ANALISIS KOREKSI FISKAL ATAS LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL TERHADAP LABA KENA PAJAK PADA PT DOO WON PRECISION INDONESIA Titin Subarti Dosen Tetap Akuntansi STIE Pertiwi
ABSTRAKSI Penelitian ini betujuan untuk mendapatkan pengetahuan yang sahih (valid) dan dapat dipercaya mengenai sejauh mana ketaatan PT. Doo Won Precision Indonesia yang beralamat di Kawasan Industri Jababeka I Blok C2E, Cikarang, Bekasi dalam mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku dengan dilakukannya koreksi fiskal atas laporan keuangan komersial tahun 2009 serta menjabarkan secara terperinci mengenai alasan dilakukannya koreksi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang bertujuan untuk mendeskripsikan data apa adanya dan menjelaskan data atau kejadian dengan kalimat-kalimat penjelasan secara kualitatif. Metode penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisis dengan cara non-statistik meskipun tidak harus selalu menabukan angka. Kesimpulan dari analisis data untuk kasus penelitian ini adalah PT. Doo Won Precision Indonesia belum melakukan penyusunan laporan keuangan fiskal sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini terlihat dari koreksi perusahaan sebesar Rp 1.061.181.382, akan tetapi setelah penulis lakukan penelitian dan disesuaikan dengan peraturan perpajakan yang berlaku terdapat koreksi tambahan dari penulis sebesar Rp 1.232.217. Dengan demikian total koreksi adalah Rp 2.248.398.578 yang terdiri dari koreksi positif sebesar Rp 2.264.100.501 dan koreksi negatif sebesar Rp 15.701.923. Akibat dari adanya koreksi positif dan negatif tersebut maka terjadi kenaikan besarnya laba komersial dari Rp 1.163.697.999,menjadi sebesar Rp 3.412.096.577,- yang artinya terjadi kenaikan laba sebesar 193% yang diakui oleh fiskal. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sesuai dengan isi pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bahwa bangsa Indonesia mempunyai satu cita-cita menjadi bangsa yang adil dan makmur. Oleh karena itu, dibutuhkan banyak sumber penghasilan dalam membiayai pembangunan bangsa ini, dan salah satu sumber penghasilan terbesar yang sangat diharapkan untuk mengisi kas negara adalah pajak yang disetorkan/dibayarkan oleh wajib pajak ke kas negara, baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan. Sehingga tidak heran apabila pemerintah melalui
1
petugas pajak bekerja keras untuk menciptakan berbagai macam peraturan dalam rangka menertibkan sistem perpajakan di Indonesia. Pajak bagi suatu perusahaan terkadang menjadi suatu kendala dalam menunjukkan kinerja atas profit yang diperoleh. Di satu sisi pajak merupakan sumber pendapatan negara dalam menjalankan pembangunan, yang berarti apabila perusahaan tidak membayarkan pajak ke pemerintah maka perusahaan tersebut tidak mempunyai kontribusi bagi pembangunan, yang pada suatu saat akan mempunyai dampak yang tidak baik bagi perusahaan tersebut. Akan tetapi disisi lain pajak merupakan unsur pengurang profit bagi suatu badan usaha, untuk itu perusahaan harus melakukan langkah-langkah strategis dan bijaksana yang tentunya tidak berlawanan dengan Peraturan Perpajakan, sehingga kedua unsur tersebut di atas dapat tercapai secara seimbang dengan tidak saling merugikan. Dalam perhitungan laba kena pajak suatu perusahaan, maka Peraturan Perpajakan diharuskan mempunyai prioritas utama yang harus dilaksanakan di atas Standar Akuntansi Keuangan melalui penyesuaian (koreksi fiskal). Laporan keuangan perusahaan biasanya harus disesuaikan dengan peraturan fiskal ketika laporan keuangan tersebut digunakan sebagai dasar Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan (SPT PPh) yang akan disampaikan ke kantor pajak. Hal ini disebabkan, laporan keuangan komersial mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK), sedangkan laporan keuangan fiskal mengacu pada Peraturan Perpajakan. Untuk memenuhi kebutuhan pelaporan pajak maka perusahaan harus melakukan penyesuaian fiskal (koreksi fiskal), dimana harus dilakukan rekonsiliasi laporan keuangan komersial yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan disesuaikan menjadi laporan keuangan fiskal sesuai dengan Peraturan Perpajakan sehingga diperoleh laba yang menjadi dasar perhitungan laba kena pajak perusahaan tersebut. Berdasarkan pembedaannya, perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dibedakan menjadi beda tetap dan beda waktu. Beda tetap, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak, dan beda waktu yaitu perbedaan pembebanan suatu biaya dimana jangka waktu pembebanannya berbeda. Koreksi fiskal dapat menyebabkan laba kena pajak berkurang (koreksi negatif) atau laba kena pajak bertambah (koreksi positif). PT. Doo Won Precision Indonesia adalah badan usaha yang menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan dan merupakan wajib pajak yang harus menghitung, melaporkan dan menyetorkan sendiri pajak terutang atas penghasilan yang diperolehnya berdasarkan self assessment system yang dianut oleh sistem perpajakan di Indonesia. Agar pajak yang dihitung, dilaporkan, dan disetor sesuai dengan peraturan perpajakan maka PT Doo Won Precision Indonesia harus melakukan koreksi fiskal atas laporan
2
keuangan komersialnya, dari penyesuaian (koreksi fiskal) yang dilakukan akan menyebabkan laba kena pajak bertambah (koreksi Positif) atau laba kena pajak berkurang (koreksi negatif) yang berpengaruh terhadap besarnya pajak yang akan disetorkan oleh PT. Doo Won Precision Indonesia ke kas negara. 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas ,maka penulis merumuskan pokok-pokok permasalahan yang di identifikasi untuk di teliti yaitu : 1. Apa saja biaya-biaya atau penghasilan yang harus dikoreksi pada laporan keuangan komersial khususnya Laporan Laba Rugi dan Laporan Harga Pokok Penjualan PT Doo Won Precision Indonesia tahun buku 2009? 2. Bagaimana perlakuan pajak terhadap laba rugi fiskal hasil koreksi yang telah dilakukan? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Karena keterbatasan waktu, tenaga, dana, teori – teori dan supaya penelitian dapat dilakukan secara mendalam dan menghindari pembatasan penelitian yang terlalu luas dan kurang mengarah. Penulis membatasi masalah pada “Analisis Koreksi Fiskal atas laporan Keuangan Komersial Terhadap Laba Kena Pajak” 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : a. Mengetahui biaya-biaya apa saja yang harus dikoreksi pada Laporan Harga Pokok Penjualan dan Laporan Laba Rugi PT Doo Won Precision Indonesia sesuai dengan Undang-Undang PPh No. 07 tahun 1983 yang terakhir dirubah dengan No.36 Tahun 2008. b. Mengetahui perlakuan pajak atas laba/rugi fiskal yang dihasilkan dari koreksi fiskal yang telah dilakukan. 1.4.2 Manfaat Penelitian Dengan diperolehnya tujuan atas penelitian ini, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: a. Penulis, yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan dan pengembangan teori-teori yang telah didapatkan diperkuliahan, dan juga untuk mengetahui bagaimana penerapan teori-teori tersebut di dalam perusahaan. b. Perusahaan yang diteliti, yaitu sebagai bahan masukan kepada manajemen perusahaan untuk memecahkan masalah penerapan peraturan perpajakan yang dihadapi. c. Para pembaca, sebagai bahan sumbangan pemikiran dan pengetahuan dalam memperluas wawasan tentang peraturan perpajakan yang dihubungkan dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
3
2. LANDASAN TEORI 2.1 Koreksi Fiskal Perbedaan pertimbangan yang mendasari penyusunan laporan keuangan komersial dengan kebijakan perpajakan menghasilkan jumlah angka laba yang berbeda (laba komersial dan laba fiskal). Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tertentu tentang pengukuran dan pengakuan terhadap unsur-unsur yang umumnya terdapat dalam laporan keuangan, dimana ukuran-ukuran tersebut dibuat untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh setiap wajib pajak ke negara. Demikian juga halnya dengan standar akuntansi keuangan mempunyai kriteria dalam pengukuran dan pengakuan setiap unsur yang terdapat dalam laporan keuangan, laporan keuangan komersial yang disusun berdasarkan seperangkat standar akuntansi yang ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial suatu entitas. Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah sebagai berikut : 1. Perbedaan metode dan prosedur, diantaranya : a. Metode penilaian persediaan, akuntansi komersial memperbolehkan memilih metode perhitungan harga perolehan persediaan seperti metode average, first in first out (FIFO), pendekatan laba bruto, pendekatan harga jual eceran, dan lain-lain.sedangkan dalam fiskal hanya diperbolehkan memilih dua metode, yaitu metode average dan metode first in first out (FIFO). b. Memilih metode penyusustan dan amortisasi, akuntansi komersial memperbolehkan memilih metode penyusutan seperti metode garis lurus, metode jumlah angka tahun, dan metode saldo menurun, metode jam jasa, metode jumlah unit produksi, metode berdasarkan jenis dan kelompok, metode anuitas, metode persediaan, untuk semua jenis harta berwujud/aktiva tetap. Dalam fiskal, metode penyusutan hanya meliputi metode garis lurus dan metode saldo menurun untuk harta berwujud non bangunan, sedangkan harta berwujud bangunan dibatasi pada metode garis lurus saja. Selain perbedaan metode, ada juga perbedaan dalam menafsir umur ekonomis atau masa manfaat suatu aktiva. Dimana dalam akuntansi komersial, manajemen dapat menetukan sendiri umur aktivanya, sedangkan dalam fiskal umur ekonomis atau masa manfaat diatur dan ditetapkan berdasarkan keputusan menteri keuangan. Dalam akuntansi keuangan komersial diperbolehkan adanya residu atau nilai sisa dari suatu aktiva dalam perhitungan penyusutan. Akan tetapi menurut fiskal nilai sisa ini tidak diperhitungkan karena seperti telah dijelaskan di Pasal 10 dan 11 Undang-undang No. 36 Tahun 2008, dasar penyusutan adalah harga perolehan yakni pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan aktiva berwujud kecuali tanah, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun.
4
c. Metode penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial penghapusan piutangditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan. Pembentukan cadangan dalam fiskal hanya diperbolehkan untuk industri tertentu seperti usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi dan usaha pertambangan dengan jumlah yang dibatasi secara ketat oleh aturan perpajakan. 2. Perbedaan perlakuan dan pengakuan penghasilan dan biaya, antara lain: a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan objek pajak penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial. b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi laporan keuangan, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan menurut akuntansi komersial, contohnya: 1) Bunga deposito/bunga tabungan dan diskonto SBI. 2) Penghasilan obligasi yang tercatat di bursa efek, baik berupa bunga/diskonto maupun keuntungan penjualan. 3) Penjualan saham di bursa efek baik saham pendiri maupun bukan saham pendiri. 4) Penjualan saham milik perusahaan modal ventura. 5) Penghasilan yang diterima penyalur/dealer/agen produk pertamina dan premix. 6) Penghasilan yang diterima penyalur/distributor rokok. 7) Pengalihan atas tanah dan/atau bangunan oleh yayasan atau organisasi sejenis. 8) Persewaan atas tanah dan/atau bangunan. 9) Imbalan jasa konstruksi 10) Bunga simpanan anggota koperasi, dan lain-lain. c) Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi keuangan komersial sebagai biaya atau pengurang penghasilan, tetapi dalam fiskal, pengeluaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1) UU PPh, yaitu: 1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, dan anggota keluarga. 3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan syaratsyaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
5
4.
Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak pribadi, kecuali dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. 7. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi yang memeluk agama islam dan atau wajib pajak dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. 8. Pajak penghasilan 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi dalam saham. 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan. Gambar 2.1 Alur Rekonsiliasi Penyusunan Laporan Keuangan Fiskal Dokumen dasar
Jurnal
Buku Besar
Neraca Percobaan
Laporan Keuangan Komersial
dicocokkan
Rekonsiliasi
BukuT ambahan
Laporan Keuangan Fiskal
6
2.3.1 Perbedaan Waktu dan Permanen Hubungan kausal antara laba komersial (laba sebelum Pajak) dengan laba fiskal (laba kena pajak) menghasilkan perbedaan angka, yang dibedakan menjadi dua perbedaan yaitu: a. Beda waktu/sementara (temporary difference). Perbedaan sementara terjadi karena adanya perbedaan saat pengakuan terhadap pendapatan maupun beban oleh Peraturan undang-undang perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan, dan perbedaan tersebut secara otomatis akan terkoreksi di kemudian hari. b. Beda tetap (permanentdifference). Perbedaan tetap terjadi karena Standar Akuntansi Keuangan mengakui semua pemasukan merupakan penghasilan yang akan menambah laba, dan semua pengeluaran merupakan pengurang laba kena pajak. Sementara bagi undang-undang perpajakan ada beberapa jenis penghasilan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak, karena pendapatan tersebut telah dikenakan pajak bersifat final. Dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak, hal ini dikarenakan ada beberapa jenis pengeluaran yang bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan yang secara langsung berhubungan dengan perolehan penghasilan. 2.1.2 Koreksi Positif dan Koreksi Negatif Perbedaan-perbedaan yang telah dijelaskan di atas perlu penyesuaian-penyesuaian agar jumlah pajak penghasilan terutang atau laba kena pajak sesuai dengan peraturan perpajakan, yang disebut dengan koreksi fiskal. Ada 2 (dua) macam koreksi fiskal, yaitu: a. Koreksi fiskal positif, yaitu koreksi atau penyesuaian yang akan menyebabkan bertambahnya laba kena pajak yang pada akhirnya pajak terutang badan akan bertambah besar, yang terdiri dari: 1) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota. 2) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan 3) Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan. 4) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan. 5) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan. 6) Pajak penghasilan. 7) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau CV yang modalnya tidak terbagi atas saham. 8) Sanksi administrasi. 9) Selisih penyusutan komersial di atas penyusutan fiskal. 10) Selisih amortisasi komersial di atas amortisasi fiskal.
7
b.
11) Biaya yang ditangguhkan pengakuannya. 12) Penyesuaian positif fiskal lainnya. Koreksi fiskal negatif, yaitu penyesuaian yang akan menyebabkan berkurangnya laba kena pajak, sehingga pajak terutang badan akan lebih kecil, diantaranya: 1) Selisih penyusutan komersial dibawah penyusutan fiskal. 2) Selisih amortisasi komersial di bawah amortisasi fiskal. 3) Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya. 4) Penyesuaian negatif fiskal lainnya.
Teknik rekonsiliasi fiskal dapat dilakukan seperti berikut ini: 1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi komersial tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi komersial, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi komersial, dan sebaliknya. 2. Jika suatu biaya atau pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan biaya tersebut dari total biaya menurut akuntansi komersial yang berarti menambah laba menurut akuntansi komersial, dan sebaliknya. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Wajib Pajak Badan biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas atau CV. Perusahaan-perusahaan ini dalam prakteknya tentu melakukan proses pembukuan dan pada akhirnya akan menghasilkan laporan keuangan berupa Neraca dan Rugi Laba. Laporan keuangan seperti ini biasanya dibutuhkan oleh berbagai macam pihak terutama sekali adalah pemilik perusahaan dan kreditur. Laporan keuangan ini pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel Penelitian Koreksi fiskal atas Laba kena Pajak laporan keuangan (variabel Y) komersial (variabel Y) Dalam metode penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif, alasannya yaitu untuk mengetahui, menggambarkan, memaparkan jalannya suatu penelitian yang tengah berlangsung atau mengetahui permasalahan yang terjadi di perusahaan tempat penulis mengadakan penelitian. Sementara menurut Sugiyono (2009:6) mengatakan metode deskriptif yaitu :
8
“Penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan/menghubungkan dengan variabel lainnya”. Beberapa penyebab utama perbedaan laba komersial dan laba fiskal yang banyak ditemui di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Adanya penghasilan yang bukan objek pajak menurut fiskal (non taxable income), 2. Adanya penghasilan yang dikenakan PPh Final sehingga tidak perlu lagi dihitung dalam SPT Tahunan, 3. Adanya biaya-biaya yang menurut ketentuan fiskal tidak boleh dikurangkan (non deductible expenses), dan 4. Adanya perbedaan waktu pengakuan biaya seperti biaya penyusutan dan amortisasi. 3.2 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Dari latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan di atas maka hipotesis yang diambil adalah, adanya biaya-biaya dan penghasilan yang harus dikoreksi fiskal atas laporan keuangan komersial terhadap laba (rugi) kena pajak (pajak terutang) perusahaan, yang artinya semakin banyak koreksi positif maka akan semakin besar laba kena pajak (semakin kecil rugi fiskal yang berkaitan dengan kompensasi kerugian pada perhitungan pajak ditahun berikutnya), serta semakin banyak koreksi negatif maka akan semakin kecil laba kena pajak perusahaan (semakin besar rugi yang diakui oleh fiskal). 3.3 Asumsi Asumsi dari penelitian ini adalah masih terdapat biaya - biaya dan penghasilan yang perlu di koreksi fiskal untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, karena tidak semua ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan digunakan dalam peraturan perpajakan. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah: 1. Data Primer, data yang diperoleh melalui wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan karyawan yang berwenang dan berhubungan langsung dengan objek yang diteliti. 2. Data sekunder, data yang diperoleh dengan mengumpulkan data laporan keuangan komersial tahun 2009 3.5 Populasi dan Sampel Penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi social yang memiliki kesamaan dengan situasi social pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel dalam penelitian kualitatif, juga bukan disebut sampel statistik, tetapi 9
sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori (Sugiyono, 2007:50). 3.6 Tekhnik Analisis Data Tekhnik analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data sehingga lebih dimengerti. Metode analisis data yang digunakan atau diterapkan untuk menganalisis dalama penelitian ini adalah : Metode Analisis Deskriptif yaitu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data, menyusun, menginterprestasikan sehingga diperoleh gambaran yang jelas terhadapa masalah yang diteliti. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis melalui langkahlangkah di bawah ini: a. Membandingkan dan melakukan koreksi atas laporan keuangan komersial yang telah dibuat oleh PT Doo Won Precision Indonesia dengan peraturan perpajakan yang ada. b. Menghitung besarnya pajak terutang dari laporan keuangan fiskal serta membandingkannya dengan besarnya pajak terutang berdasarkan laporan keuangan komersial. 3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian bertempat di PT. Doo Won Precision Indonesia, yang berada di Kawasan Industri Jababeka I, Jl. Jababeka IV SFB Blok C2E, Cikarang – Bekasi 17530. Penelitian dilakukan selama 3 bulan, terhitung 01 Oktober – 24 Desember 2011. 4.PEMBAHASAN 4.1.1 Pendapatan dan Biaya yang Non-Deductible Di bawah ini merupakan pendapatan dan biaya yang menurut ketentuan pajak tidak diperkenankan untuk dibiayakan (Non Deductible) sehingga perlu di koreksi fiskal. 1). Tunjangan Makan PT Doo Won Precision Indonesia menyediakan makan dan minuman bagi seluruh karyawan di tempat kerja. Pemberian makanan dan minuman di tempat kerja merupakan natura yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan. Pada dasarnya pemberian natura oleh perusahaan kepada karyawan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung besarnya laba (rugi) fiskal perusahaan, akan tetapi sesuai dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 9 ayat (1e) menyatakan bahwa untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan oleh penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan berkaitan 10
dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor 466/KMK.04/2000. Natura dan kenikmatan dari sisi biaya dapat dikelompokan menjadi dua yaitu natura yang sifatnya deductible expense (diperbolehkan untuk dibiayakan) serta natura yang sifatnya non deductible expense (tidak diperbolehkan menjadi biaya). Natura yang sifatnya deductible expense adalah pemberian makanan dan atau minuman untuk seluruh pegawai , natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut, dan natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya. Pemberian natura dan kenikmatan di luar tiga hal tadi merupakan non deductible expense. Perusahaan memang tidak melakukan koreksi atas biaya tunjangan makan ini. Akan tetapi, setelah penulis lakukan pemeriksaan nilai tunjangan makan PT. Doo Won Precision Indonesia tidak seluruhnya merupakan biaya untuk makan karyawan. Sebagian merupakan biaya makan di luar kantor yang dilakukan oleh para karyawan yang tidak ada kaitannya dengan tiga hal yang sebelumnya disebutkan, seperti menjamu customer atau auditor ataupun dalam rangka gathering perusahaan. Karena itulah berdasarkan aturan di atas, nilai tunjangan makan baik dalam Laporan Harga Pokok Penjualan maupun Laporan Laba Rugi harus dikoreksi. Setelah diperiksa total koreksi fiskal atas tunjangan makan adalah Rp 42.257.474,-, yang merupakan penjumlahan dari Rp 40.917.375,- hasil koreksi dari laporan HPP dan Rp 1.340.099,- hasil koreksi dari Laporan Laba Rugi. Ini merupakan koreksi positif karena beda tetap. Dengan demikian, nilai yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk tunjangan makan adalah Rp 281.027.751,2). Tunjangan Kesehatan Berdasarkan Undang Undang PPh Tahun 1984 beserta perubahannya terakhir yaitu no. 36 Tahun 2008, Pemberian kenikmatan kepada pegawai berupa biaya pengobatan pegawai yang dibayar langsung ke rumah sakit, dokter atau apotik, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (non-deductible) dan bukan objek PPh Pasal 21 (non-taxable), akan tetapi apabila diberikan dalam bentuk tunjangan atau penggantian pengobatan merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan merupakan objek PPh Pasal 21. Tunjangan kesehatan atau biaya pengobatan ini perlu diperhatikan cara pembayarannya, yaitu : i. Biaya pengobatan karyawan yang dibayar perusahaan langsung ke rumah sakitatau dokter dan apotek, pembayaran tersebut sebagai pemberian kenikmatansehingga tidak boleh dibayarkan dan bukan objek PPh Pasal 21
11
ii.
bagi penerimanya.Sebagai contoh apabila perusahaan mempunyai rumah sakit atau poliklinik sendiri. Biaya penggantian pengobatan, pemberian tunjangan pengobatan, uang pengobatan, sebagai biaya yang dapat dikurangkan terhadap penghasilan bruto (deductible expense) dan objek PPh Pasal 21
Selama tahun 2009 perusahaan membayar uang ganti terhadap karyawan yang melakukan pengobatan ke klinik atau Rumah Sakit, ini bukan merupakan penghasilan bagi karyawan dan bukan objek PPh 21.Berdasarkan data di atas, hal ini merupakan salah satu bentuk kenikmatan/natura bagi karyawan yang tentu saja tidak dapat dibiayakan. Karena itu, senilai Rp 1.445.000,- (Laporan Harga Pokok Produksi) ditambah dengan Rp 7.939.019,- (Laporan Laba Rugi) harus dikoreksi negative. Ini merupakan jenis koreksi karena beda tetap. 3). Tunjangan Jamsostek PT. Doo Won Precision Indonesia membayar tunjangan Jamsostek setiap bulannya dengan perincian sebagai berikut : Tabel 4.3 Prosentase Nilai Tunjangan Jamsostek Jenis Tunjangan Prosentase Keterangan JKK (Jaminan Kecelakaan 0.89% Dibayar oleh Perusahaan Kerja) JKM (Jaminan Kematian) 0.30% Dibayar oleh Perusahaan JHT (Jaminan Hari Tua) 3.70% Dibayar oleh Perusahaan Dibebankan kepada JHT (Jaminan Hari Tua) 2.00% Karyawan JPK (Jaminan Dibayar oleh Perusahaan 3.00% Pemeliharaan Kesehatan) (Belum Berkeluarga) JPK (Jaminan Dibayar oleh Perusahaan 6.00% Pemeliharaan Kesehatan) (Sudah Berkeluarga) Pemberian tunjangan oleh pemberi kerja merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, hal ini dapat kita lihat di pasal 6 ayat 1 Undang Undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008, dinyatakan bahwa : “Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha diantaranya adalah biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjanganyang diberikan dalam bentuk uang” “Iuran atau premi Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) ke PT. Jamsostek merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan merupakan objek PPh 21”
12
“Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) ke PT. Jamsostek atau iuran pensiun ke Dana Pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dapat dikurangkan dan bukan objek PPh Pasal 21” Dari peraturan-peraturan pajak tersebut di atas kita dapat menyimpulkan bahwa segala macam tunjangan merupakan penghasilan bagi pegawai tetap dan sifatnya taxable atau terutang serta wajib dipotong pajakpenghasilan. Tunjangan yang diberikan oleh pemberi kerja adalah biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto karena merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Akan tetapi, seperti yang terlihat pada tabel di atas,berbeda dengan tunjangan lain yang dibayarkan oleh perusahaan, tunjangan JHT sebanyak 2% dibebankan kepada karyawan. Hal ini sesuai dengan PP No. 14 Tahun 1993 sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir dengan PP No. 76 Tahun 2007, pasal 9 ayat (1) huruf b, yaitu besarnya iuran program sosial tenaga kerja untuk Jaminan Hari Tua adalah sebesar 5,70% dari upah sebulan. Diperjelas pada pasal 9 ayat (3), yang menyatakan bahwa Iuran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, sebesar 3,70% ditanggung oleh pengusaha dan sebesar 2% ditanggung oleh tenaga kerja” Sebanyak 3,70% JHT yang telah dibayar perusahaan, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini dapat dilihat dalam Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21/26, yaitu bagi perusahaan yang sudah ikut program JAMSOSTEK, pembayaran iuran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 3,70% merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, tapi bukan merupakan objek PPh 21. Dan diperjelas dalam Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 tahun 2008 pasal 9 ayat (1) huruf d, yaitu untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan antara lain premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Meskipun perusahaan tidak melakukan koreksi atas biaya tunjangan jamsostek ini, akan tetapi berdasarkan ketentuan di atas sebanyak 2% dari total JHT yang dibayar tidak boleh dikurangkan dari laba bruto dan harus dikoreksi karena telah dibebankan kepada karyawan. Karena itu, senilai Rp 48.870.251,- (koreksi Laporan HPP) dan Rp 40.941.541,- (koreksi Laporan Laba Rugi) harus dikoreksi. Dari hasil koreksi tersebut maka jumlah tunjangan Jamsostek yang diakui pajak adalah Rp. 245.101.969,-
13
Jumlah koreksi tunjangan tersebut merupakan koreksi fiskal positif dan merupakan bedatetap artinya sifatnya permanen (final) dan koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya. 4). Tunjangan PPh 21 Pada umumnya jika suatu biaya yang terkait dengan karyawan akan terutang PPh 21 jika biayanya diakui misalnya biaya gaji, tunjangan bonus dan sebagainya. Jika pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dibebankan sebagai biaya fiscal (Non deductible) sehingga bagi karyawan yang menerima bukan merupakan penghasilan (Non Taxable). Imbalan bruto berarti karyawan akan menerima imbalan sejumlah tertentu kemudian oleh perusahaan akan dipotong PPh 21 sesuai dengan tarif yang berlaku sehingga karyawan akan memperoleh uang sejumlah imbalan dikurangi PPh 21 yang harus dipotong. Take home pay berarti karyawan akan menerima imbalan sesuai dengan jumlah tertentu yang sudah disetujui pada awal bekerja dan perusahaan yang akan menanggung PPh 21 yang harus dipotong dan disetor. Ada dua alternative perlakuan dari transaksi tersebut diatas, yaitu : a) PPh 21 diakui sebagai natura/kenikmatan (pajak yang dibayar ditanggung perusahaan) perhitungannya akan sama dengan Imbalan bruto. Tunjangan PPh 21 yang disetor Non Taxable dan Non Deductible. b) PPh 21 diakui sebagai biaya perusahaan atau penghasilan dari karyawan, lebih dikenal dengan istilah gross up. PPh 21 yang disetor Taxable dan Deductible. Pemilihan pengakuan di atas biasanya dilakukan berdasarkan tax planning yang dibuat perusahaan sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan. Sesuai dengan Pasal 9 huruf h UU PPh No. 36/2008 yang tidak termasuk deductable expense/biaya yang boleh dikurangkan adalah Pajak Penghasilan. Berdasarkan keterangan di atas, maka jelas tunjangan PPh 21 tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, karena telah di bebankan kepada karyawan (dipotong dari gaji karyawan).Karena itu, dalam Laporan Laba Rugi jumlah tunjangan PPh 21 sebesar Rp. 233.152.713,52 dikoreksi fiskal negatif, dan merupakan beda tetap. 5). Penyusutan UU PPh No. 36 tahun 2008 Pasal 6 ayat (b), tertulis : ”Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang
14
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A” Sesuai dengan pasal 11 ayat (6) metode penyusutan yang diperbolehkan untuk kelompok bangunan permanen maupun tidak permanen adalah metode garis lurus (pasal 11 ayat (1) penyusutan dilakukan pada bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut) dan untuk kelompok bukan bangunan menggunakan metode garis lurus atau saldo menurun (pasal 11 ayat (2) penyusutan dapat dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat azas. Dalam melakukan perhitungan biaya penyusutan atas aktiva, perusahaan belum mengelompokkan aktiva – aktiva tersebut sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku. Oleh karena itu, penulis mengoreksi biaya – biaya penyusutan atas aktiva perusahaan, diantaranya : a). Biaya penyusutan kendaraan PT Doo Won Precision Indonesia menyediakan kendaraan tertentu bagi pegawai tertentu, kendaraan tersebut disusutkan selama 5 (lima) tahun dengan metode garis lurus untuk laporan komersial dan untuk fiskal digunakan metode saldo menurun yang masuk kelompok 2 dengan masa manfaat 8 (delapan) tahun. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa penyusutan komersial dengan metode penyusutan garis lurus adalah sebesar Rp 39.100.000, sedangkan penyusutan fiskal dengan metode saldo menurun untuk kendaraan kategori 1 adalah Rp 14.474.520, dan untuk kategori 2 adalah Rp 53.414.855 (lihat lampiran 4). Penyusutan kendaraan kategori 2 merupakan penyusutan untuk kendaraan yang dipergunakan oleh pegawai dimana kendaraan tersebut dibawa pulang, maka sesuai dengan KEP-220/PJ/2002 yang mulai berlaku pada 18 April 2002, penyusutannya hanya dapat dibebankan sebesar 50% dan merupakan kelompok 2 aktiva bukan bangunan dari beban. Maka total selisih beban penyusutan kendaraan adalah Rp 2.081.948 dan harus dikoreksi negatif beda waktu. b). Biaya penyusutan peralatan kantor Sesuai dengan kebijakan manajemen PT Doo Won Precision Indonesia penyusutan peralatan kantor diestimasi dengan umur ekonomis selama 5 (lima) tahun dan penyusutan dihitung berdasarkan metode penyusutan garis lurus, sehingga beban penyusutan untuk peralatan kantor pada tahun 2009 untuk laporan keuangan komersial sebesar Rp 41.856.534 (lihat lampiran 5a).
15
Untuk keperluan dalam pelaporan pajak PT Doo Won Precision Indonesia menggunakan metode saldo menurun kelompok 1 dengan masa manfaat 4 (empat) tahun. Penyusutan hasil perhitungan penulis adalah Rp 27.609.784 (lihat lampiran 5b), dari data yang diperoleh diketahui tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk peralatan kantor yang dikapitalisasi. Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa penyusutan komersial lebih besar dibandingkan penyusutan untuk fiskal sebesar Rp 14.246.749 yang harus dikoreksi positif beda waktu. c). Penyusutan mesin Kebijakan akuntansi PT Doo Won Precision Indonesia dalam pengalokasian pembebanan penyusutan mesin adalah dengan menggunakan metode garis lurus dengan estimasi umur ekonomis selama 5 (lima) tahun, sedangkan untuk keperluan pajak PT Doo Won Precision Indonesia menetapkan untuk menggunakan metode saldo menurun yang termasuk dalam kelompok 2 dengan masa manfaat 8 tahun. Sebagai akibat dari perbedaan kedua metode tersebut jumlah biaya penyusutan mesin yang diakui oleh wajib pajak badan dan fiskal akan berbeda karena itu perbedaan jumlah penyusutan yang terjadi harus disesuaikan. Dalam laporan harga pokok penjualan PT Doo Won Precision Indonesia tahun 2009 dilaporkan besar penyusutan untuk mesin sebesar Rp 1.338.356.181 (lihat lampiran 6a) sementara perhitungan penyusutan menurut metode saldo menurun untuk tahun 2009 adalah sebesar Rp 781.301.233 (lihat lampiran 6b) yang menyebabkan perbedaan sementara dan harus dikoreksi positif karena beban penyusutan yang diakui oleh fiskal lebih kecil dari penyusutan yang diakui oleh komersial yaitu sebesar Rp 557.054.948. d). Penyusutan peralatan dan perlengkapan pabrik Dalam pengalokasian beban penyusutan untuk pelaporan pajak, PT Doo Won Precision Indonesia menerapkan metode garis lurus dimana peralatan dan perlengkapan termasuk dalam kategori aktiva tetap bukan bangun kelompok 1 dengan umur ekonomis 4 tahun. Sementara untuk pelaporan pajak menggunakan metode saldo menurun dimana peralatan dan perlengkapan pabrik dibagi menjadi 2 kategori yaitu harta bukan bangunan kelompok 1 dengan masa manfaat 4 (empat) tahun dan harta bukan bangunan kelompok 2 dengan masa manfaat 8 (delapan) tahun. Total beban penyusutan atas peralatan dan perlengkapan selama tahun 2009 yang dilaporkan dalam laporan harga pokok penjualan dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus adalah sebesar Rp 1.117.547.190 (lihat lampiran 7a) sedangkan penyusutan dengan metode saldo menurun untuk pelaporan pajak sebesar Rp 711.257.394 yang terdiri dari Rp 697.224.582 untuk beban penyusutan peralatan dan perlengkapan pabrik yang termasuk dalam aktiva bukan bangunan kategori 1 dan Rp 14.032.812 untuk beban penyusutan peralatan dan perlengkapan pabrik yang
16
termasuk dalam aktiva bukan bangunan kategori 2 (lihat lampiran 7b), dengan demikian terdapat perbedaan sementara yang harus dikoreksi negatif menurut laporan keuangan PT Doo Won Precision Indonesia karena penyusutan untuk pajak lebih besar dari penyusutan komersial sebesar Rp 406.289.796. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dari laporan harga pokok penjualan terdapat koreksi fiskal negatif yang mengakibatkan beda waktu sebesar Rp 4.188.790 dan koreksi fiskal positif yang mengakibatkan beda tetap sebesar Rp 410.478.586. 6). Biaya Perjalanan Biaya Perjalanan yang dimaksud di Laporan Laba Rugi adalah biaya tiket pesawat yang digunakan oleh pihak manajemen dalam melakukan perjalanan pulang pergi ke Korea. Perjalanan yang dilakukan ini tidak hanya untuk urusan bisnis, tetapi juga untuk urusan pribadi. Sesuai dengan penjelasan pasal 9 ayat (1) UU PPh No.36/2008 yaitu pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk (3M) mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pembebannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Setelah dilakukan pengecekan, besar biaya perjalanan untuk urusan pribadi adalah Rp 12.555.270. Berdasarkan penjelasan pada paragraf sebelumnya, maka biaya perjalanan sebesar Rp 12.555.270 perlu dikoreksi fiskal karena tidak ada hubungannya dengan kegiatan 3M. Ini merupakan koreksi fiskal negatif karena beda tetap. 7). Biaya kendaraan Biaya kendaraan yang dimaksud disini adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar, toll dan parkir kendaraan perusahaan. Total biaya bahan bakar yang menjadi beban perusahaan pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 120.049.150 untuk kendaraan yang dipakai oleh pegawai tertentu yang dipergunakan atas jabatan atau pekerjaan pegawai tersebut dan kendaraan tersebut dibawa pulang oleh pegawai tersebut. Dalam laporan terlihat bahwa perusahaan tidak mengoreksi biaya kendaraan. Meskipun demikian, sesuai dengan KEP-220/PJ/202 yang mulai berlaku pada 18 April 2002 Pasal 3 ayat (1) kendaraan perusahaan (sedan) yang dibawa pulang & dikuasai pegawai maka atas biaya bahan bakarnya hanya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebesar 50% dari biaya komersialnya. Berdasarkan aturan tersebut, penulis mengoreksi biaya kendaraan perusahaan. Besar biaya bahan bakar, toll dan parkir kendaraan yang menjadi pengurang penghasilan yang diperkenankan oleh fiskal adalah
17
50% dari Rp 220.049.150 sebesar Rp. 110.024.575, dan ini merupakan koreksi positif karena beda tetap. 8). Biaya Pemeliharaan Kendaraan Biaya kendaraan yang menjadi beban perusahaan pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 120.049.150 untuk kendaraan yang dipakai oleh pegawai tertentu yang dipergunakan atas jabatan atau pekerjaan pegawai tersebut dan kendaraan tersebut dibawa pulang oleh pegawai tersebut. Sama seperti biaya kendaraan, perusahaan juga belum melakukan koreksi atas biaya pemeliharaan kendaraan. Sesuai dengan KEP-220/PJ/2002 yang mulai berlaku pada 18 April 2002 pasal 3 ayat 2 : ”Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan” Berdasarkan ketentuan di atas, maka penulis mengoreksi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah 50% dari Rp. 120.049.150 sebesar Rp. 62.049.929,50. Ini merupakan koreksi positif karena beda tetap. 9). Biaya Perhubungan Biaya perhubungan sebesar Rp 193.161.643,70 terdiri dari Rp. 188.033.884 yang merupakan biaya atas pemakaian telpon dan internet, serta Rp 5.127.760 merupakan biaya atas pembelian pulsa atau pembayaran biaya telpon pasca bayar bagi pegawai perusahaan. Biaya telepon dan internet merupakan biaya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, karena itu sesuai dengan UU No. 36 tahun 2008pasal 6 ayat 1(a), biaya listrik, telepon dan air yang pembayarannya dapat dibuktikan dari tagihan merupakan biaya yang dapat dikurangkan. Sementara biaya pemakaian telpon pribadi dapat dikategorikan sebagai bentuk kenikmatan/natura. Jika merujuk kepada UU 36 tahun 2008 pasal 9 ayat 1(e), jelas biaya ini tidak dapat dibebankan. Akan tetapi, berdasarkan KEP - 220/PJ./2002yang mulai berlaku 18 April 2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan pasal 1 ayat 2 : “Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertenu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.”
18
Berdasarkan aturan tersebut, meskipun perusahaan tidak melakukan koreksi atas biaya perhubungan, tetapi penulis mengoreksi positif biaya perhubungan sebesar 50% dari Rp. 5.127.760 yaitu sebesar Rp. 2.563.880, karena beda tetap. 10) Biaya Pelayanan (Entertainment) Dasar aturannya yaitu: Surat Edaran DJP No. SE-27/PJ.22/1986, tgl 14 Juni 1986.Biaya entertainment/jamuan/representatif mempunyai syarat tertentu agar biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan untuk entertainment/jamuan/representative tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan dalam menentukan laba rugi fiskal sebagai dasar pengenaan pajak penghasilan sesuai dengan surat edaran SE27/PJ.22/1986 yaitu biaya yang dikeluarkan tersebut merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan harus melampirkan daftar nominatif dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak yang bersangkutan. Daftar nominatif entertainment terdiri dari: 1) Nomor urut 2) Tanggal diberikannya entertainment 3) Nama/tempat entertainment diberikan 4) Alamat entertainment 5) Jumlah biaya entertainment 6) Relasi: nama, posisi, nama perusahaan, jenis usaha. Dalam laporan laba rugi PT Doo Won Precision Indonesia terdapat biaya untuk entertainment sebesar Rp. 59.414.050,- biaya tersebut tidak boleh dikurangkan dari jumlah laba rugi bruto perusahaan dalam meghitung jumlah laba rugi fiskal atau harus dikoreksi fiskal positif beda tetap karena PT Doo Won Precision Indonesia tidak (dapat) melampirkan daftar nominatif atas biaya entertainment tersebut sesuai dengan surat edaran SE-27/PJ.22/1986. 11). Biaya Lain – lain Biaya lain-lain harus dibuat rinciannya dan harus dipisahkan antara biaya yang dapat dikurangkan dengan biaya yang tidak dapat dikurangkan, apabila tidak ada rinciannya dan tidak ada bukti-bukti yang sah maka biayabiaya tersebut tidak dapat dikurangkan. Biaya lain-lain PT Doo Won Precision Indonesia sebesar Rp 361.491.347, tidak ada rinciannya, sehingga penulis mengkoreksi biaya tersebut sebagai koreksi positif beda tetap. 12). Biaya Mess Biaya mess ini terdiri dari biaya listrik, air, telpon, tv kabel dan biaya pemeliharaan mess yang digunakan sebagai tempat tinggal karyawan selama tahun 2009. Hal ini dikategorikan sebagai natura/kenikmatan yang diterima oleh karyawan dan tidak ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan. Maka sesuai dengan UU 36/2008 pasal 9 ayat 1(e), biaya mess sebesar Rp. 209.431.223 perlu dikoreksi fiskal. Ini merupakan koreksi fiskal positif karena beda tetap. 19
13). Pendapatan Bunga Pendapatan bunga dari bunga simpanan yang diterima PT Doo Won Precision Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 9.431.185,66. Sesuai dengan undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 4 ayat (2) huruf a menyebutkan salah satu penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final adalah : ”penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan dan surat utang Negara dan bungan simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi” Pendapatan bunga bersifat final yang artinya pajak penghasilannya telah dipotong pada saat penghasilan tersebut diterima, sehingga pada saat perhitungan pajak penghasilan pada akhir tahun pendapatan bunga tersebut tidak boleh diperhitungkan lagi dan harus dikoreksi negatif karena beda tetap sebesar Rp. 9.431.185,66. 14). Sumbangan Pada umumnya sumbangan dan bantuan tidak boleh dikurangkan karena bagi penerimanya pada umumnya bukan objek pajak. Namun untuk lebih tegasnya kita harus melihat ketentuan di Pasal 9 ayat (1) no.36 tahun 2008 yang mengatur biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan. Di Pasal 9 ayat (1) huruf g tertulis sebagai berikut : ”Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l, dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah” Berdasarkan isi Pasal 4 ayat 3,yang dikecualikan dari objek pajak diantaranya: 1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan zakat ataulembaga amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. 2)
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunanlurus atau sederajat.
Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak – pihak yang bersangkutan :
20
a.
Warisan.
Sumbangan yang dimaksud dalam Laporan Laba Rugi PT. Doo Won Precision Indonesia merupakan sumbangan sehubungan dengan kelahiran, kematian, ataupun pernikahan karyawan perusahaan. Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan. Maka jelas disini sumbangan sebesar Rp. 10.466.091,- harus dikoreksi. Dan ini merupakan koreksi fiskal negatif karena beda tetap. 15). Biaya Seragam Karyawan (Uniform) Selama tahun 2009 PT Doo Won Precision Indonesia membebankan biaya seragam karyawan di bagian produksi dalam laporan laba rugi perusahaan sebesar Rp. 12.510.730,- dalam rangka mendukung dan menunjang keselamatan kerja karyawan serta Rp. 1.869.801,- adalah biaya seragam karyawan kantor. Sesuai dengan penjelasan UU.No.17/2000 pasal 9 ayat (1) huruf e yang terakhir dirubah dengan UU no.36 Tahun 2008, bahwa pemberian pakaian seragam kepada karyawan bagian produksi dalam hal peningkatan keselamatan karyawan, bukan merupakan penghasilan bagi karyawan tetapi boleh dibebankan sebagai biaya dalam menghitung laba (rugi) fiskal. Oleh karena itu biaya pakaian seragam karyawan bagian produksi tersebut tidak perlu dikoreksi dalam perhitungan laba rugi fiskal PT Doo Won Precision Indonesia. Akan tetapi, perlu dibedakan antara seragam karyawan yang bekerja di pabrik dengan karyawan di bagian kantor, karena nyata-nyata karyawan yang bekerja di kantor tidak ada pengaruh keselamatan kerja dengan seragam yang digunakan, walaupun di dalam UU PPh tahun 1984 beserta perubahan perubahannya tidak terlalu jelas dibedakan antara seragam karyawan di pabrik atau di kantor, namun penulis menyimpulkan bahwa seragam karyawan kantor sebesar Rp. 1.869.801,- harus dikoreksi positif beda tetap karena pakaian tersebut tidak berhubungan dengan keselamatan kerja karyawan kantor. 4.1.2 Pendapatan dan Biaya yang Deductible Selain biaya-biaya yang dikoreksi di atas, penulis juga akan menjelaskan mengenai biaya-biaya yang tidak perlu dikoreksi. Artinya biayabiaya berikut dalam pencatatannya telah sesuai dengan UU perpajakan yang berlaku. 1). Bahan Baku Dalam melakukan penilaian persediaan, PT Doo Won Precision Indonesia menggunakan metode penilaian persediaan first in first ou method (FIFO), sehingga nilai persediaan yang dilaporkan oleh PT Doo Won Precision Indonesia di dalam perhitungan harga pokok produksi tidak perlu di
21
koreksi karena telah sesuai dengan metode penilaian persediaan yang diperbolehkan oleh peraturan perpajakan yaitu metode first in first out method (FIFO) dan average method. Sesuai dengan UU.No.36/2008 pasal ayat (1) huruf a, biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam perhitungan pajak penghasilan, maka biaya bahan baku tidak perlu dikoreksi. 2). Biaya Gaji Karyawan dan Bonus Berdasarkan UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh pada Pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk diantaranya tercantum dalam pasal 6 ayat 1(a) no.2 : “biaya yang berkenaan dengan pekerjaan termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang” Berdasarkan ayat tersebut, maka biaya-biaya seperti Gaji Karyawan, Bonus, Pesangon, serta biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan pekerjaan atau produksi, tidak perlu dikoreksi fiskal. 3). Pesangon Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.16/PMK.03/2010 Pasal 2 ayat (1), yaitu : “Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.” Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja dan perusahaan melakukan pembayaran pesangon yang menjadi kewajibannya secara langsung kepada tenaga kerja, maka perusahaan memiliki kewajiban untuk memotong dan menyetorkan PPh pasal 21 (PPh final) yang terutang atas pesangon.Atas pembayaran uang pesangon ini perusahaan dapat membebankan sebagai biaya/ pengurang penghasilan dalam menghitung penghasilan kena pajak dan PPh badan terutang (merupakan deductable expenses). Pesangon yang dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerja adalah deductible bagi perusahaan.Karena memenuhi prinsp taxability-deductibility. Pesangon tersebut memang dikenakan pajak bersifat final, tapi itu adalah pajak atas penghasilan karyawan. 4). Biaya Overhead Pabrik Biaya – biaya overhead pabrik seperti biaya listrik & air, biaya bahan bakar kendaraan, biaya pengangkutan, biaya pemeliharaan dan perbaikan 22
mesin, biaya pemakaian dan biaya pembungkus, itu semua merupakan biaya – biaya yang berhubungan langsung dengan biaya untuk memelihara penghasilan sesuai dengan pasal 6 ayat (1) UU.PPh.No.17/2000 yang terakhir dirubah dengan no.36 tahun 2008.Selain itu, biaya tersebut merupakan biaya yang digunakan untuk kepentingan untuk mendapatkan penghasilan dan merupakan biaya rutin, bukan biaya untuk kepentingan pemilik, maka biaya tersebut tidak perlu dikoreksi fiskal. 5). Biaya Penjualan & Umum Biaya penjualan dan umum terdiri dari : a. Biaya Pengangkutan, merupakan biaya rental forklift untuk pengangkutan bahan baku atau material. b. Biaya Sewa, merupakan biaya atas sewa mesin fotocopy. c. Biaya Pemeliharaan dan Pebaikan, merupakan biaya pemeliharaan alat – alat kantor seperti komputer dan printer. d. Biaya Pemakaian, merupakan biaya pembelian alat tulis kantor dan biaya pemasangan aplikasi komputer. Sama halnya dengan Biaya Overhead Pabrik, biaya – biaya di atas juga merupakan biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan perusahaan. Oleh karena itu tidak perlu dilakukan koreksi fiskal. 6). Biaya asuransi Asuransi bangunan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi PT Doo Won Precision Indonesiauntuk tahun 2009 sebesar Rp. 25.688.785,20. Berdasarkan UU PPh No. 36 tahun 2008 Pasal 6 ayat 1(a) : “Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan” Sesuai dengan peraturan di atas, maka biaya asuransi bangunan boleh dibiayakan 7). Biaya Bea Materai & Pajak Lainnya, Biaya Administrasi Bank. Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 1(a) no. 8 dan no.9 dijelaskan bahwa biaya administrasi dan biaya pajak kecuali pajak penghasilan merupakan biaya yang deductible. Biaya pajak yang dimaksud dalam laporan keuangan PT. Doo Won Precision Indonesia merupakan biaya atas pajak listrik, Pajak Bumi dan Bangunan, PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak).Maka sesuai dengan Undang Undang di atas, biaya Bea Materai dan Pajak Lainnya sebesar Rp. 100.648.418,07 serta biaya Administrasi bank sebesar Rp. 122.244.0596,18 dapat dibiayakan dan tidak perlu dikoreksi.
23
8). Keuntungan Selisih Kurs Sesuai butir 1 huruf (a) SE-03/PJ.31/1997 tanggal 13 Agustus 1997 mengenai Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Selisih Kurs yang menyebutkan bahwa berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf l Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, keuntungan karena selisih kurs mata uang asing termasuk penghasilan yang menjadi Objek Pajak Penghasilan. Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya kebijaksanaan Pemerintah di bidang moneter.Atas keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan system pembukuan yang dianut oleh WP dengan syarat dilakukan secara taat asas. 9). Beban Bunga & Kerugian Selisih Kurs Mata Uang Asing Berdasarkan Pasal 6 ayat 1(a) UU PPh no. 36 tahun 2008, yang termasuk biaya fiskal yaitu biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan diantaranya: Beban bunga, sewa dan royalti ( ayat 1a no.3) Kerugian selisih kurs mata uang asing ( ayat 1e) 10). Biaya Penyusutan bangunan. Dalam undang-undang nomor 36 tahun 2008 pasal 6 ayat (1) huruf b, menyatakan bahwa penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 boleh dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menentukan besarnya laba (rugi) fiskal. Sesuai dengan pasal 11 ayat (6) metode penyusutan yang diperbolehkan untuk kelompok bangunan permanen maupun tidak permanen adalah metode garis lurus (pasal 11 ayat (1) : penyusutan dilakukan pada bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut). Bangunan yang dimiliki oleh PT Doo Won Precision Indonesia diperoleh pada tahun 1999 hingga 2001 dengan estimasi masa manfaat adalah selama 20 tahun dan total harga perolehan sebesar Rp 5.694.430.170. Dengan demikian periode pembebanan penyusutan atas bangunan tersebut adalah dari tahun perolehan sampai dengan 20 tahun berikutnya dan sesuai kebijakan akuntansi perusahaan, metode penyusutan yang diterapkan adalah metode garis lurus. Biaya penyusutan yang dibebankan selama tahun 2009 adalah sebesar Rp 284.721.509 (lihat lampiran 9), baik untuk laporan keuangan komersial maupun untuk laporan keuangan fiskal yang dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT), sehingga biaya penyusutan untuk bangunan tidak perlu dikoreksi.
24
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian Dalam laporan keuangan komersial PT Doo Won Precision Indonesia dilaporkan bahwa perusahaan tersebut mengalami laba sebelum pajak sebesar Rp 1.163.697.999,- dan setelah dilakukan koreksi sesuai dengan peraturan pajak maka laba yang diakui oleh fiskal adalah sebesar Rp 3.412.096.577,-. Koreksi fiskal atas laporan keuangan komersial PT Doo Won Precision Indonesia berpengaruh terhadap pengakuan besar kecilnya laba (rugi) yang dialami oleh PT Doo Won Precision Indonesia, dimana dari hasil koreksi dapat dilihat bahwa terdapat koreksi positif sebesar Rp 2.264.100.501 dan koreksi negatif sebesar Rp 15.701.923. Akibat dari adanya koreksi positif dan negatif tersebut maka terjadi kenaikan besarnya laba komersial dari Rp 1.163.697.999,-menjadi sebesar Rp 3.412.096.577,- yang artinya jumlah sebesar Rp 2.248.398.578 atau 193% kenaikan dari laba atau laba yang diakui oleh fiskal lebih besar. Banyaknya biaya-biaya yang dikoreksi positif mengakibatkan keuntungan yang diakui oleh fiskal semakin besar dan semakin besar biaya yang dikoreksi positif maka semakin kecil rugi yang diakui oleh fiskal. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Doo Won Precision Indonesia belum sepenuhnya melakukan koreksi fiskal dengan tepat sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, dimana masih terdapat biaya dalam laporan laba rugi dan laporan harga pokok penjualan yang belum dikoreksi. Dalam penelitian terlihat bahwa koreksi yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebesar Rp 1.016.181.382,81. Akan tetapi, setelah penulis teliti kembali dan disesuaikan dengan peraturan – peraturan perpajakan dan Undang – undang yang berlaku, ada tambahan koreksi dari penulis yaitu sebesar Rp 1.232.217.195,63. Dengan demikian total koreksi adalah sebesar Rp 2.248.398.578,44. 5.2 SARAN Dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Memperkecil atau meminimalkan koreksi positif atas biaya-biaya yang ada dengan mematuhi setiap peraturan perpajakan yang ada seperti: a. Membuat daftar nominatif untuk biaya entertainment atau representatif, karena jumlah biaya tersebut sangat besar nilainya/material. 25
b. Sebaikya biaya perumahan yang dibayarkan PT Doo Won Precision Indonesia kepada karyawan tertentu dijadikan sebagai tunjangan sewa rumah bagi karyawan yang menjadi penghasilan bagi karyawan tersebut sehingga biaya tersebut tidak dikoreksi fiskal positif. c. Agar biaya lain-lain tidak dikoreksi fiskal positif seluruhnya, maka sebaiknya biaya-biaya tersebut dibuatkan rinciannya serta dipisahkan antara biaya yang boleh dikurangkan dengan biaya yang tidak boleh dikurangkan. 2. Sebaiknya karyawan pada divisi akuntansi dan pajak harus selalu mengetahui setiap perkembangan peraturan perpajakan terbaru atau perubahan-perubahan peraturan pajak yang dilakukan oleh Dirjen Pajak, apabila tidak demikian maka setiap kelalaian akan mendapatkan sanksi pajak. 3. Sebaiknya Peraturan Pajak ditaati dengan semestinya, karena setiap pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak akan dikenakan sanksi pajak.
26
DAFTAR PUSTAKA Frank K. Reilly (University of Notre Dame, Keith C. Brown (University of Texas at Austin), Investment Analysis and Portfolio Management, 6th Edition, The Dryden Press, 2000. Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi 2006, Yogyakarta, Penerbit Andi, 2006. Mulyono, Djoko., Akuntansi Pajak, Edisi ke-2, Yogakarta, Penerbit Andi, 2007. Pardiat, Akuntansi Pajak, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2010. Republik Indonesia, Keputusan Direktur Jendral Nomor KEP-220/PJ/2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.04/2000 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai dan Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diberikan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu serta yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.31/1997 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Selisih Kurs. Republik Indonesia, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang Biaya “Entertainment” dan Sejenisnya (Seri PPh Umum 18). Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Cet. Ke-13. Bandung : Alfabeta, 2009. Yahya, Johannes., Akuntansi Perpajakan Pos – Pos Neraca, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2010.
27
ANALISIS PENGHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 ATAS GAJI PEGAWAI PADA PT. BENETON ENERGY Titin Haryanti Dosen Tetap Akuntansi STIE Pertiwi ABSTRAKSI Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh PT. Beneton Energy, apakah telah sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per – 57/PJ/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per – 31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi. Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode penelitian dengan obyek penelitian yang dipakai adalah PT. Beneton Energy. Metode penelitian yang digunakan penulis ada dua cara yaitu studi literatur (library research) penelitian lapangan (field research), yang terdiri dari penelitian (observation), dokumentasi (documentation), wawancara (survei),dan percobaan (experiment). Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan pajak yang terkait dengan karyawan baik karyawan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun. PT. Beneton Energy sebagai Wajib Pajak, wajib menghitung, memotong,menyetorkan dan melaporkan PPh 21 yang terhutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa PT. Beneton Energy merupakan perusahaan yang bergerak di dalam bidang penyewaan peralatan pertambangan yang beralamat di Jl. Cideng Timur No. 81A, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat 10160 telah sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per – 57/PJ/2009. Sejak berdirinya perusahaan, PT. Beneton Energy selalu menggunakan metode pajak ditanggung perusahaan sehingga tidak memotong penghasilan karyawannya, dan PT. Beneton
28
Energy juga belum menerapkan tarif 20% lebih tinggi dari pajak yang terutang pada karyawan yang tidak memiliki NPWP, sehingga menimbulkan selisih kekurangan bayar sebesar Rp. 28.750,- untuk setiap bulannya. 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar apabila ada sumber dana yang mendukung. Menurut APBN sumber pendapatan terbanyak didapat dari sektor perpajakan meskipun masih banyak sektor lain seperti minyak dan gas bumi, serta bantuan luar negeri. Hal ini bisa dibuktikan saat negara kita dilanda krisis berkepanjangan sampai saat ini pun masih diragukan apakah negara kita bisa menumbuhkan keadaan perekonomian, sektor pajak masih tetap memiliki nilai besar bahkan mengalami kenaikan serta menembus sampai pada prosentase terbesar dari sektor non migas sementara sektor non migas cenderung mengalami penurunan dan juga bantuan luar negeri yang bunganya bisa seiring fluktuasi mata uang dolar terhadap rupiah. Diharapkan pemasukan dari pajak terus dinaikkan salah satunya dengan mengadakan kebijakan–kebijakan baru seperti ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan cara meningkatkan jumlah pajak dan obyek pajak baru sedangkan intensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak, suatu misal dengan cara pengadaan sosialisasi langsung pada masyarakat. Dengan banyaknya perusahaan baru yang muncul ataupun yang sudah lama serta instansi–instansi pemerintah diharapkan pemasukan dari pajak penghasilan yang digunakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional nantinya. Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan pada setiap wajib pajak atas obyek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Jenis pajak yang diberlakukan di Indonesia diantaranya adalah Pajak Penghasilan, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Hadiah dan lain-lain. Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada obyek pajak atas penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak yang berlaku bagi pegawai/karyawan adalah pajak penghasilan pasal 21. Undangundang yang dipakai untuk mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran dan pelaporan pajak adalah Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008 yang merupakan penyempurnaan bagi undang-undang terdahulunya yaitu Undang-undang No.17 tahun 2000. Undang-undang pajak 29
penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak penghasilan secara self assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan sistem ini pemerintah berharap agar pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dapat berjalan dengan lebih mudah dan lancar. 1.2. Perumusan masalah Perumusan Masalah yang dibuat dalam penyusunan skripsi ini agar dalam proses penulisan dan pembahasan tidak melebar dan dapat difokuskan pada suatu pokok bahasan, maka penulis berusaha membuat suatu ruang lingkup yang meliputi : 1. Bagaimana menghitung besarnya PPh pasal 21 karyawan yang terhutang berdasarkan data yang diperoleh dari PT. Beneton Energy. 2. Bagaimana Kewajiban pemungut atau pemotong pajak penghasilan pasal 21 pada PT. Beneton Energy. 1.3. Ruang Lingkup masalah Ruang Lingkup Masalah dalam penelitian ini meliputi perhitungan pajak penghasilan pasal 21 yang akan di potong pada gaji karyawan atas penghasilan yang di dapat pada PT. Benenton Energy, penyetorannya dengan Surat Storan Pajak (SSP) serta pelaporannya pada Kantor Pajak Pratama Gambir Dua dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) masa. 1.4. Tujuan dan manfaat Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu : 1. Untuk mengetahui perhitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. Beneton Energy. 2. Untuk mengetahui kewajiban pemungut atau pemotong pajak penghasilan yaitu PT. Beneton Energy. 3. Untuk memberikan kesempatan kepada penulis meamhami perhitungan pajak, pemotongannya terhadap karyawan, penyetoran ke kas negara dengan mengisi SSP dan pelaporannya ke Kantor Pajak dengan mengisi secara lengkap dan benar SPT masanya. 4. Untuk mengetahui apakah perusahaan yang bersangkutan telah melakukan penghitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan sesuai dengan UndangUndang Perpajakan yang berlaku. 5. Sebagai media memberikan pemecahan-pemecahan yang dianggap perlu yang timbul antara teori dan penerapan penghitungan Pajak Penghasilan. 6. Untuk mengetahui besarnya pajak yang diserahkan perusahaan kepada pemerintah.
30
Adapun manfaat yang akan di dapat, diantaranya : 1. Bagi penulis adalah : 1. Sebagai media untuk menambah wawasan dan menguji kemampuan penulis berkaitan dengan penghitungan dan pelaporan PPh pasal 21. 2. Mendapatkan pengalaman praktis tentang kegiatan nyata dalam aktivitas perusahaan berkaitan dengan perhitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh pasal 21 atas gaji pegawai. 3. Sebagai sarana untuk memperdalam kreatifitas dan ketrampilan penulis berkaitan dengan mata kuliah Perpajakan. 2. Bagi Perusahaan adalah : 1. Sebagai sumbangan informasi yang dapat dipakai sebagai bahan evaluasi untuk membantu menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan pasal 21. 2. Sebagai sarana untuk menjalin hubungan kerja dengan lembaga pendidikan yang bersangkutan. 3. Bagi lembaga pendidikan adalah : 1. Sebagai sarana evaluasi sampai sejauh mana sistem atau kurikulum pendidikan yang dijalankan secara praktis dalam perusahaan/instansi. 2. Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan pajak Penghasilan pasal 21. 3. Sebagai media untuk menjalin hubungan kerja dengan perusahaan/instansi yang dijadikan sebagai objek.
2.LANDASAN TEORI 2.2. Pajak Penghasilan 2.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pengertian Pajak Penghasilan sesuai dengan Undang-undang pajak penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Oleh karena itu Pajak Penghasilan melekat pada subjeknya. Pajak Penghasilan termasuk jenis pajak subyektif. Subjek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan, subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak. Tahun Pajak, menurut Undang-undang Pajak Penghasilan adalah tahun takwim yang dimulai dari tanggal 1 Januari dan berakhir pada
31
tanggal 31 Desember, namun Wajib Pajak dapat menggunakan tahun pajak mengikuti tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Bagian tahun pajak adalah jangka waktu (hari/bulan) yang kurang dari 12 (dua belas) bulan saat Wajib Pajak memperoleh penghasilan. Apabila tahun pajak tidak sama dengan tahun takwim karena mengikuti tahun buku, tahun pajak ditentukan berdasarkan tahun memperoleh masa 6 bulan pertama kali. 2.2.2. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Dasar Hukum Pajak Penghasilan yaitu Undang–undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang–undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang merupakan perpaduan dari beberapa ketentuan yang sebelumnya diatur secara terpisah. Ditinjau dari pengelompokannya, Pajak Penghasilan dikategorikan sebagai Pajak Pusat, tetapi ditinjau dari sifatnya dikategorikan sebagai Pajak Subjektif. Dengan pengertian bahwa pemungutan Pajak Penghasilan ini berpangkal pada Subjek Pajaknya. Undang-undang Pajak Penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan UUD 1945 yang di dalamnya tertuang ketentuan yang menjunjung tinggi hak warga negara serta menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Perubahan Undang-undang dimaksudkan tetap berpegang teguh pada prinsip perpajakan yang dianut secara universal yaitu keadilan, kemudahan dan efisiensi administrasi, serta peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertahankan sistem self assessment. Oleh karena itu tujuan penyempurnaan undang-undang adalah untuk : 1. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak; 2. Lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak; 3. Lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan; 4. Lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi; serta 5. Lebih meningkatkan kebijakan pemerintahdalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik Investasi langsung di Indonesia. Pada Undang–undang Nomor 36 Tahun 2008 yang terdiri dari 3 Bab Ketentuan, yaitu Bab I tentang Ketentuan Umum, Bab II mengenai Subjek Pajak, dan Bab III mengenai Objek Pajak. 2.2.3.Subjek Pajak Penghasilan Pengertian subjek pajak penghasilan menurut Pasal 2 ayat 1 Undangundang Nomor 36 Tahun 2008 yang berlaku saat ini, meliputi :
32
1.
Orang Pribadi sebagai Subjek Pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di Luar Indonesia. 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Warisan yang belum terbagi dimaksud merupakan Subjek Pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek Pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dapat dilaksanakan. 3. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak yang meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, BUMN dan BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. 4. Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat tinggal di Indonesia. Perlakuan perpajakan dipersamakan dengan Subjek Pajak badan. Pengenaan Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap ini mempunyai eksistensi sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan. Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (1a) Undang-undang Pajak Penghasilan. Subjek pajak menurut Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 36 tahun 2008, dibedakan antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan. Sedangkan subjek pajak luar negeri sekaligus menjdi Wajib Pajak sehubungan dengan penghasilan yang diterima dari sumber penghasilan di Indonesia atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Jadi Wajib Pajak adalah orang Pribadi atau Badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Perbedaan antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri adalah : No
Uraian
1
Penghasilan yang dikenakan pajak
2
Dasar pengenaan pajak dan tarif
3
Kewajiban SPT
Wajib Pajak Dalam Negeri Seluruh penghasilan baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia Penghasilan neto dengan tarif umum Wajib menyampaikan SPT
Wajib Pajak Luar Negeri Non-BUT Penghasilan dari sumber penghasilan di Indonesia Penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan Tidak wajib menyampaikan SPT
Tabel 1. Perbedaan antara WP Dalam negeri dan WP luar negeri Non-BUT 33
2.2.4.Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan sesuai dengan Undangundang Nomor 36 Tahun 2008 diantaranya adalah : 1. Kantor perwakilan negara asing; 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 3. Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat : a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud pada angka tiga, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 2.2.5.Objek Pajak Penghasilan Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk manambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk : 1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, akuntan, pengacara dan sebagainya; 2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan; 3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; 4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan hutang, hadiah dan lain sebagainya. 2.2.6.Pengecualian Objek Pajak Penghasilan Penghasilan-penghasilan berikut ini menurut Pasal 4 Ayat (3) yang tidak termasuk kategori penghasilan yang dikenakan PPh, yaitu : 1. Bantuan atau sumbangan, harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan sosial dan badan pendidikan; 2. Warisan;
34
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa yang diterima dalam bentuk natura dan kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 6. Iuran yang diterima dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 7. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun; 8. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 9. Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberi izin usaha; 10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura. 2.2.7.Hak dan Kewajiban Penerima Penghasilan Wajib Pajak harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang menjadi kewajibannya untuk melaksanakannya. Setiap Wajib Pajak berkewajiban untuk : 1. Pada saat orang mulai bekerja atau pensiun, untuk mendapatkan pengurangan PTKP, penerima penghasilan harus menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri. 2. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan pula dalam hal ada perubahan dalam hal jumlah tanggungan keluarga menurut keadaan pada permulaan tahun takwim. 3. Jumlah PPh Pasal 21yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang padanya dikenakan pemotongan pada tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final. 4. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari badan perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang dikecualikan sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21, diwajibkan untuk menghitung dan membayar sendiri jumlah Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan dan atas penghasilan tersebut dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan.
35
2.3. Pajak Penghasilan Pasal 21 2.3.1. Pengertian PPh Pasal 21 Menurut Waluyo yang dimaksud dengan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pajak penghasilan pasal 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh pemotong Pajak, yaitu pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang te;ah dipotong dan disetorkan secara benar oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Bagi pegawai atau orang pribadi yang memperoleh penghasilan lain selain penghasilan yang pajaknya telah dibayar atau dipotong dan bersifat final, pada akhir tahun pajak diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh dan atas pajak Penghasilan pasal 21 yang telah dipotong oleh pemberi kerja dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun. Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pasal 21 adalah Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. 2.3.2. Pemotong PPh Pasal 21 Yang Dimaksud dengan pemotong pajak penghasilan pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh Undang-undang untuk memotong pajak penghasilan pasal 21. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggara kegiatan. Berikut ini diuraikan pemotong pajak secara lain terperinci : 1. Pemberi kerja, terdiri dari orang pribadi dan badan, termasuk bentuk usaha tetap, badan atau organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai pemotong pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan atau unit, yangmembayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai dan bukan pegawai.
36
2. Bendaharawan Pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembagalembaga lainnya dan kedutaan besar republik Indonesia di luar negeri yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. 3. Dana pensiun penyelenggaraan jaminan Sosial Tenaga Kerja (jamsostek) dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun, tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. 4. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap, membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan jasa termasuk jasa tenaga ahli dengan status Wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. 5. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayarkan honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib pajak luar negeri. 6. Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, dan organisasi massa, organisasi sosial politik, dan lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh pribadi. 7. Perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan. 8. Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintahan, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayarkan honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. 2.3.3. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 Penerima Penghasilan atau Subyek Pajak yang dipotong pajak penghasilan pasal 21 adalah : 1. Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan suatu perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah; Pegawai tetap yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota pengawas yang secara teratur ikut serta melaksanakan kegiatan perusahaan; Pengawas Lepas adalah orang 37
2.
3.
4. 5.
pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan hanya menerima upah apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja; Penerima pensiun yaitu orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi ahli warisnya yang menerima pensiun, Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua selain yang dibayarkan oleh Taspen. Penerima honorarium yaitu orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan atau kegiatan yang dilakukannya; Penerima upah yaitu orang yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan. Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dari Pemotong Pajak.
2.3.4. Subjek PPh Pasal 21 Sesuai dengan Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 maka sudah sangat jelas bahwa pengenaan Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak aatas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajka orang pribadi dalam negeri. 2.3.5. Bukan Subjek PPh Pasal 21 Sedangkan yang Bukan Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 antara lain : 1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan pada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan denganKeputusan Menteri Keuangan, dengan syarat bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia; 3. Kantor perwakilan negara asing; 4. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat : a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan b. Tidak menjalankan atau kegiatan lain untu memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
38
2.3.6. Objek PPh Pasal 21 Sesuai Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pajak penghasilan yang termasuk penghasilan sebagai Objek Pajak dengan nama dan bentuk apapun termasuk : 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang Pajak Penghasila; 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. Laba Usaha; 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebanskan sebagai biaya; 6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. Deviden; 8. Royalti; 9. Sewa dan penghasilan lain selain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. Penerimaan atau perolehan pembayaraan berkala; 11. Keuntungan karena pembabasan utang; 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. Premi asuransi; 15. Iuaran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak; 17. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah; 18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; 19. Surplus Bank Indonesia. 2.3.7. Bukan Objek PPh Pasal 21 Berikut ini yang bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Pasal 21 : 1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa. 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Norma Perhitungan Khusus (deemend profit). 39
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, Iuran tunjangan hari tua dan iuran jaminan hari tua kepad penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayarkan oleh pemberi kerja. 4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah. 5. Kenikmatan dalam bentuk pajak uang ditanggung oleh pemberi kerja. 2.3.8. Objek PPh yang dipotong PPh Pasal 21 Final Objek Pajak Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final adalah : 1. Uang tebusan pensiun yang pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri keuangan dan Tunjangan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja; 2. Uang pesangon; 3. Hadiah dan penghargaan perlombaan; 4. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan dinas luar asuransi; Yang dimaksud dengan penjaja barang dagangan adalah barang dagangan berupa kosmetik, sabun, odol, buku tulis dan barang-barang keperluan rumah tangga sehari-hari lainnya. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat negara, pegawai sipil, anggota TNI atau Polri yang sumber dananya berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan oleh pegawai negeri sipil golongan II ke bawah dan anggota TNI atau Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu kebawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu Kebawah. 2.3.9. Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 Pemotongan pajak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan. Kewajiban pemotong pajak penghasilan pasal 21 ini adalah : 1. Kewajiban Mendaftarkan Diri a. Setiap pemotong pajak, termasuk organisasi internasional yang tidakdikecualikan sebagian pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. b. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya kepada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
40
2. Kewajiban Menghitung, Memotong dan menyetorkan a. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untruk setiap bulan takwim. b. Penyetoran Pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke ke BUMN atau BUMD atau bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran atau Posindo selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya. c. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambatlambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya. d. Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 atau PPh pasal 26, kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 yang terutang dalam bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. e. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 26 baik diminta maupun tidak pada saat silakukannya pemotongan pajak kepada Wajib Pajak orang pribadi. f. Mengenakan Tarif 20% lebih tinggi untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). g. Pemotong pajak wajib menerima bukti pemotongan PPh pasal 21 Tahunan kepada pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jendral pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir. Namun apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, bukti pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. 3. Kewajiban Menghitung Kembali PPh pasal 21 yang Terutang a. Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan sesuai tarif. b. Jumlah Penghasilan yang menjadi dasar perhitungan kembali PPh Pasal 21 tersebut, didasarkan pada kewajiban pajak subjektif yang melekat pada pegawai tetap yang bersangkutan dan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya berawal dan berakhir dalam tahun pajak perhitungan sebagai berikut : 1) Bila pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri dan mulai atau berhenti bekerja dalam tahun pajak berjalan, perhitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau perolehannya dalam tahun pajak yang bersangkutan dan tidak disetahunkan. 2) Bila Pegawai tetap adalah Wajib Pajak dalam negeri yang merupakan pendatnag dari luar negeri, dan mulai bekerja di Indonesia dalam tahun pajak berjalan, perhitungan PPh Pasal 21
41
didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diperoleh dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan yang disetahunkan. 3) Bila pegawai tetap berhenti bekerja sebelum tahun takwim berakhir karena meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, pada akhir bulan berhentinya pegawai tersebut, perhitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan yang sebenarnya diterima atau diperoleh dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan yang disetahunkan. c. Apabila jumlah pajak yang terutang berdasarkan perhitungan kembali tersebut lebih besar daripada jumlah pajak yang telah dipotong, kekurangannya dipotong dari pembayaran gaji pegawai yang bersangkutan untuk bulan pada waktu dilakukannya penghitungan kembali. d. Apabila jumlah pajak terutang berdasarkan penghitungan kembali tersebut lebih rendah dari pada jumlah pajak yang telah dipotong, kelebihannya diperhitungkan dengan pajak yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan kembali. 4. Kewajiban Mengisi, Menandatangani dan Menyampaikan SPT a. Setiap Pemotong Pajak Wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. b. Bila Pemotong Pajak adalah badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 di tandatangani oleh pengurus atau Direksi setempat. c. Dalam Hal SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang lain selain pemotong pajak harus dilampirkan Surat Kuasa Khusus. d. Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 maret tahun takwim berikutnya meskipun tahun pajak atau bukunya tidak sama dengan tahun takwim bukunya. e. Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus dilampirkan dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan. f. Apabila terdapat pegawai berkebangsaan asing, SPT Tahunan Pasal 21 yang bersangkutan harus dilampiri fokopi surat izin kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja atau instansi yang berwenang. g. Pemotong Pajak dapat mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT. Pemohonan tersebut diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwimyang bersangkutan dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang.
42
h. Bila jumlah PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar dari pada PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang telah diseor, maka kekurangannya harus disetor sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya. i. Bila jumlah PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih kecil dari pada PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang telah diseor, kelebihan tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukannya perhitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, sisa tersebut diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya. 2.4. Perhitungan PPh Pasal 21 Cara perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 harus sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK. 03/2008 tentang Petunjuk pelaksanaan Pemotongan Atas Pajak Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi serta sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK. 03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiun untuk menetapkan penghasilan neto perbulan dan akan disetahunkan yang nantinya dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak sesuai status guna menentukan Penghasilan Kena Pajak sesuai tarif dan akan menjadi pajak terutang karyawan. 2.4.1. Kebijakan PPh Pasal 21 Dilihat dari siapa yang menanggung beban, maka kebijakan PPh Pasal 21 dapat dilakukan melalui tiga bentuk : 1. PPh Pasal 21 yang ditanggung karyawan Dalam hal ini jumlah PPh Pasal 21 yang terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri sehingga benar-benar mengurangi penghasilan. Istilah yang sering digunakan adalah bahwa PPh Pasal 21 dipotong oleh perusahaan. 2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan Dalam hal ini, jumlah PPh pasal 21 yang terutang akan ditanggung perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, gaji yang diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh Pasal 21 karena perusahaanlah yang menanggung biaya PPh pasal 21. Perhitungan PPh Pasal 21 tersebut tidak dilakukan dengan cara gross up. PPh pasal 21 yang ditanggung perusahaan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
43
3. PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan Jika PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menambah penghasilan karyawan dan kemudian baru dikenakan PPh Pasal 21. Dalam hal ini penghitungan PPh dilakukan dengan cara gross up dimana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan. Sepintas lalu kebijakan PPh pasal 21 jenis ini akan terlihat memberatkan perusahaan karena jumlah penghasilan karyawan akan bertambah besar sebagai akibat dari penambahan tunjangan pajak. Namun demikian beban perusahaan tersebut akan tereliminasi karena PPh pasal 21 nya dapat dibiayakan. 2.4.2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Khusus terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dasar pengenaan pajaknya atau penghasilan nettonya sebelum diterapkan Tarif Pajak, diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu sebagai berikut :
Wajib Pajak Orang Pribadi
PTKP
Wajib Pajak
Rp. 15.840.000,-
Tambahan Status Kawin
Rp. 1.320.000,-
Istri Bekerja
Rp. 15.840.000,-
Tambahan Tanggungan (Maksimal 3)
Rp. 1.320.000,-
Tabel 2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2.2.3. Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 sangat tergantung pada penerima penghasilan dan jenis penghasilan yang diterima oleh subjek pajak orang pribadi yang bersangkutan. Secara umum tata cara perhitungan PPh Pasal 21 seorang pegawai sebagai berikut : 1. Ditentukan penghasilan bruto secara bulanan yang terdiri dari gaji tetap ditambah dengan tunjangan lainnya. 2. Setelah diperoleh penghasilan bruto, maka untuk menghitung penghasilan neto, penghasilan bruto dikurangi dengan potongan-potongan yang diperkenankan yaitu :
44
3.
4.
5. 6.
a. Baiaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menegih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- setahun atau Rp. 500.000,-sebulan. Biaya jabatan dapat dikurangi dari penghasilan setiap orang yang memiliki penghasilan tanpa memandang mempunyai jabatan atau tidak. b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri Keuangan. Setelah diperoleh penghasilan neto sebulan, maka untuk memperoleh penghasilan neto setahun, penghasilan neto sebulan dikalikan dengan jumlah bulan satu tahun takwim atau bila Wajib pajak mulai bekerja pada tahun berjalan, maka dikalikan dengan jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang akan terhutang oleh Wajib Pajak. Setelah diperoleh penghasilan neto setahun maka dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sehingga diperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP). Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif Pajak Penghasilan yang berlaku dan menghasilkan Pajak Terutang 1 tahun. Pajak penghasilan Pasal 21 sebulan diperoleh dengan membagi pajak terutang satu tahun dengan jumlah bulan dalam satu tahun atau jumlah bulan sesuai dengan masa Wajib Pajak akan terhutang pajak penghasilan pasal 21 nya.
2.4.4.Contoh Penghitungan dan Pemotongan PPh Pasal 21 Contoh kasus Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 21 karyawan, diantaranya adalah : Contoh 1 : PPh Pasal 21 Gaji dengan Iuran Pensiun; Kurniawan bekerja pada perusahaan PT. Maju Bersama dengan gaji kotor bulan Januari 2011 sebulan sebesar Rp. 1.650.000,- membaya iuran pensiun sebesar Rp. 125.000,-. Kurniawan sudah menikah tetapi belum memiliki anak, dan memiliki NPWP. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 1.650.000,-
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 1.650.000,- = 2. Iuran Pensiun
=
Rp. 82.500,-
Rp. 125.000,- =
Rp. 207.500,-
45
Penghasilan Netto sebulan
Rp. 1.442.500,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 1.442.500,- X 12
Rp. 17.310.000,-
3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Tambahan WP kawin
Rp. 1.320.000,Rp. 17.160.000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp.
150.000,-
PPh pasal 21 terutang 5% x Rp. 150.000,-
Rp.
7.500,-
PPh pasal 21 sebulan Rp. 7.500,- : 12
Rp.
625,-
Contoh 2 : PPh Pasal 21 dengan Tunjangan Pajak Nyoman (status kawin dengan anak 3) bekerja pada PT. Aman Sentosa dengan gaji sebesar Rp. 2.185.000,- sebulan. Nyoman memperoleh tunjangan pajak sebesar Rp. 15.000,- iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan, dan Nyowan tidak memiliki NPWP. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 2.185.000,-
Tujangan Pajak
Rp.
Penghasilan bruto sebulan
15.000,Rp. 2.200.000,-
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 2.200.000,- = 2. Iuran Pensiun
=
Rp. 110.000,Rp. 25.000,- =
Rp. 235.000,-
Penghasilan Netto sebulan
Rp. 2.065.000,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 2.065.000,- X 12
Rp. 24.780.000,-
3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Tambahan WP kawin
Rp. 1.320.000,-
46
Tambahan 3 orang anak
Rp. 3.960.000,Rp. 21.120.000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 3.660.000,-
PPh pasal 21 terutang 6% x Rp. 3.660.000,-
Rp.
219.600,-
PPh pasal 21 sebulan Rp. 183.000,-: 12
Rp.
15.250,-
Contoh 3 : PPh Pasal 21 Gaji dengan Pajak Ditanggung Pemberi Kerja Budiman (status kawin dengan anak 3) bekerja pada PT. Libra Sejahtera dengan gaji sebesar Rp. 2.00.000,- sebulan. iuran pensiun yang dibayar Budiman sebesar Rp. 50.000,- sebulan. Dan memiliki NPWP, Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 2.000.000,-
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 2.000.000,- = 2. Iuran Pensiun
=
Rp. 100.000,Rp. 50.000,- =
Rp.
150.000,-
Penghasilan Netto sebulan
Rp. 1.850.000,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 2.850.000,- X 12
Rp. 22.200.000,-
3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Tambahan WP kawin
Rp. 1.320.000,-
Tambahan 3 orang anak
Rp. 3.960.000,Rp. 21.120.000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 1.080.000,-
PPh pasal 21 terutang 5% x Rp. 1.080.000,-
Rp.
54.000,-
PPh pasal 21 sebulan Rp. 54.000,-: 12
Rp.
4.500,-
47
3.METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Secara teori kerangka pemikiran yang ada dalam penulisan ini adalah bagaimana penghitungan Pajak Penghasilan pasal 21 yang dilakukan oleh pemotong pajak apakah sudah sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) serta Tarif Pajak yang dikenakan atas gaji karyawan telah sesuai. Penyetoran serta Pelaporan SPT telah sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor Per-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis tata Cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan pasal 21. Bagan 1. Kerangka Pemikiran Penghasilan Bruto karyawan Undang-undang No. 36 tahun 2008 Jumlah PTKP yang diperbolehkan untuk status karyawan Tarif Pajak yang sesuai pada penghasilan karyawan
Pelaporan dengan SPT pada KPP
Keputusan Dirjen Pajak No. Per57/PJ/2009
PPh pasal 21 terutang karyawan Penyetoran dengan SSP pada tempat yang ditentukan
3.2. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa penghitungan dan pelaporan PPh Pasal 21 bagi karyawan PT. Beneton Energy telah sesuai dengan Undang – undang Pajak No. 36 Tahun 2008 yang berlaku dan keputusan Direktur Jenderal Pajak Per-57/PJ/2009.
48
3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan oleh penulis untuk mencapai tujuan dalam pengumpulan data yaitu : 1. Observasi (pengamatan). Observasi ialah suatu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian yang merupakan sumber data, sehingga data yang diperoleh benar-benar bersifat obyektif. Observasi atau pengamatan ini dilakukan di PT. Beneton Energy. Data-data yang bisa diambil melalui metode ini : a. Data tentang proses perhitungan PPh pasal 21. b. Data daftar gaji. 2. Survey (wawancara). Survey merupakan suatu teknik pengumpulan data dimana peneliti berhadapan langsung dengan obyek yang diteliti. Survey seperti halnya teknik observasi dilakukan secara bersamaan di PT. Beneton Energy. Dalam interview tidak lupa harus disiapkan pedoman apa yang akan ditanyakan. Data yang dapat diperoleh melalui cara ini : a. Data jumlah pegawai. b. Data daftar gaji serta didasarkan atas apa gaji diberikan. 3. Dokumentasi. Dokumentasi ialah suatu teknik pengumpulan data dengan mempergunakan data-data yang ada dalam dokumen instansi. Dokumentasi data dilakukan di PT. Beneton Energy. Melalui teknik ini data yang mungkin dapat diambil adalah : a. Data daftar gaji beserta tunjangan dan potongan-potongan yang dikenakan. b. Data perhitungan yang dilakukan dalam pemotongan PPh pasal 21. c. Bukti pemotongan PPh pasal 21 atau formulir 1721-A1 d. Sejarah pendirian perusahaan
49
4. Experiment. Experimen ialah suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan percobaan yang bersistem dan berencana untuk membuktikan kebenaran suatu teori pada PT. Beneton Energy. Teknik ini bermanfaat untuk mengambil data yang di perlukan seperti : a. Membuktikan apakah PT. Beneton Energy dalam menghitung PPh Pasal 21 karyawan periode penggajian bulan Januari 2011 sampai Juli 2011. b. Dapat Mengaplikasikan antara pemahaman teori tentang PPh Pasal 21 dengan perhitungan, dan pelaporannya sesuai dengan Undang-undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008. 3.5. Teknik Analisa Data Untuk menganalisa data yang diperoleh, penulis mengadakan teknik Analisis Deskriptif derngan mengumpulkan data sebagai berikut : a)
Data Kuantitatif. Teknik analisa data ini dilakukan hampir bersamaan saat langsung memperoleh data, yang memerlukan kalimat pembanding antara data yang diperoleh dengan teori dan undang – undang perpajakan yang berlaku sehingga informasi yang diterima dari pihak perusahaan dapat segera diketahui permasalahan yang ada secara signifikan, apa yang menyebabkan dan bagaimana akibatnya apabila masalah tersebut tidak segera diatasi, serta pencarian solusi untuk masalah yang dihadapi. Data yang dianalisa adalah perhitungan Pajak Penghasilan pasal 21 yang dikenakan pada para pegawai PT. Beneton Energy.
b) Data Kualitatif. Teknik analisa data ini berkaitan dengan data perusahaan yang berupa data non angka dan data tersebut seperti contohnya adalah kebijakan perusahaan dalam penentuan besarnya gaji pokok, tunjangan tunjangan dan bonus yang akan diperoleh masing – masing pegawai. 3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada PT. Beneton Energy yang berdomisili di Jalan Cideng Timur No. 81 A, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat 10160 yang bergerak di bidang jasa penyewaan alat penambangan. Waktu Penelitian telah berlangsung sejak tanggal 01 Juni 2011 sampai dengan 31 Agustus 2011 guna mengidentifikasikan permasalahan yang mencuat berkaitan pemungutan dan pemotongan PPh Pasal 21 pada perusahaan.
50
4. PEMBAHASAN 4.2. Perhitungan PPh Pasal 21 Perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan dengan berdasarkan data Salary karyawan pada PT. Beneton Energy, sebagai berikut : N o
Nama Karyawan
2
Ady Aryanto Nur Amalia
3
Arfan Galuh
1
4 5 6 7
Zahrul Zamani Juwono Anna Mardiana Dharmanto
Jabatan
NPWP YA
Direktur Utama
YA YA
Accounting Supervisor Area Operator Helper Administration Office Boy
TIDAK TIDAK YA TIDAK
Status Karyaw an
Peng Bruto
Biaya Jabatan
Netto Sebulan
K/1
17.000.000
500.000
16.500.000
TK/0
3.520.000
176.000
3.344.000
K/1
4.000.000
200.000
3.800.000
K/2
4.500.000
225.000
4.275.000
K/2
2.000.000
100.000
1.900.000
TK/0
2.520.000
126.000
2.394.000
K/1
1.510.000
75.500
1.434.500
Total
35.050.000
Tabel. 4 Gaji Karyawan PT. Beneton Energy 1. Bapak Ady Aryanto, Direktur Utama,dengan gaji bulan Januari 2011 sebesar Rp. 17.000.000,-. Bapak Ady Aryanto sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 17.000.000,-
Pengurangan : 2. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 17.000.000,-= Rp. 850.000,-(max Rp.500.000,-) Rp. 500.000,Penghasilan Netto sebulan
Rp. 16.500.000,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 16.500.000,- X 12
Rp.198.000.000,-
3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Tambahan WP kawin
Rp. 1.320.000,-
Tambahan anak satu
Rp. 1.320.000,Rp. 18.480.000,-
51
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp.179.520.000,-
PPh pasal 21 terutang 5% xRp.50.000.000,-=Rp. 2.500.000,(Rp.179.520.000,--Rp.50.000.000,-)x15%=Rp.19.428.000,-Rp.21.928.000,PPh pasal 21 sebulan Rp. 21.928.000,- : 12
Rp. 1.827.333,-
Sehingga Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas nama Bapak Ady Aryanto yang harus dibayar setiap bulannya adalah Rp. 1.827.333,2. Ibu Nur Amalia, Accounting, dengan gaji bulan Januari 2011 sebesar Rp. 3.520.000,-. Ibu Nur Amalia, belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 3.520.000,-
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 3.520.000,- =
Rp.
Penghasilan Netto sebulan
176.000,-
Rp. 3.344.000,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 3.344.000,- X 12 Rp. 40.128.000,3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 24.288.000,-
PPh pasal 21 terutang 5% x Rp. 24.288.000,-
Rp.
1.214.400,-
PPh pasal 21 sebulan Rp. 1.214.400,-: 12
Rp.
101.200,-
Sehingga Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas nama Ibu Nur Amalia yang harus dibayar setiap bulannya adalah Rp. 101.200,3. Arfan Galuh, Supervisor Area, status menikah dengan anak 1, dengan gaji sebesar Rp. 4.00.000,- sebulan. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 4.000.000,-
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan :
52
5% X Rp. 4.000.000,- =
Rp. 200.000,-
Penghasilan Netto sebulan
Rp. 3.800.000,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 3.800.000,- X 12
Rp. 45.600.000,-
3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Tambahan WP kawin
Rp. 1.320.000,-
Tambahan 1 orang anak
Rp. 1.320.000,Rp. 18.480.000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 27.120.000,-
PPh pasal 21 terutang 5% x Rp. 27.120.000,-
Rp. 1.356.000,-
PPh pasal 21 sebulan Rp. 1.356.000,-: 12
Rp.
113.000,-
Sehingga Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas nama Bapak Arfan Galuh yang harus dibayar setiap bulannya adalah Rp. 113.000,4. Zahrul Zamani, Operator, status menikah dengan anak 2, dengan gaji sebesar Rp. 4.500.000,- sebulan. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 4.500.000,-
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 4.500.000,- =
Rp. 225.000,-
Penghasilan Netto sebulan
Rp. 4.275.000,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 4.275.000,- X 12
Rp. 51.300.000,-
3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Tambahan WP kawin
Rp. 1.320.000,-
Tambahan 2 orang anak
Rp. 2.640.000,Rp. 19.800.000,-
53
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 31.500.000,-
PPh pasal 21 terutang 5% x Rp. 31.500.000,-= Rp. 1.575.000,Tidak memiliki NPWP20%xRp.1.575.000,-=Rp.315.000,-Rp. 1.890.000,PPh pasal 21 sebulan Rp. 1.890.000,- : 12
Rp.
157.200,-
Sehingga Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas nama Bapak Zahrul Zamani yang harus dibayar setiap bulannya adalah Rp. 157.200,5. Juwono, Helper, status menikah dengan anak 2, dengan gaji sebesar Rp. 2.000.000,- sebulan. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 2.000.000,-
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 2.000.000,- =
Rp. 100.000,-
Penghasilan Netto sebulan
Rp. 1.900.000,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 1.900.000,- X 12 Rp. 22.800.000,3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Tambahan WP kawin
Rp. 1.320.000,-
Tambahan 2 orang anak
Rp. 2.640.000,Rp. 19.800.000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 3.000.000,-
PPh pasal 21 terutang 5% x Rp. 3.000.000,-= Rp. Tidak memiliki NPWP20%xRp.150.000,-= Rp. 30.000,- Rp. PPh pasal 21 sebulan Rp. 180.000,-: 12
Rp.
150.000,180.000,15.000,-
Sehingga Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas nama Bapak Juwono yang harus dibayar setiap bulannya adalah Rp. 15.000,6. Anna Mardiana, Administration, status belum menikah, dengan gaji sebesar Rp. 2.520.000,- sebulan. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 2.520.000,-
54
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 2.520.000,- =
Rp. 126.000,-
Penghasilan Netto sebulan
Rp. 2.394.000,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 2.394.000,- X 12 Rp. 28.728.000,3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 12.888.000,-
PPh pasal 21 terutang 5% x Rp. 12.888.000,-
Rp.
664.400,-
PPh pasal 21 sebulan Rp. 664.400,- : 12
Rp.
53.700,-
Sehingga Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas nama Ibu Anna Mardiana yang harus dibayar setiap bulannya adalah Rp. 53.700,7. Darmanto, Office boy, status menikah, anak 1,dengan gaji sebesar Rp. 1.510.000,-sebulan, dan tidak memiliki NPWP. Perhitungan PPh pasal 21 nya adalah : Gaji sebulan
Rp. 1.510.000,-
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan : 5% X Rp. 1.510.000,- = Penghasilan Neto sebulan
Rp. 75.500,Rp. 1.434.500,-
Penghasilan netto setahun : Rp. 1.434.500,- X 12 Rp. 17.214.000,3. PTKP setahun Untuk WP sendiri
Rp. 15.840.000,-
Tambahan WP kawin
Rp. 1.320.000,-
Tambahan 1 orang anak
Rp. 1.320000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp. 18.480.000,(Rp. 1.266.000,-)
55
Sehingga Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas nama Bapak Darmanto yang harus dibayar setiap bulannya adalah Nihil. Berdasarkan perhitungan pajak penghasilan pasal 21 karyawan, maka di dapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
No
1
Ady Aryanto
17.000.000
500.000
16.500.000
198.000.000
18.480.000
179.520.000
21.928.000
2
Nur Amalia
3.520.000
176.000
3.344.000
40.128.000
15.840.000
24.288.000
1.214.400
101.200
3
Arfan Galuh Zahrul Zamani
4.000.000
200.000
3.800.000
45.600.000
18.480.000
27.120.000
1.356.000
113.000
4.500.000
225.000
4.275.000
51.300.000
19.800.000
31.500.000
1.575.000
131.250
2.000.000
100.000
1.900.000
22.800.000
19.800.000
3.000.000
150.000
12.500
2.520.000
126.000
2.394.000
28.728.000
15.840.000
12.888.000
644.400
53.700
1.510.000
75.500
1.434.500
17.214.000
18.480.000
Juwono
5
Anna Mardiana
6
Dharmanto
7
Total
35.050.000
1.402.500
Netto Sebulan
Pajak Terutang sebulan
Penghasilan Bruto
4
Biaya Jabatan
Pajak terutang setahun
Nama Karyawan
33.647.500
Netto Setahun
403.770.000
PTKP
PKP
126.720.000
(1.266.000)
-
277.050.000
1.827.333
-
26.867.800
Tabel 5. Hasil Perhitungan Penulis Sedangkan Berdasarkan perhitungan Accounting PT. Beneton Energy dalam pajak penghasilan pasal 21 karyawan, maka di dapatkan hasil perhitungan sebagai berikut :
No
1 2 3 4 5 6 7
Nama Karyawan Ady Aryanto Nur Amalia Arfan Galuh Zahrul Zamani Juwono Anna Mardiana Dharmanto Total
Penghasilan Bruto
Biaya Jabatan
Netto Sebulan
Netto Setahun
PTKP
PKP
Pajak terutang setahun
Pajak Terutang sebulan
17.000.000
500.000
16.500.000
198.000.000
18.480.000
179.520.000
21.928.000
1.827.333
3.520.000
176.000
3.344.000
40.128.000
15.840.000
24.288.000
1.214.400
101.200
4.000.000
200.000
3.800.000
45.600.000
18.480.000
27.120.000
1.356.000
113.000
4.500.000
225.000
4.275.000
51.300.000
19.800.000
31.500.000
1.890.000
157.500
2.000.000
100.000
1.900.000
22.800.000
19.800.000
3.000.000
180.000
15.000
2.520.000
126.000
2.394.000
28.728.000
15.840.000
12.888.000
644.400
53.700
1.510.000
75.500
1.434.500
17.214.000
18.480.000
(1.266.000)
1.402.500
33.647.500
35.050.000
403.770.000
126.720.000
277.050.000
27.212.800
2.267.733
56
2.238.983
Tabel 6. Hasil Perhitungan Accounting PT. Beneton Energy Berdasarkan analisis penulis, Perhitungan yang dilakukan pada PT. Beneton Energy atas gaji pegawai bulan Januari hingga Juni yang tidak mengalami perubahan di setiap bulannya. Maka penulis menemukan kurang bayar untuk karyawan atas nama Zahrul sebagai Operator dan Juwono sebagai Helper yang tidak memiliki NPWP, pada perhitungan PPh 21 terutangnya, PT. Beneton Energy belum menerapkan Tarif pajak yang lebih besar 20% dari jumlah pajak penghasilan pasal 21 yang terutang. Sehingga belum sesuai dengan Undang-undang perpajakan. 4.3. Penyetoran PPh Pasal 21 Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 berdasarkan bukti riil yang ada yaitu Surat Setoran Pajak (SSP) masa bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2011 tidak pernah mengalami keterlambatan dalam hal penyampaian Surat Setoran Pajak dan selalu tepat waktu sebelum tanggal batas akhir penyetoran yaitu sebelum tanggal 10 pada masa pajak berikutnya pada tempat yang telah ditunjuk oleh Direkturat Jenderal Pajak, dan dalam penyetoran PPh Pasal 21 PT. Benetom Energy biasanya menyetorkannya pada Bank Mandiri Cabang Pembantu Cideng Barat, karena letaknya yang sangat dekat dengan domisili kantor, Menurut Bukti yang di dapat, yaitu SSP, maka PT. Beneton Energy adalah Wajib Pajak yang patuh. 4.4. Pelaporan PPh Pasal 21 Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan Surat Pemberitahuan (SPT) selalu sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Per-57/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 sehingga PT. Beneton Energy tidak pernah mendapatkan Surat teguran dari pihak kantor pajak akibat lalai atau telat melaporkan SPT masa bulanannya nya pada Kantor Penerimaan Pembayaran Jakarta Gambir Dua. Formulir 1721-A1 yang menjadi hak karyawan, belum diberikan pada masing-masing karyawan walaupun telah di buatkan oleh Ibu Nur Amalia bagian Accounting PT. Beneton Energy. Dan melihat dari dokumen yang ada, maka penyampaian SPT bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011 PT. Beneton Energy selalu melaporkan SPT nya sebelum tanggal 20 setiap bulannya. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang penulis lakukan pada PT. Beneton Energy yang terletak di Jl. Cideng Timur No. 81A, Petojo Selatan, Jakarta-Pusat 10160. 1. PT. Beneton Energy merupakan perusahaan jasa yang bergerak di bidang penyewaan peralatan untuk kegiatan pertambangan. Dalam setiap pajak penghasilan pasal 21 pegawai yang terutang akan ditanggung oleh perusahaan
57
dan bukan menjadikan tambahan penghasilan karyawan karena tidak diberikan sebagai tunjangan pajak. 2. Berdasarkan survey yang di lakukan penulis, menjadi kesimpulan bahwa PT. Beneton Energy yang dalam kegiatannya penghitungan Pajak Penghasilan yang dikenakan pada penghasilan karyawan namun PT. Beneton Energy belum menerapkan tarif pajak yang 20% lebih tinggi untuk karyawan yang tidak memiliki NPWP sehingga belum sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku. 3. Pembayaran dengan Surat Setoran Pajak pada kas negara dilakukan dengan patuh oleh PT. Beneton Energy sebelum tanggal 10 setiap bulannya, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 karyawan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) sebelum tanggal 20 pada masa pajak berikutnya. sehingga tidak pernah ada surat teguran dari Kantor Pajak Pratama Gambir Dua. 5.2. Saran Dari hasil pembahasan mengenai Analisis Penghitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Gaji Pegawai pada PT. Beneton Energy dan hasil kesimpulan yang didapat oleh penulis, maka penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Untuk Perhitungan PPh pasal 21 telah berjalan dengan baik, namun PT. Beneton Energy perlu menerapkan tarif pajak 20% yang lebih tinggi pada pegawai yang belum memiliki NPWP. Hal ini bermanfaat untuk mengurangi beban PPh pasal 21 yang di tanggung perusahaan, dan agar karyawan memilikan NPWP agar menjadi warga negara yang bijak dan dapat keuntungan lain bagi pemilik NPWP khususnya. 2. Sebaiknya PT. Beneton Energy memberikan form 1721-A1 pada masingmasing karyawan yang telah di potong PPh Pasal 21nya, agar karyawan memiliki bukti kalau penghasilan mereka telah dipotong pajak namun tidak mengurangi penghasilan karyawan sendiri. Dan pada setiap berakhirnya tahun pajak, WP memerlukan form 1721-A1 nya sebagai lampiran dalam penyampaian SPT Tahunan yang disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun berikutnya. 3. PPh pasal 21 karyawan yang di tanggung perusahaan adalah langkah yang tepat untuk membuat karyawan merasa puas dan memiliki rasa tanggung jawab pada perusahaan, karena dengan membrikan kenikmatan yang tepat sasaran dan sesuai kebutuhan pegawai. Jadi saran saya sebaiknya perusahaan tetap memilih kebijakan pajak ditanggung PT. Beneton En
58
DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno., Akuntansi Perpajakan Edisi 2, Jakarta, Salemba Empat, 2009 Boediono, Perpajakan Indonesia, Jakarta, PT. Diadit Media, 2002 Ditjen Pajak, Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan dan Pelaporan Pajak, Jakarta, 2011 Djuanda, Gustian., Irwansyah, Lubis., Pelaporan Pajak Penghasilan, Edisi Revisi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2004 Hadi, Wardoyo., Teguh, Pajak Terapan Brevet A & B, Jakarta, PT. Bina Artha Profesional, 2008 Hilarius, Abat., Perpajakan, jakarta, Diadit Media, 2005 Kountur, Rony., Metode Penelitian, Jakarta, PPM, 2007 Lubis, Irwansyah., Review Pajak Orang Pribadi dan Orang Asing, Jakarta, Salemba Empat, 2011 Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi 2011, Jakarta, Andi, 2011 Muljono, Djoko., Panduan Brevet Pajak Penghasilan, Yogyakarta, Andi, 2010 Sumitro, Rachmat., Dasar-dasar Perpajakan, 2003 Suprianto, Edy., Akuntansi Perpajakan, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2011 Waluyo, Perpajakan Indonesia, Jakarta, Salemba Empat, 2008 WWW.pajak.go.id www.forumpajak.com
59
PENGARUH PERUBAHAN MODAL KERJA TERHADAP TINGKAT PROFITABILITAS PADA PT. TIARA SEMESTA DI CIKARANG Sri Mulyani Dosen tetap Akuntansi STIE Pertiwi
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Perubahan modal kerja yang dilihat dari current ratio(x1) dan working capital turn over(x2) terhadap tingkat profitabilitas yang dilihat dari return on investment (ROI = Y) pada PT. Tiara Semesta. Data yang dikumpulkan diperoleh dengan cara melakukan observasi ke perusahan dan dari data laporan keuangan perusahaan. Berdasarkan perhitungan dari tahun 2006 menghasilkan nilai masing-masing sebagai berikut :
sampai
dengan
2010
Current ratio dengan nilai rata-rata sebesar 97.62%, artinya nilai current ratio sangat rendah, Hal ini menyebabkan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena nilai aktiva lancar perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan. Working capital turn over dengan nilai ratarata sebesar (22.97) kali, artinya tingkat perputaran modal kerja sangat rendah, hal ini menunjukan adanya modal kerja yang tidak produktif pada perusahaan. ROI dengan nilai rata-rata 0.52%, artinya ROI yang dihasilkan sangat rendah. Dengan demikian kemampuan manajemen perusahaan untuk menghasilkan laba dengan mempergunakan modal yang diperlukan dalam mengelola kegiatan usaha tidak efektif. a) X1 → Y r = 0,7465, artinya adanya hubungan yang kuat antara current ratio terhadap ROI. KD = 55,72%, artinya current ratio berpengaruh terhadap ROI sebesar 55.72%, sisanya 44,28% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. t = 1.943, artinya t hitung (1.943) < t tabel (3.182). Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antara current ratio terhadap ROI. b) X2 → Y r = 0.1715, artinya adanya hubungan yang sangat rendah antara working capital turn over terhadap ROI. KD = 2.941%, artinya bahwa working capital turn over berpengaruh terhadap ROI sebesar 2.941%, sisanya 97.059% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. t = 0.301, artinya t hitung (0.301) < t tabel (3.182). Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antara working capital turn over terhadap ROI.
60
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai operasinya sehari-hari, misalkan untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membayar upah buruh, gaji pegawai dan lain sebagainya, dimana dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya. Uang yang masuk dari penjualan produk tersebut akan dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi selanjutnya. Pengelolaan modal kerja sangat penting karena menyangkut penetapan kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan modal kerja tersebut dalam operasi sehari-hari. Manajemen modal kerja berkepentingan terhadap keputusan investasi pada aktiva lancar dan hutang lancar. Terutama mengenai bagaimana menggunakan komposisi keduanya yang akan mempengaruhi resiko. Modal kerja terdiri dari empat komponen utama yaitu kas, surat berharga, persediaan dan piutang usaha, dimana komponen-komponen tersebut akan menjamin kontinuitas dan likuiditas perusahaan. Dengan modal kerja tersebut operasi perusahaan akan berjalan dengan ekonomis dan efisien. Dari hasil penjualan yang tinggi, perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang semakin meningkat. Jumlah keuntungan yang diperoleh secara teratur merupakan salah satu faktor yang penting untuk menilai profitabilitas. Modal kerja meningkat disebabkan karena sumber-sumbernya lebih besar daripada penggunanya sehingga mempunyai efek netto yang positif terhadap modal kerja. Perubahan-perubahan dari unsur-unsur non current account yang mempunyai efek memperbesar modal kerja disebut sebagai sumber-sumber modal kerja (sources of working capital). Modal kerja menurun disebabkan karena penggunaannya lebih besar daripada sumbernya sehingga mempunyai efek netto yang negatif terhadap modal kerja. Perubahanperubahan dari unsur-unsur non current accounts yang mempunyai efek memperkecil modal kerja disebut sebagai penggunaan modal pada suatu saat. Kelebihan atau kekurangan modal kerja merupakan kondisi yang kurang menguntungkan bagi perusahaan. Kelebihan modal kerja, khususnya dalam bentuk kas dan surat-surat berharga, tidak menguntungkan karena dana tersebut tidak dapat digunakan secara produktif. Dana yang menganggur, pendapatan yang rendah, investasi pada proyek-proyek yang tidak diinginkan atau fasilitas pabrik dan perlengkapannya yang tidak perlu, semuanya merupakan operasi perusahaan yang tidak efisien. Kekurangan modal kerja, maka perusahaan tidak dapat membiayai biaya operasi perusahaan sehingga perusahaan tidak dapat menjalankan operasi perusahaan dengan ekonomis dan efisien, karena perusahaan tidak dapat memproduksi barang-barang pada saat dipesan dan hanya menumpuk persediaan yang dikelola perusahaan, sehingga disini tugas manajemen modal kerja sangat penting untuk mengatur besar
61
kecilnya modal kerja yang akan digunakan untuk membiayai operasi perusahaan. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam hubungan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal suatu perusahaan dengan membandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam opereasi, Oleh karena itu keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa dalam perusahaan tersebut dapat melangsungkan hidupnya secara kontinu. Bagi perusahaan pada umumnya masalah rentabilitas adalah penting daripada laba, karena laba yang besar saja belum merupakan ukuran bahwa perusahaan tersebut telah bekerja secara efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba. Profitabilitas merupakan pencerminan dari efisiensi. Dengan demikian yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah tidak hanya bagaimana usaha untuk memperbesar laba, tetapi yang lebih penting adalah usaha untuk mempertinggi profitabilitasnya. Pada dasarnya setiap dana yang digunakan dalam perusahaan dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Konsep ini sering disebut sebagai konsep fungsional, yaitu konsep yang mendasarkan pada fungsi dana dalam menghasilkan pendapatan. Dari pendapatan tersebut akan diperoleh suatu keuntungan, dimana keuntungan yang diperoleh setiap periode akuntansi merupakan faktor yang penting dalam menilai profitabilitas. Salah satu tujuan dari sebuah perusahaan adalah mendapatkan laba yang maksimal. Keuntungan atau laba merupakan sarana penting untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Makin tinggi laba yang diharapkan maka perusahaan akan mampu bertahan hidup, tumbuh dan berkembang serta tangguh menghadapi persaingan. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian adalah “Sebarapa besar pengaruh antara perubahan modal kerja terhadap tingkat profitabilitas pada PT. Tiara Semesta ?”
1.3
Ruang Lingkup Masalah Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perbandingan pengaruh perubahan modal kerja pada perusahaan yang dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas perusahaan. 2. Periode sampel dari penelitian ini meliputi pergerakan laporan keuangan perusahaan dalam kurun waktu 5 tahun.
62
1.4
Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan dari Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui adanya pengaruh modal keja terhadap tingkat profitabilitas pada PT. Tiara Semesta.” 2. Manfaat Penelitian penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna bagi berbagai pihak, antara lain : 1. Bagi Penulis Penelitian ini selain sangat berguna untuk menambah pengetahuan mengenai kesulitan-kesulitan yang dihadapi perusahaan dan dunia usaha, juga merupakan penerapan teori-teori yang diperoleh dari praktik yang terjadi di lapangan. 2. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah pengetahuan tentang informasi sekaligus sebagai bahan avuan untuk perbandingan dalam penelitian serupa. 3. Bagi Perusahaan Sebagai bahan informasi bagi perusahaan dalam mengelola modal kerja secara efektif dan efisien sehingga tujuan perusahaan dalam memperoleh laba dan meningkatkan perkembangan perusahaan dapat tercapai. 2. LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Modal Kerja Masalah modal kerja merupakan masalah yang tiada akhir. Selama perusahaan masih beroperasi, modal selalu diperlukan untuk membiayai kegiatan perusahaan sehari-hari serta untuk menjaga kontinuitas perusahaan. Adanya modal kerja yang cukup sangat penting bagi perusahaan untuk tidak mengalami kesulitan atau menghadapi bahaya-bahaya yang timbul karena adanya krisis atau kekacauan. Akan tetapi adanya modal kerja yang berlebihan akan menunjukan adanya dana yang tidak produktif dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena adanya ketidakcukupan maupun mismanagement dalam modal kerja yang menjadi sebab utama kegagalan suatu perusahaan. Modal kerja sangat dibutuhkan perusahaan untuk mengoperasikan perusahaan. Modal kerja merupakan kekayaan atau aset yang diperlukan perusahaan untuk mengoperasikan kegiatan sehari-hari selama periode tertentu. Misalnya untuk membeli bahan baku,membayar gaji pegawai, membayar tenaga kerja langsung, membayar hutang dan lain sebagainya. Modal kerja merupakan asset jangka pendek atau asset dan kewajiban lancar seperti kas, piutang, persediaan, dan hutang usaha ketika perusahaan bergerak melalui sebuah siklus dimana bahan mentah dibeli, barang-barang
63
diproduksi dan dijual. Sehingga modal kerja disebut sebagai asset dan kewajiban jangka pendek, atau lancar. Menurut Djarwanto (2002:87) Modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap utang jangka pendek. Kelebihan ini disebut modal kerja bersih (net working capital) yang berasal dari hutang jangka panjang dan modal sendiri. Menurut Sawir (2005:129) Modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Menurut Sundjaja & Berlian (2002:155) modal kerja adalah : aktiva lancar yang mewakili bagian dari investasi yang berputar diri satu bentuk kebentuk lainnya dalam melaksanakan suatu usaha atau kas, suratsurat berharga yang mudah di uangkan (giro, cek, deposito), piutang dagang dan persediaan yang tingkat perputarannya tidak melebihi satu tahun atau jangka waktu normal perusahaan. Tersedianya modal kerja yang segara dapat dipergunakan dalam operasi tergantung pada tipe atau sifat dari aktiva lancar yang dimiliki seperti : kas, efek, piutang dan persediaan. Tetapi modal kerja harus cukup jumlahnya dalam artianharus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan modal kerja yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan, di samping memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan, juga akan memberikan beberapa keuntungan lain, diantaranya : a. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar, misalnya seperti adanya kerugian karena debitur tidak membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya merosot. b. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. c. Memungkinkan perusahaan untuk membeli barang dengan tunai sehingga dapat memetik keuntungan berupa potongan harga. d. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya seperti adanya kebakaran, pencurian dan sebagainya. e. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya. f. Memungkinkan perusahaan untuk dapat memberikan syarat kredit yang menguntungkan kepada para langganan. g. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh bahan baku, jasa, supplies yang dibutuhkan. h. Memungkinkan perusahaan untuk dapat bertahan dalam periode resesi dan depresi.
64
2.1.1
Faktor-Fakor yang Mempengaruhi Modal Kerja Modal kerja yang cukup memang sangat penting bagi suatu perusahaan. Untuk menentukan jumlah modal kerja yang dianggap cukup bagi suatu perusahaan, tidaklah mudah. Menurut Djarwanto (2004:91), modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut : a. Sifat Umum atau Tipe Perusahaan Kebutuhan modal atau komposisi modal kerja akan dipengaruhi oleh besar kecilnya kegiatan usaha atau perusahaan (produksi dan penjualan), dimana semakin besar kegiatan perusahaan semakin besar pula modal kerja yang diperlukan, apabila hal lainnya tetap. Selain besar kecilnya usaha, sifat perusahaan juga mempengaruhi besarnya modal kerja. Modal kerja dari suatu perusahaan jasa relative akan lebih rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan modal kerja perusahaan industry, karena untuk perusahaan jasa misalnya perusahaan listrik, perusahaan air minum,perusahaan yang hiburan,dan perusahaan-perusahaan jasa yang bergerak dalam bidang perhubungan baik darat, laut maupun udara tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Kebutuhan uang tunai yang membayar pegawainya maupun untuk memebiayai operasinya dapat dipenuhi dari penghasilan atau penerimaanpenerimaan saat itu juga, sedangkan piutang biasanya dapat ditagih dalam waktu yang relative pendek, bahkan untuk perusahaan jasa tertentu penerimaan uang justru lebih dahulu daripada pemberian jasanya. Misalnya seseorang yang akan naik kereta api tentu harus memebeli karcis terlebih dahulu. Sifat dari perusahaan jasa biasanya memiliki atau harus menginvestasikan modal-modalnya sebagian besar pada aktiva tetap atau plant and equipment yang digunakan untuk memberikan pelayanan atau jasanya kepada masyarakat. Apabila dibandingkan dengan perusahaan industri, maka keadaannya sangatlah ekstrim karena perusahaan industri harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaannya tidak mengalami kesulitan didalam operasinya sehari-hari. Oleh karena itu apabila dibandingkan dengan perusahaan jasa, perusahaan industri memerlukan modal kerja yang lebih besar. Bahkan diantara perusahaan industri sendiri kebutuhan akan modal kerjanya pun tidak sama. Perusahaan yang memeproduksi barang akan memerlukan modal kerja yang lebih besar daripada perusahaan dagang atau perusahaan retail, karena perusahaan yang memproduksi barang harus mengadakan investasi yang relative besar dalam bahan baku, barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. b. Waktu yang Diperlukan untuk Memproduksi atau Mendapatkan Barang dan Ongkos Produksi Per Unit atau Harga Beli Per Unit dari Barang Tersebut. Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan berhubungan langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual maupun bahan dasar yang akan diproduksi sampai barang tersebut dijual.
65
Makin panjang waktu yang dibutuhkan untuk memeproduksi atau memperoleh barang tersebut makin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Disamping itu harga pokok persatuan barang juga akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan, semakin besar harga pokok persatuan barang yang akan dijual semakin besar pula kebutuhan akan modal kerja. Misalnya perusahaan kapal terbang dibandingkan dengan perusahaan meubel atau perusahaan perabot rumah tangga maka modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan kapal terbang akan jauh lebih besar karena disamping membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan sebuah kapal terbang juga harga pokok sebuah sebuah kapal terbang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pokok sebuah meubel. c. Syarat Pembelian Bahan atau Barang dagang. Syarat pembelian barang dagang atau bahan dasar yang akan digunakan untuk memproduksi barang sangat mempengaruhi jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan, makin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan dalam persediaan bahan ataupun barang dagangan, sebaliknya apabila pembayaran atas bahan atau barang yang dibeli tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu yang lebih pendek maka uang kas yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar pula. d. Syarat Penjualan Kebijaksanaan tentang penjualan (kredit atau tunai). Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para pembeli akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam sector piutang. Untuk memeperendah atau memperkecil jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil resiko adanya piutang yang tak dapat ditagih, sebaiknya perusahan memberikan potingan tunai kepada para pembeli, karena dengan demikian pembeli akan tertarik untuk segera membayar hutangnya dalam periode diskonto tertentu. e. Tingkat Perputaran Persediaan Tingkat perputaran persediaan (inventory turn-over), menunjukan bebereapa kali persediaan tersebut diganti dalan arti dibeli dan dijual kembali. Semakin tinggi perputaran persediaan tersebut maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang harus diinvestasikan dalam persediaan) semakin rendah. Untuk dapat mencapai tingkat perputsrsn ysng tinggi, maka harus diadakan perencanaan dan pengawasan persediaan secara teratur dan efisien, semakin cepat atau semakin tinggi tingkat perputaran akan memperkecil risiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera konsumen, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpangan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.
66
Disamping faktor-faktor tersebut diatas masih banyak faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi kebutuhan modal kerja suatu perusahaan, misalnya faktor musiman, volume penjualan, tingkat perputaran piutang, dan jumlah rata-rata pengeluaran uang setiap harinya. Faktor-faktor lainnya tersebut antara lain : 1. Faktor-faktor ekonomi. 2. Peraturan pemerintah yang berkaitan dengan uang ketat atau kredit ketat. 3. Tingkat bunga yang berlaku. 4. Peredaran uang. 5. Tersedianya bahan-bahan dipasar. 6. Kebijakan perusahaan selain tentang penjualan, persediaan, saldo ke kas minimal, dan pembelian bahan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, salah satu fungsi modal kerja adalah “menutup” jarak antara saat dikeluarkan uang tunai (kas) untuk membayar atau membeli persediaan atau bahan baku dan biaya lainnya dengan saat hasil diterimanya hasil penjualan. Jarak yang dimaksud diebut periode perputaran modal kerja (working capital turnover periode) atau suatu kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai kembali lagi menjadi kas. Semakin pendek periode tersebut berarti semakin cepat perputarannya (turnover) atau makin tinggi perputaran. Lamanya periode perputaran tergantung sifat atau kegiatan operasi suatu perusahaan, lama atau cepatnya perputaran ini akan menentukan pula besar atau kecilnya kebutuhan modal kerja. Dalam menentukan perputaran modal kerj, banyak metode yang digunakan, untuk kesempatan ini akan dibahas cara paling luas atau umum digunakan. Metode yang dimaksud yaitu : 1. Metode Keterikatan Dana (Siklus = Daur Dana) Metode ini digunakan jika usaha baru dimulai, denagn demikian pengalaman dari pengelola atau tentunya sangat dominan dipengaruhi keadaan internal perusahaan yang mengikuti perkembangan kegiatan sehari-hari dalam jangka waktu lama. 2. Metode Perputaran (Turnover) Metode ini menggunakan analisis laporan keuangan. Secara umum atau total modal kerja dihitung dengan rumus :
Working Capital Turn Over
=
total penjualan
X 100%
modal kerja
2.1.2
Sumber Modal Kerja Modal kerja dapat didefinisikan sebagai selisih antara aktiva lancar dengan utang lancar, sehingga perubahan pada modal kerja baik naik ataupun
67
turun dapat diketahui perubahan-perubahan pada pos-pos yang terikat pada aktiva lancar dan utang lancar sekaligus, namun transaksi-transaksi yang hanya mempengaruhi rekening utang lancar saja tidak termasuk kedalam sumber dan penggunaan modal kerja. Menurut Bambang Riyanto dalam buku Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (2001:345) bahwa, “Maksud utama dari analisa sumber-sumber dan penggunaan dana adalah untuk mengetahui bagaimana dana digunakan dan bagaimana kebutuhan dana tersebut dubelanjakan”. Sumber-sumber modal kerja dapat disebutkan sebagai berikut : a. Hasil operasi perusahaan, adalah jumlah net income yang tmpak dalam laporan perhitungan laba rugi ditambah dengan depresiasi dan amortisasi. Jumlah ini menujukan jumlah modal kerja yang berasal dari operasi perusahaan. b. Keuntungan dan penjualan surat-surat berharga (investasi jangka pendek). Surat berharga atau efek adalah salah satu element aktiva lancar yang segera dapat dijual yang menimbulkan keuntungan. c. Penjualan aktiva lancar, aktiva tetap dan investasi jangka panjang yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan dapat menambah modal kerja. d. Penjualan obligasi atau saham, yaitu dengan mengadakan emisi saham baru atau meminta pemilik perusahaan untuk menambah modal, disamping itu perusahaan dapat mengeluarkan obligasi. Dari uraian tentang sumber-sumber modal kerja tersebut dapat disimpulkan mbahwa modal kerja akan bertambah apabila : 1. Adanya kenaikan sektor modal baik yang berasal dari laba maupun adanya pengeluaran modal saham atau tambahan investasi dari pemilik perusahaan. 2. Adanya pengurangan atau penurunan aktiva tetap yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar karena adanya penjualan aktiva tetap maupun melalui proses depresi. 3. Penambahan utang jangka panjang baik dalam bentuk obligasi , hipotek atau utang jangka panjang lainnya yang diimbangi dengan bertambahnya aktiva lancar. 2.1.3
Penggunaan Modal Kerja Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Misalnya penggunaan aktiva lancar untuk melunasi atau membayar hutang lancar, maka penggunaan aktiva lancar ini tidak mngakibatkan penurunan jumlah modal kerja karena penurunan aktiva lancar tersebut diikuti atau diimbangi dengan penurunan utang lancar dalam jumlah yang sama. Seperti yang telah disebutkan diatas, setiap penggunaan modal kerja dapat menyebabkan pengurangan aktiva lancar Menurut Djarwanto (2004:98), antara lain: a. Pengeluaran jangka pendek dan pembayaran hutang jangka pendek (termasuk hutang devuden). 68
b. Adanya pemakaian prive yang berasal dari keuntungan (pada perusahaan perseorangan atau persekutuan). c. Kerugian usaha atau kerugian insidentil yang memerlukan pengeluaran kas. d. Pembentukan dana untuk tujuan tertentu seperti dana pensiun pegawai, pembayaran utang obligasi yang telah jatuh tempo, penempatan kembali aktiva tidak lancar. e. Pembelian tambahan aktiva tetap, aktiva tidak berwujujud, dan investasi jangka panjang. 2.1.4 Jenis-Jenis Modal Kerja Bagi setiap perusahaan, tersedianya modal kerja yang memadai akan menjamin kelangsungan operasi perusahaan. Beroperasinya perusahaan itu akan mengalami perubahan-perubahan yang nantinya mempengaruhi kebutuhan modal yang diperlukan. Modal kerja yang tersedia harus menutupi beban-beban. Penetapan modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan berbedabeda, salah satunya tergantung pada jenis perusahaan. Berikut ini ada beberapa klasifikasi modal kerja Menurut Bambang Riyanto dalam bukunya Dasar-Dasar Pembelanjaan perusahaan (2001:60) : A. Modal Kerja Permanen (permanent working capital) yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Permanent Working Capital ini dapat dibedakan dalam : 1) Modal Kerja Primer (Primary Working Capital) Yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untukmenjamin kontinuitas usahanya. 2) Modal Kerja Normal (Normal Working Capital) Yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal. Pengertian normal disini adalah dalam artian yang dinamis. B. Modal Kerja Variabel (variable working capital), yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaandn modal kerja ini dibedakan antara : a) Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital) Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. b) Modal Kerja Siklus (Cyclical Working Capital) Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fliktuasi konjungtor. c) Modal Kerja Darurat (Emergency working Capital) Yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya ada
69
pemogokan buruh, banjir, dan perubahan keadaan ekonomi yang mendadak ) Dengan diketahuinya jenis-jenis modal kerja tersebut akan mudah bagi suatu perusahaan dalam menyadiakan modal kerja sesuai dangan kebutuhan, baik yang bersifat permanen maupun yang bersifat variabel. Penyediaan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan luas usahanya,yang antara lain berpedoman kepada pengalaman-pengalaman yang dialami pada waktu yang lalu, sehingga modal kerja yang dibutuhkan sangat cukup tersedia tepat pada waktunya. Dengan demikian semakin besar modal kerja yang berasal dari pemilik perusahaan, maka akan semakin naik pula kredit rating perusahaan tersebut dan semakin besar jaminan bagi kreditur jangka pendek. 2.1.5
Konsep Modal Kerja Menurut Agnes Sawir (2005:130), mengenai modal kerja dikemukakan adanya beberapa konsep: 1. Kuantitatif, adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Konsep kuantitatif sering disebut sebagai gross working capital, karena menggambarkan keseluruhan jumlah dari aktiva lancar, dimana aktiva lancar ini sekali berputar dapat kembali ke bentuk semula dalam jangka waktu yang pendek. 2. Kualitatif, adalah selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar, atau merupakan sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan tanpa menunggu likuiditas, merupakan kelebihan aktiva lancar diatas utang lancarnya. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja neto (net working capital)., 3. Fungsional, merupakan konsep yang lebih menitik beratkan fungsi dari pada dana dalam menghasilkan pendapatan dari usaha pokok perusahaan dan menghasilkan pendapatan pada periode akuntansi dan periode masa depan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan menmgenai modal kerja yaitu merupakan jumlah keseluruhan dari aktiva lancar yang ada didalam perusahaan. Dan modal kerja sebagai kelebihan aktiva lancarnya disebut dengan net working capital dan yang merupakan keseluruhan aktiva lancar yang disebut denagn gross working capital.
2.1.6 Rasio Modal Kerja Dari sejumlah rasio-rasio yang dipergunakan sebagai alat analisa laporan keuangan, dalam skripsi ini hanya akan dibahas rasio-rasio yang berhubungan dengan modal kerja sesuai dengan topik bahasan. Adapun rasio tersebut adalah : A. Rasio Lancar (Current Ratio) Current Ratio Merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki.
70
Current Ratio dapat dihitung dengan rumus : current ratio
=
aktiva lancar
X
100%
hutang lancar
Semakin besar rasio ini maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya. Salah satu unsur kebijakan modal kerja berasal dari aktiva lancar berupa kas, piutang dan persediaan. Mengelola modal kerja berarti mengelola aktiva lancar. Aktiva lancar biasanya dikaitkan dengan hutang lancar. Oleh sebab itu dalam memahami pengertian modal kerja berkaitan pula dengan hutang lancar. Dengan kondisi tertentu aktiva lancar mampu menghasilkan keuntungan (profitabilitas) bagi pemilik perusahaan. B. Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover Ratio) Rasio perputaran modal kerja merupakan perbandingan antara penjualan dengan jumlah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki suatu perusahaan pada suatu periode tertentu, dapat dihitung dengan rumus : Working Capital Turn Over
total penjualan
=
modal kerja
Semakin besar rasio perputaran modal kerja maka semakin baik suatu perusahan dimana persentase modal kerja yang ada mampu menghasilkan jumlah penjualan tertentu. Selain itu semakin besar rasio ini menunjukkan efektifnya pemanfaatan modal kerja yang tersedia dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan. C. Rasio Jumlah Aktiva Lancar terhadap Total Aktiva (Current Assets to Total Assets Ratio) Rasio jumlah aktiva lancar terhadap total aktiva merupakan perbandingan jumlah aktiva lancar terhadap total aktiva yang terdapat diperusahaan yang dinyakan dalam persen, Dapat dihitung dengan rumus : current assets to total assets
=
jumlah aktiva lancar Total aktiva
X
100%
Semakin besar rasio semakin baik karena menunjukkan tersedianya kas, piutang dan persediaan yang merupakan harta lancar yang paling likuid dibanding dengan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan. Adanya aktiva yang likuid dapat digunakan sewaktu – waktu dapat membiayai kebutuhan operasional perusahaan dalam rangka menghasilkan laba. D. Rasio Jumlah Hutang Lancar terhadap Total Aktiva (Current Liabilities to Total Assets Ratio)
71
Rasio jumlah hutang lancar terhadap total aktiva merupakan perbandingan jumlah hutang lancar terhadap total aktiva yang terdapat diperusahaan yang dinyatakan dalam persen, Dapat dihitung dengan rumus : Current Liabilities to Total assets
=
jumlah hutang lancar
X 100%
total aktiva
Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang bagi perusahaan dengan jalan menunjukkan besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai dengan hutang jangka pendek. Semakin besar persentase pendanaan berasal dari ekuitas pemegang saham maka dari sudut kreditur bermakna makin besar perlindungan bagi pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar resiko keuangan yang dapat mengganggu capaian profitabilitas perusahaan. Semakin kecil rasio ini maka semakin baik atau semakin kecil resiko keuangan. Kesimpulannya, pengertian modal kerja adalah nilai aktiva atau harta yang dapat segera dijadikan uang kas yang digunakan perusahaan untuk operasional perusahaan sehari-hari. 2.1.7
Komponen Modal Kerja Mengingat pentingnya modal kerja pada suatu perusahaan, maka perlu diadakan suatu pengelolaan terhadap modal kerja, sehingga akan dapat memperlancar operasi perusahaan. Setiap komponen atau elemen perlu dikelola secara efisien agar dapat mempertahankan likuiditas badan usaha pada tingkat yang aman. Unsur atau komponen modal kerja dapat dilihat pada setiap neraca perusahaan, yaitu pada semua perkiraan aktiva lancar dan kewajiban lancarnya. Perbedaan yang ada biasanya menyangkut perkiraan-perkiraan atau pos-pos atau jenis-jenisnya, yang disebabkan perbedaan jenis perusahaan. Misalnya persediaan, untuk perusahaan yang hanya melakukan perdagangan, mungkin hanya perkiraan persediaan (persediaan barang dagang) sedangkan perusahaan yang melakukan pembuatan barang persediaannya akan terdiri dari bahan mentah, barang setengah jadi dan barang jadi. Berdasarkan konsep Gross Working Capital, maka modal kerja merupakan jumlah seluruh current assets perusahaan. Jadi diartikan modalkerja adalah jumlah nilai seluruh aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan untuk menjalankan operasinya sehari-hari. Mengenai komponen modal kerja menurut Bambang Riyanto dalam bukunya Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan (2001:64) adalah sebagai berikut :
72
“Modal kerja atau working capital , sering pula disebut sebagai gross working capital atau modal kerja kotor didefinisikan sebagai item-item pada aktiva lancar, yakni kas (cash), surat berharga (security), piutang (account receivable), dan persediaan (inventory)”. Dapat disimpulkan bahwa komponen modal kerja terdiri dari aktiva lancar dan hutang lancar : 1. Kas 2. Surat berharga 3. Piutang dagang 4. Persediaan 5. Hutang lancar Keterangan untuk masing-masing dari unsur-unsur modal kerja ini adalah sebagai berikut : 1. Kas Kas merupakan unsur modal kerja yang paling tinggitingkat likuiditasnya. Tersedianya uang kas yang cukup akan lebih menguntungkan bagi perusahaan jika sewaktu-waktu harus mengadakan transaksi dengan pihak ketiga, yang nantinya menghasilkan keuntungan. Disamping itu dengan tersedianya uang kas yang cukup akan mampu mengatasi kesulitankesulitan dalam keadaan darurat. Yang dimaksudkan uang kas adalah uang tunai yang tersedia di perusahaan maupun yang berada di bank. Uang kas dapat digunakan untuk operasi perusahaan sehari-hari, memiliki barang dan jasa yang diharapkan juga memenuhi kewajiban perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kas : a. Kebijaksanaan manajemen kas b. Posisi likuiditas pada saat ini c. Sikap terhadap risiko manajemen likuiditas d. Jadwal jatuh tempo utang e. Kemampuan perusahaan untuk meminjam f. Perkiraan aliran kas jangka Pendek dan jangka panjang g. Kemungkinan cash flow dlam berbagai kondisi. 2. Surat Berharga Surat-surat berharga yang dimaksud adalah surat berharga yang dapat segera dijual, merupakan bentuk penyertaan sementara dalam pemanfaatan dana yang tidak digunakan. Sedangkan kepemilikannya memiliki sifat : 1. Mempunyai pemasaran dan dapat diperjualbelikan dengan segera. 2. Dimaksudkan untuk dijual dalam jangka waktu dekat bila kebutuhan dana untuk kegiatan umum perusahaan. 3. Tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain. Perusahaan dapat menggunakan kelebihan dananya untuk membeli surat berharga. Pembelian ini bertujuan untuk menjaga likuiditas juga merupakan investasi yang bersifat sementara, yaitu apabila
73
perusahaan membutuhkan uang tunai untuk memenuhi kewajiban yang mendesak, perusahaan dapat segera menjual kembali surat-surat berharga tersebut. Jenis-jenis surat berharga : 1. US Treasury Bills, Notes dan Bonds Surat utang pemerintah dan surat utang yang mudah dicairkan. 2. Commercial Paper Wesel tanpa jaminan yang diterbitkan oleh lembaga keuangan, perusahaan pemilik bank dan industri. 3. Obligasi Perusahaan Asing dan Domestik Jatuh tempo lebih dari satu tahun tetapi saat mendekati jatuh tempo memiliki cirri seperti suratbrharga jangka pendek. 4. Bankers Acceptance Wesel tagih yang diterbitkan oleh perusahaan (misalnya importer) yang telah diterima oleh bank yang menjamin pembayarannya. 5. Eurodollars Deposito yang dinyatakan dalam dollar pada bank-bank luar negeri. 6. Surat Berharga Mutual Funds Lembaga ini melakukan diversifikasi investasi untuk tujuan pembentukan dana. 3. Piutang Dagang Piutang dagang muncul karena perusahaan menjual secara kredit. Penjualan kredit dimaksudkan untuk memperbesar volume penjualan. Penjualan kredit tidak segera menghasilkan pengeluaran kas, tetapi menimbulkan piutang yang kemudian pada hari jatuh tempo pembayaran piutang tersebut adalah penerimaan kas. Pengaturan piutang ditujukan agar kredit yang diberikan dapat tertagih tepat pada waktunya. Oleh karena itu manajemen piutang perlu diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Manajemen piutang meliputi beberapa permasalahan, diantaranya : 1. Menentukan Tingkat Piutang Dagang yang terdiri dari : a. Volume penjualan kredit b. Rata-rata periode antara penjualan dan penagihan tergantung pada kondisi ekonomi dan variabel kebijaksanaan kredit. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan yaitu standard kredit, periode kredit, diskon untuk pembayaran lebih cepat, kebijaksanaan penagihan. 2. Standard Kredit a. Kebijaksanaan kredit optimal berkaitan denagn biaya marjinal kredit, dari pertambahan keuntungan dan peningkatan penjualan. b. Evaluasi risiko kredit kredit, misalnya 5 C : 1. Character, ini menyangkut segi pribadi, watak dan kejuuran dari pimpinan perusahaan dan kemungkinan bahwa pelanggan mempunyai kemauan untuk memenuhi kewajibannya. 2. Capacity, pertimbangan atau evaluasi dari kemampuan membayar pelanggan. Kemampuan tersebut diukur denagn data-data finansiil di waktu-waktu yang lallu. Bank akan dapat
74
3.
4.
5.
6.
menilai kerjanya di waktu yang akan datangdalam hubungannya denagn penggunaan kredit tersebut. Capital, ini menunjukan posisi finansiil perusahaan secara keseluruhan untuk mengukur posisi keuangan secara umum dari perusahaan seperti ditunjukan oleh rasio keuangan dan penekanan pada komposisi “tangible net worth”-nya. Bank harus mngetahui bagaimana mengetahui perimbangan antara jumlah utang dan modal sendirinya. Collateral, ini menunjukan besarnya aktiva yang kan diikatkan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan oleh bank. Hal ini ditunjukan oleh asset pelanggan yang digunakan sebagai jaminan. Condition, dampak trend umum terhadap perusahaan atau perkembangan khusus di bidang ekonomi. Bank harus menilai sampai berapa jauh pengaruh dari adanya suatu kebijakan pemerintah di bidang ekonami atau pengaruh dari trend ekonami terhadap prospek perusahaan pemohon kredit khususnya dan prospek industri di mana perusahaan pemohon kredit termasuk didalamnya pada umumnya. Dalam hubaungannya dengan penilaian proyek kredit investasi (project appraisal) Bank Indonesia telah memberikan pedoman-pedomannya.
Manajemen piutang harus mempertimbangkan investasi dalam piutang disebabkan adanya opportunity cost, keputusan piutang berkaitan denagn menentukan jumlah kredit (piutang dagang) dalam usaha meningkatkan penjualan. 4. Persediaan Persediaan disini merupakan bagian-bagian yang ada pada perusahaan yang pada suatu saat akan dijual. Bagi suatu perusahaan, persediaan merupakan elemen modal kerja yang utama yang selalu dalam keadaan berputar, dimana secara terus-terusan mengalami perubahan. Penentuan besarnya persediaan barang atau alokasi modal dalam persediaan merupakan masalah penting karena mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahan. Oleh karena itu perusahaan harus menentukan berapa besarnya persediaan denagn memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Dalam perusahaan dagang yang dimaksud inventori adalah barang yang dimiliki perusahaan untuk dijual dan dibeli. Sedangkan dalam perusahaan industri (pabrik) pada umumnya ada 3 (tiga) jenis persediaan, yaitu : 1. Persediaan bahan mentah 2. Persediaan barang dalam proses atau barang setengah jadi 3. Persediaan barang jadi 5. Hutang Lancar Hutang lancar atau kewajiban lancar adalah hutang yang diharapkan akan dibayar dalam jangka waktu satu tahun atau satu siklus operasi normal 75
perusahaan (tergantung mana yang lebih panjang) dan denagn menggunakn aktiva lancar yang ada atau hasil dari pembentukan kewajiban lancar yang lain. Kewajiban lancar meliputi hutang wesel, hutang dagang, pendapatan diterima di muka, dan biaya yang masih harus dibayar seperti hutang gaji, hutang pajak, dan hutang bunga. 2.1.8 Struktur Modal Dalam neraca suatu perusahaan selain menggambarkan adanya modal kongkret dan modal abstrak, tampak juga dua gambaran modal yaitu bahwa neraca di suatu pihak menunjukan modal menurut bentuknya (sebelah debit) dan dilain pihak menurut sumbernya atau asalnya (sebelah kredit). Modal yang menunjukan bentuknya disebut modal aktif. Sedangkan modal yang menunjukan sumbernya atau asalnya disebut modal pasif. 1. Pembagian Modal Aktif Berdasarkan cara dan lamanya perputaran modal aktif atau kekayaan suatu perusahaan dapat dibedakan antara aktiva lancar dan aktiva tetap. Perbandingan kedua aktiva tersebut akan menentukan struktur kekayaan. Namun berdasarkan fungsi bekerjanya aktiva dalam perusahaan modal aktif dibedakan dalam modal kerja (working capital asset) yang telah penulis paparkan yang lengkap di muka dan modal tetap (fixed capital asset). Perbedaan fungsionil antara modal kerja denagn modal tetap adalah : a) Jumlah modal kerja adalah lebih fleksibel yaitu lebih mudah diperbesar atau diperkecil, disesuaikan dengan kebutuhannya. Sedangkan modal tetap sekali dibeli tidak mudah dikurangi atau diperkecil. b) Susunan modal kerja relatif variabel. Elemen-elemen modal kerja akan berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan, sedangkan sususnan modal tetap adalah relatif permanen dalam jangka waktu tertentu, karena elemen-elemen dari modal tetap tidak segera mengalami perubahan-perubahan. c) Modal kerja mengalami proses perputaran dalam jangka waktu yang pendek, sedangkan modal tetap mengalami proses perputaran dalam jangka waktu yang panjang. 2. Pembagian Modal Pasif Dilihat dari asalnya, modal pasif dapat dibedakan antara modal sendiri (modal badan uaaha) dan modal asing (modal kreditur/utang). Namun ditinjau dari lamanya penggunaan modal pasif dapat dibedakan antara modal jangka panjang dan modal jangka pendek. Pembagian modal pasif dapat juga didasarkan pada syarat likuiditas, syarat solvabilitas dan syarat rentabilitas yaitu : a) berdasarkan syarat likuiditas yaitu menurut jangka waktu penggunananya, modal pasif dapat dibedakan antara modal jangka panjang dan modal jangka pendek yang waktunya tertentu atau tidak.
76
b) Berdasarkan syarat solvabilitas yaitu yang dalam hubungannya denagn fungsinya sebagai jaminan, modal pesif dapat dibedakan antara modal sendiri dan modal asing. c) Berdasarkan syarat rentabilitas yaitu dalam hubungannya dengan penghasilan atau pendapatan, modal pasif dapat dibedakan antara modal dengan pendapatan tetap (modal obligasi) dan modal dengan pendapatan tidak tetap (modal saham). Struktur kekayaan suatu perusahaan itu erat hubungannya denagn struktur modalnya. Dengan menghubungkan elemen-elemen aktiva di satu pihak dengan elemen-elemen pasiva dipihak lain, akan diperoleh banyak gambaran tentang keadaan financial suatu perusahaan. Elemen-elemen yang dihubungkan tergantung kepada aspek financial apa yang ingin diketahui. Dengan memebandingkan elemen-elemen tertentu dari aktiva di satu pihak dengan elemen-elemen terrantu dari pasiva ai lain pihak, maka akan diketahui keadaan atau tingkat likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. 2.2
Pengertian Profitabilitas Profitabilitas penting artinya bagi perusahaan. Suatu organisasi harus dalam keadaan profitable agar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Profitabilitas suatu perusahaan adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Menurut Sofyan Syarif Harahap (2005:305) profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba, melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya. Hal senada dikemukakan oleh S.Munawir (2007:33) profitabilitas adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profitabilitas adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif, dengan demikian profitabilitas perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan. Profitabilitas umumnya dirumuskan sebagai : L M
X
100%
77
Dimana L adalah jumlah laba yang diperoleh selama peroide tertentu dan M adalah modal atau aktiva yang digunkan untuk menghasilkan laba tersebut. Profitabilaitas menunjukan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dan sejeuh mana efektivitas pengelolaan oleh manajemen untuk memperoleh laba. Analisis terhadap profitabilitas memberikan gambaran kepada para analisis mengenai kegiatan operasional perusahaan masa lalu dan memberikan informasi untuk memperkirakan hasil-hasil yang diharapkan pada masa yang akan datang. Bagi para pemilik modal, analisa profitabilitas ini dapat digunakan untuk memperikan berapa tingkat pengembalian yang akan diterimanya. Bagi para kreditor, analisis profitabilitas penting untuk mengetahui perusahaan dalam menghasilkan laba. Laba yang memedai merupakan sumber dana yang dapat digunakan untuk membayar bunga dan pokok pinjaman, sedangkan manajemen berkepentingan terhadap profitabilitas untuk menilai kinerja atas prestasi yang didapat. Agar suatu perusahaan dapat terus-menerus dalam keadaan profitable, manajemen harus menggunakan sumber daya yang dimilikinya dengan optimal, produktif dan seefisien mungkin untuk menghasilkan pendapatan, selain itu dibutuhkan kecermatan dalam pengendalian biaya-biaya yang harus dileluarkan perusahaan, agar menghasilkan laba yang optimal. Perhitungan profitabilitas dapat dilakukan dengan berbagai macam cara dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan diperbandingkan satu dengan yang lainnya. Laba yang digunakan dengan perbandingan dan dapat berasal dari operasi atau usaha maupun laba netto sesudah pajak dengan aktiva operasi, atau laba netto sesudah pajak diperbandingkan dengan keseluruhan aktiva, atau laba netto sesudah pajak dengan jumlah modal sendiri. Banyaknya cara perhitungan profitabilitas menyebabkan beberapa perusahaan berbeda dalam perhitungan profitabilitasnya. Namun yang paling terpenting adalah profitabilitas mana yang akan dipergunakan sebagai alat pengukur efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan yang bersangkutan. 2.2.1
Indikator profitabilitas A. Laba Laba adalah sisa pendapatan setelah total pendapatan penjualan dikurangi biaya. Lebih jelas lagi Laba adalah selisih antara total hasil pendapatan dengan total biaya. Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa laba adalah kelebihan penghasilan atas biaya-biaya dalam suatu perusahaan industri yaitu selisih antara hasil penjualan bersih dengan harga pokok penjualan dan biaya operasi.
78
Ada beberapa jenis laba yang biasa digunakan dalam akuntansi, diantaranya adalah sebagai berikut : a) Laba kotor, Laba kotor atau gross profit adalah harga penjualan dikurangi harga pokok penjualan. b) Laba bersih, Laba bersih (net income) adalah selisih lebih semua pendapatan dan keuntungan terhadap semua beban dan kerugian. c) Laba operasi, Laba operasi (income for operation) adalah laba yang diperoleh semata–mata dari kegiatan utama perusahaan. B. Aktiva Aktiva pada dasarnya tidak terbatas pada kekayaan perusahaan yang tidak berwujud saja, tetapi juga termasuk pengeluaran-pengeluaran yang belum di alokasikan pada penghasilan yang akan datang serta aktiva tidak berwujud lainnya (intangible assets) misalnya good will, hak paten, dan hak menerbitkan. Aktiva terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Aktiva Lancar Adalah uang kas dan aktiva lainnya yang bisa diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai digunakan dalam waktu tertentu (jangka pendek). Aktiva lancar terdiri dari kas, piutang, sekuritas, persediaan, penghasilan yang masih harus diterima, biaya yang dibayar dimuka. 2. Aktiva Tidak Lancar Adalah aktiva yang mempunyai umur penggunaan relative permanen atau jangka panjang (lebih dari satu tahun). Aktiva lancar terdiri dari investasi jangka panjang (saham, obligasi, pinjaman terhadap perusahaan lain), aktiva tetap (tanah, bangunan, inventaris, kendaraan atau perlengkapan lainnya) aktiva tidak berwujud (hak cipta, merek dagang, biaya pendirian, lisensi, good will). 2.2.2
Jenis-Jenis Profitabilitas Menurut Sawir (2005:47) membedakan profitabilitas menjadi dua, yaitu : 1. Profitabilitas badan usaha adalah perbandingan antara pendapatan dengan kekayaan yang ada. Pendapatan ini adalah pendapatan netto sesudah dikurangi pajak. 2. Profitabilitas perusahaan adalah perbandingan antara pendapatan perusahaan. Ada dua jenis kekeyaan yang dipakai dalam perusahaan,yaitu kekayaan sendiri dan kekayaan asing.
2.2.3
Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan , kas, modal, jumlah karyawan, jumlah-jumlah cabang dan sebagainaya. Rasio profitabilitas perusahaan yang umum digunakan menurut Sawir (2005:18) adalah : 1. Margin Laba Kotor ( gross profit margin) 2. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) 79
3. Rentabilitas Ekonomis (Basic Earning Power) 4. Return On Investment (ROI) 5. Return On Equity (ROE) Dari ukuran rasio profitabilitas diatas, penulis mengambil rasio ukur Return On Investment (ROI) untuk melakukan penelitian . Dalam dunia keuangan rate of return (ROR) atau return on investment (ROI), atau terkadang biasa disebut dengan return, adalah suatu ratio peroleh atau kehilangan uang dari sebuah investasi berhubungan dengan jumlah uang yang telah di investasikan. Jumlah perolehan ataupun kehilangan uang merujuk kepada bunga, profit/loss, gain/loss atau net income, sedangkan uang yang telah di investasikan merujuk pada asset, modal/capital, uang pokok/principal atau basis biaya/cost basis dari investasi tersebut. ROI adalah juga dikenal sebagai tingkat laba (rate of profit). ROI adalah hasil di suatu investasi saat ini atau masa lampau, atau hasil yang diperkirakan di suatu investasi masa depan. ROI pada umumnya dinyatakan sebagai persentase dibanding/bukannya nilai sistim desimal. ROI tidak mengindikasikan berapa lama suatu investasi dikelola. Bagaimanapun, ROI paling sering dinyatakan sebagai suatu tingkat pengembalian tahunan, dan paling sering dinyatakan untuk suatu tahun fiskal atau penanggalan. Maka bisa dikatakan bahwa ROI digunakan oleh kebanyakan perusahaan untuk membandingkan hasil investasi di mana uang yang diperoleh atau hilang (atau uang yang telah diinvestasikan), dan tidaklah mudah melakukan perbandingan tersebut dengan menggunakan nilai moneter. Menurut Syamsuddin (2002:57) ROI sering disebut juga dengan Return On Total Assets dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan penggunaan seluruh aktiva perusahaan yang dimiliki. ROI dapat dihitung dengan rumus : ROI
=
Laba Bersih Setelah Pajak total aktiva
X
100%
Kelebihan Return On Investment (ROI) menurut Syamsuddin (2002:58) yaitu: 1. Selain ROI berguna sebagai alat kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan. Misalnya ROI dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan apabila perusahaan akan melakukan ekspansi. Perusahaan dapat mengistimasikan ROI yang harus melalui investasi pada aktiva tetap.
80
2. ROI dipergunakan sebagai alat mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan menerapkan sistem biaya produksi yang baik, maka modal dan biaya dapat dialokasikan ke dalam berbagai produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sehingga dapat dihitung profitabilitas masing-masing produk. 3. Kegunaan ROI yang paling prinsip berkaitan dengan efisiensi penggunaan modal, efisiensi produksi dan efisiensi penjualan. Hal ini dapat dicapai apabila perusahaan telah melaksanakan praktek akuntansi secara benardalam artian mematuhi prinsip-prinsip akuntansi yang ada. Apabila suatu perusahaan pada periode tertentu telah mencapai perputaran aktiva operasi (operating assets turn over) sesuai standar/ target yang telah ditetapkan, akan tetapi ROI yang dicapai masih dibawah standar, maka pihak manajemen perusahaan hendaknya lebih mencurahkan perhatian pada usaha peningkatan efisiensi sektor produksi dan penjualan. Sedangkan kelemahan Return On Investment (ROI) menurut Syamsuddin (2002:59), yaitu sebagai berikut: 1. Sulit membandingkan rate of return suatu perusahaan dengan perusahaan lain, karena perbedaan praktek akuntansi antar perusahaan. 2. Analisa return on investment (ROI) saja tidak dapat dipakai untuk membandingkan antara dua perusahaan atau lebih dengan memperoleh hasil yang memuaskan. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Aspek permodalan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh besarnya modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan baik dalam modal sendiri ataupun yang berbentuk hutang, dapat mencerminkan keadaan yang sesungguhnya tentang kondisi pengelolaan suatu perusahaan. Modal sendiri dan hutang jangka panjang merupakan elemen dalam struktur modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan disamping juga modal saham preferen. Proporsi yang optimal dari elemen-elemen tersebut diharapkan akan mampu memaksimalkan nilai perusahaan, dengan biaya modal yang minimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perubahan modal kerja terhadap tingkat profitabilitas perusahaan. Setiap perusahaan, dalam menjalankan aktivitas operasionalnya tentu membutuhkan dana yang cukup agar kontinuitas perusahaan dapat berjalan dengan baik. Di samping itu, pengelolaan keuangan secara efektif dan efisien pun menjadi salah satu kunci di dalam keberhasilan suatu perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Keberhasilan perusahaan akan mudah dicapai dengan adanya perencanaan yang matang sebelum proses produksi dimulai, seperti pencarian sumber-sumber daya yang berkualitas dan pengendalian dalam hal kualitas serta dengan adanya perluasan modal kerja. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari semakin berkembang dan bertumbuhnya suatu perusahaan.
81
Modal kerja merupakan unsur yang berperan dalam menghasilkan pendapatan. Perusahaan harus menyediakan modal kerja untuk menjalankan kegiatan sehari-hari yang digunakan untuk membiayai kebutuhankebutuhannya, seperti pembayaran gaji, upah, biaya perawatan, biaya perbaikan , pembelian bahan, dan biaya-biaya lainnya. Adapun kerangka pemikiran mengenai Pengaruh Perubahan Modal Kerja terhadap Tingkat Prifitabilitas Perusahaan pada PT. Tiara Semesta :
Current Ratio
modal kerja
Profitabilitas (return investment)
on
working capital turn over Gambar 3.1 Bagan Kerangka Pemikiran 3.2
3.3
3.5
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka diperoleh hipotesis bahwa apabila current ratio dan working capital turn over meningkat maka ROI juga meningkat. Begitu pula sebaliknya, apabila current ratio dan working capital turn over menurun maka ROI juga menurun. Hal itu menunjukan bahwa ada Pengaruh antara perubahan modal kerja terhadap tingkat profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. Asumsi Dalam hipotesis telah dijelaskan bahwa menurut penulis ada pengaruh antara perubahan modal kerja terhadap tingkat profitabilitas. Dan pengaruhnya signifikan, dengan asumsi bahwa total aktiva adalah lebih besar dari keuntungan netto sesudah pajak atau kenaikan total aktiva diikuti dengan kenaikan total laba bersih . Dengan kata lain modal kerja yang lebih besar akan mengakibatkan profitabilitas suatu perusahaan yang lebih besar pula. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikt: 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian untuk memperoleh data sekunder dengan cara mencari dan mempelajari serta menelaah buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. 2. Penelitian Lapangan (field Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan penelitian langsung terhadap perusahaan yang
82
menjadi objek penelitian dengan cara: a. Observasi, merupakan penelitian secara langsung terhadap objek penelitian guna memperoleh data dan informasi yang diperlukan. b. Wawancara, merupakan pengumpulan data yang diperoleh dengan cara melakukan tanya jawab langsung dengan nara sumber yang dianggap kompeten dan akan memberikan data akurat dan benar. c. Dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan menganalisa data-data penting tentang perusahaan, terutama yang berhubungan dengan perputaran piutang dan pengembalian investasi pada PT.Tiara Semesta, dari bulan Oktober tahun 2009 sampai dengan bulan Desember tahun 2011. 3.6
Teknik Analisa data
3.6.1
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Analisis Deskriptif Persentase adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan masingmasing variabel yaitu current ratio, working capital dan ROI. Dalam analisis deskriptif ini, perhitungan yang digunakan untuk mengetahui tingkat persentase dari masing-masing hasil yang diambil sebagai sampel ditulis dengan rumus sebagai berikut: 1. Current Ratio Dirumuskan : current ratio
=
aktiva lancar
X
100%
hutang lancar
2. Working Capital Turn Over Dirumuskan :
Working Capital Turn Over
=
total penjualan modal kerja
3. ROI Dirumuskan : ROI
=
Laba Bersih Setelah Pajak total aktiva
X
100%
83
3.6.2
Pengujian Hipotesis Untuk pengujian hipotesis uji sttistik yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 1. Koefosien Korelasi product moment Sugiyono (2005:202) mengemukakan bahwa : “Koefisien Korelasi product moment digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel bila kedua variabel berbentuk interval atau rasio dan sumber data dari dua variabel atau lebih adalah sama.” Dirumuskan dengan :
r
n XY X Y Y nX Xn Y 2
2
2
2
Sumber Sugiyono (2006:210) Dimana : r = koefisien Korelasi X = modal kerja (current ratio dan working capital turn over) Y = profitabilitas (ROI) n = jumlah data sampel Besarnya koefisien korelasi adalah -1< r <1 1. Apabila (+) = berarti terdapat hubungan yang positif (searah). Kenaikan/penurunan variabel independent (X) akan diikuti pula dengan kenaikan/penurunan nilai variabel dependent (Y). 2. Apabila (-) = berarti terdapat hubungan yang negatif (berbalik). Apabila terjadi kenaikan nilai variabel independent (X) akan diikuti oleh penurunan nilai variabel dependent (Y), demikian pula sebaliknya. Interpretasi dari nilai koefisien korelasi : a. Apabila r = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat lemah atau tidak ada hubungan linier antara X dan Y sama sekali. b. Apabila r = +1 atau mendekati 1, maka hubungan antara kedua variabel kuat sekali dan mempunyai hubungan linier positif sempurna (jika X naik maka Y naik). c. Apabila r = -1 atau mendekati -1, maka hubungan kedua variabel kuat sekali dan mempunyai hubungan linier negatif sempurna (jika X naik maka Y turun, atau sebaliknya).
84
Setelah melalui pengujian hipotesis dan hasilnya signifikan, maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan kriteria Guilford, yaitu: Tabel 3.2 Pedoman untuk memberikan interprestasi Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan Interval Koefisien Korelasi Sangat Rendah 0,0 - 0,19 Korelasi Rendah 0,2 - 0,39 Korelasi Sedang 0,4 - 0,59 Korelasi Kuat 0,6 - 0,79 Korelasi Sangat Kuat 0,8 - 1,0 Sumber : Sugiyono, (2005:183) 2. Koefisien Determinasi Digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variasi variabel X (modal kerja). Besarnya koefisien determinasi (r2) terletak antara 0 dan 1atau antara 0% dan 100%. Sebaliknya jika r2=0maka tidak menjelaskan sedikitpun penagruh variasi variabel X (modal kerja) terhadap variabel Y (profitabilitas). Untuk mengetahui seberapa besar koefisien determinasi digunakan rumus sebagai berikut : KD = r2 x100% Sumber: Sugiyono (2003:216) Keterangan : kd = koefisien determinasi r2 = kuadrat regresi korelasi 3. Uji Signifikasi Korelasi Product Moment Menurut Husein Umar (2003:178) Hipotesis yang sudah dirumuskan kemudian harus diuji. Pengujian ini akan membuktikan H0 atau H1 yang akan diterima. Jika H1 diterima maka H0 ditolak. Digunakan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel terdapat hubungan yang erat atau saling berperan, antara variabel bebas (modal keja) dan variabel terikat (profitabilitas), maka dilakukan uji hipotesis nol dimana: H0 : = 0, artinya modal kerja perusahaan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. H1 : 0, artinya modal kerja perusahaan berpengaruh terhadap profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. Untuk pengujian ini digunakan statistik “t” dengan rumus T hitung = r n 2
1 r2 sumber: Sugiyono (2003:217) Dengan dk = n-2 85
Menurut Husein Umar (2003:180) pengertian Uji T (T Test) adalah untuk membandingkan rata-rata dua sampel. Kriteria uji adalah t hitung > t table maka H0 ditolak dan H1 diterima yang didapat dari table distribusi t dengan = 0,05 (5%), apabila t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang didapat dari table distribusi t dengan = 0,05 (5%) . Untuk mengetahui ditolak atau tidaknya dinyatakan dengan yang dikatakan oleh Husein Umar (2003;182) sebagai berikut: Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak, berarti H1 diterima atau modal kerja berpengaruh terhadap profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima, berarti H1 ditolak atau modal kerja tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. 3.7.
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi,maka penuis mengambil lokasi penelitian dengan melakukan kunjungan ke PT. Tiara Semesta, di daerah Spanish Square Blok C No.2 Delta Mas ,Cikarang-Kab Bekasi. Penulis direncanakan akan memerlukan waktu untukmelakukan penelitian terhadap perusahaan tersebut kurang lebih 3 (tiga) bulan sejak dari persetujuan proposal yang diajukan yaitu dari bulan oktober sampai dengan bulan desember 2011.
4. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1. Prosedur Sistem yang Berjalan Pemasaran dan penjualan pada PT. TIARA SEMESTA dilakukan dengan cara : Bagian promosi / Sales mendatangi para pelanggan untuk menawarkan produk yang mereka jual, selanjutnya jika pelanggan berminat dengan produk yang ditawarkan maka pelanggan akan memesan produk tersebut dengan cara mengeluarkan PO. Kemudian sales memberikan PO tersebut ke bagian penjualan untuk segera diproses. Setelah itu Bagian penjualan memeriksa persediaan barang yang dipesan oleh pelanggan, apakah barang tersebut tersedia atau tidak di gudang, jika produk tidak tersediamaka bagian penjualan akan mengembaliakn PO ke pelanggan serat memberikan informasi ke pelanggan bahwa barang yang dipesan tidak tersedia. Jika barang yang dipesan ada maka bagian gudang menyiapkan dan mengirimkan barang dan surat jalan beserta faktur kepada pelanggan yang memesan produk.
86
4.2
Perkembangan Modal Kerja PT. Tiara Semesta kebijakan perusahaan dalam mengelola usahanya akan berpengaruh terhadap pencapaian laba perusahan dan akan berpengaruh juga terhadap profitabilitas perusahaan. Hal ini dapat dicapai melalui pengelolaan perusahaan secara efektif dan efisien. Dalam hal ini termasuk pula dalam pengelolaan aktiva lancar perusahaan. Melalui manajemen modal kerja agar menghasilkan tingkat efesiensi yang tinggi dan terjaminnya net working capital yang acceptable (layak diterima). Perubahan aktiva lancar dan hutang lancar yang terjadi pada suatu periode secara langsung akan mengakibatkan perubahan pada modal kerjanya. Meningkatnya modal kerja ditunjukan dengan unsur-unsur aktiva lancar dalam perusahaan seperti kas dan bank, piutang dagang, persediaan dan biaya dibayar dimuka dan aktiva lancar lainnya yang lebih besar daripada peningkatan pasiva lancar seperti hutang dagang dan kewajiban jangka pendek lainnya. Begitu pula sebaliknya jika kenaikan unsur aktiva lancar lebih rendah daripada kenaikan unsur pasiva lancar maka dalam kondisi tersebut akan terjadi penurunan modal kerja. Untuk mengetahui modal kerja tersebut, maka terlebih dahulu harus diketahui sumber dan penggunaan modal kerja melalui analisis perubahan yang terjadi dalam harta lancar dan hutang lancar.
4.2.1 Current Ratio Rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa suatu posisi modal kerja adalah current ratio yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar denagn hutang lancar. Rasio lancar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : current ratio
aktiva lancar
=
X
100%
hutang lancar
Tabel 4.1 Current Ratio PT. Tiara Semesta Tahun 2006 – 2010 Tahun
Aktiva Lancar
% Kenaikan
Hutang Lancar
% Kenaikan
Current Ratio
% Kenaikan
2006
668,924,150
-
738,668,293
-
90.56
-
2007
1,117,629,046
67.08
1,380,359,289
86.87
80.97
(10.59)
2008
2,926,240,798
161.83
2,308,281,011
67.22
126.77
56.57
2009
1,805,853,574
(38.29)
1,879,389,283
(18.58)
96.09
(24.20)
2010
2,521,709,694
39.64
2,691,084,058
43.19
93.71
(2.48)
Ratarata
1,808,071,452.40
46.0515
1,799,556,386.80
35.74
97.62
3.86
Berdasarkan Tabel 4.1, maka secara umum nilai minimum dari current ratio adalah pada tahun 2007 sebesar 80.97%, nilai maksimum current ratio adalah pada tahun 2008 sebesar 126.77%, dengan nilai rata-rata sebesar 97.62%. Sedangkan perubahan current ratio pada tahun 2006 sebesar 90.56% dan pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 10.59%. Kemudian pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 56.57% dan pada tahun 2009 mengalami penurunan lagi sebesar 24.20%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 2.48%. Hal tersebut menunjukkan kecilnya jumlah aktiva terutama aktiva lancar yang tidak mampu melunasi kewajiban jangka pendek kepada pihak eksternal pada PT. Tiara Semesta. 87
Nilai current ratio pada PT. Tiara Semesta dinilai tidak stabil dari tahun 2006–2010. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa current ratio yang rendah memberikan indikasi yang tidak baik bagi kreditur jangka pendek dalam arti setiap perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melunasi kewajiban–kewajiban finansial jangka pendek. 4.2.2 Working Capital Turn Over Modal kerja digunakan untuk membiayai operasi sehari-hari perusahaan, dimana dana yang telah dikeluarkan tersebut diharapkan akan kembali dalam jangka waktu yang relatif pendek melalui hasil aktivitas tersebut, yang akan dipergunakan untuk operasi selanjutnya. Modal kerja yang cukup akan memungkinkan suatu perusahaan untuk beroperasi seekonomis mungkin, akan tetapi modal kerja yang berlebihan menunjukan adanya dana yang tidak produktif dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan, dan sebaliknya adanya ketidakcukupan modal kerja merupakan indikator utama kegagalan suatu perusahaan. Dalam pembahasan ini modal kerja yang dimaksud adalah modal kerja secara kualitatif. Modal kerja dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Modal Kerja = Aktiva Lancar – Hutang Lancar Tabel 4.2 Modal Kerja PT. Tiara Semesta Tahun 2006 – 2010 Tahun
Aktiva Lancar
Hutang Lancar
Modal Kerja
2006
668,924,150
738,669,293
(69,745,143)
2007
1,117,629,046
1,380,359,289
(262,730,243)
2008
2,926,240,798
2,308,281,011
617,959,787
2009
1,805,853,574
1,879,389,283
2010
2,521,709,694
2,691,084,058
(73,535,709) ( 169,374,364)
Perputaran modal kerja menunjukan antara modal kerja dengan penjualan dan menunjukan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan (jumlah rupiah) untuk tiap rupiah modal kerja. Perputaran moal kerja dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Working Capital Turn Over
=
total penjualan modal kerja
88
Tabel 4.3 Working Capital Turn Over PT. Tiara Semesta Tahun 2006 – 2010 Tahun
Total Penjualan
% Kenaikan
Modal Kerja
% Kenaikan
Wcto
% Kenaikan
2006
988,725,800
-
(69,745,143)
-
(14.18)
-
2007
1,979,519,370
100.21
(262,730,243)
276.70
(7.53)
(46.85)
2008
6,471,807,560
226.94
617,959,787
335.21
10.47
239.00
2009
5,302,368,537
(18.07)
(73,544,709)
(111.90)
(72.10)
(788.42)
2010
5,339,510,452
0.70
(169,374,364)
130.30
(31.52)
(128.70)
RataRata
4,016,386,343.80
61.96
8,513,066
(8.02)
(22.97)
(240.59)
Berdasarkan tabel 4.3 nilai minimum dari working capital turnover ratio adalah pada tahun 2009 sebesar (72.10) kali, nilai maksimum working capital turnover ratio adalah pada tahun 2008 sebesar 10.47 kali, dengan nilai rata-rata (22.97)%. Perubahan working capital turn over pada tahun 2006 adalah sebesar (14.18) kali dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 46.85%. Kemudian pada tahun 2008 mengalami peningkatan kembali sebesar 239.00% dan pada 2009 mengalami penurunan sebesar 788,42%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan kembali sebesar 128.70%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perputaran modal kerja pada PT. Tiara Semesta dari tahun 2006– 2010 tidak ada. Sedangkan Angka peputaran modal kerja yang ideal adalah yang paling tinggi optimalnya. Nilai optimal perputaran modal kerja bidang usaha yang satu beda dengan nilai optimal perputaran modal kerja untuk bidang usaha yang lain. Begitu juga antar perusahaan, berbeda juga nilai optimalnya, walaupun bidang usahanya sama. Beda kebijakan persediaan, beda kebijakan penjualan, beda lokasi, beda bentuk yuridis badan dan sebagainya ikut menentukan panjang atau pendeknya angka perputaran modal kerja yang optimal. Angka perputaran modal kerja yang terlalu jauh dari nilai optimalnya adalah tidak baik. Angka perputaran modal kerja yang terlalu jauh diatas nilai optimalnya, dapat terjadi sebagai akibat terlalu kecilnya modal kerja perusahaan atau bisa juga disebabkan karena Kekurangan bayaran atas hutang perusahaan. 4.3
Profitabilitas PT. Tiara Semesta Untuk mencapai pemahaman yang lebih baik mengenai efektivitas modal kerja pada PT. Tiara Semesta maka perlu dilakukan analisis dan penafsiran terhadap rasio keuangan. Dalam hal ini rasio yang digunakan adalah rasio profitablitas. Rasio profitabilitas merupakan hasil bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan, menunjukan efektivitas dari manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukan dari laba yang diperoleh dari hasil penjualan produknya dan investasi. Rasio profitabilitas merupakan jawaban akhir dari rasio-rasio lain tentang seberapa efektif perusahaan dikelola dan merupakan criteria penilaian secara luas dan dianggap paling tepat untuk digunakan sebagai alat ukur mengenai hasildari pelaksanaan operasi perusahaan
89
4.3.1 ROI Return on investment (ROI) merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba setelah pajak dari seluruh modal yang dimilikinya. Untuk hasil perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut : ROI
=
Laba Bersih Setelah Pajak total aktiva
X
100%
Table 4.4 ROI PT. Tiara Semesta Tahun 2006 – 2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 RataRata
Laba Bersih Setelah Pajak (122,152,924) (66,366,976) 451,532,060 326,735,475 84,185,084
% Kenaikan (45.67) (780.36) (27.64) (74.23)
134,786,543.80
(185.58)
816,516,369 1,391,839,389 3,271,293,171 4,669,145,918 5,565,016,777
% Kenaikan 70.46 135.03 42.73 19.19
3,142,762,324.80
53.48
Total Aktiva
(14.96) (4.77) 13.80 7.00 1.51
% Kenaikan (68.13) 389.47 (49.30) (78.38)
0.52
(117.06)
ROI
Asumsi : Laba sebelum pajak sebagai laba setelah pajak
Berdasarkan tabel 4.4 nilai minimum dari return on investment adalah pada tahun 2006 sebesar (14.96)%, nilai maksimum return on investment adalah pada tahun 2008 sebesar 13.80% dengan nilai rata-rata sebesar 0.52%. Perubahan ROI pada tahun 2006 adalah sebesar (14.96) dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 68.13%. kemudian pada tahun 2008 mengalami peningkatan kembali sebesar 389.47% dan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 49.30%. Sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan kembali menjadi 78.38%. Hal tersebut menunjukkan kecilnya persentase ROI yang dihasilkan. Dengan demikian kemampuan manajemen perusahaan untuk menghasilkan laba dengan mempergunakan modal yang diperlukan dalam mengelola kegiatan usaha tidak efektif. Seorang analis keuangan harus mengkaitkan rasio laba terhadap aktiva. Efisiensi bisa diketahui setelah membandingkan laba baik setelah pajak maupun sebelum pajak dengan kekayaan atau modal perusahaan sehingga menghasilkan laba yang optimum. Dengan demikian perusahaan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya apabila membandingkan laba dengan aktiva yang ada. 4.4
Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan perhitungan mengenai modal kerja (current ratio dan working capital turn over ) dan profitabilitas dengan mengunakan ROI. Maka perhitungan tersebut akan digunakan untuk menghitung hipotesis yang diajukan penulis. Perhitungan tersebut penulis sajikan pada tabel 4.5 untuk perhitungan modal kerja (current ratio) dengan tingkat profitabilitas (ROI), tabel 4.6 untuk perhitungan modal kerja (working capital turn over) dengan profitabilitas (ROI).
90
Table 4.5 Current Ratio dengan ROI PT. Tiara Semesta Tahun 2006 – 2010
2006 2007 2008 2009 2010
Current Ratio (X1 ) 0.910 0.810 1.270 0.960 0.940
ROI (Y) (0.150) (0.050) 0.140 0.070 0.020
∑
4.890
0.030
Tahun
n= 5
X 1Y
X2
Y2
(0.137) (0.041) 0.178 0.067 0.019
0.828 0.656 1.613 0.922 0.884
0.023 0.003 0.020 0.005 0.0004
0.087
4.902
0.050
Berdasarkan perhitungan diatas maka dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut : 1. Koefisien Korelasi Product Moment Koefisien korelasi product moment untuk modal kerja (current ratio) dengan profitabilitas (ROI). Analisis ini digunakan untuk menguji hubungan kuat antara variabel X dengan variabel Y, besarnya koefisien korelasi adalah -1 < r < 1 sehingga dapat dihitung koefisien korelasinya sebagai berikut :
Besarnya hubungan antara variabel X1 dan variabel Y adalah sebesar 0.7465, hal ini menunjukan hubungan yang kuat antara variabel X1 (current ratio) dengan variabel Y (ROI). 2. Koefisien Determinasi untuk modal kerja (current ratio) dengan profitabilitas (ROI) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kelayakan atau kesesuaian garis regresi terhadap sekumpulan data. Batas nilai koefisien determinasi (r2) adalah antara 0% sampai dengan 100%. Maka koefisien determinasi dapat dihitung sebagai berikut : KD = r2 x 100% KD = (0.7465 x 100% 91
KD = 55.72% Nilai koefisien determinasi adalah sebesar 55.72% menunjukan bahwa modal kerja (current ratio) berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas (ROI) sebesar 55.72%. sisanya 44.28% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. 3. Uji Signifikasi Korelasi Product Moment untuk modal kerja (current ratio) dengan tingkat profitabilitas (ROI) Untuk melakukan uji hipotesis dipergunakan uji t. Hipotesis diuji dengan = 0,05 (5%), derajat kebebasan df(n-2) dan t hitung dibandingkan dengan t tabel . Pengujian hipotesis dirumuskan sebagai berikut : H0 : = 0, artinya modal kerja perusahaan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. H1 : 0, artinya modal kerja perusahaan berpengaruh terhadap profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. Pethitungan uji t adalah sebagai berikut :
t = 1.943 untuk nilai ttabel dengan = 0,05 (5%), derajat kebebasan adalah df (n-2) adalah sebesar 3.182. Berdasarkan hasil perhitungan diatas bahwa thitung (1.943) < ttabel (3.182). Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antara modal kerja (current ratio) terhadap tingkat profitabilitas (ROI). Table 4.6 Working Capital Turn Over dengan ROI PT. Tiara Semesta Tahun 2006 – 2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 ∑ n=5
WCTO (X2) (14.176) (7.530) 10.472 (72.097) (31.524) (114.855)
ROI (Y) (0.150) (0.050) 0.140 0.070 0.020 0.030
X 1Y
X2
Y2
2.126 0.377 1.466 (5.047) (0.630) (1.708)
200.959 56.701 109.663 5,197.977 993.763 6,559.063
0.023 0.003 0.020 0.005 0.000 0.050
92
Berdasarkan perhitungan diatas maka dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut : 1. Koefisien Korelasi Product Moment Koefisien korelasi product moment untuk modal kerja (working capital turn over) dengan profitabilitas (ROI). Analisis ini digunakan untuk menguji hubungan kuat antara variabel X dengan variabel Y, besarnya koefisien korelasi adalah -1 < r < 1 sehingga dapat dihitung koefisien korelasinya sebagai berikut :
Besarnya hubungan antara variabel x dan variabel y adalah sebesar 0.1715, hal ini menunjukan hubungan yang sangat rendah antara variabel x (working capital turn over) dengan variabel y (ROI). 2. Koefisien Determinasi untuk modal kerja (working capital turn over) dengan profitabilitas (ROI) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kelayakan atau kesesuaian garis regresi terhadap sekumpulan data. Batas nilai koefisien determinasi (r2) adalah antara 0% sampai dengan 100%. Maka koefisien determinasi dapat dihitung sebagai berikut : KD = r2 x 100% KD = (0.1715 x 100% KD = 2.941% Nilai koefisien determinasi adalah sebesar 2.941% menunjukan bahwa modal kerja (working capital turn over) berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas (ROI) sebesar 2.941%. Sisanya 97.059% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. 3. Uji Signifikasi Korelasi Product Moment untuk modal kerja (working capital turn over) dengan tingkat profitabilitas (ROI) Untuk melakukan uji hipotesis dipergunakan uji t. Hipotesis diuji dengan = 0,05 (5%), derajat kebebasan df(n-2) dan t hitung dibandingkan dengan t tabel . Pengujian hipotesis dirumuskan sebagai berikut : H0 : = 0, artinya modal kerja perusahaan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. H1 : 0, artinya modal kerja perusahaan berpengaruh terhadap profitabilitas pada PT. Tiara Semesta. Pethitungan uji t adalah sebagai berikut : 93
t = 0.301 untuk nilai t tabel dengan = 0,05 (5%), derajat kebebasan adalah df (n-2) adalah sebesar 3.182. berdasarkan hasil perhitungan diatas bahwa thitung (0.301) < ttabel (3.182). Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antara modal kerja (working capital turn over) terhadap tingkat profitabilitas (ROI).
5.KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah penulis melakukan suatu penelitian pada PT. Tiara Semesta tentang pengaruh perubahan modal kerja terhadap tingkat profitabilitas, selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, kemudian membahas dan menganalisanya, selanjutnya penulis memperoleh beberapa kesimpulan mengenai penelitian tersebut, diantaranya : 1. Modal kerja yang terdiri dari current ratio dan working capital turn over yang berlangsung selama tahun 2006 sampai dengan 2010 dapat dilihat dari perhitungan pada tabel 4.1 untuk current ratio dengan nilai rata-rata sebesar 97.62%, artinya nilai current ratio sangat rendah, Hal ini menyebabkan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya karena nilai aktiva lancar perusahaan lebih kecil daripada hutang lancar perusahaan. Dan tabel 4.3 untuk working capital turn over dengan nilai rata-rata sebesar (22.97) kali, artinya tingkat perputaran modal kerja sangat rendah, hal ini menunjukan adanya modal kerja yang tidak produktif pada perusahaan. 2. Profitabilitas yang terdiri dari return on investment (ROI) yang berlangsung selama tahun 2006 sampai dengan 2010 dapat dilihat dari perhitungan pada tabel 4.4 dengan nilai rata-rata 0.52%, artinya ROI yang dihasilkan kecil. Dengan demikian kemampuan manajemen perusahaan untuk menghasilkan laba dengan mempergunakan modal yang diperlukan dalam mengelola kegiatan usaha tidak efektif. 3. Berdasarkan perhitungan dari tahun 2006 sampai dengan 2010 menghasilkan nilai masing-masing sebagai berikut : a. Modal Kerja (current ratio = X1) terhadap profitabilitas (ROI = Y) 1. Koefisien Korelasi Product moment (r) = 0,7465, artinya adanya hubungan yang kuat antara current ratio terhadap ROI. 2. Koefisien Determinasi (KD) = 55,72%, artinya bahwa current ratio berpengaruh terhadap ROI sebesar 55.72%. Sisanya 44.28% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. 94
3. Uji Signifikasi Korelasi Product Moment (t) = 1.943, artinya thitung (1.943) < ttabel (3.182). Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antara current ratio terhadap ROI. b. Modal Kerja (working capital turn over = X2) terhadap profitabilitas (ROI = Y) 1. Koefisien Korelasi Product moment (r) = 0.1715, artinya adanay hubungan yang sangat rendah antara working capital turn over terhadap ROI. 2. Koefisien Determinasi (KD) = 2.941%, artinya working capital turn over berpengaruh terhadap ROI sebesar 2.941%. Sisanya 97.059% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. 3. Uji Signifikasi Korelasi Product Moment (t) = 0.301, artinya thitung (0.301) < ttabel (3.182). Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh antara working capital turn over terhadap ROI. 5.2
Saran Setelah membuat kesimpulan dari penelitian ini maka saran-saran yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penelitian ini hanya meneliti khusus pada perdagangan Spear part, peneliti tidak mengelompokkan emiten berdasarkan sub kelompok industri misalnya dengan mengelompokkan perusahaan manufaktur ataupun non manufaktur di BEI sehingga hasilnya belum bisa digeneralisasi secara keseluruhan. 2. Untuk mengefesiensikan modal kerja yang dimiliki oleh perusahaan, maka pihak manajemen keuangan harus lebih berhati-hati dan selektif dalam mengelola dan menggunakan dana yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan. 3. Kemampuan dalam menghasilkan laba atau profitabilitas PT. Tiara Semesta sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan kurang baik, untuk lebih meningkatkan lagi kemampuan perusahaan tersebut, manajemen disarankan untuk lebih menekan jumlah biaya operasional perusahaan yang sangat berpengaruh terhadap laba yang akan diperoleh. 4. Dengan hasil analisa tersebut diharapkan pihak manajemen dapat memperbaiki kelemahan-kelemahan dari hasil analisis laporan keuangan.
95
DAFTAR PUSTAKA Djarwanto, 2001, Pokok-Pokok Analisis Laporan Keuangan, Edisi 1, cetakan kedelapan, Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta. Harahap, Sofyan, S. 2004. Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan, Edisi 1, Cetakan Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi 4, BPFE, Yogyakarta. Sawir, Agnes. 2005. Analisa Kinerja Keuangan dan Pembelanjaan Perusahaan, Cetakan Kelima, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Syamsuddin, Lukman. 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Baru, Cetakan Ketujuh. PT. Grafindo Persada, Jakarta. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung. Sundjaja, Ridwan, S & Inge, Barlian. 2003. Manajemen Keuangan Satu, Edisi Kelima, PT. Prehallindo. Jakarta. Umar, Husein, 2003. Metode Riset Akuntansi Terapan, Ghalia Indonesia, Jakarta. Munawir. 2001. Analisa Laporan Keuangan, Edisi Ke empat, Yogyakarta : Liberty.
96
PENGARUH PERPUTARAN PERSEDIAAN BARANG FARMASI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PADA RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA.
Chepy Habibie Dosen Tetap Akuntansi STIE Pertiwi ABSTRAKSI Dalam hal ini penulis menggunakan metode analisis rasio, regresi linier, koefisien korelasi, koefisien determinasi, untuk melihat kebenaran dari pengaruh Perputaran Persediaan Barang dangangan Farmasi terhadap Peningkatan Pendapatan. Berdasarkan pada data Laporan Aktivitas (Laporan keuangan) selama tiga tahun 2008 sampai dengan 2010. Dapat dijelaskan bahwa bahwa perputaran persediaan pada tahun 2008 adalah 3,27 kali, lalu terjadi peningkatan pada tahun 2009 adalah 4,33 kali dan pada tahun 2010 menjadi 5,51 kali. Maka sudah jelas dari tahun 2008 sampai dengan 2010 terjadi peningkatan. Pada tahun 2009 Pendapatan Farmasi mengalami kenaikan sebesar Rp579.528.788,atau 27,2% dibandingkam pada tahun 2008, hal ini disebabkan adanya peningkatan penjualan obat dari Rp 2.123.671.765,- menjadi Rp2.703.200.543,-Sedangkan pada tahun 2010 Pendapatan Farmasi mengalami kenaikan sebesar Rp 1.118.761.289,- atau 41,3% dibandingkan tahun 2009, hal ini disebabkan adanya peningkatan penjualan obat pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta dari Rp 2.703.200.543,- menjadi Rp3.821.961.832,Dengan menggunakan analisis regresi linier dan koefisien korelasi dapat diketahui bahwa variable x atau perputaran persediaan barang dagangan farmasi ada pengaruh dan memiliki hubungan positif terhadap variabel y atau peningkatan pendapatan, yang ditunjukkan dengan persamaan Ŷ= -461,56 + 765x Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikkan perputaran persediaan barang dagangan farmasi 1 kali akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan sebesar Rp765.000.000,- Dan dari analisis koefisien korelasi diperoleh nilai r sebesar 0,99 artinya pengaruh perputaran persediaan barang dagangan farmasi terhadap peningkatan pendapatan Sangat kuat. Dengan perhitungan koefisien determinasi diperoleh nilai r² = 0,98 atau 98% dan berarti pula bahwa besarnya pengaruh atau kontribusi antara variable x atau perputaran persediaan barang dagangan farmasi terhadap variable y atau peningkatan pendapatan sebesar 98% sedangkan 2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain misalnya pendapatan sewa, pendapatan rawat inap, pendapatan rawat jalan. Dengan ini dapat diperoleh nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai untuk t-hitung lebih besar dari ttabel (7,07 < 12,7), maka Ho diterima hal ini berarti Ha ditolak, menyatakan tidak ada pengaruh positif antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan.
97
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta merupakan satu-satunya Rumah sakit Pemerintah di Indonesia yang menagani pasien penyalahgunaan obat/zat yang berdiri sejak tahun 1968 berada dibawah naungan kementrian kesehatan Republik Indonesia, memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat umum walaupun khusus menangani pasien NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat Addictif lainnya). Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak terlepas dari tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh laba atau pendapatan yang maksimal dan untuk kelangsungan hidup perusahaan (going concern). Adapun pendapatanpendapatan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta adalah berasal dari pendapatan Rawat Jalan, Rawat Inap, Gawat Darurat, Pendapatan Penunjang dimana pendapatan terbesar di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta adalah berasal dari Pendapatan Penunjang yaitu melalui penjualan obat-obatan dibagian farmasi. Bagian farmasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta menjual Obatobatan umum dan juga obat-obatan khusus pasien Napza, sehingga bagian farmasi tidak boleh kehabisan stok obat pada saat pelanggan atau pasien yang membutuhkan, ini dapat mengakibatkan pelanggan/ pasien membeli obat diluar atau diapotik lain, hal ini berakibat pula akan mengurangi pendapatan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Persediaan merupakan unsur dari aktiva lancar yang merupakan unsur yang aktif dalam operasi perusahaan yang secara terus-menerus diperoleh, diubah, dan kemudian dijual kepada konsumen. Dengan adanya pengelolaan persediaan yang baik, maka perusahaan dapat segera mengubah persediaan yang tersimpan menjadi laba melalui penjualan yang kemudian bertransformasi menjadi kas atau piutang. Semakin tingginya tingkat perputaran persediaan menyebabkan perusahaan semakin cepat dalam melakukan penjualan barang dagang sehingga semakin cepat pula bagi perusahaan dalam memperoleh dana baik dalam bentuk uang tunai (kas) ataupun piutang. Besar kecilnya aktiva lancar tersebut nantinya akan turut mempengaruhi rasio lancarnya. 2. Perumusan Masalah Dari uraian diatas, peneliti dapat mengemukakan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Seberapa besar tingkat perputaran persediaan barang Farmasi Pada Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta? 2. Seberapa besar peningkatan pendapatan pada Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta? 3. Apakah ada pengaruh antara perputaran Persediaan barang farmasi terhadap Peningkatan Pendapatan pada Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta? 3. Ruang Lingkup Masalah Dari sekian banyak permasalahan yang muncul setelah diidentifikasikan, permasalahan tidak akan dibahas seluruhnya mengingat masalah yang muncul terlalu kompleks dan keterbatasan waktu, biaya dan tenaga yang harus dikerahkan oleh peneliti oleh karena itu penelitian ini hanya dibatasi pada masalah Perputaran Persediaan barang farmasi dan Peningkatan Pendapatan Rumah sakit Ketergantungan Obat Jakarta.
98
4. Tujuan Penelitian dan Manfaat 4.1. Tujuan 1. Untuk mengetahui Seberapa besar tingkat perputaran persediaan barang Farmasi Pada Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. 2. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan pandapatan pada Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. 3. Untuk mengetahui Apakah ada pengaruh antara perputaran Persediaan barang farmasi terhadap Peningkatan Pendapatan pada Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. 4.2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut 1. Bagi Peneliti Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan menjadi kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah dan membadingkannya dengan praktek yang terjadi dalam perusahaan. 2. Bagi RS. Ketergantungan Obat Jakarta Dapat memberikan informasi dan masukan kepada pihak perusahaan mengenai pengelolaan persediaan barang farmasi terhadap peningkatan Pendapatan pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta. 3. Bagi Kampus STIE Pertiwi Jakarta Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai konsep, prosedur dan teknik-teknik pengelolaan persediaan barang farmasi. 2. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Menurut Zaki Baridwan (2001 : 50) Persediaan Barang adalah barang-barang yang dimiliki untuk dujual kembali atau memproduksi barang-barang yang akan dijual. Istilah yang digunakan untuk menunjukkan barang-barang yang dimiliki oleh suatu perusahaan akan tergantung pada jenis usaha perusahaan. Istilah yang dipergunakan dapat dibedakan untuk usaha dagang yaitu perusahaan yang membeli barang dan menjualnya kembali tanpa mengadakan perubahan bentuk barang dan perusahaan manufaktur yaitu Perusahaan yang membeli bahan dan mengubah bentuknya untuk dijual. Dalam Perusahaan Manufaktur persediaan barang terdiri dari beberapa jenis yaitu: 2.1.1 Bahan Baku dan Bahan Baku Penolong Bahan Baku adalah Barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi dengan mudah dapat diikuti biayanya. Bahan Baku Penolong adalah merupakan barang-barang yang juga menjadi bagian dari produk jadi tetapi jumlahnya relatifkecil/ sulit diikuti biayanya. 2.1.2 Suplies Pabrik Merupakan barang-barang yang mempunyai fungsi melancarkan proses produksi 2.1.3 Barang dalam Proses Merupakan barang-barang yang sedang dikerjakan (diproses) tetapi pada tanggal neraca barang-barang tersebut belum selesai dikerjakan untuk dapat dijual (masih diperlukan pengerjaan lebih lanjut) 2.1.4 Produk Selesai Merupakan barang-barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan menunggu saat penjualan.
99
Persediaan barang baik dalam usaha dagang maupun dalam perusahaan manufaktur merupakan jumlah yang akan mempengaruhi neraca maupun laporan Rugi laba perusahaan, oleh karena itu persediaan barang yang memiliki selama satu periode harus dapat dipisahkan mana yang sudah dapat dibebankan sebagai biaya (harga pokok penjualan) yang akan dilaporkan rugi laba dimana yang masih belum terjual yang akan menjadi persediaan dalam neraca. Persediaan adalah bagian utama dalam neraca dan seringkali merupakan perkiraan yang nilainya cukup besar melibatkan modal kerja yang besar. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002) persediaan adalah aktiva: 1. Yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal 2. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan; atau 3. Dalam bentuk bagan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Pengertian mengenai persediaan dalam hal ini adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode waktu tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Pada prinsipnya persediaan mempermudahkan atau memperlancar kegiatan operasi perusahaan, yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang, serta selanjutnya menyampaikannya kepada para pelanggan atau konsumen. Sedangkan persediaan yang diadakan mulai dari bentuk bahan mentah sampai barang jadi antara lain berguna untuk dapat : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan. 2. Menghilangkan resiko dari materi yang dipesan berkualitas atau tidak baik sehingga harus dikembalikan 3. Mengantisipasi bahwa bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dalam pasaran. 4. Mempertahankan aktivitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi. 5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal 6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya agar keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi dengan memberikan jaminan tetap tersedianya barang jadi tersebut. Persoalan persediaan yang timbul adalah bagaimana cara mengatur persediaan, sehingga setiap kali ada permintaan, permintaan tersebut dapat segera dilayani dengan jumlah biaya yang minimum. Apabila jumlah persediaan lebih besar dibanding permintaan, hal ini dapat menimbulkan dana besar menganggur yang tertanam dalam persediaan, meningkatnya biaya penyimpanan, dan resiko kerusakan barang yang lebih 100
besar, namun jika persediaan lebih sedikit dibanding permintaan akan menyebabkan kekurangan persediaan (stock out) yang berakibat proses produksi berhenti, tertundanya keuntungan, bahkan dapat berakibat hilangnya pelanggan. Pengendalian persediaan merupakan serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus tersedia, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan, dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas waktu yang tepat. 2.2 Metode Pencatatan Persediaan Barang Metode yang digunakan dalam kaitannya dengan pencatatan persediaan barang adalah : 2.2.1 Metode Fisik Mengharuskan adanya perhitungan barang yang masih ada pada tanggal penyusunan laporan keuanga, perhitungan persediaan (stok opnam)ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah barang yang masih ada dan kemudian diperhitungkan harga pokoknya. Dalam metode ini mutasi persediaan barang tidak diikuti dalam buku-buku setiap pembelian, barang dicatat dalam rekening pembelian. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang maka harga pokok penjualan tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Perhitungan harga pokok penjualan dilakukan dengan cara : Persediaan barang awal Rp xxx Pembelian Rp xxx (+) Tersedia untuk dijual Rp xxx Persediaan barang akhir Rp xxx (-) Hpp Rp xxx Permasalahan yang timbul bila digunakan metode fisik adalah jika diinginkan menyusun laporan keuangan jangka pendek, misalnya yaitu keharusan mengadakan perhitungan fisik atas persediaan barang. Bila barang yang dimiliki jenis dan jumlahnya banyak, maka perhitungan fisik akan memakan waktu lama dan akibatnya laporan keuangan akan terlambat. Dengan tifak diikuti persediaan dalam buku, menjadikan metode ini sangat sederhana baik pada pencatatan pembelian maupun waktu melakukan pencatatan. 2.2.2 Metode Buku (Perfectual) Dalam metode buku setiap jenis persediaan dibuatkan rekening sendiri-sendiri yang merupakan buku pembantu persediaan. Rincian dalam buku pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku besar. Setiap perubahan dalam persediaan diikuti dengan pencatatan dalam rekening persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui dengan melihat kolom sado dalam rekening persediaan. Penggunaan metode buku akan memudahkan penyusunan neraca dan laporan rugi laba jangka pendek, karena tidak perlu lagi mengadakan perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan akhir. Walaupun neraca dan laporan rugi laba dapat segera disusun tanpa mengadakan perhitungan fisik atas barang, setidaktidaknya setahun sekali perlu diadakan pengecekan apakah jumlah barang dalam gudang sesuai dengan julah dalam rekening persediaan. Bila terdapat selisih jumlah persediaan antara hasil perhitungan fisik dengan rekening persediaan dapat diadakan penelitian terhadap sebab-sebab terjadinya perubahan itu. Apakah selisih itu normal dalam arti susut/rusak ataukah tidak normal yaitu diselewengkan. 101
Menurut Zaki Baridwan (2001 : 152) Selisih yang terjadi akan dicatat dalam rekening selisih persediaan dan rekening lawannya adalah rekening persediaan barang. Bila jumlah gudang lebih kecil dibandingkan dengan saldo rekening persediaan maka rekening persediaan dikurangi dan sebaliknya. 2.2.3 Metode Harga Pokok Persediaan Untuk dapat menghitung harga pokok penjualan dan harga pokok persediaan digunakan berbagai cara diantaranya : a. Metode Identifikasi Khusus Didasarkan pada anggapan bahwa arus barang harus sama dengan arus biaya, sehingga perlu dipisahkan tiap-tiap jenis barang berdasarkan harga pokoknya dan untuk masing-masing kelompok dibuatkan kartu persediaan sendiri hingga masing-masing harga pokok diketahui. Contoh Metode fisik 2005 Februari Feb 1 persediaan 200kg @Rp100,00,-=Rp20.000,00,9 Pembelian 300kg @Rp110,00,-=Rp33.000,00,10 Penjualan 400kg 15 Pembelian 400kg @Rp116,00,-=Rp46.400,00,18 Penjualan 300kg 24 Pembelian 100kg =Rp12.600,00,1.000kg =Rp112.000,00,700kg b. Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (FIFO) Harga pokok persediaan dibebankan sesuai dengan urutan terjadinya. Apabila ada penjualan atau pemakaian barang-barang maka harga pokok dibebankan adalah harga pokok yang paling terdahulu disusul yang masuk berukutnya. Contoh : Metode Fisik Misalnya perhitungan atas barang-barang dalam gudang pada tanggal 28 februari 2005 menunjukkan jumlah 300kg. Jumlah 300kg terdiri dari : Pembelian 24 Februari 100kg @Rp 126,00,=Rp 12.600,00,Pembelian 15 Februari 200kg @Rp 116,00,=Rp 23.200,00,Jumlah 300kg =Rp 35.800,00,Sesudah diketahui jumlah persediaan akhir maka harga pokok penjualan dapat dihitung sebagai berikut : Rp 112.000,00 – Rp 35.800,00 = Rp76.200,00,Metode Buku (Perfectual) Tgl
200 5 Feb
kuantita s
Diterima Hrg/kg (Rp)
Jml (Rp)
kuantit as
Dikeluarkan Hrg/k Jml g (Rp) (Rp)
1 9 10
300
15
400
110
116
33.000
100
126
100 110
20.000 22.000
100 200
110 116
11.000 23.200
45.400
18 24
200 200
12.600
kuantit as
Saldo Hrg/k g (Rp)
Jml (Rp)
200
100
20.000
200
100
20.000
100 100 400
110 110 116
11.000 11.000 46.400
200 200 100
116 116 126
23.200 23.200 12.600
102
c. Rata-rata tertimbang Barang yang dipakai untuk produksi atau dijual akan dibebani harga pokok rata-rata dilakukan dengan cara membagi jumlah harga perolehan. Contoh : Misalnya barang-barang yang ada dalam gudang pada tanggal 28 februari 2005 dihitung berjumlah 300kg. Metode Fisik Persediaan akhir dihitung sebagai berikut: Frbruari 1 Persediaan 200kg @Rp100,00 =Rp 20.000,00 9 Persediaan 300kg @Rp110,00 =Rp 33.000,00 15 Pembelian 400kg @Rp116,00 =Rp 46.400,00 24 Pembelian 100kg @Rp126,00 =Rp 12.600,00 1.000kg =Rp112.000,00 Harga pokok rata-rata tertimbang : Rp112.000,- = Rp112.000 per kg 1000 Persediaan barang 28 februari 2005 : 300kg @ Rp112,00 =Rp33.600,Harga Pokok Penjualan : Rp112.000 – Rp33.600 =Rp78.400,Metode Perfectual Tgl 2005 Feb
kuantitas
1 9 10 15 18 24
Diterima Hrg/kg (Rp)
Jml (Rp)
300
110
33.000
400
116
46.400
100
126
12.600
Dikeluarkan kuantitas Hrg/kg Jml (Rp) (Rp)
400
106
42.400
300
114
34.200
kuantitas
Saldo Hrg/kg (Rp)
Jml (Rp)
200 500 100 500 200 300
100 106 106 114 114 118
20.000 53.000 10.600 57.000 22.800 35.400
d. Masuk terakhir keluar pertama (LIFO) Barang yang dikeluarkan dari gudang akan dibebani hanya pokok pembelian yang terakhir disusul dengan yang masuk sebelumnya. Persedian akan dihargai yang harga pokok pembelian yang pertama dan berikutnya. Metode Fisik Misalnya pada tanggal 28 februari 2005 diadakan perhitungan fisik terhadap barang-barang dalam gudang yang hasilnya menunjukkan jumlah persdiaan sebanyak 300 kg Harga pokok persediaan barang sebanyak 300kg itu dihitung sebagai berikut : Persediaa tanggal 1 Februari 200kg @ Rp 100,00 = Rp 20.000,Pembelian tanggal 9 Februari 100kg @ Rp 110,00 = Rp 11.000,Jumlah 300kg = Rp 31.000,Harga Pokok Penjualan Rp 112.000,- - Rp 31.000,- = Rp 81.000, -
103
Contoh Metode Perfectual Tgl 2005 Feb
kuantitas
1 9
300
Diterima Hrg/kg (Rp)
110
Jml (Rp)
33.000
10 15
400
116
100
126
300 100
110 100
33.000 10.000
300
116
34.800
45.400
18 24
Dikeluarkan kuantitas Hrg/kg Jml (Rp) (Rp)
12.600
kuantitas
Saldo Hrg/kg (Rp)
Jml (Rp)
200 200 300
100 100 110
20.000 20.000 33.000
100 100 400 100 100 100 100 100
100 100 116 100 116 100 116 126
10.000 10.000 46.400 10.000 11.600 10.000 11.600 12.600
Persediaan akhir dapat dilihat pada baris terakhir sebesar ; 100 kg @ Rp 100,- = Rp 10.000,100 kg @ Rp 116,- = Rp 11.600,100 kg @ Rp 126,- = Rp 12.600,Jumlah 300 kg Rp 34.200,2.3. Perputaran Persediaan Menurut Horngren, et al (2002:250) ” Perputaran Persediaan adalah rasio antara harga pokok penjualan terhadap persediaan rata-rata menunjukkan seberapa cepat persediaan tersebut dapat dijual”. Persediaan rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan angka-angka mingguan, bulanan, atau tahunan. Perputaran Persediaan = (Inventory turn over)
Harga Pokok Penjualan Persediaan Rata-rata barang jadi
Melalui tingkat perputaran persediaan, akan kita ketahui pula hari rata-rata barang disimpan digudang yaitu dengan membagi hari dalam satu tahun dengan tingkat perputaran persediaan. Rumusnya sebagai berikut : Persediaan rata-rata berada digudang = (Average day's inventory )
Persediaan Rata-rata x 360 Harga Pokok Penjualan
Persediaan barang adalah elemen utama dari modal kerja perusahaan dagang dan industri yang digolongkan ke dalam kelompok aktiva lancar yang selalu dalam keadaan berputar, dimana persediaan barang secara terus menerus mengalami perubahan. Penentuan jumlah persediaan atau besarnya dana yang di alokasikan atau yang diinvestasikan dalam persediaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan karena mempunyai dampak langsung terhadap keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan. Kesalahan dalam menentukan jumlah persediaan dapat menyebabkan perusahaan kehilangan kesempatan untuk meraih keuntungan. Jumlah persediaan yang terlalu besar dibanding dengan kebutuhan, akan menyebabkan beban yang harus ditanggung perusahaan menjadi besar seperti beban bunga, biaya penyimpanan, 104
pemeliharaan gudang, resiko kerusakan, menurunya kwalitas barang dalam penyimpanan, biaya keamanan dsb semua itu adalah factor yang menyebabkan keuntungan perusahaan berkurang. Sebaliknya persediaan yang terlalu kecil adapat menghambat operasional perusahaan berupa tidak tersedianya barang pada saat dibutuhkan sehingga menyebabkan perusahaan kehilangan kesempatan untuk meraih laba. Karena tidak tersediaanya persediaan perusahaan tidak dapat bekerja secara optimal berarti “Capital Asset” dan “Direct Labor” tidak dapat didayagunakan sepenuhnya sehingga biaya operasional atau produksi rara-rata akan menjadi tinggi yang berakibat keuntungan yang dapat diperoleh menjadi menurun. Pada perusahaan dagang terdapat satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagang “Merchandise Inventory” yang mempunyai perputaran yang sama yang selalu di beli dan dijual tanpa mengalami proses lebih lanjut. Tingkat perputaran barang dagang (merchandise turnover) pada periode tertentu dapat dihitung dengan membagi penujalan bersih dengan persediaan rata-rata dalam harga jual. 2.4. Pengertian Pendapatan Didalam kepustakaan akuntansi ditemukan dua pendekatan terhadap konsep pendapatan, satu diantaranya berfokus pada arus kas masuk aktiva sebagai hasil kegiatan operasi perusahaan (Inflow Concept) dan yang lainnya berfokus pada penciptaan barang dan jasa oleh penudahaan serta penyalurannya kepada konsumen atau produsen lainnya (Outflow Concept). Dari kedua pendekatan tersebut maka timbul definisi tentang pendapatan seperti dibawah ini. Sedangkan Accounting Princeples Board yang dikutip oleh Sofyan safri Harahap dalam buku Teori Akuntansi (2000:58) mendefinisikan "Pendapatan adalah kenaikan gross didalam asset dan penurunan gross dalam kewajiban yang dinilai berdasarkan prinsip akuntansi yang berasal dari kegiatan pencari laba". Pengertian Pengertian pendapatan menurut PSAK No.23 paragraf 6 IAI, Salemba Empat, (2004) adalah : "Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus kas masuk itu mengakibatkan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal". Committee Accounting Concept and Standards dari america Accounting Association yang dikutip oleh Hendrikson dalam bukunya Accounting Theory (1999:177) mendefinisikan pendapatan sebagai berikut : Revenue is the monetary exspression of the aggregate of products or service transfereed by an enterprise to its coustamers during a period of tim. Definisi ini mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah ekspresi moneter dari jumlah keseluruhan produk atau jasa yang ditransfer kepada langganan dalam satu kurun waktu tertentu. Pendapatan juga merupakan nilai maksimum yang dapat di konsumsi oleh seseorang dalam suatu periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode 105
ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanua yang dikonsumsi. Pendapatan pula menutup kemungkinan perubahan lebih dari total harta kekayaan badan usaha pada awal periode, dan menekankan pada jumlah nilai statis pda akhir peride. Secara garis besar pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah perubahan penilaian yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang. Vernon kam (2002) berpendapat pendapatan adalah kenaikan kotor dalam jumlah atau nilai aktiva dan modal dan biasanya kenaikan tersebut berwujud aliran kas masuk ke unit usaha. Aliran kas masuk ini terjadi terutama akibat penciptaan melalui produsi dan penjualan output perusahaan. Konsep dasar pendapatan pada dasarnya adalah suatu proses mengenai arus penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama jangka waktu tertentu. Konsep pendapatan sering dilihat melalui pengaruhnya terhadap ekuitas pemilik. Berbagai definisi yang timbul sering merupakan kombinasi konsep-konsep tersebut. 2.4.1 Sumber Pendapatan Jumlah rupiah perusahaan bertambah melalui berbagai cara tetapi tidak semua cara tersebut mencerminkan pendapatan. Tambahan jumlah aktiva perusahaan dapat berasal dari transaksi modal; laba dari penjualan aktiva yang bukan barang dagangan deperti aktiva tetap; surat berharga; ataupun penjualan anak atau cabang perusahaan; hadiah; sumbangan atau penemuan; revaluasi aktiva tetap; dan penjualan produk perusahaan. Dari semua transaksi diatas, hanya transaksi atas penjualan produk saja yang dianggap sebagai sumber utama pendapatan walaupun laba atau rugi timbul dalam hubungannya dengan penjualan aktiva selain produk utama perusahaan. 2.4.2 Pendapatan Operasional Menurut buku pedoman Akuntansi Rumah Sakit Kemenkes RI (2003 : 72) pendapatan operasional adalah Pendapatan yang timbul dari aktivitas pel;ayanan utama Rumah Sakit. Pendapatan Operasional tersebut terdiri atas : 1. Pendapatan Rawat Inap 2. Pendapatan Rawat Jalan 3. Pendapatan Tindakan Medis 4. Pendapatan Penunjang Medis 5. Pendapatan Operasional Lainnya. 2.4.3 Pendapatan Non Operasional Menurut Buku Pedoman Akuntansi Rumah Sakit Kementerian Kesehatan (2003 : 73) Pendapatan Non Operasional adalah Pendapatan yang timbul dari aktivitas di luar pelayanan utama Rumah Sakit. Pendapatan Non Operasional terdiri atas : 1. Pendapatan jasa lembaga jasa keuangan 2. Pendapatan kerjasama operasi 3. Pendapatan penggantian fasilitas sewa 4. Jeuntungan penjualan aktiva tetap 5. Pendapatan penjualan dokumen lelang 6. Penerimaan dari penggantian kerugian Negara 106
7. Pendapatan Investasi Sumber penghasilan tidak terkait Rumah Sakit juga dapat berasal dari sumbangan "tanpa syarat" dalam devinisi sumbangan adalah tidak terdapat syarat yang ditetapkan oleh penyumbang yang menyebabkan penyumbang dapat memperoleh kembali uangnya (aktiva lain yang telah disumbangkannya) atau membebaskannya dari janji untuk memberi jika syarat tidak terpenuhi. Misalnya : sumbangan dari pemerintah dan penyumbang lainnya. 2.5
Produk dan kegiatan utama perusahaan Produk perusahaan mungkin berupa barang ataupun dalam bentuk jasa. Perusahaan tertentu mungkin sekali menghasilkan berbagai macam produk atau baik berupa barang atau jada atau keduanya yang sangat berlainan jenis maupun arti pentingnya bagi perusahaan. Terkadang, produk yang dihasilkan secara insidental bila dihubungkan dengan kegiatan utama perusahaan atau yang timbul tidak tetap, sering dipandang sebagai elemen pendapatan non operasi, maka pemberian pembatasan tentang pendapatan sangat perlu, untuk itu produk perusahaan harus diartikan meliputi seluruh jenis barang atau jasa yang disediakan atau diserahkan kepada konsumen tanpa memandang jumlah rupiah relative tiap jenis produk tersebut atau sering tidaknya produk tersebut dihasilkan.
2.6
Jumlah rupiah pendapatan dan proses penandingan Pendapatan merupakan jumlah rupiah dari harga jual per satuan kali kuantitas terjual. Perusahaan umumnya akan menghapkan terjadinya laba yaitu jumlah rupiah pendapatan lebih besar dari jumlah yang dibebankan. Laba atau rugi yang terjadi baru akan diketahui setelah pendapatan dan beban dibandingkan setelah biaya yang dibebankan secara layak dibandingkan dengan pendapatan maka tampaklah jumlah laba atau pendapatan netto.
2.7. Pengakuan dan Pengukuran 2.7.1. Pengakuan Pendapatan Pengakuan Pendapatan adalah penentuan saat atau waktu pendapatan dicatat pada laporan keuangan. Pendapatan diakui pada saat direalisasi atau dapat direalisasi pada saat dihasilkan. Pendekatan ini sering disebut dengan prinsip pengakuan pendapatan, pendapatan direalisasi adalah pada saat barang dan jasa, barang dagangan, atau harta lain ditukar dengan kas atau klaim atas kas. Harta siap ditukar saat siap dijual atau ditukar dalam suatu pasar yang aktif pada harga yang siap ditentukan tanpa penambahan biaya yang berarti. Sedangkan pendapatan dianggap dihasilkan jika kesatuan telah melaksanakan kewajibannya sehubungan dengan manfaat yang mewakili pendapatan. Menurut Kieso, Donal E dalam bukunya Teori Akuntansi Jilid 3 (2002:4) Pendapatan dihasilkan (earned) apabila entitas bersangkutan pada hakikatnya telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapat hak atas manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu yaitu apabila proses menghasilkan laba yang telah atau sebenarnya telah selesai.
107
Empat transaksi pendapatan telah diakui sesuai dengan prinsip antara lain : 1. Pendapatan dari penjualan produk diakui pada tangga penjualan, yang biadanya diinterprestasikan sebagai tanggal penyerahan pada langganan. 2. Pendapatan dari pemberian jasa diakui ketika jasa-jasa itu telah dilaksanakan dan dapat ditagih. 3. Pendapatan dari mengizinkan pihak lain untuk menggunakan aktiva perusahaan, seperti bunga, sewa, royalty dimana diakui sesuai dengan berlalunya waktu atau ketika aktiva itu digunakan. 4. Pendapatan dari pelepasan aktiva selain produk diakui pada tanggal penjualan. Terdapat beberapa saat pengakuan pendapatan antara lain : 1. Pengakuan Pendapatan Pada Saat Penjualan (Penyerahan) Untuk mengakui pendapatan biasanya dipenuhi pada saat produk atau barang dagangan diserahkan atau jasa-jasa diberikan kepada pelanggan. Pendapatan sari aktivitas pabrik serta penjualan biasanya diakui pada saat penjualan atau penyerahan. Metode pengakuan pendapatan alternative apabila penjualan penjuak menanggung resiko kepemilikan yang berkepanjangan karena pengambilan produk yaitu : a. Pengakuan Pendapatan Sebelum Penyerahan Kebanyakan, pengakukan pada saat penjualan (penyerahan) digunakan karena banyak ketidakpastian yang ditiadakan berkenan dengan proses perolehan dan harga tukar diketahui. Akan tetapi, dalam situasi-situasi tertentu pendapatan diakui sebelum penyelesaian dan penyerahan. Contoh yang paling baik adalah akuntansi untuk kontrak-kontrak pembangunan jangka panjang dimana metode persentase penyelesaian dapat diterapkan. b. Pengakuan Pendapatan Setelah Penyerahan Dalam berbagai kasus, penagihan harga penjualan tidak dapat dipastikan secara layak, dan pengakuan pendapatan ditangguhkan. Salah satu dari dua metode yang dipakai untuk menangguhkan pengakuan pendapatan sampai diterimanya kas, adalah metode cicilan (installment method) atau pemulihan kembali biaya (cost recovery method). 1. Pengakuan Pendapatan Metode Cicilan Metode cicilan menekankan penagihan dari penjualan. Metode ini mengakui laba periode penagihan dan bukan saat periode penjualan. Dasar akuntansi cicilan dibenarkan atas dasar bahwa tidak ada lagi dasar yang cocok untuk menaksir tingkat yang dapat ditagih, pendapatan seharusnya tidak diakui sampai ditaginya kas. Ungkapan "penjualan cicilan" biasanya digunakan oleh akuntan dan lainnya untuk menjelaskan suatu jenis penjualan yang cara pembayarannya diwajibkan dalam periode cicilan selama periode waktu yang panjang. Karena pembayaran untuk produk atau harta yang dijual itu tersebar selama periode yang panjang resiko kerugian dari perkiraan yang tidak dapat ditagih lebih besar pada transaksi penjualan cicilan dari pada penjualan yang biasa. Menurut metode akuntansi cicilan pengakuan laba ditangguhkan sampai periode penagihan kas. Baik pendapatan maupun biaya-biaya penjualan diakui pada periode penjualan tetapi laba kotor yang berkaitan ditangguhkan pada periode penagihan kas, Jadi teori yang menyatakan bahwa biaya-biaya dan beban harus diseimbangkan dengan penjualan, diterapkan dalam transaksi penjualan, cicilan dengan jumlah laba kotor saja dan tidak lebih dari itu. 108
2. Pengakuan Metode Pemulihana Kembali Biaya Menurut metode pemulihan kembali biaya, tidak ada laba yang diakui sampai pembayaran kas oleh pembeli melebihi harga pokok barang dagang yang dijual. Sesudah semua kas dipulihakan kembali, setiap tambahan kas yang ditagih dimasukkan sebagai penghasilan. Perhitungan rugi laba selama periode berjalan penjualan melaporkan pendapatan penjualan, dan laba kotor itu jumlah (kalau ada) yang diakui oleh perusahaan sepajang periode, maupun jumlah yang ditangguhkan. Laba kotor yang ditangguhkan dioffset terhadap piutang yang berkaitan dikurangi dengan penagihan neraca. Perhitungan rugi laba sesudah itu melaporkan laba kotor sebagai pos terpisah dari pendapatan saat diakui pada saat dihasilkan. 2.7.2 Pengukuran Pendapatan Menurut Sofyan Syafri Harahap dalam bukunya Teori Akuntansi (2001:79) menyatakan bahwa : "Pendapatan diukur produk atau jasa yang ditukar dengan cara transaksi yang objektif. Nilai disini dapat berupa Net Cash atau Cash equivalent dan nilai discounted dari uang yang diterima atau yang akan diterima sebagai imbalan pertukaran barang dan jasa yang diserahkan perusahaab kepada langganannya. Dari nilai ini ada dua oenafsiran yang muncul : 1. Potongan Harga (cash discount) dan pengurangan lain dari harga tetap seperti Rugi Piutang Ragu-ragu. Hal ini perlu sisesuaikan untuk menghitung net cash yang sebenarnya atas nilai diskonto uang yang diklaim yang harus dikurangi untuk menghitung pendapatan. 2. Untuk transaksi yang bukan melalui kas, nilai tukarnya dianggap sama dengan nilai pasar wajar dari jumlah yang akan diterima yang mana yang paling mudah dan paling jelas dapat dihitung. Menurut PSAK No. 23 paragraf 8 (IAI, salemba Empat, 2004) mengenai pengukuran pendapatan: "pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima". 2.8
Pengertian dan Konsep Perhitungan Laba Menurut APB Statement yang dikutip oleh Sofyan Safri Harahap (2001:228). "Laba diartikan sebagai kelebihan penghasilan diatas biaya selama satu periode akuntansi". Menurut akuntansi, yang dimaksud dengan laba akuntansi itu adalah perbedaan antara revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dihadapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut. Definisi tentang laba mengandung 5 arti : a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi yaitu timbul hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut. b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat "periodik" laba itu artinya merupakan presstasi perusahaan itu pada periode tertentu. c. Laba akuntansi didasrkan pada prinsip revenue yang memerlukan batasan tersiri tentang apa dimaksud hasil. d. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil tertentu. 109
e. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip "matching" artinya hasil dikurangi biaya yang diterima/ dikeuarkan dalam periode yang sama. 2.9
Pengakuan Pendapatan Pada Laporan Laba Rugi Menurut PSAK No. 23 paragraf 07 (IAI, Salemba Empat, 2004) memberikan pedoman tentang klasifikasi pendapatan pada laporan laba rugi yaitu : "Semua unsur pendapatan dan beban yang diakui dalam suatu periode harus mencakup dalam penetapan laba atau rugi bersih untuk periode tersebut kecuali jika standar akuntansi keuangan yang berlaku mensyaratkan atau memperbolehkan sebaliknya". Biasanya semua unsure pendapatan dan beban”.
2.10
Instalasi Farmasi Instalasi farmasi adalah suatu tempat/ instalasi yang memiliki/ mengelola persediaan barang untuk dijual kepada pelanggan atau pasien yang membutuhkan untuk mendapatkan pendapatan/ laba atau kegiatan penyediaan penyimpanan dan pendistribusian obat farmasi klinis. Instalasi farmasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta terdapat pula gudang untuk menyipan stok obat-obatan yang akan dijual,dimana gudang tersebut adalah gudang yang aman baik untuk penyimpanan obat-obatan pasien Napza dan umum, memiliki 10 karyawan, satu diantaranya kepala Instalasi Farmasi, diman karyawan tersebut di shiff menjadi 3 shiff, karena Instalasi farmasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat buka 24 jam. Adapun tugas dari Farmasi adalah : 1. Penyediaan Obat-obatan 2. Menjual Obat-obatan 3. Melayani pelanggan dengan ramah dan baik 4. Mencatat Stok Obat ke buku stok 5. Membuat usulan pembelian obat 6. Membuat laporan.
3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan penalaran pada penelitian ini, maka kerangka pemikiran sebagai pijakan pembahasan materi skripsi ini dibangun dalam bentuk bagan sebagai berikut. Maka dapat digambarkan dalam model desain penelitian antar variabel Perputaran Persediaan Variabel x
Pendapatan
Variabel y Dalam penelitian ini digunakan dua variabel yang berkaitan antara lain : a. Variabel x (Independent Variabel) yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain. Variabel x diperoleh dari perputaran persediaan b. Varibel y (dependent Variabel) yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independent. Varibel y adalah Pendapatan Bagan diatas dapat menerangkan, jika perputaran persediaan tinggi dalam suatu perusahaan berarti semakin tinggi pula penjualan, dan pendapatan dalam suatu perusahaanpun akan semakin tinggi atau meningkat. 110
3.2 Hipotesis Berdasarkan uraian kerangka pemikiran diatas, maka penulis menarik kesimpulan yang bersifat sementara (hipotesis) adalah : Terdapat pengaruh antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan. Hipotesis Statistik : Ho : β = 0, tidak ada pengaruh antara variabel x terhadap variabel y, atau tidak ada pengaruh antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan. Ha : β = 0, ada pengaruh antara variabel x terhadap variabel y, atau perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan. 3.3 Asumsi Diasumsikan bahwa jika perputaran persediaan semakin cepat atau tinggi dalam suatu perusahaan berarti semakin tunggi pula tingkat penjualan, atau pendapatan. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data sebagai bahan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode yaitu : 1 Riset Kepustakaan Riset kepustakaan dimaksudkan untuk memperoleh data yang dijadikan landasan teori dan landasan konsep bagi penulis. Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan ditujukan untuk memperoleh data yang terkait langsung dengan objek penelitian, dilakukan dengan cara tanya jawab dengan staf RS. Ketergantungan Obat Jakarta yang relevan dan melakukan evaluasi atas pelaksanaan pengelolaan persediaan barang farmasi. 3. Wawancara Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan melaksanakan tanya jawab langsung kepada pegawai yang mempunyai wewenang untuk memberikan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan. 3.5 Teknik analisis Data Analisis data ini untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel-variabel dalam penelitian mengenai jumlah perputaran persediaan terhadap peningkatan pendapatan RS. Ketergantungan Obat Jakarta yang terdiri dari : a. Analisais Perputaran Persediaan Analis ini menunjukkan berapa kali suatu perusahaan dapat memesan barang persediaannya dalam suatu periode. Analisis ini juga ditunjukkan untuk mengetahui berapa variabel x. Perputaran Persediaan = (Inventory turn over)
Harga Pokok Penjualan Persediaan Rata-rata barang jadi
111
Persediaan Rata-rata x 360 Persediaan rata-rata berada digudang = Harga Pokok Penjualan (Average day's inventory ) b. Analisis Statistik 1. Analisis Regresi Linear Analisis ini untuk mengetahui adanya pengaruh positif antara Perputaran Persediaan Barang Dagangan Farmasi terhadap Peningkatan Pendapatan pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta. Penulis melakukan proses persamaan dengan rumus: Ŷ = a + bx
a = ∑y – b(∑x) n
b = n(xy) – (∑x)( ∑y) n (∑ x ²) – (∑x)²
Keterangan : a = y pintasan (nilai y bila x = 0) b = koefisien regresi yang mengukur besarnya pengaruh x terhadap y jika x naik satu unit x = Perputaran Persediaan (variable bebas atau Independent) y = Jumlah Pendapatan (Variabel terikat atau Dependent) Regresi linear sederhana untuk populasi sebuah variable bebas, regresi dengan x merupakan variable bebasnya dinamakan regresi y atas x sebaliknya adalah x atas y. 2. Analisis Koefisien Korelasi Merupakan alat analisis yang menyatakan kuat tidaknya hubungan antara variabel x dan y Rumus : ∑XY r= √ ∑X² Y² Ketergangan : y = Variabel Terikat r = Koefisien Korelasi x = Variabel Bebas n = Banyaknya data yang diobservasi Dalam menentukan kuat atau tidaknya nilai dari koefisien korelasi dapat digunakan juga Pedoman Penentuan Interval Koefisien terhadap hubungan: Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0, 199 Sangat Lemah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat Kuat Sumber :Buku Statistik penelitian oleh Prof.DR, Sugiono 112
3. Analisis Koefisien Determinasi Analisa ini untuk mengetahui besar atau pengaruh antara variabel x, terhadap variabel y atau pengaruh perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan KD = r² Koefisien determinasi berguna untuk mengukur besarnya sumbangan variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikatnya. r² mempunyai nilai antara 0 dan 1 (0≤r² ≤1). Jika nilai r² semakin mendekati 1, maka hasil regresi akan semakin baik. Yang berarti bahwa keseluruhan variable bebas secara bersama-sama mampu menerangkan variable terikatnya.
4. Pengujian Hipotesis Hipotesis akan diuji dengan menggunakan uji-t dengan tujuan memberikan kepastian tentang kesempurnaan hubungan antara Perputaran Persediaan Barang dagangan terhadap Peningkatan Pendapatan. Berikut ini perhitungan dengan menggunakan rumus dan besarnya t-tabel pada signifikasi 5%. Uji-t merupakan pengujian hipotesis tentang parameter berdasarkan perhitungan data sampel, dengan tujuan memberikan kepastian tentang kesempurnaan suatu hubungan ariabel bebas terhadap terikat. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : √n-2 t = r √1- r²
r² = nilai koefisien determinasi n = jumlah sampel Langkah-langkah yang dilakukan uji-t adalah : 1. Untuk menerima atau menolak hipotesis tersebut dilakukan dengan membandingkan t-hitung dan t-tabel. Nilai t-tabel digunakan taraf signifikan sebesar α = 5%, yakni ta/2(n-2), n = jumlah sampel dengan grafik pengujian dua arah. 2. Dasar pengambilan keputusan untuk pengujian hipotesis yang disajikan adalah sebagai berikut : a. Jika nilai t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak artinya Perputaran Persediaan barang dan Pengaruh positif terhadap Peningkatan Pendapatan. Dimana :
b. Jika nilai t-hitung < t-tabel maka Ho diterima artinya Perputaran Persediaan Barang tidak ada pengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan.
113
Pengujian 2 arah (Upper & Lower Tail Test)
Ho diterima Ho ditolak
Ho ditolak
Daerah Penolakkan Ho Sumber : Buku Statistik Oleh J. SUPRANTO 3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 03 maret 2011 hingga selesai di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, Jl. Lapangan Tembak no.75 Jakarta Timur. 4.PEMBAHASAN 4.1.Analisis Data 4.1.2.Analisis data Penelitian a. Analisa Perputaran Persediaan Analisa ini menunjukkan berapa kali perusahaan dapat memesan kembali barang persediaannya dalam suatu periode tertentu. Tabel 4.1 : Perhitungan Persediaan rata-rata Barang Farmasi RS. Ketergantungan Obat Jakarta tahun 2008, 2009 dan 2010 Tahun Persediaan awal Persediaan Akhir Persediaan Rata(01 Jan) (31 Des) rata 2008 2009 2010
623.102.406 674.889.417 573.382.625
674.889.417 573.382.625 812.054.025
648.995.911,5 624.136.021 692.718.325
Tabel 4.2 : Perhitungan Persediaan rata-rata dan Harga Pokok Penjualan RS. Ketergantungan Obat Jakarta tahun 2008, 2009 dan 2010 Tahun Persediaan Rata-rata Harga Pokok Penjualan 2008 2009 2010
648.995.911,5 624.136.021 692.718.325
2.123.671.765 2.703.200.543 3.821.961.832
114
a.1. Perhitungan Perputaran Persediaan :
Perputaran Persediaan = (Inventory turn over)
Harga Pokok Penjualan Persediaan Rata-rata
Tahun 2008 : 2.123.671.765 = 3,27 kali 648.995.911,5 Tahun 2009 : 2.703.200.543 = 4,33 kali 624.136.021 Tahun 2010 : 3.821.961.832 = 5,51 kali 692.718.325 Penjelasan analisis rasio perputaran persediaan barang dagangan farmasi : Tahun 2008 menunjukkan bahwa perusahaan melakukan 3,27 kali persediaan diganti atau dijual dalam waktu satu tahun, dan pada tahun 2009 melakukan 4.33 kali. Pada tahun 2010 RS. Ketergantungan Obat Jakarta dapat menjual atau mengganti barang dagangannya 5,51 kali, ini menunjukkan adanya peningkatan setiap tahunnya dalam perputaran persediaan, karena semakin cepat atau semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkab karena penurunan harga, atau karena exfierdate obat, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut. a.2. Perhitungan rata-rata persediaan tersimpan digudang Persediaan rata-rata berada digudang = (Average day's inventory )
Persediaan Rata-rata x 360 Harga Pokok Penjualan
Persediaan rata-rata berada digudang th = 648.995.911,5 x 360 = 110 hari Th 2008 2.123.671.765
Persediaan rata-rata berada digudang th = 624.136.021 x 360 Th 2009 2.703.200.543
= 83,11 hari
Persediaan rata-rata berada digudang th = 692.718.325 x 360 Th 2010 3.821.961.823
= 59,31 hari
Tabel 4.3 : Perhitungan Rata-rata barang tersimpan di gudang pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta. Tahun Rata-rata barang tersimpan digudang (hari) 2008 110 2009 83,11 2010 59,31 Sumber : Data diolah oleh Penulis
115
Penjelasan analisis rasio rata-rata persediaan barang dagangan farmasi tersimpan digudang : Dalam perhitungan diatas bahwa tahun 2008 RS. Ketergantungan Obat menyimpan barangnya digudang selama 110 hari, tahun 2009 selama 83,11 hari dan pada tahun 2010 selama 59,31 hari persediaan barang dagangan farmasi tersimpan digudang. b. Analisis Pendapatan Jenis pendapatan yang terdapat pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta adalah Pendapatan Rawat Jalan, Pendapatan Rawat Inap, UGD, Pendapatan Penunjang dan Pendapatan Non Operasional. Pendapatan farmasi merupakan bagian dari pendapatan penunjang, dimana pendapatan farmasi untuk tahun 2008, 2009,2010 adalah sebagai berikut : Tabel 4.4 : Tabel Pendapatan Farmasi tahun 2008, 2009 dan 2010 Tahun Pendapatan Farmasi 2008 2.123.671.765 2009 2.703.200.543 2010 3.821.961.832 Pada tahun 2009 Pendapatan Farmasi mengalami kenaikan sebesar Rp 579.528.788,- atau 27,2% dibandingkan pada tahun 2008, hal ini disebabkan adanya peningkatan penjualan obat dari Rp 2.123.671.765,- menjadi Rp 2.703.200.543,Sedangkan pada tahun 2010 Pendaptan Farmasi mengalami kenaikan sebesar Rp 1.118.761.289,- atau 41,3% dibandingkan tahun 2009, hal ini disebabkan adanya peningkatan penjualan obat pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta dari Rp 2.703.200.543,- menjadi Rp3.821.961.832,Pendapatan dari tahun 2008 hingga tahun 2010 mengalami kenaikan atau peningkatan, dimana peningkatan pendapatan tertinggi adalah pada tahun 2010 dan pendapatan terendah adalah pada tahun 2008. pendapatan terendah diakibatkan belum adanya penambahan produk/obat sedangkan pendapatan meningkat disebabkan adanya penambahan produk/ obat seperti suboxon pada tahun 2010 dimana obat suboxon ini dapat dibawa pulang oleh pasien kerumah, sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh dokter kepada sipecandu. Pada obat suboxon si pasien/ pencandu tidak mendapatkan efek samping seperti obat sebelumnya, dimana pecandu bila sudah meminum obat suboxon dapat konsentrasi bekerja atau dapat menjalani aktivitas sehari-hari tanpa rasa nyeri dan gangguan pada dirinya, selain itu satu-satunya Rumah Sakit yang boleh menjual suboxon adalah RS. Ketergantungan Obat jakarta sehingga banyak pecandu beralih ke RS. Ketergantungan Obat Jakarta untuk mendapatkan suboxon. Sebelum ada suboxon pasien meminum obat Methadon, dimana Methadon hanya boleh diminum ditempat atau di RS. Ketergantungan Obat jakarta dan diawasi, tidak bisa dibawa pulang sehingga sipasien terikat setiap hari harus ke RS. Ketergantungan Obat jakarta, Methadone mempunyai efek samping sehingga pecandu tidak dapat menjalani aktivitas sehari-hari, Methadone juga dijual di tempat-tempat rehabilitasi lain selain RS. Ketergantungan Obat jakarta. inilah yang menyebabkan pasien beralih ke suboxon. 116
4.2.Analisis Statistik a. Analilis Regresi Linear Dalam pengolahan data dengan regresi linier sederhana dilakukan beberapa tahap untuk mencari hubungan antara variable independent dan variable dependent yakni melalui perputaran persediaan barang dagangan terhadap pendapatan. Tabel 4.5 : Data input perhitungan regresi linier Dalam (000000) Tahun x y xy x² y² (rp) (x) 2008 3,27 2.123 10,69 4.507.129 6.942,21 2009 4,33 2.703 18,74 7.306.209 11.703,99 2010 5,51 3.821 30,36 14.600.041 21.053,71 n=3 13,11 8.647 59,79 26.413.379 39.699,91 Sumber : data diolah oleh penulis Persamaan regresi berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus hasil analisis diatas adalah sebagai berikut : Persamaan regresi linier sederhana adalah : Ŷ = a + bx Berdasarkan persamaan diatas dapat diperoleh : a = ∑(y)( ∑x²) – (∑x)(xy) n ∑ x² – (∑x) ² a = (8.647) (59,79) – (13,11)(39.699,91) 3(59,79) – (13,11)² a = (517.004,13) – (520.465,82) 179,37 – 171,87 a = - 3461.69 7.50 a = - 461,56 b = n ∑xy – (∑x)(∑y) n∑x² – (∑x)² b = 3 (39.699,91) – (13,11) (8.647) 3(59,79) – (13,11)² b = 119.099,73 – 113.362,17 179,37 – 171.87 b = 5.737,56 7.5 b = 765 jadi persamaan regresi liniernya berdasarkan rumus diatas adalah : Ŷ= -461,56 + 765x Persamaan ini menunjukkan pengaruh variable x atau perputaran persediaan barang farmasi terhadap variable y atau pendapatan adalah Positif Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan perputaran persediaan barang dagangan sebesar 1 kali akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan sebesar Rp 765.000.000,-
117
b. Analisis Koefisien Korelasi Setelah dilakukan pengujian model, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan perhitungan korelasi untuk mengetahui eratnya hubungan antara variable-variabel yang dianalisis. Adapun perhitungan untuk mencari nilai koefisien korelasi adalah sebagai berikut :
∑xy √∑ x² y² r= 39.699,91 √(59,79)(26.413.379)
r=
r=
39.699,91 39.739,85 r = 0,99
Dari perhitungan diatas diperoleh nilai r sebesar 0,99 artinya hubungan antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan dinyatakan sangat kuat. Dapat dilihat berdasarkan penentuan Interval Koefisien terhadap keeratan hubungan. Tabel 4.6 Penentuan Interval Koefisien Terhadap Keeratan Hubungan Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0, 199 Sangat Lemah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat Kuat Sumber :Buku Statis penelitian oleh Prof.DR, Sugiono 2. Analisis Koefisien Determinasi Analisis ini untuk menghitung besarnya kontibusi atau pengaruh antara variable x atau perputaran persediaan terhadap variable y, atau peningkatan pendapatan. Dari perhitungan koefisien diatas diperoleh nilai koefisien determinasi dengan nilai : kd = r² kd = 0,99² kd = 0,98 atau 98% Besarnya pengaruh atau kontribusi antara variable x atau perputaran persediaan barang farmasi terhadap variable y atau pendapatan sebesar 98 %, sedangkan 2% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain misalnya pendapatan Rawat Jalan, Rawat Inap, UGD, dan Pendapatan Operasional. 3. Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis akan diuji dengan menggunakan uji-t dengan tujuan menberikan kepastian tentang kesempurnaan pengaruh antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan. Berikut ini perhitungan dengan menggunakan rumus dan besarnya t-tabel pada signifikasi
118
Berikut ini hasil hipotesis dalam penelitian yang dirumuskan antara lain : 1) Ho : β = 0, artinya tidak ada pengaruh antara variabel x terhadap variabel y, atau tidak ada pengaruh antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan. 2) Ha : β = 0, ada pengaruh antara variabel x terhadap variabel y, atau perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan. Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel maka Ho = ditolak dan Ha = diterima dan sebaliknya apabila t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka Ha = diterima han Ho = ditolak Untuk menguji hipotesis di atas, terlebih dahulu kita hitung berapa besar t-hitung dan kemudian t-tabelnya. Mencari hitung t : t = r √4-2 √ 1-r² t = 0.99 √4-2 √1-0.99)² = 1.4 0.14 = 10,00 t-tabel
dk = n-2 = 4-2 =7.04 Maka pada t-tabel diperoleh nilai = 12,706 untuk tingkat kesalahan 5 % Dari uji kedua tersebut ternyata didapat harga t-hitung 49,50 lebih besar dari ttabel = 12,706 sehingga Ho ditolak sedang Ha diterima, hal ini berarti terdapat pengaruh yang positif antara perputaran persediaan barang dagangan farmasi terhadap pendapatan. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hasil uji-t dengan perhitungan menggunakan rumus (lampiran) dan besarnya t-tabel pada signifikasi 5 % Pengujian 2 arah (Upper & Lower Tail Test)
Ho diterima Ho ditolak
-12.,706
Ho ditolak
12.,706
49,50
Daerah Penolakkan Ho Sumber : Buku Statistik Oleh J. SUPRANTO 119
5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan mengenai pengaruh perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta maka kesimpulan yang dapat diambil oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan data-data yang ada pada RS.Ketergantungan Obat Jakarta telah mengelola persediaannya denga baik. Pengelolaan ini dapat dilihat dari perolehan perputaran persediaan pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta mengalami peningkatan dari tahun ketahun disebabkan karena keberhasilannya dalam menjual obat-obatan. Dapat dijelaskan bahwa bahwa perputaran persediaan pada tahun 2008 adalah 3,27 kali, lalu terjadi peningkatan pada tahun 2009 adalah 4,33 kali dan pada tahun 2010 menjadi 5,51 kali. Maka sudah jelas dari tahun 2008 sampai dengan 2010 terjadi peningkatan. 2. Begitu pula dengan pendapatan farmasi pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta mengalami peningkatan. dapat dilihat pada tahun 2008 pendapatan farmasi Rp2.123.671.765 pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp2.703.200.543 dan pada tahun 2010 terjadi peningkatan Rp3.821.961.832 sudah terlihat jelas pendapatan di RS. Ketergantungan Obat dari tahun ketahun mengalami peningkatan. 3. a. Berdasarkan Analisis Regresi dapat menunjukkan persamaan Ŷ= -460,71 + 765x yang berarti hubungan antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan adalah positif. Hal ini menunjukkan setiap kenaikkan perputaran perputaran persediaan farmasi dalam 1 kali akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan Rp 765.000.000,b. Sedangkan Analisis Koefisien Korelasi r = 0,99 artinya terdapat pengaruh yang sangat kuat antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan. c. Analisis Koefisien Determinan menggambarkan bahwa Perputaran Persediaan barang farmasi memiliki kontribusi 98% terhadap pendapatan dan sisanya sebesar 2% dipengaruhi dari faktor lain misalnya pendapatan rawat jalan, pendapatan rawat inap, UGD, dan pendapatan operasional. d. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai untuk t-hitung lebih besar dari t-tabel (7,07 < 12,7), maka Ho diterima hal ini berarti Ha ditolak, menyatakan tidak ada pengaruh positif antara perputaran persediaan barang farmasi terhadap peningkatan pendapatan. 5.2 Saran Setelah mempelajari, menganalisis dan menarik kesimpulan maka penulis akan memberikan beberapa saran yang mungkin dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan antara lain : 1. Perputaran persediaan barang dagangan farmasi pada RS. Ketergantungan Obat Jakarta dari tahun ketahun Sangat baik, jadi diharapkan RS. Ketergantungan Obat Jakarta dapat mempertahankan dan meningkatkan sistem pemasaran atau penjualan yang sudah ada serta adanya pengawasan yang ketat oleh pihak manajemen preusan terhadap persediaan obat agar tidak terdapat stok obat yang berlebihan yang dapat mengakibatkan kerugian. 2. Stok Opname fisik barang farmasi Belum dibuat secara rutin, sehingga dapat mengakibatkan perbedaan hasil perhitungan antara di kartu stok (hasil perhitungan barang) dengan perhitungan atau laporan mutasi barang. Bagian farmasi diharapkan membuat laporan stok opname fisik barang pada setiap bulannya sehingga dapat diketahui barang-barang yang rusak atau hilang dimana dalam mencari jejak 120
perbedaan pada stok barang atau laporan mutasi tidak terlalu sulit untuk diselusuri, dibandingkan stok opname dibuat per semester yang dapat mengakibatkan kehilangan jejak dalam mencari barang, dimana waktu yang begitu lama 3. Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta dilihat dari Laporan Aktivitas (Laboran Keuangan) tahun 2008, 2009, dan 2010 mengalami kerugian atau minus, diharapkan potensi pendapatan lebih ditingkatkan agar pendapatan bertambah, potensi pelayanan lebih diutamakan dengan melayani pasien dengan ramah, tidak mengoper-oper pasien, membuat pasien menunggu lama yang dapat membuat si pasien enggan berobat atau kembali ke RS. Ketergantungan Obat Jakarta. Serta meningkatkan sistem penagihan piutang, agar piutang tidak lambat dibayar jika perlu membuat perjanjian dalam penagihan piutang, Manajemen aset pada RS. Ketergantungan Obat harus diperbaiki yaitu dengan cara membuat daftar barang rusak dan barang yang masa manfaatnya sudah lewat tetapi barang tersebut masih bisa digunakan sebaiknya dilelang sehingga dapat menghasilkan pendapatan.
121
DAFTAR PUSTAKA. Baridwan, Zaki, Intermediate Accounting, Penerbit BPFE, Yogyakarta, 2001 Harahap. Sofyan Safri, Teori akuntansi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2001 Horngren, et al, Analisis Kritis atas laporan keuangan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002 Kam, Vernon, Accounting Theory,Edisi keempat, terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002 Kementerian KesehatanRepublik Indonesia, Pedoman Akuntansi Rumah Sakit, Jakarta, 2003 Kementerian KesehatanRepublik Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, 2002 Kementerian Kesehatan Republik Indonesi, Surat keputusan Menteri Kesehatan R.I No.732/Men.Kes/SK/VI/2001, tentang Organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Jakarta,2002 Kieso, Donald. E.Teori Akuntansi, jilid tiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002 Munawir, Analisa Laporan Keuangan, Edisi keempat,Penerbit Liberty, Yogyakarta, 2007 Rianto, Bambang, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Cetakkan Ketujuh, Penerbit BPFE, Yogyakarta, 2001 Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, Edisi Kelima, Penerbit CV.Alfabeta, Bandung, 2003 Supranto, J., Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2001
122
Evaluasi Atas Biaya Standar Sebagai Alat Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi Pada PT Toa Galindra Electronics. Maruly Poltas Dosen Tetap Akuntansi STIE Pertiwi
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan merupakan kumpulan dari berbagai pihak antara lain pemilik, komisaris, manajer dan karyawan yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian tersebut menunjukkan adanya suatu keterikatan yang kuat dari semua pihak untuk menjalankan aktivitas sehari-hari di perusahaan agar dapat berjalan lancar. Manajer sebagai fungsi sentral dalam perusahaan dituntut untuk dapat menjalankan fungsi manajemen secara optimal agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Fungsi manajemen yang dijalankan dalam suatu perusahaan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengkoordinasian dan pengendalian. Dari keempat fungsi manajemen tersebut diketahui bahwa fungsi perencanaan dan pengendalian menjadi sangat begitu penting karena kedua fungsi ini harus selalu berjalan secara bersamaan dan beriringan. Karena sifat tersebut maka fungsi perencanaan dan pengendalian sering diibaratkan seperti sebuah mata uang logam yang harus memiliki dua sisi sekaligus yaitu sisi depan dan belakang. Perencanaan dianggap sebagai sisi depan yaitu pedoman bagi perusahaan di masa yang akan datang, sedangkan pengendalian dianggap sebagai sisi belakang yaitu pengontrol apakah yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Perencanaan dan pengendalian memiliki manfaat yang sangat besar bagi perusahaan. Adanya suatu perencanaan dianggap dapat menjadi pedoman untuk aktivitas perusahaan, yaitu : A. Dengan perencanaan maka hal-hal yang tidak produktif atau pemborosan dapat dihindari. B. Perencanaan menyebabkan penggunaan fakta-fakta yang ada dengan cara yang lebih baik. C. Perencanaan menyebabkan pekerjaan yang sifatnya sia-sia dapat dihindarkan. Sebaliknya pengendalian menjadi andalan untuk menjamin bahwa perencanaan digunakan sebagai dasar atau alat pengendalian aktivitas perusahaan. Untuk menilai keberhasilan perencanaan dan pengendalian aktivitas perusahaan biasanya digunakan prinsip biaya dan pendapatan atau sering disebut sebagai cost versus benefit principle. Biaya yang merupakan pengorbanan ekonomis perusahaan menjadi momok bagi perusahaan karena bila perusahaan gagal dalam mengelola biayanya maka yang terjadi adalah munculnya biaya yang tidak bermanfaat yang berakibat pada pemborosan biaya. Untuk itu, biaya yang terjadi harus dapat menghasilkan manfaat (keuntungan) bagi perusahaan agar tujuan optimalisasi laba dapat tercapai.
123
Perusahaan hanya akan sukses mengelola biayanya apabila perusahaan mampu mengelola biayanya secara optimal dengan menjadikan biaya sebagai pendamping dan jalan menuju peningkatan pendapatan yaitu dengan cara perencanaan dan pengendalian biaya. Perencanaan dan pengendalian biaya dilakukan dengan cara identifikasi aktivitas secara cermat dengan mengkaitkan manfaat atas aktifitas tersebut. Salah satu cara yang sering digunakan manajemen dalam rangka perencanaan dan pengendalian biaya adalah dengan menggunakan biaya standar. Biaya standar ini ditentukan terlebih dahulu berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari pengalaman masa lalu dan penelitian ilmiah. Dalam penggunaannya, biaya standar ini merupakan dasar bagi anggaran dan laporan biaya yang mengidentifikasi varians (penyimpangan/selisih) antara biaya aktual dengan biaya standar. Biaya standar adalah biaya yang telah ditetapkan sebelumnya dan disesuaikan dengan unit tertentu. Salah satu unit yang sering menggunakan biaya standar adalah unit produksi. Biaya standar pada unit produksi ditujukan untuk perencanaan dan pengendalian biaya produksi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendekatan biaya produksi standar digunakan sebagai pengendalian yaitu melalui analisis antara biaya produksi standar dengan biaya produksi yang sebenarnya terjadi. Biaya produksi standar menjadi begitu penting bagi perusahaan karena merupakan alat yang digunakan dalam menilai kinerja dari unit produksi, karena dengan biaya produksi standar pelaksana telah mengetahui bagaimana seharusnya aktivitas dan seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan. Penerapan biaya produksi standar akan sukses apabila bersifat realistis, maksudnya biaya standar tersebut dapat dicapai sesuai kemampuan perusahaan yang optimal. Dari uraian di atas menunjukkan salah satu cara manajemen untuk memecahkan masalah efisiensi biaya produksi adalah dengan cara menetapkan biaya standar karena dengan adanya biaya standar dapat membantu manajemen untuk menilai apakah variance (penyimpangan atau selisih) antara realisasi biaya dengan standar biaya sangat besar atau tidak. 1.2
Perumusan Masalah 1. Seberapa besar tingkat kesesuaian biaya standar yang diterapkan oleh Bagian produksi microphone di PT Toa Galindra Electronics dengan biaya aktualnya? 2. Sejauh mana manfaat biaya standar yang ditetapkan oleh PT Toa Galindra Electronics terhadap perencanaan dan pengendalian biaya produksi?
1.3
Ruang Lingkup Masalah Terdapat berbagai bentuk Evaluasi biaya standar dapat dilakukan pada berbagai produk di PT Toa Galindra Electronics, oleh karena keterbatasan pengetahuan/teori, waktu dan tenaga penulis, maka penulis hanya membatasi penelitian terhadap evaluasi biaya standar produk Microphone yang diterapkan oleh PT Toa Galinda Electronics dengan menggunakan metode horizontal.
124
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian : a. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesesuaian penetapan biaya standar pada PT Toa Galindra Electronic dengan biaya aktualnya b. Untuk mengetahui Sejauh mana manfaat biaya standar yang ditetapkan oleh PT Toa Galindra Electronics terhadap perencanaan dan pengendalian biaya produksi 2. Manfaat Penelitian a. Bagi penulis : untuk menambah pengetahuan serta penerapan menganalisa laporan keuangan yang dapat diterapkan dimasalah nyata yang dihadapi ditempat penulis bekerja/dalam proses pengajaran. b. Bagi perusahaan : Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam perencanaan dan pengelolaan serta pengendalian biaya produksi. c. Bagi pembaca : Diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai peranan biaya standar terhadap produksi sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk melakukan riset pada objek penelitian lainnya.
2.LANDASAN TEORI 2.1 Perencanaan dan Pengendalian 2.1.1 Perencanaan Fungsi perencanaan pada hakekatnya adalah proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan terbentuknya hasil yang diharapkan, penggunaan sumber daya, serta pembentukan sistem komunikasi yang memberikan pelaporan dan pengendalian terhadap hasil aktual serta perbandingan hasil-hasil tersebut dengan rencananya. Hal yang erat hubungannya dengan perencanaan yang baik adalah penetapan tujuan perusahaan, perencanaan yang efektif didasarkan pada analisis atas fakta-fakta yang dikumpulkan, analisis seperti itu membutuhkan pemikiran reflektif, imajinatif, dan pandangan kemasa depan dalam membuat keputusan rasional. Rencana disusun untuk masa kini dan masa-masa mendatang, tindakan yang terkendali dilaksanakan, umpan balik diperoleh dari operasi, rencana disesuaikan, dan demikian terjadi berulang-ulang. Supriyono (1999:7) mendefinisikan perencanaan adalah proses untuk menentukan tujuan organisasi yang akan dicapai perusahaan dan mengatur strategi yang akan dilaksanakan. Perencanaan ini dapat disusun untuk jangka pendek atau jangka panjang dan akan dipakai sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan perusahaan. Milton Usry dkk (2005:4) mengemukakan Perencanaan : Perencanaan merupakan proses perabaan atas peluang dan ancaman dari luar, penetapan tujuan yang diinginkan, dan pemanfaatan sumber-sumber daya guna mencapai tujuan tersebu.
125
Perencanaan bermanfaat sebagai pedoman kerja memberikan arah sekaligus memberikan sasaran yang harus dicapai perusahaan di waktu yang akan datang yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. Sebagai dasar tindakan melalui pengkajian, penelaahan, dan penelitian yang mendalam. b. Untuk mengerahkan bantuan dari seluruh organisasi dalam menetapkan jalan yang paling menguntungkan. c. Berguna sebagai perumusan kebijaksanaan. d. Berfungsi untuk merumuskan tujuan. e. Sebagai alat untuk menstabilkan kesempatan kerja yang tersedia. f. Memungkinkan pemakaian alat-alat fisik secara lebih efektif . 2.1.2 Pengendalian Dalam melaksanakan pengendalian harus diadakan komparasi (perbandingan) antara hasil sesungguhnya yang dicapai dengan proyeksi yang ditetapkan dalam perencanaan. Untuk menilai prestasi masa lalu dan meletakkan tanggung jawab adanya penyimpangan yang terjadi, salah satu bentuk pengendalian yang dapat dilakukan ialah dengan mengadakan pengendalian internal yang merupakan aktivitas penilaian independent yang ada di dalam organisasi perusahaan. Tujuannya adalah untuk mereview dan menyelenggarakan pengawasan manajemen yang efektif dan cukup memadai atas pencatatan akutansi, keuangan, produksi dan kegiatan lainnya di dalam perusahan. Milton Usry dkk (2005:6) mengemukakan Pengendalian : Pengendalian merupakan usaha sistematis perusahaan untuk mencapai tujuan dengan membandingkan prestasi kerja dengan rencana dan membuat tindakan yang tepat untuk mengoreksi perbedaan yang penting. Supriyono (1999:8) mendefinisikan bahwa pengendalian adalah : proses untuk memeriksa kembali, menilai dan memonitor laporan-laporan apakah pelaksanaan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan. Pengendalian sebagai alat pengawasan kerja, dimana anggaran juga meliputi bidang pengendalian sebagai alat pengawasan kerja, dimana biaya standar berfungsi sebagai alat pembanding untuk mengevaluasi realisasi kegiatan perusahaan. Dari perbandingan tersebut dapat pula diketahui sebab penyimpangan antara biaya standar dan biaya aktual yang terjadi, hingga dapat pula diketahui kelemahannya dan kekuatan yang dimiliki perusahaan. Hal ini dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan yang sangat berguna untuk menyusun anggaran selanjutnya secara lebih matang dan lebih akurat. 2.2 Biaya 2.2.1 Definisi Biaya Menurut Mulyadi (2000:8) Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu, ada 4 unsur pokok dalam definisi biaya tersebut diatas : a. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. b. Diukur dalam satuan uang. c. Yang telah terjadi atau yang akan secara potensial akan terjadi. d. Pengorbana tersebut untuk tujuan tertentu 126
Dalam arti sempit biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva, untuk membedakan biaya dalam arti luas. Pengorbanan sumber ekanomi untuk memperoleh aktiva ini disebut dengan istilah cost 2.2.2 Penggolongan Biaya Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut. Karena dalam akuntansi biaya dikenal konsep “Different costs for different purpose” Menurut Mulyadi (2000:14-17) biaya dapat digolongkan menurut : 2.2.2.1 Penggolongan Biaya Menurut Objek Pengeluaran : Dalam cara penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah bahan bakar maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut biaya bahan bakar. 2.2.2.2 Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok Dalam Perusahaan : Dalam perusahaan manufaktur ada tiga fungsi pokok yaitu: a. Biaya Produksi : Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi bahan jadi yang siap untuk dijual. Contoh : biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya penyusutan. b. Biaya pemasaran : merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contoh : biaya iklan, biaya promosi dan biaya angkut ke konsumen c. Biaya administrasi dan umum : merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh : biaya gaji bagian keuangan dan biaya gaji bagian HRD. 2.2.2.3 Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya Dengan Sesuatu yang Dibiayai: Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen. Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai dikelompokan menjadi dua golongan : a. Biaya langsung (Direct cost) adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satusatunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. b. Biaya tidak langsung (Indirect cost) adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead cost) 2.2.2.4 Penggolongan Biaya Menurut Prilakunya Dalam Hubungannya dengan Perubahan Volume Kegiatan Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya dapat digolongkan menjadi: a. Biaya Variable adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contohnya biaya bahan baku, biaya tenaga kerja. b. Biaya Semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semivariabel mengandung unsur biaya tetap dan biaya variable. c. Biaya Semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingakt volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada volume produksi tertentu. 127
d. Biaya Tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volume kegiatan tertentu. Contohnya biaya gaji direktur produksi. 2.2.2.5 Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua yaitu : a. Pengeluaran Modal (Capital Expenditures) adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender). Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai biaya aktiva dan dibebankan dengan cara didepresiasi, diamortisasi dan dideplesi. Contohnya pengeluaran pemebelian aktiva tetap, reparasi besar terhadap aktiva tetap, promosi besar-besaran, dan pengeluaran untuk riset dan pengembangan suatu produk. b. Pengeluaran Pendapatan (Revenue Expenditures) adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Contohnya adalah biaya iklan, biaya telex, dan biaya tenaga kerja. 2.2.3
Biaya Produksi Menurut Supriono (1999:19) biaya produksi merupakan semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi dapat digolongkan kedalam : a. Biaya bahan baku, adalah biaya harga perolehan bahan baku yang dipakai dalam pengolahan produk. b. Biaya tenaga kerja, adalah semua balas jasa yang diberikan perusahaan kepada semua karyawan. Biaya tenaga kerja dibagi menjadi dua, yaitu : 1). Biaya tenaga kerja langsung (direct labour), adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan. 2). Biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labour), adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan pada produk tertentu yang dihasilakn perusahaan. c. Biaya overhead pabrik (factory overhead cost), adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan tenaga kerja.
2.3 Biaya Standar 2.3.1 Definisi Biaya Standar Menurut Mulyadi (2000:415), Biaya standar adalah biaya yang ditentukan dimuka yang merupakan jumlah biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membuat satu satuan produk atau membiayai kegiatan tertentu, dibawah asumsi kondisi ekanomi, efesiensi, dan faktor lain tertentu. Kata-kata biaya yang seharusnya dikeluarkan mengandung arti bahwa biaya yang ditentukan di muka merupakan pedoman , di dalam pengeluaran biaya yang sesungguhnya . Jika biaya yang sesungguhnya menyimpang dari biaya standar, maka yang dianggap benar adalah biaya standar, sepanjang asumsi-asumsi yang mendasari penentuannya tidak berubah. Untuk.menentukan berapa biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk menghasilkan satu suatu produk atau untuk satu satuan jasa, harus diadakan penyelidikan dahulu mengenai kegiatan produksi atau penyerahan jasa yang paling efisien. 128
Sistem biaya standar merupakan suatu system akuntansi biaya yang mengolah informasi biaya sedemikian rupa sehingga manajemen dapat menditeksi kegiatankegiatan dalam perusahaan yang biayanya menyimpang dari biaya standar yang ditentukan. Sistem akuntansi biaya ini mencatat biaya yang seharusnya dikeluarkan dan biaya yang sesungguhnya terjadi, dan menyajikan perbandingan antara biaya standard dan biaya sesungguhnya serta menyajikan analisa penyimpangan biaya sesungguhnya dari biaya standar. 2.3.2 Manfaat Sistem Biaya Standar Dalam Pengendalian Biaya Menurut Mulyadi (2000:416) Sistem biaya standar dirancang untuk mengendalikan biaya. Biaya standar merupakan alat yang penting di dalam menilai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika biaya standar ditentukan dengan realitis, hal ini akan merangsang pelaksanaan dalam melaksanakan pekerjaannya dengan efektif, karena pelaksana telah mengetahui bagaimana pekerjaan seharusnya dilaksanakan, dan pada tingkat biaya berapa pekerjaan tersebut harus dilaksanakan. Sistem biaya standar memberikan pedoman kepada manajemen berapa biaya yang seharusnya untuk melaksanakan kegiatan tertentu sehinggga memungkinkan mereka melakukan pengurangan biaya dengan cara perbaikan metede produksi, pemilihan tenaga kerja, dan kegiatan lain. Menurut James D.Willson dkk (2000:244), manfaat biaya standar adalah : a. Dalam pengendalian 1) Standar memberikan suatu tolak ukur yang lebih baik mengenai prestasi pelaksanaan. 2) Memungkinkan dipergunakannya “prinsip pengecualian” dengan akibat penghematan waktu. 3) Memungkinkan biaya akuntansi yang ekonomis. 4) Memungkinkan pelaporan yang segera atas informasi pengendalian 5) Memungkinkan sebagai insentif bagi karyawan. b. Dalam penetapan harga jual 1) Tersedianya informasi biaya yang lebih baik sebagai dasar untuk menetapkan harga. 2) Menambah fleksibilitas pada jual. 3) Dapat dengan lebih segera menyediakan data penetapan harga. c. Dalam penilaian persediaan 1) Diperoleh suatu angka “biaya” yang lebih baik 2) Diperoleh kesederhanaan dalam penilaian persediaan. d. Dalam perencanaan anggaran 1) Penetapan biaya total standar dipermudah 2) Tersedianya alat untuk mengukur adanya penyimpangan prestasi kerja. Manfaat biaya standar bagi perusahaan adalah sebagai berikut : a. Menetapkan anggaran. b. Mengendalikan biaya dan motivasi serta mengukur efisien. c. Menyederhanakan prosedur penetapan biaya dan mempercepat laporan penyajian biaya. d. Membebankan biaya ke persediaan bahan, barang dalam proses, dan barang jadi. e. Memberikan dasar bagi penetapan tender dan kontrak serta harga jual.
129
2.3.3 Fungsi Biaya Standar a. Sebagai Alat Perencanaan. Perencanaan merupakan dasar utama dari seluruh fungsi manajemen. Oleh karena itu, peranan perencanaan akan menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan dengan cara paling menguntungkan, mengantisipasi perubahan yang akan dihadapi, serta mempermudah pengendalian kegiatan itu sendiri. Dengan adanya perencanaan maka keadaan di masa depan yang penuh ketidakpastian serta perubahan-perubahannya dapat diantisipasi atau dengan kata lain dapat dipersiapkan dengan sedini mungkin. Selain itu dengan perencanaan kita dapat menggerakkan pelaksanaan pada tujuan yang telah ditetapkan. b. Sebagai Alat Pengendalian. Pengendalian merupakan salah satu fungsi manajemen yang penting dalam pengelolaan organisasi. Pengendalian terlaksana melalui perbandingan secara periodik dengan yang dianggarkan. Tujuan pengendalian adalah memberikan informasi kepada manajemen untuk perbaikan tindakan di masa yang akan datang agar tujuan perusahaan secara keseluruhan dapat dicapai. Dari pengertian di atas pengendalian dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, dan mengoreksi bila perlu dengan tujuan supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana awal. Jadi tujuan utama pengendalian adalah mengusahakan apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Sebagai tindakan realisasi bagi tujuan tersebut maka pada tingkat awal pengendalian bertujuan supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan perintah yang diberikan dan untuk acuan pada waktu pelaksanaan direncanakan. Berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat dilakukan tindakan koreksi baik secara langsung maupun pada waktu-waktu yang akan datang. Fungsi biaya standar membantu perencanaan dan pengendalian operasi serta memberi gambaran yang lebih jelas mengenai dampak dari berbagai keputusan manajerial terhadap tingkat biaya dan laba. Menurut Usry dkk (2005:154) biaya standar digunakan untuk : 1) Menetapkan anggaran 2) Mengendalikan biaya, dan memotivasi serta mengukur efisiensi. 3) Memperbesar kemungkinan pengurangan biaya. 4) Menyederhanakan prosedur penetapan biaya dan mempercepat penyajian laporan biaya. 5) Membebankan biaya ke persediaan bahan, barang dalam proses dan barang jadi. 6) Memberikan dasar bagi penetapan tender dan kontrak serta menetapkan harga jual. Biaya standar merupakan alat yang penting dalam menilai pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya, jika biaya standar ditentukan dengan realities, hal ini akan merangsang pelaksanaan dalam melaksanakan pekerjaannya dengan efektif, karena pelaksana telah mengetahui bagaimana pekerjaan itu harus dilaksanakan, dan pada tingkat biaya berapa pekerjaan tersebut seharusnya dilaksanakan. Keefektifan pengendalian biaya sangat tergantung pada pengetahuan mengenai biaya yang diduga akan dikeluarkan. Menurut Usry dan Carter (2005:156) kalkulasi biaya standar didasarkan pada standar fisis, dimana dua diantaranya kerap 130
kali dibahas: standar dasar dan standar yang sedang berlaku. Standar dasar (basic standard) adalah tolak ukur yang digunakan sebagai patokan pembanding untuk prestasi kerja yang diharapkan dan yang sesungguhnya. Standar yang berlaku (current standard) terdiri dari 3 jenis : a) Standar aktual yang diharapkan adalah standar yang ditetapkan untuk suatu tingkat operasi dan efisiensi yang diharapkan akan terjadi. Standar ini merupakan estimasi yang cukup wajar atas hasil aktual. b) Standar normal adalah yang ditetapkan untuk suatu tingkat operasi dan efisiensi yang normal, yang dimaksudkan sebagai suatu tantangan yang dicapai. c) Standar teorities adalah standar yang ditetapkan untuk suatu tingkat operasi dan efisiensi yang ideal atau maksimum. Standar macam ini lebih merupakan sasaran dan bukan sebagai prestasi kerja yang harus dicapai pada saat ini. Biaya standar kesempurnaan merupakan biaya minimum yang dapat dicapai dalam kondisi operasi tertentu dengan menggunakan spesifikasi dan peralatan yang ada. Pada dasarnya standar direvisi sekali setahun yang berarti varians akan muncul karena kondisi berubah sepanjang tahun. 2.3.4 Kelemahan Biaya Standar Menurut Mulyadi (2000:417) kelemhan biaya standar : Tingkat keketatan atau kelonggaran standar tidak dapat dihitung dengan tepat. Meskipun telah ditetapkan dengan jelas jenis standar apa yang dibutuhkan oleh perusahaan, teteapi tidak ada jaminan bahwa standar telah ditetapkan dalam perusahaan secara keseluruhan dengan keketatan atau kelonggaran yang relative sama. Seringkali standar cenderung untuk menjadi kaku atau tidak fleksibel, meskipun dalam jangka waktu pendek. Keadaan produksi selalu mengalami perubahan, sedangkan perbaiakn standar jarang sekali dilakukan. Perubahan standar menimbulkap masalah persediaan. Sebagai contoh, suatu perubahan dalam harga bahan baku memerlukan penyesuaian terhadap persediaan, tidak saja persediaan bahan baku tetapi juga persediaan produks dalam proses dan produk jadi yang berisi bahan baku tersebut. Jika standar sering diperbaiaki, hal ini menyebabkan kurang efektif standar tersebut sebagai alat pengukur pelaksana. Tetapi jika tidak diadakan perbaikan standar, padahal telah terjadi perubahan yang berarti dalam produksi, maka akan terjadi pengukuran pelaksanaan yang tidak tepat dan tidak realistis. 2.3.5 Prosedur Penentuan Biaya Standar 2.3.5.1. Biaya bahan baku standar Biaya bahan baku standar terdiri dari : a. Masukan fisik yang diperlukan untuk memperoduksi sejumlah keluaran fisik tertentu atau lebih dikenal dengan nama kulaitas standar. Penentuan kuantitas standar bahan baku dimulai dari penetapan spesifikasi produk, baik mengenai ukuran, bentuk, warna, karakteristik pengolahan produk, maupun mutunya. Dari spesipfikasi ini kemudian dibuat kartu bahan baku yang bersisi spesifikasi dan jumlah tiap-tiap jenis bahan baku yang akan diolah menjadi produk selesai. Menurut Mulyadi (2000:419), kuantitas standar bahan baku dapat ditentukan dengan menggunakan 1) Penyelidikan teknis 2) Analisis catatan masa lalu dalam bentuk : 131
a. Menghitung rata-rata pemakaian bahan baku untuk produk atau pekerjaan yang sama dalam periode tertentu di masa lalu. b. Menghitung rata-rata pemakaian bahan baku dalam pelaksanaan pekerjaan yang paling baik dan yang paling buruk di masa lalu. c. Menghitung rata-rata pemakaian bahan baku dalam pelaksanaan pekerjaan yang paling baik. b. Harga per satuan masukan fisik tersebut, atau disebut pula harga standar. Harga ini harus mencerminkan harga pasar yang berlaku, harga yang lampau atau harga yang akan datang. Dengan demikian harga standar lebih sukar ditentukan daripada menentukan standar kuantitas, karena standar harga dipengaruhi oleh faktor-faktor ekstern. Dengan harga standar ini memungkinkan untuk mengadakan pengawasan atas pembelian dan mengukur naik turunnya harga terhadap laba perusahaan. Untuk mencegah kuantitas standar bahan baku menjadi biaya bahan baku standar, maka perlu ditentukan harga standar bahan baku. Harga standar ini pada umumnya ditentukan dari daftar harga pemasok, katalog atau informasi yang sejenis dan informasi lain yang tersedia yang berhubungan dengan kemungkinan perubahan harga-harga tersebut, maka harga tersebut harus juga memperhitungkan biaya-biaya tersebut. Menurut Mulyadi (2000:420), mengemukakan harga yang dipakai sebagai standar dapat berupa : a. Harga yang diperkirakan akan berlaku di masa yang akan datang, biasanya untuk jangka waktu setahun. b.Harga yang berlaku pada saat penyusunan standar c. Harga yang diperkirakan akan merupakan harga normal dalam jangka panjang. Harga yang akan dipilih sebagian tergantung dari jenis fluktuasi harga yang diperkirakan dan tujuan penggunaan biaya standar tersebut. Jika fluktuasi harga cenderung berulang kali terjadi dan tidak dapat dipastikan mempunyai kecendrungan turun atau naik, maka harga normal yang tepat untuk situasi ini. Di lain pihak, jika arah perubahan harga di masa yang akan datang dapat diperkirakan dengan baik, maka harga yang tepat untuk adalah harga rata-rata dalam periode dimana biaya standar tersebut dipakai. Harga standar bahan baku digunakan untuk : a. Mengecek pelaksanaan pekerjaan Departemen Purchasing (pembelian). b. Mengukur akibat kenaikan atau penurunan harga terhadap laba perusahaan. 2.3.5.2 Biaya tenaga kerja standar Dalam standar upah ini, yang menjadi dasar penentuan standar adalah tingginya upah, atau tarip upah dan jam kerja. Upah standar merupakan harga upah yang dibayarkan kepada buruh dalam satu kesatuan waktu tertentu yang besarnya biasanya ditentukan dalam perjanjian kerja. Seperti halnya dengan biaya bahan baku standar, biaya tenaga kerja standar terdiri dari dua unsur yaitu jam tenaga kerja standar dan tarip upah standar.
132
Menurut Mulyadi (2000:421), syarat mutlak berlakunya jam tenaga kerja standar adalah : a. Tata letak pabrik (plant layout) yang efisien dengan peralatan yang modern sehingga dapat dilakukan produksi yang maksimum dengan biaya yang minimum. b. Pengembangan staf perencanaan produksi,routing,scheduling dan dispatching, agar supaya proses produksi lancar, tanpa terjadi penundaan dan kesimpangsiuran. c. Pembelian bahan baku direncanakan dengan baik, sehingga tersedia pada saat dibutuhkan untuk produksi. d. Standarisasi kerja karyawan dan metode-metode kerja dengan instruksi-instruksi dan latihan yang cukup bagi karyawan, sehingga proses produksi dapat dilaksanakan di bawah kondisi yang paling baik. Jam tenaga kerja standar dapat ditentukan dengan cara : a. Menghitung rata-rata jam kerja yang dikonsumsi dalam suatu pekerjaan dari kartu harga pokok periode lalu. b. Membuat test-run operasi produksi di bawah keadaan normal yang diharapkan. c. Mengadakan penyelidikan gerak dan waktu dari berbagai kerja karyawan dibawah keadaan nyata yang diharapkan. d. Mengadakan taksiran yang wajar, yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan operasi produksi dan produk. Penentuan tarip upah standar memerlukan pengetahuan mengenai kegiatan yang dijalankan, tingkat kecepatan tenaga kerja yang diperlukan dan rata-rata tarip upah per jam yang diperkirakan akan dibayar. Tarip upah standar dapat ditentukan atas dasar : a. Perjanjian dengan karyawan b. Data upah masa lalu. Yang dapat digunakan sebagai tarip upah standar adalah rata-rata hitung, rata-rata tertimbang atau median dari upah karyawan masa lalu. c. Perhitungan tarip upah dalam keadaan operasi normal. 2.3.5.3 Biaya overhead pabrik standar Biaya overhead pabrik disebut juga biaya produks tidak langsung adalah kumpulan dari semua biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Biaya Overhead variable. Adalah biaya overhead pabrik yang jumlah totalnya akan berubah sebanding dengan perubhan volume kegiatan. Contohnya : biaya bahan penolong b. Biaya overhead pabrik tetap, adalah biaya overhead pabrik yang totalnya (dalam kisaran tertentu) tidak berubah walaupun terjadi perubahan volume kegiatan. Contohnya : Pajak bumi dan bangunan, biaya penyusutan aktiva tetap, dan biaya sewa gedung pabrik. c. Biaya Overhead pabrik campuran, dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu : 1. overhead pabrik semivariable, contohnya biaya listrik pabrik dan biaya telepon pabrik. 2. Biaya overhead bertahap, contohnya gaji supervisor dan gaji inspektur Tarif biaya overhead standar dihitung dengan membagi jumlah biaya overhead yang dianggarkan pada kapasitas normal dengan kapasitas normal. Manfaat utama 133
tarif overhead standar ini, yang meliputi unsur biaya overhead pabrik variabel dan tetap, adalah untuk penentuan harga pokok produk dan perencanaan. Agar supaya tarif overhead standar ini dapat bermanfaat untuk mengendalikan biaya, maka tarif ini harus dipisahkan kedalam tetap dan variable. Untuk mengendalikan biaya overhead pabrik dalam system biaya standar, perlu dibuat anggaran fleksibel, yaitu anggaran biaya untuk beberapa kisaran kapasitas. Ada perbedaan pokok antara tarif biaya overhead standar untuk penentuan harga pokok produk dengan tarif biaya standar untuk pembuatan anggaran fleksibel. Tarif biaya overhead standar menggabungkan biaya tetap dan variable dalam satu tarif yang didasarkan pada tingkat kegiatan tertentu. Sebagi akibatnya dalam tarif biaya overhead pabrik ini semua biaya overhead pabrik diperlukan sebagai biaya variable. Dilain pihak anggaran fleksibel memisahkan faktor-faktor biaya tetap dan variable, dan memperlakukan biaya overhead tetap sebagai biaya yang jumlah totalnya tetap dalam volume tertentu. 2.3.6. Analisis penyimpangan biaya sesungguhnya dari biaya standar Penyimpangan biaya sesungguhnya dari biaya standar disebut dengan selisih (varians). Selisih biaya sesunguhnya dengan biaya standar dianalisis. Kemudian dari analisis ini diselidiki penyebab terjadinya untuk selanjutnya dicari jalan guna mengatasi terjadinya selisih yang merugikan. Analisis selisih biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung berbeda dangan analisis biaya overhead pabrik. Dalam biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung hanya dikenal 2 macam kapasitas, yaitu kapasitas normal dan kapasitas sesungguhnya. Sedangkan dalam analisis selisih biaya overhead pabrik dikenal 3 macam kapastitas, yaitu kapasitas normal, kapasitas sesungguhnya, dan kapastitas standar. Definisi selisih harga dan selisih efisiensi menurut Horngren dan Foster (2005:274) adalah sebagai berikut : Definisi selisih harga : Adalah perbedaan harga per unit sesungguhnya dan harga per unit yang dianggarkan dikalikan kuantitas barang atau jasa sesungguhnya dalam kasus yang bersangkutan (misalnya, dibeli atau digunakan). Definisi selisih efisiensi : Adalah perbedaan antara kuantitas masukan sesungguhnya yang digunakan (misalnya kilogram bahan) dan kuantitas masukan yang seharusnya digunakan. Menurut Mulyadi (2000:424), dalam menghitung selisih antara biaya standar dengan biaya yang sesungguhnya terjadi, terdapat 3 selish yang umum dihitung yaitu : a. Selisih biaya bahan baku Varians bahan baku adalah selisih yang timbul akibat biaya bahan baku standar tidak sama dengan biaya bahan sesungguhnya. Varians bahan baku terdiri dari dua bagian yaitu : 1) Selisih harga pemakaian bahan Dapat terjadi jika terdapat selisih harga bahan baku yang digunakan, misalnya selisih terjadi karena adanya kenaikan harga bahan baku. Selisih harga pemakaian bahan dapat dihitung dengan rumus : Selisih harga = (Hst – Hs) x Kuantitas sesungguhnya Keterangan : Hst = Harga standar Hs = Harga sesungguhnya 134
2) selisih kuantitas pemakaian bahan Dapat terjadi jika terdapat selisih kuantitas bahan baku yang digunakan. Varians kuantitas pemakaian bahan dapat dihitung dengan rumus: Selisih kuantitas = (Kst – Ks) x Harga standar Keterangan : Kst = Kuantitas standar Ks = Kuantitas sesungguhnya Jika selisih antara biaya sesungguhnya dengan standar diperoleh ke dalam selisih harga atau selisih kuantitas, maka keseluruhan selisih tersebut disebut selisih total. Selisih total dapat dihitung dengan rumus : Selisih Total = (Hst x Kst) – (Hs x Ks) Menurut Mulyadi (2000:459), jurnal untuk mencatat selisih biaya bahan baku adalah : BDP-biaya bahan baku xxx Selisih kuantitas/harga bahan baku xxx Selisih kuantitas/harga bahan baku xxx Persediaan bahan baku xxx b. Selisih biaya tenaga kerja Selisih biaya tenaga kerja adalah selisih yang timbul akibat biaya tenaga kerja standar tidak sama dengan biaya tenaga kerja sesungguhnya. Selisih biaya tenaga kerja terdiri dari dua bagian yaitu : 1) Selisih biaya tenaga kerja tarip (upah) Standar upah biasanya didasarkan atas dasar perjanjian antara karyawan dengan perusahaan. Maka varians biaya tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus : Selisih tarip = (Tust – Tus) x Jam kerja standar Keterangan : Tust = Tarif upah standar Tus = tarif upah sesungguhnya 2) Selisih biaya tenaga kerja efisiensi (waktu atau pemakaian) Penetapan standar waktu memerlukan telaah yang terinci sehubungan dengan operasi pabrikasi standar yang dibuat. selisih efisiensi dapat dihitung dengan rumus : Selish efisiensi = (Jkst – Jks) x Tust Keterangan : Jkst = Jam kerja standar Jks = Jam kerja sesungguhnya Menurut Mulyadi (2000:453), jurnal untuk mencatat selisih biaya tenaga kerja langsung jika merugikan adalah : Selisih tarif upah xxx Selisih efisiensi upah xxx BDP-biaya tenaga kerja xxx c. Selisih overhead pabrik Selisih overhead pabrik adalah selisih yang timbul akibat biaya overhead standar tidak sama dengan biaya overhead aktual. Bentuk analisis biaya overhead ada 4 bentuk yaitu : 1) Model satu selisih
135
Dalam model ini, selisih biaya overhead dihitung dengan cara mengurang biaya overhead pabrik dengan tarip standar pada kapasitas standar dengan biaya overhead sesungguhnya. 2) Model dua selisih Dalam model ini selisih biaya overhead pabrik pada model satu dipecah menjadi 2 macam selisih : a. Selisih terkendali, yaitu perbedaan biaya overhead sesungguhnya dengan biaya overhead standar. b. Selisih volume, yaitu perbedaan antara biaya overhead yang digunakan pada jam standar dengan biaya overhead yang dibebankan pada produk. 3) Model tiga selisih Dalam model ini, selisih biaya overhead pabrik dipecah menjadi 3 selisih yaitu, (1) selisih pengeluaran: (2) selisih kapasitas dan (3) selisih efisiensi. 4) Model empat selisih Merupakan perbandingan antara selisih pengeluaran, selisih kapasitas, selisih efisiensi variable dan selisih efisiensi tetap. Menurut Mulyadi (2000:491), jurnal untuk mencatat selisih biaya overhead yang merugikan adalah : Selisih BOP xxx BOP sesungguhnya xxx Dari keseluruhan model analisis selisih (varians) biaya, jika biaya aktual melebihi biaya standar maka varians biaya disebut varians yang tidak menguntungkan “unfavorable” karena kelebihan ini akan mengurangi laba. Sebaliknya jika biaya standar melebihi biaya aktual, maka varians biayanya disebut varians menguntungkan “favorable” karena hal ini akan memperbesar laba. METODE PENELITIAN 3.1 . Kerangka Pemikiran Terdapat beberapa teknik evaluasi biaya standar yang tersedia namun pada penelitian yang dilakukan penulis hanya akan menggunakan metode horizontal yang paling sering digunakan dan lebih sederhana yaitu dengan cara membandingkan biaya standar periode 2009 dengan actual 2010. Hasil evaluasi dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terkait penggunaan biaya standar sebagai alat perencanaan dan pengendalian biaya produksi.
136
Dari uraian diatas dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut : Biaya Standar (Bahan baku, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik)
Evaluasi Data (Metode horizontal)
Hasil evaluasi (informasi/rekomendasi)
Penetapan biaya standar sebagai alat perencanaan dan pengendalian biaya produksi 3.2
Hipotesa Diduga biaya standar yang ditetapkan oleh PT Toa Galindra Electronics dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian biaya produksi.
3.3
Asumsi Penulis berasumsi bahwa penelitian ini dilakukan dalam kondisi normal dan tidak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi ekstrem.
3.4 Teknik pengumpulan data Dalam melakukan penelitian ini diperlukan data dan informasi untuk menyusun skripsi yang diperoleh melalui serangkaian pilihan yang mencakup : 1. Studi kepustakaan Dimaksudkan untuk memperoleh data skunder yang menunjang data primer yang didapat dari penelitian lapangan dengan cara membaca dan mempelajari teori yang ada dalam buku akuntansi seperti diperpustakaan dan toko buku. 2. Studi lapangan : Melihat dan mengumpulkan data yang diperlukan sebagai data primer, dalam penelitian ini, hal yang dilakukan adalah : a. Meminta data terkait sejarah dan gambaran umum perusahaan. b.Meminta dokumentasi terkait penelitian yaitu mengenai biaya standar. 3.5. Teknik analisa data Peranan biaya standar sebagai tolak ukur efiseinsi biaya produksi dapat di analisa dengan cara melakukan analisa selisih. Analisa selisih adalah
137
membandingkan antara biaya standar yang telah ditetapkan sebelumnya dengan biaya actual (biaya yang sesungguhnya terjadi). Dalam menganalisa selisih atau varians, penulis melakukan analisa dengan menggunakan analisa horizontal yaitu membandingkan antara biaya standar yang telah ditetapkan sebelumnya dengan biaya actual/biaya sesungguhnya terjadi. Dalam analisis ini nantinya akan timbul selisih, baik yang menguntungkan ataupun yang merugikan. Jika standar lebih besar dari actual maka selisihnya disebut selisih unfavorable atau selisih tidak menguntungkan. Sedangkan, jika biaya standar lebih kecil dari biaya yang sesungguhnya terjadi disebut selisih favorable atau selisih menguntungkan. Selisih dapat dihitung berdasarkan pada 3 (tiga) analisis yaitu : a. Analisis selisih biaya bahan baku b. Analisa selisih biaya tenaga kerja langsung (upah) c. Analisa selisih biaya overhead pabrik 3.6.
Lokasi dan waktu penelitian Lokasi penelitian : Dalam pengambilan data, penulis melakukan penelitian terhadap PT Toa Galindra Electronics yang berlokasi di BIIE Blok C2, Kav 7-9 Cikarang Lemahabang, Bekasi. Waktu penelitian : Waktu yang diperlukan dalam melakukan penelitian kurang lebih dua bulan dan pelaksanaannya dilakukan pada bulan Januari 2012 (sesuai kebutuhan penulis).
4. PEMBAHASAN 4.1 Objek Penelitian 4.1.1 Sejarah Perusahaan PT TOA GALINDRA ELECTRONICS adalah anak perusahaan dari beberapa perusahaan yang tergabung dalam GALVA Group. PT TOA GALINDRA ELECTRONICS didirikan pada tanggal 02 Juni 2007 di Jakarta, berdasarkan ijin usaha industry nomor W29-01399 HT 01.01. tahun 2007. Status perusahaan adalah Penanaman Modal Asing (PMA) yang disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.C2-650.HT.01.01 tahun 2007. Kantor pusat dan lokasi pabrik PT TOA GALINDRA ELECTRONICS saat ini beralamat di Bekasi International Industrial Estate Blok C2, Kav. 7-9, Cikarang Selatan- Bekasi, Jawa Barat. PT TOA GALINDRA ELECTRONICS melakukan kegiatan usaha dalam bidang industry assembly/manufacturing elektronika. Jenis produksinya adalah dalam bentuk Amplifier dan sound communication system. Selain pasar dalam negeri, produk PT TOA GALINDRA ELECTRONICS telah menyebar ke seluruh dunia. Saat ini kapasitas produksi PT TOA GALINDRA ELECTRONICS mencapai kurang lebih 40.000 (empat puluh ribu) pcs setiap bulannya. Untuk penjualan produknya PT TOA GALINDRA ELECTRONICS hanya mendistribusikan kepada anak perusahaan dalam satu group, penjualan untuk eksport adalah melalui PT Toa Galva Industries dan untuk penjualan lokalnya melalui PT Toa Galva Prima Karya 138
Berdasarkan posisi perusahaan saat ini, perusahaan menghadapi masa depan dan prospek bisnis yang cerah dengan sumber daya yang dimilikinya, perusahaan memiliki deklarasi yaitu mengejar spesialis tingkat tinggi untuk mencapai standar profesional dengan penelitian pasar secara menyeluruh serta pengembangan produk baru secara kreatif bermaksud menjadikan perusahaan bertaraf internasional yang memberikan sumbangan kepada masyarakat melalui Sound Communication Product. PT TOA GALINDRA ELECTRONICS terus berjuang untuk meningkatkan kualitas mutu produk dan memenuhi permintaan pelanggan. Sehingga, diperlukan perencanaan dan pengendalian biaya produksi yang optimal untuk menjaga kualitas mutu produk dan memenuhi permintaan pelanggan. 4.1.2 Struktur Organisasi Organisasi merupakan suatu kelompok dimana anggota-anggotanya saling terkait satu dengan yang lainnya dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Apabila suatu perusahaan berkembang menjadi semakian besar maka persoalan-persoalan yang berkaitan dengan organisasi menjadi semakin sulit dan kompleks. Dalam pelaksanaan kegiatan di suatu organisasi diperlukan adanya suatu susunan/struktur dari organisasi itu sendiri. Adapun yang dimaksud dengan struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab, hubungan antara pimpinan dengan bagian-bagian yang ada dalam organisasi, serta hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Suatu organisasi yang baik dapat terlihat dari strukturnya, yaitu kerjasama antara pegawai yang satu dengan yang lain, kerjasama antara atasan dan bawahan. Agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik, maka pendelegasian wewenang dan pembagian tugas dari pimpinan harus jelas dan tegas. Selain itu dalam organisasi harus dibentuk saluran komunikasi yang baik sehingga setiap pegawai dapat mengetahui dari siapa ia akan menerima perintah dan kepada siapa akan mempertanggungjawabkan pekerjaannya. Maka, jelaslah bahwa organisasi pada hakekatnya adalah wadah untuk bekerjasama bagi orang-orang atau kelompok dimana masing-masing terikat dalam hubungan yang sifatnya formil guna mencapai tujuan dari apa yang direncanakan. Struktur organisasi digambarkan pada gambar
139
Kabag. Umum/Personalia
President Director
Director
Kabag. Keuangan Akunting
&
Kabag. PPC Pembelian
&
Kabag. Gudang
Kabag. Produksi
Kabag. Pengembangan
Kabag. QA & ISO/MR Sumber PT Toa Galindra Electronics
Presiden Direktur merupakan susunan tertinggi dalam struktur organisasi perusahaan. PT TOA GALINDRA ELECTRONICS. President Director berhak dan berwenang serta bertindak untuk dan atas nama direksi serta mewakili perusahaan. Kendali perusahaan PT TOA GALINDRA ELECTRONICS dipegang oleh Director yang dibantu oleh beberapa kepala bagian. 1. Director merupakan pimpinan perusahaan yang memiliki tugas,wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut : a. Bertanggung jawab dan memimpin bisnis dari perusahaan b. Menetapkan target penjualan c. Menetapkan rencana anggaran dan biaya 2. Kepala bagian PPC dan Pembelian Tujuannya adalah untuk mengatur, mengkoordinasi dan mengontrol seluruh kegiatan di bidangnya agar dapat berjalan dengan lancar. Ruang lingkup kepala bagian Procurement adalah perencanaan serta pengadaan material. Tugas dan tanggungjawab kepala bagian Procurement : 140
a. Memastikan perencanaan dan pembelian berjalan sesuai dengan prosedur yang ada. b. Melakukan penilaian kondite (evaluasi) terhadap seluruh supplier c. Mencari supplier-supplier baru dalam rangka cost down. d. Melakukan audit supplier baru (bilamana diperlukan) e. Mengevaluasi dan menganalisa setiap kasus ketidakcapaian stock optimal untuk perbaikan f. Mengembangkan kemampuan bawahannya agar lebih efisien dalam melaksanakan tugasnya. Kepala bagian Procurement membawahi bagian Planning dan Purchasing 3. Kepala bagian Pengembangan (R&D) Tujuannya adalah memimpin bagian Pengembangan agar dapat berfungsi dengan optimal dalam merancang produk yang memenuhi permintaan pelanggan dan layak diproduksi dengan proses produksi yang efisien dan pengoperasian sarana produksi yang tepat. Ruang lingkupnya adalah rancangan amplifier dan microphone, pembuatan petunjuk kerja proses produksi (PJK), Tugas dan tanggung jawab kepala bagian Pengembangan adalah sebagai berikut : a. Menyiapkan dan memeriksa kelayakan rancangan Amplifier dan Microphone berdasarkan spesifikasi pelanggan b. Bekerjasama dengan bagian pembelian dalam hal material baik untuk pembuatan sample amplifier dan microphone maupun untuk Bill of Material c. Bekerjasama dengan bagian pembelian dan QA dalam hal Approved supplier terutama dalam segi teknis d. Menyiapkan dan memeriksa persiapan proses produksi untuk model baru. e. Bekerjasama dengan bagian QA dalam segi teknis untuk perbaikan f. Mengembangkan peralatan kerja laboratorium test elektrik & produksi agar semakin efisien dan maju dalam teknologinya g. Memastikan program kalibrasi semua alat ukur yang digunakan untuk memeriksa dan mengukur produk dilaksanakan. 4. Kepala bagian QC dan ISO/MR Tujuannya agar pengelolaan pengawasan mutu bahan,prosedur tingkat proses produksi dan mutu barang jadi sesuai standar spesifikasi yang telah ditetapkan serta mengusahakan pencegahan kegagalan dan berorientasi kepada pengembangan mutu. Ruang lingkupnya adalah berhubungan dengan supplier (dalam hal material), proses produksi dan kepuasan pelanggan (produk jadi). Tugas dan tanggung jawab adalah sebagai berikut : a. Mengkoordinasi pelaksanaan pengawasan mutu bahan, prosedur proses produksi dan mutu barang jadi sesuai dengan standar spesifikasi yang telah ditetapkan. b. Mengevaluasi dan menganalisa penyebab kegagalan serta mengusahakan pencegahan untuk memperbaiki proses selanjutnya yang lebih efisien dan meningkatkan mutu. c. Bekerjasama dengan Purchasing membuat penilaian tingkat mutu bahan dari pemasok. d. Bekerjasama dengan bagian gudang dan produksi melayani dan menanggapi pengaduan dari customer. e. Mengawasi pembaharuan kalibrasi peralatan produksi secara berkala dengan mengacu kepada standar Internasional.
141
f. Mengkoordinir dan mengelola sistem manajemen mutu PT. Toa Galindra Electronics, sesuai dengan pedoman yang tertera pada manual mutu dan manual prosedur. g. Memastikan berjalannya penerapan ISO 9001:2008 dan standar lain dalam operasional perusahaan h. Bersama departement terkait melakukan review dan pengembangan atas prosedurprosedur terkait i. Menetapkan dan memelihara sistem dan tindakan koreksi serta pencegahan untuk memastikan penanganan yang efektif dari sistem mutu j. Memastikan dokumentasi system mutu selalu actual 5. Kepala bagian Production (PROD) Tujuannya adalah mengatur seluruh aktivitas produksi secara efektif dan efisien. Ruang lingkup kepala bagian produksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan produksi. Tugas dan tanggung jawab : a. Memenuhi permintaan customer dengan cara berproduksi dengan hasil yang mengacu kepada standar kualitas tertentu, harga yang bersaing, dan delivery tepat waktu. b. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja Melakukan monitoring terhadap pelaksanaan prosedur produksi dalam upaya menghasilankan produk berkualitas c. Memastikan produksi berjalan sesuai schedule yang ditetapkan d. Merencanakan dan mengatur jalannya seluruh kegiatan produksi dengan mempertimbangkan faktor-faktor produktifitas dan efisiensi kerja seperti : tingkat output, penurunan reject, pemakaian operator serta pemakaian bahan yang optimal. e. Mengevalusi dan menganalisa ketidaksesuaian yang terjadi dan menindaklanjuti dengan tindakan perbaikan. f. Bekerjasama dengan seluruh departement terkait untuk merencanakan, membuat, melaksanakan serta mengevaluasi seluruh prosedur-prosedur kerja, dan standarisasi kerja dalam upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi kerja. g. Menciptakan terwujudnya ketenangan kerja dan disiplin h. Melakukan perbaikan terhadap perlatan kerja dan prosedur produksi 6. Kepala Bagian Gudang Tujuannya adalah untuk mengatur, mengkoordinasi dan mengontrol seluruh kegiatan di bidangnya agar dapat berjalan dengan lancar. Ruang lingkup kepala bagian Gudang adalah gudang (material & finished goods). Tugas dan tanggungjawab kepala bagian Gudang : a. Memastikan agar proses penggudangan, berjalan sesuai dengan prosedur yang ada. b. Mengevaluasi dan menganalisa setiap kasus ketidakcapaian stock optimal untuk perbaikan c. Memeriksa dan mengontrol Laporan Bulanan Material dan Finished Goods agar tidak ada tingkat penyimpangan. d. Memastikan stock material terkontrol pada titik aman e. Bertanggung jawab terhadap penerimaan dan pengeluaran barang f. Melakukan koordinasi dengan bagian Ekspedisi dalam pelaksanaan delivery barang 7.
Kepala bagian HRD Tujuannya adalah untuk menyediakan, memberikan pelayanan secara umum, mengembangkan sumber daya manusia yang handal dan mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan yang menunjang jalannya Perusahaan. 142
Ruang lingkupnya adalah berhubungan dengan sumber daya manusia, serta segala sarana dan prasarana untuk kepentingan perusahaan. Tugas dan tanggung jawab antara lain : a. Mempersiapkan Sumber Daya manusia (SDM) yang handal dan cakap b. Membuat sistem kerja administrasi yang praktis dan ekonomis dalam penggajian c. Menertibkan disiplin administrasi kepada seluruh bagian terkait d. Mengadakan pembinaan/pengarahan/pengembangan kepada seluruh karyawan untuk mencapai SDM yang produktif. e. Pemeliharaan gedung serta prasarana lainnya yang berada dilingkungan perusahaan. 8.
Kepala bagian Finance/Accounting (FIN/ACC) Tujuannya adalah untuk menganalisa data-data keuangan, mengatur cashflow serta hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan. Ruang lingkupnya adalah seluruh departemen Tugas dan tanggung jawab : a. Memonitor cashflow mingguan, satu bulan dan tiga bulan. b. Memonitor kondisi hutang dan piutang c. Memeriksa stock bahan baku dan bahan jadi setiap bulan d. Membuat Laporan Keuangan (neraca dan laporan rugi laba) untuk pimpinan perusahaan e. Membuat dan melakukan pelaporan pajak perusahaan f. Memastikan semua dokumen terdokumentasi dengan baik
Berdasarkan sifat dan jangka waktu pekerja yang ada, maka terdapat 2 (dua) status karyawan, yaitu : 1. Pekerja Tidak Tetap (Kontrak) Yaitu pekerja yang memiliki hubungan kerja berdasarkan kontrak kerja yang telah disepakati antara pekerja dan perusahaan. Kontrak awal dilakukan selama 6 (enam) bulan, setelah dilakukan evaluasi kerja, karyawan dapat diperpanjang atau diputus hubungan kerja dikarenakan hasil evaluasi kerja yang tidak baik. 2. Pekerja Tetap Yaitu pekerja yang memiliki hubungan kerja secara tetap untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Pekerja tetap akan mendapatkan gaji dan tunjangan-tunjangan yang lebih, jika dibandingkan dengan pekerja tidak tetap (kontrak), karena untuk karyawan yang berstatus pekerja tetap, perlakuannya diatur oleh undang-undang ketanaga kerjaan. PT Toa Galindra Electronics dalam pemembagi jam kerja hanya dalam satu shift bekerja dari pukul 07.00 – 15.45 dengan waktu istirahat selama empat puluh lima menit yang terbagi menjadi 2 (dua) yaitu istirahat pertama jam 09.30 – 09.45, serta istirahat kedua jam 12.00 – 12.30. Jam kerja tersebut, berlaku juga bagi karyawan staff administrasi maupun managemen. Dalam satu minggu terdapat 5 (lima) hari kerja, mulai hari Senin sampai dengan Jumat. Sehingga, jumlah hari kerja dalam seminggu adalah 5 (lima) hari kerja dengan jumlah jam kerja 8 (delapan) jam sehari atau dalam seminggu 40 (empat puluh) jam.
143
Fasilitas dalam hal jaminan sosial dan kesejahteraan karyawan yang diberikan perusahaan adalah dalam bentuk : 1. Sistem pengupahan yang diatur menurut status pekerja yakni : a. Gaji Pekerja Tetap, diperhitungkan 1 (satu) bulan gaji yang diberikan 1 (satu) kali sebulan. b. Gaji Pekerja Kontrak, diperhitungkan 1 (satu) bulan gaji yang diberikan 1 (satu) kali sebulan, kecuali bila habis kontrak, maka gaji diberikan pada waktu putus kontrak. 2. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa : a. Jaminan Kecelakaan Kerja b. Jaminan Kematian c. Jaminan Hari Tua 3. Jaminan Pemeriharaan Kesehatan diberikan kepada karyawan dengan budged/anggaran tertentu dalam satu tahun. Layanan kesehatan yang diberikan adalah: 1) Pemeriksaan kesehatan pada dokter 2) Perawatan di rumah sakit 3) Perawatan kelahiran 4) Perawatan kesehatan gigi. 5) Perawatan mata. 4. Alat Kerja, berupa pakaian kerja yang diberikan oleh perusahaan satu tahun sekali. 5. Jaminan makan dan minum karyawan. 6. Perusahaan juga menyediakan fasilitas antar jemput karyawan berupa bus dengan rute disesuaikan dengan tempat tinggal karyawan. 4.1.3 Jenis jenis usaha perusahaan Jenis usaha PT. Toa Galindra Electronics adalah : a. Amplifier b.Microphone 4.1.4 Sistem Produksi di PT Toa Galindra Electronics Sistem produksi PT Toa Galindra Electronics menggunakan system pesanan, yaitu produsk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan dan pesanan dari customer. Perencanaan produksi sangat penting untuk menentukan jenis produk yang harus dibuat, berapa banyaknya, dan sumber daya yang perlu digunakn untuk mengasilakan suatu produk. Pada PT Toa Galindra Electronics perencanaan produksi di buat oleh Departemen Production Planning Control (PPC). Setelah perencanaa dibuat, selanjutnya adalah barang diproses dalam proses produksi. 4.2 Pembahasan Biaya Standar merupakan biaya yang telah ditetapkan sebelumnya dengan seksama yang dinyatakan atas dasar per unit standar. Biaya standar terdiri dari biaya bahan baku standar, biaya tenaga kerja standar an biaya overhead pabrik standar. Agar biaya standar dapat bermanfaat dengan baik, maka proses penyusunan harus dilakukan dengan akurat. Berkaitan dengan biaya standar, diketahui PT Toa Galindra Electronics sebagai perusahaan manufaktur telah menggunakan biaya standar sebagia bagian pengelolaan biaya produksi.
144
Seperti yang telah disebutkan dimuka, bahwa fungsi biaya standar adalah sebagai alat perencanaan dan pegendalian. Sebagai alat perencanaan biaya produksi standar digunakan sebagai pedoman bagi pelaksanaan untuk menentukan biaya dan tanggung jawab pelaksana. Sebagai pengendali biaya produksi standar, maka biaya standar sebagai alat control perencanaan untuk menilai efisiensi biaya produksi. Untuk itu, bab ini akan berisi pembahasan mengenai analisa atas penentuan biaya produksi standar atas produk microphone pada PT Toa Galindra Electronics, dan peranan biaya produksi standar sebagai alat perencanaan dan pengendalian biaya produksi pada PT Toa Galindra Electronics. Penulis menggunakan data tahun 2009 sebagai dasar proses penyusunan biaya standar, kemudian menggunakan data tahun 2010 sebagai analisa atas peranan biaya produksi standar. 4.2.1 Penentuan Biaya Produksi Standar Atas Microphone. Proses penyusunan biaya produksi standar atas Microphone melibatkan beberapa bagian yaitu bagian produksi, pembelian, personalia dan keuangan. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa merekalah yang dapat memberikan informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penyusunan biaya produksi standar. Dalam penyusunan biaya produksi standar atas Microphone, PT Toa Galindra Electronics mengelompokannya menjadi tiga jenis biaya standar sesuai jenis biaya produksi, yaitu : 1. Biaya bahan baku Dalam menentukan biaya bahan baku standar atas produk microphone terdapat dua faktor utama yang dipertimbangkan olek manajemen, yaitu : a. Kuantitas bahan baku yang digunakan. Kuantias bahan baku yang dugunakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi biaya bahan baku. Penentuan kuantitas bahan baku standar didasarkan pada berapa banyaknya jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit Microphone. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa tahun 2009, PT Toa Galindra Electronics mempunyai budget produksi sebanyak 240.000 unit selama setahun atau 20.000 unit microphone dalam satu bulan. List of material Microphone sebagai berikut:
145
Tabel 1. PT Toa Galindra Electronics Standar Kuantitas Bahan Baku Produk Microphone untuk 20.000 unit Tahun 2009 Part Number
Nama bahan baku (komponen) Unit(pcs)
102-05-001
ZM-520 NECK RING
20.000
231-10-004
MIC UNIT IM-57 W/SHOCK PROFF
506-80-501-5B
DM-220 MIC ADAPTOR/ZM-420 MIC ADAPTOR (BESI)
508-02-002
DM-2001 MIC BODY
515-12-004
DM-2001 MAGNETIC SWITCH W/KNOB
521-25-003
DM-2001 MIC NET W/SPONGE
523-05-004
3P MIC SOCKET (GREY)
525-20-012-90
CABLE 0.12/7 (BLK) L=120 5-3
525-20-212-90
CABLE 0.12/7 (RED) L=120 5-3
525-20-613-80
CABLE 0.12/7 (BLUE) L=240 10 – 3
525-32-008-70
ZM-320/420/520 MIC CORD 1X20 /0.12MM, D=6.0 MM W/ PLUG , W/ CONNECTOR (L=7.5M)(UNIT)
532-01-515-80
ZM-420/520 OUTER CARTON W/PRINTING
532-02-515-1A
ZM-520 CARTON BOX W/PRINTING
532-21-012-00
DM-1100 AIR BUBLE PACKING
533-05-009-30
ZM-320 INSTRUCTION MANUAL
801-10-002-40
MIC HOLDER (for : ZM260, 320,420,520) (new) W/O screw
20.000
Total Kuantitas bahan baku
320.000
20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000
20.000 20.000 20.000 20.000
Sumber PT Toa Galindra Electronics
b.
Harga Bahan Baku Standar Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bagian akunting bahwa penetapan biaya standar bahan baku berbasis pada biaya sebenarnya yang terjadi pada tahun sebelumnya yang dicatat dengan menggunakan metode rata-rata.
146
Tabel 2. PT Toa Galindra electronics Standar Biaya Bahan Baku Produksi Microphone untuk 20.000 unit Tahun 2009 Part Number
Nama bahan baku (komponen)
Unit(pcs)
102-05-001
ZM-520 NECK RING
20.000
Unit (harga) 12.721,-
231-10-004
20.000
36.932,-
738.640.000,-
20.000
1.500,-
30.000.000,-
20.000
42.821,-
856.420.000,-
20.000
21.411,-
428.220.000,-
521-25-003
MIC UNIT IM-57 W/SHOCK PROFF DM-220 MIC ADAPTOR/ZM-420 MIC ADAPTOR (BESI) DM-2001 MIC BODY DM-2001 MAGNETIC SWITCH W/KNOB DM-2001 MIC NET W/SPONGE
20.000
36.675,-
733.500.000,-
523-05-004
3P MIC SOCKET (GREY)
20.000
3,.995,-
79.900.000,-
525-20-012-90
CABLE 0.12/7 (BLK) L=120 5-3
20.000
128,-
2.560.000,-
525-20-212-90
CABLE 0.12/7 (RED) L=120 5-3
20.000
128,-
2,560,000,-
525-20-613-80
CABLE 0.12/7 (BLUE) L=240 10 – 3 ZM-320/420/520 MIC CORD 1X20 /0.12MM, D=6.0 MM W/ PLUG , W/ CONNECTOR (L=7.5M)(UNIT) ZM-420/520 OUTER CARTON W/PRINTING
20.000
89,-
1,780,000,-
20.000
15.957,-
319.140.000,-
20.000
348,-
6.960.000,-
ZM-520 CARTON BOX W/PRINTING
20.000
2,600,-
52,000,000,-
DM-1100 AIR BUBLE PACKING
20.000
400,-
8,000,000,-
ZM-320 INSTRUCTION MANUAL MIC HOLDER (for : ZM260, 320,420,520) (new) W/O screw Total biaya bahan baku untuk 20.000 pcs
20.000
225 ,-
4,500,000,-
20.000
3.390,-
67.800.000,-
179.320,-
3.586.400.000,-
506-80-501-5B 508-02-002 515-12-004
525-32-008-70 532-01-515-80 532-02-5151A 532-21-012-00 533-05-009-30 801-10-002-40
Total 254.420.000,-
Sumber PT Toa Glindra Electronics
4.2.2. Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung Standar Biaya tenaga kerja langsung pada PT Toa Galindra Electroncs terdiri atas standar jam kerja dan standar tarif upah langsun untuk penetapan tariff upah, pihak manajemen menetapkan upa berdasarkan data tahun lalu yang diambil dari laporan akunting. Maka berdasarkan data yang diperoleh tahun 2009, PT Toa Galindra Electronics mempunyai budget produksi microphone sebanyak 240.000 unit selama setahun atau 20.000 unit dalam satu bulan, rata-rata penggunaan tenaga kerja adalah 9 (sembilan) orang tenaga kerja yang bekerja selama 8 jam. Berdasarkan jumlah tersebut, maka perhitungan anggaran biaya upah tahun 2009 untuk 20.000 unit adalah sebagai berikut total direct labour Rp. 1.509.063.892,- : 12 = Rp. 125.755.324,- /97 orang atau Rp.1.296.446,64- per tenaga kerja ditambah total Factory Food and Allowances sebesar Rp.163.704.000 : 12 = Rp. 13.642.000/97 orang atau Rp.140.639,17 per tenaga kerja, sehingga diperolah data sebagai berikut:
147
Tabel. 3 PT Toa Gaalindra Electronic Standar biaya tenaga kerja langsung untuk 20.000 unit Microphone Tahun 2009 No. 1
Keterangan
Nilai
Direct labour
11.668.020,-
2
Factory food and allowance
1.265.753,-
Anggaran upah tenaga kerja langsung untuk 20.000 unit (9 orang) Sumber PT Toa Galindra Electronics
12.933.773,-
Standar jam tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi 20.000 unit adalah : 9 org x 8 jam x 20 hari = 1.440 jam Anggaran biaya upah = Rp. 12.933.773,Standar biaya upah dapat dihitung sebagai berikut : - Tarif upah standar/pcs = Rp.12.933.773,-
= Rp.646,69/pcs 20.000 pcs - Tarif / Jam = Rp.12.933.773,= Rp.8.981,79/jam 1.440 jam Berdasarkan perhitungan jam standar dan tarip upah di atas maka standar biaya tenaga kerja langsung untuk membuat 20.000 unit Microphone adalah : Biaya upah standar = Jam TKL standar x Tarif upah standar = 1.440 x Rp8.981.78 = Rp.12.933.773-/20.000unit Maka upah per unitnya adalah = Rp.646.69/unit 4.2.3 Biaya Overhead Pabrik Standar Dalam penyusunan biaya overhead standar, berdasarkan informasi diketahui bahwa biaya overhead belum dialokasikan berdasarkan biaya overhead variabel dan biaya overhead tetap. Perhitungan biaya overhead pabrik standar yang ditetapkan oleh PT Toa Galindra Electronics untuk memproduksi microphone adalah sebesar 15,32% dari total overhead pabrik yang dianggarkan adalah = total COGS – (Direc labour + Factory Food and Allowances + direct materiall )= Rp.55.961.125.747,00 - ( Rp. 1.509.063.893,- + Rp. 163.704.000,- + Rp. 49.401.938.093 ) = Rp. 4.886.419.761 x 15,32 % = Rp. 748.599.608,00. Perhitungan untuk biaya overhead pabrik sebagai berikut :
148
Tabel. 4 PT Toa Galindra Electronics Standar Biaya Overhead Pabrik Microphone Tahun 2009 Biaya Overhead Pabrik
BOP standar dibebankan
yang
(15.32%) - Indirect Labor
84,135,125
- Handling cost
84,982,236
- Indirect materials
86,566,932
- Packing & Shipping
4,841,120
- Factory Energy
57,876,285
- Production Machine Maintenance
37,302,913
- Factory Building Maintenance
9,424,312
- Depreciation machine
66,907,997
- Depreciation tools
78,516,149
- Factory rental
96,627,874
- Duty
82,666,593
- Research & Product Development
58,396,699
- Others' factory overhead
355,271
748.599.508 Sumber PT Toa Galindra Electronics
Biaya Over head Pabrik untuk 20.000 unit adalah = Rp. 748.599.508,- : 12 = Rp. 62.383.292,Dari uraian diatas maka dapat dihitung untuk harga pokok produksi 20.000 unit microphone adalah: Tabel.5 PT Toa Galindra Electronics Standar Harga pokok produk untuk 20.000 unit Microphone Keterangan Standar Biaya Bahan baku ZM-520 NECK RING MIC UNIT IM-57 W/SHOCK PROFF DM-220 MIC ADAPTOR/ZM-420 MIC ADAPTOR (BESI) DM-2001 MIC BODY DM-2001 MAGNETIC SWITCH W/KNOB DM-2001 MIC NET W/SPONGE 3P MIC SOCKET (GREY) CABLE 0.12/7 (BLK) L=120 5-3 CABLE 0.12/7 (RED) L=120 5-3 CABLE 0.12/7 (BLUE) L=240 10 – 3 ZM-320/420/520 MIC CORD 1X20 /0.12MM, D= ZM-420/520 OUTER CARTON W/PRINTING ZM-520 CARTON BOX W/PRINTING DM-1100 AIR BUBLE PACKING ZM-320/420/520 INTRUCTION MANUAL
254,420,000 738,640,000 30,000,000 856,420,000 428,220,000 733,500,000 79,900,000 2,560,000 2,560,000 1,780,000 319,140,000 6,960,000 52,000,000 8,000,000 4,500,000
149
MIC HOLDER (for : ZM260,320,420,520) (ne Biaya Tenaga Kerja Langsung Direct labour Factory food and allowances Biaya Overhead Pabrik - Indirect Labor - Handling cost - Indirect materials - Packing & Shipping - Factory Energy - Production Machine Maintenance - Factory Building Maintenance - Depreciation machine - Depreciation tools - Factory rental - Duty - Research & Product Development - Others' factory overhead
67,800,000 11,668,020 1,265,753
7,011,260 7,081,853 7,213,911 403,427 4,823,024 3,108,576 785,359 5,575,666 6,543,012 8,052,323 6,888,883 4,866,392 29,606 3,661,717,065 Sumber PT Toa Galindra Electronics
4.2.4 Analisa Perbandingan Antara Biaya Produksi Standar dengan Biaya Produksi Aktual Dalam menganalisis selisih atau varians, penulis lakukan dengan membandingkan antara biaya standar yang telah ditetapkan sebelumnya dengan biaya aktual/biaya yang sesungguhnya terjadi. Dalam analisis ini nantinya akan timbul selisih, baik yang menguntungkan ataupun yang merugikan. Jika standar lebih besar dari aktual maka selisihnya disebut selisih “unfavorable” atau selisih tidak menguntungkan. Sedangkan, jika biaya strandar lebih kecil dari biaya yang sesungguhnya terjadi disebut selisih “favorable” atau selisih menguntungkan. Selisih dapat dihitung berdasarkan pada 3 analisis yaitu : a. Analisis Selisih Biaya Bahan Baku. Perhitungan dan analisa selisih biaya bahan baku tahun 2010 adalah sebagai beikut : Tabel. 6 PT Toa Galindra Electronics Selisih Biaya bahan baku standar dibandingkan dengan harga Aktual Tahun 2010 ZM-520 NECK RING
Harga standar 12,721
Harga aktual 11,635
MIC UNIT IM-57 W/SHOCK PROFF
36,932
DM-220 MIC ADAPTOR/ZM-420 MIC ADAPTOR (BESI)
Name of Material
Biaya Standar
Biaya aktual
Selisih
254,420,000
232,700,000
(21,720,000)
34,421
738,640,000
688,420,000
(50,220,000)
1,500
1,418
30,000,000
28,360,000
(1,640,000)
DM-2001 MIC BODY DM-2001 MAGNETIC SWITCH W/KNOB DM-2001 MIC NET W/SPONGE
42,821
39,694
856,420,000
793,880,000
(62,540,000)
21,411
19,913
428,220,000
398,260,000
(29,960,000)
36,675
33,547
733,500,000
670,940,000
(62,560,000)
3P MIC SOCKET (GREY)
3,995
1,229
79,900,000
24,580,000
(55,320,000)
CABLE 0.12/7 (BLK) L=120 5-3
128
128
2,560,000
2,560,000
0
CABLE 0.12/7 (RED) L=120 5-3
128
128
2,560,000
2,560,000
0
150
CABLE 0.12/7 (BLUE) L=240 10 - 3 ZM-320/420/520 MIC CORD 1X20 /0.12MM, D= ZM-420/520 OUTER CARTON W/PRINTING
89
89
1,780,000
1,780,000
0
15,957
18,422
319,140,000
368,440,000
49,300,000
348
366
6,960,000
7,320,000
360,000
ZM-520 CARTON BOX W/PRINTING
2,600
2,600
52,000,000
52,000,000
0
DM-1100 AIR BUBLE PACKING
400
400
8,000,000
8,000,000
0
225
246
4,500,000
4,920,000
420,000
3,390
1,950
67,800,000
39,000,000
(28,800,000)
179,320
166,186
3,586,400,000
3,323,720,000
(262,680,000)
ZM-320/420/520 INTRUCTION MANUAL MIC HOLDER (for : ZM260,320,420,520) (ne Total biaya 20.000 unit microphone
Sumber PT Toa Galindra Electronics
Tabel diatas menunjukkan perhitungan selisih harga dan selisih total antara biaya bahan baku standar dengan biaya bahan baku aktual. Berdasarkan table.5 selisih total menunjukkan menguntungkan (favorable) sebesar Rp.262.680.000. Selisih menguntungkan ini terjadi karena ada perbedaan antara harga standar dengan harga aktual. Hasil investigasi penulis menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan timbulnya selisih yang menguntungkan yang penulis sampaikan adalah adanya perbedaan kurs pada saat harga standar ditetapkan degan harga yang sesunggguhnya terjadi dan adanya penurunan harga pada biaya bahan baku. Perlakuan terhadap selisih bahan baku dijurnal sebagai berikut: BDP-biaya bahan baku Rp. 3.586.400.000,Selisih kuantitas/harga bahan baku Rp. 262.680.000,Persediaan bahan baku Rp. 3.323.720.000,b.Analisa Selisih biaya tenaga kerja (upah langsung) Perhitungan untuk upah tenaga kerja langsung aktual adalah = direct labour Rp. 1.986.542.733,- : 12 = Rp. 165.545.227,- /97 orang atau Rp.1.706.651,- per tenaga kerja ditambah total Factory Food and Allowances sebesar Rp.201.386.000 : 12 = Rp. 16.782.166,66/97orang atau Rp.173.012,- per tenaga kerja, sehingga diperolah data sebagai berikut: Tabel. 7 PT Toa Galindra Electronics Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung untuk 20.000 unit Tahun 2010 No.
Keterangan
Biaya standar
Biaya aktual
Selisih
1
Direct labour
11,668,020
15,359,866
3,691,846
2
Factory food and allowances
1,265,753
1,557,108
291,355
12,933,773
16,916,974
3,983,201
Total Sumber PT Toa Galindra Electronics
Berdasarkan tabel diatas dapat dihitung untuk selisih sebagai berikut : o Biaya upah langsung standar Jam tenaga kerja normal = 1.440 jam Produksi normal = 20.000 pcs Anggaran biaya upah = Rp.12.933.773,-
151
Jam TKL Standar
Tarif Upah Standar
Biaya Standar (Pcs)
1.440 Jam
Rp.8.981,79 per Jam
Rp.646,69 per pcs
o Biaya upah langsung aktual Jam tenaga kerja aktual Produksi aktual Biaya upah aktual
= = =
1.440 jam 20.000 pcs Rp.16.916.974,-
Jam TKL Aktual
Tarif Upah Aktual
Biaya Aktual ( Pcs )
1.440 Jam
Rp.11.747.90 per Jam
Rp.845,88 per pcs
o Analisa biaya tenaga kerja (upah langsung) 1). Selisih tarif upah Selisih tarip = (Tust – Tus) x Jam kerja standar Keterangan : Tust = Tarif upah standar Tus = tarif upah sesungguhnya Selisih tarif = (Rp.8.981,79 – Rp.11.747,90) x 1.440 = (Rp.3.983.198),-/20.000 unit Selisih tarif upah langsung menunjukkan selisih tidak menguntungkan (unfavorable) sebesar Rp.199,16/unit Hal ini dapat terjadi karena pada setiap tahunnya terjadi kenaikan upah pekerja dan tunjangan. Perlakuan terhadap selisih tarip upah dijurnal sebagai berikut: Selisih tarip upah Rp. 3,983,201 BDP-Biaya tenaga kerja Rp. 3,983,201 c. Analisa selisih biaya overhead pabrik Dalam menghitung analisis selisih pada biaya overhead pabrik, penulis hanya menggunakan perhitungan model satu selisih karena perusahaan tidak menerapkan variable costing yang memisahkan biaya overhead variabel dan biaya overhead tetap untuk biaya overhead pabrik, sehingga dari selisih yang terjadi tidak dapat dianalisis dengan menggunakan metode dua selisih, tiga selisih ataupun empat selisih yang biasanya digunakan untuk menghitung selisih yang terjadi dalam biaya overhead pabrik. Berikut adalah perhitungan selisih antara biaya overhead pabrik standar dengan baya overhead pabrik aktual.
152
Tabel.8 PT Toa Galindra Electronics Selisih Biaya Overhead Pabrik standar dengan Biaya overhead pabrik sesungguhnya Untuk 20.000 unit Microphone, Tahun 2010 Biaya Overhead Pabrik
BOP Standar
BOP Aktual
Selisih BOP
- Indirect Labor
7,011,260
7,395,608
384,348
- Handling cost
7,081,853
8,813,283
1,731,430
- Indirect materials
7,213,911
10,468,353
3,254,442
- Packing & Shipping
403,427
444,280
40,853
- Factory Energy
4,823,024
4,439,647
-383,377
- Production Machine Maintenance
3,108,576
2,845,115
-263,461
- Factory Building Maintenance
785,359
394,602
-390,757
- Depreciation machine
5,575,666
5,547,053
-28,613
- Depreciation tools
6,543,012
8,836,050
2,293,038
- Factory rental
8,052,323
6,989,115
-1,063,208
- Duty
6,888,883
8,684,489
1,795,606
- Research & Product Development - Others' factory overhead
4,866,392 29,606
3,483,819 20,427
-1,382,573 -9,179
68,361,841
5,978,549
62,383,292 Sumber PT Toa Galindra Electronics
Dalam model ini, selisih biaya overhead dihitung dengan cara mengurangi biaya overhead pabrik standar dengan biaya overhead sesungguhnya. Selisih total biaya overhead pabrik dapat dihitung dengan rumus : BOP aktual : Rp.68.361.841,BOP standar : Rp.62.383.292,Selisih BOP merugikan (unfavorable)
:
Rp. 5.978.549,-
Pada analisa biaya overhead pabrik di atas, selisih yang terjadi adalah selisih tidak menguntungkan “unfavorable” sebesar Rp.5.978.549,-./20.000 unit. Perlakuan terhadap selisih biaya overhead pabrik (BOP) merugikan ini di jurnal : Selisih BOP Rp. 5.978.549,Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp. 5.978.549,Dari data yang diperoleh maka selisih untuk harga pokok produk standar dengan harga pokok produk aktual adalah sebagai berikut :
153
Keterangan
Tabel.9 PT Toa Galindra Electronics Selisih Perhitungan Harga pokok produk Standar dengan Aktual Untuk 20.000 unit Microphone Selisih Standar Aktual Keterangan lebih/kurang
Biaya Bahan baku ZM-520 NECK RING MIC UNIT IM-57 W/SHOCK PROFF DM-220 MIC ADAPTOR/ZM-420 MIC ADAPTOR (BESI) DM-2001 MIC BODY DM-2001 MAGNETIC SWITCH W/KNOB DM-2001 MIC NET W/SPONGE 3P MIC SOCKET (GREY) CABLE 0.12/7 (BLK) L=120 5-3 CABLE 0.12/7 (RED) L=120 5-3 CABLE 0.12/7 (BLUE) L=240 10 - 3 ZM-320/420/520 MIC CORD 1X20 /0.12MM, D= ZM-420/520 OUTER CARTON W/PRINTING ZM-520 CARTON BOX W/PRINTING DM-1100 AIR BUBLE PACKING ZM-320/420/520 INTRUCTION MANUAL MIC HOLDER (for : ZM260,320,420,520) (ne Biaya Tenaga Kerja Langsung Direct labour Factory food and allowances Biaya Overhead Pabrik - Indirect Labor - Handling cost - Indirect materials - Packing & Shipping - Factory Energy - Production Machine Maintenance - Factory Building Maintenance - Depreciation machine - Depreciation tools - Factory rental - Duty - Research & Product Development - Others' factory overhead
254,420,000 738,640,000
232,700,000 688,420,000
(21,720,000) (50,220,000)
Irit Irit
30,000,000 856,420,000
28,360,000 793,880,000
(1,640,000) (62,540,000)
Irit Irit
428,220,000 733,500,000 79,900,000 2,560,000 2,560,000 1,780,000
398,260,000 670,940,000 24,580,000 2,560,000 2,560,000 1,780,000
(29,960,000) (62,560,000) (55,320,000) 0 0 0
Irit Irit Irit 0 0 0
319,140,000
368,440,000
49,300,000
Boros
6,960,000
7,320,000
360,000
Boros
52,000,000 8,000,000
52,000,000 8,000,000
0 0
0 0
4,500,000
4,920,000
420,000
Boros
67,800,000
39,000,000
(28,800,000)
Irit
11,668,020 1,265,753
15,359,866 1,557,108
3,691,846 291,355
Boros Boros
7,011,260 7,081,853 7,213,911 403,427 4,823,024 3,108,576 785,359 5,575,666 6,543,012 8,052,323 6,888,883 4,866,392 29,606 3,661,717,065
7,395,608 8,813,283 10,468,353 444,280 4,439,647 2,845,115 394,602 5,547,053 8,836,050 6,989,115 8,684,489 3,483,819 20,427 3,408,998,815
384,348 1,731,430 3,254,442 40,853 (383,377) (263,461) (390,757) (28,614) 2,293,038 (1,063,208) 1,795,607 (1,382,572) (9,179) (252,718,249)
Boros Boros Boros Boros Irit Irit Irit Irit Boros Irit Boros Irit Irit
Sumber PT Toa Galindra Electronics
Berdasarkan table.9 terdapat beberapa faktor yang menimbulkan selisih tidak menguntungkan antara lain : a. Biaya bahan baku : - Adanya kenaikan harga pada bahan baku Mic Cord sebesar Rp. 2.465,- per unit dikarenakan adanya kenaikan harga sehubungan dengan peningkatan kualita pada
154
produknya, untuk karton dan instruction manual ada kenaikan harga sehubungan adanya kenaikan harga yang diminta oleh pemasok. b. Tenaga kerja langsung : - Terjadinya kenailan pada upah dan tunjangan c. Biaya overhead pabrik : - Indirect labour Adanya kenaikan upah dan tunjangan (tenaga kerja tidak langsung) - Handling cost Tidak adanya standar perhitungan untuk bea masuk barang import - Indirect material adanya kenaikan harga pada bahan baku penolong - Depreciation tool adanya pembelian peralatan baru pada awal tahun sehingga ada penambahan untuk depresiasi perlengkapan. - Duty, biaya peizinan untuk tenaga kerja asing. Adapun faktor-faktor yang menguntungkan adalah : a. Biaya bahan baku. Untuk bahan baku sebagian besar adalah menguntungkan, karena adanya perbedaan kurs saat pembelian dilakukan, adanya potongan harga dan mengganti pemasok baru yang bisa memberikan harga lebih murah. b. Biaya overhead pabrik - Factory energy , adanya penghematan pada pemakaian listrik - Production Machine maintenance dan Factory building maintenance, perawatan mesin dan gedung dengan teratur sehingga adanya penghematan pada biaya perbaikan, sehingga biaya yang dikeluarkan hanya untuk perawatan rutin dengan biaya yang murah. - Factory rental, adanya perbedaan kurs saat pembayaran. Seperti telah disebutkan dimuka bahwa biaya standar mempunyai peranan sebagai alat perencanaan dan pengendalian atas biaya produksi. Sebagai perencanaan, berarti biaya produksi standar digunakan sebagai pedoman dan pelaporan masingmasing unit operasional PT Toa Galindra Electronics dalam kegiatan produksi produk Microphone. Sedangkan sebagai pengendalian berarti biaya produksi standar digunakan untuk melihat sejauh mana tingkat efisiensi pada biaya produksi atau besarnya pemborosan biaya produksi, yang kemudian manajemen dapat mengantisipasi terjadinya penyimpangan atau pemborosan biaya produksi tersebut dimasa yang akan datang. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pada PT Toa Galindra Electronics penulis berpendapat bahwa perusahaan telah memanfaatkan biaya standar sebagai standar yang telah ditetapkan dengan maksimal seperti : a. Standar yang telah ditetapkan dimanfaatkan untuk membantu dalam penyusunan anggaran, karena dapat digunakan untuk mengetahui apakah adanya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan produksi. b. Standar yang telah ditetapkan oleh peusahaan telah dimanfaatkan untuk membantu pengendalian biaya produksi, karena penyusunannya dimaksudkan sebagai tolak ukur penilaian terhadap pelaksanaan operasi dan kebijakan yang telah ditetapka dalam anggaran dijadikan pedoman oleh perusahaan untuk mengetahui besarnya biaya yang seharusnya dikeluarkan. c. Standar yang ditetapkan dapat dijadikan sebagai alat untuk memotivasi serta mengukur efisiensi, maksudnya agar hasil produski dapat dicapai sesuai yang diharapkan. d. Standar dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak manajemen perusahaan untuk mengetahui dan mengukur biaya-biaya yang berlebihan yang mingkin bisa
155
diketahui atau terjadi tanpa adanya standar yang mungkin merupakan suatu pemborosan bagi perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan pada PT Toa Galindra Electronics, mengenai biaya produksi penulis berpendapat bahwa pihak perusahaan telah mengendalikan biaya produksi walaupun tidak sesempurna yang diharapkan tetapi sejauh ini usaha yang dilakukan sudah cukup maksimal. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Pada bagian ini penulis mencoba menarik kesimpulan dari data yang sudah ditampilkan sebelumnya. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah : 1. Dari hasil perhitungan untuk 20.000 unit microphone biaya standar bahan baku Rp. 3.586.400.000,-, biaya standar tenaga kerja langsung Rp. 12.933.773 dan biaya overhead pabrik Rp.62.383.292,- sehingga didapat biaya produksi standar adalah Rp. 3.661.717.065 atau Rp. 183.085,85/unit sedangkan biaya aktualnya adalah biaya bahan baku Rp.3.323.720.000,-, biaya tenaga kerja langsung Rp. 16.916.974,- dan biaya overhead pabrik Rp. 68.361.841,- biaya produksi aktualnya adalah Rp.3.408.998.815,- atau Rp.170.449,94/unit. Maka dari hasil perhitungan jika dibandingkan dengan aktualnya dimana biaya standar sebesar Rp. 183.085,85/unit, sedangkan aktualnya sebesar Rp.170.449,94/unit, artinya biaya standar lebih besar 7% dibandingkan aktulnya, sehingga penulis menyatakan tingkat kesesuaian biaya standar yang telah ditetapkan oleh PT Toa Galindra Electronics sudah baik atau cukup sesuai. Adapun faktor penyebab selisih menguntungkan pada biaya bahan baku adalah adanya penggantian pada pemasok bahan baku dan adanya selisih kurs pada saat pembelian, sedangkan faktor yang merugikan pada biaya tenaga kerja langsung adalah adanya kenaikan UMR dan tunjangan lainnya, selisih merugikan pada overhead pabrik adalah adanya penyusutan pada mesin baru yang dibeli pada diawal tahun 2010. 2. Manfaat biaya standar yang ditetapkan oleh PT Toa Galindra Electronics bermanfaat untuk perbaikan kualitas dengan cara melaksanakan program-program sebagai berikut : a. Sebagai alat perencanaan yaitu : perusahaan menyusun anggaran yang dapat digunakan di masa yang akan datang yang diwujudkan dalam satuan mata uang, penyusunan tersebut digunakan untuk mengetahui apakah adanya penyimpanganpenyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaannya. b. Sebagai alat pelaksanaan yaitu : Standar yang ditetapkan oleh perusahaan telah dimanfaatkan dalam pengendalian biaya produksi karena penyusunannya dimaksudkan sebagai tolak ukur bagaimana pekerjaan seharusnya dilaksanakan dan pada tingkat biaya berapa pekerjaan tersebut seharusnya dilaksanakan. c. Sebagai alat pengawasan yaitu : Salah satu pelaksanaan pengawasan yang baik bagi perusahaan adalah membandingkan hasil pelaksanaan yang sesungguhnya dengan yang seharusnya terjadi. Biaya standar memberikan dasar untuk perbandingan tersebut. d. Sebagai alat tindaklanjut yaitu : Menindak lanjuti atas apa yang didapatkan selama proses produksi. Arti lainnya adalah mencapai tujuan dan menstandarisasikan proses atau belajar dari pengalaman untuk memulai lagi pada kondisi yang tepat.
156
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis mengajukan beberapa saran perbaikan yang diharapan dapat bermanfaat bagi perkembangan perusahaan di masa mendatang. 1. Biaya standar yang telah dilaksanakan dengan baik harus dipertahankan dengan mempertimbangkan dengan keadaan-keadaan dieksternal seperti kenaikan kurs, kenaikan upah tenaga kerja dan potongan harga pembelian. 2. Untuk perbaikan kualitas dimasa yang akan datang, maka manfaat dari biaya standar ini dipergunakan sebagai dasar untuk melaksanakan aktifitas sebelum proses produksi dimulai, dimana melaksanakan rapat terlebih dahulu dengan seluruh bagian yang terkait dengan aktifitas produksi. 3. Agar pelaksanaan produksi sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebaiknya prosedur kerja menggunakan job sheet production
157
DAFTAR PUSTAKA Abdul Halim, Dasar-dasar Akuntansi Biaya, Edisi Keempat, Cetakan Ketiga, BPFEUniversitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1999 Al. Haryono Jusup, Dasar-dasar Akuntansi, Edisi II, STIE YKPN, Yogyakarta, 1994 Carter and Usry, Akuntasi Biaya, Edisi XIII, Jakarta : Salemba Empat, 2005 Firdaus Ahmad Dunia Wasilah, Akuntansi Biaya, Edisi 2, Jakarta : Salemba Empat, 2009 Horngen, Foster, Akuntansi Biaya Suatu Pendekatan Manajerial, Edisi 10 jilid 1, Jakarta, Erlangga, 2000 Mas’ud Machfoedz, Akuntansi Manajemen, Buku Dua Jogyakarta: BPFE ,1989 Mulyadi, Akuntansi Biaya, Edisi 5 Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan YKPN, 2000 Supriyono, Akuntansi Biaya Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok, Edisi 2 Buku1, Yogyakarta : BPFE, 1999 Sudjana, Metode Statistika, Bandung, Tarsito, 2002 Usry, Hammer, Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1999 Willson, Cmpbell, Controllership Tugas Akuntansi Manajemen, Jakarta : Salemba Empat, 2000
158