1
ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BAWANG DAUN (Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat)
Oleh: SUMIYATI A 14101008
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2
RINGKASAN
SUMIYATI. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Daun
( Studi Kasus di Desa Sindangjaya,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat). Dibawah bimbingan DWI RACHMINA. Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Termasuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah hortikultura. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, artinya di dalam pengusahaannya sub sektor hortikultura dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi penggunaan faktor -faktor produksi usahatani bawang daun di daerah penelitian, menganalisis kondisi skala usaha usahatani bawang daun di daerah penelitian, menganalisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian dan untuk mengetahui hubungan antara tingkat produksi bawang daun yang rendah dengan tingkat keuntungan petani di daerah penelitian. Penelitian ini dilakukan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Juli 2005. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi-insatnsi terkait, seperti Dinas Pertanian Cianjur, Badan Pusat statistik, Departemen Pertanian, dan sebagainya. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum usahatani bawang daun sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor -faktor produksi serta analisis efisiensi ekonomi faktor produksi. Berdasarkan analisis pendapatan dan biaya usahatani, komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu
3
sebesar Rp 15.282.713,52,- atau 56,52 persen dari total biaya. Dari satu hektar lahan bawang daun rata-rata dapat menghasilkan produksi 20.824,12 kg dengan harga rata -rata pada tingkat petani sebesar Rp 2.823,33,-/ kg, sehingga rata-rata total penerimaan yang di dapat petani sebesar Rp 58.793.362,72,-/ ha. Apabila rata-rata total pengeluaran per hektar sebesar Rp 27.040.198,92,-, maka pendapatan atas biaya total adalah Rp 31.753.163,80,-. Sedangkan apabila pengeluaran tunai sebesar Rp 10.469.965,39,-, maka pendapatan atas biaya tunai adalah Rp 48.323.397,33,-. Dengan demikian R/C atas biaya total dan tunai adalah 2,17 dan 5,62. Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99, bibit sebesar 1,23, pupuk TSP sebesar -0,59, pupuk Urea sebesar 5,96, pupuk KCl sebesar 5,19, pupuk kandang sebesar 7,28, obat cair sebesar -4,85, obat padat sebesar 23,35, tenaga kerja pria sebesar 1,38 dan tenaga kerja wanita sebesar 12,10. Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan, terlihat bahwa pendapatan petani bawang daun pada kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 81.903.061,04,dibandingkan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual sebesar Rp 5.591.655,94,-. Selain itu, nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar yaitu 8,13 dibandingkan dengan nilai R/C pada kondisi aktual yang besarnya hanya 2,32. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan maksimum. Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu adanya peningkatan pembinaan dan penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Petugas Penyuluh Lapangan untuk memberikan penyuluhan kepada petani mengenai penggunaan input yang optimal sehingga diperoleh hasil. Petani hendaknya dapat memastikan ketersediaan pasar untuk menyerap hasil produksi bawang daun di lokasi penelitian sehingga kebutuhan bawang daun tidak lagi dipenuhi oleh daerah lain penghasil sayuran. Dengan luas lahan yang tetap petani hendaknya melakukan intens ifikasi namun tetap melakukan efisiensi penggunaan faktorfaktor produksi sehingga mampu meningkatkan produktivitas bawang daun.
4
ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BAWANG DAUN (Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: SUMIYATI A 14101008
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
5
LEMBAR PENGESAHAN Judul skripsi
: Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa -Barat)
Nama
: Sumiyati
NRP
: A 14101008
Menyetujui Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Kelulusan:
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2006
Sumiyati A 14101008
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1983. Penulis adalah anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Mahmudi dan Enny. Pada tahun 1989-1995 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Lagoa 02 Pagi Jakarta Utara. Pada tahun 1995 melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 84 Jakarta Utara, kemudian pada tahun 1998 melanjutka n pendidikan menengah atas di SMU Insan Kamil Bogor, dan lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan kuliah di Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia -Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktorfaktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya), yang merupakan syarat kelulusan Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tingkat produksi per hektar bawang daun yang rendah dapat disebabkan oleh ketidakefisiensian dalam pengalokasian faktor -faktor produksi, sehingga akan berdampak pada pendapatan dan keuntungan petani. Agar efisiensi penggunaan faktor produksi dapat dicapai maka petani harus mengalokasikan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut dengan optimal. Oleh sebab itu penulis berkeinginan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor produksi. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2006
Penulis
9
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan izin-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak berupa bimbingan, dukungan dan masukan. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Kedua orang tua, kakak dan adikku tercinta atas perhatian, doa serta dorongan moral dan material yang penulis butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berharga mulai dari awal sampai akhir skripsi ini. 3. Tim Dosen Penguji atas kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian sidang Penulis. 4. PPL Kecamatan Pacet atas kelancaran pelaksanaan penelitian. 5. Bapak Mulyadi dan keluarga yang telah bersedia memberikan tempat tinggal selama penulis melakukan penelitian. 6. Seluruh petani responden dan staf desa Sindangjaya yang bersedia meluangkan waktunya, memberikan informasi, bantuan dan pengarahan selama Penulis melakukan kegiatan turun lapang. 7. Riko Febriatha yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk penyelesaian skripsi ini. 8. Teman-teman AGB, EPS dan KPM Angkatan 38 dan semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan dan perhatian yang telah diberikan akan mendapat balasan dari Allah.
10
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I.
i ii iii v vi vii
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah............................................................... 1.3. Tujuan Penelitian................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian..............................................................
1 8 10 10
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat Bawang daun............................................... 2.2. Persyaratan Lokasi Usahatani bawang Daun........................ 2.3. Teknologi Budidaya .............................................................. 2.4. Kajian Empiris.......................................................................
12 13 14 19
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1. Pengertian Usahatani……………………………….. 3.1.2 Penerimaan dan Biaya Usaha tani…………….….…. 3.1.3. Analisa Pendapatan usahatani……………………... 3.1.4. Fungsi Produksi…………………………………..… 3.1.5. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi………….….. 3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual……………………………
21 21 22 22 24 28 31
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................. 4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data .................................. 4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani. ................................ 4.3.2. Analisis Fungsi Produksi........................................... 4.4. Konsep pengukuran Variabel................................................
34 34 35 35 36 44
BAB II.
BAB V.
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum dan Geografis ............................................. 5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian........................... 5.3. Karakteristik Petani ............................................................... 5.3.1. Umur Petani.................................................................
47 48 50 50
11
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden................................................................... 5.3.3. Luas Lahan Garapan.................................................... 5.3.4. Gambaran Umum Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya ................................................................. BAB VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN 6.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi .................................. 6.1.1. Sarana Produksi Bibit................................................. 6.1.2. Sarana Produksi Pupuk............................................... 6.1.3. Sarana Produksi Obat- obatan..................................... 6.1.4. Tenaga Kerja .............................................................. 6.1.5. Alat-alat Pertanian...................................................... 6.2. Analisis pendapatan Usahatani Bawang daun.......................
51 52 53 56 56 57 59 60 61 62
BAB VII. HASIL ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI BAWANG DAUN 7.1. Analisis Pe milihan Fungsi Produksi ...................................... 67 7.2. Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha ............................ 71 7.3. Analisis Efisiensi Ekonomi .................................................... 77 BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan............................................................................. 8.2. Saran.......................................................................................
83 84
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
85
LAMPIRAN ....................................................................................................
87
12
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman Nilai Ekspor Sayuran dan sayuran segar Indonesia, 1997-2002 (000US $) ..........................................................................................
2
Komposisi dan Kandungan Gizi Bawang Daun Dalam Setiap 100 Gram...........................................................................................
3
Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia, 1997-2003............................................
4
Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1997-2003 ..................
5
Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas BawangDaun di Kabupaten Cianjur, 1999-2004 ..............................
7
Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002-2005.........................................
8
7.
Pemanfaatan Lahan Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ........................
47
8.
Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ..................................................................
48
2. 3. 4. 5. 6.
9.
10. 11. 12.
13. 14. 15.
16.
Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 .................................
48
Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ..................................................................
49
Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 .............................
50
Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005........................................................................................
50
Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 .............................
51
Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 .....................................................
51
Rata -Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun untuk Satu Musim Tanam di Desa Sindangjaya, Tahun 2005........................................................................................
61
Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya per Satu Musim Tanam (MT), Tahun 2005........................................................................................
62
13
Nomor
17. 18. 19. 20. 21. 22.
Halaman
Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Desa Sindangjaya per Hektar Untuk Satu Musim Tanam..........................
63
Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Linier Berganda .................................................................................
68
Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya .........
70
Nilai VIF, MSE, Durbin Watson Model Linier berganda dan Model Cobb-Douglas .................................................................
71
Rasio Nilai Produk Marginal dan Biaya Korbanan Marginal dari Produksi Usahatani Bawang Daun.............................................
78
Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi Bawang Daun ....................................................................................
81
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Daerah Produksi dan elastisitas Produksi....................................
26
2.
Garis Harga dan Efisiensi Ekonomis............................................ 31
3.
Skema Kerangka Pemikiran Konseptual.....................................
33
4.
Bentuk Fungsi Produksi Kuadratik .............................................
38
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Analisis Regresi Model Linier Berganda ………………………88
2.
Analisis regresi Model Cobb-Douglas…………………………89
3.
Data Produksi dan Penggunaan Faktor -faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Satu Musim Tanam, tahun 2005……………………………….90
4.
Perhitunga n Rasio Nilai Produk marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM)...............................................92
5.
Perhitungan Penggunaan faktor Produksi pada Kondisi Optimal.......................................................................................96
6.
Data Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi Per Hektar...................................................................................99
7.
Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Bawang Daun Pada Kondisi Aktual dan Pada Kondisi Optimal Per Rata-rata Luasan Lahan …………………….................…100
16
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai
sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Dengan demikian sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Ter masuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, artinya di dalam pengusahaannya sub sektor hortikultura dapat memberikan nilai tambah, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani1. Selain itu, sub sektor hortikultura jenis sayuran merupakan salah satu penyumbang devisa bagi Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari data nilai ekspor sayuran selama tahun 1997-2002 yang secara rata -rata mencapai $ 24.451 - $ 61.009 dengan trend meningkat sebesar 15,88 persen. Dilain pihak nilai ekspor sayuran segar selama tahun 1997-2002 juga menunjukkan trend peningkatan sebesar 16,57 persen, dimana kontribusi ekspor sayuran segar terhadap sayuran secara rata-rata mencapai 38,72 persen – 60,98 persen. Sementara itu, jika dilihat dari delapan komoditas terbesar sayuran segar yang di ekspor, yaitu kentang, tomat, bawang merah, kubis, wortel, jamur, timun, dan bawang daun, maka ke delapan komoditas tersebut menguasai 71,68 persen dari keseluruhan nilai ekspor
1
Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat, 05 April 2005. www.jabar.go.id/berita.php?data=87-7k-hasiltambahan
17
sayuran segar selama tahun 1997-2002 (BPS, 2004). Nilai ekspor sayuran dan sayuran segar Indonesia dari tahun 1997-2002 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Ekspor Sayuran dan Sayuran Segar Indonesia, 1997 -2002 (000 US $) No Komoditas A.
Sayuran Sayuran B. Segar : B.1. Kentang B.2. Tomat B.3. Bawang merah B.4. Kubis B.5. Wortel B.6. Jamur B.7. Timun Bawang B.8. daun Sayuran B.9. segar lainnya Persentase Ekspor Sayuran Segar Terhadap Total Sayuran
Tahun Trend/Tahun (%) 1997 1998 1999 2000 2001 2002 48.637 24.451 58.456 61.009 58.011 52.552 15,88 23.720 13.154
27.382
23.623 27.392 32.045
16,57
8.431 341
5.887 93
5.805 435
4.461 655
4.159 553
5.405 302
(6,31) 56,93
778
47
2.771
1.835
1.671
2.188
1.138,00
7.150 55 2.044 80
4.447 67 177 142
6.215 134 2.298 218
5.520 132 3.666 346
6.912 127 3.980 655
9.784 475 3.623 524
11,51 78,11 233,22 51,81
426
106
160
136
118
64
(19,63)
4.416
2.187
9.436
6.873
9.217
9.681
58,59
48,77
53,80
46,84
38,72
47,22
60,98
49,39
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2004. (diolah)
Bawang daun merupakan salah satu komoditas sayuran segar yang menyumbangkan devisa bagi Indonesia. Walaupun nilai ekspor bawang daun dari tahun 1997-2002 mengalami fluktuasi dengan trend menurun tetapi produksi bawang daun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa penurunan nilai ekspor bawang daun bukan disebabkan oleh penurunan produksi tetapi lebih banyak disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri. Pendapatan masyarakat yang meningkat terutama masyarakat di perkotaan telah berdampak pada peningkatan permintaan terhadap komoditas sayuran. Selain itu, lahan pertanian yang ada di Indonesia sangat subur serta didukung oleh kondisi alam
18
yang tropis sehingga dapat menguntungkan petani untuk meningkatkan hasil produksi berbagai komoditas sayuran (Pertiwi, 2000). Bawang daun yang masih muda dengan batang yang masih putih dan terpendam di dalam tanah banyak dimanfaatkan sebagai sayur atau bumbu dalam berbagai macam masakan. Seperti sayuran pada umumnya, maka bawang daun merupakan sumber gizi yang baik. Bawang daun juga dapat dimanfaatkan untuk memudahkan pencernaan dan menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan2. Komposisi dan kandungan gizi dalam setiap 100 gram bawang daun dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Bawang Daun Komposisi Gizi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Kalsium Phosfor Besi Vitamin A Tiamin Riboflavin Niasin Vitamin C Air Nikotinamid
Satuan Kal Gr Gr Gr Gr Gr Mg Mg Mg SI Mg Mg Mg Mg Gr Mg
Kandungan Gizi Bawang Daun 29,00 1,80 0,40 6,00 0,90 0,50 35,00 38,00 3,20 910,00 0,08 0,09 0,60 48,00 0,50
Sumber: Cahyono, 2005.
Dengan banyaknya kegunaan dan manfaat dari bawang daun, maka tak mengherankan jika produksi bawang daun terus mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut, selain disebabkan oleh peningkatan luas panen juga
2
Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
19
disebabkan oleh peningkatan produktivitas hasil per hektar. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Indonesia dari tahun 19972003 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia, 1997-2003 Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Trend (%/Tahun)
Luas Panen (Ha) 38.828,00 36.563,00 36.882,00 36.127,00 34.339,00 41.602,00 38.453,00
Produksi (Ton) 294.426,00 287.506,00 323.855,00 311.319,00 283.285,00 315.232,00 345.720,00
0,27
3,06
Produktivitas (Ton/Ha) 7,58 7,86 8,78 8,62 8,25 7,58 8,99 3,29
Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004.
Berdasarkan Tabel 3, maka dapat terlihat bahwa produktivitas bawang daun dari tahun 1997-2003 menujukkan trend meningkat sebesar 3,29 persen. Peningkatan trend produktivitas bawa ng daun tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi sebesar 3,06 persen dibandingkan dengan luas lahan bawang daun yang hanya menunjukkan trend peningkatan sebesar 0,27 persen. Fluktuasi yang terjadi pada luas panen, yang di dominasi oleh penurunan, yaitu pada tahun 1998, 2000, 2001 dan 2003 lebih disebabkan oleh kebiasaan petani yang sering mengganti komoditas bawang daun dengan komoditas lain pada saat harga bawang daun rendah. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil bawang daun di Indonesia. Hal ini dapat dilihat baik dari luas panen, produksi maupun produktivitas bawang daun di Jawa Barat dibandingkan dengan nasional (Indonesia), Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun
20
di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia dari tahun 1999-2003 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1999-2003
1999
Luas Panen (Ha) Jabar INA 14.725,00 36.882,00
* 39,92
Produksi (Ton) Jabar INA 182.324,00 323.855,00
* 56,30
Produktivitas (Ton/Ha) Jabar INA * 12,40 8,78 141,23
2000
14.950,00
36.127,00
41,38
166.542,00
311.319,00
53,50
11,10
8,62
128,77
2001
13.194,00
34.339,00
38,42
149.491,00
283.285,00
52,77
11,30
8,25
136,97
2002
12.570,00
41.602,00
30,21
132.334,00
315.232,00
41,98
10,50
7,58
138,52
2003
12.498,00
38.453,00
32,50
139.490,00
345.720,00
40,35
11,20
8,99
124,58
(3,88)
1,65
(4,32)
(6,24)
2,02
(7,67)
(2,27)
1,09
(2,85)
Tahun
Trend (%/ Tahun)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004. (diolah) Keterangan : Jabar = Jawa Barat; INA = Indonesia * = Persen Jawa Barat / Indonesia
Berdasarkan Tabel 4, maka dapat terlihat bahwa produktivitas bawang daun Jawa Barat dari tahun 1999-2003 menunjukkan trend penurunan sebesar 2,27 persen dibandingkan dengan nasional yang mengalami peningkatan sebesar 1,09 persen. Penurunan produktivitas bawang daun Jawa Barat tersebut disebabkan oleh penurunan produksi dan luas panen yang masing-masing sebesar 6,24 persen dan 3,88 persen. Hal yang berbeda justru terjadi pada produksi dan luas panen bawang daun nasional yang mengalami peningkatan sebesar 2,02 persen dan 1,65 persen. Penurunan yang terjadi pada luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun Jawa Barat tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti konversi lahan-lahan pertanian menjadi perumahan-perumahan elite, kondisi cuaca yang tidak menentu yang disebabkan oleh perubahan iklim dan harga
21
sayuran yang fluktuatif sehingga menjadi salah satu penyebab para petani sulit untuk mengembangkan usahanya 3. Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi hortikultura di Provinsi Jawa Barat. Beberapa sayuran yang menjadi komoditas prioritas bagi Cianjur adalah bawang daun, kentang, kubis, petsai, wortel, lobak, kacang merah, kacang panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siyam, kangkung, dan bayam4. Dari luas total wilayah Kabupaten Cianjur sebesar 350.148 hektar, maka sebanyak 97.227 Ha atau setara dengan 27,76 persen berupa lahan pertanian kering dan tegalan. Sementara itu, sekitar 62,99 persen penduduk Cianjur bekerja di sektor pertanian, sehingga hal tersebut menjadikan sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cianjur, yaitu sekitar 42,80 persen5. Menurut Kepala Bina Usaha Kabupaten Cianjur, diperoleh informasi bahwa bawang daun merupakan komoditas unggulan. Penentuan bawang daun sebagai komoditas unggulan bagi Kabupaten Cianjur didasarkan kepada luas areal, penyerapan tenaga kerja, produktivitas, benih ya ng tidak perlu di impor karena perbanyakan dilakukan dengan cara vegetatif dan adanya kebijakan pemerintah daerah yang mendorong pengembangan komoditas bawang daun. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Kabupaten Cianjur dari tahun 1999-2004 dapat dilihat pada Tabel 5.
3
Jalur Distribusi Sayuran Pun Seret, 17 April 2005. Http:// www.kompas.com/ Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat, 05 April 2005. www.jabar.go.id/berita.php?data=87-7k-hasiltambahan 5 Sekilas Kabupaten Cianjur, 20 April 2005. Http:// www.cianjur.go.id/ 4
22
Tabel 5.
Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur, 1999-2004
Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Luas Panen (Ha) 2.443,00 2.646,00 2.462,00 2.339,00 2.220,00 3.128,00
Produksi (Ton) 59.863,00 66.696,00 62.426,00 59.410,00 58.506,00 81.651,00
Produktivitas (Ton/Ha) 24,50 25,20 25,40 25,40 26,40 26,10
6,40
7,60
1,30
Trend/Tahun (%) Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2005.
Dari Tabel 5 dapat terlihat bahwa rata-rata produktivitas bawang daun Kabupaten Cianjur sangat tinggi, yaitu mencapai 24,5 ton/ha – 26,4 ton/ha, bahkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata produktivitas bawang daun di Jawa Barat yang sebesar 10,5 ton/ha – 12,4 ton/ha. Dalam hal ini, produktivitas bawang daun di Kabupaten Cianjur masih tetap menunjukkan trend yang meningkat, walaupun tidak terlalu besar, yaitu 1,3 persen. Selain itu jika dilihat dari luas panen dan produksi bawang daun di Kabupaten Cianjur dari tahun 1999-2004 juga memperlihatkan trend yang meningkat, yaitu masing-masing sebesar 6,4 persen dan 7,6 persen. Daerah Cipanas Kecamatan Pacet, sekitar 80 km dari Jakarta atau 20 km dari kota Cianjur, selain dikenal sebagai kawasan wisata pegunungan juga merupakan daerah penghasil sayuran. Daerah penghasil sayuran di kawasan ini kini dikembangkan menjadi kawasan agropolitan hortikultura. Selain memiliki iklim yang cocok untuk komoditas sayuran, Kecamatan Pacet juga memiliki keunggulan dibandingkan daerah lainnya, yaitu kedekatan lokasi dengan pasar sasaran seperti Bandung, Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Hal tersebut
23
tentu saja akan menjamin kesegaran dari sayuran yang dikirim, selain juga akan menekan ongkos pengiriman. Realisasi panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet pada tahun 2002, 2004 dan 2005 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002, 2004 dan 2005 Tahun 2002 2004 2005* Trend/Tahun (%)
Luas Panen (Ha) 1.122,00 1.557,00 491,00
Produksi (Ton) 28.498,80 40.707,30 12.939,80
Produktivitas (Ton/Ha) 25,40 26,14 26,35
(14,85)
(12,69)
1,87
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2005. Keterangan : Data tahun 2003 tidak diperoleh. * Angka sementara sampai April 2005.
Berdasarkan Tabel 6, maka dapat terlihat bahwa luas panen bawang daun di Kecamatan Pacet pada tahun 2004 mengalami peningkatan dari 1.122 hektar menjadi 1.557 hektar atau mengalami peningkatan sebesar 38,77 persen bila dibandingkan tahun 2002. Sementara itu, produksi bawang daun mengalami peningkatan yang lebih besar lagi, yaitu dari 28.498,80 ton menjadi 40.707,30 ton atau meningkat sebesar 42,84 persen. Dilain pihak, rata -rata produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet dari tahun 2002 hingga April 2005 juga mengalami peningkatan, yaitu dari 25,40 ton/ha menjadi 26,35 ton/ha.
1.2.
Perumusan Masalah Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kebutuhan
gizi, maka akan meningkatkan permintaan masyarakat terhada p sayuran segar seperti bawang daun. Peningkatan permintaan tersebut harus diimbangi oleh
24
peningkatan produksi dan produktivitas bawang daun. Sementara itu, jika dilihat dari rata -rata produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet yaitu dari 25,40 ton/ha - 26,35 ton/ha pada tahun 2002 hingga April 2005 masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu sebesar 40 ton dari satu hektar lahan6. Penggunaan faktor-faktor produksi standar pada usahatani bawang daun untuk 1000 m2 berdasarkan data dari Dinas Pertanian Cianjur adalah ; bibit : 600 kg, pupuk TSP : 35 kg, pupuk Urea : 47 kg, pupuk KCl : 29 kg, Pupuk Kandang : 529 kg, Obat Cair : 3 kg, Obat padat : 4 kg, tenaga kerja pria : 180 jam , tenaga kerja wanita : 110 jam. Namun keterbatasan modal dan informasi menyebabkan petani menggunakan faktor produksi yang tidak sesuai dengan nilai standarnya sehingga diduga penggunaan faktor-faktor produksi dalam pengusahaan bawang daun belum efisien. Hal ini tentunya akan mempengaruhi produkt ivitas usahatani bawang daun. Untuk meningkatkan produksi bawang daun dengan tujuan peningkatan pendapatan petani perlu dilakukan efisiensi penggunaan faktor produksi. Oleh karena itu penulis perlu mengkaji tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani bawang daun di lokasi penelitian. Kondisi return to scale pada usahatani menentukan besarnya tingkat pendapatan petani. Decreasing return to scale akan menambah hasil produksi dengan proporsi yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan dari untuk tambahan input. Sebaliknya kondisi incresing return to scale merupakan kondisi yang paling cocok untuk meningkatkan pendapatan petani. Sehingga penulis perlu
6
Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
25
melihat kondisi return to scale pada usahatani bawang daun tersebut. Dengan menentukan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dan identifikasi kondisi return to scale usahatani bawang daun, penulis juga perlu menganalisis tingkat pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian tersebut.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini dapat
dijabarkan sebagai berikut : 1.
Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani bawang daun di daerah penelitian.
2.
Menganalisis kondisi skala usaha usahatani bawang daun di daerah penelitian.
3.
Menganalisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian.
1.4.
Kegunaan Penelitian
1.
Bagi para pelaku dunia usaha, terutama yang berkecimpung dalam bisnis bawang daun, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan dan juga dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk memperbaiki kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani bawang daun oleh petani, penyuluh pertanian dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
2.
Bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah Kabupaten Cianjur, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan usahatani bawang daun.
26
3.
Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat menjadi wadah aplikasi ilmu-ilmu yang selama ini dipelajari di bangku kuliah dalam kasus nyata.
27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat
Bawang daun merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara yang kemudian meluas dan ditanam di berbagai wilayah yang beriklim tropis dan subtropis. Sementara itu, di Indonesia
pusat produksi bawang daun pada mulanya
berada di daerah pegunungan yang sejuk, seperti Lembang, Cipanas, Pacet (Jawa Barat) dan Malang (Jawa Timur). Kemudian budidaya bawang daun meluas ke dataran tinggi lainnya, seperti Pangalengan dan Garut (Jawa Barat) maupun ke dataran rendah7. Bawang daun merupakan tanaman yang berbentuk rumput. Disebut bawang daun karena yang dikonsumsi hanya daunnya atau bagian daun yang masih muda. Bawang daun termasuk famili liliaceae. Ada 2 jenis bawang daun yaitu bawang bakung (Allium Fistulosum L) dan bawang prei (Allium Porum L). Kedua jenis bawang daun ini dapat dibedakan dengan mudah. Daun bawang bakung bulat panjang dan berlubang seperti pipa, sedangkan bawang daun prei panjang, pipih berpelepah panjang, dan liat. Adapun bentuk umbi bawang bakung kadang-kadang kecil, sedangkan bawang prei tidak berumbi. Daun yang masih muda dari kedua jenis bawang daun tersebut dapat dimakan, yaitu bagian batang atau kelopak daun yang berwarna putih yang terpendam di dalam tanah (Sunarjono, 2004).
2.2. 7
Persyaratan Lokasi Usahatani Bawang Daun
Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
28
Kondisi lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan bawang daun dapat memberikan hasil panen yang tinggi. Keadaan lingkungan (iklim dan tanah) yang cocok sangat menunjang produktivitas tanaman. Oleh karena itu, lokasi untuk usahatani bawang daun harus memperhatikan keadaan lingkungan (Cahyono, 2005).
A.
Keadaan Iklim Keadaan iklim yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi usahatani bawang daun adalah suhu
udara, kelembapan udara, dan curah hujan.
1.
Suhu Udara Bawang daun menghendaki suhu udara berkisaar antara 19 o C - 24o C. Daerah yang memiliki kisaran
suhu udara tersebut adalah daerah yang memiliki ketinggian 400-1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Oleh karena itu, bawang daun sangat cocok bila di tanam di daerah tersebut. Suhu udara yang tinggi (lebih dari 240 C) dapat menyebabkan bawang daun tidaak dapat tumbuh dengan baik (tidak sempurna).
2.
Kelembaban Udara Kelembaban
udara
yang
optimal
bagi
pertumbuhan
bawang
daun
berkisar
antara
80%- 90%.
Kelembaban udara yang tinggi (lebih dari 90%) menyebabkan pertumbuhan bawang daun tidak sempurna, jumlah anakan setiap rumpun sedikit dan tidak subur, kualitas daun jelek, dan produksi biji rendah karena proses pembungaan dan pembentukan buah tidak berjalan sempurna. Kelembaban udara yang rendah juga menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat, proses pembuahan terhambat, dan banyak bunga yang g ugur.
3.
Curah Hujan dan Ketinggian Tempat Bawang daun dapat ditanam sepanjang tahun (sepanjang musim). Bawang daun tergolong tanaman
yang tahan terhadap hujan sehingga dapat ditanam pada musim hujan serta memberikan hasil yang cukup baik. Namun, curah huj an yang cocok bagi bawang daun adalah sekitar 1.000-1.500 mm/ tahun, dengan ketinggian tempat yang cocok (ideal) untuk penanaman bawang daun adalah 700- 1200 m dpl.
B.
Keadaan tanah Pemilihan lokasi untuk usahatani bawang daun harus memperhatikan keadaan tanah yang meliputi
sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah yang cocok bagi tanaman bawang daun adalah tanah gembur, memiliki solum tanah cukup dalam, dan mudah mengikat air. Sifat fisik tanah yang baik untuk penanaman bawang daun dijumpa i pada tanah regosol, andosol, dan latosol. Kondisi fisik tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman sehingga penyerapan zat hara di dalam tanah dapat berjalan lebih baik. Sedangkan kondisi kimia tanah yang cocok untuk bawang daun adalah tanah yang memiliki derajat keasaman tanah (pH tanah) berkisar antara 6,5- 7,5.
2.3.
Teknologi Budidaya
29
Usahatani bawang daun perlu didukung dengan teknik bercocok tanam yang baik, bibit yang berkualitas baik, dan tahapan kerja yang run tut. Teknik budidaya bawang daun meliputi pembibitan,
8
pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, serta perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit .
2.3.1. Pembibitan Bawang daun diperbanyak secara generatif dengan bijinya atau vegetatif dengan stek. Di Indonesia tanaman ini sulit menghasilkan biji, perbanyakan dengan biji
hanya
dilakukan
pada
waktu
pertama
tanam.
Untuk
menghemat
biaya,
penanaman selanjutnya menggunakan bibit stek tanaman induk. Benih biasanya dibeli dari toko bibit/pupuk yang mengimpornya dari luar negeri. Sebelum membeli benih, perhatikan varitasnya dan tanggal kadaluarsa benih.
Rumpun yang akan dijadikan bibit berumur 2,5 bulan dan sehat. Rumpun dibongkar bersama akarnya, bersihkan tanah yang menempel dan akar/daun tua, pisahkan rumpun sehingga didapatkan beberapa rumpun baru yang terdiri atas 1-3 anakan. Untuk mengurangi penguapan dan merangsang pertumbuhan tunas baur, sebagian daun dibuang. Bibit ini dapat disimpan di tempat lembab dan teduh selama 5-7 hari.
2.3.2. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan dilakukan 15-30 hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari berbagai jenis gulma dan sisa tanaman yang tidak bisa membusuk dan terurai, termasuk tanaman kayu pada tanah tegalan, serta batu-batu krikil. Kemudian tanah diolah dengan dicangkul,
dibajak, atau ditraktor sehingga didapatkan tanah yang
gembur. Kedalaman tanah olahan adalah 30 -40 cm. Kemudian buat parit untuk pemasukan dan pengeluaran air.
2.3.3 Teknik Penanaman
8
Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
30
Bawang daun dapat ditanam dalam pola tanam tanaman tunggal atau sistem tumpang sari. Sistem tumpang sari yang sekarang banyak ditanam adalah dengan tanaman cabe. Penanaman dilakukan sepanjang tahun asal air tersedia. Waktu tanam terbaik awal musim hujan (Oktober) atau awal kemarau (Maret). Lubang tanam dibuat pada jarak 20 x 20 cm sedalam 10 cm. Sebelum tanam bibit yang siap tanam sebaiknya direndam dalam larutan fungisida selama 10-15 menit. Tanam bibit dalam lubang dan padatkan tanah di sekitar pangkal bibit pelanpelan.
2.3.4. Penyiangan Gulma disiangi dua kali, yaitu waktu tanaman berumur 3-4 minggu dan 6 minggu. Lakukan penyiangan dengan hati-hati dan gunakan cangkul/kored. Rumput liar yang tumbuh di parit antar bedengan juga harus disiangi. Untuk menjaga kebersihan kebun dan tanaman, lakukan pemotongan tangkai bunga dan daun tua. Pemangkasan ini juga merangsang pertumbuhan anakan.
2.3.5. Pemupukan Pupuk yang diberikan adalah 300 kg/ha urea dan 600 kg/ha ZA. Kedua pupuk ini diberikan bersamaan dengan penyiangan yaitu pada 3-4 minggu dan 6 minggu setelah tanam masing-masing ½ dosis. Pupuk diberikan di dalam larikan di antara barisan bawang.
2.3.6. Hama dan Penyakit A.
Hama: Ulat tanah merupakan hama bagi tanaman bawang daun, mempunyai
ciri sebagai berikut:
kupu-kupu betina berwarna coklat tua dengan titik putih dan berga ris-garis.
31
Panjang ulat 4-5 cm. Gejala: ulat menyerang pangkal batang sehingga tanaman terkulai. Pengendalian mekanis: mengumpulkan ulat di malam hari, menjaga kebersihan kebun dan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae. Pengendalian kimia: umpa n beracun yang dipasang di malam hari berupa campuran 250 gram Dipterex 95 Sl 125, 10 kg dedak dan 0,5 gram gula merah dan dilarutkan dalam 10 liter air; Insektisida berupa Dursban atau Hostahion.
B.
Penyakit:
Busuk daun daun bercak ungu merupakan penyakit pada tanaman bawang daun. Busuk daun mempunyai gejala sebagai berikut: muncul bercak hijau pucat di ujung daun, daun layu dan mengering dan diseliputi oleh jamur hitam; berkembang di musim hujan. Pengendalian: menggunakan benih/bibit sehat, rotasi tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae dan fungisida Dithane, Antracol atau Daconil. Lalu untuk bercak ungu gejalanya adalah pada daun terdapat bercak kecil berwarna putih sampai kelabu, membesar menjadi agak keunguan dan ujung daun mengering. Serangan berat menyebabkan busuk pangkal batang . Pengendalian: cara perbaikan tata air tanah, pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae dan menggunakan bibit sehat. Fungisida yang dapat digunakan adalah Antracol 70 WP, Dithane M-45, Orthocide 50 WP atau Difolatan 4F.
Pestisida hanya digunakan jika perlu, tetapi mengingat resiko yang akan ditanggung jika terjadi serangan hama dan penyakit, pestisida sudah diberikan sebelum terjadi serangan/jika sudah ada tanda -tanda awal munculnya hama dan penyakit.
32
2.3.7 Panen Umur 2,5 bulan setelah tanam, jumlah anakan maksimal (7-10 anakan), beberapa daun menguning. Seluruh rumpun dibongkar dengan cangkul/kored di sore hari/pagi hari. Bersihkan akar dari tanah yang berlebihan.
2.3.8. Pascapanen Bawang daun yang telah dipanen dikumpulkan di tempat yang teduh, rumpun dicuci bersih dengan air mengalir/disemprot, lalu ditiriskan. Bawang daun diikat dengan tali rafia di bagian batang dan daunnya. Berat tiap ikatan 25-50 kg. Daun bawang disortir berdasarkan diameter batang: kecil (1,0-1,4 cm) dan besar (1,5-2 cm),
lalu
bawang
dicuci
dengan
air
bersih
yang
mengalir/disemprot
dan
dikeringanginkan. Ujung daun dipotong sekitar 10 cm. Di dalam peti kayu 20 x 28 cm tinggi 34 cm yang diberi ventilasi dan alasnya dilapisi busa/di dalam keranjang plastik kapasitas 20 kg
2.4.
9
.
Kajian Empiris Penelitian mengenai analisis terhadap faktor -faktor produksi dan
pendapatan usahatani bawang daun sudah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh Sinambela (1999) dan Sari (2001). Walaupun demikian, penulis masih tetap tertarik untuk menganalisis bawang daun terutama dari sisi efisiensi penggunaan faktor -faktor produksi dan pendapatan bawang daun.. 9
Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm
33
Sinambela (1999), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani bawang daun dengan model fungsi Cobb-Douglas. Faktorfaktor produksi yang digunakan adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea, TSP, pupuk kandang, dan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja, bibit, Urea, pestisida nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Untuk luas lahan nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Sedangkan pupuk kandang nyata pada tingkat kepercayaan 70 persen. Sementara itu, penelitian Sari (2001) terhadap faktor -faktor produksi yang mempengaruhi produksi bawang daun dengan menggunakan mode l fungsi Cobb-Douglas, menunjukkan bahwa dari seluruh peubah bebas yang terdapat dalam model, yaitu bibit, tenaga kerja, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk kandang dan obat ternyata hanya bibit dan pupuk Urea yang berpengaruh nyata terhadap produksi bawang daun. Faktor produksi dikatakan efisien apabilai nilai rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Pada penelitian Sinambela (1999), penggunaan faktorfaktor produksi usahatani bawang daun belum mencapai tingkat efisien. Untuk faktor produksi TSP dan Pestisida, rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea dan pupuk kandang lebih besar dari satu. Sementara itu, penelitian Sari (2001) menunjukkan bahwa di daerah penelitian penggunaan faktor produksi belum efisien karena rasio NPM dan BKM–nya tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi bibit, pupuk TSP dan pupuk kandang penggunaannya masih kurang (rasio NPM dan BKM > 1) sehingga penggunaannya masih dapat ditambah. Sebaliknya untuk faktor produksi tenaga kerja, pupuk Urea dan obat penggunaannya sudah berlebihan sehingga harus dikurangi (rasio NPM dan BKM <1).
34
Tingkat pendapatan petani untuk setiap komoditas pertanian yang diusahakan berberda-beda. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (R/C Ratio). Penelitian yang dilakukan oleh Sinambela (1999) menunjukkan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian menunjukkan hasil yang menguntungkan. Dengan harga rata-rata Rp 2.100,- ditingkat petani menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 16.465.964,- dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5.858.314,- per hektar. Bila dilihat dari nilai R/C nya, maka nilai R/C bawang daun adalah 1,84. Ini berarti dari setiap rupiah yang dipakai untuk usahatani bawang daun memberikan penerimaan sebesar Rp 1,84,-. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Sari (2001) menunjukkan bahwa hasil analisis pendapatan baik petani lahan sempit (< 0,15 ha) maupun petani lahan luas (>0,15 Ha) juga menunjukkan hasil yang menguntungkan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai yang lebih besar dari satu. Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani bawa ng daun layak untuk diusahakan. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui tingkat pendapatan dan menganalisis efisiensi penggunaan faktor produksi bawang daun. BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Pengertian Usahatani Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian (Rifai 1980 dalam Soeharjo dan Patong 1973). Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa komponen dalam usahatani tersebut terdiri dari alam, tenaga kerja, modal
35
dan manajemen atau pengelolaan (organisasi). Alam, tenaga kerja dan modal merupakan unsur usahatani yang mempunyai bentuk, sedangkan pengelolaan tidak, tetapi keberadaannya dalam proses produksi dapat dirasakan. Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani sebagai suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal yang be raneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan atau manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Dalam hal ini, istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba. Soekartawi (1990) mengemukakan bahwa tujuan berusahatani dapat dikategorikan
menjadi
dua
yaitu
memaksimumkan
keuntungan
atau
meminimumkan biaya. Konsep maksimisasi keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep minimisasi biaya berarti bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
3.1.2. Penerimaan dan Biaya Usahatani Penerimaaan usahatani merupakan hasil kali antara jumlah output yang dihasilkan dengan harga output. Sedangkan biaya adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi (Fadholi, 1995). Biaya dapat dibedakan atas:
36
1.
Biaya tunai, meliputi biaya tetap misalnya pajak tanah, dan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga.
2.
Biaya tidak tunai, meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri. Sedangkan untuk biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga.
3.1.3. Analisa Pendapatan Usahatani Berusahatani pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahanya. Analisa pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisa pendapatan yaitu: (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu kegiatan (Soeharjo dan Patong, 1973). Dalam analisa pendapatan ada beberapa ukuran pendapatan yang dipakai yaitu (Soeharjo dan Patong, 1973): a).
Pendapatan kerja petani Pendapatan ini diperoleh dengan menghitung semua penerimaan baik yang
berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga, maupun kenaikan inventaris. Setelah itu dikurangi dengan semua pengeluaran, baik yang tunai maupun yang diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja keluarga. Bunga modal disertakan karena dianggap bahwa modal itu diperoleh petani dengan jalan meminjam atau karena untuk modal itu tersedia beberapa alternatif penggunaan.
37
Angka pendapatan kerja petani umumnya kecil, bahkan bisa negatif. Apabila bunga modal tidak disertakan, maka lebih besar dan positif. b).
Penghasilan kerja petani Angka ini diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani dengan
penerimaan tidak tunai. Tanaman, ternak dan hasil ternak yang dikonsumsi keluarga adalah penerimaan tidak tunai. c).
Pendapatan kerja keluarga Pendapatan ini merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani dan
anggota keluarganya. Apabila usahatani dilaksanakan oleh petani dan keluarganya maka ukuran inilah yang terbaik untuk mengetahui berhasilnya kegiatan usaha. Pendapatan kerja keluarga diperoleh dari menambah penghasilan kerja petani dengan nilai kerja keluarga. d).
Pendapatan keluarga Angka ini diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber
lain yang diterima petani bersama keluarganya di samping kegiatan pokoknya. Cara ini dipakai apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatannya untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Dalam Soeharjo dan Patong (1973), dinyatakan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisa pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio atau R/C Ratio). Analisis R/C ratio digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan keuntungan finansial. R/C ratio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila
38
nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.
3.1.4. Fungsi Produksi Hubungan penggunaan faktor -faktor produksi atau input dan output yang dihasilkan disebut fungsi produksi (Doll dan Orazem,1984). Fungsi produksi menyatakan hubungan input-output dan menggambarkan tingkat sumberdaya yang digunakan untuk menghasilkan produk. Umumnya untuk menghasilkan output diperlukan lebih dari satu input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f(X1, X2, X3,....Xn)....................................................................................(3.1) Dimana: Y
= output
X1, X2, X3...Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu ”Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing Return)”. Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi lain tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi (Doll dan Orazem,1984). Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi, terdapat dua tolok ukur, yaitu (1) Produk Marjinal (PM) dan (2) Produk Rata-rata (PR). Produk Rata-rata adalah produk total per satuan faktor produksi (Y/X). Tambahan
39
satu-satu input X yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu satuan output (Y) disebut produk marjinal (PM). Dengan demikian PM dapat dituliskan dengan äY/äX (Soekartawi, 2003). Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengukur efisiensi dapat dilihat dari elastisitas produksinya. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input (Soekartawi, 2003). Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut : Ep
=
äY/Y ä Xi / Xi
=
äY . Xi ä Xi Y
= PM PR
…...........……..(3.2)
dimana : Ep
= elastisitas produksi
äY
= perubahan hasil produksi
ä Xi
= perubahan faktor produksi ke -i
Y
= hasil produksi
Xi
= jumlah faktor produksi ke -i
Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas 3 daerah yaitu daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat pada Gambar 1. Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan
40
menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Karena itu daerah I dis ebut daerah irrasional. Daerah II elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini akan tercapai keuntungan maksimum, untuk itu daerah ini disebut daerah yang rasional karena produsen harus menetapkan tingkat produksi yang dapat mencapai maksimum. Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktorfaktor produksi yang tidak efisien. Daerah ini disebut daerah irrasional.
Y
PT I Ep>1 0 PM/PR
X XX11 1
II 0<Ep<1 XX22
III Ep<0 X33 X3
X
41
PR PM X1
X2
X3
X
Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Keterangan : PT PM PR Y X (Sumber: Doll
= Produksi Total = Produk Marjinal = Produk Rata-rata = Produksi = Faktor produksi dan Orazem, 1984)
Soekartawi (2003), menjelaskan bahwa Return to Scale (RTS) perlu diketahui untuk melihat apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Ada tiga kemungkinan, yaitu: 1.
Jika bi > 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi increasing return to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
2.
Jika bi < 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi decreasing return to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.
42
3.
Jika bi = 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi constant return to scale, artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional denga n penambahan produksi yang diperoleh.
3.1.5
Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Efisiensi produksi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.
Menurut Teken (1965) efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata-rata mencapai maksimum. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor-faktor produksi sudah dapat mencapai keuntungan maksimum. Teken (1965) mengemukakan dua syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai keuntungan maksimum yaitu syarat keharusan (neccesary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan (neccesary codition) bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, sya rat ini dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1). Pada tingkat tertentu penggunaan faktor -faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Syarat kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai efisiensi tingkat tertinggi atau tingkat produksi optimal adalah nilai produk marginal (NPM) sama dengan biaya korbanan marginal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang optimum dimana tercapai efisiensi ekonomis, maka perlu memasukkan variabel harga yaitu harga faktor produksi dan harga produksi. Kondisi efisien ekonomis pada suatu kegiatan usahatani terkait dengan tujuan kegiatan usahatani tersebut pada umumnya, yaitu untuk memaksimumkan
43
keuntungan. Menurut Doll and Orazem (1984), keuntungan dapat diperoleh dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: n π = Py .Y − ∑ Px i .xi + BTT i =1 Dimana: ð i Y Py xi Pxi BTT
= laba atau keuntungan = 1,2,3…n = output = harga output = input ke-i = Harga input ke-i = biaya tetap total
Keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Sehingga persamaan diatas menjadi: δπ δY = Py − Px i = 0 δxi δxi Py
; i = 1,2,3...,n
δY = Px i δ xi
δY adalah produk marginal faktor produksi ke -i δxi
Dimana
Sehingga Py. PMxi = Pxi Dimana: Py.PMxi Pxi
= nilai produk marginal xi (NPMxi) = harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKMxi )
Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi: PMxi =
Px i Py
Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya marginal produk.
44
Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, persamaan dapat ditulis sebagai berikut: NPMxi = BKMxi NPMxi BKMxi
=1
Secara ekonomis efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari input x ke-i (Pxi) adalah Biaya Korbanan Marginalnya (BKM) dan Produk Marginal dikalikan dengan tingkat harga output adalah Nilai Produk Marginal (NPM), maka kondisi efisiensi ekonomis tercapai pada PMxi=BKMxi. Secara grafik kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 2. Untuk penggunaan lebih dari faktor produksi misalnya n faktor produksi, maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila: NPMx1 NPMx2 NPMxn = = ......... = =1 BKMx1 BKMx2 BKMx n
(Garis Harga)
45
Gambar 2. Garis Harga dan Efisiensi Ekonomis Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukan penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.
3.2.
Kerangka Pemikiran Konseptual Petani bawang daun di Desa Sindangjaya dalam mengelola usahanya
diduga tidak memperhatikan efisiensi usahanya, hal ini dapat dilihat dari tingkat produksi per hektar yang masih rendah bila dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya. Tingkat produksi yang rendah menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi yang belum optimal dan keuntungan belum maksimal. Oleh sebab itu petani harus memperhatikan pengalokasian faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahataninya agar mencapai keuntungan yang maksimal.. Sarana produksi yang digunakan dalam usahatani bawang daun adalah luas lahan, bibit, pupuk TSP, Urea, KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pendapatan usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya, apakah tingkat pendapatan tersebut telah dapat menguntungkan petani. Kemudian dalam penelitian ini juga ingin melihat faktor -faktor produksi apa saja yang berpengaruh
46
terhadap produksi bawang daun, bagaimana kombinasi optimal penggunaan faktor -faktor produksi yang dapat memaksimumkan keuntungan petani. Analisis yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi dan analisis efisiensi penggunaan faktor -faktor produksi. Analisis pendapatan usahatani meliputi pengukuran tingkat pendapatan dan R/C rasio. Analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang cocok dilakukan dengan membandingkan model linier berganda dan model CobbDouglas. Data yang dianalisis berupa data penggunaan faktor-faktor produksi yang meliputi luas lahan, bibit, pupuk TSP, Urea, KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Pemilihan model fungsi produksi berdasarkan kriteria pemilihan model fungsi yang baik yaitu dilihat dari R2 , banyaknya variabel yang nyata, goodness of fit , MSE dan kesesuaian dengan asumsi OLS. Tahap analisis data selanjutnya adalah analisis skala usaha dan analisis
efisiensi
penggunaan
faktor-faktor
produksi.
Analisis
efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi dilakukan untuk melihat kombinasi optimal dari faktor -faktor produksi tersebut yang dapat memaksimalkan keuntungan petani. Kerangka pemikiran konseptual di atas dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar 3.
Usahatani Bawang Daun (Produktivitas Rendah)
Faktor-faktor Produksi: Luas Lahan Bibit Pupuk TSP Pupuk Urea Pupuk KCl Obat Cair Obat Padat Tenaga Kerja Pria Tenaga Kerja Wanita
47
Analisis Pendapatan Usahatani: Pendapatan R/C Rasio
Pendugaan dan Pengujian Model Fungsi Produksi: Koefisien Determinasi Uji Statistik F Uji P-value Pemilihan model: -Pemeriksaan asumsi OLS
Efisiensi Faktor-Faktor Produksi
Keuntungan Petani
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pacet merupakan daerah yang memiliki luas areal penanaman bawang daun terluas dan penghasil bawang daun terbesar di Kabupaten Cianjur. Desa Sindangjaya dipilih berdasarkan rekomendasi dari
48
Penyuluh Pertanian Lapangan Kecamatan Pacet. Kegiatan pengambilan data dilakukan kurang lebih satu bulan, yaitu selama bulan Juli 2005. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan secara umum mengenai petani, data penggunaan sarana produksi dan biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu musim tanam serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi-insatnsi terkait, seperti Dinas Pertanian Cianjur, Badan Pusat statistik, Departemen Pertanian, dan sebagainya. Pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive). Dari kelompok tani yang seluruhnya berjumlah 55 orang, lalu dipilih 30 orang sebagai responden. Kriteria petani yang dipilih adalah petani yang menanam bawang daun pada satu musim tanam. 4.3.
Metode Analisis dan Pengolahan Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum usahatani bawang daun sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pe ndapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor -faktor produksi serta analisis efisiensi ekonomi faktor produksi. Tahap analisis data yang digunakan adalah dengan transfer data, editing serta pengolahan data menggunakan
49
Microsoft Excel, program MINITAB versi 13.30 for windows dan alat hitung kalkulator, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.
4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan petani bawang daun dalam penelitian ini akan dibedakan menjadi dua, yakni pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hal ini disebabkan pada umumnya petani hanya memperhitungkan biaya yang benar-benar dikeluarkan dalam bentuk uang tunai. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang yang benar -benar dikeluarkan oleh petani (explisit cost). Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan input milik keluarga sebagai biaya (imputed cost). Pendapatan tersebut dirumuskan sebagai berikut: ð = NP – BT – BD...............................................................................(4.1) dimana : ð
= Pendapatan
NP = Nilai produksi, hasil kali jumlah fisik produk dengan harganya BT = Biaya tunai BD = Biaya yang diperhitungkan NP-BT adalah pendapatan atas biaya tunai NP-(BT+BD) adalah pendapatan atas biaya total Untuk mengetahui besarnya perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya dari tiap-tiap usahatani maka digunakan R/C rasio. R/C rasio = Total Penerimaan/Total Biaya R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang
50
diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Apabila nilai R/C <1 berarti tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Sedangkan apabila R/C =1 berarti penerimaan yang diperoleh sama dengan unit biaya yang dikeluarkan.
4.3.2. Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor -faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan dalam bentuk suatu model. Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh peneliti, tetapi yang umum dan sering dipakai adalah fungsi produksi linier, fungsi produksi kuadratik , fungsi produksi akar pangkat dua, fungsi produksi CobbDouglas (Soekartawi, 2003).
1.
Fungsi Produksi Linier Berganda Rumus matematik dari fungsi produksi linier berganda dapat dituliskan
sebagai berikut:
Y
= f (X1, X2,……. Xi,……Xn); atau
Y
= a + b1 X1 + b2 X2 + …+biXi +….+ bn Xn ………………...……...(4.2)
dimana:
51
a
= intersep (perpotongan)
b
= koefisien regresi
Y
= variabel yang dijelaskan (dependent variabel); dan
X
= variabel yang menjelaskan (independent variabel).
Dalam fungsi produksi linier, isokuan berbentuk garis lurus dengan kemiringan konstan. Perubahan rasio penggunaan masukan dapat terjadi, tetapi tidak ada perubahan dalam kemiringan isokuan. 2.
Fungsi Produksi Kua dratik Rumus matematik dari fungsi produksi kuadratik biasanya dituliskan
sebagai berikut: Y
= f (Xi); atau dapat dituliskan
Y
= a + bX + cX2………………………………………………..….(4.3)
dimana: Y
= variabel yang dijelaskan (dependent variabel)
X
= variabel yang menjelaskan (independent variabel)
a,b,c = parameter yang diduga Agar persamaan (4.3) mempunyai arti ekonomi, maka fungsi produksi harus seperti pada Gambar 4. Hal itu berarti produksi mencapai maksimum bila X sama dengan – b / 2c dan koefisien b harus positif dan lebih besar daripada koefisien c dimana nilai koefisien c harus negatif. Y = a+bX-cX2
Y
C = negatif
0
X
52
Gambar 4. Bentuk Fungsi Produksi Kuadratik Sumber : Soekartawi, 2003
3.
Fungsi Produksi Akar Pangkat Dua Secara matematik, persamaan fungsi produksi akar pangkat dua dapat
dituliskan sebagai berikut: Y
= a0 + a1 X1½ + a11 X1
…………………………………………(4.4)
Bila X pangkat setengah ini diganti dengan inisial Z, maka fungsi produksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Y
= a0 + a1 Z + a11 Z2
Kalau diperhatikan, maka persamaan ini adalah persamaan kuadratik, sehingga dengan demikian penyelesaiannya adalah sama dengan penyelesaian fungsi kuadratik. Seperti halnya fungsi produksi kuadratik, maka kelemahan fungsi produksi akar pangkat dua pada umumnya akan tidak praktis bila jumlah variabelnya lebih dari tiga. Untuk penyelesaian persamaan yang mempunyai lebih dari tiga variabel dianjurkan untuk menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi, et al. , 1986)
4.
Fungsi Produksi Cobb-douglas Secara
sistematik,
fungsi
Cobb-Douglas
dapat
dituliskan
seperti
persamaan (4.5). Y = aX1 b1 X2 b2…. Xibi…. Xnbneu………………………………….….(4.5) Dimana:
Y = jumlah produksi Xi = jumlah faktor produksi ke -i yang digunakan
53
bi = besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi a =Konstanta, intersep, besaran parameter e = bilangan natural (2,781) u = sisa (Residual) i
=1,2,3,.....m
Dengan mentransformasikan dari fungsi Cob Douglas ke dalam bentuk linear logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut: LogY=log a + b1 log X1 + b2 log X2 + b 3 log X3 + bn logXn ..................(4.6) Menurut Doll dan Orazem (1984), penggunaan fungsi produksi Cob Douglas mempunyai beberapa keuntungan yaitu: (1) Perhitungan sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linear, (2) pada model ini koefisien pangkatnya sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam produksi, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi, (3) hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi pada fungsi ini juga dapat menunjukkan skala usaha atau return to scale atas perubahan faktor -faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang sedang berlangsung. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi bawang daun adalah luas lahan, jumlah bibit, jumlah penggunaan pupuk TSP, jumlah penggunaan pupuk Urea, jumlah penggunaan pupuk KCl, jumlah penggunaan pupuk kandang, jumlah penggunaan obat cair, jumlah penggunaan obat padat, jumlah penggunaan tenaga kerja pria dan wanita. Variabel-variabel
54
tersebut kemudian akan dicoba ke dalam model-model fungsi produksi di atas. Dari berbagai model yang dicoba, akan dipilih satu model fungsi produksi yang paling sesuai untuk digunakan. Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 1986) : 1)
Dapat dipertanggungjawabkan
2)
Mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi
3)
Mudah dianalisis
4)
Mempunyai implikasi ekonomi Menurut Ramanathan (1997) terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan
model yang baik, yaitu : 1.
Model yang terbaik secara statistik adalah model yang memiliki koefisien determinasi atau R-Sq adj yang paling tinggi. Semakin besar R-Sq maka model semakin akurat untuk digunakan dalam peramalan. Nilai R-Sq menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh variabel yang terdapat di dalam model, sedangkan sisanya dijalaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk ke dalam model.
2.
Model yang terbaik adalah model yang banyak memiliki variabel nyata. Banyaknya variabel nyata dari model tersebut dapat diketahui melalui uji-t dan uji P-value. Suatu variabel dinyatakan mempunyai
pengaruh
nyata pada taraf tertentu jika nilai t-hitung > t-tabel atau nilai P-value < á. Namun perlu juga dilihat apakah model tersebut layak atau tidak untuk menduga parameter dalam fungsi produksi. Uji kelayakan model dapat dilakukan melalui uji F. Model dinyatakan layak jika nilai F-hitung > F-
55
tabel, yang berarti juga paling sedikit ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 3.
Model yang terbaik adalah model yang sederhana dan sesuai dengan teori “goodness of fit”.
4.
Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai MSE sekecil mungkin (minimal = nol). Semakin kecil nilai MSE, maka model tersebut semakin akurat.
5.
Pendugaan parameter dari fungsi produksi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square) sehingga dengan sendirinya asumsi OLS harus terpenuhi. Syarat terpenuhinya asumsi OLS antara lain model linier dalam parameter, tidak terdapat autokorelasi (nilai Durbin Watson = 1,55 s/d 2,46), tidak terjadi multikolineraritas (VIF < 10), nilai tengah dari error = 0, dan komponen error terdistribusi normal). Berdasarkan kriteria tersebut, maka untuk menyelesaikan atau menduga
koefisien dari fungsi produksi digunakan metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square). Selanjutnya persamaan regresi tersebut dianalisis untuk memperoleh nilai t-hitung, P-value, F-hitung, dan R² . Nilai t-hitung dan P-value digunakan menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas atau Y. Apabila t-hitung > t-tabel atau P-value < á, berarti parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, dan bila t-hitung < t-tabel atau P-value > á, berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. Nilai f-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan yakni X1, X2 , ...., X10 secara
56
bersama -sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. R2 digunakan untuk melihat sampai sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y). Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 1.
Pengujian terhadap model penduga Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah model penduga ya ng diajukan
sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Hipotesis : Ho : b1 = b2 = .....= b10 = 0 Ho : b1
b2 ......
b10
0
Uji Statistik yang digunakan adalah uji F F-Hitung =
R2 k −1 1− R 2 (n − k )
(
)
Kriteria Uji: F-Hitung > F-Tabel (k-1, n-k)
Tolak Ho
F-Hitung < F-Tabel (k-1, n-k)
Terima H1
Untuk
memperhitungkan
pengujian,
dihitung
besarnya
koefisien
determinasi (R2). Untuk berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang terpilih. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
R2 =
Jumlah Kuadrat Regresi Jumlah Kuadrat Total
57
2.
Pengujian untuk masing-masing parameter Tujuannya adalah untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh
nyata terhadap peubah tidak bebas. Hipotesis: Ho : bi = 0 H1 : bi
0
; i = 1,2,3,.......,10,e
Uji statistik yang digunakan adalah: T-Hitung = bˆi-0 Sbi t-tabel
=t
/2(n-k)
dimana: ˆˆbi
= koefisien regresi ke-i yang diduga
Sbi
= standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga
Kriteria Uji: t-hitung > t -tabel atau P-value < , maka tolak Ho t-hitung < t -tabel atau P-value > , maka terima Ho dimana: k = jumlah variabel termasuk intersep n = jumlah pengamatan Jika tolak Ho artinya peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas dalam model dan sebaliknya, bila terima Ho artinya peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas. 4.4.
Konsep Pengukuran Variabel Peubah atau variabel yang diamati merupakan data dan informasi
mengenai usahatani bawang daun yang diusahakan petani pada satu musim tanam.
58
Dalam menganalisis pendapatan usahatani bawang daun, variabel-variabel yang diukur adalah: 1.
Luas Lahan garapan adalah luas areal usahatani bawang daun dalam satuan hektar (merupakan la han yang dipakai untuk menanam bawang daun).
2.
Modal adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat mesin, tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan untuk menghasilkan bawang daun.
3.
Tenaga Kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi baik untuk pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan Hari Kerja Pria (HKP) dengan lama kerja 5 jam per hari.
4.
Produksi total adalah hasil bawang daun yang didapat dari luas lahan tertentu setelah dibersihkan dari tanah yang menempel (dicuci dengan air), diukur dalam kilogram.
5.
Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk membeli pupuk, bibit, obat-obatan dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya yang dipergunkan untuk membayar pajak dan penyusutan alat-alat pertanian termasuk dalam biaya tetap tunai. Satuan yang dipergunakan adalah rupiah.
6.
Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input milik sendiri dan pemakaian upah tenaga kerja dalam keluarga, berdasarkan tingkat upah yang berlaku.
59
7.
Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan.
8.
Harga produk adalah harga bawang daun di tingkat petani dalam satu musim panen. Satuan yang dipergunakan adalah Rupiah per kilogram. Untuk menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam
usahatani bawang daun, fungsi produksi yang dianalisis adalah fungsi produksi per hektar usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya. Variabel-variabel yang diamati adalah: 1.
Lahan (X1) adalah tempat dimana petani melakukan kegiatan penanaman bawang daun. Lahan yang digunakan dianggap mempunyai tingkat kesuburan yang sama. Satuan pengukurannya adalah hektar. Biaya Korbanan Marjinal (BKM) dari lahan adalah besarnya sewa lahan tiap hektar yang diukur dalam rupiah (Rupiah/hektar) di tingkat usahatani.
2.
Jumlah bibit (X2) adalah jumlah kilogram bibit yang digunakan dalam sat u musim tanam bawang daun. BKM adalah harga bibit dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
3.
Pupuk TSP (X3) adalah jumlah kilogram pupuk TSP yang digunakan dalam satu musim tanam. BKM adalah harga pupuk TSP dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
4.
Pupuk Urea (X4) adalah jumlah kilogram pupuk Urea yang digunakan dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah harga pupuk Urea dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
60
5.
Pupuk KCl (X5) adalah jumlah kilogram pupuk KCl yang digunakan dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah harga pupuk KCl dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
6.
Pupuk Kandang (X6) adalah jumlah kilogram pupuk kandang yang digunakan dalam satu musim tanam. BKM adalah harga pupuk kandang dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.
7.
Obat Cair (X17) adalah jumlah liter obat cair yang digunakan dalam satu musim tanam. BKM adalah harga obat cair dalam satu liter (Rupiah/liter) di tingkat usahatani.
8.
Obat Padat (X8) adalah jumlah kilogram obat padat yang digunakan dalam satu musim tanam. BKM adalah harga obat padat dalam satu kilogram (Rupiah/liter) di tingkat usahatani.
9.
Tenaga kerja pria (X9 ) adalah jumlah jam kerja pria
yang digunakan
dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah besarnya tingkat upah pria yang dikeluarkan dalam satuan jam kerja. 10.
Tenaga kerja wanita (X10) adalah jumlah jam kerja wanita yang digunakan dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah besarnya tingkat upah wanita yang dikeluarkan dalam satuan jam kerja. BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Keadaan Umum dan Geografis Penelitian diadakan di Desa Sindangjaya yang berada di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Desa Sindangjaya terletak pada ketinggian antara 900-1.400
61
meter dpl dengan curah hujan rata-rata per tahun mencapai 2967 mm. Suhu ratarata antara 12-30 o C dengan kelembaban 71 persen. Jarak desa dari ibukota kabupaten terdekat sejauh ± 18 kilometer, jarak desa dari ibukota propinsi sejauh 90 kilometer. Jalan desa terbuat dari aspal dan sarana angkutan yang menjangkau desa ini sudah banyak baik berupa sepeda motor maupun kendaraan beroda empat. Desa Sindangjaya terletak di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi jawa Barat. Desa penelitian ini berbatasan dengan: -
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cimacan
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukanagalih
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Palasari
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukatani Luas wilayah Desa Sindangjaya secara keseluruhan adalah 414,2 Ha.
Pemanfaatan lahan desa sebagian besar digunakan untuk ladang. Sebagian kecil lainnya digunakan untuk perumahan, kolam dan fasilitas umum lainnya. Pemanfaatan lahan Desa Sindangjaya secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7.
Pemanfaatan Lahan Desa Sindangjaya, Tahun 2004
Fungsi Lahan Ladang Perkebunan besar Perkebunan rakyat Hutan lindung Kolam Perumahan Lain-lain Total
Luas Lahan (Ha) 219,00 0,00 0,00 78,00 2,20 20,00 95,00 414,20
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
Persentase (%) 52,88 0,00 0,00 18,83 0,53 4,83 22,93 100,00
62
Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan Desa Sindangjaya sebagian besar diperuntukkan bagi ladang, yakni sebanyak 52,88 persen. Penggunaan lahan untuk hutan lindung adalah sebesar 18,83 persen, kolam sebesar 0,53 persen, perumahan sebesar 4,83 persen dan lain -lain sebesar 22,93 persen. Dalam Laporan Tahunan Desa Sindangjaya (2004) dinyatakan bahwa jenis tanah Desa Sindangjaya adalah andosol dan regosol. Kedua jenis tanah tersebut merupakan tanah lempung ringan yang memiliki daya ikat dan drainase yang baik, tanah ini sangat cocok untuk penanaman bawang daun. Tingkat kesuburan meliputi tanah subur sebanyak 91,11 persen, tingkat kesuburan sedang sebanyak 7,33 persen dan kurang subur sebanyak 1,56 persen. dengan pH tanah antara 5,5-7,5
5.2.
Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
a.
Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin Berdasarkan data terakhir, penduduk Desa Sindangjaya berjumlah 11.311
jiwa dengan 2.753 kepala keluar ga yang terdiri dari 5.888 laki-laki atau sebesar 52,05 persen dan 5.423 perempuan atau sebesar 47,95 persen. Sebaran penduduk Desa Sindangjaya hampir merata pada semua golongan usia. Jumlah penduduk yang berada pada usia produktif (13-55 tahun) sebanyak 61,59 persen atau sebanyak 6.966 jiwa. Ini berarti ketersediaan tenaga kerja di Desa Sindangjaya terbilang banyak, termasuk untuk bidang pertanian (Tabel 8).
Tabel 8. Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 Golongan Umur (Tahun) 0-5
Jumlah (Jiwa) 1454,00
Persentase (%) 12,85
63
6-12 13-20 21-45 46-55 56-70 >70 Total
1808,00 1628,00 3863,00 1475,00 1034,00 49,00 11311,00
15,98 14,39 34,15 13,04 9,14 0,43 100,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
b.
Sebaran Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Ditinjau dari pendidikan, sebagian besar penduduk Desa Sindangjaya
berpendidikan tamat SD (Sekolah Dasar) yaitu sebanyak 5995 jiwa atau setara dengan 53,00 persen. Sementara itu masyarakat yang tidak tamat SD sebesar 23,49 persen. Masyarakat yang melanjutkan pendidikan hingga tamat SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) sebesar 14,70 persen, SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) sebesar 8,30 persen dan masyarakat yang tamat PT (Perguruan Tinggi) sebesar 0,49 perse n (Tabel 9). Tabel 9. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 Tingkat Pendidikan Tdk Tamat SD Tamat SD SLTP SLTA PT Total
Jumlah (Jiwa) 2658,00 5995,00 1663,00 939,00 56,00 11311,00
Persentase (%) 23,49 53,00 14,70 8,30 0,49 100,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
c.
Sebaran Penduduk menurut Mata Pencaharian. Mata pencaharian warga Desa Sindangjaya sebagian besar adalah sebagai
petani yakni sebanyak 69,99 persen (1927 jiwa). Pedagang sebanyak 18,56 persen (511 jiwa) merupakan mata pencaharian penduduk terbesar kedua, disusul kemudian dengan Swasta yaitu sebanyak 7,99 persen (220 jiwa). Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 10.
64
Tabel 10. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 Mata Pencaharian Petani PNS/ABRI Pensiunan Swasta Pedagang Lainnya Total
Jumlah Penduduk (Orang) 1927,00 55,00 22,00 220,00 511,00 18,00 2753,00
Persentase (%) 69,99 1,99 0,79 7,99 18,56 0,65 100 ,00
Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004
5.3.
Karakteristik Petani
5.3.1. Umur Petani Petani responden yang mengusahakan bawang daun di Desa Sindangjaya berusia antara 27-65 tahun. Petani responden tersebut dikelompokkan menjadi petani responden berumur 25-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun, 41-45 tahun, 46-50 tahun, 51-55 tahun, 56-60 tahun dan 61-65 tahun. Jika dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya antara 25-45 tahun, yakni sebesar 80 persen. Pembagian dan persentase dari masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 Umur 25-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60
Jumlah (Orang) 5,00 10,00 5,00 4,00 2,00 2,00 1,00
Persentase (%) 16,67 33,33 16,67 13,33 6,67 6,67 3,33
65
61-65 Jumlah
1,00 30,00
3,33 100,00
5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden Pendidikan formal petani responden yang paling rendah adalah pernah duduk di bangku sekolah dasar meskipun ada yang tidak tamat. Sedangkan pendidikan petani responden yang paling tinggi adalah tingkat SLTA (Tabel 12). Tabel 12. Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD Tamat SD SLTP SLTA Jumlah
Jumlah (Orang) 4,00 23,00 2,00 1,00 30,00
Persen (%) 13,33 76,67 6,67 3,33 100,00
Sebagian besar dari petani responden adalah tamat SD yaitu sebesar 76,67 persen dari total jumlah petani responden. Jadi dapat dikatakan walaupun 66,67 persen petani responden berusia produktif tetapi tingkat pendidikannya masih relatif rendah. Dilihat dari pengalaman usahatani bawang daun, maka hampir semua petani responden mempunyai pengalaman lebih dari empat tahun. Pengetahuan tentang budidaya bawang daun didapat petani secara turun temurun dari orang tua mereka, teknik budidayanyapun relatif seragam. Dari total petani responden, 96,67 persennya mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani bawang daun dan menggantungkan hidupnya dari bertani bawang daun, sedangkan 3,33 persennya menanam bawang daun hanya sebagai sampingan. Pengalaman petani Desa Sindangjaya dalam berusaha sayuran khususnya bawang daun berkisar antara 5 sampai dengan 40 tahun. Sebagian
66
besar petani yaitu sebanyak 53,33 persen mempunyai pengalaman 10-20 tahun. Sedangkan petani lainnya yaitu sebanyak 5 orang (16,67 persen) berpengalaman 21-30 tahun , 2 orang (6,67 persen) berpengalaman 31-40 tahun dan 7 orang (23,33 persen) berpengalaman kurang dari 10 tahun (Tabel 13). Tabel 13. Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 Pengalaman Usahatani (Tahun) Kurang dari 10 10-20 21-30 31-40 Jumlah
Jumlah (Orang) 7,00 16,00 5,00 2,00 30,00
Persentase (%) 23,33 53,33 16,67 6,67 100,00
5.3.3. Luas Lahan Garapan Luas lahan yang dimiliki oleh petani responden beragam yaitu dari luas lahan kurang dari 0,125 Ha sampai lebih dari 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani bawang daun di daerah penelitian merupakan usahatani kecil jika dilihat dari kepemilikan lahan oleh petani (Tabel 14). Tabel 14. Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 Luas Lahan (Ha) < 0,125 0,125 – < 0,25 0,25 - < 0,5 > 0,5 Jumlah
Jumlah (Orang) 16,00 8,00 4,00 2,00 30,00
Persentase (persen) 53,33 26,67 13,33 6,67 100,00
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden memiliki luas lahan kurang dari 0,125 Ha, yakni sebanyak 53,33 persen. Petani responden yang memiliki luas lahan antara 0,125-0,25 Ha sebanyak 26,67 persen, petani responden yang memiliki luas lahan antara 0,25-0,5 Ha sebanyak 13,33 persen dan petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0,5 Ha hanya 6,67 persen.
67
5.3.4. Gambaran Umum Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Sebagian besar penduduk Desa Sindangjaya (69,99 persen) bekerja sebagai petani. Komoditas utama yang biasa dibudidayakan oleh para petani adalah bawang daun. Kegiatan usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya relatif seragam, baik dalam proses kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyemprotan, penyiangan dan pemanenan. Faktor produksi yang digunakan petani bawang daun di Desa Sindangjaya adalah luas lahan, bibit, pupuk kimia, pupuk kandang, dan obat-obatan. Bibit bawang daun diperoleh dari kebun petani sendiri yang baru dipanen. Ketika panen petani biasanya tidak menjual seluruh hasil panen bawang daunnya tetapi disisakan untuk ditanam kembali. Petani pada umumnya menggunakan bibit berupa anakan yang diperoleh dari hasil panen sebelumnya, yang memang sengaja disisakan untuk bibit. Namun jika harga bawang daun sedang tinggi, biasanya petani akan menjual seluruh hasil panennya. Tanaman bawang daun yang akan dijadikan bibit diseleksi terlebih dahulu dengan memilih tanaman bawang daun yang bagus pertumbuhannya dan mempunyai banyak anakan. Pupuk yang digunakan untuk usahatani bawang daun adalah pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk ZA, pupuk NPK dan pupuk kandang. Pupuk tersebut biasanya dibeli dari pasar terdekat yaitu pasar Cipanas atau warung yang ada di desa tersebut. Obat-obatan yang digunakan petani bawang daun di Desa Sindangjaya pada umumnya adalah antrakol, kurakron dan durusban. Obat-obatan diperlukan untuk mencegah maupun mengobati tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.
68
Budidaya bawang daun dimulai dengan tahap pengolahan lahan dan penanaman. Pada tahap pengolahan lahan, petani mencangkul tanah supaya gembur, setelah itu petani membuat lubang tanam. Pada tahap pembuatan lubang tanam petani biasanya tidak terlalu memperhatikan jarak tanam karena umumnya mengukur berdasarkan jengkal tangan, jarak antara lubang satu dengan lainnya adalah satu jengkal tangan. Kemudian lubang di buat dengan menancapka n jari telunjuk, setelah itu bibit bawang daun ditanam pada lubang tersebut. Waktu penanaman umumnya dilakukan pagi hari, untuk mencegah layu bawang daun. Setelah
penanaman,
dilakukan
pemeliharaan
meliputi
kegiatan
pemupukan, penyiangan dan penyemprotan. Pada umumnya petani melakukan penyiangan setelah tiga minggu ditanam. Penyiangan umumnya dilakukan 1-2 kali dalam satu musim tanam, satu kali penyiangan biasanya menghabiskan waktu 2-7 hari. Untuk penyiangan umumnya dilakukan oleh wanita. Sedangkan untuk penyemprotan dan pemupukan dilakukan oleh laki-laki yang biasanya adalah pemilik lahan itu sendiri. Pada minggu ke dua dilakukan pemberian pupuk kimia seperti pupuk TSP yang dicampur dengan pupuk Urea dan KCl dengan perbandingan yang tidak tertentu. Banyak petani yang tidak memperhatikan perbandingan dalam pemberian pupuk tersebut. Pemberian pupuk kimia biasanya dilakukan 3 kali dalam satu musim tanam. Pemberian pupuk kandang dilakukan pada saat pengolahan lahan dan penanaman bawang daun. Frekuensi
penyempr otan
untuk
satu
musim
tanam
berbeda-beda
tergantung dari tingkat serangan hama pada tanaman bawang daun. Hama dan penyakit pada tanaman bawang daun di Desa Sindangjaya adalah ulat tanah,
69
busuk daun, bercak ungu, serta hama suridat yang sudah hampir setahun menyerang daerah penelitian. Pada umumnya dilakukan lebih dari 3 kali penyemprotan untuk satu musim tanam. Pemanenan biasanya dilakukan kurang lebih setelah bawang daun berumur 3 bulan setelah tanam. Petani bawang daun di Desa Sindangjaya biasanya menanam bawang daun dari bibit anakan karena lebih praktis dan cepat menghasilkan. Umur panen bawang daun dapat diperpanjang oleh petani jika mereka belum memanennya karena harga pasar yang kurang menguntungkan. Kegiatan pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari agar hasil panen tidak cepat mengalami kelayuan. Untuk pemanenan dilakukan oleh tenaga kerja pria. Kegiatan pemanenan cukup berat yaitu mencabut, mengikat, menimbang dan mengangkutnya ke jalan. Petani di Desa Sindangjaya menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul yang ada di desa itu. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah tunai tetapi ada juga yang membayar setelah sehari bahkan seminggu setelah penjualan. Dalam penentuan harga sebagian besar ditentukan oleh pedagang pengumpul. Jadi kekuatan tawar-menawar petani lemah karena sangat tergantung pada pedagang pengumpul (tengkulak). Petani yang menjual hasil panen langsung ke pasar biasanya petani yang memiliki modal besar, tanah luas dan memiliki kendaraan sendiri (losbak). Petani tersebut biasanya menjual hasil panen ke pasar-pasar yang berada di Jakarta seperti pasar Kramat Jati dan pasar Rebo. Petani yang menjual hasil panennya langsung ke konsumen, biasanya hanya untuk penjualan dalam skala kecil. Misalnya dijual kepada petani lain untuk dijadikan bibit.
70
71
BAB VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN 6.1.
Analisis Penggunaan Sarana Produksi Budidaya bawang daun relatif mudah. Bawang daun tidak mengenal
musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu penanaman dan pema nenan tidak seragam. Petani di Desa Sindangjaya pada umumnya menanam bawang daun pada lahan yang sempit dan terpencar-pencar dengan waktu penanaman dan pemanenam yang berbeda -beda. Pada umumnya petani Desa Sindangjaya menggunakan sebagian lahan untuk menanam bawang daun secara khusus, dan lahan sisanya digunakan petani untuk melakukan tumpangsari tanaman bawang daun dengan tanaman lain seperti wortel, daun mint, dll. Tanaman bawang daun merupakan tanaman utama yang diusahakan oleh petani bawang daun. 6.1.1. Sarana Produksi Bibit Petani bawang daun di Desa Sindangjaya lebih sering melakukan pembibitan secara vegetatif atau anakan, selain karena harganya murah juga mudah didapatkan. Satu bibit dapat menghasilkan 7-10 anakan dalam satu musim tanam. Petani di daerah penelitian, sebagian besar memperoleh bibit bawang daun dari produksi sendiri. Maksudnya adalah bawang daun yang dipanen tidak dijual seluruhnya, sebagian disisakan untuk musim tanam berikutnya. Pertimbangan lain dengan menggunakan bibit anakan adalah bahwa bibit generatif yang berupa biji memerlukan waktu yang lama untuk panen dibandingkan bibit anakan. Bibit berupa biji juga relatif sulit untuk didapatkan di pasaran. Penggunaan bibit anakan memberikan keuntungan yaitu penghematan biaya produksi yang cukup besar karena pada usahatani bawang daun, biaya bibit
72
adalah biaya yang terbesar. Kalau petani membeli bibit akan sangat memberatkan, karena harga bibit adalah sama dengan harga jual bawang daun itu sendiri. Pengadaan sarana produksi bawang daun untuk bibit anakan di Desa Sindangjaya relatif lancar dan cukup tersedia. Hal ini disebabkan hampir seluruh masyarakat mengandalkan pertaniannya dari menanam bawang daun, sehingga kebutuhan bibit para petani dapat terpenuhi dari daerah setempat. Sedangkan untuk bibit generatif berupa biji, selain sulit didapatkan harganyapun relatif mahal yaitu sebesar Rp 20.000,- per gram.
6.1.2. Sarana Produksi Pupuk Petani di Desa Sindangjaya menggunakan pupuk kimia dan pupuk kandang dalam kegiatan usahataninya. Pupuk-pupuk tersebut merupakan sarana produksi yang sangat penting bagi kelangsungan usahatani bawang daun. Petani bawang daun di lokasi penelitian mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi dalam hal penggunaan pupuk untuk meningkatkan produksinya. a.
Pupuk Kimia Pupuk kimia yang digunakan petani bawang daun di Desa Sindangjaya
adalah pupuk TSP, Urea, KCl, ZA dan NPK. Pupuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk TSP, Urea dan KCl. Sedangkan pupuk ZA dan NPK jarang digunakan oleh petani karena pupuk ZA mempunyai fungsi yang sama dengan pupuk urea, sedangkan pupuk NPK mempunyai fungsi yang sama dengan pupuk TSP, Urea dan KCl. Jadi apabila petani sudah menggunakan pupuk Urea maka petani tidak menggunakan pupuk ZA. Pupuk kimia tersebut didapatkan dengan cara membeli ke pasar Cipanas ma upun dari toko/warung terdekat.
73
Pengadaan pupuk kimia di daerah penelitian relatif lancar, hal ini dikarenakan banyak toko/warung yang menjual pupuk kimia tersebut. Penggunaan pupuk kimia di daerah penelitian juga beragam sesuai dengan luas lahan yang dimiliki. Berdasarkan perhitungan, rata-rata pemakaian pupuk kimia pada usahatani bawang daun di daerah penelitian per hektar adalah TSP sebanyak 344,97 kilogram per hektar, Urea sebanyak 257,61 kilogram per hektar, KCl sebanyak 199,70 kilogram per hektar, ZA sebanyak 62,08 kilogram per hektar dan NPK sebanyak 113,03 kilogram per hektar. b.
Pupuk Kandang Pengadaan pupuk kandang di lokasi penelitian relatif tersedia dengan
lancar karena didaerah penelitian tersebut banyak toko/warung yang menjual pupuk kandang. Pupuk kandang ini merupakan pupuk yang dinilai menjadi keharusan bagi petani bawang daun maupun petani lainnya yang menanam komoditas lain dalam usahataninya. Hal ini disebabkan pupuk kandang menjadi pupuk dasar dalam memberikan kesuburan bagi tanaman. Pemaka ian pupuk kandang untuk usahatani bawang daun di daerah penelitian bervariasi sesuai dengan kebutuhan untuk setiap luas lahan yang diusahakannya. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per hektar di Desa Sindangjaya adalah sebanyak 6.913,51 kilogram atau sebanyak 138 karung (1 karung berisi 50 kilogram pupuk kandang), dengan harga rata -rata per kilogramnya adalah sebesar Rp 300,-. Total biaya yang harus dikeluarkan untuk pupuk kandang per hektar adalah Rp 2.074.053,-.
74
6.1.3. Sarana Produksi Obat-Obatan Penggunaan oba t-obatan dilakukan sebagai langkah preventif untuk mencegah datangnya serangan hama. Bagi petani bawang daun di lokasi penelitian penyemprotan merupakan suatu keharusan dengan tujuan untuk mencegah adanya serangan hama. Penyemprotan biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari, karena pada waktu tersebut hama dan penyakit menyerang tanaman bawang daun. Penyemprotan dilakukan sebanyak 5-7 kali dalam satu musim tanam bawang daun. Obat-obatan yang digunakan petani terdiri dari obat cair dan obat padat. Obat cair yang digunakan adalah kurakron dan durusban, obat cair ini digunakan petani untuk mencegah atau membunuh hama ulat tanah. Dosis anjuran pemakaian obat cair adalah 3 liter per hektar untuk satu kali penyemprotan. Obat padat yang digunakan petani adalah antrakol, obat padat ini digunakan petani untuk mencegah ataupun mengobati penyakit busuk daun dan bercak ungu pada tanaman. Dosis anjuran pemakaian obat padat yaitu 4 kilogram per hektar untuk satu kali penyemprotan. Rata-rata dosis obat cair yang digunaka n petani responden adalah 16,80 liter per hektar, dan dosis obat padat yang digunakan petani responden adalah 15,05 kilogram per hektar, maka pengeluaran petani responden untuk obat cair adalah sebesar Rp 1.165.800,-, sedangkan untuk obat padat adalah sebesar Rp 677.250,-. Penggunaan obat-obatan di Desa Sindangjaya sangat intensif dilakukan walaupun tanaman belum terserang hama dan penyakit tetapi petani sudah melakukan penyemprotan untuk mencegah datangnya serangan hama dan penyakit yang akan merusak dan mematikan tanaman bawang daun. Tindakan
75
tersebut dilakukan agar hasil panen bawang daun dalam keadaan segar, daunnya bulat, tidak berlubang dan tidak layu sesuai dengan keinginan pembeli.
6.1.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani bawang daun di daerah penelitian adalah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), TKLK dan TKDK terdiri dari pria dan wanita. Tenaga kerja laki-laki baik yang berasal dari luar maupun dalam keluarga digunakan untuk pekerjaan se perti pengolahan lahan, penanaman, pemupukan , penyemprotan dan pemanenan. Ada juga sebagian kecil tenaga kerja wanita yang terlibat pada tahap pengolahan lahan dan penanaman. Sedangkan untuk penyiangan umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Pengadaan TKLK di Desa Sindangjaya mudah terpenuhi, karena banyak penduduk Desa Sindangjaya yang berprofesi sebagai buruh tani, sehingga pengadaan TKLK relatif mudah di dapatkan. Sedangkan untuk pengadaan TKDK berasal dari anggota keluarga petani sendiri (baik istri maupun anak serta saudara yang tinggal di rumahnya). Berdasarkan hasil analisa, penggunaan TK per hektar dalam usahatani bawang daun selama satu musim tanam di daerah penelitian adalah TKLK pria sebanyak 1.375,21 jam kerja, TKLK wanita sebanyak 1.073,18 jam kerja sedangkan penggunaan TKDK pria sebanyak 510,84 jam kerja dan TKDK wanita sebanyak 30,42 jam kerja (Tabel 15). Nilai upah pekerja laki-laki adalah Rp 2.400,- per jam sedangkan upah untuk pekerja wanita adalah Rp 1.200,- per jam. Lamanya jam kerja per hari adalah 5 jam, mulai dari jam 07.00 pagi sampai jam 12.00 siang.
76
Tabel 15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun untuk Satu Musim Tanam di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 KEGIATAN 1. Pengolahan lahan dan penanaman
Jumlah (Jam / Ha) TKLK TKDK Pria Wanita Pria Wanita 1.045,34 32,64 215,47 9,86
2. Penyiangan
-
1.040,54
-
20,56
3. Pemupukan
47,36
-
110,41
-
4. Penyemprotan
61,03
-
143,64
-
221,48
-
41,33
-
1.375,21
1.073,18
510,84
30,42
5. Pemanenan Jumlah
Keterangan: TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga, TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga
6.1.5. Alat-alat Pertanian Alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani bawang daun tidak berbeda dengan alat pertanian yang dipakai oleh petani sayuran pada umumnya yaitu cangkul, hand spayer, parang dan gacok. Cangkul dan gacok digunakan untuk menggemburkan tanah. Hand sprayer digunakan untuk menyemprot obat-obatan pada tanaman bawang daun, sedangkan parang digunakan untuk memanen bawang daun. Peralatan tersebut biasanya adalah milik sendiri. Sebagian besar petani tidak selalu membeli alat pertanian setiap musim tanamnya. Hal ini disebabkan alat-alat tersebut dapat digunakan lebih dari satu kali musim tanam. Biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan selama usahatani dibebankan ke dalam biaya yang diperhitungkan. Untuk satu hektar lahan, alatalat saprodi yang digunakan adalah tiga buah cangkul dengan harga Rp 25.000,per buah, satu buah hand sprayer dengan harga Rp 250.000,- per buah, dua buah parang dengan harga Rp 15.000,- per buah dan dua buah gacok dengan harga Rp 10.000,- per buah. Pembebanan penyusutan alat-alat saprodi menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) karena umur alat yang dimiliki petani
77
responden relatif seragam. Nilai penyusutan alat rata -rata per MT adalah sebesar Rp 25.000,- (Tabel 16). Tabel 16. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya per Satu Musim Tanam (MT), Tahun 2005 Jenis Alat Cangkul Hand sprayer Parang Gacok
6.2.
Jumlah Harga/Satuan Nilai (Unit) (Rp/Unit) (Rp) 3 25.000 75.000 1 250.000 250.000 2 15.000 30.000 2 10.000 20.000 Jumlah Penyusutan per MT
Umur Teknis (Tahun) 3 10 1 1
Penyusutan (Rp/MT) 6.250 6.250 7.500 5.000 25.000
Analisis Pendapatan Usahatani Bawang daun Analisis pendapatan ini meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan
analisis pendapatan atas biaya tunai. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang daun terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang meliputi biaya untuk pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk ZA, pupuk NPK, obat padat, obat cair, biaya untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) , dan pajak lahan. Sedangkan yang termasuk biaya diperhitungkan adalah biaya untuk bibit, biaya penyusutan alat, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Rata-rata pendapatan per hektar usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat dilihat pada Tabel 17. Berdasarkan Tabel 17, komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarka n oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu sebesar Rp 15.282.713,52,atau 56,52 persen dari total biaya. Biaya pengadaan bibit termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena selama satu musim tanam, petani responden tidak ada yang membeli bibit, melainkan diperoleh dari sisa hasil panen musim tanam sebelumnya.
78
Komponen biaya produksi terbesar kedua adalah biaya untuk tenaga kerja, terutama untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yaitu sebesar 16,97 persen dari biaya total, dimana TKLK yang digunakan terdiri dari TKLK pria dan TKLK wanita. Petani bawang daun di Desa Sindangjaya biasanya menggunakan jasa Tabel 17. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Desa Sindangjaya per Hektar Untuk Satu Musim Tanam No
Uraian
Jumlah Total Penerimaan Biaya Tunai A. Penggunaan TKLK 1. TKLK Pria 2. TKLK Wanita B. Penggunaan Pupuk 1. Pupuk Kandang 2. Pupuk TSP 3. Pupuk Urea 4. Pupuk ZA 5. Pupuk KCl 6. Pupuk NPK C. Penggunaan Obatobatan: 1. Padat 2. Cair E. Pajak Lahan Jumlah Total Biaya Tunai III Biaya Diperhitungkan A. Bibit B. Penyusutan Alat C. Penggunaan TKDK 1. TKDK Pria 2. TKDK Wanita Jumlah Total Biaya Diperhitungkan VI Jumlah Biaya Total Pendapatan atas biaya VII tunai Pendapatan atas biaya VIII total IX R/C rasio atas biaya tunai X R/C rasio atas biaya total
Satuan
Harga/ Satuan
Jumlah Fisik
I II
Nilai (Rp)
%
58.793.362,72
Jam Jam
2.400,00 1.375,21 1.200,00 1.073,18
3.300.504,00 1.287.816,00
12,21 4,76
Kg Kg Kg Kg Kg Kg
300,00 6.913,51 1.623,33 344,97 1.200,00 257,61 1.200,00 62,08 2.000,00 199,70 3.000,00 113,03
2.074.053,00 560.000,15 309.132,00 74.496,00 399.400,00 339.090,00
7,67 2,07 1,14 0,28 1,48 1,25
677.250,00 1.165.800,00 282.424,24 10.469.965,39
2,50 4,31 1,04 38,72
2.823,33 5.413,01 15.282.713,52 25.000,00
56,52 0,09
Kg 45.000,00 Liter 72.500,00 Ha
Kg
Jam Jam
2.400,00 1.200,00
15,05 16,80
510,84 30,42
1.226.016,00 36.504,00
4,53 0,13
16.570.233,52 27.040.198,92
61,28 100,00
48.323.397,33 31.753.163,80 5,62 2,17
79
TKLK untuk kegiatan yang relatif menghabiskan banyak waktu dan tenaga, seperti pengolahan lahan, penyiangan dan penanaman. TKLK pria yang digunakan seluruhnya adalah sebanyak 1.375,21 jam per hektar. Sedangkan TKLK wanita yang digunakan seluruhnya adalah sebanyak 1.073,18 jam per hektar. Tingkat upah rata-rata tenaga kerja pria adalah Rp 2.400,- per jam, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk TKLK pria adalah sebesar Rp 3.300.504,- atau 12,21 persen. Sedangkan tingkat upah rata -rata tenaga kerja wanita adalah Rp 1.200,- per jam, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk TKLK wanita adalah Rp 1.287.816,- atau 4,76 perse n. Biaya TKDK yang dikeluarkan petani adalah sebesar 4,66 persen dari biaya total, dimana biaya untuk TKDK pria yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.226.016,- atau 4,53 persen dan biaya untuk TKDK wanita adalah sebesar Rp36.504,- atau 0,13 persen. Pengelu aran yang ke tiga adalah biaya untuk pupuk yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Biaya untuk pupuk kandang adalah Rp 2.074.053,- atau 7,67 persen dari biaya total. Pupuk kandang merupakan pupuk yang terbanyak digunakan pada usahatani bawang daun yaitu sebanyak 6.913,51 kilogram per hektar, dimana harga pupuk kandang per kilonya Rp 300,-. Kegunaan dari pupuk kandang diantaranya adalah memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, porositas tanah, struktur tanah dan menahan air tanah. Pengeluaran untuk pupuk kimia adalah sebesar 6,22 persen dari total biaya yang meliputi biaya untuk pupuk TSP sebesar Rp 560.000,- atau 2,07 persen, untuk pupuk Urea sebesar Rp 309.132,- atau 1,14 persen, untuk pupuk ZA sebesar Rp 74.496,- atau 0,28 persen, untuk pupuk KCl sebesar Rp 399.400,- atau 1,48 persen, dan untuk pupuk NPK sebesar Rp 339.090,- atau 1,25 persen. Penggunaan pupuk kimia diperlukan untuk
80
pertumbuhan tanaman karena pupuk kimia dapat menambah kekurangan unsur hara Nitrogen (N), Phosphat (P), dan Kalium (K) yang terkandung di dalam tanah yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya, biaya terbesar ke empat adalah biaya untuk obat-obatan yang digunakan sebagai tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap hama dan penyakit tanaman. Biaya yang harus dikeluarkan untuk obat cair adalah sebesar Rp 1.165.800,- atau 4,31 persen dan biaya untuk obat padat adalah sebesar Rp 677.250,- atau 2,50 persen. Ketersediaan dana bagi obat-obatan harus selalu tersedia, karena tindakan pencegahan dan pengobatan terhadap serangan hama dan penyakit harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah agar tanaman lain yang sehat tidak tertular. Pengeluaran usahatani bawang daun lainnya adalah pajak lahan. Nilai pajak lahan biasanya ditentukan oleh lokasi da n kualitas lahan tersebut, seperti jarak terhadap sarana transportasi dan tingkat kesuburannya. Semakin strategis lokasi atau tingkat kesuburannya maka akan semakin tinggi nilai pajak lahan. Biaya untuk pajak lahan per hektar adalah sebesar Rp 282.424.24,-. Alat-alat yang digunakan pada usahatani bawang daun adalah cangkul, hand sprayer, parang dan gacok. Metode perhitungan penyusutan alat menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) karena umur alat yang dimiliki petani responden relatif seragam. Nilai penyusutan alat rata -rata per musim tanam adalah sebesar Rp 25.000,-. Bawang daun dapat dipanen pada saat tanaman berumur 3 bulan. Dari satu hektar lahan bawang daun rata-rata dapat menghasilkan produksi 2.0824,12 kg dengan harga rata -rata pada tingkat petani sebesar Rp 2.823,33,-/ kg, sehingga
81
rata-rata total penerimaan yang di dapat petani sebesar Rp 58.793.362,72,-/ ha. Apabila rata-rata total pengeluaran per hektar sebesar Rp 27.040.198,92,-, maka pendapatan atas biaya totalnya adalah Rp 31.753.163,80,-. Sedangkan apabila pengeluaran tunainya sebesar Rp 10.469.965,39,-, maka pendapatan atas biaya tunainya adalah Rp 48.323.397,33,-. Dengan demikian R/C atas biaya total dan tunainya adalah 2,17 dan 5,62, artinya dari setiap rupiah yang dipakai untuk usahatani bawang daun dapat memberikan penerimaan sebesar Rp 2,17,- dan Rp 5,62,-. Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat memberikan keuntungan bagi petani walaupun tingkat produksinya rendah yaitu 20.824,12 kilogram (20,82 ton) per hektar jika dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu 40 ton per hektar. Oleh sebab itu petani terus mempertahankan kegiatan usahatani bawang daun, karena petani merasa mendapat keuntungan dari usahatani tersebut. Usahatani bawang daun merupakan usaha yang sudah mereka warisi secara turun temurun sehingga petani tidak mau meninggalkan kegiatan usahatani tersebut, selain itu petani mendapatkan uang hanya dari kegiatan usahatani tersebut. Jadi petani mengusahakan usahatani bawang daun untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
82
BAB VII ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI BAWANG DAUN
7.1.
Analisis Pemilihan Fungsi Produksi Hubungan antara faktor -faktor produksi yang mempengaruhi produksi
dapat dimodelkan ke dalam suatu fungsi produksi. Dalam kasus penelitian tertentu diperlukan analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang cocok. Sebelum menentukan fungsi produksi yang baik, maka dilakukan pendugaan dan pengujian model fungsi produksi dengan melihat R2, uji statistik F dan uji P-value untuk melihat faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi. Pada penelitian ini model fungsi produksi yang diajukan adalah model fungsi linier berganda dan model fungsi produksi Cobb-douglas dengan menggunakan penduga metode OLS (Ordinary Least Square). 1.
Model Fungsi Produksi linier Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan model ini adalah luas
lahan (X1), jumlah bibit (X2), jumlah pupuk TSP (X3), jumlah pupuk Urea (X4), jumlah pupuk KCl (X5), jumlah pupuk kandang (X6), jumlah obat cair (X7), jumlah obat padat (X8), jumlah pemakaian tenaga kerja pria (X9), jumlah pemakaian tenaga kerja wanita (X10). Kesemua faktor produksi tersebut merupakan peubah bebas (X) yang akan menduga produksi bawang daun (Y). Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model linier adalah: Y=
- 513 + 3944 X1 + 1.38 X2 – 4,17 X3 + 5,35 X4 + 6,16 X5 + 0,69 X6 – 26,4 X7 + 406 X8 + 1,09 X9 + 1,52 X10 Dari hasil pendugaan model linier berganda diperoleh koefisien
determinasi (R2) sebesar 98,9 persen sedangkan koefisien determinasi terkoreksi
83
(Radj) sebesar 98,4 persen (Lampiran 1). Angka ini menunjukkan bahwa 98,4 persen persen dari variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas yang menerangkan yaitu pemakaian luas lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Sedangkan 1,6 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti faktor-faktor produksi secara bersama -sama mempengaruhi produksi. Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dilakukan dengan uji Pvalue, uji tersebut menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, bibit, pupuk Urea, pupuk kandang dan obat padat nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, untuk pupuk TSP, pupuk KCl dan tenaga kerja wanita nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Sedangkan untuk tenaga kerja pria nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen (Tabel 18). Tabel 18. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Linier Berganda Penduga Konstanta Luas Lahan (X1) Bibit (X2) Pupuk TSP (X3) Pupuk Urea (X4) Pupuk KCl (X5) Pupuk Kandang (X6) Obat Cair (X7) Obat Padat (X8) Tenaga Kerja Pria (X9) Tenaga Kerja Wanita (X10) R-Sq = 98,9% R-Sq(adj) = 98,4% F hitung = 176,79 F Tabel = 3,36
Koefisien regresi -512,90 3944,00 1,38 -4,17 5,35 6,16 0,69 -26,43 406,32 1,09 1,52
Keterangan: * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95persen ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen
Simpangan Baku 211,80 1820,00 0,28 2,96 1,99 4,18 0,13 76,75 89,23 0,86 0,84
Peluang 0,03 0,04* 0,00* 0,18** 0,01* 0,16** 0,00* 0,73 0,00* 0,22*** 0,09**
84
2.
Model Fungsi Produksi Cobb -Douglas Peubah-peubah bebas yang dimasukkan ke dalam model ini sama dengan
model pertama, yaitu luas lahan (X1), jumlah bibit (X2), jumlah pupuk TSP (X3), jumlah pupuk Urea (X4), jumla h pupuk KCl (X5), jumlah pupuk kandang (X6), jumlah obat cair (X7), jumlah obat padat (X8), jumlah pemakaian tenaga kerja pria (X9), jumlah pemakaian tenaga kerja wanita (X10). Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model Cobb-Douglas adalah: Ln Y = 2,95 + 0,173 Ln X1 + 0,330 Ln X2 – 0,0051 Ln X3 + 0,0434 Ln X4 + 0,0410 Ln X5 + 0,186 Ln X6 – 0,0600 Ln X7 + 0,162 Ln X8 + 0,0917 X9 + 0,251 Ln X10 Dari
hasil
pendugaan
model
Cobb-Douglas
diperoleh
koefisien
determinasi (R2) sebesar 97,7 persen sedangkan koefisien determinasi terkoreksi (Radj) sebesar 96,5 persen (Lampiran 2). Angka ini menunjukkan bahwa 96,5 persen persen dari variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel bebas yang menerangkan yaitu pemakaian luas lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Sedangkan 3,5 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti faktor-faktor produksi secara bersama -sama mempengaruhi produksi. Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dilakukan dengan uji Pvalue, uji tersebut menunjukkan bahwa faktor produksi bibit, pupuk kandang, obat padat dan tenaga kerja wanita nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. P-value untuk lahan, pupuk KCl dan obat cair nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Nilai P-value untuk pupuk Urea dan tenaga kerja pria nyata pada tingkat
85
kepercayaan 75 persen. Sedangkan nilai P-value untuk pupuk TSP tidak nyata (Tabel 19). Tabel 19. Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Penduga Konstanta Luas Lahan (X1) Bibit (X2) Pupuk TSP (X3) Pupuk Urea (X4) Pupuk KCl (X5) Pupuk Kandang (X6) Obat Cair (X7) Obat Padat (X8) Tenaga Kerja Pria (X9) Tenaga Kerja Wanita (X10) R-Sq = 97,7% R-Sq(adj) = 96,5% F hitung = 80,57 F Tabel = 3,36
Koefisien regresi 2,95 0,17 0,33 -0,01 0,04 0,04 0,19 -0,06 0,16 0,09 0,25
Simpangan Baku 0,95 0,12 0,10 0,05 0,03 0,03 0,05 0,04 0,06 0,07 0,07
Peluang 0,01 0,16** 0,00 * 0,92 0,20*** 0,15** 0,00* 0,18** 0,01* 0,21*** 0,00*
Keterangan: * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95persen ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen
Setelah melakukan pendugaan dan pengujian terhadap fungsi produksi, tahap selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap asumsi OLS dengan melihat masalah multikolinear, MSE dan autokorelasi. Untuk model fungsi produksi linier berganda terdapat masalah multikolinear, hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang lebih besar dari 10. Model linier berganda memiliki MSE yang besar yaitu 157786, sehingga model fungsi linier berganda tidak dapat dipilih sebagai model yang baik. Sedangkan pada model fungsi produksi Cobb-Douglas tidak terdapat masalah multikolinear, hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang lebih kecil dari 10. Model Cobb-Douglas memiliki MSE yang kecil yaitu 0,0297 (Tabel 20). Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson, jika nilai Durbin Watson
86
berada diantara 1,55 dan 2,46, maka kedua model tersebut tidak memiliki masalah autokorelasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas karena memenuhi asumsi OLS yaitu tidak terdapat masalah moltikolinear, MSE kecil dan tidak terdapat autokorelasi. Tabel 20. Nilai VIF, MSE, Durbin Watson Model Linier berganda dan Model Cobb-Douglas Faktor Produksi Luas Lahan (X1) Bibit (X2) Pupuk TSP (X3) Pupuk Urea (X4) Pupuk KCl (X5) Pupuk Kandang (X6) Obat Cair (X7) Obat Padat (X8) Tenaga Kerja Pria (X9) Tenaga Kerja Wanita (X10) MSE Durbin Watson
VIF Model Linier Berganda Model Cobb-Douglas 14,3 9,2 13,0 7,9 7,0 2,4 5,5 2,9 9,9 2,2 2,9 2,1 1,3 1,2 1,6 2,1 5,3 4,2 4,3 4,4 157786 0,0297 2,07 2,28
7.2. Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha Seperti telah diketahui bahwa dalam model fungsi produksi CobbDouglas, besaran koefisien regresi merupakan elastisitas produksi dari variabelvariabel tersebut. Nilai koefisien regresi dari masing-masing faktor produksi bertanda positif, kecuali untuk faktor produksi pupuk TSP dan Obat cair. Angka yang negatif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara produksi dengan penggunaan faktor produksi. Luas lahan (X1) Rata-rata luas lahan di daerah penelitian adalah 0,17 hektar. Luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi dan nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Nilai elastisitas lahan dalam fungsi produksi usahatani bawang daun
87
sebesar 0,17 yang artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1 persen akan diikuti peningkatan jumlah produksi sebesar 0,17 persen dengan faktor -faktor lain tetap. Oleh karena itu petani masih dapat menambah luas lahan yang digarap karena akan meningkatkan hasil produksi. Namun pada kondisi dilapangan penambahan luas lahan adalah tidak mudah. Hal ini dikarenakan tanah atau lahan merupakan faktor alam yang jumlahnya terbatas apalagi dengan banyaknya penggunaan lahan untuk perumahan. Selain itu diperlukan tambahan modal untuk menambah luas lahan. Bibit (X2) Penggunaan rata-rata bibit pada luas lahan sebesar 0,17 hektar adalah 936,67 kilogram. Faktor produksi bibit berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Bibit yang digunakan di lokasi penelitian adalah bibit vegetatif yaitu bibit yang berasal dari bawang daun itu sendiri. Petani menggunakan bibit ini karena mudah di dapat dan umur panen lebih cepat. Satu bibit akan menghasilkan 7-10 anakan. Oleh sebab itu bibit berpengaruh terhadap jumlah produksi bawang daun. Besarnya pengaruh bibit terhadap produksi adalah sebesar 0,33 yang menunjukkan bahwa penambahan penggunaan bibit sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi bawang daun sebesar 0,33 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada pada daerah rasional. Pupuk TSP (X3) Pemakaian pupuk TSP berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap produksi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena fungsi pupuk TSP adalah
88
untuk pembentukan bunga sedangkan tanaman bawang daun yang dipanen adalah batang dan daunnya, sehingga pemakaian pupuk TSP tidak berpengaruh nyata. Untuk luas lahan rata-rata 0,17 hektar, penggunaan pupuk TSP adalah 52,28 kilogram. Besarnya pengaruh pupuk TSP terhadap produksi adalah sebesar 0,01 yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk TSP sebesar 1 persen akan menurunkan produksi sebesar 0,01 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berada pada daerah tidak rasional (irrasional). Pupuk Urea (X4) Faktor produksi pupuk Urea berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen. Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik baik alami ataupun buatan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyuplai satu atau lebih unsur hara essensial (Foth, 1990). Pupuk Urea berguna untuk pertumbuhan vegetatif pada tanaman, seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Pemakaian pupuk Urea dilokasi penelitian adalah rata -rata sebesar 59,5 kilogram dengan rata -rata luas lahan 0,17 hektar.
Besarnya pengaruh pupuk Urea terhadap produksi adalah
sebesar 0,04 yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk Urea sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,04 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang
positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa
penggunaan pupuk kimia berada pada daerah rasional. Pupuk KCl (X5) Pemakaian pupuk KCl berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Pupuk KCl berguna
89
bagi tanaman untuk membantu proses membuka dan menutupnya stomata, ketahanan terhadap serangan hama dan pe nyakit, memperkuat tubuh tanaman supaya daun tidak gampang rontok. Pemakaian pupuk KCl dilokasi penelitian adalah rata-rata sebesar 38,78 kilogram dengan rata-rata luas lahan 0,17 hektar. Besarnya pengaruh pupuk KCl terhadap produksi adalah sebesar 0,04 ya ng artinya setiap penambahan penggunaan pupuk TSP sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,04 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berada pada daerah rasional. Pupuk Kandang (X6) Faktor produksi pupuk kandang berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Kegunaan dari pupuk kandang diantaranya adalah memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, porositas tanah, struktur tanah dan menahan air tanah, jadi pemakaian pupuk kandang sangat diperlukan untuk tanaman bawang daun. Besarnya pengaruh pupuk kandang terhadap produksi adalah sebesar 0,19 yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk Kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,19 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang berada pada daerah rasional. Obat cair (X7) Obat cair berpengaruh negatif terhada p produksi. Rata -rata pemakaian obat cair untuk luas lahan 0,17 hektar adalah sebesar 1,68 liter. Pemakaian obat cair sudah tidak efisien, hali ini dapat dilihat dari nilai elastisitas obat cair yang
90
negatif yaitu sebesar 0,06 yang berarti penambahan penggunaan obat cair sebesar 1 persen akan menurunkan produksi bawang daun sebesar 0,06 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan obat cair berada pada daerah tidak rasional (irrasional). Penggunaan obat cair yang berlebih di Desa Sindangjaya, terlihat dari perilaku petani yang melakukan penyemprotan walaupun tanaman mereka tidak terlihat tanda -tanda diserang hama. Petani bawang daun beranggapan bahwa lebih baik mencegah daripada melakukan penyemprotan setela h terserang hama. Obat Padat (X8) Rata-rata penggunaan obat padat adalah 1,52 kilogram untuk luas lahan sebesar 0,17 hektar. Pemakaian obat padat berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Obat padat yang digunakan petani adalah antrakol, obat ini berfungsi untuk mencegah ataupun mengobati penyakit busuk daun dan bercak ungu yang akan mematikan tanaman bawang daun. Besarnya pengaruh obat padat terhadap produksi adalah sebesar 0,16 yang artinya setiap penambahan penggunaan obat padat sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,16 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang
positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa
penggunaan obat padat berada pada daerah rasional. Tenaga Kerja Pria (X9) Rata-rata penggunaan tenaga kerja pria adalah 272,03 jam untuk luas lahan sebesar 0,17 hektar. Penggunaan tenaga kerja pria berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen. Tenaga kerja pria digunakan untuk pekerjaan seperti pengolahan lahan, penanaman,
91
pemupukan, penyemprotan dan pemanenan. Besarnya pengaruh tenaga kerja terhadap produksi adalah sebesar 0,09 yang artinya setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,09 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional. Tenaga Kerja Wanita (X10) Penggunaan tenaga kerja wanita berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Rata-rata penggunaan tenaga kerja wanita adalah 169,87 jam untuk luas lahan 0,17 hektar. Tenaga kerja digunakan untuk kegiatan penyiangan, ada juga sebagian kecil tenaga kerja wanita digunakan untuk pengolahan lahan dan penanaman. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman bawang daun, oleh sebab itu diperlukan ketekunan, ketelitian dan kesabaran untuk melakukan penyiangan agar ketika mencabut gulma, tanaman bawang daun tidak ikut tecabut. Besarnya pengaruh tenaga kerja pria terhadap produksi adalah sebesar 0,25 yang artinya setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,25 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang
positif antara nol dan satu
menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional. Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi selain menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan, jumlah dari nilai koefisien regresi variabel tersebut merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha proses produksi yang sedang berlangsung.
92
Jumlah elastisitas produksi dalam model adalah 1,21. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat skala usaha berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat (Increasing Return to scale ) yang artinya bahwa penambahan satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi bawang daun sebesar 1,21 persen.
7.3 Analisis Efisiensi Ekonomi Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh petani tidak hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai tujuan menurut Doll dan Orazem (1984), petani harus mampu memenuhi syarat keharusan dan syarat kecukupan. Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marginal akan sama dengan Biaya Korbanan Marginal atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu. Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu sendiri. Untuk menghitung NPM diperlukan besaran Produk Marginal, karena NPM merupakan hasil kali Harga Produk (Py) dengan Produk Marginal (PM). Biaya Korbanan Marginal adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan penggunan faktor -faktor produksi satu saatuan. Untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM) per periode produksi (Tabel 21). Pada Tabel 21 dapat dilihat kondisi efiisiensi produksi usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya,
93
dimana produksi rata-rata sebesar 3.478,33 kilogram per periode produksi dan harga produk adalah Rp 2.823,33,- per kilogram. Tabel 21. Rasio Nilai Produk Marginal dan Biaya Korbanan Marginal dari Produksi Usahatani Bawang Daun Faktor Produksi lahan bibit TSP Urea KCl Kandang Obat cair Obat padat JKP JKW
Rata2 Input 0,17 936,67 52,28 59,50 38,78 837,61 1,68 1,52 272,03 169,87
Koefisien
NPM
0,1729 9987999,16 0,3302 3461,97 -0,00508 -954,28 0,04336 7156,57 0,041 10381,76 0,18625 2183,67 -0,06 -351778,15 0,16225 1050574,82 0,09172 3311,12 0,25107 14515,07
BKM 1250000,00 2823,33 1623,33 1200,00 2000,00 300,00 72500,00 45000,00 2400,00 1200,00
NPM/BKM 7,99 1,23 -0,59 5,96 5,19 7,28 -4,85 23,35 1,38 12,10
Keterangan: NPM = Nilai Produk Marginal BKM = Biaya Korbanan Marginal
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa penggunaan faktor -faktor produksi usahatani bawang daun belum mencapai kondisi optimal. Rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi TSP dan obat cair, rasio NPM-BKM lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk luas lahan, bibit, Urea, KCl, pupuk kandang, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita memiliki rasio NPM-BKM lebih besar dari satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99 sedangkan Nilai Produk Marginalnya adalah 9.987.999,16. Biaya yang harus dikeluarkan untuk memper oleh input tersebut adalah Rp 1.250. 000,-. Ini berarti setiap penambahan luas lahan sebesar 1 hektar akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 9.987.999,16,-. Oleh karena itu penggunaan lahan dalam usahatani bawang daun sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi. Sementara itu bibit memiliki Nilai Produk Marginal sebesar 3.461,97 artinya bahwa penambahan 1 kilogram bibit
94
akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 3.461,97,-, dengan biaya tambahan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.823,33-, sehingga rasio NPM-BKM bibit sebesar 1,23. Oleh karena itu penggunaan bibit dalam usahatani bawang daun sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi. Rasio NPM-BKM dari pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang masingmasing adalah 5,96, 5,19 dan 7,28. Angka ini menunjukkan perlunya penambahan dalam penggunaan pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang agar tercapai efisiensi. Nilai Produk Marginal untuk TSP adalah -954,28 yang artinya bahwa setiap penambahan penggunaan TSP sebanyak 1 kilogram akan mengurangi penerimaan petani sebanyak Rp 954,28,-, sedangkan Biaya Korbanan Marginal untuk TSP adalah Rp 1.623,33,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar 0,59. Faktor produksi obat cair memiliki rasio Nilai Produk Marginal sebesar 351.778,15, artinya bahwa setiap penambahan 1 liter obat cair akan mengurangi peneriman petani sebesar Rp 351.778,15,-. Pengorbanan untuk memperoleh input tersebut adalah Rp 72.500,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -4,85. Untuk itu disarankan kepada petani untuk tidak menambah penggunaan TSP dan obat cair. Secara ekonomis penggunaan TSP dan obat cair sudah tidak efisien lagi. Secara teknis pemakaian ke dua input tersebut telah berada di daerah yang tidak rasional karena memiliki elastisitas yang negatif, sehingga penambahan penggunaan TSP dan obat cair akan menurunkan produksi. Hal ini mengakibatkan tingkat penggunaan TSP dan obat cair pada level efisiennya tidak dapat diramalkan secara tepat, sebab secara teori apabila nilai NPM negatif, maka NPMxi
Pxi sehingga syarat kehar usan untuk mencapai level efisien dalam
penggunaan faktor produksi tidak terpenuhi. Sedangkan untuk obat padat nilai
95
rasio NPM -BKM lebih besar dari satu yaitu sebesar 23,35, artinya penggunaan obat padat harus ditambahkan agar tercapai efisiensi. Nilai Produk Marginal untuk tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita masing-masing adalah 3.311,12 dan 14.515,07 ini artinya bahwa setiap penambahan penggunaan tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita per jam akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Nilai Produk Marginalnya. Biaya Korbanan yang harus dikeluarkan untuk penggunaan kedua input tersebut adalah Rp 2.400,- dan Rp 1.200,-, sehingga diperoleh rasio NPM -BKM dari tenaga kerja pria dan wanita adalah 1,38 dan 12,10. Ini berarti penggunaan tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita harus ditambah untuk mencapai efisiensi. Untuk mencapai penggunaan faktor produksi pada level efisien sehingga diperoleh kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi, nilai NPM harus sama dengan BKM atau rasio antara NPM da n BKM harus sama dengan satu. Tabel 22 menyajikan penggunaan faktor-faktor produksi dalam level efisien. Tabel 22. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi Bawang Daun Faktor Produksi Rata2 Input lahan 0,17 bibit 936,67 TSP 52,28 Urea 59,50 KCl 38,78 Kandang 837,61 Obat cair 1,68 Obat padat 1,52 JKP 272,03 JKW 169,87
NPM
BKM
9987999,16 1250000,00 3461,97 2823,33 7156,57 1200,00 10381,76 2000,00 2183,67 300,00 1050574,82 45000,00 3311,12 2400,00 14515,07 1200,00
NPM/ BKM 7,99 1,23 5,96 5,19 7,28 23,35 1,38 12,10
Penggunaan Input Optimal 1,36 1148,54 354,85 201,32 6096,88 35,41 375,31 2054,69
Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor - faktor produksi pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat dicapai apabila penggunaan luas lahan ditingkatkan dari 0,17 Ha menjadi 1,36 Ha, bibit ditingkatkan dari
96
936,67 kg menjadi 1.148,54 kg, penggunaan pupuk Urea ditingkatkan dari 59,50 kilogram menjadi 354,85 kg, penggunaan pupuk KCl ditingkatkan dari 38,78 kilogram menjadi 201,32 kg, penggunaan pupuk kandang ditingkatkan dari 837,61 kg menjadi 6.096,88 kg, penggunaan obat padat ditingkatkan dari 1,52 kg menjadi 35,41 kg, penggunaan tenaga kerja pria ditingkatkan dari 272,03 jam kerja menjadi 375,31 jam kerja, dan jumlah penggunaan tenaga kerja wanita ditingkatkan dari 169,87 jam kerja menjadi 2.054,69 jam kerja. Jumlah penggunaan TSP dan obat cair tetap yaitu sebesar 52,28 kg dan 1,68 ltr karena dianggap sudah efisien. Dengan memasukkan kombinasi penggunaan faktorfaktor produksi yang baru ini ke dalam fungsi produksi diperoleh produksi bawang daun sebesar 33.077,21 kg. Alokasi penggunaan faktor produksi yang tepat dalam usahatani bawang daun akan menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh petani bawang daun. Pada kondisi optimal diperoleh penerimaan sebesar Rp 93.387.879,31,- dan biaya total sebesar Rp 11.484.818,27,-. Dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani bawang daun, biaya terbesar adalah biaya untuk pengadaan bibit yaitu sebesar Rp 3.242.707,44,- atau 28,23 persen dan biaya untuk penggunaan tenaga kerja wanita yaitu sebesar Rp 2.465.628,- atau 21,47 persen dari biaya total. Rasio perbandingan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual dan kondisi optimal dapat dilihat pada Lampiran 7. Pada lampiran 7, terlihat bahwa pendapatan petani bawang daun pada kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 81.903.061,04,- dibandingkan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual sebesar Rp 5.591.655,94,-. Untuk mendukung keadaan usahatani bawang daun pada kondisi optimal lebih
97
menguntungkan daripada saat kondisi aktual, dapat dilihat dari rasio penerimaan (R) dengan pengeluaran (C). Nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar yaitu 8,13 dibandingkan dengan nilai R/C pada kondisi aktual yang besarnya hanya 2,32. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan maksimum.
98
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1.
Kesimpulan
1.
Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C pada kondisi optimal sebesar 8,13 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual sebesar 2,32.
2.
Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan bahwa faktor produksi untuk lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita nyata , sedangkan untuk pupuk TSP tidak nyata.
3.
Usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya berada pada skala kena ikan hasil yang meningkat (Increasing Return to Scale ), hal ini ditunjukkan oleh jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi sebesar 1,21. Hal ini berarti setiap penambahan satu persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi bawang daun sebesar 1,21 persen,
4.
Kombinasi optimal pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat tercapai apabila penggunaan luas lahan ditingkatkan dari 0,17 Ha menjadi 1,36 Ha, bibit ditingkatkan dari 936,67 kg menjadi 1.148,54 kg, penggunaan pupuk Urea ditingkatkan dari 59,50 kilogram menjadi 354,85 kg, penggunaan pupuk KCl ditingkatkan dari 38,78 kilogram menjadi
99
201,32 kg, penggunaan pupuk kandang ditingkatkan dari 837,61 kg menjadi 6.096,88 kg, penggunaan obat padat ditingkatkan dari 1,52 kg menjadi 35,41 kg, penggunaan tenaga kerja pria ditingkatkan dari 272,03 jam kerja menjadi 375,31 jam kerja, dan jumlah penggunaan tenaga kerja wanita ditingkatkan dari 169,87 jam kerja menjadi 2.054,69 jam kerja. 8.2.
Saran
1.
Secara aktif dan kontiniu memberikan informasi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani bawang daun, salah satunya melalui pemberdayaan Petugas Penyuluh Lapangan untuk mencapai hasil produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal.
2.
Petani hendaknya dapat memastikan ketersediaan pasar untuk menyerap hasil produksi bawang daun di lokasi penelitian sehingga kebutuhan bawang daun tidak lagi dipenuhi oleh daerah lain penghasil sayuran.
3.
Untuk peningkatan usaha diperlukan tambahan modal seperti bantuan kredit dari Bank, mengingat biaya usahatani bawang daun dalam satu musim tanam cukup besar, apalagi dikaitkan dengan hasil analisis faktorfaktor produksi, dimana penggunaan faktor -faktor produksi masih dapat ditingkatkan untuk mendapakan hasil yang optimal, kecuali untuk faktor produksi pupuk TSP dan obat cair.
4.
Dengan luas lahan yang tetap petani hendaknya melakukan intensifikasi namun tetap melakukan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi sehingga mampu meningkatkan produktivitas bawang daun.
100
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2004. Nilai Ekspor Sayuran dan Sayuran Segar Indonesia Tahun 1997-2002. Jakarta. . 2004. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1999-2003. Jakarta. Cahyono, B, 2005. Bawang Daun, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur, 2005. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur Tahun 1999-2004. Cianjur. . 2005. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002, 2004 dan 2005. Cianjur. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia Tahun 19972003. Jakarta. Doll, J and Frank Orazem, 1984. Production Economics : Theory With Applications, John Wiley and Sons, Inc. New York. Foth, H.D, 1990. Fundamentals of Soil Science 8th Edition. John Wiley and Son Inc. Canada. Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004. Ramanathan, R, 1989. Introductory Econometrics With Application Fourth Edition. Harcourt Brace and Company. USA. Sari, M, 2001. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Daun di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Skripisi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sinambela, T, 1999. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Allium fistulosum) Studi Kasus di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kab, Cianjur, Propinsi Jawa Barat, Skripsi, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soeharjo dan Patong, 1973. Ilmu Usahatani, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
101
Soekartawi, et al, 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil, Penerbit UI. Jakarta. . 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Khusus Fungsi Produksi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta. . 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunarjono, H, 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur, Penebar Swadaya. Jakarta. Teken, I.G. 1965. Beberapa Azas Ekonomi Produksi Pertanian. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjakrawirawiralaksana dan Soeriatmaja. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
102
103
Lampiran 1. Analisis Regresi Model Linier Berganda
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 The regression equation is Y = - 513 + 3944 X1 + 1.38 X2 - 4.17 X3 + 5.35 X4 + 6.16 X5 + 0.688 X6 - 26.4 X7 + 406 X8 + 1.09 X9 + 1.52 X10 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 S = 397.2
Coef -512.9 3944 1.3805 -4.166 5.349 6.157 0.6881 -26.43 406.32 1.0907 1.5227
SE Coef 211.8 1820 0.2770 2.959 1.987 4.182 0.1342 76.75 89.23 0.8600 0.8439
R-Sq = 98.9%
T -2.42 2.17 4.98 -1.41 2.69 1.47 5.13 -0.34 4.55 1.27 1.80
P 0.026 0.043 0.000 0.175 0.014 0.157 0.000 0.734 0.000 0.220 0.087
VIF 14.3 13.0 7.0 5.5 9.9 2.9 1.3 1.6 5.3 4.3
R-Sq(adj) = 98.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 10 19 29
SS 278950485 2997932 281948417
Durbin- Watson statistic = 2.07
MS 27895048 157786
F 176.79
P 0.000
104
Lampiran 2. Analisis Regresi Model Cobb-Douglas
Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 The regression equation is Ln Y = 2.95 + 0.173 Ln x1 + 0.330 Ln x2 - 0.0051 Ln x3 + 0.0434 Ln x4 + 0.0410 Ln x5 + 0.186 Ln x6 - 0.0600 Ln x7 + 0.162 Ln x8 + 0.0917 Ln x9 + 0.251 Ln x10 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
Coef 2.9472 0.1729 0.3302 -0.00508 0.04336 0.04100 0.18625 -0.06000 0.16225 0.09172 0.25107
SE Coef 0.9486 0.1185 0.1002 0.05071 0.03288 0.02761 0.04766 0.04315 0.05739 0.07084 0.07085
S = 0.1722
R-Sq = 97.7%
T 3.11 1.46 3.30 -0.10 1.32 1.48 3.91 -1.39 2.83 1.29 3.54
P 0.006 0.161 0.004 0.921 0.203 0.154 0.001 0.180 0.011 0.211 0.002
VIF 9.2 7.9 2.4 2.9 2.2 2.1 1.2 2.1 4.2 4.4
R-Sq(adj) = 96.5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 10 19 29
SS 23.9015 0.5636 24.4651
Durbin- Watson statistic = 2.28
MS 2.3902 0.0297
F 80.57
P 0.000
105
Lampiran 3. Data Produksi dan Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Satu Musim Tanam, Tahun 2005
Model Fungsi Produksi Linier Berganda N0. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jmlh Rata2
Y 2000 3500 6000 650 10000 2500 8000 600 3100 8000 3300 1500 3000 900 2500 1000 1500 10000 500 2000 2500 2000 1200 600 1100 8500 4000 10000 900 3000 104350 3478.33
X1 0.1 0.16 0.15 0.05 0.6 0.15 0.4 0.05 0.1 0.3 0.075 0.1 0.2 0.04 0.1 0.04 0.1 0.4 0.05 0.1 0.2 0.15 0.05 0.025 0.06 0.3 0.16 0.6 0.11 0.15 5.07 0.17
X2 500 800 750 250 3000 750 2000 200 600 3000 300 500 800 350 900 300 500 2500 150 250 750 500 400 150 300 3000 500 3000 350 750 28100 936.67
X3 20 39.78 132.6 20 120 33.26 116.3 20 17.5 20 113.04 116.3 150 28.26 50 10 30 6.52 15 20 10 10 21.52 20 10 20 39.78 315.22 13.26 30 1568 52.28
X4 0 60 333.33 10 150 33.33 266.67 10 0 0 13.33 116.67 100 3.33 50 40 0 66.67 5 20 10 30 26.67 10 20 10 60 266.67 13.33 30 1755 58.50
X5 0 39 130 10 120 33 115 0 17.5 40 62 65 0 13 50 0 0 6 10 10 10 0 31 10 0 40 39 260 13 10 1134 37.78
X6 500 750 2000 250 350 70 2000 60 750 1000 500 400 1000 150 1000 250 400 5000 250 600 600 1000 400 250 800 1500 750 1500 150 900 25128 837.61
X7 2.75 3.50 2.00 2.00 3.00 2.50 2.00 3.50 1.25 0.25 0.50 1.25 1.75 0.50 1.25 0.25 1.75 0.25 0.75 1.75 3.50 1.50 1.75 1.75 0.75 4.00 0.50 1.25 0.50 2.00 50 1.68
X8 2.75 2.50 2.00 0.50 3.00 0.50 0.50 0.75 3.00 3.50 2.75 0.75 1.25 1.25 1.25 0.25 2.00 0.25 1.25 1.25 0.50 1.25 2.00 1.25 1.25 3.00 3.50 0.75 0.25 0.50 46 1.52
X9 280 270 340 128 675 460 170 95 280 595 470 77 434 52 356 103 64 574 39 153 177 340 32 47 138 621 305 504 52 330 8161 272.03
X10 175 70 250 50 720 420 225 50 175 140 350 84 84 40 60 48 84 700 30 60 192 80 24 30 40 250 150 350 40 125 5096 169.87
106
Lampiran 3. Lanjutan Satu
Model Fungsi Produksi Cobb -Douglas N0. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jmlh Rata2
Y 2000 3500 6000 650 10000 2500 8000 600 3100 8000 3300 1500 3000 900 2500 1000 1500 10000 500 2000 2500 2000 1200 600 1100 8500 4000 10000 900 3000 104350 3478.33
X1 0.1 0.16 0.15 0.05 0.6 0.15 0.4 0.05 0.1 0.3 0.075 0.1 0.2 0.04 0.1 0.04 0.1 0.4 0.05 0.1 0.2 0.15 0.05 0.025 0.06 0.3 0.16 0.6 0.11 0.15 5.07 0.17
X2 500 800 750 250 3000 750 2000 200 600 3000 300 500 800 350 900 300 500 2500 150 250 750 500 400 150 300 3000 500 3000 350 750 28100 936.67
X3 20 39.78 132.6 20 120 33.26 116.3 20 17.5 20 113 116.3 150 28.26 50 10 30 6.52 15 20 10 10 21.52 20 10 20 39.78 315.2 13.26 30 1568 52.28
X4 1 61 334.3 11 151 34.33 267.7 11 1 1 14.33 117.7 101 4.33 51 41 1 67.67 6 21 11 31 27.67 11 21 11 61 267.7 14.33 31 1785 59.50
X5 1 40 131 11 121 34 116 1 18.5 41 63 66 1 14 51 1 1 7 11 11 11 1 32 11 1 41 40 261 14 11 1164 38.78
X6 500 750 2000 250 350 70 2000 60 750 1000 500 400 1000 150 1000 250 400 5000 250 600 600 1000 400 250 800 1500 750 1500 150 900 25128 837.61
X7 2.75 3.50 2.00 2.00 3.00 2.50 2.00 3.50 1.25 0.25 0.50 1.25 1.75 0.50 1.25 0.25 1.75 0.25 0.75 1.75 3.50 1.50 1.75 1.75 0.75 4.00 0.50 1.25 0.50 2.00 50 1.68
X8 2.75 2.50 2.00 0.50 3.00 0.50 0.50 0.75 3.00 3.50 2.75 0.75 1.25 1.25 1.25 0.25 2.00 0.25 1.25 1.25 0.50 1.25 2.00 1.25 1.25 3.00 3.50 0.75 0.25 0.50 46 1.52
X9 280 270 340 128 675 460 170 95 280 595 470 77 434 52 356 103 64 574 39 153 177 340 32 47 138 621 305 504 52 330 8161 272.03
X10 175 70 250 50 720 420 225 50 175 140 350 84 84 40 60 48 84 700 30 60 192 80 24 30 40 250 150 350 40 125 5096 169.87
107
Lampiran 4. Perhitungan Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) 1. Luas Lahan (X1)
Px (BKM)
= 1250000,-/MT/Ha
X rata-rata = 0,17 hektar
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b1
= 0,1729
Y
NPM
= b1.Py.Y
= 3478,33 kg
X = 0,1729 x 2823,33 x 3478,33 = 9987999,16 0,17 NPM/BKM = 9987999,16 /1250000 = 7,99 2. Bibit (X2)
Px (BKM) = Rp 2823,33,-/kg
X rata-rata = 936,67 kg
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b2
= 0,3302
Y
NPM
= b2.Py.Y
= 3478,33 kg
X = 0,3302 x 2823,33 x 3478,33 = 3461,97 936,67 NPM/BKM = 3461,97 / 2823,33 = 1,23
3. TSP (X3)
Px (BKM) = Rp 1623,33,-/kg
X rata-rata = 52,28 kg
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b3
= -0,00508
Y
NPM
= b3.Py.Y X = -0,00508 x 2823,33 x 3478,33 = -954,28 52,28
NPM/BKM = -954,28 / 1623,33 = -0,59
= 3478,33 kg
108
Lampiran 4. Lanjutan Satu
4. Urea (X4)
Px (BKM) = Rp 1200,-/kg
X rata-rata = 59,50 kg
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b4
= 0,04336
Y
NPM
= b4.Py.Y
= 3478,33 kg
X = 0,04336 x 2823,33 x 3478,33 = 7156,57 59,50 NPM/BKM = 7156,57 / 1200 = 5,96 5. KCl (X5)
Px (BKM) = Rp 2000,-/kg
X rata-rata = 38,78 kg
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b5
= 0,041
Y
NPM
= b5.Py.Y
= 3478,33 kg
X = 0,041 x 2823,33 x 3478,33 = 10381,76 38,78 NPM/BKM = 10381,76 / 2000 = 5,19
6. Pupuk kandang (X6)
Px (BKM) = Rp 300,-/kg
X rata-rata = 837,61 kg
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b6
= 0,18625
Y
NPM
= b6.Py.Y X = 0,18625x 2823,33 x 3478,33 = 2183,67 837,61
NPM/BKM = 2183,67 / 300 = 7,28
= 3478,33 kg
109
Lampiran 4. Lanjutan Dua
7. Obat cair (X7)
Px (BKM) =
Rp 72500,-/Ltr
X rata-rata = 1,68 Ltr
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b7
= -0,06
Y
NPM
= b7.Py.Y
=
3478,33 kg
Px (BKM) =
Rp 45000,-/kg
X = -0,06 x 2823,33 x 3478,33 = -351778,15 1,68 NPM/BKM = -351778,15 / 72500 = -4,85 8. Obat padat (X8) X rata-rata = 1,52 kg
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b8
= 0,16225
Y
NPM
= b8.Py.Y
=
3478,33 kg
Px (BKM) =
Rp 2400,-/jam
X = 0,16225x 2823,33 x 3478,33 = 1050574,82 1,52 NPM/BKM = 1050574,82 / 45000 = 23,35
9. JKP (X9) X rata-rata = 272,03 jam
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b9
= 0,09172
Y
NPM
= b9.Py.Y X = 0,09172 x 2823,33 x 3478,33 = 3311,12 272,03
NPM/BKM = 3311,12/ 2400 = 1,38
Lampiran 4. Lanjutan Tiga
=
3478,33 kg
110
10. JKW (X10)
Px (BKM) =
Rp 1200,-/jam
X rata-rata = 169,87 jam
Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg
b10
= 0,25107
Y
NPM
= b10. P y.Y X = 0,25107x 2823,33 x 3478,33 = 14515,07 169,87
NPM/BKM = 14515,07 / 1200 = 12,10
=
3478,33 kg
111
Lampiran 5. Perhitungan Penggunaan Faktor Produksi Pada Kondisi Optimal 1. Luas Lahan (X1)
Px (BKM)
= 1250000,-/MT/Ha
NPM / BKM = 1 b1.Py.Y
= BKM
X NPM = 1250000 (0,1729 x 2823,33 x 3478,33)/X1 = 1250000 X1 = 1697959,8 / 1250000 = 1,36 2. Bibit (X2) NPM / BKM = 1 b2.Py.Y
= BKM
X NPM = 2823,33 (0,3302 x 2823,33 x 3478,33)/X2 = 2823,33 X2 = 3242720,3 / 2823,33 = 1148,54
3. Urea (X4) NPM / BKM = 1 b4.Py.Y
= BKM
X NPM = 1200 (0,04336 x 2823,33 x 3478,33)/X4 = 1200 X4 = 425815,69 / 1200 = 354,85
Px (BKM) = Rp 1200,-/kg
112
Lampiran 5. Lanjutan Satu
4. KCl (X5)
Px (BKM) = Rp 2000,-/kg
NPM / BKM = 1 b5.Py.Y
= BKM
X NPM = 2000 (0,041 x 2823,33 x 3478,33)/X5 = 2000 X5 = 402639,41 / 2000 = 201,32 5. Pupuk kandang (X6)
Px (BKM) = Rp 300,-/kg
NPM / BKM = 1 b6.Py.Y
= BKM
X NPM = 300 (0,18625x 2823,33 x 3478,33) / X6 = 300 X6 = 1829063,1 / 300 = 6096,88
6. Obat padat (X8) NPM / BKM = 1 b8.Py.Y
= BKM
X NPM = 45000 (0,16225x 2823,33 x 3478,33) / X8 = 45000 X8 = 1593371,8 / 45000 = 35,41
Px (BKM) =
Rp 45000,-/kg
113
Lampiran 5. Lanjutan Dua
7. JKP (X9)
Px (BKM) =
Rp 2400,-/jam
Px (BKM) =
Rp 1200,-/jam
NPM / BKM = 1 b9.Py.Y
= BKM
X NPM = 2400 (0,09172 x 2823,33 x 3478,33) / X9 = 2400 X9 = 900733,79 / 2400 = 375,31 8.
JKW (X10) NPM / BKM = 1 b10. P y.Y
= BKM
X NPM = 1200 (0,25107x 2823,33 x 3478,33) / X10 = 1200 X10 = 2465626,2 / 1200 = 2054,69
114
115
Lampiran 7. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Bawang Daun Pada Kondisi Aktual dan Pada Kondisi Optimal Per Rata-rata Luasan Lahan
Uraian Jumlah Total Penerimaan Biaya Produksi : 1. Bibit (Kg) 2. TSP (Kg) 3. Urea (Kg) 4. KCl (Kg) 5. Pupuk Kandang (Kg) 6. Obat Cair (Ltr) 7. Obat Padat (kg) 8. Tenaga Kerja Pria (Jam) 9. Tenaga Kerja Wanita (Jam) 10. Pyusutan Alat-alat 11. Pajak Lahan Total Biaya Pendapatan R/C
Harga/ Unit (Rp) 2823,33 2823,33 1623,33 1200,00 2000,00 300,00 72500,00 45000,00 2400,00 1200,00
Kondisi Aktual Kondisi Optimal Unit Nilai (Rp) Unit Nilai (Rp) 3478,33 9820473,44 33077,21 93387879,31 936,67 52,28 59,50 38,78 837,61 1,68 1,52 272,03 169,87
2644528,51 84867,87 71400,00 77560,00 251283,00 121800,00 68400,00 652872,00 203844,00 4250,00 48012,12 4228817,50 5591655,94 2,3 2
1148,54 52,28 354,85 201,32 6096,88 1,68 35,41 375,31 2054,69
3242707,44 84867,87 425820,00 402640,00 1829064,00 121800,00 1593450,00 900744,00 2465628,00 34000,00 384096,97 11484818,27 81903061,04 8,13