eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (3): 931-940 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
DAMPAK PEMBERLAKUAN PERJANJIAN ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) TERHADAP SEKTOR KOMODITAS PERTANIAN DI INDONESIA Muhammad Husni1 NIM.0802045040
Abstract This study aimed to describe the impact of the implementation of ACFTA agreement on the agricultural sector in Indonesia. This type of research is descriptive research, which illustrates the impact of the implementation of ACFTA agreement on the agricultural sector in Indonesia. The data used are secondary data that was obtained through a literature review and literature such as books, internet and others. Analysis techniques used are qualitative analysis techniques. The results showed that the impact of ACFTA on Indonesia especially in horticulture fruits in the country that had an impact on the agricultural sector in Indonesia. Applicability ACFTA gradually raises new problems for the agricultural sector in Indonesia. Agriculture sector should be the main increase in the Indonesian economy, the horticulture sub-sector that felt the most significant impact to the surge in imports from China, and in the plantation sector that felt the positive impact of the implementation of the ACFTA as export demand from China is increasing. Government has an important role in protecting agricultural products in Indonesia as a result of the impact of ACFTA. Keywords: ASEAN-China Free Trade Agreement, Agriculuture Comoditi, ExportImport Pendahuluan Indonesia sejak bergabung dengan ASEAN (Assosciation of Shoutthest Asia Nations) banyak melakukan kerjasama dengan negara lain. Antara lain Asosiasi bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Republik rakyat Cina (RRC) semakin dipererat dengan ditandatanganinya kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-Cina (ASEAN-China Free Trade Agreement. CFTA dimulai ketika pada tahun 2001 digelar ASEAN-China Summit di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Pertemuan kelima antara ASEAN dengan 1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: 931-940
China ini menyetujui usulan China untuk membentuk ACFTA dalam waktu 10 tahun. Lima bidang kunci yang disepakati untuk dilakukan kerjasama adalah pertanian, telekomunikasi, pengembangan sumberdaya manusia, investasi antarnegara dan pembangunan di sekitar area sungai Mekong. Pertemuan ini ditindaklanjuti dengan pertemuan antar Menteri Ekonomi dalam ASEAN-China Summit tahun 2002 di Phnom Penh, Vietnam. Pertemuan ini menyepakati “Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation” (CEC), yang didalamnya termasuk FTA. Salah satu tujuan yaitu memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara negara-negara anggota, meliberalisasi secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk mempermudah investasi, menggali bidangbidang kerjasama yang baru dan mengembangkan kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota, memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam) dan menjembatani kesenjangan pembangunan ekonomi diantara negara-negara anggota. Negara-begara ASEAN yang termasuk yaitu Indonesia, malaysia, Singapura, Brunai, Thailand, dan Filiphina yang menyetujui penghapusan per 1 Januari 2010 sedangkan Cambodja, Myanmar, Laos dan Vietnam baru akan mengeliminasi dan menghapus tarif 1 januari 2015. Adapun hasil kesepakatannya yaitu bea masuk produk manufaktur Cina ke ASEAN, ditetapkan maksimal 5 persen, sedangkan di sektor pertanian 0 persen tanpa pajak sama sekali. Dalam Kerangka kesepakatan tersebut antara ASEAN dan Cina, terdapat enam elemen penting yaitu salah satu diantaranya adalah perdagangan dan langkahlangkah fasilitasi (mencakup berbagai isu seperti seperti penghapusan hambatan non-tarif, pengakuan standar di masing-masing pihak dan penilaian prosedur bagi sektor jasa). Dalam proses penurunan di bawah kesepakatan ini dapat dibedakan dalam tiga kategori yaitu Early Harvest Programme (EHP), jalur normal, dan jalur sensitive. Dibawah EHP, masing-masing Negara ASEAN diberikan kebebasan untuk melakukan perdagangan bilateral awal di lima bidang, seperti pertanian, teknologi informasi, pengembangam sumber daya manusia, penanaman modal dan pengembangan kawasan Mekong, apabila mereka memang mampu. Satu fitur unik EHP adalah Cina sepakat untuk memberikan konsesi unilateral terhadap 130 produk pertanian dan manufaktur ke Negara anggota ASEAN yang gagal mendapatkan keuntungan dari mekanisme. Cina merupakan negara yang sedang berjaya dalam hal ekonomi hingga saat ini. Produknya telah merambah ke hampir seluruh dunia. Produk yang murah menjadi poin plus bagi Negara tersebut. Pertumbuhan ekonominya yang sungguh pesat membuat Cina menjadi aktor penting di kawasan Asia. Cina yang memberi
` 932
Dampak Pemberlakuan Perjanjian ACFTA [Muhammad Husni]
dukungan besar terhadap industri dalam negerinya sehingga dapat menguasai pasar dunia. Kuatnya perekonomian Cina ke Negara di dunia yang begitu membawa dampak begitu besar pada kawasan ASEAN, khususnya bagi Indonesia. Hal tersebut membuat pasar domestik di Indonesia menjadi tidak berimbang. Dalam tiga tahun terakhir terjadi ketidakseimbangan neraca perdagangan ekspor-impor khususnya pertanian antara Indonesia dan Cina, Indonesia menunjukkan angka yang defisit. Data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan sepanjang JanuariNovember 2010, neraca perdagangan Indonesia dengan Cina, Indonesia mengalami defisit. Hasil produk pertanian merupakan yang paling rentan dalam keberlangsungan perdagangan bebas, terutama pada sektor Holtikultura yaitu buah-buahan. Masuknya produk Cina yang begitu besar ke Indonesia mengakibatkan Indonesia banyak mengimpor buah-buahan dari Cina. Jika kita melihat pola dan struktur perdagangan Indonesia-Cina selama diberlakukannya ACFTA, sektor pertanian kurang mendapatkan manfaat dari pemberlakuan tersebut. Sebab dalam subsektor komoditas pangan dan hortikultura Indonesia dibandingkan Cina mengalami defisit. Produk Holtikultura yang dikosumsi masyarakat Indonesia justru banyak harus di impor dari Cina. Kerangka Konseptual Konsep Perdagangan Bebas Perdagangan bebas merupakan suatu konsep ekonomi dimana lalu lintas transaksi perdagangan antar bangsa dilakukan secara bebas tanpa hambatan seperti tidak ada lagi dibatasi dan dibebani dengan apa yang lazim disebut tarif bea masuk, sistem kuota maupun prosedur pabean yang rumit dan berbelit-belit.(Amir M.S, 2000). Bila dikaitkan dengan perdagangan bebas ASEAN-Cina, maka berarti lalu lintas barang dan jasa antar negara anggota ASEAN dan Cina tidak lagi dibatasi dan dibebani dengan tarif bea masuk, sistem kuota maupun prosdur paben yang rumit dan berbelit-belit. pada prinsipnya perdagangan bebas atau Free Trade adalah suatu bentuk penjabaran ekonomi suatu negara yang mekanisme kebijakan perekonomiannya diserahkan kepada kebijakan pasar dengan meminimalkan seminim mungkin peran negara bahkan sama sekali tidak ada intervensi atau campur tangan dari negara. Teori klasik perdagangan bebas menyebutkan bahwa perdagangan bebas bertumpu pada keunggulan komparatif (Comparative Advantage). Prinsip spesialisasi dan keunggulan komparatif itu pula yang dipergunakan para ekonom utnuk merumuskan aneka teori mengenai manfaat perdagangaan antar bangsa. Dalam perdagangan Internasional para teori klasik seperti Adam Smith
933
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: 931-940
mengemukakan teori Absolute Advantage (Keunggulan mutlak) mengatakan bahwa setiap negara memperoleh manfaat perdagangan Internasional karena melakukan spesialisasi produk dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak. Serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (Absolute Disadvantage).(Hamdy Hady, 2001). Perdagangan bebas juga dapat dikatakan sebagai perdagangan terbuka atau perdagangan antar negara berdasarkan hukum keunggulan komparatif.(Anup Shah, 2004). Terbuka alam artian bahwa negara menghapus bebagai aturan yang mengontrol dan membatasi perdagangan, yaitu : 1. Tarif 2. Peraturan-peraturan 3. Standar-standar tertentu, legislasi, ukuran-ukuran yang diregulasi 4. Pembatasan-pembatasan terhadap aliran kapital dan investasi Sedangkan keunggulan komparattif yang dimaksud merupakan keunggulan suatu negara atau kawasan dalam memproduksi barang tersebut lebih rendah daripada dilakukan oleh negara ataun kawasan lain atau dengan kata lain negara sebaiknya mengekspor produk yang dapat diproduksi yang dapat diproduksi lebih efisien daripada oleh negara lain yang mengimpor barang-barang yang biaya produksinya relatif lebih mahal.(Tumpal Rumapes, 2000). Perdagangan dilakukan oleh dua negara atau lebih diberlakukan dengan membebaskan tarif dan saling bertukar barang yang dinilai memiliki keunggulan di negara tersebut yaitu seperti yang sedang dilaksanakan oleh negara-negara ASEAN dan Cina. Dalam hal ini, setiap negara dapat membuat barang apa saja yang menjadi kebutuhan penduduknya. Namun, dalam wilayah produksi terdapat perbedaan barang yang dinilai dari segi biaya produksi. Barang-barang yang memiliki biaya produksi rendah itulah yang akan diekspor kenegara lain sebagai komoditi unggulan, sedangkan barang-barang yang memiliki biaya produksi mahal dibandingkan harga dunia, maka akan dilakukan impor dari negara lainnya sehingga biaya yang dikeluarkan seimbang dengan nilai barang yang diekspor keluar negeri ataupun yang menghasilkan keuntungan. Dalam pelaksanaanya perdagangan bebas bebas dalam sebuah area, akan saling bertukar barang yang juga merupakan keunggulan dari negara lain. Jika pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan keunggulan komparatif yang diharapkan, maka setiap negara dapat memperoleh keuntungan lebih besar dari biaya ekspor ataupun impor. Hal ini disebabkan karna harga sebuah barang bergerak dari domestik ke wilayah dunia, yang mengalami kerugian akan mengurangi jumlah penjualan mereka sedangkan yang mengalami keuntungan akan semakin mendapatkan keuntungan akibat berkurangnya kuantitas dari pihak yang mengalami kekalahan. Sehingga keuntungan yang diperoleh melebihi biaya ekspor ataupun impor.
` 934
Dampak Pemberlakuan Perjanjian ACFTA [Muhammad Husni]
Metode Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian descriptive yakni penulis memberikan gambaran yang jelas dan konkrit dalam hal ini adalah Dampak Pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) Terhadap Sektor Komoditas Pertanian di Indonesia. Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui telaah pustaka, yakni dengan mengumpulkan data-data dari buku, surat kabar, televisi, internet maupun catatan-catatan penting mengenai hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti oleh penulis. Teknik analisa data yang digunakan penulis adalah teknik analisis kualitatif.
Pembahasan Dampak ACFTA bagi Indonesia khusunya dalam pertanian, dapat diklasifikasikan menjadi dampak positif dan negatif. Hubungan antara seluruh anggota ASEAN dengan pihak ketiga dalam hal membuat perjanjian Internasional yang berdiri sendiri. Jadi, jika dihubungkan dengan pejanjian pembentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN-Cina, maka Indonesia sebagai anggota ASEAN adalah sebagai subjek hukum Internasional yang berdiri sendiri. Disamping itu di dalam perjanjian mengenai pebentukan kawasan perdagangan bebas ASEAN-Cina juga disinggung bahwa perjanjian itu dapat berlaku secara kolektif atau secara Individu. Dampak positif dari pejanjian ACFTA dari sisi konsumen atau masyarakat, kesepakatan ini memberikan angin segar karena membuat pasar dibanjiri oleh produk-produk dengan harga lebih murah dan banyak pilihan. Dengan demikian akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat sehingga diharapkan kesejahteraan pun dapat ditingkatkan. Namun, kesepakatan tersebut juga memberikan dampak negatif yang justru membuat industri petanian lokal gelisah. Hal ini dikarenakan industri petanian lokal dinilai belum cukup siap menghadapi serbuan produk-produk China yang berharga murah. Produk-produk dalam negeri masih memiliki biaya produksi yang cukup tinggi sehingga harga pasaran pun masih sulit ditekan. Keadaan ini dikhawatirkan akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dikarenakan ditutupnya perusahaan dalam negeri akibat kalah bersaing. Secara teori, perdagangan Internasional adalah perdagangan antar negara yang dilakukan tanpa hambatan berpeluang member manfaat bagi masing-masing negara melalui spesialisasi produksi komoditas yang diunggulkan oleh masingmasing. ACFTA merupakan hasil dari perdagangan bebas yang disepakati Indonesia sejak bergabung dengan WTO (World Trade Organization), yang mengharuskan semua anggota menghapus tarif perdagangan agar terjadi perdagangan yang bebas.
935
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: 931-940
Berdasarkan UU No.38 tahun 2008 tentang ratifikasi piagan ASEAN yang menjadi landasan legal bagi ACFTA. Regionalisme ASEAN didirikan diatas pilar pasar bebas dalam pasal 1 ayat 5 Piagam ASEAN menyatakan: “to create single market and production base which is stable, prosperous, highly competitive and economically integrated with effective facilitation for trade and invesmentnin which there is free flow of goods, service, and investment, and labour; and free flow of capital” Selanjutnya kedudukan ACFTA dalam sistem perdagangan bebas global diperjelas dalam pasal 2 ayat 2 huruf (n) menyatakan: “adherence to multilateral trade rules and ASEAN’s rules-based regines for effective implementation of economic comiitments and progressive reduction 5 towards elimination of all barriers to regional economic integration, in a market-driven economy” Secara garis besar prinsip-prinsip hukum perdagangan Internasional menghendaki perlakuan tarif yang sama atas produk baik terhadap produk impor maupun domest-ik. Tujuan penerapan prinsip ini adalah agar terciptanya perdagangan yang teratur berdasarkan norma hukum GATT 1994. Pada dasarnya, prinsip tersebut bersifat liberal yang menganggap semua negara kuat dibidang ekonomi. Tetapi, kehadiran negara berkembang mengakibatkan negara industri maju yang kuat bersaing dengan negara berkembang yang lemah, akibatnya asas persamaan tidak lagi membawa keadilan (equality). Dan prinsip fairness dalam perdagangan Internasional, dimaksudkan agar jangan sampai terjadi suatu negara menerima keuntungan tertentu dengan melakukan kebijaksanaan tertentu, sedangkan dipihak lain kebijaksanaan tersebut justru menimbulkan kerugian bagi negara lain. Globalisasi dan liberalisasi memberikan tantangan baru bagi produk holtikultura. Dampak impor dari tahun ke tahun semakin meningkat menimbulkan kecemasan bagi pertanian Indonesia. Karena mereka sadar bahwa produk Indonesia akan kalah bersaing dengan produk yang dari Cina. Perkebunan Indonesia mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Namun untuk sektor holtikultura termasuk produk-produk buah-buahan, penetrasi pada produk Cina jauh lebih tinggi dari Indonesia. Pelaksanaan ACFTA bias berdampak lansung terhadap volume dan pola perdagangan Indonesia (ekspor dan impor) dengan Cina. Hal ini tergantung pada dua faktor domestik utamanya yaitu tingkat daya saing dan kapasitas produksi (supply respone) dari subsektor pertanian Indonesia yang sangat kompetitif dan kapasitas produksi yang berlaku dalam posisi merespon sepenuhnya terhadap kesempatan pasar terbuka di Cina yang ciptakan oleh program tersebut, maka ekspor Indonesia ke Cina untuk komoditas-komditas tersebut akan meningkat. Sebaliknya, jika komoditas Cina lebih murah dan kualitas lebih baik atau paling
` 936
Dampak Pemberlakuan Perjanjian ACFTA [Muhammad Husni]
tidak sama, atau Indonesia menghadapi hambatan-hambatan dalam suplay, ekspor Cina ke Indonesia yang akan naik, dan selanjutnya saldo dari neraca perdagangan dalam komoditas-komoditas itu akan positif bagi Cina dan negatif bagi Indonesia. Munculnya ACFTA mebghadirkan serangkaian tantangan terhadap sektor pertanian Indonesia. Dengan kata lain, liberalisasi pertanian ini menghasilkan kemenangan bagi yang kuat, dan kekalahan bagi yang lemah. Teori tinggal teori, dari data ada yang membuktikan dengan adanya perdagangan bebas menimbulkan kerugian bagi Indonesia. Kesepakatan ACFTA ini merupakan ancaman besar bagi Indonesia yang mengancam keberadaan komoditas pertanian domestik. Dampak dari penerapan tarif menjadi 0 persen antara Indonesia-Cina dalam kerangka ACFTA, memperlihatkan nilai impor yang dari tahun ke tahun semakin tinggi. Hal ini semakin memperjelas bahwa pasar Indonesia semakin dikontrol oleh produk-produk pertanian asing. ACFTA juga membuat Indonesia semakin tidak berdaya menghadapi dampak buruk dari perdagangan bebas karean dari segi struktur dan infrastruktur perekonomian Indonesia sama sekali tidak cocok dengan sistem perdagangan dimana pemetintah memiliki control yang minimal terahadap proses aliran barang dan jasa. Performa sektor pertanian Indonesia tidak sesuai dengan yang diaharapkan. Karena, pertama untuk kebanyakan komoditas-komoditas yang termasuk dalam sektor pertanian, tingkat produksi di Cina selalu tinggi daripada Indonesia. Hal ini merupakan perbedaan bahwa pertanian Cina mempunyai kapasitas produksi yang lebih besar dibandingkan Indonesia, kedua Cina mengekpor lebih banyak daripada Indonesia untuk banyak komoditas pertanian, ketiga dalam pertanian antara kedua negara itu, banyak komoditas pertanian seperti buah-buahan daan sayur-sayuran, Indonesia mengimpor lebih banyak daripada mengekspor ke Cina, keempat untuk banyak komoditas ACFTA, Cina lebih kompetitif dibandingkan Indonesia. Kesimpulan Dari penjelasan mengenai Dampak ASEAN-China Free Trade Agreement terhadap Komoditas Pertanian di Indonesia bias ditarik kesimpulan bahwa sejak penadatangan kerangka kesepakata ekonomi antara ASEAN dan Cina pada tahun 2002, bahwa dalam perdagangan Indonesia dan Cina terjadi kenaikan secara signifikan, baik dalam impor maupun ekspor, yang terjadi antara Cina dan Indonesia pada tahun 2010 mencapai US$ 3.520.90 juta dibandingkan dengan impor yang hanya US$ 1.709.76 juta. Dari keseluruhan ekspor dan impor yang ada, bisa dikatakan Indonesia lebih banyak mengimpor. Jika melihat dari keseluruhan total impor yang ada. Dari subsektor hotikultura Indonesia bisa dikatakan masih bergantung pada impor. Misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran Indonesia sampai sekarang masih dikatakan ketergantungan akan impor dari Cina. Tetapi disisi lain, kenaikan ekspor yang ada dinikmati oleh subsektor perkebunan, yaitu minyak sawit.
937
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: 931-940
Permintaan minyak sawit dari Cina itu sangat besar dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Ini membuktikan, produk unggulan ekspor kita dalam sektor pertanian hanya minyak sawit dan produk unggulan impor kita dari Cina adalah buah-buahan yang bisa dilihat baik pasar modern maupun tradisional, lebih banyak buah yang diimpor daripada buah lokal. Hal ini memberikan dampak yang tidak baik bagi perkembangan sektor pertanian di Indonesia, karena dengan membanjirnya impor dari Cina, hal ini sangat merugikan petani Indonesia yang mempunyai pekerjaan di sektor pertanian. Dan hasilnya, lahan untuk pertanian dibuka menjadi lahan perkebunan kelapa sawit karena permintaan ekspor yang semakin meningkat. Ini menunjukkan peran pemerintah Indonesia yang bisa dikatakan lebih mementingkan produk unggulan seperti kelapa sawit untuk dibuka selebarlebarnya agar dapat mengekspor sebanyak mungkin dan produk yang ekspornya menurun dibiarkan tanpa tindakan yang menudukung untuk ditingkatkan perannya dalam ekspor pertanian.
Referensi Buku Anup Shah,, epentingan Utama Globalisasi, The Institute Of Global Justice & Lembaga Pembebasan , Jakarta :Media dan Ilmu Sosial. 2004 Bambang cipto, 2007. Hubungan Internasional di Asia Tenggara (teropong terhadap dinamika, realitas, dan masa depan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hamdy Hady. 2005. Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia. I Wibowo dan Syamsul Hadi. 2009. Merangkul Cina (Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kaman Nainggolan, 2005. Pertanian Indonesia Kini dan Esok, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sobari, 1986. Ekonomi Internasional, teori masalah dan kebijakannya, Yogyakarta: BPPE-UII. Winarno, Budi. 2009. Pertarungan Negara vs Pasar. Yogyakarta : Media Pressindo. Media Elektronik ACFTA sebagai Tantangan menuju Perekonomian yang kompetitif dalam http://www.setneg.go.id/index.php/, diakses pada 10 Januari 2012.
` 938
Dampak Pemberlakuan Perjanjian ACFTA [Muhammad Husni]
ACFTA dan Daya Saing Produk Pertanian dalam http://ispirasitabloid.wordpress.com/2011/07/11/, diakses pada 5 juni 2012 ACFTA dan Indonesia http://www.map.ugm.ac.id./index.php/analisis/64-acftadan-indonesia di akses tanggal 12 Desenber 2012 Analisis terhadap ACFTA dalam http://F:analisis-terhadap-acfta-html/, diakses pada 5 juni 2012 ASEAN Secretariat, Agreement on the Common Effective Perfential Tariff Scheme for the ASEAN Free Trade Area dalam http://www.asean.org/12375.htm diakses pada tanggal 20 November 2012 Dampak ACFTA terhadap Indonesia dalam http://scribd.com/doc/76731277/ diakses pada 10 Januari 2012. Dampak Implementasi dan organisasi dalam http://mediabelajarkoe.wordpress.com/2008/11/24/, diaskes pada 20 Februari 2012. Daya Saing Pertanian Indonesia dalam ACFTA dalam http://metrotvnews.com/blog/khudori/2010/01/27/ daya-saing-pertanianindonesia-dalam-acfta/ diakses pada 10 maret 2012 Definisi Perdagangan bebas dalam http://4antum.wordpress.com/2009/12/, diakses pada 2 Januari 2012. Direktorat Kerjasama Regional, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, ASEAN-China Free Trade dalam http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/kp/2004/048-04.pdf diakses pada tanggal 20 november 2012 Bagaiaman mekanisme ACFTA dalam http://blogs.unpad.ac.id/yogix/2010/03/12/bagaimana-mekanisme-acfta2010/ di akses tanggal 12 Desember 2012 Implikasi ASEAN-Free Trade Agreement (ACFTA) terhadap Hukum Investasi Indonesia dalam http://saepudinonline.wordpress.com/2011/03/02/implikasi-asean%2%80%93-china-free-trade-agreement-terhadap-hukum-investasi-diindonesia/ diakses pada 2 april 2012 Impor dan kerugian akibat ACFTA sektor pertanian, pangan dan perikanan dalam http://www.igj.or.id/index.php.option=com/, diakses pada 20 Februari 2012. Perdagangan Luar Negeri dalam http://one.indoskripsi.com/node/7038/, diakses pada 10 Februari 2012. Perkembangan Perdagangan Indonesia-Cina dalam http:// www.anneahira.com/kondisi-perekonomian-indonesia-saat-ini.htm diakses tanggal 20 Desember 2012
939
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 3, 2013: 931-940
Pertanian Indonesia yang terancam ACFTA dalam http://www.spi.or.id/?p=1799/ diakses pada tanggal 2 april 2012 Pusat kebijakan pendapatan negara-badan kajian fiskal dalam http://PenjelasanUmumTarif.html di akses tanggal 20 Desember 2012 Teori dan aplikasi free trade dalam http://data q/teori-dan-aplikasi—Liberalisasiperdagangan-internasional.htm/ diakses pada 10 Maret 2012. Sekretaris Negara Republik Indonesia, Keputusan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 dalam http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/kp/2004/048-04.pdf diakses pada tanggal 20 november 2012 Sejarah ASEAN dalam http:// http://www.anneahira.com/sejarah-asean.htm diakses pada 3 November 2012.
` 940