1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada awalnya, komoditi di Indonesia hanya sebatas diperdagangkan secara konvensional di pasar fisik dengan harga pasar yang terdapat saat itu. Namun mulai tahun 1997 terbitlah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yang memperkenalkan perdagangan komoditi secara derivatif melalui sistem Perdagangan Berjangka. Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) di Indonesia kemudian mulai dilakukan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) yang didirikan pada 21 November 2000, dan mulai resmi melakukan perdagangan pertama sejak 15 Desember 2000.1 Perdagangan berjangka dapat dilakukan di dalam bursa berjangka atau diluar bursa berjangka atau yang disebut over the counter (OTC Market).2 Dalam bahasa Indonesia, istilah OTC Market dikenal dengan sebutan Sistem Perdagangan Alternatif (SPA).
1
R. Serfiyanto Dibyo Purno mo, 2013, Pasar Komoditi: Perdagangan Berjangka & Pasar Lelang Komoditi, Jogja Bangkit Publisher, Yogyakarta, Hlm. 16 2 Mohamad Samsul, 2010, Pasar Berjangka Komoditas dan Derivatif, Salemba Empat, Jakarta, Hlm. 50
2
Jenis perdagangan SPA dalam beberapa tahun terakhir mendominasi transaksi perdagangan berjangka di Indonesia.3 Setiap tahunnya, terjadi peningkatan jumlah Nasabah yang mentransaksikan dananya melalui SPA. Hal ini dapat dilihat dari dominannya transaksi SPA dibandingkan dengan transaksi secara multilateral dalam bursa dan transaksi Penyaluran Amanat Nasabah ke Luar Negeri (PALN). Dari total volume transaksi sebesar 5.633.870 lot pada tahun 2010, transaksi SPA tercatat sebesar 5.393.768 lot atau 95,74%, transaksi multilateral tercatat sebesar 232.797 lot atau 4,13%, sementara transaksi PALN hanya sebesar 7.305 lot atau 0,13%.4 Bagi para Nasabah, kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi, dapat dijadikan pilihan investasi yang cukup menarik, karena adanya faktor leverage. Leverage adalah suatu keadaan, dimana dengan penempatan sejumlah dana yang kecil dapat diperoleh keuntungan atau kerugian, sebagai akibat dari perubahan harga komoditi yang terjadi, yang besarnya diperhitungkan dari nilai dana yang ditempatkan.5 Meskipun terkesan menarik, perdagangan berjangka sering disebut sebagai kegiatan yang beresiko, komplek, dan sangat bergejolak. Setiap saat investasi yang dilakukan oleh Nasabah dapat berubah secara drastis, karena berubahnya harga komoditi secara tiba-tiba. Karena adanya faktor leverage, maka 3
R. Serfianto Dibyo Purnomo, 2013, Buku Pintar Pasar Uang & Pasar Valas, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hlm. 56 4 Bappebti, 2010, Annual Report 2010, dalam R. Serfiyanto Dibyo Purnomo, 2013, Pasar Komoditi: Perdagangan Berjangka & Pasar Lelang Komoditi, Jogja Bangkit Publisher, Yogyakarta, Hlm. 16 5 Bappebti, 2012, Penting Diketahui: Sebelum Melakukan Transaksi Kontrak Berjangka, https://www.bappebti.go.id/id/topdf/create/122.html, Diakses Pada Tanggal 29 Maret 2016 Pukul 11:45 WIB.
3
perubahan harga yang kecil saja yang berlawanan dengan posisi terbuka Kontrak Berjangka dapat mengakibatkan kerugian yang besar, termasuk habisnya seluruh pembayaran margin awal.6 Risiko tersebutlah yang menyebabkan perlunya perlindungan Nasabah dalam melakukan transaksi perdagangan berjangka. Dari segi hukum, perlindungan Nasabah telah terdapat dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi yang kemudian diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Pedagangan Berjangka Komoditi. Selain melalui Undang-Undang, perlindungan bagi Nasabah juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi juga dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. (Perka Bappebti). Salah satu contoh perlindungan yang diberikan oleh hukum adalah terdapat larangan pemberian kuasa secara penuh bagi Pialang Berjangka dalam mentransaksikan dana Nasabahnya. Larangan tersebut secara tersirat disebutkan dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011. Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa Pialang Berjangka dilarang melakukan transaksi untuk rekening Nasabah, kecuali telah menerima perintah untuk setiap kali transaksinya. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa perintah tersebut berisi sekurang-kurangnya jenis dan jumlah kontrak yang akan dibeli atau dijual oleh Nasabah yang bersangkutan. 6
Ibid.
4
Pemberian kuasa penuh bagi Pialang Berjangka dalam mentransaksikan dana Nasabahnya secara tidak langsung melanggar ketentuan pasal tersebut. Apabila sejak awal Nasabah telah memberikan kuasanya secara penuh kepada Pialang Berjangka, maka tidak ada perintah yang diberikan oleh Nasabah dalam setiap kali transaksinya karena Nasabah mempercayakan dananya untuk ditransaksikan oleh Pialang Berjangka. Selain itu Nasabah tidak perlu memberikan perintah mengenai jenis dan jumlah kontrak yang ingin dibeli atau dijualnya. Dengan memberikan kuasa penuh bagi Pialang Berjangka, maka Pialang Berjangka yang nantinya akan menentukan jumlah dan jenis kontrak yang akan dijual atau dibeli Nasabahnya. Selain disebutkan dalam Undang-Undang Perdagangan Berjangka Komoditi, larangan tersebut disebutkan pula dalam Peraturan Pemerintah serta Peraturan Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Perka Bappebti). Disebutkan dalam Pasal 146 huruf n Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi, Pialang Berjangka dilarang untuk menerima kuasa penuh dari Nasabah untuk melakukan transaksi atas nama Nasabah yang bersangkutan. Kemudian dalam Perka Bappebti Nomor 63/BAPPEBTI/Per/9/2008 tentang Ketentuan Teknis Perilaku Pialang Berjangka, larangan tersebut juga disinggung dalam Pasal 4 huruf i. Isi dari pasal tersebut sama persis dengan isi dari Pasal 146 huruf n Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2014. Pemberian kuasa penuh pada Pialang Berjangka untuk mentransaksikan dana Nasabah juga melanggar ketentuan Pasal 4 huruf g Perka Bappebti mengenai
5
Ketentuan Teknis Perilaku Pialang tersebut. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Pialang Berjangka dilarang untuk menerima kode akses transaksi Nasabah (Personal Access Password). Dengan memberikan kuasanya kepada Pialang Berjangka, Nasabah secara otomatis memberikan username dan password akun rekeningnya agar dapat ditransaksikan oleh Pialang Berjangka. Hal tersebut berarti, pemberian kuasa bagi Pialang Berjangka juga melanggar ketentuan Pasal 4 huruf g Perka Bappebti tersebut. Namun ternyata, tidak semua Pialang Berjangka menerapkan ketentuan dari pasal tersebut. Pada kenyataannya terdapat banyak Nasabah yang memberikan kuasanya secara penuh kepada suatu Pialang Berjangka untuk melakukan transaksi atas nama dirinyai. Sebanyak 60% dari total 100% Nasabah pada perusahaan Pialang Berjangka PT. Central Capital Futures Yogyakarta ingin agar dananya ditransaksikan oleh Pialang Berjangka.7 PT. Central Capital Futures merupakan perusahaan Pialang Berjangka yang telah memiliki sertifikasi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi dan memiliki legalitas dalam melakukan kegiatan perdagangan berjangka. Namun sayangnya, ketentuan mengenai larangan pemberian kuasa penuh dari Nasabah kepada Pialang Berjangka masih belum dapat dilakukan secara penuh oleh PT. Central Capital Futures. PT. Central Capital Futures dalam menyalurkan amanat Nasabahnya, menerima pula kuasa penuh yang diberikan kepadanya. Meskipun telah adanya 7
Merupakan hasil dari Pra Penelitian Penulis yang dilakukan di PT. Central Capital Futures pada tanggal 25 Februari 2016 pukul 13.00 WIB.
6
larangan pemberian kuasa, dalam praktiknya, pemberian kuasa tersebut masih dilakukan oleh Pialang Berjangka. Seperti contohnya pada PT. Central Capital Futures tersbeut. Para pembentuk Undang-Undang memberikan ketetapan tersebut untuk meminimalisir kerugian yang mungkin dapat diderita oleh Nasabah karena kesalahan dari Pialang Berjangka. Pelanggaran berupa pemberian kuasa penuh dari Nasabah kepada Pialang Berjangka tersebut dapat membuka kesempatan bagi Pialang Berjangka untuk menyalahgunakan kewenangannya. Apabila Pialang Berjangka tersebut merupakan Pialang Berjangka nakal, dana Nasabah dapat dipermainkan dan menimbulkan kerugian bagi diri Nasabah. Salah satu kerugian Nasabah yang disebabkan oleh Pialang Berjangka adalah hilangnya dana Nasabah bernama Sugiarto Hadi sebesar Rp 34 Miliar ketika Nasabah tersebut melakukan transaksi secara SPA.8 Rocky Nainggolan, selaku kuasa hukum Nasabah tersebut mengklaim, dana milik kliennya tersangkut pada perusahaan pialang berjangka PT MIF dan pedagang berjangka PT SAM. Hal tersebut diduga karena adanya tiga kecurangan antara lain Split9, Delay10, dan Reject.11 Pemberian kuasa secara penuh kepada Pialang Berjangka
8
Edwin Firdaus, 2015, Pendemo Lempar Telur ke Gedung Bappebti, http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/10/01/pendemo-lempar-telur-ke-gedungbappebti?page=4, Diakses Pada Tanggal 28 Maret 2016 Pukul 21:12 WIB. 9 Split adalah tindakan sengaja memecah dan merekayasa order atau transaksi Nasabah. Modusnya dengan cara memodifikasi order Nasabah dan menciptakan satu transaksi baru seolah-olah Nasabah yang melakukan transaksi tersebut, padahal Nasabah tidak pernah melakukannya. 10 Delay adalah tindakan dengan sengaja memperlambat respon atas order Nasabah. 11 Reject adalah Tindakan sengaja menolak order Nasabah, baik itu terhadap open position order maupun close position order
7
dapat membuka peluang kerugian Nasabah yang disebabkan oleh Pialang Berjangka seperti halnya contoh tersebut di atas. Dengan adanya pemberian kuasa tersebut, maka keabsahan perjanjian yang dilakukan oleh Nasabah dengan Pialang Berjangka tersebut menjadi dipertanyakan. Selain itu, keabsahan perjanjian tersebut juga berpengaruh terhadap konsekuensi hukumnya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penulis kemudian tertarik untuk melakukan Penulisan Hukum dengan judul, ”Penerapan Larangan
Pemberian
Kuasa
Penuh
Bagi
Pialang
Berjangka
Dalam
Mentransaksikan Dana Nasabah Pada Transaksi Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif Di PT. Central Capital Futures Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Apa yang menyebabkan terjadinya pelanggaran berupa pemberian kuasa penuh
oleh
Nasabah
kepada
PT.
Central
Capital
Futures
dalam
mentransaksikan dananya? 2.
Bagaimana keabsahan dan konsekuensi hukum sehubungan dengan adanya pemberian kuasa penuh yang bertentangan dengan Undang-Undang?
8
C. Tujuan Penelitian Berangkat dari permasalahan yang ada, maka Penulis menemukan tujuan dari dilakukannya penelitian hukum ini dari segi subjektif Penulis dan segi objektif permasalahan. 1.
Tujuan subjektif Dengan dibuatnya penelitian ini diharapkan Penulis dapat menguasai regulasi mengenai Perdagangan Berjangka Komoditi. Selain itu, penelitian yang akan dilakukan Penulis ini merupakan pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.).
2.
Tujuan objektif Tujuan Objektif dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji masalah yang berhubungan dengan hukum dagang khususnya dalam bidang hukum perdagangan berjangka komoditi, yang pada intinya membahas mengenai: a.
Latar belakang dan pokok-pokok pengaturan Perdagangan Berjangka Komoditi melalui Sistem Perdagangan Alternatif yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komiditi.
b.
Proses dan tata cara melakukan Transaksi Derivatif melalui Perdagangan Berjangka Komoditi dalam Sistem Perdagangan Alternatif
c.
Penerapan larangan pemberian kuasa penuh bagi Pialang Berjangka dalam mentransaksikan dana Nasabah pada Pialang Berjangka PT.
9
Central Capital Futures Yogyakarta d.
Keabsahan dan konsekuensi dari perjajian antara Nasabah dengan Pialang Berjangka PT Central Capital Futures Yogyakarta apabila Nasabah memberikan kuasa penuh kepada Pialang Berjangka untuk mentransaksikan dananya pada Transaksi Derivatif dalam Sistem Perdagangan Alternatif
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, belum terdapat penulisan hukum yang membahas mengenai Penerapan Larangan Pemberian Kuasa Penuh Bagi Pialang Berjangka Dalam Mentransaksikan Dana Nasabah Pada Transaksi Derivatif Dalam Sistem Perdagangan Alternatif Di PT. Central Capital Futures Yogyakarta, namun terdapat penulisan yang juga mengkaji mengenai Transaksi Derivatif, yaitu: I.
“ANALYSIS ON THE APPLICATION ISDA MASTER AGREEMENT ON DERIVATIVE TRANSACTION” Merupakan penulisan hukum yang ditulis oleh Namiraisir Endah Asmar dengan NIM: 10/298736/HK/18391, Program Studi Sarjana Hukum Konsentrasi Hukum Dagang pada tahun 2014. Permasalahan utama yang diangkat dalam penulisan hukum tersebut adalah: a.
Bagaimana legitimasi dari Transaksi Derivatif dari perspektif Hukum Indonesia dan Peraturannya?
10
b.
Bagaimana Bank Danamon menerapkan ISDA Master Agreement untuk Transaksi Derivatifnya dilihat dari Hukum Indonesia dan Pengaturannya?
Dalam penelitian ini terdapat kesimpulan bahwa: 1. Transaksi Derivatif merupakan transaksi yang legitimate dari perspektif Hukum di Indonesia dan Peraturannya berdasarkan: a.
Transaksi Derivatif diperbolehkan dalam industri perbankan asalkan transaksi tersebut tidak bertentangan dengan peraturan dari industri perbankan tersebut.
b.
Transaksi Derivatif yang disebutkan diatas dilakukan melalui Mark to Market, maksudnya adalah dalam menerapkan manajemen risiko, Transaksi Derivatif tidak boleh mengandung produk terstruktur.
c.
Transaksi Derivatif didasarkan pada perjanjian antara para pihak, dan perjanjian tersebut dibuat dibawah asas kebebasan berkontrak.
2. Penerapan ISDA Master Agreement oleh Bank Danamon untuk Transaksi Derivatifnya complies dengan Hukum Indonesia dan Pengaturannya, berdasarkan: a.
Bank Danamon menerapkan ISDA Master Agreement untuk Transaksi Derivatifnya berdasarkan asas kebebasan berkontrak.
b.
ISDA Master Agreement yang dugunakan oleh Bank Danamon memenuhi syarat validitas sebuah kontrak dibawah Hukum Indonesia dan Peraturannya. Hal yang membedakan penulisan hukum ini dengan penulisan
hukum yang telah dilaksanakan sebelumnya adalah pokok bahasan yang
11
terkandung pada penulisan hukum diatas dimana pokok bahasan yang terkandung dalam penulisan hukum diatas adalah mengenai penerapan ISDA Master Agreement dalam Transaksi Derivatif. Penulisan hukum tersebut lebih menitikberatkan pada penerapan ISDA Master Agreement dalam Transaksi Derivatif pada Bank Danamon. Sementara penulisan hukum yang ditulis oleh penulis lebih menitikberatkan pada penerapan larangan pemberian kuasa penuh bagi Pialang Berjangka dalam mentransaksikan dana Nasabah pada Transaksi Derivatif dalam Sistem Perdagangan Alternatif berikut pula beserta keabsahan dan konsekuensi dari perjanjian antara Nasabah dengan Pialang Berjangka ketika terjadi pemberian kuasa penuh yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat atau kegunaan teoritis dan praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoritis a. Mengembangkan pengetahuan dan menambah wawasan mengenai proses Transaksi Derivatif juga peranan Pialang Berjangka dalam mengemban kuasa dari Nasabah pada Sistem Perdagangan Alternatif. b. Membandingkan kebenaran pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dengan pelaksanaan di lapangan sehingga mengetahui perbedaan dan persamaan yang jelas antara teori dan praktik tentang proses
12
Transaksi Derivatif juga peranan Pialang Berjangka dalam mengemban kuasa dari Nasabah pada Sistem Perdagangan Alternatif. 2.
Manfaat Praktis a. Bagi Penulis: Selain untuk memenuhi persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana, penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam menambah pengetahuan penulis akan proses Transaksi Derivatif juga peranan Pialang Berjangka dalam mengemban kuasa dari Nasabah pada Sistem Perdagangan Alternatif, dan dapat menumbuhkan pendapat maupun masukan kritis atas ketentuan-ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. b. Bagi Pemerintah: Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah dalam mengambil langkah untuk menangani permasalahan-permasalahan yang akan ditemui kemudian dengan merevisi atau membuat suatu peraturan baru yang dapat lebih memberikan kepastian hukum mengenai pengaturan tata cara Transaksi Derivatif dalam Sistem Perdagangan Alternatif. c. Bagi Masyarakat: Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat, terutama bagi para calon Nasabah yang ingin menginvestasikan dananya dalam Perdagangan Berjangka Komoditi ini. d. Bagi Ilmu Pengetahuan:
13
Penelitian ini akan semakin memperkaya khasanah informasi dan wawasan pemikiran khususnya dalam mempelajari Transaksi Derivatif dalam Sistem Perdagangan Alternatif.