eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (4): 1077-1084 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013
PENGARUH KERJASAMA ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) TERHADAP PASAR DOMESTIK PRODUK TEKSTIL INDONESIA (2010-2012) RUDI HARTONO1 0902045080 Abstract: The entry of Chinese products such as clothing already being felt by the Indonesia domestic market since the beginning of the ACFTA is being enforced, where imported Chinese apparel products will definitely have an impact on the domestic industry because the famous Chinese products at low prices compared to local products. This situation resulted in less their competitive local products, and would result in increased unemployment in the country and sacking local workers due to closure of the company in the country because of less competition on the market price. In addition to the negative impact felt by the domestic producers, the positive impact of the finished garments products retailer Indonesia will increase its competitiveness by approaching consumers to know the types of products available and required by the market, how it can be sold in the market, what the current trends, price range , and the most important is how much capacity that can be sold Keywords : ACFTA, apparel textile products, Indonesia. Pendahuluan Sejak perjanjian ACFTA mulai diberlakukan tentunya ASEAN, khususnya Indonesia telah mempersiapkan diri dalam menghadapi peluang dan tantangan yang ada. Sebagai bagian dari keseriusan pemerintah mengawali dengan meratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA yaitu melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004(http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/kp/2004/048-04.pdf). Keputusan presiden no.48 tahun 2004, pasal 1 : Mengesahkan framework Agreement on coomprehensive Economic cooperation between the assocation of SouthEast Asian Nations and the people’s Republic of China (Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi menyeluruh antara negara-negara Anggota Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan republik rakyat China)
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected]
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: 1077-1086
Sejak 1 Januari 2010, perjanjian kerjasama ACFTA telah di berlakukan secara efektif. Dimana Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan pasar ini merupakan kesepakatan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan China. Melalui kesepakatan ini, produk impor dari pasar ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif menjadi nol persen. Sebaliknya, Indonesia juga memiliki kesempatan yang sama untuk memasuki pasar dalam negeri negara ASEAN dan China. Beberapa kalangan menerima pemberlakuan ACFTA sebagai kesempatan, tetapi di sisi lain ada juga yang menolaknya karena dipandang sebagai ancaman. Bagi kalangan penerima, kerjasama ini dipandang positif karena bisa memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia. Pertama, Indonesia akan memiliki pemasukan tambahan dari PPN produk-produk baru yang masuk ke Indonesia. Tambahan pemasukan itu seiring dengan makin banyaknya obyek pajak dalam bentuk jenis dan jumlah produk yang masuk ke Indonesia (http://www.satneg.go.id). Bila kalangan penerima memandang ACFTA sebagai kesempatan, kalangan yang menolak memandang ACFTA sebagai ancaman dengan berbagai alasan. di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri. Bangkrutnya perusahaan dalam negeri merupakan imbas dari membanjirnya produk China yang ditakutkan dan memang sudah terbukti memiliki harga lebih murah. Kerangka Teori dan Konsep 1. Rezim Internasional Menurut Robert O. Keohane dalam bukunya “the demand for internasional regimes” rezim dapat dipahami sebagai sebuah alat untuk memfasilitasi pembuatan kesepakatan yang bersifat substantif dalam dunia politik maupun ekonomi khususnya di antara negara. Rezim menfasilitasi kesepakatan melalui penyedian aturan, norma, prinsip, dan prosedur yang membantu aktor untuk menghadapi hambatan dan halangan (dalam ekonomi dikenal sebagai market failure). Dengan demikian, rezim membantu aktor-aktor yang terlibat didalamnya mendapatkan kepentingan melalui prilaku kolektif (Keohane 1982:53). Konsep rezim internasional mengacu pada upaya atau sarana regulasi yang melintasi batas-batas teritorial suatu negara dalam mencapai kepentingan bersama. Sebagai rezim internasional, ACFTA merupakan kerjasama ekonomi antara ASEAN dan China yang memuat tentang aturan-aturan yang mengikat para aktornya sesuai perjanjian yang disepakati dalam ACFTA seperti penghapusan dan penurunan bea tarif masuk, yang bertujuan untuk memudahkan setiap negara anggota ACFTA dalam melakukan perdagangan Internasional.
1078
Pengaruh kerjasama ACFTA produk tekstil [Rudi Hartono]
2. Perdagangan Bebas Perdagangan bebas didefinisikan sebagai sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Hal ini berarti bahwa siapapun aktor yang melakukan perdagangan internasional baik individu ataupun negara dapat melakukan perdagangan internasional tanpa adanya hambatan perdagangan seperti hambatan tarif dan non-tarif. Dalam hal ini masing-masing negara melakukan perdagangan berdasarkan keunggulan komparatif pada komoditas tertentu sehingga diharapkan lebih efisien dan efektif (Apridar 2009:182). “Bahwa tata perdagangan dunia harus mencerminkan esensi dari asas-asas perdagangan bebas untuk semua negara misalnya, dengan membiarkan penggunaan secara benar bea imbangan dan tindakan anti-dumping untuk mempertahankan perdagangan yang jujur (fair trade) dan kompetetif (Jagdish, dkk 1992:23). 3. Teori Keunggulan Komparatif Teori ini menyatakan bahwa perdagangan bebas akan saling menguntungkan kedua belah pihak dan perdagangan bebas akan membuat suatu negara melakukan spesialisasi meskipun negera tersebut memeliki kenggulan absolut dalam produk tertentu (Etzioni, A 1961 : 34) Kenggulan komparatif merupakan keunggulan yang dimiliki suatu negara dalam perdaganan internasional, jika negara tersebut dapat memproduksi suatu barang dengan biaya sumberdaya yang lebih rendah dibanding negara lain. Dalam teorinya, Ricardo menjelaskan bahwa perdaganan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja), perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan efisiensi maupun produktifitas ( Ikbar, dkk 2006:32) Metode Penelitian Tipe penelitian yang akan dilakukan adalah deskriptif analitik yaitu untuk menjelaskan pengaruh ACFTA terhadap pasar domestik produk teksil indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di ambil berupa dokumen resmi melalui website, dan literatur yang didapatkan dari berbagai sumber kepustakaan seperti buku, jurnal, majalah, artikel koran dan internet .Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi kasus yang berfungsi untuk mengkaji suatu fenomena secara lebih mendalam Hasil penelitian Kerjasama ACFTA meruapakan kesepakatan antara negara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan perdagangan barang baik tarif maupun non tarif. Bagi Indonesia, kesepakatan kerjasama ACFTA ini dianggap memberi pengaruh positif terhadap produk Indonesia yang berskala besar yang hasil produksinya dapat di ekspor ke China dan negara ASEAN dengan tarif yang 1079
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: 1077-1086
mencapai 0%. Sedangkan bagi kalangan usaha kecil menengah lokal memandang ACFTA sebagai ancaman di antaranya, berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri yang berskala kecil karana kalah bersaing terhadap produk impor. A. Kerjasama ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) Perjanjian ASEAN-China free trade Agreement merupakan kesepakatan kerjasama ekonomi antara anggota ASEAN dengan China untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan perdagangan barang baik tarif maupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam rangka peningkatan kesejateraan masyarakat ASEAN dan China. Dalam kerangka kerjasama ini, ASEAN dan China menyetujui dibentuknya ACFTA dalam dua tahapan waktu yaitu: tahun 2010 dengan ASEAN, yang meliputi Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Filipina, dan pada tahun 2015 dengan kelima negara anggota baru yakni Brunai Darussalam, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar. Dimana ASEAN dan China menyetujui pembentukan ACFTA dalam waktu 10 tahun yang dirumuskan dalam ASEANChina Framework Agreement on Economic Cooperation yang di sahkan pada KTT ASEAN berikutnya di Phonm Penh, Kamboja, November 2002 (Danil, dkk 2006:29) Dalam perjanjian ACFTA akan dilaksanakan penurunan tarif secara penuh pada tahun 2010 bagi ASEAN 6 (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dan China, serta tahun 2015 untuk Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Penurunan tarif dalam rangka ACFTA dilaksanakan dalam tiga tahap program yaitu early harvest program (EHP) penurunan tarif dimulai 1 Januari 2004 secara bertahap dan menjadi 0% pada 1 Januari 2006, normal track program (NTP) penurunan tarif bea masuk dimulai sejak 20 Juli 2005 menjadi 40% dan akan menjadi 0% pada tahun 2010, serta Sensitive Track, yang terbagi menjadi dua, yaitu : Sensitive list (SL) penurunan tarif terhadap barang ini adalah sebesar 20% di tahun 2012 dan akan menjadi 0% s.d 5% pada tahun 2018, dan yang kedua adalah highly sensitive list (HSL) produk yang mencakup highly sensitive akan dilakukan penurunan tarif bea masuknya 0%-20% pada tahun 2012 dan akan sepenuhnya menjadi 0% s.d 5% pada tahun 2020. B. Pasar domestik produk tekstil pakaian jadi Indonesia Masuknya produk tekstil pakaian jadi impor tentunya akan berdampak pada penguasaha kecil lokal yang konsentrasi pemasaranya di pasar lokal. Dimana pasar domestik Indonesia merupakan pasar potensial bagi industri garment kecil dan menengah yang sebagaian besar pasarnya adalah pasar lokal,serta UKM di Indonesia mempunyai peranan yang penting sebagai penopang perekonomian. Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya adalah 1080
Pengaruh kerjasama ACFTA produk tekstil [Rudi Hartono]
sektor usaha kecil menengah. Berkaitan dengan hal ini, terdapat beberapa fungsi utama UKM dalam menggerakan ekonomi Indonesia, yaitu (1) Sektor UKM sebagai penyedia lapangan kerja bagi jutaan orang yang tidak tertampung di sektor formal, (2) Sektor UKM mempunyai kontribusi terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB), dan (3) Sektor UKM sebagai sumber penghasil devisa negara melalui ekspor berbagai jenis produk yang dihasilkan sektor ini (http://www.usembassy.it/pdf/other/RL32168.pdf). Pasar domestik Indonesia yang dikuasai oleh produk tekstil pakaian jadi impor oleh negara lain terutama produk China akan memberi kerugian serta dampak besar pada industri usaha kecil menengah lokal. Sehingga dalam hal ini, UKM dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas. Melalui peningkatan angka impor produk tekstil pakaian jadi asal China maupun negara lain sudah pasti memberi dampak besar terhadap kinerja industri produk tekstil pakaian jadi lokal, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) dikarenakan ditutupnya perusahaan penghasil produk tekstil pakaian jadi dalam negeri akibat kalah bersaing serta menurunnya penjualan produk lokal di pasaran domestik sendiri (http://www.satneg.go.id/). Adapun pengaruh dari kerjasama ACFTA ini adalah sebagai berikut. 1. Bersaingannya harga produk tekstil pakaian jadi Indonesia dan China di pasar domestik Seperti yang telah dijelaskan, bahwa China yang memiliki industri tekstil terintegrasi dari bahan baku, mesin pertekstilan hingga produk jadi. Sehingga dalam memenuhi permintaan produk tekstil di pasar dunia adalah China yang memiliki peringkat paling utama dalam memenuhi impor di negara lain tak tertinggal Indonesia pasca bergabung dengan ACFTA, hal ini tentu membuat produk dalam negeri yang sejenis dengan China seperti produk tekstil pakain jadi akan membanjiri pasar domestik. Pasar dalam domestik yang dibanjiri produk China dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen pakaian jadi menjadi importir produk China. Apalagi harga yang ditawarkan produk tekstil pakaian jadi China lebih murah antara 15% hingga 25%. Hal yang sangat memungkinkan bagi pengusaha lokal untuk bertahan adalah dengan bersikap pragmatis, yakni dengan beralih dari produsen tekstil pakaian jadi beralih menjadi importir produk tekstil pakaian jadi China. Faktor harga seringkali menjadi alasan mengapa produk-produk impor dari China lebih laku di pasaran dibanding produk tekstil pakaian jadi lokal. Salah satu 1081
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: 1077-1086
penyebabnya, di mana produk tekstil Indonesia memiliki harga yang lebih tinggi dari produk tekstil China. Hal ini disebabkan mahalnya biaya transportasi dan ongkos produksi, serta besarnya pajak yang ditetapkan dalam menghasilkan produk pakaian jadi di Indonesia tentu akan membuat harga produk sendiri tidak kompetitif dipasar lokal apalagi pada pasar Internasional. Ketidakmampuan industri Indonesia untuk bersaing dengan melakukan pengurangan ongkos produksi dan distribusi menjadi salah satu penyebab nilai jual produk dalam negeri mahal. Hancurnya sarana infrastruktur antar pulau dan banyak yang sudah masuk dalam kategori rusak berat, seperti penuturan pengusaha angkutan darat, membuat harga barang lokal mahal, ditambah lagi produk yang dihasilkan memakai bahan baku import, dimana produk tekstil pakaian jadi Indonesia semua bahan baku utamanya ( kapas) harus di import dari luar negeri seperti Bangladesh, India dan Pakistan. 2. Menurunnya penjualan produk tekstil pakaian jadi Indonesia di pasar domestik Dengan hadirnya desakan barang-barang impor yang dapat menguasai pangsa pasar lokal dengan sangat cepat semakin memperbanyak jumlah produsen lokal yang menutup usahanya dan Semakin sedikit pula jumlah produk tektil pakaian jadi lokal yang beredar di pasar domestik, dengan meningkatnya produk impor di pasaran Indonesia tentu akan mengakibatkan terjadi homogenitas jenis barang yang seragam. dimana Persaingan makin dikendalikan oleh persaingan harga, bukan lagi pada keunikan produk yang dihasilkan, karena produk impor masuk memiliki kesamaan satu sama lainnya. Saat ini pangsa pasar produk tekstil lokal hanya berkisar 40% dipasaran domestik, jumlah tersebut menurun dari tahun 2010 yang sebesar 60%. Hal ini di buktikan dengan penjualan produk tekstil lokal dipasar domestik mencapai US$ 13,5 miliar pada tahun 2010, dan menurun lagi pada tahun 2011 yang mencapai US$ 9,3 miliar dan menurun menjadi US$ 7,6 miliar. Dimana total penjualan produk tekstil pakaian jadi Indonesia pada 2010 sampai 2012 turun sekitar 5%7%. Penurunan penjualan ini disebabkan beberapa hal, yaitu dampak dari kebijakan kenaikan upah buruh dan tarif dasar listrik Indonesia yang masih tinggi bila dibandingkan dengan kawasan Asia tenggara lainnya. Menurunnya pangsa pasar domestik untuk produk buatan dalam negeri, selain faktor upah buruh naik sekitar 22% dan tarif listrik, hal ini juga dikarena pedagang Indonesia lebih menyukai menjual barang impor asal China yang lebih murah dan menguntungkan, dimana citra produk Indonesia di mata masyarakat yang awet, dan tahan lama sesuai dengan kualitasnya tetapi dianggap tidak inovatif dan kreatif, berbeda dengan produk China yang dianggap lebih murah, menarik tetapi cepat rusak dan dianggap masyarakat lebih mengikuti mode pasaran. Hal ini sebagai penyebab terjadinya penurunan produksi dan keuntungan industri dalam negeri,
1082
Pengaruh kerjasama ACFTA produk tekstil [Rudi Hartono]
3. Meningkatnya kreatifitas produsen tekstil pakaian jadi lokal Hadirnya desakan dari barang-barang impor yang dapat menguasai pangsa pasar lokal dengan sangat cepat memperbanyak jumlah produsen lokal yang menutup usahanya. Semakin sedikitnya jumlah produsen juga membuat semakin membanjirnya produk impor yang sama, sehingga terjadi homogenitas jenis barang yang semakin seragam. Hal ini semakin memicu persaingan yang makin kurang sehat. Persaingan makin dikendalikan oleh persaingan harga, bukan lagi keunikan produk. Bahkan untuk produk branded yang didistribusikan langsung, peritel yang sukses menjual produk branded dengan harga murah adalah peritel yang mampu menyediakan stok yang memadai, dan ini kaitannya dengan kekuatan modal. Padahal disisi lain kebanyakan masyarakat sebagai konsumen di industri tekstil pakaian jadi ini cenderung berminat pada produk-produk yang sebatas mengikuti mode pasaran. Dalam menghadapi persaingan kerjasama ACFTA ini produk tekstil pakaian jadi Indonesia melakukan pendekatan terhadap konsumen. Jika berbicara permintaan konsumen, tentunya akan sangat berkaitan dengan pelaku pasar. Karena, melalui peritel produk dipertemukan dengan konsumen. Kalangan peritel bawah cenderung pragmatis dalam menyikapi perkembangan industri pakaian jadi nasional. Peritel bawah tidak memikirkan berbagai kendala dalam industri tekstil pakaian jadi, yang terjadi adalah hanya mengetahui jenis produk yang ada dan dibutuhkan oleh pasar, seberapa bisa dijual, apa yang sedang menjadi tren saat ini, rentang harganya, dan yang paling penting adalah berapa kapasitas yang bisa dijual. Salah satu produk pakaian jadi Indonesia yang sudah menjadi produk unggulannya adalah pakaian jadi batik, dimana para pengusaha batik nasional melakukan pendekatan terhadap konsumen dengan mendirikan gerai di berbagai pusat perbelanjaan di Indonesia salah satunya adalah batik keris yang mudah ditemui di berbagai pusat perbelanjaan. Produsen sekaligus peritel busana batik yang berbasis di Solo itu, saat ini menghadirkan 60 gerai penjualan busana batik. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berlokasi di Jabodetabek. Kesimpulan Perjanjian ASEAN-China free trade agreement (ACFTA) merupakan bentuk dari perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia. semenjak mulai diberlakukan perjanjian ini, Indonesia sudah terkena dampak positif dan negatif. beberapa keuntungan yang bisa diperoleh Indonesia diantaranya, kesepakatan ACFTA berpeluang untuk meningkatkan ekspor bagi komoditas Indonesia yang memiliki keunggulan komparatif dipasaran ASEAN dan China, adanya kesepakatan ACFTA bisa membuat pemerintahan Indonesia lebih mudah mengontrol beredarnya produk China dipasaran domestik, selain itu, melalaui perjanjian ACFTA ini dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri terhadap produk luar.
1083
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 1, Nomor 4, 2013: 1077-1086
Sedangkan dampak negatif dari kesepakatan ACFTA, hal ini dibuktikan dengan membanjirnya produk-produk buatan China di pasar Indonesia. begaimana tidak produk buatan China harga yang ditawarkan lebih murah, dan lebih beragam sehingga konsumen golongan ekonomi ke bawah di dalam negeri lebih memilih untuk menggunakan produk China tersebut, akibatnya industri-industri lokal kalah bersaing, produksi terganggu, pengurangan tenaga kerja, dan berujung pada penutupan industri
Referensi Buku Jagdish, Bhagwati, 1992. Proteksionisme, bandung: angkasa Apridar, 2009, Ekonomi Internasional-Sejarah Teori, Konsep dan Permasalahan dalam Aplikasinya. Yogyakarta: Graha Ilmu Etzioni, A. 1961. A comparative analysis of Complex Organization: On Power, Involvement and Their Correlates, The Free Press of Glencoi. New York Ikbar,Yanuar, 2006. Ekonomi Politik Internasional ,konsep dan teori. Bandung: Refika aditama Pambudi, Danil dan Alexander. C, 2006 Garuda Terbelit Naga, Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas Bilateral ASEAN-China Terhadap Perekonomian Indonesia. Jakarta :Institute Global For Justice Internet ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif, terdapat di http://www.satneg.go.id/ACFTA/sebagai/Tantangan/Menuju/Perekonomia/y ang/Kompetitif.htm Sekretaris Negara Republik Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 tahun 2004, terdapat di http://www.bpkp.go.id/unit/hukum/kp/2004/048-04.pdf di unduh 26 November 2012 Robert O. Keohane, the demand for internasional regimes, internasional organization, 2, spring 1982, terdapat di http://www.graduateinstitute.ch/webdau/site/politicallscience/ shared.pdf, di unduh 28 November 2012 Vivian C. Jones, 2006, Safeguards On Textile And Apparel Imports From China, terdapat di http://www.usembassy.it/pdf/other/RL32168.pdf, diakses 23 maret 2013 ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif, terdapat di http://www.satneg.go.id/ACFTA/sebagai/Tantangan/Menuju/Perekonomia/y ang/Kompetitif.htm di akses 26 maret 2013
1084