EFISIENSI ENERGI DAN KINERJA PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK PALA BERBAHAN BAKAR KAYU
Oleh :
DANAR ANDRI PRASETYO F34104131
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DANAR ANDRI PRASETYO. F34104131. Efisiensi Energi dan Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Pala Berbahan Bakar Kayu. Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Meika Syahbana Rusli 2009
RINGKASAN Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak pala yang cukup besar didunia. Minyak pala Indonesia merupakan minyak atsiri dengan kualitas bagus dan jumlah ekspornya mendominasi perminyakan pala dunia Meningkatnya harga minyak dan bahan bakar didunia berpengaruh pada kenaikan harga dan ketersediaan bahan bakar, khususnya minyak tanah yang digunakan para penyuling minyak pala, sebagai bahan bakar utama. Penggantian bahan bakar yang cukup murah dan kemudahan diperoleh, perlu dilakukan untuk menekan biaya produksi. Dua contoh bahan bakar yang cukup murah dan mudah ketersediaannya adalah kayu bakar dan batu bara. Untuk saat ini, harga bahan bakar yang paling murah adalah kayu bakar. Harga rata-rata kayu bakar saat ini sekitar Rp 500 / kg dengan rata-rata kadar air 30%. Prototipe alat penyulingan pala berbahan bakar kayu, dibuat sebagai salah satu solusi bagi para penyuling minyak pala. Rangkaian prototipe ini terdiri dari: boiler bahan bakar kayu, ketel suling yang dilengkapi ketel bahan dan fraksi bahan, kondensor tipe bak spiral dan separator minyak. Pengujian prototipe ini diberi perlakuan sesuai standar rekomendasi dan hasil penelitian sebelumnya yang dianggap sebagai perlakuan terbaik. Dari beberapa acuan sebelumnya, proses penyulingan pala ingin diefisienkan menjadi 12 jam dari yang biasa dilakukan para penyuling pala sekitar 30 – 48 jam. Dari pengujian ini akan diperoleh output efisiensi energi kalor, kinerja serta kekurangan yang perlu ditambahkan untuk penyempurnaan prototipe ini. Input perlakuan yang digunakan pada alat penyulingan ini antara lain pemuatan bahan ke dalam ketel sebanyak 300 kg untuk biji pala yang telah dikecilkan ukurannya. Perlakuaan lain adalah mempertahankan tekanan pada ketel suling sebesar 1 atm gauge, dan laju alir kondensat sebesar 0.6 liter/jam.kg bahan atau setara dengan 50 ml destilat/detik, dan pengaliran air pendingin setelah 1 jam pertama penyulingan. Dari hasil uji dan analisa pada prototype didapatkan efisiensi energi boiler sebesar 31,59%, ketel sebesar 91,79%, kondensor sebesar 90,87% untuk recovery dan 99% untuk transfer. Selain itu efisiensi energi pipa penghubung antara boiler dan ketel sebesar 97,27%, dan pipa penghubung antara ketel kondensor sebesar 99,49%, sehingga didapatkan efisiensi energi total pada alat penyulingan ini sebesar 25,54%. Pada pengujian UKM didapatkan efisiensi energy boiler sebesar 76,37%, ketel sebesar 97,45%, kondensor sebesar 39,85% untuk efisiensi recovery. Untuk pengujian pada pipa penghubung antara boiler dan ketel sebesar 96,93% dan pipa penghubung antara ketel dan kondensor sebesar 99,15% sehingga nilai efisiensi energi keseluruhan pada alat penyulingan UKM sebesar 28,5%. Dari uji kinerja prototipe yang dibandingkan dengan UKM, penyulingan menggunakan prototipe memerlukan waktu selama 14 jam dengan perolehan
rendemen 9,9%. Sedangkan pada penyulingan UKM memerlukan waktu lebih lama yaitu 30 jam dengan perolehan rendemen 10,2%. Dari hasil penyulingan dengan prototipe ini didapatkan minyak dengan karakteristik yang sesuai dengan SNI 06-2388-2006 tentang Minyak Pala. Respon gabungan nilai bobot jenis 0,904, indeks bias 1,478, kelarutan etanol 90% pada suhu 20°C sebesar 1:1, putaran optik (+)16,8º, dan sisa penguapan 0,7%. Standar minyak pala pada SNI untuk bobot jenis 0,880-0,910, indeks bias 1,470 - 1,497, kelarutan etanol 90% pada suhu 20°C 1:3 dan seterusnya jernih, putaran optik (+)8º - (+)25º dan sisa penguapan 0,7%. Setelah dibandingkan dengan penyulingan dimasyarakat, maka dalam satu kali proses penyulingan dengan jumlah bahan baku sebanyak 300 kg, maka dapat dilakukan penghematan biaya bahan dan tenaga kerja. Dari biaya bahan bakar dapat dihemat sekitar 1,5 juta rupiah dari konversi 1 liter minyak seharga Rp 7.100,- menjadi kayu seharga Rp 500,- per kilogram. Biaya tenaga kerja dapat dihemat sebanyak 41% sampai 53%.
DANAR ANDRI PRASETYO. F34104131. Energy Efficiency and Performance of Nutmeg Oil Distillatory Prototype with Fire Wood Fuel. Supervised by Ade Iskandar and Meika Syahbana Rusli 2009
SUMMARY Indonesia is a richest country that has big enough nutmeg oil production in the world. Indonesian nutmeg oil contain high quality essential oil and its export quantities has dominated world market of Nutmeg oil. The increasing of fossil fuel price and its alternative have implicated to their availability, especially kerosene that usually used by Nutmeg oil distillators, as the primary fuel. Transformation of energy to energies with enough cheap price and available is need to minimize production cost. Two examples of them is wood and coals. In this recent time, the cheapest price is wood. The average of wood price is about Rp 500 / kg with the average of water contain is about 30%. Prototype of Nutmeg oil distillation equipments that examined is made to give a solution to distillation processor. Series of this prototype is divided to boiler, distillating cattle accomplying with material cattle and material fraction, spiral condensor with water container and oil separator. This prototype is examined by factors that suitable with recommended standardation and the former research that result as the best factors. From the refferences, the process is done by 12 hours to be efficient process, compare with the conventional time scale of process is about 30–48 hours. From this examining, the output that will be resulted are efficiency of heat energy, performance and the lacking of performance of the prototype. Input factor that used on this prototype is loading material into the cattle as much 300 kg of Nutmeg that have been crushed to the small pieces. The other factor is maintaining pressure in the cattle 1 atm gauge, and flow of condensate as 0.6 liter/hour.kg of material or same with 50 ml of distillate/second, and fluidizing of cooling water after the first hour distillation. Analysis of the average efficiency of energy of boiler results efficiency as 31,59%, the cattle as 91,79%, condenser as 90,87% for recovery efficiency and 99% for transfer efficiency. Beside that, efficiency of conducting pipes between boiler and cattle as 97,27%, and conducting pipes between to condenser cattle as 99,49%, and so the total of efficiency of energy on the distillatory is 25,54%. The distillate or oil from this distillation process has characteristic oil that suitable with SNI 06-2388-2006 about Nutmeg oil characteristics. Responses of combination values of density is about 0,904, refractive index is 1,478, its solution in ethanol 90% at temperature 20°C is 1:1, optical rotary is (+)16,8º, and vapor remain is 0,7%. Standardize from SNI of the density is about between 0,880-0,910, refractive index between 1,470-1,497, solution in ethanol 90% at temperature 20°C is 1:3 and then clarity, optical rotary between (+)8º-(+)25º, and vapor remain is 0,7%. After the examination and analysis of Nutmeg oil, the time of distillation process is determined by 14 hours. The comparation of distillation process with distillation held by common people, on one cycles of distillation process with material about 300 kg can get economical benefit from cost of fuel consumption and operators. Fuel consumption can be reduced to 1.5 million rupiah from changing 1 liter kerosene
with price Rp 7.100,- to wooden fuel with price Rp 500,- per kilogram, meanwhile operator cost can be economized between 41% to 53%.
EFISIENSI ENERGI DAN KINERJA PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK PALA BERBAHAN BAKAR KAYU
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh:
DANAR ANDRI PRASETYO F 34104131
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EFISIENSI ENERGI DAN KINERJA PROTOTIPE ALAT PENYULINGAN MINYAK PALA BERBAHAN BAKAR KAYU
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: DANAR ANDRI PRASETYO F 34104131 Dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1986 Di Sragen Tanggal lulus: 19 Januari 2009 Disetujui, Bogor, 3 Februari 2009
Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Ir. Ade Iskandar, M. Si NIP. 131 788 584
Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc NIP. 131 841 750
SURAT PERNYATAAN
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “ EFISIENSI ENERGI ALAT PENYULINGAN MINYAK PALA BERBAHAN BAKAR KAYU” adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2009 Yang membuat pernyataan
Danar Andri Prasetyo F34104131
BIODATA
Penulis
bernama
lengkap
Danar
Andri
Prasetyo. Penulis lahir pada tanggal 19 Januari 1986 di Sragen. Penulis adalah putra pertama dari pasangan Subandi dan Dewi Parmari. Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanak-kanak Pertiwi 8 Ngandul, Sumberlawang pada tahun 1990. Pendidikan Sekolah Dasar penulis dimulai tahun 1992 di SD Negeri Ngandul I, Sumberlawang, Sragen. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya pada tahun 1998 dan melanjutkan ke SLTP Negeri I Gemolong. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan studinya di SLTP dan penulis melanjutkan studinya di SMA Negeri I Gemolong, Sragen dari tahun 2001 sampai 2004. Tahun 2004 penulis mengikuti ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru(SPMB) dan berhasil masuk IPB dengan pilihan program studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 2006/2007 penulis aktif di Lembaga dakwah fakultas FBIFATETA sebagai staff Fund Rising. Selama mengikuti perkuliahan di semester enam tahun 2007, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi. Pada semester delapan penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri dan Fitofarmaka dan asisten praktikum Peralatan Industri. Penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT Indomilk, Jakarta dalam rangka menyelesaikan tugas akhir. Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, penulis menyusun laporan praktek lapang dengan judul Mempelajari Proses Produksi dan Pengemasan Susu Kental Manis di P.T. Indomilk. Kemudian penulis menulis skripsi dengan judul “Efisiensi Energi dan Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Pala Berbahan Bakar Kayu” di bawah bimbingan Ir. Ade Iskandar, Msi dan Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSc serta dinyatakan lulus pada tanggal 19 Januari 2009. Sebelum menyelesaikan skripsi penulis sempat bekerja menjadi programmer PHP dan SAP modul ABAP di PT. Wiraswasta Gemilang Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Pilot Plant TIN Leuwikopo, Laboratorium Kimia, Penyulingan Pala di Cibedug., sejak bulan Februari sampai dengan Agustus 2008. Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ir Ade Iskandar M.Si. selaku dosen pembimbing satu atas kebijakan, masukan, dukungan dan bimbingannya selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc. selaku dosen pembimbing dua atas kebijakan, masukan, dukungan dan bimbingannya selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Drs. Purwoko M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 4. Ibu penulis yang telah telah memberikan semangat hati bagi penulis, terima kasih atas limpahan kasih sayang dan doa serta dukungannya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 5. Adik-adikku Dani dan Devi yang telah menjadi harapan bagi penulis sehingga mampu menyelesaikan tulisan ini, juga adik-adik yang tidak bisa disebut satu per satu yang selalu menyemangati penulis. 6. Pakde, Bude Jarot dan kakak-kakakku yang telah memberi dukungan moril dan finansial kepada penulis. 7. Rekan penelitian penulis yaitu Ivon dan Fina yang telah bersama-sama menjalani suka duka penelitian. 8. Kak Hari yang telah mengorbankan banyak waktu dan operator Pilot plant TIN yaitu Kang Ajum, Kang Agus, Kang Harry, Pak Damiri dan Fahrul yang selalu membantu penulis dalam hal teknis.
i
9. Teman – teman TIN 41 yang telah membantu penulis dalam meyelesaikan penelitian. 10. Teman – teman Liqo’ yang sering mengingatkan kepada penulis. 11. Bu Rini, Pak Edi, Pak Sugi, Pak Gun, Mas Diki, Bu Ega, dan Bu Sri serta laboran lainnya di TIN terima kasih atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian. 12. Adik 43 yang selalu membuat penulis tetap semangat walaupun dalam kondisi yang payah. 13. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu saran dan kritik untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang penyulingan minyak pala di Indonesia dan diaplikasikan secara luas..
Bogor, 2 Februari 2009
Penulis
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...................................................................................... i DAFTAR ISI..................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN.........................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................
1
B. TUJUAN..................................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3 A. MINYAK PALA......................................................................................
3
B. PROSES PENYULINGAN MINYAK....................................................
5
C. PERALATAN PENYULINGAN............................................................. 6 D. UAP.......................................................................................................... 9 E. ENERGI.................................................................................................... 10 F. MUTU MINYAK PALA.......................................................................... 12 III. METODOLOGI PENELITIAN.............................................................
14
A. BAHAN DAN ALAT..............................................................................
14
1. Bahan...................................................................................................
14
2. Alat Penelitian...................................................................................... 14 3. Alat Penyulingan.................................................................................. 15 a. Boiler............................................................................................
15
b. Ketel Suling..................................................................................
16
c. Kondensor....................................................................................
17
d. Separator......................................................................................
18
B. METODE PENELITIAN......................................................................... 19 1. Penelitian Pendahuluan…………………………...………………….
19
2. Pengujian Kinerja Peralatan Penyulingan Terhadap Rendemen Minyak Pala..........................................................................................
20
iii
2.1. Persiapan Bahan.............................................................................
20
2.2. Parameter Pengukuran...................................................................
20
2.3. Operasi Penyulingan......................................................................
21
2.4. Hasil Penyulingan..........................................................................
24
2.5. Analisis Kinerja Sistem Penyulingan............................................
24
2.5.1 Neraca Massa.......................................................................
24
2.5.2 Neraca Energi......................................................................
25
C. PERHITUNGAN.....................................................................................
25
1. Asumsi yang Digunakan......................................................................
25
2. Efisiensi sub sistem Boiler...................................................................
28
3. Efisiensi sub sistem pipa penghubung.................................................
29
4. Efisiensi sub sistem ketel.....................................................................
29
5. Efisiensi sub sistem kondensor............................................................
29
6. Kehilangan Kalor Secara Radiasi........................................................
31
D. STUDI BANDING KINERJA ALAT....................................................
31
IV. PEMBAHASAN....................................................................................... 32 A. UJI KINERJA DAN EFISIENSI ALAT PENYULINGAN.....................
32
1. Pengujian Pendahuluan.......................................................................
32
2. Kinerja Berdasarkan Desain................................................................ 33 3. Kinerja Berdasarkan Proses................................................................
38
4. Efisiensi Energi Sub Sistem Boiler.....................................................
40
5. Efisiensi Energi Sub Sistem Pipa Penghubung Boiler dengan Ketel....................................................................................................
42
6. Efisiensi Energi Sub Sistem Ketel......................................................
45
7. Efisiensi Energi Sub Sistem Pipa Penghubung Ketel dengan Kondensor...........................................................................................
49
8. Efisiensi Energi Sub Sistem Kondensor.............................................
51
B. RENDEMEN MINYAK PALA................................................................
55
C. PARAMETER MUTU ANALISA FISIKO KIMIA MINYAK PALA SESUAI KINERJA ALAT.......................................................................
59
1. Warna..................................................................................................
59
2. Bobot Jenis..........................................................................................
60
iv
3. Indeks Bias..........................................................................................
61
4. Putaran Optik......................................................................................
63
5. Kelarutan Etanol 90%.........................................................................
64
D. HASIL PENGUJIAN BIJI PALA............................................................. 65 E. PERBANDINGAN SISTEM PENYULINGAN SECARA UMUM.......
66
V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
66
A. KESIMPULAN........................................................................................
66
B. SARAN....................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
66
LAMPIRAN...................................................................................................... 68
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Komponen Yang Terkandung Dalam Minyak Pala………………..
4
Tabel 2.
Mutu Standar Minyak Pala SNI 06-2388-2006................................
13
Tabel 3.
Konstanta Angka Nusselt.................................................................. 27
Tabel 4.
Parameter Hasil Uji Pendahuluan …..…………………………….
32
Tabel 5.
Perbandingan Dimensi Umum Boiler…………………………….
33
Tabel 6.
Permukaan Pindah Panas Prototipe Boiler….…………………….
33
Tabel 7.
Perbandingan Keadaan Ketel Suling ……………………………...
35
Tabel 8.
Perbandingan Keadaan Kondensor………………………………... 36
Tabel 9.
Perbandingan Penggunaan Air Kondensor ...……………………...
37
Tabel 10.
Perbandingan Keadaan Pipa Penghubung…………………………
37
Tabel 11.
Perbandingan Nilai Efisiensi Alat Penyulingan..............................
54
Tabel 12.
Rendemen Hasil Penyulingan Prototipe...........................................
56
Tabel 13.
Perolehan Minyak Pala Tiap Jam pada Penyulingan Pertama.......... 56
Tabel 14.
Perolehan Minyak Pala Tiap Jam pada Penyulingan Kedua ...........
Tabel 15.
Perbandingan Rendemen Minyak Pala dan Waktu Penyulingan...... 58
Tabel 16.
Nilai Bobot Jenis Minyak Pala Prototipe.......................................... 60
Tabel 17.
Nilai Indeks bias Minyak Pala Prototipe..........................................
61
Tabel 18.
Nilai Putaran Optik Minyak Pala Prototipe......................................
63
Tabel 19.
Nilai Kelarutan etanol 90% Minyak Pala Prototipe.......................... 64
Tabel 20.
Kadar Air dan Kadar Minyak Biji Pala sebelum disuling................
65
Tabel 19.
Kadar Air dan Kadar Minyak Biji Pala setelah disuling..................
66
57
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Prototipe Alat Penyulingan Minyak Pala………………………
Gambar 2.
Prototipe Boiler............................................................................. 15
Gambar 3.
Prototipe Ketel Suling Pala Kapasitas 300 kg..............................
16
Gambar 4.
Prototipe Kondensor Model Spiral...............................................
18
Gambar 5.
Prototipe Separator Minyak Pala.................................................. 18
Gambar 6.
Diagram Alir Penelitian………………………………………… 19
Gambar 7.
Diagram alir Penyulingan Prototipe.............................................
23
Gambar 8.
Simulasi Plat dipanaskan dari bawah...........................................
26
Gambar 9.
Simulasi Plat dipanaskan dari atas................................................ 26
Gambar 10.
Simulasi kehilangan kalor dari permukaan silinder.....................
26
Gambar 11.
Gradien Suhu Logaritmik pada Kondensor..................................
30
Gambar 12.
Desain dan Sistem Kerja Prototipe Boiler……………………… 34
Gambar 13.
Desain dan Sistem Kerja Boiler UKM………………………….
Gambar 14.
Grafik Laju Alir Destilat Penyulingan Prototipe ………….…… 40
Gambar 15.
Grafik Kehilangan Kalor Pada Pipa Penghubung Boiler – Ketel Prototipe………………………………………………………… 43
Gambar 16.
Grafik kehilangan Kalor Radiasi dan Konveksi Pada Pipa Penghubung Boiler – Ketel Prototipe dan UKM.......................... 44
Gambar 17.
Grafik Kehilangan Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan pertama.................................................................... 47
Gambar 18.
Grafik Kehilangan Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan kedua........................................................................ 47
Gambar 19.
Grafik Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan UKM
Gambar 20.
Grafik Kehilangan Kalor Radiasi serta Konveksi Pada Ketel Prototipe dan UKM...................................................................... 48
Gambar 21.
Grafik Kalor Pada Pipa Penghubung Ketel - Kondensor Prototipe....................................................................................... 50
Gambar 22.
Grafik Kehilangan Kalor Secara Konveksi serta Radiasi pada Pipa Penghubung Ketel – Kondensor Prototipe dan UKM.......... 51
Gambar 23.
Profil Suhu Pada Prototipe Kondensor dan Kondensor UKM............................................................................................. 52
Gambar 24.
Ilustrasi Neraca Energi Pada Penyulingan Prototipe.................... 54
14
34
48
vii
Gambar 25.
Grafik Perolehan Minyak Pala Tiap Jam pada Penyulingan Prototipe....................................................................................... 57
Gambar 26.
Penampakan Warna Minyak Pala Hasil Penyulingan Pertama Sampel tiap 3 jam......................................................................... 59
Gambar 27.
Penampakan Warna Minyak Pala Hasil Penyulingan Kedua 59 Sampel tiap 3 jam.........................................................................
Gambar 28.
Profil bobot jenis minyak hasil penyulingan prototipe................. 60
Gambar 29.
Nilai Indeks Bias Minyak biji pala Hasil Penyulingan dengan Prototipe........................................................................................ 62
Gambar 30.
Nilai Putaran Optik Minyak Biji Pala Hasil Penyulingan dengan Prototipe........................................................................................ 64
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Dimensi dan Spesifikasi Alat Penyulingan.................................
Lampiran 2.
Data Rata-Rata Suhu hasil pengukuran....................................... 76
Lampiran 3.
Tabel Steam, Viskositas Udara, Konduktivitas Udara, Tabel Massa Jenis Udara....................................................................... 92
Lampiran 4.
Perhitungan Kehilangan Panas pada Alat Penyulingan..............
98
Lampiran 5.
Model Perhitungan serta Perbandingan Efisiensi Penyulingan UKM dan Prototipe.....................................................................
103
Data Hasil Perhitungan Kehilangan Kalor Secara Konveksi dan Radiasi .................................................................................
115
Lampiran 7.
Model Perhitungan Kalor Transfer (Q trnfr) pada Kondensor ..
124
Lampiran 8.
Metode Analisis Bahan dan Minyak...........................................
127
Lampiran 9.
Gambar Alat Penyulingan...........................................................
132
Lampiran 6.
73
ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanaman Pala (Myristica fragrans Houtt) adalah salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Tanaman ini menghasilkan biji dan fuli yang didalamnya terdapat minyak atsiri. Harga minyak biji pala (nutmeg oil) dan minyak fuli (mace oil) relatif stabil dibandingkan dengan minyak atsiri jenis lain. Minyak biji dan fuli pala Indonesia merupakan minyak yang kualitasnya bagus dan jumlah ekspornya mendominasi perminyakan pala dunia. Walaupun demikian, pasar perminyakan pala dikuasai oleh asing. Kelebihan pala Indonesia dibandingkan dengan pala luar adalah rendemennya yang cukup tinggi dan baunya yang khas. Minyak pala dapat diperoleh dengan 3 cara destilasi, yaitu destilasi menggunakan sistem rebus, destilasi menggunakan air dan uap (kukus) dan destilasi menggunakan uap langsung. Pada praktek dilapangan sistem uap langsung banyak digunakan. Dalam memproduksi minyak pala dibutuhkan sumber energi yang dihasilkan dari bahan bakar untuk membangkitkan uap (steam) untuk proses destilasi. Pada umumnya para penyuling minyak pala menggunakan bahan bakar minyak tanah dengan alasan lebih stabil dan mudah didapat waktu itu. Dengan meningkatnya harga bahan bakar, berakibat biaya produksi sedangkan keuntungan turun. Saat ini banyak diantara para penyuling sedang mencari bahan bakar yang dapat menggantikan minyak tanah. Alternatif bahan bakar yang mungkin dicapai saat ini adalah kayu bakar. Dengan makin meningkatnya harga bahan bakar, maka yang dapat diusahakan untuk menekan biaya penyulingan adalah dengan meningkatkan efisiensi energi alat penyulingan dan pemilihan bakan bakar baru yang relatif murah. Peningkatan efisiensi energi penyulingan didapatkan dengan menurunkan kehilangan panas secara maksimal dari boiler, ketel, dan pipa-
1
pipa penghubung. Selain itu diperlukan juga sistem recovery panas yang cukup efisien pada bagian kondensor. Dengan adanya permasalahan itu, maka dibuatlah suatu prototipe alat penyulingan yang didesain, untuk lebih menghemat energi. Prototipe yang telah dibuat diperlukan pengujian untuk mendapatkan kondisi operasi yang sesuai. Pengaturan suhu dan tekanan yang tepat dapat menghasilkan mutu rendemen minyak pala yang sesuai standar SNI. Selain rendemen yang tinggi, pengaturan suhu dan tekanan yang berimplikasi pada laju alir minyak akan didapatkan waktu optimal penyulingan. Prototipe alat penyulingan
yang diteliti ini diharapkan dapat
memberikan solusi masalah efisiensi energi yang berkorelasi terhadap biaya bahan bakar. Alat ini diharapkan mampu mempersingkat waktu penyulingan yang pada umumnya 30 sampai dengan 48 jam menjadi 12 sampai 14 jam. Proses pemotongan waktu penyulingan ini diharapkan dapat menurunkan biaya produksi baik biaya bahan bakar maupun biaya tenaga kerja.
B. Tujuan Penelitian Penelitian kajian kinerja prototipe alat penyulingan minyak pala bertujuan untuk : 1. Mengevaluasi kinerja prototipe alat penyulingan minyak pala. 2. Menentukan kondisi proses yang sesuai dengan prototipe. 3. Menganalisis efisiensi energi prototipe alat penyulingan minyak pala.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK PALA Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu komoditi pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi, di samping berjenis-jenis komoditi pertanian ekonomis lainnya.Sebagai tanaman rempah-rempah, pala dapat menghasilkan minyak atsiri dan lemak khusus yang berasal dari biji dan fuli. Biji pala menghasilkan 2 sampai 15 % minyak atsiri dan 30 - 40 % lemak, sedangkan fuli menghasilkan 7 - 18 % minyak atsiri dan 20 - 30 % lemak (fuli adalah arie yang berwarna merah tua dan merupakan selaput jala yang membungkus biji) (DEPTAN, 1986). Minyak pala merupakan cairan jernih (hampir tidak bewarna ) sampai kuning muda. Sifat-sifat minyak biji pala tidak berbeda dengan minyak dari fuli pala. Kebanyakan minyak pala dihasilkan dari campuran biji dan fuli pala. Minyak pala jika jika dibiarkan diudara terbuka akan berubah menjadi kental karena terjadi peristiwa polimerisasi dan berbau terpentin atau campuran yang tidak menyenangkan(Lutony, 1999). Minyak atsiri dari biji pala maupun fuli, mempunyai susunan kimiawi yang sama. Minyak fuli memunyai bau yang lebih tajan dari pada minyak biji pala. Bau minyak yang khas merupakan akibat dari kandungan brberapa komponen kimiawi yaitu monoterpen hidrokarbon,myristicin,monoterpen alkohol dan masih banyak lagi. Minyak fuli mengandung lebih banyak zat myristicin daripada minyak bijia pala. Komponen minyak pala dikutip dari Shenk dan Lamparsky (1981) dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Komponen yang terkandung dalam minyak pala Monoterpen Hidrokarbon
Oksida
Monoterpen Alkohol
Aromatik
Sesquiterpen Hidrokarbon
Ester
α-Pinene
1,8-cineol
Linalool
Safrole
α-Copaene
Bornil asetat
α-Thujan
Fensil Alkohol
Eugenol
α-cubebene
Camphene
Borneol
Cis-isoeugenol
α-Bergomoten
Citronelil asetat
β-Pinene
Terpin-4-ol
Carophyllene
Sabinene
α-Terpineol
Transisoeugenol
Δ-3-carene
Citronellol
Myrcene
Nerol
α-Phellandrene
Geraniol
Transmetylisoeugenol
γ-Terpinene
Cis-Piperitol
Myristicin
ρ-Cimene
Trans-Piperitol
Elemicene
Terpinolene
Cis-Sabinen Hidrat
Linalil asetat
Methyl eugenol Vanilin
α-ρDimethylstyrene P-metylisoprophyl benzene
α-Humulene α-Farnesene β-Bisabolene δ-Cadinene
Neril asetat Geranil asetat Terpinen-4-il asetat α-Terpenil asetat
Trans-Sabinen Hidrat Camphor p-Cymen-8-ol Menton
Pengolahan pala sangat sederhana sekali, yakni buah pala yang masih muda (berumur 2 - 5 bulan) dipetik, dilepaskan daging buahnya, kemudian bijinya dijemur matahari selama 2 - 3 hari, dan disortir menurut mutunya. Cara lainnya adalah dikeringkan di atas tungku api (diasap) selama +2 hari. Di pasaran dunia terdapat 2 mutu pala yaitu Mutu I AZWI dan Mutu II ETEZ. Mutu I AZWI adalah biji pala yang dikeringkan tanpa cangkang dipanen pada umur 2 - 2,5 bulan dan biasa disebut pala halus. Mutu II ETEZ adalah biji pala yang dikeringkan, berumur 3 – 5 bulan biasa disebut dengan nama pala kasar, pala polong, atau pala padang (Rismunandar,1992). Minyak atsiri dari biji pala maupun fuli, mempunyai susunan kimiawi yang sama. Demikian pula warnanya, yaitu jernih tidak berwarna hingga
4
kuning pucat. Minyak fuli baunya lebih tajam daripada minyak biji pala. Bau minyak pala yang khas merupakan akibat kandungan beberapa komponenkomponen kimiawi yaitu: Monoterpene hidrokarbon kurang lebih 88%, dengan komponen utamanya camphene dan pinene 4-8% miristisin Monoterpene alkohol, diantaranya ialah geraniol, linalool, terpineol. Eugenol, methhyleugenoldan sebagainya. (Rismunandar,1992) B. PROSES PENYULINGAN MINYAK ATSIRI Minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi dan titik cairnya, larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Berdasarkan sifat tersebut, maka minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 macam cara, yaitu: Penyulingan (Destilation), Pressing (Eks-pression), Ekstraksi dengan pelarut (Solvent ekstraksion) dan absorbsi menggunakan lemak padat (Enfleurage). Cara yang tepat untuk pengambilan minyak dari bahan adalah dengan cara penyulingan (Destilation). Penyulingan dianggap paling tepat karena paling cepat, murah dan mudah dilakukan dalam skala besar.(Ames dan Matthews, 1968). Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut dalam air. Menurut Guenter 1987 destilasi uap adalah proses penyulingan dengan menggunakan uap langsung. Uap yang digunakan adalah uap jenuh pada tekanan lebih dari 1 atmosfir. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori terletak dibawah bahan. Uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak dialat penyulingan. Melalui penyulingan dari fuli pala dapat diperoleh minyak atsiri yang jernih. Kadar minyak atsiri fuli berkisar antar 7-18% rata-rata 11%. Dari daging biji pala dapat pula diperoleh lemak dan minyak atsiri. Rata-rata
5
kandungan
lemak
biji
pala
30-40%
dan
minyak
atsiri
rata-rata
12%.(Rismunindar,1992) Jumlah minyak yang menguap bersama-sama uap air ditentukan oleh 3 faktor, yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, berat molekul dari masing-masing komponen dalam minyak dan kecepatan minyak yang keluar dari bahan. (Satyadiwiria, 1979). Menurut Ketaren (1985), peralatan yang biasanya digunakan dalam penyulingan terdiri atas : ketel suling, bak pendingin (kondensor), labu pemisah minyak (florentine flask), dan ketel uap (steam boiler). Peralatanperalatan inilah yang menjadi salah satu faktor penentu rendemen minyak atsiri. Waktu penyulingan minyak pala hingga semua minyak tersuling habis rata-rata 24 jam untuk biji pala dan 48 jam untuk fuli. (Rismunindar,1992).
C. PERALATAN PENYULINGAN 1. Boiler Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas dan steam. Sistem boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam dan sistem bahan bakar. Sistem air umpan menyediakan air untuk boiler secara otomatis sesuai dengan kebutuhan steam. Berbagai katup disediakan untuk keperluan perawatan dan perbaikan. Sistem steam mengumpulkan dan mengontrol produksi steam dalam boiler. Steam dialirkan melalui sistem pemipaan ke titik pengguna. Pada keseluruhan sistem, tekanan steam diatur menggunakan kran dan dipantau dengan alat pemantau tekanan. Sistem pembakaran adalah semua peralatan yang digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan yang diperlukan pada sistem bahan bakar tergantung pada jenis bahan bakar yang digunakan pada sistem.( www.energyefficiencyasia.org). Pada dasarnya jenis boiler ada 2 yaitu: Firetube boiler (boiler pipa api) dan Watertube boiler (boiler pipa air). Pada firetube boiler, gas panas melewati pipa-pipa dan air umpan boiler ada didalam shell untuk dirubah
6
menjadi steam. Firetube boilers biasanya digunakan untuk kapasitas steam yang relative kecil dengan tekanan steam rendah sampai sedang. Pada water tube boiler, air umpan boiler mengalir melalui pipa-pipa masuk kedalam drum. Air yang tersirkulasi dipanaskan oleh gas pembakar membentuk steam pada daerah uap dalam drum. Boiler ini dipilih jika kebutuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi seperti pada kasus boiler untuk pembangkit tenaga. (www.energyefficiencyasia.org). 2. Ketel Suling Ketel suling digunakan sebagai tempat air atau uap mengadakan kontak langsung dengan bahan, serta untuk menguapkan minyak atsiri. Pada umumnya ketel suling berbentuk silinder, yang diameternya sama atau lebih kecil dari tingginya. Silinder tersebut dilengkapi dengan tutup yang dapat dibuka pada bagian atas silinder. Pada tutup bagian atas silinder dipasang pipa untuk mengalirkan uap ke kondensor (Guenther, 1990) Ketel yang berukuran tinggi baik digunakan untuk menyuling bahan yang bersifat kamba. Ketel berukuran kecil lebih cocok untuk menyuling bahan yang bersifat kompak. Pengisian ketel pun sebaiknya tidak terlalu penuh atau sekitar 2/3 dari kapasitas ketel (Ketaren, 1985). Desain dasar ketel suling sedikit meruncing untuk memudahkan pemasangan ring pembantu, lembaran logam yang terbuat dari logam galvanized berukuran 14-20 gauge, ukuran ini tergantung dari besar kecilnya ketel suling. Untuk ukuran ketel yang lebih besar harus digunakan logam yang lebih berat(nomor gauge yang lebih kecil), (Guenther, 1990). 3. Pendingin (Kondensor) Menurut McCabe et. al. (2001), kondensor didefinisikan sebagai peralatan pindah panas yang digunakan untuk merubah fase uap menjadi fase cair dengan menghilangkan panas laten yang dipunyai oleh uap. Kondensasi atau proses pengembunan uap menjadi cairan, dan penguapan suatu cairan menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan dengan koefisien pindah panas yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap
7
jenuh seperti steam bersentuhan langsung dengan padat yang suhunya dibawah
suhu
jenuh
sehingga
membentuk
cairan
seperti
air.
(Geankoplis,1982 didalam Sakiah, 2006) Perubahan fase uap menjadi fase cair disebut kondensasi. Saat kondensasi terjadi perpindahan (pengeluaran) sejumlah panas dari fase uap. Panas yang dikeluarkan untuk mengubah fase uap menjadi fase cair dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini : Q=UxAxt Keterangan : Q = panas yang dikeluarkan per satuan waktu U = konstanta, tergantung dari bentuk pipa A = luas permukaan pipa yang dilalui uap t = beda antara suhu uap dan suhu air pendingin Harga U tergantung dari bentuk pipa. Jika pipa berbentuk coil maka nilai U-nya = 40. Bila berbentuk tubular maka nilai U-nya = 200 (Ketaren, 1985). Beberapa macam alat pendingin yang dapat dipakai untuk produksi minyak atsiri antara lain pendingin bentuk pipa panjang, bentuk berpilin, bentuk kisi atau bentuk tabung banyak (multitabular). Semua bentuk kondensor memerlukan air untuk mempercepat proses kondensasi( Lutony dan Rahmawati, 1999). Untuk kebanyakan alat penukar panas
salah satunya adalah
kondensor, menggunakan prinsip penukaran panas dengan aliran fluida berlawanan arah (Countercurrent flow). Aliran seaarah jarang sekli digunakan karena akan membuat suhu fluida keluar yang diinginkan mendekati suhu fluida yang kedua, dan kalor yang dapat dipindahkan akan kurang dari yang dapat dipindahkan oleh aliran berlawanan arah.
8
4. Pemisah Minyak (Separator) Menurut
Lutony dan
Rahmawati
(1999)
penampung hasil
kondensasi adalah alat untuk menampung distilat yang keluar dari kondensor lalu memisahkan minyak dari air suling. Pada saat di dalam separator
penguapan
dan
kehilangan
minyak
dicegah
dengan
mempertahankan suhu separator berkisar antara 20 ºC sampai dengan 25 ºC (Ketaren, 1985). Separator berbentuk persegi panjang biasanya dibagi menjadi dua kamar oleh sebuah sekat. Sekat tersebut dipasangkan dengan jarak beberapa sentimeter dari dasar tabung sehingga kedua ruangan dapat berhubungan satu sama lain. (Lutony dan Rahmawati, 1999) D. UAP Uap merupakan bagian cairan yang diuapkan dan terdiri dari gas sejati yang masih mengandung partikel-partikel cairan di dalamnya. Partikelpartikel cairan akan teruapkan dengan pemanasan. Uap super panas atau uap panas lanjutan (superheated steam) memiliki sifat-sifat seperti suatu gas di bawah suhu kritisnya. Beberapa metode pemanasan dan ekspansi dari uap adalah sebagai berikut (Kulshrestha, 1989) : (i)
Volume konstan.
(ii) Tekanan dan suhu konstan. (iii) pv konstan atau hiperbolik. (iv) pvn konstan. (v) Entropi konstan. (vi) Ekspansi bebas. (vii) Throttling. Uap merupakan salah satu fluida sehingga dalam sistem pengaliran akan mengikuti hukum hukum mekanika fluida.
9
E. ENERGI Hampir semua operasi yang dijalankan untuk proses penyulingan melibatkan pembangkitan, penyerapan, dan kehilangan energi dalam bentuk kalor (Cabe et al. 2001). 1. Transfer Energi Dua benda yang suhunya berbeda dalam kontak termal, maka kalor akan mengalir dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah. Aliran neto selalu berlangsung menurut arah penurunan suhu. Pengalian kalor itu dapat berlangsung dengan tiga ragam mekanisme: konduksi atau hantaran, konveksi atau aliran, dan radiasi atau pancaran. a. Konduksi Peristiwa perpindahan kalor secara konduksi berupa kesebandingan antara laju alir kalor melintas permukaan isotermal dan gradien suhu yang terdapat pada permukaan tersebut. Hubungan ini berlaku pada setiap lokasi pada suatu benda pada setiap waktu dan disebut hukum Fourier. (Mc. Cabe et al. 2001). Menurut Tjipto Utomo 1984, peristiwa konduksi terjadi pada padatan atau fluida yang relatif tidak bergerak, dalam hal ini panas berpindah secara getaran molekul dari satu molekul ke molekul yang lain. Besarnya fluksi panas ditulis dalam persaman Fourier: q = - k x A x T/ x Konduksi kalor dapat dipandang sebagai akibat perpindahan energi kinetik dari satu partikel ke partikel yang lain melalui tumbukan. Pada bahan logam, terdapat elektron bergerak bebas. Elektron-elektron ini berperan juga di dalam merambatkan energy kalor, karena itu bahan logam menjadi panghantar kalor yang sangat baik, dan disebut konduktor. (Suliyanah, 2004)
10
b. Konveksi Perpindahan kalor cara ini biasanya memerlukan alat transpor, seperti fluida. Dalam transfer panas ini ditentukan banyak faktor yang cukup rumit yaitu sifat fluida sendiri, sehingga transfer panas dipengaruhi tingkat turbulensi fluida. Berdasarkan gerakan fluida ada dua cara konveksi, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Dalam konveksi alamiah gerakan fluida disebabkan oleh beda densitas antara beberapa tempat, karena adanya selisih temperatur antara tempat-tempat itu. Dalam konveksi paksa fluida mengalir karena adanya usaha dari luar terhadap fluida, seperti pompa dan kompresor (Tjipto Utomo 1984). Fluksi panas dinyatakan dalam “Hukum Pendinginan Newton” q = h x A x (Tpadatan - Tfluida) c. Radiasi Radiasi dapat dianggap sebagai arus energi yang yang bergerak dengan kecepatan cahaya didalam ruang. Dalam bahasan kalor, radiasi akan terjadi apabila suatu benda yang suhunya lebih tinggi berhadapan pada suatu jarak pandang tertentu, sehingga akan terjadi pelepasan energi dan absorbsi energi pada penerima sampai keadaan seimbang (Mc. Cabe et al. 1986). Dalam radiasi terdapat emisivitas yang menentukan besarnya transfer energi, besarnya tergantung jenis benda. Untuk benda hitam sempurna mempunyai nilai emisivitas satu, nilai tersebut semakin kecil untuk benda yang kadar hitamnya kecil (Zemansky,1994 ) Besarnya kalor yang diradiasikan oleh suatu benda yang suhunya lebih tinggi mengikuti persamaan Stefan-Boltzman q= x
x
A x (T4)
11
2. Kehilangan Energi Pada suatu sistem pasti akan terjadi kehilangan energi, baik berupa kalor maupun energi yang lain. Kehilangan kalor total pada suatu sistem dapat dicari dengan mengalikan head fluks dan luas total serta waktu kerja sistem tersebut, atau dapat pula dengan mengalikan variabel luas pemukaan, waktu kerja, perbedaan suhu dengan lingkungan dan konstanta berupa koefisien transfer panas total. ΔQ = h x A x ΔT x Δt Dimana: ΔQ = kehilangan panas, J h = koefisien transfer panas total, W/(m2K) A = luas permukaan transfer panas, m2 ΔT = Perbedaan temperatur bahan padat denga lingkungan , K Δt = time period, s (Zemansky,1994) F.
MUTU MINYAK PALA Mutu minyak pala dievaluasi dengan membandingkan terhadap mutu standar minyak pala berdasarkan SNI 06-2388-2006. Miristisin merupakan senyawa crystalline, turunan safrole seperti pada star anise, parsley seed oil dan minyak biji pala. Jika dikonsumsi dalam dosis tinggi dapat menyebabkan convulsions, hallucinations, tachycardia, dan kematian (Anonim 2001). Pada awal penyulingan, komponen bertitik didih rendah akan tersuling terlebih dahulu kemudian disusul dengan komponen bertitik didih tinggi. Miristisin adalah senyawa dengan titik didih tinggi dan juga memiliki berat molekul lebih tinggi (192.2) dibandingkan dengan komponen lain dalam minyak pala dan fuli.(Guenther, 1990)
12
Tabel mutu standar minyak pala berdasarkan SNI 06-2388-2006 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Mutu Standar Minyak Pala SNI 06-2388-2006 No 1
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan
1.1
Warna
-
Tidak berwarna-kuning pucat
1.2
Bau
-
Khas minyak pala
-
0,880-0,910
2
Bobot jenis 20ºC/20ºC
3
Indeks Bias(nD20)
4
Kelarutan Etanol 90% pada suhu 20ºC
5
Putaran optik
6
Sisa penguapan
%
Maksimum 2,0
7
Kadar Miristin
%
Minimum 10
1,470 - 1,497 1 : 3 jernih, seterusnya jernih (+)8º - (+)25º
(SNI 06-2388-2006 Minyak Pala)
13
III.
METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Biji dan Fuli Pala sebagai bahan baku uji coba penyulingan. b. Kayu bakar campuran dari jenis kayu mangga dan rambutan sebagai bahan bakar boiler. c. Bahan kimia yang digunakan antara lain : etanol 90%, benzena, indikator PP, larutan KOH 0.1 N, NaOH, dan H2SO4. d. Air pendingin
2. Alat Penelitian Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Seperangkat prototipe alat penyulingan yang terdiri dari: 1. Boiler tipe pipa air dan pipa api dengan bahan bakar kayu yang dilengkapi sistem pembuangan yang dilengkapi siklon 2. Ketel Suling kapasitas 1500 liter bahan stainless steel 304 yang dilengkapi insulator glass wool 3. Kondensor tipe spiral 4. Separator berbahan stainless steel 304 Rangkaian prototipe alat penyulingan dapat dilihat pada Gambar 1. 4 1
3 5
2 6
Gambar 1. Prototipe Alat Penyulingan Minyak Pala Keterangan: 1. Saluran Pembuangan (Cerobong) 2. Siklon Cerobong 3. Boiler
4. Ketel 5. Kondensor 6. Separator 14
b. Termometer digital dan termometer analog. c. Timbangan, meliputi timbangan skala besar (kiloan) dan timbangan analitik d. Pencatat waktu (Stopwatch), pencatat laju alir air (flow meter) e. Peralatan analisis minyak atsiri terdiri dari : buret, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 1 liter, gelas piala 100 ml, gelas piala 1 liter, botol penampung, corong, labu distilasi 500-2.000 ml, pendingin tegak, penampung destilat, tabung pengering.
3. Alat Penyulingan a. Boiler Boiler yang digunakan adalah boiler dengan bahan bakar kayu, sehingga dalam boiler ini dilengkapi sistem tungku yang ada dibawahnya. Boiler ini dilengkapi dengan insulator hampir disetiap kulit boiler dan tungku untuk mengurangi kehilangan kalor pada dinding. Boiler yang digunakan pada Gambar 2 dan Lampiran 9.
5
4 1
2
3 6 8
10
9 8
7
a
b
c
Gambar 2. Prototipe Boiler a. Desain dalam boiler tampak samping b. Desain dalam boiler tampak samping c. Boiler tampak depan Keterangan: 1. Blower Sentrifugal 2. Tangki Pemasakan tanpa Insulasi 3. Siklon Cerobong 4. Saluran Pembuangan (Cerobong) 5. Pipa Api
6. Pipa Air 7. Saluran Udara Masuk 8. Pintu Pemasukan Kayu Bakar 9. Saluran Pemasukan Air 10. Saluran Pembuangan Air 15
Tipe Boiler ini merupakan gabungan antara pipa air dan pipa api. Pada bagian tungku dikelilingi oleh pipa air yang berbentuk seperti kaki-kaki laba-laba, sehingga panas dar sistem tungku akan lebih efisien diserap. Pada bagian atas terdapat wadah berisi air yang dilewati pipa api. Boiler ini dilengkapi peralatan pengaman yang wajib ada antara lain : savety valve(katup pengaman), water level (penduga tinggi air), manometer gauge, dan pompa air dan juga saluran pembuangan Steam. Bioler ini telah dilengkapi sistem pembuangan dengan sistem siklon, sehingga sebelum dibuang ke udara partikel berat akan jatuh di bagian bawah siklon dan partikel ringan akan keluar bersama udara. Selain itu untuk pembuangan, boiler ini dilengkapi dengan blower sentrifugal yang menyala secara otomatis jika tekanan dalam boiler turun. Spesifikasi blower yang digunakan terdapat pada Lampiran 1b. b.
Ketel Suling Prototipe ketel
suling pala berkapasitas 1500 liter dengan
diameter 116 cm dan tinggi 184 cm. Ketel suling ini terbuat dari bahan stainless steel 304 dengan insulator glass wool yang menyelimuti dinding ketel. Jalur masuk uap berada dibagian bawah. Uap didistribusikan melalui pipa melingkar berpori. Jalur uap keluar berada dibagian atas ketel. Ketel suling yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3 dan Lampiran 9. 1
8
2 3 6
7
5 4
Gambar 3. Prototipe Ketel Suling Pala Kapasitas 300 kg.
16
Keterangan: 1. Tutup ketel 2. Penangkap debu 3. Dinding Insulasi Glass wool 4. Dasar Ketel/bodem
5. 6. 7. 8.
Kaki Ketel Ketel Bahan Saringan Ketel Bahan Kaitan Pengunci
Pada bagian dalam ketel terdapat ketel bahan yang dilengkapi fraksi pemisah. Fraksi pemisah ini berfungsi untuk segmentasi bahan penyulingan pala yang umumnya dilakukan dengan ijuk. Dimensi ketel dalam selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1B. Untuk membuat sistem fraksi, ketel ini dilengkapi penahan saringan dengan ketinggian 40 cm dan saringan lipat yang diameternya 105 cm. Bentuk dasar ketel berupa cekungan agar mempermudah pengeluaran air kondensasi. Sedangkan bagian atas berupa tutup ketel yang mudah dibuka sehingga mempercepet memasukkan bahan. Pada tutup ini dilengkapi baut-baut pengunci agar ketel benar-benar rapat, selain itu pada tutup dilengkapi tuas pembuka tutup yang disertai beban sehingga tutup dapat dibuka dengan tenaga yang kecil. Pada saluran keluar dari ketel ini dilengkapi manometer untuk penunjuk tekanan dengan kisaran 0 sampai 2,5 bar, safety valve,dan sistem penangkap debu. Penangkap debu digunakan agar uap yang keluar benar-benar bersih.
c.
Kondensor Kondensor yang digunakan untuk penelitian ini adalah kondensor hasil rancangan. Kondensor ini terbentuk spiral dengan diameter spiral 2 m, dengan jumlah ulir 7 ulir. Panjang pipa kondensor adalah 48 m, dengan rincian 18 m pipa 1,5 inchi dan 30 m pipa 1 inchi Kondensor ini dilengkapi sirkulasi air pendingin input dan output agar suhu destilat minyak tidak terlalu tinggi, karena sifat minyak mudah menguap. Kondensor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 9.
17
Gambar 4. Prototipe Kondensor Model Spiral d. Separator separator yang digunakan pada penelitian ini hampir sama dengan separator yang pada umumnya dipakai, seperti dekanter. Prinsip kerja separator ini adalah dengan memanfaatkan perbedaan massa jenis bahan yang dipisahkan. Hal yang membedakan separator ini adalah pada bagian tabung pengeluaran minyaknya cenderung menyempit. Pada volume yang sama dengan luas permukaan yang lebih kecil, maka akan didapatkan tinggi yang lebih besar. Perbedaan ketinggian yang cukup besar akan dapat mengurangi kehilangan minyak pada separator ini. Kondensor yang dapat dilihat pada Gambar 5 dan Lampiran 9.
Gambar 5. Prototipe Separator Minyak Pala 18
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu: penelitian pendahuluan, pengujian kinerja peralatan penyulingan, dan Perhitungan. Metode penelitian yang disajikan dalam diagram alir adalah sebagai berikut.
Gambar 6. Diagram Alir Penelitian. Metode penelitian secara detail menyajikan informasi sebagai berikut: 1. Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan, dilakukan penetapan jenis kayu sehingga dapat diperoleh nilai kalor kayu yang didapat dari literatur. Dari sampel kayu dilakukan pengujian kadar air kayu. Dari data kadar air kayu, ditetapkan nilai kalor kayu yang digunakan pada penyulingan. Hasil dari uji pendahuluan ini adalah penentuan parameter perlakuan untuk penelitian utama. Parameter yang ditentukan nilainya diambil dari referensi untuk kemudian diaplikasikan untuk prototipe ini. Referensi yang digunakan adalah panduan penyulingan minyak pala dari
19
Departemen Perindustrian. Parameter ini diujikan untuk mengetahui tingkat kesesuian dengan operasi prototipe. Uji coba alat kosong dilakukan dengan cara mensirkulasikan steam ke alat penyulingan minyak sehingga akan diperoleh hasil akhir air destilat. Selain data laju destilat, diperoleh juga data laju steam dan laju air destilat. Dari bagian boiler didapatkan data waktu untuk menghasilkan uap dari boiler sehingga bisa diukur kalor yang dihasilkan per satuan waktu. Pengujian alat ini juga bertujuan untuk mengetahui titik kritis kontrol pada alat ini, sehingga pada uji dengan bahan menjadi lebih mudah.
2. Pengujian Kinerja Peralatan Penyulingan Terhadap Rendemen Minyak Pala 2.1. Persiapan Bahan Bahan penyulingan, yaitu biji pala sebelumnya diukur nilai kadar air, untuk menentukan kadar air awal bahan (W0). Dalam pengukuran kadar air didasarkan
pada SNI 01-0006-1993 tentang biji pala.
Dasar pengukuran kadar air ini menggunakan pengukuran kadar air rempah. Metode pengukuran kadar air dapat dilihat pada Lampiran 6. Selain pengujian kadar air, bahan juga dilakukan pengukuran nilai kadar minyak pada biji pala. Standar acuan yang digunakan adalah SNI 01-0006-1993. Pengujian kadar minyak ini digunakan untuk mendapatkan nilai kadar minyak bahan awal sebelum disuling (O0). Selain untuk penentuan parameter awal, kadar minyak pada bahan diharapkan dapat menjadi titik acuan nilai kadar minyak aktual dalam bahan atau rendemen aktual pada bahan. 2.2. Parameter Pengukuran Parameter yang akan diukur dalam proses penyulingan yaitu : 1. Massa bahan sebelum penyulingan, perhitungan berat bahan akan dilakukan menggunakan timbangan kiloan.
20
2. Lama
penyulingan,
pengukuran
lama
penyulingan
akan
dibandingkan dengan literatur yang ada 3. Volume dan massa minyak atsiri hasil penyulingan berupa fraksi minyak ringan dan fraksi minyak berat, volume dan massa ini digunakan dalam perhitungan hasil rendemen. 4. Volume air kondensat yang berasal dari boiler setelah melewati kondensor untuk perhitungan laju alir rata-rata. 5. Penggunaan air pendingin pada kondensor dengan melihat penggunaan air pada flowmeter dan menghitung kebutuhan air pendingin rata-rata dengan membagi kebutuhan air dengan kebutuhan waktu. 6. Suhu pada beberapa titik pada sistem penyulingan meliputi suhu udara, suhu penyulingan, suhu kondensat, suhu air pendingin masuk, suhu air pendingin keluar dan suhu dalam labu penyulingan. 7. Tekanan yang digunakan pada saat penyulingan minyak meliputi tekanan yang dihasilkan boiler dan tekanan aktual yang digunakan pada ketel suling. 2.3. Operasi Penyulingan a. Perlakuan Pendahuluan 1. Pengecekan kesiapan alat dengan uji kosong sebelum melakukan penyulingan pada hari sebelumnya. 2. Pengecilan ukuran biji pala kering dengan alat pengecil ukuran dan ditampung dengan karung beras. Pengecilan ukuran bertujuan mempercepat proses pengekstrakan minyak dari bahan biji pala. Tempat pengecilan ukuran tidak boleh jauh dari tempat penyulingan
untuk
mengurangi
kehilangan
minyak
saat
tansportasi. 3. Bahan yang telah dikecilkan diambil sampel untuk tiap karung, kemudian dicampur dan diambil sejumlah sampel yang diperlukan untuk pengujian kadar air dan kadar minyak bahan sebelum disuling. 21
4. Penyiapan kayu bakar dengan mengumpulkan kayu yang sejenis dan ditimbang masing-masing kayu. 5. Pengambilan sampel kayu sejumlah yang diperlukan dari masingmasing jenis kayu untuk diukur kadar airnya. Dari perhitungan kadar air kayu akan didapatkan nilai kalor kayu. b. Penyulingan 1. Bahan berupa biji pala yang sudah dihancurkan dimasukkan kedalam ketel bahan sebanyak 100 kg kemudian diratakan sambil ditekan. Sebelum pengisian bahan tersebut sebelumnya penahan sarangan diletakkan pada sarangan paling bawah. Setelah fraksi pertama terisi maka sarangan kedua diletakkan dan diberi penahan sarangan lagi. Bahan dimasukkan lagi sejumlah 100 kg diratakan dan dipadatkan. Untuk fraksi terakhir diletakkan sarangan ketiga dan kemudian diisi bahan sejumlah 100 kg, sehingga total bahan per batch sebanyak 300 kg. Ketel bahan yang telah terisi pala, siap dimasukkan ke ketel suling dengan bantuan katrol. Setelah ketel bahan masuk, ketel suling ditutup kemudian dilakukan pengencangan baut. 2. Pengisian boiler dengan air dan penyalaan boiler serta dilakukan pencatatan posisi awal meteran air lama waktu menghasilkan steam. 3. Tekanan pada ketel suling dijaga konstan 1 atm, dan waktu penyulingan di tentukan selama 12 jam. Apabila setelah 12 jam masih terdapat minyak, maka penyulingan dilanjutkan sampai tidak keluar minyak lagi. Minyak setelah 12 jam dibandingkan jumlahnya dengan minyak hasil penyulingan 12 jam 4. Pengambilan sampling suhu serta laju alir destilat tiap jamnya, dari mulai suhu boiler, suhu ketel suling, suhu pada kondensor, dan suhu destilat. 5. Pada bagian boiler, selalu dicatat fenomena yang terjadi yaitu perubahan tekanan dan mati hidupnya blower serta waktu terjadinya.
22
6. Penjagaan titik kritis penyulingan yaitu ketel suling selalu dijaga tekanannya sebesar 1 atm gauge selama penyulingan. Suhu destilat selalu dijaga kisarannya 30 - 35°C. Serta laju alir destilat dijaga agar stabil 150 liter/jam. 7. Saat penyulingan berakhir dilakukan pengukuran air yang terpakai, air sisa penyulingan, serta pengambilan sampel bahan setelah disuling untuk diuji kadar air dan kadar minyak. 8. Perhitungan rendemen minyak dan pengujian karakteristik minyak yang dibandingkan dengan SNI SNI 06-2388-2006 tentang minyak Pala. Berikut adalah diagram alir penyulingan:
Gambar 7. Diagram alir Penyulingan
23
c. Pencatatan Data Pengumpulan Data dicatat 5 orang pencatat yaitu: Pengukuran di boiler, mengukur suhu, tekanan dan mengamati fenomena pada boiler selama penyulingan dilakukan 1 orang. Pengukuran suhu di pipa penghubung, ketel suling dan kondensor selama penyulingan dilakukan 2 orang. Pengukuran laju alir dan minyak dilakukan 1 orang. Pengukuran tekanan dan pengoperasian valve untuk menjaga tekanan 1 kgf/cm2 dilakukan 1orang. 2.4. Hasil Penyulingan Setelah didapatkan minyak hasil penyulingan, maka dilakukan pengujian terhadap mutu minyak atsiri yang dihasilkan dibandingkan dengan SNI 06-2388-2006. Pengujian ini merupakan analisis karakteristik meliputi karakteristik yang perlu dianalisis antara lain : rendemen minyak, kadar air, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan asam, bilangan ester, dan kelarutan minyak atsiri dalam etanol 90 %. Prosedur analisis terdapat pada Lampiran 8. 2.5. Analisis Kinerja Sistem Penyulingan Analisis kinerja optimal dapat diketahui dengan melihat parameter neraca energi, neraca massa dan penentuan tingkat efisiensi. 2.5.1 Neraca Massa Neraca massa merupakan kesetimbangan antara input meteri berupa biji pala dan air, yang dibandingkan dengan output materi berupa air, biji pala bekas suling dan minyak pala. Neraca massa ini diamati dari pengukuran: 1. Kadar air dan kadar minyak bahan yang disuling 2. Kadar air dan kadar minyak bahan setelah disuling 3. Jumlah air yang masuk ke boiler 4. Jumlah minyak yang didapat 5. Laju alir air destilat
24
2.5.2 Neraca Energi Neraca panas merupakan keseimbangan keseluruhan energi total yang masuk ke sistem penyulingan terhadap yang yang keluar dari sistem. Hal ini dapat dilihat dengan pengukuran: 1. Kalor dari jenis kayu yang digunakan 2. Konsumsi bahan bakar dalam satuan massa kering 3. Perpindahan kalor ke fluida berupa steam 4. Distribusi kalor pada sistem 5. Kehilangan kalor dari sistem penyulingan
C. PERHITUNGAN 1. Asumsi yang Digunakan: a) Asumsi 30 menit konstan Dalam pengujian alat diperlukan sampel pengukuran setiap terjadi perubahan sehingga data akurat. Dalam pengukuan sampel dilakukan setiap 30 menit dengan asumsi dalam 30 menit, keadaan tersebut dianggap tetap. b) Kalor merupakan satu-satunya Energi Yang diperhitungkan. Dalam peritungan energi dihitung berdasarkan femomena kalor yang terjadi pada sistem. Energi lain seperti energi listrik yang digunakan pada pompa dan kipas diabaikan c) Produksi Steam sama dengan kebutuhan air Jumlah Produksi Steam dari boiler selama penyulingan diasumsikan sama dengan jumlah kebutuhan air yang digunakan untuk produksi steam. d) Dalam suatu sistem ada input, output dan kehilangan energi Boiler,Ketel,Kondensor dan Pipa penghubung dianggap Sebagai sistem. Kehilangan Panas yang fluktuatif diasumasikan sama selama 30 menit konstan.
25
Asumsi Kehilangan Panas: 1. Tutup ketel dapat diasumsikan sebagai plat horizontal yang sedang dipanaskan dari bawah walaupun memiliki luasan permukaan yang berbeda dalam diameter yang sama.
d
Kalor
Asumsi i
d
Kalor
Gambar 8. Simulasi Plat dipanaskan dari bawah
2. Bagian Dasar ketel dapat diasumsikan sebagai plat horizontal yang sedang dipanaskan dari atas. Kehilangan kalor akan lebih kecil pada bagian ini.
Kalor d
Kalor
Asumsi
d
Gambar 9. Simulasi Plat dipanaskan dari atas
3. Bagian dinding ketel diasumsikan sebagai pipa silider vertikal yang besar, dan untuk pipa penghubung horizontal model kehilangan panas dapat dilihat pada Gambar dibawah. Kalor
Kalor
Gambar 10. Simulasi kehilangan kalor dari permukaan silinder.
26
Angka grashof dan angka prandtl merupakan bilangan tanpa dimensi yang menunjukkan fenomena konveksi alami yang terjadi. Angka prandtl (NPr ) dapat dicari dengan persamaan : …….............................................................................. (1) Dimana : Cp = Kalor spesifik udara, Joule/kg °C μ = Viskositas udara, kg/m s k
= Konduktifitas panas udara lingkungan, W/mK
Nilai NGr dapat dicari dengan persamaan : ...................................................................... (2) Dimana : D3 = Dimensi Panjang Permukaan (m) ρ2 = Densitas udara (kg/m3) β = Koefisien ekspansi termal (1/K) g
= Percepatan gravitasi (m/s)
ΔT = Perbedaan suhu permukaan pipa dan udara (K) μ2 = viskositas udara (kg/m s) Angka nusselt merupakan perbandingan tingkat konveksi panas terhadap konduktivitas udara, besarnya angka nusselt didapat dari fungsi angka grashof dan angka prandt. NNu = a (NGr NPr)m ……………………………………………….. (3) Tabel 3. Konstanta Angka Nusselt Sistem Plat vertikal, Vertikal
silinder
Plat horizontal dipanaskan menghadap keatas Plat horizontal dipanaskan menghadap kebawah Silinder Horizontal
Jangkauan NGr NPr
a
m
< 104 104 – 109 109 – 1012 105 – 2 x 107 2 x 107 - 3 x 1010 3 x 105 - 3 x 1010
1,36 0,59 0,13 0,54 0,14 0,27
0.2 0,25 0,333 0,25 0,333 0,25
1 – 104 104 – 109 > 109
1,09 0,53 0,13
0.2 0,25 0,333
(Perry 1999)
27
2. Efisiensi sub sistem Boiler Perhitungan nilai efisiensi pada boiler ini digunakan metode pendekatan langsung, yaitu berupa perbandingan energi yang dihasilkan dari sumber energi yang masuk pada boiler. Persamaan efisiensi boiler adalah ........................... (4)
Perhitungan energi yang cukup sederhana ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan hitung, karena pada boiler ini terdapat banyak faktor loss, sehingga perhitungan tidak dapat maksimal. Energi bahan bakar didapatkan dengan mengkalkulasikan total kayu dalam keadaan kering mutlak. Untuk persamaan menghitung nilai kalor bahan bakar.
Q BB
(ω BB Qpy m)
.............................................................. (5)
Dimana: Q BB = Nilai kalor kayu bakar total, (J) ωBB = Kadar air bahan bakar, (% kg/kg) Q py = Nilai kalor kayu bakar kering mutlak, (J/kg) m = massa bahan bakar, (kg) energi yang dihasilkan boiler dapat dihitung dengan mengkalkulasikan kebutuhan air pada boiler dan sisa air setelah penyulingan. Sisa air pada boiler diasumsikan sebagai air yang belum berubah menjadi steam tetapi telah menerima kalor mencapai suhu 100°C. persamaan menghitung energi yang dihasilkan boiler adalah: …………………………(6) Dimana : Q ot = Kalor yang dihasilkan boiler, (J) Hs = Entalphi Steam pada tekanan yang dihasilkan manometer, (J/kg) Ha = Entalphi air pada suhu ruang, (J/kg) Ht = Entalphi air pada suhu 100°C, (J/kg) Ms = Massa air yang berubah menjadi steam, (J/kg) Ma = Massa air sisa setelah penyulingan diboiler, (J/kg)
28
3. Efisiensi sub sistem pipa penghubung Pada perhitungan nilai efisiensi pipa penghubung dapat dicari dengan melihat energi yang masuk pada ujung pipa yang dikurangi energi yang hilang saat perjalanan pada pipa. Persamaan perhitungan nilai efisiensinya adalah: ε pipa
(energi masuk ke pipa (J) - kehilangan energi (J)) 100% ........ (7) energi masuk ke pipa (J)
Pipa penghubung yang dihitung pada sistem ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pipa penghubung boiler ke ketel dan pipa penghubung ketel dengan kondensor. Energi yang masuk dari ujung pipa didapatkan dari energi yang didapat dari boiler dan ketel. Perhitungan kehilangan panas pada pipa-pipa ini didasarkan pada transport panas secara konveksi dengan asumsi pipa sebagai padatan yang menghasilkan kalor dan udara sebagai fluida. Persamaan kehilangan energi dari pipa dapat dilihat pada Lampiran 4.
4. Efisiensi sub sistem ketel Seperti perhitungan pipa penghubung, untuk perhitungan nilai efisiensi alat yaitu energi yang masuk ke ketel suling berupa steam dikurangi dengan kehilangan kalor yang terjadi pada tiap bagian ketel suling. Persamaan efisiensi ketel suling yaitu: ε ketel
(energi masuk ke ketel (J) - kehilangan energi (J)) 100% .......(8) energi masuk ke ketel (J)
Untuk kehilangan kalor pada ketel mengikuti persamaan kehilangan panas akibat konveksi alamiah. Konveksi alamiah memiliki laju yang berbeda. Perhitungan kehilangan panas dapat dilihat pada Lampiran 4.
5. Efisiensi sub sistem kondensor Pada
kondensor
efisiensi
dihitung
berdasarkan
kemampuan
mentransfer kalor dari steam ke air pendingin pada bak. Pada proses transfer ini terdapat perubahan fase fluida. Sedangkan perhitungan nilai efisiensi dihitung dari kemampuan air pendingin menyerap kalor dari kalor
29
yang dilepaskan. Persamaan efisiensi kondensor dapat ditulis sebagai berikut: ε kondensor
Kalor yang ditransfer ke air pendingin (J) 100% ...........(9) Kalor yang dilepaskan uap (J)
Dimana : Kalor yang ditransfer ke air pendingin Q trnfr = U x A x TLMTD ......................................................................(10) Dimana: Q trnfr = Energi yang dilepakan oleh uap air, (J) U = konstanta Pindah Panas Kondensor (W/m2.°K) A = Luas area pindah panas kondensor, (m2) TLMTD = selisih suhu rataan logaritmik (°K) (Sumber Mc Cabe et al. 2001) Dari persamaan (e) pada Lampiran 4, rata –rata suhu yang digunakan adalah rataan logaritmik. Proses transfer panas ke air pendingin akan terjadi gradien panas, sehingga bagian permukaan air akan lebih panas. Gradien suhu atau yang biasa disebut lapisan panas pada fluida mengikuti pola kurva logaritmik, sehingga untuk mengurangi faktor kesalahan digunakan rataan logaritmik. Ilustrasi gradien suhu dapat dilihat pada Gambar 11. Selain persamaan diatas,perhitungan efisiensi daur ulang panas dilakukan untuk mengetahui besarnya kalor yang mampu diserap air pendingin, yang mengacu pada asas black. T3
T2 120 cm
T1
Gambar 11. Gradien Suhu Logaritmik pada Kondensor 30
6. Kehilangan Kalor Secara Radiasi Selain secara konveksi alamiah yang disebutkan diatas persamaannya, kehilangan kalor juga terjadi secara radiasi. Kehilangan kalor radiasi pada suatu permukaan mengikuti pola persamaan: q = . . A. (Tp4-Tl4)..................................................................(11) Dimana: q = Energi yang dipancarkan permukaan, (W) = Emisivitas permukaan = Konstanta Stefan-Boltzman 5.672 x 10-8 W/m2 Δ°K A = Luas permukaan (m2) Tp = suhu permukaan (°K) Tl = suhu lingkungan (°K) (Zemansky,1994 )
D. STUDI BANDING KINERJA ALAT Studi banding ini dilakukan setelah penelitian utama selesai dilaksanakan. Studi banding dilakukan terhadap sistem penyulingan yang sejenis pada tempat penyulingan minyak pala di desa Cibedug, kecamatan Ciawi, kabupaten Bogor. Hal-hal yang dibandingkan antara lain kapasitas, rendemen, dan efisiensi prototipe alat dengan penyulingan UKM di Cibedug, yaitu PT Pavettia Atsiri Indonesia.
31
IV PEMBAHASAN
A. UJI KINERJA DAN EFISIENSI ALAT PENYULINGAN 1. Pengujian Pendahuluan Hasil uji pendahuluan dapat didilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter Hasil Uji Pendahuluan Parameter
nilai
Tekanan Boiler
3,2 kgf/cm2 (gauge)
Tekanan Ketel
1 kgf/cm2 (gauge)
Laju destilat
180 liter/jam
Suhu pendingin
air 72°C Setelah 1 jam pengujian
Suhu destilat
31°C
Dari hasil dari uji pendahuluan tersebut ditetapkan parameter yang digunakan untuk penyulingan menggunakan pototipe antara lain: a. Penetapan tekanan ketel 1 kgf/cm2 (gauge) serta menjaga kestabilan dengan mengatur valve. b. Menjaga laju destilat sebesar 180 liter/jam setelah tekanan ketel terpenuhi. c. Penyalaan pompa air pendingin setelah satu jam pengujian d. Menjaga suhu destilat pada range suhu 30 - 35°C 2. Kinerja Berdasarkan Desain a. Subsistem boiler. Subsistem boiler mempunyai perbedaan yang cukup banyak antara penyulingan prototipe dengan penyulingan UKM. Perbedaan pada kedua boiler ini salah satunya adalah jenis boiler. Jenis prototipe boiler adalah gabungan pipa air dan pipa api. Boiler yang digunakan pada penyulingan rakyat berjenis pipa api yang dilengkapi dengan burner seperti pada umumnya boiler. Perbedaan dimensi secara umum dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan dimensi secara detail dapat dilihat pada Lampiran 1A.
32
Tabel 5. Perbandingan Dimensi Umum Boiler Desain boiler
Prototipe
UKM
Tangki air
800 1.730 Ada 36 2 inci Ada 34 1,5 inci
1550 1.580 Ada Tidak diketahui Tidak ada -
Blower sentrifugal disedot 115 kg/jam
Burner minyak
diameter panjang Pipa pindah panas Pipa api pipa api jumlah diameter Pipa pindah panas Pipa air pipa air jumlah diameter Ruang pembakaran volume Aliran udara panas Alat sirkulator Tipe aliran Output steam laju
ditiupkan 98 kg/jam
Prototipe boiler ini memiliki permukaan pindah panas seluas 7,73 m2 yang detailnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Permukaan Pindah Panas Prototipe Boiler Bagian Pindah luas satuan jumlah Luas 2 panas (mm ) (mm2) Tangki air 2.172.880 1 2.172.880 pipa air 1,5 inci 70.746,62 34 2.405.385 pipa api 2 inci 87.630 36 3.154.680 2 luas permukaan pindah panas (mm ) 7.732.945 Permukaan pindah panas pada boiler penyulingan UKM tidak diketahui detail, karena jumlah pipa api tidak diketahui ukuran dan jumlahnya. Walaupun tidak diketahui,dapat dipastikan luas permukaan pindah panas berbeda. Dari segi pembuangan asap pada bagian cerobong prototipe boiler, dilengkapi sistem blower yang mempunyai kapasitas 2500 m3/jam yang tidak terdapat pada boiler yang ada pada penyulingan yang ada d UKM Sistem suplai udara untuk pembakaran mempunyai model yang berbeda. Pada prototipe boiler sistem penyuplaian udara dengan cara menyedot udara, sedangkan pada boiler di penyulingan UKM, sistem penyuplaian
33
udara dengan cara pendorong udara dari burner. Perbedaan cara kerja pada kedua jenis subsistem boiler ini dapat dilihat pada Gambar 12 dan Blower
13. Steam Keluar
Ke Cerobong
Pipa api Pipa api
Udara masuk Pipa Pipa airair
Udara masuk
Udara UdaraPanas Panas
Udara masuk
Gambar 12. Desain dan sistem kerja prototipe boiler Steam Keluar
Cerobong
Pipa api
Udara masuk Burner
Udara Panas
Gambar 13. Desain dan sistem kerja boiler UKM
Perbedaan sistem penyuplaian udara ini didasarkan bahan bakar yang digunakan. Pada UKM bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar cair. Bahan bakar cair baik mudah dalam penyalaannya jika dicampur dengan sejumlah udara lalu di sirkulasikan dengan cara disemburkan. Hal ini dilakukan karena bahan bakar cair mudah terbakar. Sedangkan bakar bakar prototipe adalah bahan bakar padat sehingga proses pencampuran untuk terbakar lebih sulit. Agar api dapat menyala secara merata, maka sistem sirkulasi udara harus melewati seluruh bagian kayu. Sistem sirkulasi udara akan lebih mudah dan murah
34
apabila dilakukan dengan sistem menyedot. Jika sistem yang digunakan dengan sistem menghembus, maka hanya bagian tertentu pada tumpukan kayu yang terlewati udara secara sempurna. b. Subsistem Ketel Subsistem ketel mempunyai perbedaan yang tidak terlalu banyak. Bentuk dan desain insulasi ketel pada kedua jenis penyulingan ini hampir sama. Perbedaan desain ketel hanya letak keluaran steam, yaitu untuk prototipe terletak disamping atas, sedangkan pada penyulingan di UKM terletak pada bagian tutup dengan ukuran yang semakin mengecil, dan biasa disebut leher angsa. Perbedaan kelengkapan ketel dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan dimensi ketel dapat dilihat pada Lampiran 1B. Tabel 7. Perbandingan Keadaan Ketel Suling. Bagian Dinding insulasi Sistem fraksi Jalur uap keluar Desain pemasukan bahan Kapasitas ketel
Prototipe Ada Ada Disamping atas Dilegkapi platform untuk muat dan bongkar 300 – 500 kg Optimal 300 kg biji pala
UKM Ada tidak ada Diatas (leher angsa) Ketel dapat dijungkitkan untuk muat dan bongkar 300 – 500 kg biji pala
Dari segi desain pemasukan bahan, pada prototipe ketel dilengkapi platform. Adanya platform ini akan memudahkan penyuling dalam memasukkan bahan baku, karena platform cukup luas untuk pemuatan. Pada penyulingan di UKM, ketel didesain bisa dijungkilkan dengan cara diputar kesamping sehingga bahan mudah dimasukkan. Adanya dinding insulasi akan mengurangi kalor yang hilang pada ketel suling. Sedangkan dari desain sistem fraksi, adanya sistem fraksi pada suatu ketel suling akan membuat penetrasi uap ke bahan yang disuling, dalam hal ini biji pala menjadi lebih mudah. Kemudahan uap berpenetrasi ini disebabkan adanya headspace pada setiap fraksinya.
35
c. Subsistem Kondensor Subsistem kondensor dari kedua jenis penyulingan dapat dibedakan desain seperti Tabel 8. Dimensi kondensor dapat dilihat pada Lampiran 1C. Tabel 8. Perbandingan Keadaan Kondensor. Bagian Tipe kondensor Aliran air pendingin
Prototipe Spiral batch atau kontinyu
UKM Multitubular Kontinyu.
Desain kondensor yang digunakan pada kedua jenis penyulingan ini sangat berbeda. Tipe kondensor yang digunakan pada penyulingan prototipe adalah spiral. Tipe kondensor pada penyulingan UKM adalah tipe tubular dengan jumlah pipa pindah panas yang tidak diketahui jumlah dan ukurannya. Data jumlah pipa yang tidak diketahui ini disebabkan letak pipa yang ada dalam yang tidak dapat dilihat dari struktur luar, kecuali dari desain rancangan alat. Pada prototipe kondensor, sistem penampung air pendingin berbentuk kolam dengan ukuran 2 x 2 x 1,2 m, sehingga sistem suplai air pendingin dapat berupa sistem batch dan maupun sistem kontinyu. Pada kondensor pada penyulingan di UKM hanya dapat dilakukan dengan sistem kontinyu karena jika dibuat sistem batch maka jumlah air pendingin sangat kurang. Penggunaan air ini dimaksudkan agar penggunaan air dapat lebih dihemat, dengan cara memberikan sistem batch dengan jumlah air pendingin yang banyak. Penggunaan air pendingin pada penyulingan dengan prototipe sebanyak 31.077,5 liter untuk 14 jam penyulingan. Sedangkan pada UKM selama 13 jam terukur sebanyak 23.466,24 liter, sehingga jika dihitung selama 30 jam penyulingan, maka memerlukan air pendingin sebanyak 58.665,6 liter. Data perbandingan kebutuhan air pendingin pada kondensor kedua penyulingan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Perbandingan Penggunaan Air Kondensor.
36
Air pendingin
d.
Prototipe
UKM
Air dalam bak (liter)
6.912
-
Sirkulasi air setiap selang 1 jam (liter) Kebutuhan air selama proses penyulingan (liter)
1.858,9
1.955,5
31.077,5
58.665,6
Subsistem pipa penghubung Keadaan pipa penghubung dari kedua penyulingan dapat dilihat pada Tabel 10. Dimensi pipa penghubung dapat dilihat pada Lampiran 1D dan 1E. Tabel 10. Perbandingan Keadaan Pipa Penghubung Bagian Insulasi Dimensi panjang Jenis pipa boiler-ketel Jenis pipa ketelkondensor
Prototipe
UKM
Tidak ada Cukup panjang Pipa besi
ada Sangat panjang Pipa besi diinsulasi
Stainless steel
Stainless steel
Perbedaan pipa pengubung pada kedua penyulingan jika dilihat dari usaha penghambatan kalor, maka pada penyulingan di UKM lebih baik. Pada UKM pipa dilapisi sabut dan bahan sejenis gabus untuk menghambat transfer kehilangan panas secara konduksi, selain itu pada bagian terluar dilapis dengan alumunium foil, sehingga laju radiasi dapat dikurangi. Jika dilihat dari panjang pipa, maka pada penyulingan di UKM mempunyai pipa penghubung boiler ke ketel lebih panjang, sedangkan pada penghubung ke kondensor, pipa pada penyulingan protipe lebih panjang. Semakin panjang pipa penghubung maka semakin lebar luas permukaan pipa. Kalor lebih mudah hilang pada permukaan yang lebih luas, sehingga semakin panjang pipa akan semakin banyak kehilangan kalornya. e.
Subsistem separator. Pada subsistem prototipe separator mempunyai desain bentuk yang sama dengan penyulingan di UKM. Perbedaan dari segi desain hanya
37
adanya termometer untuk mengetahui suhu minyak dan air. Dari segi desain tampilan separator prototipe mempunyai warna yang lebih mengkilat. Warna yang lebih mengkilat disebabkan adanya proses penggosokan saat pembuatan. Untuk kedua separator ini menggunakan bahan stainless steel.
3. Kinerja Berdasarkan Proses Suatu alat dapat menghasilkan kerja secara maksimal apabila dioperasikan dengan kondisi yang tepat. Kondisi operasi sendiri disesuaikan dengan kebutuhan. a. Subsistem boiler. Dari segi penggunaan bahan bakar, pada penyulingan di UKM yang menggunakan bahan bakar minyak yang mempunyai kemudahan terbakar yang tinggi. Kemudahan terbakar akan berakibat lebih efisien dalam penggunaan udara, sehingga persen udara berlebih akan lebih kecil. Kondisi proses boiler prototipe dilakukan penahanan steam sampai tercapai tekanan 3 kgf/cm2. Keadaan ini dimaksudkan agar steam mempunyai gaya dorong yang lebih tinggi sehingga mampu menghasilkan laju yang besar. Pada waktu proses terjadi tekanan rata – rata prototipe boiler hanya 2,1 kgf/cm2. Pada boiler UKM steam hanya disirkulasikan tanpa adanya penahanan awal, sehingga tekanan hanya dicapai rata-rata 0,7 kgf/cm2. Dari kondisi ini prototipe boiler mempunyai daya dorong steam yang lebih tinggi. b. Subsistem Ketel Pada subsistem ini, proses yang terjadi di ketel adalah penahanan steam sampai 1 kgf/cm2 gauge, dan dijaga dalam keadaan seperti itu. Proses seperti ini dimaksudkan agar uap lebih cepat berpenetrasi dalam bahan sampai bagian terdalam. Pada penyulingan UKM, hasil steam dari boiler langsung dialirkan tanpa adanya penahanan. Tujuan sistem operasi ini ditujukan untuk mengurangi kehilangan energi pada sistem ketel.
38
Pada proses penyulingan di UKM, ketel hanya mendapat setengah dari suplai energi dari boiler. Pada sistem operasi ini, satu boiler digunakan untuk menyuplai dua sistem penyulingan yang terdiri dari ketel, kondensor, dan separator. Jika dibandingkan pada sistem operasi kedua penyulingan, boilerlah yang mempunyai beban terbesar. Adanya sistem fraksi pada prototipe ketel dan ditambah dengan lebih tingginya tekanan, meyebabkan proses penyulingan berlangsung lebih cepat. Hal ini terjadi karena gaya dorong steam yang tinggi hanya ditujukan untuk sejumlah kecil muatan bahan. Berbeda jika bahan ditumpuk jadi satu pada ketel, maka steam akan lebih sulit berdifusi dengan bahan. c. Subsistem Kodensor Pada bagian kondensor dapat diketahui kinerjanya dengan melihat output destilat yang dihasilkan. Pada prototipe kondensor, dihasilkan suhu rata – rata destilat sebesar 30,7 °C, sedangkan pada kondensor di UKM suhu rata – rata destilat mencapai 43°C. Dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan untuk menurunkan suhu lebih baik pada prototipe kondensor untuk kondisi operasi yang sama. Dari segi laju alir destilat yang dihasilkan, prototipe ini tidak dapat mencapai target laju alir destilat yang dikehendaki pada pengujian pertama. Sedangkan pada uji pendahuluan laju alir tercapai. Permasalahan ini disebabkan pada uji pendahuluan tidak terdapat muatan bahan dalam ketel sehingga steam tidak mempunyai beban yang besar. Pada pengujian kedua laju alir tercapai untuk tiap kg bahan. Hal ini terjadi karena bahan baku pada pengujian kedua lebih sedikit sehingga nilai pembagi untuk laju alir semakin kecil. Laju alir destilat rata-rata pada uji coba penyulingan pertama dan kedua sebesar 0,423 liter/jam kg bahan dan 0,623 liter/jam kg bahan. Data laju destilat dari kedua uji coba penyulingan dapar dilihat pada Gambar 14.
39
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 14. Grafik Laju alir destilat. penyulingan prototipe.
Pada pengujian UKM tidak diketahui data laju kondensatnya karena keterbatasan pengukuran. Besarnya laju kondensat UKM dipastikan lebih kecil dibanding dengan prototipe. Hal ini dapat dikethui dari kebutuhan air prototipe boiler yang lebih banyak, tekanan boiler dan ketel yang lebih tinggi. d. Subsistem Pipa Penghubung Jika dilihat secara kondisi operasi, keunggulan pipa penghubung pada penyulingan rakyat sudah dilengkapi dengan sistem insulasi yang efektif untuk menghambat laju kalor keluar. Untuk kondisi operasi pada prototipe, sistem instalasi saluran steam dibuat sependek mungkin sehingga dapat mengurangi luas kontak panas. e. Subsistem Separator. Dari segi subsistem ini didapatkan kinerja yang tidak jauh berbeda, sehingga bisa dianggap sama dalam proses pemisahan, walau bisa saja kenyataannya tidak. 4. Efisiensi Energi Sub Sistem Boiler Dari perbedaan sistem operasi dan desain dari kedua jenis boiler ini didapatkan nilai efisiensi yang lebih besar pada boiler pada penyulingan UKM. Nilai efisiensi ini sangat dipengaruhi oleh bahan bakar. Bahan bakar cair umumnya mudah terbakar dan memerlukan sedikit udara. Pada
40
kenyataan penggunaan udara pasti berlebih, sedangkan pada bahan bakar padat lebih sukar terbakar dan lebih sukar dikontrol pembakarannya. Solusi untuk mengontrol penggunaan bahan bakar padat dapat dilakukan dengan pengecilan ukuran. Perhitungan nilai efisiensi dapat dilihat pada Lampiran 5 dengan model hitungan pada Lampiran 6. Secara performa prototipe boiler menghasilkan steam yang lebih besar dan pada prakteknya diaplikasikan untuk 1 sistem penyulingan. Untuk boiler yang digunakan pada penyulingan di UKM satu boiler digunakan untuk dua sistem penyulingan. Pada penyulingan di UKM output steam dibagi menjadi dua bagian. Efisiensi yang rendah pada prototipe boiler disebabkan kemampuan menyerap panas pada permukaan pindah panas yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan suplai bahan bakar. Kalor yang besar dari bahan bakar akan diteruskan melewati cerobong asap. Jika dilihat dari kehilangan energi memang cukup besar, tetapi dari segi biaya bahan bakar, alat ini mempunyai biaya bahan bakar yang jauh lebih kecil, daripada menggunakan minyak tanah. Pada
penyulingan
prototipe
didapatkan
informasi
mengenai
kebutuhan bakar bakar kering mutlak sejumlah 724,42 kg untuk penyulingan pertama dan 744,77 kg untuk penyulingan kedua. Pada umumnya kayu yang ditemui di UKM memiliki persentase kadar air ratarata 30%. Dari penyulingan ini diperoleh informasi suplai input kalor ke boiler dari kayu sebesar 13 ribu MJ. Besar nilai kalor kayu rata-rata kering mutlak sebesar 18 MJ untuk tiap kg nya. Pada penyulingan UKM, bahan bakar yang digunakan berupa minyak tanah. Kebutuhan penggunaan minyak tanah rata-rata 10 liter setiap jamnya. Untuk penyulingan sampai dengan berakhir waktu pengamatan selama 13 jam digunakan minyak sebanyak 125 liter. a. Efisiensi Dari hasil percobaan pengujian prototipe ini, didapatkan nilai efisiensi boiler rata-rata sebesar 31,59 %. Nilai efisiensi boiler ini cukup kecil, dikarenakan laju pembuangan kalor sangatlah tinggi. Laju
41
pembuangan kalor yang tinggi ini diperkirakan blower sentrifugal yang bekerja dari awal sampai akhir penyulingan. Bila dilihat dari debit blower yang jumlahya sebesar 2500m3 tiap jamnya, maka diperkirakan setiap jamnya sejumlah kalor ikut terbawa oleh blower tersebut. Setiap bahan bakar dalam menghasilkan api yang optimal dibutuhkan sejumlah udara dengan tingkat perbandingan tetentu. Spesifikasi blower yang digunakan pada boiler dapat dilihat pada Lampiran 1G. Dimensi boiler dapat pada Lampiran 1A. 5. Efisiensi Energi Sub Sistem Pipa Penghubung Boiler dengan Ketel Sub sistem ini adalah sub sistem yang sifatnya variabel, yaitu berubah sesuai dengan kondisi tata letak suatu penyulingan. Walaupun sub sistem ini berubah bergantung kondisi, tapi subsistem ini merupakan titik yang kritis. Sesuai dengan keadaan penyulingan menggunakan prototipe, untuk mendapatkan tekanan 1 kgf/cm2 gauge pada ketel, boiler memerlukan tekanan minimal 2 kgf/cm2 gauge. Untuk mencapai titik aman, tekanan boiler harus berkisar antara 2-3 kgf/cm2 gauge. a. Efisiensi Dari kebutuhan tekanan ketel dan suplai tekanan boiler, terdapat selisih tekanan yang tertahan pada pipa penghubung pada prototipe. Semakin tinggi tekanan akan mengakibatkan suhu meningkat. Suhu permukaan yang meningkat akan menyebabkan peningkatan laju pembuangan kalor ke udara. Untuk subsistem ini memiliki nilai efisiensi yang tidak jauh berbeda. Prototipe memiliki efisiensi sedikit lebih besar, hal ini disebabkan pipa penghubung yang cukup panjang untuk penyulingan di UKM mencapai 19,7 meter sehingga luas permukaan pindah panas ke udara lebih besar, walaupun pipa penghubung ini sudah diberi lapisan insulator. Jika perbandingan menggunakan basis 1 meter, maka nilai kalor yang terbuang akan lebih kecil pada pipa penghubung pada penyulingan di UKM. Selama penyulingan 14 jam menggunakan alat prototipe ini terdapat kehilangan kalor untuk uji coba penyulingan pertama dan kedua sebesar 112,25 MJ dan 110,92 MJ. Dari kehilangan kalor
42
tersebut dapat dihitung efisiensi rata-rata pipa penghubung boiler dengan ketel sebesar 97.45%. Untuk penyulingan UKM menghasilkan nilai kehilangan kalor sejumlah 23,07 MJ dari suplay boiler sejumlah 1.587,43 MJ. Selisih nilai kalor tersebut menghasilkan efisiensi pipa penghubung boiler ketel sebesar 97,55 %. b. Kehilangan Kalor Konveksi Pada perhitungan kehilangan kalor prototipe dengan pendekatan konveksi, diperoleh data sampel setiap 30 menit, sehingga diperoleh profil kehilangan kalor kelingkungan untuk penyulingan pertama dan ulangannya seperti pada Gambar 15.
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 15. Grafik Kehilangan Kalor Pada Pipa Penghubung Boiler– Ketel Prototipe Dari kedua data diatas didapatkan perbedaan profil suhu, walaupun tidak begitu jauh. Perbedaan ini dipengaruhi tekanan dalam, suplai bahan bakar, dan keakurasian operator dalam pengukuran suhu. Besarnya kehilangan kalor pada pipa pada umumnya dipengaruhi panjang pipa, sedangkan untuk ukuran pipa pada penyulingan ini cukup kecil Pada penyulingan UKM, nilai kehilangan kalor karena konveksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan penyulingan prototipe. Kecilnya nilai kehilangan kalor selain disebabkan lebih kecilnya suplay kalor, juga diakibatkan sistem insulasi pada pipa. Kehilangan kalor secara 43
konveksi yang tercatat selama 13 jam sebesar 18,15 MJ. Model perhitungan kehilangan kalor dari kedua penyulingan ini dapat dilihat pada Lampiran 5 Fenomena kehilangan kalor pada penyulingan UKM dapat dilihat pada Gambar 16. c. Kehilangan Kalor Radiasi Pancaran energi berupa gelombang elektromagnet yang dihasilkan oleh pipa penghubung, cukup besar nilai per satuan luasnya. Emisivitas untuk pipa berbahan besi kasar oksidasi cukuplah besar yaitu 0.95 Pada profil suhu yang ada pada Gambar 15, menggambarkan fenomena kehilangan kalor total secara konveksi yang terjadi prototipe pada pipa penghubung ini. Profil respon konveksi dan radiasi didapatkan profil kehilangan kalor total yang dapat dilihat pada Gambar 16.
WaktuProses ProsesPenyulingan Penyulingan(Jam (Jamke-) ke-) Waktu
Gambar 16. Grafik Kehilangan Kalor Radiasi dan Konveksi Pada Pipa Penghubung Boiler – Ketel Prototipe dan UKM Data diatas menunjukkan perbedaan yang cukup kecil dari kedua penyulingan ini. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan kondisi waktu penyulingan sehingga suhu udara saat penyulingan tidak sama. selain kondisi waktu, kondisi suplay steam saat jam yang sama dari kedua
44
penyulingan memiliki nilai besaran beda. Untuk respon konveksi dan radiasi tidak terlalu berbeda untuk kedua penyulingan. Untuk kehilangan kalor secara radiasi pada penyulingan UKM dalam basis per meter, akan dihasilkan nilai kehilangan kalor yang lebih kecil. Nilai kehilangan yang kecil ini disebabkan oleh nilai emisivitas yang lebih kecil pada alumunium foil dibandingkan dengan pipa besi yang gelap dan kasar pada prototipe. 6. Efisiensi Energi Sub Sistem Ketel Ketel suling merupakan sub sistem utama, dimana tempat bahan dimasukkan dan menghasilkan proses distilasi minyak pala terjadi. Didalamnya terjadi peristiwa transport kalor steam jenuh yang membawa minyak. Model aliran didalam ketel suling diperkirakan terjadi aliran turbulan yang melewati bahan. Sejumlah besar kalor berupa steam berpenetrasi terhadap bahan dan sebagian juga hilang. Hasil perhitungan efisiensi ketel pada kedua penyulingan ini tidak terlalu jauh berberbeda. Secara prinsip kedua ketel pada penyulingan ini sama, yaitu badan ketel yang diselimuti oleh insulator. Dari data penyulingan, nilai efisiensi pada ketel penyulingan di UKM yang lebih tinggi. Besarnya nilai ini disebabkan suplai kalor yang lebih kecil sehingga kehilangannya akan lebih kecil juga. Dalam sistem transport kalor, temperaturlah yang menjadi pengendali. Semakin tinggi perbedaan suhu alat dengan lingkungan maka semakin tinggi juga kalor yang akan hilang. Untuk kedua jenis ketel ini dapat dibedakan efisiensi energinya dengan model teknis hitungan pada Lampiran 5. a. Efisiensi Efisiensi ketel disini diketahui dari dengan melihat input ketel berupa steam yang dialirkan dari boiler setelah dikurangi kehilangan energi dari pipa penghubung. Energi steam yang diinputkan pada prototipe ketel diharapkan sama setiap waktunya yaitu sebesar 2706.7 kJ/kg. Pada kondisi sebenarnya, tekanan pada prototipe ketel berubah tiap waktunya, sehingga data aktual selama penyulingan membutuhkan energi steam rata-rata sebanyak 2703.85 per kg nya. Untuk nilai
45
efisiensi dari uji coba penyulingan pertama dan kedua didapatkan nilai efisiensi ketel sebesar 91,39 % dan 92,19 %. Didalam ketel terjadi kondensasi saat penyulingan. Kondensasi di ketel terjadi disebabkan uap air besuhu tinggi kehilangan sebagian energi untuk berdifusi dengan bahan, sehingga sebagian uap air tidak dapat mempertahankan fase uapnya berubah menjadi air. Pada uji coba penyulingan pertama dan kedua didapatkan air yang terkondensasi sebanyak 138 liter dan 145 liter. Pada penyulingan UKM, ketel mempunyai nilai efisiensi sebesar 98,87 %. Nilai efisiensi ini lebih tinggi disebabkan pasokan kalor yang lebih kecil. Jika pasokan kalor lebih kecil akan berakibat nilai kehilangan yang semakin kecil. Perhitungan nilai efisiensi ini, didasarkan perbedaan input energi pada ketel dan nilai kehilangan energi berupa kalor yang dihitung menggunakan pendekatan kehilangan kalor secara konveksi dan radiasi. b. Kehilangan Kalor Konveksi Nilai kehilangan kalor pada ketel jika dilihat secara parsial, maka akan dapat dianalisa secara detail bagian mana yang perlu dilakukan perbaikan untuk efisiensi energi. Data kehilangan kalor secara parsial untuk penyulingan pertama, kedua dan UKM dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari data dapat dilihat bahwa dinding ketel merupakan bagian yang paling banyak menyumbang kehilangan energi. Besarnya kehilangan kalor ini disebabkan diameternya yang cukup besar sehingga radius pindah panasnya yang tinggi. Selain itu luas permukaan yang cukup besar. Besarnya kehilangan panas yang cukup besar pada prototipe dinding ketel secara efektif dikurangi dengan pemasangan dinding insulasi. Pada luas permukaan yang sama 1 m2 dinding insulsi melepaskan energi rata-rata 2.500 joule/s dan dinding tanpa insulasi 330 joule/s. Luas permukaan dinding insulasi 6,29 m2 dan dinding tanpa insulasi 0,69 m2, sehingga kehilangan total lebih besar pada dinding insulasi.
46
Profil kehilangan kalor total baik secara konveksi untuk penyulingan prototipe pertama, kedua dan UKM dapat dilihat pada Gambar 17, Gambar 18 dan Gambar 19.
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 17. Grafik Kehilangan Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan pertama
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 18. Grafik Kehilangan Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan kedua 47
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 19. Grafik Kehilangan Kalor pada Sub bagian Ketel Suling penyulingan UKM c. Kehilangan Kalor Radiasi Kehilangan kalor dengan cara radiasi tidak jauh berbeda nilainya dengan konveksinya. Bentuk pola profil radiasi mengikuti profil konveksi hanya saja fluktuasinya sangat besar. Profil kedua nya dapat dilihat pada Gambar 20.
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 20. Grafik Kehilangan Kalor Radiasi serta Konveksi Pada Ketel Prototipe dan UKM 48
Dari data radiasi prototipe ketel hanya suhu dinding insulasi glasswool yang nilai radiasinya berbeda. Perbedaan nilai ini disebabkan untuk bagian insulasi memiliki nilai emisivitas yang berbeda karena bahan yang berbeda. 7. Efisiensi Energi Sub Sistem Pipa Penghubung Ketel dengan Kondensor Subsistem ini merupakan salah satu subsistem yang penting dan sifatnya berubah sesuai dengan kondisi tempat penyulingan. Pada sub sistem pipa penghubung pada prototipe tidak terjadi penahanan steam pada pipa. Subsistem ini dapat diasumsikan lebih efisien daripada pipa penghubung antara boiler dan ketel. Subsistem pipa penghubung ke kondensor ini harus terbuat dari bahan stainless steel agar minyak mutu minyak tidak rusak dengan karena terkontaminasi karat. Sambungan
ketel
ke
kondensor
perlu
diperhatikan
sistem
instalasinya. Instalasi yang cukup panjang akan menyebabkan laju kehilangan yang cukup besar. Nilai pesentase efisiensi dari kedua jenis pipa penghubung ini, tidak berbeda secara signifikan. Pipa penghubung yang digunakan sama –sama terbuat dari stainless steel, agar minyak tidak rusak akibat bereaksi dengan senyawaan logam. Teknis hitungan untuk nilai efisiensi dapat dilihat pada Lampiran 5. a. Efisiensi Perhitungan efisiensi subsistem ini didasarkan pada input energi yang merupakan output dari ketel suling, dibandingkan dengan kehilangan kalor yang terjadi dengan pendekatan konveksi dan radiasi. Hasil output energi total rata–rata yang keluar dari ketel suling diasumsikan sebagai input. Perhitungan loss yang terjadi pada pipa penghubung ketel kondensor prototipe didapatkan nilai efisiensi sebesar 99,15%. Untuk efisiensi pipa penghubung pada UKM didapatkan nilai sebesar b. Kehilangan Kalor Konveksi Secara alamiah, udara disekitar akan membawa kalor yang keluar dari pipa tiap satuan waktunya. Dari 2 kali percobaan menggunakan
49
prototipe ini, dihasilkan nilai kehilangan kalor rata – rata dengan cara konveksi sebesar 15,34 dan 15,62 MJ. Untuk penyulingan UKM hanya dihasilkan kehilangan kalor sebanyak 7,43 MJ selama 13 jam waktu pengukuran. Fenomena kehilangan kalor total pada pipa penghubung dapat dilihat pada Gambar 22, sedangkan fenomena kehilangan kalor dengan cara konveksi dapat dilihat pada Gambar 21.
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 21. Grafik Kehilangan Kalor Pada Pipa Penghubung KetelKondensor Prototipe Dari fenomena yang ada, ternyata fluktasi suhu dari kedua penyulingan ini tidak bisa seragam. Banyak faktor internal proses berupa tekanan dalam ,laju alir, suhu dan faktor luar seperti suhu lingkungan yang mempengaruhi fluktuasi kalor. c. Kehilangan Kalor Radiasi Untuk kehilangan kalor secara radiasi prototipe rata-rata cukup kecil yaitu 3,19 MJ. Jika dilihat dari penampakan luar pipa yang cukup mengkilat, maka memiliki nilai emisivitas rendah. Data nilai emisisvitas bahan stainless yang telah digosok dapat dilihat pada Lampiran 3E Profil radiasi dari kedua penyulingan dapat dilihat pada Gambar 22.
50
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 22. Grafik Kehilangan Kalor Secara Konveksi serta Radiasi pada Prototipe Pipa Penghubung Ketel – Kondensor dan UKM Kalor radiasi yang hilang dari penyulingan UKM relatif lebih kecil dibandingkan dengan penyulingan prototipe. Nilai kalor radiasi pada UKM dapat dilihat pada Gambar 22. dan nilai detailnya pada Lampiran
6.
Nilai radiasi dapat diperkecil dengan membuat bahan itu semengkilat mungkin sehingga mampu memantulkan cahaya atau dengan melapisi dengan bahan yang emisivitasnya rendah. Bahan yang
menyerap
radiasi
dengan
baik,
maka
benda
tersebut
memancarkan baik juga. 8. Efisiensi Energi Sub Sistem Kondensor Efisiensi kalor yang pada sistem kondensor dapat diasumsikan dengan kemampuan kondensor dalam menfransfer energi kedalam air pendingin. Air pendingin ini dapat berfungsi sebagai recoveri panas. Pada kondensor ini dilakukan 2 jenis perhitungan. Perhitungan yang dilakukan pada kondensor ini adalah efisiensi recoveri panas dan efisiensi transfer panas. Untuk pembandingan kedua jenis kondensor ini hanya dapat digunakan perbandingan efisiensi recoveri panas. Metode ini dapat
51
digunakan karena tidak melihat lapisan pindah panas pada kedua jenis fluida. Dari 31.0775 m3 air yang digunakan untuk prototipe kondensor, memiliki kemampuan menyerap kalor sebanyak 3265,07 MJ dan 3329,24MJ. Untuk input kalor kondensor didapatkan dari output energi rata-rata pipa penghubung ke kondensor yang jumlahnya 3618,08 MJ dan 3638,68MJ, yang diketahui tekanannya dari tekanan ketel. Dari perhitungan ini didapatkan efisiensi rata-rata prototipe kondensor sebanyak 90,86 %. Besarnya nilai efisiensi pada prototipe ini disebabkan bentuk pipa spiral menghasilkan panas yang cenderung mengumpul. Kondensor tubular yang digunakan pada penyulingan UKM hanya menghasilkan air pendingin keluar besuhu rata–rata 42°C dibandingkan dengan prototipe kondensor dengan suhu rata–rata mencapai 57°C. perhitungan nilai efisiensi dapat dilihat pada Lampiran 5. Suhu yang tercatat air pendingin keluar dapat dilihat profilnya pada Gambar 23.
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 23. Profil Suhu Pada Prototipe Kondensor dan Kondensor UKM Dari segi destilat yang dihasilkan penyulingan prototipe menghasilkan suhu detilat yang lebih kecil dengan rata-rata suhu 30,7°C dan pada penyulingan UKM didapatkan suhu rata-rata destilat sebesar 39°C.
52
Sedangkan suhu minyak yang disarankan sama atau mendekati air pendingin yang masuk (30°C) (DEPRIN, 2007) Jika bentuk kondensor dianalogikan seperti suatu kawat yang dialiri arus listrik, dengan arus listrik yang dianalogikan dari steam, maka dapat simpulkan bahwa kawat spiral memiliki gaya magnetik lebih besar yang dianalogikan kalor transfer. Analogi ini tidak sepenuhnya benar, karena ada batasan sifat steam dan listrik, penyebaran induksi magnetik, dan sifat logaritmik penyebaran kalor pada lapisan-lapisan fluida. Sehingga analogi ini hanya ditekankan pada cara transfer kalor ke air pendingin. Pada model perhitungan efisiensi transfer kalor hanya dilakukan pada prototipe kondensor yang diketahui luas permukaan pindah panasnya. Efisiensi transfer panas yang dihitung didapatkan nilai mencapai 99%,seharusnya pada kenyataan bisa didapatkan nilai sebesar 100%. Penurunan nilai ini disebabkan adanya kalor hilang yang tidak terukur saat air pendingin yang sebagian menguap. 9. Efisiensi Energi Penyulingan Efisiensi energi penyulingan merupakan hasil perbandingan antara energi yang keluar dari sistem dengan energi yang masuk ke dalam sistem. Energi yang masuk merupakan energi yang berasal dari bahan bakar sedangkan energi yang keluar dari sistem adalah energi yang diserap oleh air pendingin di kondensor. Dari perhitungan input panas, kehilangan panas pada tiap subsistem, dan recoveri panas dapat diketahui neraca energi dari keseluruhan sistem. Neraca energi pada keseluruhan sistem dapat digambarkan seperti Gambar 24. Besarnya kalor yang hilang pada masing subsistem dibuat dengan gambar yang untuk merepresentasikan keadaan yang sebenarnya terjadi pada prototipe penyulingan. Besarnya nilai kalor pada masing – masing subsistem didapatkan dari nilai rata-rata dua kali percobaan.
53
Gambar 24. Ilustrasi Neraca Energi Pada Penyulingan Prototipe Gambar 24. menunjukkan alur energi yang masuk dan keluar pada sistem penyulingan secara keseluruhan. Kehilangan panas pada tiap subsistem ditampilkan secara keseluruhan. Untuk nilai efisiensi seluruh subsistem penyulingan disajikan dalam Tabel.5. dibawah yang merujuk dari Lampiran 5 Tabel 11. Perbandingan Nilai Efisiensi Alat Penyulingan Efisiensi Subsistem
efisiensi penyulingan UKM (%)
efisiensi Penyulingan Pertama(%)
efisiensi Penyulingan Kedua(%)
Boiler
76,37
32,08
31,10
pipa boiler ketel
96,93
97,26
97,28
Ketel
97,45
91,39
92,19
pipa ketel kondensor
99,15
99,49
99,48
kondensor (recoveri)
39,85
90,24
91,50
kondensor (transfer)
-
99,88
99,00
28,50
25,64
25,43
Total
54
Dari Gambar 24 dan Tabel 11 pada penyulingan prototipe, boiler sebagai alat pembangkit uap yang digunakan untuk penyulingan minyak pala memerlukan kayu sebagai bahan bakar yang setara 13.222 MJ. Pada boiler tersebut hanya menghasilkan uap sebesar 4176,83 MJ sehingga efisiensi ratarata tercatat sebesar 31,59%. Rendahnya efisiensi ini diduga terjadi kehilangan kalor di cerobong sebesar 8.620 MJ dan pada dinding boiler sebesar 323,73 MJ akibat perbedaan kemampuan penyerapan panas pada permukaan pindah panas dan suplai energi. Uap dari boiler mengalami perjalanan melalui pipa penghubung boiler – ketel dimana terdapat kehilangan kalor pada pipa sebanyak 111,59 MJ sehingga efisiensi rata-rata pipa penghubung ini tercatat sebesar 97,27 %. Uap yang terdapat pada ketel berpenetrasi secara merata dalam bahan dan mencapai seluruh permukaan ketel. Hasil interaksi ini menyebabkan kehilangan kalor sebanyak 321,23 MJ pada seluruh permukaan ketel sehingga efisiensi rata-rata ketel tercatat 91,79 %. Uap air dan minyak dari ketel yang akan ditransportasikan ke kondensor sebelumnya melalui pipa penghubung ketel – kondensor. Pada pipa penghubung ini terjadi kehilangan kalor sebanyak 18,67 MJ sehingga efisiensi rata-rata pipa ini sebesar 99,49 %. Di kondensor energi kalor dari uap dilepaskan keair pendingin saat proses kondensasi. Air pendingin pada kondensor hanya mampu menangkap energi yang dilepaskan sebesar 3703,16 MJ. Sehingga efisiensi rata-rata recoveri kondensor tercatat 90,87 %. B.
RENDEMEN MINYAK PALA Setelah dilakukan 2 kali penyulingan biji pala untuk menguji kinerja prototipe ini didapatkan rendemen minyak yang persentasenya tidak jauh berbeda. Dari design pengujian yang dilakukan selama 12 jam dengan tambahan waktu 2 jam, didapatkan persentase rendemen penyulingan pertama dan kedua yang tidak jauh berbeda. Persentase rendemen minyak biji pala untuk penyulingan pertama sebesar 9,73 %, sedangkan kedua sebesar 9,99 %. Untuk rincian perbandingan data dapat dilihat pada Tabel 12.
55
Tabel 12. Rendemen Hasil Penyulingan Prototipe Penyulingan Selama 14 jam
Penyulingan pertama
Penyulingan Kedua
Perolehan Minyak (%)
9,73
9,99
Perolehan Minyak Fraksi ringan (kg) Perolehan Minyak Fraksi Berat (kg)
27.28
20,13
1.01
0,46
Rendemen Total (kg)
28,21
20,59
Bahan Baku yang masuk Ketel (kg)
290,7
206,7
Dari data persentase rendemen ini berbeda, hal ini disebabkan bahan baku yang masuk kedalam ketel suling tidak sama persis jumlahnya dikarenakan masalah stok bahan. Walaupun demikian data ini dapat digunakan sebagai data perbandingan, karena spesifikasi bahan baku yang digunakan sama, yaitu standar dari P.T. Pavettia Atsiri Indonesia. Data perolehan minyak tiap jamnya untuk operasi penyulingan pertama pada Tabel 13. Tabel 13. Perolehan Minyak Pala Tiap Jam pada Operasi Penyulingan Pertama Waktu Penyulingan Jam Ke-1
Fraksi Fraksi Minyak Fraksi Fraksi Minyak Waktu ringan berat Total ringan berat Total Penyulingan (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) 14,15 14,15 Jam Ke-8 0,65 0,65
Jam Ke-2
3,35
-
3,35 Jam Ke-9
0,75
-
0,75
Jam Ke-3
2,65
-
2,65 Jam Ke-10
0,65
-
0,65
Jam Ke-4
1,85
-
1,85 Jam Ke-11
0,05
0,52
0,57
Jam Ke-5
1,25
-
1,25 Jam Ke-12
0.075
0,25
0,325
Jam Ke-6
0,90
-
0,90 Jam Ke-13
0,10
0,08
0,18
Jam Ke-7
0,80
-
0,80 Jam Ke-14
0,05
0,08
0,13
Dari hasil diatas masih terdapat minyak sisa yang tertinggal di separator, yang turun setelah separator didiamkan cukup lama. Minyak yang tertinggal berupa fraksi berat dengan massa 0.08 kg.
56
Dan data perolehan minyak tiap jamnya untuk penyulingan kedua dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Perolehan Minyak Pala Tiap Jam pada Operasi Penyulingan Kedua Fraksi Fraksi Waktu ringan berat Penyulingan (Kg) (Kg) Jam Ke-1 10,80 -
Minyak Waktu Total Penyulingan (Kg) 10,80 Jam Ke-8
Fraksi ringan (Kg) 0,32
Fraksi berat (Kg) -
Minyak Total (Kg) 0,32
Jam Ke-2
3,20
-
3,20 Jam Ke-9
0,25
-
0,25
Jam Ke-3
1,65
-
1,65 Jam Ke10
0,10
-
0,10
Jam Ke-4
1,25
-
1,25 Jam Ke11
0,18
0,04
0,22
Jam Ke-5
0,85
-
0,85 Jam Ke12
0,10
0,04
0,14
Jam Ke-6
0,60
-
0,60 Jam Ke13
0,15
0,20
0,35
Jam Ke-7
0,63
-
0,63 Jam Ke14
0,05
0,10
0,15
untuk penyulingan kedua juga diperoleh sisa minyak sebanyak 0,08 kg berupa fraksi berat. Minyak yang tersisa ini adalah minyak fraksi berat yang masih menempel didinding separator dan perlu waktu untuk turun ke dasar separator. Data penyulingan pertama dan kedua yang disajikan dalam grafik adalah seperti Gambar 25.
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Gambar 25. Grafik Perolehan Minyak Pala Tiap Jam pada Penyulingan Prototipe
57
Perolehan minyak pala setiap jamnya semakin menurun, hal ini disebabkan kandungan minyak dalam bahan yang relatif menurun seiring dengan semakin lama penyulingan. Sedangkan total perolehan minyak akan semakin bertambah setiap jamnya. Peningkatan total perolehan minyak pala ini disebabkan oleh semakin banyaknya kalor yang diterima oleh bahan untuk menguapkan sel-sel minyak dari bahan. Semakin banyak uap yang berhubungan dengan sel-sel minyak pada jaringan bahan, sehingga minyak yang terekstrak semakin banyak. Semakin lama waktu penyulingan maka semakin banyak uap yang berdifusi dengan bahan untuk mengeluarkan minyak (Guenther,1990). Semakin banyak kalor yang ditransfer ,maka makin banyak minyak yang keluar. Proses mentransfer kalor dalam jumlah yang besar, dilakukan dengan menaikkan tekanan dan debit kalor yang diperbesar. Tekanan yang terlalu besar dapat menyebabkan minyak gosong, sehingga tekanan yang digunakan sebesar 1 kgf/cm2 gauge. Perbandingan penyulingan minyak pala pada UKM digunakan bahan baku yang jenisnya sama. Bahan yang digunakan dalam penyulingan adalah biji pala. Dari penyulingan UKM, minyak pala dihasilkan sebanyak 10,2% dari total bahan baku 1 ton. Penyulingan UKM ini dilakukan selama 30 jam karena stok bahan baku cukup melimpah. Penyulingan minyak pala ini terkadang dilakukan selama 48 jam, tergantung pada stok. Data perolehan minyak per-jam tidak didapatkan karena hal itu dapat menimbulkan kekhawatiran dari pihak penyuling. Kedua penyulingan ini jika dibandingkan secara rendemen, maka dapat disimpulkan pada penyulingan prototipe lebih baik dari segi efisiensi waktu. Perbandingan rendemen terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Perbandingan Rendemen Minyak Pala dan Waktu Penyulingan Jenis Penyulingan
Rendemen
Waktu Penyulingan
Penyulingan operasi pertama
9.73 %
14 jam
Penyulingan operasi kedua
9,99 %
14 jam
Penyulingan UKM
10,20 %
30 jam
58
C.
PARAMETER MUTU ANALISA FISIKO KIMIA MINYAK PALA PENYULINGAN MENGGUNAKAN PROTOTIPE 1. Warna Warna merupakan salah satu parameter penentuan mutu minyak pala, minyak pala pada umumnya memiliki warna yang jernih sampai bening kekuningan. Pengujian warna hanya dilihat penampakan fisiknya. Penampakan fisik minyak pala dapat dilihat ilustrasinya pada Gambar 26 dan 27.
Jam 7-9 Jam 1-3
Jam 4-6
Jam 10-12 Jam 13-14
Gambar 26. Penampakan Warna Minyak Pala Hasil Operasi Penyulingan Pertama
Jam 7-9 Jam 4-6 Jam 1-3
Jam 10-12 Jam 13-14
Gambar 27. Penampakan Warna Minyak Pala Hasil Operasi Penyulingan Kedua 59
Jika diperhatikan secara seksama dari sampel sebelah kiri (jam 1-3) memiliki tingkat kejernihan yang tertinggi. Penampakan minyak dari kiri ke kanan semakin kuning dan kejernihan semakin turun. Kejernihan ini disebabkan komponen minyak merupakan komponen dengan titik didih yang rendah dan rantai ikatan terpendek. Komponen minyak yang keluar berjenis hemiterpen dan monoterpen. Jenis komponen ini muncul lebih awal karena akumulasi panas steam belum cukup untuk mengekstrak komponen yang titik didihnya lebih tinggi. 2.
Bobot Jenis Sampel yang diuji untuk analisa bobot jenis ini adalah minyak biji pala yang diperoleh dalam selang waktu 3 jam. Dari sampel pengujian didapatkan data nilai bobot jenis yang sesuai pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai Bobot Jenis Minyak Pala Prototipe Waktu Sampel Mnyak Jam 1-3 Jam 4-6 Jam 7-9 Jam 10-12 Jam 13-14 Campuran
Nilai bobot jenis 0,825 0,865 0,870 1,015 0,945 0,904
Persentase jumlah minyak hasil penyulingan (%) 73,49 13,75 6,98 4,12 1,66
Profil analisa bobot jenis minyak pala ini dapat dilihat pada Gambar 28.
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-) campuran
Gambar 28. Profil bobot jenis minyak hasil penyulingan prototipe 60
Profil bobot jenis minyak pala dari data diatas cenderung meningkat seiring pertambahan waktu penyulingan. Pertambahan bobot jenis ini disebabkan bertambahnya minyak dengan komponen yang memilki berat jenis yang lebih tinggi. Komponen dengan berat jenis yang tinggi memiliki titik didih yang tinggi. Untuk data jam ke 13-14 memiliki kecenderungan
lebih
rendah
dari
pada
sampel
sebelumnya.
Kecenderungan ini dikarenakan jumlah minyak fraksi berat lebih banyak kuantitasnya pada jam ke-11-12. Dari data bobot jenis minyak pala baik pada penyulingan pertama maupun ulangannya dapat ditarik kesimpulan, semakin lama waktu penyulingan
maka
minyak
yang
didapatkan
akan
memiliki
kecenderungan semakin meningkat. Menurut Ningsih 2007, tinggi bobot jenis minyak, dipengaruhi oleh komponen penyusun minyak dengan bobot molekul yang tinggi, berat komponen tersebut dipengaruhi oleh panjang rantai molekul yang menyusun minyak. Semakin panjang rantai maka bobot molekul makin besar dan bobot jenis minyak makin besar. Dari sampel waktu pengujian jam ke 10-12 dab 13-14 mempunyai bobot jenis yang tinggi. Bobot jenis tinggi ini disebabkan adanya senyawa dengan rantai panjang golongan aromatik seperti miristisin dan golongan sesquiterpen seperti α-copanene. 3. Indeks Bias Dari sampel hasil penyulingan menggunakan prototipe didapatkan nilai indeks bias seperti pada Tabel 17. Tabel 17. Nilai Indeks bias Minyak Pala Prototipe Waktu Sampel Mnyak jam 1-3
Indeks Bias 1,4732
Persentase jumlah minyak hasil penyulingan (%) 73,49
jam 4-6
1,4901
13,75
jam 7-9
1,4954
6,98
jam 10-12
1,5043
4,12
jam 13-14
1,5058
1,66
Campuran
1,4789
61
Indeks bias adalah perubahan arah cahaya melewati satu medium ke medium lain yang berbeda kerapatannya. Indeks bias juga dikenal dengan pembelokan cahaya. Pengujian indeks bias pada penelitian ini menggunakan alat refraktometer. Salah satu faktor yang mempengaruhi indeks bias adalah polaritas senyawa. Senyawa aromatik atau senyawa atom iod secara normal memiliki indeks bias yang lebih tinggi dibandingkan senyawa mengandung gugus alkil atau atom oksigen yang sukar dipolarisasikan. (Hanson, 2003). Profil data indeks bias rata minyak biji pala hasil destilasi dengan prototipe adalah dapat dilihat pada Gambar 29.
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-) campuran Indeks Bias campuran
Gambar 29. Nilai Indeks Bias Minyak biji pala Hasil Penyulingan dengan Prototipe Grafik diatas menunjukkan nilai indeks bias minyak biji pala yang semakin meningkat seperti halnya bobot jenis yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyulingan. Peningkatan indeks bias minyak pala dikarenakan komponen ester aromatik yang lebih dikenal dengan miristisin. Seyawa ini baru muncul menjelang akhir penyulingan dikarenakan senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi sehingga titik didih juga tinggi. Pengekstrakan senyawa dengan titik didih yang tinggi akan berlangsung pada akhir proses penyulingan, atau dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan uap. (Guenter, 1990). Senyawa dengan titik didih
62
tinggi adalah senawa aromatik miristisin. Menurut Lamparsky 1981 persentase komponen penyusun minyak pala sebagi berikut: α-pinene sebanyak 17,2%, β-pinene 14,8%, sabinen 21%, dan miristisin sebanyak 14%. Dengan adanya senyawa aromatik miristisin akan meningkatkan indeks bias 4. Putaran Optik Sampel minyak pala hasil penyulingan menggunakan prototipe menghasilkan nilai seperti pada Tabel 18. Tabel 18. Nilai Putaran Optik Minyak Pala Prototipe Waktu Sampel
Putaran
Persentase jumlah minyak
Mnyak
Optik
hasil penyulingan (%)
jam 1-3
18,20
73,49
jam 4-6
12,45
13,75
jam 7-9
12,90
6,98
jam 10-12
11,38
4,12
jam 13-14
23,20
1,66
Campuran
16,84
Besarrnya putaran optik pada minyak pala dan minyak atsiri lainnya ditentukan berdasarkan respon gabungan senyawa penyusunnya. Atom kiral pada minyak yang susunannya tidak simetris akan menyebabkan arah putar sinar berubah. Menurut Sitorus 2004, putaran optik dipengaruhi oleh jenis dan komposisi kimia minyak, panjang tabung yang dilalui sinar,dan gelombang cahaya yang digunakan. Berdasarkan hasil analisa, putaran optik minyak pala hasil penyulingan dengan menggunakan prototipe alat berkisar antara +8 sampai +25. Sedangkan profil data yang diperoleh untuk nilai putaran optik dari penyulingan ini menggunakan prototipe seperti Gambar 30.
63
Waktu Proses Penyulingan (Jam ke-)
Campuran
Gambar 30 Nilai Putaran Optik Minyak biji pala Hasil Penyulingan dengan Prototipe Dari perolehan data diatas didapatkan profil kecenderungan putaran optik menurun. Kecenderungan putaran optik yang menurun diakibatkan akibat kadar senyawaan dengan titik didih yang tinggi pada minyak bertambah. Bertambahnya senyawa dengan titik didih dan berat molekul yang tinggi disebabkan proses penyulingan yang lama dan nilai kalor steam bertambah, sehingga titik didih komponen tersebut tercapai. Dari data putaran optik, minyak yang dihasilkan dari penyuliingan menggunakan prototipe alat ini masih mengikuti standar SNI yang terbaru yaitu (+8) sampai dengan (+)25.
5. Kelarutan Etanol 90% Hasil pengujian sampel minyak pala terhadap kelarutan dalam etanol 90% dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Nilai Kelarutan etanol 90% Minyak Pala Prototipe Waktu Sampel Mnyak jam 1-3 jam 4-6 jam 7-9 jam 10-12 jam 13-14
Perbandingan Kelarutan 1:1 1:1 1:1 1:1 1:1
64
Minyak atsiri dapat larut pada alkohol dengan konsentrasi tertentu, disebabkan karena komposisi komponen kimia yang ada pada minyak. Minyak yang mengandung oxygenated terpen lebih mudah larut dalam alkohol dibandingkan minyak yang hanya mengandung senyawa terpen. Kelarutan dalam alkohol menunjukkan tingkat kepolaran minyak(Guenter, 1990). Dari
hasil
analisa
didapatkan
kelarutan
alkohol
dengan
perbandingan 1 : 1. Jika dilihat dari data pada Tabel, dapat dilihat minyak pada penyulingan prototipe sampel jam 1-14 memiliki perbandingan tepat 1 : 1. Kelarutan minyak yang tinggi menunjukkan bahwa minyak tidak tercampur dengan senyawa berbeda kepolarannya dengan alkohol. D. HASIL PENGUJIAN BIJI PALA Sampel pala yang datang diuji kadar air dan kadar minyak berdasarkan SNI 01-0006-1993
untuk menentukan tingkat rendemen aktual dalam
bahan. 1. Sampel sebelum disuling Sampel biji pala sebelum disuling stelah dianalisa kadar air dan kadar minyaknya didapatkan data seperti pada Tabel 20. Tabel 20. Kadar Air dan Kadar Minyak Biji Pala sebelum disuling Jenis sampel
Persentase Kadar Persentase Kadar Minyak Air (Basis basah) volume per bobot
Penyulingan Pertama
16,25 %
9,00 %
Penyulingan Kedua
17,00 %
9,25 %
Dari hasil pengujian ini diketahui tingkat kekeringan pala yang cukup kering. Sedangkan nilai kadar minyak adalah potensi minyak yang ada pada bahan untuk diekstrak. Pengujian kadar minyak jika dibandingkan dengan rendemen minyak yang dihasilkan akan mempunyai respon nilai yang lebih kecil. Perbedaan nilai ini disebabkan dalam menguji kadar minyak tidak digunakan tekanan seperti pada penyulingan.
65
2. Sampel setelah disuling Sampel biji pala seteah disuling yang diambi dari 3 bagian fraksi pada ketel didapatkan nilai seperti Tabel 21. Tabel 21. Kadar Air dan Kadar Minyak Biji Pala setelah disuling Jenis sampel
Persentase Kadar Persentase Kadar Minyak Air (Basis basah) volume per bobot
Penyulingan Fraksi Atas
22,00 %
0,625%
Pertama
Fraksi Tengah
21,25 %
0,50 %
Fraksi Bawah
33,50 %
0,35 %
Gabungan
25,83 %
-
Penyulingan Fraksi Atas
25,00 %
1,35 %
Pertama
Fraksi Tengah
25,00 %
0,75 %
Fraksi Bawah
35,50 %
0,45 %
Gabungan
28,60 %
-
. Dari Tabel 22 dapat diketahui tingkat persebaran steam dengan melihat kadar airnya. Dari data tersebut dapat disimpulkan persebaran steam paling banyak pada fraksi bawah dan pada fraksi tengah paling sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa steam berdifusi lebihbayak pada fraksi bawah. Dari data kadar minyak menunjukkan bahwa setelah biji pala disuling ternyata masih ada sisa minyak pada biji pala. Jumlah sisa minyak terbanyak ada paa fraksi paling atas. Hal ini menunjukkan pergerakan steam dalam membawa minyak. Saat penyulingan, steam membawa minyak dari fraksi paling bawah kemudian fraksi tengah dan yang terakhir fraksi atas. E. PERBANDINGAN SISTEM PENYULINGAN SECARA UMUM Jika sistem penyulingan prototipe ini dibanding dengan penyulingan minyak pala di UKM yang ada di Bogor, maka secara jelas dapat dibedakan kinerja alat prototipe dari segi waktu penyulingan dan bahan bakar yang berimplikasi pada biaya penyulingan.
66
Bahan bakar yang digunakan prototipe untuk satu kali penyulingan sekitar 1,2 ton kayu dengan harga Rp. 500,-/ kg dan untuk penyulingan di UKM menggunakan 300 liter minyak tanah dengan harga Rp. 7.100,-/liter. Informasi harga didapat saat melakukan penyulingan pada bulan agustus 2008 di Bogor. Dari informasi harga bahan bakar dapat diketahui penyulingan dengan prototipe lebih murah Rp 1.530.000,- untuk satu kali penyulingan, serta dilihat dari kemudahan mendapatkan kayu lebih mudah didapatkan. Jika diasumsikan pala yang disuling sama sejumlah 300 kg, maka biaya bahan bakar tiap kilogram minyak yang dihasilkan adalah Rp 69.608,- untuk penyulingan
UKM
dan
Rp
20.284,-
untuk
penyulingan
prototipe.
Perbandingan harga bahan bakar yang digunakan jauh lebih rendah untuk prototipe. Perbandingan dalam waktu produksi, prototipe dapat menyuling minyak pala dalam waktu relatif singkat yaitu 14 jam, untuk penyulingan di UKM sekitar 30-48 jam. Dari informasi waktu penyulingan maka penyulingan prototipe dapat mengurangi waktu tunggu penyulingan jika terjadi kelebihan stock bahan, serta dapat mereduksi waktu penyulingan selama 16 sampai 34 jam, sehingga mereduksi biaya operator.
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Prototipe alat penyulingan minyak pala mempunyai kinerja yang lebih baik diukur dari parameter waktu penyulingan dan rendemen minyak pala yang dihasilkan. Dari perbandingan dengan penyulingan UKM, penyulingan prototipe dapat memotong waktu penyulingan UKM dari 30 jam menjadi 14 jam dengan penurunan rendemen minyak hanya sebesar 0,3% Pada uji efisiensi energi,hasil penyulingan prototype memiliki efisiensi keseluruhan yang sedikit lebih kecil yaitu 25,54% sedangkan UKM 28,5% Rendahnya efisiensi penyulingan prototype ini dipengaruhi rendahnya efisiensi subsistem boiler. Rendahnya efisiensi prototype boiler diakibatkan adanya perbedaan kemampuan penyerapan kalor pada permukaan pindah panas boiler dan energi yang disuplay kayu bakar. Prototipe Ketel suling dan kondensor dihasilkan efisiensi yang cukup tinggi untuk penyulingan sehingga alat ini sudah siap untuk digunakan. Dalam menggunakan kondensor penyulingan minyak pala ini air pendingin dialirkan agar kehilangan panas ke udara dapat diminimalisir. Kondisi proses yang diperoleh dari prototipe ini adalah pemuatan untuk penyulingan biji pala sebanyak 300 kg, peletakan biji pala secara fraksi, tekanan pada ketel suling sebesar 0,9 kgf/cm2, laju alir destilat 0,6 liter/jam tiap kg bahan. Dengan kondisi tersebut waktu penyulingan dapat dicapai selama 14 jam. Keadaan penyulingan prototipe dapat menghemat waktu penyulingan selama 16 jam dan menghemat biaya untuk bahan bakar. Dengan menghemat waktu, maka frekuensi produksi menjadi lebih tinggi. Hasil penyulingan ini didapatkan minyak yang karakteristiknya sesuai dengan SNI 06-2388-2006 tentang minyak pala. Minyak Pala hasil penyulingan dengan karakteristik bobot jenis sebesar 0,904, indeks bias 1,478, kelarutan etanol 90% pada suhu 20°C sebesar 1:1, putaran optik sebesar (+)16,8, dan sisa penguapan sebesar 0,7%. Karakteristik mutu yang diuji semua hasil uji tersebut termasuk dalam standar SNI.
68
Dari hasil perbandingan dengan penyulingan UKM, terlihat dua subsistem yang mempunyai perbedaan cukup signifikan. Prototipe boiler memiliki efisiensi lebih kecil dibandingkan dengan UKM. Sedangkan kondensor UKM memiliki efisiensi yang lebih kecil dibandingkan dengan prototipe kondensor
B. SARAN Perlu dilakukan peningkatan kapasitas boiler untuk menghasilkan sejumlah uap air untuk meningkatkan efisiensi energi. Perlu adanya penggunaan kembali panas yang terserap oleh air pendingin pada kondensor untuk pengisian boiler agar lebih efisien energi.
69
DAFTAR PUSTAKA Ames G.R and W.S. A Matthews, 1968. The Destilation Of Essential Oil, Trop. Sci. Anonim. 2001. Nutmeg fact file.Encyclopedia. Part VII Micropedia:v1.5,April 2001.http//www.erowig.org Depertemen Perindustrian. 2007. Cara Produksi yang Baik (GMP) Minyak Pala. Jakarta. Departemen Pertanian. 1986. Pala dan Pengolahannya. Bagian Proyek Informasi Pertanian. Irian Jaya. Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh Semangat Ketaren. Direktorat Jenderal Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Hanson J. 2003. Chemistry Lab Techhniques. Refractometry. Analyzing Results. Finding Refractive Indexes. http://www2.ups.edu/ faculty/ hanson/ labtecniques/ refractometry [5 Des 2005] Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta Kulshrestha, S. K. 1989. Buku Teks Termodinamika Terpakai, Teknik Uap dan Panas. UI-Press. Jakarta Lutony, Tony Lugman dan Yeyet Rahmawati. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Penebar Swadaya. Jakarta McCabe, Warren L, Julian C. Smith, and Petter Hrriott. 2001. Unit Operations of Chemical Engineering. Mc Graaw-Hill Companies, Inc Primis Custom Publisisng Ningsih, Rahayu. 2007. Optimasi Waktu Destilasi dan Formulasi Fraksi Minyak Pala dan Fuli Sesuai Standart Spesifikasi Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Perry, Robert H. 1999. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook. The McGrawHill Company, Inc Rismunindar. 1992. Budidaya dan Tata Niaga Pala. Penebar Swadaya. Jakarta Sakiah, Siti. 2006. Modifikasi Proses Penyulingan dengan Variasi Tekanan Uap untuk Memeperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor Satyadiwiria, Y, 1979. Pembuatan Minyak Atsiri. Dinas Pertanian, Medan.
Shenk HP and Lamparsky D. 1981. Analysis of Nutmeg Using Chromatographicc Methods. J Chromatogr 204: 391-393 Sitorus, Hary Fransnicko. 2004. Mempelajari Penyulingan Biji Pala Kering dari Berbagai Kelas Mutu dan Ukuran Rajangan Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Pala. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor Suliyanah. 2004. Suhu dan Kalor. Departemen Pendidikan Nasional Sunanto,Hatta. 1993 Budidaya Pala Komoditas Ekspor . Yogyakarta: kanisius. Utomo, Tjipto. 1984. Teori Dasar Fenomena Transpor. Rinacipta Bandung www.energyefficiencyasia.org /bahasaindonesia/Peralatan Chapter Boiler & Pemanas Fluida Termis
Energi
Zemansky, Sears. 1994. Fisika Untuk Universitas Binacipa. Jakarta
Panas.pdf,
Lampiran 1. Data Dimensi dan Spesifikasi Alat Penyulingan Basis: satuan semua dalam milimeter A. Dimensi Boiler Bagian Dimensi tangki air boiler Diameter Panjang dinding tungku Tinggi Panjang pintu boiler Pindah panas
Lebar Panjang Lebar Luas (mm2)
Prototipe 800 1.730 1.500 1.730 1.020 700 400 -
UKM 1.000 1.580 1.050 1.580 1.000 7.730.000
B. Dimensi Ketel Bagian dinding ketel total
Protipe
UKM
tinggi
1.840
1.600
diameter
1.160
1.050
3
3
tinggi
1.650
1.420
diameter
1.215
1.050
tebal
55
55
tinggi
190
180
1.160
1.050
3
3
100
100
1.840
1.100
3
3
Dimensi
tebal
dinding ketel insulasi
dinding ketel tanpa insulasi
diameter tebal
tutup
tinggi diameter tebal
saringan
kedalaman
bodem
tinggi
1.455 100
100
diameter
1.840
1.050
kaki ketel
tinggi diameter
540 100
540 100
ketel dalam (tempat fraksi bahan)
D luar tinggi tebal
1.070 1.455 3
1.070 1.455 3
73
Lampiran 1. (Lanjutan) C. Dimensi Kondensor Bagian
Dimensi
Prototipe
Ruang air pendingin
panjang
2.400
Pipa
lebar tinggi diameter panjang tipe
UKM 3.000 450
2.400 1.200 48.000 Spiral turbular
D. Dimensi Pipa penghubung Boiler Ketel Bagian vertikal 1 vertikal 2 horizontal 1 horizontal 2 horizontal 3 horizontal 4 Pipa lekuk
Dimensi panjang diameter panjang diameter panjang diameter panjang diameter panjang diameter panjang diameter panjang diameter
Prototipe 850,0 47,8 1.820,0 50,5 2.000,0 47,8 2.100,0 47,8 3.000,0 47,8 1.210,0 47,8
UKM 1.350,0 54,5 350,0 54,5 1.600,0 54,5 2.400,0 54,5 12.130,0 54,5 350,0 54,5 -
E. Dimensi Pipa penghubung Ketel Kondensor Bagian vertikal 1 horizontal 1 horizontal 2 leher angsa
Dimensi panjang diameter panjang diameter panjang diameter panjang diameter
Prototipe 965,0 57,15 685,0 57,15 3.845,0 38,10 -
UKM 300,0 34,0 -
1.280,0 77,85
74
Lampiran 1. (Lanjutan) F. Pompa Jenis
Spesifikasi
Tipe Kecepatan Daya / voltase frekuensi Debit
Type YL 8012 Single Phase 2832 r/min 750W / 220 v 50 Hz 16 mf 2 m3 / jam
G. Blower Jenis
Spesifikasi
Model Laju udara Total / press rotasi Daya Voltase / fase motor
DE 190-2# / direct 2500 m3 /jam 950 Pa 2800 rpm 1,1 KW 220 / 1 IPS4F
75
Lampiran 2. Data Rata-rata Suhu
Basis waktu: 30 menit A. Udara Waktu ke-
suhu udara luar (°C)
0
21
suhu udara dalam ruang(°C) 24.5
Waktu ke-
suhu udara luar(°C)
7.5
33
suhu udara dalam ruang(°C) 30
0.5
21
24.5
8
33
30
1
21
24.5
8.5
33
31
1.5
20
24
9
33
31
2
20
24
9.5
34
32.5
2.5
20
24
10
34
32.5
3
20
24
10.5
35
33
3.5
23
26
11
35
33
4
23
26
11.5
35
33
4.5
25
27
12
35
33
5
25
27
12.5
35
33
5.5
28
28
13
35
33
6
28
28
13.5
35
33
6.5
32
29
14
35
33
7
32
29
76
B. Ketel (Suhu Rata-rata Penyulingan Pertama dalam Kelvin) Bagian yang diamati 0 346,00
0,5 353,00
1 352,67
1,5 347,00
2 354,67
Jam ke2,5 354,00
3 350,00
3,5 351,00
4 348,67
4,5 342,33
5 342,00
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Glass Wool atas
363,67
368,00
366,33
365,33
361,00
362,67
368,00
367,33
358,67
370,00
351,67
311,33
314,67
316,33
316,67
317,33
317,33
317,00
315,67
317,00
317,33
316,67
Glass Wool Bawah
315,00
315,33
317,00
317,33
317,00
315,33
317,00
316,67
317,67
318,00
316,33
Dasar ketel
382,00
375,33
374,33
376,33
374,67
378,00
375,67
378,67
379,67
379,33
374,33
Tutup ketel
Bagian yang diamati 5,5 362,67
6 359,67
6,5 351,00
7 365,00
Jam ke7,5 8 356,00 363,00
8,5 365,67
9 373,00
9,5 359,67
10 345,00
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Glass Wool atas
360,00
360,00
358,33
356,33
359,33
359,67
373,33
356,00
357,00
359,00
318,00
320,33
319,67
319,67
320,33
321,67
322,33
321,00
322,00
322,33
Glass Wool Bawah
320,00
320,67
320,33
319,67
321,67
320,67
321,33
321,33
324,67
322,67
Dasar ketel
380,00
378,67
373,33
374,33
375,00
375,33
375,33
371,67
376,00
376,67
Tutup ketel
77
Bagian yang diamati
Jam ke10,5 365,00
11 356,67
11,5 347,00
12 352,67
12,5 365,00
13 357,67
13,5 356,67
14 348,33
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Glass Wool atas
361,67
359,67
357,67
377,67
369,00
377,67
366,00
365,67
323,33
323,00
322,67
325,67
322,33
322,67
321,67
320,00
Glass Wool Bawah
337,33
323,67
322,33
324,33
321,67
321,33
321,67
320,33
Dasar ketel
375,00
374,33
375,33
374,67
374,33
376,33
375,67
377,67
Tutup ketel
(Suhu Rata-rata Penyulingan Kedua dalam Kelvin) Bagian yang diamati 0 344,33
0,5 354,00
1 358,33
1,5 363,00
2 367,67
Jam ke2,5 353,00
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Glass Wool atas
359,33
364,33
356,00
357,67
358,67
363,67
372,00
362,33
352,67
363,33
355,00
309,00
315,33
315,67
315,67
314,33
316,67
317,67
317,67
318,67
315,67
315,67
Glass Wool Bawah
311,67
316,00
317,00
317,33
316,00
319,00
316,33
316,00
316,33
316,00
315,33
Dasar ketel
365,00
368,00
363,00
367,00
373,00
370,33
363,67
365,67
355,00
357,33
357,33
Tutup ketel
3 369,67
3,5 342,67
4 358,33
4,5 348,33
5 358,00
78
Bagian yang diamati 5,5 348,00
6 355,67
6,5 364,00
7 358,67
Jam ke7,5 8 360,33 357,67
8,5 349,33
9 349,67
9,5 364,67
10 367,33
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Glass Wool atas
354,67
361,00
357,33
363,67
361,00
363,67
364,00
364,33
369,33
368,33
316,00
316,00
317,00
315,67
316,67
316,33
317,67
318,33
318,67
321,00
Glass Wool Bawah
314,67
316,00
316,00
315,33
315,67
316,00
317,00
319,33
320,67
322,00
Dasar ketel
357,33
360,00
365,00
360,67
358,33
354,67
356,33
369,33
379,33
380,00
Tutup ketel
Bagian yang diamati
Jam ke10,5 352,00
11 355,00
11,5 364,33
12 358,33
12,5 364,67
13 366,67
13,5 365,00
14 364,33
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Glass Wool atas
368,67
367,67
369,67
371,67
358,00
360,33
354,67
367,00
320,33
322,67
324,33
323,00
321,33
320,00
319,67
317,33
Glass Wool Bawah
321,67
321,67
321,33
321,00
321,33
320,00
321,67
318,33
Dasar ketel
368,00
370,33
367,67
367,67
369,33
372,33
368,00
368,00
Tutup ketel
79
(Suhu Rata-rata Penyulingan UKM dalam Kelvin)
Bagian yang diamati Tutup ketel
0 348,33
0,5 352,33
1 350,67
1,5 356,00
2 356,33
Jam ke2,5 355,33
dinding atas
309,00
310,33
310,67
309,33
310,67
310,67
311,00
310,33
309,33
310,67
311,00
dinding bawah
309,00
309,00
309,33
309,33
308,00
310,00
308,00
309,33
309,33
308,00
310,00
Dasar ketel
336,67
337,67
337,67
339,00
337,67
338,00
337,67
336,67
337,67
337,67
339,00
Bagian yang diamati
3 359,33
3,5 358,67
4 358,67
4,5 357,33
5 358,33
Tutup ketel
5,5 358,67
6 356,00
6,5 356,33
7 355,33
Jam ke7,5 8 359,33 358,67
8,5 358,67
9 357,33
9,5 358,33
10 358,67
dinding atas
311,00
311,00
310,00
310,00
310,67
310,67
311,33
310,67
309,33
310,67
dinding bawah
310,00
309,33
309,33
308,33
309,33
310,00
309,33
309,33
309,33
308,00
Dasar ketel
337,67
338,00
337,67
336,67
337,67
337,67
339,00
337,67
338,00
337,67
80
Bagian yang diamati
Jam ke10,5
11
11,5
12
12,5
13
Tutup ketel
356,00
356,33
355,33
359,33
358,67
358,67
dinding atas
310,67
311,67
310,33
309,33
310,67
311,00
dinding bawah
310,00
310,00
309,33
309,33
308,00
310,00
Dasar ketel
336,67
337,67
337,67
339,00
337,67
338,00
C. Kondensor (Suhu Rata-rata Penyulingan Pertama dalam Kelvin) Bagian yang diamati
Jam ke-
Suhu Permukaan kolam
0 298,7
0,5 332,9
1 344,4
1,5 340,3
2 331,3
2,5 329,5
3 329,4
3,5 331,9
4 330,7
4,5 329,5
5 330,5
Suhu Ditengah
298,6
299,6
300,4
301
301,4
301,5
302,4
302,9
302,9
303,1
303,2
Suhu kondensat
298,7
300,8
301,4
301,3
302,3
301,5
304,1
301,8
303,5
301,1
303,3
Bagian yang diamati 5,5 330
6 328
6,5 328,1
7 330,1
Jam ke7,5 8 335,6 330,1
Suhu Ditengah
303,3
303,2
303,2
303,6
304,1
303,8
303,4
303,4
303,1
303,4
Suhu kondensat
302
302,5
303,2
302,4
302,2
303,3
302,7
303,4
302,4
305
Suhu Permukaan kolam
8,5 327,1
9 327,7
9,5 327,9
10 331
81
Bagian yang diamati
Jam ke-
Suhu Permukaan kolam
10,5 336,6
11 332,6
11,5 332,7
12 332,5
12,5 327,6
13 325,2
13,5 322,7
14 324
Suhu Ditengah
304,3
304,4
304,2
304,8
303,5
303,1
303
303
Suhu kondensat
305,1
304,5
304,8
304,1
303,3
303,5
303,3
302
(Suhu Rata-rata Penyulingan Kedua dalam Kelvin) Bagian yang diamati Suhu Permukaan kolam
0 304,7
0,5 334,4
1 346,2
1,5 346,5
2 340,7
Jam ke2,5 336,1
3 337,9
3,5 336,1
4 334,6
4,5 333,9
5 333,1
Suhu Ditengah
301,3
302,7
305,6
304,1
303,7
303,8
303,9
303,9
303,8
303,8
303,7
Suhu kondensat
300,5
304,6
308,3
304,7
305
303,6
304,6
303,4
304,7
302
303,3
Bagian yang diamati
Jam ke7,5 8 322,4 337,5
Suhu Permukaan kolam
5,5 324,7
6 323,1
6,5 322,6
7 323,8
Suhu Ditengah
303,4
303,3
303,2
303,1
303
Suhu kondensat
302,6
305,4
302,9
303,5
303,3
8,5 330,9
9 324,6
9,5 325,7
10 328
303,2
303
303,3
303,3
303,15
302,6
302,9
303,7
303,3
303
82
Bagian yang diamati
Jam ke-
Suhu Permukaan kolam
10,5 327
11 327,9
11,5 330,4
12 324
12,5 330,4
13 331,1
13,5 331,6
14 331,3
Suhu Ditengah
303,2
303,4
303,4
303,2
303,7
303,6
303,6
303,7
Suhu kondensat
303,1
303,5
303,5
303,7
304,3
304,1
303,7
303,6
(Suhu Rata-rata Penyulingan UKM) Bagian yang diamati suhu air
pendingin
0 307
0,5 313
1 315
1,5 315
2 314
306
310
313
315
316
Jam ke2,5 315
3 316
3,5 317
4 315
4,5 316
5 315
316
317
318
320
320
keluar dari kondensor Suhu kondensat
Bagian yang diamati
317
Suhu Permukaan kolam
5,5 315
6 315
6,5 316
7 316
7,5 316
Jam ke8 315
Suhu Ditengah
319
318
318
318
318
317
8,5 315
9 316
9,5 316
10 316
317
316
317
316
83
Bagian yang diamati Suhu Permukaan kolam
10,5 315
11 316
Jam ke11,5 12 315 315
Suhu Ditengah
316
316
316
317
12,5 315
13 315
317
318
D. Pipa Penghubung dan Penangkap Debu Ketel (Suhu Rata-rata Penyulingan Pertama dalam Kelvin) Bagian yang diamati Pipa dari boiler (satu)
0 368,67
0,5 371,67
1 367,00
1,5 365,00
2 374,00
Jam ke2,5 372,67
Pipa dari bioler (dua)
369,67
375,67
377,67
377,00
373,00
371,00
377,33
376,33
379,33
375,00
377,33
Pipa dari bioler (tiga)
384,00
377,33
382,67
390,33
387,00
390,33
392,33
376,33
380,33
385,00
377,67
P. Debu atas
368,33
370,67
364,67
365,33
362,67
365,67
374,00
366,33
363,67
366,67
363,33
Dinding PD atas
351,67
346,00
351,33
354,67
353,00
350,33
357,67
340,33
344,00
330,67
344,67
Dinding PD bawah
304,33
319,33
326,33
331,33
325,00
334,00
347,00
334,33
332,00
342,67
330,67
P. Debu dasar
304,33
319,33
326,33
331,33
325,00
334,00
347,00
334,33
332,00
342,67
330,67
Pipa 1 Ke Kondensor
351,00
356,67
356,33
346,67
361,33
362,33
361,33
359,33
363,00
353,00
357,00
Pipa 2 Ke Kondensor
344,33
349,00
353,33
349,00
353,67
348,33
348,67
349,67
353,33
351,00
353,00
Pipa 3 Ke Kondensor
349,33
354,00
350,67
351,67
349,33
346,67
348,00
352,67
352,33
348,67
342,33
3 371,00
3,5 372,67
4 372,67
4,5 372,67
5 373,00
84
Bagian yang diamati Pipa dari boiler (satu)
5,5 373,00
6 372,33
6,5 379,67
7 370,67
Jam ke7,5 8 376,67 372,67
8,5 372,67
9 371,33
9,5 368,33
10 368,33
Pipa dari bioler (dua)
376,67
377,33
382,67
381,33
385,00
375,33
379,33
374,33
379,00
381,33
Pipa dari bioler (tiga)
382,67
384,67
378,33
380,67
393,33
376,33
380,33
380,67
395,33
378,00
P. Debu atas
355,00
362,00
365,00
360,67
366,67
363,00
363,67
363,67
366,33
368,67
Dinding PD atas
352,33
363,33
346,33
349,67
355,00
352,33
344,00
346,67
346,67
349,67
Dinding PD bawah
339,00
350,00
343,00
340,67
328,00
335,67
332,00
330,67
329,33
352,67
P. Debu dasar
339,00
350,00
343,00
340,67
328,00
335,67
332,00
330,67
329,33
352,67
Pipa 1 Ke Kondensor
353,00
367,00
365,00
366,33
371,67
374,67
363,00
362,33
362,00
370,00
Pipa 2 Ke Kondensor
352,00
350,00
351,67
348,33
346,67
345,67
353,33
346,00
345,67
351,67
Pipa 3 Ke Kondensor
349,67
351,67
353,00
351,33
352,33
348,33
352,33
351,00
352,33
353,33
85
Bagian yang diamati
Jam ke-
Pipa dari boiler (satu)
10,5 373,67
11 373,67
11,5 372,33
12 370,00
12,5 371,33
13 372,67
13,5 379,00
14 361,67
Pipa dari bioler (dua)
388,00
383,67
385,33
398,67
393,00
382,00
378,33
380,67
Pipa dari bioler (tiga)
383,00
385,33
398,67
402,00
388,67
393,33
393,67
385,00
P. Debu atas
371,33
375,33
373,33
378,67
364,00
365,67
365,00
357,00
Dinding PD atas
360,00
371,67
377,67
369,67
354,67
365,00
355,00
352,67
Dinding PD bawah
350,00
343,00
339,00
335,00
325,67
324,67
325,67
320,00
P. Debu dasar
350,00
343,00
339,00
335,00
325,67
324,67
325,67
320,00
Pipa 1 Ke Kondensor
372,33
371,33
354,00
372,00
370,67
364,67
364,67
359,00
Pipa 2 Ke Kondensor
350,33
351,33
352,33
348,33
350,33
351,00
345,67
329,67
Pipa 3 Ke Kondensor
352,67
351,00
350,33
353,33
353,00
351,33
351,67
352,00
86
(Suhu Rata-rata Penyulingan kedua dalam Kelvin) Bagian yang diamati Pipa dari boiler (satu)
0 371,33
0,5 372,33
1 371,67
1,5 372,33
2 372,00
Jam ke2,5 370,33
3 371,00
3,5 374,00
4 375,33
4,5 372,33
5 376,00
Pipa dari bioler (dua)
380,67
376,33
373,00
377,67
383,33
379,00
379,00
376,00
373,33
377,67
374,33
Pipa dari bioler (tiga)
390,33
391,00
383,67
390,33
393,00
393,33
390,00
390,00
368,00
383,33
374,00
P, Debu atas
371,00
364,00
364,33
364,67
372,67
367,67
366,67
364,67
373,00
363,33
362,33
Dinding PD atas
356,67
353,67
355,00
345,00
354,00
344,00
370,00
360,33
357,67
353,00
347,00
Dinding PD bawah
341,00
336,33
335,33
349,33
334,67
341,33
347,33
339,67
335,00
337,33
336,33
P, Debu dasar
341,00
336,33
335,33
349,33
334,67
341,33
347,33
339,67
335,00
337,33
336,33
Pipa 1 Ke Kondensor
367,33
368,67
366,67
373,33
363,67
370,33
362,67
365,33
366,67
356,00
352,00
Pipa 2 Ke Kondensor
342,00
345,67
351,33
347,33
348,67
343,67
350,33
343,67
351,67
345,33
348,33
Pipa 3 Ke Kondensor
349,33
354,00
352,67
352,67
355,67
347,67
351,00
352,67
348,67
345,67
324,67
87
Bagian yang diamati Pipa dari boiler (satu)
5,5 373,00
6 373,67
6,5 376,33
7 375,67
Jam ke7,5 8 373,33 374,67
8,5 374,33
9 373,33
9,5 373,67
10 375,33
Pipa dari bioler (dua)
373,67
373,00
382,33
367,67
375,67
379,33
374,67
373,00
372,67
381,33
Pipa dari bioler (tiga)
380,00
392,00
386,00
358,33
384,67
388,67
385,00
385,00
379,00
375,67
P, Debu atas
362,33
358,00
367,67
364,33
364,33
370,33
365,33
375,67
367,00
369,33
Dinding PD atas
342,33
358,00
366,67
353,00
343,33
348,67
346,33
345,33
361,00
353,00
Dinding PD bawah
332,67
335,00
339,33
335,33
328,33
345,33
333,67
333,00
329,00
331,00
P. Debu dasar
332,67
335,00
339,33
335,33
328,33
345,33
333,67
333,00
329,00
331,00
Pipa Ke Kondensor (satu)
368,67
359,67
364,33
367,67
359,33
368,00
368,00
365,00
369,67
366,33
Pipa Ke Kondensor (dua)
358,67
349,00
358,33
355,00
344,00
350,00
348,33
356,33
353,67
354,00
Pipa Ke Kondensor (Tiga)
354,00
352,67
355,67
349,00
359,00
350,00
351,33
352,67
348,33
352,33
88
Bagian yang diamati Pipa dari boiler (satu)
10,5 377,00
11 376,67
11,5 375,00
Jam ke12 12,5 375,33 373,33
13 375,67
13,5 375,67
14 377,33
Pipa dari bioler (dua)
387,67
382,00
372,33
391,67
370,67
373,67
371,67
374,33
Pipa dari bioler (tiga)
388,67
382,33
375,00
381,33
375,33
378,00
377,33
380,00
P. Debu atas
376,67
369,00
364,33
374,33
363,33
365,00
369,00
367,33
Dinding PD atas
358,67
352,33
352,67
362,33
361,00
357,67
343,67
353,67
Dinding PD bawah
332,00
335,33
332,67
331,33
324,67
333,00
332,67
346,00
P. Debu dasar
332,00
335,33
332,67
331,33
324,67
333,00
332,67
346,00
Pipa Ke Kondensor (satu)
372,33
363,00
358,00
372,00
358,33
362,33
350,33
357,00
Pipa Ke Kondensor (dua)
355,33
344,67
351,33
344,67
342,67
345,00
340,33
344,33
Pipa Ke Kondensor (Tiga)
351,33
350,00
351,00
355,00
353,67
350,67
342,67
349,33
89
(Suhu Rata-rata Penyulingan UKM dalam Kelvin) Bagian yang diamati Pipa horizontal 1
0 343,00
0,5 344,00
1 344,67
1,5 345,33
2 346,67
Jam ke2,5 347,67
3 345,00
3,5 345,00
4 345,33
4,5 344,67
5 345,33
Pipa vertikal 1
334,00
335,33
337,00
335,33
338,67
337,00
336,33
338,00
336,00
336,00
334,67
Pipa horizontal 2
340,67
340,00
341,67
340,67
342,00
342,67
342,33
343,33
341,00
343,33
343,67
Pipa horizontal 3
341,00
340,67
340,33
343,00
344,33
344,00
340,67
341,67
344,33
340,67
340,33
Pipa vertikal 2
340,00
342,67
344,00
339,33
340,00
342,33
346,33
340,00
344,33
342,00
339,67
Pipa horizontal 4
337,00
339,00
337,67
338,67
338,00
340,33
335,67
336,00
338,67
336,00
337,33
Pipa Ke Kondensor
350,33
355,33
355,00
355,00
356,67
355,00
357,00
356,33
355,00
354,33
353,67
Bagian yang diamati Pipa horizontal 1
5,5 344,67
6 345,33
6,5 348,33
7 347,67
Jam ke7,5 8 348,33 346,33
8,5 345,67
9 349,00
9,5 346,67
10 349,67
Pipa vertikal 1
335,33
335,00
337,33
335,00
334,00
336,33
337,00
337,00
338,67
336,00
Pipa horizontal 2
340,33
340,67
341,33
341,00
342,67
341,67
343,33
343,67
341,00
341,00
Pipa horizontal 3
341,00
344,33
342,67
342,00
340,33
341,33
344,00
340,00
341,33
344,00
Pipa vertikal 2
342,00
340,33
340,00
341,67
340,67
342,00
342,67
342,33
343,00
339,67
Pipa horizontal 4
337,67
338,67
338,67
338,33
336,33
337,00
337,33
337,33
337,67
336,67
Pipa Ke Kondensor
353,67
354,33
354,67
355,00
356,33
356,00
355,67
356,67
354,00
353,67
90
Bagian yang diamati Pipa horizontal 1
10,5 348,33
11 348,67
Jam ke11,5 12 350,67 348,67
12,5 348,00
13 348,00
Pipa vertikal 1
336,67
339,00
337,00
336,67
337,67
336,00
Pipa horizontal 2
341,67
344,33
341,33
342,33
344,67
343,67
Pipa horizontal 3
342,33
339,67
340,33
340,00
342,00
344,00
Pipa vertikal 2
341,67
343,00
346,33
341,67
341,00
342,67
Pipa horizontal 4
334,67
335,33
335,00
337,33
335,00
341,67
Pipa Ke Kondensor
356,33
355,00
357,00
354,67
355,00
357,00
91
Lampiran 3. Tabel Steam, Viscositas Udara, Konduktivitas Udara, Tabel Massa Jenis Udara A. Steam Tabel
92
Lampiran 3 (Lanjutan)
93
B. Tabel Viscositas Udara SUHU (°Celcius)
Viskositas (cP)
Viskositas (kg/m,s)
15
0,0175
0,0000175
16
0,01754
0,00001754
17
0,01758
0,00001758
18
0,01762
0,00001762
19
0,01766
0,00001766
20
0,0177
0,0000177
21
0,01774
0,00001774
22
0,01778
0,00001778
23
0,01782
0,00001782
24
0,01786
0,00001786
25
0,0179
0,0000179
26
0,01794
0,00001794
27
0,01798
0,00001798
28
0,01802
0,00001802
29
0,01806
0,00001806
30
0,0181
0,0000181
31
0,01814
0,00001814
32
0,01818
0,00001818
33
0,01822
0,00001822
34
0,01826
0,00001826
35
0,0183
0,0000183
36
0,01834
0,00001834
37
0,01838
0,00001838
38
0,01842
0,00001842
39
0,01846
0,00001846
40
0,0185
0,0000185
94
C, Tabel Konduktivitas Udara Suhu (°Celcius)
Kondutivitas termal (W/m,C)
Suhu (Celcius)
Kondutivitas termal (W/m,C)
0
0,024
26
0,026
1
0,024
27
0,026
2
0,024
28
0,026
3
0,024
29
0,026
4
0,025
30
0,027
5
0,025
31
0,027
6
0,025
32
0,027
7
0,025
33
0,027
8
0,025
34
0,027
9
0,025
35
0,027
10
0,025
36
0,027
11
0,025
37
0,027
12
0,025
38
0,027
13
0,025
39
0,027
14
0,025
40
0,027
15
0,025
41
0,027
16
0,025
42
0,027
17
0,026
43
0,028
44
0,028
18
0,026
45
0,028
19
0,026
46
0,028
20
0,026
47
0,028
21
0,026
48
0,028
22
0,026
49
0,028
23
0,026
50
0,028
24
0,026
25
0,026
95
D. Tabel Massa Jenis Udara
Suhu (°Celcius)
Suhu (°Fahreinheit)
massa Jenis (lb/ft3)
massa Jenis (kg/m3)
15
59
0,077
1,227
16
60,8
0,076
1,222
17
62,6
0,076
1,218
18
64,4
0,076
1,214
19
66,2
0,076
1,210
20
68
0,075
1,206
21
69,8
0,075
1,202
22
71,6
0,075
1,198
23
73,4
0,075
1,194
24
75,2
0,074
1,189
25
77
0,074
1,186
26
78,8
0,074
1,182
27
80,6
0,074
1,178
28
82,4
0,073
1,174
29
84,2
0,073
1,170
30
86
0,073
1,166
31
87,8
0,073
1,162
32
89,6
0,072
1,158
33
91,4
0,072
1,155
34
93,2
0,072
1,151
35
95
0,072
1,147
36
96,8
0,071
1,143
37
98,6
0,071
1,140
38
100,4
0,071
1,136
39
102,2
0,071
1,132
40
104
0,070
1,129
96
E. Tabel Jangkauan Emisivitas Stainless Steel yang telah digosok Suhu°C
Emisivitas
Suhu°C
Emisivitas
Suhu°C
Emisivitas
Suhu°C
Emisivitas
300
0,075
334
0,143
368
0,210
402
0,241
301
0,077
335
0,145
369
0,212
403
0,241
302
0,079
336
0,147
370
0,214
404
0,242
303
0,081
337
0,148
371
0,216
405
0,243
304
0,083
338
0,150
372
0,218
406
0,243
305
0,085
339
0,152
373
0,220
407
0,244
306
0,087
340
0,154
374
0,221
408
0,245
307
0,089
341
0,156
375
0,221
409
0,245
308
0,091
342
0,158
376
0,222
410
0,246
309
0,093
343
0,160
377
0,223
411
0,247
310
0,095
344
0,162
378
0,224
412
0,248
311
0,097
345
0,164
379
0,224
413
0,248
312
0,099
346
0,166
380
0,225
414
0,249
313
0,101
347
0,168
381
0,226
415
0,250
314
0,103
348
0,170
382
0,226
416
0,250
315
0,105
349
0,172
383
0,227
417
0,251
316
0,107
350
0,174
384
0,228
418
0,252
317
0,109
351
0,176
385
0,228
419
0,253
318
0,111
352
0,178
386
0,229
420
0,253
319
0,113
353
0,180
387
0,230
421
0,254
320
0,115
354
0,182
388
0,231
422
0,255
321
0,117
355
0,184
389
0,231
423
0,255
322
0,119
356
0,186
390
0,232
424
0,256
323
0,121
357
0,188
391
0,233
425
0,257
324
0,123
358
0,190
392
0,233
426
0,258
325
0,125
359
0,192
393
0,234
427
0,258
326
0,127
360
0,194
394
0,235
428
0,259
327
0,129
361
0,196
395
0,236
429
0,260
328
0,131
362
0,198
396
0,236
430
0,260
329
0,133
363
0,200
397
0,237
431
0,261
330
0,135
364
0,202
398
0,238
432
0,262
331
0,137
365
0,204
399
0,238
433
0,262
332
0,139
366
0,206
400
0,239
434
0,263
333
0,141
367
0,208
401
0,240
435
0,264
97
98
Lampiran 4. Perhitungan Kehilangan Panas pada Alat Penyulingan
1. Subsistem Pipa Penghubung. Pada Pipa Vertikal Kehilangan energi panas pada pipa vertikal penghubung boiler dengan ketel serta penghubung dari ketel ke kondensor dapat dihitung dengan persamaan newton (Mc, Cabe et al 2001) Qp = h Ap (To - Ta) ........................................................................ (a) Dimana: Qp = Kalor yang hilang melalui pipa, (kJ) h = Koefisien konveksi udara, (W/m2K) Ap = Luas permukaan luar pipa, (m2) To = Suhu dinding luar pipa, (°K) Ta = Suhu udara sekitar, (°K) Sedangkan nilai h didapat dengan perhitungan pada konveksi alamiah. Persamaannya adalah sebagai berikut: ........................................................................... (a) Dimana: NNu = Angka Nusselt K = Konduktivitas panas udara sekitar, (W/mK) Lop = panjang pipa, (m) (Mc, Cabe et al 2001) Sedangkan untuk perhitungan nilai Angka Nusselt pada silinder tegak dicari dari persamaan: NNu = 0,59 (NGr.NPr)f0,25 Untuk jangkauan 104 < NGr.NPr < 109 NNu = 0,59 (NGr.NPr)f0,333 Untuk jangkauan 109 < NGr.NPr < 1012 (Sumber Perry 1999)
98
Pada Pipa Horizontal Kehilangan energi panas pada pipa vertikal penghubung boiler dengan ketel serta penghubung dari ketel ke kondensor dapat dihitung dengan persamaan newton Qp = h Ap (To - Ta) ........................................................................... (c) Dimana: Qp = Kalor yang hilang melalui pipa, (kJ) h = Koefisien konveksi udara, (W/m2K) Ap = Luas permukaan luar pipa, (m2) To = Suhu dinding luar pipa, (°K) Ta = Suhu udara sekitar, (°K) Sedangkan Nilai h didapat dengan perhitungan pada konveksi alamiah. Persamaannya adalah sebagai berikut: ..................................................................................... (d) Dimana: NNu = Angka Nusselt K = Konduktivitas panas udara sekitar, (W/mK) Dop = Diameter luar pipa, (m) Sedangkan untuk perhitungan nilai Angka Nusselt pada silinder mendatar dengan jangkauan NGr.NPr = 104 atau lebih dicari dari persamaan: NNu = 0,53 (NGr.NPr)f0,25 Nilai efisiensi dari pipa penghubung hanya berlaku untuk instalasi prototipe dilaboratorium teknik TIN leuwikopo, hal ini disebabkan penentuan posisi ketel, boiler, kondensor dan separator berdasarkan tata letak. Posisi alat penyulingan yang tidak sama menyebabkan pipa penghubung menjadi variabel tidak tetap.
2. Subsistem Ketel. Kehilangan pada dinding ketel suling Kehilangan energi pada dinding ketel suling pada bagian berinsulasi dan tak berinsulasi dihitung terpisah dengan menggunakan persamaan 99
yang sejenis hanya berbeda nilai-nilai komponen persamaannya. Untuk perhitungan kehilangan panas dari dinding ketel bisa digunakan persamaan konveksi alamiah pada tabung silinder tegak seperti pada pipa vertikal. Persamaan kehilangan panasnya sebagai berikut. Qk = h Ak (Tok - Ta) ......................................................................... (e) Dimana: Qp = Kalor yang hilang melalui ketel, (kJ) h = Koefisien konveksi udara, (W/m2K) Ak = Luas permukaan dinding luar ketel, (m2) Tok = Suhu dinding luar ketel, (°K) Ta = Suhu udara sekitar, (°K) Sedangkan Nilai h didapat dengan persamaan sebagai berikut: .......................................................................... (f) Dimana: NNu = Angka Nusselt K = Konduktivitas panas udara sekitar, (W/mK) Tok = Tinggi ketel tanpa kaki, (m) Sedangkan untuk perhitungan nilai Angka Nusselt pada silinder tegak dicari dari persamaan: NNu = 0,59 (NGr.NPr)f0,25 Untuk jangkauan 104 < NGr.NPr < 109 NNu = 0,59 (NGr.NPr)f0,333 Untuk jangkauan 109 < NGr.NPr < 1012
(Sumber Perry 1999)
Kehilangan Melalui Tutup Ketel Untuk kehilangan panas melalui tutup ketel dihitung dengan persamaan newton dengan mengasumsikan bahwa tutup ketel adalah lempeng mendatar yang dipanaskan menghadap keatas, seperti pada asumsi gambar 7. Qt = h Ab (Tot - Ta) .......................................................................... (g) Dimana: Qt = Kalor yang hilang melalui tutup, (kJ) 100
h = Koefisien konveksi udara, (W/m2K) At = Luas permukaan luar tutup ketel, (m2) Tot = Suhu tutup luar ketel, (°K) Ta = Suhu udara sekitar, (°K) Sedangkan Nilai h didapat dengan persamaan sebagai berikut: ................................................................................... (h) Dimana: NNu = Angka Nusselt K = Konduktivitas panas udara sekitar, (W/mK) Dot = Diameter tutup ketel, (m) Sedangkan untuk perhitungan nilai Angka Nusselt pada silinder tegak dicari dari persamaan: NNu = 0,54 (NGr.NPr)f0,25 Untuk jangkauan 105 < NGr.NPr < 107 NNu = 0,14 (NGr.NPr)f0,333 Untuk jangkauan 107 < NGr.NPr < 1010
(Sumber Perry 1999)
Kehilangan Melalui Dasar Ketel Kehilangan panas melalui dasar ketel dihitung dengan persamaan newton dengan mengasumsikan bahwa tutup ketel adalah lempeng mendatar yang dipanaskan menghadap kebawah. Persamaanya sebagai berikut. Qb = h Ab (Tob - Ta) .......................................................................... (i) Dimana: Qb = Kalor yang hilang melalui bodem, (kJ) h = Koefisien konveksi udara, (W/m2K) Ab = Luas permukaan bodem ketel, (m2) Tob = Suhu dasar/bodem luar ketel, (°K) Ta = Suhu udara sekitar, (°K) Sedangkan Nilai h didapat dengan persamaan sebagai berikut: ............................................................................ (j) 101
Dimana: NNu = Angka Nusselt K = Konduktivitas panas udara sekitar, (W/mK) Dot = Diameter dasar/bodem ketel, (m) Sedangkan untuk perhitungan nilai Angka Nusselt pada silinder tegak dicari dari persamaan: NNu = 0,27 (NGr.NPr)f0,25 Untuk jangkauan 105 < NGr.NPr < 1010
(Sumber Perry 1999)
102
Lampiran 5 (Lanjutan) Lampiran 5. Model Perhitungan serta perbandingan efisiensi penyulingan rakyat dan prototipe Angka dalam perhitungan berikut adalah hasil rata-rata dalam perhitungan sebenarnya. Perhitungan Efisiensi boiler di Penyuling (UKM)
Perhitungan Efisiensi Boiler Prototipe
Data Bahan Bakar
Data Bahan Bakar
(Jenis Bahan Bakar minyak tanah)
(Jenis bahan bakar kayu)
Basis waktu
Kayu Bakar yang digunakan 14 jam
Minyak tanah yang digunakan 13 jam (Mbkr)= 130 liter
P1 = 1320 kg ; P2 = 1050 kg.
Nilai kalor (Qbkr) = 31.850.000 Joule/liter
Nilai kadar air kayu : P1 = 45,12 % ; P2 = 29,07 % Nilai Kalor Kayu Kering Mutlak kadar air 0% (Qbkr) = 18.000.000 Joule/kg = 18 MJ/kg Massa kayu kering mutlak : Mbkr1 = 724,42 kg; Mbkr2 = 744,77 kg Nilai kalor bahan bakar : P1 = Q.M.bkr = 13.039.487.082 joule P2 = Q.M.bkr = 13.405.770.000 joule
Data Pengujian boiler
Data Pengujian boiler
Tekanan rata – rata yang tercapai P = 0,76 Kg/cm2
Tekanan rata – rata P1 = 2,2 Kg/cm2 ; P2 = 2 Kg/cm2
Entaphi pada tekanan tersebut = 2.700,66 KJ/kg
Entaphi pada tekanan tersebut : Hs1 = 2729,27 KJ/kg
Suhu air input = 27,4 °C dengan entalphi (Ha) = 114.92 J/kg
Hs2 = 2.726,21 KJ/kg 103
Lampiran 5 (Lanjutan) Jumlah air tercatat yang digunakan = 1176 kg/13 jam
Suhu air input = 27,4 °C dengan entalphi (Ha) = 114.92 J/kg
Perkiraan steam terbentuk per jamnya = 90,46 kg/jam
Jumlah air tercatat yang digunakan. P1 = 1809,01 kg/14 jam ; P2 = 1813,85 kg/14 jam
Efisiensi Boiler penyulingan rakyat = 76,37 %
Ma = Jumlah air sisa (yang diperkirakan tidak menjadi steam tapi mencapai suhu 100°C ) Ma1 = 195 kg ; Ma2 = 203 kg dengan entalphi (Ht) = 419 KJ/kg Steam yang terbentuk : Ms1 = 1614,01 kg ; Ms2 = 1610,85 kg ;
Ef boiler =
Efisiensi Boiler Prototipe uji 1 = 32,08 % Efisiensi Boiler Prototipe uji 2 = 31,10 %
Cross Check kehilangan kalor Q hilang dicerobong = 171.035 J/s Data Laju Blower (Qu)= 2500 m3/jam Massa jenis udara dari table massa jenis udara (ρ) = 0,46 kg/m3 Pada suhu rata – rata ruang pembakaran (T)= 500°C Kapasitas panas udara (Cu) = 1107,7 J/ kg°C 104
Lampiran 5 (Lanjutan) xT Maka selama penyulingan diperkirakan kalor hilang di cerobong sebesar = 3600 x 14 x 171.035 = 8620,16 MJ
Data Pengujian Ketel
Data Pengujian Ketel
Input steam (IN) = 1.473.500.800 joule = 1.473,5 MJ
(IN1) = 3.979.167.607 J ; (IN1) = 3.967.287.196 J
Suhu udara rata-rata (Tl
Data suhu tiap bagian ketel (Tp)dapat dilihat pada lampiran 2
rata-rata)
= 30,5°C = 303,5°K
Misalkan: penyulingan 1 dikodekan 1 penyulingan 2 dikodekan 2
Suhu udara rata-rata (Tl
rata-rata)
= 28,98°C = 301,98°K
Misalkan: penyulingan 1 dikodekan 1
tutup ketel dikodekan A
penyulingan 2 dikodekan 2
dinding insulasi dikodekan C
tutup ketel dikodekan A
dasar ketel dikodekan D
dinding non insulasi dikodekan B dinding insulasi dikodekan C
suhu rata bagian ketel = A = 356,78°K
dasar ketel dikodekan D suhu rata bagian ketel =
C = 309,82°K
A1 = 354,86°K , A2 = 358,03°K
D = 337,76°K
B1 = 363,33°K , B2 = 362,41°K
Data suhu tiap bagian (Tp)dapat dilihat pada lampiran 2
C1 = 319,90°K , C2 = 317,77°K 105
Lampiran 5 (Lanjutan) Nilai koefisien ekspansi termal (β) = 1/( Tp + Tl) Nilai β rata-ratanya
D1 = 376,13°K , D2 = 365,43°K Data suhu tiap bagian (Tp)dapat dilihat pada lampiran 2
A = 0,003029
Nilai koefisien ekspansi termal (β) = 1/( Tp + Tl)
C = 0,003258
Nilai β rata-ratanya
D = 0,003119
A1 = 0,003045 , A2 = 0,003031 B1 = 0,003006 , B2 = 0,003011
Grashof Number: A = 7,78 x10
C1 = 0,003218 , C2 = 0,003228 9
C = 1,1 x109 D = 5,37 x109
D1 = 0,002949 , D2 = 0,002997 Grashof Number: A1 = 3,69 x1010 , A2 = 3,86x1010 B1 = 4,16 x1010 , B2 = 4,11x1010
Proud Number nilai rata-ratanya NPr = 0,7
C1 = 1,43 x1010 , C2 = 1,27 x1010 D1 = 4,81 x1010 , D2 = 4,26 x1010
Nusselt Number A = 246,4403
Proud Number nilai rata-ratanya NPr = 0,7 Nusselt Number, NNu = a (NGr NPr)m
C = 538,0675
A1 = 413,4114 , A2 = 419,8763
D = 66,94625
B1 = 1812,46 , B2 = 1806,693 C1 = 1274,388 , C2 = 1224,255
106
Lampiran 5 (Lanjutan) D1 = 115,4835 , D2 = 112,1217 Kontanta h
Kontanta h
A = 5,944964
A1 = 5,937222 , A2 = 6,029852
C = 13,59092
B1 = 41,28463 , B2 = 41,15598
D = 1,6918
C1 = 27,71524 , C2 = 26,62015
Maka nilai kehilangan kalor secara konveksi pada ketel sebesar: P = 32,71 MJ
D1 = 1,658485 , D2 = 1,610294 Maka Nilai kehilangan kalor secara konveksi pada ketel sebesar : P1 = 282,05 MJ , P2 = 255,77 MJ
Kehilangan kalor secara radiasi
Kehilangan kalor secara radiasi
q = . . A. (Tp4-Tl4)
q = . . A. (Tp4-Tl4) insulator glaswool = 0,95
= 5,672x 10-8 W.m2.°C4 Dari data suhu dan konstanta diatas didapatkan nilai q sebesar
stailess steel yang dipoles dapat dilihat pada lampiran3E = 5,672x 10-8 W.m2.°C4
q = 4,74 MJ
Dari data suhu dan konstanta diatas didapatkan nilai q sebesar
Efisiensi ketel = (P + q) / IN x 100%
q1= 55,67 MJ, q2= 48,96 MJ
Ef = 97,45%
Efisiensi ketel = (P + q) / IN x 100% Ef1 = 91,39 % , Ef2 = 92,19 %
107
Lampiran 5 (Lanjutan) Perhitungan Pengujian Kondensor
Perhitungan Pengujian Kondensor
1. Efisiensi recovery kalor
1. Efisiensi recovery kalor
adalah = Q serap total / Q lepas x 100%
Q serap total / Q lepas x 100%
Q serap = mair x Cair x (Tp.keluar – Tp.masuk)
Q serap = mair x Cair x (Tp.keluar – Tp.masuk)
Total mair = 11.733,12 kg
Total mair = (1) 24.164,7 kg ; (2) 24.165,5 kg
Cair = 4.190 J/kg
Cair = 4.190 J/kg
Q lepas dari steam = 1.423.703.864 J
Q lepas dari steam =(1) 3.618.087.977 J; (2) 3.638.689.672 J
Q serap total = 567.408.794 J
Q serap total = (1) 3.265.079.826 J ; (2) 3.329.249.919 J
Maka efisiensi recoverynya = 39,85 %
Maka efisiensi recoverynya = (1) 90,24% ; (2) 91,50%
2. Efisiensi Transfer kalor
2. Efisiensi Transfer kalor
Perhitungan efisiensi transfer kalor pada alat ini tidak bisa diketahui adalah = Q transfer / Q lepas x 100% karena permukaan pindah panas dari alat ini tidak diketahui. Alat ini Q trnfr = U x A x TLMTD hanya dapat dilihat secara fisik, sedangkan desain dalam tidak Perhitungan TLMTD dapat dilihat pada lampiran 9 diketahui.
Rata-rata TLMTD (1) 51,87 °K ; (2) 51,68 °K Qtransfer(1) = 3.615,77 MJ Qtransfer(2) = 3.602,46 MJ Maka efisiensi tranfernya = Ef tranfer(1) = 99,88% ; Ef tranfer(2) = 99,00%
108
Lampiran 5 (Lanjutan) Data Pengujian Pipa Boiler ke Ketel
Data Pengujian pipa penghubung boiler ke ketel
Input steam (IN) = 1.520.154.844 joule = 1.520,15 MJ
Input steam (IN) = (Hs - Ha) x Ms (dari perhitungan boiler)
Data suhu tiap sambungan (Tp)dapat dilihat pada lampiran 2
Input steam (IN1) = 4.091.417.480 J ; (IN1) = 4.078.208.362 J
Suhu udara rata-rata (Tl
Suhu udara rata-rata (Tl
rata-rata)
= 30,5°C = 303,5°K
Misalkan: Sambungan Sambungan Sambungan Sambungan Sambungan Sambungan
rata-rata)
= 28,98°C = 301,98°K
Misalkan: penyulingan 1 dikodekan 1 horizontal 1 dikodekan A Vertikal 1 dikodekan B horizontal 2 dikodekan C horizontal 3 dikodekan D Vertikal 2 dikodekan E horizontal 4 dikodekan F
suhu rata sambungan = A = 346,69°K B = 336,41°K
penyulingan 2 dikodekan 2 sambungan satu dikodekan A sambungan dua dikodekan B sambungan tiga dikodekan C suhu rata sambungan = A1 = 371,80°K , A2 = 374,07°K B1 = 379,65°K , B2 = 376,82°K C1 = 385,80°K , C2 = 382,74°K
C = 342,07°K D = 341,86°K E = 341,90°K F = 337,37°K
Data suhu tiap sambungan (Tp)dapat dilihat pada lampiran 2 Nilai koefisien ekspansi termal (β) = 1/( Tp + Tl) Nilai β rata-ratanya A1 = 0,002969, A2 = 0,002959 B1 = 0,002935, B2 = 0,002947 109
Lampiran 5 (Lanjutan) Nilai koefisien ekspansi termal (β) = 1/( Tp + Tl)
C1 = 0,002908, C2 = 0,002921
Nilai β rata-ratanya A = 0,003125
Grashof Number:
B = 0,003125
A1 = 810.017,5 , A2 = 829.671,4
C = 0,003098
B1 = 870.061,3 , B2 = 847.502,7
D = 0,003099
C1 = 1.016.103 , C2 = 989.447,9
E = 0,003099 F = 0,003121
Proud Number nilai rata-ratanya NPr = 0,7 Nusselt Number, NNu = a (NGr NPr)m
Grashof Number:
A1 = 14,51 , A2 = 14,60
A = 795.240,8
B1 = 14,79 , B2 = 14,69
B = 629.389,3
C1 = 17,10 , C2 = 16,98
C = 722.736,9
Kontanta h
D = 719.418,2
A1 = 8,02 , A2 = 8,07
E = 719.858
B1 = 8,16 , B2 = 8,12
F = 645.988
C1 = 9,14 , C2 = 9,08 Maka Nilai kehilangan kalor secara konveksi pipa total selama 14
Proud Number nilai rata-ratanya NPr = 0,7
jam sebesar : P1 = 55,54 MJ , P2 = 54,94 MJ 110
Lampiran 5 (Lanjutan) Nusselt Number A = 14,49
Kehilangan kalor secara radiasi q = . . A. (Tp4-Tl4)
B = 15,22
pipa besi kasar sebesar 0,95
C = 14,15
= 5,672x 10-8 W.m2.°C4
D = 24,23
Dari data suhu dan konstanta diatas didapatkan nilai q sebesar
E = 15,74
q1 = 56,71 , q2 = 55,98 MJ
F = 13,76
Efisiensi pipa boiler ketel sebesar = (P + q) / IN x 100%
Kontanta h
Ef1 = 97,26% , Ef2 = 97.28%
A = 14.49 B = 15,22 C = 14,15 D = 24,23 E = 15,74 F = 13,76
Maka nilai kehilangan kalor secara konveksi pada pipa sebesar: P = 18,15 MJ
111
Lampiran 5 (Lanjutan) Kehilangan kalor secara radiasi q = . . A. (Tp4-Tl4) = 5,672x 10-8 W.m2.°C4 Dari data suhu dan konstanta diatas didapatkan nilai q sebesar q = 28,50 MJ Efisiensi ketel = (P + q) / IN x 100% Ef = 96,93 %
Data Pengujian Pipa Ketel ke kondensor
Data Pengujian pipa penghubung ketel ke kondensor
Input steam (IN) = 1.435.876.086 joule = 1.435,88 MJ
Input steam (IN1) = 3.636.576.626 J ; (IN1) = 3.657.540.813 J
Data suhu tiap bagian ketel (Tp)dapat dilihat pada lampiran 2
Data suhu tiap sambungan (Tp) dapat dilihat pada lampiran 2
Suhu udara rata-rata (Tl
Suhu udara rata-rata (Tl
rata-rata)
= 30,5°C = 303,5°K
suhu rata sambungan (Tp) = 355,14°K
rata-rata)
= 28,98°C = 301,98°K
Misalkan: penyulingan 1 dikodekan 1
Nilai koefisien ekspansi termal (β) = 1/( Tp + Tl) = 0,003037
penyulingan 2 dikodekan 2
Grashof Number = 1.914.574
sambungan satu dikodekan A
Proud Number nilai rata-ratanya NPr = 0,7
sambungan dua dikodekan B sambungan tiga dikodekan C
Nusselt Number = 20,08
suhu rata sambungan = A1 = 362,03°K , A2 = 364,22°K 112
Lampiran 5 (Lanjutan) Kontanta h = 7,66
B1 = 349,16°K , B2 = 348,75°K
Maka nilai kehilangan kalor secara konveksi pada pipa sebesar:
C1 = 350,83°K , C2 = 350,46°K
P = 7,43 MJ Efisiensi ketel = P/IN x 100%
Data suhu tiap sambungan (Tp)dapat dilihat pada lampiran 2 Nilai koefisien ekspansi termal (β) = 1/( Tp + Tl)
Kehilangan kalor secara radiasi q = . . A. (Tp4-Tl4) = 5,672x 10-8 W.m2.°C4
Nilai β rata-ratanya A1 =0,003013 , A2 = 0,003002 B1 = 0,003072 , B2 = 0,003074 C1 = 0,003064 , C2 = 0,003066
Dari data suhu dan konstanta diatas didapatkan nilai q sebesar
Grashof Number:
q = 4,74 MJ
A1 = 1.222.140 , A2 = 1.259.861
Efisiensi ketel = (P + q) / IN x 100%
B1 = 299.149,6 , B2 = 296.737,7
Ef = 99,15 %
C1 = 307.954,9 , C2 = 305.581,8 Proud Number nilai rata-ratanya NPr = 0,7 Nusselt Number, NNu = a (NGr NPr)m A1 = 17,94 , A2 = 18,05 B1 = 11,32 , B2 = 11,31 C1 = 11,42 , C2 = 11,39 113
Lampiran 5 (Lanjutan) Kontanta h A1 = 8,29 , A2 = 8,35 B1 = 5,23 , B2 = 5,23 C1 = 7,92 , C2 = 7,80 Maka Nilai kehilangan kalor secara konveksi pipa total selama 14 jam sebesar : P1 = 15,34 MJ , P2 = 15,62 MJ Kehilangan kalor secara radiasi q = . . A. (Tp4-Tl4) pipa besi kasar sebesar 0,95 = 5.672x 10-8 W.m2.°C4 Dari data suhu dan konstanta diatas didapatkan nilai q sebesar q1 = 3,15 MJ , q2 = 3,23 MJ Efisiensi pipa ketel kondensor sebesar = (P + q) / IN x 100% Ef1 = 99,49% , Ef2 = 99,48 %
114
Lampiran 6. Data Hasil Perhitungan Kehilangan Kalor Secara Konveksi dan Radiasi A. Ketel (Kalor yang Hilang tiap Detik pada Penyulingan Pertama ) satuan Joule Bagian yang diamati 0 399,72
0,5 480,60
1 475,86
1,5 415,98
2 505,93
Jam ke2,5 498,34
3 450,85
3,5 440,88
4 413,86
4,5 333,55
5 330,16
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Dinding Glass Wool
2021,89
2193,14
2127,63
2107,43
1938,33
2004,99
2214,05
2102,79
1770,00
2165,78
1469,98
3256,01
3743,76
4200,85
4434,64
4481,11
4249,26
4433,98
3657,01
3972,46
3794,04
3475,78
Dasar ketel
365,91
325,20
319,40
333,22
323,20
343,39
329,01
339,20
345,19
339,44
309,58
Tutup ketel
Bagian yang diamati Tutup ketel
5,5 560,51
6 522,66
6,5 409,50
7 579,52
Jam ke7,5 8 457,21 542,50
8,5 564,85
9 661,97
9,5 473,40
10 307,75
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Dinding Glass Wool
1740,32
1740,32
1637,29
1563,08
1635,47
1648,09
2132,59
1473,87
1453,34
1526,33
3882,25
4299,62
3881,69
3794,55
3882,91
3926,96
3840,94
3659,48
3841,60
3612,07
Dasar ketel
339,69
331,27
296,01
301,72
301,80
303,60
299,72
276,71
297,75
301,21
115
Bagian yang diamati Tutup ketel
10,5 534,53
11 432,31
11,5 324,31
Jam ke12 12,5 386,20 534,53
13 444,37
13,5 432,31
14 338,32
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Dinding Glass Wool
1606,85
1533,05
1459,97
2218,23
1882,78
2218,23
1767,36
1756,50
5707,79
3706,91
3480,25
4160,90
3346,07
3345,60
3262,20
2869,86
Dasar ketel
289,96
285,88
291,76
287,67
285,88
297,52
293,55
305,32
(Kalor yang Hilang tiap Detik pada Penyulingan Kedua ) satuan Joule Bagian yang diamati Tutup ketel
0 380,91
0,5 492,90
1 545,69
1,5 610,42
2 671,13
Jam ke2,5 486,01
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Dinding Glass Wool
1854,22
2049,19
1728,51
1810,84
1850,48
2042,43
2373,80
1909,95
1545,28
1907,82
1592,40
2529,99
3927,42
4113,69
4299,82
3926,58
4674,90
4432,66
3837,53
4016,12
3302,24
3213,21
Dasar ketel
260,15
278,97
248,04
274,49
313,69
295,55
253,15
257,86
197,29
206,14
206,14
3 698,05
3,5 347,21
4 528,95
4,5 399,56
5 513,70
116
Bagian yang diamati 5,5 385,91
6 474,03
6,5 566,38
7 499,37
Jam ke7,5 8 509,37 476,36
8,5 369,79
9 373,30
9,5 534,72
10 569,26
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Dinding Glass Wool
1541,64
1776,82
1601,32
1840,05
1697,57
1798,64
1771,05
1783,88
1914,57
1877,67
2907,68
3082,25
2951,81
2698,80
2614,61
2614,99
2657,86
3041,53
2871,51
3348,09
Dasar ketel
202,48
217,78
243,38
217,14
200,81
180,79
186,29
262,15
317,32
321,58
13 554,76
13,5 534,53
14 525,55
Tutup ketel
Bagian yang diamati 10,5 379,09
11 413,60
11,5 525,55
Jam ke12 12,5 452,25 529,45
Dinding Ketel bag,atas tanpa glass wool Dinding Glass Wool
1869,06
1832,31
1908,76
1985,82
1470,64
1556,22
1350,71
1806,56
3087,20
3390,34
3568,19
3345,13
3173,99
2826,75
3000,50
2289,25
Dasar ketel
246,41
260,66
243,63
243,63
254,40
273,56
246,41
246,41
Tutup ketel
117
(Kalor yang Hilang tiap Detik pada Penyulingan UKM ) satuan Joule Bagian yang diamati Tutup ketel
0 238,87
0,5 260,67
1 248,54
1,5 283,66
2 284,62
Jam ke2,5 275,37
dinding
678,67
653,88
677,85
573,62
554,18
620,92
523,04
470,44
425,74
339,28
370,07
Dasar ketel
70,86
71,62
71,46
74,48
70,18
70,69
69,16
64,61
67,24
65,16
67,25
Tutup ketel
5,5 279,70
6 286,24
6,5 281,83
7 274,88
Jam ke7,5 8 297,00 292,19
8,5 285,50
9 276,25
9,5 273,76
10 275,65
dinding
361,52
694,38
548,39
501,63
486,00
516,80
425,23
396,08
219,43
219,28
Dasar ketel
63,21
72,62
69,37
66,67
67,24
67,24
68,97
65,16
63,10
61,98
Bagian yang diamati
Bagian yang diamati Tutup ketel
10,5 254,05
11 256,25
Jam ke11,5 12 249,44 277,69
dinding
257,75
297,50
219,45
182,65
182,52
270,85
Dasar ketel
58,34
60,97
60,97
64,72
60,97
62,03
12,5 272,60
13 272,60
3 303,10
3,5 292,19
4 292,19
4,5 276,25
5 278,10
118
B. Pipa Penghubung (Kalor yang Hilang tiap Detik pada Penyulingan Pertama ) satuan Joule Bagian yang diamati Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
0 1091,20
0,5 1105,14
1 1107,00
1,5 1141,42
2 1171,53
Jam ke2,5 1170,76
1055,90
1073,13
1075,51
1107,85
1140,26
1139,00
1169,62
1063,28
1133,46
1087,22
1091,16
281,44
315,15
313,23
284,62
329,02
318,35
318,70
310,88
287,78
319,49
278,78
50,80
60,57
60,73
51,75
65,01
61,35
61,38
61,04
55,90
65,74
53,61
Bagian yang diamati Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
3 1196,06
3,5 1080,79
4 1142,44
4,5 1088,98
5 1093,78
5,5 1037,08
6 1059,66
6,5 1028,87
7 1071,70
Jam ke7,5 8 997,35 1118,82
1046,47
1070,85
1056,98
1112,17
1031,71
1176,29
987,26
994,97
1068,70
979,53
272,77
275,62
311,25
310,73
299,32
314,95
306,93
276,67
268,10
302,19
54,03
53,93
65,58
65,33
62,80
67,94
67,42
56,77
55,68
67,37
8,5 954,15
9 962,13
9,5 1012,92
10 936,32
119
Bagian yang diamati Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
10,5 1015,20
11 1008,39
11,5 1073,09
Jam ke12 12,5 1131,87 1049,18
1080,40
1069,65
1149,19
1229,72
1122,97
1100,11
1136,46
955,94
302,38
297,39
247,03
299,98
298,22
277,99
271,16
233,92
68,17
66,79
51,00
67,28
66,55
59,89
57,09
45,89
13 1033,96
13,5 1064,44
14 911,03
(Kalor yang Hilang tiap Detik pada Penyulingan Kedua ) satuan Joule Bagian yang diamati
Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
Jam ke0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
1190,32
1181,70
1125,48
1197,31
1232,89
1203,74
1191,26
1157,59
1045,52
1094,63
1059,11
1171,16
1160,62
1094,92
1170,18
1213,96
1179,08
1164,22
1150,61
1026,75
1092,62
1054,81
326,20
345,90
345,17
363,15
342,81
337,63
331,86
319,88
326,82
272,62
222,01
64,21
70,07
70,24
75,78
67,95
67,55
65,25
63,52
66,77
51,28
41,25
120
Bagian yang diamati Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
Jam ke5,5 1033,05
6 1095,57
6,5 1085,11
7 881,25
7,5 1011,77
8 1056,87
8,5 1006,10
9 992,25
9,5 940,86
10 973,28
1040,49
1112,64
1124,91
899,40
1046,59
1100,34
1046,21
1029,39
983,57
1024,51
341,18
297,21
324,47
314,80
289,48
303,75
297,35
303,13
293,33
292,70
74,73
59,30
70,31
67,62
58,93
64,88
63,71
66,10
65,15
64,40
10,5 1065,50
11 1006,53
11,5 917,53
Jam ke12 12,5 1034,84 900,66
13 942,79
13,5 931,25
14 966,94
1139,73
1068,75
963,88
1106,07
943,39
992,47
978,78
1021,13
306,79
261,25
258,45
298,44
252,97
261,20
203,68
242,14
70,39
54,40
54,09
66,44
51,21
54,21
38,17
48,61
Bagian yang diamati Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
121
Kalor yang Hilang tiap Detik pada Penyulingan UKM) satuan Joule Bagian yang diamati Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
0 394,81
0,5 388,16
1 396,84
1,5 392,00
2 408,14
Jam ke2,5 407,49
608,10
598,98
598,92
620,93
641,84
639,94
587,51
590,02
619,13
563,71
551,28
148,66
162,99
161,58
160,06
165,24
158,17
164,76
159,09
154,21
148,22
142,83
91,53
101,80
100,87
100,29
103,95
99,57
104,03
101,12
97,97
94,94
92,20
8,5 376,86
9 374,27
9,5 348,81
10 355,30
Bagian yang diamati Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
3 385,33
3,5 380,64
4 381,41
4,5 361,59
5 350,23
5,5 340,96
6 401,08
6,5 397,65
7 388,74
Jam ke7,5 8 374,77 375,43
551,05
641,16
618,33
606,17
574,74
584,86
606,65
567,28
555,86
584,95
142,46
159,32
156,76
157,98
159,09
157,87
153,07
156,53
141,61
140,41
92,05
99,30
98,64
99,43
101,12
100,33
98,07
100,45
91,93
91,15
122
Bagian yang diamati Pipa Boiler – Ketel (konveksi) Pipa Boiler – Ketel (radiasi) Pipa Ketel – Kondensor (konveksi) Pipa Ketel – Kondensor (radiasi)
Jam ke11,5 12
10,5
11
12,5
13
344,69
353,23
346,96
343,21
355,07
359,91
556,92
537,93
539,90
537,11
560,93
591,12
148,00
143,36
150,42
142,16
143,36
150,42
96,67
93,52
98,26
92,73
93,52
98,26
123
Lampiran 7. Perhitungan Kalor Transfer (Q trnfr) Pada Kondensor Q trnfr = U x A x TLMTD (Linier Mean Temperature Difference) Dimana: TLMTD
Persamaan diatas hanya berlaku untuk semua jenis heat exchanger dengan perbedaan suhu yang tidak terlalu jauh, dan tidak ada perubahan fase salah satu fluidanya.(Mc Cabe, 2002). Gambar dibawah adalah ilustrasi dalam kurva
Tha
Thb
Tcb
Tca
Keterangan: Tha = suhu fluida panas masuk kedalam sistem Thb
= suhu fluida panas keluar dari sistem
Tca = suhu fluida pendingin masuk kedalam sistem Tcb
= suhu fluida pendingin keluar dari sistem
Pada prinsipnya, sistem kondensor sama dengan heat exchanger diatas, hanya saja terdapat peristiwa perubahan fase pada fluida panas yang sebenarnya melepaskan kalor yang sangat besar. Apabila perhitungan menggunakan persamaan diatas dalam menentukan perubahan suhu, maka ada sejumlah besar kalor yang tidak terukur. Untuk perbedaan suhu pada sistem yang mengalami perubahan fase dapat dilihat pada ilustrasi dibawah.
124
Tha
Thb Tcb
Tca
Untuk keadaan steam yang dikondensasi dapat digunakan pendekatan diatas, hanya saja diperlukan adanya sedikit modifikasi, yaitu penentuan beberapa rataan yang dimisalkan X, Y, dan Z. Rataan X adalah rataan logaritmik fluida panas fase uap dengan fluida pendingin. Rataan Y adalah rataan logaritmik fluida panas pada saat perubahan fase steam menjadi air bersuhu 100°C dan fluida pendingin. Rataan Z adalah rataan logaritmik antara fluida panas dalam penurunan suhu dari suhu laten dan menjadi suhu destilat dengan fluida pendingin.
Setelah penentuan ketiga rataan, maka perlu ditentukan fraksi dari masingmasing rataan. Penentuan besarnya fraksi didasarkan pada perbandingan fluks kalor untuk penaikkan suhu hingga titik tertentu dan kalor untuk perubahan fase. Fraksi (untuk fluida jenis air):
125
Jika nilai fraksi – fraksi a,b,c didapat, maka TLMTD dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut: TLMTD = a.X + b.Y + c.Z Perhitungan kalor transfer diatas hanya bisa dilakukan pada kondensor prototipe, karena kondensor penyulingan rakyat tidak diketahui luasan pindah panasnya. Untuk penyulingan pertama dikodekan 1, dan untuk ulangannya dikodekan 2. Data : Tha(1) = 116°C ; Tha(2) = 118°C Thb dapat dilihat pada lampiran 2 kondensor (suhu destilat), dalam penentuan nilai a, b, dan c nilai rata-rata Thb(1) = 29,8°C dan nilai Thb(2) = 30,7°C Tca suhu air pendingin awal 27,4°C sama untuk kedua penyulingan Tcb dapat dilihat pada lampiran 2 kondensor (Permukaan kolam) Dari model perhitungan diatas didapatkan nilai faksi a, b , c sebagai berikut: a(1) = 0,012
a(2) = 0,014
b(1) = 0,874
b(2) = 0,873
c(1) = 0,114
c(2) = 0,113.
Dari hasil, didapatkan nilai perhitungan rata – rata X, Y, Z sebagai berikut: X(1) = 66,89 °C
X(1) = 66,58 °C
Y(1) = 56,54 °C
Y(1) = 56,12 °C
Z(1) = 14,12 °C
Z(1) = 15,30 °C.
Dari persamaan terakhir, didapatkan TLMTD rata-rata sebesar: TLMTD(1) = 51,87 °C
TLMTD(2) = 51,68 °C
Sehingga nilai Q trnfr total dari kedua penyulingan selama 14 jam sebesar Q(1) = 3.615,77 MJ
Q(2) = 3.602,46 MJ
126
Lampiran 8. Metode Analisis Bahan dan Minyak
1. Kadar Air (Kayu Bakar) Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 ºC selama 1 jam dan ditimbang. 10 gram contoh diletakkan pada cawan porselin dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 ºC sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan berikut : (B – A)
Kadar Air =
x 100 %
Berat contoh (g)
Keterangan : A adalah berat cawan + contoh kering (g) B adalah berat cawan + contoh basah (g)
2. Kadar Minyak Biji Pala (SNI 01-0006-1993) Kadar minyak ditentukan berdasarkan perbandingan antara volume minyak yang dihasilkan dengan berat bahan awal yang disuling. Rendemen minyak dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Rendemen minyak (persen berat basah) = Volume minyak (ml) Berat bahan (g) Prosedur : Contoh yang dipotong kecil-kecil, dimasukkan dalam labu didih tambah air(aquadest) sampai contoh terendam. Labu didih di sambung dengan alat destilasi “Dean-Stark”. Panaskan labu beserta isinya, penyulingan dihentikan bila tidak terdapat titik-titik minyak lagi. Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu 6 jam
3. Kadar Air Biji Pala (SNI 01-0006-1993) Metode ini digunakan untuk menentukan kadar air untuk rempah, yaitu untuk menentukan berapa jumlah air yang ada dibahan rempah. Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan persamaan berikut: Kadar Air =
V
x 100 %
M 127
Dimana: V adalah volume M adalah massa Prosedur : Contoh yang telah dikecilkan ukurannya, ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi dengan toluena. Rendam bahan dengan toluena. Pasang alat penampung, isi dengan toluena. Panaskan labu pemanas ukur setelah 1 jam setelah mendidih matikan pemanas tunggu hingga tidak ada lagi uap. Ukur volume air yang didapatkan.
4. Bobot Jenis (SNI 06-2388-2006) Bobot jenis adalah perbandingan antara berat minyak dengan berat air pada volume dan suhu yang sama.. Prosedur : Cuci dan bersihkan piknometer, kemudian bilas berturut-turut dengan etanol dan dietil eter. Keringkan bagian dalam piknometer tersebut dengan arus udara kering dan sisipkan tutupnya. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m). Isi piknometer dengan air suling yang telah dididihkan dan biarkan pada suhu 20oC, sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara. Celupkan piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20oC ± 0,2oC selama 30 menit. Sisipkan penutupnya dan keringkan piknometernya. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit, kemudian timbang dengan isinya (m1) Kosongkan piknometer tersebut, cuci dengan etanol dan dietil eter, kemudian keringkan dengan arus udara kering. Isilah piknometer dengan contoh minyak dan hindari adanya gelembung udara Celupkan kembali piknometer ke dalam penangas air pada suhu 20 oC ± 0,2oC selama 30 menit. Sisipkan tutupnya dan keringkan piknometer tersebut.. Biarkan piknometer di dalam lemari timbangan selama 30 menit dan timbang (m2)
Bobot Jenis d
20
20
= m2 – m m1 – m
Keterangan : m adalah bobot piknometer kosong 128
m1 adalah bobot piknometer berisi air pada suhu 20 ºC m2 adalah bobot piknometer berisi minyak atsiri pada suhu 20 ºC 5. Indeks Bias (SNI 06-2388-2006) Metode ini didasarkan pada pengukuran langsung sudut sinar yang dibiaskan minyak atsiri pada suhu 25 ºC. Prosedur : Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu pembacaan yang dilakukan. Suhu tidak boleh lebih dari ± 2 ºC dari suhu referensi dan harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2 ºC. Suhu minyak harus sama dengan suhu dimana pengukuran dilakukan. Pemanasan dilakukan bila suhu telah stabil. Perhitungannya sebagai berikut : Indeks bias pada suhu 20ºC = pembacaan skala. Jika pembacaan dilakukan pada suhu lain maka gunakan faktor koreksi : - Δ x 0,0004 jika suhu pembacaan kurang dari 20 ºC. + Δ x 0,0004 jika suhu pembacaan lebih dari 20 ºC.
6. Putaran Optik(SNI 06-2388-2006) Metode putaran optik didasarkan pada pengukuran sudut sinar terpolarisasi yang diputar oleh contoh minyak atsiri sepanjang 10 cm. Bahan kimia: a) larutan sukrosa anhidrat murni, konsentrasi 26,00 g sukrosa per 100 ml air; b) khloroform, untuk mengencerkan contoh minyak berwarna gelap sebelum dilakukan pengujian.
Peralatan: a) polarimeter, dengan ketelitian + 0,03o, yang ditempatkan dan dipergunakan dalam ruangan gelap dengan kondisi stabil; b) sumber cahaya digunakan lampu natrium atau alat lain yang menghasilkan sinar monokhromatik dengan panjang gelombang 589,3 nm ± 0,3 nm; c) tabung polarimeter berukuran 100 mm ± 0.05 mm; d) thermometer.
129
Cara kerja: a) Nyalakan sumber cahaya dan tunggu sampai diperoleh kilauan yang penuh; b) Isi tabung polarimeter dengan contoh minyak yang sebelumnya telah dibawa pada suhu tertentu, usahakanlah agar gelembung-gelembung udara tidak terdapat didalam tabung; c) Letakkan tabung di dalam polarimeter dan bacalah putaran optik dekstro (+) atau levo (-) dari minyak, pada skala yang terdapat pada pada alat; d) Dengan menggunakan termometer yang disisipkan pada lubang ditengah tengah,periksalah bahwa suhu minyak dalam tabung adalah 20oC ± 1oC; e) Catatlah hasil rata-rata dari sedikitnya tiga pembacaan, masing-masing pembacaan tidak berbeda lebih dari 0,08o.
Penyajian hasil uji: Putaran optik harus dinyatakan dalam derajat lingkar sampai mendekati 0,01o. putaran optic dekstro harus diberi tanda positif (+) dan putaran optik levo harus diberi tanda negatif (-).
7. Kelarutan dalam Etanol 90 %(SNI 06-2388-2006) Prinsip : Kelarutan minyak pala dalam etanol absolut atau etanol yang diencerkan yang menimbulkan kekeruhan dan dinyatakan sebagai larut sebagian atau larut seluruhnya, berarti bahwa minyak tersebut membentuk larutan yang bening dan cerah dalam perbandingan-perbandingan seperti yang dinyatakan. Prosedur : Tempatkan 1 ml contoh minyak dan diukur dengan teliti di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml atau 25 ml. Tambahkan etanol 90 %, setetes demi setetes. Kocoklah setelah setiap penambahan sampai diperoleh suatu larutan yang sebening mungkin pada suhu 20oC; Bila larutan tersebut tidak bening, bandingkanlah
kekeruhan
yang
terjadi
dengan
kekeruhan
larutan
pembandingan, melalui cairan yang sama tebalnya. Setelah minyak tersebut larut tambahkan etanol berlebih karena beberapa minyak tertentu mengendap pada penambahan etanol lebih lanjut. 130
Cara menyatakan hasil : Kelarutan dalam x % (v/v) etanol = 1 volume dalam y volume, menjadi keruh dalam z volume.
8. Penentuan sisa penguapan (SNI 06-2388-2006) Senyawa yang tidak menguap diperoleh dengan cara menguapkan minyak pala di atas penangas air. Cara Kerja: Panaskan cawan penguapan di atas penangas air selama 60 menit, kemudian dinginkan dalam desikator selama 20 menit, di timbang (Wo). Timbang dengan teliti kira-kira 5 g contoh minyak pala dalam cawan tersebut yang telah diketahui bobotnya (W1). Panaskan di atas penangas air selama 4 (empat) jam, dinginkan dalam desikator selama 20 menit, kemudian ditimbang.Ulangi pekerjaan sampai diperoleh bobot tetap (W2).
131
Lampiran 9.
Gambar Alat Penyulingan
A. Prototipe Boiler
B. Prototipe Ketel
C. Prototipe kondensor
132
D. Prototipe Separator
E. Boiler UKM dan Separator
F. Ketel dan Kondensor UKM
133