ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT
OLEH MIMI MARYADI H14103117
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
MIMI MARYADI. Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output (dibimbing oleh ALLA ASMARA). Investasi memiliki peranan yang penting dalam pembangunan nasional, selain itu juga diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi serta penyerapan tenaga kerja. Sektor industri kini merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia yaitu sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2002 peran sektor industri pengolahan diperkirakan mencapai lebih dari seperempat (25,01 persen) komponen pembentukan PDB, sementara sektor pertanian memberi kontribusi sebesar 17,47 persen (Badan Pusat Statistik, 2004). Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan sub sektor industri pengolahan memiliki peranan yang cukup besar terhadap PDB dibandingkan sektor lainnya yaitu sebesar 3,10 persen dari total pendapatan industri pengolahan pada tahun 2005. Industri TPT pada penelitian ini terdiri dari industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit. Seiring dengan perkembangan industri TPT, hambatan yang dihadapi diantaranya adalah infrastruktur yang belum banyak tersedia, tingkat suku bunga yang tinggi, aturan pajak yang ketat, ketersediaan bahan baku dan juga sistem perindustriannya. Sehingga terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam melihat peranan industri TPT terhadap sektor-sektor perekonomian Indonesia seperti sejauh mana keterkaitan, dampak penyebaran, efek multiplier dan pengaruh investasi industri TPT terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya. Penelitian ini bertujuan (1) menganalisis keterkaitan sektor industri tekstil dan produk tekstil dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia, baik dalam penyediaan input maupun sektor yang menggunakan output, (2) menganalisis seberapa besar dampak penyebaran sektor industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia, (3) menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri tekstil dan produk tekstil berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja dan (4) menganalisis seberapa besar perubahan investasi di sektor industri tekstil dan produk tekstil mempengaruhi sektor-sektor perekonomian Indonesia. Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel Input-Output (I-O) Indonesia tahun 2003 berdasarkan transaksi total atas dasar harga produsen dengan klasifikasi 11 sektor. Selain itu, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder lainnya yang diperoleh dari instansiinstansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian (DEPERIN), dan Perpustakaan LSI IPB. Hasil analisis keterkaitan menunjukkan bahwa industri pemintalan memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan sebesar 0,42 dan keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,64. Sedangkan untuk industri tekstil, pakaian dan
kulit memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan sebesar 0,34 serta keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,65. Hasil analisis penyebaran memperlihatkan bahwa nilai koefisien penyebaran terbesar berdasarkan klasifikasi 11 sektor adalah industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar 1,23, sedangkan untuk industri pemintalan sebesar 1,20. Dilihat dari sisi kepekaan penyebarannya, industri pemintalan memiliki nilai sebesar 0,85 sedangkan industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar 0,77. Hasil analisis multiplier menunjukkan bahwa industri pemintalan memiliki nilai multiplier output tipe I dan II masing-masing sebesar 2,41 dan 2,86, sedangkan industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai sebesar 2,46 dan 2,96. Untuk multiplier pendapatan, industri pemintalan memiliki nilai multiplier tipe I dan II masing-masing sebesar 3,83 dan 5,07, sedangkan untuk industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar 2,28 dan 2,79. Dilihat dari sisi multiplier tenaga kerja, industri pemintalan memiliki nilai tipe I dan II masing-masing sebesar 12,65 dan 17,87, sedangkan untuk industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan II masing-masing sebesar 23,45 dan 34,94. Hasil analisis investasi memperlihatkan bahwa sektor-sektor yang mengalami perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja akibat adanya pertumbuhan investasi sektor industri pemintalan, dari yang paling besar dampaknya adalah sektor industri pemintalan itu sendiri, sektor tekstil, pakaian dan kulit, sektor jasa-jasa, sektor industri lainnya, sektor bangunan, sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor transportasi dan komunikasi, sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pertanian, dan sektor pertambangan. Dilihat dari sisi pertumbuhan investasi sektor industri tekstil, pakaian dan kulit, sektor yang berpengaruh terhadap perubahan investasi di sektor industri tersebut dari yang paling besar dampaknya adalah sektor industri tekstil, pakaian dan kulit itu sendiri, sektor jasa-jasa, sektor industri pemintalan, sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor transportasi dan komunikasi, sektor industri lainnya, sektor bangunan, sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pertanian, dan sektor pertambangan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa industri TPT merupakan industri yang penting dalam mendorong sektor hulunya, hal tersebut dapat dilihat dari nilai keterkaitan ke depan dan nilai kepekaan penyebarannya yang lebih dari satu. Disamping itu juga industri TPT mampu mendorong sektorsektor lainnya dari penyediaan output, pendapatan dan tenaga kerja yang dilihat dari efek multiplier dan analisis investasi khususnya bagi industri TPT itu sendiri. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini, diantaranya pemerintah dan perusahaan hendaknya melakukan kebijakan atau program yang mendorong perkembangan industri penyedia input bagi industri TPT. Selain itu, pemerintah juga sebaiknya memprioritaskan pertumbuhan industri TPT dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia karena memiliki sifat yang padat karya. Serta mendorong investasi pada sektor industri TPT guna meningkatkan output pendapatan, maupun tenaga kerja di Indonesia.
ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT
Oleh MIMI MARYADI H14103117
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Mimi Maryadi
Nomor Pokok
: H14103117
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Alla Asmara, SPt, M.Si. NIP. 132 159 707
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Ir. Rina Oktaviani, MS, Ph.D. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2007
Mimi Maryadi H14103117
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Mimi Maryadi lahir pada tanggal 09 Desember 1984 di Tangerang, Banten. Penulis merupakan anak kesembilan dari sembilan bersaudara, dari pasangan Bapak Anan dan Ibu Nawiyah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada MI Miftahul Huda, kemudian melanjutkan ke SLTP YAPIA Ciputat. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Pamulang dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa FEM IPB (2004/2005), Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FEM IPB (2004/2005), Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (2004/2005) dan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor (2006/2007).
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji serta syukur pertama-tama penulis ucapkan kepada Allah SWT yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad SAW sebagai pemimpin besar revolusi umat manusia menuju zaman yang penuh dengan rahmat dan hidayah-Nya. Skripsi yang berjudul Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output ini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Anan dan Ibunda Nawiyah atas doa dan dukungannya. Untuk seluruh keluarga penulis yang telah membantu. 2. Alla Asmara, SPt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 3. Sahara, SP, M.Si dan Widyastutik, SE, M.Si selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat. 4. Teman-teman seperjuangan Rini, Reni Jo, Yusuf, Aji, Yogi, Heri, Wirawan, Ana, Weni, Ratih, Wida, Elly, Rio, Nur, Rico, Heni, Ade, Sri, Tyas, Giri, Linda, Dadan, Rizal dan seluruh teman-teman angkatan 40 dan 41 Ilmu Ekonomi. Teman-teman di Wisma Mahameru (Ulum, Hendra,
Irwan, Teguh, Henry, Afif, Sandy, Tanto) dan seluruh pihak yang telah membantu penulis. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Juli 2007
Mimi Maryadi H14103117
ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT
OLEH MIMI MARYADI H14103117
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Mimi Maryadi
Nomor Pokok
: H14103117
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul Usulan Penelitian
: Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Input-Output.
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen llmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Alla Asmara, SPt, M.Si. NIP. 132 159 707
Mengetahui, Ketua Departemen llmu Ekonomi,
Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2. Permasalahan...................................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 8 1.5. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 9 2.1. Investasi dalam Pembangunan .......................................................... 9 2.1.1. Definisi Investasi..................................................................... 9 2.1.2. Peran Investasi dalam Pembangunan ...................................... 10 2.1.3. Peran Investasi dalam Industri ................................................ 14 2.2. Teori Input-Output (I-O) .................................................................... 15 2.2.1. Struktur Tabel Input-Output (I-O) .......................................... 17 2.2.2. Asumsi-Asumsi Keterbatasan Model Input-Output (I-O)....... 19 2.2.3. Analisis Keterkaitan ................................................................ 20 2.2.4. Analisis Dampak Penyebaran ................................................. 21 2.2.5. Analisis Pengganda (multiplier).............................................. 21 2.3. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 22 2.4. Kerangka Operasional....................................................................... 25 III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 29 3.1. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 29 3.2. Metode Analisis ................................................................................ 29 3.2.1. Koefisien Input........................................................................ 30 3.2.2. Analisis Keterkaitan ................................................................ 31
ii
3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran ................................................. 32 3.2.4. Analisis Pengganda (multiplier).............................................. 33 3.2.5. Koefisien Pendapatan (δ) ........................................................ 40 3.2.6. Koefisien Tenaga Kerja (β)..................................................... 41 3.3. Simulasi Kebijakan ........................................................................... 41 3.4. Konsep dan Definisi.......................................................................... 42 3.4.1. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) .............................. 42 3.4.2. Output...................................................................................... 44 3.4.3. Transaksi Antara ..................................................................... 45 3.4.4. Permintaan Akhir .................................................................... 45 3.4.5. Input Primer ............................................................................ 47 IV. GAMBARAN UMUM ............................................................................ 49 4.1. Sejarah Industri Tekstil dan Produk Tekstil..................................... 49 4.2. Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia ............................. 52 4.2.1. Peran Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil .................. 52 4.2.2. Jumlah Perusahaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil ....... 56 4.2.3. Ekspor-Impor Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia ................................................................................ 56 4.3. Perjanjian dalam Perdagangan TPT Internasional ............................. 58 4.3.1. Perjanjian TPT dalam Ketentuan MFA (Multi Fibre Arrangement) .......................................................................... 58 4.3.2. Perjanjian TPT dalam Ketentuan GATT (General Aggrement on Tariff and Trade) ............................................. 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 61 5.1. Peranan Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Struktur Perekonomian Indonesia........................................ 61 5.1.1. Permintaan dan Penawaran Output ......................................... 61 5.1.2. Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah............ 63 5.1.3. Struktur Investasi .................................................................... 64 5.1.4. Struktur Ekspor dan Impor...................................................... 65 5.1.5. Nilai Tambah Bruto ................................................................ 67 5.1.6. Output Sektoral ....................................................................... 69
iii
5.2. Analisis Keterkaitan ........................................................................... 70 5.2.1. Keterkaitan Langsung ke Depan .............................................. 70 5.2.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang ......................................... 70 5.3. Analisis Dampak Penyebaran ............................................................ 71 5.3.1. Koefisien Penyebaran............................................................... 72 5.3.2. Kepekaan Penyebaran .............................................................. 73 5.4. Analisis Pengganda (Multiplier) ........................................................ 73 5.4.1. Multiplier Output ..................................................................... 74 5.4.2. Multiplier Pendapatan .............................................................. 75 5.4.3. Multiplier Tenaga Kerja........................................................... 75 5.5. Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia.................. 76 5.5.1. Dampak terhadap Output ......................................................... 77 5.5.2. Dampak terhadap Pendapatan .................................................. 79 5.5.3. Dampak terhadap Tenaga Kerja............................................... 81 VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 84 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 84 6.2. Saran................................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 87 LAMPIRAN.................................................................................................... 89
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1.
Distribusi Persentase PDB Sektor Industri Pengolahan Atas Harga Konstan 2000 (Persen) .............................................................. 2
1.2.
Profil Industri TPT Indonesia ,Tahun 2000-2004 ................................ 4
1.3.
Investasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Tahun 1999-2005 ........ 6
2.1.
Ilustrasi Tabel Input-Output................................................................. 18
3.1.
Rumus Multiplier Output, Pendapatan, dan Tenaga Kerja .................. 35
4.1.
Perkembangan Pertenunan dalam Periode Dasawarsa dan Setengah Dasawarsa (Unit) ................................................................ 50
4.2.
Perusahaan, Tenaga Kerja, Pengeluaran Untuk Tenaga Kerja dan Perubahan Nilai Modal Tetap Industri Tekstil dan Pakaian Jadi, Tahun 2000-2004......................................................................... 53
4.3.
Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Tahun 19982005...................................................................................................... 55
4.4.
Jumlah Perusahaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Tahun 1998-2005 ............................................................................................ 56
4.5.
Volume serta Nilai Ekspor (X) dan Impor (M) Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Tahun 2000-2005................................................. 57
5.1.
Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003................................................. 62
5.2.
Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Sektorsektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 ...................................... 63
5.3.
Pembentukan Modal Tetap Bruto, Perubahan Stok, dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 .......................... 65
5.4.
Ekspor dan Impor Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 .......................................................................................... 66
5.5.
Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 .......................................................................................... 68
5.6.
Nilai Output Sektoral Perekonomin Indonesia, Tahun 2003 ............... 69
5.7.
Nilai Keterkaitan Output Sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 .......................................................................................... 71
v
5.8.
Nilai Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 ......................................................................... 72
5.9.
Nilai Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Tipe I dan II pada Sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 .................. 74
5.10
Dampak Pertumbuhan Investasi Sektor Industri TPT terhadap Perubahan Output ................................................................................ 78
5.11. Dampak Pertumbuhan Investasi Sektor Industri TPT terhadap Perubahan Pendapatan ........................................................................ 80 5.12. Dampak Pertumbuhan Investasi terhadap Perubahan Penyerapan Tenaga Kerja ........................................................................................ 82
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1
Fungsi Investasi.................................................................................... 11
2.2
Tabungan dan Investasi dalam Perekonomian Terbuka....................... 12
2.3
Hubungan Antara Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran dan Pendapatan Nasional ............................................................................ 13
2.4
Kerangka Operasional.......................................................................... 28
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Tabel Klasifikasi 66 Sektor dan 11 Sektor........................................... 90
2.
Matriks Koefisien Input ....................................................................... 92
3.
Matriks Kebalikan Leontief Terbuka ................................................... 93
4.
Matriks Kebalikan Leontief Tertutup................................................... 94
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor yang dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar, perkembangan industri pengolahan di Indonesia sejak Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I mengalami peningkatan yang pesat, ini dikarenakan adanya perubahan struktur perekonomian di Indonesia dari sektor pertanian ke sektor industri. Meningkatnya kebutuhan rumah tangga akan produkproduk industri menyebabkan semakin pesatnya pertumbuhan sektor industri di Indonesia, yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi besar terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) yang berimplikasi pada meningkatnya pendapatan masyarakat, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Sektor industri kini merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2002 peran sektor industri pengolahan diperkirakan mencapai lebih dari seperempat (25,01 persen) komponen pembentukan PDB. Sementara sektor pertanian memberi kontribusi sebesar 17,47 persen. Di Indonesia, industri pengolahan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga (Badan Pusat Statistik, 2004). Secara garis besar industri pengolahan terbagi menjadi dua bagian yaitu industri pengolahan migas dan industri pengolahan bukan migas. Tabel 1.1
2
memperlihatkan kontribusi kedua industri tersebut terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari tahun 2002 sampai tahun 2005 berdasarkan harga konstan tahun 2000. Data tersebut menunjukkan bahwa kontribusi PDB sektor industri pengolahan migas memperlihatkan angka yang menurun, pada tahun 2002 total kontribusi industri migas sebesar 3,47 persen dan mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya hingga menjadi 2,79 persen pada tahun 2005. Sedangkan pada sektor industri bukan migas selalu memperlihatkan peningkatan. Pada tahun 2002 kontribusi industri pengolahan sebesar 24,39 persen, mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya masing-masing menjadi 24,67 persen pada tahun 2003, meningkat menjadi 25,24 persen pada tahun 2004 dan 25,31 persen pada tahun 2005. Tabel 1.1. Distribusi Persentase PDB Sektor Industri Pengolahan Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Persen) SEKTOR INDUSTRI Industri Pengolahan 1. Industri Migas a. Kilang Minyak b. Gas Alam dan Cair 2. Industri Pengolahan Bukan Migas a. Makanan, minuman, dan tembakau b. Tekstil, pakaian jadi dan kulit c. Kayu, bambu dan rotan d. Kertas dan barang cetakan e. Pupuk, kimia, dan barang dari karet f. Semen dan barang galian bukan logam g. Logam dasar besi dan dan baja h. Alat angkutan mesin dan peralatannya i. Lainnya BUKAN INDUSTRI PDB Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005 Keterangan : *Angka sementara
2002
2003
2004
2005*
27,86 3,47 1,45 2,02 24,39 7,55 3,22 1,36 1,33 3,00 0,85 0,59 6,31 0,18 72,14 100,00
28,01 3,34 1,42 1,92 24,67 7,38 3,26 1,32 1,38 3,17 0,87 0,52 6,56 0,21 71,99 100,00
28,36 3,12 1,35 1,77 25,24 7,13 3,23 1,23 1,41 3,29 0,91 0,48 7,34 0,22 71,64 100,00
28,10 2,79 1,21 1,58 25,31 6,94 3,10 1,15 1,37 3,39 0,89 0,44 7,81 0,22 71,09 100,00
3
Industri pengolahan bukan migas terbagi lagi menjadi beberapa sub sektor seperti yang terlihat pada Tabel 1.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit yang merupakan bagian dari industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) memiliki peranan yang cukup besar terhadap PDB dibandingkan sektor lainnya yaitu sebesar 3,10 persen pada tahun 2005. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor industri TPT merupakan salah satu sektor industri yang cukup penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dibandingkan beberapa industri lainnya. Secara umum terjadi peningkatan kinerja yang cukup baik pada industri TPT Indonesia sepanjang tahun 2004, perbaikan kinerja tersebut ditandai dengan terjadinya ekspansi beberapa industri yang meningkatkan kapasitas produksi secara nasional, meningkatkan produksi riil, peningkatan penyerapan tenaga kerja dan adanya pertumbuhan ekspor. Tabel 1.2 memperlihatkan data industri TPT dari tahun 2001 sampai tahun 2004. Secara keseluruhan peningkatan kapasitas produksi nasional di tahun 2004 mencapai 4 persen. Pada tahun 2004 kapasitas produksi secara keseluruhan dari kelima sub sektor yaitu serat, benang, kain, pakaian jadi dan produk tekstil lainnya meningkat dibandingkan tahun 2003. Kapasitas produksi pada tahun 2003 tercatat sebesar 5,79 juta ton dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 6,02 juta ton. Demikian pula halnya dengan produksi riil. Produksi TPT Indonesia tahun 2004 naik 4 persen dibanding tahun 2003. Pada tahun 2003 produksi riil untuk sektor TPT tercatat 4,19 juta ton dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 4,36 juta ton.
4
Tabel 1.2. Profil Industri TPT Indonesia, Tahun 2001- 2004 Deskripsi
Satuan
2001 Jumlah perusahaan Unit 2.665 Investasi Kapital Juta Rp 130.823 Tenaga Kerja Orang 1.219.325 Kapasitas Produksi Juta Ton 6.075 Produksi Nilai Juta Rp 89.417 Jumlah Juta Ton 5.157 Ekspor Nilai Miliar USD 7.645 Jumlah Juta Ton 1.727 Impor Nilai Miliar USD 2.440 Jumlah Juta Ton 1.265 Ekspor Nilai Miliar USD 5.205 bersih Jumlah Juta Ton 462 Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2004
Tahun 2002 2003 2004 2.646 2.654 2.661 132.101 132.355 132.362 1.182.212 1.182.871 1.184.079 6.080 5.789 6.021 82.411 82.285 85.576 4.200 4.193 4.361 6.888 7.033 7.647 1.758 1.773 1.626 1.824 1.673 1.720 1.048 962 880 5.064 5.360 5.929 710 811 764
Pertumbuhan tersebut memberikan dampak cukup baik bagi penyerapan tenaga kerja secara nasional. Meskipun kecenderungan perusahaan untuk mengurangi ketergantungan terhadap tenaga kerja sehingga mengakibatkan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja hanya sebesar 0,1 persen. Dilihat dari investasi kapitalnya, pada tahun 2001 total investasi disektor ini mencapai Rp 130,82 miliar. Mengalami peningkatan pada tahun 2002 menjadi Rp 132,10 miliar dan meningkat kembali pada tahun-tahun berikutnya masing-masing sebesar Rp 132,35 miliar pada tahun 2003 dan Rp 132,36 miliar pada tahun 2004. Perkembangan sektor industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia menjadikan industri ini sebagai salah satu industri terpenting dan menjadi ujung tombak dalam meningkatkan perekonomian di Indonesia. Industri tekstil dan produk tekstil memberikan efek multiplier dalam kehidupan masyarakatnya baik dari sisi tenaga kerja, pendapatan maupun terhadap output industri itu sendiri. Selain itu perlu juga dilihat bagaimana dampak penyebaran industri ini dan keterkaitan terhadap sektor-sektor industri lainnya.
5
1.2. Permasalahan Industri tekstil dan produk tekstil terbukti memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah pengangguran dan pemerataan pendapatan yang terjadi di Indonesia. Perkembangan sektor industri TPT merupakan gambaran adanya saling keterkaitan antar sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan kesejahteraan masyarakat didukung juga oleh pertumbuhan sektor industri TPT, sehingga dapat menjadi tolak ukur bagi keberhasilan sektor tersebut dalam mengatasi masalah perekonomian di Indonesia. Industri TPT di Indonesia mempunyai potensi yang bagus untuk terus berkembang, karena industri ini memberikan kontribusi yang positif terhadap PDB dan juga dapat menyerap tenaga kerja yang besar. Tekstil dan produk tekstil termasuk dalam sepuluh industri yang menjadi prioritas pemerintah selain minyak kelapa sawit mentah (CPO), alas kaki, elektronik, industri kertas dan bubur kertas, tembakau, dan lain-lain. Namun bukan berarti pula industri TPT tidak mengalami hambatan, beberapa hambatan terhadap perkembangan industri TPT saat ini adalah infrastruktur yang belum banyak tersedia, tingkat suku bunga yang tinggi, aturan
pajak
yang
ketat,
ketersediaan
bahan
baku
dan
juga
sistem
perindustriannya. Salah satu permasalahan yang dihadapi industri TPT saat ini adalah masuknya industri tekstil dari India dan Cina dengan daya saing tinggi, krisis ekonomi tahun 1997 juga ikut mengakibatkan kemunduran industri TPT (Kalla, 2007).
6
Investasi sektor industri TPT merupakan salah satu yang menarik untuk diteliti. Ketika Industri TPT sedang diprioritaskan pertumbuhannya oleh pemerintah, namun investasi sektor industri TPT mengalami peningkatan yang sangat kecil. Pada Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa dari tahun 1999 sampai tahun 2002 semua jenis industri tekstil dan produk tekstil mengalami peningkatan yang cukup besar, namun pada kurun waktu tahun 2002 sampai tahun 2004 investasi pada sektor industri TPT memperlihatkan peningkatan yang tidak besar. Tabel 1.3. Investasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Tahun 1999-2005 (Miliar) Jenis Industri
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Serat Benang Kain Pakaian Jadi Lainnya Total
8.605,24 22.288,69 29.624,16 2.472,39
10.938,57 23.077,20 30.458,29 2.715,40
11.640,09 24.777,12 30.811,02 2.808,61
11.929,09 25.040,15 31.428,19 2.913,65
11.929,09 25.040,15 31.636,87 2.958,80
11.929,09 25.040,15 31638,48 2.991,25
11.929,09 25.040,15 31.638,48 2.983,75
60.622,27 123.612,75
60.737,68 127.927,14
60.786,27 130.823,11
60.790,00 132.101,08
60.790,00 132.354,91
60.790,00 132.388,97
60.790,00 132.381,47
Sumber : Departemen Perindustrian, 2006 Keterangan : Kurs 1999, 1 US$ = Rp. 7.000,- , 2000, 1 US$ = Rp. 8.500,-, 2001, 1 US$ = Rp. 10.000,-, 2002, 1 US$ = Rp. 9.000,-. 2003, 1 US$ = Rp. 8.600,-. 2004, 1 US$ = Rp. 9.000,-2005, 1 US$ = Rp. 10.000,-
Masalah-masalah yang dihadapi dalam berinvestasi pada industri TPT di Indonesia, diantaranya adalah: (1) rendahnya kepastian hukum, antara lain tercermin dari tertundanya penyelesaian undang-undang penanaman modal, (2) prosedur perijinan dan tata cara pelayanan yang birokratis, lama, dan mahal, (3) rendahnya insentif investasi yang diberikan, (4) belum meratanya infrastruktur dan (5) iklim ketenagakerjaan yang kurang kondusif untuk mendukung kegiatan investasi yang meliputi kualitas sampai dengan upah buruh (Departemen Perindustrian, 2006).
7
Berdasarkan uraian diatas, beberapa permasalahan pokok yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana keterkaitan sektor industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia terhadap sektor-sektor lainnya, baik keterkaitan dari sisi input maupun dari sisi output? 2. Berapa besar dampak penyebaran sektor industri tekstil dan produk tekstil terhadap sektor-sektor lainnya di Indonesia? 3. Seberapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri tekstil dan produk tekstil dilihat dari efek multiplier terhadap output, pendapatan, dan tenaga kerja? 4. Seberapa besar pengaruh pertumbuhan investasi di sektor industri tekstil dan produk tekstil terhadap sektor-sektor perekonomian di Indonesia?
1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui keterkaitan sektor industri tekstil dan produk tekstil dengan sektor-sektor lainnya di Indonesia, baik dalam penyediaan input maupun sektor yang menggunakan output. 2. Menganalisis seberapa besar dampak penyebaran sektor industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia. 3. Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh sektor industri tekstil dan produk tekstil berdasarkan efek multiplier terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja.
8
4. Menganalisis seberapa besar pertumbuhan investasi di sektor industri tekstil dan produk tekstil mempengaruhi sektor-sektor perekonomian di Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah pusat dalam menentukan kebijaksanaan pengembangan sektor industri tekstil dan produk tekstil khususnya kebijaksanaan pembangunan yang terkait dengan sektor industri tersebut, sehingga kebijaksanaan yang diambil dapat searah dengan tujuan pembangunan nasional. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi ilmiah bagi dunia pendidikan dan bagi pengembangan penelitian sektor industri tekstil dan produk tekstil.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menitikberatkan pada sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia yang dilihat dari sisi investasinya pada periode tahun 1999-2005. Adapun analisis sektor industri TPT ini dilakukan dengan menggunakan data pada tabel Input-Output (I-O) Indonesia tahun 2003. Yang termasuk dalam industri TPT dalam penelitian ini adalah industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit. Hal yang di analisis dalam penelitian ini adalah mengenai keterkaitan, dampak penyebaran, dampak multiplier dan investasi industri TPT di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini tidak melihat wilayah secara khusus melainkan mencakup wilayah nasional secara keseluruhan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Investasi dalam Pembangunan 2.1.1. Definisi Investasi Investasi menurut para ekonom memiliki beberapa pengertian. Menurut Tandelin (2001), investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. Tandelin menambahkan bahwa investasi juga mempelajari dalam mengelola kesejahteraan investor (investor’s wealth) yang bersifat moneter bukan kesejahteraan rohaniah. Kesejahteraan moneter bisa ditunjukkan oleh penjumlahan pendapatan yang dimiliki saat ini dan nilai saat ini (present value) pendapatan dimasa yang akan datang. Menurut Muljana (1995), investasi merupakan bagian dari pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah umumnya bersifat infrastruktur atau prasarana yaitu bangunan fisik atau lembaga yang memiliki fungsi yang esensial sebagai pembuka peluang dan pendukung kegiatan-kegiatan produksi, logistik dan pemasaran barang dan jasa serta kegiatan lain dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan keamanan. Sedangkan pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat yang umumnya langsung menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi permintaan konsumen, baik perorangan, rumah tangga, maupun industri.
10
Menurut Mankiw (2000), investasi dikategorikan dalam dua jenis yaitu aset riil dan aset finansial (aset keuangan). Aset riil merupakan aset berwujud seperti gedung-gedung, kendaraan, dan sebagainya, sedangkan aset keuangan adalah dokumen surat-surat klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktiva riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut. Mankiw menambahkan bahwa investasi merupakan unsur yang paling sering berubah dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Ada tiga bentuk pengeluaran investasi yaitu investasi tetap bisnis yang mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi, investasi residensial mencakup perumahan baru yang dibeli untuk ditinggali dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan dan investasi persediaan mencakup barang-barang yang perusahaan tempatkan di gudang, termasuk bahanbahan dan perlengkapan, barang setengah jadi, dan barang jadi.
2.1.2. Peran Investasi dalam Pembangunan Tujuan pembangunan adalah usaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan dimana pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk menuju suatu keadaan yang lebih baik, yaitu peningkatan kualitas hidup masyarakat (Irawan dan Suparmoko, 1992). Oleh karena itu pembangunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa. Jhingan (1999), menjelaskan syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan
11
kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi atau diintimidasi oleh daerah luar. Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari usaha pemerintah untuk meningkatkan pendapatan nasional. Investasi merupakan salah satu komponen pendapatan nasional selain dari konsumsi, pengeluaran pemerintah dan net ekspor ( Y = C + I + G + NX ). Investasi total adalah penjumlahan dari investasi dalam barang dan jasa domestik dengan investasi dalam barang dan jasa mancanegara ( I = Id + If ). Hubungan makro ekonomi yang penting adalah bahwa investasi yang direncanakan tergantung pada tingkat suku bunga. Untuk memasukkan hubungan antara tingkat bunga dan investasi ke dalam model, fungsi investasi dapat ditulis sebagai berikut: I = I (r)
(2.1)
Secara grafik, rumus tersebut dapat digambarkan seperti berikut: Tingkat bunga, r
r2 r1
I(r) I2
I1
Investasi, I
Sumber : Mankiw, 2000
Gambar 2.1. Fungsi Investasi Karena tingkat bunga adalah biaya dari utang untuk mendanai proyekproyek investasi, kenaikan dalam tingkat bunga mengurangi investasi yang
12
direncanakan. Akibatnya, fungsi investasi miring kebawah. Kenaikan dalam tingkat bunga dari r1 ke r2 mengurangi jumlah investasi dari I(r1) ke I(r2). Investasi pada perekonomian terbuka, dikenal juga dengan investasi asing bersih merupakan perbedaan antara tabungan domestik dan investasi domestik (SI). Investasi asing bersih sama dengan jumlah penduduk domestik yang memberi pinjaman keluar negeri dikurang jumlah orang asing yang memberi pinjaman. Identitas pos pendapatan nasional menunjukkan bahwa investasi asing bersih selalu sama dengan neraca perdagangan, yaitu: Investasi Asing Bersih = Neraca Perdagangan ( S-I ) NX
(2.2)
Hubungan persamaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Tingkat bunga, r*
r*
S
a
b
r I(r)
Investasi (I), Tabungan (S)
Sumber : Mankiw, 2000
Gambar 2.2. Tabungan dan Investasi dalam Perekonomian Terbuka Gambar di atas menjelaskan pada perekonomian terbuka, tingkat bunga riil sama dengan tingkat bunga riil dunia. Neraca perdagangan ditentukan oleh perbedaan diantara tabungan dan investasi di tingkat bunga dunia. Pada gambar diatas, jarak a ke b adalah surplus perdagangan yang diperoleh karena pada
13
tingkat dunia, tabungan melebihi investasi. r* merupakan suku bunga dunia dan r adalah tingkat bunga pada perekonomian tertutup. Hubungan antara investasi, suku bunga, pengeluran dan pendapatan nasional dapat dilihat dengan pendekatan perpotongan Keynesian. Perpotongan Keynesian berguna untuk menunjukkan rencana pengeluaran rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah dalam menentukan pendapatan perekonomian. Sedangkan untuk melihat perubahan keseimbangan pada pasar barang dapat dilihat pada kurva IS (Invesment and Saving) yang menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dengan pendapatan. (b) Perpotongan Keynesian
Y = AE
AE
AE 2 AE1 Δ I
Y1 (a) Fungsi Investasi Tingkat
Tingkat bunga, r
Y
Y2
(c) Kurva IS
bunga, r
r1
r1 r2
Δ I
r2 I (r1 )
I (r2 )
I
IS Y1
Y2
Y
Sumber : Mankiw, 2000.
Gambar 2.3. Hubungan Antara Suku bunga, Investasi, Pengeluaran dan Pendapatan Nasional.
14
Bagian (a) pada gambar 2.3 di atas menunjukkan penurunan pada tingkat bunga dari r1 ke r2 akan meningkatkan jumlah investasi dari I(r1) ke I(r2). Peningkatan investasi yang direncanakan tersebut menggeser fungsi pengeluaran ke atas sehingga tingkat pendapatan meningkat dari Y1 ke Y2, seperti yang diperlihatkan pada bagian (b). Sedangkan pada bagian (c) menunjukkan kurva IS yang meringkas hubungan antara tingkat bunga dan pendapatan: semakin rendah tingkat bunga, semakin tinggi pendapatan.
2.1.3. Peran Investasi dalam Industri Sektor industri sampai saat ini masih tetap bertahan sebagai penopang perekonomian Indonesia, meningkatnya kebutuhan rumah tangga akan produkproduk industri membuat pertumbuhan sektor industri di Indonesia semakin pesat. Sektor industri memegang peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, seperti halnya dalam pembentukan pendapatan nasional dan penyerapan tenaga kerja. Investasi yang dilaksanakan di Indonesia mencakup investasi pada sektor industri pengolahan, baik industri pengolahan migas maupun nonmigas yang dibagi lagi menjadi beberapa sub sektor, industri tekstil dan produk tekstil adalah salah satu sub sektor dari industri pengolahan nonmigas. Baum dan Tolbert (1988), peran investasi di sektor industri adalah mempertahankan prospek untuk suatu kenaikan produktivitas dan akumulasi modal, menggiatkan lapangan pekerjaan, meningkatkan jumlah produksi sehingga dapat menggantikan impor dengan produksi dalam negeri, dan dorongan restrukturisasi industri.
15
Investasi pada sektor industri telah memberikan peranan yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia, tidak hanya bagi peningkatan sektor industri itu sendiri namun bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan tujuan investasi diantaranya adalah meningkatkan pendapatan masyarakat, penciptaan
lapangan
kerja,
meningkatkan
hasil
produksi,
menunjang
pengembangan sektor-sektor perekonomian lainnya, dan adanya peningkatan teknologi. Tetapi tidak semua pertumbuhan investasi di sektor industri mengalami peningkatan, hal ini tergantung juga dari iklim perekonomian Indonesia.
2.2. Teori Input-Output (I-O) Tabel Input-Output (I-O) adalah suatu tabel yang menyajikan informasi transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dengan bentuk penyajian berupa matriks. Isian sepanjang baris tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Di samping itu, isian pada baris nilai tambah menunjukkan komposisi penciptaan nilai tambah sektoral. Sedangkan isian sepanjang kolomnya menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer (Miller dan Blair, 1985). Analisis Input-Output adalah suatu analisis atas perekonomian wilayah secara komprehensif karena melihat keterkaitan antar sektor ekonomi di wilayah tersebut secara keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat dilihat. Selain itu, analisis ini juga terkait dengan tingkat kemakmuran perubahan tingkat
16
produksi sektor-sektor tersebut, dapat dilihat seberapa besar kemakmuran masyarakat bertambah atau berkurang. Input dapat berupa output dari sektor lain (termasuk sektor itu sendiri tetapi dari putaran sebelumnya) yang sering disebut input antara berupa bahan baku dan input primer berupa tenaga kerja, keahlian, peralatan, dan modal. Keikutsertaan faktor-faktor produksi akan mendapat imbalan yang menjadi pendapatan masyarakat sesuai dengan peran atau keterlibatannya (Tarigan, 2005). Tabel Input-Output pertama kali dikenalkan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an dan telah berkembang untuk keperluan yang lebih luas dalam analisis ekonomi (Tarigan, 2005). Pada dasarnya, kegunaan tabel input-output adalah sebagai berikut : 1. Menggambarkan kaitan antar sektor sehingga memperluas wawasan terhadap perekonomian. Dapat dilihat bahwa perekonomian bukan lagi sebagai kumpulan sektor-sektor, melainkan satu sistem yang saling berhubungan. Perubahan satu sektor akan langsung mempengaruhi keseluruhan sektorsektor walaupun perubahan itu akan terjadi secara bertahap. 2. Untuk mengetahui daya menarik (backward linkage) dan daya mendorong
(forward linkage) dari setiap sektor sehingga mudah menetapkan sektor mana yang dijadikan sebagai sektor strategis dalam perencanaan pembangunan ekonomi. 3. Meramalkan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan tingkat kemakmuran, seandainya permintaan akhir dari beberapa sektor diketahui akan meningkat.
17
Hal ini dapat dianalisis melalui kenaikan input antara dan kenaikan input primer yang merupakan nilai tambah (kemakmuran). 4. Sebagai salah satu alat analisis yang penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi karena bisa melihat permasalahan secara komprehensif. 5. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi, seandainya input-nya dinyatakan dalam bentuk tenaga kerja atau modal.
2.2.1. Struktur Tabel Input-Output (I-O) Isi dalam tabel I-O terdiri dari empat kuadran, kuadran I (Intermediate
Quadran) merupakan kuadran transaksi antara, memuat transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi, kuadran ini memberikan informasi mengenai saling ketergantungan antar sektor produksi dalam suatu perekonomian. Kuadaran II (final Demand Quadran) menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir. Kuadaran III (Primary Input Quadran) menunjukkan pembelian input yang dihasilkan diluar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara. Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadran) menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui sistem produksi atau kuadran antara. Ilustrasi tabel Input-Output ditunjukkan oleh tabel berikut.
18
Tabel 2.1. Ilustrasi Tabel Input-Output Alokasi Output Susunan Input
Permin-
Jumlah
Sektor Produksi
taan
Output
1 1
Sektor Produksi
x 21
Input Antara
Permintaan Antara
x11
x 22
Akhir
2
..........
n
x12
..........
x1n
F1
X1
x2 n
F2
X2
x 22
2
x21
x22
.........
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
n
xn1
xn 2
..........
xnn
...........
Vn Xn
Jumlah Input Primer
V1 X1
Jumlah Input
V2 X2
...........
Fn
. . .
Xn
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003
Isian angka-angka sepanjang baris (horisontal) memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara
(intermediate demand) sebagian lagi dipakai untuk memenuhi permintaan akhir (final demand). Sedangkan isian angka menurut garis vertikal (kolom) menunjukkan pemakaian input antara maupun input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain kegiatan produksi suatu sektor. Persamaan aljabar dari tabel di atas jika dilihat secara baris (horisontal) adalah sebagai berikut : x11 + x12 + .......... ... + x1n + F1 = X 1 x21 + x22 + .......... ... + x2 n + F2 = X 2 . . . xn1 + xn 2 + .......... .. + xnn + Fn = X n
(2.3)
19
Secara umum persamaan di atas dapat dirumuskan kembali menjadi : i
∑x j =1
ij
+ Fi = X i ; untuk i = 1, 2, 3, ...
(2.4)
dimana xij adalah banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input oleh sektor j dan Fi adalah permintaan akhir terhadap sektor i serta X i adalah jumlah output sektor i. Persamaan aljabar dari tabel di atas jika dilihat dari kolom dapat dituliskan menjadi : x11 + x21 + .......... ... + xn1 + V1 = X 1 x12 + x22 + .......... ... + xn 2 + V2 = X 2 . . . x1n + x2 n + .......... .. + xnn + Vn = X n
(2.5)
Secara ringkas dapat ditulis menjadi : j
∑x i =1
ij
+ V j = X j ; untuk j = 1, 2, 3, ...
(2.6)
dimana V j adalah input primer (nilai tambah bruto) dari sektor j. 2.2.2. Asumsi-Asumsi Keterbatasan Model Input-Output (I-O) Terdapat tiga asumsi atau prinsip dasar dalam menyusun tabel I-O yaitu : 1. Keseragaman (Homogenitas) Suatu prinsip dimana output hanya dihasilkan secara tunggal, yang berarti bahwa setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang dan jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input dari output sektor yang berbeda.
20
2. Kesebandingan (Proportionality) Suatu prinsip dimana hubungan antara output dan input pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linier, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut. 3. Penjumlahan (Additivitas) Suatu asumsi bahwa total efek dari kegiatan produksi berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek pada masing-masing kegiatan.
2.2.3. Analisis Keterkaitan Konsep keterkaitan biasa digunakan sebagai dasar perumusan strategi pembangunan ekonomi dengan melihat keterkaitan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian. Konsep keterkaitan yang biasa dirumuskan meliputi keterkaitan ke belakang (backward lingkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam pembelian terhadap total pembelian input yang digunakan untuk proses produksi dan keterkaitan ke depan (forward
lingkage) yang menunjukkan hubungan keterkaitan antar industri atau sektor dalam penjualan terhadap total penjualan output yang dihasilkan. Berdasarkan konsep ini dapat diketahui besarnya pertumbuhan suatu sektor yang dapat menstimulir petumbuhan sektor lainnya melalui mekanisme induksi. Keterkaitan langsung antar sektor perekonomian dalam pembelian dan penjualan input antara ditunjukkan oleh koefisien langsungnya.
21
2.2.4. Analisis Dampak Penyebaran Indeks keterkaitan langsung serta tidak langsung ke depan maupun ke belakang belumlah memadai dipakai sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat dibandingkan antar sektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu kedua indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak yang ditimbulkan oleh sektor tersebut dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran yang dibagi menjadi dua yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran. Koefisien penyebaran berguna untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Sedangkan kepekaan penyebaran bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor lainnya melalui mekanisme pasar output.
2.2.5. Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis lebih lanjut selain analisis keterkaitan dan penyebaran dalam tabel input-output adalah analisis pengganda. Analisis pengganda ini terbagi menjadi pengganda output, pengganda pendapatan, pengganda tenaga kerja, dan pengganda tipe I dan II. Pengganda output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (initial efect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Pengganda pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya
22
perubahan output dalam perekonomian. Pengganda tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Sedangkan pengganda tipe I dan II digunakan untuk mengukur efek dari output pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan, dan tenaga kerja yang ada disuatu negara atau wilayah.
2.3. Penelitian Terdahulu Ciri majunya struktur perekonomian suatu negara ditandai oleh semakin besarnya peran sektor industri pengolahan dan jasa dalam menopang perekonomian negara tersebut. Sektor ini telah menggantikan peran sektor tradisional (pertanian) dalam penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan negara. Semakin meningkatnya dan berkembangnya industri tekstil di Indonesia dan masalah yang timbul pada industri ini, maka banyak yang tertarik untuk membahas dan meneliti di sektor industri tekstil. Mustikasari (2005) menganalisis tentang peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian di Provinsi Jawa Tengah dengan pendekatan model Input-Output. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa peran sektor industri pengolahan di Jawa Tengah dilihat dari kontribusi terhadap permintan antara , permintaan akhir, output daerah, ekspor dan nilai tambah bruto menduduki rangking pertama. Dilihat dari analisis keterkaitan, industri pengolahan memiliki nilai keterkaitan terbesar baik dari keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan maupun langsung dan tidak langsung ke belakang. Sub sektor industri pengolahan yang memiliki nilai keterkaitan langsung dan tidak
23
langsung ke depan dan ke belakang terbesar adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki. Dari dampak penyebarannya industri pengolahan juga memiliki nilai terbesar yang berarti industri pengolahan memiliki kemampuan yan kuat dalam menarik dan mendorong sektor hulu dan hilirnya. Dari efek penggandanya, subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja terbesar adalah industri makanan dan minuman. Sedangkan untuk nilai multiplier output dan pendapatan terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, yang mengindikasikan bahwa industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki memberikan dampak yang besar terhadap jumlah output yang dihasilkan dan pendapatan masyarakat Jawa Tengah. Yulaekha (2005) menganalisis produktivitas industri TPT Indonesia pada periode tahun 1983-2002 dengan menggunakan analisis regresi berganda (Ordinary Least Square/OLS). Produktivitas dihitung dengan menggunakan penurunan dari produk total yaitu produk marjinal dan produk rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi bahan baku (R) dan energi (M) ternyata memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output tekstil dan produk tekstil Indonesia dengan nilai koefisien sebesar 1,51 dan 3,44 sedangkan tenaga kerja, kapital, dan dummy krisis memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan output. Produktifitas yang terbesar adalah energi (PRM = 22,2596) dan bisa dikatakan bahwa terjadi efesiensi dalam penggunaan energi sehingga meskipun secara kuantitatif penggunaan faktor produksi ini lebih sedikit namun ternyata dapat menghasilkan output yang lebih besar
24
Penelitian Agustineu (2004) menganalis faktor-faktor yang mempengaruhi output industri tekstil di Jawa Barat dengan menggunakan metode regresi berganda atau ordinary least square (OLS). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor produksi modal, bahan baku dan bahan bakar memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output pada industri tekstil di Jawa Barat. Tenaga kerja memberikan pengaruh yang negatif terhadap peningkatan output
dan
pengaruhnya tersebut. Hal ini disebabkan penambahan faktor produksi tenaga kerja sudah tidak lagi efisien dalam meningkatkan output karena dalam produksi berhubungan dengan hukum, pertambahan hasil yang semakin berkurang (the law
of deminishing return). Hal ini terbukti dengan banyaknya perusahaan tekstil yang memberhentikan tenaga kerjanya untuk mengurangi biaya produksi yang dikeluarkan karena dengan bertambahnya tenaga kerja maka biaya produksi yang dikeluarkan semakin tinggi. Penelitian yang dilakukan penulis ini menjelaskan bagaimana peranan sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta pertumbuhan investasinya mempengaruhi sektor-sektor perekonomian Indonesia karena komoditi ini merupakan salah satu komoditi yang memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Disamping
itu,
belum
adanya
penelitian
yang
menganalisis tentang investasi sektor industri TPT dengan menggunakan tabel Input-Output sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut. Dalam penelitian ini judul yang diberikan penulis adalah ”Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Testil (TPT) terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Input-Output) ”.
25
2.4. Kerangka Operasional Salah satu indikator yang mempengaruhi perekonomian Indonesia adalah aktivitas sektor-sektor unggulan yang ada di Indonesia. Sektor pertanian yang selama ini memberikan kontribusi besar terhadap kebutuhan masyarakat cenderung tidak dapat lagi untuk diandalkan, semakin sedikitnya jumlah lahan yang dapat diolah karena dijadikan tempat pemukiman oleh penduduk adalah salah satu faktor menurunnya kontribusi di sektor pertanian. Selain itu, semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan rumah tangga merupakan fenomena yang terjadi pada perekonomian Indonesia. Selama beberapa tahun ini, industri pengolahan selalu menjadi primadona dalam pembentukan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan rumah tangga akan produk industri pengolahan semakin meningkat, industri TPT adalah salah satu sektor dari industri pengolahan yang memiliki peran yang cukup besar dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga kerja, namun pada penelitian ini yang dianalisis adalah pertumbuhan investasi sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan industri TPT adalah dengan menciptakan iklim perekonomian yang kondusif sehingga mendorong kegiatan produksi industri TPT terus berlangsung dan juga mendorong investasi di sektor industri TPT. Perkembangan investasi di sektor industri TPT tersebut akan berpengaruh terhadap sektor-sektor lainnya yang berkaitan, baik dalam hubungannya ke belakang maupun hubungan ke depan
26
sebagai penyedia output, selain itu juga dapat dilihat bagaimana dampak penyebaran dan efek penggandanya. Secara garis besar, penelitian ini menitikberatkan pada empat hal yang akan dianalisis yaitu analisis keterkaitan, analisis penyebaran, analisis pengganda dan analisis investasi. Analisis keterkaitan ke belakang akan melihat bagaimana investasi pada sektor industri TPT menunjukkan hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh satu unit permintaan akhir pada sektor tersebut terhadap total pembelian input semua sektor di dalam perekonomian, sedangkan analisis keterkaitan ke depan akan melihat hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua sektor dalam suatu perekonomian. Distribusi manfaat dari pertumbuhan investasi pada sektor industri TPT terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input dan tingkat kepekaan sektor industri TPT terhadap sektor lainnya melalui mekanisme pasar output akan dilihat melalui analisis penyebaran. Sedangkan analisis lainnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis pengganda dan investasi. Analisis pengganda dan investasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan atau penurunan output, seberapa besar peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian, dan yang terakhir mengukur seberapa besar perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output dan invstasi pada Industri TPT. Untuk mengetahui hal-hal yang telah disebutkan di atas, penulis menggunakan metode Input-Output Indonesia 2003 dalam meneliti sejauh mana
27
peranan peningkatan investasi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dalam mempengaruhi perekonomian Indonesia, sehingga dapat dijadikan masukan dalam mengimplikasikan kebijakan yang diambil berkaitan dengan industri TPT dan mendorong pembangunan ekonomi Indonesia. Kerangka operasional yang penulis gambarkan dari uraian diatas adalah sebagai berikut:
28
Perekonomian Indonesia Kontribusi Sektor Pertanian Berkurang
Peningkatan Jumlah Penduduk
Meningkatnya Kebutuhan Rumah Tangga terhadap Produk Industri Pengolahan Industri Lainnya Peningkatan Kebutuhan Sektor Industri TPT
Pertumbuhan Investasi Sektor Industri TPT
Tabel I-O Indonesia 2003
Analisis Keterkaitan
Analisis Penyebaran
Analisis Pengganda (Multiplier)
Multiplier Output
Multiplier Pendapatan
Implikasi Kebijakan Keterangan :
Hal yang dianalisis Hal yang tidak dianalisis
Gambar 2.4. Kerangka Operasional
Multiplier Tenaga Kerja
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel Input-Output (I-O) Indonesia tahun 2003 berdasarkan transaksi total atas dasar harga produsen. Klasifikasi yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengagregasi tabel I-O Indonesia tahun 2003 menjadi 11 sektor dari klasifikasi awalnya sebanyak 66 sektor (lampiran 1). Hal tersebut dilakukan, berdasarkan tujuan penulis yang ingin melihat secara makro dampak industri TPT terhadap sektor-sektor perekonomian Indonesia. Selain itu, digunakan juga data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian (DEPERIN), Perpustakaan LSI IPB. Untuk melengkapi informasi mengenai penelitian tersebut, data diperoleh juga dari penelitian terdahulu, studi pustaka maupun literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian tersebut.
3.2. Metode Analisis Dalam
Penelitian
ini,
metode
yang
digunakan
adalah
dengan
menggunakan analisis Input-Output (I-O) berupa tabel yang terdiri dari baris dan kolom, isian sepanjang baris memuat pengalokasian output yang dihasilkan suatu sektor dalam proses produksi, sedangkan isian sepanjang kolom memuat struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik input antara maupun input primer. Dalam pengolahan datanya didukung dengan program Microsoft Excel dan Lotus 123.
30
3.2.1. Koefisien Input Dalam penggunaan tabel I-O, koefisien input atau koefisien teknologi merupakan perbandingan antara jumlah input sektor i yang digunakan dalam sektor j ( Xij) dengan input dari sektor i yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output sektor j, yang dapat dirumuskan menjadi :
aij = dimana : a
ij
xij
(3.1)
Xj
adalah koefisien input.
Dari rumus tersebut dapat disusun matriks sebagai berikut : a11 X 1 + a12 X 2 + .................. + a1n X n + F1 = X 1 a21 X 1 + a22 X 2 + ................. + a2 n X n + F2 = X 2 . . . an1 X 1 + an 2 X 2 + ................ + ann X n + Fn = X n
(3.2)
Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi :
a11 + a12 + .......................a1n
X1
F1
X1
a21 + a22 + ......................a2 n
X2
F2
X2
.
. .
. . an1 + an 2 + .....................ann A
+
. Xn X
. .
=
. Fn +
F
. .
(3.3)
. Xn =
X
AX + F = X atau F= X – AX Jika terdapat perubahan pada permintaan akhir, maka akan ada perubahan pola pendapatan nasional, dapat ditulis sebagai berikut : AX + F = X atau F = X – AX
X=
(I − A)−1 F
(3.4)
31
dimana :
I
= matriks identitas berukuran n x n yang memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada yang lainnya.
F
= permintaan akhir
X
= output
(I – A) = matriks Leontief
(I − A)−1 = matriks kebalikan Leontief Matriks kebalikan Leontief berfungsi sebagai alat analisis ekonomi yang mencerminkan efek langsung dan tidak langsung dari perubahan permintaan akhir terhadap output sektor-sektor di dalam perekonomian. Terlihat bahwa output setiap sektor memiliki hubungan fungsional terhadap permintaan akhir, dengan (I-
A)1 sebagai koefisien antaranya.
3.2.2. Analisis Keterkaitan (lingkage) a). Keterkaitan Langsung ke Depan
Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Secara matematis dapat ditulis: n
KDi = ∑ aij Dimana :
j =1
KDi = keterkaitan langsung ke depan a ij = unsur matriks koefisien teknis
(3.5)
32
b). Keterkaitan Langsung ke Belakang
Menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. Rumus untuk mencari keterkaitan ke belakang adalah : n
KB j = ∑ aij
(3.6)
i =1
Dimana : KB j = keterkaitan langsung ke belakang. aij
= unsur matriks koefisien teknis
3.2.3. Analisis Dampak Penyebaran a). Koefisien Penyebaran (Daya Penyebaran ke Belakang)
Konsep ini sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai keterkaitan ke belakang yang tinggi apabila Pd j > 1, sebaliknya jika nilai Pd j < 1 maka memiliki keterkaitan ke belakang yang rendah. Rumusnya adalah : n
Pd j =
n∑ α ij
(3.7)
i =1 n n
∑∑ α i =1 j =1
ij
Dimana : Pd j = koefisien penyebaran sektor j
α ij = unsur matriks kebalikan Leontief n
= jumlah sektor
33
b). Kepekaan Penyebaran (Daya Penyebaran ke Depan)
Kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektorsektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai Sd i > 1. Sebaliknya jika Sd i < 1 maka sektor i memiliki kepekaan penyebaran yang rendah. Rumusnya adalah n
sebagai berikut : Sd i =
n∑ α ij j =1
n
i =1 j =1
Dimana :
(3.8)
n
∑∑α
ij
Sd i = kepekaan penyebaran sektor i
α ij = unsur matriks kebalikan Leontief n = jumlah sektor
3.2.4. Analisis Pengganda (Multiplier) a). Multiplier Output
Dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers) α menunjukkan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari sektor i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan : α = (I-A)-1. Matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari
dengan
menentukan
tingkat
keterkaitan
antar
sektor
dalam
perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers [αij]
34
menunjukkan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lainnya.
b). Multiplier Pendapatan
Mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam tabel I-O yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pengertian pendapatan disini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga dividen dan bunga bank.
c). Multiplier Tenaga Kerja
Menunjukkan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Untuk memperoleh multiplier tenaga kerja, pada tebel I-O harus ditambahkam baris yang menunjukkan jumlah dari tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Secara umum, rumus multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja seperti yang tertera dalam Tabel 3.1. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa pada masing-masing multiplier terdapat beberapa efek yang ditimbulkan yaitu efek awal, efek putaran pertama, efek dukungan industri, efek induksi konsumsi, efek total dan efek lanjutan.
35
Tabel 3.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Multiplier Nilai
Output
Efek awal
1
Efek putaran pertama Efek dukungan industri
∑ ∑
Efek induksi konsumsi
∑ ∑ ∑
Efek total Efek lanjutan
Pendapatan
Tenaga Kerja
hj
i
α ij
i
α ij − 1 − ∑ i aij
i
α ' ij −∑ i aij
i
α ' ij
i
α ij −1
∑ah ∑ α h −h −∑ i
i
∑ ∑ ∑
ij
ij
ej
i
i
j
i
aij hi
i
α 'ij hi − ∑ i α ij hi
i
α 'ij hi
i
α ' ij hi − h j
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
i
aij ei
i
α ij ei − e j −
i
aij ei
i
α ' ij ei − ∑ i α ij ei
i
α 'ij ei
i
α 'ij ei − ei
Sumber : Daryanto dalam Sahara dan Priyarsono, 2006
d). Multiplier Tipe I dan II
Analisis ini digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada disuatu negara atau wilayah. Efek multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja dapat klasifikasikan sebagai berikut : 1) Dampak Awal (initial impact) Merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter. Dari sisi output, dampak awal diasumsikan sebagai peningkatan penjualan ke permintaan akhir sebesar satu unit satuan moneter. Peningkatan output
tersebut akan
memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja. Efek awal dari sisi pendapatan ditunjukkan oleh koefisien pendapatan rumah
36
tangga (hi). Sedangkan efek awal dari sisi tenaga kerja ditunjukkan oleh koefisien tenaga kerja (ei). 2) Efek Putaran Pertama (First Round Effect) Menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter. Dari sisi output, efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung (koefisien inputoutput/aij). Sedangkan efek putaran pertama dari sisi pendapatan (
∑
i
aij hi )
menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. Sementara dari sisi tenaga kerja ( ∑ i aij ei ) menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output. 3) Efek Dukungan Industri (Industrial Support Effect) Efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya stimulus ekonomi. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek dukungan industri menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output. 4) Efek Induksi Konsumsi (Consumption Induced Effect) Dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi (peningkatan rumah tangga) akibat adanya pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masingmasing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja.
37
5) Efek Lanjutan (Flow-on-Effect) Merupakan efek (dari output, pendapatan dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan dapat diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal. Untuk melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja, dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I dan II sebagai berikut : 1) Pengganda Output Tipe I (sederhana) Bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana pengaruh kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau negara terhadap output sektor lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rumusnya : n
MXS j = ∑ α ij
(3.9)
i= j
Dimana : MXSj = pengganda output tipe I sektor ke-j αij
= unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
2) Pengganda Output Tipe II (Total) Bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana kenaikan permintaan akhir suatu sektor di dalam perekonomian suatu wilayah atau negara terhadap output sektor yang lain, baik secara langsung, tidak langsung maupun induksi. Rumus yang digunakan adalah :
38
n +1
MXS j = ∑ α ' ij
(3.10)
i =1
Dimana : MXSj = pengganda output tipe II sektor ke-j
α ' ij
= unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
3) Pengganda Pendapatan tipe I
MI =
pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung pengaruh langsung
(3.11)
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : n
MI J =
∑a i =1
( n +1) j
α ij
a ( n +1) j
(3.12)
Dimana :
MIj = pengganda pendapatan tipe I sektor ke-j αij
= unsur matriks kebalikan Leontief
a(n+1)j = koefisien input gaji/upah rumah tangga sektor j 4) Pengganda Pendapatan Tipe II Selain menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung juga menghitung pengaruh induksi. Rumusnya adalah :
MII =
pengaruh langsung + pengaruh tidak langsung + pengaruh induksi (3.13) pengaruh langsung
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
39
n +1
MII =
∑a i =1
( n +1) j
α ' ij =
a ( n +1) j
α ' ij a ( n +1) j
(3.14)
Dimana : MIIj
= pengganda pendapatan tipe II sektor ke-j
α ' ij
= unsur matriks kebalikan Leontief tertutup
a(n+1)j = koefisien pendapatan sektor ke-j (orang/satuan rupiah)
5) Pengganda Tenaga Kerja Tipe I Berubahnya kesempatan kerja yang terjadi pada sektor tersebut lainnya akibat penambahan permintaan akhir dari suatu sektor sebesar satu satuan secara langsung dan tidak langsung. Rumusnya : n
WLI j =
∑w i =1
( n +1) j
w( n +1) j
α ij
=
Li Xi
(3.15)
Dimana : WLIj
= pengganda tenaga kerja tipe I sektor ke-j
W
= vektor baris koefisien tenaga kerja (orang/satuan rupiah)
W
= (Wn=1,1, Wn+1,2,...., Wn=1,n)
W(n+1)i = koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah) W(n+1)j = koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah) Xi
= total input (satuan rupiah)
Li
= komponen tenaga kerja sektor ke-i
αij
= unsur matriks kebalikan Leontief terbuka
40
6) Pengganda Tenaga Kerja Tipe II Pada bagian ini sudah diperhitungkan pengaruh dari efek induksi. n +1
MLII j =
∑w
( n +1) i
i =1
α ' ij
w( n +1) j
=
Li Xi
(3.16)
Dimana : MLIIj = pengganda tenaga kerja tipe II sektor ke-j W(n+1)i = koefisien tenaga kerja sektor ke-i (orang/satuan rupiah) W(n+1)j = koefisien tenaga kerja sektor ke-j (orang/satuan rupiah) Xi
= total input (satuan rupiah)
Li
= komponen tenaga kerja sektor ke-i
α ' ij
= unsur matriks kebalikan Leontief tertutup.
3.2.5. Koefisien Pendapatan (an+1)
Koefisien pendapatan yaitu suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer terhadap pembentukan pendapatan. Rumusnya adalah :
a( n +1) i =
Ui Xi
Dimana : a(n+1)i = koefisien pendapatan sektor i Ui
= jumlah upah dan gaji
(3.17)
41
Xi
= jumlah input total sektor i
3.2.6. Koefisien Tenaga Kerja (Wn+1)
Koefisien tenaga kerja yaitu suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer terhadap pembentukan tenaga kerja. Rumusnya adalah : W( n +1)i =
Li Xi
(3.18)
Dimana : W(n+1)i = koefisien tenaga kerja sektor i Li
= jumlah tenaga kerja sektor i
Xi
= jumlah input
3.3. Simulasi Kebijakan
Untuk menganalisis investasi dalam penelitian ini, adalah dengan melakukan shock pada bagian investasi sektor industri TPT. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui sektor mana yang memiliki dampak yang paling besar terhadap perubahan investasi disektor industri TPT. Besarnya shock diperoleh dari nilai rata-rata pengeluaran pada sektor TPT di Indonesia. Pada penelitian ini, shock yang dilakukan sebesar Rp 125.267,429 juta (Rp 125,27 miliar) yang diperoleh dari rata-rata pertumbuhan investasi sektor industri TPT dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2005 atau sekitar 11,39 persen dari total industri TPT tahun 1999 sampai tahun 2005. Nilai shock tersebut akan dimasukkan pada nilai investasi sektor industri pemintalan dan industri tekstil,
42
pakaian dan kulit yang terdapat pada tabel Input-Output 2003 dengan mengasumsikan investasi sektor-sektor lainnya adalah nol untuk diolah lebih lanjut sehingga dapat melihat dampaknya terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia. Rumus yang digunakan dalam menganalisis investasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut (Miller dan Blair, 1985) : a) Dampak terhadap pembentukan output, Δ X = ( I-A)-1 ΔY
(3.19)
b) Dampak terhadap pendapatan rumah tangga, Δ I = an+1( I-A)-1 ΔY
(3.20)
c) Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, Δ L= wn+1 ( I-A)-1 ΔY
(3.21)
Dimana : ΔX
= dampak terhadap pembentukan output
ΔI
= dampak terhadap pendapatan rumah tangga
ΔL
= dampak terhadap penyerapan tenaga kerja
ΔY
= investasi sektoral
( I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief terbuka an+1
= koefisien pendapatan
wn+1
= koefisien tenaga kerja
3.4. Konsep dan Definisi 3.4.1. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Menurut Dumairy (2000), industri mempunyai dua arti. Pertama, industri diartikan sebagai himpunan bagi perusahaan-perusahaan sejenis. Kedua, industri
43
adalah yang mengarah kesuatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Dumairy menambahkan bahwa sektor industri sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan perekonomian menuju kearah yang lebih baik. Produk-produk industri dianggap memiliki nilai tukar yang cukup menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produkproduk sektor lainnya. Sektor industri juga memiliki variasi produk yang beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi bagi konsumen. Berkaitan dengan industri tekstil, Badan Pusat Statistik (2005) menjelaskan bahwa tekstil berasal dari bahasa latin yaitu textiles yang berarti menenun atau kain tenun. Tekstil berarti : (a) suatu benda yang dibuat dari benang kemudian dijadikan kain sebagai bahan pakaian, (b) suatu benda yang berasal dari serat atau benang yang dianyam dari atau dirajut, direnda, dilapis, dikempa, untuk dijadikan bahan pakaian atau untuk keperluan lain. Dilihat dari segi keuntungannya, tekstil tidak hanya untuk pakaian jadi tapi juga dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, industri atau kegunaan lainnya (kain kasur, gorden, taplak meja, tas, koper, parasut, kain layar, jok mobil, ban pipa, selang untuk minyak dan pemadam kebakaran, dan lain-lain). Produk tekstil adalah hasil proses lanjutan dari tekstil lembaran yang produknya antara lain berupa pakaian jadi untuk keperluan individu. Industri tekstil yang berkembang selama ini merupakan satu kesatuan kegiatan yang terdiri dari (Hartanto dan Watanabe, 1993) :
44
1. Industri pembuatan serat, yaitu mengolah bahan dasar sistesis yang berasal dari minyak bumi yang dikenal dengan nama ’chip’ untuk menjadi serat-serat sintesis. 2. Industri pemintalan (spining), yaitu mengolah serat sintesis dan serat alam sehingga menghasilkan benang campuran dan benang sintesis. 3. Industri pertenunan (weaving), yaitu industri yang melakukan penenunan benang dari tahap pemintalan sehingga dihasilkan produk kain mentah. 4. Industri finishing (dyeing and printing), yaitu industri yang melakukan proses pencelupan warna untuk mendapatkan kain atau benang dengan warna yang sesuai dengan keinginan. 5. Industri pembuatan pakain jadi, yaitu industri yang mengolah bahan kain menjadi produk akhir yang berupa pakaian jadi yang siap dikonsumsi.
3.4.2. Output
Pengertian output dalam tabel I-O merupakan output domestik, yaitu nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi di dalam negeri atau domestik tanpa membedakan asal-usul pelaku produksinya. Pelaku merupakan perusahaan dan perorangan dalam negeri atau perusahaan atau perorangan asing. Jika unit usaha yang produksinya berupa barang, maka output merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Namun, jika usaha yang bergerak dibidang jasa, maka ouput merupakan nilai yang diterima dari jasa tersebut.
45
3.4.3. Transaksi Antara
Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris, sedangkan sektor sebagai konsumen ditunjukkan oleh sektor pada masing-masing kolom. Pada transaksi antara mencakup transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungannya dengan proses produksi. Isian sepanjang baris dalam transaksi antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi, yang kita sebut sebagai permintaan antara. Pada isian sepanjang kolom menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor, yang disebut sebagai input antara.
3.4.4. Permintaan Akhir
Permintaan akhir merupakan permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Yang termasuk dalam permintaan akhir adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. a). Pengeluaran Rumah Tangga Merupakan pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua barang tahan lama dan tidak tahan lama kecuali pembelian rumah tempat tinggal. Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup konsumsi yang dilakukan di luar negeri maupun di dalam negeri.
46
b). Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan administerasi pemerintahan dan pertahanan, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. c). Pembentukan Modal Tetap Meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik ekspor maupun impor, termasuk barang modal bekas dari daerah lain. d). Perubahan Stok Merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Perubahan stok dibagi menjadi tiga yaitu : 1) perubahan stok barang jadi dan setengah jadi yang disimpan oleh produsen, termasuk perubahan jumlah ternak dan unggas serta barang-barang strategis yang merupakan cadangan nasional. 2) perubahan stok bahan mentah dan bahan baku yang belum digunakan oleh produsen. 3) perubahan stok di sektor perdagangan, yang terdiri dari barang –barang dagangan yang belum terjual. e). Ekspor dan Impor Ekspor dan impor barang dan jasa dalam tabel I-O meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara atau daerah dengan penduduk negara atau daerah lain yang terdiri dari barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. Transaksi ekspor barang dinyatakan dengan free on board yaitu suatu nilai yang mencakup juga semua biaya angkutan di negara pengekspor, bea ekspor dan biaya pembuatan barang sampai ke kapal yang mengangkutnya. Sedangkan transaksi impor dinyatakan
47
atas dasar biaya pendaratan (landed cost) yang terdiri dari nilai cost insurance and freight ditambah dengan bea masuk dan pajak penjualan impor.
3.4.5. Input Primer
Input primer adalah balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara output dengan input antara. a). Upah dan Gaji Mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. b). Surplus Usaha Merupakan balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah, dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Penghitungan surplus usaha adalah nilai tambah bruto dikurangi dengan upah atau gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. c). Penyusutan Merupakan penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. d). Pajak Tak Langsung Netto Pajak tak langsung netto merupakan selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung terdiri dari pajak impor, pajak ekspor, bea masuk,
48
pajak pertambahan nilai, cukai dan pajak penjualan atas barang mewah dan lainnya. Konsep pajak tak langsung berkebalikan dari subsidi, oleh karena itu pengaruh pajak tak langsung akan negatif terhadap perekonomian. e). Subsidi Subsidi merupakan bantuan yang diberikan kepada produsen. Subsidi pada dasarnya adalah tambahan pendapatan bagi produsen. Oleh karena itu subsidi disebut juga sebagai pajak tak langsung negatif.
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Sejarah Industri Tekstil dan Produk Tekstil Sejak zaman kerajaan Hindu di Indonesia, proses memintal benang dan seni batik sudah dikenal sebagai suatu kerajinan. Pertumbuhan industri tekstil di Indonesia terbagi atas beberapa periode, yaitu: periode kerajinan tekstil di Indonesia, periode industri tekstil kecil dan rumah tangga, periode perkembangan dan konsolidasi, dan periode pembangunan lima tahun (PELITA). Pada periode kerajinan tekstil di Indonesia ada tiga tahap, yaitu periode sampai abad 17, pada periode ini telah dikenal seni batik dan memintal benang, hanya saja hasilnya untuk dikonsumsi sendiri. Pada periode sampai abad 19 telah dilakukan perdagangan terutama di kota-kota pantai seperti Banten. Saat itu tekstil yang masuk berupa kain sutra dari Cina dan kain kapas dari India. Sedangkan kerajinan tekstil tidak berkembang saat itu. Periode yang terakhir adalah periode awal abad 20, saat itu keadaan tekstil hasil kerajinan sudah terdesak dengan tekstil impor dari luar negeri. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) mencapai masa jayanya pada periode industri tekstil kecil dan rumah tangga (Departemen Perindustrian, 1982). Krisis dunia pada tahun 1929 telah menurunkan ekonomi Indonesia yang saat itu sangat bergantung pada komoditi pertanian. Untuk mengurangi pengangguran maka pemerintah merangsang pertumbuhan industri kecil dalam bidang tekstil, kulit, dan keramik dengan mendirikan tempat pendidikan kejuruan di Bandung serta mendirikan pabrik kecil. Untuk mendukung hal tersebut maka diciptakanlah
50
ATBM yang merupakan hasil perbaikan dari alat tenun tangan kuno model belanda. Alat Tenun Mesin (ATM) juga dikenal pada periode ini. Perkembangan ATM sangat bergantung pada elektrifikasi dan memerlukan modal yang lebih besar daripada ATBM. Periode perkembangan dan konsolidasi berlangsung dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1965 yang dibagi dalam 3 tahap, yaitu: periode dasawarsa (1950-1960), periode setengah dasawarsa (1960-1965), dan periode stabilisasi dan rehabilitasi (Pra PELITA). Pada periode dasawarsa peralatan pertenunan ATBM meningkat 63,63 persen dari 44.000 ATBM ditahun 1940 menjadi 71.997 ATBM tahun 1950. Rata-rata kenaikan jumlah ATBM per tahun 6,36 persen. Sementara rata-rata kenaikan ATM 10,83 persen per tahun. Pada periode dasawarsa pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk mengatasi keadaan industri tekstil dalam negeri yang semakin menurun. Kebijaksanaan itu menyatakan bahwa impor dan distribusi benang dan komoditi penting lainnya dikuasai oleh negara. Tabel 4.1. Perkembangan Pertenunan dalam Periode Dasawarsa dan Setengah Dasawarsa (Unit) Tahun 1950 1955 1957 1960 1962 1965
ATBM 71.997 78.857 111.522 150.000 223.905 324.000
ATM 11.390 12.697 15.301 16.896 20.284 27.000
Sumber : Departemen Perindustrian, 1982
Sementara pada periode setengah dasawarsa ATBM meningkat rata-rata sebesar 23 persen per tahun. Sedangkan ATM mengalami kenaikan 12 persen per tahun. Sistem pengawasan yang ketat pada industri tekstil periode dasawarsa
51
tidak banyak memberikan kemajuan dalam produksi, sehingga pemerintah tidak mengawasi dengan ketat lagi tetapi hanya memberikan bimbingan, pembinaan, dan pengarahan. Selama periode stabilisasi dan rehabilitasi, pembinaan industri tekstil sangat memerlukan perhatian dalam usaha rehabilitasi dan menciptakan iklim industri yang baik berupa tindakan proteksi yang wajar bagi industri tekstil yang saat itu masih dalam keadaan lemah. Dalam periode PELITA I belum ada penggolongan yang tegas untuk membedakan kriteria industri kecil dan industri besar, dimana industri kecil tekstil belum mendapatkan pembangunan yang memadai. Saat itu industri tekstil telah menarik banyak modal swasta, yaitu sebanyak 116 PMDN dan 12 PMA. Bidang industri tekstil semakin luas dan kemampuan berproduksinya semakin meningkat. Produksi benang tenun meningkat sebesar 73,63 persen dan produksi tekstil meningkat sebesar 106,60 persen. Volume ekspor juga ikut meningkat sebesar 114,10 persen, begitupun dengan perkembangan teknologinya. Selama PELITA I telah dicapai perbaikan mutu hasil produksi yang cukup pesat dalam bentuk barang-barang baru. Dalam periode PELITA II keadaan industri kecil tekstil belum mengalami perubahan. Pada periode ini jumlah PMDN yang diterima menurun karena penanam modal kurang menyukai lokasi di luar Jawa. Sementara itu PMA meningkat menjadi 24 buah. Produksi benang tenun serta tekstil meningkat pada periode ini nilai ekspor juga ikut meningkat karena adanya kebijaksanaan sertifikat ekspor yang dikeluarkan pada tahun 1978.
52
4.2.Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia 4.2.1. Peran Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah satu komoditas ekspor utama dan penyumbang devisa ekspor terbesar untuk komoditas nonmigas, industri ini juga mampu menyediakan lapangan kerja bagi jutaan pencari kerja dan mampu memenuhi kebutuhan sandang bagi masyarakat di dalam negeri. Indonesia termasuk dalam kategori lima besar negara-negara penghasil tekstil dunia. Nilai ekspor tekstil indonesia mencapai 10 persen dari ekspor nonmigas atau senilai US $ 8,67 juta, kontribusinya yang sangat besar bagi perekonomian nasional ini membuat pemerintah tetap mengelompokkan industri TPT ke dalam kelompok industri yang diprioritaskan pengembangannya (Departemen Perindustrian, 2006). Industri tekstil dan produk tekstil memiliki peran yang cukup penting bagi pembangunan ekonomi di banyak negara dalam memulai proses industrialisasi, selain itu industri TPT juga bersifat padat karya seperti industri pakaian jadi. Selama ini industri TPT memiliki keunggulan komparatif yakni tersedianya cukup tenaga kerja dengan upah yang murah dibandingkan dengan negara eksportir lainnya kecuali Cina. Tabel 4.2 memperlihatkan dari tahun 2001 sampai tahun 2004 industri tekstil dan pakaian jadi menunjukkan angka yang berfluktuatif. Jumlah perusahaan industri tekstil pada tahun 2001 sebanyak 1.901 perusahaan, mengalami penurunan pada tahun 2002 dan 2003 masing-masing sebasar 1.882 perusahaan dan 1.847 perusahaan, namun mengalami peningkatan kembali pada tahun 2004 menjadi 1.912 perusahaan. Dari sisi tenaga kerja juga mengalami hal
53
yang sama, pada tahun 2001 jumlah tenaga kerja industri tekstil sebesar 595.254 orang menjadi 618.218 orang pada tahun 2004. Untuk pengeluaran tenaga kerja, pada industri tekstil sebesar Rp 4,10 miliar tahun 2001 dan Rp 4,80 miliar pada tahun 2004, begitupun pada industri pakaian jadi yang menunjukkan angka meningkat dari tahun 2001 sampai 2004. Sedangkan dari sisi perubahan modal tetap, baik industri tekstil maupun industri pakaian jadi memperlihatkan angka yang berfluktuatif. Namun secara keseluruhan, selama periode tersebut tahun 2004 menunjukkan angka yang lebih besar daripada tahun 2001. Tabel 4.2. Perusahaan, Tenaga Kerja, Pengeluaran untuk Tenaga Kerja dan Perubahan Nilai Modal Tetap Industri Tekstil dan Pakaian Jadi, Tahun 2001-2004 Jenis Industri
Tekstil
Pakaian Jadi
Tahun
Jumlah Perusahaan (Unit)
Tenaga Kerja (Orang)
Pengeluaran untuk Tenaga Kerja (Miliar)
Perubahan Modal Tetap (miliar) Penambahan
Penurunan
2001
1.901
595.249
4.104
1.977
147
2002
1.882
579.811
4.613
2.478
160
2003
1.847
549.856
4.933
2.332
147
2004
1.912
618.218
4.800
2.228
142
2001
2.123
497.816
3.680
1.963
41
2002
2.028
473.336
4.151
2.353
61
2003
1.883
448.459
4.191
1.576
185
2004
1.835
435.552
5.743
2.362
142
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sangat berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan pendapatan di dalam negeri. Dari keseluruhan sub sektor industri pengolahan, industri TPT adalah penyumbang yang besar, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam pembentukan PDB, hal inilah yang
54
mendorong pemerintah mengupayakan untuk terus meningkatkan kinerja industri TPT. Industri TPT merupakan industri yang tidak bisa diabaikan peranannya, industri yang berskala sedang dan besar di sektor ini umumnya padat karya dan mengandalkan tenaga kerja yang murah karena untuk bekerja di sektor industri ini tidak diutamakan pendidikan yang tinggi. Pada tahun 2005, total penyerapan tenaga kerja industri TPT mencapai 3 juta orang (Departemen Perindustrian, 2006). Oleh karena itu, industri TPT adalah komoditas unggulan pada industri nonmigas dan penyedia lapangan kerja di Indonesia. Industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia, yang sudah ada sejak tahun 1960-an dan tetap berkembang di tahun 1970-an, telah memenuhi permintaan domestik. Pada tahun 1980-an, para pengusaha pada sektor ini mulai untuk melakukan ekspor. Lima tahun terakhir ini, nilai ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia telah mencapai US $7,56 miliar dan menempatkan Indonesia pada 10 besar negara pengekspor produk tekstil dan garmen di seluruh dunia. Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Asia Tengah merupakan negara-negara tujuan utama ekspor tekstil dan pakaian jadi Indonesia. Industri tekstil merupakan salah satu penghasil devisa terbesar di Indonesia untuk ekspor non migas. Saat ini persaingan produk tekstil dunia semakin ketat. Salah satu keunggulan bersaing dari produk tekstil Indonesia adalah harga, yang disebabkan oleh tenaga buruh yang murah dan bantuan dari pemerintah (subsidi, keringanan pajak, pinjaman lunak, proteksi produk luar, dan lain sebagainya). Tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu komoditi unggulan Indonesia yang mampu memberikan perolehan devisa terbesar dari ekspor non
55
migas secara keseluruhan. Selain menghasilkan devisa ekspor yang sangat bermanfaat bagi pembiayaan kelangsungan pengembangan perekonomian negara berkembang seperti Indonesia, industri TPT juga masih merupakan industri yang mendapatkan prioritas untuk dikembangkan. Hal tersebut terjadi karena industri jenis ini pada umumnya masih bersifat padat karya sehingga mampu menyerap angkatan kerja dalam jumlah cukup banyak. Tenaga kerja yang diserap oleh industri tekstil setiap tahunnya berfluktuatif, tetapi trennya tetap menunjukkan peningkatan. Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari total tenaga kerja yang diserap, pada tahun 2002 jumlahnya menurun sebesar 3 persen dari tahun 2001. Pada tahun 2005, tenaga kerja yang diserap juga mengalami penurunan sebesar 0,8 persen. Industri pakaian jadi menyerap tenaga kerja terbanyak dari total tenaga kerja yang bekerja di industri tekstil, disusul oleh industri kain, industri tekstil lainnya, industri benang dan yang paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah industri serat. Tabel 4.3. Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Tahun 1998-2005 (Orang) Jenis Industri Serat Benang Kain Pakaian Jadi Lainnya Total
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
26.762 189.785 341.400 355.236
29.324 193.361 349.392 372.716
29.682 207.871 355.566 376.584
29.447 209.426 343.158 350.901
29.447 207.764 343.923 352.457
29.447 207.764 343.998 353.590
29.447 207.764 343.398 346.294
246.710 1.159.893
247.372 1.192.165
249.622 1.219.325
249.280 1.182.212
249.280 1.182.871
249.280 1.184.079
249.280 1.176.183
Sumber: Departemen Perindustrian, 2006
56
4.2.2. Jumlah Perusahaan Industri Tekstil dan ProdukTekstil Perusahaan industri tekstil di Indonesia juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Industri kain adalah industri yang paling banyak memiliki perusahaan, tetapi tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja, berbeda dengan industri pakaian jadi yang memiliki lebih sedikit perusahaan tetapi menyerap tenaga kerja lebih banyak. Banyaknya jumlah perusahaan terbesar berikutnya diikuti oleh industri tekstil lainnya, industri benang serta industri serat. Pada tahun 2002 jumlah perusahaan industri total menurun sebesar 0,8 persen dari 2.665 perusahaan menjadi 2.646 perusahaan akibat terjadinya penurunan jumlah perusahaan pada industri kain, pakaian jadi, dan industri tekstil lainnya. Sementara itu pada tahun 2005 juga terjadi penurunan jumlah perusahaan sebanyak 5 perusahaan pada industri pakaian jadi. Tabel 4.4. Jumlah Perusahaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Tahun 19982005 (Unit) Jenis Industri Serat Benang Kain Pakaian Jadi Lainnya Total
1998 27 190 1.022 808 520 2.567
1999 28 199 1.034 816 521 2.598
2000 28 202 1.046 850 523 2.649
2001 28 206 1.046 860 525 2.665
2002 28 206 1.040 849 523 2.646
2003 28 204 1.043 855 524 2.654
2004 28 204 1.044 861 524 2.661
2005 28 204 1.044 856 524 2.656
Sumber: Departemen Perindustrian, 2006
4.2.3. Ekspor-Impor Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia Sektor industri tekstil memiliki kontribusi yang besar dalam perdagangan internasional Indonesia. Tabel 4.5 memperlihatkan perkembangan nilai ekpor dan impor industri tekstil dan produk tekstil dari tahun 2000 sampai tahun 2005. Berdasarkan data dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, nilai ekspor
57
pada tahun 2001 menurun sebesar 6,45 persen dari US $8.204,94 menjadi US $7.675,41. Hal ini terjadi karena nilai ekspor semua komoditas industri tekstil menurun kecuali ekspor industri pakaian jadi. Penurunan terbanyak terjadi pada industri kain disusul dengan industri tekstil lainnya, benang, dan serat. Pada tahun 2002 ekspor industri tekstil juga mengalami penurunan sebanyak 10,25 persen menjadi US $6.888,59 dari US $7.675,41. Pada tahun ini nilai ekspor industri pakaian juga ikut menurun sementara ekspor industri serat meningkat. Walaupun nilai ekspor mengalami penurunan, volume ekspor industri tekstilnya meningkat sebesar 1,79 persen dari 1.727,66 ton menjadi 1.758,67 ton. Tabel 4.5. Volume Serta Nilai Ekspor (X) dan Impor (M) Indusri Tekstil dan Produk Tekstil, Tahun 2000-2005 Jenis Industri TPT
Serat
Benang
Kain
Pakain Jadi
Tekstil Lainnya
X Nilai Vol M Nilai Vol X Nilai Vol M Nilai Vol X Nilai Vol M Nilai Vol X Nilai Vol M Nilai Vol X Nilai Vol M Nilai Vol X Nilai Vol M Nilai Vol
Satuan
2000
2001
2002
Tahun 2003
2004
2005
US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton US$ Ton
8.204,937 1.797,265 2.284,147 1.097,143 135,226 140,369 1.009,517 777,484 1.326,218 717,090 276,246 92,822 1.913,157 416,017 926,412 174,150 4.281,327 341,971 10,391 9,618 549,008 181,818 61,581 43,069
7.675,408 1.727,663 2.440,114 1.265,727 122,246 132,117 1.336,116 97,595 1.243,836 762,313 261,348 84,668 1.661,013 400,598 752,265 153,216 4.344,551 379,906 17,561 11,946 303,760 101,961 72,824 38,302
6.888,558 1.758,674 1.824,568 1.048,760 181,957 208,537 921,617 806,846 1.229,482 762,312 220,398 83,805 1.404,354 367,857 588,650 116,160 3.805,458 328,787 27,636 11,647 267,305 91,181 66.267 30,302
7.033,487 1.773,244 1.673,121 962,280 136,317 198,258 948,933 769,207 1.208,652 770,642 190,450 79,520 1.523,387 381,151 459,166 87,935 3.926,798 332,221 14,007 4,268 238,331 90,982 60,566 21,350
7.647,451 1.626,485 1.720,559 880,893 197,198 152,237 955,538 641,851 1.480,764 720,801 245,610 109,823 1.420,162 339,036 433,505 98,756 4.289,683 324,926 28,244 3,225 259,644 89,484 57,662 27,239
8.602,875 1.794,392 1.605,528 850,629 243,323 192,231 801,295 598,131 1.621,890 795,366 267,518 108,664 1.536,643 344,758 405,986 99,409 4.899,423 366,959 53,237 11,077 301,597 95,088 77,491 33,348
Sumber : Departemen Perindustrian, 2006 Keterangan : Nilai dalam juta US$
58
Devisa yang diberikan industri ini kepada Indonesia terus meningkat tiap tahunnya walaupun peningkatan nilai ekspor berfluktuasi namun tetap menghasilkan surplus bagi Indonesia. Surplus tersebut terlihat pada selisih nilai ekspor-impor (ekspor bersih) perdagangan Indonesia pada tahun 2000-2005. Ratarata pertumbuhan ekspor TPT tahun 2000-2005 adalah 12,49 persen atau dengan nilai rata-rata sebesar US$ 7,68 juta per tahun. Nilai ekspor terbesar periode 20002005 dihasilkan oleh sub sektor pakaian jadi, sebesar US$ 25,55 milyar, yang diikuti oleh sub sektor benang, kain, tekstil lainnya dan serat. Rata-rata pertumbuhan impor TPT periode 2000-2005 adalah -6,69 persen atau dengan nilai rata-rata sebesar US$ 10,36 milyar. Sub sektor yang merupakan pengimpor terbesar adalah sub sektor serat dengan nilai impor rata-rata per tahun senilai US$ 1,73 milyar. Hal ini disebabkan oleh kurang tersedianya bahan baku untuk pembuatan serat alam yaitu kapas.
4.3. Perjanjian dalam Perdagangan TPT Internasional Tekstil merupakan salah satu komoditi yang diperdagangkan di luar negeri. Sehingga banyak perjanjian-perjanjian yang dilakukan untuk melindungi dan mempertahankan komoditi ini di pasar luar negeri. Berikut adalah beberapa perjanjian yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
4.3.1. Perjanjian TPT dalam Ketentuan MFA (Multi Fibre Arrangement) Sejak tahun 1974 perdagangan tekstil internasional sudah diatur oleh MFA. MFA (Multi Fibre Arrangement) merupakan persetujuan antara sejumlah negara maju yang mengimpor tekstil dan pakaian jadi dengan sejumlah negara
59
berkembang yang mengekspor TPT. MFA mengatur dalam memberi izin bagi negara-negara pengimpor seperti AS dan Uni Eropa untuk membatasi impornya. Tujuan MFA terdapat pada artikel MFA yaitu mendorong negara berkembang, meningkatkan perdagangan, mengurangi hambatan serta liberalisasi perdagangan secara bertahap. Tujuan utama MFA adalah menjamin perdagangan yang teratur dengan menghindari akibat pengrusakan pasaran dan produksi pada negara pengimpor dan pengekspor. Ketentuan-ketentuan pokok MFA yaitu adanya kesepakatan bilateral di antara negara-negara pengimpor dan pengekspor TPT. Hal inilah yang mendorong pemerintah menandatangani perjanjian ini dan menyepakati perjanjian bilateral dalam perdagangan dengan AS, Eropa, Kanada, Norwegia, Swedia, dan Finlandia. Dengan ikut serta sebagai anggota MFA, Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya mempunyai wadah untuk saling membicarakan hal-hal terkait dengan negara pengimpor. Perjanjian bilateral pada prinsipnya mengatur batas maksimum jumlah produk TPT yang disepakati dapat memasuki negara pengimpor dan ketentuan fleksibilitas serta tatacara dokumentasi dari pelaksanaan perjanjian bilateral tersebut. Penentuan kuota dasar pada prinsipnya ditentukan dari kinerja ekspor pada tahun sebelumnya dan ditetapkan oleh negara pengimpor. Kemudian terdapat tambahan yang berasal dari pertumbuhan kuota sebesar 6 persen dari tahun ke tahun.
60
4.3.2. Perjanjian TPT dalam Ketentuan GATT (General Aggrement on Tariff and Trade) General Aggrement on Tariff and Trade (GATT) sebagai wadah perdagangan luar negeri terus diperbaharui untuk mencapai persetujuan yang menunjang perkembangan perdagangan luar negeri. Berawal di Geneva 1947 dengan 23 negara anggota, GATT terus berusaha menurunkan tarif negara anggotanya untuk berbagai produk diantaranya produk tekstil. Prinsip utama dari isi perjanjian TPT adalah bahwa perdagangan TPT dunia yang selama ini diatur MFA yang memperbolehkan adanya pembatasan impor melalui sistem kuota akan dikembalikan ke dalam aturan GATT dengan masa peralihan 10 tahun sejak 1 Januari 1995. Setelah tahun kesepuluh perdagangan TPT dunia menjadi bebas dari sistem kuota. Pada tanggal 15 Desember 1993, GATT telah menghapus perjanjian MFA dan memasukkan perdagangan tekstil pada agenda GATT. Selanjutnya pada 15 April 1994 dalam pertemuan di Maroko kesepakatan ini ditandatangani. Pada saat ini telah disepakati bahwa ketentuan MFA tentang kuota akan dihapus.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Peranan Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Struktur Perekonomian Indonesia Analisis
tabel
Input-Output
2003
dengan
klasifikasi
11
sektor
memperlihatkan gambaran mengenai struktur perekonomian Indonesia tahun 2003 yang meliputi beberapa aspek diantaranya struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan pemerintah, struktur investasi, struktur ekspor dan impor, struktur nilai tambah bruto, serta dampak pertumbuhan investasi sektor industri TPT terhadap perekonomian Indonesia.
5.1.1. Permintaan dan Penawaran Output Berdasarkan tabel Input-Output 2003 klasifikasi 11 sektor, dapat dilihat bahwa permintaan barang dan jasa di Indonesia tahun 2003 sebesar Rp 4,66 triliun yang terdiri dari permintaan antara sebesar Rp 2,10 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 2,56 triliun. Industri TPT pada tabel Input-Output 2003 klasifikasi 11 sektor terdiri dari industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit. Tabel 5.1 memperlihatkan bahwa total permintaan sektor industri pemintalan sebesar Rp 62,70 miliar atau 1,35 persen terhadap perekonomian indonesia untuk memenuhi keperluan produksi dan konsumsi yang terdiri dari permintaan antara sebesar Rp 38,54 miliar dan permintaan akhir sebesar Rp 24,16 miliar. Permintaan antara sektor industri pemintalan sebesar Rp 38,54 miliar atau 1,84 persen dari total permintaan antara digunakan untuk memenuhi kebutuhan input sektor lainnya untuk keperluan produksi, sedangkan permintaan akhir sebesar Rp 24,16 miliar
62
atau 0,94 persen dari total permintaan akhir digunakan untuk memenuhi permintaan barang dan jasa untuk keperluan konsumsi. Industri tekstil, pakaian dan kulit, memperlihatkan total permintaan yang lebih besar dari total industri pemintalan dalam memenuhi keperluan produksi dan konsumsi di Indonesia yaitu sebesar Rp 171,00 miliar atau sebesar 3,67 persen dari total permintaan di Indonesia. Dari total tersebut, dialokasikan untuk permintaan antara sekitar Rp 67,31 miliar atau sebesar 3,21 persen dari total permintaan antara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan input sektor lainnya untuk keperluan produksi dan permintaan akhir sebesar Rp 103,69 miliar atau 4,06 persen dari total permintaan akhir yang digunakan untuk memenuhi permintaan barang dan jasa untuk keperluan konsumsi langsung. Tabel 5.1. Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
Permintaan Antara Jumlah (Juta Persen Rupiah) 285.482,222 13,62 140.612,377 6,71
Permintaan Akhir Jumlah (Juta Persen Rupiah) 199.857,747 7,81 105.731,941 4,13
Total Permintaan Jumlah (Juta Persen Rupiah) 485.339,969 10,43 246.344,318 5,29
38.539,110
1,84
24.162,748
0,94
62.701,858
1,35
67.309,980 817.089,578
3,21 38,99
103.690,914 889.451,902
4,06 34,75
171.000,894 1.706.541,480
3,67 36,66
44.518,202 25.990,943
2,12 1,24
25.912,816 305.103,901
1,01 11,92
70.431,018 331.094,844
1,51 7,11
264.473,036
12,62
344.482,972
13,46
608.956,008
13,08
169.500,651
8,09
135.238,145
5,28
304.738,796
6,55
161.451,573 80.581,757 2.095.549,429
7,71 3,85 100,00
130.340,637 295.589,144 2.559.562,867
5,09 11,55 100,00
291.792,210 376.170,901 4.655.112,296
6,27 8,08 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
63
5.1.2. Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Konsumsi rumah tangga di Indonesia berdasarkan tabel Input-Output 2003 klasifikasi 11 sektor adalah sebesar Rp 1,40 triliun. Dari total tersebut, konsumsi masyarakat terbesar adalah sektor industri pengolahan lainnya sebesar Rp 529,39 miliar atau sebesar 37,69 persen dari total konsumsi rumah tangga yang diikuti oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 236,37 miliar atau sebesar 16,83 persen dari total konsumsi rumah tangga. Sedangkan angka yang terkecil adalah sektor bangunan, baik dari konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah menunjukkan angka nol karena hampir semuanya dialokasikan dalam pembentukan modal tetap bruto. Tabel 5.2. Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Konsumsi Rumah tangga Jumlah (Juta Persen Rupiah) 183.784,310 13,08 1.929,587 0,14
Konsumsi Pemerintah Jumlah (Juta Persen Rupiah) 0 0
0 0
299,317
0,02
0
0
54.400,891 529.390,291
3,87 37,69
0 0
0 0
25.912,816 0
1,84 0
0 0
0 0
236.367,605
16,83
0
0
121.764,952
8,67
0
0
124.276,634 126.554,569 1.404.680,972
8,85 9,01 100,00
0 163.701,240 163.701,240
0 100,00 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
64
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa konsumsi rumah tangga sektor industri pemintalan hanya sebesar Rp 299,32 juta atau sebesar 0,02 persen dari total konsumsi rumah tangga, sedangkan industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 54,40 miliar atau sebesar 3,87 persen dari total konsumsi rumah tangga. Dari Tabel 5.2 juga dapat dilihat bahwa dari total konsumsi pemerintah sebesar Rp 163 miliar, semuanya atau 100 persen dari total konsumsi pemerintah dialokasikan untuk sektor jasa-jasa yang meliputi jasa pemerintahan umum dan pertahanan, jasa sosial dan kemasyarakatan dan jasa lainnya.
5.1.3. Struktur Investasi Investasi yang dimaksud dalam tabel Input-Output adalah penjumlahan dari pembentukan modal tetap bruto dengan kode 303 dan perubahan stok dengan kode 304. Pada tabel Input-Output 2003, terlihat bahwa jumlah investasi total dari seluruh sektor peerekonomian di Indonesia pada tahun 2003 adalah sebesar Rp 364,12 miliar. Jumlah tersebut terdiri dari pembentukan modal tetap bruto sebesar Rp 386,22 miliar dan perubahan stok sebesar Rp –22,10 miliar, nilai negatif menunjukkan bahwa perubahan stok mengalami penurunan sebesar Rp 22 miliar baik input untuk produksi maupun output yang diperdagangkan pada akhir tahun. Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa nilai investasi barang dan jasa sektor industri pemintalan hanya sebesar Rp 162 juta yang keseluruhannya berasal dari perubahan stok, angka tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan keseluruhan total investasi di Indonesia. Sedangkan untuk nilai investasi sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 1,10 miliar atau sebesar 0,30 persen dari total investasi di Indonesia. Secara keseluruhan, nilai investasi sektor-sektor
65
perekonomian di Indonesia tahun 2003 terserap pada sektor bangunan yaitu sebesar Rp 305,10 miliar atau sebesar 89,79 persen dari total investasi di Indonesia. Tabel 5.3. Pembentukan Modal Tetap Bruto, Perubahan Stok, dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003
Sektor
Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Pembentukan Modal Tetap Bruto Jumlah (Juta Persen Rupiah)
Perubahan Stok
1.162,547 246,757
0,30 0,06
Jumlah (Juta Rupiah) -2.090,601 -2.052,488
0
0
234,875 64.296,381
Investasi
Persen
Jumlah (Juta Rupiah)
Persen
9,46 9,29
-928,054 -1.805,731
-0,25 -0,50
162
-0,00
162
0,00
0,06 16,65
864,675 -21.104,292
-3,91 95,48
1.099,550 43.192,089
0,30 11,86
0 305.103,901
0 79,00
0 0
0 0
0 305.103,901
0 83,79
14.169,110
3,67
2.279,194
-10,31
16.448,304
4,52
0
0
0
0
0
0
0 1.005,463 386.219,034
0 0,26 100,00
0 0 -22.103,350
0 0 100,00
0 1.005,463 364.115,684
0 0,28 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
5.1.4. Struktur Ekspor dan Impor Nilai ekspor barang dan jasa di Indonesia pada tahun 2003 adalah sebesar Rp 627,06 miliar. Dari total tersebut, nilai ekspor barang dan jasa industri pemintalan sebesar Rp 23,86 miliar atau sebesar 3,80 persen dari total keseluruhan ekspor barang dan jasa di Indonesia, sedangkan nilai ekspor untuk industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 48,19 miliar atau sebesar 7,69 persen
66
dari total ekspor Indonesia. Angka tersebut mengindikasikan bahwa industri TPT cukup berperan dalam perekonomian indonesia dari sisi ekspor barang dan jasa. Dilihat dari sisi impor terhadap barang dan jasa, total impor Indonesia pada tahun 2003 mencapai Rp 471 miliar. Nilai impor industri pemintalan pada tahun 2003 sebesar Rp 12,21 miliar atau sebesar 2,59 persen dari total impor Indonesia, hal ini menjelaskan bahwa bahan baku kegiatan produksi pemintalan masih cukup bergantung pada produk impor. Sedangkan nilai impor barang dan jasa untuk industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 3,99 miliar atau sebesar 0,85 persen dari total impor barang dan jasa di Indonesia pada tahun 2003, termasuk angka yang cukup kecil jika dibandingkan dengan nilai impor sektor lainnya. Tabel 5.4. Ekspor dan Impor Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003
Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Ekspor (X) Jumlah (Juta Persen Rupiah)
Impor (M) Jumlah (Juta Persen Rupiah)
17.001,491 105.608,085
2,71 16,84
21.253,679 33.904,732
4,51 7,20
Selisih (X-M) Persen Jumlah (Juta Rupiah) -4.252,188 -2,73 71.703,353 45,94
23.863,269
3,80
12.205,625
2,59
11.657,644
7,47
48.190,473 316.869,522
7,69 50,53
3.994,243 285.194,532
0,85 60,55
44.196,230 31.674,990
28,32 20,30
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
91.667,063
14,62
22.190,374
4,71
69.476,689
44,52
13.473,193
2,15
36.683,881
7,79
-23.210,688
-14,87
6.064,003 4.327,872 627.064,971
0,97 0,69 100,00
37.533,758 18.036,949 470.997,773
8,39 3,41 100,00
-31.469,755 -13.709,077 156.067,198
-20,16 -8,79 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
67
Dari Tabel 5.4 juga dapat dilihat bahwa selisih total antara ekspor dan impor barang dan jasa di Indonesia pada tahun 2003 memperlihatkan angka yang positif atau mengalami surplus perdagangan sebesar Rp 156,07 miliar. Untuk industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian, dan kulit juga mengalami surplus perdagangan masing-masing sebesar Rp 11,66 miliar atau sebesar 7,47 persen dan Rp 44,20 miliar atau sebesar 23,32 persen terhadap total surplus Indonesia.
5.1.5. Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Nilai tambah bruto yang dimaksud dalam tabel Input-Output 2003 terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. Dari seluruh komponen nilai tambah bruto yaitu sebesar Rp 2,06 triliun, surplus usaha memiliki kontribusi terbesar yaitu Rp 1,15 triliun. Upah dan gaji yang dibentuk sebesar Rp 627,21 miliar, penyusutan sebesar Rp 187,99 miliar, dan pajak tak langsung sebesar RP 99,27 miliar. Sektor industri pemintalan memiliki kontribusi terhadap nilai tambah bruto sebesar Rp 17,67 miliar atau sebesar 0,86 persen dari total pembentukan nilai tambah bruto di Indonesia, yang terdiri dari upah dan gaji sebesar Rp 2,66 miliar, surplus usaha sebesar Rp 11,86 miliar, penyusutan sebesar Rp 2,19 miliar dan pajak tak langsung sebesar Rp 959,51 juta. Sedangkan nilai tambah bruto untuk sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 57,92 miliar atau sebesar 2,82 persen dari total pembentukan nilai tambah bruto di Indonesia, yang terdiri dari upah dan gaji sebesar Rp 24,18 miliar, surplus usaha sebesar Rp 24,38 miliar, penyusutan sebesar Rp 6,81 miliar dan pajak tak langsung sebesar Rp 2,54 miliar.
68
Nilai rasio pada Tabel 5.5 diperoleh dengan membagi antara upah dan gaji dengan surplus usaha yang menunjukkan perbandingan antara besarnya upah dan gaji yang diterima oleh pekerja. Nilai rasio yang kurang dari satu menunjukkan adanya ketidakseimbangan distribusi pendapatan antara surplus usaha yang diterima pemilik modal dengan gaji (upah) yang diterima oleh pekerja atau surplus usaha yang diterima oleh pemilik modal lebih tinggi dari upah dan gaji yang diterima oleh pekerja. Tabel 5.5. Nilai Tambah Bruto Sektor-sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 Sektor
Upah dan Gaji /UG
(Juta Rupiah) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
82.749,067 19.323,187 2.655,122 24.178,500 140.084,957 4.463,355 53.999,216 95.337,332 29.941,287 91.708,726 82.769,327 627.210,076
Surplus Usaha /SU (Juta Rupiah)
Rasio (UG/ SU)
Penyusutan (Juta Rupiah)
250.530,331 139.698,727 11.862,146 24.381,919 263.313,333 8.412,986 43.079,940 199.760,174 49.907,104 122.053,781 33.612,010 1.146.612,451
0,33 0,14 0,22 0,99 0,53 0,53 1,25 0,48 0,60 0,75 2,46 8,28
8.072,820 8.430,841 2.193,867 6.813,812 53.521,949 9.296,734 9.776,945 22.167,493 34.424,305 17.911,975 15.382,754 187.993,495
Pajak Tak Langsung (Juta Rupiah) 5.185,870 2.082,776 959,508 2.540,861 45.823,875 1.035,266 5.074,440 23.391,741 4.049,052 5.843,637 3.283,060 99.270,086
Nilai Tambah Bruto Jumlah (Juta Persen Rupiah) 346.538,088 169.535,531 17.670,643 57.915,092 502.090,734 18.468,004 111.930,541 340.656,740 118.267,330 237.518,119 135.047,151 2.055.637,973
16,86 8,25 0,86 2,82 24,42 0,90 5,45 16,57 5,75 11,55 6,57 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah) Keterangan : 1= Pertanian 2= Pertambangan 3= Industri pemintalan 4= Industri tekstil, pakaian dan kulit 5= Industri Lainnya 6= Listrik, gas dan air bersih
7 = Bangunan 8 = Perdagangan, restoran dan hotel 9 = Transportasi dan komunikasi 10 = Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan 11 = Jasa-jasa
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai rasio kurang dari satu, yang dapat diartikan bahwa kedua sektor tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan distribusi pendapatan antara surplus usaha terhadap upah yang diterima oleh para
69
pekerja. Begitupun dengan sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia yang memiliki rasio kurang dari satu, kecuali sektor bangunan dan jasa-jasa.
5.1.6. Output Sektoral Nilai Output Indonesia tahun 2003 berdasarkan tabel Input-Output sebesar Rp 4,66 triliun, nilai output tersebut merupakan nilai produksi barang dan jasa sektor-sektor perekonomian Indonesia tahun 2003. Dari Tabel 5.6 terlihat bahwa nilai output sektoral terbesar adalah sektor industri lainnya yaitu sebesar Rp 1,71 triliun atau sebesar 36,66 persen dari total output sektoral Indonesia, kemudian disusul oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 608,96 miliar atau sebesar 13,08 persen dari total output sektoral Indonesia. Untuk industri pemintalan sendiri memiliki nilai output sektoral sebesar Rp 62,70 miliar atau sebesar 1,35 persen dari total output keseluruhan. Sedangkan industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai output sektoral sebesar Rp 171,00 miliar atau sebesar 3,67 persen dari total output Indonesia tahun 2003. Tabel 5.6. Nilai Output Sektoral Perekonomin Indonesia, Tahun 2003 Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
Nilai Output Sektoral (Juta Rupiah) 485.339,969 246.344,318 62.701,858 171.000,894 1.706.541,480 70.431,018 331.094,844 608.956,008 304.738,796 291.792,210 376.170,901 4.655.112,296
Persentase 10,43 5,29 1,35 3,67 36,66 1,51 7,11 13,08 6,55 6,27 8,08 100,00
70
5.2. Analisis Keterkaitan Analisis keterkaitan terdiri dari keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage). Nilai keterkaitan langsung ke depan maupun langsung ke belakang akan diperoleh dari matriks koefisien teknis atau matriks Leontief yang dapat dilihat pada lampiran 2.
5.2.1. Keterkaitan Langsung ke Depan Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa nilai keterkaitan langsung ke depan terbesar adalah sektor industri lainnya yaitu sebesar 1,72. Untuk industri pemintalan memiliki nilai keterkaitan langsung ke depan sebesar 0,42 yang berarti bahwa jika terjadi perubahan atau peningkatan terhadap permintaan akhir sebesar Rp 1 juta maka output sektor industri pemintalan akan meningkatkan output di sektor-sektor lainnya sebesar Rp 0,42 juta yang dialokasikan secara langsung kepada sektor lainnya termasuk sektor industri pemintalan itu sendiri. Sedangkan untuk industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai keterkaitan ke depan sebesar 0,34 dengan kata lain jika terjadi peningkatan permintaan sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 1 juta maka akan meningkatkan ouput sektorsektor lainnya termasuk sektor industri itu sendiri sebesar Rp 0,34 juta. Nilai keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.7
5.2.2. Keterkaitan Langsung ke Belakang Berdasarkan Tabel 5.7, nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,74. Industri pemintalan memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,64 yang berarti jika terjadi
71
peningkatan terhadap permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor industri pemintalan, maka akan meningkatkan permintaan input sebesar Rp 0,64 juta dari sektor-sektor lainnya yang menyediakan input secara langsung termasuk sektor itu sendiri. Sedangkan untuk sektor industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang sedikit lebih besar dari industri pemintalan yaitu 0,65. Tabel 5.7 juga memperlihatkan nilai keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor lainnya. Tabel 5.7. Nilai Keterkaitan Output Sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Keterkaitan Langsung ke Depan 0,4466 0,6058 0,4182 0,3383 1,7150 0,2286 0,0845 0,6444 0,3886
Keterkaitan Langsung ke Belakang 0,2500 0.1882 0,6395 0,6523 0,6403 0,7378 0,6619 0,4194 0,5588
0,4092 0,2748 5,5539
0,3370 0,4686 5,5539
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
5.3. Analisis Dampak Penyebaran Analisis ini digunakan untuk melihat sejauh mana sektor industri TPT (pemintalan dan tekstil, pakaian dan kulit) memiliki distribusi manfaat terhadap sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input yang dapat dilihat dari koefisien penyebaran. Sedangkan untuk melihat kepekaan penyebaran sektor industri TPT terhadap sektor lainnya melalui mekanisme pasar output dapat dilihat dari nilai kepekaan penyebaran.
72
5.3.1. Koefisien Penyebaran Tabel 5.8 menunjukkan nilai koefisien peyebaran terbesar berdasarkan klasifikasi 11 sektor adalah industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar 1,23. Nilai koefisien yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya atau meningkatkan output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor industri tekstil, pakaian, dan kulit. Untuk nilai koefisien penyebaran terbesar kedua adalah sektor industri pemintalan yaitu sebesar 1,20. Tabel 5.8. Nilai Koefisien dan Kepekaan Penyebaran Sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 Sektor
Koefisien Penyebaran
Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Kepekaan Penyebaran
0,7247 0,6604 1,2016 1,2292 1,1155 1,1146 1,1818 0,9032 1,0700
1,0974 1,0390 0,8458 0,7695 2,3126 0,6898 0,5733 1,1365 0,9232
0,8248 0,9742 11.0000
0,8938 0,7191 11.0000
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
Nilai koefisien penyebaran merupakan keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang yang diboboti dengan jumlah sektor kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan dimana sektor industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai yang besar, baik dari keterkaitan langsung ke belakang maupun nilai koefisien penyebarannya.
73
5.3.2. Kepekaan Penyebaran Kepekaan Penyebaran merupakan keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan yang diboboti dengan jumlah sektor yang ada kemudian dibagi dengan total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Berdasarkan Tabel 5.8 nilai kepekaan penyebaran terbesar adalah sektor industri lainnya sebesar 2,31. Nilai kepekaan penyebaran lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor industri lainnya memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilirnya yang memakai input dari sektor ini. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil dari keterkaitan langsung ke depan yang menunjukkan industri lainnya memiliki nilai yang terbesar. Industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit sendiri memiliki nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu yaitu masing-masing sebsar 0,85 dan 0,77. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa kedua industri tersebut kurang mampu dalam mendorong produksi sektor hilirnya yang menggunakan input dari kedua sektor industri tersebut.
5.4. Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis multiplier digunakan untuk melihat dampak perubahan atau peningkatan permintaan akhir industri TPT (pemintalan dan tekstil, pakaian dan kulit) terhadap semua sektor yang ada tiap satu-satuan perubahan jenis pengganda. Ada dua tipe multiplier yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu multiplier tipe I dan Tipe II yang digunakan untuk analisis multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja. Multiplier tipe I akan diperoleh dari pengolahan lebih lanjut dari matriks kebalikan Leontief terbuka (lampiran 3),
74
sedangkan untuk multiplier tipe II diperoleh dari matriks kebalikan Leontief tertutup (lampiran 4) yang memasukkan rumah tangga sebagai variabel endogenous. Pada Tabel 5.9 dapat dilihat bahwa nilai multiplier tipe II akan selalu lebih besar dari multiplier tipe I, hal tersebut dikarenakan pada multiplier tipe II sudah memperhitungkan konsumsi rumah tangga. Tabel 5.9. Nilai Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Tipe I dan II pada Sektor Perekonomian Indonesia, Tahun 2003 Multiplier Output No 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
11
Sektor Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa prshaan Jasa-jasa
Multiplier Pendapatan Tipe I Tipe II 1,3806 1,8644 1,4565 1,7692
Multiplier Tenaga Kerja Tipe I Tipe II 1,1997 1,3565 2,2790 3,6687
Tipe I 1,4527 1,3239
Tipe II 2,0312 1,5170
2,4088
2,8567
3,8343
5,0730
12,6509
17,8720
2,4641 2,2362
2,9624 3,4094
2,2767 2,6225
2,7909 4,3737
23,4541 5,1124
34,9381 8,8015
2,2343 2,3692
2,5502 3,2764
3,0994 2,1002
3,8460 2,9334
6,6691 3,2010
10,3687 5,0710
1,8106
2,5883
1,7496
2,4666
1,6446
2,3125
2,1450
2,7781
2,4907
3,3396
2,2391
3,1063
1,6534 1,9530
2,3346 2,7180
1,4492 1,5107
1,8478 1,8626
4,4634 1,6003
9,1789 2,0992
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
5.4.1. Multiplier Output Nilai multiplier output tipe I dan tipe II dapat dilihat pada Tabel 5.9. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai multiplier tipe I terbesar adalah industri tekstil, pakaian dan kulit yaitu 2,46 artinya jika terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 1 juta maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 2,46 juta. Untuk multiplier tipe
75
II, industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai sebesar 2,96 yang berarti jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 1 juta maka akan meningkatkan output diseluruh sektor perekonomian sebesar Rp 2,96 juta. Sedangkan untuk sektor industri pemintalan memiliki nilai multiplier output tipe I dan tipe II masingmasing sebesar 2,41 dan 2,86.
5.4.2. Multiplier Pendapatan Tabel 5.9 juga memperlihatkan multiplier pendapatan, untuk nilai tipe I dan II terbesar adalah sektor industri pemintalan yaitu masing-masing sebesar 3,83 dan 5,07. Maksud dari multiplier pendapatan tipe I adalah jika terjadi penambahan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta di sektor industri pemintalan, maka
akan
mengakibatkan
peningkatan
pendapatan
diseluruh
sektor
perekonomian sebesar Rp 3,83 juta, sedangkan untuk tipe II adalah jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor industri pemintalan sebesar Rp 1 juta akibat adanya peningkatan permintaan akhir, maka akan meningkatkan pendapatan seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 5,07 juta. Untuk industri tekstil, pakaian dan kulit memilki nilai multiplier tipe I dan tipe II masing-masing sebesar 2,28 dan 2,79.
5.4.3 Multiplier Tenaga Kerja Hasil analisis multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II, menunjukkan bahwa sektor industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki nilai yang paling besar yaitu masing-masing sebesar 23,45 dan 34,94. Nilai pada tipe I ini berarti jika
76
terjadi peningkatan permintaan akhir di sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 1 juta, maka akan mengakibatkan peningkatan penyerapan tenaga kerja diseluruh sektor perekonomian sebesar 23 orang, sedangkan untuk nilai pada tipe II artinya adalah adanya peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja pada sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar satu orang menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar 35 orang. Untuk industri pemintalan sendiri memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I dan II masing-masing sebesar 12,65 dan 17,87 yang merupakan nilai terbesar kedua setelah industri tekstil, pakaian dan kulit. Hasil dari analisis multiplier output, pendapatan, dan tenaga kerja dapat disimpulkan bahwa industri TPT yang terdiri dari industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit memiliki peran yang cukup besar dalam peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di Indonesia. Terutama dampaknya terhadap tenaga kerja, baik industri pemintalan maupun industr tekstil, pakaian dan kulit memperlihatkan nilai yang paling besar diantara sektor-sektor lainnya, hal tersebut menunjukkan bahwa industri TPT merupakan industri yang padat karya.
5.5. Analisis Pertumbuhan Investasi Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap Sektor-sektor Perekonomian Indonesia Analisis investasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sektor-sektor perekonomian di Indonesia akibat adanya pertumbuhan investasi sektor industri TPT (industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian, dan kulit). Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab 3.3 bahwa shock yang
77
dilakukan pada industri TPT dalam penelitian ini, adalah sebesar Rp 125.267,429 juta (Rp 125,27 miliar) sehingga dapat dilihat dampaknya terhadap perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja sektor-sektor perekonomian di Indonesia.
5.5.1. Dampak Terhadap Output Berdasarkan Tabel 5.10 dapat diketahui bahwa adanya pertumbuhan investasi sektor industri pemintalan sebesar Rp 125,27 miliar akan menghasilkan output total di seluruh perekonomian sebesar sebesar Rp 212,40 miliar, sedangkan pertumbuhan investasi pada sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 125,27 miliar akan menghasilkan output total di seluruh perekonomian sebesar Rp 193,23 miliar. Pertumbuhan investasi sektor industri pemintalan berdampak paling besar terhadap sektor industri pemintalan itu sendiri karena merupakan dampak langsung dari peningkatan investasi sektor tersebut yaitu sebesar Rp 176,40 miliar atau 83,05 persen dari total peningkatan output. Sementara itu, efek tidak langsung dari investasi sektor industri pemintalan adalah sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 31,99 miliar atau sebesar 15,06 persen dari total peningkatan output yang diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar Rp 1,04 miliar (0,49 persen), sektor industri lainnya sebesar Rp 850,40 juta (0,40 persen), sektor bangunan sebesar Rp 505,93 juta (0,24 persen), sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 483,49 juta (0,23 persen), sektor transportasi dan komunikasi sebesar Rp 456,25 juta (0,22 persen), sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan sebesar Rp 282,36 juta (0,13 persen), sektor listrik, gas dan air bersih
78
sebesar Rp 180,41 juta (0,08 persen), sektor pertanian sebesar Rp 126,50 juta (0,06 persen), dan sektor pertambangan sebesar Rp 75,81 juta (0,04 persen). Tabel 5.10. Dampak Pertumbuhan Investasi Sektor Industri TPT terhadap Perubahan Output Dampak Investasi pada Industri Pemintalan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sektor
Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Nilai (Juta Rupiah) 126,50 75,81 176.397,31 31.990,24 850,40 180,41 505,93 483,49 465,25 282,36 1.040,85 212.398,56
Persen 0,06 0,04 83,05 15,06 0,40 0,08 0,24 0,23 0,22 0,13 0,49 100,00
Dampak Investasi pada Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Nilai (Juta Persen Rupiah) 349,28 0,18 234,35 0,12 2.872,59 1,49 176.646,91 91,42 1.552,05 0,80 487,40 0,25 1.283,18 0,66 2.114,26 1,09 1.636,79 0,85 1.204,85 4.852,17 193.233,84
0,62 2,51 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
Dampak dari perubahan investasi sektor industri tekstil, pakaian dan kulit memperlihatkan efek langsung terhadap sektor itu sendiri sebesar Rp 176,65 miliar atau 91,42 persen dari total peningkatan output. Efek tidak langsung akibat pertumbuhan investasi sektor industri tekstil, pakaian dan kulit diantaranya sektor jasa-jasa sebesar Rp 4,85 miliar atau 2,51 persen dari total peningkatan output, industri pemintalan sebesar Rp 2,87 miliar (1,49 persen), sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 2,11 miliar (1,09 persen), sektor transportasi dan komunikasi sebesar Rp 1,64 miliar (0,85 persen), sektor industri lainnya sebesar Rp 1,55 miliar (0,80 persen), sektor bangunan sebesar Rp 1,28 miliar (0,66 persen), sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan sebesar Rp 1,20 miliar (0,62 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp 487,40 juta (0,25
79
persen), sektor pertanian sebesar Rp 349,28 juta (0,18 persen), dan sektor pertambangan sebesar Rp 234,35 juta (0,12 persen).
5.5.2. Dampak terhadap Pendapatan Analisis dampak pertumbuhan investasi sektor industri TPT terhadap pendapatan sektor-sektor perekonomian dapat dilihat pada Tabel 5.11. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa adanya pertumbuhan investasi di sektor industri TPT sebesar Rp 125,27 miliar dapat mempengaruhi pendapatan total diseluruh perekonomian sebesar Rp 11,50 miliar jika pertumbuhan investasi tersebut terjadi pada industri pemintalan dan Rp 28,05 miliar jika terjadi pada industri tekstil, pakaian dan kulit. Pertumbuhan investasi pada sektor industri pemintalan secara langsung akan mempengaruhi pendapatan di sektor industri itu sendiri sebesar Rp 9,55 miliar atau sebesar 83,05 persen dari total perubahan pendapatan. Efek tidak langsung terbesar akibat adanya perubahan investasi di sektor industri pemintalan terhadap pendapatan adalah sektor tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 1,73 miliar atau sebesar 15,06 persen dari total perubahan pendapatan, diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar Rp 56,38 juta (0,49 persen), sektor industri lainnya sebesar Rp 46,06 juta (0,40 persen), sektor bangunan sebesar Rp 27,40 juta (0,24 persen), sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 26,19 juta (0,23 persen), sektor transportasi dan komunikasi sebesar Rp 25,20 juta (0,22 persen), sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan sebesar Rp 15,29 juta (0,13 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar Rp 9,77 juta (0,08 persen), sektor
80
pertanian sebesar Rp 6,85 juta (0,06 persen), dan sektor pertambangan sebesar Rp 4,11 juta (0,04 persen) Tabel 5.11. Dampak Pertumbuhan Investasi Sektor Industri TPT terhadap Perubahan Pendapatan Dampak Investasi pada Industri Pemintalan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sektor
Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Nilai (Juta Rupiah) 6,85 4,11 9.554,29 1.732,70 46,06 9,77 27,40 26,19 25,20 15,29 56,38 11.504,24
Persen 0,06 0,04 83,05 15,06 0,40 0,08 0,24 0,23 0,22 0,13 0,49 100,00
Dampak Investasi pada Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Nilai (Juta Persen Rupiah) 50,70 0,18 34,02 0,12 416,99 1,49 25.642,61 91,42 225,30 0,80 70,75 0,25 186,27 0,66 306,91 1,09 237,60 0,85 174,90 704,36 28.050,42
0,62 2,51 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
Tabel 5.11 memperlihatkan pertumbuhan investasi pada industri tekstil, pakaian, dan kulit secara langsung berdampak terhadap pendapatan industri itu sendiri sebesar RP 25,64 miliar atau sebesar 91,42 persen dari keseluruhan total perubahan pendapatan. Adapun efek tidak langsung yang ditimbulkan dari perubahan investasi tersebut yaitu sektor jasa-jasa sebesar Rp 704,36 juta atau 2,51 persen dari total peningkatan pendapatan, industri pemintalan sebesar Rp 416,99 juta (1,49 persen), sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 306,91 juta (1,09 persen), sektor transportasi dan komunikasi sebesar Rp 237,60 juta (0,85 persen), sektor industri lainnya sebesar Rp 225,30 juta (0,80 persen), sektor bangunan sebesar Rp 186,27 juta (0,66 persen), sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan sebesar Rp 174,90 juta (0,62 persen), sektor listrik,
81
gas dan air bersih sebesar Rp 70,75 juta (0,25 persen), sektor pertanian sebesar Rp 50,70 juta (0,18 persen), dan sektor pertambangan sebesar Rp 34,02 juta (0,12 persen).
5.5.3. Dampak terhadap Tenaga Kerja Dilihat dari sisi tenaga kerja, akibat adanya pertumbuhan investasi pada sektor industri pemintalan sebesar Rp 125,27 miliar akan mempengaruhi perubahan jumlah tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebanyak 460 orang, sedangkan pertumbuhan investasi pada sektor industri tekstil, pakaian, dan kulit akan mempengaruhi perubahan jumlah tenaga kerja diseluruh sektor perekonomian sebesar 212 orang. Berdasarkan Tabel 5.12 dapat dilihat bahwa perubahan investasi pada sektor industri pemintalan akan menyebabkan perubahan terhadap penyerapan tenaga kerja secara langsung pada sektor pemintalan sebesar 382 orang atau sebesar 83,05 persen dari total perubahan penyerapan tenaga kerja, diikuti oleh sektor-sektor lainnya akibat efek tidak langsung yang ditimbulkan oleh investasi tersebut adalah sektor tekstil, pakaian dan kulit sebesar 69orang atau sebesar 15,06 persen dari total perubahan tenaga kerja, diikuti oleh sektor jasa-jasa sebesar Rp 2 orang (0,49 persen), sektor industri lainnya sebesar 2 orang (0,40 persen), sektor bangunan sebesar 1 orang (0,24 persen), sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 1 orang (0,23 persen), sektor transportasi dan komunikasi sebesar 1 orang (0,22 persen), sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan sebesar 1 orang (0,13 persen), sektor listrik, gas dan air bersih
82
sebesar 0 orang (0,08 persen), sektor pertanian sebesar 0 orang (0,06 persen), dan sektor pertambangan sebesar 0 orang (0,04 persen). Tabel 5.12. Dampak Pertumbuhan Investasi Sektor Industri TPT terhadap Perubahan Tenaga Kerja Dampak Investasi pada Industri Pemintalan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sektor
Pertanian Pertambangan Industri Pemintalan Industri tekstil, pakaian dan kulit Industri lainnya Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, restoran dan hotel Transportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Total
Tenaga Kerja (Orang) 0,27 0,16 381,99 69,28 1,84 0,39 1,10 1,05 1,01
Persen
0,61 2,25 459,96
0,13 0,49 100,00
0,06 0,04 83,05 15,06 0,40 0,08 0,24 0,23 0,22
Dampak Investasi pada Industri Tekstil, Pakaian dan Kulit Tenaga Kerja Persen (Orang) 0,38 0,18 0,26 0,12 3,15 1,49 193,52 91,42 1,70 0,80 0,53 0,25 1,41 0,66 2,32 1,09 1,79 0,85 1,32 5,32 211,69
0,62 2,51 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003 (diolah)
Tabel 5.12 juga memperlihatkan pertumbuhan investasi sektor industri tekstil, pakaian dan kulit sebesar Rp 125,27 miliar akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja secara langsung terhadap sektor itu sendiri sebesar 194 orang. Selain itu juga akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja secara tidak langsung terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya, hal tersebut dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa-jasa sebesar 5 orang atau 2,51 persen dari total peningkatan pendapatan, sektor industri pemintalan sebesar 3 orang (1,49 persen), sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 2 orang (1,09 persen), sektor transportasi dan komunikasi sebesar 2 orang (0,85 persen), sektor industri lainnya sebesar 2 orang (0,80 persen), sektor bangunan sebesar 1 orang (0,66 persen), sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan sebesar 1
83
orang (0,62 persen), sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 1 orang (0,25 persen), sektor pertanian sebesar 0 orang (0,18 persen), dan sektor pertambangan sebesar 0 orang (0,12 persen). Berdasarkan analisis di atas, dapat diketahui bahwa sektor-sektor yang mengalami perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja akibat adanya pertumbuhan investasi sektor industri pemintalan dari yang paling besar sampai yang paling kecil dampaknya adalah sektor industri pemintalan itu sendiri, sektor tekstil, pakaian dan kulit, sektor jasa-jasa, sektor industri lainnya, sektor bangunan, sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor transportasi dan komunikasi, sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pertanian, dan sektor pertambangan. Dilihat dari sisi pertumbuhan investasi sektor industri tekstil, pakaian dan kulit, sektor yang berpengaruh terhadap perubahan investasi di sektor industri tersebut dari yang paling besar dampaknya adalah sektor industri tekstil, pakaian dan kulit itu sendiri, sektor jasa-jasa, sektor industri pemintalan, sektor perdagangan, restoran dan hotel, sektor transportasi dan komunikasi, sektor industri lainnya, sektor bangunan, sektor keuangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pertanian, dan sektor pertambangan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil analisis pertumbuhan investasi sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap perekonomian Indonesia, maka dapat disimpulkan : 1. Hasil analisis keterkaitan menujukkan bahwa industri TPT (industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit) memiliki nilai keterkaitan ke depan yang relatif rendah dibandingkan sektor-sektor lainnya, yang berarti output industri TPT banyak digunakan untuk konsumsi langsung. Sedangkan untuk keterkaitan ke belakang, industri TPT memiliki nilai yang cukup besar dibandingkan nilai keterkaitan ke depannya, yang berarti bahwa industri TPT merupakan sektor yang penting bagi pengembangan sektor-sektor penyedia input industri tersebut. 2. Analisis dampak penyebaran memperlihatkan bahwa industri pemintalan maupun industri tekstil, pakaian dan kulit lebih mampu menarik sektor hulunya yang dapat dilihat dari nilai koefisien penyebarannya yang lebih dari satu yaitu masing-masing sebesar 1,20 dan 1,23 dibandingkan mendorong sektor hilirnya yang memilki nilai kepekaan penyebaran yang kurang dari satu yaitu masingmasing sebesar 0,85 dan 0,77. 3. Hasil analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor industri TPT (industri pemintalan dan industri tekstil, pakaian dan kulit) memiliki nilai multiplier tenaga kerja tipe I maupun tipe II terbesar dibandingkan sektor lainnya. Untuk nilai multiplier pendapatan tipe I dan tipe II, industri pemintalan memiliki nilai
85
yang paling besar dibandingkan sektor lainnya. Sedangkan untuk nilai multiplier output, sektor industri TPT masih cukup rendah dibandingkan beberapa sektor lainya. 4. Hasil analisis investasi menunjukkan bahwa perubahan investasi di sektor industri pemintalan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan sektor industri tekstil, pakaian dan kulit terhadap perubahan output dan tenaga kerja. Sebaliknya, dampak perubahan investasi terhadap pendapatan seluruh sektor perekonomian di sektor industri tekstil, pakaian, dan kulit lebih besar dibandingkan investasi di sektor industri pemintalan. Disamping itu, hasil analisis investasi memperlihatkan bahwa sektor yang paling berpengaruh terhadap perubahan investasi di sektor industri TPT adalah sektor industri TPT itu sendiri, sedangkan yang pengaruhnya paling kecil adalah sektor pertanian dan pertambangan.
6.2. Saran Adapun saran yang dapat penulis ajukan adalah sebagai berikut : 1. Analisis keterkaitan dan penyebaran menunjukkan bahwa industri TPT merupakan sektor yang penting bagi sektor penyedia inputnya, maka dalam meningkatkan pertumbuhan industri TPT di Indonesia, hendaknya pemerintah berusaha untuk mendorong produksi sektor penyedia inputnya seperti industri bahan dasar sintesis, industri serat, industri benang dan industri pemintalan. 2. Berdasarkan analisis multiplier, sektor industri TPT memiliki nilai multiplier tenaga kerja terbesar dibandingkan sektor-sektor lainya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia, maka sebaiknya
86
pemerintah lebih memprioritaskan pertumbuhan industri TPT karena memiliki sifat yang padat karya. 3. Berdasarkan
hasil
analisis
investasi,
jika
tujuan
pemerintah
ingin
meningkatkan output dan tenaga kerja seluruh sektor perekonomian maka dana investasi sektor industri TPT sebaiknya dialokasikan pada sub sektor pemintalan karena memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan industri tekstil, pakaian dan kulit. Sedangkan jika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan di seluruh sektor perekonomian, maka dana investasi hendaknya dialokasikan untuk sub sektor industri tekstil pakaian dan kulit yang memiliki nilai lebih besar dari industri pemintalan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustineu, S.D. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Output Industri Tekstil di Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Asosiasi Pertekstilan Indonesia. 2004. Industri dan Perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia. Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2003. Tabel Input Output Indonesia 2003. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 2004. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 2005. Pendapatan Nasional. Badan Pusat Statistik, Jakarta. . 2005. Industri Pengolahan Skala Sedang dan Besar. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Baum, W.C dan Tolbert, S.M. 1988. Investasi dalam Pembangunan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Departemen Perindustrian. 1982. Keadaan dan Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia Sampai Tahun 1980. Departemen Perindustrian, Jakarta. . 2006. Industri TPT Tetap Bertahan Sebagai Penopang Perekonomian. Departemen Perindustrian, Jakarta. Dumairy, M.A. 2000. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Hartanto, N.S dan Watanabe. 1993. Teknologi Tekstil. Pradya Paramita, Jakarta. Irawan dan Suparmoko. 1992. Ekonomika Pembangunan. BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kalla, Y. 18 Januari 2007. ”Efisiensi Industri Tercapai 1-2 Tahun”. Kompas: 17. Mankiw, G. F. 2000. Teori Makro Ekonomi. Erlangga, Jakarta. Miller, R.E. dan P.D. Blair. 1985. Input-Output Analysis: Foundation and Extension. Prentice Hall, New Jersey.
88
Muljana, B.S. 1995. Perencanaan Pembangunan Nasional. Universitas Indonesia Pres, Jakarta. Mustikasari, D.W. 2005. Peran Sektor Industri Pengolahan dalam Perekonomian di Propinsi Jawa Tengah : Analisis Input-Output [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sahara dan Priyarsono, D.S. 2006. Modul Mata Kuliah Ekonomi Regional Bagian Uas. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tandelin, E. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Fortofolio. BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Tarigan, R. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta. Yulaekha, S. 2005. Analisis Produktivitas Industri TPT Indonesia Periode 19832002 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Petanian Bogor, Bogor.
89
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Klasifikasi 66 Sektor dan 11 Sektor Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Agregasi 66 Sektor Padi Tanaman Kacang-kacangan Jagung Tanaman Umbi-umbian Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman bahan makanan lainnya Karet Tebu Kelapa Kelapa Sawit Tembakau Kopi Teh Cengkeh Hasil tanaman serat Tanaman Perkebunan Lainnya Tanaman Lainnya Peternakan Pemotongan hewan Unggas dan hasil-hasilnya Kayu Hasil hutan lainnya Perikanan Penambangan, batubara dan bijih logam Penambangan minyak, gas, dan panas bumi Penambangan dan penggalian lainnya Industri pengolahan dan pengawetan Industri minyak dan lemak Industri penggilingan padi Industri tepung, segala jenis Industri gula Industri makanan lainnya Industri minuman Industri rokok Industri pemintalan Industri tekstil, pakaian, dan kulit Industri bambu, kayu dan rotan Industri kertas, barang dari kertas dan karton Industri pupuk dan pestisida Industri kimia Pengilangan minyak bumi Industri barang karet dan plastik Industri barang-barang dari mineral bukan logam Industri semen Industri dasar besi dan baja Imdustri logam dasar bukan besi Industri barang dari logam
Kode Sektor
Agregasi 11 sektor 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertambangan
2
Pertambangan
2 5 5 5 5 5 5 5 3 4 5 5
Pertambangan Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri pemintalan Industri tekstil, pakaian, dan kulit Industri lainnya Industri lainnya
5 5 5 5 5
Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya
5 5 5 5
Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya Industri lainnya
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik Industri alat pengangkutan dan perbaikannya Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan Restoran dan hotel Angkutan kereta api Angkutan darat Angkutan air Angkutan Udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi
61
Lembaga keuangan
48 49
5
Industri lainnya
5
Industri lainnya
5
Industri lainnya
6 7 8 8 9 9 9 9 9 9 10 10
62 63 64 65 66 180 190 200 201 202 203 204 205 209 210 301 302 303 304 305 306 309 310 401 402 403 404 409 501 502 503 509 600 700
Usaha Bangunan dan jasa perusahaan Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa sosial kemasyarakatan Jasa lainnya Kegiatan yang tidak jelas batasannya Jumlah permintaan antara Jumlah input antara Input antara impor Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Subsidi Nilai tambah bruto Jumlah input Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi pemerintah Pembentukkan modal tetap bruto Perubahan stok Ekspor barang dagangan Ekspor jasa Jumlah permintaan akhir Jumlah permintaan Impor bang dagangan Pajak penjualan BEA masuk Impor jasa Jumlah Impor Margin perdagangan besar Margin prdagangan eeran Biaya Pengangkutan Jumlah margin perdagangan dan biaya pengangkutan Jumlah output Jumlah Penyediaan
11 11 11 11 180 190 200 201 202 203 204 205 209 210 301 302 303 304 305 306 309 310 401 402 403 404 409 501 502 503 509 600 700
Listrik, gas dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Perdagangan, hotel dan restoran Tansportasi dan komunikasi Tansportasi dan komunikasi Tansportasi dan komunikasi Tansportasi dan komunikasi Tansportasi dan komunikasi Tansportasi dan komunikasi Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan Keuangan,usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Jasa-jasa Jasa-jasa Jasa-jas Jumlah permintaan antara Jumlah input antara Input antara impor Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Subsidi Nilai tambah bruto Jumlah input Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi pemerintah Pembentukkan modal tetap bruto Perubahan stok Ekspor barang dagangan Ekspor jasa Jumlah permintaan akhir Jumlah permintaan Impor bang dagangan Pajak penjualan BEA masuk Impor jasa Jumlah Impor Margin perdagangan besar Margin prdagangan eeran Biaya Pengangkutan Jumlah margin perdagangan dan biaya pengangkutan Jumlah output Jumlah Penyediaan
Lampiran 2. Matriks Koefisien Input Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
1 0,1120 0,0000 0,0000 0,0002 0,0826 0,0002 0,0020 0,0306 0,0067 0,0025 0,0131 0,2500
2 0,0001 0,0883 0,0000 0,0003 0,0384 0,0003 0,0074 0,0082 0,0227 0,0185 0,0041 0,1882
3 0,0534 0,0001 0,2871 0,0090 0,1657 0,0261 0,0000 0,0440 0,0393 0,0149 0,0001 0,6395
4 0,0595 0,0001 0,1287 0,2870 0,0664 0,0114 0,0006 0,0589 0,0258 0,0140 0,0001 0,6523
5 0,1289 0,0585 0,0021 0,0044 0,2966 0,0119 0,0011 0,0610 0,0553 0,0202 0,0004 0,6403
6 0,0000 0,4271 0,0000 0,0002 0,1002 0,1428 0,0051 0,0368 0,0082 0,0166 0,0006 0,7378
7 0,0147 0,0309 0,0000 0,0014 0,4453 0,0005 0,0004 0,0970 0,0173 0,0448 0,0097 0,6619
8 0,0493 0,0000 0,0000 0,0086 0,1276 0,0137 0,0054 0,0932 0,0369 0,0812 0,0036 0,4194
9 0,0065 0,0006 0,0000 0,0037 0,2221 0,0044 0,0154 0,0993 0,1050 0,0704 0,0314 0,5588
10 0,0006 0,0000 0,0000 0,0030 0,0531 0,0072 0,0206 0,0595 0,0382 0,1019 0,0530 0,3370
11 0,0216 0,0003 0,0003 0,0207 0,1169 0,0101 0,0264 0,0559 0,0334 0,0243 0,1587 0,4686
Total 0,4466 0,6058 0,4182 0,3383 1,7150 0,2286 0,0845 0,6444 0,3886 0,4092 0,2748 5,5539
Lampiran 3. Matriks Kebalikan Leontief Terbuka Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
1 1,1537 0,0124 0,0010 0,0028 0,1615 0,0040 0,0040 0,0555 0,0229 0,0148 0,0201 1,4527
2 0,0153 1,1041 0,0006 0,0019 0,0888 0,0026 0,0099 0,0244 0,0365 0,0306 0,0092 1,3239
3 0,1558 0,0521 1,4082 0,0229 0,4252 0,0522 0,0051 0,1220 0,0996 0,0551 0,0108 2,4088
4 0,1592 0,0341 0,2554 1,4102 0,2790 0,0337 0,0052 0,1432 0,0801 0,0540 0,0100 2,4641
5 0,2320 0,1102 0,0068 0,0124 1,5305 0,0250 0,0070 0,1312 0,1086 0,0592 0,0133 2,2362
6 0,0416 0,5655 0,0014 0,0039 0,2469 1,1724 0,0130 0,0816 0,0470 0,0510 0,0099 2,2343
7 0,1350 0,0883 0,0040 0,0102 0,7315 0,0154 1,0070 0,1801 0,0808 0,0927 0,0241 2,3692
8 0,1052 0,0289 0,0039 0,0169 0,2690 0,0239 0,0110 1,1448 0,0721 0,1179 0,0171 1,8106
9 0,0864 0,0383 0,0037 0,0131 0,4490 0,0170 0,0238 0,1763 1,1622 0,1214 0,0538 2,1450
10 0,0339 0,0185 0,0023 0,0096 0,1643 0,0149 0,0275 0,1032 0,0674 1,1361 0,0756 1,6534
11 Total 0,0819 2,1999 0,0304 2,0828 0,0083 1,6956 0,0387 1,5426 0,2903 4,6360 0,0217 1,3829 0,0355 1,1492 0,1159 2,2783 0,0736 1,8508 0,0590 1,7917 1,1975 1,4415 1,9530 22,0512
Lampiran 4. Matriks Kebalikan Leontief Tertutup Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
1 1,2355 0,0325 0,0053 0,0226 0,3767 0,0162 0,0079 0,1404 0,0734 0,0624 0,0581 2,0312
2 0,0426 1,1108 0,0020 0,0085 0,1607 0,0067 0,0112 0,0527 0,0534 0,0465 0,0219 1,5170
3 0,2192 0,0676 1,4115 0,0383 0,5918 0,0616 0,0081 0,1877 0,1387 0,0920 0,0403 2,8567
4 0,2297 0,0514 0,2591 1,4272 0,4644 0,0442 0,0086 0,2164 0,1236 0,0950 0,0428 2,9624
5 0,3980 0,1510 0,0156 0,0526 1,9670 0,0497 0,0149 0,3034 0,2111 0,1558 0,0904 3,4094
6 0,0864 0,5765 0,0038 0,0147 0,3644 1,1790 0,0151 0,1280 0,0746 0,0771 0,0306 2,5502
7 0,2634 0,1198 0,0108 0,0413 1,0690 0,0344 1,0130 0,3133 0,1600 0,1674 0,0837 3,2764
8 0,2153 0,0559 0,0097 0,0435 0,5584 0,0403 0,0162 1,2590 0,1400 0,1819 0,0682 2,5883
9 0,1760 0,0603 0,0084 0,0348 0,6845 0,0303 0,0281 0,2692 1,2175 0,1736 0,0954 2,7781
10 0,1304 0,0422 0,0073 0,0330 0,4177 0,0292 0,0320 0,2032 0,1270 1,1922 0,1203 2,3346
11 0,1902 0,0570 0,0140 0,0650 0,5750 0,0378 0,0406 0,2282 0,1405 0,1220 1,2478 2,7180
Total 3,1867 2,3251 1,7476 1,7816 7,2296 1,5293 1,1956 3,3016 2,4599 2,3660 1,8995 29,0225