Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 4 Pekanbaru, 3 Oktober 2012
ISSN : 2085-9902
Analisis Kualitas Pelayanan dengan Metode Servqual dan AHP pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Muaro Jambi 1
Hetty Rohayani.AH, ST, M.Kom , Afrizal.J, S.Kom
2
STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Jln. Jendral Sudirman Thehok Jambi, (0741)35095/(0741)35093
[email protected],
[email protected]
Abstract This research was doing to determine the service quality indicators. Where an indicator of quality of service is a priority for improved by using a servqual method that includes five dimensions : Tangibles, Reliability, Responsivenes, Assurance and Emphathy and methods Analitytic Hierarchy Process. Based on the analysis results with servqual method, all the indicators in the assessment of service quality should be improved, in light of the AHP weighting obtained Empathy indicators that have the highest level of service quality, while Tangibles is the highest indicator of quality of service should be improved. Key Word : the service quality, servqual, AHP method 1. Pendahuluan Pada dasarnya sistem administrasi kependudukan merupakan sub sistem dari sistem administrasi negara, yang mempunyai peranan penting dalam pemerintahan dan pembangunan. Penyelenggaraan administrasi kependudukan diarahkan pada pemenuhan hak asasi setiap orang di bidang pelayanan administrasi kependudukan, pemenuhan data statistik kependudukan secara nasional, regional, dan lokal serta dukungan terhadap pembangunan sistem administrasi kependudukan guna meningkatkan pemberian pelayanan publik tanpa diskriminasi. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 pasal 13 tentang Nomor Induk Kependudukan [ ]maka pemerintah mengeluarkan sebuah peraturan baru yang tertuang dalam PP Nomor 37 Tahun 2007 yang memuat tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006. Di Kabupaten Muaro Jambi sendiri program ini merupakan salah satu daerah yang telah menerapkan sistem ini. Perda Nomor 2 Tahun 2009 berisi tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Muaro Jambi [ ]. Tujuan dari adanya sistem informasi administrasi kependudukan ini untuk mewujudkan pelayanan administrasi kependudukan dan catatan sipil yang berorientasi kepada kepuasan dan kemitraan masyarakat menuju terciptanya data dan informasi kependudukan yang akurat, sistem ini juga diharapkan dapat mewujudkan terciptanya tata pemerintahan yang baik. Juga dapat memberikan kemudahan pelayanan dari suatu instansi untuk melakukan proses yang berhubungan dengan masalah kependudukan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan proses pendaftaran penduduk. Keseluruhan bentuk pelayanan yang disediakan pemerintah selaku penyedia (satusatunya) dalam hal pelayanan sebut, menuntut kinerja organisasi pelayanan secara baik dan produk layanan yang berkualitas denga dimensi-dimensi berupa kemudahan kecepatan, ketepatan, dan keadilan serta memberikan rasa keamanan dari aspek legitimasi yang diberikan dan sekaligus sebagai jaminan dari produk layanan pemerintah. Kaitan dari dasar pemikiran tersebut, peneliti mencoba melakukan survey terhadap penyelenggaraan pelayanan administrasi kependudukan yang disediakan oleh Kabupaten Muaro Jambi khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Muaro Jambi ( Selaku Penyedia Layanan ) dengan focus penelitian terhadap tingkat kepuasan masyarakat
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 4 Pekanbaru, 3 Oktober 2012
ISSN : 2085-9902
terhadap kualitas pelayanan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Muaro Jambi. 2.Kinerja Pelayanan Publik Penilaian terhadap kinerja merupakan suatu hal yang penting untuk dapat mengetahui sejauh mana tujuan organisasi berhasil diwujudkan dalam jangka waktu atau periode tertentu. kinerja (performance) merupakan prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja, penampilan kerja. Kinerja yaitu, hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab masing – masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan norma dan etika [1]. Kinerja juga merupakan sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan dimana hasil kerja tersebut dapat ditunjukan buktinya secara konkrit dan dapat diukur. Dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian bahwa kinerja merupakan suatu tingkatan sejauhmana proses kegiatan organisasi itu merupakan hasil atau mencapai tujuan. Pada prinsipnya setiap pelayanan publik senantiasa harus selalu ditingkatkan kinerjanya sesuai dengan keinginan klien atau masyarakat pengguna jasa. Kenyataannya untuk mengadakanperbaikan terhadap kinerja pelayanan publik bukanlah sesuatu yang mudah. Penilaian terhadap kinerja sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi publik dalam mencapai misinya. Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja kegiatan pelayanan suatu organisasi/ pemerintah dapat mencerminkan baik tidaknya pengelolaan organisasi/ pemerintah yang bersangkutan. Pengelolaan organisasi/ pemerintah perlu mengetahui apakah pelayanan yang disediakan sesuai dengan jumlah, tingkat kualitas, dan harga yang telah ditetapkan. Birokrasi publik tidak mempunyai indikator yang jelas. Dalam konteks pelaksanaannya perkembangan paradigma pemerintah menuju kearah good government dan penciptaan administrasi pemerintah yang efisien dan efektif membuka kesadaran pemerintah senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya dengan berupaya memberikan pelayanan yang terbaik. Penilaian kinerja pelayanan publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator – indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisien dan efektifitas, juga dilihat dari indikator - indikator yang melekat pada kepuasan pengguna jasa. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu : produktivitas, kinerja layanan, responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas. Efisiensi kinerja pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik (proporsional) antara input pelayanan dengan output pelayanan. Zeithaml, Parasuraman dan Berry yang dikutif oleh Amy Y.S Rahayu mengemukakan bahwa kinerja pelayanan publik yang baik dapat dilihat melalui berbagai indikator sebagai berikut : 1) Keandalan (reliability) yaitu kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya. 2) Daya tanggap (responsiveness) yaitu kesanggupan untuk membantu dan meyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen (masyarakat yang dilayani). 3) Jaminan (assurance) yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakini kepercayaan konsumen. 4) Perhatian (emphaty) yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian terhadap konsumen. 5) Kenyataan (tangibility) yaitu, kualitas pelayanan yang di lihat dari sarana fisik yang kasat mata, misalnya berupa fasilitas atau sarana perkantoran, komputerisasi, administrasi, ruang tunggu, tempat informasi dan sebagainya. Dengan demikian interaksi organisasi pemerintah (sebagai penyedia jasa pelayanan) dengan masyarakat merupakan faktor yang menentukan kepuasan dan
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 4 Pekanbaru, 3 Oktober 2012
ISSN : 2085-9902
ketidakpuasan layanan bagi kedua pihak. Kepuasan dan ketidakpuasan masyarakat atas layanan tersebut juga merupakan salah satu basis ukuran kinerja. 3.Kualitas Pelayanan Publik Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Kinerja pelayanan publik akan menyentuh masalah kualitas layanan yang diberikan oleh organisasi publik pada masyarakat sebagai pelanggan. Kualitas pelayanan umumnya berfokus pada masyarakat, sehingga produk pelayanan didesain, diproduksi serta diberikan untuk memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan. Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah. Dalam hal peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan berupa keputusan MenPAN (Menteri Pendayagunaan Aparatur) Nomer 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik sebagai penyempurnaan dari keputusan menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1995 tentang pedoman tata laksana pelayanan umum, bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi – sendi pelayanan prima yaitu :kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan dalam prosedur pelayanan, efisiensi dan ekonomis, keadilan yang merata, ketepatan waktu pelayanan. Gronross ,(1990) (dalam Tjiptono, 2005) mengemukakan enam kriteria kualitas pelayanan yaitu, 1) Professionalism and skill, kriteria ini merupakan outcome-related criteria adalah kualitas pelayanan yang kaitannya dengan penyedia jasa / petugas, fasilitas dan sarana fisik, sistem dan peralatan operasional untuk dapat memuaskan masyarakat secara profesional. 2) Attitudes and behavior, kriteria ini adalah process-related criteria adalah kualitas pelayanan yang menunjukkan derajat perhatian yang diberikan petugas terhadap masyarakat dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah secara spontan dan senang hati. 3) Accessibility and flexibility, kriteria ini termasuk dalam prose processrelated criteria, bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja dan system operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat melakukan dengan mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan masyarakat. 4) Reliability and trustworthiness, criteria ini termasuk dalam process-related criteria adalah kualitas pelayanan dimana masyarakat memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bias mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya. 5) Recovery, termasuk dalam process-related criteria. Masyarakat memahami bahwa bila ada keslahan atau terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencarai pemecahan yang tepat. 6) Reputation and credibility, kriteria ini merupakan process-ralated criteria, masyarakat meyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbangan yang sesuai dengan pengorbanan. Kualitas pelayanan pada masyarakat merupakan salah satu masalah yang mendapatkan perhatian serius oleh aparatur pemerintah. Setiap warga Negara mempunyai hak untuk memonitor dan mengevaluasi kualitas palayanan yang mereka terima, adalah sangat sulit untuk menilai kualitas suatu layanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima layanan dan aparat palaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna pelayanan merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik elemen kedua adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan. Birokrasi publik
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 4 Pekanbaru, 3 Oktober 2012
ISSN : 2085-9902
dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik. Dimensi atau atribut dari kualitas pelayanan secara konvensional antara lain : ketepatan waktu pelayanan, akurasi pelayanan, kesopanan, tanggung jawab, kelengkapan, kemudahan mendapatkan pelayanan, variasi model pelayanan, pelayanan pribadi, kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, atribut pendukung layanan lainnya. Menurut Feigenbaum, kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk dikatakan berkualitas apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk. Harapan dan tanggapan masyarakat pelanggan terhadap pelayanan yang mereka terima dengan melakukan penilaian tentang sama tidaknya antara harapan dengan kenyataan, apabila tidak sama maka pemerintah diharapkan dapat mengkoreksi keadaan agar lebih teliti untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. 4. Model Kualitas Layanan Ada banyak yang dapat dipergunakan untuk menganalisa kualitas jasa salah satunya gap model yang dikembangkan oleh Parasuraman, et al. Model ini selanjutnya dikenal dengan SERVQUAL. Dalam penelitiannya Parasuraman dan kawan-kawan ( Leonard L Berry, Valerie A, Zeithaml ) mengidentifikasi 5 gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu : 1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung / sekunder apa saja yang diinginkan oleh konsumen. 2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standart kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. 3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standart kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standart kinerja yang ditetapkan. 4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan tidak dapat dipenuhi. 5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh konsumen. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja / prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. (Fandy Tjiptono, 1996 :80) 5.Persepsi Definisi persepsi menurut Leon G Schiffman dan Leslie L Kanuk (Schiffman dan Kanuk, 1991) adalah “Process by which an individual select, organizes, and interprets stimuli into a meaningful and coherent picture of the world”. Artinya persepsi dapat didefinisikan sebagai proses diamana seseorang memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan rangsangan (stimuli) dari luar, yang diterimanya ke dalam suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya. Dalam keadaan yang sama persepsi seseorang terhadap sesuatu rangsangan dapat berbeda terhadap persepsi orang lain, karena setiap orang tidak sama dalam kebutuhan, nilai, harapan dan kesukaannya . 6. Analytical Hierarchy Process (AHP) Analitycal Hierarchy Process (AHP) adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya. Kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki. (Thomas L. Saaty; 1993; 25)
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 4 Pekanbaru, 3 Oktober 2012
ISSN : 2085-9902
Model AHP memakai input persepsi manusia yang dianggap expert. Kriteria expert disini bukan berarti bahwa orang tersebut harus lebih jenius, pintar, bergelar dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang benar-benar mengerti tentang permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Karena menggunakan input yang kualitatif (persepsi manusia) maka model ini juga dapat mengolah hal-hal yang kualitatif disamping hal-hal yang kuantitatif. Adapun kelebihan dari model AHP dibandingkan dengan yang lainnya : 1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. 2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambil keputusan. 4. Kemampuannya memecahkan masalah yang multi objektif dan multikriteria. Disamping itu, model AHP juga memiliki kelemahan yang dapat berakibat fatal, misalnya ketergantungan model ini pada input berupa persepsi seorang expert akan membuat hasil akhir dari model ini menjadi tidak ada artinya apabila orang expert tersebut memberikan penilaian yang keliru. 7. Metode Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui indikator kualitas layanan yang menjadi prioritas untuk ditingkatkan kualitas layanannya dengan menggunakan metode servqual. Variabel penelitian terdiri dari variable terikat yaitu tingkat kepuasan pelanggan dan variable bebas yaitu Tangibles, Reability, Responsivenes, Assurance, Emphathy. Pengumpulan data diperoleh melalui kuisioner dari jawaban responden. Analisa data menggunakan metode Servqual dengan pembobotan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process. 8. Hasil dan Pembahasan Setelah dilakukan pengumpulan data kuesioner dan dibuat rekapitulasi data persepsi responden maka dapat dilakukan perhitungan nilai rata-rata persepsi responden, hasil seperti tersebut pada tabel 1 Tabel 1 Nilai Rata-rata Persepsi Responden No
Indikator
Rata-rata
1
Prosedur Pelayanan
2,72
2
Persyaratan Pelayanan
2,65
3
Kejelasan Petugas Pelayanan
2,80
4
Kedisiplinan Petugas Pelayanan
2,53
5
Tanggung Jawab Petugas Pelayanan
2,14
6
Kemampuan Petugas Pelayanan
2,54
7
Kecepatan Pelayanan
2,71
8
Keadilan Mendapatkan Pelayanan
2,53
9
Kesopanan Dan Keramahan Petugas
2,12
10
Kewajaran Biaya Pelayanan
2,51
11
Kepastian Biaya Pelayanan Prasarana Pelayanan
2,81
12
Kepastian Jadwal Pelayanan
2,51
13
Kenyamanan Lingkungan
2,09
14
Keamanan Pelayanan
2,52
Nilai Rata-rata
2,51
Berdasarkan tabel diatas dapat dibuat suatu urutan nilai rata-rata persepsi tiap kriteria mulai dari yang paling kecil yaitu Dispenduk dan Capil memiliki kenyamanan lingkungan yang bernilai 2.09 sampai dengan nilai yang terbesar yaitu kepastian biaya pelayanan prasarana pelayanan yang bernilai rata-rata 2.81. Namun nilai persepsi responden yang paling besar terhadap suatu kriteria belum tentu menjamin kepuasan responden pada kriteria tersebut karena kepuasan responden tidak hanya
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 4 Pekanbaru, 3 Oktober 2012
ISSN : 2085-9902
dilihat dari nilai persepsinya saja namun juga dengan memperhatikan nilai harapan responden terhadap kriteria tersebut. Setelah dilakukan pengumpulan data kuesioner dan dibuat rekapitulasi data harapan responden maka dapat dilakukan perhitungan nilai rata-rata harapan responden hasilnya seperti tersebut pada tabel 2 Tabel 2 Nilai Rata-rata Harapan Responden No
Indikator
Ratarata
1
Prosedur Pelayanan
3,58
2
Persyaratan Pelayanan
3,63
3
Kejelasan Petugas Pelayanan
3,79
4
Kedisiplinan Petugas Pelayanan
3,53
5
Tanggung Jawab Petugas Pelayanan
3,12
6
Kemampuan Petugas Pelayanan
3,53
7
Kecepatan Pelayanan
3,71
8
Keadilan Mendapatkan Pelayanan
3,53
9
Kesopanan Dan Keramahan Petugas
3,12
10
Kewajaran Biaya Pelayanan
3,52
11
Kepastian Biaya Pelayanan Prasarana Pelayanan
3,80
12
Kepastian Jadwal Pelayanan
3,51
13
Kenyamanan Lingkungan
3,08
14
Keamanan Pelayanan
3,51
Nilai Rata-rata 3,50 Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dibuat suatu urutan nilai rata-rata persepsi tiap kriteria mulai dari yang paling kecil yaitu kenyamanan lingkungan ke nilai rata-rata terbesar yaitu kepastian biaya pelayanan prasarana pelayanan. Hal ini terlihat bahwa semakin besar nilai rata-rata harapannya berarti semakin besar pula harapan untuk diperbaiki kualitas layanannya. Telah kita ketahui bahwa yang menduduki peringkat pertama atau memiliki nilai paling besar adalah kriteria kepastian biaya pelayanan prasarana pelayanan. Ini menandakan bahwa masyarakat sangat menginginkan adanya perbaikan kualitas khususnya untuk variabel kepastian biaya pelayanan prasarana pelayanan. 9. Analisa Berdasarkan Perhitungan Servqual Nilai Gap dapat diartikan sebagai nilai selisih antara nilai persepsi dan nilai harapan atau dengan kata lain selisih antara nilai yang dipersepsikan oleh responden dengan nilai yang diharapkan oleh responden. Nilai yang positif menunjukkan bahwa pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tidak perlu meningkatkan kualitas layanannya cukup dipertahankan saja karena sudah mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diharapkan pelanggan. Jika nilai negatif maka pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil harus meningkatkan kualitas layanannya karena belum mampu untuk memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Adapun hasil perhitungan secara keseluruhan seperti tersebut dapat dilihat pada tabel 3 Tabel 3 Nilai Servqual No
Variabel
Indikator
Persepsi
Harapan
Gap (Servqual)
1
1. Harapan Responden 2. Kenyata an Yang Dihadapi Responden
Prosedur Pelayanan
2,72
3,58
-0,86
Persyaratan Pelayanan
2,65
3,63
-0,99
Kejelasan Petugas Pelayanan
2,80
3,79
-0,99
2 3
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 4 Pekanbaru, 3 Oktober 2012
ISSN : 2085-9902
4
Kedisiplinan Petugas Pelayanan
2,53
3,53
-0,99
5
Tanggung Jawab Petugas Pelayanan
2,14
3,12
-0,98
6
Kemampuan Petugas Pelayanan
2,54
3,53
-0,99
7
Kecepatan Pelayanan
2,71
3,71
-1,00
8
Keadilan Mendapatkan Pelayanan
2,53
3,53
-1,00
9
Kesopanan Dan Keramahan Petugas
2,12
3,12
-1,00
10
Kewajaran Biaya Pelayanan
2,51
3,52
-1,01
11
Kepastian Biaya Pelayanan Prasarana Pelayanan
2,81
3,80
-0,99
12
Kepastian Jadwal Pelayanan
2,51
3,51
-0,99
13
Kenyamanan Lingkungan
2,09
3,08
-0,99
14
Keamanan Pelayanan
2,52
3,51
-0,99
2,51
3,49
Rata-rata
Dari hasil rata-rata pada tabel 3 didapat hasil nilai kualitas pelayanan bernilai negatif untuk berbagai indikator yang ada, sehingga perlu lebih dilakukan peningkatan kualitas pelayanan untuk masing-masing indikator yang ada. 10. Analisa Berdasarkan Pembobotan Dengan AHP Pada penelitian ini digunakan metode AHP (Analisis Hirarki Proses) dengan susunan hirarki bisa dilihat pada gambar 1. Dimana dalam penelitian ini adalah mengukur tingkat kepuasaan masyarakat pada pelayanan yang diberikan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Muaro Jambi, berdasarkan 5 faktor yaitu Tangibles, Reability, Responsivenes, Assurance dan Emphathy. Garis-garis yang menghubungkan kotak-kotak antar level merupakan hubungan yang perlu diukur dengan perbandingan berpasangan dengan arah level yang lebih tinggi. Level 1 merupakan tujuan dari penelitian yakni mengukur tingkat kepuasan masyarakat dengan memasangkannya dengan kriteria pada level 3. Faktor-faktor pada level 2 diukur dengan perbandingan berpasangan bearah ke level 1. Dalam analisa ini akan diperlihatkan perbandingan nilai kepuasan yang mana yang lebih penting di antara faktor –faktor yang ada sebagai identitas pengukuran tingkat kepuasan berdasarkan kuisioner yang telah peneliti sebar kepada 150 responden. Indek Kepuasan Masyarat
Tangibles
U
U
U
Responsiven
Reliability
U
U
U
U
Emphathy
Assurance
U
U
U
U
U
U
Gambar 1. Struktu Hirarki Dalam penyelesaian metode AHP ini menentukan matrik berpasangan merujuk pada ketentuan skala fundamental untuk AHP dimana, jika nilai elemen yang dibandingkan sangat
U
Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 4 Pekanbaru, 3 Oktober 2012
ISSN : 2085-9902
dekat satu sama lain, penggunaan skala 1.1, 1.3, hingga 1,9 dapat digunakan. Analisa ini dimulai dengan membuat matrik berpasangan kriteria yang berada pada level 2. Hasil matrik berpasangan bisa dilihat pada tabel 4
Tabel 4 Matrik Perbandingan Berpasangan Kriteria Tangibles
Realibility
Responsiveness
Assurance
Emphaty
Priority Vektor
Tangibles
1,000
7,000
3,000
5,000
7,000
0,463
Realibility
0,143
1,000
5,000
4,000
6,000
0,250
Responsiveness
0,333
0,200
1,000
4,500
5,000
0,166
Assurance
0,200
0,250
0,222
1,000
4,750
0,086
Emphaty
0,143
0,167
0,200
0,211
1,000
0,035
1,819
8,617
9,422
14,711
23,750
1,000
Goal
Jumlah
Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang jawabnya berada pada tabel 4.10 menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan Empathy merupakan kriteria kepuasan tertinggi dalam pelayanan diurutan berikutnya adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kriteria Assurance menjadi kriteria tingkat kedua dalam penelitian ini, sedangkan faktorfaktor yang berhubungan dengan Responsiveness menjadi urutan ketiga dalam penelitian ini, dan Reability serta Tangibles berada pada urutan keempat dan kelima dalam hal kepuasan pelayanan dalam penelitian ini. Kepentingan relatif dari 5 kriteria dari setiap baris matrik dapat dinyatakan sebagai bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masing-masing faktor pada setiap kolom dengan membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama yang dinormalkan adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam mtrik perbandingan berpasangan, Diproses ini nilai eigenvektornya didapat 6,659, Nilai konsistensinya 0,415, sedangkan konsistensi rasionya adalah 37,024%. Dari hasil nilai konsistensi yang didapatkan karena lebih besar dari 10% maka pendapat dari responden terkait kriteria pelayanan bisa diterima. 11. Kesimpulan dan Saran Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai sevqual yang didapat dalam keadaan negatif artiya aspek-aspek yang bernilai negatif tersebut perlu ditingkatkan lagi kualitas pelayanannya, sedangkan dengan metode AHP didapat hasil kualitas pelayanan tertinggi bobotnya ada pada kriteria Emphaty. Saran yang bisa disampaikan peneliti kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Muaro Jambi adalah bahwa perlu peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan pada seluruh indikator yang ada. Daftar Pustaka [1] Prawirosentono, 1999 [2] Kottler, P, 1997. Manajemen Pemasaran. PT. Prehallindo, Jakarta. [3] Parasuraman A, Zeithaml and Berry L. Leonard, 1990. Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions And Expectations. The Free Press, New York. [4] Permadi, B, 1992. AHP. Departemen Pendidikan & Kebudayaan Pusat Antar UniversitasStudi Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta [5] Santoso, S dan Tjiptono F, 2001. Riset Pemasaran. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta [6] Sudjana, 1996. Metode Statistika. TARSITO, Bandung [7] Supranto, MA, J, Prof, 1997. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Rineka Cipta, Jakarta [8] Tjiptono, F, 1997. Total Quality Service (TQS). ANDI, Yogyakarta