ANALISIS FUNDAMENTAL INTEGRASI EKONOMI ASEAN
FATIMAH ZACHRA FAUZIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Fundamental Integrasi Ekonomi ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Fatimah Zachra Fauziah NIM H14100084
ABSTRAK FATIMAH ZACHRA FAUZIAH. Analisis Fundamental Integrasi Ekonomi ASEAN. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO. ASEAN Economy Community bertujuan untuk membentuk kawasan yang memiliki kestabilan ekonomi, berdaya saing tinggi dan mengurangi kesenjangan ekonomi antar anggota. Konvergensi fundamental ekonomi kawasan ASEAN diperlukan agar terjadi kesetaraan perekonomian antar negara anggota sehingga siap terintegrasi baik ekonomi maupun moneter. Penelitian ini menganalisis konvergensi menggunakan kriteria konvergensi Maastricht Treaty dan analisis konvergensi absolut maupun konvergensi kondisional pada pendapatan dan inflasi di ASEAN pada periode 2005 hingga 2012 dengan pendekatan Generalized Method of Moment (GMM). Hasil dari penelitian ini menunjukan belum semua kriteria Maastricht Treaty dipenuhi oleh semua negara anggota, kecuali Brunei dan Thailand. Berdasarkan estimasi konvergensi absolut terjadi konvergensi pada pendapatan, namun belum terjadi konvergensi inflasi di ASEAN. Berdasarkan estimasi konvergensi kondisional terjadi konvergensi pendapatan dan inflasi di ASEAN. Tingkat konvergensi pendapatan di ASEAN sebesar 8.4% per tahun persen dan tingkat konvergensi inflasi sebesar 28.06% per tahun. Kata kunci : GMM, inflasi, integrasi, konvergensi, pendapatan,
ABSTRACT FATIMAH ZACHRA FAUZIAH. Analysis of Fundamental Economy Integration in ASEAN. Supervised by NUNUNG NURYARTONO ASEAN Economy Community aims to form a region which has economic stability, high competitiveness and reduce the economic gap among the members. The convergence of economic fundamentals in ASEAN is needed in order to the economic equality among the members. This study analyzes the convergence of income and inflation in ASEAN in the period of 2005 to 2012 using the Maastricht Treaty convergence criteria, unconditional convergence and conditional convergence analysis with Generalized Method of Moment (GMM). The results of this study indicate that Maastricht Treaty criteria are not wholly met by all the members, except for Brunei Darussalam and Thailand. Based on the unconditional convergence analysis, an income convergence occurs in ASEAN, but the inflation convergence has not occurred. While based on conditional convergence analysis, there is an income and inflation convergence in ASEAN. The rate of income convergence in ASEAN is 8.4% per year and the rate of inflation convergence in ASEAN is 28.06% per year . Keywords: conditional convergence, GMM, income, inflation, integration, uncoditional convergence,
ANALISIS FUNDAMENTAL INTEGRASI EKONOMI ASEAN
FATIMAH ZACHRA FAUZIAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Fundamental Integrasi Ekonomi ASEAN Nama : Fatimah Zachra Fauziah NIM : H14100084
Disetujui oleh
Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Fundamental Integrasi Ekonomi ASEAN” ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Beberapa pihak tersebut diantaranya : 1. Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini. 3. Kedua orang tua penulis, yakni Bambang Hermani dan Nina Siti Maemunah serta kedua adik penulis Muthia Tesla dan Shoofi Afiaah atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. 4. Sahabat satu bimbingan skripsi Nana Rodiana, Masyitoh Al Kausar, Luqman Azis, Mirsad Awawin, Andri Sukrudin, dan Ahmad Azhari Pohan atas perhatian, masukan, semangat dan bantuan selama penulisan 5. Sahabat penulis Tiko Permatasari, Kusuma Hani, Dara Ayu Lestari, Annisa Ramadanti, Silvia Sari dan Elly Fitria yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 6. Sahabat Kost Chatralaya Ayu, Desi, Lufi, Wida dan Ria. 7. Keluarga Ilmu Ekonomi 48 dan 47 8. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Fatimah Zachra Fauziah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
Integrasi Ekonomi
5
Teori Konvergensi Maastricht Treaty
6
Teori Optimum Currency Area
6
Penelitian Terdahulu
7
Kerangka Pemikiran
8
Hipotesis Penelitian
9
METODE PENELITIAN
10
Jenis dan Sumber Data
10
Metode Analisis dan Pengolahan Data
11
Analisis Data Panel Dinamis
11
Analisis Kriteria Maastricht Treaty
16
Analisis Konvergensi
16
Model Analisis Konvergensi Pendapatan
17
Model Analisis Konvergensi Inflasi
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
18
Gambaran Umum
18
Analisis Deskriptif Kriteria Konvergensi Maastricht Treaty
25
Model Konvergensi Absolut Pendapatan
26
Model Konvergensi Kondisional Pendapatan
27
Model Konvergensi Absolut Inflasi
30
Model Konvergensi Kondisional Inflasi SIMPULAN DAN SARAN
32 34
Simpulan
34
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
13
RIWAYAT HIDUP
15
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Tahapan integrasi ekonomi Balassa Jenis dan sumber data konvergensi pendapatan Jenis dan sumber data konvergensi inflasi Konvergensi ASEAN berdasarkan kriteria Maastricht Treaty tahun 2005-2012 Hasil Estimasi konvergensi absolut pendapatan di ASEAN dengan FD GMM Perbandingan estimasi konvergensi pendapatan antara model PLS, FE, dan FD-GMM Hasil estimasi konvergensi absolut inflasi di ASEAN dengan SYS GMM Perbandingan estimasi konvergensi inflasi antara model PLS, FE, dan FD-GMM
5 10 10 25 26 28 30 32
DAFTAR GAMBAR 1 Pertumbuhan GDP riil negara anggota ASEAN tahun 1995-2012 (persen) 2 Laju inflasi negara anggota ASEAN tahun 1995-2012 (persen) 3 Kerangka pemikiran penelitian 4 Total perdagangan terhadap GDP di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (persen) 5 Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi negara anggota ASEAN tahun 2005- 2012 (persen) 6 Rata-rata pertumbuhan impor dan ekspor ASEAN tahun 2005-2012 (persen) 7 Nilai Net Foreign Direct Investment (FDI) di ASEAN tahun 20052012 (Milyar USD) 8 Tingkat pertumbuhan nilai tambah industri negara-negara ASEAN 9 Perkembangan pengeluaran konsumsi rumah tangga di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (juta USD) 10 Perkembangan pertumbuhan sektor pertanian di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (persen)
1 2 9 19 19 20 21 21 22 22
11 Real Effective Exchange Rate Negara-Negara ASEAN Tahun 20052012 12 Perkembangan general total government expenditure di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (persen) 13 Perkembangan pembentukan kapital di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (Milyar USD) 14 Perkembangan jumlah uang beredar (M2) negara anggota ASEAN 15 Sebaran laju GDP per Capita at Purchasing Power Parity negara anggota ASEAN tahun 2005 - 2012 (diolah) 16 Sebaran laju inflasi negara anggota ASEAN tahun 2005 – 2012 (diolah)
23 23 24 24 27 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi pendapatan dengan FD GMM Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi pendapatan dengan Pooled Least Square Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi pendapatan dengan Fixed Effect Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi pendapatan dengan FD GMM Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi pendapatan dengan Pooled Least Square Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi pendapatan dengan Fixed Effect Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi inflasi dengan SYS GMM Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi inflasi dengan Pooled Least Square Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi inflasi dengan FD GMM Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi inflasi dengan Pooled Least Square Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi inflasi dengan Fixed Effect
37 37 38 38 39 39 40 40 41 42 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
20
Brunei Darussalam
15
Cambodia
10
Indonesia
5
Lao P.D.R.
0
Malaysia
-5
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pertumbuhan GDP (%)
ASEAN merupakan salah satu kawasan yang memiliki kekuatan ekonomi di dunia. Saat ini ASEAN bersama dengan Cina dan India termasuk dalam negara kekuatan ekonomi baru. Ekonomi ASEAN mampu bertahan dari krisis, ketika Amerika dilanda krisis tahun 2008 dan krisis Uni Eropa tahun 2010. Pada Gambar 1 terlihat kawasan ASEAN secara umum memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, rata-rata pertumbuhan ASEAN mulai tahun 2005 hingga 2012 mencapai 5% hingga 7% . Faktor yang menjadi pendorong ekonomi ASEAN, yaitu konsumsi domestik dan investasi (ADB 2013).
Philippines
-10 -15
Myanmar
Singapore Tahun
Thailand
Sumber : IMF Economy Outlook, 2013
Gambar 1 Pertumbuhan GDP riil negara anggota ASEAN tahun 1995-2012 (persen) Upaya kesepakatan pembentukan ASEAN Community semakin kuat dengan ditandatanganinya Deklarasi Cebu mengenai Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 dalam KTT ASEAN ke-12 tahun 2007. Tiga pilar cetak biru yang menjadi landasan ASEAN Community 2015, yaitu ASEAN PoliticalSecurity, ASEAN Economy Community dan ASEAN Socio-Cutural Community. Pembentukan ASEAN Economy Community (AEC) bertujuan untuk menciptakan suatu kawasan yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi dengan pertumbuhan ekonomi yang berimbang serta berkurangnya kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Pergerakan barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja akan bergerak bebas antar negara anggota ASEAN. Pembentukan AEC akan mendorong terjadinya integrasi secara menyuluruh menuju pembentukan integrasi Optimum Currency Area (OCA). Secara umum kriteria pembentukan OCA dalam suatu kawasan diantaranya terjadi interdependensi perdagangan, shock yang simetris, mobilitas faktor dan tenaga kerja, serta konvergensi kebijakan makroekonomi. Uni Eropa merupakan kawasan yang berhasil membentuk suatu integrasi ekonomi dan moneter. Pada awalnya terdapat pesimisme pembentukan integrasi Uni Eropa yang memenuhi kriteria
2
140
Brunei Darussalam
120
Cambodia
100
Indonesia
80
Lao P.D.R.
60
Malaysia
40
Myanmar
20
Philippines
0
Singapore
-20
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tingkat Inflasi (%)
teori OCA, sehingga dibentuk Maastrich Treaty yang melandasi monetary union di kawasan Eropa. Maastrich Treaty merinci sejumlah kriteria konvergensi makroekonomi bagi negara-negara Uni Eropa yang ingin menjadi anggota European Monetary Union (EMU). Krisis Eropa tahun 2010 merupakan dampak sistemik dari krisis Yunani menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa. Indikator makroekonomi Yunani, yaitu defisit anggaran belanja pemerintah dan pinjaman luar negeri telah melanggar kriteria Maastrich Treaty. Krisis ekonomi yang dialami ASEAN tahun 1997 akibat dari contagion effect krisis keuangan di Thailand telah menyebabkan volatilitas kurs yang tajam, peningkatan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi alasan pembentukan kerjasama sektor keuangan di ASEAN. Gambar 2 menunjukan bahwa fluktuasi tingkat inflasi yang tinggi di ASEAN pada tahun 1998 hingga 1999 karena krisis.
Tahun
Thailand Vietnam
Sumber : IMF Economy Outlook, 2013
Gambar 2 Laju inflasi negara anggota ASEAN tahun 1995-2012 (persen) Berdasarkan pengalaman Eropa, fundamental makroekonomi menjadi landasan penting dalam pembentukan suatu integrasi ekonomi dan moneter. Fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukan sedikit surplus (Tarmidi 1999). Kondisi ekonomi di kawasan ASEAN cenderung kurang merata, masih terdapat ketimpangan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) dan fluktuasi inflasi yang masih sensitif dengan kondisi perekonomian dunia. Kesenjangan tingkat pendapatan di ASEAN yang beragam akan menyebabkan langkah integrasi yang lebih intensif tidak mudah. Hal tersebut dikarenakan dapat terjadi kemungkinan manfaat positif AEC hanya dinikmati oleh negara tertentu saja. Inflasi merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menjadi salah satu acuan dalam membuat kebijakan ekonomi karena dampaknya memengaruhi kesejahteraan. Di masa datang, tidak menutup kemungkinan bahwa ASEAN akan menerapkan single currency. Dalam mencapai hal tersebut, konvergensi nominal
3 dan konvergensi riil diperlukan untuk meminimalkan resiko biaya dari pembentukan single currency yang lebih besar dari manfaatnya. Menurut Liu, et al. (2002) keterbukaan ekonomi mendorong pengaruh perdagangan internasional dan investasi asing sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi. Egert (2010) menyatakan keterbukaan ekonomi menyebabkan pengaruh eksternal akan rentan terhadap fluktuasi perekonomian, seperti harga minyak dunia, harga bahan pangan, sektor distribusi, kebijakan moneter dan fluktuasi nilai tukar. Selain kebijakan moneter, kebijakan fiskal pun dapat memengaruhi sebagai dampak dari tingginya frekuensi harga pembangunan (Rother 2004). Proses integrasi ekonomi AEC diharapkan dapat mendorong terjadinya konvergensi makroekonomi. Penelitian ini menganalisis integrasi ekonomi ASEAN berdasarkan kriteria Maastricht Treaty dan kriteria OCA. Kriteria OCA yang dinilai berdasarkan syarat konvergensi makroekonomi, yaitu konvergensi pendapatan dan inflasi di ASEAN.
Perumusan Masalah Integrasi ekonomi kawasan ASEAN melalui ASEAN Economy Community bertujuan untuk membentuk kawasan yang memiliki kestabilan ekonomi, berdaya saing tinggi dan mengurangi kesenjangan ekonomi antar anggota. Integrasi ekonomi AEC masih berbentuk common market akan mendorong terjadinya integrasi moneter di masa depan. Untuk menjadi kawasan yang terintegrasi moneter terdapat kriteria yang perlu dipenuhi dalam teori Optimum Currency Area dan kriteria konvergensi Maastrich Treaty. Indikator kriteria OCA, yaitu interdependensi perdagangan, shock yang simetris, mobilitas faktor dan tenaga kerja, serta konvergensi kebijakan makroekonomi. Sedangkan indikator ekonomi kriteria Maastrich Treaty, yaitu tingkat inflasi, suku bunga, debt to GDP ratio dan goverment deficit to GDP ratio. Kelayakan kawasan ASEAN dalam mencapai integrasi ekonomi yang lebih intensif, yaitu membentuk suatu monetary union baik berdasarkan kriteria Maastrich Treaty maupun OCA perlu dikaji. Pada satu sisi, integrasi ekonomi merupakan salah satu pilihan untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan mengurangi hambatan perdagangan yang semakin intensif. Pembentukan monetary union penting karena ketidak-menentuan kurs sama halnya dengan berbagai macam hambatan perdagangan (barang dan jasa) serta mobilitas faktor produksi (modal, teknologi dan tenaga kerja) sehingga dapat menjadi penyebab perdagangan tidak sampai pada taraf optimal (Krugman 2004). Namun, pada sisi lain kondisi fundamental ekonomi negara kawasan ASEAN belum layak menuju integrasi ekonomi yang lebih intensif. Kondisi fundamental ekonomi kawasan ASEAN cenderung kurang merata dan masih terdapat ketimpangan. Akibat kesenjangan tersebut dapat terjadi kemungkinan manfaat positif AEC hanya dinikmati oleh negara tertentu saja. Kovergensi fundamental ekonomi kawasan ASEAN diperlukan agar terjadi kesetaraan perekonomian antar negara anggota sehingga siap terintegrasi. Fundamental ekonomi tersebut diantaranya, pendapatan dan inflasi.
4 Selain kebijakan fiskal dan moneter di dalam negeri, keterbukaan ekonomi dalam AEC membuat intensitas perdagangan, mobilitas kapital dan faktor produksi dapat memengaruhi perekonomian setiap negara. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti, yaitu : 1. Bagaimana peluang terjadinya integrasi ekonomi ASEAN berdasarkan kriteria konvergensi Maastrich Treaty? 2. Apakah terjadi konvergensi pendapatan dan inflasi di kawasan ASEAN? 3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi konvergensi pendapatan dan inflasi di ASEAN? Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, yaitu : 1. Menganalisis peluang terjadinya integrasi ekonomi berdasarkan kriteria konvergensi Maastrich Treaty. 2. Menganalisis terjadinya konvergensi pendapatan dan inflasi di ASEAN. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi konvergensi pendapatan dan inflasi di ASEAN.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak berkepentingan, antara lain : 1. Bagi pemerintah atau intansi terkait, penelitian ini bermanfaat untuk melihat peluang terjadi integrasi ekonomi serta konvergensi pendapatan dan inflasi di kawasan ASEAN 2. Bagi akademisi, diharapkan penelitian ini memberikan sumbangan pengetahuan pada penelitian lainnya yang ingin menganalisis tentang integrasi ekonomi serta konvergensi pendapatan dan inflasi di ASEAN. 3. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini memberikan wawasan baru dan pemahaman mengenai integrasi ekonomi serta konvergensi pendapatan dan inflasi di kawasan ASEAN.
Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini cakupan data yang diteliti meliputi sembilan negara anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Laos, Kamboja dan Brunei Darussalam. Data merupakan data tahunan dari tahun 2005 hingga 2012. Fokus penelitian ini adalah menganalisis terjadinya integrasi ekonomi berdasarkan kriteria Maastricht Treaty dan kriteria Optimum Currency Area. Pada kriteria konvergensi Maastricht Treaty data yang digunakan yaitu tingkat inflasi, suku bunga nominal, debt to GDP ratio dan goverment deficit to GDP ratio. Integrasi ekonomi berdasarkan kriteria OCA fokus pada kriteria konvergensi makroekonomi. Indikator konvergensi makroekonomi yang digunakan yaitu pendapatan dan inflasi. Untuk konvergensi pendapataan digunakan data constant 2005 GDP per capita at Purchasing Power Parity serta analisis faktor-faktor
5 yang memengaruhinya menggunakan data total trade, net FDI inflow, growth industry value added, growth agriculture value added dan household final consumption expenditure. Untuk konvergensi inflasi digunakan data constant 2005 Consumer Price Index (CPI), serta analisis faktor-faktor yang memengaruhinya menggunakan data real effective exchage rate, jumlah uang beredar (M2), total pengeluaran pemerintah dan pembentukan kapital. Berdasarkan keterbatasan ketersediaan data negara Laos, hanya delapan negara ASEAN yang diteliti dalam penelitian konvergensi inflasi.
TINJAUAN PUSTAKA Integrasi Ekonomi Proses integrasi di suatu kawasan menunjukan bahwa terdapat keterbukaan perekonomian antar negara dalam kawasan tersebut. Integrasi ekonomi mengacu pada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara diskriminatif menurunkan atau menghapus hambatan-hambatan perdagangan hanya diantara negara-negara yang sepakat membentuk integrasi ekonomi terbatas (Salvatore 1996). Suatu kawasan yang melakukan integrasi ekonomi melewati beberapa tahap hingga terbentuk integrasi ekonomi dengan derajat integrasi tinggi. Secara ringkas tahap integrasi Balassa dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 Tahapan integrasi ekonomi Balassa Tahapan Keterangan Preferential Trading Kawasan yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan yang langsung diantara negara anggota, dan Area (PTA) keistimewaan pengurangan tarif pada produk tertentu (tidak menghilangkan) Free Trade Area Kawasan tersebut sepakat menghapuskan hambatan perdagangan baik tarif dan non-tarif antar negara-negara (FTA) anggota, namun masih berhak memberlakukan hambatan tersebut ke negara yang bukan anggota. Kawasan yang menyeragamkan kebijakan perdagangan Custom Union antar negara terhadap negara bukan anggota, serta mempertahankan atau menghilangkan semua hambatan mobilitas komoditi antar negara. Mobilitas barang, jasa dan faktor produksi menjadi Common Market bebas, terdapat kesamaan harga faktor-faktor produksi sehingga dapat menghasilkan alokasi sumberdaya yang efisien Harmonisasi atau persamaan kebijakan ekonomi Economic Union nasional, seperti peraturan dalam bidang perpajakan, tenaga kerja, jaminan sosial dan lain-lain. Harmonisasi atau penyatuan mata uang dan kebijakan Monetary Union moneter, fiskal dan kebijakan sosial. Sumber : Balassa, 1976
6
Konsep integrasi menurut Jovanovic (2006), merupakan sebuah proses dimana sejumlah negara berusaha untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya Menurut Krieger-Boden dan Soltwedel (2010), integrasi ekonomi dipahami sebagai proses yang terdiri dari tiga unsur konstitutif, yaitu kekuatan pendorong integrasi ekonomi, saluran transmisi melalui mana integrasi ekonomi memengaruhi perekonomian negara-negara anggota dan konsekuensi dari integrasi ekonomi. Teori Konvergensi Maastricht Treaty Traktat Maastricht diratifikasi oleh negara-negara Uni Eropa pada tahun 1992. Traktat ini merupakan cetak biru pelaksanaan European Monetary Unit (EMU) yang dilaksanakan pada awal 1999. Traktat ini merinci sejumlah kriteria konvergensi makroekonomi bagi negara-negara Uni Eropa yang ingin menjadi anggota EMU. Kriteria tersebut antara lain : 1. Tingkat inflasi negara tidak boleh melebihi 1.5% di atas rata-rata inflasi tiga negara yang memiliki inflasi rendah. 2. Nilai tukar mata uang negara harus stabil. 3. Tingkat suku bunga tidak melebihi 2% di atas rata-rata suku bunga tiap negara anggota dengan inflasi terendah. 4. Defisit sektor publik (anggaran pemerintah) tidak melebihi 3% GDP, kecuali dalam situasi khusus yang bersifat sementara. 5. Utang publik negara harus lebih rendah atau menunjukan kecenderungan terus turun sehingga mendekati pagu 60% GDP. Melalui kriteria ini, kebijakan ekonomi negara anggota yang akan bergabung dalam EMU diharapkan mencapai tingkat konvergensi yang telah ditetapkan. Negara yang telah bergabung dalam EMU harus merelakan kebjakan moneter dan nilai tukar negaranya kepada komisi Eropa. Teori Optimum Currency Area Secara umum pembentukan OCA memiliki kriteria terdiri dari interdependensi perdagangan, shock yang simetris, mobilitas faktor dan tenaga kerja, serta konvergensi kebijakan makroekonomi. Teori OCA pertama kali dikemukakan oleh Robert Mundel. Teori Mundel (1961) mendefinisikan OCA sebagai suatu wilayah geografis yang mempunyai guncangan supply dan demand yang simetris dan memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut diantaranya tingkat inflasi yang sama, harga dan upah yang fleksibel, mobilitas faktor produksi dan tenaga kerja, integrasi pasar keuangan, tingkat keterbukaan ekonomi, diversifikasi produksi dan konsumsi, integrasi fiskal dan integrasi politik. Krugman dan Obsterfeld (2000), menyatakan proses suatu kawasan dalam membentuk OCA harus didahului dengan integrasi di sektor perdagangan. Setiap negara dalam kawasan harus menyiapkan pra-kondisinya, yaitu adanya keterkaitan dalam perdagangan barang, jasa dan faktor produksi. Keberhasilan monetary union akan terjadi jika tingkat output dan intensitas perdagangan antar negara tinggi. Semakin bebas hubungan perdagangan dan perpindahan faktor produksi akan semakin besar keuntungan yang dihasilkan oleh sistem nilai tukar baku dalam monetary union.
7 Menurut Sin (2010), terdapat isu teori baru mengenai pembentukan OCA yang menekankan pada kriteria efektivitas kebijakan moneter, kredibilitas kebijakan moneter, endogenitas vs spesialisasi, korelasi dan variasi guncangan, karakter guncangan, efektivitas penyesuaian nilai tukar, pasar tenaga kerja, sinkronisasi siklus bisnis dan faktor-faktor politik. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu mengenai konvergensi pendapatan telah dilakukan di beberapa kawasan ekonomi. Badinger, Muller dan Tondl (2002), melakukan penelitian konvergensi pendapatan spasial 194 negara menggunakan variabel gross value added per capita, invesment ratio pertumbuhan populasi, pertumbuhan kemajuan teknologi dan rasio depresiasi kapital dari tahun 1985 hingga 1999. Penelitian ini membandingkan metode panel statis yang terdiri dari Pooled Least Square, Fixed Effect dan Random Effect dengan metode panel dinamis FD-GMM dan SYS-GMM. Model terbaik yang dipilih yaitu SYS-GMM dengan hasil terjadi konvergensi. Vojinovic dan Oplotnik (2008), melakukan penelitian konvergensi GDP negara anggota baru EU-10 menggunakan variabel GDP-PPP tahun 1996 hingga 2006. Penelitian ini menggunakan metode Pooled Least Square untuk menganalisis and unconditional per capita income convergence. Hasil dari penelitian ini, yaitu terjadi proses integrasi yang efektif pada anggota baru EU dengan convergence rate sebesar 3.23%. Cieslik dan Tarsalewska (2009) menganalisis pengaruh perdagangan dan FDI terhadap konvergensi pertumbuhan ekonomi di Kawasan Eropa Tengah. Analisis menggunakan data GDP per kapita, FDI stock, dan rasio volume perdagangan dari tahun 1993-2006 menggunakan panel statis dan FD GMM. Penelitian menunjukan terjadi konvergensi pertumbuhan ekonomi di Eropa Tengah. Penelitian terdahulu mengenai konvergensi inflasi diantaranya dilakukan oleh Koncenda dan Pappel (1997) yang menganalisis konvergensi inflasi yang fokus pada faktor mekanisme nilai tukar di kawasan Eropa tahun 1954 hingga 1992 dengan panel dinamis, menyatakan bahwa terdapat konvergensi inflasi di Uni Eropa karena dipengaruhi oleh faktor mekanisme nilai tukar. Negara yang mengikuti mekanisme nilai tukar bersama memiliki nilai konvergensi inflasi yang lebih tinggi. Lopez dan Papell (2011) menganalisis konvergensi inflasi di Eropa sebelum dan sesudah diberlakukannya kriteria Maastricht Treaty dan pasca krisis Eropa menggunakan Panel unit root test dalam periode 1982 hingga 2010. Hasil penelitian menunjukan terjadi konvergensi inflasi setelah diberlakukan Maastrict Treaty dan setelah krisis Eropa, sebagian besar inflasi negara-negara Eropa berada pada ketetapan European Central Bank, namun Yunani tercatat masih memiliki inflasi yang tinggi. Solihin (2011), menganalisis konvergensi inflasi dan faktor-faktor yang memengaruhinya di ASEAN+6 dengan time series 2000-2009 dan cross section 11 negara menggunakan metode panel dinamis SYS-GMM dan FD-GMM. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terjadi konvergensi kondisional inflasi pada
8 tahun 2000-2009 serta variabel suku bunga nominal dan nilai tukar efektif nominal berpengaruh terhadap pembentukan konvergensi inflasi di ASEAN+6. Salah satu penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pendapatan dilakukan oleh Liu, Burridge dan Sinclair (2002) yang menganalisis tentang hubungan pertumbuhan ekonomi, FDI dan perdagangan di Cina dengan menggunakan metode Vector Autoregressive Error Correction (VECM). Penelitian ini menggunakan data kuartalan ekspor, impor, net inflow FDI dan GDP deflator dari tahun 1981 hingga 1997. Hasilnya terdapat hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi, ekspor dan FDI di Cina. Penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi inflasi diantaranya dilakukan oleh Berument dan Gunay (2004) yang menganalisis tentang pengaruh kebijakan fiskal dan moneter terhadap inflasi di Turki tahun 1958 hingga 1913 menggunakan pooled least square. Hasil penelitian ini menunjukan pada periode tersebut ekspansi fiskal lebih berpengaruh terhadap inflasi daripada ekspansi moneter.
Kerangka Pemikiran ASEAN mengadakan integrasi ekonomi yang lebih intensif dalam ASEAN Economy Community pada tahun 2015. Pembentukan AEC ini tidak menutup kemungkinan mendorong pembentukan integrasi moneter berdasarkan kriteria Maastricht Treaty dan Optimum Currency Area. Kriteria Maastricht Treaty dibentuk untuk mengukur kinerja ekonomi negara-negara dalam kawasan Eropa untuk bergabung dalam monetary union. Keberhasilan Eropa dalam membentuk integrasi moneter memunculkan isu untuk membentuk integrasi moneter juga di kawasan ASEAN, namun kegagalan integrasi Eropa dampaknya terasa saat krisis Eropa pada tahun 2010. Saat itu Yunani yang merupakan salah satu negara anggota Uni Eropa melanggar kriteria Maastricht Treaty. Berdasarkan pengalaman Uni Eropa ini terlihat bahwa fundamental ekonomi menjadi hal yang penting untuk dipersiapkan ASEAN jika ingin membentuk integrasi yang lebih intensif lagi. Kriteria Optimum Currency Area merinci persyaratan prakondisi yang harus dipenuhi negara anggota dalam suatu kawasan untuk membentuk single currency area. Salah satu dari kriteria OCA diantaranya konvergensi makroekonomi. Pada penelitian ini fokus utama yang menjadi perhatian yaitu konvergensi pendapatan dan inflasi. Pendapatan merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur kinerja ekonomi negara. Kesenjangan tingkat pendapatan di ASEAN yang beragam akan menyebabkan langkah integrasi yang lebih intesif tidak mudah. Hal tersebut dikarenakan dapat terjadi kemungkinan manfaat positif AEC hanya dinikmati oleh negara tertentu saja. Inflasi merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menjadi salah satu acuan dalam membuat kebijakan ekonomi karena dampaknya mempengaruhi kesejahteraan. Penelitian ini menganalisis kinerja integrasi ekonomi ASEAN yang dianalisis dengan dua kriteria, yaitu Maastricht Treaty dan Optimum Currency Area yang fokus pada konvergensi pendapatan dan inflasi. Tingkat konvergensi ini akan dianalisis berdasarkan konvergensi absolut dan konvergensi kondisional. Konsep konvergensi absolut, yaitu analisis terjadinya konvergensi dengan asumsi
9 faktor-faktor lain konstan dan konsep konvergensi kondisional, yaitu analisis konvergensi yang menganalisis terjadinya konvergensi dengan faktor-faktor yang memengaruhinya.
INTEGRASI ASEAN
Kriteria Konvergensi Maastricht Treathty
1. 2. 3. 4.
Kriteria Oprtimum Currency Area
Tingkat inflasi Suku bunga Debt to GDP ratio Deficit to GDP ratio
Interpedensi Perdagangan
Konvergensi Makroekonomi
Konvergensi Absolut
Konvergensi Kondisional
1. 2. 3. 4. 5.
Mobilitas faktor Produksi
Uji Konvergensi Inflasi
Uji Konvergensi Pendapatan
Konvergensi Absolut
Shock yang simetris
Faktor – Faktor yang memengaruhi : Total Trade Net FDI Industry Value Added Agriculture Value Added Household Final Consumption Expenditure
Konvergensi Kondisional
1. 2. 3. 4.
Faktor – Faktor yang memeengaruhi : Real effective exchage rate Jumlah uang beredar (M2) General Total Goverment Expenditure Gross Capital Formation
Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis dari permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Belum semua kriteria konvergensi Maastricht Treaty dipenuhi oleh semua negara anggota. 2. Konvergensi pendapatan dan inflasi terjadi di kawasan ASEAN namun tingkat konvergensinya masih kecil. 3. Faktor perdagangan, FDI, nilai tambah industri, nilai tambah pertanian dan konsumsi rumah tangga berpengaruh positif terhadap pendapatan.
10 4. Faktor real effective exchange rate, berpengaruh negatif terhadap inflasi di ASEAN sedangkan jumlah uang beredar (M2), pengeluaran pemerintah dan pembentukan kapital berpengaruh positif terhadap inflasi di ASEAN.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi panel data cross section sembilan negara anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Laos, Kamboja dan Brunei Darussalam. Data merupakan data annual time series dari tahun 2005 hingga 2012 bersumber dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), International Monetary Finance (IMF), dan Bruegel. Data yang digunakan untuk kriteria Maastricht Treaty yaitu tingkat inflasi, suku bunga nominal, debt to GDP ratio dan goverment deficit to GDP ratio. Konvergensi pendapatan menggunakan data Constant 2005 GDP per capita at purchasing power parity serta analisis faktor-faktor yang memengaruhinya menggunakan data total trade, net FDI, growth industry value added, growth agriculture value added dan household final consumption expenditure. Konvergensi inflasi menggunakan constant 2005 Consumer Price Index (CPI) serta faktor-faktor yang memengaruhinya menggunakan data real effective exchage rate, jumlah uang beredar (M2), total pengeluaran pemerintah dan pembentukan kapital. Berdasarkan keterbasan ketersediaan data negara Laos, hanya delapan negara ASEAN yang diteliti dalam penelitian konvergensi inflasi. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007, Minitab 16 dan STATA v11.0 . Berikut ringkasan data yang digunakan dalam penelitian ini : . Tabel 2 Jenis dan sumber data konvergensi pendapatan Kategori GDP Per Capita PPP 2005 Lag GDP Total Trade to GDP Net FDI inflow to GDP Growth of Industry Value Added Growth Agriculture Value Added Household Final Consumption Expenditure
Variabel GDP PPP GDP PPP t-1 Trade FDI Industry
Satuan USD USD persen persen persen
Sumber World Bank
Agr
persen
World Bank
HH
USD
World Bank
World Bank World Bank World Bank
Tabel 3 Jenis dan sumber data konvergensi inflasi Kategori Consumer Price Index 2005
Variabel INF
Satuan indeks
Sumber World Bank
11 Lag CPI Real Effective Exchange Rate Money Suply General Total Government Expenditure Gross Capital Formation
INF t-1 REER M2 Fiscal
indeks indeks persen persen
Bruegel World Bank IMF
Capital
USD
World Bank
Metode Analisis dan Pengolahan Data Analisis Data Panel Dinamis Dalam penelitian ini digunakan metode panel dinamis, dengan data time series dari tahun 2005 hingga 2012 serta data cross section sejumlah sembilan negara untuk konvergensi pendapatan dan konvergensi inflasi delapan negara. Variabel yang digunakan pada panel data memiliki analisis antarindividu dan antarwaktu dengan menggunakan indeks i untuk individu (i = 1,.., N), sedangkan untuk periode waktu menggunakan indeks t (t= 1,.., N). Kelebihan data panel menurut Baltagi (2005), yaitu dapat mengontrol heterogenitas antarindividu, memberikan informasi data yang lebih banyak, meningkatkan derajat bebas, mengurangi kolinearitas antar variabel sehingga lebih efisien. Analisis observasi penyesuaian dinamis (dynamic adjusment) lebih baik menggunakan data panel. Adanya hubungan dinamis terjadi ketika ada lag variabel dependen. Analisis model regresi yang tidak hanya dipengaruhi periode sekarang tetapi juga dipengaruhi oleh periode sebelumnya dari variabel independen dinamakan distributed-lag model. Jika suatu model terdapat satu atau lebih nilai lag pada variabel dependen disebut autoregressive model atau model dinamis (Gujarati 2003). Model data panel dapat memasukan lag dari variabel dependen menjadi panel dinamis. Model data panel dinamis ditunjukan sebagai berikut : ; i = 1,.., N ; t= 1, 2, ..., N .......................... (3.1) Dimana merupakan skalar dan merupakan matriks berukuraan 1 x K dan merupakan matriks berukuran k x 1. Diasumsikan mengikutin model one way error component sebagai berikut : ....................................................................................... (3.2) Dengan adalah efek individu yang diasumsikan ( ) dan adalah ( ), dimana dan error term yang diasumsikan saling bebas satu sama lain. Model data panel yang memasukan lag dari variabel dependen sebagai regressor dalam regresi akan mengakibatkan masalah endogenity. Menurut Baltagi (2005), walaupun error term tidak berkorelasi, jika terdapat lag variabel dependen pada model Pooled Least Square (PLS), Fixed Effects (FE) dan Random Effect (RE) akan menghasilkan estimator yang bias dan tidak konsisten. Koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan oleh PLS akan bias ke atas, sedangkan koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan dari FE akan bias ke bawah (Badinger, et all 2002). Pendekatan method of moments atau Generalized Method
12 of Moment (GMM) digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Terdapat dua prosedur estimasi dalam kerangka GMM, yaitu : 1. First Difference GMM (FD-GMM) Untuk mendapatkan estimasi yang konsisten dimana dengan T tertentu, menggunakan transformasi first difference untuk pendekatan variabel instrumen dengan mengeliminasi pengaruh individual ( ) sebagai berikut : ............ (3.3) ( ) ( ) Penduga dengan metode least square akan menghasilkan penduga yang tidak konsisten karena dan berdasarkan definisi berkorelasi bahkan bias . Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference dapat menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh, akan berkorelasi dengan ( ) digunakan sebagai instrumen. Disini tetapi tidak berkorelasi dengan dan tidak berkorelasi serial. Disini, penduga varibel instrumen bagi disajikan sebagai berikut : ∑ ∑ ( ) ̂ ........................................................... (3.4) ∑
∑
(
)
syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah (
)∑
(
)
∑
(
)
......................... (3.5)
Penduga (3.5) merupakan penduga alternatif dimana digunakan sebagai instrumen. Penduga variabel instrumen bagi , yaitu : ( )( ) ̂ ( ) ∑ ∑ ....................................... (3.6) ∑
∑
(
)(
)
syarat perlu agar penduga tersebut konsisten, yaitu (
)∑
(
)
∑
(
)(
)
......... (3.7)
Penduga variabel instrumen diatas memerlukan tambahan lag variabel untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah amatan efektif yang digunakan untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang (satu periode sampel “hilang”). Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat menyatukan penduga dan mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran sampel. Langkah pertama dari pendekatan metode ini mencatat, bahwa : (
(
)
) ∑ ∑(
)
[(
)
]
.................. (3.8) yang merupakan kondisi momen. Dengan cara yang sama dapat diperoleh : ( ( )) ∑ ∑ ( )( ) [( )(
)]
............................................................ (3.9)
13 yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator (IV dan IV(2)) selanjutnya dikenakan kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui penggunaan kondisi momen yang lebih banyak meningkatkan efisiensi dari penduga. Arrelano dan Bond (1991) dalam Verbeek (2000) menyatakan bahwa daftar instrumen dapat dikembangkan dengan cara menambah kondisi momen dan membiarkan jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu, mereka mempertahankan T tetap. Sebagai contoh, ketika T = 4 diperoleh ( ) untuk t = 2 ( ) ) dan ( untuk t = 3 ( ) ( ) ) dan ( untuk t = 4 Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya, untuk memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel yang lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut : [
] .................................................................. (3.10)
sebagai vektor transformasi error, dan [ ] [ ]
........................... (3.11) [
[
]]
sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks Zi berisi instrumen yang valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai berikut : [
]
............................................................................. (3.12)
yang merupakan kondisi bagi 1 + 2 + ... + T-1. Untuk menurunkan GMM, persamaan (3.12) dituliskan sebagai [
(
)]
.......................................................... (3.13)
Karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang belum diketahui, akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel yang bersesuaian, yakni [ ⁄ ∑
(
)]
[ ⁄ ∑
(
)] ............ (3.14)
dengan WN adalah matriks penimbang definit positif yang simetris. Dengan mendiferensiasikan persamaan di atas terhadap akan diperoleh penduga GMM sebagai berikut : ̂
((∑
)
(∑
))
((∑
)
(∑ ............ (3.15)
))
14 Sifat dari penduga GMM pada persamaan (3.15) bergantung pada pemilihan WN yang konsisten selama WN definit positif, misalnya WN = I yang merupakan matriks identitas. Matriks penimbang optimal (optimal weighting matrix) akan memberikan penduga yang paling efisien karena menghasilkan matriks kovarian asimtotik . Sebagaimana dalam teori umum GMM (Verbeek 2000), terkecil bagi ̂ diketahui bahwa matriks penimbang optimal proporsional terhadap matriks kovarian invers dari momen sampel. Dalam hal ini matriks penimbang optimal seharusnya memenuhi [
]
[
]
................................ (3.16)
Dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikarenakan terhada matriks kovarian , matriks penimbang optimal dapat di estimasai menggunakan firststep consisten estimator bagi dan mengganti operator ekspektasi dengan ratarata sampel yakni two step estimator ̂
[ ⁄ ∑
̂
̂
] ................................................... (3.17)
Dengan ̂ menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consisten estimator. Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bawa pada seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi tanpa mengenakan retriksi. Ketidakberadaan autokorelasi dibutuhkan untuk menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan matriks penimbang optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (sangat dianjurkan bagi sampel berukuran kecil) menekankan ketidakberadaan autokorelasi pada dan juga dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis. Dengan catatan di bawah restriksi :
[
]
[
] ................................. (3.18)
matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai (one step estimator) ̂
[ ⁄ ∑
]
........................... ................................. (3.19)
Sebagai catatan bahwa persamaan (3.19) tidak mengandung parameter yang tidak diketahui, sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu langkah bila error diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung autokorelasi. Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka persamaan (3.1) dapat ditulis kembali menjadi ....................................................... (3.20)
15 Parameter persamaan tersebut juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi variabel instrumen atau pendekatan GMM. Bergantung pada asumsi yang dibuat terhadap , sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Bila strictly exogenus dalam arti tidak berkorelasi dengan sembarang error , akan diperoleh sebagai berikut : [
]
; untuk setiap t ....................................................... (3.21)
Sehingga dapat ditambah ke dalam daftar instrumen untuk persamaan first difference setiap periode. Hal ini akan membuat jumlah baris pada menjadi besar. Selanjutnya, dengan menggunakan kondisi momen [
]
; untuk setiap t
..................................................... (3.22)
Matriks instrumen dapat dituliskan sebagai [
] [
]
.................. (3.23) [
[
]
]
Bila variabel tidak strickly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus dan lag tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan dimana diperoleh [ ] , untuk s ≥ t. Dalam kasus instrumen yang valid bagi persamaan first difference pada periode t, kondisi momen dapat dikenakan sebagai [ ] .............................................. (3.24) Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Zi kemudian dapat disesuaikan. 2. System GMM (SYS-GMM) Inti dari metode System GMM yaitu pengestimasian sistem persamaan baik pada first difference maupun level. Instrumen yang digunakan pada level. Instrumen yang digunakan pada level adalah lag first difference. Asumsi ) tambahan pada metode SYS GMM adalah ( , untuk i =1, ... , N. Adapun matriks instrumen bagi SYS GMM adalah (Firdaus 2011) [
]
................................................... (3.25) [
[
]]
Himpunan kondisi momen dapat dituliskan sebagai : [
]
.................................................................................. (3.26)
16 (
)
.................................................. (3.27)
Maka System GMM memiliki kombinasi instrumen berupa level pada persamaan first difference dan instrumen berupa first difference pada persamaan level. Blundell dan Bond (1998) mendapatkan bahawa estimasi SYS GMM merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah bias pada sampel yang sedikit dan kekurangan yang ada pada FD GMM ketika T yang digunakan kecil. Pemilihan model GMM terbaik menggunakan beberapa kriteria, yaitu (Firdaus 2011) : 1. Tidak bias, jika estimator berada diantara estimator PLS dan FE. Koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan oleh PLS akan bias ke atas, sedangkan koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan dari FE akan bias ke bawah 2. Instrumen valid, jika uji Sargan menunjukan penolakan hiotesis nol. Apabila hasil metode FD GMM menunjukan instrumen yang digunakan tidak valid, maka digunakan metode SYS GMM. Uji sargan digunakan untuk overidentifiying restriction untuk menguji masalah validitas pada instrumen yang digunakan. Jika instrumen valid maka tidak ada korelasi antara instrumen dengan komponen error. 3. Konsisten, jika pada uji Arellano-Bond statistik m1 menunjukan hipotesis nol ditolak dan m2 menunjukan hipotesis tidak tolak hipotesis nol. Uji Arellano-Bond merupakan uji autokorelasi pada pendekatan GMM untuk mengetahui konsistensi estimasi. Analisis Kriteria Maastricht Treaty Analisis ini membandingkan empat kriteria Maastricht Treaty antar negara di ASEAN. Analisis dilakukan dengan membandingkan kinerja ekonomi ASEAN yang diukur sebagai berikut : 1. Tingkat inflasi negara tidak boleh melebihi 1.5% di atas rata-rata inflasi tiga negara yang memiliki inflasi rendah. ∑
2. Tingkat suku bunga tidak melebihi 2% di atas rata-rata suku bunga tiap negara anggota denga inflasi terendah. ∑
3. Defisit sektor publik memiliki reference value tidak melebihi 3% GDP. 4. Utang publik negara memiliki reference value harus lebih rendah atau mendekati pagu 60% GDP Analisis Konvergensi Konvergensi dapat dilihat dari kecenderungan pergerakan satu atau lebih variabel menuju suatu titik yang sama. Terdapat dua jenis konvergensi, yaitu konvergensi riil dan nominal. Variabel konvergensi riil pada penelitian ini, yaitu GDP per kapita PPP dan variabel konvergensi nominal yaitu CPI. Penelitian ini menggunakan konsep konvergensi absolut, yaitu analisis terjadinya konvergensi dengan asumsi faktor-faktor lain konstan dan konsep konvergensi kondisional,
17 yaitu analisis konvergensi yang menganalisis terjadinya konvergensi dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Dalam menutupi kesenjangan antar negara akan memerlukan waktu untuk mencapai konvergensi. Menurut Jan dan A.R Chaudhary (2011), nilai half life convergence (H) atau waktu yang diperlukan untuk menutup setengah kesenjangan awal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Model Analisis Konvergensi Pendapatan Konvergensi pada konvergensi pendapatan terjadi jika negara yang kurang berkembang dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara yang lebih maju. Model konvergensi absolut pendapatan dalam Vojinovic dan Oplotnik (2008), yaitu ......................................... (3.28) Dimana merupakan GDP per capita at PPP pada negara i saat waktu t, adalah konstan dan merupakan error term. Dalam Mutaqin dan Ichihashi (2012), untuk mendapatkan tingkat konvergensi persamaan tersebut dapat diestimasi ke dalam bentuk :
(
)
....................................................... (3.29) ........................................................ (3.30) ............................................................. (3.31)
Jika nilai berada diantara 0 dan -1 maka telah terjadi konvergensi. Menurut Romer (2006), nilai sama dengan -1 maka terjadi konvergensi sempurna, nilai yang negatif menandakan negara yang memiliki pendapatan tinggi mempunyai pertumbuhan yang kecil. Penelitian ini model acuan untuk konvergensi kondisional yang digunakan dari Cieslik dan Tarsalewska (2009) yang menganalisis pengaruh perdagangan dan FDI terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menambahkan faktor investasi domestik, yaitu nilai tambah industri dan nilai tambah manufaktur. Model penelitian tersebut, yaitu :
yit yi,t-1 Trade FDI Industry Agr
) :( : GDP per kapita PPP tahun dasar 2005 negara i tahun t (USD) : GDP per kapita PPP tahun dasar 2005 negara i pada tahun sebelumnya (USD) : Total perdagangan (persen) : Foreign Direct Investment (persen) : Pertumbuhan nilai tambah industri (persen) : Pertumbuhan nilai tambah pertanian (persen)
18 HH i t
: Pengeluaran konsumsi rumah tangga (USD) : error term : negara yang diamati : periode penelitian : koefisien regresi
( ) , jika kurang dari satu atau nilai kurang dari nol dimana (negatif) maka terjadi konvergensi pendapatan di ASEAN. Tingkat konvergensi dinyatakan sebagai ( ). Model Analisis Konvergensi Inflasi Konvergensi inflasi terjadi jika diferensial inflasi antar wilayah menjadi semakin kecil dalam kurun waktu tertentu. Model konvergensi absolut inflasi dalam Koncenda dan Pappel (1997), yaitu ̅
(
̅
)
................................................. (3.32)
Persamaan tersebut menujukan diferensial inflasi yaitu diferensial inflasi individu dengan rata-rata inflasi kelompok negara dalam kurun waktu t. Konvergensi terjadi jika nilai kurang dari satu atau nilai kurang dari nol (negatif). Tingkat konvergensi inflasi dinyatakan sebagai ( ). Dalam penelitian ini model acuan konvergensi yang digunakan, yaitu :
) :( : inflasi tahun dasar 2005 negara i pada tahun t (indeks) it : inflasi tahun dasar 2005 negara i pada tahun sebelumnya (indeks) i,t-1 REER : real effective exchange rate (indeks) M2 : jumlah uang beredar (persen) Fiscal : total government expenditure (persen) Capital : gross capital formation (USD) : error term i : negara yang diamati t : periode penelitian : koefisien regresi Dimana merupakan tingkat inflasi dan merupakan koefisien konvergensi. Model ini mengacu pada Berument dan Gunay (2004) menganalisis pengaruh kebijakan fiskal dan moneter terhadap inflasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kebijakan makroekonomi setiap negara bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mengendalikan tingkat inflasi agar lajunya
19 rendah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat, penyerapan tenaga kerja dan alokasi faktor produksi. Sedangkan inflasi yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap perekonomian negara. Negara yang berpendapatan tinggi cenderung memiliki tingkat inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang kecil.
Sumber
: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 4 Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi negara anggota ASEAN tahun 2005- 2012 (persen) Pada Gambar 4 perbandingan rata-rata inflasi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN. Negara-negara yang memiliki pertumbuhan lebih besar daripada inflasi diantaranya Singapura, Malaysia, Thailand, dan Laos. Sedangkan Indonesia, Brunei, Vietnam, dan Kamboja memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih kecil daripada inflasi. Hal ini menunjukan laju inflasi yang rendah akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Nell (2010) menyatakan bahwa inflasi yang tidak lebih dari zona single digit dapat berdampak baik pada pertumbuhan, sedangkan inflasi yang lebih dari zona double digit dapat memperlambat pertumbuhan. Konvergensi pertumbuhan ekonomi dan inflasi diperlukan ASEAN dalam rangka membentuk ASEAN Single Currency di masa depan. Kebijakan penyesuaian nilai tukar akan efektif jika terdapat karakteristik ekonomi yang simetris suatu di kawasan.
Sumber
Gambar 5
: World Bank, 2013 (diolah)
Total perdagangan terhadap GDP di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (persen)
20 Total perdagangan yang digunakan pada penelitian ini adalah jumah share dari total ekspor dengan total impor barang dan jasa terhadap GDP. Gambar 5 menunjukan total perdagangan terhadap GDP di negara-negara ASEAN pada tahun 2007 hingga 2009 terjadi penurunan total perdagangan karena perlambatan perekonomian dunia. Hal tersebut menyebabkan permintaan impor dunia terhadap barang dan jasa ASEAN menurun. Singapura merupakan negara yang memiliki total perdagangan tertinggi di ASEAN, karena bisnis dan perdagangan merupakan sektor utama di Singapura. Perdagangan barang dan jasa antar ASEAN masih rendah, yaitu 24.3% di tahun 2012 dan negara mitra perdagangan ASEAN terbesar, yaitu antarnegara ASEAN, Cina, Uni Eropa, Jepang dan Amerika (ADB 2013).
Sumber
: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 6 Rata-rata pertumbuhan impor dan ekspor ASEAN tahun 2005-2012 (persen) Gambar 6 menunjukan rata-rata pertumbuhan impor dan ekspor barang dan jasa di negara ASEAN. ASEAN mulai menghadapi penurunan permintaan barang dan jasa dari negara-negara industri seperti Jepang, Uni Eropa dan Amerika pada awal 2009 karena krisis suprime mortgage, sebesar - 9.84% . Pada awal 2005 pertumbuhan ekspor ASEAN masih lebih besar daripada pertumbuhan impor, menunjukan produktifitas negara-negara ASEAN baik. Memasuki awal 2007 ekspor ASEAN, perekonomian ASEAN masih dapat bertahan karena mengandalkan konsumsi dan investasi domestik yang masih tinggi, di saat perdagangan mengalami penurunan. Akhir periode 2012, pertumbuhan impor ASEAN lebih besar daripada pertumbuhan ekspor. Gambar 7 menunjukan pertumbuhan nilai tambah industri masih beragam di ASEAN. Pada saat krisis tahun 2009 rata-rata pertumbuhan nilai tambah industri ASEAN menurun sebesar 0.16% , namun Laos mengalami kenaikan. Nilai tambah industri terdiri dari penambahan nilai pada sektor pertambangan, manufaktur, kontruksi, elektronik, gas dan air. Nilai tambah industri yang semakin meningkat akan meningkatkan nilai jual produk, sehingga produk yang dijual tidak hanya berupa barang mentah. Memasuki tahun 2010 terjadi lonjakan tajam pertumbuhan nilai tambah industri. Lonjakan pertumbuhan nilai tambah industri terjadi karena faktor transisional ekspansi kebijakan fiskal untuk menghadapi krisis yang meningkatkan konsumsi domestik dan meningkatkan penjualan (ADB 2011).
21
Sumber
: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 7 Tingkat pertumbuhan nilai tambah industri negara-negara ASEAN tahun 2005-2012 (persen) Gambar 8 menunjukan nilai total bersih dari FDI inflow di Negara-Negara ASEAN. Singapura merupakan negara yang memiliki perkembangan FDI yang paling tinggi karena sektor bisnis dan jasa menjadi sektor utama. Negara mitra tertinggi untuk FDI di ASEAN, yaitu Jepang, Uni Eropa dan antar negara ASEAN. ASEAN merupakan salah satu tujuan investasi dunia sebagai emerging market karena memiliki jumlah konsumen dan tenaga kerja yang cukup besar.
Sumber
: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 8 Nilai net Foreign Direct Investment (FDI) di ASEAN tahun 20052012 (Milyar USD) Gambar 9 menunjukan pengeluaran konsumsi rumah tangga di negara anggota ASEAN. Negara yang memiliki tingkat konsumsi tertinggi, yaitu Indonesia dengan rata-rata 21 juta USD. Pada saat krisis Amerika dan Eropa tahun 2008 dan 2010, tidak berpengaruh terhadap daya beli masyarakat di ASEAN. Tingkat konsumsi di ASEAN semakin meningkat setiap tahun. Peningkatan konsumsi disebabkan oleh peningkatan daya beli masyarakat akan meningkatkan tingkat GDP.
22
Sumber
: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 9 Perkembangan pengeluaran konsumsi rumah tangga di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (juta USD) Gambar 10 di bawah ini menunjukan tingkat pertumbuhan pertanian yang beragam di ASEAN. Negara yang masih memiliki pertumbuhan pertanian yang masih positif walau terdapat krisis di tahun 2008, diantaranya Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Laos. Pertumbuhan sektor pertanian cenderung berfluktuatif. Sebagian negara di ASEAN mengalami transisi dari sektor pertanian ke sektor industri.
Sumber
: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 10 Perkembangan pertumbuhan sektor pertanian di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (persen) Gambar 11 nilai tukar merupakan salah satu faktor yang memengaruhi inflasi yang berasal dari sisi permintaan. Real Effective Exchange Rate merupakan indeks kurs nominal terhadap mata uang dari mitra dagang utama yang telah disesuaikan terhadap efek inflasi. REER dapat memperhitungkan kondisi nilai
23 tukar sebenarnya di suatu negara dan indikator kompetitif perdagangan suatu negara. Rata-rata REER negara-negara ASEAN mengalami kenaikan pada tahun 2008 dan berangsur turun hingga tahun 2012.
Sumber
: Bruegel, 2014 (diolah)
Gambar 11 Real Effective Exchange Rate negara-negara ASEAN tahun 20052012 Gambar 12 menunjukan perkembangan total pengeluaran pemerintah. Pada tahun 2008, negara-negara ASEAN yang telah melakukan kebijakan ekspansi fiskal untuk mengatasi krisis, yaitu Kamboja, Singapura, Vietnam, Filipina dan Thailand. Ekspansi fiskal dilakukan agar menjaga konsumsi dan investasi domestik sehingga dapat mendorong kegiatan produksi dan menjaga pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pengeluaran pemerintah pada satu waktu akan meningkatkan jumlah uang beredar dalam jangka pendek dan meningkatkan permintaan agregat sehingga meningkatkan output dan tingkat harga.
Sumber
: IMF, 2013 (diolah)
Gambar 12
Perkembangan general total government expenditure di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (persen)
24
Sumber
: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 13 Perkembangan pembentukan kapital di negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (Milyar USD) Pembentukan kapital terhadap fixed asset meliputi penyediaan bangunan, tanah, mesin, konstruksi jalan dan infrastruktur lain. Perkembangan pembentukan kapita di ASEAN pada Gambar 13 cenderung meningkat setiap tahun, namun mengalami penurunan di tahun 2009. Indonesia memiliki tren pembentukan kapital yang terus meningkat dari tahun 2005 hingga 2012. Sedangkan Kamboja dan Brunei memiliki pembentukan kapital rendah. Pembentukan kapital ini meliputi pengeluaran untuk investasi infrastruktur dan inventori lain. Peningkatan pengeluaran investasi akan meningkatkan jumlah uang beredar, pada jangka pendek permintaan agregat akan meningkat sehingga output dan tingkat harga meningkat.
Sumber
: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 14 Perkembangan jumlah uang beredar (M2) negara anggota ASEAN tahun 2005-2012 (persen) Semakin banyak masyarakat memegang uang maka akan terjadi peningkatan permintaan produk yang akan meningkatkan tingkat harga. Gambar 14 menunjukan negara dengan rata-rata jumlah uang beredar di ASEAN Malaysia dan Singapura sebesar 131.37% dan 123.29%. Sebagian besar terjadi peningkatan
25 jumlah uang beredar di negara ASEAN pada tahun 2009. sebagai dampak dari kebijakan ekspansif Analisis Deskriptif Kriteria Konvergensi Maastricht Treaty Salah satu tujuan pembentukan ASEAN untuk mempersempit kesenjangan pembangunan melalui bantuan dan kerja sama timbal balik. Kondisi ekonomi negara anggota ASEAN masih sangat beragam. Negara yang tergolong berpendapatan tinggi di ASEAN, yaitu Singapura, Brunei Darussalam, Thailand dan Malaysia. Sedangkan negara yang tergolong berpendapatan menengah, yaitu Indonesia dan Filipina serta kelompok negara berpendapatan kecil, yaitu Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam. Dalam menciptakan stabilitas ekonomi, inisiatif integrasi ekonomi merupakan salah satu pilihan yang layak di ASEAN. Namun tercapainya integrasi ASEAN secara penuh akan sulit karena kondisi dan pekembangan kerja sama di ASEAN dinilai belum tercapai baik. Semenjak keberhasilan Uni Eropa membentuk suatu monetary union, terdapat wacana untuk menerapkan hal yang sama di ASEAN mengingat kawasan ini merupakan kawasan kekuatan ekonomi baru dunia. Uni Eropa memberlakukan suatu kriteria yang menjadi tolak ukur kinerja ekonomi bagi negara-negara yang akan bergabung ke dalam monetary union. Kriteria tersebut melingkupi inflasi, suku bunga, defisit fiskal dan utang pemerintah. Melalui kriteria ini diharapkan kebijakan ekonomi negara anggota akan mencapai suatu konvergensi. Perbandingan kondisi negara-negara ASEAN dalam menghadapi integrasi ekonomi yang lebih intensif dalam periode 2005 hingga 2012 dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut : Tabel 4 Konvergensi ASEAN berdasarkan kriteria Maastricht Treaty tahun 2005-2012 Negara
Reference Value Brunei**** Cambodia** Indonesia** Lao PDR* Malaysia*** Myanmar** Philipines*** Singapore*** Thailand**** Vietnam**
Inflasi (%) 3.6984 1.041213 7.11304 7.416087 5.496336 2.648368 11.81825 4.873812 2.905618 3.267259 11.3469
Suku Bunga Defisit Fiskal Nominal (% of GDP) (%) -3 8.77830564 15.304573 2.45540496 -1.746643 n.a -0.80182 10.0631146 -2.133146 n.a -3.576959 4.31904393 -2.6535 n.a -1.622209 8.68184444 5.054145 6.39300958 6.28069195 -1.220636 11.74491 -1.273588
Keterangan : * memenuhi satu kriteria ** memenuhi dua kriteria *** memenuhi tiga kriteria **** memenuhi empat kriteria Sumber : IMF (2013) , World Bank (2013) , ADB (2013)
Utang Pemerintah (% of GDP) 60 2.36 28.755 24.032 61.529 55.981 47.27 40.595 107.881 45.44 49.953
26
Berdasarkan Tabel 4, hanya Brunei dan Thailand yang dapat memenuhi empat kriteria secara keseluruhan. Brunei merupakan negara penghasil minyak serta memiliki kondisi ekonomi yang cenderung stabil. Thailand saat ini menjadi salah satu negara eksportir komoditi pertanian terbesar dan pariwisata. Selanjutnya Malaysia, Singapura dan Filipina memenuhi tiga kriteria. Negara yang memenuhi dua kriteria, yaitu Indonesia, Vietnam, Myanmar, dan Kamboja. Singapura sebagai negara yang berpendapatan tinggi masih belum memenuhi kriteria karena utang pemerintah tertinggi diantara negara anggota ASEAN lainnya. Laos hanya mampu memenuhi satu kriteria saja. Jika secara garis besar negara-negara dalam kawasan tidak memenuhi kriteria Maastricht ini maka kebijakan moneter dalam perspektif regional untuk merespon shock di kawasan ASEAN tidak efektif dilakukan. Kondisi ekonomi kawasan ASEAN belum menuju suatu konvergensi ekonomi menurut kriteria Maastricht. Model Konvergensi Absolut Pendapatan Pada panel dinamis, hasil estimasi konvergensi absolut lag GDP PPP dalam ( ) , yaitu 0.8641106 model First Difference GMM menunjukan nilai signifikan pada taraf nyata 5%. Koefisien menunjukan nilai kurang dari satu nilai (-0.136) kurang dari nol. Hal ini menunjukan terjadi proses konvergensi pendapatan di ASEAN tanpa diikuti dengan adanya faktor kondisi tertentu dari masing-masing negara. Tingkat konvergensi diperoleh dari pengurangan koefisien lag dikurangi satu (0.8641 – 1) didapatkan nilai sebesar 0.13591 atau menunjukan kecepatan masing-masing negara untuk mencapai kondisi steady state sebesar 13.6% per tahun. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi konvergen di negara ASEAN atau half life of convergence sekitar 5 tahun2 dengan asumsi cateris paribus. Tabel 5 Hasil estimasi konvergensi absolut pendapatan di ASEAN dengan FD GMM Koefisien Estimasi GDPPPP t-1 R square AB Test Arellano-Bond m1 Arellano-Bond m2 Sargan Test chi2 Prob>chi square
PLS
FE
FD GMM
1.064741 [0.000]* 0.9983
0.3233967 [0.000]*
0.8641106 [0.000]*
0.8583 z -1.8885 -1.7325 8.99596 0.9830
*,**,*** signifikan pada 1%, 5% dan 10% 1 Tingkat konvergensi dinyatakan sebagai – ( ) 2
Prob > z 0.0590 0.1884
27 Model terbaik yang dipilih model FD GMM dalam estimasi two step no constant , karena memenuhi kriteria uji Arrelano Bond dan uji Sargan. Hasil estimasi uji Arrelano-Bond (AB) menyatakan bahwa uji statistik m1 (-1.8885) signifikan pada taraf nyata 10% atau menunjukan nilai yang menolak hipotesis H0 . Sedangkan statistik m2 (-1.7325) tidak signifikan pada taraf nyata 10% atau menunjukan nilai tidak tolak hipotesis H0. Hasil pada uji Sargan menunjukan nilai chi square (8.99596) dengan probabilitas (0.9830) yang tidak signifikan atau menunjukan nilai tidak tolak hipotesis H0 . Koefisien lag FD GMM berada diantara koefisien lag PLS dan FE, sehingga estimasi tersebut tidak bias.
Gambar 15 Sebaran laju GDP per Capita at Purchasing Power Parity negara anggota ASEAN tahun 2005 - 2012 (diolah) Gambar 15 slope yang negatif menunjukan adanya korelasi negatif antara tingkat pertumbuhan GDP PPP pada periode awal tahun 2005 dan tingkat pertumbuhan GDP PPP pada sepanjang periode 2005 hingga 2012. Hal ini menyatakan bahwa adanya konvergensi absolut yang terjadi di ASEAN selama 2005 hingga 2012. Konsep konveregnsi absolut, yaitu melihat terjadinya konvergensi di suatu wilayah tanpa memperhitungkan faktor-faktor yag mempengaruhi konvergensi. Dapat dikatakan bahwa terjadi kecenderungan diferensiasi pendapatan antar negara semakin kecil. Dimana negara maju seperti Brunei dan Singapura memiliki pertumbuhan yang kecil sedangkan pertumbuhan pendapatan negara berpendapatan rendah seperti Laos memiliki pertumbuhan yang besar.
Model Konvergensi Kondisional Pendapatan Hasil estimasi konvergensi pendapatan pada Tabel 6 membandingkan antara panel statis dan dinamis. Pemasukan lag variabel dependen pada panel statis akan menghasilkan estimasi yang bias. Koefisien lag variabel GDP PPP,
28 jika diuji dengan PLS menghasilkan estimasi yang bias ke atas. Sedangkan dengan uji metode FE menghasilkan estimasi yang bias ke bawah. Untuk itu digunakan panel dinamis untuk menganalis konvergensi kondisional pada pendapatan. Berdasarkan kriteria model terbaik pada panel dinamis dan banyaknya variabel yang signifikan dipilih model First Difference GMM dalam estimasi two step no constant . Tabel 6 Perbandingan estimasi konvergensi kondisional pendapatan antara model PLS, FE, dan FD-GMM Koefisien Estimasi
GDPPPP t-1 Trade FDI Industry Agr HH R square
PLS
FE
FD GMM
1.052298 [0.000]* -0.0446043 [0.651] -0.0165888 [0.757] 0.0059676 [0.039]** 0.0070325 [0.158] -0.0171705 [0.253]
0.8808953 [0.000]* 0.0319068 [0.131] 0.0031839 [0.309] 0.0019117 [0.000]* 0.0003872 [0.167] -0.0034351 [0.885]
0.9157638 [0.000]* 0.0515996 [0.037]** 0.0069226 [0.010]* 0.001735 [0.000]* 0.0002405 [0.174] 0.580577 [0.015]**
0.9799
0.9790
AB Test Arellano-Bond m1 Arellano-Bond m2
z -1.8967 -0.75815
Sargan Test chi2 Prob>chi square
5.802906 0.9991
***,**,* signifikan pada 1%, 5% dan 10%
Prob > z 0.0579*** 0.4484
Kriteria untuk uji model terbaik menggunakan uji validitas dan uji konsistensi. Hasil estimasi uji Arrelano-Bond (AB) menyatakan bahwa uji statistik m1 (-1.8967) signifikan pada taraf nyata 10% atau menunjukan nilai yang menolak hipotesis H0 . Sedangkan statistik m2 (-0.75815) tidak signifikan pada taraf nyata 10% atau menunjukan nilai tidak tolak hipotesis H0. Hal ini menunjukan semakin berkurangnya second order serial correlation pada model sehingga estimasi yang dihasilkan konsisten. Hasil pada uji Sargan menunjukan nilai chi square (5.802906) dengan probabilitas (0.9991) yang tidak signifikan atau menunjukan nilai tidak tolak hipotesis H0 . Hal ini menunjukan bahwa hasil estimasi valid karena tidak ada korelasi antar residual dan overindentifying restriction mendeteksi tidak ada masalah validitas. Selain itu, koefisien lag variabel GDP PPP (0.9157638) berada diantara koefisien estimasi PLS dan FE. Hal ini menunjukan estimasi yang dihasilkan tidak bias karena adanya korelasi yang kuat antara regresi endogen.
29 Koefisien lag GDP PPP pada model FD GMM menunjukan nilai ) , yaitu 0.9157638 signifikan pada taraf nyata 5%. Koefisien menunjukan nilai kurang dari satu atau nilai (-0.0842) kurang dari nol. Hal ini menunjukan bahwa terjadi proses konvergensi pendapatan di ASEAN. Tingkat konvergensi diperoleh dari pengurangan koefisien lag dikurangi satu (0.9157 – 1) didapatkan nilai sebesar 0.0842 3 atau menunjukan bahwa kecepatan masingmasing negara untuk mencapai kondisi steady state sebesar 8.4% per tahun dengan asumsi cateris paribus. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi konvergen di negara ASEAN atau half life of convergence sekitar 9 tahun4. Variabel yang memengaruhi pendapatan, yaitu perdagangan, nilai tambah industri, FDI dan konsumsi rumah tangga. Koefisien total perdagangan (0.0515996) signifikan pada taraf nyata 5% sehingga adanya kenaikan total perdagangan sebesar 1% akan menaikan pendapatan sebesar 0.0515996% dengan asumsi cateris paribus. Keterbukaan perdagangan dapat meningkatkan akses pasar bagi negara anggota ASEAN. Selain itu perdagangan internasional dapat mendorong industrialisasi, kemajuan teknologi dan menarik perusahaan multinasional. Setiap negara ASEAN perlu memiliki daya saing untuk menghadapi globalisasi perdagangan agar setiap negara mampu memperoleh keuntungan perdagangan untuk meningkatkan pendapatan negara. Keterbukaan perdagangan di ASEAN seharusnya tidak semakin memudahkan negara ASEAN untuk mengimpor barang dan jasa sehingga menyebabkan neraca perdagangan defisit. Zhang dan Ondrich (2004), menemukan hanya ekspor yang berkorelasi dengan pendapatan perkapita, cateris paribus dengan negara yang memiliki intensitas ekspor tinggi, bukan penestrasi impor yang tinggi, berpengaruh positif terhadap kenaikan pendapatan perkapita. Koefisien FDI (0.0069226) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan artinya kenaikan FDI sebesar 1% akan meningkatkan pendapatan sebesar 0.0069226% dengan asumsi cateris paribus. Investasi menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi karena dapat meningkatkan jumlah kapital baru untuk proses produksi. Investasi asing ini menjadi sarana transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Upah tenaga kerja yang masih murah dan tingginya konsumsi di negara-negara ASEAN menjadi daya tarik bagi investor asing. Pemutusan birokrasi untuk investasi baru, iklim investasi yang kondusif dan sarana yang memadai dapat menjadi upaya yang dapat dilakukan untuk menarik investor. Koefisien pertumbuhan nilai tambah industri (0.001735) signifikan pada taraf nyata 5% sehingga adanya kenaikan pertumbuhan nilai tambah industri sebesar 1% akan meningkatkan pendapatan sebesar 0.001735% dengan asumsi cateris paribus. Semakin meningkatnya nilai tambah industri menunjukan produk yang diproduksi tidak hanya sekedar bahan mentah saja tapi terdapat proses pengolahan yang dapat meningkatkan nilai jual. Hal ini dapat meningkatkan daya saing produk. Konsumsi rumah tangga berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Jika ada kenaikan konsumsi rumah tangga sebesar 1% akan meningkatkan pendapatan sebesar 0.580577% dengan asumsi cateris paribus. Konsumsi (
3 4
Tingkat konvergensi dinyatakan sebagai – ( )
30 merupakan salah satu unsur utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi ASEAN. Sebagian besar negara berkembang pertumbuhan ekonominya masih didukung oleh konsumsi. Nilai tambah pertanian belum berpengaruh signifikan terhadap pendapatan di ASEAN. Hal ini karena terdapat pergeseran dominasi sektor pertanian ke sektor industri dan jasa di sebagian besar negara anggota ASEAN. Luas lahan pertanian yang semakin berkurang serta penurunan produktivitas pertanian dapat menjadi salah satu penyebab menurunnya kontribusi nilai tambah sektor pertanian terdahap pendapatan. Produk pertanian yang dijual masih berupa produk primer sehingga memiliki nilai tambah yang rendah. Proses konvergensi kondisional pendapatan terjadi di ASEAN dipengaruhi oleh perdagangan, FDI, pertumbuhan nilai tambah industri dan kosnumsi rumah tangga. Perkembangan variabel-variabel tersebut mendorong tingkat pendapatan menuju suatu konvergensi. Dibutuhkan waktu yang lama dan usaha lebih tinggi bagi negara-negara ASEAN untuk mencapai konvergensi. Peluang itu dapat diperoleh dengan keterbukaan ekonomi, investasi dan kerja sama ASEAN yang semakin baik.
Model Konvergensi Absolut Inflasi Hasil estimasi lag inflasi pada model System GMM menunjukan nilai ( ) , yaitu 1.015376 signifikan pada taraf nyata 5%. Koefisien menunjukan nilai lebih dari satu atau nilai (1.015) lebih dari nol. Hal ini menunjukan bahwa belum terjadi proses konvergensi inflasi di ASEAN tanpa diikuti dengan adanya faktor kondisi tertentu dari masing-masing negara. Model terbaik yang dipilih model SYS GMM dalam estimasi two step no constant, karena memenuhi kriteria uji Arrelano Bond dan uji Sargan. Tabel 7 Hasil estimasi konvergensi absolut inflasi di ASEAN dengan SYS GMM Koefisien Estimasi INF t-1 R square
PLS
FE
SYS GMM
1.049188 [0.000]*
0.9467256 [0.000]*
1.015376 [0.000]*
0.9999
0.9450
AB Test Arellano-Bond m1 Arellano-Bond m2 Sargan Test chi2 Prob>chi2 *,**,*** signifikan pada 1%, 5% dan 10%
z -1.7051
Prob > z 0.0882
-0.65427
0.5129
7.940621 0.9997
31 Hasil estimasi uji Arrelano-Bond (AB) menyatakan bahwa uji statistik m1 (-1.7051) signifikan pada taraf nyata 10% atau menunjukan nilai yang menolak hipotesis H0 . Sedangkan statistik m2 (-0.65427) tidak signifikan pada taraf nyata 10% atau menunjukan nilai tidak tolak hipotesis H0. Hasil pada uji Sargan menunjukan nilai chi square (7.940621) dengan probabilitas (0.9997) yang tidak signifikan atau menunjukan nilai tidak tolak hipotesis H0 . Koefisien lag SYS GMM berada diantara koefisien lag PLS dan FE, sehingga estimasi tersebut tidak bias. Gambar 16 slope positif menunjukan korelasi positif antara tingkat laju inflasi pada periode awal tahun 2005 dan tingkat laju inflasi pada sepanjang periode 2005 hingga 2012. Hal ini menyatakan bahwa belum terjadi konvergensi absolut di ASEAN selama 2005 hingga 2012. Jika variabel faktor-faktor yang memengaruhi konvergensi dianggap konstan, belum terjadi konvergensi inflasi di ASEAN. Hal ini menunjukan kecenderungan diferensiasi inflasi yang masih besar perbedaannya. Menurut Hanohan dan Lane (1999), perbedaan output gap dapat menjadi faktor divergensi inflasi, negara yang memiliki pertumbuhan lebih tinggi cenderung memiliki tingkat inflasi yang tinggi.
Gambar 16 Sebaran laju inflasi negara anggota ASEAN tahun 2005 - 2012 (diolah) Hoffman dan Remspeger (2004), menyatakan penyebab divergensi inflasi dapat terjadi karena terdapat shock supply dan demand, perubahan pajak, perbedaan pola konsumsi dan struktur ekonomi. Selain itu untuk kasus ASEAN letak geografis negara-negara ASEAN yang terpisah cukup jauh dapat menjadi salah satu peyebab konvergensi absolut belum terjadi. Konvergensi inflasi diperlukan untuk membentuk shock yang simetris dalam pembentukan single currency. Dalam Mutaqin dan Ichihashi (2012), perbedaan output gap antar negara akan menyebabkan masalah serius bagi perekonomian terutama jika wilayah tersebut tidak memiliki shock yang simetris. Output gap merupakan selisih dari pendapatan nasional dengan pendapatan potensialnya. Pendapatan potensial merupakan pendapatan riil yang dapat diproduksi perekonomian dalam
32 keadaan full employment. Ekonomi yang tumbuh melebihi potensialnya cenderung mengalami peningkatan inflasi. Langkah ASEAN dalam membentuk suatu single currency masih membutuhkan waktu lebih lama untuk mewujudkannya. Berdasarkan pengalaman Uni Eropa pada krisis tahun 2010, ASEAN perlu berhati-hati dalam mempersiapkan single curency untuk meminimalkan terjadinya krisis seperti di Yunani. Jika AEC 2015 dijadikan sebagai langkah awal untuk meraih target membentuk suatu single currency, setiap negara anggota ASEAN harus mempersiapkan fundamental ekonomi dengan baik.
Model Konvergensi Kondisional Inflasi Model panel dinamis untuk analisis konvergensi kondisional pada inflasi, yaitu First Difference GMM. Hal tersebut berdasarkan kriteria model terbaik dan banyaknya variabel yang signifikan pada model. Kriteria untuk uji model terbaik menggunakan uji validitas dan uji konsistensi. Tabel 8 Perbandingan estimasi konvergensi kondisional inflasi antara model PLS, FE, dan FD-GMM Koefisien Estimasi INF t-1 REER M2 Fiscal Capital
PLS 0.9515502 [0.000]* -0.043543 [0.005]* 0.1710597 [0.126] 0.0137549 [0.515] 0.0134209 [0.072]*** 0.9479
FE 0.7250548 [0.000]* -0.0059521 [0.916] 0.178408 [0.080]*** -0.0704529 [0.581] 0.0673755 [0.057]*** 0.9549
FD GMM 0.7553025 [0.000]* -0.3847313 [0.033]** 0.496149 [0.019]** 0.1391931 [0.120] 0.0703076 [0.058]***
R square z Prob > z AB Test -2.1712 0.0299 Arellano-Bond m1 -0.93264 0.3510 Arellano-Bond m2 Sargan Test 2.72021 chi2 1.0000 Prob>chi2 *,**,*** signifikan pada 1%, 5% dan 10% Uji konsitensi menggunakan uji Arrelano-Bond (AB) untuk menunjukan semakin berkurangnya second order serial correlation pada model. Hasil estimasi uji AB menyatakan bahwa uji statistik m1 (-2.1712) signifikan pada taraf nyata 5% atau menunjukan nilai yang menolak hipotesis H0 . Sedangkan statistik m2 (0.93264) tidak signifikan pada taraf nyata 5% atau menunjukan nilai tidak tolak hipotesis H0. Uji validitas estimasi menggunakan uji Sargan. Hasil pada uji Sargan
33 menunjukan nilai chi square (2.72021) dengan probabilitas (1.0000) yang tidak signifikan atau menunjukan nilai tidak tolak hipotesis H0 . Hasil estimasi valid karena tidak ada korelasi antar residual. Selain itu, koefisien lag variabel inflasi (0.7553025) berada diantara koefisien estimasi PLS dan FE. Hal ini menunjukan estimasi yang dihasilkan tidak bias. ( ), Koefisien lag inflasi model FD GMM menunjukan nilai yaitu 0.7553025 signifikan pada taraf nyata 5%. Koefisien menunjukan nilai kurang dari satu atau nilai (-0.2446) kurang dari nol. Hal ini menunjukan bahwa terjadi proses konvergensi inflasi di ASEAN. Tingkat konvergensi diperoleh dari pengurangan koefisien lag dikurangi satu (0.7553 – 1) didapatkan nilai sebesar 0.2447 5 atau menunjukan bahwa kecepatan masing-masing negara untuk mencapai kondisi steady state sebesar 24.7% per tahun dengan asumsi cateris paribus. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi konvergen di negara ASEAN atau half life of convergence sekitar 3 tahun6 dengan asumsi cateris paribus . Variabel yang memengaruhi inflasi, yaitu real effective exchange rate, jumlah uang beredar dan pembentukan kapital. Sedangkan variabel kebijakan fiskal yang menunjukan total pengeluaran pemerintah (0.1391931) tidak signifikan pada taraf nyata 10% sehingga kebijakan fiskal tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Perubahan pengeluaran pemerintah pada satu waktu tidak berpengaruh terhadap inflasi itu sendiri karena inflasi timbul dari kenaikan pengeluaran pemerintah yang persisten (Hubbard, 2002). Koefisien real effective exchange rate (-0.3847313) menunjukan probabilitas yang signifikan pada taraf nyata 5%. Adanya apresiasi nilai tukar dalam negeri sebesar 1% akan menurunkan inflasi sebesar 0.3847% dengan asumsi cateris paribus. REER mengukur biaya kompetitif dan perubahan harga trade flow. Nilai tukar memengaruhi inflasi dari supply side, jika terdapat kenaikan atau apresiasi nilai tukar akan menurunkan biaya impor bahan baku yang menyebabkan penurunan biaya produksi sehingga dapat menurunkan inflasi. Koefisien jumlah uang beredar atau M2 (0.496149) berpengaruh signifikan terhadap inflasi artinya kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1% akan meningkatkan inflasi sebesar 0.4961% dengan asumsi cateris paribus. Jumlah uang beredar memengaruhi inflasi dari faktor demand side karena semakin banyak masyarakat memegang uang maka akan menyebabkan permintaan agregat lebih besar dari penawaran agregat sehingga tingkat harga akan naik. Koefisien kapital (0.0703076) signifikan pada taraf nyata 10% sehingga kenaikan jumlah kapital sebesar 1% akan berpengaruh meningkatkan inflasi sebesar 0.0703% dengan asumsi cateris paribus. Pembentukan kapital diperoleh dari investasi yang memengaruhi inflasi dari demand side. Hal ini dikarenakan pengeluaran investasi yang meningkat akan meningkatkan jumlah uang beredar dalam satu waktu sehingga agregat demand lebih besar dari agregat supply menyebabkan tingkat harga meningkat.
5 6
Tingkat konvergensi dinyatakan sebagai – ( )
34
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa : 1. Belum semua kriteria konvergensi Maastricht Treaty dipenuhi oleh semua negara anggota, hanya negara Brunei dan Thailand yang dapat memenuhi empat kriteria tersebut. Negara yang memenuhi tiga kriteria, yaitu Malaysia Filipina, dan Singapura. Negara yang memenuhi dua kriteria, yaitu Indonesia, Myanmar, Kamboja dan Vietnam, sedangkan Laos hanya memenuhi satu kriteria. 2. Di Kawasan ASEAN terjadi konvergensi pendapatan namun belum terjadi konvergensi inflasi berdasarkan analisis konvergensi absolut. 3. Konvergensi pendapatan terjadi di kawasan ASEAN berdasarkan konvergensi kondisional namun kecepatannya masih kecil sebesar 8.4% per tahun. Faktor-faktor yang positif memengaruhinya, yaitu dipengaruhi oleh perdagangan, FDI, pertumbuhan nilai tambah industri dan konsumsi rumah tangga. 4. Konvergensi inflasi terjadi di kawasan ASEAN berdasarkan konvergensi kondisional sebesar 28.06% per tahun. Faktor-faktor yang positif memengaruhinya, yaitu jumlah uang beredar dan pembentukan kapital, sedangkan faktor yang berpengaruh negatif, yaitu real effective exchange rate. Pengeluaran pemerintah dalam hal ini kebijakan fiskal tidak berpengaruh signifikan terhadap konvergensi inflasi. Saran 1.
2.
3.
Berdasarkan hasil dari penelitian diketahui bahwa konvergensi pendapatan dan inflasi masih memiliki laju yang kecil di ASEAN, untuk itu pemerintah negara anggota ASEAN dapat meningkatkan kondisi ekonomi negaranya lebih baik lagi. Kebijakan domestik diharapkan disesuaikan untuk menuju suatu tingkat konvergensi. Investasi dapat ditingkatkan untuk mendorong nilai tambah industri dan mendorong ekspor sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Pengendalian jumlah uang beredar serta volatilitas nilai tukar penting untuk diawasi karena berpengaruh terhadap inflasi. Penelitian selanjutnya dapat menganalisis konvergensi suku bunga, siklus bisnis, dan fleksibilitas pasar kerja. Variabel yang dapat ditambahkan mengenai faktor mobilitas barang, jasa, modal dan tenaga kerja dan analisis tingkat konvergensi sebelum dan sesudah krisis.
35
DAFTAR PUSTAKA [ADB] Asian Development Bank. Economy Outlook 2013. Tersedia pada www.adb.org [diunduh 5 April 2014] Baltagi, H Badi. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition. Chicester (EN): John Wiley & Sons. Ltd Badinger, Harald. Muller, Werner. Tondl, Gabriele. 2002. Regional convergence in the European Union (1985-1999) : a Spatial Dynamic Analysis. HWWA Discussion Paper, No 210 Bella, Balassa. 1976. Type of Economic Integration. World Bank Reprint Series.No 69 Berument, Hakan. Gunay, Ash. 2004. Inflation Dynamic and It Source in Ottoman Empire : 1586 – 1913. Discussion Paper, Turkish Economic Association, No. 2004/3 Bruegel. 2012. Real Effective Exchange Rate for 178 Countries : A New Database. Tersedia pada www.bruegel.org [diunduh 5 April 2014] Darussalam, Bayu. 2010. Analisis Penerapan Asian Currency Unit (ACU) di ASEAN+3. Thesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Direktorat Jendral Kerja Sama ASEAN. 2010. ASEAN Selayang Pandang Edisi 19. Jakarta (ID) : Kementerian Luar Negeri RI Egert, Balazs. 2010. Cacthing-up and inflation in Erope : Balassa-Samuelson, Engel’s Law and Other Culprits. CESifo working paper Monetary Policy and International Finance, No 3110 Firdaus, Muhammad. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB. Pr. Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometric. Mc Graw-Hill Irwin, USA [IMF] International Monetary Fund. 2013. Economy Outlook. Tersedia pada www.imf.org [diunduh 10 Maret 2014] Hoffman, Boris. Remsperger, Hermann. 2004. Inflation Differential Among Euro Countries : Potential Causes and Consequences. Frankfurt (DE) : Deutsche Bundesbank Hanohan, Patrick. Lane, R Philip. 1999. Divergent Inflation rate Among EU. The 37th Panel Meeting Policy No HPRN-CT-1999-00067 Hubbard, Glen R. 2002. Money, The Financial System and Economy. Boston (US) : Pearson Education Jan, Sajjad Ahmad. A.R. Chaudhary. 2011. Testing Conditional Convergence Hypothesis for Pakistan. Pakistan Journal of Commerce and Social Science Vol 5.2011 p.117-128 Jovanovic, Moroslov. 1997. European Economic Integration : Limits and Prospect. London and New York : Routledge Koncenda, Evzen. Papell, David. 1997. Inflation Convergence Within the Eurpean Union : A Panel Data Analysis. Center for Economic Research and Graduate Education Economics Institute Krieger-Boden, Christiane; Soltwedel, Rüdiger. 2010. European Economic Integration in Econometric Modelling: Concepts, measures and illustration, Kiel working paper, No. 1661
36 Krugman , Paul R. Obstfeld, Maurice. 2000. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Jilid 2. Jakarta : Penerbit Indeks Liu, Burridge, P. Sinclair, J. 2002. Relationship between Economy Growth , Foreign Direct Investment and Trade : Evidence from China. Taylor and Francis Applied Economics Journal Volume 34 / November 2002 Lopez, Claude. David, Papell. 2011. Convergence of Euro Area Inflation Rates. International Macroeconomics Division, Banque de France No 326 / April 2011 Mankiw, N. G. 2004. Teori Makroekonomi. Edisi kelima. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga Mutaqin, Zaenal. Ichihashi, Masaru. 2012. The Role of Maastricht Criteria and Membership in Determining Convergence in Euro Zone and ASEAN : A Panel Data Analysis. Hokkaido (JP) : Graduate School of International Development and Coorporation , Hiroshima University Nell, Kevin, S. 2010. Is Low Inflation and preconditon for Faster Growth? The Case of South Africa. Department of Economics Discussion Paper, University of Kent, No. 011 Romer, David. 2006 Advanced Macroeconomics Third Edition. New York (US): Mc Graw-Hill Irwin Rother, Philip C. Fiscal Policy and Inflation Volatility. European Central Bank Working Paper Series, No 317 / March 2004 Sin, Lew Yuen. 2010. ASEAN Monetary Union: Is ASEAN an Optimum Currency Area? Thesis. Graduate School of Universiti Sains Malaysia Solihin. 2011. Konvergensi Inflasi dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi : Studi Empiris di Negara-Negara ASEAN+6. Skripsi. Institut Pertanian Bogor Salvatore, Dominick. 1996. Ekonomi Internasional. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga Tarmidi, Lepi T. 1999. Krisis Moneter di Kawasan Asia Timur. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Edisi Maret 1999 Todaro, Michael. Smith, Stephen. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jilid 1 Edisi Kesembilan. Jakarta (ID) : Penerbit : Erlangga Verbeek, M. 2000. A Guide to Modern Econometrics. Chicester (EN): John Wiley & Sons. Ltd Vojinovic, Borut. Oplotnik, Žan Jan. 2008. Real Convergence in The New EU Member States. Prague Economics Paper No 1 [WB]. World Bank. 2013. World Development Indicator. Tersedia pada www.data.worldbank.org [diunduh 10 Maret 2014] Zhang, Shuo. Ondrich, Jan. 2004. The Link between Trade and Income? Export Effect, Import Effect, Or Both? Departement of Economics Discussion Paper, Syracuse University, New York
37
Lampiran 1 Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi pendapatan dengan FD GMM . xtabond gdpppp, noconstant lags(1) twostep artests(2) Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: negara Time variable: tahun
Number of instruments = 6057.63
Number of obs Number of groups Obs per group:
21
= =
54 9
min = avg = max =
6 6 6
Wald chi square(1)
Prob > chi square 0.0000 Two-step results -----------------------------------------------------------------------------gdpppp | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------gdpppp | L1. | .8641106 .0111024 77.83 0.000 .8423502 .8858709 -----------------------------------------------------------------------------Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard errors are recommended. Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).gdpppp . estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors +-----------------------+ |Order | z Prob > z| |------+----------------| | 1 |-1.8885 0.0590 | | 2 |-1.3153 0.1884 | +-----------------------+ H0: no autocorrelation . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi square(20) Prob > chi square
= =
8.99596 0.9830
Lampiran 2 Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi pendapatan dengan Pooled Least Square . regress gdpppp gdppppt1, noconstant Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | 5657.69995 1 5657.69995 Residual | 9.74300295 71 .137225394 -------------+-----------------------------Total | 5667.44295 72 78.7144854
Number of obs F( 1, 71) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= 72 =41229.25 = 0.0000 = 0.9983 = 0.9983 = .37044
-----------------------------------------------------------------------------gdpppp | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------gdppppt1 | 1.064741 .0052437 203.05 0.000 1.054285 1.075197 ------------------------------------------------------------------------------
= =
38 Lampiran 3 Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi pendapatan dengan Fixed Effect . xtreg gdpppp gdppppt1, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: negara
Number of obs Number of groups
= =
72 9
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
8 8.0 8
within = 0.8356 between = 0.9933 overall = 0.9799
corr(u_i, Xb)
F(1,62) Prob > F
= 0.9752
= =
315.01 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------gdpppp | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------gdppppt1 | .3233967 .0182209 17.75 0.000 .2869736 .3598198 _cons | 6.135969 .1495114 41.04 0.000 5.8371 6.434838 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .80642731 sigma_e | .03991244 rho | .99755644 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(8, 62) = 160.14 Prob > F = 0.0000
Lampiran 4 Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi pendapatan dengan FD GMM . xtabond gdpppp trade fdi industri agr hh, noconstant lags(1) twostep artests(2) Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: negara Time variable: tahun
Number of obs Number of groups Obs per group:
Number of instruments =
26
Wald chi2(6) Prob > chi2
= =
54 9
min = avg = max =
6 6 6
= =
2659.48 0.0000
Two-step results -----------------------------------------------------------------------------gdpppp | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------gdpppp | L1. | .9157638 .1327084 6.90 0.000 .65566 1.175868 | trade | .0515996 .0246995 2.09 0.037 .0031893 .1000098 fdi | .0069226 .0026902 2.57 0.010 .0016498 .0121953 industri | .001735 .0004238 4.09 0.000 .0009045 .0025656 agr | .0002405 .0001768 1.36 0.174 -.0001059 .0005869 hh | .0580577 .0891398 0.65 0.015 -.116653 .2327685 -----------------------------------------------------------------------------Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard errors are recommended. Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).gdpppp Standard: D.t D.fdi D.industi D.agr D.hh . estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors +-----------------------+ |Order | z Prob > z| |------+----------------| | 1 |-1.8967 0.0579 | | 2 |-.75815 0.4484 | +-----------------------+ H0: no autocorrelation . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(20) Prob > chi2
= =
5.802906 0.9991
39 Lampiran 5 Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi pendapatan dengan Pooled Least Square . regress gdpppp gdppppt1 trade fdi industri agr hh, noconstant Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | 1052.27642 6 175.379403 Residual | 1.05349665 66 .01596207 -------------+-----------------------------Total | 1053.32992 72 14.6295822
Number of obs F( 6, 66) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= 72 =10987.26 = 0.0000 = 0.9990 = 0.9989 = .12634
-----------------------------------------------------------------------------gdpppp | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------gdppppt1 | 1.052298 .0391392 26.89 0.000 .9741538 1.130442 trade | -.0446043 .0981173 -0.45 0.651 -.2405017 .1512931 fdi | -.0165888 .0533514 -0.31 0.757 -.1231083 .0899307 industri | .0059676 .0028363 2.10 0.039 .0003049 .0116304 agr | .0070325 .0049303 1.43 0.158 -.002811 .0168761 hh | -.0171705 .0148992 -1.15 0.253 -.0469178 .0125768 ------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 6 Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi pendapatan dengan Fixed Effect . xtreg gdpppp gdppppt1 trade fdi industri agr hh, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: negara
Number of obs Number of groups
= =
72 9
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
8 8.0 8
within = 0.9799 between = 0.9444 overall = 0.9446
corr(u_i, Xb)
= -0.0049
F(6,57) Prob > F
= =
464.13 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------gdpppp | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------gdppppt1 | .8808953 .0334029 29.37 0.000 .9140072 1.047783 trade | .0319068 .0208279 1.53 0.131 -.0098004 .0736141 fdi | .0031839 .0031015 1.03 0.309 -.0030267 .0093946 industri | .0019117 .0001686 11.34 0.000 .001574 .0022494 agr | .0003872 .0002766 1.40 0.167 -.0001668 .0009411 hh | -.0034351 .0235466 -0.15 0.885 -.0505863 .0437162 _cons | -.0002347 .1805868 -0.00 0.999 -.3618535 .361384 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .1328536 sigma_e | .00601582 rho | .99795378 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(8, 57) = 3497.64 Prob > F = 0.0000
40 Lampiran 7 Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi inflasi dengan SYS GMM . xtset negara tahun panel variable: time variable: delta:
negara (strongly balanced) tahun, 2005 to 2012 1 unit
. xtdpdsys cpi, noconstant lags(1) twostep artests(2) System dynamic panel-data estimation Group variable: negara Time variable: tahun
Number of instruments = 62039.33
Number of obs Number of groups Obs per group:
27
= =
56 8
min = avg = max =
7 7 7
Wald chi square(1)
=
Prob > chi square 0.0000 Two-step results -----------------------------------------------------------------------------cpi | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------cpi | L1. | 1.015376 .0040766 249.08 0.000 1.007386 1.023366 -----------------------------------------------------------------------------Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard errors are recommended. Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).cpi Instruments for level equation GMM-type: LD.cpi . estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors +-----------------------+ |Order | z Prob > z| |------+----------------| | 1 |-1.7051 0.0882 | | 2 |-.65427 0.5129 | +-----------------------+ H0: no autocorrelation . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi square(26) Prob > chi square
= =
7.940621 0.9997
Lampiran 8 Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi inflasi dengan Pooled Least Square . regress cpi cpit1 Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | .34208643 1 .34208643 Residual | .0223601 62 .000360647 -------------+-----------------------------Total | .36444653 63 .005784866
Number of obs F( 1, 62) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= = = = = =
64 948.54 0.0000 0.9386 0.9377 .01899
-----------------------------------------------------------------------------cpi | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------cpit1 | 1.049188 .0340664 30.80 0.000 .9810899 1.117285 _cons | -.0800686 .070092 -1.14 0.258 -.2201805 .0600432
=
41
Lampiran 9 Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi inflasi dengan Fixed Effect . xtreg cpi cpit1, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: negara
Number of obs Number of groups
= =
64 8
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
8 8.0 8
within = 0.9450 between = 0.9977 overall = 0.9386
corr(u_i, Xb)
F(1,55) Prob > F
= 0.4925
= =
945.90 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------cpi | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------cpit1 | .9467256 .0307824 30.76 0.000 .8850363 1.008415 _cons | .3007803 .1458137 2.06 0.044 .0085631 .5929975 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .03568759 sigma_e | .03425217 rho | .52051503 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(7, 55) = 6.58 Prob > F = 0.0000
Lampiran 9 Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi inflasi dengan FD GMM . xtset negara tahun panel variable: time variable: delta:
negara (strongly balanced) tahun, 2005 to 2012 1 unit
. xtabond cpi reer m2 fiscal capital, lags(1) twostep artests(2) Arellano-Bond dynamic panel-data estimation Group variable: negara Time variable: tahun
Number of obs Number of groups Obs per group:
Number of instruments =
26
Wald chi2(5) Prob > chi2
= =
48 8
min = avg = max =
6 6 6
= =
9992.49 0.0000
Two-step results -----------------------------------------------------------------------------cpi | Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------cpi | L1. | .7553025 .1276068 5.92 0.000 .5051979 1.005407 | reer | -.3847313 .1801538 -2.14 0.033 -.7378262 -.0316364 m2 | .496149 .2118065 2.34 0.019 .0810159 .9112822 fiscal | .1391931 .0896416 1.55 0.120 -.0365012 .3148874 capital | .0703076 .0371287 1.89 0.058 -.0024634 .1430785 _cons | -.6687721 .1514402 -4.42 0.000 -.9655894 -.3719547 -----------------------------------------------------------------------------Warning: gmm two-step standard errors are biased; robust standard errors are recommended. Instruments for differenced equation GMM-type: L(2/.).cpi Standard: D.reer D.m2 D.fiscal D.capital Instruments for level equation Standard: _cons . estat abond Arellano-Bond test for zero autocorrelation in first-differenced errors +-----------------------+ |Order | z Prob > z| |------+----------------| | 1 |-2.1712 0.0299 | | 2 |-.93264 0.3510 | +-----------------------+
42 H0: no autocorrelation . estat sargan Sargan test of overidentifying restrictions H0: overidentifying restrictions are valid chi2(20) Prob > chi2
= =
2.72021 1.0000
Lampiran 10 Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi inflasi dengan Pooled Least Square . regress cpi cpit1 reer m2 fiscal capital Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | .345473428 5 .069094686 Residual | .018973102 58 .000327122 -------------+-----------------------------Total | .36444653 63 .005784866
Number of obs F( 5, 58) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= = = = = =
64 211.22 0.0000 0.9479 0.9435 .01809
-----------------------------------------------------------------------------cpi | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------cpit1 | .9515502 .0609489 15.61 0.000 .8295478 1.073553 reer | -.043543 .0148296 -2.94 0.005 -.0732276 -.0138583 m2 | .1710597 .110316 1.55 0.126 -.0497617 .3918812 fiscal | .0137549 .0209896 0.66 0.515 -.0282603 .0557701 capital | .0134209 .0053264 2.52 0.015 .0027589 .0240828 _cons | -.2990142 .1630871 -1.83 0.072 -.6254686 .0274402 ------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 11 Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi inflasi dengan Fixed Effect . xtreg cpi cpit1 reer m2 fiscal capital, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: negara
Number of obs Number of groups
= =
64 8
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
8 8.0 8
within = 0.9549 between = 0.4350 overall = 0.6926
corr(u_i, Xb)
= -0.4114
F(5,51) Prob > F
= =
216.17 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------cpi | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------cpit1 | .7250548 .0546468 15.10 0.000 .7153467 .9347629 reer | -.0059521 .0563684 -0.11 0.916 -.1191164 .1072121 m2 | .178408 .0997259 1.79 0.080 -.0218 .3786161 fiscal | -.0704529 .0639619 -1.10 0.276 -.1988617 .0579559 capital | .0673755 .0383854 1.76 0.085 -.0096865 .1444374 _cons | -.5640468 .2902344 -1.94 0.057 -1.146717 .018623 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .04683927 sigma_e | .01398862 rho | .91811117 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(7, 51) = 6.57 Prob > F = 0.0000
43
RIWAYAT HIDUP Fatimah Zachra Fauziah memiliki panggilan nama Lala dilahirkan di Cirebon pada 13 Oktober 1992. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ir. Bambang Hermani, M.Sc dan Dra. Nina Siti Maemunah. Jenjang pendidikan dimulai dari TK Aminah lalu SDN Kesambi Dalam III Cirebon kemudian SMP Negeri 6 Cirebon. Selanjutnya penulis menamatkan jenjang SMA di SMA Negeri 9 Cirebon. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan minor Ekonomi Syariah. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) IPB Kementerian Pendidikan selama dua tahun dari tahun 2010 hingga 2012 dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) sebagai Sekretaris Departemen Pendidikan tahun 2012-2013. Selain itu penulis juga pernah terlibat menjadi panitia di tingkat departemen, fakultas dan kampus. Pada bidang akademis penulis pernah menjadi presenter paper dalam ASEAN Academic Society International Conference (AAISC) tahun 2012 di Hat Yai, Thailand dan Conference Indonesian Student in Korea (CISAK) tahun 2012 di Daejeon, Korea Selatan, serta acceptence paper dalam International Regional Science Association (IRSA) Conference tahun 2014 di Makassar, Indonesia. Penulis juga menerima dana Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian Masyarakat tahun 2012 dan PKM bidang Kewirausahaan tahun 2013. .