ANALISIS MUTU PRODUKSI MEBEL DI PT. CAHAYA SAKTI FURINTRACO, BOGOR (Studi Kasus)
Oleh:
MASANI F 30.1422
1999 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ThanKs to Allah S\\71'
Ku persembahkan untuk :
Ayah, Ibu dan saudara-saudaraku yang tercinta, & teman-teman seperjuangan
21
ini,
menuntut PT.
Cahaya
Sakti Furintraco
untuk terus
meningkatkan
produktifitas perusahaannya. Selama produksi, dari pengamatan terlihat ada mebel kayu yang jumlah permintaannya melebihi kapasitas produksi yaitu produksi mebel kayu meja tamu.
Tahun 1996-1997 (November 1996 -
November 1997), jumlah
permintaan mebel kayu meja tamu sebesar 1575 buah, atau rata-rata sebanyak 130 buah setiap bulannya, sedangkan total produksi per bulannya hanya mencapai 120 buah, dengan produk yang direject rata-rata 20 buah setiap bulan.
Dari perbandingan kekurangan jumlah permintaan dengan kapasistas
produksi serta ditambah dengan cukup banyaknya produk yang ditolak, mengharuskan manajemen perusahaan, khususnya bagian produksi untuk melakukan perbaikan-perbaikan dan penanganan yang dianggap perlu untuk meningkatkan kembali jumlah produksi dan mengurangi produk yang ditolak.
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS MUTU PROOUKSI MEBEL 01 PT. CAHAYA SAKTI FURINTRACOr BOGOR (Studi Kasus)
Oleh:
MASANI
F 30.1422
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan Teknalogi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogar
1999 \
Masani. F 30.1422. Analisis Mutu Produksi Mebel di PT cahaya Sakti Furintraco, Bogor. Di bawah bimbingan H. M. Syamsul Ma'arif.
RINGKASAN
Produksi ekspor mebel kayu memberikan prospek yang cukup cerah dalam meningkatkan devisa negara. Pada tahun 1997 total ekspor komoditi ini sebesar US$924,62 juta atau meningkat 3.32 kali dari penerimaan ekspor tahun 1990 yang mencapai US$278.20 juta (COMTRADE/UNSO, 1997 dan BPS, 1997). Namun produksi mebel kayu Indonesia tersebut kurang ditunjang oleh kualitas, teknologi, sumberdaya manusia dan desain yang sesuai keinginan konsumen sehingga memungkinkan terjadinya penurunan jumlah ekspor mebel kayu Indonesia untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, perlu diambil tindakan anal isis lebih jauh, khususnya tentang kualitas mebel kayu Indonesia yang dihasilkan saat ini. Salah satu metoda yang sering digunakan untuk rnenentukan kualitas mebel sesuai dengan yang diharapkan adalah analisis kemampuan proses. Pada PT cahaya Sakti Furintraco, mebel kayu meja tamu memiliki kecacatan yang terbesar. Kecacatan ini berupa ketidakseimbangan ukuran kaki meja yang satu Kecacatan lainnya yaitu dengan yang lain saat proses finishing dilakukan. banyaknya komponen mebel yang dihasilkan dari proses mesin profil satu kepala pisau, permukaannya kurang halus, sehingga banyak komponen mebel yang ditolak. Penelitian diarahkan pada analisis kemampuan proses terhadap mesin moulding, sebagai mesin penghasil komponen kaki meja tamu dan mesin profil satu kepala pisau, sebagai mesin penghalus permukaan komponen mebe!. Sebanyak 140 sampel panjang kaki meja tamu diamati dan disebar secara Normal kemudian dianalisis melalui grafik X-R chart dan X-S chart serta nilai (indeks) Cpm dengan menggunakan metoda Statistical Process Control (SPC), melalui bantuan program
Minitab for Windows versi 11. Dari anal isis kemampuan proses mesin moulding diperoleh nilai Cpm sebesar 0.41. Nilai Cpm kurang dari satu ini menunjukkan bahwa mesin moulding dinyatakan tidak kapabel dalam produksinya menghasilkan panjang kaki meja tamu yang seragam atau sesuai spesifikasi yang ditetapkan perusahaan yaitu 40.0 ± 2.0 em. Demikian pula analisis kemampuan proses terhadap mesin profil satu kepala pisau, dengan standar nilai p perusahaan sebesar 0.02, banyak komponen yang dihasilkan dari mesin tersebut berada di luar spesifikasi sehingga mesin profil satu kepala pisau juga dinyatakan tidak kapabe!' Oleh karena itu, apabila perusahaan mengharapkan komponen mebel yang telah diproduksi selama ini berada dalam spesifikasi yang sesuai dengan hasil perhitungan dan mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk mengganti kerusakan atau komponen yang direject maka· pihak manajemen produksi perlu menetapkan nilai p standar baru yang lebih longgar yaitu 0.03327 namun perusahaan juga dapat mengambil tindakan memperbaiki keadaan mesin atau bahkan kalau tersedia cukup dana dapat mengganti mesin dengan yang baru.