perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Oleh :
AGNES YUDANINGRUM W H 0307029
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO
yang dipersiapkan dan disusun oleh Agnes Yudaningrum Widyareni H 0307029
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 4 Juli 2011 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji Ketua
Anggota I
Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. NIP. 19590709 198303 2 001
Anggota II
Umi Barokah, S.P., M.P. Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P. NIP. 19780708 200312 2 002 NIP. 19730129 200604 2 001
Surakarta,
Juli 2011
Mengetahui, Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. NIP. 19560225 commit to198601 user 1 001
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PANGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kehidupan, kesempatan, kekuatan, berkat, kasih, dan anugerah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo” dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S., selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing Utama yang telah begitu sabar memberikan bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi Penulis. 3. Ibu Umi Barokah, S.P., M.P., selaku Pembimbing Pendamping dan Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini dan selalu memberikan pengarahan, nasehat dan petunjuk kepada Penulis selama proses belajar di Fakultas Petanian. 4. Ibu Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P., selaku Dosen Penguji, terima kasih atas saran, nasehat dan arahannya. 5. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P., selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis. 6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan penulis di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Mbak Ira, Bapak Syamsuri dan Bapak Mandimin yang dengan sabar membantu menyelesaikan segala urusan administrasi berkenaan dengan studi commit to user dan skripsi Penulis. iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan. 9. Kepala Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo beserta Staf, terima kasih telah memberikan ijin untuk penelitian. 10. Kepala Kantor BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo beserta Staf. 11. Kepala Kantor BPS Kabupaten Kulon Progo beserta Staf. 12. Kepala Kantor Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo beserta Staf. 13. Kepala Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo beserta Staf. 14. Kepala Kantor Kecamatan Nanggulan, Kepala Badan Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, Kepala Desa Donomulyo, Kepala Desa Wijimulyo dan Kepala Desa Kembang serta masyarakat yang telah membantu Penulis dalam penelitiannya. 15. Kedua orang tua sekaligus teladanku, Bapak Drs. Y. Budihartono dan Ibu F. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, perhatian, nasehat, semangat dan doa yang tiada pernah putus yang telah diberikan selama ini, ijinkan aku membanggakan kalian. 16. Kakakku tercinta, Gracia Andhika, S.T., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan, semangat, semua saran dan doanya. 17. Teman terkasihku, Arri Dwi Prasetyo, A. Md., terima kasih atas hubungan ini, atas kasih, doa, dukungan, perhatian, pengertian, semangat, motivasi dan kesabaran yang luar biasa disela kesibukan dan kelelahanmu. 18. Keluarga besarku, terima kasih atas bantuan, dukungan serta doa restunya. 19. My sista Nian Tunjung, Eni Lukluyati, Serafina SN, Elisabet EO, Annisa P, Dian Indraswari, Fahmi Iqlima, Dini Kurnia dan Widy Retno, jika senyum adalah ibadah maka sahabat sejati adalah anugerah. Terima kasih atas persahabatan yang sangat berharga, doa yang sangat bermakna, semangat yang tak ternilai serta genggaman tangan dan senyum kalian yang menguatkan dan selalu memberi motivasi. 20. Teman-temanku, Dina Nur, Alya, Rochmad, Diki, Sendi, Pepi, Reni, Echa, commit to user Desi, Linda, Devi, Sukma, Monika dan seluruh member HIBITU yang sudah
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kuanggap sebagai “keluarga” selama Penulis belajar di Solo. Terima kasih atas kebersamaan, kerjasama dan persahabatan yang indah, aku sangat mengasihi kalian. 21. Kakak-kakak tingkatku, Mbak Roro, Mbak Vika, Mbak Melinda, Mbak Sita, Mbak Amel terimakasih sudah menjadi teman berbagi cerita dan memberi banyak informasi. 22. Teman SMAku, Lusia Elly, terima kasih atas semangat dan bantuannya selama penelitian, semoga aku bisa segera menyusul jejak kariermu. 23. My twin, Wahyu Puji Astuti, terima kasih atas doa, kebersamaan, semangat, keceriaan, masukan dan perhatiannya (pasti sangat merindukanmu) serta seluruh penghuni kos Az-zahra, Nia, Charuli, Irfana, Oki, Vita, Maya dan Mega terima kasih atas doa, semangat, kebersamaan dan persaudaraannya (lanjutkan perjuangan kalian). Alumnus kos Az-zahra Mbak Desyanti Kartika Asri, terima kasih atas dukungan, doa dan semangatnya. 24. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai acuan dan tambahan referensi dalam penulisan skripsi di masa yang akan datang. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Surakarta,
Juli 2011
Penulis
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi RINGKASAN ...................................................................................................... xii SUMMARY ........................................................................................................ xiii I. PENDAHULUAN.......................................................................................... A. Latar Belakang ........................................................................................... B. Rumusan Masalah ...................................................................................... C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ D. Kegunaan Penelitian...................................................................................
1 1 5 7 7
II. LANDASAN TEORI..................................................................................... 8 A. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 8 B. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 10 1. Konsumsi Pangan ................................................................................. 10 2. Pengeluaran untuk Konsumsi .............................................................. 10 3. Ketahanan Pangan ................................................................................ 14 C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ....................................................... 15 D. Pembatasan Masalah ................................................................................. 18 E. Asumsi ...................................................................................................... 18 F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ........................................ 18 III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 21 A. Metode Dasar Penelitian ........................................................................... 21 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ................................................... 21 C. Metode Pengambilan Sampel.................................................................... 23 D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 25 1. Jenis Data.............................................................................................. 25 2. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 26 E. Metode Analisis Data ................................................................................ 26 1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga....................................... 27 2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga...................................................................................... 27 3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani............................................. 28 4. Hubungan Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dengan commit to user Konsumsi Energi .................................................................................. 31 vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Ketahanan Pangan ................................................................................ 32 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .......................................... 33 A. Keadaan Alam ........................................................................................... 33 1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ........................................ 33 2. Topografi Daerah.................................................................................. 33 3. Jenis Tanah ........................................................................................... 34 4. Keadaan Iklim ...................................................................................... 35 B. Keadaan Penduduk .................................................................................... 35 1. Perkembangan Penduduk ..................................................................... 35 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin .......................... 36 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ................................................ 38 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ..................................... 40 C. Keadaan Pertanian ..................................................................................... 41 1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan.................................................. 41 2. Produksi Tanaman Bahan Makanan ..................................................... 42 D. Keadaan Perekonomian ............................................................................. 43 E. Kondisi Ketahanan Pangan ....................................................................... 46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 47 A. .Karakteristik Rumah Tangga Responden .................................................. 47 B. Pendapatan Rumah Tangga Responden .................................................... 50 C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden ................................................... 53 D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga ......................................................................................... 64 E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga .......................................... 65 F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi ......... 72 G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ........................................................... 73 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 78 A. Kesimpulan ............................................................................................... 78 B. Saran .......................................................................................................... 79 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
1.
Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009......................................................... Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009...................................................................................... Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009........................................................................................ Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009............ Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-masing Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo....... Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Menurut WNPKG 2004........................................... Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga.................................................................................... Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Kulon Progo Tahun 20052009........................................................................................ Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..................................... Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009.......................................................... Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..... Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009................................................................... Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009.... Sarana Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009........................................................................................ Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009........................................................ Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009................................. Keadaan Produksi Beras dan Produksi Setara Beras di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..................................... Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo............................................................................ commit to user Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten
2.
3.
4. 5. 6.
7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
viii
Halaman
3
22
23 24 24
30 32
35 37 39 40 41 43 44 44 45 46 47
perpustakaan.uns.ac.id
20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
27.
28. 29.
30.
digilib.uns.ac.id
Kulon Progo............................................................................ Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo............................................................................ Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo...................... Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......................................................... Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......................................................... Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo..................................................... Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......... Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo....................................................................................... Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo.........................................................
commit to user
ix
49 50 54 59 62 63 64
66
68 69
71 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1.
Judul Kerangka Teori Pendekatan Masalah..........................
commit to user
x
Halaman 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Judul Identitas Responden.............................................................. Pendapatan Rumah Tangga Responden................................ Pengeluaran Pangan............................................................... Pengeluaran Non Pangan....................................................... Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total....................................................................................... AKG, Konsumsi Gizi Rumah Tangga dan TKG Rumah Tangga Responden................................................................ AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Suami................................. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Istri..................................... AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Laki-laki................... AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Perempuan................ AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain Laki-laki................................................................................ AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain Perempuan............................................................................. Konsumsi Nasi dan Beras...................................................... Ketahanan Pangan................................................................. Sebaran Kategori Ketahanan Pangan.................................... Hubungan Konsumsi Energi dengan Proporsi Pengeluaran Pangan................................................................................... Kuisioner............................................................................... Peta Kabupaten Kulon Progo................................................ Foto Penelitian....................................................................... Surat Ijin Penelitian...............................................................
commit to user
xi
Halaman 83 84 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RINGKASAN
Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. dan Umi Barokah, S.P., M.P. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi rumah tangga petani dan kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo. Metode pengambilan daerah penelitian secara purposive sampling yaitu di Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang Kecamatan Nanggulan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, pencatatan dan recall method. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan ketahanan pangan rumah tangga petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo sebesar Rp 1.593.513,89, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani sebesar Rp 746.847,22 dan pendapatan dari luar usahatani sebesar Rp 846.666,67. Pengeluaran rumah tangga petani sebesar Rp 1.289.601,91 dan besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total adalah 60,00%, artinya pengeluaran pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17% dan termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 94,41% dan termasuk dalam kategori sedang. Proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi bernilai negatif, yaitu -0,426 menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah berlawanan, artinya jika proporsi pengeluaran pangan tinggi, maka konsumsi energi rendah. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo terdiri atas kategori rentan pangan sebesar 43,33%, tahan pangan 30,00%, rawan pangan 16,67% dan kurang pangan 10,00%.
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SUMMARY
Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analysis the Relation between Proportion of Expenditure and Food Consumption with Food Security of Farmer Household in Kulon Progo Regency. Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret Surakarta. The supervisors are Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. and Umi Barokah, S.P., M.P. The aims of this research are to discern the earnings and expenditure quantity of farmer household house necessity, the proportion of food expenditure to the total of farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security in Kulon Progo by indicating the proportion of food expenditure and the level of energy consumption. The basic method in this research is descriptive analysis. This research is taken place in Kulon Progo Regency. The method of choosing the area is done by purposive sampling i.e. in Donomulyo Village, Wijimulyo Village and Kembang Village Nanggulan Subdistrict. The data are primary and secondary one. Collecting data is done by using observation, interview, noting, and recall methods. The analysis of data involves the earnings and expenditure of farmer household, proportion of food expenditure to the total expenditure farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security. The result of this research shows that the average of farmer household earnings quantity in Kulon Progo Regency is Rp 1.593.513,89, which consists of earnings from the work as farmers Rp 746.847,22 and earnings outside the work as farmers Rp 846.666,67. The expenditure of farmer household is Rp 1.289.601,91 and this amount is measured by proportion of food expenditure to the total expenditure is 60,00%, it means that the food consumption still takes a big part of total expenditure farmer household in Kulon Progo Regency. The average of Energy Consumption Level Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17%, it is concluded as mid level. He average of Protein Consumption Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 94,41%, it is in a mid level. Proportion of food expenditure with energy consumption has significant relation. The number of correlation co-efficience is negative, i.e. -0,426 shows that the relation beween proportion of food expenditure with energy consumption is contradictory, meaning if proportion of food expenditure is high, energy consumption will be low. Condition of food security of the farmer household in Kulon Progo consists of vulnerable food category is 43,33%, food security 30,00%, food insecurity 16,67% and less food 10,00%.
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berpengaruh terhadap gizi melalui produksi pangan untuk rumah tangga. Sektor pertanian terdiri dari lima subsektor pertanian. Kelima subsektor tersebut antara lain subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor pertanian, karena subsektor tanaman bahan makanan merupakan penyedia pangan dan kebutuhan masyarakat. Subsektor tanaman bahan makanan terdiri dari komoditi padi, palawija, sayuran dan buah-buahan. Pangan merupakan sumber energi dan protein yang berguna meningkatkan kualitas manusia. Pangan juga merupakan kebutuhan pokok dan
komoditi
strategis
dalam
kehidupan
manusia
untuk
menjaga
kelangsungan hidupnya secara sehat dan produktif. Namun dalam kenyataannya, tidak semua orang dapat terpenuhi kebutuhan pangannya karena beberapa alasan sehingga mengalami kelaparan dan menghadapi kondisi rawan pangan, tetapi beberapa orang berlebihan dalam konsumsi pangannya (Marwanti, 2000). Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari sepanjang waktu. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan masyarakat dalam
rangka
revitalisasi
pertanian
diarahkan
untuk
meningkatkan
kemampuan nasional dalam penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan bagi seluruh penduduk secara berkelanjutan dengan jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dan juga halal. Peningkatan ketahanan pangan merupakan prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi manusia sehingga pangan sangat berperan dalam commit to user demikian ketahanan pangan pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mencakup
tingkat
rumah
tangga
dan
tingkat
nasional
(Anonimous dalam Rachman dan Ariani, 2002). Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menurut Rahman (2003), pada tahun 1999, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari lima provinsi di Indonesia yang mempunyai rumah tangga rawan pangan tertinggi. Kondisi rawan pangan bisa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya akibat bencana alam, banjir, kekeringan, gempa bumi, adanya sumbatan distribusi, serangan hama penyakit dan gagal produksi. Padi merupakan tanaman penghasil beras yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia. Meskipun padi dapat digantikan oleh tanaman pangan lainnya, namun padi memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat yang biasa makan nasi dan tidak dapat dengan mudah digantikan oleh bahan pangan yang lain seperti jagung dan umbi-umbian. Petani padi selain berperan sebagai produsen, juga berperan sebagai konsumen. Terkait dengan ketahanan pangan, bagaimana ketahanan pangan rumah tangga produsen bahan pangan pokok. Ketahanan pangan tidak hanya persediaan dan konsumsi pangan, tetapi juga mencakup distribusi dan daya jangkau masyarakat untuk memperolehnya. Selain itu, keamanan dan kualitas juga merupakan bagian dari ketahanan pangan. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu penghasil padi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi padi sendiri terkait dengan masalah ketersediaan beras sebagai makanan pokok. Luas panen, produksi dan ratarata produksi padi sawah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat pada Tabel 1.
commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 Kabupaten Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta Provinsi DIY 2009
Luas Panen (Ha) 19.023 28.258 14.133 44.037 160 105.611
Produksi (Ton) 122.729,00 182.843,00 87.694,05 268.075,00 1.028,05 662.369,10
Rata-rata Produksi (Kw/ Ha) 64,52 64,70 62,05 60,87 63,46 62,72
Sumber : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2010 Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam angka tahun 2010, memiliki produksi padi sebesar 122.729,00 ton dan menjadi urutan ketiga setelah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Dibandingkan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang terdapat tiga kali musim tanam padi, di Kabupaten Kulon Progo hanya terdapat dua kali musim tanam padi. Bupati Kulon Progo mengeluarkan peraturan tentang tata tanam tahunan untuk mengatur pola tanam di Kabupaten Kulon Progo yaitu padi-padi-palawija. Pemerintah menerapkan pola tanam ini dengan tujuan untuk memotong siklus hidup hama, mengatur ketersediaan air dan menjaga kesuburan tanah. Secara tidak langsung, kondisi ini akan mempengaruhi ketersediaan pangan, konsumsi dan pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. Beras merupakan bahan pangan pokok dan sumber utama gizi (kalori dan protein) bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Posisi beras dalam pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga masih menonjol, terutama pada keluarga yang berpendapatan rendah. Keluarga yang berpendapatan rendah umumnya akan memanfaatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu pangan (Marwanti, 2002). Konsumsi merupakan salah satu indikator tercapainya ketahanan pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masingmasing adalah 2.000 kkal/kapita/hari commit to user dan 52 gram/kapita/hari. Konsumsi
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
energi di Kabupaten Kulon Progo sebesar 1992,2 kkal/kapita/hari. Konsumsi energi tersebut masih dibawah angka kecukupan energi yang dianjurkan sebesar 2.000 kkal/kapita/hari. Konsumsi protein di Kabupaten Kulon Progo sebesar 65,5 gram/kapita/hari, angka ini telah memenuhi syarat kecukupan protein yang ditetapkan oleh WKNPG (Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2010). Ketahanan pangan
yang tinggi salah satunya tercermin oleh
ketersediaan energi dan protein di atas angka kecukupan gizi. Tingginya ketersediaan pangan tingkat nasional belum menjamin ketersediaan pangan tingkat rumah tangga. Banyaknya kasus gizi buruk yang bermunculan merupakan salah satu bukti adanya kesenjangan antara akses pangan dan ketersediaan pangan. Hal tersebut terkait dengan faktor-faktor yang menentukan tingkat konsumsi dan ragam jenis pangan yang dikonsumsi suatu rumah tangga, antara lain kurangnya daya beli, ketidaktahuan pengelolaan pangan dan gizi sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang gizi maupun memang terbatas dalam aksesnya terhadap pangan karena penghasilan yang tidak memadai untuk membeli bahan pangan yang mengandung cukup gizi. Faktor pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan pola konsumsi rumah tangga. Pendapatan yang semakin tinggi menunjukkan daya beli yang semakin meningkat, dan semakin meningkat pula aksesibilitas terhadap pangan yang berkualitas lebih baik. Faktor lain yang sangat penting adalah ketersediaan dan distribusi yang baik dari berbagai jenis bahan pangan, dan pengetahuan yang baik tentang masalah gizi dan kesehatan. Faktor lain yang juga berperan dalam pembentukan pola konsumsi adalah kebiasaan (sosio budaya) dan selera. Kesemua faktor tersebut sangat menentukan kualitas pangan yang dikonsumsi rumah tangga, yang pada akhirnya akan menentukan kualitas gizi dan kesehatan anggota rumah tangga tersebut (Ariningsih, 2009). Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Kemampuan daya commit user beli masyarakat yang menurun akanto mempengaruhi pola konsumsi rumah
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tangga di Kabupaten Kulon Progo. Menurut data Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo, selama lima tahun terakhir persentase pengeluaran untuk makanan selalu lebih besar daripada persentase pengeluaran bukan makanan. Pada tahun 2009, perbandingan pengeluaran makanan dan bukan makanan adalah 53,80% berbanding 46,20%. Keadaan ini tidak berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya bahwa proporsi pengeluaran makanan masih di atas 50% bila dibandingkan dengan pengeluaran bukan makanan. Konsumsi pangan di Kabupaten Kulon Progo masih didominasi oleh besarnya konsumsi padi-padian terutama beras. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kulon Progo masih mempunyai pendapatan yang rendah, sebagian besar pendapatan yang diterima oleh masyarakat masih banyak digunakan untuk mencukupi kebutuhan makanan. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. B. Rumusan Masalah Ketahanan
pangan
dibedakan
dalam
empat
tingkatan,
yaitu
ketahanan pangan nasional, regional, ketahanan pangan rumah tangga atau keluarga, serta ketahanan pangan individu. Meskipun secara nasional mempunyai ketahanan pangan yang baik, namun hal tersebut tidak menjamin ketahanan pangan tingkat regional, bahkan rumah tangga atau individu. Hal ini terjadi karena rumah tangga memiliki ketersediaan dan akses pangan yang berbeda-beda. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan secara cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya. Peningkatan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga bukan perkara yang mudah. Masalah gizi tidak terlepas dari masalah pangan karena masalah gizi timbul dari akibat kelebihan atau kekurangan kandungan zat gizi dalam makanan. Sulitnya menanggulangi masalah pangan mengakibatkan kasus rawan pangan dalam bentuk kekurangan energi dan protein bahkan menjadi commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
salah satu masalah utama peningkatan kualitas sumber daya manusia dari aspek gizi. Luas lahan sawah di Kulon Progo sebesar 10.878,512 ha atau 18,56% dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.627,512 ha. Dari hasil Sensus Pertanian 2003, penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas masih berusaha pada sektor pertanian, karena dari 103.450 rumah tangga, 80.685 atau 77,99% merupakan rumah tangga pertanian dan sebanyak 45.239 atau 56,07% rumah tangga pertanian mengusahakan tanaman padi. Kabupaten Kulon Progo merupakan kabupaten yang masih menerapkan sistem panen tebasan pada usahataninya terutama usahatani padi. Sistem tebasan ini memungkinkan hasil produksi padi di Kabupaten Kulon Progo dikirim ke luar wilayah Kulon Progo. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan pangan dan pendapatan petani di Kabupaten Kulon Progo yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten Kulon Progo. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Berapa besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo? 2. Berapa besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo? 3. Bagaimana konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo? 4. Bagaimana hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo? 5. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah petani di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi?
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini, yaitu : 1. Mengetahui pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. 2. Mengetahui proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. 3. Mengetahui konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. 4. Mengetahui hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. 5. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penilitian ini adalah : 1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun suatu kebijakan yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan pangan. 2. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian-penelitian sejenis. 3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu Menurut Marwanti (2002), dalam penelitiannya yang berjudul Pola Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan dan Gizi Penduduk Indonesia (Analisis Data Susenas 1999) bahwa pengeluaran untuk konsumsi pangan dan gizi penduduk Indonesia lebih besar dari pengeluaran konsumsi bukan pangan. Pada
tingkat
pengeluaran
rendah,
peningkatan
pengeluaran
masih
meningkatkan konsumsi beras dengan proporsi yang semakin menurun, tetapi pada tingkat pengeluaran tinggi terjadi penurunan konsumsi beras dengan proporsi yang semakin meningkat. Pola konsumsi beras ini memberi petunjuk bahwa diversifikasi konsumsi pangan pokok sumber gizi lebih diarahkan kepada golongan penduduk berpendapatan menengah dan tinggi. Bagi penduduk berpendapatan rendah, beras masih menjadi prioritas sumber gizi. Djiwandi (2002) dalam penelitiannya tentang Sumber Pendapatan dan Proporsi Pengeluaran Keluarga Petani untuk Konsumsi, Tabungan dan Investasi Studi Kasus Petani di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten, menyatakan bahwa konsumsi rumah tangga petani menghabiskan 59,89% atau hampir 60% dari pendapatannya. Untuk tabungan rata-rata keluarga petani mengalokasikan 23,97 atau hampir 24% dari pendapatan dan 16,14% untuk diinvestasikan. Penelitian Rachman dkk (2003) yang berjudul Distribusi Provinsi di Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga, menyatakan bahwa apabila hanya memperhatikan indikator pangsa pengeluaran pangan sebagai proksi indikator ekonomi, maka rumah tangga berpendapatan rendah adalah rumah tangga yang termasuk kategori rentan pangan dan rawan pangan. Proporsi rumah tangga kedua kategori tersebut di desa mencapai 89%, sedangkan di kota sebesar 61%. Hal ini membuktikan bahwa aspek pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap pangan merupakan faktor penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Secara agregat, commit user di Indonesia pada tahun 1999 rumah tangga yang tergolong tahantopangan
8
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
hanya 12,2%. Sebaliknya rumah tangga yang rawan pangan mencapai lebih dari 30%. Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan tertinggi (43,33-33,26%) berturut-turut adalah Jawa Timur, NTT, Jawa Tengah, Jambi dan DI. Yogyakarta. Suhartini dkk (2005) dalam penelitiannya tentang Pola Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Kaitannya dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga (Kasus di Desa Sambelia, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur), menunjukkan bahwa secara umum sektor pertanian masih tetap merupakan sumber pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan rumah tangga di Desa Sambelia dari berbagai aktivitas usaha di bidang on farm, off farm dan non farm. Sumber pendapatan utama petani kaya diperoleh dari usaha on farm. Sebaliknya petani dengan lahan garapan sempit dan rumah tangga yang tidak mempunyai lahan, usaha off farm dan non farm memegang peranan penting sebagai sumber pendapatan. Pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari ketiga bidang tersebut, prioritas pertama adalah pengeluaran untuk konsumsi berupa kebutuhan pangan dengan pangsa pengeluaran pangan mencapai diatas 50 persen. Dari pangsa pengeluaran pangan tersebut diketahui bahwa ketahanan pangan rumah tangga di Desa Sambelia relatif rendah. Nuryani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran untuk pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo lebih besar dibanding bukan pangan yaitu sebesar 57,13% konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo mempunyai tingkat kecukupan gizi sebesar 137,95% untuk energi dan 182,71% untuk protein. Semakin rendah proporsi pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin tinggi kecukupan konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo. Ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo sebagian besar termasuk tahan pangan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam mengenai besarnya proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada penelitian Rachman dkk (2003) mempunyai rumah tangga rawan pangan cukup tinggi. Pendapatan yang rendah akan menuntut rumah tangga untuk mendahulukan pengeluaran untuk pangan khususnya pangan pokok. Berdasarkan penelitianpenelitian di atas, pengeluaran pangan merupakan pengeluaran terbesar dalam rumah tangga. Analisis proporsi pengeluaran pangan dalam rumah tangga petani penting untuk dilakukan karena merupakan salah satu indikator ketahanan pangan rumah tangga petani disamping analisis kecukupan konsumsi energi. B. Tinjauan Pustaka 1. Konsumsi Pangan Menurut Suhardjo dalam Aritonang (2000), konsumsi pangan merupakan salah satu komponen dalam sistem pangan dan gizi. Oleh karena itu konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sangat ditentukan oleh produksi dan distribusi pangan serta faktor lainnya. Konsumsi pangan penting diperhatikan karena secara langsung akan menentukan status gizi. Konsumsi pangan berpengaruh pada status gizi seseorang. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu (Almatsier, 2002). Bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani). Bahan pangan nabati adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan, daun, bunga, buah atau beberapa bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan commit to user makanan yang diolah dari bahan dasar dari tanaman. Bahan pangan
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
hewani merupakan bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Kedua bahan pangan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan dan pengolahan yang berbeda pula (Suharyanto, 2009). Keragaan konsumsi pangan merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam sistem pangan dan gizi masyarakat. Istilah keragaan konsumsi pangan meliputi pola konsumsi pangan baik secara kuantitatif maupun kualitatif serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Secara lebih rinci, yang dimaksud dengan keragaan konsumsi secara kuantitatif meliputi jumlah pangan yang dikonsumsi serta tingkat kemampuan penduduk untuk menjangkau pangan. Keragaan konsumsi pangan secara kualitatif meliputi jenis dan sumber pangan, kebiasaan makan, cara menyediakan dan memperoleh pangan guna menjamin kecukupan pangan penduduk (Syarief, 1992). Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan. Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan (Anonim, 2008). M. K. Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah, permintaan terhadap pangan diutamakan pada pangan yang padat energi yang berasal dari commit to user hidrat arang, terutama padi-padian. Apabila pendapatan meningkat, pola
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konsumsi pangan akan lebih beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal (Soekirman, 2000). 2. Pengeluaran untuk Konsumsi Pengeluaran masyarakat terdiri dari pengeluaran pangan dan bukan pangan. Pengeluaran pangan merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan melihat pangsanya terhadap pengeluaran total. Semakin rendah pangsa pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik (Ariani, 2004). Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih. Sedangkan, pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara (BPS, 2009). Makanan merupakan kebutuhan manusia untuk tetap hidup, sehingga sebesar apapun pendapatan seseorang ia akan tetap berusaha untuk mendapatkan makanan yang memadai. Seseorang atau suatu rumah tangga akan
terus
menambah
konsumsi
makanannya
sejalan
dengan
bertambahnya pendapatan, namun sampai batas tertentu penambahan pendapatan tidak lagi menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi, karena kebutuhan manusia akan makanan pada dasarnya memiliki titik jenuh. Bila secara kuantitas kebutuhan seseorang sudah terpenuhi, maka lazimnya ia akan mementingkan kualitas atau beralih pada pemenuhan kebutuhan bukan makanan. Dengan demikian ada kecenderungan semakin tinggi pendapatan seseorang semakin berkurang commit to user untuk makanan. Oleh karena itu persentase pendapatan yang dibelanjakan
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat kesejaheraan ekonomi penduduk, dengan asumsi bahwa penurunan persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran merupakan gambaran membaiknya tingkat perekonomian penduduk (Aritonang, 2000). Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contoh, rumah tangga petani kecil atau buruh tani, karena pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah tangga hanya mampu membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan lauk-pauk
sekedarnya.
Sedangkan
petani
bertanah
luas,
karena
pendapatannya besar disamping mampu membeli barang-barang konsumsi pokok rumah tangga, juga mampu membeli kebutuhan barang-barang kebutuhan sekunder, seperti barang perlengkapan rumah tangga, alat transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang modal tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha di luar usaha sektor pertanian (Djiwandi, 2002). Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas. Dalam kondisi yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan makanan dan sebagian besar pendapatan dibelanjakan untuk konsumsi makanan (Marwanti, 2002). Menurut Badan Pusat Statistik, berdasarkan data pengeluaran keluarga dapat diungkapkan tentang pola konsumsi keluarga dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk pangan dan non pangan. Semakin tinggi pendapatan, maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran pangan ke pengeluaran non pangan. Pada umumnya keluarga akan mengalokasikan setiap pendapatannya untuk commit terlebih to user dahulu, yakni berupa pangan. memenuhi kebutuhan dasarnya
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Apabila kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka keluarga akan mengalokasikan
pendapatannya
untuk
kebutuhan
non
pangan
(Rahmawati dkk, 1999). Tingkat konsumsi pangan kaitanya dengan pendapatan dapat dibagi menjadi 3 yaitu: a. Initial stage dari pada tingkat konsumsi pangan. Makanan yang dibeli semata-mata hanya untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang dikonsumsi hanya kalori, dan biasanya hanya berupa bahan-bahan karbohidrat saja. Dalam hal ini kualitas pangan hampir tidak terpikirkan. Karakteristik tingkat ini, ada korelasi erat antara pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika pendapatan naik, maka tingkat konsumsi pangan akan naik. b. Marginal stage daripada konsumsi pangan. Pada tingkat ini korelasi antara tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi pangan tidak linear, artinya kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi yang proporsional terhadap tingkat konsumsi pangan. c. Stable stage daripada tingkat konsumsi pangan. Pada tingkat ini kenaikan pendapatan tidak memberikan respon terhadap kenaikan konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada kecenderungan mengkonsumsi pangan secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan gizi (Handajani, 1994). Keterkaitan pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum Engel. Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat (Soekirman, 2000). 3. Ketahanan Pangan Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi commit to ketersediaan user rumah tangga yang tercermin dari yang cukup, baik dalam
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi-kondisi berikut : a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tamanan, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, dengan pengertian bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman menurut kaidah agama. c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dengan pengertian bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan setiap saat dan merata di seluruh tanah air. d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mdah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. (Soetrisno, 2005). Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Bonar (2008) ketahanan pangan rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain : (1) tingkat kerusakan tanaman, ternak dan perikanan. (2) penurunan produksi pangan, (3) tingkat persediaan pangan dirumah tangga, (4) proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan utama yang umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan sosial, seperti migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi pangan berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8) status gizi. C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Pendapatan rumah tangga petani padi diperoleh dari dua sumber pendapatan, yaitu pendapatan dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan commit to user luar usahatani yaitu industri, perdagangan, jasa dan angkutan, PNS/TNI-
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
POLRI/pensiunan/karyawan.
Pendapatan
rumah
tangga
petani
akan
mempengaruhi daya beli dan pola konsumsinya. Pendapatan digunakan untuk membayar semua pengeluaran rumah tangga. Selisih pendapatan dan pengeluaran merupakan tabungan. Pengeluaran dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk
konsumsi
makanan
mengindikasikan
rumah
tangga
yang
berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga atau akan bergeser ke pengeluaran bukan makanan/ditabung. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk non makanan (BPS, 2010). Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa, jumlah dan komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi pangannya
dapat
dihitung
atau
dinilai
dari
jumlah
pangan
yang
dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Penilaian jumlah zat gizi adalah:
Keterangan: Gij
: zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j
BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram) Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j) Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan (j) atau makanan yang dimakan Tercukupinya kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari pemenuhan kebutuhan energicommit dan protein. to userWidyakarya Nasional Pangan dan
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kkal/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk mengukur derajat ketahanan pangan tingkat rumah tangga, digunakan klasifikasi silang dua indikator ketahanan pangan, yaitu pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan konsumsi energi (kkal) (Jonsson and Toole dalam Rachman dan Ariani, 2002). Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Usahatani Pendapatan Rumah Tangga Luar usahatani
Tabungan
Pengeluaran
Non Pangan
Pangan
Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total
Konsumsi Pangan
Konsumsi Energi
Ketahanan Pangan Rumah Tangga commit to user Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Konsumsi Protein
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Pembatasan Masalah 1. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu yang lalu, sedangkan untuk pengeluaran non pangan setahun yang lalu, selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata perbulan. 2. Harga barang baik pangan maupun non pangan dihitung berdasarkan harga yang berlaku saat penelitian berlangsung. 3. Konsumsi pangan yang dihitung merupakan konsumsi yang dimakan oleh petani dan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah. 4. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein. 5. Rumah tangga petani dalam penelitian ini adalah petani padi sawah dengan sistem pengairan irigasi teknis. E. Asumsi 1. Penganekaragaman
konsumsi
pangan
juga
akan
menyebabkan
terpenuhinya zat gizi selain energi dan protein. F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Rumah tangga petani padi terdiri dari rumah tangga petani pemilik penggarap, rumah tangga petani penyewa dan rumah tangga petani penyakap yang menanam padi dengan tujuan hasilnya untuk dikonsumsi sendiri maupun dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko usaha. 2. Pendapatan rumah tangga petani padi merupakan sejumlah uang yang didapat oleh masing-masing rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan dalam satu bulan yang dihitung dari pendapatan dari usahatani dan luar usahatani yang dinyatakan dalam rupiah per bulan. 3. Pengeluaran rata-rata sebulan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan yang dinyatakan dalam rupiah per bulan. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang dimakan/diminum
penduduk/seseorang
dalam
rangka
memenuhi
kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan protein. 5. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per orang per hari yang dinyatakan dalam kkal per orang per hari. 6. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang dinyatakan dalam gram per orang per hari. 7. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin) yang dinyatakan dalam %. 8. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin) yang dinyatakan dalam %. 9. Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih yang dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009). 10. Pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara yang dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009). 11. Proporsi pengeluaran pangan adalah perbandingan antara jumlah pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total pengeluaran yang dinyatakan dalam %. 12. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan merupakan banyaknya masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan. commit to user Dalam penelitian ini, AKG yang digunakan adalah AKG berdasarkan
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
umur dan jenis kelamin menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004. 13. Daftar komposisi bahan makanan adalah daftar yang menyajikan komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi dari bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. 14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996). Ketahanan pangan dalam penelitian ini dilihat dari proporsi pengeluaran untuk pangan dan tingkat konsumsi energi rumah tangga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah suatu metode yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah yang aktual, dimana data yang dikumpulkan mulamula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau sekelompok orang tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual. 2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik). Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian survei adalah pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dari suatu populasi dalam jangka waktu yang bersamaan dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995). B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian Metode pengambilan daerah penelitian dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan mempertimbangkan alasan yang diketahui berdasarkan tujuan penelitian (Singarimbun dan Efendi, 1995). Pemilihan daerah penelitian adalah secara purposive sampling berdasarkan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kecamatan dengan produksi padi tertinggi di Kabupaten Kulon Progo, dengan populasi sasaran adalah rumah tangga petani padi. Data luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah di Kabupaten Kulon Progo di berbagai kecamatan pada tahun commit to user 2009 dapat dilihat pada Tabel 2. 21
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 Kecamatan Temon Wates Panjatan Galur Lendah Sentolo Pengasih Kokap Girimulyo Nanggulan Kalibawang Samigaluh Kulon Progo 2009
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
1.998 1.362 2.114 2.288 1.244 2.026 1.079 134 720 3.573 1.419 1.057 19.023
13.049,00 8.866,00 13.612,00 14.670,00 8.013,00 13.226,00 7.084,00 782,00 4.300,00 23.292,00 9.179,00 6.656,00 122.729,00
Rata-rata Produksi (Kw/ Ha) 65,31 65,10 64,39 64,12 64,41 65,28 65,66 58,34 58,98 65,10 64,68 62,97 64,52
Sumber : Kabupaten Kulon Progo dalam Angka 2010 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kecamatan yang mempunyai produksi padi terbesar di Kabupaten Kulon Progo adalah Kecamatan Nanggulan dengan produksi padi sawah sebesar 23.292,00 ton. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Kecamatan Nanggulan sebagai daerah sampel penelitian. Penentuan desa dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu dengan pertimbangan desa sampel merupakan desa yang memiliki produksi padi terbesar dan berdasarkan sebaran geografisnya yang menyebar sehingga lebih dapat mencerminkan keadaan daerah penelitian. Berikut merupakan data luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah menurut desa di Kecamatan Nanggulan pada tahun 2009:
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009 Kabupaten
Luas Panen (Ha)
Kembang Jatisarono Wijimulyo Tanjungharjo Banyuroto Donomulyo Jumlah
504 497 653 543 308 1.068 3.573
Produksi (Ton) 3.595,76 3.470,00 4.677,58 3.248,36 1.835,76 6.464,54 23.292,00
Rata-rata Produksi (Kw/ Ha) 71,34 69,82 71,63 59,82 59,60 60,53 65,19
Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa desa yang mempunyai produksi padi sawah terbesar di Kecamatan Nanggulan adalah Desa Donomulyo dengan produksi sebesar 6.464,54 ton diikuti Desa Wijimulyo dan Desa Kembang masing-masing sebesar 4.677,58 ton dan 3.595,76 ton. Dipilihnya desa dengan produksi terbesar adalah untuk mengindari kebiasan data, misalnya karena gagal panen sehingga digunakan hasil yang paling optimal di Kecamatan Nanggulan, karena dengan produksi padi yang tinggi belum mencerminkan ketersediaan pangan yang cukup pada rumah tangga. Selain itu, rata-rata produksi di Desa Donomulyo masih di bawah angka ratarata produksi di Kecamatan Nanggulan, sedangkan Desa Wijimulyo dan Desa Kembang di atas angka rata-rata. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang. Pemilihan tiga desa di Kecamatan Nanggulan juga supaya lebih dapat menggambarkan keadaan di Kabupaten Kulon Progo. C. Metode Pengambilan Sampel Singarimbun dan Efendi (1995) menyatakan bahwa bila data dianalisis dengan statistik parametik, maka jumlah sampel harus besar sehingga dapat mengikuti distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang distribusinya normal adalah sampel yang jumlahnya ≥ 30. Berdasarkan pertimbangan tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 orang petani yang commit to user mengusahakan padi baik sebagai pemilik penggarap, penyewa atau penyakap.
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009 Jumlah Petani (orang)
No. Desa 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kembang Jatisarono Wijimulyo Tanjungharjo Banyuroto Donomulyo Jumlah
980 1.170 1.062 1.053 880 1163 6.308
Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010 Penentuan jumlah sampel petani dilakukan secara proporsional, yaitu penentuan
jumlah
sampel
berdasarkan
jumlah
populasinya
dengan
menggunakan rumus: Ni =
Nk x 30 N
Dimana : Ni : Jumlah petani sampel yang mengusahakan padi sawah Nk: Jumlah petani yang mengusahakan padi sawah di tiap-tiap desa N : Jumlah seluruh petani yang mengusahakan padi di seluruh desa Dengan menggunakan rumus diatas, maka jumlah petani sampel dari tiap desa terpilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5: Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-Masing Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo No. 1. 2. 3.
Desa Donomulyo Wijimulyo Kembang Jumlah
Jumlah Petani (orang) 1163 1062 980 3.025
Jumlah Sampel (orang) 11 10 9 30
Berdasarkan Tabel 5, maka jumlah responden dari Desa Donomulyo sebanyak 11 orang, dari Desa Wijimulyo sebanyak 10 orang dan Desa Kembang sebanyak 9 orang sehingga jumlah seluruh sampel petani untuk penelitian ini sebanyak 30 orang. Pengambilan petani sampel dari desa terpilih tersebut dilakukan dengan commit to user metode Systematic Sampling yang merupakan cara pemilihan sampel dimana
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
anggota dari populasi dipilih satu persatu dengan memakai interval tertentu. Pemilihan petani sampel ditentukan dengan cara sistematis. Cara sistematis yaitu sampel yang ditarik dengan memasukkan anggota-anggota populasi terlebih dahulu di dalam suatu daftar atau bentuk deretan lain. Sesudah menentukan darimana dimulai, maka anggota-anggota sampel itu dipilih dengan menggunakan interval tertentu (Sevilla et al, 1993). Pada penelitian ini, jumlah populasi petani padi sawah di lokasi Desa Donomulyo adalah 1163 orang dan besar sampel yang akan diambil adalah 11 orang. Interval adalah hasil bagi antara jumlah populasi dan jumlah sampel sehingga didapatkan nilai 105. Sampel pertama dipilih adalah responden yang memiliki
nomor
urut
105.
Sampel
berikutnya
ditentukan
dengan
menambahkan nilai 105 pada nomor urut sampel pertama, demikian seterusnya hingga didapatkan sampel ke-11. Pada Desa Wijimulyo jumlah populasi petani padi sawah adalah sebesar 1062 orang dan besar sampel yang akan diambil adalah 10 orang dengan interval 106. Pada Desa Kembang populasi petani sebesar 980 orang dan sampel yang akan diambil adalah 9 orang dengan interval 108 sehingga didapatkan responden di Kecamatan Nanggulan sebanyak 30 orang. D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data a. Data Primer Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer meliputi data mengenai karakteristik responden, pendapatan rumah tangga petani, pengeluaran rumah tangga petani dan banyaknya makanan yang dikonsumsi 24 jam yang lalu. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara commit to user mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Kabupaten Kulon Progo, Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo dan Kantor Kecamatan Nanggulan. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data mengenai kondisi umum Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari keadaan alam, keadaan penduduk, keadaan pertanian, keadaan perekonomian dan kondisi ketahanan pangan wilayah. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung objek penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden. b. Wawancara Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui tanya jawab langsung kepada responden (petani) dengan bantuan daftar pertanyaan dan catatan sebagai alat bantu. c. Pencatatan Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik data dari responden maupun data yang ada pada instansi pemerintah atau lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian. d. Recall Method (Metode Pengingatan) Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah satuan pangan yang dikonsumsi selama 24 jam terakhir dihitung sejak saat wawancara dilakukan (Syarief, 1992). E. Metode Analisis Data 1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang diterima/ dihasilkan yang dalam penelitian ini, pendapatan rumah tangga petani merupakan penjumlahan dari pendapatan usahatani (on farm) dan luar usahatani (off farm) yang diusahakan oleh rumah tangga petani commit to user terpilih, sehingga dapat dituliskan :
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pd = Pdon + Pdoff Dimana : Pd
: Pendapatan rumah tangga petani (Rupiah)
Pdon
: Pendapatan dari usahatani (Rupiah)
Pdoff
: Pendapatan dari luar usahatani (Rupiah) Total pengeluaran rumah tangga petani dapat diketahui dengan
menghitung pengeluaran pangan dan non pangan. Rumus yang digunakan adalah: TP
= Pp + Pn
Dimana : TP
= Total pengeluaran rumah tangga petani (Rupiah)
Pp
= Pengeluaran pangan (Rupiah)
Pn
= Pengeluaran non pangan (Rupiah) Pengeluaran rumah tangga petani dianalisis dengan:
a. Angka rata-rata, digunakan untuk mengetahui taksiran secara kasar untuk melihat gambaran dalam garis besar dari suatu karakteristik yang ada. b. Analisis persentase, dilakukan dengan membagi data ke dalam beberapa kelompok yang dinyatakan atau diukur dalam persentase. 2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga Petani. Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : PF =
pp TP
x100%
Dimana : PF
= proporsi pengeluaran pangan (%)
pp
= pengeluaran pangan (Rupiah)
TP
= total pengeluaran (Rupiah)
(Ilham dan Bonar, 2008).
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani. Konsumsi pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari kuantitas dan kualitas konsumsi pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Menurut Hadinsyah dan Martianto (1992) jumlah dan komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut : Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung sebagai berikut : Gij
=
BPj Bddj x xKGij 100 100
Dimana: Gij
: zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j
BPj
: berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram)
Bddj
: bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari 100 gram pangan atau makanan j)
Kgij
: kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan j atau makanan yang dikonsumsi Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah
konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut : Gej
=
BPj Bddj x xKGej 100 100
Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j. Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus : commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gpj
=
BPj Bddj x xKGpj 100 100
Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j. Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan. Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). TKE =
å konsumsi energi AKE yang dianjurkan
x100%
å konsumsi protein
TKP =
AKP yang dianjurkan
x100%
Dimana : TKE
: Tingkat konsumsi energi (%)
TKP
: Tingkat konsumsi potein (%)
Σ Konsumsi Energi
: Jumlah konsumsi energi (kkal/kapita/hari)
Σ Konsumsi Protein
: Jumlah konsumsi protein (gram/kapita/hari)
Angka kecukupan gizi (AKG) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan AKG berdasarkan umur dan jenis kelamin sesuai Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004. Berikut ini merupakan daftar AKE dan AKP berdasarkan umur dan jenis kelamin:
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Menurut WKNPG Tahun 2004 No. Umur 1. Anak 0-6 bl 7-11 bl 1-3 th 4-6 th 7-9 th 2. Pria 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th 3. Wanita 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th 4. Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 5. Menyusui 6 bl pertama 6 bl kedua
AKE(kkal)
AKP(gram)
550 650 1000 1550 1800
10 16 25 39 45
2050 2400 2600 2550 2350 2250 2050
50 60 65 60 60 60 60
2050 2350 2200 1900 1800 1750 1600
50 57 55 50 50 50 45
+180 +300 +300
+17 +17 +17
+ 500 + 550
+17 +17
Sumber: WKNPG VIII, 2004 Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat konsumsi gizi (TKG). TKG diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam kecukupan gizi yang dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Depkes (1990) dalam Supariasa (2002), yaitu : a. Baik
: TKG ≥ 100 % AKG
b. Sedang
: TKG 80 –commit 99 % AKG to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Kurang
: TKG 70 – 80 % AKG
d. Defisit
: TKG < 70% AKG
4. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan terhadap kecukupan energi yang disediakan oleh setiap rumah tangga petani. Konsumsi energi akan berbeda pada proporsi pengeluaran yang berbeda. Untuk mengetahui hubungan proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi, dapat diketahui dengan analisis korelasi menggunakan SPSS. Keeratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya disebut dengan koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi (r) dapat diketahui dengan program SPSS 16. Nilai koefisien korelasi (r) berkisar antara -1 hingga +1, nilai semakin mendekati -1 atau +1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan dua variabel semakin melemah. Nilai positif (+) menunjukkan hubungan yang searah (jika satu variabel naik maka variabel lain juga naik) dan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan (jika satu variabel naik akan diikuti penurunan variabel
yang lain)
(Priyanto, 2008). Besarnya nilai koefisien korelasi (r) menurut Alhusin, 2003 dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut : c. 0
– 0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan)
d. 0,21 – 0,40 = rendah e. 0,41 – 0,60 = sedang f. 0,61 – 0,80 = cukup tinggi g. 0,81 – 1
= tinggi
Untuk menguji probabilitas (tingkat signifikasi) dari hasil koefisien korelasi menggunakan kriteria sebagai berikut : a. Jika probabilitas r > 0,05, berarti Ho diterima (tidak terdapat korelasi) b. Jika probabilitas r < 0,05, berarti Ho ditolak (terdapat korelasi) commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Ketahanan Pangan. Penelitian Jonsson dan Toole (1991), menggunakan indikatorindikator proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan konsumsi energi untuk mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga. Pengelompokan rumah tangga dengan menggunakan kedua indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Terdapat empat tingkatan ketahanan pangan, yaitu : (1) rumah tangga tahan pangan, (2) rumah tangga rentan pangan, (3) rumah tangga kurang pangan dan (4) rumah tangga rawan pangan. Tabel 7. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga Proporsi pengeluaran pangan Tingkat Konsumsi Energi Cukup (>80% kecukupan energi) Kurang (≤80% kecukupan energi)
Rendah (<60% pengeluaran total) 1. Tahan Pangan
Tinggi (≥60% pengeluaran total) 2. Rentan Pangan
3. Kurang Pangan
4. Rawan Pangan
Sumber : Rachman dkk, 2003
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
IV.
digilib.uns.ac.id
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam 1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Kabupaten
Kulon
Progo
merupakan
salah
satu
dari
lima
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terletak paling barat. Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo yaitu 586,38 km2. Secara geografis Kabupaten Kulon Progo terletak antara 110o1’37” sampai 110o16’26” Bujur Timur (BT) dan 7o38’42” sampai 7o48’33” Lintang Selatan (LS). Secara administratif Kabupaten Kulon Progo terbagi dalam 12 kecamatan dengan 88 desa dan 930 pedukuhan. Adapun batas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah
Sebelah Selatan
: Samudera Hindia
Sebelah Barat
: Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah
Sebelah Timur
: Kabupaten Sleman dan Bantul
2. Topografi Daerah Secara umum gambaran dari hamparan wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah daerah datar yang dikelilingi oleh pegunungan yang sebagian besar terletak di wilayah utara. Hamparan wilayah tersebut menurut ketinggian tanahnya adalah 17,58 % berada pada ketinggian <7 m diatas permukaan air laut (dpal), 15,20 % berada pada ketinggian 8 – 25 m dpal, 22,84 % berada pada ketinggian 26-100 m dpal, 33 % berada pada ketinggian 101-500 m dpal dan 11,37 % berada pada ketinggian >500 m dpal. Apabila dilihat bentang alamnya, wilayah Kabupaten Kulon Progo terdiri dari daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 - 100 m dpal yang terletak pada bagian selatan yang meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan Lendah, daerah perbukitan dengan ketinggian antara commit user tengah yang meliputi Kecamatan 100 - 500 m dpal yang terletak di to bagian
33
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sentolo, Pengasih dan Kokap, serta daerah dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500 - 1000 m dpal di bagian utara yang meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh. 3. Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Kulon Progo mempunyai enam jenis tanah yaitu tanah alluvial, litosol, regosol, grumosol, mediteran dan lathosol. Jenis tanah lathosol merupakan jenis tanah yang dominan di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Jenis tanah ini berasal dari batuan induk breksi, tersebar di Kecamatan Temon, Pengasih, Kokap, Girimulyo, Kalibawang
dan
Samigaluh seluas 24.400 Ha (41,62%). Urutan terluas kedua yaitu seluas 12.899 Ha (22%) adalah tanah grumosol, berasal dari batuan induk batu gamping berlapis, napal dan tuff. Tanah jenis ini tersebar di Kecamatan Wates, Panjatan, Galur, Lendah, Sentolo, Pengasih dan Nanggulan. Tanah litosol berasal dari batuan induk batu gamping, batupasir dan breksi/konglomerat, tersebar di Kecamatan Panjtan, Lendah, Sentolo, Pengasih dan Nanggulan dengan total luasan 3.512 Ha (5,99%). Sedangkan jenis tanah alluvial terdapat di Temon, Wates, Panjatan, Galur, Lendah, Pengasih dan Kokap dengan total luasan 7.880 Ha (13,44%). Jenis tanah dengan luasan terkecil adalah tanah mediteran seluas 1.300 Ha (2,22%). Tanah ini berasal dari batugamping karang, batu gamping berlapis dan batupasir, tersebar di Kecamatan Sentolo, Girimulyo, Nanggulan dan Samigaluh. Sedangkan jenis tanah regosol ditemui di seluruh Kecamatan kecuali di Kecamatan Lendah dan Kalibawang dengan total luasan 8.636 Ha (14,73%). Tanah regosol
ini adalah tanah yang berasal dari material
gunung berapi, bertekstur (mempunyai butiran) kasar bercampur dengan pasir, dengan solum tebal dan memiliki tingkat kesuburan rendah.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Keadaan Iklim Iklim merupakan faktor penting dalam pengelolaan usahatani. Keadaan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan musim. Keadaan iklim Kabupaten Kulon Progo termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun. Musim kemarau di Kabupaten Kulon Progo biasanya pada bulan Mei sampai Oktober sedangkan musim hujan terjadi bulan November sampai April. Di Kabupaten Kulon Progo rata-rata curah hujan per bulan adalah 117 mm dan hari hujan 7 hh perbulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 263 mm dan terendah pada bulan Agustus yaitu 0 mm. B. Keadaan Penduduk 1. Perkembangan Penduduk Perkembangan penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh adanya kelahiran, kematian dan migrasi. Pertumbuhan penduduk Kulon Progo pada tahun 2009 sebesar 0,98 %, dengan jumlah penduduk sebanyak 488.071 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 240.096 orang dan perempuan sebanyak 247.975 orang. Keadaan kependudukan di Kabupaten Kulon Progo selama 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk, dan Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005 - 2009 No.
Tahun
1. 2. 3. 4. 5.
2005 2006 2007 2008 2009
Penduduk Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa) (jiwa) 222.567 233.122 455.689 224.779 235.316 460.095 225.993 236.425 463.343 234.364 242.023 476.387 240.096 247.975 488.071
Pertumbuhan 0,64% 0,97% 0,70% 2,81% 0,98%
Jumlah Kepala Keluarga 98.523 99.365 100.750 130.407 137.720
Sumber : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun selalu meningkat. commit to user Peningkatan jumlah penduduk disebabkan karena jumlah penduduk yang
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lahir atau masuk dan menetap lebih besar dari pada jumlah penduduk yang mati atau pindah keluar dari Kabupaten Kulon Progo. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk tersebut maka diperlukan peningkatan ketersediaan pangan wilayah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk, sehingga setiap penduduk dapat mengakses pangan dengan baik, yang nantinya akan menciptakan ketahanan pangan rumah tangga maupun wilayah. 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Jumlah penduduk kelompok umur adalah jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur pada suatu daerah setiap kilometer persegi. Jumlah penduduk kelompok umur menunjukkan penyebaran penduduk berdasarkan kelompok umur dan tingkat kepadatannya di suatu daerah. Jumlah penduduk di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2009 yang tersebar di setiap kecamatan adalah 488.071 jiwa. Penduduk usia belum produktif adalah penduduk yang berusia 0 - 14 tahun, sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk dengan usia 15 - 64 tahun, dan penduduk tidak produktif adalah penduduk yang memiliki usia lebih dari atau sama dengan 65 tahun. Keadaan penduduk pada tahun 2009 berdasarkan umur didominasi kelompok usia produktif dengan usia 15 - 64 tahun yakni sebesar 336.243 orang atau 68,89%, sedangkan usia belum produktif 0 - 14 tahun sebanyak 96.599 orang (19,79%) dan yang minoritas adalah kelompok usia tidak produktif 64 tahun keatas sebanyak 55.229 orang (11,32%). Komposisi penduduk yang didominasi oleh kelompok usia produktif menunjukkan efektifitas penduduk yang tinggi. Hal tersebut dilihat pada Tabel 9.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Kelompok Umur 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 70 – 74 >75 Jumlah
Jumlah (Jiwa) 30.102 32.622 33.875 33.274 34.485 43.095 43.390 39.732 40.248 33.497 28.301 22.028 18.193 18.127 15.505 21.597 488.071
Persentase (%) 6,17 6,68 6,94 6.82 7,07 8,83 8,89 8,14 8,25 6,86 5,80 4,51 3,73 3,71 3,18 4,42 100
Sumber : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010 Berdasarkan Tabel 9, keadaan kependudukan di Kabupaten Kulon Progo didominasi oleh kelompok penduduk usia produktif (68,89 %). Jumlah penduduk usia produktif yaitu umur 15 - 64 tahun. Penduduk dengan usia produktif juga mempunyai lebih banyak peluang untuk bekerja, yang nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga, sehingga akhirnya akan berakibat pada terpenuhinya kebutuhan rumah tangga penduduk, baik kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan. Selain itu, pada usia produktif manusia membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan dengan usia non produktif, karena penduduk pada usia tersebut lebih banyak melakukan aktivitas atau kegiatan fisik. Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat digunakan perumusan sebagai berikut: ABT =
Jumlah Penduduk Usia Non Produktif X 100% Jumlah Penduduk Usia Produktif
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ABT =
151.828 X 100% 336.243
= 45,15 % Berdasarkan perhitungan nilai ABT di Kabupaten Kulon Progo diketahui bahwa nilai ABT di Kabupaten Kulon Progo sebesar 45,15 %, artinya setiap 100 orang usia produktif menanggung 45 orang usia non produktif. Berdasarkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2009 berjumlah 488.071 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 240.096 orang dan perempuan sebanyak 247.975 orang. Untuk mengetahui besarnya sex ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan digunakan perumusan sebagai berikut:
SexRatio =
Jumlah Penduduk Laki - Laki X 100% Jumlah Penduduk Perempuan
SexRatio =
240.096 X 100% 247.975
= 96,82 % Berdasarkan perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya nilai sex ratio di Kabupaten Kulon Progo adalah 96,82 %, artinya dalam 100 orang penduduk perempuan terdapat 97 orang penduduk laki-laki. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki. 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian pemerintah pada bidang pendidikan diwujudkan melalui penyediaan sarana/prasarana pendidikan dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Pendidikan merupakan hal yang berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah untuk kemajuan dalam suatu masyarakat, selain itu tingginya tingkat pendidikan mempengaruhi
pengetahuan sehingga commitgizi, to user
berpengaruh
terhadap
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemilihan bahan konsumsi pangan dan gizi keluarga. Keadaan penduduk menurut pendidikan di Kabupaten Kulon Progo ditunjukkan pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Jumlah (jiwa) 85.138 46.236 126.252 75.837 127.863 3.161 6.054 16.910 575 45 488.071
Tingkat Pendidikan Tidak/belum sekolah Tidak tamat SD/Sederajat SD/Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Diploma I/II Diploma III Strata I Strata II Strata III Jumlah Total
Persentase (%) 17,44 9,47 25,87 15,54 26,20 0,65 1,24 3,46 0,12 0,01 100
Sumber data : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010 Berdasarkan
Tabel
10,
jumlah
penduduk
paling
banyak
berpendidikan dasar (SD dan SMP) yakni sebesar 202.189 orang kemudian disusul SLTA sebesar 127.863 orang dan yang terkecil berpendidikan pasca sarjana yakni sebesar 575 orang. Sedangkan yang belum sekolah 85.138 orang, tidak tamat SD sebesar 46.236 orang, dan berpendidikan Diploma sebesar 9.215 orang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, peluang untuk mendapatkan pekerjaan akan semakin besar, sehingga kesempatan untuk menperoleh pendapatan yang layak juga semakin besar, di samping itu semakin tinggi tingkat pendidikan maka pengetahuan tentang gizi akan semakin meningkat, sehingga suatu rumah tangga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhannya, serta dapat memilih/menyediakan pangan yang berkualitas dan bergizi bagi kehidupan anggota keluarganya.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Keadaan mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan modal yang ada. Keadaan penduduk menurut lapangan pekerjaan utama di Kabupaten Kulon Progo ditunjukkan Tabel 11 berikut. Tabel 11. Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Transportasi Keuangan Jasa Jumlah
Jumlah (jiwa) 97.981 4.311 25.582 144 13.586 40.438 5.415 2.993 22.513 212.963
Persentase (%) 46,01 2,02 12,01 0,07 6,38 18,99 2,54 1,41 10,57 100
Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010 Berdasarkan Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Kulon Progo mempunyai mata pencaharian di sektor pertanian yaitu sebanyak 97.981 jiwa (46,01%), sedangkan sektor perdagangan menempati urutan kedua sebagai lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Kulon Progo yaitu sebanyak 40.438 jiwa (18,99%). Sektor industri menempati urutan ketiga sebagai lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Kulon Progo yaitu sebanyak 25.582 jiwa (12,01%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah dengan potensi lahan yang cukup baik sebagai daerah pertanian dan tata guna lahan yang cukup besar untuk daerah persawahan/pertanian, sehingga menjadikan sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Secara tidak langsung, banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dapat mendukung ketersediaan pangan wilayah yang akan bermuara pada ketahanan pangan wilayah. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Keadaan Pertanian 1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan Kabupaten
Kulon
Progo
mempunyai
luas
wilayah
sebesar
58.627,512 ha yang terbagi dalam 12 kecamatan dan 88 desa atau kelurahan. Berdasarkan luas wilayah tersebut sebesar 17,53% (10.280 ha) wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan lahan sawah dan sisanya merupakan lahan bukan sawah. Secara terperinci penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 No A.
B.
C.
Penggunaan Lahan Lahan Sawah 1. Irigasi Teknis 2. Irigasi ½ Teknis 3. Irigasi Sederhana 4. Tadah Hujan 5. Non PU Lahan Bukan Sawah 1. Tegal/ Kebun 2. Ladang 3. Perkebunan 4. Lahan yang Ditanami Pohon dan Hutan Rakyat 5. Tambak 6. Kolam/ Tebat/ Empang 7. Sementara tidak diusahakan 8. Lainnya Lahan Bukan Pertanian 1. Hutan Negara 2. Bangunan dan Pekarangan 3. Lain-lain Jumlah total
Luas (Ha) 10.280 7.382 802 711 1.030 355 35.060 15.753 0 595
Persentase (%) 17,53 12,59 1,37 1,21 1,76 0,60 59,81 26,88 0,00 1,01
5.599 44 41 544 12.484 13.287 1.037 6.133 6.117 58.627
9,55 0,08 0,07 0,93 21,29 22,66 1,77 10,46 10,43 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010 Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo meliputi 10.280 ha lahan sawah, 35.060 ha lahan bukan sawah dan 13.827 ha lahan bukan pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo lebih commit to user besar digunakan sebagai lahan bukan sawah yaitu sebesar 35.060 ha.
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggunaan lahan bukan sawah paling besar dimanfaatkan untuk tegal/ kebun yaitu sebesar 15.753 ha. Penggunaan lahan bukan pertanian sebagian besar digunakan untuk bangunan dan pekarangan yaitu sebesar 6.133 ha. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan rumah tangga baru yang menetap di Kabupaten Kulon Progo, dengan demikian tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah menjadi bangunan. Penggunaan lahan pertanian untuk keperluan lainnya secara berlebihan akan berdampak pada semakin berkurangnya lahan sawah, sehingga secara tak langsung akan berakibat pada kurangnya produksi pangan, yang berdampak pada semakin rendahnya ketersediaan pangan wilayah. Penggunaan lahan untuk sawah di Kabupaten Kulon Progo hanya sebesar 10.280 ha. Sawah irigasi teknis merupakan lahan sawah yang memiliki luas terbesar di Kabupaten Kulon Progo (7.382 ha) dan sawah tadah hujan merupakan sawah terluas kedua setelah sawah irigasi teknis dengan luas 1.030 ha. Lahan sawah yang hanya 17,53% dari luas Kabupaten Kulon Progo akan mempengaruhi ketersediaan pangan pokok di Kabupaten Kulon Progo yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga petani. 2. Produksi Tanaman Bahan Makanan Jenis tanaman yang diusahakan di suatu daerah dipengaruhi oleh faktor alam seperti keadaan tanah, iklim, dan ketinggian tempat, sehingga jenis tanaman yang diusahakan oleh suatu daerah berbeda-beda dengan daerah lainnya. Luas panen, produksi dan produktivitas dari tanaman pangan Kabupaten Kulon Progo dapat diketahui pada Tabel 13 di bawah ini.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Tanaman
Luas Panen (ha)
Padi Sawah Padi Gogo Jagung Kedelai Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kacang Hijau
19.023 113 5.174 3.058 3.471 38 1.451 142
Rata-rata Produksi (ton/ha) 6,45 3,17 6,41 1,41 16,47 10,16 0,97 0,61
Produksi (ton) 122.729 358 33.169 4.305 57.182 386 1.402 87
Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010 Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis bahan makanan utama yang dibudidayakan petani di Kabupaten Kulon Progo yaitu padi sawah, padi gogo, jagung, kedelai, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan kacang hijau. Produksi padi sawah merupakan produksi tanaman pangan terbesar, dengan rata-rata produksi per ha sebesar 6,45 ton dan luas panen 19.023 ha. Besarnya produksi padi sawah disebabkan oleh masih dijadikannya beras sebagai makanan pokok hampir seluruh penduduk. Potensi pertanian di Kabupaten Kulon Progo yang mampu menghasilkan tanaman pangan lainnya, hal ini dapat dijadikan pertimbangan dalam penerapan diversifikasi pangan pokok, sehingga ketergantungan akan beras dapat dikurangi
dan
beras
sebagai
sumber
karbohidrat
dapat
diganti
dengan pangan lokal (kaya karbohidrat) seperti jagung dan ketela. D. Keadaan Perekonomian Keadaan perekonomian akan berkembang apabila ditunjang oleh beberapa aspek, diantaranya sarana perekonomian, sarana perhubungan dan transportasi. Pada Tabel 14 dapat dilihat sarana perekonomian yang ada di Kabupaten Kulon Progo.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 14. Sarana Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 5.
Jenis Sarana Perekonomian
Jumlah
Pasar Kios Los Koperasi
68 323 910 310
Sumber : Bapeda Kabupaten Kulon Progo, 2010 Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa sarana perekonomian yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo sudah memadai sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mudah. Hal ini terlihat dengan adanya pasar sebanyak 68 buah dan di setiap kecamatan pasti mempunyai pasar sebagai sarana perekonomian. Dengan adanya pasar di Kabupaten Kulon Progo maka kegiatan jual beli dapat dengan mudah dilakukan. Dimana produsen dapat bertemu dengan konsumen untuk melakukan transaksi, sehingga produsen dapat menjual produksinya dan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi. Koperasi yang masih bertahan dan terus berkembang juga terhitung masih banyak. Koperasi merupakan sarana perekonomian yang non profit dan sebuah lembaga yang bertujuan menyejahterakan anggotanya. Selain kelima sarana perekonomian di atas, terdapat juga sarana perhubungan sebagai penunjang dalam kegiatan perekonomian. Berikut ini merupakan sarana perhubungan kendaraan bermotor di Kabupaten Kulon Progo: Tabel 15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Sarana Perhubungan Sepeda Motor Mobil Penumpang Umum Bus Umum Truk Mobil Barang Umum
Jumlah 78.567 78 259 989 45
Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010 Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa jenis sarana perhubungan yang terbanyak di Kabupaten Kulon Progo adalah sepeda motor yaitu sebanyak 78.567 buah. Dengan banyaknya kendaraan yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo maka masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan mobilitas. commit to user Dimana mobilitas penduduk tidak hanya dilakukan dengan kendaraan pribadi
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tetapi juga dengan kendaraan umum yang ada. Dengan banyaknya kendaraaan umum yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo, berarti masyarakat tidak akan mengalami kesulitan dalam melakukan mobilitas untuk melakukan kegiatan perekonomian. Selain itu, untuk mempermudah mobilitas maka diperlukan adanya sarana yang lain, yaitu tersedianya jalan. Pada Tabel 16 menunjukkan panjang jalan dan kondisi jalan di Kabupaten Kulon Progo. Tabel 16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009 No. 1.
2.
Jenis Sarana Perhubungan
Panjang Jalan (km)
Jenis Permukaan Aspal Kerikil Tanah Tidak Dirinci Jumlah Kondisi Jalan Baik Sedang Rusak Rusak Berat Jumlah
Persentase (%)
716.638 281.093 114.642 0 1.112.373
64,42 25,27 10,31 0,00 100,00
551.065 423.551 111.175 26.622 1.112.413
49,54 38,08 9,99 2,39 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010 Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa sarana perhubungan di Kabupaten Kulon Progo dapat dikatakan baik, dilihat dari jenis permukaan jalan yang sebagian besar sudah berupa aspal menunjukkan bahwa sarana perhubungan di Kabupaten Kulon Progo semakin lancar. Begitu pula dengan kondisi jalan yang sebagian besar sudah dapat dikatakan baik. Sehingga dengan makin lancarnya sarana perhubungan di Kabupaten Kulon Progo maka masyarakat akan lebih mudah melakukan mobilitas dalam melakukan kegiatan perekonomian. Keadaan sarana perekonomian yang memadai akan berpengaruh terhadap lancarnya distribusi pangan dan ketersediaan pangan di setiap wilayah. Apabila pangan dapat terdistribusi dengan baik, maka rumah tangga sebagai konsumen akan mampu mengakses pangan dengan mudah sehingga commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ketersediaan pangan rumah tangga akan terjamin dan terciptalah ketahanan pangan. E. Kondisi Ketahanan Pangan Ketahanan
pangan
merupakan
kondisi
terpenuhinya
kebutuhan
seseorang akan pangannya. Ketersediaan pangan suatu wilayah dapat menjadi indikator dalam mengetahui ketahanan pangan wilayah tersebut. Keadaan pangan di wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 17 : Tabel 17. Keadaaan Produksi Beras dan Produksi Pangan Setara Beras di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
78.818.000
Perubahan tahun 2008 2009 (%) 3,24
39.467.000
40.554.000
2,75
331.218.000
332.112.490
0,27
697
680
-2,40
36.876.000
39.219.000
6,35
3.721
3.677
-1,20
1.990,6
1.992,2
0,08
474.981
488.071
2,70
83,091
83,091
0
2.000
2.000
0
Tahun No.
Jenis/Macam
1.
Produksi Beras (kg)
2.
Kebutuhan Beras (kg)
3.
Produksi Pangan Setara Beras (kg)
4.
Produksi Pangan Setara Beras (kg/kapita/tahun)
5.
Surplus Beras (kg)
6.
Ketersediaan Pangan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan (kkal/kapita/hari) Konsumsi Energi (kkal/kapita/hari)
7. 8.
Jumlah Jiwa
9.
Kebutuhan Beras (kg/kapita/tahun) AKE Nasional (kkal/kapita/hari)
10.
2008
2009
76.342.000
Sumber : Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Kulon Progo, 2010 Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa ketersediaan beras mengalami surplus. Tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup menjadi faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sehingga ketahanan pangan dapat terpenuhi. Kekurangan ketersediaan pangan dapat diatasi dengan impor atau membeli dari luar daerah. Konsumsi energi di Kabupaten Kulon Progo masih di bawah Angka Kecukupan Energi (AKE), padahal stok pangan di Kabupaten Kulon Progo berada di atas AKE, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya akses ekonomi penduduk Kulon Progo, yaitu pendapatan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Rumah Tangga Responden Karakteristik rumah tangga petani sampel merupakan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar belakang rumah tangga petani sampel yang berkaitan sekaligus berpengaruh terhadap kegiatannya dalam usahatani padi. Petani sampel merupakan petani pemilik penggarap yang mengerjakan sawah dengan sistem pengairan irigasi teknis. Karakteristik yang dikaji merupakan data-data identitas responden dan anggota keluarganya, yang meliputi umur, pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Responden pada penelitian ini berjumlah 30 orang, yang merupakan penduduk dari Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Karakteristik rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 18 berikut. Tabel 18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo No. 1.
2.
3.
Uraian Umur (tahun) a. suami b. istri Pendidikan a. Suami - Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA - S1 b. Istri - Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA - S1 Jumlah anggota keluarga (orang) a. laki-laki b. perempuan
Sumber: Analisis Data Primer commit to user
47
Rata-rata 55 50
6 15 2 4 2 6 18 1 3 2 2 2
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa umur rata-rata suami adalah 55 tahun dan istri 50 tahun. Umur berpengaruh terhadap produktivitas. Semakin bertambahnya umur, produktivitas seseorang akan meningkat, namun akan mengalami penurunan setelah melewati umur produktif. Umur rata-rata petani adalah 55 tahun. Umur tersebut masih dikelompokkan dalam masa produktif, yang berarti petani masih bisa mengerjakan pekerjaan bertaninya dengan maksimal untuk menghasilkan pendapatan guna mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Usia juga berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan kecukupan pangannya. Pendidikan formal berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan seseorang. Tingkat pendidikan kepala keluarga yang paling banyak adalah tamat SD. Demikian halnya dengan istri, dimana 18 orang tamat SD. Ini berarti tingkat pendidikan petani masih rendah. Rendahnya pendidikan petani dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keterbatasan biaya, lingkungan dan belum adanya sarana yang memadai pada waktu seharusnya mereka bersekolah. Rumah tangga petani umumnya adalah keluarga dengan pendapatan yang terbatas, sehingga mereka terkadang lebih memilih menyelesaikan pendidikan dasar, untuk kemudian bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pola pikir responden. Pendidikan formal yang telah ditempuh akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam mengelola usahataninya dan mencukupi kebutuhan rumah tangga baik pangan maupun nonpangan. Namun, seiring berkembangnya jaman, keluarga petani sudah mulai menyekolahkan anakanaknya dengan harapan anaknya lebih sukses daripada mereka. Hal ini didukung dengan program pemerintah wajib belajar sembilan tahun dengan memberikan biaya gratis untuk sekolah setingkat SD dan SMP. Terkait dengan ketahanan pangan, pendidikan dan pengetahuan ibu rumah tangga berpengaruh terhadap konsumsi anggota rumah tangga. Ibu rumah tangga berperan penting dalam pengambilan keputusan dalam konsumsi pangan, karena
umumnya merekalah yang mengurusi masalah dapur dan user menyiapkan makanan bagi commit seluruhtoanggota rumah tangganya. Apabila
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
pengetahuan ibu rumah tangga tentang konsumsi pangan dan gizi baik, maka ketercukupan gizi anggota rumah tangganya akan diperhatikan, sehingga dapat memilih bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi rumah tangganya. Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui tingkatan pendidikan formal ibu rumah tangga responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu rumah tangga akan mempengaruhi juga tingkat pengetahuan pangan dan gizinya, sehingga semakin tinggi pendidikannya maka semakin tinggi pula kemampuan ibu untuk mengambil keputusan dalam konsumsi rumah tangganya. Rata-rata pendidikan ibu rumah tangga adalah 7 tahun atau setingkat 1 SMP. 18 orang responden ibu rumah tangga atau sebesar 60,00% mengenyam pendidikan setingkat SD, 2 orang responden atau sebesar 6,67% mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi dan hanya 6 orang responden atau sebesar 20,00% tidak menempuh pendidikan. Banyaknya ibu rumah tangga yang menempuh pendidikan maka kemampuan ibu rumah tangga dalam mengambil keputusan dalam konsumsi rumah tangganya sudah baik. Anggota rumah tangga terdiri dari kepala rumah tangga, istri, anak dan anggota keluarga lain yang makan dalam satu dapur. Jumlah anggota rumah tangga berpengaruh terhadap pengeluaran dan konsumsi pangan rumah tangga, semakin banyak anggota rumah tangga maka pengeluaran dan konsumsi pangannya juga lebih banyak. Distribusi jumlah anggota keluarga rumah tangga pada 30 responden dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah Persentase (%) 1-2 5 16,67 3-4 17 56,67 5-6 8 26,67 Total 30 100,00 Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa jumlah anggota rumah tangga responden terbanyak adalah 3 - 4 orang yaitu sebesar 56,67%. Anggota keluarga petani responden terdiri dari kepala keluarga, istri dan anak serta commit to user beberapa keluarga petani yang tinggal dengan anggota keluarga lain seperti
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ayah, ibu, kakak, menantu dan cucu yang makan dalam satu dapur. Kebanyakan anak-anak petani yang telah dewasa tidak tinggal bersama dengan orang tuanya. Mereka biasanya bekerja di luar kota ataupun telah menikah. Banyaknya jumlah anggota rumah tangga akan berpengaruh terhadap besarnya pendapatan rumah tangga. Semakin banyak anggota rumah tangga yang bekerja, maka semakin besar pendapatan rumah tangganya. Besarnya jumlah anggota rumah tangga juga akan berpengaruh terhadap pengeluaran dan kebutuhan pangan rumah tangga. Semakin banyak anggota rumah tangga, maka pengeluaran dan kebutuhan pangannya juga semakin banyak. B. Pendapatan Rumah Tangga Responden Pendapatan rumah tangga merupakan sejumlah uang yang diperoleh dari masing-masing anggota rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan dalam satu bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diperoleh dari sawah, tegal dan pekarangan. Pendapatan luar usahatani diperoleh dari pekerjaan anggota rumah tangga sebagai PNS, karyawan swasta, buruh pabrik, buruh bangunan, sopir, tukang parkir dan berdagang di pasar maupun di warung. Pada Tabel 20 dapat dilihat besarnya rata-rata pendapatan responden. Tabel 20. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo No.
Sumber pendapatan
1.
Pendapatan usahatani a. Sawah MT I (Rp/MT) b. Sawah MT II (Rp/MT) c. Sawah MT III(Rp/MT) d. Pekarangan (Rp/th) Total (Rp/th) Pendapatan (Rp/bln) Pendapatan luar usahatani Jumlah
2.
Pendapatan
Pendapatan (Rp/bulan)
(%)
746.847,22 846.666,67 1.593.513,89
46,87 53,13 100,00
4.231.500,00 3.509.166,67 861.666,67 359.833,33 8.962.166,67
Sumber: Analisis Data Primer commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor penentu kualitas dan kuantitas konsumsi pangan. Keluarga yang mempunyai pendapatan tinggi akan lebih mementingkan kualitas makanan dibandingkan dengan keluarga berpendapatan rendah. Rumah tangga dengan penghasilan yang terbatas, dalam pemilihan konsumsi pangan masih didominasi oleh bagaimana memperoleh pangan secara cukup secara kuantitas dan belum mementingkan gizi yang terkandung di dalamnya. Pada penelitian ini responden adalah petani pemilik penggarap, ini berarti petani mendapatkan penghasilan dari kepemilikan sawah, pengolahan sawah dan produksi dari sawah. Petani pemilik penggarap ada yang mengerjakan sawahnya sendiri. Namun juga ada yang membayar orang sebagai buruh tani untuk menggarap sawah, misalnya seperti saat musim tanam dan musim panen. Petani pemilik penggarap cenderung memiliki pendapatan yang lebih tinggi daripada petani penyewa dan petani penyakap, hal ini dikarenakan petani pemilik penggarap tidak perlu mengeluarkan biaya sewa lahan yang digunakan usahataninya sehingga dapat mengurangi biaya usahatani dan dapat meningkatkan pendapatan usahataninya. Pendapatan usahatani pada penelitian ini berasal usahatani sawah dan pekarangan, yaitu sebesar Rp 746.847,22 per bulan. Usahatani sawah petani responden terdiri dari usaha tani padi-padi-palawija. Musim tanam I adalah bulan Oktober-Januari, musim tanam II bulan Februari-Mei dan musim tanam III atau palawaija adalah bulan Juni-September. Palawija yang ditanam, dari 30 responden, 29 responden menanam kedelai, sedangkan 1 responden menanam kacang hijau karena pada musim tanam tahun lalu saat menanam kedelai tidak memberikan penghasilan sehingga lebih memilih menanam kacang hijau daripada kedelai. Petani lebih memilih menanam kedelai daripada jagung karena tanaman jagung boros pupuk yang menyebabkan tanah menjadi kering karena banyaknya pupuk kimia yang diberikan saat menanam jagung yang pada akhirnya akan merusak kesuburan tanah. Pendapatan dari usahatani palawija commitpendapatan to user lebih sedikit dibandingkan dengan dari usahatani padi, hal ini
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
disebabkan produksi kedelai yang rendah karena tingginya curah hujan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan banyak bunga tanaman kedelai yang gugur, sehingga tidak terjadi penyerbukan dan pembuahan pada tanaman kedelai yang menyebabkan sedikitnya hasil tanaman kedelai. Dari pekarangan petani responden mendapatkan penghasilannya dari bertanam ketela pohon, kelapa, pepaya dan pisang. Tanaman ketela pohon tidak begitu memberi pemasukan karena hanya cukup dikonsumsi sendiri dan harga di pasar sangat murah yaitu Rp 1.000,00 per kilogram. Pada penelitian ini, karakteristik pada setiap desa berbeda. Desa Donomulyo tidak menganut sistem panen tebasan, namun di Desa Wijimulyo dan Desa Kembang masih menganut sistem panen tebasan. Hal ini dikarenakan hasil produksi padi di Desa Donomulyo memiliki kebernasan yang rendah. Postur tanaman padi baik, namun kulit gabah tebal dan isinya kecil. Masih banyaknya pohon-pohon besar seperti jati dan mahoni yang menghalangi sinar matahari pada tanaman padi. Berbeda dengan Desa Wijimulyo dan Desa Kembang, masih ada petani responden yang menganut sistem panen tebasan, biasanya pada rumah tangga petani yang bertanah luas. Hasil produksi padi sebagian dijual, namun sebagian disimpan untuk dikonsumsi sendiri. Pendapatan dari luar usahatani adalah pendapatan dari anggota rumah tangga yang diperoleh dari pekerjaannya di luar usahatani seperti PNS, karyawan swasta, buruh pabrik, buruh bangunan, sopir, tukang parkir dan berdagang di pasar maupun di warung. Dalam penelitian ini, pendapatan dari lainnya adalah berupa kiriman dari anak yang tidak tinggal dalam satu rumah/ bekerja diluar daerah. Pada Tabel 21 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan luar usahatani pada penelitian ini adalah sebesar Rp 846.666,67 per bulan. Persentase pendapatan usahatani sebesar 46,87% dan persentase pendapatan luar usahatani sebesar 53,13%. Pendapatan dari luar usahatani lebih dapat diandalkan karena mendatangkan penghasilan yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Jika petani hanya to user maka petani tidak akan dapat mengandalkan pendapatannyacommit dari usahatani,
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Suatu kenyataan bahwa petani pada umumnya hanya menguasai tanah pertanian kurang dari 0,50 ha. Pada penelitian ini, lahan yang dimiliki petani responden sebesar 0,35 ha. Semakin sempit lahan yang mereka miliki, pendapatan yang diperoleh dari usahatani akan rendah, selain itu semakin mahalnya kebutuhan rumah tangga baik pangan maupun non pangan menuntut petani untuk mencari tambahan penghasilan dari luar usahatani. Pendapatan dari luar usahatani sangat membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, karena jika hanya mengandalkan pendapatan dari usahatani tidaklah cukup. C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga digolongkan menjadi 2 yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Menurut BPS Kabupaten Kulon Progo, ada 15 jenis kelompok pangan yang terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacangkacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lain, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol serta tembakau dan sirih. Pengeluaran untuk konsumsi pangan dihitung selama seminggu yang lalu, selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata per bulan.
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 21. Rata-Rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo No. Pengeluaran Pangan 1. Padi-padian 2. Umbi-umbian 3. Ikan 4. Daging 5. Telur dan susu 6. Sayur-sayuran 7. Kacang-kacangan 8. Buah-buahan 9. Minyak dan lemak 10. Minuman 11 Bumbu-bumbuan 12. Konsumsi lain 13. Makanan dan minuman jadi 14. Minuman alkohol 15. Tembakau dan sirih Jumlah
Rata-rata (Rp/bulan) 186.514,17 9.480,83 15.336,67 38.556,67 64.398,33 73.049,58 33.391,17 34.518,33 49.450,00 54.310,00 82.417,92 42.845,25 29.390,67 0,00 59.232,50 773.743,58
Persentase (%) 24,11 1,23 1,98 4,98 8,34 9,49 4,32 4,46 6,39 7,03 10,67 5,55 3,80 0,00 7,66 100,00
Sumber: Analisis Data Primer Tabel 21 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran pangan per bulan rumah tangga responden. Pengeluaran untuk padi-padian merupakan pengeluaran terbesar yaitu 24,11 % dari seluruh pengeluaran untuk konsumsi pangan. Kelompok pangan padi-padian meliputi beras, jagung, tepung beras, tepung jagung, tepung terigu dan jenis produk dari padi-padian. Besarnya pengeluaran untuk padi-padian karena padi/beras merupakan makanan pokok bagi setiap rumah tangga responden, hal ini juga mempengaruhi pola pangan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan beras sebagai kebutuhan yang utama, sehingga beras menempati urutan yang paling besar diantara kelompok pangan lainnya. Beras yang dikonsumsi petani adalah beras yang mereka dapat dari hasil usahatani padi. Besarnya pengeluaran untuk beras juga dipengaruhi oleh harga beras di tingkat produsen. Saat penelitian harga beras sebesar Rp 5.000,00 – Rp 5.500,00. Rata-rata beras yang dikonsumsi oleh rumah tangga responden per minggu adalah sebesar 7,3 kg. Selain beras sebagai pengeluaran terbanyak dalam kelompok padi-padian, tepung terigu juga salah satu konsumsi pangan dari kelompok padi-padian yang dapat digunakan untuk commit to user bahan-bahan pembuat lauk-pauk atau makanan ringan.
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
Pengeluaran pangan terbesar kedua adalah untuk konsumsi bumbubumbuan sebesar 10,67%. Golongan bumbu-bumbuan antara lain garam, merica, ketumbar, terasi, vetsin, penyedap rasa, kecap, bawang merah, bawang putih, cabai, gula jawa dan lain-lain. Pengeluaran untuk bawang merah dan bawang putih adalah yang terbanyak. Hal ini dikarenakan kedua jenis ini diperlukan hampir disetiap masakan dan dalam jumlah yang lebih banyak dibanding bumbu-bumbu yang lain seperti garam, penyedap rasa, merica dan ketumbar. Harga bawang merah dan bawang putih yang mahal, yaitu Rp 23.000,00 untuk bawang merah dan Rp 25.000,00 untuk bawang putih. Bawang merah dan bawang putih diperlukan dalam jumlah yang banyak di setiap masakan menjadikan pengeluaran untuk konsumsi bumbu-bumbuan tinggi. Harga garam, penyedap rasa dan ketumbar cukup murah, sedangkan merica walaupun harganya mahal tetapi hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Pengeluaran untuk sayur-sayuran mencapai 9,49%. Golongan sayuran antara lain adalah bayam, kangkung, kubis, kacang panjang, buncis, tomat, terong, wortel, jipang, kecambah, daun bawang dan lain-lain. Untuk mendapatkan sayuran, petani membeli di pasar, warung ataupun penjual keliling. Kecamatan Nanggulan mempunyai empat pasar yaitu Pasar Kenteng, Pasar Nanggulan, Pasar Mudal dan Pasar Krambilan yang masing-masing pasar mempunyai hari pasaran yang berbeda-beda. Pasar Kenteng hanya buka pada hari pasaran Wage dan Legi, Pasar Nanggulan pada hari pasaran Pahing, Pasar Mudal buka pada hari pasaran Pon dan Kliwon dan di Pasar Krambilan buka pada hari pasaran Legi, sehingga untuk untuk mendapatkan sayuran selain hari pasaran mereka belanja di warung-warung terdekat karena tidak semua pasar di Kecamatan Nanggulan dapat dijangkau oleh penduduk. Selain itu, sayuran seperti lembayung, mereka dapatkan dari sawah yang tumbuh di pematang sawah, juga daun singkong dan daun pepaya yang mereka dapat dari pekarangan. Pengeluaran untuk telur dan susu 8,34% dari pengeluaran pangan. to user susu adalah rumah tangga yang Rumah tangga responden yangcommit mengkonsumsi
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
mempunyai anak balita atau anak usia sekolah. Telur merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang murah dibandingkan dengan daging dan lainnya, sehingga menjadi pilihan rumah tangga untuk mengkonsumsinya. Selain itu telur juga dapat menjadi lauk yang praktis karena mudah dalam menyajikan, biasanya disajikan dalam bentuk mata sapi atau dadar. Pengeluaran untuk konsumsi tembakau dan sirih yang mencapai 7,66%. Tidak semua rumah tangga responden mengkonsumsi tembakau dan sirih karena alasan untuk kesehatan dan responden lebih memilih untuk mencukupi kebutuhan pangan lainnya daripada untuk merokok. Golongan pangan yang termasuk dalam tembakau dan sirih antara lain: rokok kretek, rokok putih, cerutu, sirih, tembakau, dan inang. Pengeluaran terbesar pada rokok kretek. Alasan memilih rokok kretek adalah harganya yang lebih murah dibanding rokok putih dan lebih praktis dibanding meracik sendiri (tingwe). Pengeluaran untuk minuman mencapai 7,03% dari pengeluaran pangan. Pengeluaran untuk minuman meliputi gula, teh, kopi dan lainnya. Pengeluaran terbesar adalah untuk gula, karena gula digunakan untuk melengkapi teh maupun kopi, selain itu juga gula dapat digunakan untuk pelengkap bumbu dalam masakan. Gula, teh dan kopi merupakan pengeluaran sehari-hari yang rutin karena dikonsumsi setiap harinya. Pengeluaran untuk minyak dan lemak adalah 6,39% dari pengeluaran pangan. Pengeluaran untuk minyak dan lemak meliputi minyak goreng, mentega, kelapa dan lainnya. Pengeluaran untuk minyak goreng merupakan pengeluaran terbesar, karena semua rumah tangga menggunakan minyak goreng untuk menumis bumbu dan menggoreng lauk. Tidak semua rumah tangga mengkonsumsi kelapa, kelapa hanya digunakan untuk membuat sayur lodeh, sedangkan untuk mentega semua rumah tangga tidak mengkonsumsi. Rumah tangga responden tidak mengkonsumsi roti tawar sehingga tidak menggunakan mentega dan untuk menumis bumbu-bumbuan menggunakan minyak goreng, tidak menggunakan mentega. Konsumsi lain mencapai 5,55% dari pengeluaran pangan. Golongan commit mie, to user konsumsi lain antara lain kerupuk, bihun dan lain-lainnya. Konsumsi
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
untuk mie merupakan pengeluaran terbesar pada golongan ini. Hampir semua rumah tangga mengkonsumsi mie. Mie menjadi alternatif bagi pemenuhan kebutuhan selain nasi dibandingkan dengan golongan makanan lainnya. Dengan perkembangan yang serba cepat dan praktis turut pula menjadi alasan mengapa banyak orang memilihnya. Banyak produk mie yang dengan cepat diolah, disajikan dan dikonsumsi dengan kemasan yang bagus dan dengan variasi harga yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan pilihanpilihan produk mie sesuai dengan kemampuannya. Selain itu mie juga dengan mudah dijumpai di berbagai tempat, tidak hanya di swalayan tetapi juga di pasar tradisional atau warung kecil di pedesaan. Promosi beragam jenis mie juga dilakukan secara gencar melalui berbagai media seperti media elektronik, cetak dan kegiatan sosial. Mie yang terbuat dari terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin dan mineralnya hanya sedikit. Namun, sifat karbohidrat dalam mie berbeda dengan sifat yang terkandung di dalam nasi. Sebagian karbohidrat dalam nasi merupakan karbohidrat kompleks yang memberi efek rasa kenyang lebih lama. Sedangkan karbohidrat dalam mie instan sifatnya lebih sederhana sehingga mudah diserap. Akibatnya, mie instan memberi efek lapar yang lebih cepat dibanding nasi. Kerupuk juga dikonsumsi hampir setiap rumah tangga, karena kerupuk merupakan makanan sampingan yang hampir tiap hari pasti ada di rumah, hal itu disebabkan harga kerupuk yang murah dan mudah didapatkan. Pengeluaran untuk daging 4,98% dari pengeluaran pangan. Golongan daging meliputi sapi, ayam, kambing dan lainnya. Rumah tangga petani umumnya hanya mengkonsumsi daging ayam, hal ini karena harga daging ayam yaitu sebesar Rp 20.000,00 per kg, lebih murah jika dibandingkan dengan harga daging sapi yaitu Rp 60.000,00 per kg. Konsumsi daging diutamakan hanya untuk anak-anak saja. Pengeluaran untuk buah-buahan sebesar 4,46% dari pengeluaran pangan. Buah yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani adalah pepaya dan pisang, sedangkang jeruk dan apel dikonsumsi sesekali saja. Buah to user dari pekarangan mereka sendiri, pepaya dan pisang adalah buahcommit yang diperoleh
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga selain dapat dijual, sebagian hasilnya untuk dikonsumsi sendiri. Buah jeruk dan apel dikonsumsi karena merupakan buah yang digemari oleh anakanak responden dan dikonsumsi jika ada salah seorang anggota rumah tangga ingin mengkonsumsi atau sedang sakit. Pengeluaran untuk kacang-kacangan adalah sebesar 4,32%, yang meliputi pengeluaran untuk kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, tahu, tempe dan lainnya. Tidak semua rumah tangga mengkonsumsi kacang tanah dan kacang hijau. Kacang tanah biasanya direbus untuk makanan ringan atau sebagai bumbu pecel, kacang hijau digunakan jika untuk memasak bubur atau direbus dan airnya diminum. Pengeluaran rumah tangga petani untuk golongan kacang-kacangan yang paling besar untuk tempe dan tahu. Tempe dan tahu merupakan lauk sumber protein nabati yang murah dan tersedia terus-menerus di
pasar,
alasan
inilah
yang
membuat
responden
memilih
untuk
mengkonsumsinya. Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi 3,80% dari pengeluaran pangan. Golongan makanan dan minuman jadi antara lain roti, biskuit, bakso, mie ayam dan lainnya. Rendahnya persentase makanan dan minuman jadi adalah karena rumah tangga petani merupakan rumah tangga dengan penghasilan yang rendah, sehingga mereka lebih memilih untuk mencukupi kebutuhan makanan pokok saja dan memilih untuk memasak sendiri makanan mereka karena dapat lebih menghemat dan disesuaikan dengan besarnya pendapatan mereka. Pengeluaran untuk ikan adalah 1,98% dari pengeluaran untuk pangan. Golongan ikan meliputi ikan segar, ikan awetan dan lainnya. Ikan yang dikonsumsi oleh petani responden adalah ikan awetan dan ikan segar. Ikan awetan ini antara lain gereh dan teri. Harga ikan awetan yang lebih murah dari ikan segar menjadi alasan utama rumah tangga memilihnya. Ikan segar yang dikonsumsi adalah lele. Lele lebih dipilih untuk dikonsumsi karena dibanding ikan segar lainnya, lele memiliki harga yang lebih murah dan mudah didapatkan di pasar. commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengeluaran umbi-umbian sebesar 1,23% dari pengeluaran pangan. Golongan umbi-umbian meliputi ketela pohon, ketela rambat, gaplek, kentang, talas dan lainnya. Jenis umbi yang sering dikonsumsi rumah tangga petani adalah ketela pohon dan ketela rambat. Sebagian besar mereka memperoleh bukan dari membeli melainkan dari hasil pekarangan rumahnya. Umbi-umbian dikonsumsi untuk makanan sampingan, misalnya direbus, dikukus atau digoreng. Untuk kentang, rumah tangga petani responden tidak semua mengkonsumsi, biasanya kentang hanya digunakan untuk tambahan pada sayur sop, bukan untuk konsumsi kentang secara langsung, misalnya kentang goreng, kentang rebus atau lainnya. Kelompok yang tidak mengambil proporsinya dari pengeluaran adalah minuman alkohol. Ini artinya dari seluruh rumah tangga petani responden tidak ada yang mengkonsumsi minuman keras. Sebagai umat yang taat beragama dan sebagai masyarakat desa yang masih memegang adat istiadat, meminum minuman beralkohol diharamkan. Menurut BPS Kabupaten Kulon Progo, ada 8 jenis kelompok non pangan yang terdiri dari perumahan, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, sandang, barang tahan lama, pajak dan asuransi dan keperluan sosial. Berikut ini merupakan besarnya pengeluaran non pangan rumah tangga responden. Tabel 22. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo No. Pengeluaran Non Pangan 1. Perumahan 2. Aneka barang dan jasa 3. Biaya pendidikan 4. Biaya kesehatan 5. Sandang 6. Barang tahan lama 7. Pajak dan asuransi 8. Keperluan sosial Jumlah
Rata-rata (Rp/bulan) 76.966,67 160.200,00 139.200,00 22.466,67 22.094,44 0,00 18.597,21 76.333,33 515.858,32
Sumber: Analisis Data Primer commit to user
Persentase (%) 14,92 31,06 26,98 4,36 4,28 0,00 3,16 14,80 100,00
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 22 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran non pangan perbulan rumah tangga responden. Pengeluaran non pangan terbesar adalah untuk aneka barang dan jasa yaitu sebesar Rp 160.200,00 atau 31,06% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa meliputi sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, ongkos transportasi, bensin, perawatan kendaraan, pembuatan KTP, komunikasi dan lainnya. Pengeluaran pada golongan ini tinggi karena meliputi barang yang dibutuhkan dan dipergunakan setiap hari oleh seluruh anggota rumah tangga seperti sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi dan shampoo. Sebagian besar rumah tangga mempunyai kendaraan untuk transportasi. Kendaraan tersebut memudahkan dan mempercepat keluarga responden dalam melakukan aktivitasnya sehingga membutuhkan bensin untuk bahan bakarnya, selain itu 66,67% rumah tangga responden juga memiliki alat komunikasi berupa handphone yang juga menambah pengeluaran pada golongan aneka barang dan jasa untuk membeli pulsa. Pengeluaran
untuk
biaya
pendidikan
mencapai
26,98%
dari
pengeluaran non pangan. Biaya pendidikan meliputi biaya untuk uang pangkal, SPP, pramuka, prakarya, buku, alat tulis dan lainnya. Pengeluaran untuk lainnya misalnya adalah pengeluaran untuk uang saku sekolah. Uang pangkal dan SPP hanya berlaku bagi pelajar SMA dan setingkat serta perguruan tinggi, sedangkan untuk SD dan SMP telah membebaskan muridnya dari biaya tersebut melalui dana BOS. Tingginya persentase biaya pendidikan karena sebagian besar anak atau cucu rumah tangga responden masih bersekolah. Sebagian anak dari rumah tangga responden sudah menyelesaikan pendidikan SMA dan tetap melanjutkan ke Perguruan Tinggi dengan harapan masa depan anak menjadi lebih baik dari orang tuanya meskipun dengan keterbatasan biaya. Pengeluaran perumahan 14,92% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk perumahan meliputi sewa/kontrak, listrik, minyak tanah, kayu bakar, LPG dan lainnya. Tempat tinggal responden adalah rumah milik commit to useruntuk sewa/kontrak. Pengeluaran sendiri, sehingga tidak mengeluarkan biaya
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
untuk golongan ini adalah untuk listrik, minyak tanah, kayu bakar dan LPG. Listrik digunakan setiap harinya untuk sarana penerangan. Minyak tanah, kayu bakar dan LPG digunakan untuk sarana memasak. Meskipun telah diberlakukannya konversi minyak tanah ke LPG, namun masih ada rumah tangga yang masih menggunakan minyak tanah dan kayu untuk bahan bakar. Pengeluaran untuk keperluan sosial sebesar 14,80% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk keperluan sosial meliputi sumbangan untuk perkawinan, kematian, khitanan, perayaan agama, perayaan adat dan lainnya. Kehidupan bermasyarakat di perdesaan bagi rumah tangga responden masih sangat diutamakan. Responden beranggapan bahwa sumbangan yang diberikan adalah tabungan yang suatu saat nanti pasti akan kembali ketika responden punya kerja atau hajatan. Pada penelitian ini, pengeluaran untuk keperluan sosial meliputi sumbangan untuk perkawinan, kematian, khitanan dan saat musim panen, petani juga bersedekah ke masjid sebagai rasa syukur atas hasil panennya. Besarnya pengeluaran per bulan untuk keperluan sosial bagi setiap rumah tangga responden tidaklah sama, tergantung berapa banyaknya undangan dari orang yang punya kerja. Pengeluaran terbanyak adalah untuk sumbangan perkawinan, umumnya responden mengeluarkan uang sebesar Rp 20.000,00 per orang untuk menyumbang. Pengeluaran untuk biaya kesehatan adalah sebesar 4,36% dari pengeluaran non pangan. Biaya kesehatan yang rendah pada rumah tangga responden disebabkan mereka lebih memilih untuk berobat ke Puskesmas atau membeli obat di toko. Apabila penyakit sudah parah, baru mereka datang ke Dokter Praktek atau Dokter Spesialis. Pengeluaran untuk sandang mencapai 4,28% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran sandang meliputi pengeluaran untuk pakaian, alas kaki, tutup kepala, dan lainnya. Seluruh rumah tangga responden hanya membeli pakaian pada saat lebaran atau setahun sekali dan diutamakan untuk anak-anak. Hal ini dilakukan karena mereka lebih mementingkan untuk keperluan konsumsi lainnya yang lebih penting daripada untuk membeli pakaian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
Keperluan pajak dan asuransi adalah sebesar 3,16% dari pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk golongan ini meliputi pengeluaran untuk PBB, dan lainnya. PBB dikeluarkan untuk pajak tanah yang mereka punya dan juga bangunan yang mereka tempati (rumah). Biaya lainnya adalah biaya untuk pajak kendaraan bermotor. Pajak PBB maupun pajak kendaraan bermotor dikeluarkan setahun sekali, sehingga jika dirata-rata perbulan, pengeluaran untuk pajak menjadi sedikit. Pengeluaran non pangan lainnya adalah barang tahan lama. Barang tahan lama meliputi alat rumah tangga, alat dapur, alat hiburan dan lainnya. Pada penelitian ini tidak ada pengeluaran untuk barang tahan lama, hal ini karena rumah tangga responden tidak membeli peralatan tahan lama dalam jangka waktu yang pendek. Peralatan tahan lama dibeli jika peralatan tersebut sudah benar-benar rusak. Dari data di atas dapat diketahui besarnya pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden baik pengeluaran pangan maupun pengeluaran non pangan. Besarnya pengeluaran total rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Pengeluaran Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan Pengeluaran Total
Jumlah (Rp/bulan) 773.743,58 515.858,32 1.289.601,91
Sumber : Analisis Data Primer Berdasarkan Tabel 23 di atas, dapat diketahui bahwa besarnya pengeluaran total adalah Rp 1.289.601,91 per bulan yang terdiri dari pengeluaran pangan sebesar Rp 773.743,58 per bulan dan pengeluaran non pangan sebesar Rp 515.858,32 per bulan. Pengeluaran pangan mempunyai nilai pengeluaran yang lebih besar daripada pengeluaran non pangan, artinya rumah tangga responden masih menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yaitu kebutuhan pangannya daripada kebutuhan non pangan. Rumah commit to tangga user responden yang memiliki tanah
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
sempit, karena pendapatannya yang relatif kecil, maka pendapatannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan yang lebih dahulu dibeli adalah kebutuhan pokok, misalnya beras dan lauk pauk sekedarnya seperti tempe dan tahu. Sedangkan petani yang bertanah luas, karena pendapatannya yang lebih besar di samping mampu membeli barang-barang konsumsi pokok rumah tangga, juga mampu membeli barang-barang kebutuhan non pangan dengan jumlah yang lebih besar. Bagi rumah tangga responden yang memiliki pendapatan besar dan jumlah anggota kecil akan lebih leluasa menyusun anggaran belanja keluarga dan mungkin masih sempat menabung, namun bagi rumah tangga responden yang memiliki pendapatan kecil dan jumlah anggota keluarganya relatif besar akan terbatas dalam menyusun anggaran belanja rumah tangganya. Bagi rumah tangga tersebut pendapatannya hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga, yaitu kebutuhan pangan. Selisih antara pendapatan dan pengeluaran merupakan tabungan. Besarnya rata-rata tabungan rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Pendapatan Pengeluaran Total Tabungan
Jumlah (Rp/bulan) 1.593.513,89 1.289.601,91 303.911,98
Sumber: Analisis Data Primer Berdasarkan Tabel 24 di atas, dapat diketahui bahwa besarnya tabungan adalah Rp 303.911,98. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pengeluaran masih mengambil sebagian besar bagian dari pendapatan. Tabungan merupakan proporsi terkecil. Pada penelitian ini, tabungan merupakan selisih antara pendapatan rumah tangga dan pengeluaran. Tabungan pada penelitian ini berupa gabah kering yang belum digunakan untuk konsumsi. Tidak semua hasil produksi usahatani padi rumah tangga responden dijual, sebagian hasilnya digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Hasil panen commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang masih disimpan dan belum digunakan untuk konsumsi merupakan tabungan. D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga Proporsi
pengeluaran
konsumsi
pangan
merupakan
persentase
banyaknya pengeluaran pangan dibanding besarnya pengeluaran total. Berikut ini merupakan proporsi pengeluaran rumah tangga responden. Tabel 25. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Pengeluaran Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan Pengeluaran Total
Jumlah (Rp/bulan) 773.743,58 515.858,32 1.289.601,91
Proporsi (%) 60,00 40,00 100,00
Sumber: Analisis Data Primer Pengeluaran total merupakan pengeluaran untuk konsumsi pangan ditambah pengeluaran untuk non pangan. Besarnya rata-rata pengeluaran total pada penelitian ini adalah Rp 1.289.601,91. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 773.743,58 atau mencapai 60,00% dari pengeluaran total dan untuk pengeluaran non pangan sebesar Rp 515.858,32 atau 40,00%. Menurut
Ariani
dan
Purwantini,
2005,
pengeluaran
total
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu pengeluaran untuk pangan dan barang-barang bukan pangan. Proporsi antara pengeluaran pangan dan bukan pangan juga digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran pangan dapat diungkapkan bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga semakin rendah atau rentan. Berdasarkan data di atas pengeluaran pangan lebih besar daripada pengeluaran non pangan, ini berarti tingkat kesejahteraan rumah tangga
responden
masih
rendah.
Rumah
tangga
responden
lebih
mengutamakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih commit to user dahulu, yakni berupa pangan, apabila kebutuhan dasar tersebut sudah
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
terpenuhi, maka keluarga akan mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan non pangan. Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan dapat menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk. Kesejahteraan penduduk sangat berpengaruh terhadap akses ekonomi rumah tangga terhadap pangan sehingga juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin menurunnya tingkat kesejahteraan rumah tangga, maka rumah tangga akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangannya yang berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan kurang diperhatikan. Sebaliknya, rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan tinggi, akan mampu mencukupi kebutuhannya tidak hanya untuk pangan, namun juga untuk non pangan. Hal ini seperti apa yang berlaku pada hukum Engel, bahwa proporsi dari total pengeluaran yang dialokasikan untuk pangan akan berkurang dengan meningkatnya pendapatan. Selain itu, dengan bertambahnya pendapatan, rumah tangga dapat membeli pangan yang baik, sehingga tidak hanya berfungsi untuk mengatasi rasa lapar, namun juga untuk memenuhi kebutuhan gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari usahatani dan luar usahatani tersebut, prioritas pertamanya adalah pengeluaran untuk konsumsi berupa kebutuhan pangan dengan proporsi pengeluaran pangan mencapai 60%. E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dihitung dari makanan/minuman yang dimakan setiap anggota rumah tangga tanpa mempertimbangkan asal makanan tersebut (masak sendiri ataupun membeli). Konsumsi pangan yang dinilai adalah konsumsi energi dan konsumsi protein. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per orang per hari yang dinyatakan dalam kkal/orang/hari dan konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang dinyatakan dalam gram/orang/hari. commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konsumsi gizi rumah tangga diketahui dengan menghitung konsumsi rumah tangga 24 jam yang lalu dengan pedoman Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya, konsumsi gizi ini dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mengetahui nilai Tingkat konsumsi Gizi (TKG). Besarnya AKG berbeda-beda untuk setiap individu karena AKG ditentukan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rata-rata angka kecukupan gizi, baik energi dan protein rumah tangga responden diperoleh dengan menjumlahkan AKG setiap anggota keluarga menurut golongan umur dan jenis kelamin, kemudian dibagi dengan jumlah total anggota keluarga. Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga responden dan tingkat konsumsi gizinya. Tabel 26. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Keterangan Konsumsi AKG dianjurkan TKG (%)
Energi (kkal) Rumah Per orang Tangga per hari 6.229,06 1.698,70 7.306,67 1.994,58 85,17 85,17
Protein (gram) Rumah Per orang Tangga per hari 184,22 50,26 193,90 53,24 94,41 94,41
Sumber: Analisis Data Primer Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata konsumsi energi rumah tangga responden adalah 1.698,70 kkal/orang/hari dan konsumsi protein sebesar 50,26 gram/orang/hari. Besarnya rata-rata konsumsi energi masih kurang dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan yaitu sebesar 1.994,58 kkal/orang/hari, demikian juga dengan ratarata konsumsi protein yang masih kurang dibandingkan dengan AKG yang dianjurkan yaitu sebesar 53,24 gram/orang/hari. Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga responden adalah 85,17% dan bila dilihat dari tingkat konsumsi gizinya dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan untuk TKE termasuk dalam kategori sedang. Beras merupakan satu-satunya pangan pokok sekaligus sumber energi utama yang dikonsumsi rumah tangga responden. Akan tetapi, jumlah yang to user angka kecukupan energi. Pada dikonsumsi masih kurang dan commit belum mencapai
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
penelitian ini rata-rata konsumsi beras 7,30 kg per minggu, sedangkan konsumsi nasi sebesar 12,95 kg per minggu. Bila konsumsi beras dikonversikan ke konsumsi nasi, maka konsumsi nasi rata-rata 14,60 kg per minggu. Konsumsi nasi yang lebih rendah daripada konsumsi beras disebabkan karena beberapa hal seperti saat penelitian sesudah masa tanam, sehingga pekerjaan petani tidak begitu berat. Selain itu juga mengkonsumsi makanan jadi seperti bakso atau mie ayam dam makanan lain seperti mie instan. Nasi yang sisa biasanya dijemur untuk dijadikan nasi aking atau untuk makan ayam. Rumah tangga responden masih menanak nasi masih menggunakan kendil bukan magicjar, apabila api terlalu besar atau memasak terlalu lama menyebabkan nasi yang dimasak mengeras atau menjadi intip. Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga responden adalah 94,41% yang termasuk dalam kategori sedang. Konsumsi protein diperoleh dari konsumsi protein nabati dan hewani. Seperti halnya konsumsi energi, apabila dilihat dari nilai TKP-nya, konsumsi protein rumah tangga responden juga belum mencapai angka kecukupan. Faktor daya beli merupakan alasan utama kurangnya konsumsi protein dalam rumah tangga. Keterbatasan pendapatan rumah tangga membuat mereka enggan membeli pangan sumber protein hewani yang mahal seperti daging sapi atau ikan segar. Berdasar pola konsumsi pangan, jenis protein hewani yang sering dikonsumsi oleh rumah tangga petani adalah telur yang harganya relatif terjangkau. Sedangkan untuk jenis protein nabati, rumah tangga mengkonsumsi lauk pauk berupa tahu dan tempe. Baik TKE dan TKP belum mencapai angka kecukupan yang dianjurkan. Namun demikian, konsumsi protein sudah tinggi dan hampir mencapai AKP yang dianjurkan, yaitu sebesar 53,24 gram/orang/hari. Lebih tingginya nilai TKP dibandingkan TKE disebabkan karena kecenderungan penduduk mengkonsumsi pangan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe setiap hari dalam jumlah yang cukup. Tahu dan tempe merupakan makanan yang murah dan mudah untuk didapatkan, sehingga rumah tangga responden commit hampir mengkonsumsinya setiap hari. to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Anggota rumah tangga terdiri dari suami, istri, anak dan anggota keluarga lain yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, seperti umur dan jenis kelamin. Perbedaan umur dan jenis kelamin, berarti juga terdapat perbedaan dalam pemenuhan konsumsi gizinya. Rata-rata konsumsi energi dan protein anggota rumah tangga dan tingkat konsumsi gizi anggota rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Suami Istri Anak Laki-laki Anak Perempuan AKL Laki-laki AKL Perempuan
AKG Energi Protein 2.243,10 60,00 1.771,67 50,23 2.059,09 50,73 1.947,37 49,42 2.060,00 57,00 2.100,00 57,50
Konsumsi Energi Protein 1.968,43 57,02 1.464,61 45,88 1.836,76 52,75 1.697,77 48,24 1.584,48 51,62 1.634,23 53,07
TKG (%) Energi Protein 87,75 95,03 82,67 91,34 89,20 104,00 87,18 97,61 76,92 90,56 77,82 92,29
Sumber : Analisis Data Primer Dari Tabel 27 dapat diketahui perbedaan antara angka kecukupan gizi yang dianjurkan pada setiap anggota keluarga dengan konsumsinya. Rata-rata konsumsi energi anggota rumah tangga masih berada di bawah angka kecukupan, sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein hanya anak laki-laki saja yang sudah mencukupi konsumsi proteinnya. Tingkat konsumsi energi suami, istri, anak laki-laki dan anak perempuan sudah 80% di atas angka kecukupan energi dan termasuk pada kategori sedang, sedangkan konsumsi anggota keluarga lain laki-laki dan anggota keluarga lain perempuan masih berada di bawah 80% angka kecukupan energi dan termasuk pada kategori kurang. Tingkat konsumsi protein anggota rumah tangga responden semuanya sudah berada di atas 80% angka kecukupan protein dan anak laki-laki sudah memenuhi angka kecukupan protein dan termasuk dalam kategori baik. Perbedaan umur dan jenis kelamin juga menuntut kebutuhan gizi yang berbeda pula. Pada usia pertumbuhan dan usia produktif, anggota keluarga lebih banyak membutuhkan konsumsi gizi baik energi dan protein. Anggota keluarga yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak membutuhkan konsumsi commit to user gizi yang lebih banyak dibanding dengan anggota keluarga perempuan. Pada
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
perempuan hamil dan menyusui juga membutuhkan asupan gizi yang lebih banyak. Pada penelitian ini hanya ada satu ibu rumah tangga yang menyusui. Anggota keluarga lain dalam penelitian ini adalah ayah atau ibu responden, menantu atau cucu yang rata-rata masih kurang pangan dan dapat disebabkan karena usia yang sudah tua sehingga konsumsinya sedikit atau karena rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga rawan pangan, sehingga bila dilihat dari konsumsinya masih kurang. Pangan pokok yang juga sebagai sumber energi pada penelitian ini adalah beras. Ketergantungan yang tinggi pada beras sebagai sumber energi merupakan penyebab konsumsi energi yang belum mencukupi angka kecukupan energi. Masih rendahnya konsumsi pangan hewani yang sangat penting peranannya dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia juga merupakan penyebab belum tercapainya angka kecukupan protein. Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Energi Protein (kkal/orang/hari) (gram/orang/hari) Kategori Tingkat Konsumsi Gizi Jumlah Jumlah % % RT RT Baik TKG ≥100% AKG 2 6,67 9 30,00 Sedang TKG 80–99% AKG 20 66,67 21 70,00 Kurang TKG 70–80% AKG 7 23,33 0 0,00 Defisit TKG <70% AKG 1 3,33 0 0,00 Jumlah 30 100,00 30 100,00 Sumber: Analisis Data Primer Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui sebaran rumah tangga responden berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein. Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga menunjukkan bahwa status gizi tiap rumah tangga berbeda. Sebagian besar rumah tangga termasuk dalam kategori sedang. 20 rumah tangga responden berdasarkan tingkat konsumsi energi termasuk dalam kategori sedang dan 21 rumah tangga responden berdasarkan commitdalam to userkategori sedang, artinya sebagian tingkat konsumsi protein termasuk
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
besar responden sudah memenuhi kecukupan gizinya 80% dari kecukupan gizi yang dianjurkan. Secara keseluruhan tingkat konsumsi protein rumah tangga responden lebih baik daripada tingkat konsumsi energinya. Hal ini terkait dengan pola konsumsi beras sebagai pangan pokok tunggal dan belum adanya pola konsumsi sumber energi lain seperti umbi-umbian. Apabila konsumsi beras sebagai sumber energi utama kurang, maka akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi energi. Perbedaan kategori tiap rumah tangga disebabkan perbedaan makanan yang dikonsumsi tiap rumah tangga. Setiap bahan pangan memiliki sumbangan energi dan protein yang berbeda. Beras sebagai pangan pokok merupakan penyumbang energi terbesar. Sedangkan penyumbang protein adalah bahan makanan sumber protein nabati dan hewani. Pada penelitian ini, pengeluaran pangan terbesar adalah untuk padi-padian, sehingga dari sisi konsumsi padi-padian juga memiliki sumbangan energi dan protein terbesar. Di samping itu, umbi-umbian seperti ketela pohon dan ketela rambat hanya dikonsumsi sesekali saja sebagai makanan selingan. Padahal umbi-umbian mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi sebagai sumber tenaga/energi untuk meningkatkan nilai TKE. Gula juga memiliki energi yang tinggi dan semua rumah tangga responden mengkonsumsi gula sebagai pemanis minuman. Protein didapatkan dari sayuran dan lauk pauk yang dikonsumsi keluarga yang terdiri dari protein nabati dan hewani. Sumber pangan nabati yang biasa dikonsumsi oleh rumah tangga petani berasal dari kacang-kacangan dan hasil olahannya, antara lain tempe dan tahu. Tempe dan tahu merupakan sumber protein dengan harga murah dan mudah didapatkan di pasar atau di warung, mudah diolah dan rasanya yang enak sehingga menjadi pilihan rumah tangga responden untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk protein hewani berasal dari telur, ikan dan daging ayam. Kurang beragamnya makanan yang dikonsumsi dan jumlahnya yang terbatas, menyebabkan kurang tercukupinya gizi rumah tangga responden. Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga commit responden dapat dilihat pada Tabel 29to : user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 29. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Jenis Kelamin Suami L Istri P Anak L Anak P AKL L AKL P Jumlah
Jumlah Rumah Tangga Tingkat Konsumsi Energi Tingkat Konsumsi Protein Baik Sedang Kurang Defisit Baik Sedang Kurang Defisit 4 20 4 1 9 17 3 0 3 15 9 3 7 17 5 1 5 15 2 0 11 10 1 0 4 11 4 0 7 11 0 1 0 2 3 0 1 1 3 0 0 2 3 0 1 4 0 0 16 65 25 4 36 60 12 2
Sumber : Analisis Data Primer Dari Tabel 29 dapat diketahui sebaran anggota rumah tangga responden berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein. Sebagian besar anggota rumah tangga termasuk dalam kategori sedang, artinya anggota rumah tangga responden telah mampu mencukupi kebutuhan energi dan proteinnya. Namun, masih ada pula beberapa anggota rumah tangga responden yang konsumsi gizinya masih kurang. Pada data di atas masih ada anggota rumah tangga yang konsumsi energinya masih kurang. Ada 5 orang suami atau sebesar 17,42%, 12 orang istri atau 40%, 2 orang anak laki-laki atau 9,09% dan 4 orang anak perempuan yang masih kurang konsumsi energinya. Sedangkan anggota keluarga lain laki-laki ada 3 orang atau 60% dan anggota keluarga lain perempuan ada 3 orang atau 60% yang masih kurang konsumsi energinya. Kurangnya konsumsi gizi dapat disebabkan karena beberapa faktor, yaitu suami sebagai tulang punggung keluarga dan memiliki pekerjaan yang lebih berat dibanding anggota rumah tangga lainnya sehingga konsumsi gizinya, baik konsumsi energi dan protein lebih banyak. Anak-anak yang mempunyai aktivitas yang tinggi dan ada pula yang dalam masa pertumbuhan sehingga konsumsinya juga tinggi. Pola sosial budaya dalam penelitian ini juga mempunyai pengaruh pada konsumsi anggota rumah tangga. Secara tradisional suami mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan dalam keluarga. Setelah suami kemudian anak-anak yang menjadi prioritas dalam konsumsi makanan baik jumlah dan jenis makanan, kemudian baru istri yang hanya memperoleh pangan yang disisakan oleh commit to user anggota rumah tangganya. Hal ini yang menyebabkan 40% istri rumah tangga
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
responden masih kurang pangan. Anggota keluarga lain juga masih banyak yang kurang pangan, anggota keluarga lain adalah orang tua, kakak dan cucu. 60% anggota keluarga lain masih kurang pangan yang juga disebabkan usia yang sudah tua sehingga konsumsinya sedikit atau karena rumah tangga tersebut rawan pangan, sehingga bila dilihat dari konsumsinya masih kurang dan terbatasnya pendapatan menyebabkan dalam memenuhi kebutuhan pangannya hanya untuk mengatasi rasa lapar dan kualitas pangan kurang diperhatikan. F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan terhadap konsumsi energi rumah tangga. Konsumsi energi akan berbeda pada proporsi pengeluaran yang berbeda pula. Dari hasil analisis hubungan korelasi dengan menggunakan program SPSS 16 antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi rumah tangga responden dapat diketahui nilai probabilitasnya adalah 0,019. Nilai probabilitas antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi adalah kurang dari 0,05. Apabila nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 maka Ho ditolak, artinya antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil analisis korelasi antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi menunjukkan bahwa koefisien korelasinya sebesar – 0,426. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi mempunyai nilai koefisien korelasi yang menunjukkan hubungan yang sedang. Nilai koefisien korelasi pada hasil analisis tersebut bernilai negatif yang artinya antara variabel tersebut mempunyai hubungan yang berlawanan, apabila proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi maka konsumsi energi rendah, begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan penelitian Nyak Ilham dan Bonar M. Sinaga (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Pangsa Pengeluaran Sebagai Indikator Komposit Ketahanan Pangan, disebutkan bahwa semua persamaan memiliki nilai elastisitas sebesar negatif satu. Dari hasil commit to user elastisitas yang negatif dapat dikatakan bahwa hubungan antara kedua variabel
perpustakaan.uns.ac.id
73 digilib.uns.ac.id
yaitu pangsa pengeluaran pangan berlawanan arah dengan konsumsi energi setiap penduduk. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang tinggi menunjukkan kesejahteraan rumah tangga yang rendah dan dapat dikatakan mempunyai pendapatan yang rendah pula, dengan pendapatan yang rendah rumah tangga akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangannya yang berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan kurang diperhatikan yang berakibat pada rendahnya konsumsi energi. Sebaliknya, rumah tangga dengan proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang rendah, yang mencerminkan pendapatannya yang tinggi dan tingkat kesejahteraan tinggi, akan mampu mencukupi kebutuhannya tidak hanya untuk pangan, namun juga untuk non pangan. Selain itu, dengan bertambahnya pendapatan, rumah tangga dapat membeli pangan yang baik, sehingga tidak hanya berfungsi untuk mengatasi rasa lapar, namun juga untuk memenuhi kebutuhan gizi anggota rumah tangganya. Hal ini sesuai dengan hukum Bennet, bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Keterkaitan pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum Engel. Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat. G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Ketahanan pangan dapat diketahui dari ketersediaan, distribusi dan konsumsi masyarakat terhadap pangan. Pada penelitian ini ketahanan pangan dilihat dari sisi konsumsi dan hubungannya dengan proporsi pengeluaran pangan. Proporsi pengeluaran pangan dan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) merupakan komponen untuk menentukan ketahanan pangan rumah tangga. Sebaran ketahanan pangan rumah tangga responden dapat dilihat pada tabel di commit to user bawah ini.
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 30. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo Kategori Ketahanan Pangan Tahan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi) Rentan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi) Kurang Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi) Rawan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi) Jumlah
Pendapatan Rumah Tangga (Rp/bulan) 2.503.055,52
Proporsi Pengeluaran Pangan (%) 56,43
Tingkat Konsumsi Energi (%) 95,78
1.280.192,31
68,66
1.153.416,66
1.034.583,33
Jumlah RT
%
9
30,00
83,29
13
43,33
46,04
78,29
3
10,00
68,11
74,02
5
16,67
30
100,00
Sumber : Analisis Data Primer Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Ketahanan pangan rumah tangga dapat diukur dengan menggunakan klasifikasi silang dua indikator ketahanan, yaitu proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui status ketahanan pangan rumah tangga responden. Rumah tangga dengan status rentan pangan memiliki sebaran terbesar dengan persentase 43,33% dari seluruh responden. Rumah tangga dengan status tahan pangan menempati urutan kedua dengan persentase 30,00%, rumah tangga rawan pangan memiliki persentase sebesar 16,67% dan rumah tangga kurang pangan dengan persentase sebesar 10,00%. Rumah tangga petani umumnya adalah rumah tangga yang memiliki commit to user pendapatan relatif rendah, sehingga tingkat kesejahteraannya masih rendah.
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
Sehingga dalam memenuhi kebutuhannya, rumah tangga petani masih mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk keperluan pangannya, dan masih belum memprioritaskan terpenuhinya kecukupan gizi anggota rumah tangganya. Pada penelitian ini terdapat 13 rumah tangga responden atau sebesar 43,33% dengan status rentan pangan, ini berarti rumah tangga memiliki proporsi pengeluaran pangan yang tinggi, namun konsumsi energinya sudah cukup. Status ketahanan pangan rumah tangga responden terbesar adalah rentan pangan, hal ini berarti sebagian besar rumah tangga responden harus mengeluarkan sejumlah uang yang lebih banyak untuk memperoleh pangan yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Rumah tangga yang rentan pangan dari sisi ekonomi kurang baik yang diindikasikan oleh proporsi pengeluaran pangannya yang tinggi yaitu sebesar 68,66%. Pendapatan rumah tangga yang rendah yaitu sebesar Rp 1.280.192,31 per bulan, menjadikan proporsi pengeluaran pangan mereka tinggi karena sebagian besar pendapatannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dari kenyataan ini dapat disarankan pada rumah tangga rentan pangan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga sehingga dapat meningkatkan status rumah tangganya dari kategori rentan pangan ke tahan pangan. Jika dilihat dari aspek gizi, Tingkat Konsumsi Energi rumah tangga rentan pangan sudah cukup yaitu sebesar 83,29%. Jenis pangan yang dikonsumsi rumah tangga rentan pangan sebagian besar berasal dari jenis pangan sumber energi, sehingga kebutuhan energi rumah tangga responden telah melebihi 80% dari angka kecukupan yang dianjurkan. Rumah tangga dengan status tahan pangan sebanyak 9 rumah tangga atau sebesar 30% dari seluruh responden. Status tahan pangan berarti proporsi pengeluaran pangan rumah tangga responden rendah dan konsumsi energinya sudah cukup. Petani di Kabupaten Kulon Progo tidak hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai petani, tetapi juga mempunyai pekerjaan lain di luar usahatani
yang
memungkinkan petani untuk dapat meningkatkan commitkebutuhan to user pendapatannya untuk memenuhi pangan keluarga sehingga
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
kebutuhan gizinya dapat tercukupi dengan TKE sebesar 95,78%. Rata-rata pendapatan rumah tangga responden yang tahan pangan adalah sebesar Rp 2.503.055,52 per bulan dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar 56,43%. Status rumah tangga rawan pangan sebanyak 5 rumah tangga atau sebesar 16,67% dari seluruh responden, hal ini karena proporsi pengeluaran pangan yang tinggi dan konsumsi energinya masih kurang. Tingginya proporsi pengeluaran pangan yaitu sebesar 68,11% mengindikasikan bahwa rumah tangga responden mempunyai tingkat kesejahteraannya pun masih rendah. Responden masih mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk konsumsi pangan. Keadaan ini terjadi karena pendapatan yang terbatas yaitu sebesar Rp 1.034.583,33 per bulan, serta kurangnya pengetahuan tentang gizi, sehingga yang terpenting adalah bagaimana perut kenyang sedangkan pemenuhan kebutuhan gizi masih kurang diperhatikan. Tingkat Konsumsi Energi rumah tangga responden rawan pangan adalah sebesar 74,02%. Dengan keadaan yang demikian, rumah tangga dengan status rawan pangan yang kesejahteraannya masih rendah disarankan untuk meningkatkan pendapatan agar dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan dapat mengkonsumsi pangan yang lebih memiliki kualitas yang baik sehingga kecukupan gizi rumah tangga dapat terpenuhi. Peningkatan pengetahuan tentang pangan dan gizi juga diperlukan agar responden lebih menganekaragamkan jenis makanan dan meningkatkan mutu pangan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sebanyak 3 rumah tangga responden atau 10,00% dari seluruh responden termasuk kategori kurang pangan yang memiliki proporsi pengeluaran pangan rendah dan konsumsi energinya masih kurang. Rata-rata pendapatan rumah tangga kurang pangan yaitu sebesar Rp 1.153.416,66 per bulan, dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar 46,04%. Proporsi pengeluaran pangan yang rendah bukan disebabkan karena pendapatannya yang cukup, namun karena besarnya pengeluaran non pangan. Pengeluaran non pangan yang besar disebabkan karena tingginya biaya pendidikan bagi anakcommit to user anak yang melanjutkan pendidikannya ke tingkat Perguruan Tinggi. TKE
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rumah tangga responden kurang pangan yaitu sebesar 78,29% sehingga dapat dikatakan bahwa rumah tangga responden kurang pangan belum bisa mencukupi konsumsi energinya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan gizi dan kurang diperhatikannya susunan menu yang dikonsumsi, sehingga pemilihan menu kurang dapat mencukupi kebutuhan energi. Untuk itu bagi rumah tangga dengan kategori kurang pangan perlu adanya upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang pangan dan gizi. Jika terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman padi akan berdampak pada kategori ketahanan pangan rumah tangga. Serangan hama dan penyakit menyebabkan turunnya produksi padi yang akan berdampak pada rendahnya pendapatan yang diperoleh petani padi. Pendapatan yang semakin menurun akan mengakibatkan naiknya proporsi pengeluaran pangan. Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan menjadi indikator menurunnya kesejahteraan rumah tangga. Semakin menurunya kesejahteraan rumah tangga, maka rumah tangga akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangannya yang berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan kurang diperhatikan. Berkaitan dengan penelitian di atas, jika terjadi serangan hama dan penyakit di Kabupaten Kulon Progo dengan tingkat konsumsi energi yang tetap maka rumah tangga dengan kategori kurang pangan cenderung akan berubah menjadi rumah tangga dengan kategori rawan pangan. Hal ini dikarenakan turunnya pendapatan akan menyebabkan naiknya proporsi pengeluaran pangan. Dengan peningkatan proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi energi yang rendah, maka rumah tangga tersebut tergolong rumah tangga rawan pangan. Rumah tangga rawan pangan itu sendiri adalah rumah tangga dengan proporsi pengeluaran pangan yang tinggi dan konsumsi energi yang kurang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis hubungan proporsi pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo sebesar Rp 1.593.513,89, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani sebesar Rp 746.847,22 (46,87%) dan pendapatan dari luar usahatani sebesar Rp 846.666,67 (53,13%). Besarnya pengeluaran untuk pangan adalah Rp 773.743,58 per bulan dan pengeluaran non pangan sebesar Rp 515.858,32 per bulan. 2. Besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total adalah 60,00%, yang artinya pengeluaran konsumsi pangan masih mengambil sebagian besar bagian dari pengeluaran rumah tangga petani. 3. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo adalah 1.698,70 kkal/orang/hari dan 50,26 gram/orang/hari. Rata-rata tingkat konsumsi energinya sebesar 85,17% dan tingkat konsumsi proteinnya sebesar 94,41% sehingga keduanya termasuk dalam kategori sedang. 4. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi untuk proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah – 0,426 yang menunjukkan hubungan sedang. Nilai koefisen korelasi bernilai negatif menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi adalah berlawanan. 5. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani berdasarkan tingkatannya adalah tahan pangan sebesar 30,00%, rentan pangan 43,33%, 10,00% rumah tangga kurang pangan, dan 16,67% termasuk dalam kondisi rawan commit to user pangan.
78
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis hubungan proporsi pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo, maka saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata TKE dan TKP responden yang masih di bawah angka kecukupan energi dan protein hendaknya perlu diperbaiki, misalnya dengan penganekaragaman pangan seperti umbi-umbian. Komoditas seperti ketela pohon di Kabupaten Kulon Progo cukup berpotensi sebagai pangan sumber energi di samping beras. 2. Jika dilihat dari konsumsi pangan setiap anggota rumah tangga responden, masih banyak ibu rumah tangga yang kurang pangan. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan informasi dan penyuluhan mengenai kecukupan gizi serta pengaruhnya terhadap kesehatan, sehingga diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pola makan yang pada akhirnya masingmasing anggota rumah tangga mendapat porsi makan yang cukup dan seimbang baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu penyuluhan juga untuk meningkatkan pengetahuan rumah tangga tentang gizi sehingga dapat mencegah terjadinya kurang pangan dan rawan pangan.
commit to user