ANALISIS DAMPAK INTEGRASI EKONOMI ASEAN TERHADAP EKSPOR SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Aprilia Dina Puspita 115020107111023
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
ANALISIS DAMPAK INTEGRASI EKONOMI ASEAN TERHADAP PERDAGANGAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA Aprilia Dina Puspita Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email :
[email protected] ABSTRACT This research aims to examine the impact of ASEAN economic integration on trade in the agricultural sector in Indonesia, especially with ASEAN member countries. This study uses a gravity model to analyze bilateral trade between countries Indonesia and other ASEAN countries and its main trading partners in the agricultural sector. The author uses the total exports of the country's agricultural sector Indonesia as the dependent variable and enter the variable GDP per capita exporting countries, GDP per capita of the importing country, the real exchange rate, distance, inflation exporting countries, inflation and dummy importing country in the implementation of AFTA ASEAN countries as an independent variable. The results showed that the variable real exchange rate, inflation importing country and dummy ASEAN significant and positive impact on agricultural exports of Indonesia, while the GDP per capita of the exporting country, distance, and inflation exporting countries influence significantly and negatively on agricultural exports in Indonesia, variable GDP per capita of the importing country does not significantly influence the export agriculture sector in Indonesia. Keywords: economic integration, Gravity Model, AFTA
A. PENDAHULUAN Berkembangnya era globalisasi telah meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat serta biaya perdagangan internasional yang akhirnya mendorong terciptanya integrasi ekonomi regional. Berkaitan dengan integrasi ekonomi, pada tahun 1992 diciptakan area perdagangan bebas antara sesama negara ASEAN yang bernama Asean Free Trade Area (AFTA) sebagai bentuk kerjasama di bidang ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan hambatan - hambatan perdagangan yang berlaku di negara - negara ASEAN yang diharapkan akan meningkatkan arus lalu lintas barang antar negara - negara ASEAN. Dalam rangka menuju ke arah pembentukan AFTA disepakati juga mekanisme utama yang digunakan, yaitu Common Effective Preferential Tariff (CEPT), yaitu suatu konsep yang memberikan penekanan pada pengurangan atau penghapusan tarif serta non-tarif untuk produk manufaktur dan pertanian hingga mencapai antara 0 sampai 5 persen. Mekanisme ini mulai diberlakukan Januari 1993. Barang-barang yang dimasukkan dalam CEPT tersebut yang diimpor dari sesama negara ASEAN akan dikenakan bea masuk yang sama di semua negara anggota. Bea masuk ini akan lebih rendah dari pada bea masuk terhadap barang sejenis yang diimpor dari luar ASEAN. Mekanisme penurunan tariff CEPT berdasarkan pada prinsip MFN (Most Favourable Nations) yang merupakan tarif bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk ke suatu negara dari negara lain. Table 1 Perbandingan MFN Tariff dan CEPT Tariff tahun 2003 di 6 negara ASEAN Country MFN CEPT Brunei 3.1 1.04 Indonesia 7.3 2.17 Malaysia 9.2 1.95 Philippines 7.8 3.82 Singapore 0 0 Thailand 18.6 4.63 Sumber : Saleh dan Suprayitno 2010
Indonesia merupakan salah satu anggota ASEAN dengan sektor pertanian sebagai sektor utama penggerak perekonomiannya.Sebagai Negara agraris Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada sektor pertanian.Adanya AFTA diharapakan dapat meningkatkan perdagangan sektor pertanian Negara Indonesia. Diberlakukannya Common Effective Preferential Tariff (CEPT) diharapkan mampu menunjang perdagangan produk pertanian Indonesia terutama dengan Negara ASEAN. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui dampak integrasi ekonomi ASEAN terhadap perdagangan sektor pertanian di Indonesia setelah diberlakukannya AFTA serta menemukan faktor-faktor apa saja yang memiliki pengaruh terhadap perdagangan pada sektor pertanian diIndonesia dengan Negara ASEAN maupun ekstra ASEAN.
B. TINJAUAN PUSTAKA Perdagangan Internasional perdagangan internasional menurut Salvatore (1997) merupakan suatu gugusan masalah yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditi antar negara. Apabila perdagangan internasional tidak ada masing-masing negara harus mengkonsumsi hasil produksinya sendiri. Tiap negara melakukan perdagangan karena mempunyai keunggulan masing-masing dalam berproduksi, Adam Smith menjelaskan dengan teori Keunggulan Absolut (Absolute Advantage), David Ricardo menyatakan perbedaan yang mendasari perdagangan karena adanya Keunggulan Komparatif pada masing-masing negara (Comparative Advantage), sedangkan Heckscher-Ohlin menambahkan bahwa pada masa persaingan yang makin kompetitif, setiap negara dituntut untuk memiliki Keunggulan Kompetitif agar dapat bersaing dan bertahan di pasar dunia. Integrasi Ekonomi Menurut Suprima (2010), definisi integrasi ekonomi secara umum adalah pencabutan (penghapusan) hambatan- hambatan ekonomi diantara dua atau lebih perekonomian (negara). Secara operasional, didefinisikan sebagai pencabutan (penghapusan) diskriminasi dan penyatuan politik (kebijaksanaan) seperti norma, peraturan, prosedur. Instrumennya meliputi bea masuk, pajak, mata uang, undang -undang, lembaga, standarisasi, dan kebijaksanaan ekonomi. Tinjauan AFTA Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tarif (bea masuk nol sampai dengan lima persen) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota ASEAN. Tujuan AFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA direncanakan beroperasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003. Mekanisme utama untuk mencapai tujuan tersebut adalah skema “Common Effective Preferential Tariff (CEPT) program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negaranegara ASEAN. Ada empat klasifikasi produk yang termasuk dalam kesepakatan CEPT-AFTA, yakni (Anonimous, 2014): 1. Inclusion List (IL), yaitu daftar yang berisi produk-produk yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Jadwal penurunan tariff b. Tidak ada pembatasan kuantitatif c. Hambatan non-tarifnya harus dihapuskan dalam waktu lima tahun. 2. General Exception List (GEL), yaitu daftar produk yang dikecualikan dari skema CEPT oleh suatu negara karena dianggap penting untuk alasan perlindungan keamanan nasional, moral
masyarakat, kehidupan dan kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, nilai barangbarang seni, bersejarah atau arkeologis. 3. Temporary Exclusions List (TEL). yaitu daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara untuk dimasukkan dalam skema CEPT. Produk-produk TEL barang manufaktur harus dimasukkan ke dalam IL paling lambat 1 Januari 2002. Produk-produk dalam TEL tidak dapat menikmati konsensi tarif CEPT dari negara anggaota ASEAN lainnya. 4. Sensitive List, yaitu daftar yang berisi produk-produk pertanian bukan olahan (Unprocessed Agricultural Products = UAP). a. Produk-produk pertanian bukan olahan adalah bahan baku pertanian dan produk-produk bukan olahan yang tercakup dalam pos tarif 1 sampai 24 dari Harmonized System Code (HS) dan bahan baku pertanian yang sejenis serta produk-produk bukan olahan yang tercakup dalam pos-pos tarif HS. b. Produk-produk yang telah mengalami perubahan bentuk sedikit dibanding bentuk asalnya. Produk dalam SL harus dimasukkan kedalam CEPT dengan jangka waktu untuk masingmasing negara sebagai berikut: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand tahun 2003; Vietnam tahun 2013; Laos dan Myanmar tahun 2015; Kamboja tahun 2017. Konsep Model Gravitasi Gravity Model adalah sebuah model yang sangat sering digunakan dalam ekonomi internasional, hal ini dikarenakan kesuksesannya dalam pengaplikasian model tersebut.Gravity model pertama kali diperkenalkan oleh Tinbergen (1962). Gravity model dimulai dari hukum gravitasi Newton yang terkenal (Gravitational Foce – GF) antara dua objek i dan j dimana gaya gravitasi secara langsung dipengaruhi secara positif oleh massa objek (Mid an Mj) dan secara tidak langsung dipengaruhi secara negative oleh jarak di antara kedua objek (Dij).
C. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, jenis penelitian ini adalah penelitian Explanatory Research, dimana dalam penelitian ini menyoroti hubungan antara variable-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya (Singaribun 1995:5). Penelitian ini menggunakan teknik analisis data panel untuk mengidentifikasi dan menganalisis perdagangan sektor pertanian negara indonesia yang terdapat dalam HS 01 – 24 setelah diberlakukannya AFTA dengan 5 negara anggota ASEAN yang merupakan mitra dagang utama negara indonesia pada sektor pertanian serta 4 negara mitra dagang indonesia di luar anggota ASEAN yang merupakan mitra dagang utama di sektor pertanian dengan menggunakan data pada tahun 1995-2013. Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.: Log (Xij)= α0 + α1logGDPPCit + α2logGDPPCjt + α3RERijt + α4logDISTij + α5 logINFit + α6 logINFij+ α7DASEAN + εijt Dimana : Xij : Total ekspor pertanian (HS 01 – 24) negara i dan j pada tahun t GDPPCit : Total GDP Perkapita Negara i pada tahun t GDPPCjt : Total GDP Perkapita Negara j pada tahun t RERijt : Nilai tukar riil Negara i dan j pada tahun t DISTij : Jarak dinamis Negara i ke j INFit INFijt
: Tingkat inflasi Negara i pada tahun t : Tingkat inflasi Negara i pada tahun t
DASEAN
: Dummy ASEAN merupakan variable dummy untuk menjelaskan apakah kedua negara I dan j pada tahun (t) termasuk anggota AFTA. Tahun (t) disini merupakan tahun diberlakukannya AFTA yaitu tahun 2003. εijt : Eror term Dalam regresi data panel ada tiga macam pendekatan yaitu pendekatan Common Effect Method (CEM), pendekatan Fixed Effect method (FEM) dan pendektan Random Effect Method (REM). Untuk menentukan model terbaik yang akan digunakan adalam dengan meggunakan uji Chow dan uji Hausman. Kemudian uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian menggunakan data panel ini adalah uji multikolinearitas dan uji heterokedastisitas. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Model Estimasi A. Uji Chow Tabel 2. Hasil Uji Chow Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic 3.018857 24.761330
d.f.
Prob.
(8,155) 8
0.0035 0.0017
Berdasarkan hasil uji chow nilai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan kondisi H0 ditolak. Dalam hal ini H0 nya adalah model PLS lebih baik dibandingkan model fixed effect. Sehingga dengan tingkat keyakinan 95% dapat disimpulkan bahwa untuk data yang dimiliki model fixed effect lebih sesuai digunakan. b. Uji Hausman Tabel 3. Hasil Uji Hausman Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 0.000000
7
Prob. 1.0000
Berdasarkan hasil uji Hausman nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 menunjukkan kondisi H0 diterima. Dalam hal ini H0 nya adalah model random effect lebih baik dibandingkan model fixed effect. Sehingga dengan tingkat keyakinan 95% dapat disimpulkan bahwa untuk data yang dimiliki model random effect lebih sesuai digunakan. Tabel 4 Hasil Regresi Data Panel Variable Koefisien t-statistik Probabilitas Keputusan C 12.43265 9.079553 0.0000 Signifikan LogGDPPCit? -0.497887** 0.251737 0.0496 Signifikan LogGDPPCjt? 0.117132 0.223580 0.6011 tidak signifikan LogRERijt? 0.430408* 0.132763 0.0014 Signifikan LogDISTijt? -0.948039* 0.287405 0.0012 Signifikan LogINFit? -0.889343* 0.278044 0.0017 Signifikan LogINFjt? 0.750033* 0.237836 0.0019 Signifikan LogDASEAN? 0.516468* 0.192713 0.0081 Signifikan R-squared 0.404853 Prob (F-statistic) 0.000000 *signifikan pada α =1% **signifikan pada α= 5% *** signifikan pada α = 10%
Keterangan : GDPPCit (GDP Perkapita Negara Indonesia), GDPPCjt (GDP Perkapita Negara Mitra Dagang), RERijt (Nilai Tukar Negara Indonesia dan Mitra Dagang), DISTijt (Jarak Negara Indonesia dan Mitra Dagang), INFit (Inflasi Negara Indonesia), INFjt (Inflasi Negara Mitra Dagang), DASEAN (variabel dummy ASEAN) Pengaruh Dummy ASEAN terhadap Total Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Dummy ASEAN merupakan gambaran dari pengaruh perdagangan sektor pertanian Indonesia dengan negara ASEAN dan mitra dagang utamanya setelah diberlakukannya kebijakan AFTA. Dari hasil uji statistik data panel, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh positif antara Dummy ASEAN terhadap Total Ekspor Sektor Pertanian Indonesia. Dengan signifikan level (tingkat kesalahan) sebesar 1% dan dengan nilai koefisien sebesar 0,516468.Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa setelah diberlakukannya AFTA perdagangan pada sektor pertanian di Indonesia dengan negara AEAN mengalami peningkatan.Adanya pemberlakuan penghapuan dan pengurangan tariff pada produk sektor pertanian di Negara ASEAN yang terdapat dalam CEPT AFTA mampu meningkatkan perdagangan sektor pertanian di Indonesia khususnya dengan negara-negara ASEAN. Dummy ASEAN dalam uji data panel berpengaruh positif terhadap ekspor merupakan gambaran pengaruh implementasi kebijakan afta pada perdagangan sektor pertanian Indonesia dengan negara ASEAN dan mitra dagang utamanya. Seperti yang telah diteliti sebayang (2011) yang menyatakan bahwa negara yang berintegrasi membentuk suatu kawasan perdaganan mampu meningkatkan perdagangan sehingga dapat menunjang perekonomian dikawasan dagang negara tersebut. Pengaruh GDP Perkapita Negara Pengekspor terhadap Total Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Pengaruh GDP perkapita negara pengekspor terhadap total ekspor sektor Pertanian Indonesia dengan ASEA-5 dan mitra dagang utamanya berpengaruh negatif dengan signifikan level (tingkat kesalahan) sebesar 5% dan dengan nilai koefisien sebesar -0,497887. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika GDP negara pengekspor mengalami kenaikan sebesar 1% maka total ekspor yang dilakukan oleh negara pengekspor dengan mitra dagagnnya mengalami penurunan sebesar 0,497887%. GDP perkapita negara pengekspor mempunyai pengaruh yang negatif terhadap total ekspor sektor pertanian di Indonesia dengan negara ASEAN maupun dengan mitra dagang utamanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah Sarwoko (2009). GDP per kapita dari negara pengekspor mencerminkan tingkat pembangunan ekonomi di negara tersebut. Hal ini berarti semakin besar GDP perkapita yang dimiliki negara pengekspor maka akan mendorong pembangunan ekonomi yang akan meningkatkan produksi dalam negeri sehingga kapasitas produksi yang dimiliki negara tersebut meningkat, namun seiring meningkatnya penghasilan per kapita, konsumsi terhadap barang dan jasa dalam negeri juga akan meningkat sehingga negara tidak memiliki kelebihan barang dan jasa untuk diekspor hal ini akan berdampak pada menurunnya ekspor. Pengaruh GDP Perkapita Negara Pengimpor terhadap Total Ekspor Sektor Pertanian Indonesia GDP perkapita negara pengimpor tidak berpengaruh terhadap total ekspor sektor pertanian Indonesia, dengan nilai koefisien sebesar 0,117132. GDP perkapita negara pengimpor tidak berpengaruh terhadap total ekspor sektor pertanian di Indonesia dengan negara anggota ASEAN dan mitra dagang utamanya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Lembang (2013) dan Sarwoko (2009). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa GDP perkapita negara pengimpor tidak berpengaruh terhadap ekspor sektor pertanian di Indonesia, meskipun arah koefisiennya adalah positif.Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan masyarakat negara j, maka pengeluaran tersebut tidak banyak dialokasikan untuk mengkonsumsi produk pertanian sehingga tidak berpengaruh terhadap ekspor sektor pertanian di Indonesia.
Pengaruh Jarak Negara Pengekspor dengan Negara Pengimpor terhadap Total Ekspor Sektor Pertanian di Indonesia dengan ASEAN-5 dan Mitra Dagangnya Jarak merupakan cerminan dari biaya transportasi yang harus ditanggung negara pengekspor dan negara pengimpor dalam melakukan perdagangan. Dari hasil uji statistic data panel, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh negative jarak negara pengekspor dan negara pengimpor terhadap total perdagangan dengan mitra dagagnnya. Dengan significant level (tingkat kesalahan) sebesar 1% dan dengan nilai koefisien sebesar -0.948039. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika jarak negara pengekspor dan negara pengimpor mengalami kenaikan sebesar 1% maka total perdagangan yang dilakukan oleh negara pengekspor dan negara pengimpor dengan mitra dagagnnya mengalami penurunan sebesar -0,731162%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zarzoso (2003), Sarwoko (2009), Sebayang (2011), dan Abidin dkk (2013 Jauhnya jarak antara negara pengekspor dan negara pengimpor menjadikan biaya transportasi yang dikeluarkan untuk proses perdagangan kedua negara menjadi lebih mahal. Menurut Krugman (2001), selain biaya transportasi masih ada biaya lain yang harus ditanggung oleh kedua negara jika keduanya melakukan perdagangan. Biaya tersebut adalah biaya pengapalan dan waktu.Sehingga dalam teori dijelaskan bahwa negara yang ingin berdagang juga mempertimbangkan biaya yang harus ditanggung untuk mengirim barang.Sehingga negara cenderung memilih negera yang lebih dekat jaraknya. Pengaruh Nilai Tukar Riil (RER) Negara Pengekspor dan Pengimpor terhadap Total Ekspor Sektor Pertanian Indonesia Nilai tukar rupiah terhadap nilai tukar mitra dagangnya memiliki hubungan yang positif dengan nilai ekspor sektor pertanian di Indonesia.Pengaruhnya positif dengan significant level (tingkat keselahan) sebesar 1% dan dengan nilai koefisien sebesar 0.430408.dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa jika nilai tukar Rupiah terhadap nilaii tukar mitra dagangnya mengalami apresiasi (nilai tukar mitra dagangnya terdepresiasi) sebesar 1% maka nilai ekspor pertanian Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.430408%. demikian pula sebaliknya, jika nilai tukar Rupiah terhadap nilai tukar mitra dagangnya mengalami depresiasi (penurunan nilai mata uang) sebesar 1% maka volume ekspor pertanian di Indonesia mengalami kenaikan sebesar 0.430408%. Nilai tukar (Exchange Rate) mencerminkan tingkat harga yang disepakati penduduk kedua Negara untuk melakukan perdagangan (Mankiw, 2003). Dalam rezmi flexible exchange rate saat ini, nilai tukar menjadi sangat fleksibilitas, sehingga seringkali terjadi perubahan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang Negara lain, maka akan terjadi apresiasi mata uang. Sebaliknya, ketika mata uang suatu Negara mengalami penurunan nilai terhadap mata uang Negara lain, maka akan terjadi depresiasi mata uang. Hubungan antara nilai tukar dengan permintaan ekspor sesuatu barang adalah positif, Hal serupa tertuang dalam penelitian zarzoso (2003) dan Rahman (2003), yang menyatakan bahwa permintaan ekspor dalam jangka panjang dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh beberapa variable yang salah satunya adalah nilai tukar. Depresiasi nilai tukar akan berpengaruh untuk meningkatkan permintaan ekspor. Hal ini memperkuat bahwa apabila nilai tukar mata uang mengalami apresiasi, maka akan berdampak pada penurunan permintaan ekspor pada sektor pertanian di Indonesia, begitu juga sebaliknya apabila nilai tukar mata uang mengalami depresiasi, maka akan berdampak pada kenaikkan permintaan ekspor sektor pertanian dan bertambahnya pada neraca perdagangan (trade balance). Pengaruh Inflasi Negara Pengekspor terhadap Total Ekspor Sektor Pertanian Indonesia dengan ASEAN-5 dan Mitra Dagangnya Inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Diartikan juga sebagai naiknya terus menerus tingkat harga pada suatu perekonomian akibat kenaikan permintaan agregat/penurunan penawaran agregat. Inflasi negara pengekspor memiliki hubungan negatif terhadap total ekspor pertanian Indonesia. Dengan signifikan level (tingkat kesalahan) sebesar 1% dan dengan nilai koefisien sebesar -0,889343. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika inflasi negara pengekspor mengalami kenaikan sebesar 1% maka total ekpor yang dilakukan oleh negara pengekspor dengan mitra dagangnya mengalami penurunan sebesar -0,889343%.
Inflasi pada negara pengekspor memiliki dampak negatif terhadap ekspor di negara pengekspor hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2013). Naiknya inflasi akan menyebabkan biaya produksi barang ekspor akan semakin tinggi. Hal ini tentunya akan menyebabkan eksportir tidak mampu berproduksi maksimal karena untuk memproduksi barang komoditi ekspor diperlukan biaya yang tinggi. Selain itu kenaikan biaya produksi menyebabkan harga barang dan jasa negara pengekspor meningkat sehingga daya saing barang dan jasa di negara pengekspor akan menurun hal ini akan berdampak pada penurunan ekspor. Pengaruh Inflasi Negara Pengimpor terhadap Total Ekspor Sektor Pertanian Indonesia dengan ASEAN-5 dan Mitra Dagangnya Inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Diartikan juga sebagai naiknya terus menerus tingkat harga pada suatu perekonomian akibat kenaikan permintaan agregat/penurunan penawaran agregat. Inflasi negara pengimpor memiliki hubungan positif terhadap total ekspor sektor pertanian Indonesia. Dengan signifikan level (tingkat kesalahan) sebesar 1% dan dengan nilai koefisien sebesar 0,750033. Hal ini mengindikasikan bahwa ketika inflasi negara pengimpor mengalami kenaikan sebesar 1% maka total ekspor yang dilakukan oleh negara pengimpor dengan mitra dagangnya mengalami kenaikan sebesar 0,750033%. Inflasi di negara pengimpor memiliki dampak positif terhadap ekspor di negara pengekspor hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2013) yang meneliti dampak inflasi terhadap ekspor di Malaysia. Seperti halnya dampak inflasi pada negara pengekspor, Kenaikan inflasi di negara pengimpor akan menyebabakan harga barang komoditi di negara pengimpor meningkat, sehingga negara pengimpor akan melakukan impor untuk mendapatkan barang dan jasa yang lebih murah, hal ini akan menunjang ekspor dari negara pengekspor sehingga ekspor di negara pengekspor akan meningkat. E. SIMPULAN Berdasarkan hasil estimasi regresi pada bagian analisis dan pembahasan, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan antara lain yaitu: 1. Variabel-variabel nilai tukar, inflasi negara pengimpor, dan dummy ASEAN diketahui memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ekspor sektor pertanian di Indonesia. sehingga apabila variable-variabel tersebut mengalami peningkatan, maka nilai ekspor sektor pertanian di Indonesia juga akan meningkat. 2. Diantara variable-variabel yang diteliti variable GDP perkapita negara pengekspor, jarak negara ekportir dan importer, dan inflasi di negara pengekspor memiliki pengaruh negative dan signifikan terhadap ekspor sektor pertanian di Indonesia. sehingga apabila variable-variabel tersebut mengalami peningkatan, maka dapat mengurangi nilai ekspor sektor pertanian di Indonesia. 3. Diantara seluruh variable yang diteliti hanya variable GDP perkapita negara importir yang tidak signifikan terhadap ekspor sektor pertanian negara Indonesia dengan negara ASEAN dan mitra dagang utamanya. Sehingga adanya nilai perubahan pada GDP per kapita negara pengimpor maka tidak akan mempengaruhi ekspor sektor pertanian di Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga panduan ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Asosiasi Desen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya khususnya kepada Bapak Putu Mahardika Adi S., SE, M.Si, MA, Ph.D. selaku dosen pembimbing penulis atas bimbingan yang diberikan dan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Irwan S. Z, Nor A. A. B danRizaudin S. 2013. The Determinants of Exports Between Malaysia and the OIC Member Countries: A Gravity Model Approach. Procedia Economics and Finance Vol. 5 Anonimous. 2013. Kebijakan-kebijakan dalam bidang Pertanian: Pemantauan dan Evaluasi 2013 Negara-negara OECD dan Negara-negara Berkembang : INDONESIA. Pemantauan Dan Evaluasi Kebijakan Pertanian. Indonesia: OECD ________. 2014. Asean Free Trade Area (AFTA).http://www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA. Diaksestanggal 26 Desember 2014 Badan Pusat Stastistik. 2013. Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha 2008 – 2013. http//bps.go.id//. Diakses pada tanggal 26 Desember 2014 Bank Indonesia.2007.Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur.PT Elex Jakarta: Media Komputindo Boediono. 1994. Ekonomi Internasional. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 3.Yogyakarta: BPFE Dianta, K dan A. Sebayang. 2011. Dampak Integrasi Ekonomi ASEAN Terhadap Perdagangan Indonesia pada Sektor Kendaraan Roda Empat. Econosains Vol.9 No.2 Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2014. “Market Intelligence” Situasi Pasar Komoditi Pertanian Wilayah ASEAN. Jurnal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Vol. II No. 2 ISSN: 2337-9572 Geobytes.2013. Jarak Ibu Kota antar Negara.http://geobytes.com. Diakses pada tanggal 30 Juli 2015 Gujarati, D. N dan Dawn C.P. 2012.Dasar-Dasar Ekonometrika Buku 2 Edisi 5.Jakarta: Salemba Empat Hapsari dan Mangunsong. 2006. Determinants of AFTA Members Trade Flows and Potential for Trade Diversion.Asia-Pacific Research and Training Network on Trade Working Paper Series No. 21 Hutabarat, B, M, Husein S, Helena J.P, Sri N, Adi S, dan Juni H. 2006. Posisi Indonesia Dalam Perundingan Perdagangan Internasional Dibidang Pertanian.Jakarta Selatan: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian International Monetary Fund. 2013. Indeks Harga Konsumen Indonesia Tahun 1994-2013. http://www.imf.org/external/index.htm. Diakses pada tanggal 30 Juli 2015 _____________________. 2013. Inflasi Tahun 1994-2013. Diakses pada tanggal 30 Juli 2015
http://www.imf.org/external/index.htm.
Krugman, P. R dan Maurice O. 2003.Ekonomi Internasional Teori Kebijakan Edisike 2.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Lembang, M. B dan Yulius P. 2013.Ekspor Karet Indonesia Ke-15 Negara Tujuan Utama Setelah Pemberlakuan Kebijakan ACFTA.Trikonomika Vol. 12 No.1 Nopirin. 2000. Ekonomi Internasional Edisi 3. Yogyakarta: BPFE-UGM Oanda. 2013. Nilai Tukar Tahun 1995-2013. http://www.oanda.com/current/converter/. Diakses pada tanggal 30 Juli 2015 Rahman, M. M. 2003. A Panel Data Analysis of Bangladesh’s Trade: The Gravity Model Approach. Australia: Universitas of Sedney Respati, E, Wieta, B. K, Megawati, M dan Widyawati. 2013. Ekspor Impor Komoditas Pertanian. Kementrian Pertanian Republik Indonesia Vol. 5 No. 3 Saleh, S danBambang S. 2010.Asean Economic Integration: Trade Creation or Trade Diversion For Import Of Indonesia Manufactures?.Economic Journal of Emerging Market Vol.2 No. 1 Salvatore Dominic.1997. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga. Sarwoko.2009. Perdagangan Bilateral antara Indonesia dengan Negara-Negara Patner Dagang Utama dengan Menggunakan Model Gravitasi. Jurnal lmiah MTG Vol. 2 No. 1 Sebayang, K. D. A. 2011. Dampak Integras iEkonomi ASEAN tehadap Perdagangan Indonesia pada Sektor Kendaraan Roda Empat. Econo Sains Vol. IX No.2 Sukirno S. 2008. Makroekonomi, Teori Pengantar, Edisi 3. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada UN
COMTRADE. 2013. Data Ekspor-Impor Pertanian http://comtrade.un.org/. Diakses pada tanggal 30 Juli 2015
(HS
1-24)
Tahun
1995-2013.
Winantyo, R dkk. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global.Jakarta: Pt Elex Media Komputindo World Bank. 2013. GDP PerkapitaTahun 1995-2013. http://www.worldbank.org. Diakses pada tanggal 30 Juli 2015 Yang S, A dan Inmaculada M. Z. 2014.Panel data analysis of trade creation and trade diversion effects: The case of ASEAN–China Free Trade Area.China Economic Review Vol.29 Yanto. 2011. Investigasi Ekonomitrika Data Panel terhadap Volume Perdagangan Indonesia. Vol. 2 No. 1 Yuniarti, Dini. 2009. Analisis Determinan Perdagangan Bilateral Indonesia Pendekatan Gravity Model.Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 4 No. 1 Zarzoso. 2010. Augmented Gravity Model: an Empirical Application to Mercusor-Europan Union Trade Flows. Journal Of Applied Economics Vol. 6 No. 02