ANALISIS PENERAPAN PAJAK STUDI KASUS PADA PT. BINA KARNADA Jessica, Heri Sukendar Binus University, Jln. Kebon Jeruk Raya No. 9, Jakarta Barat 11480, +6281293540000,
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this research is to determine PT Bina Karnada have to pay income tax (VAT) has been correctly and PT Bina Karnada has carried out its obligations in quantifies, melaporankan and deposit the VAT on a timely basis based on the applicable law. This type of research conducted by the authors is descriptive method is a method that collect, collate the data obtained is then interpreted and analyzed so as to provide complete information to the solver problems. Results from this study are expected to provide information and feedback to the PT. BINA KARNADA that are compliant in performing their tax liabilities Income tax and Value Added Tax so that the company can keep up with changes and developments in accordance with applicable tax laws. Keywords: Income Taxes 21, Income Taxes 23, Income Tax 25, Final Income Tax, Value Added Tax, Input Tax, Ouput Tax, Joint Operation
ABSTRAK Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui PT Bina Karnada telah membayar Pajak Penghasilan (PPh) telah benar dan PT Bina Karnada telah melaksanakan kewajibannya dalam menghitungan, melaporankan dan menyetor Pajak Pertambahan Nilai secara tepat waktu berdasarkan Undang-undang yang berlaku. Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah metode deskriptif yaitu metode yang mengumpulkan, menyusun data yang diperoleh kemudian diinterprestasikan dan di analisis sehingga mampu memberikan informasi yang lengkap bagi pemecah masalah yang dihadapi. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan pada PT. BINA KARNADA yang telah sesuai dalam melakukan kewajiban perpajakannya Pajak penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai sehingga perusahaan dapat mengikuti perubahan dan perkembangan perpajakan yang berlaku sesuai dengan Undang-undang. Kata Kunci : Pajak Penghasilan 21, Pajak Penghasilan 23, Pajak Penghasilan
25, Pajak
Penghasilan Final, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Masukan, Pajak Keluaran, Joint Operation
PENDAHULUAN Dalam perekonomian di Indonesia, pajak mempunyai suatu peranan dan sekaligus merupakan unsur yang penting sebagai pemasok dan bagi anggaran Negara serta perolehan dana dari pajak. Salah satu jenis pajak yang dibebankan di Indonesia yaitu Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu perpajakan merupakan aspek penting yang turut berkontribusi atas perkembangan pajak di Indonesia. Oleh karena itu, setiap warga negara yang telah memenuhi kriterial sebagai wajib pajak menurut ketentuan wajib perpajakan mempunyai kewajiban untuk membayar pajak. Wajib Pajak bertanggung jawab atas kewajiban membayar pajaknya dalam memenuhi kewajiban tersebut. Salah satu sistem perpajakan di Indonesia yang dianut yaitu sytem self assessment. Dimana sytem self assessment merupakan suatu kepercayaan yang diberikan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, menyetor, serta melaporkan seluruh kewajiban pajaknya. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri yang termasuk di daerah pabean. Pajak Pertambahan Nilai memiliki sifat objektif dikarenakan oleh Pajak Pertambahan Nilai dikenakan bukan berdasarkan subjek pajak melainkan dari barang maupun jasa. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas pembelian dari lawan transaksi yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan tarif 10% dari harga jual. Maka dapat disimpulkan bahwa siapapun yang mengkonsumsi barang ataupun jasa dalam objek Pajak Pertambahan Nilai dapat diperlakukan sama dan wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dilaksanakan berdasarkan Sistem Faktur, sehingga atas penyerahan barang dan atau penyerahan jasa wajib dibuat Faktur Pajak sebagai bukti transaksi penyerahan barang dan atau penyerahan jasa yang terutang pajak. Untuk melengkapi dan menutup kelemahan yang ada pada self assessment system digunakan sistem perpajakan yang lain yaitu sistem pemotongan (withholding system). Withholding system adalah suatu cara pemungutan pajak yang penghitungan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dilakukan oleh pihak ketiga. Salah satu pajak yang menggunakan withholding system adalah pajak penghasilan pasal 23 (PPh Pasal 23), yaitu pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21. Dalam UU Pajak Penghasilan Pasal 23 No. 36 Tahun 2008. Dimana yang dapat memotong PPh pasal 23 adalah badan pemerintah, Wajib Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jendral Pajak. Dengan diterbitkannya UU No. 36 Tahun 2008 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan maka telah terjadi sebuah reformasi perpajakan yang dilakukan oleh pihak Direktorat Jendral Pajak sehingga diharapkan wajib pajak menjadi lebih patuh dan diberikan segala bentuk kemudahan dalam proses perpajakan.
Disamping itu juga penghasilan yang diperoleh atas kegiatan usaha badan akan dikenakan pajak penghasilan badan. Adapun perhitungan untuk mengetahui jumlah pajak badan yang terutang diatur dalam ketentuan PPh Pasal 25.Dalam ketentuan PPh Pasal 25 diatur tentang angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan.Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dilunasi dapat diketahui dengan Pajak Penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan. Pada masa sekarang ini pendapatan Negara khususnya dari PPh pasal 25 sangat berperan penting untuk penyelenggaraan pembangunan dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur.Oleh karena itu pemerintah bersifat keras dan tegas dalam kewenangannya sebagai pengawas dan pemeriksa terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak. Akan tetapi dengan adanya self assessment system, ini membuat wajib pajak orang pribadi maupun badan mendapatkan kewenangan untuk menghitung dan melaporkan sendiri kewajiban PPh pasal 25. Dalam kutipan jurnal Jefta Israelka (2012) yang berjudul “ANALISIS PENERAPAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT. KALTIMEX LESTARI MAKMUR”. Kesimpulannya Pajak merupakan peralihan kekayaan dari sektor swasta kesektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan (tegenprestatie) yang langsung dapat ditunjukkan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong, penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan negara. PT.Kaltimex Lestari Makmur yang merupakan bagian dari sektor swasta memiliki kewajiban dalam peralihan kekayaan berupa pajak. Menurut SUZI SUZANA (2013) yang berjudul “ANALISIS PERHITUNGAN PPh BADAN PADA PT. DWI GUNA LAKSANA KABUPATEN. BANJAR” kesimpulannya adalah PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar dalam memperhitungkan PPh Badan belum sesuai dengan Undang - undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008, dimana pihak perusahaan memperhitungkan terhadap komponen biaya yang bukan termasuk dalam ketentuan UU Perpajakan Nomor 36 Tahun 2010 dan tidak menggolongkan terhadap beban penyusutan aktiva tetap sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan yang berlaku sehingga laporan keuangan fiskal lebih besar dari kewajiban pajak tentang laporan keuangan komersial. Bagi PT. Dwi Guna Laksana Kabupaten Banjar, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam menganalisis perhitungan PPh Badan sehingga tidak terjadi perbedaan antara biaya yang diakui dalam laporan keuangan dengan biaya yang diakui pajak. PT Bina Karnada merupakan perusahaan yang bergerak di bidang property. Sebagai perusahaan yang taat akan pajak maka, PT Bina Karnada berkewajiban untuk melakukan perhitungan dan pelaporan pajak penghasilan sesuai ketentuan yang mengacu pada Undang - Undang Perpajakan yang berlaku, dalam hal ini khususnya Undang - Undang Pajak penghasilan Pasal 23 serta Pasal 25. Berdasarkan uraian tersebut, untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang perpajakan, khususnya mengenai bagaimana suatu perusahaan menentukan besarnya Pajak Penghasilan dalam hal ini PPh Pasal 23 dan 25 yang harus dilaporkan dan disetorkan kepada pemerintah dan apakah perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data yang akan digunakan adalah metode riset lapangan (field research method) untuk mendukung penelitian dalam penulisan skripsi. Metode riset lapangan merupakan tahap pengumpulan data yang diperoleh melalui informasi dari perusahaan yang diteliti dan melalui pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Metode riset lapangan terdiri dari : Observasi dilakukan secara langsung dengan melakukan pengamatan dan penelitian pada perusahaan untuk memperoleh data yang lebih aktual serta mengetahui lebih rinci mengenai sistem perpajakan perusahaan dan permasalahan yang terdapat di dalamnya. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan datadata yang dibutuhkan dalam penelitian seperti SPT Tahunan Badan dan Laporan Keuangan Perusahaan, Wawancara dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam memperoleh informasi untuk mendukung penelitian seperti rincian biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dan Dokumentasi Melakukan penelitian dengan mengumpulkan bukti dan dokumen-dokumen yang terkait dan diperlukan dalam penelitian seperti SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan Badan dan Laporan Keuangan Perusahaan. Selain dengan menggunakan metode riset lapangan, penulis juga menggunakan metode Studi Kepustakaan (Library Research), dengan mencari informasi yang berkaitan erat dan memiliki referensi yang relevan dengan topik skripsi dari buku-buku panduan riset atau literatur yang ada, khususnya yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan dan perencanaan pajak.
HASIL DAN BAHASAN PT. Bina Karnada menerapkan Pajak Penghasilan antara lain terdapat Pajak penghasilan PPh Pasal 21, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 4 ayat (2), dan PPN pada Tahun 2012, 2013, 2014. Dimana Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan Pajak atas Penghasilan berupa gaji karyawan. Perusahaan melakukan pemotongan pada besarnya penghasilan yang diterima oleh setiap pegawai namun berdasarkan hasil perhitungan PPh Pasal 21 terhadap karyawan tersebut seharusnya tidak dikenakan beban pajak penghasilan dikarenakan besarnya penghasilan kena pajak karyawan tersebut lebih kecil dari penghasilan tidak kena pajak, maka karyawan berhak mengajukan restitusi. Pada PPh Pasal 23 PT. Bina Karnada telah dipotong pajaknya oleh pihak yang wajib membayar atas seluruh kegiatan jasa manajemen (management fee). maka pada PPh Pasal 23 PT. Bina Karnada melakukan pengkreditan pajak atas management fee. setelah dilakukan perhitungan PPh Pasal 23 telah sesuai sehingga tidak ada perbedaan ataupun selisih maka perusahaan telah sesuai dengan Undang – undang yang berlaku. PPh Pasal 25 pada PT. Bina Karnada adalah nihil, hal ini dikarenakan tidak melakukan angsuran pajak. PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah. Berdasarkan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) terdapat tarif 5% atas pengalihan hak atas tanah, pada Tahun 2012 PT.
Bina Karnada adalah nol, dan pada Tahun 2013 dan 2014 perusahaan memiliki perbedaan selisih terhadap Pajak penghasilan Pasal 4 ayat (2) antara Laporan Keuangan dan hasil analisa SPT . mengacu pada PP Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP Nomor 71 Tahun 2008, Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-28/PJ/2009, dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-30/PJ/2013. Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (2) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Karena perusahaan bergerak dibidang property maka pendapatan yang didapat oleh eprusahaan tidak dihitung di dalam SPT Badan melainkan langsung dikenakan pajak final. Pada Pajak Pertambahan Nilai PT. Bina Karnada yaitu hanya terdapat PPN Keluaran dikarenakan PT. Bina Karnada hanya melakukan transaksi penjualan tanah kepada PT. Premier dimana PT. Bina Karnada menerima pembayaran tanah secara berkala, profit sharing, dan management fee. Pada Tahun 2012 PT. Bina Karnada tidak terdapat kewajiban atas PPN dikarenakan prusahaan tidak melakukan penjualan dna belum melakukan Joint Operation dengna PT. Premier. Sedangkan terdapat selisih pada Tahun 2013 dan 2014 antara besaran PPN yang terdapat di Laporan Keuangan dengan bukti SPM PPN. Selisih ini terjadi dikarenakan terdapat perbedaan pencatatan dengan penerimaan yang diterima oleh perusahaan atas pengalihan hak atas tanah maka perusahaan wajib melakukan pemindahbukuan.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, berdasarkan Laporan Keuangan, SPT Badan, SSP pada Tahun 2012, 2013, dan 2014 maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai yaitu PT Bina Karnada telah membayar Pajak Penghasilan (PPh) secara benar pada Tahun 2012, 2013, dan 2014. Dan PT Bina Karnada telah melaksanakan kewajibannya dalam menghitung, melaporkan, dan melakukan penyetoran PPN secara tepat waktu untuk Tahun 2012, 2013, dan 2014. Terdapat beberapa saran yang dapat digunakan oleh PT Bina Karnada dalam melakukan penerapan pajak secara maksimal yaitu sebagai Perusahaan perlu mempertahankan penerapan perpajakan tersebut dan mengikuti perkembangan dari peraturan – peraturan perpajakan misalnya dengan memberikan pelatihan khusus, seminar perpajakan secara rutin agar lebih memahami perpajakan yang selalu berubah. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk mencari dan membaca referensi lain lebih banyak lagi mengenai perpajakan. REFERENSI Bening. L. Siti. (2012). “Penerapan Pajak Penghasilan Pada Perusahaan Joint Venture Studi Kasus PT BK Persero”. Skripsi S1.Universitas Bina Nusantara,Jakarta. Damayanti Theresia Woro. (2013). “Perpajakan Indonesia Mekanisme & Perhitungan”. Yogyakarta: Andi Publisher. file:///C:/Users/USER/Downloads/jurnal14_Kindai%20Vol%209%20No%201%202013% 20Suzi.pdf
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/1367 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/4725 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/5500 http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/emba/article/view/7123 Ortax.(2009). Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Usaha Pokoknya Melakukan Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Ortax.(2013). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Perubahan Kempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983. Tentang pajak penghasilan Peraturan Joint Venture, http://www.futurumcorfinan.com/2014/10/bentuk-kerja-sama-operasiksojoint-operation-jo-suatu-catatan-pemikiran-atas-pengenaan-sebagai-subjek-ppn-2/ Pohan A. Chairil. (2014).”Pembahasan Komprehensif Perpajakan IndonesiaTeori dan Kasus. Jakarta: Mitra Wacana Media Priantara Diaz. (2013).”Perpajakan Indonesia” Edisi 2 Revisi. Jakarta: MitraWacana Media. Resmi Siti.(2014). “Perpajakan Teori dan Kasus”. Edisi 8 Buku1. Jakarta: Salemba Empat Sukardji Untung. (2014). “Pajak Pertambahan Nilai PPN”. Jakarta: Rajawali Pers Sukardji Untung. (2014). “Pokok pokok PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Indonesia”. Jakarta: Rajawali Pers. Sumarsan Thomas. (2013). “Perpajakan Indonesia, Pedoman Perpajakan yang lengkap Berdasarkan Undang undang Terbaru”. Edisi 2. Jakarta: Indeks Sumarsan Thomas. (2013).”Perpajakan Indonesia”. Edisi 3. Jakarta :Indeks Sutanto Mas’ud Paojan. (2013).”Buku Perpajakan Indonesia (Teori&Aplikasi”. Jakarta: Mitra Wacana Media. Waluyo. (2011).“Perpajakan Indonesia”. Edisi 10 Buku2, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
RIWAYAT PENULIS Jessica lahir di Jakarta pada 18 Juni 1994. menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi peminatan perpajakan pada Tahun 2015.