Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN LANGKAT Oleh : Desi Astuti, SE.,MM Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pancabudi
Abstract : In Law No.32 Year 2004 as guideline of Local Middle Term Development Plan of Langkat District year 2006/2010 has decided that the goal of development is to improve the people prosperity. The improvement of people prosperity can be achieved if the income of the people increase sufficiently so that it can meet the basic need of their life. Fishery resources is actually potential benefited to improve the standard of living and the prosperity of the fishermen, but in reality, there are so many fishermen who still can not improve the result of their catching fish that the income of the fishermen does not increase. This study observes and analyzes four factors, such s working capital, manpower, experience, and distance of going to sea which influence on the income of found that working capital, manpower, experience and distance of going to sea all together influence the income of the fishermen in Langkat District. Of the four factors which influence on the fishermen income, working capital factors gives nigger contribution compared with manpower, experience and distance of going to sea factors. However, manpower and distance of going to sea factors must also be considered because these factors are supporting factors to the income of fishermen. By taking care of the result of this study that working capital factors gives bigger contribution compared with other factors on the income of the fishermen, it is suggested to open access to get working capital by cooperating with cooperation or banks and non-banking institutions. It is also necessary to perform founding and the development of ability in catching the fish and to improve the technology in catching fish by using effective technology. Key words : Fishermen’ income, Working Capital, Manpower, Experience, Distance of Going to Sea, Ordinary Least Square (OLS) Pendahuluan Hasrat untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dalam arti sebenarnya adalah tujuan mulia yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia termasuk Kabupaten Langkat sebagai sub sistem di dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 sebagai pedoman dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Langkat tahun 20062010 telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dimungkinkan apabila pendapatan penduduk mengalami kenaikan yang cukup
hingga mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupannya. Hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, keamanan dan sebagainya tersedia dan mudah dijangkau setiap penduduk sehingga pada gilirannya penduduk yang miskin semakin sedikit jumlahnya. Sumber daya perikanan sebenarnya secara potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan, namun pada kenyataannya masih cukup banyak nelayan belum dapat meningkatkan hasil tangkapannya, sehingga tingkat pendapatan nelayan tidak meningkat. Masyarakat yang mempunyai mata pencaharian dan
110
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
berpenghasilan sebagai nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas usaha dengan mendapat penghasilan bersumber dari kegiatan nelayan itu sendiri. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya/tanaman air. Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya. Banyaknya tangkapan tercermin pula besarnya pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik minimum(KFM) sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterimanya. Para nelayan melakukan pekerjaannya dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan demi kebutuhan hidup. Untuk pelaksanaannya diperlukan beberapa perlengkapan dan dipengaruhi pula oleh banyak faktor guna mendukung keberhasilan kegiatan. Menurut Salim (1999) faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan meliputi faktor sosial dan ekonomi yang terdiri dari besarnya modal, jumlah perahu, jumlah tenaga kerja, jarak tempuh melaut dan pengalaman. Dengan demikian pendapatan nelayan berdasarkan besar kecilnya volume tangkapan, masih terdapat beberapa faktorfaktor yang lain yang ikut menentukannya yaitu faktor sosial dan ekonomi selain diatas. Dalam rangka mewujudkan Pembangunan Nasional yang dilakukan melalui Pembangunan Nasional terpadu dan menyeluruh maka pembangunan sektor ekonomi mutlak diperlukan yaitu pembangunan ekonomi yang berimbang, dimana terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemajuan pertanian yang tangguh dengan sasaran untuk menaikkan tingkat kehidupan dan kesejahteraan rakyat. Upaya peningkatan kehidupan untuk lebih sejahtera dilakukan dengan peningkatan
setiap produk yang dihasilkan sektor kegiatan ekonomi. Upaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan rencana kebijaksanaan pembangunan sektor pertanian, khususnya sub sector perikanan, bertujuan untuk : a) Meningkatkan produksi dan mutu hasil perikanan baik untuk memenuhi pangan, gizi dan bahan baku industri dalam negeri serta ekspor hasil perikanan. b) Meningkatkan produktivitas usaha perikanan dan nilai tambah serta meningkatkan pendapatan nelayan. c) Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta menunjang pembangunan daerah d) Meningkatkan pembinaan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup. Dengan kenyataan tersebut maka sudah sewajarnyalah apabila potensi sumberdaya perikanan yang ada dikembangkan penangkapannya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya perikanan ini, disamping memperhatikan faktor-faktor yang menunjang perolehan produksi nelayan tersebut. Wilayah Kabupaten Langkat memiliki potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar. Wilayah pantai/laut Kabupaten Langkat berada disepanjang 110 km Pantai Timur Sumatera atau Selat Malaka. Wilayah kelautan yang demikian luas, sudah tentu akan dapat memproduksi ikan laut (tangkap) yang cenderung meningkat. Ditambah lagi produksi perikanan darat yang pada umumnya dilakukan melalui budidaya. Model Analisis Dalam penelitian ini akan menjelaskan pengaruh antara modal kerja, tenaga kerja, lamanya waktu melaut, pengalaman dan jarak tempuh melaut terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat yang dirumuskan dalam fungsi :
111
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
INC = f (MODAL, LAB, EXPE, DST) Dimana : INC = Pendapatan nelayan MODAL = Modal kerja LAB = Banyaknya orang yang melaut dalam 1 sampan dayung atau perahu motor atau kapal motor EXPE = Pengalaman DST = Jarak tempuh melaut Dalam analisis ini pendekatan yang dilakukan adalah analisis fungsi produksi, dimana fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan output. Bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah : INC = A MODAL1 LAB2 EXPE3 DST4
Selanjutnya fungsi tersebut ditranformasikan ke dalam bentuk ekonometrikannya sebagai berikut : Log INC = 0 + 1log MODAL + 2 log LAB + 3 log EXPE + 4 log DST +
dimana : INC = Pendapatan nelayan (Rp.) per bulan MODAL = Modal kerja (Rp.) per bulan LAB = Banyaknya orang yang ikut melaut dalam 1 sampan dayung atau perahu motor atau kapal motor (jiwa) EXPE = Pengalaman (tahun) DST = Jarak tempuh melaut (km) 0 = Intercept i = Koefisien regresi, i = 1, 2, 3 dan 4 = Error term (kesalahan penganggu) Metode Analisis Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuadrat terkecil biasa atau Ordinary Least Square (OLS) dan dengan alat (software) Eviews versi 4.1. Pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan uji F, uji t, dan uji R2. Uji F digunakan untuk mengetahui signifikansi secara serentak (simultan) dari model yang diteliti dan uji t digunakan
untuk mengetahui signifikansi dari masingmasing variabel yang diteliti atau secara parsial, sedangkan uji R2 untuk mengetahui seberapa besar variasi dari variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat. Definisi Operasional Variabel Penelitian a) Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya menangkap ikan di laut dengan menggunakan sampan dayung atau biasa nelayan tradisional, perahu motor dan kapal motor. b) Pendapatan nelayan adalah pendapatan bersih yang dibawa pulang oleh nelayan yang diperoleh dari hasil penjualan tangkapan/produksi ikan setelah dikurangi modal kerja selama sebulan (satuan Rp.) c) Modal kerja adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh nelayan dalam memperoleh hasilnya. Biaya-biaya itu terdiri dari : makan, rokok, minyak solar, minyak bensin, upah tenaga kerja, peralatan menangkap ikan (umpan) selama sebulan (satuan Rp.). d) Tenaga kerja adalah banyaknya orang yang ikut melaut dalam 1 perahu atau kapal motor (satuan jiwa). e) Pengalaman adalah orang yang sudah menjalani profesi hidupnya sebagai nelayan dalam jangka waktu tertentu (satuan tahun). f) Jarak tempuh melaut adalah rata-rata jarak yang ditempuh oleh nelayan dalam menangkap ikan (satuan km). Uji Kesesuaian (Test of goodness of fit) Uji kesesuaian (test of goodness of fit) dilakukan berdasarkan perhitungan nilai koefisien determinasi (R2) yang kemudian dilanjutkan dengan uji F (F-test) dan uji t (ttest). a. Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas (modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut) dapat menjelaskan variabel terikat (keuntungan nelayan).
112
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
b. Uji serempak (F-test) digunakan untuk menguji signifikansi dari model penelitian. c. Uji parsial (t-test) digunakan untuk menguji signifikansi dari masingmasing (parsial) variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Dalam suatu model regresi berganda ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi yang secara statistik dapat mengganggu model yang ditentukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang dibentuk. Untuk itu perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik. Multikolinieritas Multikolinieritas timbul karena satu atau lebih variabel bebas (penjelas) merupakan kombinasi linier yang pasti (sempurna) atau mendekati pasti dari variabel penjelas lainnya. Jika terdapat multikolinieritas sempurna, koefisien regresi dari variabel penjelas tersebut tidak dapat ditentukan dan variansnya bernilai tak terhingga. Jika multikonilinieritas kurang sempurna, koefisien regresi dapat ditentukan, namun variansnya sangat besar, sehingga tidak dapat menaksir koefisien secara akurat. Dalam model regresi linier, diasumsikan tidak terdapat multikolinieritas di antara variabel-variabel penjelas, untuk itu perlu dideteksi dengan mengamati besaran-besaran regresi yang didapat, yaitu : 1. Interval tingkat kepercayaan lebar (karena varians besar maka standar error besar, sehingga interval kepercayaan lebar); 2. Koefisien determinasi tinggi dan signifikasi nitai t statistik rendah; 3. Koefisien korelasi antar variable bebas tinggi; 4. Nilai koefisien korelasi parsial tinggi. Untuk melihat ada tidaknya multikolinieritas dalam suatu model pengamatan, dapat dilakukan dengan
regresi antar variabel bebas, sehingga dapat diperoleh nilai koefisien determinan (R2) masing-masing. Selanjutnya R2 hasil regresi antar variabel bebas tersebut dibandingkan dengan R2 hasil regresi model, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel bebas > R2 model penelitian, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada multikolinieritas dalam model empiris yang digunakan ditolak. Jika nilai R2 hasil regresi antar variabel bebas < R2 model penelitian, maka hipotesis yang menyatakan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dari model regresi linier klasik adalah varian dari setiap kesalahan pengganggu i untuk variabelvariabel bebas yang diketahui merupakan suatu bilangan konstan dengan symbol 2. Kondisi seperti ini disebut dengan homoskedastisitas, dengan persamaan sebagai berikut : E (i2) = 2 , dimana i = 1,2,...,n Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskendastisitas. Dalam prakteknya, heteroskendastisitas banyak ditemui pada data cross-section, karena pengamatan dilakukan pada individu yang berbeda pada saat yang lama, akan tetapi bukan berarti heteroskendastisitas tidak mungkin terjadi dalam data time series. Untuk melihat atau mendeteksi adanya heteroskendastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan Park Test (Uji dari Park RE). Park memformalkan metode grafik, dengan menganjurkan bahwa 2, merupakan fungsi dari variabel bebas Xi. Fungsi yang dianjurkan adalah sebagai berikut : i2 = 2 Xi evi atau bila ditulis dalam bentuk logaritma natural adalah sebagai berikut: ln i2 = ln 2 + ln Xi + vi
113
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
Karena i2 pada umumnya tidak diketahui, maka Park menyarankan i2 digantikan dengan i (residual), sehingga diperoleh : ln i2 = In 2 + ln Xi + vi = + ln Xi + vi Sebagai pedoman, apabila koefisien dari persamaan (3.7) signifikan secara statistik, ini menunjukkan bahwa dalam data dari model empiris yang sedang diestimasi terdapat heteroskedastisitas, dan sebaliknya, bila koefisien parameter dari persamaan (3.7) tidak signifikan secara statistik, maka asumsi homoskedastisitas atau tidak adanya heteroskedastisitas dalam data dari model empiris yang sedang diestimasi tidak dapat ditolak. Untuk dapat menerapkan uji Park, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu : 1. Melakukan regresi dengan menggunakan model yang sedang diamati, kemudian didapatkan nilai estimasi residual, i2 2. Lakukan regresi dengan menggunakan persamaan Normalitas Untuk mengetahui apakah normal dan tidaknya faktor pengganggu, t dengan J-B test. Adapun kriteria untuk mengetahui normal atau tidaknya dari faktor pengganggu adalah sebagai berikut: a. Bila nilai JB hitung (= 2hitung) > nilai 2tabel , maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual, t adalah berdistribusi normal ditolak. b. Bila nilai JB hitung (= 2hitung) < nilai 2tabel , maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual, t adalah berdistribusi normal tidak dapat ditolak. Linieritas Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi yang digunakan sebaiknya berbentuk linier atau tidak. Apakah suatu variabel baru relevan atau tidak dimasukkan dalam
model. Untuk uji linieritas dalam penelitian ini digunakan uji Ramsey (Ramsey RESET Test), yaitu dengan membandingkan Fhitung dan Ftabel. Kriteria keputusannya adalah sebagai berikut: a. Bila nilai Fhitung > nilai Ftabel , maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar ditolak b. Bila nilai Fhitung < nilai Ftabel , maka hipotesis yang menyatakan bahwa spesifikasi model digunakan dalam bentuk fungsi linier adalah benar tidak dapat ditolak. Hasil Dan Pembahasan Uji Validitas Untuk mengetahui apakah instrument kuesioner yang dipakai cukup layak digunakan sehingga mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurannya, maka dilakukan uji validitas. Ghozali (2005) menyatakan bahwa pengukuran validitas internal menggunakan uji validitas setiap butir pertanyaan (content validity) dengan cara melakukan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total konstruk atau variabel. Dalam hal ini melakukan korelasi masing-masing skor pertanyaan dengan total skor pertanyaan. Untuk perincian dari uji validitas masing-masing variabel adalah sebagai berikut: a. Variabel Sosial Tabel 1. Uji Validitas Variabel Sosial Scale Mean if Item Deleted II.1 II.2 II.3 II.4 II.5 II.6 II.7
13.5000 14.1700 14.0300 12.8500 13.5400 13.2700 13.0200
Scale Corrected Variance ItemAlpha if Item Total if Item Deleted Correlation Deleted 2.0303 2.3647 2.3526 2.5328 2.2913 1.7546 2.2420
.5712 .3363 .3872 .3101 .3889 .5300 .3847
.6091 .4129 .4061 .3844 .4047 .5815 .4119
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Berdasarkan hasil uji validitas diatas, maka nilai validitas yang terdapat pada kolom Corrected Item-Total
114
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
Correlation dari variabel sosial lebih besar dari 0,30. Dengan demikian maka seluruh pertanyaan dapat dinyatakan valid. b. Variabel Kegiatan Usaha Tabel 2. Uji Validitas Variabel Kegiatan Usaha Scale Mean if Item Deleted III.2 III.5 III.6 III.7 III.9 III.10 III.11 III.13 III.14
Scale Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal Correlation
806200.2371 1913151799312 639623.4330 1347258167798 258058.4845 147209441471.6 714774.1546 1621145602873 806192.0000 1913137886371 806184.9897 1913106928410 806199.2474 1913148918131 806183.4742 1913158472983 806198.2474 1913152430589
.5370 .6650 .8402 .8380 .4132 .7898 .5668 .4285 .4278
Alpha if Item Deleted .7246 .5023 .6869 .6069 .4246 .6246 .5246 .4246 .4246
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Karakteristik Nelayan Pada Obyek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah nelayan yang memiliki sampan dayung, perahu motor sampai kapal motor yang tersebar di 8 kecamatan di Kabupaten Langkat. Karakteristik responden yang di bahas dalam penelitian ini meliputi karakter sosial ekonomi masyarakat nelayan di 8 kecamatan di kabupaten Langkat yang dijadikan sebagai sampel penelitian berjumlah 100 orang. Usia Nelayan Bagian pertama wawancara digunakan untuk mengumpulkan data sosial ekonomi nelayan di Kabupaten Langkat adalah usia/umur. Berdasar tabel 3 ada sebanyak 5,0% nelayan yang berusia dibawah 24 tahun dan 3,0% berusia diatas 60 tahun. Rendahnya nelayan yang berusia tua menunjukkan semakin besarnya usia produktif yang bekerja sebagai nelayan. Usia produktif antara 25 – 59 tahun sebesar 92,0%.
Tabel 3. Kondisi Usia Nelayan Kabupaten Langkat Usia Nelayan Jumlah Persen (Tahun) (%) 15 – 24 5 5,0 25 – 34 23 23,0 35 – 44 41 41,0 45 – 59 28 28,0 Lebih dari 59 thn 3 3,0 Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008
di
Tingkat Pendidikan Untuk tingkat pendidikan berdasar 4 menunjukkan hasil bahwa sebanyak 84,0% nelayan berpendidikan sampai dengan tamat SD (tidak pernah sekolah atau tidak tamat sekolah atau tamat SD). Sedangkan yang berpendidikan tamat SMA hanya sebesar 4,0%. Tabel 4. Kondisi Tingkat Pendidikan Nelayan di Kabupaten Langkat Tingkat Pendidikan
Jumlah
Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Total
1 17 66 12 4 100
Persen (%) 1,0 17,0 66,0 12,0 4,0 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Jumlah Anggota Keluarga Untuk jumlah anggota keluarga berdasar tabel 5 menunjukkan hasil bahwa jumlah anggota keluarga sampai dengan 2 jiwa sebanyak 31,0%. Sedangkan jumlah anggota 3, 4 dan 5 jiwa sebanyak 50,0%. Rata-rata jumlah anggota dalam 1 (satu) rumah tangga 4 anggota rumah tangga untuk nelayan di Kabupaten Langkat.
115
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
Tabel 5. Kondisi Jumlah Anggota Keluarga Nelayan di Kabupaten Langkat Jumlah Anggota keluarga (Jiwa) 1 2 3, 4, 5 6,7,8 Lebih dari 9
Jumlah
11 20 50 16 3
11,0 20,0 50,0 16,0 3,0
Total
100
100,0
Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Persen (%)
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Lantai Rumah Untuk lantai rumah di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar tempat tinggalnya lantainya berasal dari papan sebanyak 65,0% kemudian diikuti dari semen sebesar 29,0% dan yang dari tanah sebesar 6,0%. Tabel 6. Kondisi Lantai Rumah Nelayan di Kabupaten Langkat Lantai Rumah Jumlah Persen (%) Tanah 6 6,0 Papan 65 65,0 Semen 29 29,0 Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Dinding Rumah Untuk dinding rumah di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar tempat tinggalnya dinding rumahnya berasal dari papan sebanyak 77,0% kemudian diikuti dari tepas sebesar 13,0%. Sedangkan yang permanen hanya 3,0%. Tabel 7. Kondisi Dinding Rumah Nelayan di Kabupaten Langkat Dinding Jumlah Persen Rumah (%) Papan 77 77,0 ½ Permanen 5 5,0 Permanen 3 3,0 Tepas 13 13,0
Atap Rumah Untuk atap rumah di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar tempat tinggalnya atap rumah berasal dari seng sebanyak 70,0% kemudian diikuti dari atap rumbia sebesar 30,0%. Tabel 8. Kondisi Atap Rumah Nelayan di Kabupaten Langkat Atap Rumah Jumlah Persen (%) Atap Rumbia 30 30,0 Seng 70 70,0 Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Alat Penerangan Untuk alat penerangan rumah di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas alat penerangan yang digunakan penduduk di kawasan nelayan Kabupaten Langkat menggunakan listrik yaitu sebesar 94,0% kemudian diikuti dengan teplok sebesar 6,0%. Tabel 9. Kondisi Alat Penerangan Nelayan di Kabupaten Langkat Alat Jumlah Persen Penerangan (%) Teplok 6 6,0 Petromak 0 0,0 Listrik 94 94,0 Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Sumber Air Minum Untuk sumber air minum di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk nelayan menggunakan air sumur sebesar 67,0% kemudian diikuti dengan menggunakan air ledeng/PDAM sebesar 26,0% dan air sungai sebesar 7,0%.
116
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
Tabel 10. Kondisi Sumber Air Minum Nelayan di Kabupaten Langkat Sumber Air Jumlah Persen Minum (%) Air Sungai 7 7,0 Air Sumur 67 67,0 Air 26 26,0 Ledeng/PDAM Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Tabel 12. Status Kepemilikan Rumah Nelayan di Kabupaten Langkat Status Jumlah Persen Kepemilikan (%) Rumah Sewa 7 7,0 Milik Keluarga 15 15,0 Milik Sendiri 78 78,0 Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Tempat Membuang Kotoran/Tinja Untuk tempat membuang kotoran/tinja di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk nelayan untuk membuang kotoran/tinja menggunakan WC/Jamban milik sendiri sebesar 71,0% kemudian diikuti dengan menggunakan sungai sebesar 25,0% dan toilet umum sebesar 4,0%.
Kepemilikan Perahu, Perahu dan Kapal Motor Untuk status kepemilikan perahu, perahu/kapal motor di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 13 menunjukkan bahwa nelayan memiliki sendiri perahu, perahu motor dan kapal motor sebesar 53,0% kemudian diikuti yang sewa sebesar 41,0% dan kredit sebesar 6,0%.
Tabel 11. Kondisi Tempat Membuang Kotoran/Tinja Nelayan di Kabupaten Langkat
Tabel 13. Status Kepemilikan Perahu/Kapal Motor Nelayan di Kabupaten Langkat Status Kepemilikan Jumlah Persen Perahu/Kapal (%) Motor Milik Sendiri 53 53,0 Sewa 41 41,0 Kredit 6 6,0 Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Tempat Jumlah Persen Membuang (%) Kotoran/Tinja Sungai 25 25,0 Toilet Umum 4 4,0 WC/Jamban Milik 71 71,0 Sendiri Total 100 100,0 Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Status Kepemilikan Rumah Untuk status kepemilikan rumah di kawasan nelayan Kabupaten Langkat berdasar tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk nelayan memiliki rumah sendiri yaitu sebesar 78,0% kemudian diikuti dengan milik keluarga sebesar 15,0% dan sewa sebesar 7,0%.
Sistem Pembagian Hasil Untuk sistem pembagian hasil dari pendapatan. Misalkan di dalam 1 (satu) perahu atau kapal motor yang terdiri dari anggota (knek), tekong (nakhoda atau pawang yang mempunyai mengetahui keadaan laut) maka sistem pembagian hasilnya adalah dari pendapatan bersih kemudian dibagi masing-masing 1 bagian untuk anggota (knek) dan 2 bagian untuk tekong. Sedangkan apabila perahu atau kapal motor yang sewa dan pada waktu melaut tanpa tekong maka sistem pembagian hasilnya adalah dari pendapatan
117
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
bersih kemudian dibagi masing masing 1 bagian untuk nelayan dan untuk toke (pemilik kapal) mendapat 1 – 2 bagian tergantung perjanjian. Apabila perahu atau kapal motor yang sewa dan pada waktu melaut dengan tekong maka sistem pembagian hasilnya adalah dari pendapatan bersih kemudian dibagi masing-masing 1 bagian untuk anggota (knek) dan untuk tekong 1,5 bagian serta untuk toke 2 bagian. Karakteristik Nelayan Terhadap Pendapatan di Kabupaten Langkat Usia Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Berdasar pada Tabel 14 bahwa usia produktif (25 – 59 th) sebanyak 92 orang (=92,0%) nelayan. Dari usia produktif tersebut ternyata sebanyak 47 orang (= 47,0%) berpendapatan dibawah Rp 1.000.000,- dan jumlah nelayan usia produktif yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 45 orang (= 45,0%). Namun ada nelayan yang berusia 15 – 24 tahun sebanyak 5 orang (= 5,0%) dengan 4 orang yang berpendapatan diatas Rp 1.000.000,-. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Tabulasi Silang Antara Usia Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Pendapatan per bulan (Rp.) ≤ 500.000 500.001 – 1.000.000 1.000.001 – 1.500.000 1.500.001 – 2.000.000 > 2.000.000 Total
Usia (Th.) 15 – 24 25 – 34 35 – 44 45 – 59 1 1 3 5
8 7 5 2 1 23
7 10 9 3 12 41
11 4 5 2 6 28
Total Lebih dari 59 1 1 1
3
28 22 21 10 19 100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Berdasar pada Tabel 15 jumlah nelayan yang berpendidikan sampai tamat SD yang berpendapatan kurang dari Rp 1.000.000,- sebanyak 41 nelayan (=41,0%), sedangkan nelayan yang berpendidikan sampai tamat SD yang berpendidikan lebih
dari Rp 1.000.000,- sebanyak 45 nelayan (= 45,0%). Untuk yang berpendidikan tamat SMA jumlah responden 4 orang (= 4,0%) dengan 2 orang nelayan yang berpendapatan kurang Rp 1.000.000,- dan 2 orang nelayan yang berpenghasilan diatas Rp 1.000.000,Tabel 15. Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Pendapatan per bulan (Rp.)
Pendidikan Total Tidak Pernah Tidak Tamat SD SMP SMA Sekolah Sekolah SD ≤ 500.000 4 20 3 1 28 500.001 – 1.000.000 1 5 11 4 1 22 1.000.001 – 1.500.000 3 14 4 21 1.500.001 – 2.000.000 1 7 1 1 10 > 2.000.000 4 13 1 1 19 Total 1 17 65 13 4 5100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Jumlah Anggota Keluarga Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Berdasar pada Tabel 16, jumlah anggota keluarga sampai dengan 2 jiwa untuk nelayan yang berpendapatan dibawah Rp 1.000.000,- sebanyak 18 orang (= 18,0%), sedangkan yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 13 orang (= 13,0%). Untuk jumlah anggota keluarga dari 3 sampai dengan 5 jiwa yang berpenghasilan di bawah Rp 1.000.000,sebanyak 25 orang (= 25,0%), sedang yang berpenghasilan diatas Rp 1.000.000,sebanyak 13 orang (= 13,0%). Untuk jumlah anggota keluarga dari 6 sampai dengan 11 jiwa yang berpenghasilan di bawah Rp 1.000.000,sebanyak 7 orang (= 7,0%), sedang yang berpenghasilan di atas Rp 1.000.000,sebanyak 12 orang (= 12,0%).
118
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
Tabel 16. Tabulasi Silang Antara Jumlah Anggota Keluarga Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Pendapatan per bulan (Rp.) ≤ 500.000 500.001 – 1.000.000 1.000.001 – 1.500.000 1.500.001 – 2.000.000 > 2.000.000 Total
1 2 5 1 3 11
2 8 3 5 2 2 20
3 9 1 6 3 5 24
Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa) 5 6 7 8 4 1 1 1 1 2 1 1 4 1 2 3 1 7 4 6 6
4 1 9 3 1 5 19
Total 9
1 1
10 1
11 1
1
1
28 22 21 10 19 100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Status Kepemilikan Rumah Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Berdasar Tabel 17, jumlah nelayan dengan status kepemilikan rumah sewa dengan pendapatan dibawah Rp 1.000.000,sebanyak 6 orang (= 6,0% ), sedangkan yang berpenghasilan di atas Rp 1.000.000,sebanyak 1 orang (1,0%). Untuk jumlah nelayan dengan status kepemilikan rumah yang merupakan milik keluarga dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 7 orang (= 7,0%), sedang yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 9 orang (= 9,0%). Untuk jumlah nelayan dengan status kepemilikan rumah yang merupakan milik sendiri dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 37 orang (= 37,0%), sedang yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 40 orang (=40,0%). Tabel 17. Tabulasi Silang Antara Status Kepemilikan Rumah Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat
Status Kepemilikan Perahu/Kapal Motor Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Berdasar Tabel 18, jumlah nelayan dengan status kepemilikan perahu/kapal motor milik sendiri dengan pendapatan dibawah Rp 1.000.000,- sebanyak 23 orang (= 23,0% ), sedangkan yang berpenghasilan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 30 orang (30,0%). Untuk jumlah nelayan dengan status kepemilikan perahu/kapal motor yang merupakan sewa dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 25 orang (= 25,0%), sedang yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 16 orang (= 16,0%). Untuk jumlah nelayan dengan status kepemilikan perahu/kapal motor yang merupakan kredit dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000,- sebanyak 2 orang (= 2,0%), sedang yang berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- sebanyak 4 orang (= 4,0%). Tabel 18. Tabulasi Silang Antara Status Kepemilikan Perahu/Kapal Motor Terhadap Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Pendapatan per bulan (Rp.) ≤ 500.000 500.001 – 1.000.000 1.000.001 – 1.500.000 1.500.001 – 2.000.000 > 2.000.000 Total
Status Kepemilikan Total Perahu/Kapal Motor Milik Sewa Kredit Sendiri 17 11 28 6 14 2 22 14 6 1 21 7 3 10 9 7 3 19 53 41 6 100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Pendapatan per bulan Status Kepemilikan Rumah Total (Rp.) Sewa Milik Milik Keluarga Sendiri ≤ 500.000 2 3 23 28 500.001 – 1.000.000 4 4 14 22 1.000.001 – 1.500.000 1 4 16 21 1.500.001 – 2.000.000 3 7 10 > 2.000.000 2 17 19 Total 7 15 78 100
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Tingkat Pendapatan Nelayan dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhinya Untuk tingkat pendapatan berdasar Tabel 19 menunjukkan bahwa penduduk yang berpendapatan kurang dari atau sama dengan Rp 1.000.000,- sebesar 50,0%. Sedangkan yang berpendapatan Rp 1.000.000,- – Rp 2.000.000,- sebesar 31,0% dan yang berpendapatan diatas Rp 2.000.000,- sebesar 19,0%.
119
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
Tabel 19. Tingkat Pendapatan per bulan Nelayan di Kabupaten Langkat Pendapatan per bulan (Rp.) 500.000 500.001 – 1.000.000 1.000.001 – 1.500.000 1.500.001 – 2.000.000 > 2.000.001 Total
Jumlah 28 22 21 10 19 100
Persen (%) 28,0 22,0 21,0 10,0 19,0 100,0
Sumber : Data Primer, diolah, 2008 Untuk tingkat pendapatan (hasil penjualan – modal kerja) per bulan penduduk nelayan di Kabupaten Langkat minimum sebesar Rp 55.000,- dan yang tertinggi sebesar Rp 7.440.00,- dan dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp 1.259.207,. Untuk modal kerja per bulan penduduk nelayan di Kabupaten Langkat minimum sebesar Rp 40.000,- dan yang tertinggi sebesar Rp 9.000.000,-. Untuk tenaga kerja yang ikut dalam melaut minimum sebanyak 1 orang dan yang tertinggi sebesar 11 orang dengan rata-rata 2,49 orang ( 3 orang). Untuk lamanya waktu melaut dalam satu kali melaut minimum selama 3 jam dan yang paling lama sebesar 120 jam (= 5 hari) dengan rata-rata selama 16,60 jam dalam 1 kali melaut. Untuk pengalaman dalam menangkap ikan, nelayan di Kabupaten Langkat mempunyai pengalaman minimum selama 3 tahun dan paling lama sebesar 54 tahun dengan rata-rata pengalaman selama 23,69 tahun ( 24 tahun). Untuk jarak tempuh melaut, nelayan di Kabupaten Langkat minimum sejauh 1 km dan yang paling jauh 75 km dengan rata-rata sejauh 9,65 km ( 10 km). Tabel 20. Pendapatan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat Keterangan Pendapatan per bulan (Rp) Modal Kerja per bulan (Rp) Tenaga Kerja (orang) Pengalaman (tahun) Jarak Tempuh Melaut (km)
Minimum
Maksimum
55.000 40.000
7.440.000 9.000.000
1.259.207 985.827
Mean
Std. Deviasi 1.188.818 1.423.735
1 3 1
11 54 75
2,49 23,69 9,65
1,79 10,22 11,96
Sumber : Data Primer, diolah, 2008
Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Metode OLS Untuk melihat pengaruh variabel bebas yaitu modal kerja, jumlah tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut terhadap variabel terikat yaitu pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan bantuan program Eviews 4.1, berdasarkan perhitungan fungsi Cobb-Douglas diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Hasil Estimasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan di Kabupaten Langkat LOG(INC) = 10,029 + 0,293 LOG(MODAL) + 0,258 LOG(LAB) + 0,158 LOG(EXPE) Std. Error (0,1139) (0,1294) (0,1746) t-stat (2,575)** (1,997)** (0,904)
Std. Error t-stat R2 R2 F-stat
+ 0,004 LOG(DST) (0,0066) (0,648) = 0,616233 = 0,579022 = 3,123600
Keterangan : ** signifikan pada α =5% Sumber : Data diolah (Lampiran 5) Berdasarkan nilai R-squared (R2) sebesar 0,6162 yang diperoleh dari penelitian menyatakan bahwa variabel independen (variabel modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut) mampu menjelaskan variasi pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat sebesar 61,62%. Sedangkan sisanya sebesar 38,38% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi ini. Dari hasil estimasi bahwa nilai Fstatistik yang diperoleh, yaitu sebesar 3,1236 yang berarti lebih besar dari F0,05(5,94) = 2,30; ini berarti secara bersama-sama (serentak) yaitu modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut mempengaruhi pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Berdasarkan uji t-statistik (uji secara parsial), maka dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat adalah modal kerja dan tenaga kerja pada tingkat = 5 persen sedangkan
120
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
variabel bebas yaitu pengalaman dan jarak tempuh melaut tidak berpengaruh signifikan secara statistik terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. Hasil estimasi diatas menunjukan bahwa koefisien regresi modal kerja sebesar 0,293 bermakna bahwa apabila modal kerja bertambah 10 persen, maka pendapatan nelayan dapat meningkat sebesar 2,93 persen. Koefisien tenaga kerja menunjukkan koefisien regresi sebesar 0,258 bermakna bahwa apabila jumlah tenaga kerja bertambah 10 persen, maka pendapatan nelayan dapat meningkat 2,58 persen. Sebagaimana yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, bahwa pengujian secara parsial (individu) dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Selain itu juga dilihat berdasarkan nilai signifikinsi (sig.) pada hasil estimasi (lampiran 5). Dengan jumlah sampel (n) = 100, variabel bebas (k) = 4 maka derajat bebas untuk nilai t-statistik (n-k-1) atau sama dengan 95. Pada variabel modal kerja mernpunyai t-hitung sebesar 2,575 lebih besar dari t-tabel α = 0,05 sebesar 1,98 yang bermakna bahwa variabel modal kerja berpengaruh signifikan pada α = 0,05 terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. Sementara itu t-hitung variabel tenaga kerja sebesar 1,997 lebih besar dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05 sebesar 1,98 dengan demikian bahwa variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. Sementara itu t-hitung variabel pengalaman sebesar 0,904 lebih kecil dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05 sebesar 1,98 dengan demikian bahwa variabel pengalaman tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. Sementara itu t-hitung variabel jarak tempuh melaut sebesar 0,648 lebih kecil dibandingkan nilai t-tabel pada α = 0,05
sebesar 1,98 dengan demikian bahwa variabel jarak tempuh melaut tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. Hasil estimasi diatas menunjukan bahwa koefisien modal kerja menunjukkan elastisitas dari modal kerja terhadap pendapatan nelayan, dengan elastisitas sebesar 0,293 bermakna bahwa modal kerja terhadap pendapatan nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti respon pendapatan nelayan terhadap modal kerja sangat kecil. Sementara itu koefisien jumlah tenaga kerja yang menunjukkan elastisitas jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan nelayan dengan elastisitas sebesar 0,258 bermakna bahwa jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti respon pendapatan nelayan terhadap jumlah tenaga kerja sangat kecil. Sedangkan untuk koefisien pengalaman yang menunjukkan elastisitas pengalaman terhadap pendapatan nelayan dengan elastisitas sebesar 0,158 bermakna bahwa pengalaman terhadap pendapatan nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti respon pendapatan nelayan terhadap pengalaman sangat kecil. Sedangkan untuk koefisien jarak tempuh melaut yang menunjukkan elastisitas jarak tempuh melaut terhadap pendapatan nelayan dengan elastisitas sebesar 0,004 bermakna bahwa jarak tempuh melaut terhadap pendapatan nelayan adalah tidak elastis (inelastic). Hal ini berarti respon pendapatan nelayan terhadap jarak tempuh melaut sangat kecil. Uji Asumsi Klasik Mempertimbangkan bahwa dalam model regresi yang ingin dicapai adalah Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) dan ada kalanya sering dijumpai dalam model regresi (terutama regresi linear berganda) berbagai masalah terutama pelanggaran terhadap asumsi klasik, maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian
121
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
asumsi klasik berupa multikolinieritas, heteroskedastisitas, normalitas dan linieritas. Uji Multikolinieritas Interpretasi dari model regresi berganda secara implisit bergantung pada asumsi bahwa antar variabel bebas yang digunakan dalam model tersebut tidak saling berkolerasi. Koefisien-koefisien regresi biasanya diinterpretasikan sebagai ukuran perubahan variabel terikat jika salah satu variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan seluruh variabel bebas lainnya dianggap tetap. Namun interpretasi ini menjadi salah apabila terdapat hubungan linear antar variabel bebas. Berikut ini hasil uji multikolinieritas pada Tabel 21 adalah sebagai berikut: Tabel 21. Hasil Estimasi Uji Multikolinieritas Variabel
Berdasarkan hasil estimasi uji white heterokedastisticity test pada tabel 22, diperoleh besarnya nilai Obs*R-squared sebesar 11,399 dan bila dibandingkan dengan nilai 2 Tabel sebesar 118,743 pada tingkat signifikansi = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai Obs*R-squared lebih kecil dan nilai 2 Tabel (Obs*Rsquared = 10,703 < 2 Tabel = 118,743). Dengan demikian, hasil uji dengan menggunakan white heterokedastisticity test tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas dalam model yang digunakan. Tabel 22. Hasil Estimasi Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.781175 11.39968
Probability Probability
0.686336 0.654392
Sumber : Data diolah (lampiran 10) R2
LOG (MODAL) 0,217 LOG (LAB) 0,233 LOG(EXPE) 0,059 LOG(DST) 0,337 Sumber : Data diolah (Lampiran 6 s/d 9) Berdasarkan pada Tabel 4.25 diatas dapat terlihat bahwa nilai R2 {LOG(INC) C LOG(MODAL) LOG(LAB) LOG(EXPE) LOG(DST), yaitu 0,616 lebih besar dari pada nilai R2 antar variabel bebas dalam regresi parsial yaitu : 0,217; 0,233; 0,059 dan 0,337 berdasarkan ketentuan rule of thumb dan metode ini dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut tidak ditemukan adanya multikolinierity. Uji Heteroskedastisitas Dalam regresi berganda, salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model tersebut bersifat BLUE adalah var (ui) σ2 (konstan), semua sesatan mempunyai variansi yang sama. Padahal ada kasus-kasus tertentu dimana variansi u1 tidak konstan, melainkan suatu variabel berubah-ubah.
Uji Normalitas Uji Normalitas ini dilakukan untuk mengetahui normal apa tidaknya faktor pengganggu yang dapat diketahui melalui uji JB-test. Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan Chi-Square Probability Distribution. Hasil estimasi yang dilakukan dengan uji JB test dapat dilihat pada Lampiran 11 Berdasarkan hasil estimasi uji JB test pada Lampiran 11, diperoleh besarnya nilai Jarque-Bera normality test statistics sebesar 4,975 dan bila dibandingkan 2 dengan nilai Tabel sebesar 118,743 pada tingkat = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai JB test lebih kecil dan nilai 2 Tabel (JB test hitung = 4,975 < 2 Tabel 118,743). Hal ini berarti model empiris yang digunakan dalam model tersebut mempunyai residual atau faktor pengganggu yang berdistribusi normal yang tidak dapat ditolak. Uji Linieritas Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak. Apakah fungsi
122
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
yang digunakan dalam studi empiris berbentuk linier atau tidak. Uji linieritas dalam penelitian ini menggunakan uji Ramsey (Ramsey RESET Test). Berdasarkan hasil estimasi Ramsey RESET test pada lampiran 12, diperoleh hasil nilai Fhit sebesar 0,067 dan bila dibandingkan dengan nilai Ftabel sebesar 2,47 pada tingkat = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa nilai Fhit lebih kecil dan nilai Ftabel. Oleh karena itu, berdasarkan hasil uji Ramsey dapat disimpulkan bahwa model yang benar spesifikasinya dalam bentuk linier atau persamaan dalam bentuk linier. Dengan melakukan berbagai uji asumsi klasik dan hasilnya ternyata bebas dari pelanggaran asumsi klasik maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan dalam menaksir pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat sudah baik “BLUE”. Kesimpulan 1. Modal kerja, jumlah tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat. 2. Modal kerja mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan nelayan, ceteris paribus. Dengan kata lain, apabila modal kerja naik akan meningkatkan pendapatan nelayan. Begitu juga halnya dengan tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan nelayan. 3. Nilai elastisitas dari variabel modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut mempunyai nilai elastisitas kurang dari 1 (inelastic) terhadap pendapatan nelayan di Kabupaten Langkat, sehingga respon pendapatan nelayan terhadap modal kerja, tenaga kerja, pengalaman dan jarak tempuh melaut sangat kecil.
Saran-Saran 1. Untuk mendorong peningkatan pendapatan nelayan sudah seharusnya pemerintah Kabupaten Langkat terutama Dinas Perikanan dengan bekerja sama dengan dinas terkait lainnya mencari solusi dari permasalahan modal kerja dengan membuka akses untuk mendapatkan modal kerja guna kesejahteraan nelayan dengan cara bekerjasama dengan koperasi atau lembaga keuangan bank dan non bank. 2. Untuk mendorong kemampuan dari nelayan maka Pemerintah Kabupaten Langkat terutama Dinas Perikanan dapat memberikan pembinaan dan pengembangan kemampuan nelayan dalam kemampuan menangkap ikan dan juga meningkatkan teknologi dalam menangkap ikan dengan teknologi yang tepat guna. 3. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan, perlu diberikan penyuluhan tentang bagaimana kelayakan dalam menangkap ikan. Meskipun masyarakat nelayan telah banyak memiliki pengalaman (umunya pola tradisional), namun penyuluhan ini perlu dilakukan terutama berorientasi kepada penggunaan dan pemanfaatan teknologi. 4. Penggunaan tenaga kerja oleh masingmasing kelompok nelayan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan sehingga akan mengurangi biaya ke laut (lebih efisien), karena tambahan tenaga kerja tersebut tidak profesional. 5. Peralatan yang digunakan oleh para nelayan pada umumnya masih minim dan tradisonal sehingga hasil tangkapnnya acapkali tidak dapat menutupi biaya yang digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Untuk itu diperlukan sentuhan dan bantuan dari para pemilik modal agar dapat mendukung kelengkapan peralatan penangkapan ikan yang diperlukan para nelayan.
123
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
Kotamadya Banda Aceh, Tesis S2 PPS USU, Medan.
DAFTAR PUSTAKA
__________, 2001, Dimensi Ekonomi Kehidupan Sosial Masyarakat Nelayan, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), IX(1). Badaruddin, 2001, Kelembagaan Sosial Ekonomi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Nelayan Kecamatan Percut Sei Tuan, Lembaga Penelitia, Medan. Budiharsono, 2001, Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Badan
Sasmita, 2006, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Nelayan Di Kabupaten Asahan, Tesis S2. PPS USU, Medan. Sastrawidjaya, dkk, 2002, Nelayan Nusantara, Pusat Riset Pengolahan Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Sobri, 1999. Ekonomi Makro. BPFEUGM, Yogyakarta. Sukirno, S., 2006. Makroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Pusat Statitistik (BPS), 2007, Kabupaten Langkat Dalam Angka, BPS, Langkat.
Dahuri, Rokhmin, 2004, Membangun Kelautan dan Perikanan, Bening, Jakarta. Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta. Joesran
dan Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat, Jakarta.
Rahardja, Manurung, 2006, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Said Ali, Harahap, 2003, Analisis Masalah Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan di Medan Belawan, Sumut, Tesis S2 PPS USU, Medan. Salim, Agus, 1999, Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhinya di Kecamatan Syiah Kuala
124
Zulfikar, 2002, Analisis Sistem bagi Hasil Terhadap Pendapatan Buruh Nelayan di Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Skripsi S1, EP USU, Medan.
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.1 No. 4 Desember 2015
DAFTAR PUSTAKA
__________, 2001, Dimensi Ekonomi Kehidupan Sosial Masyarakat Nelayan, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), IX(1). Badaruddin, 2001, Kelembagaan Sosial Ekonomi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Nelayan Kecamatan Percut Sei Tuan, Lembaga Penelitia, Medan. Budiharsono, 2001, Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Badan Pusat Statitistik (BPS), 2007, Kabupaten Langkat Dalam Angka, BPS, Langkat. Dahuri, Rokhmin, 2004, Membangun Kelautan dan Perikanan, Bening, Jakarta. Gujarati, Damodar, 2003, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta. Joesran dan Fathorrozi, 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat, Jakarta. Rahardja, Manurung, 2006, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Ketiga, LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Said Ali, Harahap, 2003, Analisis Masalah Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Nelayan di Medan Belawan, Sumut, Tesis S2 PPS USU, Medan. Salim, Agus, 1999, Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya di Kecamatan Syiah Kuala Kotamadya Banda Aceh, Tesis S2 PPS USU, Medan. Sasmita, 2006, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Nelayan Di Kabupaten Asahan, Tesis S2. PPS USU, Medan. Sastrawidjaya, dkk, 2002, Nelayan Nusantara, Pusat Riset Pengolahan Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Sobri, 1999. Ekonomi Makro. BPFE-UGM, Yogyakarta. Sukirno, S., 2006. Makroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Zulfikar, 2002, Analisis Sistem bagi Hasil Terhadap Pendapatan Buruh Nelayan di Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Skripsi S1, EP USU, Medan.
125