Defferensing) data awal tersebut untuk menstasionerkan data. Dengan demikian proses arima selanjutnya dapat dilakukan. Setelah dilakukan pembedaan pertama berikutya adalah melihat sebaran ACF dan PACF data yang telah mengalami pembedaan (lampiran). terlihat bahwa plot ACF setelah deperensing menjadi cut off nilai Autocorelation yang signifikan pada lag pertama saja dan pada lag ke tujuh juga signifikan ini mengindikasikan adanya musiman pada periode ketujuh. Kemudian dilakukan deperensing untuk season baru kemudian dilihat kembali sebaran ACFnya. Dari pola sebaran ACF yang dihasilkan pola cut of dan singnifikan pada lag pertama dan lag ketujuh Sedangkan pada plot PACF, terlihat bahwa plot PACF menurun perlahan dan signifikan juga pada lah pertama dan ketujuh. Dengan demikian, model tentatif memiliki nilai ordo p sebesar 0, ordo q sebesar 0 dan ordo d sebesar 1 dan ordo season P sebesar 0, ordo Q sebesar 1 dan D sebesar 1 sehingga didapat model tentatif sarima (0,1,0) (0,1,1)7 Model tentatif yang diperoleh (lampiran 10) kemudian diperiksa kelayakannya dengan menggunakan proses diagnostic checking sebagai berikut : 1.
Hasil output menunjukkan pada proses iterasi keempat belas kondisi konvergensi sudah tercapai. Hal ini terlihat dari pernyataan ”Relative Change in each estimate less than 0,001”.
2.
Berdasarkan hasil output, terlihat bahwa koefisien autoregressive (MA) sebesar 0,9637. (kurang dari satu). hal ini menunjukkan bahwa model memenuhi syarat stasioneritas dan invertibilitas Hasil output sarima (0,1,0) (0,1,1)7 terlihat bahwa nilai p-value koefisien kurang
3.
dari alfa 4.
Dari plot ACF dan PACF residual, terlihat niali AC dan PAC dari residual tidak ada yang signifikan. hal ini menunjukakn bahwa proses arima menghasilkan eror yang sudah random tidak berpola. Hal tersebut juga terlihat dari nilai P-value Chi Square Statistik pada lag ke 12 yang lebih besar dari alfa
5.
Mape yang dihasilkan oleh model tentative adalah sebesar 4,3 Model tentative yang didapat sudah memenuhi kreteria kelayakan model, karna model ini model yang paling sederhana (parsimoni) maka model sarima ini yang dipilih untuk dibandingkan dengan model model yang telah didapatkan dari sebeleumnya.
6.2.3. Pemilihan Teknik Peramalan Kuantitatif Terbaik Setelah menerapkan berbagai teknik peramalan untuk meramalkan, maka langkah selanjutnya adalah pemilihan teknik yang dianggap terbaik dan sesuai. Pemilihan teknik ini berdasarkan kepada MAPE terkecil dan memiliki model yang sederhana untuk dapat diterapkan sesuai dengan tujuan peramalan. Tabel 16 berikut menunjukkan perbandingan hasil Output masing-masing teknik peramalan yang dipergunakan Tabel 16. Perbandingan hasil penerapan Model Peramalan No
Teknik permodelan
1.
Dekomposisi
Tentatif
10
a. Aditif
12
b. Multiflikatif 2.
Winter Brown
MAPE
α(0.2), β (0.2), γ (0.2)
Multiflikatif
α(0.2), β (0.2),γ (0.2)
4
Aditif 3.
5 (0,1,0)(0,1,1)7
Sarima
4.3
Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil bahwa teknik peramalan yang memberikan MAPE terkecil untuk untuk data harga komoditi Olein pada pasar Fisik Jakarta adalah metode Winters Brown Multiflikatif dengan nilai Mape sebesar empat Model winters ini diputuskan untuk meramalkan harga Olein pada pasar fisik Jakarta untuk diterapkan meramalkan selama 8 periode kedepan . model ini juga hasilnya sangat baik untuk disandingkan dengan hasil peramalan untuk Olein Rotterdam karna dari teknik analisis yang sama. 6.3. Hasil peramalan Hasil ramalan dari model peramalan terbaik yang diperoleh
dihasilkan
bahwa untuk komoditi Olein tersebut harga kedepannya mengalami tren penurunan harga Baik dipasar Rotterdam Maupun di pasar fisik Jakarta. Hasil ramalan dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Hasil Peramalan Harga Olein Delapan Periode Kedepan (Mingguan) OLEINR FOB Malysa
Jenis Pasar Model Terbaik
Spred Olein JKT & Rotter
WBM
OLEINJ
Asumsi Kurs dolar tetap
WBM
Bulan
Minggu
Periode
Agustus
Ketiga
190
905
464.5
7.771
9100
Agustus
Keempat
191
865
343.5
7.528
9100
September
pertama
192
818
343.8
7.100
9100
September
Kedua
193
778
319.8
6.760
9100
September
ketiga
194
749
278.9
6.537
9100
September
keempat
195
721
237.1
6.324
9100
Oktober
Pertama
196
716
517.6
5.998
9100
Oktober
Kedua
197
695
545.5
5.779
9100
Ket WBM: Winters Brown Multiflikatif
Bila dilihat hasil ramalan delapan periode kedepan tersebut yaitu dari bulan Agustus minggu kedua hingga bulan Oktober minggu kedua terjadi penurunan harga yang sangat tajam kedepannya atau perubahan penurunan harga yang sangat besar dari rata-rata minggu ke minggunya. Penurunan ini sudah terindikasi dari penurunaun harga yang terjadi sejak awal bulan Juli dimana penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor . Terjadi penurunan permintaan dunia baik dari Uni Eropa, Amerika Serikat, maupun India dan China.
Terjadi panen bersamaan di Indonesia dan
Malaysia sehinga terjadi over suplay (kelebihan pasokan ) produksi CPO Indonesia dan malaysia. Ditambah lagi di Eropa saat ini musim panen kedelai dan bunga matahari yang juga diolah menjadi minyak goreng di negara-negara Eropa, Sehingga CPO dan minyak turunan (Olein) kita jadi sulit menembus pasar internasional, faktor turunnya harga minyak mentah di pasar internasional dari kisaran 147 dollar AS per barrel ke sekitar 120 dollar AS per barrel pada akhir bulan Juli 2008, Ini akan menarik harga CPO ikut turun. Tertekanya harga minyak nabati akibat teradinya penurunan harga minyak mentah minyak bumi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari effendi Ariyanto menyatakan bahwa terjadi korelasi positif antara harga minyak sawit dan minyak bumi mendekati satu pada periode pengamatan 2006 hingga 2007, sementara pada periode 19999-2007korelasi yang terjadi tidak konsisten setiap tahunnya. Adanya isu-isu krisis finansial yang terjadi di amerika akibat kredit macet membuat beberapa perbankannya mengalami kebangkrutan. Krisis finansial yang terjadi pada negara Amerika Serikat sebagai negara besar akan memberikan efek pengaruh terhadap negara negara lain didunia karena amerika merupakan Negara adidaya.
Krisis finansial ini membuat uang menjadi langka,dan perbankan
melakukan strategi uang ketat. Salah satunya efeknya adalah tehadap permintaan dunia atas komoditi ekspor Indonesia terutama minyak CPO dan minyak turunannya akan mengalami penurunan permintaan dari Negara-Negara Importir dari Indonesia
terutama Amerika Serikat sebagai salah satu negara Importir minyak kelapa sawit Indonesia, baik CPO, Olein dan minyak turunan kelapa sawit lainnya. 6.4. Dampak dari penurunan harga Olein Turunnya harga Olein akan memberikan berita baik maupun berita buruk. Berita baiknya
dengan turunnya harga menjadi berkah bagi konsumen minyak
goreng di dalam negeri menjadi murah. Harga minyak goreng pada bulan Juni yang tadinya harga diatas 12.000 rupiah pada pasar ritel maka akan tertekan keharga Rp 7000 jika harga Olein mencapai Rp 5.900/kg dipasar fisik Jakarta pada bulan Oktober mendatang. Penurunan harga Olein dan minyak turunan kelapa sawit lainnya akibat turunnya harga CPO memberikan dampak yang buruk bagi industri kelapa sawit di Indonesia. Dimana akan terjadi penurunan nilai ekspor sehingga menurunkan nilai penerimaan devisa bagi negara. Pajak ekspor (PE) atau bea keluar yang masih tinggi menyebabkan terjadinya penurunan volume ekpor keluar karena ekportir menahan barangnya sampai PE menjadi turun sehingga terjadi penumpukan stok, hal ini dapat mengakibatkan harga didalam negri akan semangkin turun. Dengan anjloknya harga ditambah naikknya biaya produksi
membuat
pendapatan atau marjin yang diterima menjadi kecil, sehingga memangkas kinerja produsen Kelapa Sawit di hulu maupun produsen kelapa sawit di hilirnya seperti produsen Olein salah satu contohnya. Perusahaan perusahaan kelapa sawit yang selama satu tahun ini mengalami peningkatan marjin sebesar 140% atau mengalami keuntungan yang super normal akan terkoreksi dengan turunnya harga tersebut ke marjin keuntungan normal atau berpeluang memberikan hasil dibawah keuntungan normal. Jika hal ini terjadi maka harga saham-saham sektor perkebunan juga akan mengalami penurunan nilai harga sahamnya di pasar modal, karena kinerja keuangannya mengalami penurunan yang drastis Menurut Jim Teh dari Interband Group (2008) jika harga CPO mencapai harga 1.800 ringgit per ton. menurutnya, pada harga itu perusahaan-perusahaan perkebunan tetap dapat menikmati marjin keuntungan yang sehat. Harga 1.800 ringgit
cukup masuk akal bagi sektor perkebunan yang mempertimbangkan biaya harga 900 ringgit. Pada kondisi pasar terkini harga tersebut ini merupakan marjin yang cukup baik Selain harga Olein yang penetapan harganya berpedoman pada harga CPO, Penetapan harga pembelian TBS kelapa sawit, juga berpedoman kepada harga CPO. Dengan turunnnya harga CPO dunia maka harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani juga pasti megalami penurunan. Harga CPO yang terjadi di pasar Rotterdam pada harga 1.300san$/MT, pembelian TBS di tingkat petani Bisa mencapai Rp1.600-1.800/kg. Dengan turunya harga CPO mencapai 600 $/MT maka pembelian harga TBS ditingkat petani bisa dihargai menjadi Rp 500-600/kg. tentu penurunan harga ini membuat petani sawit menjadi kehilangan insentif untuk memanen buah sawitnya karena hanya mampu menutupi biaya produksi dan pemanenanya, tidak memberikan keuntungan secara finansial yang berarti. Turunnya harga CPO bisa jadi berkah buat industri turunan CPO, seperti industri
oleokimia. Turunya bahan baku oleokimia itu secara
otomatis bisa
mengurangi ongkos produksi. Namun kemungkinan bisa terjadi bahwa para importir minta peninjauan kontrak, khususnya tentang penetapan harga jual oleokimia. Mereka minta harga oleokimia ikut harga bahan bakunya, yakni CPO yang mengalami penurunan harga, Jika tuntutan tidak dipenuhi importir akan mengurangi volume impornya dan bisa juga membatalkan pesannanya. Hal ini membuat eksportir dan produsen oleokimia kita malah gigit jari karena mereka kehilangan kontrak dari importir luar negeri.
VII. IMPLIKASI KEBIJAKAN KECENDRUNGAN PENURUNAN HARGA 7.1. Kebijakan Turunnya Harga Turunya harga akibat dari permintaan menurun atau mengalami kelesuan, maka perlu dilakukan tindakan untuk menjaga momentum permintaan masyarakat domestik maupun dunia tersebut dengan cara mendorong permintaan dan upayaupaya untuk menekan resiko kerugian akibat peneurunan harga tersebut. Dengan mendorong permintaan untuk mengimbangi suplai produksi yang dihasilkan maka harga akan terdorong untuk naik. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mendorong permintaan dan upaya untuk menghindari resiko, mengalihkan atau meminimalisir kerugian tersebut dapat diambil langkah diantaranya: 1. Pemerintah menggalakkan pemakaian bahan bakar nabati (BBN) untuk menjaga agar CPO tetap terserap. Dengan anjloknya harga CPO di pasar dunia, maka dapat dipastikan eksportir akan menahan diri untuk tidak membanjiri pasar ekspor sehingga akan berakibat pasokan di dalam negeri akan melimpah dan membuat stok menjadi menumpuk. Karenanya pemerintah menyiapkan kewajiban pemakaian Bahan Bakar Nabati (BBN) dalam negeri untuk menyerap hasil dari produksi yang sangat melimpah tersebut. Bentuknya sesuai dengan amanat Inpres 5/2008 tentang mandatori (kewajiban) BBN di dalam negeri dan kita tahu bahan baku yang paling siap dari BBN adalah CPO. Artinya, pemerintah akan mewajibkan penggunaan BBN sebagai campuran dalam penggunaan bahan bakar cair. misalnya kebutuhan pemakaian produk minyak Indonesia 65 juta kiloliter/th, jumlah minyak Indonesia yang disubsidi 41 juta kilo liter : solar 14 juta kiloliter, premium 17 juta kiloliter dan minayk tanah 10 juta kilo liter., jika minyak cpo 5 % di jadikan bahan bakar campuran untuk solar dan premium maka 1,5 juta kilo liter stok yang bisa terserap sehingga stok yang berlebih tersebut bisa tersalurkan.
2. Pemerintah perlu melakukan penyesuaian pungutan ekspor (PE) Dengan turunnya harga pada pasar dunia menyebab nilai ekspor kita terutama komoditi Olein menjadi turun dan penerimanan devisa juga ikut turun. Hal ini akan memperburuk keadaan jika pajak ekspor keluar tidak diturunkan atau l pemerintah meresponnya cukup lama, sehingga akan membuat volume ekspor sangat kecil. Dengan penurunan PE sampai pada tingkat yang membuat para eksportir terpacu untuk meningkatkan volume ekspornya, maka peningkatan volume ekspor akan membantu menaikkan nilai ekspor dan penerima devisa bagi negara. Meskipun penurunan PE berdampak pada penerimaan Negara, namun Penurunan pajak ekspor tidak selamanya menurunkan pendapatan bagi Negara dengan terpacunya volume ekspor yang sangat besar. 3. Membuka pasar baru kenegara negara lainnaya yang belum dimasuki. Dalam kaitan dengan pemasaran ekspor untuk wilayah Asia dan Afrika sangat potensial sekali dalam menyerap hasil komoditi kelapa sawit Indonesia.Volume ekspor sebesar 6,9 juta minyak turunan kelapa sawit Indonesia 80 persen diserap oleh Negara Negara Asia dan Afrika dengan laju pertumbuhan sebesar 16 persen pada tahun 2005-2006 , sedangkan 20 persennya diserap oleh Negara Negara Amerika eropa dan Australia (IPOC,2007), Besarnya permintaan tersebut sebaiknya tidak hanya mengandalkan
Cina dan India yang selama ini
permintaannya cukup besar, masih banyak Negara-negara di Asia dan Afrika tersebut yang belum dimasuki dan dibuka wilayah pasarnya terutama Negara Negara Asia bagian barat (timur tengah) yang mengalami pertumbuhan permintaan yang sangat pesat untuk dua tahun terakhir dan Negara bagian Afrika. pada tahun 2006 Asia mengalami peningkatan 12,7 persen dengan volume ekspor sebesar 4.691.231 ton dimana tahun sebelumnya dwngan volume ekspor sebesar 4.094196 kilo. Untuk benua Afrika pada tahun 2006 mengalami peningkatan
62,9 persen dengan volume ekspor sebesar 896.909 ton, dimana tahun sebelumnya volume ekspor hanya sebesar 564.490 ton, IPOC (2006) 4. Deversifikasi Pengolahan Atau Pengembangan pada Industri Hilir Seperti diketahui, nilai tambah yang tinggi berada pada produk olahan dalam bentuk produk setengah jadi maupun produk jadi, baik barang untuk keperluan industri maupun rumah tangga. Saat ini, nilai tambah tersebut banyak dinikmati oleh industri pengolahan hasil (industri hilir) yang berada di luar negeri
5. Memanfaatkan fasilitas bursa berjangka sebagai underlaying dari kontrak komoditi dipasar fisik untuk melakukan lindung nilai harga Asumsi bahwa harga pada pasar fisik (tunai) dan harga berjangka turun secara bersamaan atau menuju arah yang sama dengan tingkat perubahan yang relatif sama maka heging akan dapat berlangsung dengan baik bagi produsen yang ingin menglihkan resiko akibat penurunan harga kedepannya. Hedger yang melakukan hedging mengambil posisi pada pasar berjangka berlawanan dengan posisi yang dilakukannya pada fasar fisik. kerugian yang diakibatkan oleh penurunan harga pada pasar fisik akan di konvensasi dengan kentungan yang diperoleh pada pasar berjangka. lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut Pasar Fisik
Pasar berjangka
13 Agustus Memiliki 80 ton Olein dengan harga Objektif Rp 7.711/kg
Pada 13 Agustus Jual: kontrak untuk penyerahan bulan September dengan harga pasar 889$/MT
15 september Jual kontrak dengan harga Rp. 6.760 /kg
15 September Beli kontrak untuk penyerahan September harga 778$/MT
Kerugian : 1.101/kg
Untung: ( 111 $ x 9100)/ 1000 = 1,010
6. Produsen harus efisiens dalam berproduksi untuk mempertahankan target marjin yang telah ditetapkan. Dengan turunya harga pasar komoditi tersebut, maka penerimaan akan menjadi turun sehingga pihak perusahaan perlu melakukan pengurangan pada pos-pos pengeluaran.untuk melakukan pengurangan tersebut pihak menejemen dituntut untuk berproduksi secara efisien dengan menekan biaya produksinya. 7. Petani memperkuat kelembagaan usaha taninya dengan membentuk suatu kelembagaan. Turunya harga Olein mengikuti turunya harga CPO, dengan turunya harga CPO tersebut maka pembelian Tandan buah segar pada petani juga akan menjadi turun sehingga mempengaruhi penerimaan dan pendapatan dan berpengaruh langsung pada tingkat kesejahteraan petani. jika pembelian dari TBS tersebut tidak bisa menutupi harga pokok produksinya maka petani akan kehilangan insentif untuk memanen hasil buah kelapa sawitnya untuk itu petani sebaiknya memperkuat pada serikat petani kelapa sawit untuk menggugat pemerintah untuk memberian perlindungan yang memihak petani dan juga memperkuat kelembagaan usaha taninya dengan tujuan untuk lebih efisien didalam penyediaan input produksi efisiensi didalam pemasaran, memudahkan didalan pinjaman kredit, dan pengembangan usaha serta memperkuat pasisi tawar dari petani.
pihak
pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan yang memihak kepada petani salah satunya dengan memberikan kebijakan dan mengawasi didalam pembelian tandan buah segar di tingkat petani sehingga petani tidak dirugikan.
Menghadapi penurunan harga tersebut pemerintah beserta masyarakat industri kelapa sawit
sangat penting melakukan konsolidasi bersama untuk melakukan
tindakan antisipasi bersama baik untuk kepentingan industri kelapa sawit nasional jangka pendek maupun jangka panjang
sebagai agenda yang dilakukan secara
disiplin, dengan demikian kemungkinan Terburukpun akan mampu diatasi akibat dari perubahan dinamika lingkungan global.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Bedasarkan
hasil plot data harga rata-rata mingguan Olein pada pasar
berjangka Rotterdam dan pasar Fisik Jakarta Plot yang dilakukan menunjukkan pola harga yang acak. Berdasarkan unsur pola data yang terjadi terdapat tiga periode pola harga yaitu: pola data stasioner dan pola tren yang naik dan tren yang berbalik arah serta memiliki pola musiman. Pembagian tiga periode demikian membantu memudahkan untuk memahami fenomena yang menyebabkan pola tersebut berlangsung. Pada periode minggu pertama hingga periode 78 atau minggu pertama bulan pertama januari 2005 hingga minggu keempat bulan juni 2006 plot data menunjukkan pola yang stasioner. Memasuki periode minggu 79 hingga minggu166 atau minggu pertama semester dua bulan juli 2006 hingga minggu keempat Maret 2008 terjadi tren kenaikan harga yang sangat tinggi. Pada periode minggu 167 hingga minggu ke 189 atau minggu pertama juni 2008 hingga minggu kedua Agustus 2008 pola data harga mengalami tren penurunan. Berdasarkan karakteristik Masing-masing pola data harga rata-rata mingguan Untuk komoditi Olein pada pasar Berjangka Rotterdam Model yang cocok untuk menjelaskan keragaman data dan meramalkan harga delapan periode kedepan dengan tingkat eror yang rendah adalah Model Winters Brown. dengan MAPE sebesar.4,7, artinya 95.3 persen model tersebut mampu menjelaskan keragaman pola data atual yang terjadi. sedangkan Haga Olein untuk pasar Fisik Jakarta juga dengan model yang sama yaitu Winters Brown multiflikatif dan nilai mape sebesar.4, artinya 9,6 persen model Winter mampu menjelaskan keragaman pola harga actual pasar Jakarta yang terjadi. Hasil peramalan delapan periode kedepan bahwa harga Olein pada pasar fisik Rotterdam Maupun Jakarta kedepan cenderung menurun yang sangat Curam. Turunnya harga olein akan memberikan berita baik. bagi konsumen minyak goreng di dalam negeri menjadi murah dan memberikan dampak yang buruk bagi industri
kelapa sawit di Indonesia. Dimana akan terjadi penurunan nilai ekspor sehingga menurunkan nilai penerimaan devisa bagi negara, penurunan marjin keuntungan bagi produsen olein dan eksportir olein, penurunan nilai harga saham dipasar modal serta pembelian harga tandan buah segar ditingkat petani juga menjadi murah. Turunya harga akibat dari permintaan menurun atau mengalami kelesuan, maka Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mendorong permintaan dan upaya untuk menghindari resiko, mengalihkan atau meminimalisir kerugian tersebut diantaranya: pemerintah menggalakkan pemakaian bahan bakar nabati (BBN), melakukan
penyesuaian pungutan ekspor (PE) , Membuka pasar baru dengan
mencari ekspor kenegara negara lainnaya yang belum dimasuki, Deversifikasi Pengolahan Atau Pengembangan pada Industri Hilir, memanfaatkan fasilitas bursa berjangka untuk melakukan lindung nilai harga maupun melakukan spekulasi untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan, melakukan efisiensi terhadap produksi, Petani memperkuat kelembagaan usaha taninya dan memberikan kebijakan pembelian harga TBS yang memihak ke petani 8.2. SARAN Model yang cocok untuk menjelaskan keragaman data dan meramalkan harga delapan periode kedepan dengan tingkat eror yang rendah adalah model Winters Multiflikatif. Winter Multiflikatif memberikan bobot terbesar pada data observasi terbaru dengan mempertimbangkan data musiman dan bobotnya turun secara ekponensial dengan semangkin lamanya data atau observasi. dengan kata lain observasi terbaru menjadi sangat penting dan semangkin lama menjadi tidak penting. Sehingga data observasi terbaru sangat penting diperhatikan untuk mengupdate model multiflikatif tersebut. Turunya harga akibat dari permintaan menurun atau mengalami kelesuan, maka perlu dilakukan tindakan untuk menjaga momentum permintaan masyarakat domestik maupun dunia tersebut dengan cara mendorong permintaan. Tindakan yang sangat efektif untuk dilakukan untuk mendorong permintaan tersebut dalam jangka
pendek adalah Pemerintah mewajibkan pemakaian campuran bahan bakar nabati (BBN) untuk menjaga agar CPO tetap terserap.
DAFTAR PUSTAKA
Anmi, L. 2004. Peramalan Impor Komoditas Pertanian Indonesia Dari Negara Asean. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik, 2006. Statistik Kelapa Sawit Indonesia. Jakarta Bowermen, Bruce l. dan Richard T. (1993). Forecasting and Time Series: An Applied Aproach. Thrid Edition. Dexbury Press. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). 2003. Himpunan peraturan perdagangan Berjangka Komoditi. Jilid I. Badan Pengawas Per-dagangan Berjangka Komoditi. Departemen Perindustriandan Perdangan. Republik Indonesia. Jakarta. ------------, 2003. Melakukan Lindung Nilai (Hedging) di Bursa Berjangka. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Departemen Perindustrian dan Perdangan. Republik Indonesia. Jakarta. Derektorat Jendral perkebunan, 2007. Road Map Kelapa Sawit. . Departemen Pertanian. Jakarta Direktorat Jendral Bina Produksi dan Perkebunan. 2004. Rencana Makro Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit. Departemen Pertanian. Jakarta Djunaidi, A. 1999. Prospek Bursa Berjangka Komoditi di Tengah-tengah Penyelesaian Krisis Ekonomi Nasional dan Era Pasar Bebas Dunia. Dalam perdagangan Berjangka Komoditi Indonesia: RelevansinyaDengan Konstruksi Nilai Etika Dalam Pasar Bebas dan Pertumbuhan Nilai Ekonomi Bangsa. Publisher. Jakarta Ermi T, 2002. Penawaran dan Permintaan Karet Alam Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Firdaus M.,(2006). Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB press Gaynor, P.E., dan R.C. Kirkpatrick. 1994. Introduction to Time Series Modelling and Forecasting in Business and Economics. Singapore. Mc. Graw Hill.
Hanke, E.J., Wichern, W.D., Reitsch, G.A. 2003. Peramalan Bisnis. Edisi Ketujuh. Penerbit PT Prenhallindo Jakarta. Indonesia Palm Oil Board, 2007. Indonesia Palm Oil In Number.Departemen Pertanian Jakarta. Indonesian Palm Oil Comission, 2006. Indonesia Palm Oil Statistik. Departemen Pertanian Jakarta. Jafarudin, M. 2005. Peramalan Volume Produksi TBS Di Kebun Percobaan Betung II A. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lubis, A.U dan M.P. Naibaho. 1999. Prospek Perkembangan Industri Hilir Pengolahan Kelapa Sawit. Seminar Nasional Peluang dan Tantangan Industri Kelapa sawit Menyonsong Abad XX1, Medan Makridakis, S., Whellwright dan McGee. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid Satu. Edisi Kedua. Binarupa Aksara, Jakarta. Mangoensukarjo Soepadio, 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Gajah Mada University. Mulyono. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Edisi ke-1. BPFE. Yogyakarta. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006. Potensi dan Peluang Investasi Industri Kelapa Sawit di ndonesia. PPKS Medan. Rahardja Praithama, mandala manurung, 2005. Pengantar Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta Rambey, S. 1999. Adakah Nilai Ekonomis Produk Finansial Derivatif? Dalam Perdagangan berjangka Komoditi indonesia : Relevansinya Dengan Kontruksi Nilai Etika dalam Pasar bebas dan pertumbuhan Nilai Etika Dalam Pasar Bebas dan Pertumbuhan Nilai ekonomi Bangsa. Buletin Berjangka. Jakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Erlangga Press Setyamidjaja, D. 1991. Budidaya Kelapa Sawit. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Simanjuntak, D. 2003. Kajian Strategi Perusahaan PT Perkebunan Nusantara I Untuk Mendukung Pemasaran Minyak Sawit. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Siringoringo, S.T.E. 2005. Peramalan Produksi Crude Palm Oil (CPO) Dan Palm Kernel Oil (PKO) PT. Panamtama Kebun Teluk Dalam, Asahan Sumatera Utara. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Suganda, D. 2006. Analisis Harga Cpo Di Pasar Fisik Medan Dan Pasar Berjangka MalaysiaSerta Rótterdam. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Susila, R. W. 2008. Peluang Investasi Bisnis Kelapa Sawit Di Indonesia. ipard.com. Diakses Tanggal 15 Februari 2008.
www.
Swastha, B. dan I.W. Sukotjo. 1997. Pengantar Bisnis Modern. Edisi Ketiga. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Zega, D. T. S. 2003. Analisis Strategi Pemasaran Minyak Kelapa Sawit (CPO) pada PTPN III (Persero) Medan, Sumatera Utara. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Lampiran 1. Data Harga Rata-rata Mingguan Olein Pada Pasar Fisik Rotterdam dan Jakarta periode
Tahun 2005
(Minggu)
OLEINR
OLEINJ
Tahun 2006 OLEINR
OLEINJ
Tahun 2007 OLEINR
Tahun 2008
OLEINJ
OLEINR
OLEINJ
1
389.5
3907.0
392.5
4204.0
588.8
5997.5
987.5
8508.3
2
383.0
3820.0
387.0
4064.0
570.5
5944.0
1034.2
8673.3
3
381.0
3984.0
385.0
3955.0
580.8
5985.0
1100.0
9453.0
4
378.5
3836.0
390.0
4117.0
572.5
5837.5
1066.5
9018.0
5
387.0
3840.0
395.6
4215.0
569.0
5747.0
1060.6
9053.8
6
363.0
3630.0
403.0
4213.0
579.5
5783.0
1123.8
9287.5
7
369.5
3755.0
410.0
4243.0
583.0
5919.0
1136.0
9563.0
8
379.0
3886.0
415.0
4337.0
588.0
5858.0
1219.0
10040.0
9
406.0
4064.0
414.0
4332.0
590.0
5906.0
1379.1
10810.6
10
401.5
4088.0
411.5
4351.0
587.0
5905.0
1416.7
12223.3
11
405.0
4314.0
406.0
4267.0
588.0
5821.0
1301.0
10910.0
12
405.0
4220.2
405.0
4158.0
590.0
6052.5
1235.0
10106.7
13
408.3
4200.0
407.1
4140.0
590.0
6203.8
1271.0
9724.0
14
404.5
4166.0
412.5
4255.0
643.8
6478.8
1192.5
8956.3
15
405.0
4125.0
408.8
4093.8
640.5
6481.0
1230.5
9379.0
16
403.0
4173.0
410.0
4158.0
706.0
7107.0
1323.0
9943.0
17
402.5
4274.0
410.0
4188.0
699.7
7126.0
1299.0
9992.0
18
407.0
4194.0
410.0
4171.0
711.5
7145.0
1265.0
9907.5
19
407.0
4199.0
420.5
4084.0
730.5
7023.0
1265.0
9986.0
20
402.5
4149.0
421.5
4229.0
775.0
7241.7
1259.0
10302.0
21
404.0
4168.0
414.0
4213.0
787.5
7334.0
1266.3
10267.5
22
403.3
4163.3
413.8
4198.8
779.4
7486.3
1283.0
10270.0
23
400.0
4149.0
415.5
4219.0
740.0
7387.0
1227.5
9941.0
24
400.0
4123.0
417.5
4267.0
845.0
8058.0
1253.9
9941.0
25
400.0
4250.0
417.5
4234.0
799.0
7761.0
1248.9
9611.0
26
400.5
4253.7
417.5
4262.0
762.0
7221.0
1226.3
9254.0
27
402.0
4283.0
427.5
4290.0
777.0
7331.0
1233.5
9328.0
28
404.0
4274.0
435.0
4323.0
845.0
8138.0
1206.5
9163.0
29
398.5
4252.0
437.0
4442.0
809.0
7717.0
1196.5
9120.0
30
398.0
4235.0
437.5
4544.0
771.9
7407.5
1104.1
8810.0
Lampiran 2. Sanbungan Data Harga Rata-rata Mingguan Olein Pada Pasar Fisik Rotterdam dan Jakarta dari lampiran 1. periode
Tahun 2005
(Minggu)
OLEINR
OLEINJ
Tahun 2006 OLEINR
OLEINJ
Tahun 2007 OLEINR
OLEINJ
Tahun 2008 OLEINR
OLEINJ
31
397.5
4245.0
468.8
4828.8
802.0
7739.0
1062.5
8438.8
11
392.0
4240.0
482.0
4992.0
830.0
8212.0
967.5
7824.0
33
397.5
4370.0
467.7
4884.0
830.0
8389.0
904.2
7605.0
34
396.5
4474.0
472.0
5041.0
821.0
8140.0
35
392.5
4648.8
465.5
4955.0
830.0
8133.0
36
398.5
4618.0
468.5
4820.0
793.0
7894.0
37
399.0
4509.0
465.0
4766.0
780.0
7825.0
38
400.0
4521.0
465.0
4711.0
780.0
7900.0
39
409.5
4709.8
455.5
4654.0
780.0
7776.0
40
420.0
4787.0
450.0
4636.0
829.5
7361.0
41
417.5
4720.0
457.5
4692.0
832.5
7305.0
42
415.0
4577.0
459.0
4666.0
880.0
7535.0
43
405.0
4436.0
462.5
4765.0
880.0
7450.0
44
408.8
4470.0
487.5
4910.0
923.5
7510.0
45
405.8
4495.0
490.0
4952.0
944.5
7721.0
46
403.0
4403.0
496.0
4964.0
944.5
7843.0
47
399.5
4315.0
522.0
5122.0
932.0
7837.0
48
397.5
4278.8
500.0
4960.0
946.9
7825.0
49
392.0
4149.0
551.0
5394.0
952.5
7679.0
50
391.5
4142.0
556.0
5537.0
941.5
7624.0
51
388.0
4047.0
560.0
5515.0
933.0
7802.0
52
389.0
4087.0
583.8
5853.8
950.5
7890.0
Lampiran 3. Hasil Estimasi Penerapan Model Olein Roterrdam Moving average Data Length NMissing
OLEINR 189.000 0
Moving Average Length: 1 Accuracy Measures MAPE: 2.100 MAD: 16.680 MSD: 893.870
Single Exponential Smoothing Data Length NMissing
OLEINR 189.000 0
Accuracy Measures MAPE: 2.133 MAD: 16.698 MSD: 867.151
Winters' multiplicative model Data Length NMissing
OLEINR 189.000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 0.2 Gamma (trend): 0.2 Delta (seasonal): 0.2 Accuracy Measures MAPE: 4.72 MAD: 31.33 MSD: 1862.95
Smoothing Constant Alpha: 1.19486
Winters' additive model
Accuracy Measures MAPE: 2.110 MAD: 16.539 MSD: 862.081
Data Length NMissing
Double Exponential Smoothing Data Length NMissing
OLEINR 189.000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 1.22284 Gamma (trend): 0.01519 Accuracy Measures MAPE: 2.133 MAD: 16.698 MSD: 867.151
OLEINR 189.000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 0.2 Gamma (trend): 0.2 Delta (seasonal): 0.2 Accuracy Measures MAPE: 5.31 MAD: 32.91 MSD: 1934.26
Lampiran 4. Hasil Estimasi Penerapan Model Harga Olein Jakarta Gamma (trend): Moving average
0.2 Delta (seasonal): 0.2
Data Length NMissing
OLEINJ 189.000 0
Moving Average Length: 1 Accuracy Measures MAPE: 2.7 MAD: 172.5 MSD: 80280.4
Single Exponential Smoothing Data Length NMissing
OLEINJ 189.000 0
Smoothing Constant Alpha: 1.06243 Accuracy Measures MAPE: 2.7 MAD: 171.1 MSD: 79557.3
Double Exponential Smoothing Data Length NMissing
OLEINJ 189.000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 1.20715 Gamma (trend): 0.01500 Accuracy Measures MAPE: 2.9 MAD: 181.1 MSD: 91365.9
Winters' multiplicative model Data Length NMissing
OLEINJ 189.000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 0.2
Accuracy Measures MAPE: 4 MAD: 269 MSD: 153743
Lampiran 5. ARIMA Model: OLEINJ Sarima (0,1,1)(0,1,1)7 ARIMA model for OLEINJ Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 21108892 0.100 -8.894 1 19216056 0.250 -7.915 2 17824835 0.400 -6.775 3 16766721 0.550 -5.275 4 15943620 0.700 -3.362 5 15558065 0.791 -2.013 6 15349790 0.849 -1.228 7 15187279 0.896 -0.687 8 15074051 0.933 -0.344 9 15069565 0.936 -0.807 10 15069305 0.936 -0.875 11 15069288 0.937 -0.898 12 15069287 0.937 -0.903 13 15069287 0.937 -0.904 14 15069287 0.937 -0.904 Relative change in each estimate less than
0.0010
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef SMA 7 0.9367 0.0392 Constant -0.904 2.299
P 0.000 0.695
T 23.90 -0.39
Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 7 Number of observations: Original series 189, after differencing 181 Residuals: SS = 13730785 (backforecasts excluded) MS = 76708 DF = 179 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 13.5 22.6 34.2 43.7 DF 10 22 34 46 P-Value 0.198 0.427 0.457 0.567