PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH Suprapti Supardi dan Aulia Qonita RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kondisi sosial ekonomi budaya rumah tangga petani di daerah rawan bencana banjir, menganalisis besarnya proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap pengeluaran rumah tangga petani di daerah rawan bencana banjir, menganalisis konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di daerah rawan bencana banjir, menganalisis kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di daerah rawan bencana banjir. Desain penelitian adalah riset eksploratori, yang dilaksanakan di Kabupaten Bojonegoro. Metode pengambilan lokasi penelitian secara purposif, yaitu Kecamatan Malo, Kecamatan Trucuk dan Kecamatan Balen. Sampel rumah tangga petani diambil secara simple random sampling pada desa yang terkena banjir dengan luasan terbesar dimana total rumah tangga petani yang diambil sebanyak 90 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan rumah tangga petani perpendidikan SD, memiliki pekerjaan pokok sebagai petani dan pada banjir tidak bekerja. Luas lahan pertanian yang dimiliki rata-rata sebesar 3.520 m2 dan mengalami kerusakan jika terjadi banjir. Rata-rata pengeluaran konsumsi energi dan protein rumah tangga di daerah rawan banjir adalah 944,93 kkal/orang/hari dan 44,03 gram/orang/hari, sehingga tingkat konsumsi energinya sebesar 45,75% termasuk dalam kategori kurang dan tingkat konsumsi protein sebesar 82,91% termasuk dalam kategori sedang. Kondisi ketahanan rumah tangga petani adalah 0% tahan pangan, 1,11% rentan pangan, 27,78% kurang pangan dan 71,11% rawan pangan. PENDAHULUAN Jumlah penduduk di Bojonegoro sekitar 1,3 juta orang dimana mayoritas merupakan petani padi. Rumah tangga petani di daerah itu umumnya pemenuhan kebutuhan pangan berasal dari produksi tanaman pangan sendiri dan membeli bahan pangan. Gangguan terhadap kelancaran produksi akan berpotensi memicu kekurangan pangan. Kalaupun kekurangan pangan dapat dipenuhi dari daerah lain, belum tentu masyarakat mampu menjangkaunya mengingat kegagalan produksi berdampak pada penurunan pendapatan. Tanpa upaya mengoptimalkan kemampuan produksi pangan, maka ketahanan pangan masyarakat di daerah tersebut akan cenderung melemah. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan secara sementara dikenal sebagai kerawanan pangan sementara. Bencana alam yang terjadi tiba-tiba, bencana yang terjadi secara bertahap, perubahan harga atau goncangan terhadap pasar, epidemic
penyakit, konflik sosial dapat menyebabkan terjadinya kerawanan pangan sementara. Kerawanan pangan sementara dapat dibagi menjadi dua sub-kategori: menurut siklus, di mana terdapat suatu pola yang berulang terhadap kondisi rawan pangan, misalnya, "musim paceklik" yang terjadi dalam periode sebelum panen, dan sementara, yang merupakan hasil dari suatu gangguan mendadak dari luar pada jangka pendek seperti kekeringan atau banjir. Kerawanan pangan sementara inilah yang terjadi pada rumah tangga petani yang tinggal di daerah aliran sungai Bengawan Solo di Bojonegoro. Ketahanan pangan menurut UU RI No. 7 Tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Harper et.all (1986) menyatakan bahwa ketersediaan pangan terutama tergantung pada : (a) cukup luas lahan untuk menanam tanaman pangan, (b) penduduk untuk menyediakan tenaga (c) uang untuk menyediakan modal pertanian yang diperlukan (d) tenaga terampil untuk membantu meningkatkan baik produksi pangan maupun distribusi yang merata. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Memetakan kondisi sosial ekonomi budaya (2) Menganalisis besar proporsi pengeluaran konsumsi pangan terhadap pengeluaran rumah tangga petani (3) Menganalisis konsumsi energi dan protein rumah tangga petani (4) Menganalisis kondisi ketahanan pangan. METODOLOGI Metode Dasar Penelitian Desain penelitian adalah riset eksploratori untuk mendapatkan gambaran atau identifikasi mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani di daerah rawan banjir. Lokasi dipilih secara sengaja (purposive) sesuai pembagian daerah terkena banjir menurut Bakorlak Kabupaten Bojonegoro, yaitu wilayah barat diwakili Kecamatan Malo, wilayah tengah diwakili Kecamatan Trucuk dan wilayah timur diwakili Kecamatan Balen. Kecamatan diambil berdasarkan luas genangan yang menggenangi rumah penduduk dan areal pertanian (sawah dan ladang). Dari tiap kecamatan diambil satu desa yang mempunyai luas genangan banjir terbesar, untuk Kecamatan Balen diambil Desa Kedungdowo, Kecamatan Trucuk diambil Desa Sumbang Timun dan Kecamatan Malo diambil Desa Tulungagung. Rumah tangga petani sebagai sample penelitian ini diambil secara simple random sampling dan tiap desa diambil 30 rumah tangga petani. Total sampel rumah tangga petani sebanyak 90 rumah tangga petani. 2
Metode Analisis Data a.
Kondisi sosial ekonomi budaya dianalisis secara deskriptif.
b.
Pola pengeluaran rumah tangga petani dianalisis secara deskriptif dengan mengelompokkan pengeluaran rumah tangga petani untuk pangan dan non pangan kemudian masing-masing kelompok dibandingkan dengan total pengeluaran sehingga didapatkan proporsi pengeluaran untuk pangan dan non pangan.
c.
Konsumsi energi dan protein dihitung dengan menghitung jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi anggota rumah tangga kemudian dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein dengan bantuan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Rumus : Gij = BPj/100 x Bddj/100 x KGij Keterangan : KGij : kandungan energi /protein per 100 gram pangan j yang dikonsumsi (energi dalam satuan kilokalori, protein dalam satuan gram) BPj : berat pangan j yang dikonsumsi (gram) Bddj : bagian dapat dimakan dari 100 gram pangan j (%) Gij : jumlah energi /protein yang dikonsumsi dari pangan j (energi dalam satuan kilokalori, protein dalam satuan gram) Tingkat konsumsi energi dan protein dihitung dengan membandingkan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dengan Angka Kecukupan Energi dan Protein yang Dianjurkan sesuai Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004 yaitu 2000 kkal/orang/hari untuk energi dan 52 gram/orang/hari untu protein. Tingkat konsumsi energi dan protein ini dihitung dalam satuan persen. TKE
d.
konsumsi energi AKE yang dianjurkan
x 100%
TKP
konsumsi protein x 100%
AKP yang dianjurkan
Ketahanan pangan rumah tangga petani diukur dengan menggabungkan nilai proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga dan tingkat kecukupan energi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Identitas Kepala Rumah Tangga Identitas kepala rumah tangga disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Identitas Kepala Rumah Tangga No. Uraian 1. Umur (thn) 2. Tingkat Pendidikan
Rata-rata 47,5 SD 3
3.
Jenis Pekerjaan Pokok A. Saat Kondisi Tidak Banjir B. Saat Kondisi Banjir 4. Jenis Pekerjaan Sampingan A. Saat Kondisi Tidak Banjir B. Saat Kondisi Banjir Sumber data : Analisis Data Primer, 2012
Petani Tidak Bekerja Tidak Ada Tidak Bekerja
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa rata-rata umur kepala keluarga 47,5 tahun, pendidikan kepala keluarga adalah SD. Jenis pekerjaan pokok kepala keluarga, ketika kondisi tidak banjir, adalah petani. Ketika kondisi banjir, kepala keluarga tidak bekerja. Kepala rumah tangga tidak memiliki pekerjaan sampingan. 2.
Identitas Isteri Identitas isteri disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Identitas Isteri No. Uraian 1. Umur (thn) 2. Tingkat Pendidikan 3. Jenis Pekerjaan Pokok A. Saat Kondisi Tidak Banjir B. Saat Kondisi Banjir Sumber data : Analisis Data Primer, 2012
Rata-rata 40,5 SD Petani Tidak Bekerja
Berdasar Tabel 2 diketahui bahwa rata-rata usia isteri ialah 40,5 tahun, pendidikan SD dan bekerja sebagai petani saat kondisi tidak banjir dan tidak bekerja saat banjir. 3.
Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga petani dikelompokkan menjadi 2, yaitu pendapatan
pokok dan pendapatan sampingan. Rata-rata pendapatan saat kondisi tidak banjir dan saat kondisi banjir disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3 Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Petani Saat Kondisi Tidak Banjir (Rp/bln) No. Asal Pendapatan Rata-rata Persentase (%) 1. Pekerjaan Pokok Rp 780.405,56 69,64 2. Pekerjaan Sampingan Rp 340.166,67 30,36 Jumlah Rp 1.120.572,22 100 Sumber data : Analisis Data Primer, 2012 Pada penelitian ini rata-rata pendapatan rumah tangga petani saat kondisi tidak banjir adalah Rp 780.405,56 per bulan, sedangkan untuk pekerjaan sampingan sebesar Rp 340.166,67 per bulan, sehingga jumlah total pendapatan Rp 1.20.572,22 per bulan. Tabel 4. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Petani Saat Kondisi Banjir (Rp / bln) No. Asal Pendapatan Rata-rata Persentase (%) 4
1. 2.
Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan Jumlah Sumber data : Analisis Data Primer, 2012
Rp 53.833,34 Rp 47.222,22 Rp 101.055,56
53,27 46,73 100
Rata-rata pendapatan rumah tangga petani saat kondisi banjir dari pekerjaan pokok adalah Rp 53.833,34 per bulan, sedangkan untuk pekerjaan sampingan sebesar Rp 47.222,22 per bulan, sehingga total pendapatan adalah Rp 101.055,56 per bulan. 4.
Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran untuk pangan dan non pangan dibedakan menjadi pengeluaran
pangan dan non pangan saat kondisi tidak banjir dan saat kondisi banjir yang disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Rata-rata Pengeluaran Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani di Daerah Rawan Banjir di Kabupaten Bojonegoro Kondisi Banjir Kondisi Tidak Banjir Jenis Pangan Rp/bln % Rp/bln % 1. Padi-padian 167.819,44 22,24 160.791,67 23,94 2. Umbi-umbian 3.708,33 0,49 2.763,89 0,41 3. Ikan 56.827,78 7,53 48.411,11 7,21 4. Daging 23.541,67 3,12 14.836,11 2,21 5. Telur dan susu 21.136,11 2,80 15.419,44 2,30 6. Sayur-sayuran 105.984,44 14,05 91.834,44 13,68 7. Kacang-kacangan 60.572,22 8,03 50.666,67 7,54 8. Buah-buahan 15.500,00 2,05 7.888,89 1,17 9. Minyak dan lemak 34.500,00 4,57 30.025,00 4,47 10. Bahan minuman 58.046,67 7,69 50.379,44 7,50 11. Bumbu-bumbuan 43.221,11 5,73 43.380,00 6,46 12. Konsumsi lainnya 40.974,44 5,43 38.368,89 5,71 13. Makanan dan minuman jadi 28.522,22 3,78 21.322,22 3,18 14. Tembakau dan sirih 94.105,56 12,47 95.438,89 14,21 Total 754.460,00 100,00 671.526,67 100,00 Sumber data : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa ketika kondisi tidak banjir rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi pangan sebesar Rp 754.460,00 per bulan. Pengeluaran terbesar adalah padi-padian yaitu Rp 167.819,44 (22,24%). Pengeluaran terbesar kedua adalah sayur-sayuran yaitu Rp 105.984,44 (14,04%). Pengeluaran terbesar ketiga untuk tembakau dan sirih yaitu Rp 94.105,56 (12,47%). Pada saat kondisi banjir rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi pangan sebesar Rp 671.526,67 per bulan. Pengeluaran terbesar adalah kelompok padipadian yaitu Rp 160.791,67 (23,94%). Pengeluaran terbesar kedua adalah kelompok
5
tembakau dan sirih yaitu Rp 95.438,89 (14,21%). Pengeluaran ketiga adalah sayursayuran yaitu 91.834,44 (13,68 %). Tabel 6. Rata-rata Pengeluaran Non Pangan Rumah Tangga Petani pada Daerah Rawan Banjir di Kabupaten Bojonegoro Kondisi Tidak Banjir Kondisi Banjir Jenis Pengeluaran Rp/bln % Rp/bln % 1. Perumahan 65.877,78 20,41 64.577,78 23,10 2. Aneka barang dan jasa 84.265,56 26,11 79.213,33 28,33 3. Biaya pendidikan 46.095,56 14,28 34.740,00 12,43 4. Biaya kesehatan 8.566,67 2,65 7.622,22 2,73 5. Sandang 2.855,56 0,88 2.766,67 0,99 6. Barang Tahan Lama 55,56 0,02 55,56 0,02 7. Pajak dan asuransi 27.616,67 8,56 24.711,11 8,84 8. Keperluan sosial 87.377,78 27,08 65.877,78 23,56 Total 322.711,11 100,00 279.564,44 100,00 Sumber data : Analisis Data Primer, 2012 Tabel 6. menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi non pangan saat tidak banjir adalah Rp 322.711,11 per bulan. Pengeluaran terbesar untuk keperluan sosial sebesar Rp 87.377,78 (27,08%). Pengeluaran terbesar kedua untuk aneka barang dan jasa sebesar Rp 84.265,56 (26,11%). Pengeluaran terbesar ketiga untuk perumahan sebesar Rp 65.877,78 (20,41%). Pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi non pangan saat banjir adalah Rp 279.564,44 per bulan. Pengeluaran terbesar adalah untuk aneka barang dan jasa yaitu sebesar Rp 79.213,33 (28,33%). Pengeluaran terbesar kedua untuk keperluan sosial yaitu sebesar Rp 65.877,78 (23,56%). Pengeluaran terbesar ketiga untuk biaya perumahan yaitu sebesar Rp 64.577,78 (23,10%). Pendapatan, pengeluaran pangan dan non pangan, proporsi pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga petani disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-Rata Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani pada Daerah Rawan Banjir Di Kabupaten Bojonegoro (Rp/bln) Komponen Besarnya (Rp) Pendapatan a. Kondisi tidak banjir 1.120.572,22 b. Kondisi banjir 101.055,56 Pengeluaran a. Pangan - Kondisi tidak banjir 754.460,00 - Kondisi banjir 671.526,67 b. Non pangan
6
- Kondisi tidak banjir 322.711,11 - Kondisi banjir 279.564,44 Selisih pendapatan dan pengeluaran a. Kondisi tidak banjir 43.401,11 b. Kondisi banjir -850.035,55 Proporsi pangan terhadap total pengeluaran (%) saat terjadi banjir 70,61 Proporsi pangan terhadap total pengeluaran (%) saat tidak terjadi banjir 70,04 Proporsi non pangan terhadap total pengeluaran (%)saat terjadi banjir 29,39 Proporsi non pangan terhadap total pengeluaran (%) saat tidak terjadi banjir 29,96 Sumber data : Analisis Data Primer, 2012 Tabel 7 menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran konsumsi pangan saat banjir sebesar 70,61% dan saat tidak banjir sebesar 70,04%. Proporsi pengeluaran konsumsi non pangan saat banjir sebesar 29,39% dan saat tidak banjir sebesar 29,96%. Selisih pendapatan dan pengeluaran dibedakan jadi dua, yaitu ketika kondisi tidak banjir dan kondisi banjir. Ketika kondisi tidak banjir, ada sisa pendapatan sebesar Rp 43.401,11. Ketika kondisi banjir tidak ada sisa pendapatan, petani malah mengalami kekurangan dana sebesar Rp 850.035,55. Sisa pendapatan ketika kondisi tidak banjir bukan merupakan uang yang sengaja ditabung/disimpan di rumah oleh rumah tangga petani, karena pada kenyataannya rumah tangga petani belum tentu memiliki uang untuk disimpan atau ditabung. Sisa pendapatan digunakan untuk menutup pengeluaran rumah tangga ketika terjadi banjir. Namun, tetap tidak dapat menutup jumlah pengeluaran. Sehingga petani mengalami kekurangan dana ketika kondisi banjir karena mayoritas petani tidak bisa melakukan aktivitas bekerja dan tanaman yang dibudidayakan dalam keadaan puso/penurunan produksi, sehingga rata-rata pendapatan yang diperoleh sangat kecil dan tidak bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup rumah tangganya. Padahal kebutuhan untuk pangan dan non pangan selalu diperlukan. Kekurangan dana ini ditanggulangi dengan cara mencari pinjaman pada saudara, kerabat maupun tetangga dengan cara menggali lubang tutup lubang. 5.
Konsumsi Energi dan Protein Konsumsi energi dan protein digunakan untuk mengukur kuantitas pangan. Rata
rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani terlihat pada tabel berikut: Tabel 8. Rata-Rata Konsumsi Energi Dan Protein Rumah Tangga Petani dan Tingkat Konsumsi Gizi Rumah Tangga Petani di Kabupaten Bojonegoro Kandungan Gizi Konsumsi AKG yang dianjurkan TKG (%) Energi (kkal/orang/hari) 944,93 2.065,39 45,75 Protein (gram/kapita/hari) 44,03 53,11 82,91 Sumber data : Analisis Data Primer, 2012 7
Berdasarkan Tabel 8. diketahui bahwa rata-rata konsumsi energi rumah tangga petani sebesar 944,93 kkal/orang/hari dan konsumsi protein sebanyak 44,03 gram/kapita/hari. Besar konsumsi energy dan protein tersebut sebanding dengan 45,75% tingkat kecukupan energy dan 82,91% tingkat kecukupan protein. Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 9. Sebaran Kategori Tingkatan Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Petani di Kabupaten Bojonegoro Kategori Tingkat Konsumsi Gizi Energi (kkal/org/hr) Protein (gram/org/hr) Jumlah % Jumlah % Defisit (< 70% AKG) 88 97,78 30 33,33 Kurang (70 – 80% AKG) 1 1,11 18 20,00 Sedang (80 – 99% AKG) 1 1,11 18 20,00 Baik (≥ 100% AKG) 0 0 24 26,67 Jumlah 90 100,00 90 100,00 Sumber data : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa untuk konsumsi energi terdapat 88 (97,78%) rumah tangga dengan status defisit; 1 (1,11%) dalam status kurang; dan 1 (1,11%) dalam status sedang. Untuk konsumsi protein terdapat 30 (33,33%) rumah tangga dengan status defisit; 18( 20%) dalam status kurang; 18 (20%) dalam status sedang dan 24 (26,67%) dalam status sedang. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga petani belum tercukupi kebutuhan energinya, namun sudah tercukupi kebutuhan protein. Kebutuhan energi rumah tangga petani belum tercukupi karena perbedaan pola konsumsi makanan dan minuman yang dikonsumsi tiap rumah tangga. 6.
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Sebaran ketahanan pangan rumah tangga petani dapat dilihat pada tabel 10 di
bawah ini : Tabel 10. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Bojonegoro Jumla No Status Ketahanan Pangan % h RT
1.
Tahan
2.
Rentan
3.
Kurang
4.
Rawan
proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% Angka Kecukupan Energi) proporsi pengeluaran pangan >60%, konsumsi energi cukup (>80% Angka Kecukupan Energi) proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi (<80% Angka Kecukupan Energi) proporsi pengeluaran pangan >60%, konsumsi energi kurang (<80% Angka Kecukupan Energi)
0
0,00
1
1,11
25
27,78
64
71,11
8
Jumlah Sumber data : Analisis Data Primer, 2012
90 100,00
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rumah tangga petani dengan status rawan sebanyak 64 (71,11%) rumah tangga; status kurang pangan sebanyak 25 (27,78%) dan status rentang pangan sebanyak 1 (1,11%). Dapat disimpulkan bahwa rumah tangga petani tergolong rumah tangga yang rawan pangan. Ini berarti bahwa rumah tangga petani memiliki proporsi pengeluaran pangan yang besar, namun konsumsi energi belum terpenuhi. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang terbatas, pola makan yang tidak memperhatikan nilai gizi dan kondisi tempat tinggal yang berada di daerah rawan banjir yang ketika banjir datang kadang-kadang menghambat mereka memperoleh pendapatan maupun pangan. Pada saat banjir besar rumah tangga mengandalkan konsumsi pangan dari bantuan pangan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Hasil pemetaan kondisi sosial ekonomi budaya rumah tangga petani di daerah rawan bencana banjir menunjukkan a) Sebagian besar kepala rumah tangga dan isteri tergolong usia produktif, b) Tingkat pendidikan kepala rumah tangga dan isteri sebagian adalah SD, c) Pekerjaan pokok kepala rumah tangga sebagai petani dan tidak mempunyai pekerjaan sampingan, d) Pekerjaan pokok isteri membantu suami di sawah sebagai petani dan sebagai ibu rumah tangga,
2.
Nilai proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan pada saat terjadi banjir terhadap total pengeluaran sebesar 70,61% dan pada saat tidak banjir sebesar 70,04%. Proporsi pengeluaran untuk konsumsi non pangan pada saat terjadi banjir sebesar 29,39% dan pada saat tidak banjir sebesar 29,96%.
3.
Rata-rata konsumsi energy dan protein adalah 944,93 kkal/orang/hari dan 44,03 gram/kapita/hari. Tingkat kecukupan energy sebesar 45,75% yang termasuk kategori deficit dan tingkat kecukupan protein sebesar 82,91% yang termasuk dalam kategori sedang.
4.
Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani dengan status rawan pangan sebesar 71,11%, status kurang pangan sebanyak 27,78% dan rentang pangan hanya sebanyak 1,11% dari total responden.
Saran
9
1.
Rumah tangga petani yang tinggal di daerah rawan banjir seyogyanya mulai memikirkan pekerjaan apa yang bisa dilakukan untuk memperoleh pendapatan selama terjadi banjir. Alih profesi selama banjir terjadi dari petani menjadi pedagang, buruh industri atau karyawan swasta yang part time dapat menjadi pilihan yang tepat pada selama terjadi banjir yang disesuaikan dengan keahlian/ keterampilan yang mendukung pekerjaan tersebut.
2.
Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga masih harus ditingkatkan. Peningkatan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dapat ditempuh dengan jalan meningkatkan pendapatan rumah tangga petani dan memanfaatkan programprogram ketahanan pangan yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Peningkatan pendapatan bisa ditempuh dengan mencari pekerjaan sampingan dengan memanfaatkan ketrampilan yang dimiliki oleh para anggota rumah tangga petani atau memanfaatkan waktu luang selama terjadi banjir dengan alih profesi dari bidang pertanian ke non pertanian.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. Profil Kabupaten Bojonegoro. www.bojonegoro.go.id Arifin,B, 2004,” Penyediaan dan Aksesibilitas Ketahanan Pangan” dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta 17-19 Mei 2004. Erlyna Wida Riptanti, Wiwit Rahayu, Mei Tri Sundari. 2010. Model Pengembangan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Pada Daerah Rawan Banjir Di Kota Surakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta. Hardinsyah dan D. Briawan. 1990. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan GMSK, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Harper, L.J, B.J Deaton., J.A. Doiskel. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian (Diterjemahkan oleh Suhardjo). UI Press. Jakarta Marwanti, S, 2002. Pola Pengeluaran Untuk Konsumsi Pangan Gizi Penduduk Indonesia (Analisis Data Susenas 1999.Carakatani XVII Nomor 2, Oktober 2002. Rachman, H. dan M. Ariani. 2002. Ketahanan Pangan: Konsep, Pengukuran dan Strategi. Forum Agro Ekonomi. Vol. XX/No. 1: 12-24 Soetrisno,N, 1995, “ Ketahanan Pangan Dunia: Konsep, Pengukuran dan Faktor Dominan” dalam Pangan Nomor 21 Vol. V, 1995. Rahayu, W. 2004. Konsumsi Bahan Pangan Sumber Karbohidrat di Jawa Tengah. Agrosains XVII Nomor 1, Januari 2004. _ . Umi Barokah, Erlyna Wida dan Setyowati. 2007. Analisis Ketersediaan Pangan Pokok pada Rumah Tangga Miskin di Kota Surakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta. ________. Umi Barokah dan Erlyna Wida R. 2007. Dampak Kenaikan Harga Beras dan Strategi Mewujudkan Ketahanan Pangan Oleh Keluarga Pra Sejahtera di Kota Surakarta. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.
10