Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor
ANALISIS KONDISI ATMOSFER TERKAIT HUJAN LEBAT DI WILAYAH PALANGKA RAYA (Studi Kasus Tanggal 11 November 2015) FAIZAL WEMPY *, KARINA HUSNA, WISHNU AGUM SWASTIKO Prodi Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jl. Perhubungan I No. 5, Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten 15221 Abstrak. Pada tanggal 11 November 2015, telah terjadi fenomena hujan lebat di wilayah Palangka Raya, Kalimantan Tengah yang terletak pada koordinat 20 12’ 36’’ LS dan 1130 55’ 12’’ BT. Curah hujan yang tercatat pada Stasiun Meteorologi Palangka Raya menunjukan bahwa curah hujan tersebut hampir mencapai 100 milimeter yang memberikan indikasi adanya gangguan cuaca signifikan yang terjadi. Fenomena hujan lebat tersebut menyebabkan beberapa wilayah di Palangka Raya terendam oleh banjir. Penelitian ini dilakukan untuk meninjau kondisi fisis atmosfer serta gangguan cuaca yang terjadi secara lokal untuk mengetahui penyebab dari fenomena tersebut. Analisis dari kejadian ini menggunakan data pengamatan sinoptik Stasiun Meteorologi Palangka Raya, data reanalysis Era-Interim dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF), serta beberapa data pendukung lainnya yang kemudian dianalisa secara deskriptif. Hasil identifikasi menunjukan bahwa fenomena hujan lebat yang terjadi pada tanggal 11 November 2015 dipengaruhi oleh beberapa faktor berupa tingginya nilai kelembaban di tiap lapisan terpilih, adanya daerah tekanan rendah, belokan angin, konvergensi pada lapisan bawah, serta adanya gerakan udara vertikal ke atas (Vertical Velocity) yang membawa massa udara lembab naik ke lapisan atas sehingga dapat memicu pertumbuhan awan-awan konvektif dan berpotensi menghasilkan cuaca buruk. Kata kunci : Hujan Lebat, Kelembaban , Konvergensi, Vertical Velocity Abstract. On November 11 2015, Palangka Raya, Central Borneo which is located on coordinate 20 12’ 36’’ S and 1130 55’ 12’’ E was struck by a heavy rain. The Meteorological Station Palangkaraya recorded the rainfall almost reached 100 millimeters which indicated the presence of the significant weather disturbance factor. This phenomenon of the heavy rain caused flood occurrence in some areas of Palangka Raya. This study is conducted to analyze the atmospheric physical condition and also the local pattern of weather disturbance causing the phenomenon in that region. The analysis of this event using synoptic observation data from Meteorological Station Palangka Raya, Era-Interim Reanalysis data from the European Centre for MediumRange Weather Forecasts (ECMWF), and also from some supporting data which will be descriptively analyzed. The identification result shows that the phenomenon of heavy rain occurred on November, 11th 2015 are affected by several factors such as the high value of relative humidity in each selected layers, the low-pressure areas, shear line, convergence in the lower layer, and the vertical velocity that brings the masses of moist *
email :
[email protected]
Kode Artikel: FINS-10 ISSN: 2477-0477
Faizal Wempy dkk. air rising to the upper layer so that trigger the growth of convective clouds and will be potentially produce the bad weather. Keywords: Heavy Rain, Relative Humidity, Convergence, Vertical Velocity
1. Pendahuluan Letak Indonesia yang berada pada 6° LU sampai dengan 11° LS, serta 95° BT hingga 141° BT menjadikan banyak cuaca signifikan yang terjadi. Indonesia merupakan wilayah dengan karakteristik cuaca dan iklim yang unik. Sebagai salah satu wilayah negara di daerah tropis, Indonesia berpotensi terjadinya cuaca ekstrem seperti hujan lebat. Kejadian hujan lebat dengan curah hujan tinggi yang berasal dari proses konvektif dapat berdampak pada terjadinya banjir di beberapa wilayah di Indonesia. Munurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika [1], hujan yang turun dengan intensitas lebih besar atau sama dengan 50 mm/hari dapat dikategorikan sebagai hujan lebat. Kejadian hujan lebat dengan intensitas >50 mm/hari dan/atau 20 mm/jam yang diakibatkan oleh fenomena konvektif dan lain-lain merupakan fenomena cuaca skala meso maupun skala lokal yang sering terjadi di wilayah Indonesia sehingga dapat dikategorikan fenomena cuaca ekstrem. Pada tanggal 11 November 2015, di kota Palangka Raya terjadi hujan lebat yang mengakibatkan banjir di beberapa titik. Sedangkan jika dilihat dari data sinoptik Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut Pangkaraya, curah hujan yang terukur hampir mencapai 100 mm. Kejadian hujan lebat merupakan salah satu bentuk cuaca ekstrem di mana kondisi parameter – parameter cuaca mendukung terjadinya cuaca signifikan tersebut. Parameter-parameter tersebut berupa kondisi angin, kelembaban dan suhu, apabila parameter-parameter tersebut berada pada kondisi yang mendukung terjadinya proses konveksi yang kuat maka akan membentuk awan konvektif yang dapat membentuk hujan dengan intensitas curah hujan yang besar [3]. Kondisi parameter cuaca yang signifikan serta gangguan cuaca yang terjadi sebelum terjadinya hujan lebat dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya hujan lebat tersebut. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui kondisi dinamika atmosfer saat terjadi hujan lebat di wilayah Palangka Raya dengan melakukan analisis terhadap parameter – parameter cuaca yang berkaitan dengan menginterpretasikan data reanalysis dan mengunakan data citra satelit Himawari-8 untuk mendukung pemahaman didalam melakukan analisis keadaan atmosfer saat hujan lebat terjadi.
153
Analisis Kondisi Atmosfer Terkait Hujan Lebat di Wilayah Palangka Raya
2. Data dan Metode Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data reanalysis Era-Interim dari European Centre for Medium-Range Weather Forecasts (ECMWF) dengan resolusi spasial 0,125°x0,125° yang diunduh melalui situs http://ecmwf.int, data pengamatan sinoptik Stasiun Meteorologi Palangka Raya tanggal 11 dan 12 November 2015 dengan koordinat 2° 12’ 36’’ LS dan 113° 55’ 12’’ BT, serta data citra satelit Himawari-8, dengan kanal IR Enhanced, Cloud Type, dan IR1 tanggal 11 November 2015 yang diperoleh dari BMKG. Data – data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan untuk diolah menggunakan perangkat lunak (Software) yang telah tersedia. Pengolahan data reanalysis ECMWF dalam memetakan kondisi regional pada saat kejadian hujan lebat dilakukan dengan menggunakan GrADS. Kemudian dengan mengintrepretasikan peta medan angin (Streamline), kelembaban udara (Relative Humidity), vertical velocity, nilai CAPE serta nilai vortisitas, dilakukan analisis untuk mengetahui kondisi atmosfer pada saat sebelum, waktu kejadian, dan setelah kejadian hujan lebat yang terjadi sehingga dapat diidentifikasi faktor yang memengaruhi kejadian hujan lebat di Palangka Raya, Kalimantan Tengah pada tanggal 11 November 2015. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Analisis Streamline Berdasarkan hasil pemetaan medan angin (streamline) pada lapisan 925 mb yang dihasilkan dari data reanalysis ECMWF menggambarkan adanya belokan angin yang terjadi di atas wilayah Palangka Raya pada jam 12.00 UTC hingga 00.00 UTC. Hal ini diindikasikan sebagai tempat mengumpulnya massa udara yang dapat mendukung pertumbuhan awan-awan konvektif di Palangka Raya.
Gambar 1. Peta medan angin (Streamline) lapisan 925 mb tanggal 11 dan 12 November 2015
154
Faizal Wempy dkk.
Berdasarkan gambar 1, terlihat bahwa adanya pertemuan antara angin dari timur laut dan dari arah tenggara sehingga menyebabkan terjadinya konvergensi di wilayah Palangka Raya. Terjadinya konvergensi pada lapisan bawah umumnya mendukung terbentuknya awan konvektif dan cenderung menyebabkan hujan lebat. Pola angin yang terjadi pada jam 18.00 UTC dengan kecepatan sebesar 4-6 m/s juga menggambarkan adanya belokan angin yang berasal dari timur laut sehingga terjadi pengumpulan massa udara yang dapat membentuk awan-awan konvektif pada jam tersebut. 3.2. Analisis Divergensi Kondisi (nilai) divergensi secara vertikal yang ditampilkan pada gambar 2. menjelaskan adanya perbedaan pada saat sebelum, waktu kejadian, dan setelah kejadian hujan lebat yang terjadi di Palangka Raya. Pada lapisan 1000-850 mb, nilai divergensi di wilayah Palangka Raya sebelum kejadian berkisar antara −5 𝑥 10'( /𝑠 hingga −10'+ /𝑠, saat kejadian hujan lebat nilai divergensi berkisar antara −15 𝑥 10'( /𝑠 hingga > −20 𝑥 10'( /𝑠. Nilai divergensi setelah kejadian hujan lebat ditunjukkan dengan nilai yang negatif sehingga dapat dikatakan terdapat adanya proses pembentukan awan-awan konvektif terjadinya hujan lebat. Nilai yang semakin negatif pada saat kejadian merupakan indikasi adanya penguatan pemampatan massa udara atau konvergensi yang menyebabkan adanya pengangkatan massa udara dan pembentukan awan. Sedangkan pada lapisan 500200 mb, nilai divergensi di wilayah Palangka Raya sebelum, saat, dan sesudah kejadian hujan lebat bervariasi antara 0 hingga > 20𝑥 10'( /𝑠. Nilai yang semakin positif menunjukkan bahwa pada lapisan tersebut terjadi penyebaran massa udara (divergensi).
Gambar 2. Divergensi lapisan 1000-100 mb tanggal 11 November 2015
155
Analisis Kondisi Atmosfer Terkait Hujan Lebat di Wilayah Palangka Raya
Adanya konvergensi pada lapisan bawah dan divergensi pada lapisan atas sangat baik untuk pertumbuhan awan – awan konvektif karena adanya arus udara naik dan dapat menimbulkan hujan berintensitas tinggi. Kondisi tersebut merupakan indikator akan adanya sistem cuaca signifikan yang menyebabkan arus udara bergerak naik sehingga memicu terbentuknya kumpulan awan-awan konvektif yang menjulang tinggi. 3.3.Analisis Vertical Velocity Hasil pengolahan data vertical velocity di wilayah Palangka Raya seperti pada gambar 3. bertujuan untuk menganalisis pembentukan dan pertumbuhan awan terutama jenis awan-awan konvektif. Analisis tersebut dilakukan dengan melihat gerak vertikal udara ke atas yang dapat mengindikasikan potensi terbentuknya awan konvektif penyebab hujan lebat yang terjadi di Palangka Raya tanggal 11 November 2015.
Gambar 3. Vertical Velocity lapisan 1000-100 mb tanggal 11 November 2015
Pada sebelum terjadinya hujan lebat, nilai vertical velocity jam 00.00 UTC hingga 09.00 UTC pada lapisan 1000-200 mb berkisar antara -0.15 hingga >-0.3 Pa/s. Hal ini mengindikasikan adanya gerakan udara ke atas yang membawa massa udara sehingga berpotensi menghasilkan awan-awan konvektif. Pada saat kejadian jam 15.00 UTC, nilai vertical velocity yang semakin negatif dapat menggambarkan adanya gerakan udara vertikal ke atas yang membawa massa udara lembab dari lapisan bawah menuju lapisan atas sehingga berpotensi menghasilkan awan konvektif yang menjulang tinggi. Sementara itu, nilai yang postif setelah kejadian hujan lebat menggambarkan adanya gerakan udara ke bawah yang mengindikasikan meluruhnya awan-awan konvektif penyebab hujan lebat yang terjadi. 156
Faizal Wempy dkk.
3.4. Analisis Kelembaban Udara (Relative Humidity) Berdasarkan hasil analisis profil vertikal kelembaban udara (Relative Humidity) pada setiap lapisannya (gambar 4), terlihat bahwa nilai kelembaban udara pada lapisan bawah (1000-850 mb) pada saat kejadian hujan lebat yaitu pada jam 12 UTC 11 November 2015 sampai dengan 00 UTC 12 November 2015 berkisar antara 85-100 %.
Gambar 4. Kelembaban Udara (RH) Lapisan 1000-100 mb tanggal 11 November 2015
Pada lapisan menengah (700-500 mb), nilai kelembaban berkisar antara 60-75 % yang mengindikasikan bahwa lapisan tersebut cukup basah. Sedangkan pada lapisan 500-200 mb, nilai kelembaban berkisar antara 70-100 % dengan konsentrasi kelembaban tertinggi berada pada lapisan 200 mb. Dengan demikian, kondisi atmosfer pada saat kejadian hujan lebat secara umum cukup jenuh yang menandakan jumlah ketersediaan uap air sangat banyak yang mendukung potensi pembentukan awan-awan konvektif serta menyebabkan hujan dengan intensitas tinggi. 3.5.CAPE
Gambar 5. Nilai CAPE pada jam 12 UTC 11 November 2015 dan 00 UTC 12 November 2015
157
Analisis Kondisi Atmosfer Terkait Hujan Lebat di Wilayah Palangka Raya
Berdasarkan gambar 5, nilai CAPE pada jam 12 UTC tanggal 11 November 2015 dan jam 00 UTC tanggal 12 November 2015 di wilayah Palangka Raya berkisar antara 1200 J/Kg – 1400 J/Kg. Jumlah nilai CAPE yang semakin besar tersebut menandakan terjadinya pengangkatan parsel udara secara adaibatik yang menimbulkan konveksi yang cukup kuat sehingga memicu pertumbuhan awanawan konvektif dengan disertai potensi hujan berintensitas lebat. 3.6. Citra Satelit
(a)
(b)
(c)
Gambar 6. Citra Satelit jam 18 UTC tanggal 11 November 2015 a) IR Enhanced, b) Cloud Type, c) IR
Hasil klasifikasi awan pada citra satelit (gambar 6) yang diperoleh melalui Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukan bahwa pada saat kejadian hujan lebat yang terjadi pada tanggal 11 November 2015 di wilayah Palangka Raya tertutupi oleh cakupan awan yang luas dengan suhu puncak awan berkisar antara -40o C hingga -70o C. Hal tersebut mengindikasikan bahwa hujan yang terjadi di wilayah Palangka Raya disebabkan oleh awan-awan konvektif berjenis Cumulonimbus. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, didapatkan kesimpulan bahwa pada saat kejadian hujan lebat pola angin menunjukkan adanya daerah konvergensi pada lapisan 925 mb. Adanya konvergensi ini menjadikan wilayah Palangka Raya sebagai tempat pertemuan massa udara di lapisan bawah yang memaksa udara naik ke atas. Hal ini didukung oleh nilai vertical velocity yang semakin negatif pada saat kejadian. Selain itu, Nilai kelembaban udara pada lapisan 1000-850 mb berkisar antara 85-100% yang menunjukkan bahwa kandungan uap air di atmosfer saat kejadian bersifat lembab atau basah sehingga mengindikasikan terjadinya pembentukan awan konvektif penyebab hujan lebat. 158
Faizal Wempy dkk.
Kemudian, berdasarkan nilai CAPE yang teramati mencapai 1200 J/kg yang mengindikasikan adanya proses konveksi dengan kondisi udara yang tidak stabil sehingga mampu mendukung pembentukan awan Cumulonimbus dalam kejadian hujan lebat tersebut seperti pada citra satelit himawari-8 yang menunjukan adanya awan-awan Cumulonimbus dengan suhu puncak awan teramati antara -40o C hingga -70o C di sekitar wilayah Palangka Raya. Ucapan Terima Kasih Segala puji bagi Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan. Tidak lupa, kami ucapkan terima kasih kepada Panitia SENFA UNPAD 2016 yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mempresentasikan makalah secara lisan. Selain itu, terima kasih kami ucapkan kepada keluarga, teman-teman, dan semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan, saran, dan kritik yang membangun makalah kami. Daftar Pustaka 1. BMKG.2010. Peraturan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Nomor: KEP.009 Tahun 2010 tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, dan Desiminasi Informasi Cuaca Ekstrim, BMKG,Jakarta. 2. Fadholi, A. 2014. Kajian Meteorologi Terkait Hujan Lebat di Pulau Bangka Tanggal 28-29 Desember 2013. Skripsi Program Sarjana Terapan Meteorologi. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 3. Fadholi, A., Sari, Fitri P., Aji, P., dan Ristiana, Dewi. 2014. Pemanfaatan Model Weather Research and Forecasting (WRF) dalam Analisis Cuaca Terkait Hujan Lebat Batam 30-31 Januari 2011. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 4. Maulani, Q. 2014. Kajian Meteorologi Terkait Hujan Lebat Menggunakan Satelit TRMM, Satelit MT-SAT, dan Data Reanalisis. Skripsi Program Sarjana Terapan Meteorologi. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 5. Prakoso, A., Kristianto, A. 2015. Kajian Gangguan Cuaca Pada Kejadian Hujan Lebat di Batam (Studi Kasus Tanggal 19 Desember 2014). Skripsi Program Sarjana Terapan Meteorologi. Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 6. Winarso, P.A. 2009. Modul Bahan Ajar Akademi Meteorologi dan Geofisika: Analisis Cuaca II. Akademi Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. 7. Wulandari, S. 2015. Analisis Kondisi Atmosfer Hujan Lebat di Jakarta (Studi Kasus 9 Februari 2015). Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 8. Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah, M. K., 2010, Perspektif Operasional Cuaca Tropis, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta. 159