perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PROSPEK PERDAGANGAN DAN INVESTASI DI INDONESIA PASCA ASEAN-CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA)
Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
oleh :
ELIZA SINTA SURYANI F 0107008
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (alam nasyrah:6-8) “LEBIH CEPAT LEBIH BAIK” (penulis) “Maka Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar Rahman)
“Orang yang mudah tersenyum dalam menjalani hidup ini bukan saja orang yang paling mampu membahagiakan diri sendiri; Tetapi juga orang yang mampu bertaubat, orang yang sanggup memikul tanggungjawab, orang yang paling tangguh menghadapi kesulitan dan memecahkan persoalan, serta orang yang paling dapat menciptakan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain” (La Tahzan) Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan sporadis. Namun setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari sebuah desain holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apa pun yang terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tak terbantahkan. Diinterpretasikan dari pemikiran agung Harun Yahya Dalam buku Sang Pemimpi-Andrea Hirata
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
I dedicate this research for
“ MY LOVELY FAMILY” Thanks Allah to give me a lovable family And moreover give me a chance’s to be a part of them
Karya ini dipersembahkan kepada: ♥ Mas Haryo Hadisaputro ♥ Saudara-saudaraku ♥ Sahabat-sahabatku ♥ Almamaterku UNS
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikkum Wr. Wb. Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahirrabil’alamiin. Puji syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Illahi Rabbi, Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Shalawat serta salam yang selalu tercurah kepada Rasulullah uswah hasannah kita, keluarga, sahabat, serta orang-orang yang senantiasa meneruskan risalah perjuangan hingga akhir kelak. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan bantuan berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan yang mendalam penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS 2. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Dwi Prasetyani, S.E,M.Si, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan memberikan masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini 4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis 5. Semua pihak dari Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) lantai 8 Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk kebersamaan,ilmu, serta pengetahuan baru yang sangat bermanfaat 6. Bapak Ragimun (Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal), terimakasih untuk bantuan data, pemikiran dll yang berkaitan dengan skripsi ini 7. Mamaa, Mamaa, Mamaa dan Bapak yang amat sangat kusayangi. Terimakasih untuk senantiasa mencurahkan semua kasih sayangmu, untuk air mata yang selalu engkau teteskan dan tiada lelah bagimu untuk selalu menengadahkan kedua tanganmu untuk mendoakan yang terbaik untukku serta untuk pengorbanan yang begitu besar yang tak akan mungkin dapat terbalaskan oleh anandamu ini 8. Kakakku Ervani Setya Susanti, terima kasih untuk segala macam bantuan, dukungan, kasih sayang, serta untuk menjadi tauladan yang baik untukku, untuk adik-adikmu commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Adikku tersayang Rizky Indra Nugroho yang selalu kurindukan, kamu adalah motivasi bagiku, tanpa melihatmu mungkin aku tidak akan semangat menyelesaikan skripsi ini dan mungkin tak akan sekuat dan setegar sekarang 10. Mas Haryo Hadisaputro tentu saja, atas semangatnya setiap hari yang berarti sekali, yang bisa membuat jarak 500 km serasa menjadi 5 km saja. The last person on earth I want to be with, the person I can’t be without 11. Untuk teman-teman seperjuangan jurusan Ekonomi Pembangunan kelas B angkatan 2007, terima kasih untuk kekompakan serta kebersamaan yang hangat selama ini, ada banyak cinta kutemukan disitu 12. Anne, Andien, Aniend, Desta, Diana, terima kasih untuk selalu menjadi sahabat untukku, sahabat terbaik 13. WISMONER’s para penghuni kos Wisma putri NITA, terima kasih telah mengisi hari-hariku dan menjadi teman dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih jauh dari sempurna, seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, namun upaya mencari gading yang tak retak telah penulis usahakan. Semoga Allah S.W.T meridhoi semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga karya yang sederhana ini dapat member manfaat,amin. Wassalamu’alaikum wr.wb Surakarta, April 2011 Eliza Sinta Suryani commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ABSTRACT ...................................................................................................... ii ABSTRAK ......................................................................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. v HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 11 C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ........................................................................................ 13 1. Teori Perdagangan Internasional ........................................................ 13 commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Perjanjian Internasional ..................................................................... 19 3. Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................... 24 4. Penetrasi Ekonomi Regional dan Internasional .................................. 28 5. Percepatan Ekonomi Kawasan Asia Timur (Asian Miracle) ............... 29 6. Teori Investasi ................................................................................... 30 7. Penanaman Modal Asing ................................................................... 33 8. Peranan Investasi dalam Pembangunan .............................................. 38 9. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia ............................. 40 10. Keunggulan Komparasi (Comparative Advantage) ............................ 42 11. Analisis Daya Saing Produk Ekspor .................................................. 44 12. Proses Terjadinya ACFTA ................................................................. 47 B. Studi Terdahulu ....................................................................................... 49 C. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 52 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 54 B. Jenis dan Sumber Data ............................................................................. 54 C. Definisi Operasional Variabel .................................................................. 54 1. Variabel Penelitian ............................................................................ 54 2. Definisi Operasional ......................................................................... 55 D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 55 E. Metode Analisis Data .............................................................................. 56 1. Analisis SWOT ................................................................................. 57 2. Gravity Model ................................................................................... 60 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ACFTA ....................................................................... 72 B. Perkembangan Investasi China ke Indonesia Sebelum dean Sesudah ACFTA ................................................................................................................. 75 commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Optimalisasi Investasi China ke Indonesia ............................................... 81 D. Kekuatan, Kelemahan, Peluang serta Ancaman Investasi China ke Indonesia Setelah Pembentukan ACFTA ................................................................. 86 1. Kekuatan ............................................................................................ 86 2. Kelemahan ......................................................................................... 86 3. Peluang .............................................................................................. 87 4. Ancaman ............................................................................................ 91 E. Potensi Perekonomian dan Perdagangan Indonesia-China ........................ 93 F. Strategi Pengembangan Investasi China ke Indonesia .............................. 98 G. Perkembangan Perekonomian Indonesia-China ....................................... 109 H. Hasil Analisis Data .................................................................................. 111 1. Pemilihan Model (Metode Zarembaka) .............................................. 111 2. Hasil Regresi Variabel Independen terhadap Variabel Dependen ....... 114 3. Interpretasi Ekonomi ......................................................................... 121 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 128 LAMPIRAN
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Proyeksi IMF atas Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara ................................. 8 Tabel 2.1 Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia ................................................. 41 Tabel 4.1 Perkembangan Realisasi Investasi China ke Indonesia 2002-2007 (juta US$) ........ 77 Tabel 4.2 Ekspor Migas dan Nonmigas ke China tahun 2002-2007 (juta US$) ...................... 79 Tabel 4.3 Perbandingan Perdagangan Indonesia-China terhadap Indonesia-Dunia (Persen) tahun 2002-2007 ............................................................................................................. 82 Tabel 4.4 Rata-rata Perdagangan Indonesia Sebelum dan Era ACFTA (US$) 2002-2007 ...... 83 Tabel 4.5 Perkembangan Realisasi Investasi (Proyek)China dan Dunia di Indonesia 2002-2007 .............................................................................................................................. 84 Tabel 4.6 Matriks Penetapan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT .................................. . 100 Tabel 4.7 Perkembangan PDB China dan Indonesia (Milyar Dollar) ................................... 109 Tabel 4.8 Perkembangan Ekspor Indonesia ke China (Juta Dollar) ..................................... 110 Tabel 4.9 Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan 20072009 .................................................................................................................... 111 Tabel 4.10 Uji Zarembaka .................................................................................................... 112 commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.11 Uji Zarembaka .................................................................................................... 112 Tabel 4.12 Hasil Regresi Model ........................................................................................... 114 Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi Parsial .................................................................................... 119 Tabel 4.14 Hasil Uji LM-ARCH ........................................................................................... 120 Tabel 4.15 Hasil Uji Breusch-Godfrey .................................................................................. 121
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kurva Marginal Efficiency of Investment ............................................................... 32 Gambar 2.2 Teori Diamond ...................................................................................................... 43 Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran .............................................................................................. 53 Gambar 3.1 Kerangka Analisis SWOT ..................................................................................... 58 Gambar 3.2 Matriks Model Analisis SWOT ............................................................................. 60 Gambar 3.3 Daerah Kritis Uji F ............................................................................................... 69 Gambar 3.4 Daerah Kritis Uji t ................................................................................................. 70 Gambar 4.1 Total Perdagangan Indonesia-China dan Indonesia-Dunia 2002-2007 ................... 78 Gambar 4.2 Ekspor Migas dan Nonmigas ke China (Juta US$) 2002-2007 ............................... 80
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah perekonomian merupakan masalah yang tidak ada batasnya. Oleh karena itu dalam jangka pendek pemerintah harus dapat menjaga kondisi perekonomian agar tetap stabil dan pemerintah dituntut untuk selalu dapat membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif atau mendukung semua pihak, sedangkan dalam jangka panjang pemerintah harus berusaha mencapai tujuan bersama yaitu kemakmuran, kesejahteraan masyarakat serta mengatasi masalah pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam kenyataannya usaha pemerintah tidak berjalan sesuai dengan yang direncanakan, banyak masalah-masalah yang muncul dan pemerintah harus siap untuk memecahkannya. Beberapa masalah perekonomian yang dihadapi Indonesia antara lain pengangguran. Meskipun banyak jenis pengangguran yang muncul dalam perekonomian Indonesia, namun secara umum pengangguran akan memberikan dampak buruk bagi kegiatan ekonomi Negara. Pengangguran akan menyebabkan perekonomian berada di kondisi bawah kapasitas penuh, suatu kapasitas yang diharapkan. Pengangguran juga akan menyebabkan beban angkatan kerja yang benarbenar produktif menjadi semakin berat, di samping secara sosial pengangguran akan menimbulkan kecenderungan masalah-masalah kriminalitas dan masalah sosial lainnya
(www.elearning.gunadarma.ac.id/.../perekonomian_indonesia/bab8-masalah-
pokok-perekonomian_indonesia.pdf)
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara Asia, disamping China dan India yang tetap tumbuh positif saat negara lain terpuruk akibat krisis finansial global. Jumlah penduduk yang tinggi pada ketiga negara tersebut membuat perekonomian tidak terpuruk atas berkurangnya permintaan dari negara lain karena permintaan domestik yang terjaga, yang utamanya didorong oleh konsumsi masyarakat yang tetap tinggi. Di samping itu pemerintah juga memberikan dorongan pada perekonomian melalui peningkatan stimulus dalam mempercepat proses pemulihan perekonomian, terutama pemerintah China, dan kebijakan moneter juga dilakukan ketiga negara tersebut untuk meminimalisir volatilitas yang tinggi pada sisi finansial pada saat terjadi krisis finansial global (Bary, 2009). Cashmore (2009) menjelaskan bahwa China dan India merupakan dua negara yang akan memimpin produksi di Asia. Namun di sisi lain, dua negara tersebut tidak kaya akan sumber daya alam, sehingga tanpa bantuan sumber daya alam negara lain, akan menghambat proses produksinya. Sedangkan Indonesia merupakan negara penghasil komoditas dan kaya akan sumber daya alam dengan letak geografis yang cukup dekat dengan China dan India, yaitu hanya sekitar 3.200 km. Ini merupakan suatu prestasi dan optimisme bagi masa depan perekonomian Indonesia (Bary,2009). Perkembangan ekonomi dunia khususnya di bidang perdagangan internasional telah memasuki fase perkembangan perdagangan bebas. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah Free Trade Agreement (FTA) baik secara multilateral, regional, maupun bilateral. Secara kumulatif sampai tahun 2009 telah terdapat 450 FTA yang telah dinotifikasi, seperti di Benua Amerika terdapat sebuah kerja sama NAFTA yaitu commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bentuk kerja sama regional antara Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Eropa terdapat kerja sama ekonomi yang lebih luas dengan terbentuknya sebuah kawasan ekonomi yaitu European Union (EU) di kawasan Eropa, Association of South East Asian Nation (ASEAN) di kawasan Asia Tenggara (Andri Gilang Nugraha,2010). ASEAN yang merupakan salah satu bentuk kerja sama regional adalah sebuah bentuk kekuatan baru di benua Asia, karena menjadi salah satu kawasan dengan jumlah potensi pasar terbesar di dunia. Hal ini tentunya menarik minat negara-negara lain yang ingin mengembangkan potensi kerja sama mereka di wilayah Asia. Dengan terwujudnya bentuk kerja sama ASEAN+1, ASEAN+3 atau ASEAN+6, ditambah dengan rencana besar dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) yang membawa kerja sama ekonomi ke arah yang lebih luas yaitu dalam satu kerangka komunitas ASEAN. Salah satu negara besar yang menunjukan komitmen kerja samanya sebagai mitra ASEAN adalah Republik Rakyat China (RRC), yang secara konkrit diimplementasikan dalam perjanjian kerja sama perdagangan bebas antara ASEAN dengan RRC (Andri Gilang Nugraha, 2010). Pada tahun 1991, para pemimpin negara anggota ASEAN sepakat untuk membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN. Kemudian pada tahun 1996, RRC secara resmi menjadi dialog partner serta mitra strategis bagi ASEAN, dan pada bulan November tahun 2000 bertepatan dengan diadakannya KTT ASEAN-RRC, seluruh kepala negara menyepakati gagasan pembentukan ACFTA yang dilanjutkan dengan pembentukan ASEAN-RRCEconomic Expert Group pada bulan Maret 2001. Kerja sama dengan RRC tidak dipungkiri merupakan potensi pengembangan pasar commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang sangat besar bagi kurang lebih 1,3 milyar penduduk RRC yang merupakan potensi market di negara dengan potensi dengan populasi terpadat di dunia. Potensi sebagai FTA terbesar di dunia secara populasi dan terbesar ketiga dunia secara ekonomi tersebut membuat kepala negara sepakat untuk menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and the PRC pada bulan November tahun 2002, dalam hal ini Republik Indonesia diwakili oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Selama dua tahun perundingan berjalan, akhirnya kesepakatan ACFTA pun disepakati dan ditandai dengan penandatanganan Agreement on Trade in Goods pada tahun 2004, Indonesia pada waktu itu diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. ACFTA merupakan salah satu bentuk kerja sama liberalisasi ekonomi yang telah dilakukan Indonesia selama 10 tahun terakhir. Awal Januari 2010 mulai pemberlakuan ACFTA, dimana terjadi perang mutu, harga, kuantitas dan kualitas akan suatu pelayanan barang dan jasa serta industri pasar global China. Perkembangan ekonomi dunia khususnya bidang perdagangan internasional saat ini telah mencapai tahap perdagangan bebas. Mulai 1 Januari 2010 Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian bebas antara ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei Darussalam) dengan China, yang disebut dengan Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA). Seperti halnya hubungan Indonesia dengan China yang telah terjalin sejak berabadabad lamanya, khususnya hubungan dalam hal ekonomi dan perdagangan. Produkcommit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
produk impor dari ASEAN dan China akan lebih mudah masuk ke Indonesia dan lebih murah karena adanya pengurangan tarif dan penghapusan tarif, serta tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari, dkk:2009). Dalam hubungannya tersebut Indonesia dan China tidak selalu mengalami kondisi atau keadaan yang mulus, hal tersebut dikarenakan perbedaan yang berbeda pula antara Indonesia dan China dari segi perbedaan sosial dan politik. Saat ini China merupakan Negara industri yang mendekati Negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan, sehingga Indonesia harus dapat mencari peluang atas perkembangan perekonomian dan industrialisasi China tersebut yang tentunya akan sangat membutuhkan banyak bahan industri seperti Crude Palm Oil (CPO), karet, kayu, dan bahan mentah lainnya. Adapun sektor lain yang dibutuhkan China saat ini antara lain dari sektor energi, pangan, tambang, dan produk pertanian lainnya. Jumlah penduduk China yang sangat tinggi menjadikan tingkat konsumsi dalam negerinyapun tinggi serta dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi negara China yang dalam dekade terakhir sangat cepat (pertumbuhan ekonomi China ratarata di atas 8%). Hal tersebut merupakan tantangan dan peluang bagi Indonesia untuk menetapkan strategi hubungannya ke depan untuk memasarkan berbagai sumber dayanya untuk memenuhi kebutuhan Negara China. Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi China tersebut merupakan peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan peluang ini. Namun, sampai saat ini Indonesia belum dapat memanfaatkan secara optimal peluang tersebut. commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sejak berlaku secara aktif tertanggal 1 Juli 2004, Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) berpengaruh secara signifikan dalam menguntungkan ekonomi, perdagangan dan investasi intra regional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan Asean-China di masa datang, khususnya Indonesia. Menurut teori perdagangan internasional, perdagangan antar negara yang tanpa hambatan berpeluang memberi manfaat bagi masing-masing negara melalui spesifikasi produksi komoditas yang diunggulkan masing-masing negara tersebut. Namun dalam faktanya perdagangan bebas dapat pula menimbulkan dampak negatif, diantaranya adalah eksploitasi terhadap negara berkembang, rusaknya industri lokal, keamanan barang menjadi lebih rendah dan sebagainya. Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan Asean-China FTA juga dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari perjanjian ACFTA tersebut dapat dinikmati langsung oleh sektor yang produknya diekspor ke China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam negeri yang produknya sejenis dengan produk impor China, yang dipasarkan di dalam negeri dan memiliki tingkat daya saing yang relatif kurang kompetitif. Pasar domestik terbilang besar dan akan terus berkembang yang didorong oleh populasi Indonesia dan China diproyeksikan akan terus bertambah ke depan. Konsumsi masyarakat akan terus menopang perekonomian dengan tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di saat permintaan dari luar negeri mengalami penurunan.
Dengan kata
lain,
perdagangan
antara
Indonesia-China
dapat
dipertimbangkan sebagai sumber pertumbuhan yang signifikan di masa depan. Dalam commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
World Economic Outlook edisi Oktober 2009, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China dan Indonesia masing-masing mencapai 8,5% dan 4%. Pada beberapa tahun ke depan, pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan tetap tinggi oleh IMF. Pertumbuhan ekonomi China diramalkan akan mencapai 9% pada 2010, kemudian meningkat menjadi 9,7-9,8% pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, namun pada tahun 2014 diproyeksikan mengalami sedikit perlambatan yaitu menjadi 9,5%. Di lain pihak, proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju diperkirakan akan tetap rendah walaupun diperkirakan telah mengalami pertumbuhan normal setelah adanya pemulihan ekonomi pasca krisis finansial global (Bary,2009). Tabel 1.1menunjukan pertumbuhan yang negatif untuk Jepang dan Amerika Serikat pada 2009, sedangkan China dan India menunjukan pertumbuhan yang positif dan relatif tinggi. Amerika Serikat diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,5% pada tahun 2010 dan kemudian akan mencapai angka pertumbuhan sekitar 2,1-2,8% pada tahun 2011 sampai pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2014.sedangkan Jepang diperkirakan tumbuh sebesar 1,7% pada tahun 2010 dan kemudian mengalami percepatan menjadi 2,4% pada 2011 sebelum akhirnya mengalami perlambatan secara gradual hingga mencapai 1,8% pada tahun 2014.
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 1.1 Proyeksi IMF atas Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
Indonesia China India AS Jepang Malaysia Singapura
2008 6,1 9,0 7,3 0,4 -0,7 4,6 1,1
2009 4,0 8,5 5,4 -2,7 -5,4 -3,6 -3,3
2010 4,8 9,0 6,4 1,5 1,7 2,5 4,1
2011 5,0 9,7 7,3 2,8 2,4 4,1 4,3
2012 5,5 9,8 7,6 2,6 2,3 5,5 4,2
2013 6,0 9,8 8,0 2,5 2,0 6,0 4,6
2014 6,3 9,5 8,1 2,1 1,8 6,0 4,6
Dalam % yoy Sumber: IMF, World Economic Outlook, Oktober 2009
Di negara kawasan ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Singapura, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih baik dari AS dan Jepang, namun lebih rendah dibandingkan Indonesia, China dan India. Malaysia diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan menjadi 2,5% pada tahun 2010, kemudian akan mencapai 6% pada tahun 2013 dan 2014. Sementara itu, Singapura yang juga termasuk negara maju, pertumbuhan ekonominya akan menjadi 4,1% pada tahun 2010 dan kemudian akan semakin cepat hingga mencapai 4,6% pada tahun 2014 (Bary, 2009). Dengan berlakunya ACFTA berbagai pengamat memprediksi bahwa produkproduk yang ekspornya akan meningkat adalah kelompok produk pertanian, antara lain kelapa sawit, karet dan kopi. Sedangkan produk yang diprediksi terkena dampak negatif adalah produk yang pasarnya di dalam negeri, seperti garmen, elektronoik, sektor makanan, industri baja/besi, dan produk holtikultura (Ragimun, 2009). Kekhawatiran terhadap membanjirnya produk dari China pasca implementasi commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ACFTA timbul karena selain produk China dikenal murah harganya, produk China juga sudah banyak beredar di Indonesia sebelum implementasi ACFTA. Penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam itu, investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya pembangunan. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat meningkatkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing. Peningkatan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pemberlakuan kedua undang-undang ini menyusul munculnya rezim orde baru yang memegang tampuk pemerintahan. Sebelumnya, dalam pemerintahan orde lama, Indonesia sempat menentang hadirnya investasi dari luar negeri. Pada waktu itu tertanam keyakinan bahwa modal asing hanya akan menggerogoti kedaulatan negara. Kedua undang-undang tersebut kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada tahun 1970.UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA disempurnakan dengan UU No.11 Tahun 1970.UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN disempurnakan dengan UU No.12 Tahun 1970. Perbaikan iklim penanaman modal tidak henti-hentinya dilakukan pemerintah, terutama sejak awal Pelita IV atau tepatnya tahun 1984. Melalui berbagai paket commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi dilakukan penyederhanaan mekanisme perijinan, penyederhanaan tata cara impor barang modal, pelunakan syarat-syarat investasi, serta perangsangan investasi untuk sektor-sektor dan di daerah tertentu. Dewasa ini kesempatan berinvestasi di Indonesia semakin terbuka, terutama bagi penanaman modal asing. Di samping dalam rangka menarik investasi langsung, keterbukaan ini sejalan pula dengan era perdagangan bebas yang akan dihadapi mulai tahun 2020 kelak (Dumairy,Perekonomian Indonesia,Erlangga,1997,hal.132). Semenjak diberlakukannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No.11 Tahun 1970 tentang PMA dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang PMDN, investasi cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu. Walaupun demikian, pada tahun-tahun tertentu sempat juga terjadi penurunan. Kecenderungan peningkatan bukan hanya berlangsung pada investasi oleh kalangan masyarakat atau sektor swasta baik PMDN maupun PMA, namun juga penanaman modal oleh pemerintah. Ini berarti pembentukan modal domestik bruto meningkat dari tahun ke tahun. Penanaman modal oleh dunia usaha meningkat pesat terutama dalam dasawarsa 1980-an sesudah pemerintah meluncurkan sejumlah paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi. Dalam dasawarsa 1970-an bagian terbesar dari penanaman modal dalam negeri berasal dari sektor pemerintah. Keadaan tersebut sekarang telah berbalik. Selama paruh pertama dasawarsa 1990-an sebagian besar investasi domestik berasal dari dunia usaha dan masyarakat. Investasi oleh commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pemerintah sendiri juga tetap bertambah sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana dan prasarana serta pelayanan dasar lainnya. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menganalisis kondisi investasi China ke Indonesia setelah ditandatanganinya perjanjian perdagangan antara ASEAN-China serta menganalisis prospek perdagangan antara Indonesia dan China, dimana Indonesia merupakan anggota ASEAN. Oleh karena itu diangkat judul “Prospek Perdagangan dan Investasi di Indonesia Pasca ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA)”.
B. Rumusan Masalah Setelah lebih dari lima tahun ditandatanganinya perjanjian ACFTA maka tentu mempunyai banyak harapan terjadinya peningkatan investasi China ke Indonesia serta peningkatan ekonomi perdagangan kedua belah pihak pada umumnya. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peluang ACFTA terhadap jumlah investasi China ke Indonesia ? 2. Apakah strategi yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan investasi China ke Indonesia ? 3. Bagaimana prospek perdagangan Indonesia-China setelah Asean-China Free Trade Agreement (ACFTA) ?
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
C.
digilib.uns.ac.id
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui peluang ACFTA terhadap jumlah investasi China ke Indonesia 2. Untuk menganalisis strategi yang tepat bagi Indonesia untuk meningkatkan tingkat investasi China ke Indonesia pasca ACFTA 3. Untuk mengetahui prospek perdagangan Indonesia-China pasca ACFTA.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Penulis Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam perkuliahan di lapangan 2. Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta Dapat menjadi masukan untuk perkembangan ilmu pengetahuankhususnya bagi pengembangan ilmu ekonomi pembangunan 3. Bagi Pembaca Dapat dijadikan bahan pembanding bagi pembaca yang tertarik untuk meneliti hal yang sama.
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara, atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. 1.1 Teori Klasik a. Absolute Advantage dari Adam Smith Teori absolute advantage lebih mendasarkan pada besaran atau variabel riil sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value). Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja ini sangat sederhana karena commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya, tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. b. Comparative Advantage dari JS Mill Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki keunggulan komparatif terbesar dan mengimpor barang yang tidak memiliki keunggulan komparatif. Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang digunkan untuk memproduksi barang tersebut. 1.2 Comparative Cost dari David Ricardo a. Cost Comparative Advantage (Labor Eficiency) Menurut teori ini suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut tidak dapat memproduksi barang tersebut secara efisien. b. Production Comparative Advantage (Labor Productifity) Menurut teori ini suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
serta mengimpor barang dimana negara tersebut tidak dapat memproduksi barang tersebut secara efisien. Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan asumsi : 1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan
jumlah
tenaga
kerja
yang
digunakan
untuk
memproduksinya. 2. Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang 3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran 4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh. 1.3 Teori Modern Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan bahwa negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan dalam faktor produksi. Dasar dari keunggulan komparatif adalah : 1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara 2. Faktor intensity, yaitu faktor teknologi yang digunakan dalam proses produksi, baik laborintensity maupun capital intensity. a. The Proportional Factors Theory Teori modern Heckscher-Ohlin (H-O) menggunakan dua kurva, pertama adalah kurva isocost, yaitu kurva yang menggambarkan total biaya produksi yang sama, kedua adalah kurva isoquant, yaitu kurva yang menggambarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro, kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya yang minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu. Analisis teori H-O : 1. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara 2. Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya. Kelemahan teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatifsama maka harga barang yang sejenis akan sama pula, sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi. b. Paradoks Leontief Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui studi empiris yang dilakukannya pada tahun 1953, menemukan fakta mengenai struktur perdagangan luar negeri (eksporimpor). Berdasarkan penelitian lebih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradoks Leontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama, yaitu : 1. Intensitas faktor produksi yang berkebalikan 2. Tarif dan non tarif barrier 3. Perbedaan dalam skill dan human capital 4. Perbedaan dalam faktor sumber daya alam. commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kelebihan teori ini adalah apabila suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik, maka ekspornya akan lebih banyak. c. Teori Opportunity Cost Opportunity cost digambarkan sebagai Production Possibility Curve (PPC) yang menunjukan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asumsi tentang opportunity cost yang digunakan yaitu PPC constant cost dan PPC increasing cost. d. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/OD) Teori offer curve diperkenalkan oleh dua ekonom Inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan kurva yang menunjukan kesediaan suatu negara untuk menawarkan atau menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga. Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga faktor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara pada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional.
2. Perjanjian Internasional 2.1 Definisi Perjanjian Internasional Ada beberapa definisi tentang perjanjian internasional, antara lain : a. Definisi dari G. Schwarzenberger “Treaties are agreements between subject of International Law creating binding obligations in International Law. They may be bilateral (i.e.concluded between contracting parties).” (George.., A Manual..,1984,26).
Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa perjanjian internasional yaitu suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan
kewajiban-kewajiban
yang
mengikat
dalam
hukum
internasional. Persetujuan tersebut dapat berbentuk multilateral maupun bilateral. b. Definisi dari Oppenheim-Lauterpacht “International treaties are agreements of contractual charter between states, creating legal rights and obligations between the parties.” (Oppenheim..,International..,London, hal.877).
Ditegaskan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan antar negara, yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Definisi dari Mochtar Kusumaatmadja “Perjanjian internasional adalah suatu perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.” (Mochtar, Pengantar..,Bandung 1996, hal.38). Berdasarkan definisi tersebut bahwa subjek hukum internasional yang mengadakan perjanjian adalah anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk lembaga-lembaga internasional dan negara-negara. Dari definisi ini dapat ditarik persamaan mengenai cirri-ciri perjanjian internasional bahwa pihakpihak yang mengadakan perjanjian saling menyetujui antara pihak-pihak yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban dalam bidang internasional. d. Penggolongan atau Klasifikasi Perjanjian Internasional Hukum internasional tidak mengenal penggolongan atau klasifikasi secara
formal,
tetapi
ada
beberapa
perincian
mengenai
perjanjian
internasional, yaitu : a) Klasifikasi perjanjian dilihat dari segi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian (Mochtar..,Pengantar..,1996, Bandung, hal. 11) yaitu : 1. Perjanjian antar negara, merupakan jenis perjanjian yang jumlahnya banyak, hal ini dapat dimaklumi karena negara merupakan subjek hukum paling utama 2. Perjanjian antar negara dengan subjek hukum internasional lainnya, seperti negara dengan organisasi internasional
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Perjanjian antara subjek hukum internasional selain negara satu sama lain, misalnya negara-negara yang tergabung dalam ACP (African, Carriban and Pasific) dengan MEE. b) Klasifikasi perjanjian berdasarkan pihak yang membuatnya. Penggolongan ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1. Perjanjian bilateral, yaitu suatu perjanjian yang diadakan oleh dua pihak (negara) saja yang mengatur soal-soal khusus yang menyangkut kepentingan kedua belah pihak. Misalnya mengenai perjanjian batas negara. 2. Perjanjian multilateral, yaitu suatu perjanjian yang diadakan banyak pihak (negara) yang pada umumnya merupakan perjanjian terbuka (open verdrag) dimana hal-hal yang diaturnya pun biasanya menyangkut kepentingan umum yang tidak terbatas pada kepentingan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian tetapi juga menyangkut kepentingan yang bukan peserta perjanjian itu sendiri. Perjanjian ini digolongkan pada perjanjian “law making treaties” atau
perjanjian
yang
membentuk
hukum
(Mochtar..,Pengantar..,1996, Bandung, hal. 115). 3. Klasifikasi perjanjian ditinjau dari bentuknya (Sam Suhaidi.., Sejarah.., Bandung, 1968, hal. 250-251). a. Perjanjian antar kepala negara (head of state form). Pihak peserta dari perjanjian tersebut “High Contracting State commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(pihak peserta Agung)”. Dalam praktek pihak yang mewakili negara dapat diwakilkan kepada MENLU atau Duta Besar maupun pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa penuh (full powers) b. Perjanjian antar Pemerintah (inter-Government form). Perjanjian ini juga sering ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau wakil berkuasa penuh. Pihak peserta perjanjian ini tetap disebut “contracting state” walaupun perjanjian itu dinamakan “inter-governmental”. c. Perjanjian antar negara (inter-state form) pejabat yang mewakilinya dapat ditunjuk MENLU atau Duta Besar atau wakil berkuasa penuh (full powers). 4. Perjanjian dilihat dari proses/tahap pembentukannya Perjanjian ini didasarkan atas dua golongan (Mochtar, Pengantar, Bandung, 1996, hal. 112-113) : a. Perjanjian
yang
dilakukan
melalui
tiga
tahap
pembentukannya, yaitu perundingan, penandatanganan dan ratifikasi serta biasanya diadakan untuk hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan legislative (Dewan Perwakilan Rakyat). Perjanjian ini dapat disebut perjanjian internasional atau traktat commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Perjanjian yang melewati dua tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatanganan, diadakan untuk hal-hal yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat, seperti perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. Untuk golongan ini dinamakan persetujuan atau agreement. 5. Klasifikasi perjanjian dilihat dari sifat pelaksanaannya Penggolongan ini dapat dibedakan atas dua macam (Sam Suhaidi..,Sejarah..,Bandung, 1968, hal. 256) : a. Dispositive treaties (perjanjian yang menentukan) yang maksud tujuannya dianggap sudah selesai atau sudah tercapai dengan pelaksanaan perjanjian itu. Contoh perjanjian tapal batas. b. Executory treaties (perjanjian yang dilaksanakan), adalah perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekaligus, melainkan dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjanjian tersebut. Contoh perjanjian perdagangan. 6. Klasifikasi dari segi struktur Penggolongan dari segi struktur dibedakan atas : a. Law making treaties, merupakan perjanjian internasional yang mengandung kaedah-kaedah hukum yang dapat berlaku secara universal bagi anggota-anggota masyarakat commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bangsa-bangsa, oleh karena itu jenis perjanjian ini dikategorikan sebagai sumber langsung dari hukum internasional,
yang
terbuka
bagi
pihak
lain
yang
sebelumnya tidak turut serta dalam perjanjian. b. Treaty contracts (perjanjian yang bersifat kontrak), dengan ini dimaksudkan perjanjian dalam hukum perdata hanya mengikat
pihak-pihak
yang
mengadakan
perjanjian-
perjanjian. Legal effect dari treaty contracts ini hanya menyangkut
pihak-pihak
yang
mengadakannya,
dan
tertutup bagi pihak ketiga. Oleh karena itu treaty contract tidak melahirkan aturan-aturan hukum yang berlaku umum, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang membentuk
hukum
(law
making
treaties).
Contoh
perjanjian Ekstradisi Indonesia-Malaysia.
3. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sadono Sukirno (1996:33), pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi yaitu, proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi yaitu, usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,
penggunaan
ketrampilan,
teknologi,
penambahan
penambahan
kemampuan
pengetahuan,
berorganisasi
dan
peningkatan manajemen.
Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam beberapa pengertian dengan menggunakan bahasa berbeda oleh para ahli, namun mempunyai maksud yang tetap sama. Menurut Adam Smith, pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan
antara
pertumbuhan
penduduk
dan
kemajuan
teknologi
(Suryana,2002:55). Todaro (dalam Lepi T.Tarmidi,1992:11) mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan
besar
dalam
struktur
sosial,
sikap
masyarakat,
kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan kemiskinan dari kemiskinan mutlak. Pembangunan ekonomi menurut Irawan (2002:5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan perkapita.
Prof.
Meier
(dalam
Adisasmita,
2002:205)
mendefinisikan
pembanguna ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang. Sadono Sukirno (1985:13) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi tersebut mengandung pengertian bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perubahan yang terjadi secara terus menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus menerus berlangsung dalam jangka panjang. Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000:5), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional yaitu nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian dalam waktu satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Dalam pengertian pembangunan ekonomi yang menjadi pedoman adalah sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Sementara itu pertumbuhan ekonomi menurut Simon Kuznets (dalam Jhingan, 2000:57), adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mempunyai tiga komponen, pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus menerus persediaan barang, kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk, ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Dengan bahasa lain, Boediono (1999:8), menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Jadi, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu. Boediono (1999,1-2) menyebutkan lebih lanjut bahwa pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan “output perkapita”. Dalam pengertian ini, teori tersebut harus mencakup mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk, sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita dapat dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama dalam jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukan kecenderungan yang meningkat.
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Penetrasi Ekonomi Regional dan Internasional Karakteristik pertumbuhan ekonomi modern mempunyai kaitan erat dengan peranan negara-negara maju. Karakteristik yang pertama, berkaitan langsung dengan sejarah dan kecenderungan negara-negara kaya untuk secara terus menerus berusaha untuk merambah dan merentangkan ekonominya ke negara-negara lainnya. Langkah ini dilakukan guna memperoleh sumber pasokan produk primer dan bahan baku, tenaga kerja yang murah dan lokasi pemasaran yang sangat menguntungkan bagi produk-produk manufaktur mereka. Perluasan aktivitas tersebut dimungkinkan oleh adanya kemajuan teknologi modern yang begitu pesat, khususnya dalam bidang transportasi dan komunikasi (Ragimun, dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan: 2009:Volume 13 No.2). Kegiatan perambahan yang giat dilakukan oleh negara-negara maju tersebut membawa pengaruh besar berupa terintegrasinya perekonomian dunia. Langkah-langkah tersebut membuka kemungkinan ke arah dominasi politik dan ekonomi oleh negara-negara berkembang (Todaro:103). Negara-negara modern baru seperti Korea Selatan juga melakukan manuever tersebut, yaitu dengan mengimpor bahan baku dan mengekspor barang-barang manufaktur. China dengan kekuatan baru akan menyusul melakukan penetrasi ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia. Oleh karena itu Indonesia perlu bersiap diri menetapkan strategi untuk menghadapi kekuatan ekonomi baru tersebut. commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut Faisal Basri (2007), pertumbuhan ekonomi China dan India sangat cepat dibandingkan Negara Asia lainnya, Jepang, China dan India termasuk tiga besar di kawasan Asia. Produk Domestik Bruto (PDB) China saat ini mencapai 31% dengan pertumbuhan ekonominya sekitar 8,9% pertahun. Alasan yang mendukung pesatnya investasi di China, antara lain, infrastruktur China yang lebih bagus dibandingkan negara lain, misalnya dari segi sarana transportasi.
5. Percepatan Ekonomi Kawasan Asia Timur (Asian Miracle) Kawasan Perdagangan Bebas antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China (ACFTA) yang berlaku efektif mulai 1 Juli 2004 secara signifikan menguntungkan ekonomi dan perdagangan intra-regional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan ekonomi ASEAN-China di masa depan. Sekjen ASEAN Ong Keng Yong mengatakan bahwa pembentukan ACFTA itu dimaksudkan sebagai tonggak kerja sama antara kedua wilayah juga akan menciptkan kawasan dengan 1,7 miliar konsumen, suatu kawasan dengan produk domestik bruto (PDB) sekitar US$ 2,0 triliun dan total perdagangan setiap tahunnya mencapai nilai US$ 1,23 triliun. Penghapusan rintangan perdagangan antara ASEAN dan China akan membantu
meurunkan
biaya,
meningkatkan
volume
perdagangan
dan
meningkatkan efisiensi ekonomi. ACFTA tersebut akan menjamin stabilitas di Asia Timur dan memberikan kesempatan baik negara anggota ASEAN maupun commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
China untuk mempunyai peranan lebih besar dalam perdagangan internasional yang memberikan keuntungan bersama. Termasuk meningkatkan kerjasama antara ASEAN dan China di bidang lain. Semua anggota ASEAN berharap mendapatkan manfaat dari ACFTA, namun, manfaat yang akan didapatkan tergantung dari kesiapan sektor swasta di setiap negara untuk mengeksploitasi berbagai kesempatan dalam ACFTA. Berdasarkan ACFTA, negara anggota ASEAN dan China terbebas dari pajak atas 7.000 kategori komoditi dan memberikan status bebas bea bagi semua komoditi tersebut dalam perdagangan bilateral pada tahun 2010.
6. Teori Investasi a. Teori konvensional (klasik) Teori konvensional (klasik) tentang investasi pada pokoknya didasarkan atas teori produktivitas batas (Marginal Productivity) dari faktor produksi modal. Menurut teori ini besarnya kapital yang akan diinvestasikan dalam proses produksi ditentukan oleh produktivitas marginalnya dibandingkan dengan tingkat bunga. Sehingga investasi itu akan terus dilakukan bilamana produktifitas batas dari investasi itu masih lebih tinggi daripada tingkat yang akan diterimanya bila seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan (Sobri, 1984 : 140). Teori klasik dapat disederhanakan sebagai berikut: 1. Suatu investasi akan dijalankan bilamana pendapatan dari investasi itu lebih besar dari tingkat bunga. Dalam membandingkan antara commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pendapatan riil investasi (I) dengan tingkat suku bunga, maka tidaklah boleh dilupakan bahwa untuk barang-barang modal umumnya mempunyai masa penggunaan yang panjang (durable) dan tidak hanya sekali pakai. Sehingga pendapatan dari investasi adalah terdiri dari jumlah-jumlah pendapatan yang akan diterima setiap akhir tahun, selama penggunaan barang modal itu dalam produksi. (Sobri, 1984 : 141). 2. Investasi dalam suatu barang modal adalah menguntungkan bilamana biaya (ongkos) plus bunga, lebih kecil dari hasil pendapatan yang diharapkan dari investasi. b. Teori J.M Keynes Masalah investasi, baik penentuan jumlah maupun kesempatan untuk melakukan investasi, oleh Keynes didasarkan atas konsep Marginal Efficiency Of Invesment (MEI), yaitu bahwa investasi itu dijalankan oleh seorang pengusaha bilamana MEI masih lebih tinggi daripada tingkat bunga. Jelaslah investasi ditentukan oleh faktor-faktor lain diluar interest rate, (Sobri, 1984:143). Secara grafis maka MEI itu digambarkan sebagai suatu kurva yang menurun. Kurva ini menggambarkan jumlah investasi yang akan terlaksana pada setiap bunga. Menurunnya kurva MEI ini antara lain disebabkan oleh dua hal yaitu : 1. Bahwa semakin banyak jumlah investasi yang terlaksana dalam masyarakat, makin rendahlah efisiensi marginal investasi itu. Sebab commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
makin banyak investasi yang terlaksana dalam berbagai lapangan ekonomi, maka semakin sengitlah persaingan para investor sehingga MEI itu menurun. 2.
Biaya semakin banyak investasi dilakukan, maka ongkos dari barang modal menjadi lebih tinggi. Dari grafik MEI ini dapatlah dinyatakan bahwa semakin rendah pendapatan maka banyaklah investasi yang dijalankan. (Sobri, 1987 : 144). Gambar 2.1 :Kurva Marginal Effisiensi of invesment Tingkat Pengembalian Modal
MEI
Investasi
Y
Menurut teori Keynes tentang investasi, jelas bahwa pertimbangan pokok untuk terlaksananya investasi adalah faktor efisien marginal itu sendiri. Efisiensi marginal dari investasi ini sangat penting tergantung dari perkiraanperkiraan dan perhitungan pengusaha terhadap perkembangan situasi ekonomi masa depan. Sebab tingkat MEI tidak dapat ditentukan secara pasti. Pandangan kedepan bagi pengusaha sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomis maupun faktor-faktor psikologis. Menghubungkan antara commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengusaha dengan kemungkinan untuk mengadakan investasi perlulah diketahui tentang keberanian ber-entrepreneur seorang pengusaha yang tidak dimiliki semua pengusaha yang lain (Sobri, 1984 : 144). Melihat kondisi Indonesia yang demikian, maka meningkatnya modal sangat berperan penting untuk meningkatkan perekonomian. Oleh karenan itu, pemerintah dan swasta berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui perhimpunan dana yang diarahkan pada kegiatan ekonomi produksi yaitu dengan menambah penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. Pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing dalam industrialisasi pembangunan ekonomi dapat menciptakan kesempatan kerja. Modal asing juga membantu memodernisasi masyarakat dan memperkuat sektor negara maupun sektor swasta. Penggunaan modal asing yang demikian penting untuk mempercepat pembangunan ekonomi negara-negara terbelakang (Jhingan, 2000 : 483).
7. Penanaman Modal Asing a. Pengertian Penanaman Modal Asing Istilah penanaman modal asing berasal dari bahasa Inggris yaitu investment. Penanaman modal asing atau investasi seringkali dipergunakan dalam arti yang berbeda-beda. Perbedaan penggunaan istilah investasi terletak pada cakupan makna yang dimaksudkan. commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pandji Anoraga dalam Komaruddin, investasi dijelaskan dalam tiga pengertian, yaitu : 1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi atau surat penyertaan lainnya 2. Suatu tindakan membeli barang modal 3. Pemanfaatan
dana
yang
tersedia
untuk
produksi
dengan
pendapatan di masa yang akan datang (Pandji Anoraga, Perusahaan Multinasional Penanaman Modal Asing, Dunia Pustaka Jaya, 1995, hal:47) Istilah itu masih merupakan istilah dalam bentuk penjelasan tentang investasi dan belum dihubungkan dengan istilah investasi asing. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing pada Pasal 1 menyebutkan bahwa : “Pengertian Penanaman Modal Asing di dalam Undang-Undang ini hanyalah penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung, menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.” Ismail Sunny dan Rudioro Rochmat berpendapat perumusan Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tersebut mengandung tiga unsur pokok, yaitu : 1. Penanaman secara langsung 2. Penggunaan modal untuk menjalankan perusahaan commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Resiko yang ditanggung pemilik modal (Ismail Sunny dan Rudioro, Rochmat, Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1972, hal.35). Menurut G. Kartasapoetra dkk, dari pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 1967 dapat ditarik beberapa hal penting, yaitu : 1. Undang-undang jelas tidak mengatur perihal kredit atau pinjaman modal melainkan mengatur tentang penanaman modal (asing), dengan
demikian
hubungannya
dengan
kemungkinan
pembangunan-pembangunan perusahaan di tanah air dalam rangka menunjang pembangunan 2. Dengan demikian memberi kemungkinan perusahaan tersebut dijalankan dengan modal asing sepenuhnya (direct investment), join venture, atau joint enterprise. 3. Direct Investment, dalam hal ini bukan hanya modal, tetapi kekuasaan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak asing, sepanjang segala sesuatunya
memperoleh persetujuan dari
pemerintah Indonesia dan sejauh mana kebijaksanaannya tidak melanggar hukum dan ketertiban umum yang berlaku di Indonesia 4. Joint Investment, dalam hal ini bukan hanya modal asing, tetapi kekuasaan dan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak asing, commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
sepanjang segala sesuatunya
digilib.uns.ac.id
memperoleh persetujuan dari
pemerintah Indonesia dan sejauh mana kebijaksanaannya tidak melanggar hukum dan ketertiban umum yang berlaku di Indonesia 5. Joint Enterprise, merupakan suatu kerjasama antara perusahaan nasional dengan perusahaan asing (bentuk kerjasama antar perusahaan). Bentuk kerjasama ini sangat disukai pemerintah maupun oleh pemilik modal asing 6. Berbeda dengan kredit yang resiko penggunaannya ditanggung oleh peminjam, sedangkan dalam penanaman modal asing resiko penggunannya menjadi tanggungan penanaman modal (G. Kartasapoetra,et.al, Manajemen Penanaman Modal Asing, Bina Aksara, Cet.l. Medan, 1985,hal.90) Berdasarkan pengertian penanaman modal asing tersebut, maka bentuk dari modal asing adalah sangat luas, yaitu tidak hanya berbentuk valuta asing saja tetapi juga meliputi : 1. Alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan, yang dalam hal ini merupakanalat-alat perlengkapan yang serba mutakhir yang dimasukkan oleh penanaman ke Indonesia 2. Keuntungan yang diperoleh perusahaan yang bersangkutan selama operasinya di Indonesia dan yang merupakan bagian yang tidak ditransfer ke luar negeri, tetapi oleh penanam dipergunakan commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kembali di Indonesia dengan maksud menambah kekuatan modalnya (lihat Pasal 2 Undang-undang No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing). Mengenai peraturan kepemilikan Modal Asing seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 dan dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 dapat terjadi sebagai berikut : 1. Seluruh modal asing, artinya tidak bercampur dengan modal nasional (Pasal 1 dan 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967). 2. Sebagian modal asing dan sebagian lagi modal nasional (Joint Venture, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967). Jadi yang dimaksud dengan modal asing adalah: 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia 2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan orang asing dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari devisa Indonesia 3. Keuntungan perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 boleh ditransfer, namun digunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 oleh pembuat Undang-undang ditegaskan bahwa kredit luar negeri tidak termasuk dalam objek Undang-undang Penanaman Modal Asing ini. Modal asing yang ditanam di Indonesia dalam suatu perusahaan sebagai suatu kesatuan perusahaan tersendiri yang berstatus Perseroan Terbatas (PT). a. Bentuk-bentuk Penanaman Modal Asing Pada umumnya dalam kegiatan PMA di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu : 1. Oleh pihak asing (perorangan atau badan hukum), ke dalam suatu perusahaan yang seratus persen diusahakan oleh pihak asing 2. Dengan menggabungkan modal asing tersebut dengan modal nasional.
8. Peranan Investasi dalam Pembangunan Perekonomian antar negara semakin berkaitan erat, keadaan ekonomi di sebuah negara dengan cepat dan mudah merambah ke negara-negara lain. Dalam situasi seperti sekarang, keunggulan bisnis dan perekonomian bukan lagi berdasarkan pada strategi keunggulan komparatif (comparative advantage)
melainkan
strategi
keunggulan
kompetitif
(competitive
advantage). Globalisasi mengubah struktur perekonomian dunia secara fundamental. Inteterdependensi (saling ketergantungan) perekonomian negara commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semakin erat, kerataan interdependensi ini bukan saja berlangsung antara negara maju, tetapi juga antara negara berkembang dengan negara maju. Ekspor merupakan salah satu sumber devisa yang sangat dibutuhkan oleh negara atau daerah yang perekonomiannya bersifat terbuka seperti di Indonesia, karena ekspor secara luas ke berbagai negara memungkinkan peningkatan jumlah produksi yang mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga diharapkan dapat
memberikan andil yang besar terhadap
pertumbuhan dan stabilitas perekonomiannya. Apalagi Indonesia yang baru saja bangkit dari keterpurukan akibat dari krisis ekonomi dan krisis multidimensional senantiasa berupaya untuk mengembangkan ekspornya untuk menopang pemulihan ekonomi melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui masuknya investasi yang didukung pula dengan jaminan pemerataan, stabilitas serta kepastian hukum. Berdasarkan sumber modal yang akan digunakan untuk pembangunan, usaha pengerahan modal (investasi) untuk pembangunan dapat dibedakan kepada pengerahan modal dalam negeri dan pengerahan modal luar negeri. Modal yang berasal dari dalam negeri biasanya berasal dari tiga sumber, yaitu tabungan sukarela masyarakat, tabungan pemerintah dan tabungan paksa. Hampir semua negara berkembang merasakan bahwa tabungan masyarakat dan tabungan pemerintah tidak cukup untuk membiayai program yang direncanakan dan untuk mencapai tingkat pertumbuhan tertentu. Kekurangan tersebut dapat dipenuhi dari modal luar negeri. commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Investasi dari luar negeri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bantuan luar negeri dan penanaman modal asing. Bantuan dari luar negeri dapat bersumber dari pemerintah, badan-badan internasional atau pihak swasta. Manfaat dari adanya investasi asing atau luar negeri ini memungkinkan suatu negara mencapai target-target pembangunan. Maka apabila modal yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan yang direncanakan adalah lebih besar daripada modal yang dapat dikerahkan di dalam negeri, usaha pengerahan modal (investasi) dari luar negeri perlu dilakukan. Manfaat lain investasi luar negeri adalah diikuti oleh pemasukan teknologi modern dan pengaliran tenaga-tenaga ahli. Faktor ini dapat mempercepat proses modernisasi di sektor-sektor yang menerima modal asing tersebut dan mengisi tenaga-tenaga ahli yang diperlukan. Dengan demikian modal luar negeri bukan hanya akan mengatasi masalah kekurangan modal untuk membiayai pembangunan, tetapi juga dapat mempertinggi efisiensi pelaksanaan pembangunan (Faishol:2008).
9. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia Sejak terbentuknya World Trade Organization (WTO) tahun 1995, perkembangan perdagangan dunia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Jaringan produksi mendunia dan China muncul sebagai kekuatan produksi dan perdagangan yang menakjubkan. Perubahan pola dunia perdagangan ini ikut mempengaruhi kinerja perdagangan Indonesia. commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lingkungan perdagangan internasional yang berubah sangat cepat dimana kekuatan globalisasi perdagangan dan aliran modal sangat kuat, maka kebijakan yang ditempuh sebaiknya harus tetap memperhatikan kepentingan domestik. Keberhasilan reformasi dan deregulasi perdagangan sangat ditentukan oleh faktor penekanan pada kompetisi dan pendekatan yang gradual. Secara ringkas perkembangan kebijakan perdagangan Indonesia dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 2.1 Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia Periode 1948 – 1966 1967 – 1973 1974 – 1981 1982 – sekarang
Kebijakan Ekonomi nasionalis, nasionalisasi perusahaan Belanda Sedikit liberalisasi perdagangan Substitusi impor, booming komoditas primer dan minyak Liberalisasi perdagangan dan orientasi ekspor
Sumber : Nurhemi, Kerjasama Perdagangan Internasional, 2007, diolah.
Pada era pasca kemerdekaan tahun 1948 sampai dengan tahun 1966 banyak dilakukan nasionalisasi aset-aset Belanda oleh presiden Soekarno, perkembangan investasi dan perekonomian relatif belum sepenuhnya bagus, memasuki tahun 1967 sampai dengan tahun 1974, periode ini banyak ditandai dengan perubahan orde maka terjadi perubahan perekonomian Indonesia lebih terbuka yang berorientasi pada perekonoian dan perdagangan bebas. Memasuki periode 1974 sampai dengan 1981, era ini ditandai booming beberapa komoditas primer, seperti kayu, karet dan lain-lain serta komoditas commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
minyak dan gas di Indonesia. Pada periode yang sama Indonesia banyak mengimpor barang modal. Sedangkan pada orde yang sama tahun 1982 sampai sekarang masih menerapkan perekonomian terbuka dan liberalisasi perdagangan dengan senantiasa mengedepankan orientasi ekspor nonmigas.
10. Keunggulan Komparasi ( Comparative Advantage ) Michael Porter dalam bukunya The Competitive Advantage of Nations (1998) mengembangkan sebuah model yang membantu kita menjawab pertanyaan mengapa sebuah negara lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain dan mengapa sejumlah perusahaan yang berlokasi di negaranegara tertentu lebih kompetitif daripada sejumlah perusahaan negara lain. Model ini menyatakan bahwa lokasi pusat kegiatan (national home base) perusahaan-perusahaan
sangat
berpengaruh
terhadap
daya
kompetisi
perusahaan-perusaah tersebut di persaingan internasioanl. Home base ini menyediakan faktor-faktor dasar yang dapat mendorong ataupun sebaliknya menghambat daya kompetisi perusahaan. Porter membedakan empat faktor dasar : 1. Faktor kondisi 2. Faktor Permintaan Domestik 3. Faktor Industri Pendukung, dan 4. Faktor strategi, struktur dan persaingan. commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keempat faktor ini saling berkaitan dan secara visual seperti bentuk diamond, sehingga dikenal dengan teori diamond, dan dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.2 Teori Diamond Strategi, struktur dan persaingan
Kondisi Permintaan Domestik
Faktor Kondisi
Industri Pemasok dan Pendukung
Sumber : Porter, 1998
Faktor-faktor ini umumnya merupakan kondisi awal dan dasar yang dimiliki oleh suatu negara. Negara tersebut dapat mengembangkan industriindustri tertentu dengan memanfaatkan kondisi dasar ini secara optimal. Dalam kaitan ini, kita kemudian mengenal istilah negara dengan biaya produksi rendah (low cost countries). Faktor permintaan domestik adalah halhal yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara. Mereka berpengaruh terhadap kecepatan dan arah dari inovasi dan pengembangan produk. commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Faktor industri-industri pendukung adalah keberadaan ataupun ketiadaan industri-industri pemasok dan pendukung yang kompetitif dalam persaingan internasional.
Industri pemasok yang kompetitif secara
internasional akan memperkuat inovasi dan internasionalisasi industri utama pada fase perkembangan berikutnya. Industri pendukung adalah industri yang dapat memanfaatkan kegiatan bisnis tertentu secara bersama-sama dengan industri utama. Faktor strategi, struktur dan persaingan usaha merujuk pada kondisi yang berpengaruh terhadap hal-hal yang terkait dengan bagaimana perusahaan-perusahaan di suatu negara. Teori diamond
dapat digunakan dalam berbagai tataran. Dalam
tataran nasional, pemerintah dapat merumuskan strategi untuk memperkuat keunggulan kompetitif negara yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaanperusahaan nasional negara tersebut dalam kancah persaingan internasional. Menurut Porter, pemerintah dapat memperkuat keunggulan kompetitif dengan melakukan standarisasi kualitas produk nasional, menyusun mutu baku lingkungan dan keuangan serta mendorong kerjasama vertikal antara pemasok dan pembeli di pasar domestik.
11. Analisis Daya Saing Produk Ekspor Tingkat daya saing komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
indikator. Salah satu caranya adalah dengan Revealed Comparative Advantage, Constant Market Share dan Real Effective Exchange Rate. Disamping itu, seperti halnya laporan tahunan dari World Economic Forum (WEF) melalui Global Competitiveness Index dapat juga menjadi ukuran daya saing suatu negara setiap tahunnya. GCI adalah indeks gabungan dari sejumlah indikator ekonomi yang telah teruji secara empiris memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka menengah dan panjang. Secara teoritis juga memiliki korelasi positif dengan kinerja atau tingkat daya saing ekspor (Tambunan:2000:90). Globalisasi pada dasarnya adalah fenomena yang mendorong perusahaan di tingkat mikro ekonomi untuk meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional. Dengan globalisasi yang menyatukan pasar dan kompetisi investasi internasional meningkatkan tantangan sekaligus peluang bagi semua perusahaan baik kecil, menengah maupun besar. Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional. Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya. commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk melihat lebih detail komoditas Indonesia yang bersaing dengan negara-negara lain di pasar dunia dapat diukur dari Revealed Comparative Advantage (RCA) masing-masing produk ekspor (Balassa, 1965). Perhitungan RCA ini menggunakan data yang dikelompokkan dalam Standard Industrial Trade Classification (SITC) 2 digit. Nilai RCA yang lebih besar dari 1 menunjukan daya saing yang kuat. Semakin tinggi komoditi, maka semakin tangguh daya saing produk tersebut, sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut. Perhitungan RCA digunakan rumusan sebagai berikut : RCA = Dimana : X= ekspor atau nilai ekspor i= jenis komoditi a= Negara asal w= dunia (world) Bila RCA < 1 atau sampai mendekati 0, maka daya saingnya lemah. Bila RCA > 1 maka daya saingnya kuat, semakin tinggi RCA, semakin tinggi daya saingnya. Salah satu indikator yang dapat menunjukan perubahan keunggulan komparatif adalah RCA index. Indeks ini menunjukan perbandingan antara pangsa ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Dengan kata lain indeks RCA menunjukan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia. Jika nilai indeks RCA dari suatu negara untuk komoditas tertentu lebih besar dari 1, berarti negara yang bersangkutan mempunyai keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia dalam komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari 1 berarti keunggulan komparatifnya untuk komoditas tersebut rendah atau di bawah rata-rata dunia.
12. Proses Terjadinya ACFTA Pada tahun 2001, pada pertemuan China dan ASEAN di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam, China menawarkan sebuah proposal AseanChina Freee Trade Agreement untuk jangka waktu 10 tahun ke depan. Dalam prosesnya, negoisasi tersebut akan berlanjut melalui tahapan-tahapan. Satu tahun berikutnya, yaitu tahun 2002, pemimpin ASEAN dan China siap untuk menandatangani kerangka perjanjian Comprehensive Economic Cooperation (CEC), yang di dalamnya terdapat pula diskusi mengenai Free Trade Agreement (FTA). Tidak diragukan lagi bahwa proposal yang ditawarkan oleh China sangat menarik karena China dan ASEAN sama-sama melihat kemungkinan besar akan pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan dengan perjanjian tersebut. Inisiatif untuk bekerjasama dalam pengembangan ekonomi datang dari China (Dewitari, dkk:2009). commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perkembangan ekonomi China tampaknya tidak terbendung untuk menjadi perekonomian terbesar di dunia dalam dua atau tiga dekade ke depan. Harga produk yang murah dan jenis produk yang bervariasi serta dukungan penuh pemerintah China membuat produk dari negara lain sulit untuk bersaing. Pemerintah Amerika Serikat pun pada mulanya berupaya melindungi perekonomian dalam negerinya dan berusaha menekan China, antara lain untuk membiarkan mata uang renminbi menguat dan mengurangi surplus perdagangan. Dalam perkembangannya, AS harus realistis bahwa China tidak dapat lagi ditekan dan lebih baik bekerjasama dalam memulihkan perekonomian dunia dari krisis global (Kompas:3 Februari 2010). Kerangka persetujuan CEC berisi tiga elemen yaitu liberalisasi, fasilitas, dan kerjasama ekonomi. Elemen liberalisasi meliputi perdagangan, servis atau jasa dan investasi. Dalam liberalisasi, persetujuan juga menyediakan ketentuan untuk pemeliharaan dan fleksibilitas dalam Early Harvest Program yang mencakup binatang yang masih hidup; ikan; produk-produk binatang lainnya; pohon; sayuran dan buah-buahan. Produk-produk yang termasuk dalam program ini dibagi menjadi tiga kategori dan akan dikenakan pengurangan tarif serta penghapusan tarif, tarif akan menjadi nol persen dalam jangka waktu tiga tahun (Dewitari, dkk:2009). ACFTA dirancang oleh para kepala Negara atau pemerintahan ASEAN dan China pada pertemuan puncak ASEAN dan Republik Rakyat China 6 November 2001 lalu. Inisiatif tersebut kemudian dikukuhkan menjadi commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
“ Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Negara-negara Anggota ASEAN dan RRC” yang ditandatangani di Pnom Penh, Kamboja tanggal 4 November 2004. Kemudian pada tanggal 6 Oktober protokol perubahan persetujuan tersebut ditandatangani oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN-RRC (Suara Merdeka:26 Januari 2010).
B. Studi Terdahulu Tang Yihong dan Wang Weiwei (2006) melakukan riset tentang potensi perdagangan antara China dengan ASEAN setelah ASEAN-China Free Trade Agreement. Riset tersebut dilakukan di China dengan mengaplikasikan model Export Similiarty Index untuk menunjukan potensi dagang China terhadap pasar ASEAN dengan membandingkan dengan enam anggota ASEAN (ASEAN 6). Hasil riset menunjukan bahwa kompetisi di beberapa level industri di pasar ASEAN dan potensi perdagangan bilateral masih belum pasti. Dengan menghitung faktor ukuran negara, jarak, integrasi negara,dll ACFTA mempunyai efek yang signifikan secara positif pada jumlah perdagangan bilateral. Dalam penelitian ini menggunakan gravity modeldan panel data untuk mengujinya. Donghyun Park, Innwon Park, Gemma Esther B. Estrada (2008) dalam risetnya tentang prospek ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dengan menggunakan analisis kualitatif. Riset tersebut dilakukan di China. Hubungan ekonomi dan perdagangan antara ASEAN dengan China sudah commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjalin sejak lama, ASEAN merupakan kompetitor yang baik bagi China begitupun sebaliknya.ACFTA yang berlaku secara efektif sejak 2010 dibentuk untuk mempermudah perdagangan antar keduanya (ASEAN dan China). Dalam riset ini menggunakan analisis kualitatif, apakah dengan ACFTA akan mendatangkan manfaat bagi keduanya. Hasil analisis menunjukan optimisme bahwa ACFTA mempunyai prospek yang baik sebagai sarana untuk memperkuat perekonomian dan hubungan ekonomi antara ASEAN dan China. Menurut Wong dan Chan (2003), pada jenis barang dan jasa tertentu juga akan terjadi kompetisi antara China dan Asean walaupun secara menyeluruh perdagangan antara China dan Asean saling mendukung perekonomian masing-masing. Wong dan Chan juga berpendapat bahwa untuk membuat perdagangan bebas antara China dan Asean, diperlukan perubahan struktur ekspor agar lebih bersifat komplementer, yakni Asean dikonsentrasikan dalam mengekspor barang-barang komoditas primer untuk mendukung produksi China atas barang-barangnya yang mengalami peningkatan permintaan di sektor industri dan sektor jasa. Berdasarkan hal tersebut, diantara negara Asean, Indonesia merupakan negara yang paling memenuhi kualifikasi sebagai pemasok komoditas primer, sehingga dapat dikatakan paling berpotensi menjadi mitra China. Di sisi lain, China dan Asean berpotensi untuk berkompetisi dalam hal memperoleh investasi dari negara-negara lain di dunia, sedangkan potensi terjadinya investasi antar negara tersebut (Asean dan China) relatif kecil.
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam tulisannya, Vanzetti dkk (2005) mencantumkan perjanjian regional ASEAN+3 di dalam salah satu skenario perdagangan internasional Indonesia di masa depan. ASEAN+3 yang dimaksud adalah negara-negara ASEAN termasuk Indonesia bersama tiga Negara lain yaitu China, Jepang dan Korea Selatan. Skenario tersebut juga termasuk salah satu skenario yang dikelompokan sebagai percepatan liberalisasi perdagangan internasional Indonesia. Indonesia dapat memperoleh benefit dari impor barang-barang konsumsi dengan harga yang relatif rendah dari China. Namun barang ekspor Indonesia juga akan berkompetisi dengan China pada produk-produk yang menggunakan tenaga kerja secara intensif. Dalam penelitiannya, Pakasa Bary (2009) menyebutkan bahwa Indonesia, India dan China mempunyai potensi besar untuk memimpin pertumbuhan ekonomi Asia dan dunia. Hal ini ditinjau dari tingginya produksi China dan India, dan tingginya tingkat produksi barang-barang input dan sumber energi dari Indonesia. Selain itu, populasi tiga negara yang sangat tinggi mampu membuat tiga negara tersebut menjaga aktivitas perekonomian dengan hanya ditopang oleh permintaan domestik yang dengan kata lain mengurangi kerentanan terhadap adanya guncangan pada perekonomian dunia. Tiga negara tersebut juga memiliki kemampuan untuk memasok barang-barang dengan harga yang relatif rendah, yang salah satunya didukung oleh biaya tenaga kerja yang rendah. Hasil estimasi melalui gravity model menunjukan adanya sensitifitas yang tinggi antara ekspor Indonesia ke China dan India commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan kondisi perekonomian secara umum di kedua negara tersebut. Peningkatan produksi dan pendapatan di China dan India akan secara signifikan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara tersebut. Dalam hal ini, peningkatan produksi di India lebih sensitif meningkatkan ekspor Indonesia ke India, yang secara implisit menunjukan peluang pengembangan ekspor ke negara tersebut masih terbuka lebar.
C. Kerangka Pemikiran ACFTA merupakan kerjasama regional yang dilakukan antara ASEAN dan China. Sejak diberlakukannya ACFTA pada Juli 2004 dan berlaku aktif mulai 1 Januari 2010, ACFTA membawa dampak baik negatif maupun positif bagi perekonomian Indonesia, khususnya pada sektor investasi dan perdagangan bilateral di Indonesia (ekspor dan impor). Investasi merupakan salah satu indikator penting yang sangat berpengaruh terhadap variabelvariabel yang menentukan sumber pembiayaan untuk pembangunan negara. Sementara itu, sumber dana untuk pembangunan dapat berasal dari dua sumber, yaitu sumber dana luar negeri dan dalam negeri. Dana dari luar negeri yaitu berupa utang luar negeri dan penanaman modal asing yang merupakan stok kapital atau tambahan modal dan diperlukan pemerintah guna membiayai pembangunan-pembangunan yang dilakukan pemerintah dengan tujuan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dana dari luar negeri ini digunakan untuk memacu meningkatnya investasi dalam negeri dan dapat commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memicu kenaikan sumber daya ekonomi yang lebih besar sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Banyaknya investasi yang masuk ke Indonesia dan jumlah perdagangan yang dilakukan Indonesia ke luar negeri tergantung dari pendapatan perkapita suatu negara. Dalam hal ini, akan dilihat
hubungan antara ACFTA dengan
perekonomian di Indonesia, khususnya pada sektor investasi dan perdagangan Indonesia, serta melihat hubungan pendapatan perkapita China terhadap jumlah ekspor Indonesia. Mengingat banyaknya variabel yang berhubungan dengan investasi dan ekspor Indonesia, maka untuk mempermudah dalam pemahaman ini, digambarkan suatu kerangka pemikiran yang sistematis, sebagai berikut : Gambar 2.3 : Kerangka Pemikiran Prospek Perdagangan Indonesia-China
Peluang Investasi China ke Indonesia
ACFTA Gravity Model
SWOT S-O S-T W-O Strategi Peningkatan W-T Investasi China ke Indonesia
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menerangkan peluang ACFTA terhadap investasi China ke Indonesia serta untuk menerangkan hubungan antara tingkat produksi Indonesia dan China terhadap jumlah ekspor Indonesia untuk mengetahui prospek perdagangan Indonesia dan China. B. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan diperoleh dari Statatistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia dari BI, Biro Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan dari sumber-sumber lainnya yang lebih relevan. C. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua fungsi variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Ekspor Indonesia berfungsi sebagai variabel dependen. Sedangkan yang berfungsi sebagai variabel independen adalah pendapatan perkapita Indonesia dan pendapatan perkapita China.
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Definisi Operasional Pengertian dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. ACFTA merupakan perwujudan dari perdagangan bebas antara Negara anggota ASEAN dengan China. Dengan adanya kesepakatan ini, mulai 1 Januari 2010 Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada Negara-negara anggota ASEAN dan China. 2. Investasi merupakan salah satu modal yang dapat digunakan untuk pembangunan. Dalam hal ini investasi berkaitan dengan penanaman modal asing Negara-negara ASEAN dan China ke Indonesia. Selain mengatasi masalah kurangnya modal untuk pembangunan, investasi juga dapat meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan pembangunan karena diikuti oleh pemasukan teknologi modern dan pengaliran tenaga-tenaga ahli. 3. Ekspor merupakan pengeluaran penduduk negara lain terhadap barangbarang yang dihasilkan dalam negeri. 4. Pendapatan Perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah.
D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik kepustakaan, yaitu teknik yang dilakukan dengan mencari literatur-litaratur yang diperlukan yang berhubungan dengan data dan teori di dalam penelitian ini. Studi kepustakaan ini menggunakan data Produk Domestik Bruto commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indonesia yang bersumber dari BPS, data nilai ekspor Indonesia ke China yang diperoleh melalui CEIC, Badan Kebijakan Fiskal – Kementerian Keuangan RI, melalui internet dan berbagai sumber-sumber pendukung. .
E. Metode Analisis Data Model analisis yang digunakan untuk mengetahui bagaimanakah peluang ACFTA terhadap pertumbuhan investasi China ke Indonesia. Jadi analisis data-data tersebut dapat digunakan untuk mengetahui peluang ACFTA terhadap tingkat investasi China ke Indonesia yang kemudian digunakan untuk menentukan strategi peningkatan investasi. Model analisis yang kedua digunakan untuk mengetahui prospek perdagangan antara Indonesia-China pasca perjanjian ACFTA yaitu dengan melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan dan peluang antar variabel berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistika, dan teori ekonometrika. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis SWOT dan Gravity Model. Alat analisis SWOT digunakan untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan investasi China ke Indonesia setelah terbentuknya ACFTA serta dapat commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menentukan strategi pengembangan yang dapat mendorong investasi China ke Indonesia. Gravity model digunakan untuk melihat arus perdagangan bilateral.
1. Analisis SWOT Analisa SWOT adalah suatu cara untuk menganalisis faktor internal dan eksternal menjadi langkah-langkah strategi dalam pengoptimalan usaha yang lebih menguntungkan. Dalam menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal akan ditemukan aspek-aspek yang menjadi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunities) dan yang menjadi ancaman (threats) sebuah organisasi. Dengan begitu akan dapat ditentukan berbagai kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan. (Freddy Rangkuty, 2005:19). Definisi lain dari analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai faktor masukan yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar, yaitu : a. Strength (S), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari suatu masalah b. Weakness (W), adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari suatu masalah commit to user 57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Opportunity (O), adalah suatu situasi atau kondisi diluar masalah dan memberikan peluang berkembang bagi suatu permasalahan di masa depan d. Threat (T), adalah suatu situasi atau kondisi yang merupakan ancaman di masa depan. Berikut merupakan representasi grafis dari kerangka SWOT :
Gambar 3.1 Kerangka Analisis SWOT
Analisis SWOT mempunyai diagram yang terdiri dari 4 kuadran, yaitu: Kuadran 1
: merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Organisasi memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat diterapkan adalah dengan cara mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif. commit to user 58
perpustakaan.uns.ac.id
Kuadran 2
digilib.uns.ac.id
: meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan peluang jangka panjang.
Kuadran 3
: perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak,
perusahaan tersebut
menghadapi
kendala/kelemahan internal. Focus strateginya adalah dengan meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan, sehingga dapat merubah peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4
: merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan mengalami berbagai ancaman dan kelemahan internal.
Keterangan kombinasi dari Matriks SWOT adalah sebagai berikut : a. Strategi S-O Yaitu strategi dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. b. Strategi S-T Yaitu strategi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. c. Strategi W-O Yaitu strategi yang memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada. d. Strategi W-T
commit to user 59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Yaitu
strategi
yang
bersifat
defensif
dan
berusaha
meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Gambar 3.2 Matriks Model Analisis SWOT
2. Gravity Model Model gravity merupakan model ekonomi yang telah seringkali digunakan untuk menjelaskan hubungan perdagangan antarnegara. Gravity model didasarkan atas teori Sir Isaac Newton tentang gravitasi. Model ini memperkirakan bahwa volume perdagangan antara dua Negara berhubungan
commit to user 60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lurus dengan pendapatan masing-masing Negara tersebut dan berhubungan terbalik dengan hambatan perdagangan antarnegara. Gravity
model
sangat
populer
karena
kesuksesannya
dalam
menjelaskan variasi empiris pada data yang ada, namun model ini juga banyak dikritisi karena landasan teori ekonomi yang tidak kuat. Meskipun demikian, beberapa penelitian menjelaskan bahwa gravity model dapat diperoleh melalui landasan beberapa teori ekonomi tentang perdagangan internasional yang telah secara umum digunakan, yang bahkan teori tersebut secara prinsip sangat berbeda satu sama lain. Salah satunya dibuktikan oleh Evenett dan Keller (2002), yang membuktikan bahwa teori Heckscher-Ohlin dapat menjelaskan kesuksesan gravity model secara empiris. Bentuk gravity model yang paling sederhana adalah sebagai berikut : Xij = Dimana Xij = ekspor dari Negara i ke Negara j Yi = pendapatan Negara i Yj = pendapatan Negara j Dij = jarak antara Negara i dan Negara j. Beberapa penelitian menerapkan formulasi sedikit berbeda dengan persamaan aslinya untuk mempermudah estimasi dengan menggunakan
commit to user 61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
minimal satu titik data dengan nilai ekspor nol. Misalnya dengan mengganti bentuk Xij menjadi (1+Xij) seperti yang dilakukan oleh Wall (2000). Beberapa literatur juga mengemukakan alternatif bentuk fungsional dari gravity model, salah satunya Sanso dkk (1993). Misalnya dengan menggunakan kombinasi PDB per kapita dan jumlah populasi atau dengan menggunakan kombinasi PDB per kapita dan PDB suatu Negara. Literatur yang sama juga menemukan bahwa bentuk log linier dari gravity model yang digunakan secara statistik sedikit tidak cocok dengan data yang digunakannya. Salah satu temuan penting oleh Anderson dan Van Wincoop (2003) ketika merekonstruksi
gravity model sesuai dengan teori adalah bahwa
terdapat biaya perdagangan relatif antarnegara yang patut diperhitungkan dalam gravity model. Hal ini antara lain mengindikasikan bahwa metode estimasi dengan fixed effect lebih baik karena dapat menjelaskan perbedaan resistensi antarhubungan bilateral yang berimplikasi pada variasi nilai ekspor impor. Walaupun demikian, resiko bias antar observasi time series tetap ada karena resistensi perdagangan secara relatif dapat berubah sepanjang waktu. Penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Bruto Indonesia yang bersumber dari BPS, data nilai ekspor Indonesia ke China yang diperoleh dari CEIC, dan data Produk Domestik Bruto China yang diperoleh dari IMF-IFS. Series yang digunakan adalah triwulanan, sejak triwulan I tahun 1999 sampai dengan triwulan IV tahun 2008. Data ekspor China ke Indonesia tidak diikutsertakan sebab selain keterbatasan data, konteks commit to user 62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penelitian ini lebih mengacu pada prospek pertumbuhan Indonesia karena adanya peluang perdagangan dengan China, namun tidak sebaliknya. Model yang digunakan mengasumsikan bahwa peluang PDB Indonesia adalah sama baik untuk persamaan gravitasi China. Dari model tersebut, estimasi dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu common intercept dan fixed effect melalui regresi data panel. Dengan kata lain, spesifikasi model yang akan diestimasi adalah sebagai berikut : Model IA Xij = eαYiYjβj Model IB Xij = = eαjYiYjβj Dimana Xij = ekspor dari Negara I ke Negara j Yi = pendapatan Negara i Yj = pendapatan Negara j α,â,dan ê merupakan parameter. Huruf kecil j pada masing-masing parameter menjelaskan sensitivitas spesifik pada masing-masing cross-section, i mewakili Indonesia, sedangkan j mewakili China. Selain itu, untuk efisiensi dalam hal degrees of freedom, variabel jarak (D) yang telah dijelaskan sebelumnya tidak diikutsertakan dalam estimasi mengingat
hal ini
dimungkinkan karena jarak Indonesia (Jakarta) ke China (Beijing) sekitar commit to user 63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5.100 km telah diwakili oleh parameter α. Estimasi data panel dilakukan pada model-model tersebut dengan mengubah bentuk model tersebut menjadi bentuk log linier.
3. Uji Asumsi Klasik a.
Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih
dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi (Gujarati, 1995: 320). Salah satu asumsi model klasik yang menjelaskan ada tidaknya hubungan antara beberapa atau semua variabel dalam model regresi. Jika dalam model terdapat multikolinearitas, maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat diukur dengan ketepatan tinggi. Salah satu metode untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas adalah
menggunakan
pengujian
dengan
metode
Klein.
Metode
ini
membandingkan nilai koefisien korelasi setiap variabel penjelas (r2xi, xj) dengan nilai koefisien determinasi (R2 y,xi,xj,…xn). Jika R2 y,xi,xj,…xn < r2xi, xj, maka terjadi masalah multikoliearitas dalam model, sedangkan jika nilai R2 y,xi,xj,…xn > r2xi, xj, maka tidak terjadi masalah multikolinearitas.
commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b.
Heteroskedastisitas Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan pengganggu
mempunyai varians yang sama. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi heteroskedastisitas yaitu suatu keadaan dimana varians dari kesalahan pengganggu tidak sama untuk semua nilai variabel bebas. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam model empiris yaitu uji Park, uji Glejser, uji White, dan uji BreuschPagan-Godfrey. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan menggunakan uji White. Dalam uji white ditawarkan dua jenis pengujian, yaitu: White Heteroscedasticity (no cross term) dan White Heteroscedasticity (cross term). Untuk penelitian ini digunakan pengujian White Heteroscedasticity (no cross term) disebabkan banyak menggunakan variabel bebas. Jika nilai probabilitas dari semua variabel lebih besar nilai taraf signifikansi 5%, maka pada model tersebut tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, Jika nilai probabilitas dari semua variabel kurang atau lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5%, maka pada model tersebut terdapat masalah heteroskedastisitas (Insukindro et al., 2003: 201). c.
Autokorelasi Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan variabel
pengganggu pada suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengganggu periode lain. Asumsi ini untuk menegaskan bahwa nilai variabel dependen hanya diterangkan (secara sistematis) oleh variabel independen dan bukan oleh variabel gangguan (Gujarati, 1995: 401). Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi yaitu, uji d Durbin-Watson, uji Lagrange Multiplier (LM Test), uji Breusch-Godfrey, uji ARCH. Dalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya autokerelasi adalah dengan uji Lagrange Multiplier Test yakni berupa regresi atas semua variabel bebas dalam persamaan regresi VECM tersebut dan variabel lag t dari nilai residual regresi VECM. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Melakukan regresi variabel independen dengan menempatkan nilai residual dari hasil regresi OLS sebagai variabel dependennya. 2) Memasukkan nilai R² hasil regresi OLS ke dalam rumus (n- 1)R², dimana n adalah jumlah observasi. 3) Membandingkan nilai R2 dari hasil regresi tersebut dengan nilai X² dalam tabel statistik Chi Square. Kriterianya adalah, jika: a) Apabila nilai (n-1) R2 > nilai tabel X² berarti tidak terjadi masalah autokorelasi. b) Apabila nilai (n-1) R2 < nilai tabel X² berarti terjadi masalah autokorelasi.
commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Uji Statistik Proses analisa yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel independen yang meliputi uji t (uji individu), uji F (uji bersama-sama), dan uji R2 (uji koefisien determinasi). a. Koefisien Determinasi (R2) Nilai R2 untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien daterminasi (R2) antara nol dan satu (0
commit to user 67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Menentukan Hipotesis a) H0 :
1
= 2 = 3= 4=0 Berarti semua variabel independen secara individu tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Ha :
1
2
3
4
0
Berarti semua variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. 2) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut: a) Nilai F tabel = F α;K-1;N-K. ......................................................(3.2) Keterangan: N = jumlah sampel/data K = banyaknya parameter
b) Nilai F hitung =
R2 K 1 ..........................................(3.3) 1 R2 . N K
Keterangan:
R 2 = koefisien determinan N = jumlah observasi atau sampel K = banyaknya variabel commit to user 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Kriteria pengujian Gambar 3.3 Daerah Kritis Uji F.
Ho diterima
Ho ditolak
F ( ; K-1; N-K)
4) Kesimpulan a) Apabila nilai F
hitung
tabel,
maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. b) Apabila nilai F
hitung
>F
tabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
variabel independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. c. Uji t Uji t ini merupakan merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu, dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masingmasing variabel independen dalam mempengaruhi perubahan variabel dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap atau konstan. Langkah-langkah pengujian t test adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995: 119): 1) Menentukan Hipotesisnya a) Ho : 1 = 0 commit to user 69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berarti
suatu
variabel
independen
secara
individu
tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Ha : 1
0
Berarti suatu variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen. 2) Melakukan penghitungan nilai t sebagai berikut: a) Nilai t tabel = t α/2;N – K .....................................................(3.4) Keterangan: = derajat signifikansi N = jumlah sampel (banyaknya observasi) K = banyaknya parameter
b) Nilai t hitung =
i
Se
.........................................................(3.5) i
Keterangan: i
= koefisien regresi
Se ( i)
= standard error koefisien regresi
3) Kriteria pengujian Gambar 3.4 Daerah Kritis Uji t. commit to user Ho diterima
70
Ho ditolak
Ho ditolak
- tα 2; N K
tα 2; N K
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Kesimpulan a) Apabila nilai –t
tabel
< t
hitung
< +t
tabel,
maka Ho diterima. Artinya
variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. b) Apabila nilai t hitung > +t
tabel
atau t
hitung
<-t
tabel,
maka Ho ditolak.
Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
commit to user 71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) Para kepala negara anggota ASEAN dan China pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja telah menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast Asian Nations and The People’s Republic of China (ACFTA). Tujuan dari Framework Agreement on ACFTA tersebut adalah : e. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan,dan investasi kedua pihak f. Merealisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi g. Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak h. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan Negara baru anggota ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak. Selain itu, kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi melalui : a. Penghapusan tarif dan hambatan non tarif dalam perdagangan barang b. Liberalisasi secara progresif perdagangan jasa c. Membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka ASEAN China FTA. commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam hal penurunan dan penghapusan tarif perdagangan barang, telah disepakati tiga skenario yaitu : 1. Early Harvest Programme (EHP), tujuannya adalah mempercepat implementasi penurunan tarif produk dimana program penurunan tarif bea masuk dilakukan secara bertahap dan efektif dimulai pada 1 Januari 2004 bagi produk EHP dan menjadi 0% pada 1 Januari 2006. 2. Normal Track Programme 3. Sensitive and Highly Sensitive Cakupan produk yang masuk dalam EHP adalah produk yang masuk dalam Chapter 01 s/d 08 yaitu : Hewan hidup (01), daging dan produk daging dikonsumsi (02), Ikan (03), Dairy produk/ produk susu (04), Produk hewan lainnya (05), Tumbuhan (06), Sayuran dikonsumsi kecuali jagung manis (07), dan buah-buahan dikonsumsi (08). Jumlah kelompok EHP meliputi 530 pos tarif (HS 10 digit). Sementara produk-produk spesifik yang ditentukan melalui kesepakatan bilateral, antara lain kopi, minyak kelapa (CPO), Bubuk Kakao (HS 1806.10.00.00), barang dari karet dan perabotan. Pada Normal Track Programme penurunan tarif bea masuk dimulai sejak tanggal 20 Juli 2005, yang menjadi 0% pada tahun 2010, dengan fleksibilitas pada produk-produk yang akan menjadi 0% pada tahun 2012. Adapun produk-produk dalam kelompok Sensitive, akan dilakukan penurunan tarif mulai tahun 2012, dengan penjadwalan bahwa maksimum tarif bea masuk 20% pada tahun 2012 dan akan menjadi 0-5% pada tahun 2020.
commit to user 73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk mendapatkan preferensi penurunan tarif dengan menggunakan ketiga skenario tersebut disepakati Pengaturan Surat Keterangan Asal Barang (SKA) atau Rules of Origin (ROO) dengan ketentuan kandungan lokal ACFTA sebesar 40% yang secara operasional menggunakan SKA Form E. Penurunan dan penghapusan tarif bea masuk dalam ACFTA dilakukan melalui proses bertahap atas seluruh produk, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kepentingan perlindungan terhadap produk Indonesia yang dianggap belum mampu untuk bersaing dengan produk negara peserta FTA. Industri yang masuk dalam kategori penghasil produk sensitif lebih mendorong peningkatan impor dengan menggunakan skema aturan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China dibandingkan skema aturan importasi normal. Walaupun skema perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) membutuhkan dokumen khusus, skema insentif bea masuk dalam aturan ACFTA dinilai lebih menguntungkan. Namun, perlu diwaspadai karena komposisi impor produk industri Indonesia dari China terhadap total impor mencapai 91,7%, sedangkan komposisi ekspor produk industri Indonesia ke China dibandingkan total ekspor Indonesia ke China hanya mencapai 51,3%. Impor produk elektronika dengan skema aturan importasi normal (Most Favorable Nation/MFN) meningkat rata-rata 2,3% per bulan, sedangkan skema ACFTA sebesar 11,9%. Impor furnitur dengan skema MFN meningkat rata-rata 6,9% per bulan, sedangkan dengan skema ACFTA 18%. Impor logam dan barang logam dengan skema MFN bertambah rata-rata 15,6%, sedangkan dengan skema ACFTA sebesar 14,8% (Kompas, Kamis, 24 Maret 2011). commit to user 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Perkembangan Investasi China ke Indonesia Sebelum dan Sesudah ACFTA Perjanjian
kerjasama
ekonomi
antara
ASEAN
–
China
(ACFTA)
ditandatangani pada tanggal 4 November 2004 di Phnom Penh, Kamboja oleh para Kepala Negara ASEAN dan RRC. Kerjasama ekonomi dan perdaganagan kedua belah pihak akan mempengaruhi kedua kawasan tersebut. Demikian juga bagi Indonesia, di masa mendatang akan semakin dipengaruhi hubungan ekonomi internasional, yang berupa kesepakatan ekonomi bilateral, regional dan multilateral serta konvensi dan perjanjian internasional. Perkembangan ekonomi dan perdaganagan dengan China yang mempunyai pertumbuhan tinggi dan menjadi kekuatan baru akan sangat mempengaruhi perdagangan dan investasi bagi Indonesia. Negara-negara tersebut mulai menuju sebagai negara yang mempunyai keunggulan komparasi dalam produkproduk tertentu. Produk-produk mereka telah masuk di berbagai negara di dunia ini termasuk Indonesia. Struktur perekonomiannya mulai meninggalkan sektor pertanian menuju industrialisasi dan mulai banyak menanamkan modalnya di berbagai negara. Perkembangan ekonomi perdagangan Indonesia dan China banyak mengalami pasang surut. Naik turun hubungan ekonomi dagang kedua negara karena dipengaruhi beberapa permasalahan seperti faktor social ekonomi dan politik. Sejak Negara China merubah haluan menjadi negara terbuka maka Indonesia mempunyai kepentingan ekonomi dan perdagangan pada negara China. Jalinan ekonomi dan perdagangan ini kemudian diimplementasikan melalui bentuk kerjasama ekonomi baik bilateral commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
maupun regional. Salah satu diantaranya adalah kerjasama regional Asean dengan China. Tentu saja perkembangan China yang sangat pesat saat ini menjadi peluang dan tantangan khususnya bagi Indonesia dan negara-negara Asean lainnya. Terjadinya krisis finansial global sejak akhir tahun 2008 yang berlanjut pada 2009 mengakibatkan banyak negara mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. Demikian juga pertumbuhan ekonomi China selama tahun 2008 ini tercatat menurun hanya mencapai 8% atau menurun dibanding tahun lalu. China merupakan tujuan utama kedua ekspor Indonesia ke pasar internasional, menggeser posisi Amerika Serikat yang sekarang berada di urutan ketiga. Total volume perdagangan bilateral Indonesia-China hingga akhir tahun 2007 menembus angka $ 25,01 milyar atau melampaui target yang ditetapkan sebesar $ 20 milyar. Namun, pada periode itu, Indonesia mencatatkan defisit sebesar $ 210 juta. Dari sisi investasi, China mempunyai kontribusi sekitar 0,3% dari total investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) setiap tahunnya pada Indonesia. Perkembangan realisasi investasi China ke Indonesia sebelum dan sesudah ditandatanganinya Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut :
commit to user 76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.1 Perkembangan Realisasi Investasi China ke Indonesia 2002-2007 (juta US$)
Negara
Asean China Jepang Amerika Total dunia % Inv.China ke Ind
Sebelum ACFTA
Sesudah ACFTA
2002 299,2 6 432,3 60,3
2003 464,1 83,2 738,2 148,4
2004 916,2 8,1 1.041,3 78,3
Ratarata 559,8 32,43 737,3 95,67
2005 2.250 37,3 1.144,3 88,6
2006 926,7 31,5 908,2 65,8
2007 330,5 28,9 210,4 123,5
2008 1855,7 139,6 1365,4 151,3
Ratarata 2,265,2 59,33 890,23 112,6
3091,2
5450,6
4601,3
4381
8914,6
5976,9
3.706
14871,4
10026,1
0,002
0,015
0,002
0,01
0,004
0,005
0,001
0,009
0,005
Sumber : BKPM, 2008 *) di luar investasi sektor minyak dan gas bumi, data terakhir sampai dengan 31 Mei 2007
Secara umum investasi negara-negara Asean, Jepang, Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan investasi China ke Indonesia. Sebelum perjanjian ACFTA, investasi negara-negara Asean ke Indonesia dengan rata-rata 559,83 juta US$ dan sesudah perjanjian ACFTA dengan nilai rata-rata 1.169,07 juta US$. Sedangkan rata-rata investasi China ke Indonesia sebesar 32,43 juta US$ sebelum perjanjian ACFTA dan menurun menjadi sebesar 24,53 juta US$. Hal tersebut dapat dikatakan juga bahwa presentase investasi China ke Indonesia dibandingkan dengan total investasi dunia ke Indonesia masih sangat kecil, sesudah perjanjian ACFTA hanya rata-rata sebesar 0,004 sedangkan sebelumnya rataratanya sebesar 0,01.
commit to user 77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari tabel 4.1 terlihat peningkatan investasi China ke Indonesia setelah dibukanya perdagangan bebas ACFTA, justru mengalami penurunan dari rata-rata 32,43 juta US$ menjadi 24,52 juta US$. Apabila dilihat dari sisi perdagangan, dari Gambar 4.1 dapat dibandingkan total perdagangan Indonesia-China dengan total perdagangan Indonesia-Dunia. Total perdagangan Indonesia-China selama tahun 2002-2007 selalu mengalami peningkatan walaupun nilainya tidak lebih dari US$ 20.000. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa proporsi China dalam perdagangan internasional bagi Indonesia masih relatif kecil. Gambar 4.1 Total Perdagangan Indonesia-China dan Indonesia-Dunia tahun 20022007
Sumber : BKPM, 2008, diolah
Berkaitan dengan perdagangan China Indonesia dapat ditunjukkan bahwa nilai ekspor Indonesia ke China banyak didominasi oleh ekspor migas. Sementara commit to user 78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jika dibandingkan peningkatan pertumbuhan beberapa komoditi nonmigas lainnya seperti hasil pertanian dan perkebunan, hasil perikanan, kayu olahan, tekstil, dan beberapa komoditas lainnya ternyata masih kecil. Hampir setengah dari total ekspor Indonesia ke China adalah sektor migas. Hal ini juga menunjukan kontribusi ekspor dari sektor nonmigas relatif belum berhasil.
Tabel 4.2 Ekspor Migas dan Nonmigas ke China tahun 2002-2007 (juta US$)
PORSI 2002 Ekpor 10,74 - Migas 5,87 - Non Migas 4,87 Impor 13,51 - Migas 5,04 - Non Migas 8,47 Neraca Perdag. 2,77 - Migas -0,83 - Non Migas 3,6 Total Perd. 24,25 - Migas 10,91 - Non Migas 13,34 Sumber: BKPM, 2008
2003
2004
2005
2006
2007*
13,16 7,22
13,6 7,46
20,01 14,05
20,43 13,56
21,55 14,35
5,94 17,52 8,15
6,14 15,98 6,33
5,96 18,71 7,40
6,87 19,05 5,98
7,20 20,35 3,40
9,37
9,65
11,31
13,07
16,95
4,36 0,93
2,38 -1,13
-1,3 6,65
-1,38 0,49
-1,2 10,95
3,43 30,68 15,37
3,51 29,58 13,79
5,35 38,72 21,48
6,2 39,48 19,54
9,75 41,9 17,75
15,31
15,79
17,24
19,94
24,15
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2, ekspor sektor migas selalu meningkat, demikian juga ekspor sektor nonmigas.
commit to user 79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.2 Ekspor Migas dan Nonmigas ke China ( Juta US$ ) tahun 2002-2007
Sumber : BKPM, 2008, diolah
Namun, pada tahun 2010 data terbaru menunjukan ekspor nonmigas Indonesia ke China meningkat tajam dari US$ 8,9 milyar pada 2009 menjadi US$ 14,1 milyar pada 2010. Hal itu menunjukan bahwa setahun pelaksanaan ACFTA Indonesia membukukan pertumbuhan ekspor nonmigas ke China sebesar 58,4%. Sementara itu, impor nonmigas Indonesia dari China juga meningkat pesat, dari US$ 13,5 milyar tahun 2009 menjadi US$ 19,7 milyar pada 2010 dengan laju pertumbuhan sebesar 45,9%.
commit to user 80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Masalah dalam hal ini terdapat pada defisit perdagangan Indonesia dengan China, mengingat neraca perdagangan Indonesia dengan China hingga tahun 2007 selalu surplus. Namun, pada kenyataannya defisit perdagangan nonmigas Indonesia dengan China naik setelah pemberlakuan ACFTA, yakni dari US$ 4,6 milyar tahun 2009 menjadi US$ 5,6 milyar (Faisal Basri dalam Kompas, Senin, 11 April 2011).
C. Optimalisasi Investasi China ke Indonesia Sudah hampir lima tahun sejak tahun 2004 sampai saat ini kerjasama ekonomi negara-negara Asean dengan China dalam bentuk Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) berlangsung. Kerjasama ini tentu mempunyai tujuan yang sangat ideal mengingat China sebagai negara yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia sekarang ini. Dengan penduduk 1,2 milyar ditambah dengan penduduk Asean sekitar 500 juta maka menjadi sekitar 1,7 milyar penduduk di kawasan ini. Penduduk yang sangat besar ini tentu menjadi pasar empuk produk dan jasa kedua belah pihak. Tujuan lainnya adalah meliberalisasi perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif serta mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Termasuk memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif kedua belah pihak. Hubungan perdagangan bilateral Indonesia China sendiri sebetulnya cukup bagus. Setelah pelaksanaan ACFTA, Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan China. Kalau dibandingkan surplus perdagangan sebelum penandatanganan perjanjian ini rata-rata hanya mencapai US$ 608 pertahun, tetapi setelah pelaksanaan commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perjanjian naik menjadi US$ 1.160 pertahun atau hampir dua kali lipat. Demikian juga kita mencatat peningkatan share perdagangan Indonesia-China terhadap total perdagangan semua negara dengan Indonesia pada era pelaksanaan ACFTA. Ratarata share total perdagangan Indonesia-China terhadap total perdagangan semua negara dengan Indonesia sebelum ACFTA 6,87%, meningkat menjadi 9,40% pada masa ACFTA. Atau bisa dikatakan telah menjadi pergeseran share sebesar 2,29% dan impor sebesar 2,81% beralih ke China pada era pelaksanaan ACFTA. Tabel 4.3 Perbandingan Perdagangan Indonesia-China terhadap Indonesia-Dunia (Persen) tahun 2002-2007
Sebelum 5,91 8,55 2,27 6,87
Ekspor Impor Neraca Perdag. Total Perdag.
ACFTA Sesudah 8,20 11,37 3,15 9,40
Perubahan 2,29 2,81 0,88 2,53
Sumber : BPS,2008 diolah
Dari sisi ekspor, rata-rata ekspor pada pasca ACFTA juga mengalami kenaikan berarti dibanding sebelum pelaksanaan ACFTA. Sebelum pelaksanaan ACFTA rata-rata ekspor pertahun hanya mencapai US$ 3.770 pertahun, kemudian naik menjadi US$ 7.940 pertahun pasca ACFTA. Ekspor migas sebelum pelaksanaan ACFTA rata-rata hanya sebesar US$ 954 pertahun, naik menjadi US$ 2.794 pertahun pasca ACFTA atau naik hampir tiga kali lipat. Di sisi lain, ekspor nonmigas sebelum pelaksanaan ACFTA sebesar US$ 2.815 pertahun, kemudian naik menjadi US$ 5.146 pertahun pada era pelaksanaan ACFTA. commit to user 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.4 Rata-rata Perdagangan Indonesia Sebelum dan Era ACFTA (US$) tahun 2002-2007 Komponen Ekpor - Migas - Nonmigas Impor - Migas - Nonmigas Neraca Perdag. - Migas - Nonmigas Total Perd. - Migas - Nonmigas
Sebelum Era ACFTA 3,770.07 7,940.79 954.70 2,794.38 2,815.37 5,146.41 3,162.06 6,780.98 563.98 1,001.87 2,598.08 5,779.11 608.01 1,159.81 390.72 1,792.51 217.29 -632.70 6,932.13 14,721.78 1,518.68 3,796.25 5,413.45 10,925.53
Sumber : BPS, 2008 diolah
Hal yang menarik diamati adalah pertumbuhan ekspor nonmigas lebih rendah dibanding pertumbuhan ekspor migas ke China. Hal inilah yang perlu diperhatikan pemerintah. Ini berarti kita belum berhasil meningkatkan ekspor nonmigas ke China baik dari segi jumlah maupun nilai ekspor itu sendiri. Apabila dilihat dari sisi impor, rata-rata impor sebelum pelaksanaan ACFTA sebesar US$ 3.162 pertahun, naik menjadi US$ 6.780 pertahun pada pelaksanaan ACFTA. Impor migas sebelum pelaksanaan ACFTA rata-rata sebesar US$ 563 pertahun, naik menjadi US$ 1.001 pertahun pada pelaksanaan ACFTA. Sementara itu, impor nonmigas sebelum pelaksanaan ACFTA sebesar US$ 2.598 pertahun, menjadi US$ 5.779 pada era pelaksanaan ACFTA. Sedangkan pertumbuhan impor migas lebih rendah dibanding pertumbuhan impor nonmigas.
commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut data BKPM, perkembangan realisasi investasi China ke Indonesia sebelum dan sesudah ditandatanganinya Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) dapat dilihat dari realisasi investasi China ke Indonesia. Rata-rata jumlah investasi yang masuk pada era pelaksanaan ACFTA sebanyak US$ 14,67 proyek pertahun, hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah investasi sebelum pelaksanaan ACFTA yang rata-rata hanya sebesar US$ 7,67 pertahun. Namun demikian, dari nilai investasi tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Rata-rata realisasi investasi China di Indonesia pada era ACFTA sebesar US$ 35,17, tidak jauh berbeda dibanding sebelum pelaksanaan ACFTA yang besarnya US$ 32,43. Tabel 4.5 Perkembangan Realisasi Investasi (proyek) China dan Dunia di Indonesia 2002-2007
China - Jml. Proyek -Cina - Invest. Cina (Juta US$) Dunia -Jml. Proyek -Dunia - Investasi - Dunia (Juta US$)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
5
12
6
11
11
22
6,00
83,20
8,10
45,10
31,50
28,90
442
569
547
908
867
983
3.082,60
5.445,30
4.572,10
8.916,90
5.977,00
10.349,60
2,1% 1,5%
1,1% 0,2%
1,2% 0,5%
1,3% 0,5%
2,2% 0,3%
Prosentase (Cina thd Total) -Jml. Proyek 1,1% - Investasi 0,2% Sumber : BKPM, 2008, diolah
Kalau dilihat dampak ditandatanganinya perjanjian justru belum mempunyai pengaruh besar terhadap arus iklim investasi China ke Indonesia walaupun terjadi kenaikan. Justru investasi Negara-negara Asean, Jepang ataupun Amerika Serikat commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan investasi China ke Indonesia. Dari data BKPM menunjukan bahwa sebelum perjanjian ACFTA investasi Negara-negara Asean ke Indonesia 18 kali lipat dengan rata-rata US$ 559,83 juta dan 33 kali lipat sesudah perjanjian ACFTA dengan nilai rata-rata US$ 1.169,07 juta. Sedangkan rata-rata investasi China ke Indonesia sendiri hanya sebesar US$ 32,43 juta sebelum perjanjian ACFTA dan menjadi rata-rata hanya sebesar US$ 32,57 juta pasca ACFTA. Demikian juga presentase investasi China ke Indonesia dibandingkan dengan total investasi dunia ke Indonesia masih kecil, sesudah perjanjian ACFTA hanya ratarata sebesar 0,006% sedangkan sebelumnya juga rata-rata sebesar 0,006%. Dengan melihat kondisi ini, semestinya pemerintah lebih agresif dan lebih kreatif untuk mendorong masuknya investor China ke Indonesia. Membentuk sebuah forum yang mengakomodir semua kepentingan dengan jalan mengundang sebanyak mungkin investor china ke Indonesia untuk menanamkan modalnya adalah salah satu cara yang dapat dilakukan. Tentu saja forum ini menjembatani antara investor China dengan Indonesia. Langkah yang dapat ditempuh, bisa saja dengan segera merealisasikan forum investasi pemerintah ousat, swasta serta pemda-pemda. Sebetulnya masih banyak sektor yang dapat ditawarkan kepada mereka terutama sektor energi, industri, infrastruktur, pertanian, kehutanan maupun kelautan. Hal lain yang dianggap penting adalah kesiapan infrastruktur serta dunia usaha kita dalam menangkap peluang yang masih terbuka lebar untuk merealisasikan dan mengeksploitasi berbagai kegiatan yang ada dalam perjanjian ACFTA tersebut. commit to user 85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Oleh karena itu, jangan sampai peluang ini hanya banyak dimanfaatkan oleh Negaranegara Asean lainnya, seperti Singapura, Malaysia atau Thailand.
D. Kekuatan, Kelemahan, Peluang serta Ancaman Investasi China ke Indonesia Setelah Pembentukan ACFTA 1. Kekuatan Peningkatan investasi China ke Indonesia akan dapat dicapai karena Indonesia mempunyai banyak keunggulan, antara lain stabilitas ekonomi yang relatif baik, pemerintahan yang stabil, termasuk masalah sosial politik yang cukup kondusif, yang berarti risk country Indonesia semakin menurun. Kekuatan utama lainnya adalah bahwa Indonesia mempunyai sumbersumber daya alam yang melimpah termasuk sumber energi yang melimpah seperti batu bara, minyak dan gas bumi, kemudian sumber daya manusia di Indonesia yang terbilang murah. Dengan berbagai kekuatan ini diharapkan investor China akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 2. Kelemahan Infrastruktur untuk mendukung dan mendorong peningkatan investasi di Indonesia masih belum memadai. Infrastruktur yang dimaksud terkait dengan investasi lunak (soft infrastructure) seperti pelayanan, iklim usaha, komunikasi, kepastian hukum, undang-undang, dan lain-lain. Demikian juga infrastruktur keras (hard infrastructure) seperti sarana transportasi, sarana komunikasi, pelabuhan, jalan, dan lain-lain.
commit to user 86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelayanan dan birokrasi di Indonesia yang belum optimal merupakan kelemahan lain bagi Indonesia. Beberapa keputusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih belum sinkron dalam mengambil kebijakan mengenai investasi, termasuk banyaknya pungutan yang menimbulkan biaya tinggi (high cost). Isu tingginya korupsi di Indonesia juga menjadi pertimbangan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 3. Peluang Ditinjau dari neraca perdagangan antara Indonesia dan RRT selama periode 1999-2007, Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan nilai 1,1 milyar pada akhir tahun 2007. Namun dua tahun berturut-turut terjadi defisit perdagangan masing-masing sebesar 3,6 milyar dan 2,5 milyar pada tahun 2008 dan 2009 dengan nilai defisit perdagangan pada tahun 2009 yang menurun disbanding tahun 2008. Defisit yang muncul pada kedua tahun tersebut apabila ditinjau dari komposisi impor Indonesia dari China jumlah barang modal dan bahan baku penolong dari China meningkat pesat dengan pertumbuhan rata-rata tahunan masing-masing sebesar 51,4% dan 26,0%. Hal ini merupakan indikasi bahwa terjadi added value atau proses produksi terdapat kebutuhan industri domestik, yang tentunya menghasilkan hasil produk yang lebih murah dan efisien. Selain itu, ditinjau dari struktur ekspor non migas menurut Negara tujuan peranan China sebagai Negara tujuan ekspor semakin meningkat dibandingkan dengan dominasi pangsa ekspor ke Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang.Hal ini menggambarkan diversifikasi pasar tujuan ekspor ketika krisis ekonomi commit to user 87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
global melanda Amerika Serikat dan wilayah Uni Eropa, yang dapat menopang keadaan ekonomi Indonesia di teritori pertumbuhan positif. Dengan terbuka luasnya pasar China, dimana hampir 80% lebih tarif yang menggunakan skema ACFTA telah mencapai zero percent, hal ini membuka peluang baik dari segi penetrasi pasar produk Indonesia ke China, maupun terbuka lebarnya sumber bahan baku (material) yang dibutuhkan sektor industri dalam negeri sehingga dapat bersaing secara kompetitif mengingat Indonesia bukanlah Negara tujuan ekspor maupun impor utama bagi China. Dari segi investasi maupun penanaman modal hal ini membawa pengaruh yang cukup baik, mengingat kebijakan pemerintah China yang berencana merestrukturisasi perekonomian mereka dengan melakukan ekspansi dan investasi di luar negeri.Hal ini membawa Indonesia sebagai pasar potensial yang dapat menarik investor China untuk membuka perusahaan sebagai basis produksi dan menanamkan modal mereka di Indonesia.Indonesia mempunyai peluang cukup besar untuk meningkatkan investasi dari China.Hal ini didukung peningkatan volume maupun komoditas yang dapat di ekspor ke Negara China sebagai kekuatan ekonomi baru. Selama ini tercatat sebesar 7,2% ekspor nonmigas Indonesia adalah ke China. Memasok kebutuhan (raw materials, barang industri, tenaga kerja) untuk Negara China adalah peluang paling utama.Faktor peluang utama lainnya adalah keunggulan Indonesia karena mempunyai sumber-sumber yang melimpah. Dengan berbagai peluang ini tentu investor China akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
commit to user 88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Demikian juga jumlah penduduk China yang lebih dari 1,3 milyar jiwa sangat mempengaruhi permintaan komoditi ekspor unggulan Indonesia. Dampaknya harga komoditi seperti bahan pangan akan cenderung tinggi karena permintaan juga tinggi, dan bagi Indonesia dapat menyediakan sumber daya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka karena Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam yang melimpah. Adapun cara yang ditempuh adalah mencari niche (pasar khusus) Kawasan Perdagangan Bebas antara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China (ACFTA) yang secara signifikan menguntungkan ekonomi dan perdagangan intra regional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan ekonomi ASEAN-China di masa mendatang. Pembentukan ACFTA itu akan menciptakan kawasan dengan 1,7 milyar konsumen, suatu kawasan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar US$ 2,0 trilyun dan total perdagangan setiap tahunnya mencapai nilai US$ 1,23 trilyun. Penghapusan rintangan perdagangan antara ASEAN dan China akan membantu menurunkan biaya, meningkatkan volume perdagangan dan meningkatkan efisiensi ekonomi. ACFTA tersebut akan menjamin stabilitas di Asia Timur dan memberikan kesempatan baik Negara anggota ASEAN maupun China untuk mempunyai peranan lebih besar dalam perdagangan internasional yang memberikan keuntungan bersama. Semua anggota ASEAN mengharapkan manfaat dari ACFTA namun tingkat manfaat tersebut akan tergantung pada commit to user 89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesiapan sektor swasta di setiap Negara untuk mengeksploitasi berbagai kesempatan dalam ACFTA. Berdasarkan ACFTA, Negara-negara anggota ASEAN dan China terbebas dari pajak atas 7.000 kategori komoditi mulai 1 Juli 2004 dan memberikan status bebas bea bagi semua komoditi tersebut dalam perdagangan bilateral pada 2010. Dilihat sebagai antisipasi banyaknya pengembangan di Negara
China
sebagai
tujuan
investasi
paling
menarik
di
kawasan
Asia.Tujuannya adalah menjadikan China tidak sebagai saingan tetapi lebih menjadikannya sebagai mitra kerjasama dan meningkatkan kualitas produk kita yang berasal dari sumber alam (natural resources). Untuk bisa melepaskan diri dari ketergantungan ekonomi dua kekuatan ekonomi dunia yang baru itu, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya di pasar dunia dan menciptakan pasar khusus (niche) bagi produk Indonesia.Posisi Indonesia mengenai daya saing pada tahun 2008-2009 menurut World Economic Forum (WEF) adalah di urutan 55 sedangkan China berada di urutan 30.Tiga Negara anggota Asean lainnya justru lebih baik, Singapura urutan 5, Malaysia 21, dan Thailand 34. Saat ini dengan membanjirnya barang-barang produk China akan membuat persaingan beberapa Negara di kawasan Asia Tenggara sebagai Negara industri baru, sehingga mendorong memproduksi dan menonjolkan produkproduk yang mempunyai keunggulan komparasi. commit to user 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Antisipasi jangka panjang untuk menghadapi dampak pertumbuhan ekonomi China adalah Indonesia bersama Negara-negara Asean lainnya membentuk kekuatan ekonomi regional.Ini dapat dilakukan dengan terus melanjutkan kesepakatan-kesepakatan bersama dalam dunia perdagangan untuk menstabilkan kawasan ini.Di samping itu, terus dijaga kemungkinan penggunaan mata uang tunggal (single currency) di kawasan asean. Pada umumnya, pertumbuhan ekonomi yang pesat suatu Negara akan mengangkat golongan menengah ke atas menjadi golongan atas. Golongan ini tentu memerlukan tempat-tempat wisata di luar negeri.Oleh karena itu, Indonesia dapat menangkap peluang membanjirnya wisatawan dari Negara-negara tersebut melalui peningkatan kualitas layanan daerah wisata (tourism area) maupun banyaknya tempat wisata. 4. Ancaman Saat ini dengan membanjirnya produk China akan membuat persaingan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara sebagai negara industri baru, sehingga mendorong untuk memproduksi dan menonjolkan produk-produk yang memiliki keunggulan komparasi. Peningkatan daya saing Indonesia dapat terlihat dari banyaknya investasi yang masuk. Untuk itu, pemerintah melakukan reformasi sistem pemerintahan. Lima hal yang merupakan hambatan peningkatan investasi China ke Indonesia antara lain, diperlukan tenaga kerja yang murah, peningkatan layanan pabean yang cepat, peningkatan efisiensi jasa pendukung yang tinggi terutama terkait commit to user 91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masalah telekomunikasi dan transportasi, serta kepastian hukum, demikian juga layanan pemerintah. Tantangan terberat Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam negeri yaitu pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti kesiapan energi, kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku bunga pinjaman, pembiayaan dan lain-lain, agar dapat mendorong pertumbuhan industri. Salah satu faktor penghambat yang sangat mengkhawatirkan di Indonesia muncul dari kebebasan berinvestasi dimana skor kebebasan berinvestasi di Indonesia lebih rendah 18,8 poin dibandingkan rata-rata dunia. Selain itu hambatan juga muncul dari sisi kebebasan dalam bisnis dan kebebasan korupsi.Keunggulan kebebasan
ekonomi
signifikan dari
segi
besarnya
pemerintah. Faktor-faktor penghambat bisnis lainnya adalah inflasi, etika kerja dari tenaga kerja buruk, pemerintahan yang tidak stabil, tingginya kriminalitas, regulasi valas, akses ke keuangan, tarif pajak, regulasi tenaga kerja restriktif, kebijakan yang tidak stabil, kualitas SDM buruk, korupsi, regulasi perpajakan, infrastruktur buruk dan birokrasi tidak efisien. (WEF,2005)
commit to user 92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Potensi Perekonomian dan Perdagangan Indonesia-China Saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor batu bara terbesar dan juga sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan permintaan yang relatif besar dari negara-negara maju dan negara-negara di kawasan Asia. Indonesia dapat menghasilkan komoditas primer dengan biaya marginal yang rendah yang didukung oleh persediaan alam yang besar, luas geografis yang besar, kondisi iklim dan cuaca yang mendukung, serta biaya tenaga kerja yang relatif rendah. Di sisi lain China tidak memiliki
keunggulan
dalam
memasok
komoditas
primer,
namun
China
membutuhkan pasokan energi dalam jumlah besar untuk mendukung pertumbuhan industrinya yang tinggi. Dengan letak geografis yang cukup berdekatan, Indonesia akan menjadi negara potensial bagi China untuk memenuhi kebutuhan sumber daya alam dan energi dalam mengusung pertumbuhan produksi barang industri di China. Banyak negara-negara Asia seperti Vietnam, Myanmar, India termasuk China sebagai negara yang memiliki biaya tenaga kerja rendah. Negara-negara ini akan dapat menekan biaya marginal produksi barang industrinya, sehingga akan membuat barang-barang produksi China semakin kompetitif di mata dunia. Pada kondisi pasca krisis keuangan global seperti ini, kompetitifnya produk dari sisi harga akan sangat diperhatikan oleh konsumen, sehingga walaupun secara relatif rendah dari sisi penggunaan teknologi terkini dibandingkan negara-negara maju, barang industri dari China dalam waktu dekat akan semakin menjadi preferensi konsumen secara global. Pada konteks investasi dan finansial, membaiknya arus dana ke negara berkembang sejalan dengan pemulihan perekonomian dunia setelah terjadinya krisis commit to user 93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
finansial global, yang akan berpotensi untuk berperan sebagai pendukung kapital terhadap kedua negara tersebut. Dukungan tersebut dapat berupa investasi secara langsung maupun melalui kredit perbankan. Produksi barang-barang akan meningkat serta infrastruktur perdagangan seperti pelabuhan, jalan, serta rel kereta api pada akan memperlancar aktifitas ekonomi dan produksi serta meningkatkan nilai tambah kedua negara tersebut. Data indikator perekonomian global juga menunjukan bahwa mulai triwulan II 2009 dana dan investasi mulai mengalir kembali ke emerging markets yang menjanjikan return lebih besar. Hal ini termasuk Indonesia dan China. Meningkatnya arus dana dan investasi ke negara berkembang di Asia ini antara lain terlihat dari terapresiasinya nilai tukar mata uang dan indeks saham di negara-negara tersebut. Di Indonesia, nilai tukar terapresiasi menjadi sekitar Rp 9.400 per US$ pada bulan Desember 2009 dari sebelumnya Rp 11.000 per US$ pada awal tahun 2009. Meskipun Indonesia dan China mempunyai potensi besar untuk memimpin pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia, data menunjukan masih adanya hal-hal pada perekonomian domestik yang dapat menjadi hambatan serius. Dari sisi kebebasan perekonomian, Indonesia dan China secara umum masih berada di bawah rata-rata dunia. Indonesia dan China tercatat masing-masing menduduki ranking 131,132 pada 2009 index of economic freedom. China tidak mengalami perubahan skor dari penilaian tahun sebelumnya, sementara Indonesia untuk keseluruhan kebebasan ekonomi mengalami peningkatan dari tahun 2008 yaitu sebesar 0,2 (The Heritage Foundation dan Wall Street Journal). commit to user 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada negara China secara umum permasalahan terletak pada regulasi yang dipandang
tidak
transparan.
Aspek
yang
paling
mengkhawatirkan adalah
permasalahan property rights dan kebebasan dalam hal finansial. Di sisi finansial, sistem finansial di China dikontrol secara ketat oleh pemerintah, kredit sebagian besar diberikan kepada badan usaha yang dimiliki oleh negara. Kemudian, permasalahan investasi juga tinggi di China. Investor menghadapi penegakan hukum yang tidak transparan dan tidak konsisten, serta sistem hukum yang tidak dapat menjamin penjatuhan sanksi dalam kontrak. Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan China dalam hal kebebasan perdagangan dan kebebasan fiskal yang juga relatif lebih baik dibandingkan rata-rata dunia. Namun, kebebasan dalam menjalankan bisnis patut lebih diperhatikan di Indonesia mengingat proses perizinan yang masih berbelit-belit. Selain itu, penutupan usaha juga dinilai cukup sulit dan membutuhkan banyak biaya. Kebebasan berinvestasi di Indonesia juga masih rendah. Adanya korupsi dan regulasi yang kontradiktif dan tidak transparan dalam kegiatan investasi menjadi salah satu penyebab rendahnya nilai Indonesia dalam hal kebebasan berinvestasi. Dibandingkan China kebebasan dalam kaitannya dengan masalah tenaga kerja di Indonesia sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya kebijakan yang restriktif terhadap tenaga kerja yang justru menghambat produktivitas. Biaya yang besar untuk memecat karyawan justru dinilai menyebabkan adanya disinsentif untuk penambahan tenaga kerja apabila diperlukan, sehingga perekonomian akan sulit memanfaatkan adanya peluang peningkatan produksi. commit to user 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mengingat konteks potensi pertumbuhan Indonesia-China sangat terkait dengan perdagangan internasional antar kedua Negara, pertumbuhan kedua negara tersebut tentu membutuhkan dukungan kebijakan berkaitan dengan perdagangan internasional dan hubungan antar negara yang baik. Pada beberapa tahun terkhir, telah terjadi perkembangan kondisi perdagangan internasional yang pada umumnya semakin mengarah pada meningkatnya intensitas perdagangan. Dalam perdagangan internasional pada umumnya digunakan mata uang yang diterima oleh bayak negara di dunia, yaitu Dolar AS. Hal ini tentu memberikan tekanan permintaan pada mata uang tersebut dan juga sangat menyulitkan jika terjadi perubahan nilai mata uang Dolar AS sehubungan dengan pergerakan masif arus dana di seluruh dunia mengingat mata uang tersebut merupakan mata uang save haven. Hal ini terjadi pada akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 dimana terjadi fenomena flight to quality akibat berkurangnya risk appetite investor secara global menyusul terjadinya krisis finansial global. Berkaitan dengan hal tersebut pada tanggal 23 Maret 2009, telah ditandatangani kerja sama Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) Rupiah/Yuan. Kerja sama ini dapat memfasilitasi transaksi perdagangan dan investasi bilateral antara Indonesia dan China serta menyediakan likuiditas di pasar keuangan dengan tidak mengurangi ketergantungan pada Dolar. Namun pemerintah menangkap peluang risiko yang bisa muncul dari nilai tukar yuan yang saat ini terus melemah terhadap rupiah. Pelemahan yuan tersebut merupakan salah satu penyebab turunnya daya saing produk Indonesia terhadap barang China, tetapi tidak mudah meminta Pemerintah China untuk menyeimbangkan commit to user 96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
masalah nilai tukar tersebut. Sementara ini, Indonesia berlindung pada perjanjian pertukaran mata uang bilateral (Bilateral Curency Swap Arrangement/BCSA) dengan China, walaupun perjanjian tersebut belum diaktifkan. Hingga akhir 2010, ekspor Indonesia ke China nilainya US$ 49,2 milyar sedangkan impor dari China ke Indonesia nilainya US$ 52 milyar. Neraca perdagangan Indonesia berdasarkan catatan China defisit sekitar US$ 2,8 milyar, sedangkan menurut catatan Indonesia, defisit yang dialami mencapai US$ 5 milyar sampai US$ 7 milyar. Nilai tukar yuan yang terus melemah menyebabkan barang-barang produksi Indonesia tidak sanggup bersaing bahkan di pasar sendiri (Mari Elka Pangestu dalam Kompas, Selasa, 19 April 2011). Di sisi lain, pada Butir-Butir Pemikiran Perdagangan Indonesia 2009-2014 yang dirilis oleh KADIN (2008), secara umum dijelaskan bahwa kebijakan perdagangan bebas yang dilakukan beberapa dasawarsa terakhir dirasakan telah memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu membangun nasionalisme demi menghadapi perdagangan bebas yang merupakan keniscayaan di masa depan sebagai konsekuensi dari perjanjian perdagangan internasional ACFTA. Pembukaan akses pasar bagi barang-barang yang menjadi keunggulan Indonesia akan lebih ditekankan dengan dukungan ekspor dengan mengoptimalkan produksi dalam negeri, terutama yang terkait dengan ekspor UKM. Kebijakan atas impor juga lebih ditekankan demi kepentingan nasional terutama yang mendukung keberlangsungan produksi di dalam negeri. Dalam hal regulasi, RUU perdagangan commit to user 97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
juga akan dituntaskan untuk memberikan pedoman yang lebih jelas bagi pengusaha di dalam perdagangan. Peningkatan daya saing akan diawali dengan peningkatan daya saing di dalam negeri melalui penguatan pelaku industry dan dengan menyediakan iklim usaha yang kondusif. Selain itu, dorongan untuk kegemaran akan produk Indonesia juga akan dilakukan. Aspek yang sedikit “protektif” ini muncul seiring dengan adanya defisit perdagangan Indonesia di tahun 2008 dengan China setelah zona perdagangan bebas antar Indonesia dengan China diterapkan, setelah pada tahun 2007 Indonesia mengalami surplus perdagangan dengan China. Namun, defisit perdagangan ini dapat terjadi karena harga komoditas primer memang mengalami kejatuhan mendalam pada tahun 2008 akibat krisis finansial global. Sedangkan harga barang jadi seperti Indonesia yang mengimpor dari China tidak mengalami banyak perubahan. Dengan kata lain, kemungkinan besar defisit tersebut hanya bersifat temporer. Kendati demikian, aspek nasionalisme harus diterapkan dalam menghadapi perdagangan bebas agar Indonesia memperoleh manfaat positif dari perubahan iklim perdagangan internasional menjadi lebih bebas, yang hampir merupakan suatu keniscayaan pada era globalisasi ini.
F. Strategi Pengembangan Investasi China ke Indonesia Berbagai langkah telah ditempuh pemerintah sebagai upaya menyikapi pemberlakuan penuh ACFTA diantaranya dengan mengirimkan surat kepada Sekretaris Jendral ASEAN pada tanggal 31 Desember 2009 yang menyatakan bahwa Indonesia tetap pada komitmennya yaitu pemerintah akan tetap melanjutkan commit to user 98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
implementasi ACFTA karena dinilai tetap ada benefit bersih dari pelaksanaan perjanjian tersebut, namun terdapat beberapa sektor yang bermasalah khususnya pada sector usaha kecil menengah, untuk itu akan dilakukan pembahasan dan pendekatan. Mengingat permasalahan yang dihadapi lintas sektor, maka di bawah koordinasi Kementerian
Koordinator
Perekonomian
telah
dibentuk
Tim
Koordinasi
Penanggulangan Hambatan Perdagangan dan Industri pada tanggal yang sama untuk melakukan pembahasan bersama berbagai usaha di Tanah Air. Pembahasan sektoral ini bertujuan untuk memetakan kondisi masing-masing sektor secara akurat, mengidentifikasikan masalah secara jelas, dan menyusun rekomendasi kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi sektor yang bersangkutan. Tim teknis yang dibentuk fokus kepada penguatan daya saing global, pengamanan pasar domestik, serta penguatan ekspor. Berkaitan dengan sector yang bermasalah, akan dilakukan pendekatan menggunakan Protocol Bilateral (Agreed Minutes) yang disepakati di Yogyakarta pada April 2010. Tujuan dari kesepakatan tersebut yaitu, menjaga supaya perdagangan bilateral tumbuh dan seimbang. Perjanjian tersebut juga menindaklanjuti langkah-langkah seperti peningkatan investasi dan kerjasama di industry olahan, barang penolong dan modal, kerja sama untuk pembiayaan investasi dan perdagangan serta hubungan bussines to bussines diantara asosiasi terkait (Mari Elka Pangestu dalam Kompas, Selasa, 19 April 2011). Secara matriks strategi dalam menghadapi ACFTA digambarkan sebagai berikut : commit to user 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.6 Matriks Penetapan Strategi Berdasarkan Analisis SWOT Objek/Sasaran Analisis ACFTA
Strength/Kekuatan Indonesia kaya
-
Opportunity/Peluang Meningkatkan permintaan komoditi ekspor unggulan Indonesia ke China (raw materials) Meningkatkan jumlah investasi yang masuk ke Indonesia -
akan
SDA -
Tenaga
Kerja
yang
murah -
Kondisi iklim dan cuaca yang mendukung Luas geografis Indonesia besar
S-O Strategy -mengoptimalkan ekspor unggulan Indonesia ke China khususnya sektor pendukung industri dan pertanian - mengoptimalkan peluang pasar China dan ASEAN promosi pariwisata, perdagangan dan investasi - meminimalisir kerusakan alam - menciptakan tenaga kerja yang terdidik
Threats/Ancaman Produk olahan Indonesia tidak dapat bersaing dengan produk China Kualitas produk yang tidak memenuhi syarat ekspor Munculnya pesaing baru dalam investasi dan perdagangan internasional -
-
-
-
-
-
Weakness/Kelemahan Kualitas SDM buruk Tingginya kriminalitas Regulasi valas Akses keuangan susah Pemerintahan yang tidak stabil Kebijakan pemerintah yang tidak stabil Tingginya korupsi Inflasi Regulasi perpajakan Infrastruktur buruk dan birokrasi yang tidak efisien Kurangnya komunikasi yang baik antara kreditur dan debitur
W-O Strategy - Pembenahan infrastruktur - Menciptakan iklim investasi yang kondusif - Perluasan akses pembiayaan dan dan pengurangan biaya bunga - Pemberian insentif (pajak/non pajak) - Perbaikan pelayanan publik dan penyederhanaan peraturan - Pembenahan sistem logistik - Peningkatan kapasitas ketenagakerjaan - Menerapkan IRU (Investment Relation Programe)
-
-
-
-
S-T Strategy Meningkatkan daya saing ekspor Indonesia secara global Penataan lahan dan kawasan industry Membangun Kawasan Ekonomi Khusus Peningkatan pengawasan ketentuan impor dan ekspor Menerapkan Early Warning System untuk pemantauan dini terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor Pengawasan awal terhadap kepatuhan SNI W-T Strategy Membuka akses pasar untuk barang-barang yang menjadi keunggulan Indonesia Mengoptimalkan produk dalam negeri yang terkait dengan ekspor UKM Lebih menekankan kebijakan impor yang mendukung keberlangsungan produksi dalam negeri Membuat RUU perdagangan
commit to user 100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
-
Mensosialisasikan cinta produk dalam negeri
1. Penguatan daya saing global Upaya dalam penguatan daya saing global dilakukan dari sisi : a. Isu domestik yang meliputi : a) Penataan lahan dan kawasan industri b) Pembenahan infrastruktur dan energi c) Pemberian insentif (pajak maupun non pajak lainnya) d) Membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) e) Perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga (KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, modal ventura, keuangan syariah, anjak piutang, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dll) f) Pembenahan sistem logistik g) Perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE,dll) dan penyederhanaan peraturan h) Peningkatan kapasitas ketenagakerjaan b. Pengawasan di border yang meliputi : a) Peningkatan pengawasan ketentuan impor dan ekspor dalam pelaksanaan FTA b) Menerapkan Early Warning Sistem untuk pemantauan dini terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor commit to user 101
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) Pengetatan kawasan dari penggunaan Surat Keterangan Asal barang (SKA) dari Negara mitra FTA d) Pengawasan
awal
terhadap
kepatuhan
SNI,
label,
ingredient, kadaluarsa, kesehatan, lingkungan, security, dll e) Penerapan instrumen perdagangan yang diperbolehkan WTO (safe guard measures) terhadap industri yang mengalami kerugian yang serius (seriously injury) akibat dari takanan impor (import surges) f) Penerapan instrumen anti dumping dan countervailing duties atas importasi yang unfair 2. Pengamanan pasar domestik a. Peredaran barang di pasar lokal b. Task Force pengawasan peredaran barang yang tidak sesuai dengan adanya ketentuan perlindungan konsumen dan industry c. Kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia d. Promosi penggunaan produk dalam negeri e. Mengawasi efektivitas promosi penggunaan produk dalam negeri (Inpres No. 2 tahun 2009) f. Menggalakan program 100% Cinta Indonesia dan Industri Kreatif. 3. Penguatan Ekspor a. Mengoptimalkan peluang pasar China dan ASEAN b. Penguatan peran perwakilan luar negeri (ATDAG/TPC) commit to user 102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Promosi pariwisata, perdagangan dan investasi (TTI) d. Penanggulanan masalah dan kasus ekspor e. Pengawasan SKA Indonesia f. Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor . Munculnya pesaing baru dalam investasi dan perdagangan internasional seperti China, Vietnam maupun India memberikan pelajaran serta strategi guna menarik investor ke Indonesia. Ada beberapa sarana dan prasarana yang sangat diperlukan guna menarik investor menanamkan investasinya di Indonesia. Revitalisasi sarana dan prasarana tersebut antara lain : 1.Infrastruktur Pembangunan infrastruktur merupakan kunci utama dalam keberhasilan pembangunan ekonomi dan perdagangan nasional, sekaligus mampu menciptakan dan mendorong tersedianya lapangan kerja yang luas bagi masyarakat serta menciptakan multiplier effect. Dampaknya pada ekonomipun sangat luas. Indonesia
perlu
meningkatkan
alokasi
dana
guna
pembangunan
infrastrukturnya. Sebagai perbandingan saja, China membelanjakan 6,9% dari GDPnya untuk membangun infrastruktur, bandingkan dengan Negara berkembang lainnya yang rata-rata membelanjakan sekitar 6,3% (low income) dan 3,6% (middle income). Sementara kondisi Indonesia saat ini sudah jauh menurun ke angka sekitar 2% dari GDP. Kita berharap melalui pembangunan infrastruktur yang dicanangkan pemerintahan sekarang dapat kembali pada tingkat 5% GDP, sama halnya dengan kondisi sebelum krisis.
commit to user 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Di samping itu segera merealisasikan pernyataan dan kesepakatan bersama antara Negara-negara Asean dengan China terkait dengan kerjasama transportasi yang tertuang dalam rencana strategis “ Asean China Maritime Transport Agreement “. Hal ini penting karena fungsi pelabuhan sebagai penghubung utama dalam rantai pergerakan logistic regional maupun internasional. Selain itu untuk mempercepat pengembangan
pelabuhan
dan
memenuhi
kebutuhan
untuk
peningkatan
perekonomian, perlu dibentuk mekanisme koordinasi pelabuhan Asean-China, agar terwujud implementasi yang efektif pada aktifitas kerjasama bidang-bidang yang relevan. Dengan begitu minat investasi ke tanah air akan meningkat. 2.Iklim Investasi Investasi dipercaya sebagai stimulan perekonomian. Sedangkan untuk meningkatkan investasi dari China ke Indonesia sangat diperlukan iklim investasi yang kondusif. Menurut Stern (2002), mendefinisikan iklim investasi sebagai semua kebijakan, kelembagaan dan lingkungan baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa mendatang, yang bisa mempengaruhi tingkat pengembangan dan risiko suatu investasi. Lingkungan bisnis yang sehat diperlukan tidak hanya untuk menarik investor dari dalam dan luar negeri, tetapi juga agar perusahaan yang sudah ada tetap memilih lokasi di Indonesia. Berbagai survei membuktikan, faktor utama yang mempengaruhi lingkungan bisnis adalah tenaga kerja dan produktivitas, perekonomian daerah, infrastruktur fisik, kodisi sosial politik dan institusi (Kuncoro, 2006). commit to user 104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Alasan utama mengapa investor masih menghindari untuk melakukan bisnis di Indonesia adalah ketidakstabilan ekonomi makro, ketidakpastian kebijakan, korupsi (oleh pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat), perizinan usaha dan regulasi pasar tenaga kerja (World Bank, 2004). Untuk itu, diperlikan perbaikan iklim investasi dan mengembalikan kepercayaan dunia bisnis. Lemahnya perencanaan dan koordinasi peraturan perundangan, baik tingkat vertikal (antara pemerintah pusat-provinsi-kabupaten/kota) dan pada tingkat horizontal (antara kementerian dan badan lainnya) masih banyak terjadi. Reformasi mendasar berkaitan dengan perbaikan iklim bisnis dan investasi di Indonesia yang sangat diperlukan antara lain reformasi kelembagaan dan reformasi birokrat atau para pejabat. Reformasi kelembagaan, reformasi ini terutama dalam bidang pelayanan investasi. Baik dalam hal prosedur aplikasi, terlebih dahulu investor harus mendapatkan beberapa persetujuan, perizinan dan “lampu hijau” dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau BKPMD sebagai tahap awal. Demikian juga terhadap perizinan dan implementasi proyek investasi sering tertunda karena untuk melakukan bisnis di Indonesia butuh 168 hari dengan biaya yang dapat mencapai rata-rata 14,5% dari rata-rata pendapatan. Koordinasi antar tingkatan pemerintahan, baik vertikal maupun horizontal adalah sesuatu hal yang sangat penting. Tiga hal utama yang diinginkan investor dan pengusaha antara lain penyederhanaan sistem dan perizinan, penurunan berbagai pungutan yang tumpang commit to user 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tindih, serta transparasi biaya perizinan. Tumpang tindih peraturan pusat dan daerah, yang tidak hanya menghambat arus barang dan jasa tetapi juga menciptakan iklim bisnis yang tidak sehat. Salah satu bentuk nyata yang perlu dilakukan adalah deregulasi, harmonisasi dan sinkronisasi berbagai peraturan antara pusat dan daerah. Reformasi peraturan dapat dimulai oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Beberapa masalah pengawasan yang muncul dengan sistem saat ini adalah : a. Tidak semua perda diserahkan kepada pemerintah pusta b. Proses review peraturan daerah (perda) dinilai lambat karena dibebankan kepada pemerintah pusat c. Banyak pemerintah daerah mengabaikan aturan mengenai perda bermasalah. Oleh karena itu, agenda yang perlu dilakukan adalah pemerintah provinsi diberi kepercayaan dan wewenang untuk : a. Mengkaji semua perda dari pemda kabupaten/kota di wilayahnya b. Bekerjasama dengan pemerintah pusat dan provinsi lain dalam mengembangkan prosedur dan standar pengkajian perda. Reformasi para birokrat dan pejabat di pusat maupun daerah yang masih berperilaku “harus dilayani” dan belum menjadi fasilitator bagi dunia bisnis. Ini merupakan tantangan perbaikan terhadap kinerja pemerintah. Guna meningkatkan kegiatan ekspor impor, beberapa institusi yang perlu dibenahi antara lain lembaga yang mengurusi jalan raya, pelabuhan, bea cukai, serta commit to user 106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kepolisian. Dengan perbaikan kinerja seperti ini, diharapkan akan terjadi perubahan iklim investasi. Oleh karena itu pelajaran berharga yang dapat dipetik adalah menggerakan dan mengerahkan instrument ekonomi dalam bentuk regulasi baik fiskal maupun moneter untuk menciptakan iklim usaha yang sehat. Satu hal penting adalah mengubah paradigm usaha yang lebih agresif dan kompetitif dengan terus meningkatkan efisiensi. Termasuk terus melanjutkan pengembangan infrastruktur yang mendukung pengembangan dunia usaha. Demikian juga secara bertahap mengurangi biaya produksi (cost of production) bagi dunia usaha Indonesia.
3.Efektifitas Implementasi Investment Relation Program Investment Relation Program adalah salah satu program yang memegang peranan penting dalam menciptakan komunikasi yang lebih baik antara kreditur dan debitur. Sementara Investor Relations adalah pengelolaan aliran informasi keuangan, pemasaran dan strategi antara Negara/perusahaan dengan investor dalam rangka membangun kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat terutama dalam pasar modal. Efektifitas suatu investor relations akan tercermin dari berhasilnya membangun image yang positif dari suatu Negara/perusahaan serta validnya penilaian pasar yang dibuat sehingga dapat menurunkan cost of capital di suatu perusahaan/Negara. Oleh karena itu dengan pemikiran tersebut maka kemudian dibentukalah Investor Relation unit (IRU) pada tahun 2006 diharapkan akan meningkatkan image commit to user 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang baik terhadap iklim investasi di Indonesia. IRU didirikan bertujuan untuk membangun strategi komunikasi yang aktif dan proaktif dengan pasar pada umumnya secara rutin dan intensif. Termasuk diharapkan dengan pengusaha/pemerintah China pula. Tujuan lainnya adalah terciptanya komunikasi dua arah antara IRU dengan investor
guna
mendukung pengambilan kebijakan yang
berorientasi pada
kesinambungan pembangunan ekonomi jangka panjang yang akan menempatkan posisi Indonesia pada tingkat rating yang baik (investment grade). Dampak sovereign rating yang naik, investor akan percaya bahwa berinvestasi di Indonesia mempunyai resiko kecil (less risky). Investor akan menanamkan modalnya di Indonesia, membangun pabrik-pabrik di berbagai daerah di Indonesia. Efeknya, tenaga kerja di daerah akan terserap, pendapatan perkapitapun akan naik, demikian pula daya beli (purchasing power) akan naik. Positifnya lagi, semakin banyak perusahaan-perusahaan, infrastruktur seperti jembatan atau jalan, pelabuhan akan semakin baik. Efektivitas IRU juga akan ditentukan oleh koordinasi yang baik seluruh anggota yang terdiri dari kementerian terkait, baik Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Menko Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kementerian Perindustrian, Kementerian BUMN, Biro Pusat Statistik dan Perusahaan Pengelola Aset.
G. Perkembangan Perekonomian Indonesia-China commit to user 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PDB Negara China sejak tahun 2000mengalami peningkatan setiap tahun, dengan tendensi percepatan pertumbuhan sepanjang waktu.Secara triwulanan PDB China mempunyai pola musiman yang signifikan.Pertumbuhan yang robust pada China juga tercermin dari kondisi ketika krisis finansial global terjadi pada triwulan IV tahun 2008 dimana pertumbuhan tahunan tidak mengalami perlambatan. Tabel 4.7 Perkembangan PDB China dan Indonesia (Milyar Dolar) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
China 1,198.48 1,324.81 1,453.83 1,640.96 1,931.65 2,256.92 2,712.92 3,494.24 4,519.95 4,984.73
Indonesia 165.521 160.657 195.593 234.834 257.005 285.856 364.35 432.232 511.489 539.377
Sumber :IMF,2009
Tabel 4.8 Perkembangan Ekspor Indonesia ke China (Juta Dolar) 2002
Ekpor Cina - Migas - Non Migas Impor - Migas - Non Migas Neraca Perd. - Migas - Non Migas Total Perd. RI-Cina - Migas - Non Migas
2,902.95 710.99 2,191.96 2,427.37 328.78 2,098.59 475.58 382.21 93.37 5,330.32 1,039.76 4,290.56
2003
2004
3,802.53 985.81 2,816.72 2,957.47 620.12 2,337.35 845.06 365.69 479.38 6,760.00 1,605.93 5,154.07
4,604.73 1,167.31 3,437.43 4,101.33 743.04 3,358.30 503.40 424.27 79.13 8,706.06 1,910.34 6,795.72
2005
2006
6,662.35 2,702.59 3,959.76 5,842.86 1,291.59 4,551.27 819.49 1,411.00 -591.51 12,505.22 3,994.18 8,511.03
8,343.57 2,876.96 5,466.61 6,636.90 1,134.91 5,501.98 1,706.68 1,742.05 -35.37 14,980.47 4,011.87 10,968.59
2007* Nop
8,816.46 2,803.59 6,012.87 7,863.19 579.10 7,284.09 953.27 2,224.49 -1,271.23 16,679.64 3,382.69 13,296.96
Sumber : CEIC,2007
commit to user 109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nilai ekspor Indonesia ke China mengalami peningkatan yang berkelanjutan sejak tahun 2002 dengan nilai kumulatif per tahun sebesar 15-45%, sepanjang periode 2002-2007. Krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 sempat menurunkan nilai ekspor ke China dengan cukup dalam.Namun, hal ini lebih signifikan terjadi pada nilai ekspor ke Negara tujuan lainnya. Jika dilihat proporsi nilai ekspor berdasarkan Negara tujuan, nilai ekspor non migas dengan tujuan Jepang dan Amerika Serikat mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Proporsi ekspor dengan tujuan AS dan Jepang pada Semester I 2007 masingmasing sebesar 11,98% dan 15,52%, menurun menjadi masing-masing sebesar 11,50% dan 11,91% pada semester I 2008. Pada semester I 2009, nilai tersebut kembali menurun menjadi masing-masing sebesar 11,24% dan 11,58%. Hal ini berbeda dengan China dan India. Pada semester I 2007, proporsi ekspor nonmigas dengan tujuan China dan India masing-masing sebesar 7,36% dan 5,23%, kemudian meningkat menjadi masing-masing sebesar 8,02% dan 6,05% pada semester I 2008. Pada semester I 2009, nilai tersebut kembali mengalami peningkatan menjadi masing-masing sebesar 8,39% dan 7,65%. Tabel 4.9 Perkembangan Nilai Ekspor Nonmigas Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan 2007-2009
commit to user 110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semester I 2007 Semester I 2008 Negara Milliar Dollar Persentase* Milliar Dollar Persentase* AS 5,38 11,98% 6,2 11,50% Singapura 4,22 9,39% 5,17 9,6% Malaysia 2,03 4,51% 3,17 5,88% India 2,35 5,23% 3,26 6,05% Jepang 6,97 15,52% 6,42 11,91% China 3,3 7,36% 4,32 8,02% Sumber : Ditjen Bea dan Cukai via Bank Indonesia *persentase terhadap total
Semester I 2009 Milliar Dollar Persentase* 4,82 11,24% 4,34 10,12% 2,29 5,34% 3,28 7,65% 4,96 11,58% 3,59 8,39%
H. Hasil Analisis Data Dalam penelitian ini variable independen adalah pendapatan perkapita Indonesia dan pendapatan perkapita China yang mempengaruhi variabel dependen yaitu ekspor Indonesia. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing-masing variable independen terhadap variabel dependen, maka digunakan alat analisis regresi berganda. 1. Pemilihan Model (Metode Zarembaka) Metode Zarembaka digunakan untuk menguji atau menentukan bentuk model regresi yang akan digunakan dalam analisis regresi. Dalam uji Zarembaka apabila RSS hitung > X2 tabel, maka bentuk yang paling tepat adalah log-linear sedangkan apabila RSS hitung < X2 tabel, maka bentuk yang tepat adalah linear. Hasil uji Zarembaka adalah sebagai berikut : i.
Mencari RSS1 Tabel 4.10 Uji Zarembaka
Dependent Variable: MTB Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:09
commit to user 111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sample: 2002 2009 Included observations: 8 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C YI YJ
0.124552 -0.000359 0.000373
0.402924 0.001536 4.83E-05
0.309121 -0.233947 7.720030
0.7697 0.8243 0.0006
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.931060 0.903484 0.161123 0.129802 5.133227 0.784500
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.117612 0.518628 -0.533307 -0.503516 33.76325 0.001248
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
Dari table 4.7 dapat dilihat nilai Sum squared resid sebesar 0,129802 (RSS1= 0,129802). ii.
Mencari RSS2 Tabel 4.11 Uji Zarembaka
Dependent Variable: LMTB Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:09 Sample: 2002 2009 Included observations: 8 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LYI LYJ
-8.832001 0.018211 1.109690
2.340312 0.330090 0.138530
-3.773856 0.055168 8.010455
0.0130 0.9581 0.0005
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.933479 0.906870 0.160632 0.129013 5.157635 0.773088
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2.02E-07 0.526364 -0.539409 -0.509618 35.08189 0.001141
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
Dari table 4.8 dapat dilihat nilai Sum squared resid sebesar 0,160632 (RSS2= 0,160632).
commit to user 112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Setelah mendapatkan nilai RSS1 dan RSS2 kemudian kita menghitung besarnya RSS hitung dengan rumus sebagai berikut : 1 RSS 2 T xLn ……………………………………..(4.1) 2 RSS1
1 0,160632 8 xLn 2 0,129802
= 4* Ln 0,993922 = 4* -0,0061 = -0,02439 (menggunakan harga mutlak = 0,02439). Setelah melakukan perhitungan tersebut didapat bahwa RSS hitung sebesar 0,02439 dan X2 tabel sebesar 15,5073, maka dapat disimpulkan bahwa RSS hitung< X2 atau 0,02439<15,5073, sehingga model yang paling layak digunakan adalah model linear. Model regresi linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : X = β0 + β1 Yi + β2 Yj + μi …………………..(4.2) Dimana : X = Ekspor Indonesia Yi = Pendapatan perkapita Indonesia Yj = Pendapatan perkapita China commit to user 113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
β0 = Koefisien Intersep β1 = Koefisien Pendapatan perkapita Indonesia β2 = Koefisien Pendapatan perkapita China μi = Varian pengganggu
2. Hasil Regresi Variabel Independen terhadap Variabel Dependen Tabel 4.12 Hasil Regresi Model Dependent Variable: EKSPOR Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 19:57 Sample: 2002 2009 Included observations: 8 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C YI YJ
823.6806 -2.376959 2.463829
2664.593 10.16026 0.319148
0.309121 -0.233947 7.720030
0.7697 0.8243 0.0006
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.931060 0.903484 1065.526 5676730. -65.24129 0.784500
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7390.929 3429.758 17.06032 17.09011 33.76325 0.001248
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Ekspor = 823.6806 + -2.376959Yi + 2.463829Yj …………………………………….(4.3) commit to user 114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari hasil regresi diatas akan dilakukan uji statistik yang meliputi uji t (uji tiap-tiap individu variabel), uji F (secara bersama-sama) dan Uji R2 (Koefisien Determinasi). Selain itu akan dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi multikolinearitas, heterokedastisitas, dan autokorelasi. 1. Uji Statistik 1. Uji t Uji ini digunakan untuk melihat apakah secara individu variabel individu berpengaruh terhadap variable dependen. Pengujian ini diawali dengan hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa secara individu variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan tertentu. Apabila Ho = thitung < ttabel (berarti variabel independen tersebut secara signifikan tidak berbeda dengan nol) H1 = thitung ≥ ttabel (berarti variabel independen tersebut secara signifikan berbeda dengan nol) Atau dengan melihat tingkat signifikansi pada tabel hasil regresi linier, jika nilai signifikansinya < 0,05 berarti variabel tersebut signifikan pada taraf 5%. nilai signifikansinya > 0,05 berarti variabel tersebut tidak signifikan pada taraf 5%.
commit to user 115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Uji t yang digunakan dalam menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Pengaruh Variabel pendapatan perkapita Indonesia a. Hipotesis statistik H0 = β1 ≥ 0 , pendapatan perkapita Indonesia tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor Indonesia H1 = β1 < 0, pendapatan perkapita Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor Indonesia. b. Menentukan derajat signifikan β = 0,05 c. Perhitungan uji t Nilai t hitung = -0,233947 Nilai t tabel = t 0,05/2 ; df : 6 = 2,447 d. Kesimpulan = t hitung < t tabel atau -0,233947<2,447 Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh nilai t hitung (-0,233947) lebih kecil dari ttabel (2,447) dan probabilitasnya sebesar 0,0006 dengan tingkat signifikasi 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak. Kesimpulannya pendapatan perkapita Indonesia tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap ekspor Indonesia. (2) Pengaruh Variabel pendapatan perkapita China a. Hipotesis statistik commit to user 116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H0 = β1 ≥ 0 , pendapatan perkapita China tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor Indonesia H1 = β1 < 0, pendapatan perkapita China berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor Indonesia. b. Menentukan derajat signifikan β = 0,05 c. Perhitungan uji t Nilai t hitung = 7,720030 Nilai t tabel = t 0,05/2 ; df : 6 = 2,447 d. Kesimpulan = t hitung < t tabel atau 7,720030>2,447 Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh nilai t hitung (7,720030) lebih besar dari ttabel (2,447) dan probabilitasnya sebesar 0.8243 dengan tingkat signifikasi 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Kesimpulannya pendapatan perkapita China mempunyai pengaruh signifikan terhadap ekspor Indonesia. 2. Uji F Uji F digunakan untuk melihat secara keseluruhan apakah seluruh variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai Fhitung yang diperoleh dari regresi linear sebesar 33.76325 dengan nilai probabilitasnya
0.001248. Menggunakan derajat signifikan 5% maka
commit to user 117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diperoleh Ftabel sebesar 5,14 maka Fhitung lebih besar dari Ftabel , yaitu 33.76325 > 5,14, serta nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti secara bersama-sama variabel pendapatan perkapita Indonesia, pendapatan perkapita China berpengaruh terhadap besar kecilnya ekspor Indonesia. 3. Uji R2 Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat seberapa besar variasi perubahan variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen serta dapat digunakan untuk menunjukkan seberapa tepat garis regresi yangdiperoleh. Besarnya nilai Adjusted R Squared yang diperoleh dari regresi linear sebesar
0,903484. Artinya sekitar 90,3484% variasi
variabel dependen (ekspor Indonesia) dapat dijelaskan oleh variabel independen (variabel
pendapatan perkapita
Indonesia
dan
variabel
pendapatan perkapita China). Sisanya sebanyak 9,6516% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model. 4. Koefisien Korelasi Uji ini digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan (kuat lemahnya) antara variabel dependen dengan variabel independen. Dari hasil regresi linear diperoleh (Adjusted R Squared) sebesar 0,903484, hal ini menunjukkan koefisien korelasi (r) adalah 0,903484. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen sangat kuat. commit to user 118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat adanya hubungan di antara variabel-variabel independen dalam model regresi (Gujarati dan Porter, 2009). Uji multikoliniearitas digunakan untuk mengetahui terjadi tidaknya korelasi diantara variabel independen dalam proses regresi. Jika dalam model terdapat multikoliniearitas maka model tersebut memiliki kesalahan standart yang besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan tinggi. Untuk menguji masalah multikoliniearitas, dilakukan pengujian dengan metode korelasi parsial, yaitu membandingkan antara nilai R2 regresi awal dengan R2 pada regresi antar variabel bebas. Jika nilai R2 regresi awal lebih tinggi dari R2 pada regresi antar variabel bebas, maka dalam model empirik tidak terdapat multikolinearitas, dan sebaliknya. Tabel 4.13 Hasil Uji Korelasi Parsial Nilai R2
Persamaan Regresi Ekspor f Yi Yj
0,931060
Yi f Yj
0,099700
Yj f Yi
0,099700
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
commit to user 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari tabel diatas terlihat bahwa semua regresi antar variabel independen menghasilkan nilai R2 lebih kecil dari nilai R2 persamaan awal, sehingga dapat disimpulkan model terbebas dari masalah multikolinearitas. 2. Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana sebaran atau varian faktor penganggu tidak konstan sepanjang observasi. Heteroskedastisitas terjadi jika muncul gangguan dalam fungsi regresi yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil ataupun besar (tetapi masih tetap tidak bisa dan konsisten). Salah satu cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan Uji LM ARCH. Jika regresi tersebut menghasilkan probabilitas di atas 0,05 maka variabel bebas tersebut tidak signifikan pada tingkat tersebut dapat dikatakan bahwa pada tingkat
= 5%. Dari hasil
= 5% semua koefisien regresi
tidak signifikan yang berarti tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Tabel 4.14 Hasil Uji LM-ARCH ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
0.159050 0.215806
Probability Probability
0.706495 0.642255
Sumber: Print Out eviews 3.0, 2011
Dari tabel 4.11 terlihat nilai Obs*R-squared sebesar 0,215806, sedangkan nilai X2 tabel dengan df 1 dan α=5% adalah 3,84. Karena nilai Obs*R-squared
commit to user 120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
< X2 tabel maka dapat disimpulkan model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. 3. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey (BG-Test) untuk menguji ada tidaknya autokorelasi. Hasil uji BG dapat dilihat pada tabel 4.12 berikut : Tabel 4.15 Hasil Uji Breusch-Godfrey Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 5.404181 Probability Obs*R-squared 4.597258 Probability
0.080720 0.072023
Sumber : Print Out eviews 3.0, 2011
Dari hasil uji di atas, diketahui bahwa nilai probabilitas lebih besar dari probabilitas 0,05. Maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi tidak ditolak. Berarti model empirik lolos dari masalah autokorelasi. 3. Interpretasi Ekonomi 1. Pengaruh
Pendapatan
Perkapita
Indonesia
terhadap
Ekspor
Indonesia Berdasarkan regresi linear berganda yang sebelumnya telah dilakukan dapat diketahui t statistik dari variabel pendapatan perkapita Indonesia sebesar -0,233947 dan t tabel sebesar 2,447. Sehingga dapat disimpulkan pada taraf commit to user 121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5% variabel pendapatan perkapita Indonesia tidak mempunyai pengaruh terhadap besarnya jumlah ekspor Indonesia. Berubahnya pendapatan perkapita Indonesia tidak akan berpengaruh terhadap jumlah ekspor Indonesia, karena meningkatnya jumlah pendapatan perkapita justru akan meningkatkan konsumsi masyarakat, terutama konsumsi atas barang-barang impor yang dengan harga yang murah. 2. Pengaruh Pendapatan Perkapita China terhadap Ekspor Indonesia Berdasarkan regresi linear berganda yang sebelumnya telah dilakukan dapat diketahui t statistik dari variabel pendapatan perkapita China sebesar 7,7200300 dan t tabel sebesar 2,447. Sehingga dapat disimpulkan pada taraf 5% variabel pendapatan perkapita China mempunyai pengaruh terhadap besarnya jumlah ekspor Indonesia. China saat ini merupakan negara industri yang sedang beralih ke negara maju, sehingga meninkatnya pendapatan perkapita China akan meningkatkan jumlah ekspor Indonesia ke China karena Indonesia menyediakan bahan baku terutama bahan mentah untuk proses produksi di China. Dengan kata lain, meningkatnya pendapatan perkapita China akan digunakan untuk belanja barang produktif, bukan konsumtif.
commit to user 122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini akan disajikan beberapa kesimpulan yang berhubungan dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Berdasarkan hasil dari penelitian dan analisa data yang dilakukan, maka dapat diambil suatu kesimpulan dan memberikan saran sebagaiberikut : A. Kesimpulan 1. Pertumbuhan perdagangan China Indonesia mengalami peningkatan pasca ACFTA. Rata-rata share total perdagangan Indonesia-China terhadap total perdagangan semua negara dengan Indonesia sebelum ACFTA 6,87%, meningkat menjadi 9,40% pada pasca ACFTA. Rata-rata ekspor sesudah ACFTA juga mengalami peningkatan dibandingkan sebelumnya. Sebelum ACFTA rata-rata ekspor per tahunhanya mencapai US$ 3.770, kemudian naik menjadi US$ 7.940 per tahun pascaACFTA. Namun dari sisi jumlah investasi China ke Indonesia masih relatif kecil. Investasi China ke Indonesia dibandingkan dengan total investasi dunia ke Indonesia sesudah perjanjian ACFTA rata-rata hanya sebesar 0,006%, sama seperti sebelum ACFTA dengan rata-rata 0,006%. Dengan kata lain, peluang Indonesia untuk peningkatan investasi dari China masih relatif kecil. 2. Beberapa strategi yang perlu ditingkatkan untuk menumbuhkan investasi adalah perbaikan infrastruktur, menciptakan iklim usaha yang kondusif, commit to user 123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meningkatkan efisiensi produk dan daya saing usaha serta mendorong pengusaha Indonesia untuk lebih kreatif dan agresif. Termasuk mengefektifkan lembaga-lembaga, forum komunikasi maupun Investor Relation Program dalam rangka meningkatkan minat berinvestasi di Indonesia. Secara umum Indonesia dan China mempunyai potensi besar untuk memimpin pertumbuhan ekonomi Asia dan dunia. Hal ini ditinjau dari tingginya tingkat produksi China dan tingginya tingkat produksi barang-barang input dan sumber energi dari Indonesia. Selain itu, populasi Indonesia dan China yang sangat tinggi mampu membuat dua negara tersebut menjaga aktivitas perekonomian dengan hanya ditopang oleh permintaan domestik yang dengan kata lain mengurangi kerentanan terhadap adanya guncangan pada perekonomian dunia. Indonesia dan China juga memiliki kemampuan memasok barang-barang dengan harga yang relatif rendah, yang salah satunya didukung oleh biaya tenagakerja yang murah. 3. Hasil estimasi melalui gravity model menunjukan adanya sensitivitas yang tinggi antara ekspor Indonesia ke China dengan kondisi perekonomian secara umum di negara tersebut. Peningkatan produksi dan pendapatan di China akan sangat signifikan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara tersebut. Peningkatan produksi dan pendapatan di China secara signifikan meningkatkan ekspor Indonesia ke China. commit to user 124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada kondisi ini, jumlah ekspor ke China sangat signifikan dan mampu mempertahankan nilai ekspor Indonesia dari kejatuhan yang lebih dalam pasca krisis finansial global. Ekspor ke China saat ini menjadi suatu keharusan untuk memberikan stimulus pada pembangunan ekonomi di saat permintaan dari Negara maju masih rendah. B. Saran 1. Kebijakan peningkatan pembangunan dan perbaikan infrastruktur sebagai elemenmen dasar untuk menarik investasi asing adalah mutlak harus dilakukan. Pemerintah seyogyanya kembali mengambil langkah kebijakan menerapkan pembangunan infrastruktur yang besarnya lebih dari 5% dari GDP karena selama ini hanya sekitar 2% dari GDP. 2. Perlu semakin banyak ditingkatkan komunikasi dengan pengusahapengusaha China sebagai upaya peningkatan investasi melalui berbagai forum dialog atau komunikasi termasuk menjajagi perdagangan langsung dengan China karena selama ini masih banyak melalui negara ketiga seperti Singapura. Reformasi birokrasi harus terus dilakukan guna menciptakan iklim investasi yang kondusif. Beberapa lembaga yang terus dilakukan revitalisasi perbaikan kinerjanya antara lain adalah lembagalembaga yang menangani ekspor impor, pabean, pelabuhan, jalan raya dan kepolisian. Demikian juga lembaga-lembaga yang meberikan perizinan serta memperbaiki kinerja Pemerintah Daerah. Indonesia dan China juga harus memberi perhatian lebih untuk melakukan reformasi atas commit to user 125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
permasalahan transparasi dan konsistensi regulasi, kemudahan dalam hal memulai bisnis, dan hal-hal lain terkait property right. 3. Pada kondisi saat ini, jumlah ekspor ke China sangat signifikan dan mampu mempertahankan nilai ekspor Indonesia dari kejatuhan yang lebih dalam pasca krisis finansial global. Ekspor ke China menjadi suatu keharusan saat ini untuk memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi di saat permintaan dari Negara maju masih rendah. Oleh karena itu, hubungan bilateral antara Indonesia perlu lebih ditingkatkan. Terlepas dari berbagai potensi yang ada, untuk memaksimalkan potensi perdagangan dan pertumbuhan ekonomi pada Indonesia dan China, masih perlu melakukan pembenahan dalam berbagai aspek yang menyangkut perekonomian. Secara umum, Indonesia dan China harus membenahi mekanisme ACFTA yang masih menyulitkan kegiatan perdagangan khususnya perdagangan lokal, permasalahan korupsi yang masih cukup tinggi dan membebani perekonomian, serta kejelasan dan kemudahan dalam menjalankan bisnis secara umum. Khusus untuk pemerintah Indonesia, pemerintah hendaknya menyelesaikan permasalahan di dalam negeri terkait dengan peningkatan daya saing, dari persaingan tidak sehat, dan melakukan promosi ekspor. Kemudian perlu adanya koordinasi atau kerja sama antar kementerian yang berkaitan, tidak hanya menyangkut Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian saja, dalam rangka meningkatkan daya saing produk Indonesia. Pengamanan pasar commit to user 126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam negeri sangat perlu dilakukan, seperti mengoptimalkan Standar Nasional Indonesia (SNI), labelisasi Bahasa Indonesia, mengoptimalkan proses antidumping/safeguard/countervailing duty, serta meningkatkan pengawasan di pelabuhan impor dari penyelundupan. Selain itu, dalam upaya meningkatkan daya saing, Indonesia perlu memperhatikan ketersediaan gas untuk industri, memecahkan masalah tingginya biaya bahan baku dan logistik di dalam negeri, pemberian intensif fiskal, dan ketersediaan bahan baku.
commit to user 127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, James E., dan Eric van Wincoop, Gravity with Gravitas : A Solution to the Border Puzzle, The America Economic Review, vol 93, No.1, 2003 Arifin, Syamsul, Ediana Rae, Dian dan Joseph PR. Charles, Kerja Sama Perdagangan Internasional, Peluang dan Tantangan bagi Indonesia, Penerbit PT Elex media Komputindo, Jakarta, 2007 Baasir, Faisal, Indonesia Pasca Krisis, Catatan Politik dan Ekonomi 2003-2004, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2004 Balassa, Bella, Revealed Comparative Advantage Revisited : An analysis of Relative Shares of the Industrial Countries, The Manchester School of Economic & Social Studies, 1977, vol 45, issue 4, pp.327-44 Bary, Pakasa, Prospek Perekonomian Indonesia Pascakrisis Finansial Global : Isu Segitiga Pertumbuhan Baru, Masyarakat Indonesia, Edisi khusus „issue 2009‟, 2009 Bary Pakasa, Prospek Perdagangan Indonesia, Cina, dan India : Analisis Gravity Model, 2009 Cashmore, Nicholas, Chindonesia : The New Golden Triangle, Strategy Outlook, Hongkong : CLSA Asia Pasific Market, 2009 David S. Rubin, Richard I. Levin, Statistic for Management, Seventh Edition, An Imprint of Pearson Education, new Delhi, India, 2006 International Monetary Fund. 2009b. Regional Outlook May 2009: Asia and the Pasific. Washington D.C.: International Monetary Fund International Monetary Fund. 2009. World Economic Outlook October 2009: Sustaining the Recovery. Washington D.C.: International Monetary Fund Kuncoro, Mudrajat, Ekonometrika Industri Indonesia Menuju Negara Industri baru 2030, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2007 Mankiw, N. Gregory, Teori Makro Ekonomi, edisi kelima, Harvard University, Penerbit Erlangga, 2003 commit to user 128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rahardja Prathama, Manurung Mandala, Teori Makroekonomi Suatu Pengantar, edisi ketiga, LPFEUI, 2005 Subiyanto, Heru dan Riphat, Singgih, Kebijakan Fiskal, Pemikiran, Konsep dan Implementasi, Penerbit Buku Kompas, 2004 Salvatore, Dominick, Ekonomi Internasional, Teori dan Soal-Soal, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1992 Tambunan, Tulus, Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Teori dan Temuan Empiris, LP3ES, Jakarta, 2000 Todaro, P, Michael, dan Smith C. Stephen, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan, Penerbit Erlangga, 2006
http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional diakses pada tanggal 7 Februari
2011 pukul 12:55 WIB http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/2009/10/07/teori-perdagangan-internasional/
diakses
pada tanggal 7 Februari 2011 pukul 12:55 WIB http://library.usu.ac.id/download/fh/hukuminter-Rosmi5.pdf diakses pada tanggal 7
Februari 2011 pukul 15:05 http://www.ekonomi.lipi.go.id/informasi/buletin/Framejournal.asp 7 feb 21.04 diakses
pada tanggal 7 Februari pukul 15:55 WIB http://elasq.wordpress.com/2010/08/03/pengertian-pertumbuhan-ekonomi-menurut/
diakses pada tanggal 9 Februari pukul 11:00 WIB http://ronawajah.wordpress.com/2010/01/24/acfta-dan-kesiapan-sumberdaya-manusia/
diakses pada tanggal 9 Februari pukul 13:59 WIB http://islamkuno.com/2009/03/29/metode-analisis-swot/
diakses
pada
tanggal
16
Februari pukul 17:39 WIB http://www.goongbusiness.com/in/article-bebas/165-swot-analysis.html
diakses
pada
tanggal 16 Februari pukul 17:39 WIB
commit to user 129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
http://www.maxi-pedia.com/SWOT+analysis+matrix+method+model diakses pada tanggal
16 Februari pukul 17:39 WIB Kompas, Kamis, 24 Maret 2011 Kompas, Senin, 11 April 2011 Kompas, Selasa, 19 April 2011
commit to user 130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
LAMPIRAN
commit to user 131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user 132
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 1 Data Penelitian Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
X 2902.95 3802.53 4604.73 6662.35 8343.57 9675.5 11636.5 11499.3
YI 195.593 234.834 257.005 285.856 157.05 187.005 222.272 192.955
YJ 1453.83 1640.96 1931.65 2256.92 2712.92 3494.24 4519.95 4984.73
Lampiran 2 Hasil Regresi Linear Dependent Variable: X Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 19:57 Sample: 2002 2009 Included observations: 8 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C YI YJ
823.6806 -2.376959 2.463829
2664.593 10.16026 0.319148
0.309121 -0.233947 7.720030
0.7697 0.8243 0.0006
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.931060 0.903484 1065.526 5676730. -65.24129 0.784500
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7390.929 3429.758 17.06032 17.09011 33.76325 0.001248
Lampiran 3 Hasil Regresi MTB Dependent Variable: MTB Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:09 Sample: 2002 2009 Included observations: 8 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C YI YJ
0.124552 -0.000359 0.000373
0.402924 0.001536 4.83E-05
0.309121 -0.233947 7.720030
0.7697 0.8243 0.0006
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression
0.931060 0.903484 0.161123
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion
commit to user
1.117612 0.518628 -0.533307
133
perpustakaan.uns.ac.id
Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
digilib.uns.ac.id
0.129802 5.133227 0.784500
Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.503516 33.76325 0.001248
Lampiran 4 Hasil Regresi Yi Dependent Variable: YI Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:22 Sample: 2002 2009 Included observations: 8 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C YJ
245.0801 -0.009918
38.10964 0.012168
6.430922 -0.815133
0.0007 0.4461
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.099700 -0.050351 42.81377 10998.11 -40.25566 2.081159
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
216.5712 41.77499 10.56391 10.58377 0.664442 0.446138
Lampiran 5 Hasil Regresi Yj Dependent Variable: YJ Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:22 Sample: 2002 2009 Included observations: 8 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C YI
5051.412 -10.05218
2713.872 12.33195
1.861330 -0.815133
0.1120 0.4461
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.099700 -0.050351 1363.004 11146672 -67.94035 0.429699
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2874.400 1329.933 17.48509 17.50495 0.664442 0.446138
Lampiran 6 Hasil Uji Heterokedastisitas ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
0.159050 0.215806
Probability Probability
0.706495 0.642255
Test Equation:
commit to user 134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:23 Sample(adjusted): 2003 2009 Included observations: 7 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C RESID^2(-1)
774594.7 -0.188616
376897.6 0.472946
2.055186 -0.398811
0.0950 0.7065
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.030829 -0.163005 621917.9 1.93E+12 -102.1389 1.924696
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
657099.5 576689.9 29.75396 29.73851 0.159050 0.706495
Lampiran 7 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
5.404181 4.597258
Probability Probability
0.080720 0.072023
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/20/11 Time: 20:34 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C YI YJ RESID(-1)
-2604.247 15.45845 -0.330926 1.447656
2242.748 9.955098 0.272798 0.622731
-1.161186 1.552818 -1.213083 2.324689
0.3101 0.1954 0.2918 0.0807
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.574657 0.255650 776.9420 2414556. -61.82185 2.082634
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.79E-12 900.5339 16.45546 16.49518 1.801394 0.286439
commit to user 135