ANALISIS KINERJA DAN EFISIENSI ENERGI PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN UNTUK INDUSTRI KECIL MINYAK NILAM
Oleh:
FINA UZWATANIA F 34104074
2009 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FINA UZWATANIA. F 34104074. Analisis Kinerja dan Efisiensi Energi Prototipe Alat Penyulingan untuk Industri Kecil Minyak Nilam. Dibawah bimbingan : Meika Syahbana Rusli dan Ade Iskandar. 2009.
RINGKASAN Minyak nilam adalah salah satu komoditi minyak atsiri andalan Indonesia yang diperoleh dari tanaman nilam (Pogostemon cablin benth) dengan cara penyulingan. Minyak nilam memiliki kegunaan yang luas sebagai minyak atsiri. Sampai saat ini, minyak nilam adalah komoditi ekspor yang memiliki prospek yang baik untuk memenuhi kebutuhan dunia dalam berbagai industri seperti industri parfum, kosmetik, farmasi dan lainnya. Minyak nilam mempunyai peluang pasar dunia yang cukup besar meskipun menghadapi persaingan dan fluktuasi harga yang cukup tajam. Hal ini menuntut dilakukannya strategi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi agroindustri minyak nilam. Proses penyulingan minyak nilam pada skala kecil yang dilakukan oleh rakyat masih menggunakan teknologi yang sederhana dan penggunaan alat yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat korosif. Metode penyulingan yang digunakan umumnya dengan cara uap dan air (kukus) yang berdasarkan dari pengalaman saja sehingga kurang efektif dan efisien. Untuk itu dilakukan penelitian mengenai kinerja dan efisiensi energi penyulingan minyak nilam dengan metode uap dan air dengan sistem kohobasi dan non kohobasi untuk mengetahui sistem yang akan menghasilkan efisiensi energi yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kinerja prototipe peralatan yang digunakan dalam penyulingan minyak nilam dan menganalisis efisiensi energi prototipe peralatan penyulingan minyak nilam. Penyulingan daun dan ranting nilam dengan bobot rata – rata 37,5 kg dilakukan dengan metode uap dan air (water and steam destilation) dengan sistem kohobasi dan non kohobasi selama 8 jam. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah ketel yang dilengkapi dengan tungku pembakaran, kondensor dan separator. Bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan bakar biomassa yaitu kayu. Kinerja tungku pembakaran didasarkan atas beberapa parameter seperti luas permukaan pindah panas, kesempurnaan proses pembakaran kayu, dan jumlah bahan bakar. Luas permukaan pindah panas pada ketel suling adalah 1,70 m2. Kayu bakar kering yang digunakan pada penyulingan kohobasi sebanyak 143,32 kg dan pada penyulingan non kohobasi sebanyak 138,2 kg. Energi yang dihasilkan oleh kayu bakar akan digunakan untuk penguapan air di dalam ketel. Berdasarkan hasil analisa didapatkan energi rata – rata yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap sebesar 644,77 MJ dan energi rata – rata yang dihasilkan bahan bakar adalah 2.579,85 MJ pada penyulingan kohobasi. Maka dengan perbandingan antara energi penguapan air dengan energi bahan bakar menghasilkan efisiensi ketel suling sebesar 25 %. Pada penyulingan non kohobasi energi rata – rata yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap sebesar 572,36
MJ dan energi rata – rata yang dihasilkan bahan bakar adalah 2.487,6 MJ menghasilkan efisiensi ketel suling sebesar 23 %. Kinerja ketel suling dapat dinilai dari beberapa parameter seperti kepadatan bahan, laju destilat, dan penetrasi uap di dalam ketel suling. Kepadatan bahan pada penyulingan kohobasi sebesar 0,90 kg/l dan pada penyulingan non kohobasi sebesar 0,96 kg/l. Laju destilasi penyulingan kohobasi sebesar 0,74 l/jam dan pada penyulingan non kohobasi sebesar 0,63 l/jam. Penyulingan yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan efisiensi kondensor sebesar 79 % untuk penyulingan kohobasi dan 99,26 % untuk penyulingan non kohobasi. Perbedaan efisiensi antara penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi dipengaruhi oleh penggunaan air pendingin. Pada penyulingan non kohobasi air pendingin dialirkan secara terus – menerus sedangkan pada penyulingan kohobasi tidak. Penyulingan kohobasi menghasilakn suhu destilat rata - rata 31,56 °C dan penyulingan non kohobasi menghasilkan suhu destilat rata - rata 30,35 °C. Penyulingan dengan sistem kohobasi menghasilkan rendemen sebesar 2,29 % (basis kering) sedangkan pada penyulingan non kohobasi rendemen yang dihasilkan sebesar 2,2 % (basis kering). Mutu minyak nilam yang dihasilkan dengan penyulingan kohobasi dan non kohobasi memiliki nilai bobot jenis 0,9583 untuk penyulingan kohobasi dan 0,9582 untuk penyulingan non kohobasi. Nilai indeks bias 1,5075 untuk penyulingan kohobasi dan 1,5073 untuk penyulingan non kohobasi, putaran optik rata – rata (-) 64,5 untuk penyulingan kohobasi dan () 62,47 untuk penyulingan non kohobasi. Bilangan asam 3,18 untuk penyulingan kohobasi dan 3,19 untuk penyulingan non kohobasi serta nilai bilangan ester 8,75 untuk penyulingan kohobasi dan 5,55 untuk penyulingan non kohobasi. Seluruh minyak nilam yang dihasilkan dapat larut dengan baik dalam alkohol 90 % dengan kelarutan 1:1 sampai 1:7. Semakin lama waktu penyulingan meningkatkan nilai bobot jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan ester dan bilangan asam. Secara keseluruhan minyak nilam hasil penyulingan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 2385 – 2006.
FINA UZWATANIA. F 34104074. Performance and Energy Efficiency Analysis of Distillation Equipments Prototype for Patchouli Oil Small Scale Industry. Supervised by : Meika Syahbana Rusli and Ade Iskandar. 2009.
SUMMARY
Patchouli oil is high value essential oil of Indonesia that is produced by the steam distillation process from patchouli plants (Pogostemon cablin benth). As an export commodity, patchouli oil is quite substantial to fulfill the world demand in perfumery, cosmetic and pharmacy industries. Patchouli oil has always been possessed an increasing world market in spite of facing hard competition and nontariff barrier in the world trade. Therefore it needs to increase continuously the productivity and efficiency of essential-oil agroindustries. Distillation process for patchouli oil in small scale in general still represent simple technology process with equipments which are made from corrosive material. The most common method of essential oil production is water and steam distillation and conducted only based on experience so that the efficiency is usually low. Therefore this research evaluate aimed to the efficiency both kohobasi system and non kohobasi system. The objective of this research were to study and examine the performance of distillation equipment, analyze energy efficiency of distillation system prototype and analyze the quality of patchouli oil. The distillation method of 37,5 kg of patchouli plants was water and steam distillation with kohobasi system and non kohobasi system for 8 hours period. The distillation equipment to produced patchouli oil were retort with furnace, condenser and separator. This research used biomass energy such as fire woods as fuel. Furnace performance analysis based on several parameters which were surface area of heat transfer, woods burning process and the usage of fuels. The wide surface of heat transfer on retort is 1,70 m2. Distillation process with kohobasi system used dry fire woods of 143,32 kg and non kohobasi system used 138,2 kg of dry firewoods. The energy from firewoods used for boiling dan vaporize water in retort. According to the result, in kohobasi system the energy is needed to boiling and vaporize the water into steam is 644,51 MJ and the energy from firewoods is 2.579,85 MJ. The retort efficiency at that condition is 25 %. In non kohobasi system the energy is needed to boiling and vaporize the water into steam is 572,24 MJ and the energy from the fuel is 2487,6 MJ. The retort efficiency at that condition is 22,99 %. Retort performance bases on several parameters like bulk density, distillation rate and steam penetration. Bulk density for kohobasi system was 0,09 kg/l and 0,096 for non kohobasi system. Distillation rate for kohobasi system was 0,74 l/hour and 0,63 for non kohobasi system. Condenser efficiency for kohobasi system is 79 % and 99,26 % for non kohobasi sytem. The difference efficiency between kohobasi sytem and non kohobasi system is influenced by cold water flows. Cold water flows continuously in non kohobasi system result in higher efficiency than in kohobasi system.
Average distillate temperature for kohobasi system was 31,56 °C and 30,35 °C for non kohobasi system. The yield of patchouli oil for kohobasi system was 2,29 % (dry basis) and 2,2 % (dry basis) for non kohobai system. The quality of patchouli oil produced by kohobasi system and non kohobasi system is quite comparable, the oil has specific gravity 0,9583 for kohobasi system and 0,9582 for non kohobasi system. Refractive index of the oil for kohobasi system was 1,5075 and for non kohobasi system was 1,5073. Optical rotation for kohobasi system was (-) 64,5 and for non kohobasi system was (-) 62,47. The acid number for kohobasi system was 3,18 and for non kohobasi system was 3,19. Ester value for kohobasi system was 8,75 and for non kohobasi system was 5,55. Solubility in alcohol 90 % 1 : 1 until 1 : 7. The increase of distillation period results the increase of specific gravity, refractive index, optical rotation, acid value and ester value.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : ”Analisis Kinerja dan Efisiensi Energi Prototipe Alat Penyulingan untuk Industri Kecil Minyak Nilam” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2009 Yang memberi pernyataan
Nama : Fina Uzwatania NRP
: F 34104074
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirabbil”alamin. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efisiensi Energi Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam dengan Metode Uap dan Air”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian. Suatu kehormatan tersendiri bagi penulis, selama penelitian dan penyusunan skripsi ini banyak mendapat arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc sebagai dosen pembimbing pertama yang telah memberikan arahan dan nasehat selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Ir. Ade Iskandar, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan nasehat selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Moch. Syamsul Arifin Zein, Ratna Dyah Mutiarani, Bhaktia Adityatama dan Bernaseta Trias Hutami yang telah memberikan semangat, dukungan, doa dan kasih sayang. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan selanjutnya. Terima kasih. Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Bogor, Januari 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan selesainya kegiatan penelitian dan skripsi ini, tidak lupa saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Moch. Syamsul Arifin Zein, Ratna Dyah Mutiarani, Bhaktia Adityatama dan Bernaseta Trias Hutami yang telah memberikan semangat, dukungan, doa dan kasih sayang. 2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc sebagai dosen pembimbing pertama yang telah memberikan arahan dan nasehat selama selama masa perkuliahan hingga akhir penyelesaian tugas akhir. 3. Ir. Ade Iskandar, M.Si sebagai dosen pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan nasehat selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk menyempurnakan penelitian dan penulisan skripsi ini. 5. Bapak Anom sebagai narasumber pada penyulingan rakyat di Kabupaten Pakpak Bharat yang telah memberikan informasi yang berharga untuk penelitian dan penulisan skripsi ini. 6. Kak Harry, Mbak Yus, Bu Rini, Bu Ega serta para laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian. 7. Para Teknisi di Leuwikopo atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung. 8. Irsan Supardiyono atas semua perhatian, kesabaran, ketulusan serta doa yang selalu memberikan semangat bagi penulis. 9. Hindarsih Widyastuti dan Linda Purwaningrat untuk persahabatan yang selalu ada saat suka maupun duka serta yang selalu memberikan dukungan dan motivasi. 10. Rekan penelitian Ivon, Danar, mba Tuti dan Bu Ros atas kerjasama selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 11. Ika, Dedeh, Niken, Benk, Darto, Ardi, Kukun, Darto, Nardi, Hidea, Listya, Bobi, Renal, Fajri, Mira, Alto, Muli, Mirsa, Tutu, Dodol, Shinta, Usuy, Ami, Satria, Aang, Lala, Ayi, Zuni, Rey, Yuyun, Dicka, Haekal, Asif,
Nova, Erpi, Dnur atas dukungan serta kebersamaannya selama ini di lab, sapta dan segala penjuru Fateta . 12. Seluruh teman-teman TIN 41 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya selama ini. 13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan, saran dan dorongannya hingga skripsi ini selesai. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan sebagai pembelajaran di masa depan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................
x
I.
II.
III.
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ............................................................................
1
B. TUJUAN ................................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK NILAM .................................................................................
3
B. PENYULINGAN MINYAK ATSIRI ....................................................
5
1. Perlakuan Pendahuluan ....................................................................
5
2. Proses Penyulingan...........................................................................
6
C. PERALATAN PENYULINGAN ..........................................................
8
1. Ketel Suling ......................................................................................
9
2. Kondensor ........................................................................................
10
3. Separator ..........................................................................................
11
D. KEHILANGAN ENERGI .....................................................................
11
METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT ..........................................................................
13
1. Bahan ..............................................................................................
13
2. Alat .................................................................................................
13
B. METODE PENELITIAN .....................................................................
20
1. Persiapan Bahan ..............................................................................
20
2. Proses Penyulingan .........................................................................
20
3. Analisa mutu minyak nilam ............................................................
23
4. Analisis Kinerja Peralatan Penyulingan..........................................
23
C. STUDI BANDING KINERJA ALAT ..................................................
32
IV.
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. RENDEMEN MINYAK NILAM .........................................................
33
B. KINERJA ALAT PENYULINGAN ......................................................
36
1. Tungku Pembakaran .........................................................................
36
2. Ketel Suling ......................................................................................
40
3. Kondensor ........................................................................................
44
4. Separator ..........................................................................................
47
C. EFISIENSI ENERGI .............................................................................
50
1. Kehilangan panas .............................................................................
50
2. Efisiensi Ketel Suling .......................................................................
54
3. Efisiensi Kondensor .........................................................................
56
4. Efisiensi Penyulingan .......................................................................
58
D. ANALISA MUTU .................................................................................
61
1. Penampakan Warna .........................................................................
61
2. Bobot Jenis ......................................................................................
62
3. Indeks Bias ......................................................................................
64
4. Putaran Optik ...................................................................................
65
5. Bilangan Asam ................................................................................
66
6. Bilangan Ester ..................................................................................
68
7. Kelarutan .........................................................................................
69
E. PENYULINGAN RAKYAT .................................................................
70
KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN ......................................................................................
75
B. SARAN ..................................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
77
LAMPIRAN ...........................................................................................................
79
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Spesifikasi persyarataan mutu minyak nilam ...........................................
5
Tabel 2. Jumlah minyak tersuling ..........................................................................
34
Tabel 3. Perbandingan kinerja tungku pembakaran ...............................................
37
Tabel 4. Perbandingan kinerja tungku pembakaran setiap kg bahan ......................
39
Tabel 5. Perbandingan kinerja ketel suling .............................................................
40
Tabel 6. Perbandingan suhu rata – rata ...................................................................
46
Tabel 7. Perbandingan kinerja di separator ............................................................
48
Tabel 8. Suhu rata – rata alat penyulingan .............................................................
50
Tabel 9. Perbandingan kehilangan energi alat penyulingan ...................................
53
Tabel 10. Luas permukaan pindah panas alat penyulingan......................................
54
Tabel 11. Perbandingan efisiensi ketel....................................................................
55
Tabel 12. Perbandingan efisiensi kondensor .........................................................
56
Tabel 13. Perbandingan mutu minyak nilam hasil penyulingan ............................
61
Tabel 14. Kelarutan minyak nilam dalam alkohol 90 % ........................................
69
Tabel 15. Suhu di kondensor penyulingan rakyat .................................................
72
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman nilam ........................................................................................
3
Gambar 2. Nilam kering dan kayu bakar ..................................................................
13
Gambar 3. Skema peralatan penyulingan minyak nilam ...........................................
14
Gambar 4. Ketel suling dengan tungku pembakaran .................................................
15
Gambar 5. Kondensor ................................................................................................
17
Gambar 6. Separator ..................................................................................................
18
Gambar 7. Diagram alir kegiatan penelitian .............................................................
22
Gambar 8. Grafik profil minyak hasil penyulingan ..................................................
35
Gambar 9. Grafik laju destilat ...................................................................................
37
Gambar 10. Perbandingan suhu di kondensor pada penyulingan kohobasi .............
44
Gambar 11. Perbandingan suhu di kondensor pada penyulingan non kohobasi .......
45
Gambar 12. Grafik perkembangan waktu tinggal di separator .................................
49
Gambar 13. Grafik kehilangan panas dinding ketel ..................................................
51
Gambar 14. Grafik kehilangan panas tutup ketel ......................................................
51
Gambar 15. Grafik kehilangan panas pipa penghubung ketel dengan kondensor ....
52
Gambar 16. Grafik kehilangan panas dinding tungku ...............................................
52
Gambar 17. Neraca energi penyulingan kohobasi ....................................................
59
Gambar 18. Neraca energi penyulingan non kohobasi .............................................
60
Gambar 19. Minyak hasil penyulingan .....................................................................
62
Gambar 20. Grafik perbandingan nilai bobot jenis ...................................................
63
Gambar 21. Grafik perbandingan nilai indeks bias ...................................................
64
Gambar 22. Grafik perbandingan nilai putaran optik ...............................................
66
Gambar 23. Grafik perbandingan nilai bilangan asam ..............................................
67
Gambar 24. Grafik perbandingan nilai bilangan ester ...............................................
68
Gambar 25. Sketsa penyulingan rakyat ....................................................................
71
Gambar 26. Laju destilat penyulingan rakyat ...........................................................
72
Gambar 28. Grafik suhu di kondensor pada penyulingan rakyat ..............................
72
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur analisa karakterisasi minyak nilam .....................................
80
Lampiran 2. Kehilangan panas ...............................................................................
87
Lampiran 3. Efisiensi ketel .....................................................................................
102
Lampiran 4. Efisiensi kondensor ............................................................................
108
Lampiran 5. Laju dan suhu .....................................................................................
114
Lampiran 6. Kadar air dan kadar minyak ...............................................................
115
Lampiran 7. Hasil analisa mutu minyak nilam ......................................................
120
Lampiran 8. Gambar minyak hasil penyulingan .....................................................
123
Lampiran 9. Gambar alat penyulingan prototipe ....................................................
124
Lampiran 10. Gambar alat penyulingan rakyat ......................................................
125
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Minyak nilam adalah salah satu komoditi minyak atsiri andalan Indonesia yang diperoleh dari tanaman nilam dengan cara penyulingan. Minyak nilam memiliki kegunaan yang luas sebagai minyak atsiri. Sampai saat ini, minyak nilam adalah komoditi ekspor yang memiliki prospek yang baik untuk memenuhi kebutuhan dunia dalam berbagai industri seperti industri parfum, kosmetik, sabun, farmasi dan lainnya. Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia dengan 90 %. Ekspor minyak nilam pada tahun 2006 sebesar 1.300 ton dengan nilai US $ 18,865 juta (BPS, 2007). Minyak nilam sebagai komoditi ekspor mempunyai peluang pasar dunia yang cukup besar meskipun menghadapi persaingan dan fluktuasi harga yang cukup tajam. Hal ini menuntut dilakukannya strategi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi agroindustri minyak nilam. Penyulingan minyak nilam di Indonesia dilakukan oleh industri kecil (rakyat) dan industri menengah/besar. Proses penyulingan minyak nilam pada skala kecil yang dilakukan oleh rakyat masih menggunakan teknologi yang sederhana dan penggunaan alat yang terbuat dari bahan-bahan yang bersifat korosif. Sentra penyulingan nilam rakyat di Indonesia diantaranya terdapat di kabupaten Pakpak Bharat, Kuningan, Purwokerto dan lain sebagainya. Metode penyulingan yang digunakan umumnya digunakan pada penyulingan rakyat adalah dengan cara uap dan air (kukus) yang berdasarkan dari pengalaman saja sehingga kurang efektif dan efisien. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai analisis kinerja dan efisiensi energi penyulingan minyak nilam dengan metode uap dan air dengan sistem kohobasi dan non kohobasi untuk mengetahui sistem yang akan menghasilkan efisiensi energi yang lebih baik serta dilakukan perbandingan dengan penyulingan rakyat yang sudah ada. Bahan bakar yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan bakar biomassa yaitu
kayu. Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang besar. Pemanfaatan energi biomassa sudah sejak lama dilakukan dan termasuk energi tertua yang peranannya sangat besar. Dengan meningkatnya harga bahan bakar minyak dan gas menjadikan biomassa sebagai alternatif.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menganalisis kinerja prototipe peralatan penyulingan skala industri kecil minyak nilam. 2. Menganalisis efisiensi energi prototipe peralatan penyulingan skala industri kecil minyak nilam serta membandingkan efisiensi energi penyulingan kohobasi dan non kohobasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK NILAM Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri dapat dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, bunga, buah dan biji (Ketaren, 1985). Minyak nilam adalah minyak atsiri yang diperoleh dari tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) dengan cara penyulingan. Pada tanaman nilam, minyak atsiri terkandung dalam semua bagian tanaman seperti akar, batang dan daun. Walaupun tidak banyak digunkan di dalam negeri, minyak nilam merupakan salah satu komoditi minyak atsiri andalan Indonesia (Sudaryani dan Sugiharti, 1998).
Gambar 1. Tanaman Nilam
Tanaman nilam merupakan famili Labiatae yaitu tanaman yang perdu atau semak dengan tinggi antara 0,3 - 1,3 meter yang memiliki aroma khas (Ketaren, 1985). Tanaman ini merupakan jenis tanaman berakar serabut, berdaun bulat dan lonjong berwarna hijau dan berbulu di permukaan bagian atasnya dengan batang berkayu (Sudaryani dan Sugiharti, 1989). Tanaman
nilam di kabupaten Kuningan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Beberapa jenis nilam yang dikenal adalah Pogestemon cablin Benth (nilam aceh), Pogestemon hortensis Benth (nilam jawa atau dikenal juga dengan nilam sabun) dan Pogestemon heyneasus Benth (nilam kembang). Diantara ketiga jenis nilam tersebut, nilam aceh adalah nilam yang memiliki kadar minyak yang tinggi yakni sekitar 2,5 - 5% dan juga memiliki komposisi minyak yang baik. Nilam jawa dikenal juga dengan nilam sabun karena seringkali digunakan untuk proses pembuatan sabun. Kadar minyak nilam jawa tergolong rendah yaitu sekitar 0,5 - 1,5%, selain itu komposisi kandungan minyaknya juga tidak baik (Santoso, 1990). Tanaman nilam yang tumbuh dan terpelihara dengan baik, sudah dapat dipanen pada umur 6 sampai 8 bulan setelah penanaman. Pemanenan dilakukan dengan memengkas atau memotong cabang-cabang, ranting-ranting dan daun-daun tanaman nilam (Sudaryani dan Sugiharti, 1998). Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang dikenal sebagai fiksatif yaitu zat yang mampu mengikat bau wangi sekaligus dapat membentuk bau yang harmonis dalam suatu campuran. Minyak nilam memiliki sifat-sifat antara lain sulit tercuci, sukar menguap dibandingkan minyak atsiri lainnya, dapat larut dengan baik dalam alkohol dan mudah dicampurkan dengan minyak atsiri lainnya. Sifat-sifat ini yang menyebabkan minyak nilam digunakan sebagai fiksatif dalam berbagi industri wewangian, kosmetik, sabun dan farmasi (Ketaren, 1985). Minyak nilam dapat mengalami kerusakan yang disebabkan oleh panas, oksigen bebas, cahaya, air serta katalisator. Oleh sebab itu, minyak nilam harus disimpan dengan baik dalam kemasan yang baik. Kemasan minyak nilam yang baik sebaiknya terbuat dari kaca. Mutu minyak nilam dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis atau variasi tanaman nilam, umur tanaman nilam sebelum dipanen, perlakuan pendahuluan sebelum penyulingan, alat-alat yang digunakan, cara penyulingan, perlakuan terhadap minyak nilam setelah penyulingan dan penyimpanan minyak. Standar mutu minyak nilam menurut
Titik Sudaryani dan Endang Sugiarti (1998), masih belum seragam di seluruh dunia. Masing-masing negara baik penghasil maupun pengimpor menentukan standar mutu minyak nilam sendiri. Standar minyak nilam Indonesia disusun dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-2006. Parameter mutu minyak nilam berdasarkan berbagai standar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Spesifikasi persyaratan mutu minyak nilam No. 1. 2. 3. 4.
Karakterisasi
Satuan
Warna
-
Bobot jenis 25°C/25°C Indeks bias (nD20) Kelarutan dalam etanol 90 % pada suhu 20 °C ± 3 °C
5. Bilangan asam 6. Bilangan ester 7. Putaran optik 8. Patchouli alcohol (C15H26O) 9. Alpha copaene (C15H24) 10. Kandungan besi (Fe) Sumber : SNI 06 – 2385 – 2006
% % mg/kg
Standar Kuning muda - coklat kemerahan 0,950 - 0,975 1,507 – 1,515 Larutan jernih atau opalensi ringan dengan perbandingan volume 1 : 10 Maksimal 8 Maksimal 20 (-) 48° - (-) 65° Minimal 30 Maksimal 0,5 Maksimal 25
B. PENYULINGAN MINYAK ATSIRI 1.
Perlakuan Pendahuluan Hasil panen berupa nilam basah yang terdiri dari daun, ranting, dan batang sebaiknya dijemur dibawah sinar matahari sekitar 4 jam sehari selama 2 – 3 hari. Panjemuran daun nilam dilakukan dengan meletakkan daun di atas gelaran tikar atau lantai semen yang bersih. Penjemuran sebaiknya dilakukan pada lahan terbuka agar memperoleh sinar matahari secara langsung. Daun nilam dijemur sambil diangin-anginkan dengan ketebalan lapisan maksimal 20 cm. Lapisan daun harus dibolak-balik sebanyak 2 – 3 kali sehari hingga diperoleh kadar air sebesar 15 %. Kadar air yang terkandung dalam daun ini harus dipertahankan sampai proses penyulingan berlangsung. Setelah itu, daun dan ranting dipotong /dirajang sepanjang 10 – 15 cm yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan mesin perajang (Mangun, 2002).
2.
Proses Penyulingan Penyulingan
dapat
didefinisikan
sebagai
proses
pemisahan
komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut. Titik didih didefinisikan sebagai suhu pada tekanan atmosfer atau pada tekanan tertentu dimana suatu cairan berubah menjadi uap. Suatu cairan yang terdiri dari beberapa senyawa atau komponen maka masing-masing memiliki titik didih yang berbeda, maka cairan tersebut memiliki kisaran titik didih. Proses penyulingan sangat penting diketahui oleh penyuling minyak atsiri. Pada dasarnya terdapat dua jenis penyulingan, yaitu : •
Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fasa atau dua lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahan minyak atsiri dengan uap air yang sering disebut juga hirdrodestilasi.
•
Penyulingan suatu cairan yang tercampur sempurna hingga hanya membentuk satu fasa. Pada keadaan ini pemisahan minyak atsiri menjadi beberapa komponennya, sering disebut fraksinasi tanpa menggunakan uap air (Sastrohamidjojo, 2004). Terdapat tiga macam cara penyulingan yang dapat digunakan untuk
memperoleh minyak nilam yaitu penyulingan dengan air (water distillation), penyulingan uap dan air (water and steam distillation) dan penyulian uap langsung (steam distillation). a. Penyulingan Air Penyulingan dengan air merupakan penyulingan yang paling sederhana
dibandingkan
dengan
cara
penyulingan
yang
lain.
Pengolahan dilakukan dengan memasak bahan dalam air hingga mendidih dalam satu tangki atau ketel penyuling. Komposisi air dan bahan yang disuling dibuat hampir berimbang, tergantung kapasitas muat ketel. Proses penyulingan dengan cara ini membutuhkan waktu lama karena bahan yang disuling tercampur menjadi satu dengan air sehingga proses pergerakan uap air bergerak lambat (Mangun, 2002).
Penyulingan air mempunyai beberapa keuntungan yaitu alatnya yang cukup praktis dan dapat mengeksraksi minyak dari bahan yang berbentuk bubuk dan bahan yang mudah menggumpal. Selain itu penyulingan dengan air juga mempunyai kelemahan yaitu ekstraksi tidak dapat berlangsung sempurna walaupun dirajang dan komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen tidak lengkap (Guenther, 1947).
b. Penyulingan Uap dan Air Menurut Tan (1962), penyulingan minyak atsiri untuk jenis tanaman semak dan daun sebaiknya dilakukan dengan metode penyulingan uap dan air (water and steam distillation). Cara penyulingan uap dan air merupakan penyulingan dengan tekanan uap rendah yang tidak menghasilkan uap dengan cepat sehingga panjangnya waktu penyulingan menjadi hal yang sangat penting, artinya hal tersebut baik jika ditinjau dari mutu dan rendemen minyak yang dihasilkan. Mekanisme penyulingannya yaitu bahan yang akan disuling ditempatkan dalam ketel suling beberapa sentimeter diatas air dan dipisahkan dengan air menggunakan saringan sehingga bahan dengan air tidak berhubungan langsung. Penggunaan cara penyulingan uap dan air mempunyai kelebihan tersendiri yaitu suhu yang dihasilkan tidak terlalu panas sehingga kegosongan minyak dapat dikurangi. Namun, tekanan uap yang dihasilkan relatif rendah sehingga belum dapat menghasilkan minyak dengan waktu yang cepat (Mangun, 2002). Pada penyulingan dengan uap dan air akan dihasilkan uap dalam keadaan basah. Ketel suling harus selalu terisi oleh air, maka uap yang dihasilkan tidak mungkin berupa uap kering, tetapi merupakan uap jenuh atau basah. Air akan tercampur dalam uap pada keadaan perbandingan tertentu, sehingga terbentuk suatu campuran antara uap dan air yang disebut uap basah (Kulshrestha, 1989).
Untuk instalasi skala kecil penggunaan metode penyulingan air dan uap lebih menguntungkan karena peralatannya lebih sederhana dibandingkan dengan penyulingan uap. Sedangkan untuk instalansi skala besar (skala industri) penerapan metode penyulingan uap lebih menguntungkan, terutama untuk penyulingan minyak bertitik didih tinggi (Guenther, 1947).
c. Penyulingan Uap Prinsip
dasar
sistem
penyulingan
dengan
uap
adalah
penggunaan uap bertekanan tinggi yang dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah dari ketel suling (Mangun, 2002). Sistem penyulingan ini baik digunakan untuk menyuling minyak atsiri dari biji-bijian, akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi. Penyulingan dengan uap sebaiknya dimulai dengan tekanan uap rendah kemudian secara bertahap tekanan uap dinaikkan. Jika permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi maka komponen kimia dalam minyak akan mengalami dekomposisi sehingga akan menghasilkan mutu minyak yang kurang baik. Penyulingan uap pada suhu tinggi tidak selamanya menghasilkan minyak dengan mutu yang lebih baik walaupun lama penyulingannya lebih singkat (Ketaren, 1985).
C. PERALATAN PENYULINGAN Cara penyulingan dan penanganan bahan baku dapat mempengaruhi rendemen dan mutu minyak nilam yang dihasilkan. Namun demikian bahan yang digunakan dalam pembuatan peralatan-peralatan penyulingan juga mempunyai peranan dalam mempengaruhi mutu minyak hasil sulingan. Halhal yang harus diperhatikan dalam pembuatan peralatan penyulingan adalah logam yang digunakan untuk tempat bahan dan pipa pendingin (Harris, 1993). Logam yang digunakan untuk bahan peralatan penyulingan harus tidak bereaksi dengan uap air dan uap minyak. Bila bereaksi atau bersenyawa, hasil
minyak akan rusak dan tidak laku dijual. Logam yang terbukti tidak bereaksi atau bersenyawa dengan minyak atsiri adalah baja tahan karat (stainless steel) dan kaca tahan panas. Logam-logam lainnya seperti : alumunium, tembaga, timah putih, besi biasa, dan seng ada yang bereaksi dengan minyak atsiri tertentu, ada yang tidak, bergantung pada jenis minyak yang disuling (Harris, 1993).
Menurut
Rusli
(2003),
bahan
konstruksi
alat
suling
akan
mempengaruhi mutu minyak terutama dalam karakteristik warnanya.alat penyulingan dari bahan plat besi tanpa galvanis akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan keruh karena karat. Menurut Ketaren (1985), peralatan yang biasanya digunakan dalam penyulingan terdiri atas : ketel uap, ketel suling, bak pendingin (kondensor) dan labu pemisah minyak (florentine flask). Penyulingan dengan sistem uap dan air tidak menggunakan ketel uap. Peralatan-peralatan inilah yang menjadi salah satu faktor penentu rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. 1. Ketel Suling Ketel penyulingan berfungsi sebagai wadah atau bejana untuk menempatkan bahan tanaman yang akan disuling. Dalam ketel tersebut terdapat air atau uap yang berhubungan dengan bahan tanaman dan menguapkan minyak atsiri yang terkandung didalamnya. Ketel suling berbentuk silinder yang memiliki diameter yang hampir sama atau sedikit lebih kecil dari tingginya (Sastrohamidjojo, 2004). Pada penyulingan dengan air dan uap, sebaiknya ukuran diameter sama dengan ukuran tingginya. Hubungan antara tinggi dan diameter ketel yang digunakan tergantung dari sifat porositas bahan yang diolah. Ketel yang berukuran tinggi baik untuk bahan yang bersifat kamba, sedangkan ketel yang lebih rendah baik untuk bahan yang bersifat kompak Ketel suling dilengkapi dengan penutup yang dapat ditutup rapat dan saringan atau dasar semu diatas dasar ketel suling untuk penyulingan dengan uap dan air. Pada tutup dipasang pipa untuk mengalirkan uap ke kondensor (Ketaren, 1985).
2. Pendingin (Kondensor) Kondensor adalah peralatan pindah panas yang digunakan untuk mengubah uap menjadi fase cair dengan menghilangkan panas laten yang dimiliki uap. Proses pendinginan dilakukan dengan menggunakan zat cair yang lebih dingin yang disebut pendingin (McCabe, 1986). Kondensor adalah alat yang berupa bak atau tabung silinder dan di dalamnya terdapat pipa lurus atau berbentuk spiral yang berfungsi untuk menguapkan uap menjadi bentuk cair. Kondensor terdiri atas beberapa tipe yaitu : lingkaran (coil), segi empat, zigzag, dan banyak pipa (multitubular) (Rusli, 2003). Menurut Bernasconi et al dalam Fatahna (2005), perpindahan panas yang baik pada alat-alat penukar panas dapat dicapai dengan mengatur perbedaan suhu yang besar antara bahan dan media pendingin, laju alir yang besar dari bahan dan media pendingin, permukaan penukar panas yang bersih dan luas permukaan perpindahan panas yang besar serta dinding yang tipis. Besarnya energi panas yang dapat dibebaskan oleh uap sewaktu mengembun dapat dinyatakan sebagai berikut : ∆ Dimana : Q
= Energi yang dilepakan oleh uap air, (J)
U
= konstanta Pindah Panas Kondensor (W/m2.°K)
A
= Luas area pindah panas kondensor, (m2)
∆TLMTD
= selisih suhu rataan logaritmik (°K)
Harga U tergantung dari bentuk pipa. Jika pipa berbentuk coil maka nilai U-nya = 40. Bila berbentuk tubular maka nilai U-nya = 200 (Ketaren, 1985). Cara pengembunan uap yang paling sempurna adalah dengan mengalirkan air pendingin berlawanan arah dengan aliran uap minyak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memasukkan air pendingin dari bagian bawah kondensor dan dikeluarkan dari bagian atas dengan demikian destilat yang keluar benar-benar berbentuk cairan (Harris, 1993).
3. Pemisah Minyak (Separator) Menurut Lutony dan Rahmawati (1994), penampung hasil kondensasi adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari kondensor lalu memisahkan minyak dari air suling. Jumlah air suling selalu lebih besar dari jumlah minyak, dalam hal ini diperlukan agar air suling tersebut terpisah dengan baik dari minyak atsiri. Pemisahan minyak dan air dapat terjadi karena perbedaan bobot jenis. Jika bobot jenis minyak lebih kecil dari satu, maka minyak akan berada di atas lapisan air sedangkan apabila bobot jenis minyak lebih dari satu, maka minyak akan berada pada bagian dasar separator. Dengan demikian perlu direkayasa alat pemisah untuk menampung hasil minyak atsiri yang lebih berat atau lebih ringan dari air. Pada penyulingan air serta penyulingan uap dan air maka air suling yang telah dipisahkan dari separator dapat dikembalikan ke dalam ketel suling untuk digunakan pada proses berikutnya. Proses penyulingan yang berksinambungan ini disebut kohobasi (Sastrohamidjojo, 2004).
D. KEHILANGAN ENERGI PADA PROSES PENYULINGAN Energi dikenal dalam berbagai bentuk, beberapa diantaranya yang dijumpai dalam bidang teknik kimia adalah : energi dalam, energi kinetik, energi potensial, energi mekanis, dan panas. Hampir semua operasi yang dijalankan untuk proses penyulingan melibatkan pembangkitan, penyerapan, dan kehilangan energi dalam bentuk panas. Energi berupa panas dapat berpindah dari dari suatu sistem ke lingkungannya atau sebaliknya. Ilmu perpindahan panas adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana energi dalam bentuk panas berpindah dari suatu zat ke zat lain yang suhunya lebih rendah (Kamil dan Pawito, 1983). Terdapat 3 tipe perpindahan panas yaitu konduksi, konveksi dan radiasi. 1. Konduksi Perpindahan energi panas secara konduksi adalah perpindahan energi panas melewati massa yang tidak bergerak. Elektron-elektron bebas dari atom-atom benda yang dilaluinya memegang peranan penting dalam
perpindahan energi panas secara konduksi. Molekul-molekul zat yang dilewati energi panas secara konduksi tidak berpindah, maka perpindahan energi panas secara konduksi hanya terjadi dalam zat padat. Zat-zat yang banyak mengandung elektron bebas mudah dialiri panas seperti tembaga, alumunium, besi baja dan lain sebagainya (Kamil dan Pawito,1983).
2. Konveksi Aliran energi panas secara konveksi disertai oleh perpindahan massa zat yang dilaluinya. Perpindahan panas secara konveksi terjadi pada zat cair dan gas. Perpindahan panas secara konveksi merupakan gabungan antara perpindahan panas secara konduksi dan perpindahan massa. Cara energi panas berpindah dinamakan konveksi bebas atau sering disebut juga konveksi alami tetapi jika perpindahan panas tersebut berlangsung karena paksaan suatu alat seperti blower, kipas, pompa dan lain sebagainya, perpindahan energi panas tersebut dinamakan konveksi paksa (Kamil dan Pawito, 1983).
3. Radiasi Pancaran (radiasi) adalah perpindahan kalor melalui gelombang dari suatu zat ke zat lain. Perpindahan kalor radiasi terjadi dengan perantara foton dan juga gelombang elektromagnet. Apabila sejumlah energi kalor menimpa suatu permukaan, sebagian akan dipantulkan, sebagian akan diserap kedalam bahan dan sebagian akan menembus bahan. Setiap benda diatas temperatur nol absolut memancarkan energi dalam bentuk radiasi. Tingkat radiasi yang dipancarkan tergantung pada suhu benda tersebut. Konstanta ε menggambarkan kapasitas suatu benda mengabsorbsi dan memancarkan radiasi (Kamil dan Pawito, 1983).
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT A. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku utama dan bahan pendukung. Bahan utama yang digunakan adalah tanaman nilam (Pogostemon cablin benth, L) yang berasal dari perkebunan nilam rakyat di Kuningan, Jawa Barat. Sedangkan bahan pendukung yang digunakan antara lain kayu bakar sebagai sumber energi, aquades, natrium sulfat anhidrat, alkohol 90%, indikator phenolphtalein, KOH 0,1 N dan 0,5 N, dan HCL 0,5 N.
Gambar 2. Nilam Kering dan Kayu Bakar
B. Alat Penyulingan Penelitian ini menggunakan sistem penyulingan uap dan air (water and steam distillation) yang terdiri dari beberapa alat diantaranya : ketel suling dengan tungku pembakaran, pipa kohobasi, kondensor, dan separator. skema sistem peralatan penyulingan metode uap dan air yang digunakan dalam penelitian ini dpat dilihat pada Gambar 3. Titik-titik pengukuran pada alat penyulingan adalah pengukuran suhu pada dinding ketel suling, dinding tungku, tutup ketel suling, pipa penghubung ketel dengan kondensor, suhu destilat yang keluar dari kondensor serta suhu air pendingin masuk dan suhu air pendingin keluar di kondensor. Pengukuran laju destilat dan laju air pendingin dilakukan di kondensor.
C A B
Gambar 3. Skema peralatan penyulingan minyak nilam : (A) Ketel suling, (B) Separator dan (C) kondensor
a. Ketel Suling Ketel suling yang digunakan terbuat dari stainless steel berbentuk silinder dengan diameter 76 cm dan tinggi 122 cm, dengan volume keseluruhan 551,8 liter. Volume yang dapat diisikan bahan adalah 417,14 liter dan volume yang dapat diisikan air adalah 180 liter. Selain itu ketel suling ini dilengkapi dengan tutup ketel yang dilengkapi dengan 12 buah mur dan baut serta karet pada bagian atas ketel untuk mencegah kebocoran saat penyulingan berlangsung. Tutup ketel mempunyai penyangga yang disambungkan pada dinding ketel Selain itu didalam ketel suling dipasang suatu saringan yang berada 45 cm diatas dasar ketel suling yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan bahan yang akan disuling sehingga air yang mendidih tidak kontak dengan bahan yang disuling. Saringan bersifat tidak permanen
sehingga bisa dilepaskan
dari
ketel
suling untuk
mempermudah pembersihan ketel suling. Saringan terbuat dari plat stainless steel yang berlubang, pada bagian tengah terdapat bagian yang menjadi tumpuan untuk mengangkat rak yang terbuat dari kawat.
Selain itu ketel suling dilengkapi dengan water level untuk mengetahui banyaknya air di dalam ketel. Pipa penghubung antara ketel dan pendingin diletakkan pada bagian samping atas dinding ketel. Peletakan pipa disamping bukan diatas
tutup
ketel
dimaksudkan
untuk
mempermudah
dalam
penanganan bahan baku sehingga tutup ketel tidak perlu dilepas terlebih dahulu jika ingin memasukkan dan mengeluarkan bahan. Pipa yang menghubungkan ketel dan kondensor terbuat dari stainless steel dengan panjang 2,15 m dan diameter 0.06 m. Sketsa ketel suling dengan tungku pembakarannya dapat dilihat pada Gambar 4 dan foto ketel suling terdapat pada Lampiran 7.
Gambar 4. Ketel suling dengan tungku pembakaran Keterangan : A : Cerobong
E : Ketel suling
B : Tutup ketel
F : Saringan
C : Pipa penghubung
G : Pipa kohobasi
D : Kunci pengaman
H : Pipa udara panas
I : Tungku pembakaran
b. Tungku Pembakaran Tungku
pembakaran
merupakan
tempat
terjadinya
proses
pembakaran selama penyulingan berangsung dengan menggunakan bahan bakar biomassa yaitu kayu. Tungku ini terbuat dari plat besi pada bagian luarnya dan dilapisi oleh batu bata pada bagian dalam dengan ketebalan 6 cm. Diameter dalam tungku adalah 88 cm sedangkan diameter luarnya adalah 93 cm. Pada bagian depan tungku terdapat lubang berbentuk persegi dengan panjang 40 cm dan lebar 38 cm sebagai tempat memasukkan kayu bakar selain itu pada bagian belakang juga terdapat lubang dengan panjang 11 cm dan lebar 31 cm. Lubang tersebut juga berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara. Tungku pembakaran dapat dilihat pada Gambar 4 dan foto tungku pembakaran terdapat pada Lampiran 7.
c. Kondensor Kondensor yang digunakan adalah jenis penukar panas tipe coil berbentuk persegi panjang dengan air sebagai media pendingin. Kondensor ini terdiri dari pipa dan bak kondensor. Pipa pada kondensor terdiri dari 2 pipa dengan ukuran yang berbeda. Pipa pertama mempunyai diameter 31,75 mm dengan panjang 7,05 meter dan pipa kedua mempunyai diameter 25,4 mm dengan panjang 11,73 meter. Pipa kondensor terbuat dari stainless steel sedangkan bak kondensor terbuat dari besi dengan volume bak kondensor 511,09 liter. Kondensor yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5 dan foto kondensor terdapat pada Lampiran 7.
Gambar 5. Kondensor Keterangan : A : Pipa Destilat
D : Pipa Kondensor
B : Pipa Uap
E : Pipa Air Pendingin Keluar
C : Bak Kondensor
d. Pipa Kohobasi Alat kohobasi ini memiliki sambungan langsung dengan ketel suling sehingga air kondensat dapat dialirkan kembali kedalam ketel setelah dipisahkan antara minyak dan air di separator untuk menghemat penggunaan air selama proses penyulingan. Pada penyulingan non kohobasi air ditambahkan melalui pipa kohobasi selama penyulingan berlangsung. Secara keseluruhan panjang alat kohobasi yang digunakan adalah 150 cm dan diameter 2,54 cm. Selain itu pipa kohobasi ini dilengkapi dengan kran untuk mengeluarkan air dari dalam ketel setelah penyulingan selesai tetapi karena letaknya tidak didasar ketel maka tidak dapat membuang semua air yang terdapat di dalam ketel dan menyulitkan ketika akan dilakukan
pembersihan. Skema pipa kohobasi dapat dilihat pada Gambar 4 dan foto pipa kohobasi terdapat pada Lampiran 7.
e. Separator Separator berfungsi untuk memisahkan minyak yang dihasilkan dari air. Prinsip kerja dari separator adalah adanya perbedaan berat jenis antara minyak dan air sehingga keduanya dapat terpisah. Minyak yang memiliki berat yang lebih rendah akan berada diatas sedangkan air berada pada bagian bawah. Minyak nilam mempunyai bobot jenis lebih kecil dibandingkan dengan bobot jenis air sehingga minyak akan berada diatas air. Separator terbuat dari stainless steel dengan kapasitas 25 liter destilat. Sketsa separator dapat dilihat pada Gambar 6 dan foto separator terdapat pada Lampiran 7.
Gambar 6. Separator Keterangan : A : Corong
E : Pipa air
B : Pipa destilat
F : Kran air
C : Pipa minyak D : Kran minyak
3. Alat Ukur Alat-alat yang digunakan dalam pengujian antara lain : 3.1 Alat Ukur Proses a. Termometer raksa dan alkohol digunakan untuk mengukur suhu destilat b. Termometer digital digunakan untuk mengukur suhu air pendingin masuk dan air pendingin keluar c. Termometer infra red digunakan untuk mengukur suhu dinding ketel, tutup ketel, dinding tungku, dan pipa ketel ke kondensor d. Timbangan analitik digunakan untuk menimbang bobot minyak nilam hasil penyulingan e. Timbangan kapasitas 50 kg digunakan untuk menimbang bobot nilam kering f. Alat pengukur waktu (stopwatch)
3.2 Alat Ukur Analisa a. Alat pengukur kadar air (aufhausher) digunakan untuk mengetahui kadar air bahan b. Alat pengukur kadar minyak (clavenger) digunakan untuk mengetahui kandungan minyak dalam bahan c. Oven digunakan untuk mengukur kadar air kayu bakar d. Refraktometer digunakan untuk menentukan nilai indeks bias minyak nilam hasil penyulingan e. Polarimeter digunakan untuk menentukan nilai putaran optik minyak nilam hasil penyulingan f. Piknometer dgunakan untuk menentukan bobot jenis minyak nilam hasil penyulingan g. Peralatan gelas seperti gelas piala, erlenmeyer, buret, gelas ukur, corong, pipet dan labu distilasi digunakan untuk analisa minyak nilam.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu : 1. Persiapan Bahan Bahan yang akan disuling diukur terlebih dahulu kadar air dan kadar minyak atsiri yang terkandung didalamnya. 1.1 Pengukuran kadar air Pengukuran kadar air dilakukan sebelum penyulingan dengan metode Bidwell and Sterling yaitu penyuligan dengan aufhauser menggunakan cairan yang tidak larut dalam air (toluen) untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam bahan. Prosedur kadar air dapat dilihat pada Lampiran 1. 1.2 Pengukuran kadar minyak Pengukuran kadar minyak dilakukan sebelum penyulingan dengan menggunakan clavenger untuk mengetahui kandungan minyak yang terdapat dalam bahan. Kadar minyak diukur dengan menggunakan sistem penyulingan air dengan skala laboratorium. Prosedur kadar minyak dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Proses Penyulingan Penyulingan daun dan ranting nilam dilakukan dengan metode uap dan air (water and steam destilation) selama 8 jam serta membandingkan sistem kohobasi dan non kohobasi. Penyulingan kohobasi menggunakan air pengisi ketel yang berasal dari air di separator yang telah dipisahkan dari minyak nilam sedangkan penyulingan non kohobasi air pengisi ketel berasal dari sumber lain. Diagram alir penelitian ini disajikan pada Gambar 5. Selama proses penyulingan berlangsung dilakukan pengukuranpengukuran dengan parameter yang diuraikan dibawah ini : 2.1 Parameter yang diukur Parameter yang akan diukur dalam proses penyulingan yaitu : 1. Lama penyulingan, ditentukan dengan melihat perolehan minyak selama penyulingan berlangsung.
2. Bobot bahan sebelum penyulingan, penghitungan bobot bahan dilakukan sebelum bahan disuling dan setelah bahan dikeringkan dan dirajang. 3. Volume dan bobot minyak atsiri hasil penyulingan, volume minyak atsiri ini diukur setelah proses penyulingan. Pengukuran volume minyak atsiri menggunakan gelas ukur yang telah dikeringkan. Kemudian minyak atsiri ditimbang bila telah diukur volumenya. 4. Volume air ketel awal dan akhir, pengukuran ini dilakukan dengan mengukur
volume
air
dalam
ketel
sebelum
dan
setelah
penyulingan. 5. Debit air pendingin, pengukuran debit air pendingin ini dilakukan dengan cara mengisi gelas piala dengan air pendingin yang keluar dari kondensor. Saat mengisi gelas piala dengan air pendingin, waktu pengisian dihitung dengan menggunakan stopwatch. 6. Konsumsi air pendingin, penghitungan konsumsi air pendingin dilakukan dengan mengalikan rata-rata debit air pendingin dengan lama penyulingan. 7. Konsumsi bahan bakar, untuk menentukan jumlah bahan bakar yang dipakai selama penyulingan, maka dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah pembakaran dilakukan. 8. Laju destilat, penghitungan laju destilat dilakukan dengan menggunakan
gelas
ukur
dan
waktunya
dihitung
dengan
stopwatch. 9. Suhu, suhu yang akan diukur meliputi suhu udara lingkungan, suhu air pendingin yang masuk ke dalam kondensor, suhu air yang keluar dari kondensor, suhu air ketel, suhu destilat yang keluar dari kondensor, suhu dinding luar ketel suling, suhu dinding luar tungku pembakaran, suhu pipa penghubung ketel dengan kondensor dan suhu tutup ketel bagian luar.
Tanaman Nilam
Pengeringan
Perajangan
Analisa Kadar Minyak dan Kadar Air
Nilam Kering
Penyulingan
Na2SO4 anhidrat
Ampas
Minyak Nilam Kasar
Penyaringan
Na2SO4 dan Air
Minyak Nilam
Analisa Mutu
Gambar 7. Diagram Alir Kegiatan Penelitian
Analisa Kadar Minyak dan Kadar Air
3. Analisa Mutu Minyak Nilam Bila penyulingan telah selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah memisahkan minyak atsiri yang dihasilkan dengan air yang tercampur. Setelah dilakukan pemisahan, minyak atsiri dianalisis karakteristiknya sesuai dengan SNI 06-2385-2006. Karakteristik yang dilakukan analisis antara lain : rendemen minyak, warna, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan minyak atsiri dalam etanol 90 %. Prosedur analisis terdapat dalam Lampiran 1.
4. Analisis Efisiensi Energi Peralatan Penyulingan Analisis energi selama proses penyulingan meliputi kehilangan energi konveksi alamiah, kehilangan energi radiasi, efisiensi energi ketel suling dan efisiensi kondensor yaitu sebagai berikut : 1. Kehilangan Energi Konveksi Alamiah Energi yang dihasilkan kayu bakar tidak seluruhnya digunakan untuk penyulingan, tetapi ada sebagian panas yang hilang ke lingkungan melalui dinding ketel suling, pipa ketel ke kondensor, dinding tungku dan tutup ketel suling.
a. Kehilangan energi melaui dinding ketel suling Kehilangan energi melalui dinding ketel suling dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :
............................................................ (1)
Dimana : Qk = Panas yang hilang melalui dinding ketel suling, kJ h
= Koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2K
Ak = Luas permukaan dinding ketel, m2 Tok = Suhu dinding luar dinding ketel, K Tu = Suhu udara lingkungan, K Nilai h dapat dicari dengan persamaan :
............................................................................ (2)
Dimana : NNu
= Angka Nusselt
k
= Konduktivitas panas udara lingkungan, W/mK
Lk
= Tinggi ketel suling, m
Menurut McCabe (1986), NNu pada silinder tegak dapat dicari dengan persamaan : 0,59 ,
!
....................................................... (3)
Untuk jangkauan 104
....................................................... (4)
Untuk jangkauan 109< NGrNPr <1012 Nilai NGr dapat dicari dengan persamaan :
% &' ( ) ∆
*'
............................................................................ (5)
Dimana : L3 = Tinggi dinding ketel suling, m ρ2 = Densitas udara, kg/m3 β = Koefisien ekspansi termal, 1/K g
= Percepatan gravitasi, m/s
∆T = Perbedaan suhu permukaan dinding ketel suling dan udara, K µ2 = viskositas udara, kg/m s
Nilai NPr dapat dicari dengan persamaan : +,
-. / 0
................................................................................. (6)
Dimana : Cp = Kalor spesifik udara, Joule/kg °C µ = Viskositas udara, kg/m s k
= Konduktifitas panas udara lingkungan, W/mK
b. Kehilangan energi melalui pipa penghubung ketel dengan kondensor •
Bagian vertikal Kehilangan energi panas melalui pipa vertikal penghubung ketel
dengan kondensor dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : 1 1 1
........................................................... (7)
Dimana : Qp = Panas yang hilang melalui pipa, kj h
= Koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2K
Ap = Luas permukaan luar pipa, m2 Top = Suhu dinding luar pipa, K Tu = suhu udara lingkungan, K Nilai h dapat dicari dengan persamaan :
............................................................................ (8)
23
Dimana : NNu
= Angka Nusselt
k
= Konduktivitas panas udara lingkungan, W/mK
Lop
= Panjang pipa uap, m
Menurut McCabe (1986), NNu pada silinder tegak dapat dicari dengan persamaan : 0,59 ,
!
...................................................... (9)
Untuk jangkauan 104
.................................................... (10)
Untuk jangkauan 109< NGrNPr <1012 Nilai NGr dapat dicari dengan persamaan :
% &' ( ) ∆
*'
...................................................................... (11)
Dimana : L3 = Panjang pipa uap, m ρ2 = Densitas udara, kg/m3
β = Koefisien ekspansi termal, 1/K g
= Percepatan gravitasi, m/s
∆T = Perbedaan suhu permukaan pipa dan udara, K µ2 = viskositas udara, kg/m s
Nilai NPr dapat dicari dengan persamaan :
43 *
................................................................................. (12)
Dimana : Cp = Kalor spesifik udara, Joule/kg °C µ = Viskositas udara, kg/m s k
= Konduktifitas panas udara lingkungan, W/mK
•
Bagian Horizontal Kehilangan energi panas melalui pipa horizontal penghubung ketel
dengan kondensor dapat dihitung dengan persamaan berikut ini : 1 1 1
......................................................... (13)
Dimana : Qp = Panas yang hilang melalui pipa, kj h
= Koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2K
Ap = Luas permukaan luar pipa, m2 Top = Suhu dinding luar pipa, K Tu = suhu udara lingkungan, K Nilai h dapat dicari dengan persamaan :
23
......................................................................... (14)
Dimana : NNu
= Angka Nusselt
k
= Konduktivitas panas udara lingkungan, W/mK
Dop
= Diameter pipa uap, m
Menurut McCabe (1986), NNu pada silinder tunggal horizontal dengan nilai NGrNPr = 104 atau lebih dapat dicari dengan persamaan : 0,53 ,
!
..................................................... (15)
Nilai NGr dapat dicari dengan persamaan : 5,
63 72 9 : ∆ /2
...................................................................... (16)
Dimana : D3 = Diameter pipa uap (m) ρ2 = Densitas udara (kg/m3) β = Koefisien ekspansi termal (1/K) g
= Percepatan gravitasi (m/s)
∆T = Perbedaan suhu permukaan pipa dan udara (K) µ2 = viskositas udara (kg/m s)
Nilai NPr dapat dicari dengan persamaan : +,
-. / 0
.................................................................................. (17)
Dimana : Cp = Kalor spesifik udara (Joule/kg °C) µ = Viskositas udara (kg/m s) k
= Konduktifitas panas udara lingkungan (W/mK)
c. Kehilangan energi melalui tutup ketel suling Kehilangan energi melalui tutup ketel suling dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: ; ; ; ................................................................... (18) Dimana : Qt = Panas yang hilang melalui pipa, kj h
= Koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2K
At = Luas permukaan luar pipa, m2 Tot = Suhu dinding luar pipa, K Tu = suhu udara lingkungan, K
Nilai h dapat dicari dengan persamaan :
........................................................................... (19)
23
Dimana : NNu
= Angka Nusselt
k
= Konduktivitas panas udara lingkungan, W/mK
Dop
= Diameter tutup ketel suling, m
Menurut McCabe (1986), NNu pada plat horizontal yang dipanaskan menghadap ke atas dapat dicari dengan persamaan : 0,54 ,
!
.................................................... (20)
Untuk jangkauan 105
.................................................... (21)
Untuk jangkauan 2x107
63 72 9 : ∆ /2
.......................................................................... (22)
Dimana : D3 = Diameter tutup ketel (m) ρ2 = Densitas udara (kg/m3) β = Koefisien ekspansi termal (1/K) g
= Percepatan gravitasi (m/s)
∆T = Perbedaan suhu permukaan tutup ketel dan udara (K) µ2 = viskositas udara (kg/m s)
Nilai NPr dapat dicari dengan persamaan : +,
-. / 0
.................................................................................... (23)
Dimana : Cp = Kalor spesifik udara (Joule/kg °C) µ = Viskositas udara (kg/m s) k
= Konduktifitas panas udara lingkungan (W/mK)
d. Kehilangan energi dinding tungku Kehilangan energi melalui tungku pembakaran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini : ; ; ;
........................................................... (24)
Dimana : Qd = Panas yang hilang melalui dinding ketel suling, kJ h
= Koefisien konveksi udara lingkungan, W/m2K
Ad = Luas permukaan dinding ketel, m2 Tod = Suhu dinding luar tungku, K Tu = Suhu udara lingkungan, K Nilai h dapat dicari dengan persamaan :
......................................................................... (25)
=
Dimana : NNu
= Angka Nusselt
k
= Konduktivitas panas udara lingkungan, W/mK
Ld
= Tinggi tungku, m
Menurut McCabe (1986), NNu pada dinding tungku yang berbentuk silinder dapat dicari dengan persamaan : 0,59 ,
!
...................................................... (26)
Untuk jangkauan 104
>3 72 9 : ∆ /2
…................................................................... (28)
Dimana : L3 = Tinggi dinding tungku pembakaran (m) ρ2 = Densitas udara (kg/m3) β = Koefisien ekspansi termal (1/K)
g
= Percepatan gravitasi (m/s)
∆T = Perbedaan suhu permukaan dinding tungku dan udara (K) µ2 = viskositas udara (kg/m s)
Nilai NPr dapat dicari dengan persamaan : +,
-. / 0
…............................................................................. (29)
Dimana : Cp = Kalor spesifik udara (Joule/kg °C) µ = Viskositas udara (kg/m s) k
= Konduktifitas panas udara lingkungan (W/mK)
2. Kehilangan Energi Radiasi Kehilangan energi radiasi pada alat penyulingan dihitung dengan persamaan dibawah ini. ,?@ A B 1C DC Dimana:
…................................................... (30)
Q = Energi yang dipancarkan permukaan, (W) ε = Emisivitas permukaan σ = Konstanta Stefan-Boltzman 5.672 x 10-8 W/m2 ∆°K A = Luas permukaan (m2) Tp = suhu permukaan (°K) Tl = suhu lingkungan (°K) (Zemansky,1994 )
3. Efisiensi Ketel suling Efisiensi ketel suling dapat dihitung dengan persamaan : EFGHGIJHG KILIM NOMGJ:
P PQ
R 100 %..................................... (31)
Energi yang digunakan untuk menguapkan air dapat dihitung dengan persamaan : Qu = mc × cp (Td − Ta ) + mu × H ................................................... (32)
Dimana : Qu = Energi untuk menguapkan air, kj Cp = Panas jenis air, kj/kgoC Td = Titik didih air, oC Ta = Suhu air awal, oC mu = Jumlah air yang diuapkan, lt mc = Jumlah uap yang dihasilkan, lt H = Panas laten penguapan, kj/kg
Energi yang dihasilkan oleh bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan : Qb = m t × U
........................................................................ (33)
Dimana : Qb = Energi yang dihasilkan bahan bakar, kJ mt = Jumlah pemakaian bahan bakar, kg U = Nilai panas bahan bakar, kJ/kg
4. Efisiensi kondensor Efisiensi
kondensor
dapat
dihitung
dengan
menggunakan
persamaan : EFGHGIJHG KTJ@IJHT,
UVU)W XYV) ZW[UY1 YW 1UVZWV)WV UVU)W XYV) ZWDU1Y[ Y1 YW
R 100 % .. (34)
Energi yang dilepas oleh uap dapat dihitung dengan persamaan : O?. .G.? …………………………………………… (35) Dimana : Q = Energi yang dilepaskan uap air (KJ) Quap
= Energi yang keluar dari ketel suling (KJ)
Qpipa
= Kehilangan panas di pipa penghubung ketel dengan kondensor (KJ)
Sedangkan energi yang diserap air pendingin adalah : ∆
………………………………………….… (36)
Dimana : Q
= Energi yang dilepakan oleh uap air, (J)
U
= konstanta Pindah Panas Kondensor (W/m2.°K)
A
= Luas area pindah panas kondensor, (m2)
∆TLMTD
= selisih suhu rataan logaritmik (°K)
C. STUDI BANDING KINERJA ALAT Studi banding ini dilakukan setelah penelitian utama selesai dilaksanakan. Studi banding dilakukan terhadap sistem penyulingan yang sejenis pada tempat penyulingan rakyat minyak nilam di Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara. Hal-hal yang dibandingkan antara lain kapasitas, rendemen, dan kinerja alat prototipe dengan penyulingan rakyat. Data-data penyulingan rakyat diperoleh berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan sumber yang berkaitan dengan penyulingan rakyat di kabupaten Pakpak Bharat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. RENDEMEN MINYAK NILAM Rendemen penyulingan minyak nilam merupakan perbandingan antara bobot minyak nilam yang diperoleh dengan bobot bahan baku nilam digunakan. Rendemen yang dihasilkan dengan penyulingan kohobasi menghasilkan rendemen sebesar 2,29 % (basis kering) sedangkan rendemen yang dihasilkan penyulingan non kohobasi sebesar 2,2 % (basis kering). Rendemen yang dihasilkan penyulingan kohobasi lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada air kohobasi masih terdapat minyak yang tersisa dan teruapkan kembali ketika masuk ke dalam ketel suling sehingga dapat meningkatkan rendemen. Semakin besarnya nyala api maka kecepatan penyulingan bertambah besar sehingga jumlah uap air yang berkontak dengan bahan akan lebih besar dan memungkinkan penguapan minyak yang lebih banyak. Besarnya nyala api dapat diketahui dari laju destilat selama penyulingan berlangsung. penyulingan kohobasi memiliki laju destilat yang lebih besar dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi. Rendemen hasil penyulingan lebih rendah dibandingkan dengan rendemen hasil pengujian kadar minyak atsiri menggunakan clavenger. Perbedaan ini dapat dikarenakan perbandingan antara daun dan batang yang berbeda karena pengambilan
bahan
untuk
penyulingan
dilakukan
secara
acak
dan
kemungkinan masih adanya minyak yang tertinggal pada bahan yang disuling. Hal tersebut terbukti dengan masih terdapatnya minyak nilam pada ampas hasil penyulingan dengan pengukuran kadar minyak menggunakan clavenger. Pada penelitian Panjaitan (1993), penyulingan minyak nilam dengan metode uap dan air selama 4 jam menghasilkan rendemen sebesar 1,72 % 1,95 % (basis kering). Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa pada penyulingan dengan metode uap dan air lama penyulingan berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan. Semakin lama waktu penyulingan maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan dan semakin besar penguapan fraksi minyak yang bertitik didih tinggi. Sedangkan penyulingan nilam dengan
metode uap (Steam Distillation) pada penelitian Widiahtuti (2009) menghasilkan rendemen yang lebih tinggi yaitu 2,55 % (basis kering) selama 6 jam. Penyulingan dengan uap dapat menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dan dengan waktu yang lebih singkat. Hal tersebut disebabkan karena pada penyulingan dengan uap digunakan tekanan secara bertahap dari tekanan yang rendah hingga tekanan lebih besar dari 1 atm sehingga uap akan berpenetrasi ke dalam bahan lebih efektif dan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Tabel 2. Jumlah minyak tersuling Jam ke -
1
Jumlah Minyak (gram) Penyulingan Penyulingan Kohobasi Non Kohobasi 436.95 404.20
2
132.38
142.74
3
59.57
72.28
4
45.44
54.45
5
23.32
42.73
6
22.08
29.48
7
36.57
32.10
8
19.79
15.11
Total
776.07
793.08
Pengukuran minyak yang tersuling dilakukan setiap satu jam sekali dari jam pertama penyulingan hingga jam kedelapan. Jumlah minyak tersuling setiap jam dapat dilihat pada Tabel 2. Pada awal penylingan minyak yang tersuling cukup tinggi yaitu 436,95 gram pada penyulingan kohobasi dan 404,2 gram pada penyulingan non kohobasi. Pada jam-jam berikutnya jumlah minyak semakin menurun hingga pada akhir penyulingan diperoleh total minyak untuk penyulingan kohobasi sebanyak 776,07 gram dan pada penyulingan non kohobasi 793,08 gram. Laju penyulingan merupakan jumlah minyak yang tersuling selama periode waktu tertentu. Pengukuran bobot minyak nilam tersuling dilakukan setiap satu jam sekali. Pada awal penyulingan laju minyak yang tersuling sangat tinggi selanjutnya menurun
dengan semakin lamanya waktu penyulingan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
500 Bobot minyak (gram)
450 400 350 300 250 200
Kohobasi
150
Non Kohobasi
100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Jam ke-
Gambar 8. Grafik profil minyak hasil penyulingan
Jumlah minyak tersuling pada jam pertama mencapai 50% dari total minyak yang diperoleh selama penyulingan. Tingginya laju penyulingan pada waktu-waktu awal karena pada tahap awal penyulingan minyak di sekitar permukaan nilam yang akan tersuling. Selain itu pada tahap awal penyulingan, minyak yang mempunyai titik didih rendah akan tersuling lebih dahulu serta dapat pula disebabkan karena besarnya jumah minyak yang bertitik didih rendah. Selanjutnya laju penyulingan akan menurun secara tajam, karena laju difusi minyak dari bagian dalam semakin sulit dan juga karena jumlah minyak yang tersedia di dalam bahan semakin kecil dan minyak dengan bobot molekul yang tinggi lebih sulit diperoleh. Dengan demikian semakin lama waktu penyulingan maka jumlah minyak nilam yang dihasilkan semakin sedikit baik pada penyulingan kohobasi maupun non kohobasi.
B. KINERJA ALAT PENYULINGAN
Penyulingan minyak atsiri pada penelitian ini menggunakan bahan baku nilam kering dengan kadar air berkisar antara 8 – 10 % dan kadar minyak berkisar antara 2,37 – 2,87 % (Basis Kering). Menurut Ketaren (1985) kadar air yang diharapkan untuk memperolah minyak nilam dengan rendemen yang tinggi dan proses penyulingan yang efektif berkisar antara 12 – 15 %. Rendahnya kadar air pada penyulingan ini dikarenakan tanaman nilam telah mengalami penyimpanan selama 1 – 4 minggu. Alat penyulingan pada penelitian ini meliputi tungku pembakaran, ketel suling, kondensor dan separator. Kinerja alat penyulingan ditentukan berdasarkan kondisi proses selama penyulingan berlangsung. Hal tersebut yang nantinya akan menentukan efisiensi energi pada sistem penyulingan yaitu efisiensi ketel dan efisiensi kondensor. 1. Tungku Pembakaran Tungku
pembakaran
merupakan
tempat
terjadinya
proses
pembakaran bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan pada penyulingan ini adalah kayu bakar. Proses pembakaran adalah salah satu tahapan terpenting karena memberikan suplai energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan uap air selama penyulingan berlangsung. Energi yang dihasilkan oleh kayu bakar akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat dalam ketel dengan pemanasan langsung karena tungku pembakaran langsung berhubungan dengan ketel suling. Permukaan pemanasan terdapat pada bagian dasar ketel, ketel bagian samping yang menyatu dengan tungku pembakaran dan 3 buah pipa yang terdapat di dalam ketel suling untuk memperluas permukaan pemanasan. Total luas permukaan pemanasan adalah 1,70 m2. Sehingga diharapkan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menguapkan air. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan destilat adalah 45 menit. Pada kenyataannya luas permukaan pindah panas pada ketel suling tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya karena kurangnya aliran udara panas yang menuju 3 buah pipa yang terdapat di ketel suling. Hal tersebut disebabkan karena lubang yang berfungsi sebagai tempat masuknya udara panas
terhalang oleh dinding batu bata pada tungku pembakaran. Sehingga proses pindah panas hanya terjadi pada bagian dasar ketel suling. Tabel 3. Perbandingan kinerja tungku pembakaran No.
Keterangan
1.
Jumlah rata-rata kayu (Kg)
Penyulingan Kohobasi 186,7
2.
Kadar air kayu rata-rata (%)
22,91
12,5
3.
Jumlah rata-rata kayu kering (Kg)
143,32
138,2
4.
Energi total yang dihasilkan kayu (MJ)
2579,85
2487,6
5.
Jumlah air yang diuapkan (L)
237,54
213,53
6.
Energi penguapan air (MJ)
644,77
572,46
7.
Lama waktu penyulingan (Jam)
8
8
Pemanfaatan
kayu
atau
biomassa
sebagai
Penyulingan Non Kohobasi 158,15
sumber
energi
merupakan salah satu usaha mencari pengganti sumber daya fosil yang jumlahnya semakin menipis dengan harga yang semakin mahal. Energi panas yang dilepaskan pada proses pembakaran diukur sebagai nilai kalor. Menurut Achmadi (1990), nilai rata-rata kalor kayu sebesar 18.000 KJ setiap kg kayu kering mutlak. Nilai kalor aktual dari kayu tergantung pada kadar air dan kandungan abu. Umumnya kandungan abu yang rendah membuat kayu dapat menghasilkan pembakaran yang baik. Penelitian ini menggunakan berbagai macam jenis kayu sehingga digunakan nilai ratarata kalor kayu kering mutlak dengan mengoreksi kadar air kayu. Energi yang dihasilkan selama proses pembakaran dipengaruhi pula oleh ketersediaan oksigen. Sempurna atau tidaknya proses pembakaran yang berlangsung sangat tergantung adanya oksigen. Tungku yang digunakan pada penelitian ini tidak menggunakan blower dalam membantu sirkulasi udara. Blower hanya digunakan pada awal pembakaran untuk memudahkan penyalaan api. Oleh karena itu sirkulasi udara berjalan secara alamiah masuk dan keluar melalui lubang pada bagian depan dan belakang tungku. Besar atau kecilnya api yang dihasilkan selama proses pembakaran akan mempengaruhi proses penguapan air. Semakin besar api maka semakin banyak jumlah uap air
yang akan kontak dengan bahan dan semakin banyak minyak nilam yang dapat di ekstrak. Kadar air kayu yang digunakan pada penelitian ini berkisar antara 10 – 28 %. Nilai kadar air kayu sangat menentukan baik atau tidaknya proses pembakaran dan berpengaruh terhadap nilai kalor kayu. Semakin tinggi nilai kadar air kayu maka kayu bakar menjadi lebih sulit terbakar dan panas yang dihasilkan tidak sebaik kayu bakar dengan kadar air yang rendah. Selain itu dengan semakin tingginya kadar air kayu maka kebutuhan
kayu
bakar
selama
penyulingan
menjadi
meningkat
dibandingkan dengan penggunaan kayu yang kering. Pada penyulingan kohobasi dibutuhkan kayu bakar sebanyak 186,7 kg dengan kadar air kayu rata-rata sebesar 22,91 % sehingga kayu kering yang digunakan selama penyulingan adalah 143,32 kg, sedangkan untuk penyulingan non kohobasi kebutuhan kayu bakar selama penyulingan sebanyak 158,15 kg dengan kadar air kayu sebesar 12,5 % sehingga kayu kering yang digunakan selama penyulingan adalah 138,2 kg. Jumlah kayu yang digunakan setiap penyulingan berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan penambahan jumlah kayu bakar ke dalam tungku pembakaran tergantung pada banyaknya kayu yang masih terdapat di dalam tungku pembakaran dan disesuaikan dengan kebutuhan kayu pada proses penyulingan. Selain itu kayu yang digunakan pada penyulingan tidak sama dan merupakan campuran dari berbagai macam kayu bakar. Setiap kg kayu kering yang digunakan akan menghasilkan energi sebesar 18 MJ, jadi energi yang dihasilkan oleh kayu bakar pada penyulingan kohobasi sebesar 2579,85 MJ digunakan untuk menguapkan 237,54 liter air di dalam ketel dan energi yang dihasilkan kayu bakar pada penyulingan non kohobasi sebesar 2487,6 digunakan untuk menguapkan 213,53 liter air di dalam ketel. Nyala api yang dihasilkan pada proses pembakaran berwarna kuning karena udara tidak dapat mengalir cukup cepat untuk membuat kayu terbakar seluruhnya menjadi karbon dan air selain itu juga terdapat bahan-bahan pengotor yaitu partikel-partikel karbon yang merupakan sisa
pembakaran
yang
tidak
sempurna.
Proses
pembakaran
dengan
menggunakan bahan bakar kayu menghasilkan nyala api yang cenderung tidak stabil. Hal tersebut dikarenakan nyala api yang dihasilkan sangat tergantung dengan kayu bakar yang ditambahkan selama penyulingan berlangsung. Dengan demikian hal tersebut berpengaruh terhadap jumlah uap air yang dihasilkan dan terlihat dari fluktuasi laju destilat setiap waktu. Perbandingan kinerja tungku setiap kg kayu ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan kinerja tungku setiap kg bahan No.
Keterangan
1.
Jumlah rata-rata kayu (Kg/kg bahan)
2.
Jumlah rata-rata kayu kering (Kg
Penyulingan Kohobasi 4,98
Penyulingan Non Kohobasi 3,95
3,82
3,45
68,8
62,19
kayu/kg bahan) 3.
Energi total yang dihasilkan kayu (MJ/kg bahan)
4.
Jumlah air yang diuapkan (L/kg bahan)
6,33
5,34
5.
Energi penguapan air (MJ/kg bahan)
17,19
14,31
Jumlah kayu bakar yang digunakan untuk setiap kg bahan pada penyulingan kohobasi lebih besar dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi begitu pula dengan energi yang dihasilkan kayu bakar, jumlah air yang diuapkan dan energi yang digunakan untuk penguapan air lebih besar pada penyulingan kohobasi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi untuk setiap kg bahan baku nilam kering yang digunakan. Tungku pembakaran pada alat penyulingan ini tidak dilengkapi dengan penutup sehingga seringkali pada saat proses pembakaran berlangsung api menjalar hingga keluar tungku. Hal tersebut dapat mengakibatkan
banyaknya
energi
yang terbuang
ke lingkungan.
Kelengkapan yang terdapat pada tungku adalah cerobong yang berfungsi sebagai tempat keluarnya asap pembakaran tetapi pada kenyataannya cerobong ini kurang berfungsi. Asap lebih banyak keluar dari lubang bagian depan sehingga dapat mengganggu operator ketika akan memasukkan kayu bakar.
2. Ketel Suling Ketel suling yang digunakan pada penelitian ini merupakan ketel suling dengan metode penyulingan uap dan air dimana tempat menguapkan air menyatu dengan tempat penyulingan dan dipisahkan oleh sebuah saringan. Ketel suling berfungsi sebagai tempat menguapkan air, uap air mengadakan kontak dengan bahan serta untuk menguapkan minyak nilam. Tekanan pada ketel suling adalah 1 atm dengan suhu sekitar 100 °C. Tekanan yang rendah tentunya akan sulit untuk mengekstrak komponen-komponen bertitik didih tinggi dalam minyak nilam. Oleh karena itu, penyulingan di dengan metode uap dan air ini memerlukan waktu yang lama yaitu 8 jam. Pada awal penyulingan bagian bawah bahan mempunyai suhu tertinggi dan bagian atas mempunyai suhu terendah. Secara bertahap suhu uap akan menjadi sama pada seluruh bahan. Peningkatan suhu berlangsung dari bagian bawah ketel hingga ke bagian atas. Proses peningkatan suhu ini dapat berlangsung karena adanya uap yang mengalir melalui tumpukan bahan dan menyerahkan panas kepada bahan yang dilalui kemudian panas tersebut akan menaikkan suhu bahan dan menjadi sumber panas penguapan yang dibutuhkan oleh minyak. Perbandingan kinerja ketel suling pada penyulingan kohobasi dan non kohobasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan kinerja ketel suling No
Keterangan
1.
Bobot bahan rata-rata (Kg)
2.
Kepadatan bahan (Kg/L)
3.
Kebutuhan air (L)
4.
Laju destilat (L/jam/kg bahan)
5.
Laju destilat (L/jam/kg bahan/kg kayu)
Penyulingan Kohobasi 37,5
Penyulingan Non Kohobasi 40
0,09
0,096
134,66
209,67
0,74
0,63
0,00516
0,00456
Minyak atsiri terdapat di dalam kelenjar minyak atau kantungkantung minyak. Bila bahan dibiarkan utuh, proses hidrodifusi akan berjalan lambat jadi sebaiknya tanaman nilam dirajang terlebih dahulu
menjadi potongan-potongan kecil sepanjang 5 – 10 cm. Pada bahan yang dirajang, sebagian minyak nilam keluar ke permukaan bahan dan akan segera menguap oleh uap panas. Selanjutnya minyak yang keluar melalui proses difusi. Suhu tinggi dan pergerakan uap dalam ketel penyuling akan mempercepat proses difusi. Pada penyulingan yang dilakukan pada penelitian ini bobot bahan rata-rata pada penyulingan kohobasi adalah 37,5 kg dengan kerapatan bahan 0,09 kg/liter sedangkan pada penyulingan non kohobasi bobot bahan rata-rata sebanyak 40 kg dengan kepadatan bahan 0,096 kg/liter. Pengisian bahan didalam ketel harus dilakukan dengan baik dan disesuaikan dengan kapasitas ketel. Selain itu pengisian bahan harus padat serta menyebar rata pada seluruh bagian ketel agar uap air di dalam ketel dapat menyebar dengan merata. Jika bahan tidak merata dapat menyebabkan adanya jalur uap (rat hole) yang dapat menurunkan rendemen yang dihasilkan. Semakin tinggi kerapatan bahan dan pengisian yang terlalu padat mengakibatkan uap tertahan dan sulit untuk menembus bahan. Uap yang telah melewati bahan dalam ketel umumnya mengandung minyak. Bila jalan uap yang mengandung minyak tersebut terhambat maka rendemen yang diperoleh akan menurun akibat uap terkondensasi lebih awal. Menurut penelitian Panjaitan (1993) dan Rusli dan Hasanah (1977), dengan penyulingan metode uap dan air semakin tinggi kepadatan bahan di dalam ketel mengakibatkan rendemen menjadi semakin rendah karena semakin tinggi kepadatan bahan dalam ketel, maka kecepatan penyulingan semakin rendah sehingga proses hidrodifusi berjalan lambat. Disamping itu harus diperhatikan pula agar tumpukan bahan tidak melewati lubang pipa uap yang menghubungkan ketel dengan kondensor agar keseluruhan bahan dalam ketel suling dapat dilewati oleh uap termasuk yang berada pada bagian tumpukan paling atas dan mencegah lubang uap tersebut tertutupi oleh bahan. Laju destilat yang dihasilkan pada penyulingan kohobasi sebesar 0,74 liter/jam/kg bahan sedangkan pada penyulingan non kohobasi sebesar 0,63 liter.jam/kg bahan. Perbedaan laju destilat pada penyulingan kohobasi
dan non kohobasi dipengaruhi oleh jumlah kayu bakar yang digunakan dan kepadatan bahan didalam ketel. 1.6
Laju Destilat liter/jam/kg bahan
1.4 1.2 1 0.8 Kohobasi
0.6
Non Kohobasi
0.4 0.2 0 0
60 120 180 240 300 360 420 480 Menit ke-
Gambar 9. Grafik laju destilat
Gambar 9 menunjukkan bahwa laju destilat mengalami fluktuasi setiap waktunya. Pada awal penyulingan laju destilat yang dihasilkan cukup tinggi dan cenderung menurun dengan semakin lamanya waktu penyulingan. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada awal penyulingan kayu bakar yang digunakan lebih banyak sehingga api dapat menghasilkan api yang besar. Penggunaan api yang besar pada awal penyulingan dilakukan untuk mempercepat proses pemanasan air sehingga semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan destilat. Laju destilat yang semakin menurun pada jam-jam berikutnya dikarenakan nyala api yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan pada awal penyulingan. Fluktuasi laju destilat yang dihasilkan dipengaruhi oleh penambahan kayu bakar ke dalam tungku pembakaran. Jika kayu bakar masih tersedia cukup banyak di dalam tungku dan pembakaran berjalan dengan baik maka laju destilat menjadi tinggi. Sedangkan apabila pasokan kayu bakar berkurang dan kayu bakar yang terdapat di dalam tungku tidak terbakar dengan baik akan menyebabkan laju destilat menjadi menurun. Selama proses penyulingan, adanya penggantian air yang telah diuapkan sangat penting untuk menguapkan seluruh minyak atsiri yang
terdapat dalam bahan. Pada penyulingan dengan sistem kohobasi, air yang ditambahakan merupakan air suling yang berasal dari separator yang telah terpisah dari minyak nilam sedangkan pada penyulingan non kohobasi dilakukan penambahan air dari luar. Penambahan air dari luar pada penyulingan non kohobasi dilakukan sedikit demi sedikit secara kontinu ke dalam ketel suling selama penyulingan berlangsung. Apabila air ditambahkan dalam jumlah besar dalam satu waktu maka dapat menurunkan suhu air yang sedang diuapkan di dalam ketel dan air destilat tidak akan keluar pada beberapa waktu lamanya karena berkurangnya uap di dalam ketel akibat penurunan suhu air ketel. Penyulingan dengan sistem kohobasi dapat menghemat penggunaan air dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi karena air terus mengalami perputaran selama penyulingan sehingga penyulingan dengan sistem kohobasi ini akan lebih ekonomis. Pada penyulingan dengan sistem kohobasi jumlah air ketel awal sebanyak 134,66 liter dan secara terus menerus
mengalami
perputaran
selama
penyulingan
berlangsung
sedangkan pada penyulingan non kohobasi kebutuhan air rata-rata sebanyak 209,67 liter. Hal tersebut membuktikan bahwa penyulingan kohobasi mampu menghemat penggunaan air hingga 35 % dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi. Kebutuhan air yang lebih banyak pada penyulingan non kohobasi karena air suling yang berasal dari separator langsung dibuang sehingga air harus selalu ditambahkan untuk mencegah kekurangan air di dalam ketel yang dapat membahayakan. Jumlah air di dalam ketel dapat diketahui melalui alat water level yang terpasang pada ketel suling. Selain itu pada air suling yang berasal dari separator masih mengandung sejumlah kecil minyak sehingga ketika dikembalikan ke dalam ketel akan megalami penguapan kembali.
3. Kondensor
Kondensor yang digunakan pada penyulingan ini adalah kondensor berpilin (coil condenser) berbentuk persegi panjang yang dimasukkan ke dalam bak berisi air pendingin dengan arah aliran air pendingin berlawanan dengan arah uap campuran air dan minyak. Air pendingin masuk dari bagian bawah dan keluar pada bagian atas sedangkan aliran uap sebaliknya yaitu masuk melalui pipa uap pada bagian atas dan keluar dari bagian bawah, sehingga destilat yang keluar dari kondensor diharapkan akan mempunyai suhu yang hampir sama dengan suhu air pendingin masuk. Perkembangan suhu air pendingin yang keluar kondensor selama penyulingan dapat dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11. 90 80 70 Suhu (°C)
60 Suhu Air Pendingin masuk
50 40 30
Suhu Air Pendingin Keluar
20
Suhu Destilat
10 0 0
60 120 180 240 300 360 420 480 Menit ke-
Gambar 10. Perbandingan Suhu di Kondensor pada Penyulingan Kohobasi
80 70
Suhu (°C)
60 50
Suhu Air Pendingin Masuk
40
Suhu Air Pendingin Keluar
30 20
Suhu Destilat
10 0 0
60 120 180 240 300 360 420 480 Menit ke-
Gambar 11. Perbandingan Suhu di Kondensor pada Penyulingan Non Kohobasi
Suhu destilat sangat ditentukan oleh kemampuan kondensor dalam mendinginkan uap yang dihasilkan dari proses penyulingan. Pengaturan suhu destilat disesuaikan dengan laju air pendingin yang digunakan kondensor untuk mendinginkan dan laju destilat dari ketel suling ke kondensor. Media yang digunakan sebagai pendingin adalah air dengan permukaan pindah panas pada kondensor sebesar 1,62 m2. Aliran air pendingin yang lebih cepat menyebabkan pendinginan yang lebih efisien karena mampu menyerap energi panas lebih baik. Gambar 9 dan 10 menyajikan perkembangan suhu di kondensor yaitu suhu air pendingin masuk, suhu air pendingin keluar dan suhu destilat. Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan suhu air pendingin keluar diiringi pula dengan peningkatan suhu destilat. Jika suhu air pendingin tinggi maka suhu destilat menjadi tinggi pula. Hal tersebut disebabkan ketika suhu air pendingin keluar tinggi maka kemampuannya untuk mendinginkan uap menjadi berkurang dan destilat yang dihasilkan dapat terkondensasi pada suhu yang tinggi pula. Sedangkan apabila suhu air pendingin rendah maka air pendingin tersebut dapat menyerap panas yang dilepaskan oleh uap lebih baik sehingga akan dihasilkan suhu destilat yang rendah. Perbedaan suhu air yang keluar kondensor pada penyulingan
kohobasi dan non kohobasi dikarenakan perbedaan suhu air pendingin yang masuk ke kondensor dan laju alir air pendingin yang berbeda. Pada awal penyulingan suhu air pendingin keluar dan suhu destilat masih rendah kemudian dengan semakin lamanya waktu penyulingan memperlihatkan peningkatan dan penurunan suhu air pendingin dan suhu destilat yang dipengaruhi oleh laju air pendingin dan laju destilat. Data suhu rata-rata destilat, suhu rata-rata air pendingin masuk, suhu rata-rata air pendingin keluar, laju destilat dan laju air pendingin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perbandingan suhu rata-rata Penyulingan Kohobasi
Penyulingan Non Kohobasi
Suhu destilat rata-rata (oC)
31,56
30,35
Suhu air pendingin masuk rata-rata (°C)
27,35
28
Suhu air pendingin keluar rata-rata(°C)
74,7
66,32
Laju destilat rata-rata (L/jam/kg bahan)
0,74
0,63
Laju air pendingin rata-rata (L/jam)
224
199
Keterangan
Laju destilat dan laju air pendingin berpengaruh terhadap suhu destilat. Hal tersebut dikarenakan jumlah masa yang melewati kondensor dan jumlah air pendingin sangat berpengaruh terhadap energi panas yang harus didinginkan oleh kondensor. Suhu destilat pada penyulingan kohobasi lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi karena pada penyulingan kohobasi laju destilatnya yang lebih tinggi dan masih disesuaikannya laju air pendingin. Semakin besar laju destilasi maka energi panas yang dilepas uap air akan semakin besar. Suhu destilat dapat diatur dengan mengatur debit air pendingin, semakin besar debit air pendingin yang masuk ke
kondensor maka proses pendinginan dapat
berjalan lebih baik. Pada penyulingan kohobasi bukaan kran air pendingin masuk hanya dilakukan selama 4 jam 55 menit sedangkan pada penyulingan non kohobasi selama 7 jam 45 menit. Jumlah air pendingin yang dibutuhkan
pada penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi berturut – turut adalah sebanyak 1307,75 liter dan 2104,45 liter. Hal tersebut yang menyebabkan suhu air pendingin keluar dan suhu destilat pada penyulingan kohobasi menjadi lebih tinggi.
3. Separator Minyak nilam dan air dapat memisah karena perbedaan bobot jenis sehingga minyak yang bobot jenisnya kurang dari 1 akan berada diatas air. Separator ini merupakan separator yang dapat digunakan untuk memisahkan minyak dengan fraksi ringan maupun fraksi berat. Separator berbentuk silinder yang terbuat dari stainless steel, pada bagian atasnya semakin mengecil dan terdapat tabung kecil yang terbuat dari gelas untuk menampung minyak dengan bobot jenis yang lebih ringan sedangkan pada bagian bawah terdapat pula tabung kecil yang terbuat dari gelas untuk memisahkan minyak dengan bobot jenis yang lebih besar dari satu. Destilat yang keluar dari kondensor akan masuk ke dalam separator melalui corong dan keluar melalui pipa destilat dengan demikian aliran destilat dari kondensor tidak mengganggu lapisan minyak yang sudah terbentuk pada bagian atas. Minyak nilam yang telah terpisah dari air akan keluar melalui pipa minyak yang berada pada bagian tengah separator dan terhubung dengan kran minyak bagian atas untuk mengeluarkan minyak. Sedangkan air suling akan keluar melalui pipa air pada bagian samping separator. Pada penyulingan dengan kohobasi air suling yang berasal dari separator dikembalikan ke ketel suling untuk disuling kembali. Menurut Ketaren (1985), air suling yang keluar dari separator masih mengandung sejumlah kecil minyak atsiri baik dalam bentuk terlarut maupun suspensi. Komponen yang larut dalam air sebagian besar terdiri dari senyawa oxygenated yang mempunyai bobot jenis lebih besar dari senyawa non-oxygenated. Warna air suling yang keruh menunjukkan masih adanya minyak dalam air tersebut. Sedangkan pada penyulingan non kohobasi air suling tersebut langsung dibuang. Kran pada bagian bawah separator digunakan untuk mengeluarkan minyak fraksi berat.
Minyak nilam yang tersuling pada penelitian ini tidak mengandung fraksi berat dengan bobot jenis lebih besar dari satu sehingga kran tersebut hanya digunakan untuk mengeluarkan air suling terdapat dalam separator pada saat penyulingan telah selesai. Perbandingan kinerja separator dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perbanding kinerja di separator No.
Keterangan
Penyulingan Kohobasi 31,56
Penyulingan Non Kohobasi 30,35
67,2
66,42
1.
Suhu destilat rata-rata (°C)
2.
Waktu tinggal rata-rata (Menit)
3.
Jumlah destilat (L)
237,54
213,53
4.
Jumlah air (L)
236,73
212,7
5.
Jumlah minyak (L)
0,81
0,83
Perbandingan antara jumlah air dengan minyak nilam dalam destilat yang dihasilkan cukup tinggi. Jumlah volume air suling lebih besar dibandingkan dengan jumlah minyak. Berdasarkan hasil penelitian destilat yang dihasilkan pada penyulingan kohobasi sebanyak 237,54 liter yang terdiri dari 236,73 liter dan minyak nilam sebanyak 0,81 liter. Pada penyulingan non kohobasi destilat yang dihasilkan sebanyak 213,53 liter yang terdiri dari 212,7 liter air dan 0,83 liter minyak nilam. Pemisahan minyak nilam dengan air memerlukan perbedaan bobot jenis yang besar. Oleh karena itu minyak yang mempunyai perbedaan bobot jenis sedikit lebih rendah dari bobot jenis air tidak dapat langsung terpisah pada suhu ruang. Hal tersebut dapat dihindari yaitu dengan suhu destilat yang agak hangat karena pada suhu tersebut bobot jenis minyak relatif turun. Tetapi tidak membiarkan suhu destilat menjadi tinggi untuk mencegah penguapan dan kehilangan minyak. Suhu destilat yang terukur selama penyulingan berlangsung berkisar antara 27 °C hingga 38 °C. Suhu destilat yang rendah akan mengakibatkan minyak tidak segera terpisah dari air tetapi membentuk suspensi atau emulsi. Hal tersebut dapat dihindari dengan membuat suhu destilat cukup hangat sehingga proses pemisahan minyak dengan air menjadi lebih baik.
140
Waktu tinggal (menit)
120 100 80 60
Kohobasi
40
Non Kohobasi
20 0 0
60
120 180 240 300 360 420 480 Menit ke-
Gambar 12. Grafik perkembangan waktu tinggal di separator
Waktu tinggal destilat di dalam separator merupakan perbandingan antara laju destilat dengan volume separator. Volume separator yang digunakan pada penelitian ini adalah 25 liter. Lamanya waktu tinggal bervariasi tergantung pada laju destilat. Waktu tinggal rata-rata pada penyulingan kohobasi adalah 67,2 menit dan pada penyulingan non kohobasi adalah 66,42 menit. Grafik perkembangan waktu tinggal destilat di separator dapat dilihat pada Gambar 12. Pada awal penyulingan waktu tinggal destilat dalam separator lebih singkat. Hal tersebut dikarenakan tingginya laju destilat pada awal penyulingan. Oleh sebab itu minyak yang telah terpisah harus segera dikeluarkan dari separator karena minyak yang tersuling pada awal penyulingan cukup banyak dan untuk mencegah minyak nilam bercampur kembali dengan air. Mendekati akhir penyulingan waktu tinggal destilat di separator semakin lama seiring dengan semakin menurunnya laju destilat. Semakin cepat laju destilat maka waktu tinggalnya di dalam separator semakin singkat sedangkan semakin lambat laju destilat maka waktu tinggalnya semakin lama. Laju destilat sebaiknya tidak mengalir terlalu cepat, jika laju destilat tinggi maka sebaiknya separator harus cukup besar untuk menampung destilat agar minyak dapat memisah dari air secara sempurna sehingga minyak tidak terbawa oleh air.
C. EFISIENSI ENERGI 1. Kehilangan Energi Energi yang dihasilkan bahan bakar tidak seluruhnya digunakan untuk proses penyulingan. Energi ini sebagian besar hilang ke lingkungan secara langsung dan hilang melalui dinding tungku, dinding ketel suling, tutup ketel suling dan pipa dari ketel ke kondensor. Kehilangan energi yang terjadi pada proses penyulingan terdiri dari kehilangan energi karena perpindahan energi secara konveksi alami dan perpindahan energi secara radiasi yang terjadi pada permukaan alat penyulingan. Selama penyulingan berlangsung dilakukan pengukuran suhu secara periodik pada titik-titik tertentu di dinding tungku, dinding luar ketel suling, tutup ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor. Dari data suhu rata-rata yang diperoleh dapat dilihat kecenderungan dari suhu-suhu setiap titik sehingga didapatkan perubahan suhu setiap 30 menit dan digunakan untuk menghitung kehilangan energi pada bagian dinding tungku, dinding ketel, tutup ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor. Suhu rata-rata pada alat penyulingan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Suhu rata-rata alat penyulingan No.
Pengukuran Suhu
Suhu Rata-rata (°C) Penyulingan Penyulingan Kohobasi Non Kohobasi 78,8 76,5
1.
Dinding Tungku
2.
Dinding Ketel
60,7
63,7
3.
Tutup Ketel
57,7
58,1
4.
Pipa Penghubung Ketel dengan
54,6
54,9
Kondensor
Perubahan kehilangan energi setiap waktu di dinding ketel, tutup ketel, pipa penghubung ketel dengan kondensor dan dinding tungku pada
penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi dapat dilihat pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 16.
800 700 600 Energi (KJ)
Konveksi Kohobasi
500 Radiasi Kohobasi
400
Konveksi Non Kohobasi
300 200 100 0
Menit ke-
Gambar 13. Kehilangan panas dinding ketel
140 120 Energi (KJ)
100
Konveksi Kohobasi
80
Radiasi Kohobasi
60
Konveksi Non Kohobasi
40 20 0
Menit ke-
Gambar 14. Kehilangan panas tutup ketel
140 120 Energi (KJ)
100
Konveksi kohobasi
80
Radiasi Kohobasi
60
Konveksi Non Kohobasi
40 20 0
Menit ke-
Gambar 15. Kehilangan panas pipa penghubung ketel dengan kondensor
2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Energi (KJ)
Konveksi Kohobasi Radiasi Kohobasi
Menit ke-
Gambar 16. Kehilangan panas dinding tungku
Grafik
diatas
menunjukkan
kehilangan
energi
pada
awal
penyulingan rendah kemudian meningkat dengan semakin lamanya penyulingan dan kembali menurun pada akhir penyulingan, hal ini disebabkan pada awal penyulingan belum sempurnanya distribusi uap karena uap membutuhkan waktu untuk menembus bahan dan memanaskan ketel dan secara berangsur-angsur suhu menjadi lebih tinggi dan kehilangan panas yang lebih besar pada jam-jam berikutnya. Sedangkan pada akhir penyulingan suplai kayu bakar sudah berkurang sehingga
energi berupa panas yang dihasilkan oleh bahan bakar semakin berkurang yang ditandai dengan penurunan suhu dan penurunan kehilangan panas. Pada dinding ketel, tutup ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor kehilangan energi secara konveksi lebih besar dibandingkan dengan kehilangan energi radiasi sedangkan pada dinding tungku kehilangan energi radiasi lebih besar dibandingkan dengan kehilangan energi konveksi. Pada kehilangan panas radiasi besarnya tingkat pancaran radiasi suatu benda dipengaruhi oleh nilai emisivitas. Nilai emisivitas relatif suatu benda, besarnya berkisar antara 0 dan 1, benda dengan warna hitam mutlak mempunyai nilai emisivitas 1. Tingginya kehilangan energi radiasi pada dinding tungku disebabkan karena dinding tungku yang terbuat dari plat besi yang dicat mempunyai nilai emisivitas yang tinggi yaitu 0,9 sedangkan stainless steel nilai emisivitasnya berkisar antara 0,11 – 0,12 sehingga dapat dikatakan bahwa dinding tungku mampu menyerap dan memantulkan radiasi yang lebih besar dibandingkan stailess steel. Perbandingan
kehilangan
energi
pada
setiap
bagian
alat
penyulingan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan kehilangan energi alat penyulingan No.
Bagian Alat
1.
Dinding Tungku
Jumlah Energi yang Hilang (MJ) Penyulingan Penyulingan Kohobasi Non kohobasi
Kontribusi kehilagan Energi (%) Penyulingan Penyulingan Kohobasi Non Kohobasi
40,6
39,8
70
67,6
2.
Dinding Ketel
13,2
14,8
22,76
25,1
3.
Tutup Ketel
2,1
2,2
3,6
3,7
4.
Pipa 2,1
2,1
3,6
3,6
58
58,9
100
100
Penghubung Ketel dengan Kondensor 5.
Total
Pada kehilangan panas secara konveksi dan radiasi besarnya suhu permukaan alat penyulingan sangat berpengaruh. Semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi pula kehilangan panasnya. Permukaan dinding tungku memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu alat penyulingan yang lainnya oleh sebab itu kehilangan panasnya lebih besar. Tabel 10. Luas permukaan pindah panas alat penyulingan No.
Bagian alat penyulingan
Luas permukaan pindah panas (m2)
1.
Tungku pembakaran
2,38
2.
Dinding ketel
2,91
3.
Tutup Ketel
0,54
4.
Pipa penghubung ketel dengan kondensor
0,41
Selain suhu yang berpengaruh pada kehilangan panas adalah luas permukaan. Luas permukaan pindah panas alat penyulingan dapat dilihat pada Tabel 10. Semakin besar luas permukaan maka akan semakin besar pula nilai kehilangan panasnya. Dinding ketel yang mempunyai luas permukaan lebih luas dibandingkan dengan tutup ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor nilai kehilangan panasnya lebih besar sedangkan tutup ketel dan pipa yang mempunyai luas permukaan lebih kecil nilai kehilangan panasnya lebih kecil dibandingkan dengan dinding ketel. Kehilangan energi dapat dikurangi dengan pemberian isolasi pada alat penyulingan.
2. Efisiensi Ketel Suling Efisiensi ketel suling merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan air dalam ketel dengan energi yang dihasilkan oleh kayu bakar dengan asumsi jumlah air yang menguap sama dengan jumlah uap yang berkondensasi. Perbandingan efisiensi ketel suling antara penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Perbandingan Efisiensi Ketel Keterangan Energi penguapan air (MJ) Energi bahan bakar (MJ) Efisiensi (%)
Penyulingan Kohobasi 644,77
Penyulingan Non Kohobasi 572,46
2.579,85
2.487,6
25
23
Pada penyulingan kohobasi energi rata-rata yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap sebesar 644,77 MJ dan energi rata-rata yang dihasilkan bahan bakar kayu selama penyulingan berlangsung adalah 2.579,85 MJ, maka dengan perbandingan antara energi penguapan air dengan energi bahan bakar menghasilkan efisiensi ketel sebesar 25 %. Pada penyulingan non kohobasi energi rata-rata yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap sebesar 572,46 MJ dan energi rata-rata yang dihasilkan bahan bakar adalah 2.487,6 MJ sehingga menghasilkan efisiensi ketel sebesar 23 %. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa penyulingan dengan sistem kohobasi menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi. Hal tersebut dapat disebabkan karena suhu air pengisi ketel pada penyulingan kohobasi lebih tinggi yaitu 31,56 °C sedangkan suhu air pengisi ketel pada penyulingan non kohobasi lebih rendah yaitu sebesar 28,17 °C. Pada penelitian Panjaitan (1993), efisiensi ketel suling penyulingan minyak nilam dengan metode uap dan air sebesar 27,56 % dengan laju penguapan air 0,6 liter/jam dan menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar. Sedangkan penelitian Sugiarto (1993), efisiensi ketel suling penyulingan minyak akar wangi dengan metode uap dan air sebesar 22 % dengan laju penguapan air 0,35 liter/jam dan menggunakan gas LPG sebagai bahan bakar. Perhitungan efisiensi yang dilakukan Panjaitan dan Sugiarto (1993) memperhitungkan energi yang digunakan untuk menaikkan suhu nilam dari keadaan awal sampai suhu akhir. Nilai efisiensi ketel suling pada penyulingan ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan kayu bakar banyak yang terbuang ke lingkungan. Pada alat penyulingan, tungku pembakaran tidak dilengkapi
dengan tutup sehingga seringkali ketika penyulingan berlangsung api dari dalam tungku menjalar hingga keluar. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya energi yang hilang. Kehilangan energi juga terjadi pada dinding tungku sebesar 40,6 MJ pada penyulingan kohobasi dan 39,8 MJ pada penyulingan non kohobasi, kehilangan energi pada dinding ketel sebesar 13,2 MJ pada penyulingan kohobasi dan 14,8 MJ pada penyulingan non kohobasi, kehilangan energi pada pipa uap 2,1 pada penyulingan kohobasi dan non kohobasi serta kehilangan pada tutup ketel 2,1 MJ pada penyulingan kohobasi dan 2,2 MJ pada penyulingan non kohobasi. Selain itu cerobong pada ketel suling tidak berfungsi dengan baik sehingga asap hasil pembakaran lebih banyak yang keluar melalui lubang bagian depan tungku dibandingkan yang keluar melalui cerobong. Peningkatan efisiensi ketel suling dapat dilakukan dengan pemberian isolasi pada peralatan penyulingan dan penggunaan pintu pada tungku pembakaran untuk mengurangi kehilangan energi pada tungku.
3. Efisiensi Kondensor Efisiensi kondensor merupakan perbandingan antara energi panas yang diserap air pendingin dengan energi panas yang dilepaskan uap air. Efisiensi kondensor dipengaruhi oleh luas penampang pindah panas dan laju destilat. Selain itu koefisien pindah panas keseluruhan juga berpengaruh terhadap efisiensi kondensor. Menurut Ketaren (1985), koefisien pidah panas untuk kondensor jenis berpilin (coil) adalah 40 Btu/ft2 jam oF. Nilai efisiensi kondensor dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perbandingan efisiensi kondensor Keterangan Energi yang dilepaskan uap (MJ) Energi yang diserap air pendingin (MJ) Efisiensi (%)
Penyulingan Kohobasi 642,68
Penyulingan Non Kohobasi 570,37
502,71
566,04
79
99,23
Penyulingan yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan efisiensi kondensor sebesar 79 % untuk penyulingan kohobasi dengan
energi yang lepaskan uap air sebesar 642,68 MJ dan energi yang diserap air pendingin sebesar 502,71 MJ. Efisiensi kondensor pada penyulingan non kohobasi sebesar 99,26 % dengan energi yang dilepaskan uap air sebesar 570,37 MJ dan energi yang diserap air pendingin sebesar 566,04 MJ. Air pengisi ketel yang berupa air kohobasi maupun air non kohobasi tidak berpengaruh terhadap efisiensi kondensor karena yang berpengaruh terhadap efisiensi kondensor adalah laju destilat dan penggunaan air pendingin. Air pengisi ketel hanya akan mempengaruhi energi yang digunakan untuk menguapkan air di ketel suling. Semakin besar laju destilat maka efisiensinya semakin rendah. Laju destilat pada penyulingan kohobasi lebih besar dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi yaitu sebesar 0,74 liter/jam/kg bahan sedangkan pada penyulingan non kohobasi sebesar 0,63 liter/jam/kg bahan. Laju destilat yang semakin besar akan melepaskan energi panas yang semakin besar. Energi panas dari uap air tidak dapat diserap oleh air pendingin secara maksimal selain itu kontak antara uap dan air pendingin terjadi lebih singkat. Kemampuan air pendingin untuk menyerap panas menurun ketika suhu air pendingin meningkat. Selain itu air pendingin yang digunakan pada penyulingan non kohobasi dialirkan lebih lama dibandingkan dengan penyulingan kohobasi sehingga pada penyulingan kohobasi kemampuan air pendingin menyerap panas lebih rendah. Energi yang diserap air pendingin jauh lebih kecil dibandingkan dengan energi yang dilepas oleh uap air, sehingga efisiensinya kecil. Pada penelitian Fatahna (2005), efisiensi kondensor tipe shell and tube penyulingan minyak nilam sebesar 94,51 % sedangkan penelitian Sugiarto (1993) didapatkan efisiensi kondensor sebesar 97,35 %. Efisiensi kondensor pada penyulingan minyak atsiri umumnya cukup baik karena kondensor yang digunakan dapat mengubah uap minyak dan air menjadi fase cair.
4. Efisiensi Energi Penyulingan Efisiensi energi penyulingan merupakan nilai perbandingan antara energi yang keluar dari sistem dengan energi yang masuk ke dalam sistem. Energi yang masuk ke dalam sisitem merupakan energi yang berasal dari bahan bakar sedangkan energi yang keluar dari sistem adalah energi yang diserap oleh air pendingin di kondensor. Nilai efisiensi energi penyulingan kohobasi sebesar 19,48 % dengan energi yang berasal dari bahan bakar sebesar 2579,85 MJ dan energi yang diserap air pendingin sebesar 502,7 MJ. Sedangkan efisiensi penyulingan non kohobasi sebesar 22,75 % dengan energi yang dihasilkan bahan bakar sebesar 2487,6 MJ dan energi yang diserap air pendingin sebesar 566,04 MJ. Nilai efisiensi penyulingan tersebut menunjukkan bahwa pada sistem penyulingan minyak nilam dengan metode uap dan air ini energi yang dihasilkan oleh bahan bakar lebih banyak yang hilang ke lingkungan
dibandingkan
dengan
yang
digunakan
dalam
proses
penyulingan. Pada penyulingan kohobasi kehilangan energi keseluruhan sebesar 2077,15 MJ dan pada penyulingan non kohobasi kehilangan energi keseluruhan sebesar 1921,56 MJ. Kehilangan energi tersebut merupakan kehilangan energi di tungku pembakaran, ketel suling, tutup ketel, pipa penghubung ketel dengan kondensor dan kondensor. Pada penelitian Fatahna (2005), efisiensi energi penyulingan nilam sebesar 67,87 % dan pada penelitian Sunanto (1992) efisiensi energi penyulingan sereh wangi sebesar 45,81 %. Perbedaan efisiensi energi penyulingan tersebut dapat disebabkan karena sistem penyulingan yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Fatahna (2005) dan Sunanto (1992) menggunakan sistem penyulingan uap langsung dengan penghasil uap air berasal dari ketel uap dan menggunakan bahan bakar yang berbeda. Neraca energi penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi disajikan pada Gambar 17 dan gambar 18.
Energi Kayu Bakar 2579,85 MJ
Ketel Suling dengan Tungku Pembakaran ξ = 25 % Tair awal = 23,5 °C Tsteam = 100 °C Tekanan = 1 atm
Energi Penguapan Air 644,77 MJ
Loss Energi Ketel 1935,34 MJ
Loss Energi Pipa Ketel - Kondensor 2,1 MJ
Energi yang Dilepaskan Uap 642,68 MJ
Kondensor ξ = 79 % Tsteam = 100 °C Tdestilat = 31,56 °C
Loss Energi Kondensor 139,71 MJ
Energi yang Diserap Air Pendingin 502,7 MJ
Gambar 17. Neraca Energi Penyulingan Kohobasi
Energi Kayu Bakar 2487,6 MJ
Ketel Suling dengan Tungku Pembakaran ξ = 22,99 % Tair awal = 25 °C Tsteam = 100 °C Tekanan = 1 atm
Energi Penguapan Air 572,46 MJ
Loss Energi Ketel 1936,43 MJ
Loss Energi Pipa Ketel - Kondensor 2,1 MJ
Energi yang Dilepaskan Uap 570,37 MJ
Kondensor ξ = 99,26 % Tsteam = 100 °C Tdestilat = 30,35 °C
Loss Energi Kondensor 4,2 MJ
Energi yang Diserap Air Pendingin 566,04 MJ
Gambar 18. Neraca Energi Penyulingan Non Kohobasi
D. ANALISA MUTU Setelah proses penyulingan, dilakukan pengujian mutu terhadap minyak nilam yang dihasilkan sesuai dengan prosedur Standar nasional Indonesia. Parameter yang diukur antara lain bobot jenis, indeks bias, bilangan asam, bilangan ester dan kelarutan dalam alkohol. Perbandingan mutu minyak nilam hasil penyulingan metode kohobasi dan non kohobasi dengan spesifikasi mutu minyak nilam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-23852006 disajikan dalam Tabel 13. Mutu minyak nilam hasil penyulingan dapat dikatakan baik karena hasil perhitungan menunjukkan setiap parameter uji masuk dalam SNI 06-2385-2006. Tabel 13. Perbandingan mutu minyak nilam hasil penyulingan No.
Parameter Penampakan warna minyak
1.
nilam
2.
Bobot jenis (t = 25 °C) 20
Kohobasi
Non Kohobasi
SNI 06-2385-2006
Kuning
Kuning
Kuning muda-
kecokelatan
muda
cokelat kemerahan
0,9583
0,9582
0,950 – 0,975
3.
Indeks bias (nD )
1,5075
1,5073
1,507-1,515
4.
Putaran optik
(-) 64,5
(-) 62,47
(-) 48° - (-) 65°
5.
Bilangan asam
3,18
3,19
Maksimal 8
6.
Bilangan ester
8,75
5,55
Maksimal 20
7.
Kelarutan dalam etanol 90 %
1:7–1:1
1:7–1:1
Maksimal 1 : 10
1.
Penampakan Warna Parameter warna ditentukan secara visual terhadap minyak nilam yang hasil penyulingan menurut. Pada umumnya warna minyak yang lebih muda lebih disukai daripada warna minyak yang gelap. Gambar 18 menunjukkan minyak hasil penyulingan dengan sistem kohobasi dan non kohobasi.
Penyulingan Kohobasi
Penyulingan Non Kohobasi
Gambar 19. Minyak nilam hasil penyulingan dari kiri ke kanan minyak jam pertama hingga jam kedelapan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-2006 untuk warna minyak nilam yang memenuhi syarat yaitu kuning muda sampai coklat kemerahan. Warna kuning pada minyak nilam merupakan warna alami pada minyak nilam. Secara visual dapat dilihat bahwa penyulingan dengan sistem kohobasi menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan dari penyulingan nonkohobasi. Selain itu dengan semakin bertambahnya waktu penyulingan warna minyak menjadi semakin gelap. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kadar dan jumlah komponen dalam minyak tersebut. Pada penyulingan kohobasi warna yang gelap dapat dikarenakan penggunaan air pengisi ketel secara berulang-ulang. Selain itu semakin lama waktu penyulingan maka semakin banyak komponen fraksi berat seperti patchouli alkohol sehingga warnanya lebih gelap.
2. Bobot Jenis
Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan massa suatu bahan pada suhu tertentu dengan massa air pada suhu yang sama. Nilai bobot jenis ditentukan oleh komponen-komponen komponen komponen kimia yang terkandung
Bobot Jenis
didalam minyak nilam. nilam 1.01 1 0.99 0.98 0.97 0.96 0.95 0.94 0.93 0.92 0.91 0.9
Kohobasi Non Kohobasi
Jam ke-
Gambar 20. Grafik perbandingan nilai bobot jenis
Pada Gambar G 20 dapat dilihat bahwa bobot jenis minyak nilam hasil penelitian cenderung meningkat dengan semakin lamanya waktu penyulingan baik pada penyulingan kohobasi maupun non kohobasi. Hal ini disebabkan dengan semakin lamanya penyulingan maka akan semakin banyak fraksi berat yang tersuling. Semakin tinggi kadar fraksi berat dan komponen yang ada dalam minyak maka nilai bobot jenis semakin tinggi. Menurut Standar Nasional Indonesia nilai bobot jenis minyak nilam berada pada rentang nilai 0,950 – 0,975 pada suhu 25oC. Minyak nilam hasil penyulingan hanya minyak min k pada jam kedua yang sesuai dengan standar baik pada penyulingan dengan kohobasi maupun penyulingan non kohobasi. Minyak nilam hasil penyulingan jam pertama lebih rendah dibandingkan dengan standar sedangkan minyak nilam jam ketiga hingga jam kedelapan nilainya lebih besar dari standar. Selain itu dapat dilihat bahwa nilai bobot jenis minyak nilam dengan penyulingan kohobasi lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi. Secara keseluruhan keseluruhan minyak nilam yang dihasilkan dengan
penyulingan kohobasi maupun non kohobasi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
3. Indeks Bias Nilai indeks bias minyak nilam berhubungan dengan perbandingan komponen minyak hasil penyulingan. Indeks bias ditentukan ditentukan oleh panjang rantai karbon yang menyusun suatu senyawa. Semakin panjang rantai karbon, semakin besar kerapatannya sehingga sukar membiaskan cahaya yang datang. Hal ini menyebabkan nilai indeks bias menjadi besar. Grafik hubungan antara nilai indeks bias minyak nilam hasil penyulingan dengan lama penyulingan disajikan pada Gambar 21.
1.514
Indeks Bias
1.512 1.51 1.508 1.506 1.504
Kohobasi
1.502
Non Kohobasi
1.5
Jam ke-
Gambar 21. 21 Grafik perbandingan nilai indeks bias
Menurut Standar Nasional Indonesia nilai indeks bias minyak nilam berada pada rentang nilai 1,507 – 1,515 pada suhu 20oC. Nilai indeks bias untuk minyak nilam hasil penyulingan dengan kohobasi maupun non kohobasi memenuhi standar. Nilai indeks bias penyulingan kohobasi berkisar antara 1,5050 – 1,5120 pada suhu 20oC sedangkan pada penyulingan non kohobasi berkisar antara 1,5046 – 1,5121 pada suhu 20oC. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin lama waktu penyulingan semakin meningkat pula nilai indeks bias. Hal tersebut terjadi
karena pada awal penyulingan minyak nilam mengandung fraksi ringan dengan semakin lama penyulingan maka minyak dengan fraksi berat semakin banyak yang tersuling. Sepeti halnya nilai bobot jenis, nilai indeks bias dipengaruhi oleh perbandingan-perbandingan komponenkomponen yang terkandung di dalamnya. Besar kecilnya nilai indeks bias berhubungan dengan perbandingan komponen-komponen dan senyawa yang terkandung di dalamnya. Indeks bias dipegaruhi oleh panjangnya rantai karbon dan banyaknya ikatan rangkap. Banyaknya fraksi ringan dalam minyak akan menurunkan kerapatan minyak, sehingga indeks bias menjadi kecil. Jika kerapatan minyak semakin kecil maka akan mudah membiaskan cahaya yang datang sehingga nilai indeks biasnya kecil. Semakin panjang rantai karbon, semakin besar kerapatannya dan semakin banyak minyak mengandung senyawa dengan ikatan rangkap atau fraksi-fraksi berat, maka kerapatan minyak akan semakin besar. Jika kerapatan minyak semakin besar, maka akan sulit membiaskan cahaya yang datang dan akan menyebabkan nilai indeks bias menjadi lebih besar.
4. Putaran Optik Kisaran nilai yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2385-2006 untuk nilai putaran optik minyak nilam adalah (-) 48o – (-) 65o. Nilai putaran optik pada minyak nilam yang dihasilkan hanya minyak pada jam pertama dan kedua saja yang sesuai dengan standar sedangkan untuk minyak jam ketiga sampai kedelapan tidak sesuai dengan standar tetapi secara kseluruhan minyak nilam hasil penyulingan sesuai dengan standar. Minyak nilam ada pula yang tidak memutar bidang polarisasi, tetapi seluruh minyak nilam hasil penelitian ini memutar bidang polarisasi ke arah kiri (levo rotary) dengan tanda negatif (-).
80
Putaran Optik
70 60 50 40 30 Kohobasi
20
Non Kohobasi
10 0
Jam ke-
Gambar 22. 2 Grafik perbandingan nilai putaran optik
Gambar ambar 22 menunjukkan grafik nilai putaran optik minyak nilam hasil penelitian enelitian setiap jam. Kecenderungan minyak nilam memutar ke sebelah kiri disebabkan oleh adanya patchouli alkohol yang memiliki daya optik aktif ke kiri (-) ( yang cukup besar. Nilai putaran otik minyak nilam semakin meningkat dengan semakin lamaya waktu penyulingan. pen Hal tersebut disebabkan karena semakin lama penyulingan maka semakin banyak kandungan patchouli alkohol dalam minyak sehingga kemampuan minyak untuk memutar bidang polarisasi ke kiri semakin besar.
5. Bilangan Asam Sebagian besar minyak atsiri mengandung mengandung sejumlah asam organik bebas yang terbentuk secara alami atau yang dihasilkan dari proses oksidasi dan hidrolisa ester. Grafik hubungan antara lama penyulingan terhadap bilangan asam minyak nilam dapat dilihat pada Gambar 23. 2
16
Bilangan Asam
14 12 10 8 6 Kohobasi
4
Non Kohobasi
2 0
Jam ke-
Gambar 23. Grafik perbandingan nilai bilangan asam
Nilai maksimal bilangan asam menurut (SNI) 06-2385 2385-2006 adalah 8. Nilai bilangan asam minyak nilam yang dihasilkan pada penyulingan kohobasi maupun non kohobasi pada jam pertama hingga jam kelima masuk ke dalam standar sedangkan minyak nilam untuk jam ke enam sampai kedelapan tidak masuk ke dalam standar. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa semakin lama waktu penyulingan maka semakin tinggi nilai bilangan asamnya. Dengan semakin lamanya waktu penyulingan dapat dilihat bahwa nilai bilangan asam minyak nilam dengan penyulingan kohobasi lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan penyulingan non kohobasi. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada penyulingan dengan kohobasi semakin banyak uap yang bersentuhan dengan minyak sehingga kemungkinan proses hidrolisa akan lebih besar. Selain itu apabila bahan yang digunakan telah mengalami proses pengeringan
dan
penyimpanan
yang
terlalu
lama,
maka
dapat
menyebabkan bilangan asamnya semakin tinggi karena diduga selama bahan dikeringkan dan disimpan terjadi proses oksidasi dan hidrolisis ester.
6. Bilangan Ester
Bilangan ester cukup penting peranannya dalam minyak atsiri, terutama yang berkaitan dengan aroma. Besar nilai maksimal bilangan ester yang ditetapkan oleh Standar Nasional Nasional Indonesia (SNI) 06-238506 2006 adalah 20. Berikut ini adalah grafik hubungan nilai bilangan bi ester minyak nilam dengan lama penyulingan. 25
Bilangan Ester
20 15 10 Kohobasi 5
Non Kohobasi
0
Jam ke-
Gambar 24. 2 Grafik perbandingan nilai bilangan ester
Berdasarkan Gambar 24 dapat dilihat bahwa nilai bilangan ester memperlihatkan kecenderungan meningkat dengan bertambahnya waktu penyulingan. Minyak nilam yang dihasilkan dengan penyulingan non kohobasi seluruhnya sesuai dengan standar sedangkan untuk minyak nilam dengan penyulingan penyulingan kohobasi pada minyak nilam jam kedelapan nilainya melebihi standar. Lama penyulingan mempengaruhi mempengaruhi besarnya bilangan ester. Kandungan ester terdapat dalam fraksi berat yang menguap pada suhu tinggi. Semakin lama penyulingan dan suhu semakin tinggi untuk untuk menyuling maka fraksi berat dan bilangan ester semakin tinggi. Komponen penentu aroma minyak adalah benzaldehid, sinnamaldehid dan eugenol yang memilliki titik didih tinggi dan merupakan fraksi berat. Semakin lama waktu penyulingan komponen tersebut semakin sem banyak yang tersuling sehingga bilangan ester semakin tinggi. Semakin S banyak senyawa ester dalam minyak akan semakin baik aroma minyak tersebut.
7. Kelarutan dalam alkohol 90 % Minyak atsiri larut dalam alkohol dan jarang sekali larut dalam air, oleh karena itu nilai kelarutannya diketahui dengan melarutkan dalam alkohol 90 %. Semakin banyak jumlah alkohol yang ditambahkan maka semakin sukar minyak tersebut larut dalam alkohol. Minyak yang banyak mengandung komponen oxygenated hidrocarbon mudah larut dalam alkohol dibandingkan dengan minyak yang banyak mengandung terpen. Minyak nilam mudah larut dalam alkohol karena komponen utama dalam minyak nilam adalah patchouli alkohol yang termasuk golongan terpen-O. Kelarutan minyak hasil penyulingan dalam alkohol 90 % dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Kelarutan minyak nilam dalam alkohol 90 % Jam ke-
Kelarutan Penyulingan
Penyulingan Non
Kohobasi
Kohobasi
1
1:7
1:7
2
1:1
1:4
3
1:1
1:1
4
1:1
1:1
5
1:1
1:1
6
1:1
1:1
7
1:1
1:1
8
1:1
1:1
9
1:1
1:1
Guenther (1947), bahwa komponen kimia yang terkandung dalam minyak atsiri menentukan kelarutan minyak tersebut dalam etanol. Biasanya minyak dengan kandungan oxygenated hydrocarbon tinggi akan lebih mudah larut dalam etanol dibandingkan dengan minyak atsiri dengan kandungan senyawa terpen tinggi. Salah satu komponen yang termasuk dalam golongan oxygenated hydrocarbon adalah patchouli alkohol dengan
gugus fungsi -COH (alkohol), yang artinya memiliki kepolaran yang hampir sama dengan pelarut alkohol (etanol). Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa dengan semakin lamanya waktu penyulingan akan meningkatkan kelarutan minyak nilam dalam alkohol. Minyak nilam pada jam pertama sulit larut dengan alkohol sedangkan pada jam berikutnya lebih mudah larut dalam alkohol. Hal tersebut dapat disebabkan karena dengan semakin lamanya waktu penyulingan maka akan meningkatkan kandungan patchouli alkohol dalam minyak nilam dan senyawa-senyawa oxygenated hydrocarbon lainnya.
E. PENYULINGAN RAKYAT Alat penyulingan yang digunakan pada penyulingan minyak nilam di Pakpak Barat, Sumatera Utara pada umumnya masih menggunakan teknologi yang sederhana. Metode penyulingan yang dilakukan adalah metode penyulingan uap dan air dengan sistem non kohobasi. Pengisian air dilakukan secara terus menerus selama proses penyulingan berlangsung dengan memperhitungkan uap air yang keluar (biasanya dengan aliran yang sangat kecil). Bahan baku yang digunakan adalah tanaman nilam Aceh (Pogostemon cablin benth) yang dikeringkan selama 2 hari dengan kadar air 10 % - 14 %. Sketsa penyulingan rakyat dapat dilihat pada Gambar 25.
D
C B
A
E
Gambar 25. Sketsa Unit pengolahan Hasil (UPH) Tradisional
Keterangan : A : Ketel air
D : Kondensor
B : Ketel suling
E : Separator
C : Pipa penghubung
Peralatan penyulingan yang digunakan adalah tungku, ketel air, ketel suling, pipa uap, kondensor dan separator. Ketel air ditempatkan dibawah tanah dan pada bagian atas ketel air terdapat pipa uap untuk mengalirkan uap ke ketel suling yang berada diatasnya. Luas permukaan pindah panas pada ketel air sebesar 0,78 m2 dengan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan destilat adalah 1 jam. Ketel suling dan ketel air yang digunakan terbuat dari drum berplat besi dengan diameter 57 cm dan tinggi 87,5 cm. Ketel yang terbuat dari besi dapat dengan mudah membentuk organologam pada saat penyulingan, hal itu dikarenakan penyulingan membutuhkan suhu yang tinggi. Pada suhu yang tinggi, organologam akan mudah sekali terbentuk. Organologam pada minyak nilam dapat mempengaruhi warna minyak kasar yang dihasilkan. Minyak nilam yang mengandung organologam akan berwarna kecokelatan, gelap, sampai hitam pekat, hingga mutu minyak tersebut akan menurun dan mengakibatkan harga jual minyak tersebut akan
turun. Kapasitas ketel suling yaitu 30 kg daun dan ranting nilam kering dengan kepadatan bahan 0,13 kg/liter. Bahan bakar yang digunakan pada penyulingan rakyat ini adalah kayu bakar sebanyak 2 m3. Rata-rata laju destilat selama penyulingan berlangsung yaitu 0,9 L/jam/kg bahan. Grafik laju destilat setiap jam dapat dilihat pada Gambar 26. Grafik tersebut menunjukkan laju destilat yang tidak stabil. Pada jam kedua laju destilat mengalami penurunan kemudian naik pada jam ketiga dan turun kembali hingga akhir penyulingan. Ketidakstabilan laju detilat dapat disebabkan karena penggunaan kayu bakar selama penyulingan. Penurunan laju destilat dapat terjadi karena kurangnya pasokan kayu bakar. 1.2
Laju L/jam/kg bahan
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1
2
3
4
5
Jam ke-
Gambar 26. Laju destilat penyulingan rakyat
Pipa uap yang digunakan berbahan dasar alumunium dengan panjang 6 meter sampai 18 meter. Kondensor pada penyulingan rakyat ini menggunakan pipa kondensor yang berbahan dasar alumunium dengan bak kondensor yang digunakan berbentuk tebuka pada bagian atasnya dan dinding bak kondensor terbuat dari papan atau tanah sepanjang 6 meter sampai 10 meter. Tipe kondensor yang digunakan berupa kondensor dengan pipa yang panjang dan lurus yang terendam dalam bak kondensor. Air pendingin kondensor dialirkan secara terus menerus selama penyulingan dengan arah sama dengan aliran uap minyak dalam pipa. Tabel 15. Perbandingan suhu rata-rata di kondensor pada penyulingan rakyat
No.
Keterangan
Suhu (°C)
1.
Destilat
2.
Air pendingin masuk
24
3.
Air pendingin keluar
44,2
35.8
Rata-rata suhu destilat selama penyulingan adalah 35,8 °C sedangkan ratarata suhu air pendingin keluar adalah 44,2 °C dan suhu air pendingin masuk 24 °C. Suhu destilat dan suhu air pendingin semakin meningkat dengan semakin lamanya penyulingan. Grafik perubahan suhu destilat dan suhu air pendingin selama proses penyulingan disajikan pada Gambar 27. Aliran searah yang digunakan pada penyulingan rakyat mengakibatkan suhu destilat menjadi semakin tinggi dan mencapai 39 °C pada akhir penyulingan. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada aliran searah tidak akan dapat membuat suhu destilat mendekati suhu air pendingin yang masuk dan panas yang dipindahkan akan kurang dari yang dapat dipindahkan jika alirannya berlawanan arah. 60 50
Suhu
40 Suhu destilat 30 20
Suhu air pendingin masuk
10
Suhu air pendingin keluar
0 1
2
3
4
5
Jam ke-
Gambar 27. Grafik suhu di kondensor pada penyulingan rakyat
Separator yang digunakan berbentuk tabung yang terbuat dari alumunium. Proses pemisahan minyak terjadi karena adanya perbedaan bobot jenis kemudian minyak yang berada pada bagian atas dipisahkan secara
manual dari air dengan menggunakan sendok sayur dan air berlebih dari separator langsung di buang. Rendemen minyak nilam yang dihasilkan berkisar antara 2 % - 3,3 % selama 5 - 6 jam penyulingan. Tingginya rendemen yang dihasilkan karena bahan baku yang digunakan yaitu 80 % daun dan 20 % ranting muda. Menurut penelitian Purwaningrat (2008), berdasarkan bagian tanaman nilam, rendemen paling tinggi dihasilkan oleh bagian pucuk (ruas ke- 1 sampai ruas ke- 5) dan semakin menurun dari bagian pucuk ke bagian akar tanaman. Daun mempunyai rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tanaman lainnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Prototipe alat penyulingan pada penelitian ini belum sempurna terutama pada bagian tungku pembakaran karena udara panas di tungku belum dapat mengalir dengan baik. Namun demikian, prototipe alat penyulingan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan penyulingan rakyat. Hal tersebut dapat dilihat pada prototipe alat penyulingan memiliki luas permukaan pindah panas pada ketel dan kondensor yang lebih besar, kapasitas yang lebih besar sehingga dapat menghasilkan minyak yang lebih banyak, separator yang dapat memisahkan minyak lebih baik tanpa menggunakan alat bantu lain seperti sendok sayur, kondensor yang dapat menghasilkan suhu destilat lebih rendah dan mutu yang lebih baik karena menggunakan alat penyulingan yang berbahan stainless steel. Rendemen yang dihasilkan pada penyulingan kohobasi dan non kohobasi tidak berbeda jauh yaitu sebesar 2,29 % (db) dan 2,2 % (db). Mutu minyak nilam yang dihasilkan dengan penyulingan kohobasi dan non kohobasi sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 2385 - 2006 . Bertambahnya waktu penyulingan cenderung meningkatkan nilai bobot jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan ester dan bilangan asam. Seluruh minyak nilam yang dihasilkan dapat larut dengan baik dalam alkohol 90 % dengan kelarutan 1:1 sampai 1:7. Penyulingan kohobasi dan penyulingan non kohobasi memliki efisiensi energi yang tidak berbeda jauh yaitu sebesar 25 % dan 23 % dikarenakan suhu air pengisi ketel pada penyulingan kohobasi hanya sedikit lebih tinggi. Penyulingan kohobasi memiliki kelebihan dibandingkan penyulingan non kohobasi yaitu dapat menghemat penggunaan air hingga 35 % sehingga penyulingan kohobasi dapat diterapkan pada daerah yang memiliki keterbatasan air dan memiliki suhu air rendah. Efisiensi kondensor pada penyulingan non kohobasi lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan non kohobasi karena pada penyulingan non kohobasi bukaan kran air pendingin masuk lebih lama jika dibandingkan dengan penyulingan kohobasi.
B. SARAN 1. Memanfaatkan air pendingin keluar sebagai air pengisi ketel pada penyulingan non kohobasi sehingga dapat meningkatkan efisiensi ketel suling 2. Memberikan pintu, meninggikan cerobong dan memperbesar ruang pembakaran pada tungku sehingga dapat mengurangi kehilangan energi pada tungku pembakaran dan meningkatkan efisiensi ketel suling
VI. DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, S. 1990. Kimia Kayu. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Guenther, E. 1947. Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh Semangat Ketaren. 1987. Direktorat Jenderal Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Harris, Ruslan. 1993. Tanaman Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta. Kamil, Sulaiman dan Pawito. 1983. Termodinamika dan Perpindahan Panas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta. Kulshrestha, S. K. 1989. Termodinamika Terpakai, Teknik Uap dan Panas. Universita Indonesia (UI Press), Jakarta. Lutony, T. L dan Y. Rahmawati. 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta. Mangun, Muhammad Syarifudin H. 2005. Nilam. Penebar Swadaya, Jakarta. McCabe, Warren L., Julian C. Smith dan Peter Harriot. 1986. Operasi Teknik Kimia Jilid 1. Erlangga, Jakarta. Panjaitan, Leonard. 1993. Kajian Tahanan Gesekan Tumpukan Nilam Terhadap Aliran Udara serta Profil Suhu Tumpukan Pada Penyulingan dengan Metoda Air dan Uap. Skripsi. FATETA-IPB, Bogor. Perry, Robert H. 1999. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook. The McGraw-Hill Companies, Inc. Purwaningrat, Linda. 2008. Kajian Pengaruh Umur dan Bagian Tanaman Nilam (Pogostemon cablin benth) yang Disuling Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam yang Dihasilkan. Skripsi. FATETA-IPB, Bogor. Rusli, S. 1974. Pengaruh Kepadatan dan Lama Penyulingan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Nilam. Pemberitaan LPTI 17 : 52 - 60. Rusli, Sofyan. 2003. Nilam, Teknologi Penyulingan dan Penanganan Minyak Bermutu Tinggi. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Rusli, S. dan Hasanah, M. 1977. Cara Penyulingan Daun Nilam Mempengaruhi Rendemen dan Mutu Minyaknya. Pemberitaan LPTI 24 : 1 – 7. Santoso, H. R. 1990. Bertanam Nilam Bahan Industri Wewangian. Penerbit Kanisius, Bandung.
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sudaryani, T. dan Sugiharti, E. 1998. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Penebar Swadaya, Jakarta. Sugiharto, Jeanny. 1993. Penyulingan Akar Wangi tanpa Dikeringkan dan Akar Wangi yang Dikeringkan dengan Penyulingan Tipe Uap dan Air. Skripsi. FATETA – IPB, Bogor. Sunanto, Ato. 1992. Uji Performansi Alat Penyulingan Minyak Atsiri dengan menggunakan Metode uap Langsung Pada Penyulingan Biji Lada dan Daun Sereh Wangi. Skripsi. FATETA – IPB, Bogor Tan Hong Sieng. 1962. Minyak Atsiri. Balai Penelitian Kimia PNPR. Penerbit Kantor dan Penyuluhan Deperinda, Bogor. Widiahtuti, Ivon. 2009. Uji Kinerja dan Efisiensi Energi Prototipe Alat-alat Penyulingan Minyak Nilam. Skripsi. FATETA – IPB, Bogor. Yuhono, J.T dan Sintha Suhirman. 2007. Strategi Peningkatan Rendemen dan Mutu Minyak dalam Agribisnis Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat Aromatik, Bogor. Zemansky, S. 1994. Fisika untuk Universitas 1 Mekanika, Panas, Bunyi. Bina Cipta, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakterisasi Minyak Atsiri
1. Kadar Air Kayu Bakar berdasarkan ASTM (American Society for Testing and Material ) D2016 Sampel kayu bakar diiris kecil-kecil dan tipis sebanyak 5 gram. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah alumunium foil yang telah ditimbang sebagai pengganti cawan alumunium. Lalu bobot sampel kayu bakar dan wadah alumunium foil ditimbang dan dicatat. Setelah dilakukan penimbangan awal, sampel kayu bakar beserta wadahnya dimasukkan ke dalam oven selama 5 jam pada suhu 103 °C ± 2 °C. Lalu didinginkan selama 15 menit di dalam desikator. Kemudian ditimbang bobot akhir secara keseluruhan. Pemanasan sampel dan wadahnya dilakukan di dalam oven lagi selama 30 menit dan didinginkan kembali dalam desikator. Setelah itu bobot sampel dan wadah ditimbang kembali. Prosedur tersebut dilakukan berulang kali sampai bobot sampel dan wadah konstan. Perhitungan kadar air kayu bakar ini dapat menggunakan rumus : Kadar air (% b/b) = m1 - m2 x 100% m1 Keterangan : m1 = bobot awal sampel + bobot wadah m2 = bobot akhir sampel + bobot wadah
2. Kadar Air Nilam Kering Prinsip : Air dalam jaringan tanaman diekstrak dengan cairan yang saling tidak melarut sehingga membentuk dua fasa. Prosedur : Metode pengukuran kadar air yang digunakan adalah Bidwell-Sterling. Sebanyak 10 gram bahan dimasukkan ke dalam labu berukuran 500 ml, dan ditambahkan 200 ml toluen sampai bahan terendam. Lalu labu dipasangkan pada aufhauser yang dilengkapi dengan pendingin tegak (kondensor) dan dididihkan selama 1 jam sampai semua air dalam bahan tersuling. Jika jumlah
air tidak bertambah lagi, maka penyulingan dihentikan. Volume air yang tersuling dapat dibaca pada skala yang terdapat pada aufhauser. Perhitungan : Kadar air (% wb ) =
volume air (ml )
Bobot contoh ( gr )
× 100%
3. Rendemen Prinsip : Rendemen minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dari penyulingan dengan berat bahan yang disuling dan dinyatakan dalam satuan persen. Perhitungan : Re ndemen min yak (% wb ) =
bobot min yak ( gr ) bobot bahan ( gr )
× 100%
4. Kadar Minyak Prinsip : Penentuan kadar minyak nilam dalam bahan dilakukan dengan menyuling nilam kering dengan mnggunakan alat penyulingan air skala laboratorium. Prosedur : Sebanyak 50 gram bahan dimasukkan ke dalam labu berukuran 1 liter, kemudian ditambahkan air sebanyak 3 – 6 kali bobot bahan (sampai seluruh contoh terendam). Selanjutnya labu dipasangkan pada clavenger yang dilengkapi dengan pendingin (kondensor). Penyulingan dilakukan selama 6 jam. Setelah penyulingan selesai, dibiarkan beberapa saat supaya air dan minyak terpisah, lalu dilakukan pengukuran volume minyak yang tersuling. Perhitungan kadar minyak adalah sebagai berikut : Kadar minyak (% db) =
v x 100% bk
Keterangan : v
= volume minyak atsiri (ml)
Bk = bobot contoh (1 – kadar air (% wb)
5. Penentuan Warna (SNI 06-2385-2006) Prinsip : Metode ini didasarkan pada pengamatan visual dengan menggunakan indera penglihatan (mata) langsung terhadap contoh minyak nilam. Prosedur : Pipet 10 ml contoh minyak nilam. Masukkan ke dalam tabung reaksi dan hindari adanya gelembung udara. Sandarkan tabung reaksi berisi contoh minyak nilam pada kertas atau karton berwarna putih. Amati warnanya dengna mata langsung dengan jarak pandang antara mata dan contoh ± 30 cm.
6. Bobot Jenis (SNI 06-2385-2006) Prinsip : Nilai bobot jenis suatu minyak atsiri dihitung berdasarkan perbandingan antara berat minyak atsiri dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Prosedur : Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibilas dengan etanol atau dietil eter. Bagian dalam piknometer dikeringkan dengan arus udara kering dan tutupnya disisipkan. Piknometer diletakkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling terlebih dahulu, lalu dididihkan dan didinginkan sampai suhu 25 ºC, sambil menghindari adanya gelembung-gelembung. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 25 ºC ± 0,2 ºC selama 30 menit dan atur permukaan air suling sampai garis tanda. Piknometer dibiarkan di dalam timbangan selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya (m1). Setelah itu, piknometer dikosongkan dan dicuci dengan etanol dan dietil eter, lalu dikeringkan dengan arus udara kering. Piknometer diisi dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dicelupkan kembali ke dalam penangas air pada suhu 25 ºC ± 0,2 ºC selama 30 menit dan permukaan minyak diatur sampai garis tanda. Piknometer dikeringkan dan tutupnya disisipkan. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m2).
Perhitungannya :
Bobot jenis d 2525 =
m2 − m m1 − m
Keterangan : m adalah bobot piknometer kosong m1 adalah bobot piknometer berisi air pada suhu 25 ºC m2 adalah bobot piknometer berisi minyak atsiri pada suhu 25 ºC
7. Indeks Bias (SNI 06-2385-2006) Prinsip : Jika sinar monokromatis melewati suatu media (A) ke media lain yang lebih padat (B), maka akan terjadi perubahan kecepatan dan pembiasan sinar tersebut mendekati garis normal atau sudut sinar datang (iA) lebih besar dari sudut sinar bias (iB). Perbandingan sinus sudut sinar datang dengan sinus sudut sinar bias ini disebut indeks bias. Prosedur : Sebelum digunakan, prisma refraktometer dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol. Contoh minyak diteteskan di atas prisma refraktometer, prisma dirapatkan dan dibiarkan beberapa menit agar suhu minyak merata. Sebelum ditaruh didalam alat, minyak harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Dengan mengatur slide maka akan diperoleh batas terang dan gelap yang jelas dan jika garis ini berhimpit dengan titik potong dua garis yang bersilang, maka indeks bias telah dapat dibaca pada skala. Perhitungan : Indeks bias Dt n = n Dt1 + 0.0004(t1 − t ) Keterangan : n Dt1
= pembacaan dilakukan pada suhu pengerjaan t1
0.0004
= faktor koreksi untuk indeks bias minyak nilam setiap derajat
8. Putaran Optik (SNI 06-2385-2006) Prinsip : Metode putaran optik didasarkan pada pengukuran sudut sinar terpolarisasi yang diputar oleh contoh minyak atsiri sepanjang 10 cm. Prosedur : Sumber cahaya dinyalakan dan ditunggu sampai diperoleh kilauan maksimum sebelum alat digunakan. Ditentukan titik nol pembacaan skala dengan tabung berisi air suling pada suhu 20 ºC. Tabung polarimeter diisi dengan cairan contoh yang bersuhu 20 ºC hingga penuh, hindari terbentuknya gelembung udara dalam tabung. Tabung yang berisi contoh diletakkan ke dalam alat polarimeter, baca putaran optik pada cakam skala. Perhitungan : Perhitungan puaran optik harus dinyatakan dalam derajat lingkar sampai mendekati 0,01 º. Putaran optik dekstro harus diberi tanda positif (+) dan putaran levo harus diberi tanda negatif (-). Bila tabung yang digunakan berukuran panjang 200 mm, maka hasil pembacaan adalah separuh dari angka yang dibaca. Bagian dari satu derajat dinyatakan dengan desimal (30 menit = 0,5 derajat; 30 detik = 0,5 menit).
9. Bilangan Asam (SNI 06-2385-2006) Prinsip : Jumlah miligram kalium hidroksida (KOH) yang diperlukan untuk menetralkan asam – asam bebas yang terdapat dalam satu gram minyak nilam. Prosedur : Minyak ditimbang sebanyak 4 ± 0,05 gram dalam erlenmeyer 500 ml dilarutkan dalam 5 ml etanol netral. Indikator PP ditambahkan sebanyak 5 tetes. Kemudian dititrasi dengan larutan KOH alkohol 0,1 N dalam etanol sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Perhitungan : Bilangan asam =
ml KOH × N KOH × 56,1 Bobot contoh( gram )
10. Bilangan Ester (SNI 06-2385-2006) Prinsip : Penyabunan ester-ester dengan larutan alkali dan menitrasi kembali kelebihan alkali-alkali tersebut. Prosedur : a. Pengujian blanko Labu penyabuanan diisi dengan beberapa potong labu didih. Lalu ditambahkan 5 ml etanol dan 25 ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol. Kemudian labu tersebut direfluks di atas penangas air selama satu jam. Setelah larutan dingin ditambahkan 5 tetes larutan PP kemudian dinetralkan dengan HCL 0,5 N. b. Pengujian contoh Pada kondisi yang sama contoh sebanyak 4 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam labu lalu ditambahkan 25 ml larutan KOH 0,5 N dalam alkohol dan beberapa batu didih. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama satu jam. Lalu larutan dibiarkan menjadi dingin. Larutan indikator PP dalam etanol ditambahkan sebanyak 5 tetes dan netralkan dengan HCL 0,5 N. Perhitungan : Bilangan ester =
(b − a ) × N
HCL × 56,1
Bobot contoh( gram )
11. Kelarutan dalam Etanol 90 % (SNI 06-2385-2006) Prinsip : Kelarutan menunjukkan kemampuan dua atau lebih senyawa untuk saling melarutkan satusama lain tanpa adanya reaksi kimia yang membentuk suatu larutan. Suatu senyawa akan larut dalam suatu pelarut pada perbandingan tertentu jika polaritasnya sama atau mendekati polaritas pelarut. Prosedur : Sebanyak 1 ml contoh minyak dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml. Kemudian ditambahkan etanol 90 % setetes demi setetes dari buret hingga rata. Setiap penambahan 0,5 etanol 90 % dari buret dikocok hingga rata
sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkinpada suhu 20oC. Setiap penambahan etanol 90 % diamati sifat kelarutannya apakah larut jernih atau keruh. Batas jumlah penambahan etanol sampai 10 ml. Cara menyatakan hasil : Kelarutan dalam x % (v/v) etanol = 1 volume dalam y volume, menjadi keruh dalam z volume.
Lampiran 2. Kehilangan Energi
A. Dinding Ketel 1. Penyulingan 1 Kohobasi Kehilangan energi konveksi a. Data pada menit ke - 0 Suhu dinding luar ketel (tok)
59,17
°C
Suhu udara lingkungan rata-rata (tu)
28
°C
Tf = ((tok + tu)/2)+273
316,58
K
β = (1/Tf)
0,003159
K
Lk
1,22
m
Cp (dari tabel kalor spesifik gas)
0,00001864
J/kg K
µ (dari tabel viskositas gas)
0,00001863
kg/m s
k (dari tabel konduktivitas termal gas)
0,02755
J/m2sK
ρ
1,1160
kg/m3
Menghitung NGr = ((Lk3)(gβρ2/µ2)(∆T)
6283796501
Menghitungi NPr = (Cp µ/k)
0,71
Menghitung NNu = (0,54(NGrNPr)0,25)
152,33
Menghitung nilai h = (NNu k/Lk)
3,44
J/m2sK
Ak
2,91
m2
Q = (h Ak (Tok-Tu) × 1800
561,83
KJ
b. Mencari nilai h
c. Menghitung nilai Q konveksi
Kehilangan energi radiasi a. Data Konstanta Stefan Boltzmann (σ)
5,67 × 10-8
ε (dari tabel emisivitas)
0,14
J/sm2K4
b. Menghitung Q radiasi Q = (σ ε Ak (tok4 - tu4) × 1800
163,65
KJ
Kehilangan energi keseluruhan Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 59,17 561,83 163,65 30 60,33 587,98 173,59 60 60,67 595,49 176,49 90 62,17 629,50 189,85 120 64,17 675,39 208,50 150 63,50 660,03 202,18 180 65,00 694,67 216,55 210 67,67 757,05 243,47 240 64,83 690,81 214,93 270 65,67 710,18 223,12 300 67,00 741,36 236,57 330 67,33 749,20 240,01 360 66,50 729,64 231,48 390 67,33 749,20 240,01 420 68,50 776,74 252,24 450 68,17 768,85 248,71 480 64,67 686,95 213,31 Total Kehilangan Panas (KJ) 11764,87 3674,64 Total Kehilangan Panas (MJ) 11,76 3,67 Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan untuk penyulingan yang lain : 2. Penyulingan 2 Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 49,50 354,53 92,78054 30 50,50 375,12 99,19373 60 57,17 517,53 147,3162 90 57,00 513,87 145,9959 120 56,33 499,27 140,7762 150 55,50 481,14 134,3891 180 59,33 565,55 165,0469 210 59,83 576,75 169,2897 240 59,17 561,83 163,6453 270 57,17 517,53 147,3162 300 58,17 539,59 155,3683 330 57,33 521,19 148,6427 360 56,00 492,00 138,2031 390 58,00 535,90 154,0107 420 56,50 502,91 142,0719 450 56,50 502,91 142,0719 480 56,67 506,56 143,3738 Total Kehilangan Panas (KJ) 8564,18 2429,492 Total Kehilangan Panas (MJ) 8,564 2,43
3. Penyulingan 3 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 60,17 584,23 172,15 30 61,33 610,56 182,36 60 61,17 606,79 180,89 90 63,17 652,37 199,06 120 63,50 660,03 202,18 150 64,17 675,39 208,50 180 66,17 721,84 228,11 210 67,00 741,36 236,57 240 65,67 710,18 223,12 270 66,00 717,95 226,44 300 64,83 690,81 214,93 330 64,17 675,39 208,50 360 64,50 683,09 211,70 390 64,00 671,54 206,91 420 64,33 679,24 210,10 450 64,83 690,81 214,93 480 64,67 686,95 213,31 Total Kehilangan Panas (KJ) 11458,52 3539,75 Total Kehilangan Panas (MJ) 11,46 35,4 4. Penyulingan 4 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 59,67 573,01 167,87 30 61,33 610,56 182,36 60 61,33 610,56 182,36 90 63,67 663,86 203,75 120 64,00 671,54 206,91 150 64,67 686,95 213,31 180 63,33 656,20 200,61 210 64,17 675,39 208,50 240 65,33 702,42 219,82 270 64,00 671,54 206,91 300 64,50 683,09 211,70 330 64,50 683,09 211,70 360 63,83 667,70 205,33 390 63,83 667,70 205,33 420 63,17 652,37 199,06 450 63,50 660,03 202,18 480 62,50 637,11 192,89 Total Kehilangan Panas (KJ) 11173,11 3420,59 Total Kehilangan Panas (MJ) 11,73 3,42
B. Tutup Ketel 1. Penyulingan 1 Kohobasi Kehilangan energi konveksi a. Data pada menit ke - 0 Suhu dinding luar ketel (tot)
50,67
°C
Suhu udara lingkungan rata-rata (tu)
28
°C
Tf = ((tok + tu)/2)+273
312,33
K
β = (1/Tf)
0,003202
K
D
0,82
m
Cp (dari tabel kalor spesifik gas)
0,00001847
J/kg K
µ (dari tabel viskositas gas)
0,00001848
kg/m s
k (dari tabel konduktivitas termal gas)
0,02723
J/m2sK
ρ
1,0706
kg/m3
Menghitung NGr = ((D3)(gβρ2/µ2)(∆T)
1470073164
Menghitungi NPr = (Cp µ/k)
0,71
Menghitung NNu = (0,59(NGrNPr)0,25)
97,03
Menghitung nilai h = (NNu k/D)
3,22
J/m2sK
At
0,54
m2
Q = (h At (Tot-Tu) × 1800
70,83
KJ
b. Mencari nilai h
c. Menghitung nilai Q konveksi
Kehilangan energi radiasi a. Data Konstanta Stefan Boltzmann (σ)
5,67 × 10-8
ε (dari tabel emisivitas)
0,12
J/sm2K4
b. Menghitung Q radiasi Q = (σ ε At (tot4 - tu4) × 1800
163,65
KJ
Kehilangan energi keseluruhan Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 50,67 70,83 18,56 30 53,33 81,31 21,93 60 56,67 94,78 26,54 90 57,00 96,15 27,02 120 63,67 124,21 37,71 150 61,00 112,83 33,21 180 61,33 114,24 33,76 210 61,33 114,24 33,76 240 61,00 112,83 33,21 270 61,00 112,83 33,21 300 59,33 105,82 30,55 330 60,00 108,61 31,60 360 58,00 100,27 28,51 390 57,67 98,89 28,01 420 61,00 112,83 33,21 450 60,33 110,01 32,13 480 57,00 96,15 27,02 Total Kehilangan Panas (KJ) 1766,83 509,94 Total Kehilangan Panas (MJ) 1,77 0,51 Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan untuk penyulingan yang lain : 2. Penyulingan 2 Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 48,33 61,89 15,84 30 51,67 74,73 19,79 60 59,33 105,82 30,55 90 53,00 79,99 21,50 120 56,67 94,78 26,54 150 57,67 98,89 28,01 180 60,33 110,01 32,13 210 58,00 100,27 28,51 240 56,33 93,42 26,06 270 58,67 103,04 29,52 300 57,00 96,15 27,02 330 57,67 98,89 28,01 360 58,00 100,27 28,51 390 57,00 96,15 27,02 420 59,00 104,43 30,03 450 57,00 96,15 27,02 480 55,67 90,70 25,11 Total Kehilangan Panas (KJ) 1605,57 451,17 Total Kehilangan Panas (MJ) 1,6 0,45
3. Penyulingan 3 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 45,33 50,76 12,63 30 52,33 77,35 20,64 60 52,33 77,35 20,64 90 52,33 77,35 20,64 120 56,33 93,42 26,06 150 60,00 108,61 31,60 180 59,33 105,82 30,55 210 62,00 117,07 34,86 240 61,67 115,65 34,31 270 60,67 111,42 32,67 300 62,67 119,92 35,99 330 61,00 112,83 33,21 360 60,67 111,42 32,67 390 58,67 103,04 29,52 420 60,00 108,61 31,60 450 59,33 105,82 30,55 480 58,67 103,04 29,52 Total Kehilangan Panas (KJ) 1699,48 487,63 Total Kehilangan Panas (MJ) 1,7 0,49 4.
Penyulingan 4 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 50,33 69,54 18,16 30 54,33 85,31 23,27 60 56,00 92,06 25,58 90 57,00 96,15 27,02 120 57,67 98,89 28,01 150 58,00 100,27 28,51 180 59,33 105,82 30,55 210 60,00 108,61 31,60 240 59,33 105,82 30,55 270 59,33 105,82 30,55 300 62,33 118,49 35,42 330 60,33 110,01 32,13 360 61,00 112,83 33,21 390 57,33 97,52 27,51 420 59,67 107,21 31,07 450 60,33 110,01 32,13 480 59,00 104,43 30,03 Total Kehilangan Panas (KJ) 1728,79 495,31 Total Kehilangan Panas (MJ) 1,73 0,49
C. Pipa Horizontal 1. Penyulingan 1 Kohobasi Kehilangan energi konveksi a. Data pada menit ke - 0 Suhu dinding luar ketel (tok)
50
°C
Suhu udara lingkungan rata-rata (tu)
28
°C
Tf = ((tok + tu)/2)+273
312
K
β = (1/Tf)
0,003205
K
Dop
0,06
m
Cp (dari tabel kalor spesifik gas)
0,00001846
J/kg K
µ (dari tabel viskositas gas)
0,00001846
kg/m s
k (dari tabel konduktivitas termal gas)
0,0272
J/m2sK
ρ
1,1324
kg/m3
Menghitung NGr = ((Dop3)(gβρ2/µ2)(∆T)
562361,47
Menghitungi NPr = (Cp µ/k)
0,71
Menghitung NNu = (0,53(NGrNPr)0,25)
13,32
Menghitung nilai h = (NNu k/Dop)
6,03
J/m2sK
Ap
0,25
m2
Q = (h Ap (Top-Tu) × 1800
59,01
KJ
b. Mencari nilai h
c. Menghitung nilai Q konveksi
Kehilangan energi radiasi a. Data Konstanta Stefan Boltzmann (σ)
5,67 × 10-8
ε (dari tabel emisivitas)
0,12
J/sm2K4
b. Menghitung Q radiasi Q = (σ ε Ap (top4 - tu4) × 1800
8,14
KJ
Kehilangan energi keseluruhan Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 50,00 59,01 8,138865 30 51,33 63,48 8,879553 60 54,33 73,76 10,66119 90 55,67 78,42 11,50536 120 56,67 81,94 12,16007 150 57,33 84,31 12,60695 180 59,67 92,69 14,2376 210 59,00 90,28 13,76103 240 58,67 89,08 13,52597 270 59,33 91,49 13,99824 300 59,00 90,28 13,76103 330 58,33 87,89 13,29303 360 56,67 81,94 12,16007 390 58,67 89,08 13,52597 420 56,00 79,59 11,72152 450 56,33 80,77 11,93976 480 57,67 85,50 12,83353 Total Kehilangan Panas (KJ) 1399,53 208,7097 Total Kehilangan Panas (MJ) 1,4 0,21 Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan untuk penyulingan yang lain : 2. Penyulingan 2 Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 49,00 55,70 7,60 30 55,33 77,25 11,29 60 53,33 70,30 10,05 90 56,33 80,77 11,94 120 55,33 77,25 11,29 150 57,00 83,13 12,38 180 59,00 90,28 13,76 210 52,33 66,88 9,46 240 52,00 65,74 9,26 270 58,33 87,89 13,29 300 55,00 76,08 11,08 330 56,33 80,77 11,94 360 57,00 83,13 12,38 390 55,33 77,25 11,29 420 58,00 86,69 13,06 450 54,67 74,92 10,87 480 50,33 60,12 8,32 Total Kehilangan Panas (KJ) 1294,13 189,27 Total Kehilangan Panas (MJ) 1,3 0,19
3.
Penyulingan 3 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 52,67 68,03 9,65 30 53,67 71,47 10,25 60 52,33 66,85 9,46 90 55,67 78,47 11,51 120 57,00 83,22 12,38 150 56,67 82,00 12,16 180 56,33 80,74 11,94 210 55,67 78,39 11,51 240 57,33 84,34 12,61 270 58,00 86,75 13,06 300 57,33 84,35 12,61 330 58,67 89,18 13,53 360 59,00 90,38 13,76 390 59,33 91,60 14,00 420 55,33 77,19 11,29 450 54,67 74,85 10,87 480 54,33 73,72 10,66 Total Kehilangan Panas (KJ) 1361,54 201,23 Total Kehilangan Panas (MJ) 1,37 0,2
4.
Penyulingan 4 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 52,33 66,88 9,46 30 53,33 70,30 10,05 60 53,33 70,30 10,05 90 54,00 72,60 10,46 120 55,00 76,08 11,08 150 54,33 73,76 10,66 180 55,33 77,25 11,29 210 54,67 74,92 10,87 240 55,00 76,08 11,08 270 54,67 74,92 10,87 300 57,00 83,13 12,38 330 54,67 74,92 10,87 360 57,00 83,13 12,38 390 56,00 79,59 11,72 420 53,67 71,45 10,25 450 56,00 79,59 11,72 480 55,67 78,42 11,51 Total Kehilangan Panas (KJ) 1283,31 186,69 Total Kehilangan Panas (MJ) 1,28 0,19
D. Pipa Vertikal 1. Penyulingan 1 Kohobasi Kehilangan energi konveksi a. Data pada menit ke - 0 Suhu dinding luar ketel (top)
52
°C
Suhu udara lingkungan rata-rata (tu)
28
°C
Tf = ((top + tu)/2)+273
313
K
β = (1/Tf)
0,003195
K
Lop
0,84
m
Cp (dari tabel kalor spesifik gas)
0,00001850
J/kg K
µ (dari tabel viskositas gas)
0,00001850
kg/m s
k (dari tabel konduktivitas termal gas)
0,02728
J/m2sK
ρ
1,1288
kg/m3
Menghitung NGr = ((Lop3)(gβρ2/µ2)(∆T)
1658090534
Menghitungi NPr = (Cp µ/k)
0,71
Menghitung NNu = (0,53(NGrNPr)0,25)
109,24
Menghitung nilai h = (NNu k/Lop)
3,55
J/m2sK
Ap
0,16
m2
Q = (h Ap (Top-Tu) × 1800
24,26
KJ
b. Mencari nilai h
c. Menghitung nilai Q konveksi
Kehilangan energi radiasi a. Data Konstanta Stefan Boltzmann (σ)
5,67 × 10-8
ε (dari tabel emisivitas)
0,12
J/sm2K4
b. Menghitung Q radiasi Q = (σ ε Ap (top4 - tu4) × 1800
5,94
KJ
Kehilangan energi keseluruhan Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 52 24,26 5,94 30 54,8 27,82 7,02 60 51 23,01 5,57 90 55,4 28,60 7,27 120 56,2 29,63 7,60 150 57 30,68 7,94 180 54 26,80 6,70 210 52 24,26 5,94 240 54,8 27,82 7,02 270 55,6 28,85 7,35 300 56,6 30,16 7,77 330 55 28,08 7,10 360 54,2 27,05 6,78 390 54,8 27,82 7,02 420 54,2 27,05 6,78 450 54,6 27,56 6,94 480 53 25,52 6,32 Total Kehilangan Panas (KJ) 464,99 117,08 Total Kehilangan Panas (MJ) 0,46 0,12 Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan untuk penyulingan yang lain : 2. Penyulingan 2 Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 46,8 17,92 4,16 30 48,4 19,83 4,67 60 47,4 18,63 4,35 90 50,4 22,27 5,36 120 52,6 25,02 6,16 150 53,4 26,03 6,47 180 53,6 26,29 6,55 210 53,6 26,29 6,55 240 53 25,52 6,32 270 54,4 27,31 6,86 300 53,4 26,03 6,47 330 54 26,80 6,70 360 54 26,80 6,70 390 52,6 25,02 6,16 420 53,2 25,78 6,39 450 53 25,52 6,32 480 52,6 25,02 6,16 Total Kehilangan Panas (KJ) 416,06 102,36 Total Kehilangan Panas (MJ) 0,42 0,10
3.
Penyulingan 3 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 52 24,26 5,94 30 53 25,52 6,32 60 53,2 25,78 6,39 90 53,8 26,54 6,63 120 54,2 27,05 6,78 150 55 28,08 7,10 180 57 30,68 7,94 210 56,6 30,16 7,77 240 56,4 29,89 7,68 270 56,2 29,63 7,60 300 56,2 29,63 7,60 330 55,8 29,11 7,43 360 56,2 29,63 7,60 390 56 29,37 7,52 420 57,4 31,20 8,11 450 57 30,68 7,94 480 55,8 29,11 7,43 Total Kehilangan Panas (KJ) 486,35 123,79 Total Kehilangan Panas (MJ) 0,49 0,12
4.
Penyulingan 4 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 49,4 21,04 5,01 30 50,2 22,03 5,29 60 52,2 24,51 6,01 90 53,2 25,78 6,39 120 52,8 25,27 6,24 150 51,8 24,01 5,86 180 54 26,80 6,70 210 54 26,80 6,70 240 53,4 26,03 6,47 270 53,4 26,03 6,47 300 54,2 27,05 6,78 330 54,8 27,82 7,02 360 54 26,80 6,70 390 54,4 27,31 6,86 420 56,2 29,63 7,60 450 53,2 25,78 6,39 480 54 26,80 6,70 Total Kehilangan Panas (KJ) 439,48 109,23 Total Kehilangan Panas (MJ) 0,44 0,11
E. Tungku Pembakaran 1. Penyulingan 1 Kohobasi Kehilangan energi konveksi a. Data pada menit ke - 0 Suhu dinding luar ketel (tod)
56,33
°C
Suhu udara lingkungan rata-rata (tu)
28
°C
Tf = ((tod + tu)/2)+273
315,17
K
β = (1/Tf)
0,003173
K
Ld
0,88
m
Cp (dari tabel kalor spesifik gas)
0,00001859
J/kg K
µ (dari tabel viskositas gas)
0,00001858
kg/m s
k (dari tabel konduktivitas termal gas)
0,02744
J/m2sK
ρ
1,1210
kg/m3
Menghitung NGr = ((Ld3)(gβρ2/µ2)(∆T)
2185329664
Menghitungi NPr = (Cp µ/k)
0,71
Menghitung NNu = (0,54(NGrNPr)0,25)
107,02
Menghitung nilai h = (NNu k/Ld)
3,34
J/m2sK
Ad
2,38
m2
Q = (h Ak (Tod-Tu) × 1800
405,72
KJ
b. Mencari nilai h
c. Menghitung nilai Q konveksi
Kehilangan energi radiasi a. Data Konstanta Stefan Boltzmann (σ)
5,67 × 10-8
ε (dari tabel emisivitas)
0,90
J/sm2K4
b. Menghitung Q radiasi Q = (σ ε Ad (tod4 - tu4) × 1800
778,39
KJ
Kehilangan energi keseluruhan Waktu Suhu rata-rata QKonveksi Q Radiasi 0 56,33 405,72 778,40 30 63,50 536,35 1010,02 60 74,17 741,88 1383,25 90 75,50 768,38 1432,40 120 77,83 815,14 1519,76 150 78,67 831,96 1551,39 180 88,33 1031,23 1935,05 210 83,67 934,10 1745,94 240 84,67 954,77 1785,84 270 86,67 996,35 1866,66 300 83,50 930,66 1739,32 330 83,67 934,10 1745,94 360 84,83 958,22 1792,52 390 84,83 958,22 1792,52 420 84,00 940,98 1759,20 450 82,00 899,82 1680,17 480 82,33 906,66 1693,25 Total Kehilangan Panas (KJ) 14544,53 27211,62082 Total Kehilangan Panas (MJ) 14,54 27,21 Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan untuk penyulingan yang lain : 2. Penyulingan 2 Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 52,00 321,88 645,49 30 66,00 571,64 1094,38 60 67,83 602,04 1157,44 90 75,50 747,75 1432,40 120 80,00 837,27 1602,47 150 80,67 848,66 1628,22 180 83,33 902,59 1732,71 210 83,83 910,45 1752,56 240 86,67 972,67 1866,66 270 82,50 887,74 1699,80 300 81,17 860,80 1647,63 330 80,83 852,57 1634,68 360 82,67 891,43 1706,37 390 80,83 854,43 1634,68 420 80,33 844,41 1615,33 450 80,17 841,43 1608,89 480 79,67 901,40 1589,64 Total Kehilangan Panas (KJ) 13649,16 26049,35 Total Kehilangan Panas (MJ) 13,65 26,05
3.
Penyulingan 3 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata Q Konveksi Q Radiasi 0 63,17 579,57 998,9105 30 66,83 655,16 1122,916 60 72,33 771,54 1316,6 90 74,50 818,30 1395,486 120 74,00 807,46 1377,15 150 77,50 883,83 1507,175 180 81,17 965,10 1647,634 210 83,17 1009,95 1726,11 240 83,50 1017,46 1739,318 270 82,33 991,22 1693,25 300 81,67 976,28 1667,129 330 82,67 998,70 1706,366 360 82,00 983,74 1680,171 390 82,83 1002,45 1712,938 420 80,67 953,94 1628,221 450 81,00 961,38 1641,154 480 79,50 928,00 1583,245 Total Kehilangan Panas (KJ) 15304,08 26143,77 Total Kehilangan Panas (MJ) 15,30 26,14
4.
Penyulingan 4 Non Kohobasi Waktu Suhu rata-rata QKonveksi Q Radiasi 0 56,50 446,79 783,6135 30 65,17 620,59 1066,049 60 64,33 603,44 1037,93 90 69,50 711,16 1215,658 120 71,83 760,82 1298,605 150 75,00 829,16 1413,901 180 73,50 796,66 1358,893 210 75,50 840,04 1432,396 240 80,00 939,10 1602,466 270 79,17 920,61 1570,476 300 78,33 902,19 1538,713 330 81,17 965,10 1647,634 360 80,83 957,66 1634,683 390 80,33 946,52 1615,326 420 80,17 942,81 1608,891 450 80,50 950,23 1621,769 480 80,83 957,66 1634,683 Total Kehilangan Panas (KJ) 14090,53 24081,68643 Total Kehilangan Panas (MJ) 14,09 24,08
Lampiran 3. Efisiensi Ketel Suling
A. Penyulingan 1 Kohobasi 1. Data pada menit ke – 0 Suhu air awal
24
°C
Titik didih air
100
°C
Jumlah air ketel awal
134,66
kg
Panas jenis air pada suhu 24 °C
4,18
KJ/kg°C Panas jenis air pada suhu 100 °C
4,22
KJ/kg°C Panas jenis air rata-rata
4,2
KJ/kg°C Panas laten penguapan
2256
KJ/kg
Bobot kayu basah
173,2
kg
Kadar air kayu
18,45
%
141,24
kg
18000
KJ/kg
2542402,8
KJ
38,25
kg
129275
KJ
2. Menghitung energi bahan bakar
Bobot kayu kering = (173,2 – ((18,45/100)×173,2) Nilai kalor kayu bakar Energi bahan bakar Qb = (141,24 × 18000) 3. Menghitung energi penguapan air Uap yang dihasilkan pada menit ke – 0 Energi penguapan air Qu0 = (134,66 × 4,2 × (100-24)) + (38,25 × 2256)
Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan perhitungan keseluruhan untuk waktu penyulingan yang selanjutnya : Menit Ke-
Q
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 Total Kalor untuk menguapkan air (KJ)
129275 74040,65 48633,23 53643,6 41136,96 46293 43502,89 38007,05 45784,2 38188,13 31042,33 26128,73 23140,51 18944,59 21867,89 21197,51 15436,65 716262,9
4. Efisiensi ketel suling = (716262,9/2542402,8) × 100 %
28,17
%
Suhu air awal
23
°C
Titik didih air
100
°C
Jumlah air ketel awal
134,66
kg
Panas jenis air pada suhu 23 °C
4,18
B. Penyulingan 2 Kohobasi 1. Data pada menit ke – 0
KJ/kg°C Panas jenis air pada suhu 100 °C
4,22
KJ/kg°C Panas jenis air rata-rata
4,2
KJ/kg°C Panas laten penguapan
2256
KJ/kg
2. Menghitung energi bahan bakar Bobot kayu basah
200,2
kg
Kadar air kayu
27,37
%
145,4
kg
18000
KJ/kg
2617294,68
KJ
17,78
kg
83655,19
KJ
Bobot kayu kering = (200,2 – ((27,37/100)×200,2) Nilai kalor kayu bakar Energi bahan bakar Qb = (145,4 × 18000) 3. Menghitung energi penguapan air Uap yang dihasilkan pada menit ke – 0 Energi penguapan air Qu0 = (134,66 × 4,2 × (100-23)) + (17,78 × 2256)
Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan perhitungan keseluruhan untuk waktu penyulingan yang selanjutnya : Menit Ke-
Q 0 83655,19 30 49219,77 60 57161,32 90 25900 120 19828,19 150 43829,97 180 41592,15 210 44654,74 240 30390,29 270 20266,47 300 34970,75 330 20605,47 360 19646,64 390 16054,16 420 20536,05 450 14553,62 480 30419,44 Total Kalor untuk menguapkan air (KJ) 573045,3
4. Efisiensi ketel suling = (573045,3/2617294,68) × 100 %
21,9
%
C. Penyulingan 3 Kohobasi 1. Data pada menit ke – 0 Suhu air awal
25
°C
Titik didih air
100
°C
Jumlah air ketel awal
134,66
kg
Panas jenis air pada suhu 25 °C
4,18
KJ/kg°C Panas jenis air pada suhu 100 °C
4,22
KJ/kg°C Panas jenis air rata-rata
4,2
KJ/kg°C Panas laten penguapan
2256
KJ/kg
Bobot kayu basah
167
kg
Kadar air kayu
14,55
%
142,7
kg
18000
KJ/kg
2568627
KJ
21,41
kg
90713,32
KJ
2. Menghitung energi bahan bakar
Bobot kayu kering = (167– ((14,55/100)×167) Nilai kalor kayu bakar Energi bahan bakar Qb = (142,7× 18000) 3. Menghitung energi penguapan air Uap yang dihasilkan pada menit ke – 0 Energi penguapan air Qu0 = (134,66 × 4,2 × (100-25)) + (21,41× 2256)
Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan perhitungan keseluruhan untuk waktu penyulingan yang selanjutnya :
Menit Ke0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 Total Kalor untuk menguapkan air (KJ)
Q 90713,32 64173,72 47595,71 33255,07 30566,68 24150,15 44396,33 29034,96 29430,92 26707,34 25733,08 23586,64 24066,19 28695,36 25501,77 32082,72 20923,98 600613,9
4. Efisiensi ketel suling = (600613,9/2568627) × 100 %
23,38
%
Suhu air awal
25
°C
Titik didih air
100
°C
Jumlah air ketel awal
134,66
kg
Panas jenis air pada suhu 25 °C
4,18
D. Penyulingan 4 Non Kohobasi 1. Data pada menit ke – 0
KJ/kg°C Panas jenis air pada suhu 100 °C
4,22
KJ/kg°C Panas jenis air rata-rata
4,2
KJ/kg°C Panas laten penguapan
2256
KJ/kg
Bobot kayu basah
149,3
kg
Kadar air kayu
10,45
%
133,7
kg
2. Menghitung energi bahan bakar
Bobot kayu kering = (149,3 – ((10,45/100)×149,3)
Nilai kalor kayu bakar
18000
KJ/kg
2406566,7
KJ
16,33
kg
79252,09
KJ
Energi bahan bakar Qb = (133,7 × 18000) 3. Menghitung energi penguapan air Uap yang dihasilkan pada menit ke – 0 Energi penguapan air Qu0 = (134,66 × 4,2 × (100-25)) + (16,33 × 2256)
Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan perhitungan keseluruhan untuk waktu penyulingan yang selanjutnya : Menit Ke0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480 Total Kalor untuk menguapkan air (KJ)
Q 79252,09 48072,95 25552,29 40774,93 24744,81 25744,03 16703,05 17248,57 37004,54 35252,54 32205,35 28601,15 21672,5 23432,13 31149,23 33547,3 23344,59 544302,1
4. Efisiensi ketel suling = (544302,1/2406566,7) × 100 %
22,62
%
Lampiran 4. Efisiensi Kondensor
A. Penyulingan 1 Kohobasi 1. Data Koefisien pindah panas keseluruhan (U)
40
Btu/feet2 °C
817646,8
J/m2°C
Luas permukaan pindah panas
1,62
m2
Suhu destilat menit ke – 0 (td)
28
°C
Suhu air pendingin masuk menit ke – 0 (ta)
24
°C
Suhu air pendingin keluar menit ke – 0 (tb)
52
°C
2. Menghitung beda suhu rata-rata logaritmik (∆T LMTD) = ((100-24)-(100-52))/ln((100-24)/(100-52))
60,93
°C
40459,97
KJ
713793,01
KJ
71,89
%
3. Menghitung energi yang diserap air pendingin Q = (817646,8 × 1,62 × 60,93)
4. Menghitung efisiensi kondensor Quap Efisiensi kondensor = (513367,72/ 714072,57) × 100 %
Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan perhitungan keseluruhan untuk waktu penyulingan yang selanjutnya : Waktu T Destilat 0 28 30 31 60 35 90 32 120 30 150 32 180 36 210 35 240 31 270 30 300 32 330 33 360 32 390 32 420 34 450 32 480 32
T air masuk 24 25 26 26 27 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 28 28
T air keluar ∆T LMTD 52 60,93 72 47,70 80 41,27 80 41,27 74 45,53 81 40,12 80 40,94 80 40,60 64 51,94 56 56,86 74 44,79 76 43,33 79 41,05 78 41,82 72 46,21 78 42,17 72 46,59
Qtransfer 40459965,85 31675257,46 27406846,99 27406846,99 30230756,76 26639474,22 27181984,46 26956294,59 34487410,86 37753401,26 29744734,30 28774075,55 27255247,72 27770672,45 30686483,71 28003137,71 30935128,09 513367718,9 513367,72
B. Penyulingan 2 Kohobasi 1. Data Koefisien pindah panas keseluruhan (U)
40
Btu/feet2 °C 817646,8
J/m2
Luas permukaan pindah panas
1,62
m2
Suhu destilat menit ke – 0 (td)
27
°C
Suhu air pendingin masuk menit ke – 0 (ta)
23
°C
Suhu air pendingin keluar menit ke – 0 (tb)
66
°C
°C
2. Menghitung beda suhu rata-rata logaritmik (∆T LMTD) = ((100-23)-(100-66))/ln((100-23)/(100-66))
3. Menghitung energi yang diserap air pendingin
52,6
°C
Q = (817646,8 × 1,62 × 52,6)
34929,6
KJ
571043,43
KJ
86,13
%
4. Menghitung efisiensi kondensor Quap Efisiensi kondensor = (492056,15/ 571282,4) × 100 %
Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan perhitungan keseluruhan untuk waktu penyulingan yang selanjutnya : Waktu T Destilat 0 27 30 32 60 32 90 30 120 30 150 34 180 32 210 34 240 31 270 29 300 32 330 32 360 30 390 30 420 30 450 29 480 32
T air masuk 23 24 25 26 26 27 27 28 28 28 29 29 29 29 29 28 28
T air keluar ∆T LMTD 66 52,60 86 36,65 90 32,26 82 39,61 78 42,87 80 40,94 79 41,74 78 42,17 78 42,17 73 45,88 77 42,58 75 44,07 75 44,07 66 50,25 68 48,94 60 54,44 81 39,78
Qtransfer 34929592,54 24336496,10 21421148,89 26303671,23 28465445,70 27181984,46 27713463,84 28003137,71 28003137,71 30465103,29 28276739,64 29263239,68 29263239,68 33367145,89 32495286,25 36150457,72 26416856,92 492056147,2 J 492056,15 KJ
C. Penyulingan 3 Non Kohobasi 1. Data Koefisien pindah panas keseluruhan (U)
40
Btu/feet2 °C 817646,8
J/m2
Luas permukaan pindah panas
1,62
m2
Suhu destilat menit ke – 0 (td)
28
°C
Suhu air pendingin masuk menit ke – 0 (ta)
26
°C
°C
Suhu air pendingin keluar menit ke – 0 (tb)
67
°C
2. Menghitung beda suhu rata-rata logaritmik (∆T LMTD) = ((100-26)-(100-67))/ln((100-26)/(100-67))
50,77
°C
33712,73
KJ
598229,13
KJ
99,29
%
3. Menghitung energi yang diserap air pendingin Q = (817646,8 × 1,62 × 50,77)
4. Menghitung efisiensi kondensor Quap Efisiensi kondensor = (594184,05/ 598453) × 100 %
Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan perhitungan keseluruhan untuk waktu penyulingan yang selanjutnya : Waktu T Destilat T air masuk T air keluar ∆T LMTD Qtransfer 0 28 26 67 50,77 33712731,05 30 38 27 79 41,74 27713463,84 60 30 28 66 50,65 33630162,29 90 30 28 68 49,33 32753676,81 120 30 28 66 50,65 33630162,29 150 30 28 63 52,57 34909336,17 180 30 28 63 52,57 34909336,17 210 32 29 63 52,17 34639646,87 240 32 29 72 46,21 30686483,71 270 30 29 48 61,01 40510548,03 300 31 29 57 55,83 37075598,63 330 30 29 56 56,43 37469183,45 360 29 28 54 58,03 38534960,63 390 30 28 68 49,33 32753676,81 420 30 28 60 54,44 36150457,72 450 30 28 55 57,45 38145745,23 480 28 28 58 55,66 36958884,96 594184054,6 J 594184,05 KJ
D. Penyulingan 4 Non Kohobasi 1. Data Koefisien pindah panas keseluruhan (U)
40
Btu/feet2 °C 817646,8
J/m2
Luas permukaan pindah panas
1,62
m2
Suhu destilat menit ke – 0 (td)
28
°C
Suhu air pendingin masuk menit ke – 0 (ta)
26
°C
Suhu air pendingin keluar menit ke – 0 (tb)
44
°C
°C
2. Menghitung beda suhu rata-rata logaritmik (∆T LMTD) = ((100-26)-(100-44))/ln((100-26)/(100-44))
64,58
°C
42884,29
KJ
542075,16
KJ
99,19
%
3. Menghitung energi yang diserap air pendingin Q = (817646,8 × 1,62 × 64,58)
4. Menghitung efisiensi kondensor Quap Efisiensi kondensor = (537902,72/ 542283,36) × 100 %
Menggunakan perhitungan yang sama didapatkan perhitungan keseluruhan untuk waktu penyulingan yang selanjutnya : Waktu T Destilat T air Masuk T air Keluar ∆T LMTD Qtransfer 0 28 26 44 64,58 42884287,92 30 30 27 66 51,04 33892107,43 60 28 27 69 49,04 32562635,82 90 30 28 74 45,16 29988219,48 120 29 28 74 45,16 29988219,48 150 30 28 73 45,88 30465103,29 180 30 28 67 49,99 33194435,05 210 30 29 73 45,51 30219012,30 240 33 29 76 43,33 28774075,55 270 31 29 74 44,79 29744734,30 300 32 29 71 46,91 31147521,14 330 32 29 73 45,51 30219012,30 360 30 29 71 46,91 31147521,14 390 30 29 72 46,21 30686483,71 420 30 29 70 47,59 31602464,38 450 31 28 71 47,29 31398669,53 480 30 28 74 45,16 29988219,48 537902722,31 J 537902,72 KJ
Lampiran 5. Data Kadar Air dan Kadar Minyak 1. Kadar Air Nilam Kering Keterangan
No.
Kadar air
1.
Penyulingan 1 Kohobasi
8,48 %
2.
Penyulingan 2 Kohobasi
10 %
3.
Penyulingan 3 Non Kohobasi
10 %
4.
Penyulingan 4 Non Kohobasi
10 %
2. Kadar Minyak Nilam Kering No.
Keterangan
Kadar Minyak
Kadar minyak
(wb)
(db)
1.
Penyulingan 1 Kohobasi
2,47 %
2,7 %
2.
Penyulingan 2 Kohobasi
2,58 %
2,87 %
3.
Penyulingan 3 Non
2,14 %
2,38 %
2,56 %
2,84 %
Kohobasi 4.
Penyulingan 4 Non Kohobasi
Lampiran 6. Data Suhu Destilat, Suhu Air Pendingin, Laju Destilat dan Laju Air Pendingin
a. Penyulingan 1 Kohobasi Waktu
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480
Suhu Destilat (oC) 28 31 35 32 30 32 36 35 31 30 32 33 32 32 34 32 32
Laju destilat (Liter/jam) 76,5 55,38 36 43,2 31 37 33,88 29,66 37 29,10 23,73 20,16 18 14,52 17,55 16,63 11,58
Suhu Air Suhu Air Pendingin Pendingin Masuk (oC) Keluar (oC) 24 52 25 72 26 80 26 80 27 74 27 81 27 80 28 80 28 64 28 56 29 74 29 76 29 79 29 78 29 72 28 78 28 72
Laju Air Pendingin (Liter/jam)
105,6 150 156,86 520,43 524,25 517,17
329,05
b. Penyulingan 2 Kohobasi Waktu
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480
Suhu Destilat (oC) 27 32 32 30 30 34 32 34 31 29 32 32 30 30 30 29 32
Laju destilat (Liter/jam) 35,56 38,80 45,76 17,17 15,34 36,86 32,34 35,49 22,58 15,07 29,01 14,59 15,57 12,20 16,61 10,74 25,55
Suhu Air Suhu Air Pendingin Pendingin Masuk (oC) Keluar (oC) 23 66 24 86 25 90 26 82 26 78 27 80 27 79 28 78 28 78 28 73 29 77 29 75 29 75 29 66 29 68 28 60 28 81
Laju Air Pendingin (Liter/jam)
Suhu Air Suhu Air Pendingin Pendingin Masuk (oC) Keluar (oC) 26 67 26 79 27 66 27 68 28 66 28 63 28 63 28 63 29 72 29 48 29 57 29 56 28 54 28 68 28 60 28 55 27 58
Laju Air Pendingin (Liter/jam)
100,71 82,82 98,49 127,53 138,07 84,41 169,19 274,34 66,42 46,52 88,99 67,83 186,86 133,79
c. Penyulingan 3 Non Kohobasi Waktu
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480
Suhu Destilat (oC) 28 38 30 30 30 30 30 32 32 30 31 30 29 30 30 30 28
Laju destilat (Liter/jam) 42,82 52,76 38,12 27,17 24,98 19,2 37,42 23,34 23,81 21,63 16,93 18,88 15,47 23,54 20,48 26,29 16,25
278,22 299,35 358,83 103,79 247,38 234,42 286,99 330,75 490,75 507,88 74,06 260,55 51,97 259,45 271,87 311,77
d. Penyulingan 4 Non Kohobasi Waktu
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 390 420 450 480
Suhu Destilat (oC) 28 30 28 30 29 30 30 30 33 31 32 32 30 30 30 31 30
Laju destilat (Liter/jam) 32,65 40,45 20,65 34,07 19,94 20,70 12,89 13,31 27,91 26,15 26,19 23,29 16,91 18,41 25,25 27,85 18,38
Suhu Air Suhu Air Pendingin Pendingin Masuk (oC) Keluar (oC) 26 44 27 66 27 69 28 74 28 74 28 73 28 67 29 73 29 76 29 74 29 71 29 73 29 71 29 72 29 70 28 71 28 74
e. Penyulingan Rakyat Jam ke1 2 3 4 5
Suhu Destilat (oC) 32 35 36 37 39
Laju destilat (Liter/jam) 27,27 22,5 30,51 27,69 26,47
Suhu Air Pendingin Masuk (oC) 24 24 24 24 24
Suhu Air Pendingin Keluar (oC) 37 42 46 47 49
Laju Air Pendingin (Liter/jam) 115,38 236,06 50,86 138,64 132,35 140,79 119,02 119,45 116,94 112,70 112,84 115,34 118,76 123,39 119,77 135,80 122,69
Lampiran 7. Hasil Analisa Mutu Minyak Nilam
a. Bobot Jenis Jam
Penyulingan 1
Penyulingan 2
Penyulingan 3 Penyulingan 4
1
0.93545
0.9402
0.94115
0.9332
2
0.9736
0.97355
0.97515
0.95695
3
0.98445
0.9844
0.98285
0.976455
4
0.9946
0.9869
0.9874
0.98615
5
0.995
0.99455
0.9887
0.994
6
0.995
0.9955
0.9928
0.9947
7
0.99755
0.99855
0.995
0.99575
8
1.0003
0.9987
0.9956
0.9967
Penyulingan 1
Penyulingan 2
Penyulingan 3 Penyulingan 4
1
1.50453
1.50556
1.50512
1.50409
2
1.50982
1.50926
1.50947
1.50753
3
1.51079
1.51076
1.51044
1.50972
4
1.5116
1.51105
1.51086
1.51074
5
1.51179
1.51195
1.51134
1.51126
6
1.51185
1.51204
1.5115
1.51174
7
1.51186
1.51204
1.51169
1.51184
8
1.51194
1.51212
1.51169
1.51208
Ke-
b. Indeks Bias Jam Ke-
c. Putaran Optik Jam
Penyulingan 1
Penyulingan 2
Penyulingan 3 Penyulingan 4
1
(-) 60.2
(-) 60.55
(-) 56.5
(-) 54.7
2
(-) 64.8
(-) 65.3
(-) 60.45
(-) 58.5
3
(-) 70.3
(-) 69.3
(-) 63.2
(-) 62.5
4
(-) 71.9
(-) 72.95
(-) 64.6
(-) 66.65
5
(-) 73
(-) 73.75
(-) 70.5
(-) 68.8
6
(-) 74.5
(-) 75.8
(-) 71.95
(-) 69
7
(-) 75
(-) 75.85
(-) 72.2
(-) 73.85
8
(-) 75.3
(-) 76.1
(-) 72
(-) 73.9
Penyulingan 1
Penyulingan 2
Penyulingan 3 Penyulingan 4
1
0.42075
1.818703
1.4025
1.82325
2
1.4025
2.518204
2.244
1.958603
3
3.927
4.616708
4.197007
3.357606
4
6.59175
6.715212
6.03075
4.7685
5
7.757037
8.394015
8.114214
6.435411
6
8.931343
11.07975
9.653117
7.134913
7
12.5597
13.29052
11.33192
8.114214
8
14.40973
13.77895
12.76275
9.982707
Ke-
d. Bilangan Asam Jam Ke-
e. Bilangan Ester Jam
Penyulingan 1
Penyulingan 2
Penyulingan 3 Penyulingan 4
1
6.31125
7.71375
2.10375
3.488806
2
11.22
4.90875
7.71375
1.399002
3
9.8175
7.0125
7.71375
3.488806
4
8.415
9.093516
8.394015
9.793017
5
12.6225
9.793017
9.093516
11.89152
6
18.93375
13.29052
25.1194
11.19202
7
24.54375
13.99002
16.83
14.68953
8
23.14125
21.73875
21.68454
15.38903
Ke-
f. Kelarutan Jam
Penyulingan 1
Penyulingan 2 Penyulingan
Ke-
Penyulingan
3
4
1
1:7
1:8
1:7
1:7
2
1:1
1:1
1:1
1:4
3
1:1
1:1
1:1
1:1
4
1:1
1:1
1:1
1:1
5
1:1
1:1
1:1
1:1
6
1:1
1:1
1:1
1:1
7
1:1
1:1
1:1
1:1
8
1:1
1:1
1:1
1:1
Lampiran 8. Gambar Minyak Hasil Penyulingan
Penyulingan 1 Kohobasi
Penyulingan 3 Non Kohobasi
Penyulingan 2 Kohobasi
Penyulingan 4 Non Kohobasi
Lampiran 9. Gambar Alat Penyulingan Prototipe
Ketel Suling
Pipa Kohobasi
Kondensor
Separator
Lampiran 10. Gambar Alat Penyulingan Rakyat
Separator
Tungku Pembakaran
Kondensor
Ketel suling