Ahmad Syarief Iskandar ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KOTA PALOPO DALAM MELAKUKAN PINJAMAN
Abstrak: Salah satu sumber penerimaan daerah sebagaimana diatur dalam UU RI No. 32 dan 33 Tahun 2004 adalah melalui pinjaman daerah. Penggunaan dana pinjaman daerah ini sebagai salah satu sumber pilihan pembiayaan pembangunan di masa yang akan datang akan memegang peranan penting dan membuka peluang bagi daerah untuk melakukan pinjaman dari pihak luar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Kota Palopo dalam melakukan pinjaman yang telah dilakukan dan menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Palopo pada tahun 2013-2017. Data yang digunakan adalah data sekunder runtut waktu (time series) tahunan dari tahun 2008-2012 yang meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagian bagi hasil pajak/bukan pajak, sumbangan/bantuan, belanja rutin dan belanja pembangunan Pemerintah Kota Palopo. Data kemudian dianalisis dengan menghitung Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dan melakukan prediksi kemampuan meminjam dengan metode Kuadrat Terkecil (The Least Square’s Method). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota Palopo dari tahun 2008-2012 mempunyai kemampuan untuk mengembalikan pinjaman daerah, ditunjukkan dengan nilai Debt Service Coverage Ratio (DSCR) yang melebihi standar minimal atau melebihi 2,5. Berdasarkan hasil proyeksi, besarnya pinjaman yang dapat diperoleh Pemerintah Daerah Kota Palopo sesuai dengan analisis Batas Maksimum Pinjaman (BMP) dari tahun 2013 adalah Rp.122.482.832.077 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.48.993.132.831. Sedang pada tahun 2017 diproyeksikan Pemerintah Kota Palopo dapat mengambil pinjaman sebesar Rp.136.919.007.001 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.54.767.602.800.
Kata Kunci: Pinjaman, daerah.
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah membuka era baru bagi pelaksanaan pemerintahan daerah di Indonesia. Hal ini berimplikasi pada peningkatan tugas dan tanggung jawab yang harus 12
13 dijalankan oleh Pemerintah Daerah. Seperti yang dikemukakan oleh Darumurti dan Rauta1, implikasi dari adanya kewenangan urusan pemerintahan yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi daerah, dapat merupakan berkah bagi daerah namun pada sisi lain bertambahnya kewenangan daerah tersebut sekaligus juga merupakan beban yang menuntut kesiapan daerah untuk melaksanakannya, karena semakin bertambahnya urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Untuk itu ada beberapa aspek yang harus dipersiapkan yaitu, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sarana dan prasarana. Pamudji menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan2. Keuangan inilah yang merupakan salah satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumahtangganya sendiri. Dengan demikian masalah keuangan merupakan masalah penting dalam setiap kegiatan pemerintah di dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah karena tidak ada kegiatan pemerintah yang tidak membutuhkan biaya, selain itu faktor keuangan ini merupakan faktor penting di dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Kemampuan daerah yang dimaksud dalam pengertian tersebut adalah sampai seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi Pemerintah Pusat. Atau dengan kata lain pemerintah daerah harusnya tidak hanya tahu menggunakan dana tetapi juga haruslah mampu mencari sumber-sumber dana pembangunan. Richard A. Musgrave dan Peggy Musgrave mengemukakan bahwa pesatnya pembangunan daerah menuntut tersedianya dana bagi pembiayaan pembangunan yang menyangkut perkembangan kegiatan fiskal yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi sumber-sumber pembiayaan yang semakin besar. Tatanan pemerintah yang mengarah pada diperluasnya otonomi daerah, menuntut kemandirian daerah di dalam mengatur dan menetapkan kebijakan pemerintahan di daerah menurut prakasa dan aspirasi masyarakat. Untuk mempersiapkan kemandirian daerah tersebut, yang harus dilakukan daerah adalah dengan memperkuat struktur perekonomiannya sehingga pemerintah daerah harus dapat memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai. Untuk itu pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola dan menggali 1 K.D. Darumurti, dan Umbu Rauta, 2000, Otonomi Daerah, Kemarin, Hari ini, dan Esok, Kritis, Vol. XII, No. 3, h. 49. 2 Yosef Riwu Kaho, 1998, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT. Bina Aksara, Kota Palopo, h. 124.
14 sumber-sumber keuangannya agar dapat membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya3. Kemandirian keuangan daerah ini tidak diartikan bahwa setiap pemerintah daerah harus dapat membiayai seluruh kemampuannya dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), karena di samping dari PAD masih ada penerimaan lain sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah4 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah5 disebutkan bahwa sumber penerimaan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah. Sejalan dengan undang-undang tersebut maka pemerintah daerah dituntut untuk dapat meningkatkan pendapatannya di dalam pelaksanaan pembangunan daerah, sementara itu sumber pendapatan asli daerah untuk membiayai belanja daerah masih sangat rendah sehingga kemampuan pemerintah daerah untuk menyediakan dana pembangunan sangat terbatas, untuk menutupi kekurangan dana tersebut maka pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menggunakan dana pinjaman. Penggunaan dana pinjaman daerah ini sebagai salah satu sumber pilihan pembiayaan pembangunan di masa yang akan datang akan memegang peranan penting dan membuka peluang bagi daerah untuk melakukan pinjaman dari pihak luar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peran Pemerintah Daerah Kota Palopo untuk dapat memikul tanggung jawab di dalam pelaksanaan pembangunan daerah, sehingga pemerintah daerah harus dapat menyediakan anggaran/dana investasi yang besar, maka salah satu sumber pendapatan daerah yang bisa digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan adalah dengan menggunakan dana pinjaman daerah, walaupun Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap menjadi tulang punggung tetapi paling tidak pinjaman daerah ini dapat mempercepat proses pembangunan yang dilaksanakan oleh daerah. Karena pinjaman daerah ini dapat digunakan untuk membiayai proyek yang bersifat cost recovery khususnya untuk kepentingan pelayanan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pembangunan dan perekonomian daerah. Untuk menentukan apakah suatu daerah tersebut layak atau tidak untuk melakukan pinjaman dan besaran pinjaman, diperlukan adanya analisis untuk 3 Richard A. Musgrave dan Peggy Musgrave, 1993, Public Finance in The Theory and Practice ( Alih Bahasa oleh Alfonsus Sirait), MC-Graw Hill Kogakusha, (Ltd Tokyo), h. 6-13. 4 Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 5 Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
15 menghitung kemampuan keuangan daerah dan menentukan besarnya pinjaman, serta batas maksimum pinjaman yang diperbolehkan. Karena dengan adanya pinjaman daerah berarti terdapat kewajiban dari pemerintah daerah untuk mengembalikan berupa angsuran pokok pinjaman yang disertai dengan bunga, biaya administrasi dan denda, sehingga pemerintah daerah harus hati-hati apabila akan melakukan pinjaman. B.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana kemampuan keuangan Pemerintah Kota Palopo dalam melakukan pinjaman? 2. Berapa besar pinjaman yang layak yang bagi Pemerintah Kota Palopo pada tahun 2013-2017?
C.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Kota Palopo dalam melakukan pinjaman yang telah dilakukan; 2. untuk menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Palopo pada tahun 2013-2017.
D.
Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah : 1. diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengambil keputusan di lingkungan Pemerintah Kota Palopo dalam memperkaya kajian tentang keuangan daerah khususnya mengenai kemampuan keuangan dalam melakukan pinjaman daerah sebagai salah satu sumber investasi untuk membiayai pelaksanaan pembangunan; 2. sebagai bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah Kota Palopo dalam memberi arah atau alternatif kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pinjaman daerah. II.
A.
METODE PENELITIAN
Jenis dan sumber data Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di Kota Palopo, dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder runtut waktu (time series) tahunan dari tahun 2008-2012 yang meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), bagian bagi hasil pajak/bukan pajak, sumbangan/bantuan, belanja rutin dan belanja
16 pembangunan Pemerintah Kota Palopo. Data tersebut diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Palopo, serta penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh landasan teori bersumber dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. B. Definisi Operasional Variabel 1. Kemampuan Keuangan Daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menyediakan sumber-sumber keuangan asli daerah untuk memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya. 2. Keuangan Daerah merupakan semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihakpihak lain sesuai dengan ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku. 3. Penerimaan daerah merupakan penerimaan dari daerah dan penerimaan pembangunan. Penerimaan daerah meliputi : pendapatan asli daerah, bagian hasil pajak/bukan pajak, bagian sumbangan dan bantuan. Penerimaan pembangunan adalah penerimaan daerah yang berasal dari pinjaman dan digunakan untuk belanja pembangunan. 4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan realisasi seluruh penerimaan daerah dan belanja daerah pada setiap tahun anggaran yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. 5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah, retibusi daerah, bagian laba perusda, penerimaan dari dinas-dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. 6. Bagian daerah adalah salah satu sumber penerimaan daerah, dalam penelitian masih berupa bagian dari bagi hasil pajak/bukan pajak. 7. Belanja wajib adalah belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindarkan dalam tahun anggaran yang bersangkutan oleh pemerintah daerah seperti belanja pegawai. Diasumsikan dalam penelitian ini belanja wajib terdiri dari belanja rutin berupa belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, biaya perjalanan dinas, belanja lain-lain, dan belanja pembangunan atas beban penerimaan daerah sendiri yang telah dijadwalkan dan proyek yang berkelanjutan, terutama sektor-sektor dalam hubungannya dengan fungsi pemerintah sebagai public service yang meliputi transportasi, pembangunan daerah/pemukiman, kesehatan, pendidikan dan lingkungan hidup/tata ruang. 7. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang
17 sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit janka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan. 8. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah salah satu dari dana perimbangan yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan daerah di dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. C.
Alat analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman, didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor: 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah ada 2 (dua) ketentuan yang harus dipenuhi. a. Debt Service Coverage Ratio (DSCR) adalah perbandingan antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan sumber daya alam dan bagian daerah lainnya seperti Pajak Penghasilan Perseorangan, serta Dana Alokasi Umum, setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo, dengan rumus ( PAD BD DAU ) BW DSCR 2,5 P B BL Di mana ; PAD adalah Pendapatan Asli Daerah; BD adalah Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan sumber daya alam, serta bagian daerah lainnya seperti Pajak Penghasilan Perseorangan; DAU adalah Dana Alokasi Umum; BW adalah Belanja Wajib yaitu belanja yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindarkan dalam tahun anggaran yang bersangkutan oleh Pemerintah Daerah seperti belanja pegawai; P adalah Angsuran pokok pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran yang bersangkutan; B adalah Bunga pinjaman yang jatuh tempo pada tahun anggaran yang bersangkutan; dan BL adalah biaya lainnya (biaya komitmen, biaya bank, dll) yang jatuh tempo. b. Batas Maksimal Pinjaman (BMP) adalah jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Batas Maksimal pinjaman ini merupakan batas paling tinggi jumlah pinjaman daerah yang dianggap layak menjadi beban APBD, dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :
18
Kumulatif Pokok Pinjaman Daerah ≤ 75 %
BMP= Penerimaan Umum APBDt-1
2. Untuk mengetahui besarnya pinjaman yang dapat dilakukan daerah pada tahun 2013 - 2017 dengan menghitung rencana pendapatan daerah dan rencana belanja daerah, yang dilakukan dengan Metode Kuadrat Terkecil (The Least Square’s Method) menggunakan persamaan kuadrater sebagai berikut : Y = a +bX di mana ; Y = nilai yang diproyeksi, x = tahun a,b = Konstanta untuk mencari konstanta dengan cara : Y
= n.a + bX
XY = aX + bX2 III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Penerimaan Daerah Tahun 2008 - 2012 Sumber penerimaan Pemerintah Daerah Kota Palopo secara garis besar dapat dilihat pada lampiran 1, namun untuk melihat penerimaan yang meliputi pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak dan bantuan/sumbangan dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.1. Realisasi Pendapatan Pemerintah Daerah Kota Palopo Dari PAD, Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Sumbangan/Bantuan, 2008 – 2012 (dalam Rupiah) Jenis Pendapatan Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
Pendapatan Asli Daerah 24.905.910.967 21.473.395.222 28.219.019.906 35.703.421.516 36.214.002.331
Dana Perimbangan 288.847.628.981 310.076.854.585 323.691.890.222 347.878.995.204 421.381.856.521
Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)
Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 46.470.650.313 63.364.278.402 61.784.211.688 123.163.602.825 67.926.027.106
Total Pendapatan 360.224.190.261 394.914.528.209 413.695.121.816 506.746.019.545 525.521.885.958
19 Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa realisasi penerimaan Pemerintah Daerah Kota Palopo dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/ bukan pajak, dan bantuan/sumbangan pemerintah dari tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun anggaran 2012 mengalami kenaikan yaitu dari Rp.360.224.190.261 menjadi Rp.525.521.885.958 dengan penerimaan terbesar adalah dana perimbangan diikuti oleh lain-lain pendapatan daerah yang sah dan yang paling kecil kontribusinya terhadap penerimaan daerah adalah pendapatan asli daerah. Dilihat dari pertumbuhannya dari ketiga sumber penerimaan tersebut di atas, pertumbuhan tertinggi penerimaan Pemerintah Daerah Kota Palopo adalah bagi lain-lain pendapatan daerah yang sah dengan pertumbuhan ratarata pertahun sebesar 22,1%. Kemudian pendapatan asli daerah menunjukkan angka yang berfluktuasi dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 11,4%, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 31,4% seperti yang terlihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2.
Pertumbuhan dan Kontribusi Penerimaan terhadap APBD Pemerintah Daerah Kota Palopo, Tahun 2008 s/d 2012 PAD
Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
Dana Perimbangan
K
P
K
P
6,91% 5,44% 6,82% 7,05% 6,89% 6,62%
-13,8% 31,4% 26,5% 1,4% 11,4%
80,2% 78,5% 78,2% 68,6% 80,2% 77,16%
7,35% 4,39% 7,47% 21,13% 10,1%
Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah K P 12,9% 16,0% 14,9% 24,3% 12,9% 16,22%
36,4% -2,5% 99,3% -44,8% 22,1%
Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)
Sementara itu dalam tabel 4.2 terlihat bahwa kontribusi rata-rata terbesar terhadap total penerimaan diberikan oleh dana perimbangan yang mencapai 77,16%. Dana perimbangan meliputi dana bagi hasil pajak/bukan pajak, dana alokasi khusus, dan dana alokasi umum. Pendapatan daerah lainlain yang sah memberikan kontribusi rata-rata pada periode 2008-2012 sebesar 16,22%. Pendapatan daerah ini meiputi hibah, dana darurat, dana bagi hasil dari provinsi , dana penyesuaian dan otonomi khusus, dan bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya. Di antara ketiga jenis penerimaan, maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi rata-
20 rata terkecil yaitu sebesar 6,62%. Pendapatan asli daerah meliputi pajak daerah dan retribusi daerah. B.
Belanja Daerah Tahun 2008-2012
Dana yang di peroleh pemerintah daerah adalah dana yang didapat untuk membiayai pengeluaran yang disebabkan karena berbagai kegiatan pemerintah daerah, secara garis besar belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja langsung meliputi belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan, dan bantuan tidak terduga. Belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai, barang dan jasa, belanja modal. Belanja wajib yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengeluaran atau belanja daerah yang harus dipenuhi/tidak bisa dihindarkan dalam tahun anggaran yang bersangkutan yang berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No. 54 tahun 2008 dijelaskan bahwa belanja wajib adalah belanja pegawai dan belanja anggota DPRD. Tabel 4.3. Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Daerah Kota Palopo, 2008 – 2012 (dalam rupiah) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Jenis Belanja Tidak Langsung Langsung 173.493.316.978 185.761.604.944 189.037.273.538 197.018.767.939 221.894.100.476 161.769.485.639 267.656.811.446 230.746.646.591 302.918.650.833 222.853.409.165
Total Belanja 359.254.921.922 386.056.041.477 383.663.586.115 498.403.458.037 525.772.059.998
Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)
Pada tahun 2008 dan tahun 2009 sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.2. belanja langsung pemerintah lebih besar dibandingkan dengan belanja tidak langsung, sedang pada tahun 2010 hingga tahun 2012 terlihat bahwa belanja tidak langsung lebih besar dibandingkan dengan dengan belanja langsung. Pertumbuhan dan kontribusi belanja terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Pemerintah Daerah Kota Palopo yang meliputi total belanja tidak langsung dan langsung dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
21
Tabel 4.4. Pertumbuhan dan Kontribusi Belanja Terhadap APBD Pemerintah Daerah Kota Palopo, Tahun 2008-2012 (Dalam persentase) Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-rata
Belanja Tidak Langsung K P 48,29% 48,97% 9,0% 57,84% 17,4% 53,70% 20,6% 57,61% 13,2% 53,28% 15,0%
Belanja Langsung K 51,7% 51,0% 42,2% 46,3% 42,4% 46,72%
P 6,06% -17,89% 42,64% -3,42% 6,8%
Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)
Belanja langsung pada tahun 2010 mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -17,89%. Begitu pula pada tahun 2012 belanja langsung Pemerintah Kota Palopo juga mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -3,2%. Bila dilihat dari sisi kontribusi, belanja langsung pada periode 2008-2012 mengalami penurunan. Peningkatan kontribusinya hanya terjadi pada tahun 2011. Pada belanja tidak langsung dalam periode ini setiap tahun terjadi pertumbuhan, dimana peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 20,6%. Dari sisi kontribusi terhadap total belanja Pemerintah Daerah Kota Palopo hampir setiap tahun terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya. Penurunan kontribusi hanya terjadi pada tahun 2011, dimana pada tahun 2010 kontribusinya sebesar 57,84% menjadi 53,7% di tahun 2011. Pada tahun 2012 kembali meningkat menjadi 53,28% dari total pengeluaran pemerintah. C. Analisis Kemampuan Keuangan Dalam Melakukan Pinjaman Daerah 1.
Analisis Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah daerah berapapun besarnya tidak menjadi masalah, asalkan pemerintah daerah mempunyai kemampuan untuk membayar kembali berupa angsuran pokok, bunga dan biaya lain-lain. Dengan adanya kemampuan tersebut, maka di dalam pelaksanaannya pemerintah daerah tidak mendapat kesulitan untuk mengembalikan dana pinjaman. Oleh karena itu dalam penelitian ini dianalisis kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kota Palopo di dalam melakukan pinjaman dari tahun 2008
22 sampai dengan tahun 2012, dengan cara menghitung dana netto yang merupakan selisih antara penerimaan daerah dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak dan sumbangan/bantuan dengan belanja wajib. Tabel 4.5. Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Palopo dalam Melakukan Pinjaman, Tahun 2008-2009 KETERANGAN PAD Bagi Hasil DAU Belanja Pegawai Bunga Dana Netto DSCR
2008 24.905.910.967 33.650.335.822 226.220.617.000 176.893.296..284 67.100.048 107.883.567.505 1.608
2009 21.473.395.222 30.981.986.036 244.343.643.000 187.880.847..342 839.800.540 108.918.176.916 130
Tahun 2010 28.219.019.906 37.136.571.672 278.587.486.600 229.167.362..996 61.875.000 114.775.715.182 1.855
2011 35.703.421.516 38.738.999.460 297.920.487.000 279.736.567..587 1.038.058.299 92.626.340.389 89
2012 36.214.002..331 41.401.422..038 361.383.685.000 304.924.404..945 3.000.000.000 134.074.704.424 45
Sumber : DPPKAD Kota Palopo (diolah)
Perolehan dana netto tersebut menunjukan bahwa keuangan Pemerintah Daerah Kota Palopo mampu untuk melakukan pinjaman, dan dapat digunakan pula di dalam menentukan kemampuan pinjaman daerah yang didasarkan pada analisis Debt Service Coverage Ratio (DSCR). Hasil perhitungan DSCR menunjukkan bahwa nilai DSCR untuk tahun 2008 hingga 2013 melebihi 2,5 (DSCR minimal menurut PP No. 54 Tahun 2008), bahkan pada tahun 2008 dan 2010 nilainya mencapai 1.608 dan 1.855. Nilai DSCR yang melebihi standar minimal pemerintah ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Palopo dapat saja untuk mengambil pinjaman bila dirasakan perlu untuk meningkatkan pembangunan di Palopo. Pada tahun 2008 Pemerintah Kota Palopo telah melakukan pinjaman senilai Rp. 43.974.696.222 kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia dengan masa pinjaman selama 25 tahun. Pembayaran angsuran pokok senilai Rp 1.470.666.564,62 dilakukan mulai bulan September 2013 hingga Maret 2028 dengan tingkat suku bunga pinjaman sebesar 5,77%. Karena adanya kewajiban pembayaran pokok hutang ini menyebabkan penurunan DSCR di tahun 2013 atau dengan kata lain akan menurunkan jumlah pinjaman yang dapat diambil oleh pemerintah Kota Palopo. 2.
Batas Maksimum Pinjaman (BMP) BMP merupakan batas paling tinggi jumlah pinjaman daerah yang dianggap layak menjadi beban APBD. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah, jumlah kumulatif pokok
23 pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 0,75 dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. Besarnya penerimaan umum Pemerintah Daerah Kota Palopo yang meliputi penerimaan dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak dan sumbangan/bantuan, dari tahun 2008-2009 mengalami peningkatan yang terus menerus yaitu dari Rp.316.956.190.261 menjadi Rp.487.521.555.959. Dengan adanya penerimaan umum tersebut, maka dapat dihitung besarnya Batas Maksimum Pinjaman (BMP) yang diperoleh Pemerintah Daerah Kota Palopo dari tahun 2008-2012, seperti yang terlihat dalam tabel 4. Tabel 4.6. Batas Maksimum Pinjaman Pemerintah Daerah Kota Palopo, Tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Penerimaan Umum 316.956.190.261 349.779.528.209 391.814.621.816 478.578.319.546 487.521.555.959
Batas Maksimal Pinjaman 237.717.142.696 262.334.646.157 293.860.966.362 358.933.739.660 365.641.166.969
Dalam tabel di atas terlihat bahwa batas maksimum pinjaman Pemerintah Daerah Kota Palopo dari tahun 2008 sampai dengan 2012 adalah sebesar Rp.237.717.142.696 dan Rp.365.641.166.969. Apabila kita bandingkan hasil perhitungan tersebut dengan jumlah pinjaman yang telah dilakukan selama ini, yaitu pada tahun anggaran 2008 Pemerintah Daerah Kota Palopo telah melakukan pinjaman sebesar Rp. 43.974.696.222 kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Dari hasil perbandingan tersebut menunjukan bahwa jumlah pinjaman yang telah dilakukan masih di bawah batas maksimum pinjaman yang dapat diperoleh. 3.
Analisis Batas Maksimum Pinjaman Tahun 2013 s.d 2018 Dalam menentukan kemampuan keuangan daerah di dalam melakukan pinjaman pada tahun anggaran 2013 - 2018 dilakukan dengan menghitung penerimaan daerah hasil proyeksi yang menggunakan metode kuadrat terkecil (The least Square’ Method) yaitu untuk memproyeksikan pendapatan asli
24 daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), penerimaan umum dan belanja pegawai. Perhitungan hasil proyeksi dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), penerimaan umum dan belanja pegawai dapat di lihat pada Lampiran, dari hasil proyeksi tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut : Tabel 4.7. Estimasi Kuadrat Terkecil No. A.
Uraian Pendapatan Daerah : 1.Pendapatan asli Daerah 2.Bagi Hasil 3.Dana Alokasi Umum (DAU) 4. Penerimaan Umum
Persamaan Y = 18.249.287.281,8 + 3.684.620.902,2 X Y = 29.404.107.248,8 + 2.325.918.585,6 X Y = 184.520.289.720 + 32.390.298.000 X Y = 131.345.114.560,7 + 34.791.793.756,7 X
B.
Belanja Pegawai
Y = 384.644.389,29 + 31.365.098,20 X
Sumber : lihat tabel 1 (diolah)
Dari hasil proyeksi pada tahun 2013 Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan menjadi Rp.40.357.012.695, dimana pada tahun ssebelumnya PAD Kota Palopo adalah sebesar Rp.36.214.002..331. Pada tahun 2017 PAD Kota Palopo diproyeksikan akan menjadi Rp.55.095.496.304. Proyeksi dari bagi hasil untuk tahun 2013 sebesar Rp.43.359.618.762. atau meningkat dari bagi hasil tahun 2012 yang hanya sebesar Rp.41.401.422..038. Pada tahun 2017 diproyeksikan dana bagi hasil Pemerintah Kota Palopo akan mencapai Rp. 52.663.293.105. Proyeksi belanja pegawai untuk tahun 2013 sebesar Rp. 378.862.077.720 dan pada tahun 2017 adalah sebesar Rp. 444.471.258.371. Proyeksi belanja pegawai yang terus meningkat berdasarkan data historis (2008-2012) dapat dipahami mengingat bahwa setiap tahun akan terus terjadi peningkatan gaji dan jumlah pegawai. Begitu pula belanja pegawai yang meliputi perjalanan dan dan belanja lainnya akan terus meningkat seiring dengan inflasi dan peningkatan beban kerja. Secara detail hasil dari perhitungan proyeksi anggaran pendapatan dan belanja tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
25 Tabel 4.8. Proyeksi PAD, Bagi Hasil, DAU, dan Belanja Pegawai Pemerintah Daerah Kota Palopo, 2013 – 2017 Tahun 2013 2014 2015 2016 2017
PAD 40.357.012.695 44.041.633.597 47.726.254.499 51.410.875.402 55.095.496.304
BAGI HASIL
DAU
43.359.618.762 45.685.537.348 48.011.455.934 50.337.374.519 52.663.293.105
378.862.077.720 411.252.375.720 443.642.673.720 476.032.971.720 508.423.269.720
BELANJA PEGAWAI 340.095.877.101 374.887.670.858 409.679.464.614 444.471.258.371 479.263.052.128
Selanjutnya dari hasil proyeksi anggaran pendapatan yang meliputi pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak/bukan pajak dan bag hasil lainnya, dana alokasi umum dan proyeksi anggaran pengeluaran dari belanja pegawai, dapat digunakan untuk memperkirakan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kota Palopo dan menentukan berapa batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan daerah pada masa yang akan datang, seperti yang terlihat dalam tabel Tabel 4.9. Proyeksi Penerimaan Umum, Batas Maksimal Pinjaman (BMP), Dana Netto, dan Angsuran Maksimal Pemerintah Daerah Kota Palopo, 2013 – 2017 TAHUN
2013
2014
2015
2016
2017
PAD
40.357.012.695
44.041.633.597
47.726.254.499
51.410.875.402
55.095.496.304
BAGI HASIL
43.359.618.762
45.685.537.348
48.011.455.934
50.337.374.519
52.663.293.105
DAU BELANJA PEGAWAI PENERIMAAN UMUM BMP
378.862.077.720
411.252.375.720
443.642.673.720
476.032.971.720
508.423.269.720
340.095.877.101
374.887.670.858
409.679.464.614
444.471.258.371
479.263.052.128
545.908.899.978
592.901.852.251
639.894.804.525
686.887.756.798
733.880.709.071
409.431.674..984
444.676.389.189
479.921.103.394
515.165.817.599
550.410.531.803
122.482.832.077
126.091.875.808
129.700.919.539
133.309.963.270
136.919.007.001
48.993.132.831
50.436.750.323
51.880.367.815
53.323.985.308
54.767.602.800
DANA NETTO ANGSURAN MAKSIMAL
Untuk memperkirakan berapa jumlah pinjaman yang bisa dilakukan dengan konsep DSCR yaitu membagi angka minimal 2.5, sehingga diperoleh jumlah angsuran pinjaman yang bisa dipersiapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Palopo. Penetapan Batas Maksimum Pinjaman (BMP) yang merupakan jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 0,75 dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
26 Dana netto diperoleh dari hasil proyeksi pendapatan asli daerah, bagi hasil, dan Dana Alokasi Umum (DAU) dikurangi dengan belanja pegawai. Dengan diperolehnya dana netto tersebut menunjukan bahwa Pemerintah Daerah Kota Palopo pada tahun anggaran 2013 sampai dengan 2017 mempunyai kemampuan untuk meminjam. Pada tahun 2013 Pemerintah Kota Palopo dapat meminjam sejumlah Rp.122.482.832.077 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.48.993.132.831. Pada tahun 2017 diproyeksikan Pemerintah dapat mengambil pinjaman sebesar Rp.136.919.007.001 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.54.767.602.800.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pada perhitungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman daerah, Pemerintah Daerah Kota Palopo dari tahun 2008-2012 mempunyai kemampuan untuk mengembalikan pinjaman daerah, ditunjukkan dengan nilai Debt Service Coverage Ratio (DSCR) yang melebihi standar minimal atau melebihi 2,5. Dari hasil analisis Batas Maksimum Pinjaman (BMP) menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kota Palopo pada tahun 2008-2012, dimungkinkan untuk menambah jumlah pinjaman daerah bila dibutuhkan dibanding dengan pinjaman yang sudah dilakukan. Berdasarkan hasil proyeksi, besarnya pinjaman yang dapat diperoleh Pemerintah Daerah Kota Palopo sesuai dengan analisis Batas Maksimum Pinjaman (BMP) dari tahun 2013 adalah Rp.122.482.832.077 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.48.993.132.831. Sedang pada tahun 2017 diproyeksikan Pemerintah Kota Palopo dapat mengambil pinjaman sebesar Rp.136.919.007.001 dengan angsuran maksimal sebesar Rp.54.767.602.800. Meskipun berdasarkan persyaratan seperti disebutkan di atas memungkinkan Pemerintah Kota Palopo untuk dapat menambah jumlah pinjamannya, namun pemerintah perlu hati-hati untuk mengambil kebijakan ini. Salah satu pertimbangan yang perlu dilihat adalah menilai sejauhmana manfaat yang dieroleh oleh masyarakat dari pemanfaatan dana pinjaman tersebut dan juga sejauhmana investasi pemerintah tersebut mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan penerimaan umum APBD khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga daerah makin mampu untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan pembangunan daerahnya.
27 DAFTAR PUSTAKA Ambardi, Urbanus M. dan Socia P. (eds). 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta: P2KTPW-BPPT. Aribawa, B.D., 2005. Kapasitas Pengembalian Pinjaman Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan Perkotaan (Studi Kasus Kota Semarang). Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Asian Development Bank (ADB). 2000. Indonesian Urban Sector Study. Manila: ADB. Darumurti, K.D dan Rauta, Umbu, 2000, “Otonomi Daerah, Kemarin, Hari ini, dan Esok”, Kritis, Vol. XII, No. 3, 1 - 53. Davey, K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah. Terjemahan Amanullah dkk. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Devas Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey, Roy Kelly. 1999, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Terjemahan Masri Maris) UI – Press, Kota Palopo. Devas, Nick. 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Terjemahan Masri Maris. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Elmi, Bachrul. 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halim, Abdul (eds). 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Hill, Hall. 1999. Ekonomi Indonesia. Terjemahan Tri Wibowo Budi Santoso dan Hadi Susilo. Edisi Kedua. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hirawan, Susiati B, 1990, “Keleluasaan daerah atau kontrol pusat?”, dalam Arsyad Anwar dan Iwan Jaya Azis (Editor), Bunga Rampai Ekonomi, FE UI, Kota Palopo. Ingram, Robert W., Patersen, Russely J., and Martin, Susan. 1991. Accounting and Financial Reporting for Governmental and Non Profit Organization. New York: Mc Graw Hill Inc. Joestamadji, 2000, Pengaruh Pinjaman Daerah terhadap PDRB dam PDRB terhadap PAD di Kota Surabaya, Tesis S2 Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
28 Juli Lutfiati, 2001, Kemampuan Keuangan Daerah Untuk Melakukan Pinjaman Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Kediri), Tesis S2 Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta (Tidak dipublikasikan). Kaho, Yosef Riwu, 1998, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT. Bina Aksara, Kota Palopo. Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta: Pustaka LP3ES. Kunarjo. 1996. Perencanaan dan Pembiayaan Pembangunan. Edisi III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Mamesah, D. J., 1995, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Kota Palopo. Musgrave, Richard A, dan Peggy Musgrave, 1993, Public Finance in The Theory and Practice ( Alih Bahasa oleh Alfonsus Sirait), MC-Graw Hill Kogakusha, (Ltd Tokyo). Nataluddin, 2001, Kemampuan Keuangan Daerah dalam Melakukan Pinjaman Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 di Propinsi Jambi. Tesis Magister Ekonomi Pembangunan UGM, Jogjakarta. Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. ________________. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. ________________. Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. ________________. Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
No.
32
Tahun
2004
tentang
Riphat Singgih dan Parluhutan Hutahaean (1997), “Strategi Pemantapan Keuangan Daerah dan Kebijakan Desentralisasi : Suatu Analisis tentan Pinjaman Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan”, Jurnal Keuangan dan Moneter, Vol. 4 No. 2, 7- 41. Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Edisi I. Yogyakarta : Andi.
29 Syamsi,
Ibnu., 1986, Pokok-Pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemograman, dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional, CV. Rajawali, Kota Palopo.
Todaro, M.P. 1997. Economics Development. Six Edition. New York: Logman Group Ltd. Usman, Moneyzar, 1998, “Peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”, Wacana Vol.1: 63-70. Widodo, Hg. S. T., 1993, Indikator Ekonomi, Edisi Kesembilan Kanisius, Yogyakarta. Widodo, Suseno T. 1990. Indikator Ekonomi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Yani, Ahmad. 2002. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Yulinawati, N., 1999, Dampak Pinjaman Daerah Pada Penerimaan Daerah Sendiri dan PDRB di Kabupaten Dati II Lampung Tengah, Tesis S2 Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.