Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi di Sulawesi Selatan 1
Eka Triana Yuniarsih, 2Abd. Gaffar Tahir dan 3M. Isya Anshari 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. P. Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang Makassar 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat 3 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalsel E-mail :
[email protected] Abstrak
Konsumsi rata-rata daging sapi masyarakat Indonesia saat ini sudah mencapai 2,56 kg/kapita/tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi konsumsi daging sapi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan data sekunder. Hasil Secara serempak bahwa variabel harga daging, pendapatan perkapita tidak berpengaruh terhadap konsumsi daging sapi di Sulawesi Selatan, sedangkan variabel produksi daging dan harga ikan berpengaruh terhadap konsumsi daging. Perkembangan konsumsi daging terus meningkat setiap tahunnya, oleh karena itu pemerintah terus berusaha meningkatkan produksi sapi potong dengan adanya tujuan swasembada. Kata Kunci : Daging, Faktor, Konsumsi Pendahuluan Konsumsi rata-rata daging sapi masyarakat Indonesia saat ini sudah mencapai 2,56 kg/kapita/tahun. Namun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan pendidikan yang semakin baik, maka meningkat pula permintaan daging sapi di Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduknya pada tahun 2014 yang mencapai sekitar 251 juta jiwa, total permintaan daging sapi domestik berarti mencapai 593.516,62 ton. (BPS dan Ditjen PKH, 2014). Pendataan Sapi Potong Perah dan Kerbau (PSPK) 2011 menunjukkan angka populasi Sulsel sebesar 983.985 ekor (Kementerian Pertanian, 2011) sehingga target pencapaian populasi sapi sejuta ekor di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 2013 dapat tercapai. Pemerintah Sulsel berencana untuk mencapai target populasi 2 juta ekor pada tahun 2016. Data menunjukkan peningkatan populasi sapi potong di Sulsel antara tahun 2009 – 2010 sebesar 10,26 %, dengan kepadatan ternak 17,26 ekor/km2 dan populasi sapi induk sebesar 45,4 % (BPS Sul Sel 2011). Jumlah populasi pedet jantan dan betina sebesar 25,4% dan tingkat kelahiran sebesar 56,07 %. Berdasarkan data tersebut maka Sulawesi Selatan memiliki potensi untuk mencapai peningkatan populasi sebagaimana yang diharapkan. Sebagai pertimbangan dalam perencanaan impelementasi program, maka pengembangan sapi potong harus memperhatikan aspek kapasitas wilayah dalam mendukung pengembangan ternak sapi potong (Syamsu, 2011). Berdasarkan hal tersebut maka penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging sapi di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika penawaran dan permintaan daging sapi di SulSel, serta menganalisis peramalan permintaan dan penawaran daging sapi di SulSel.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1301
Metodologi Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif analitis dan metode kuantitatif untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging sapi. Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Sulawesi selatan, ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Sulsel adalah salah satu wilayah pengembangan Sapi di Indonesia Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2016. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data time series tahun 2009 sampai dengan 2015 yang diperoleh dari BPS Provinsi Sulsel, Badan ketahanan Pangan Provinsi SulSel dan Dinas Pertanian Provinsi SulSel. Data yang digunakan berupa : 1. Harga daging domestik (000 Rp/ton) 2.
Harga ikan rata-rata (000 Rp/ton)
3. 4.
Pendapatan perkapita (000 Rp/bulan) Jumlah penduduk SulSel (000 jiwa)
5. 6.
Produksi daging sapi domestik (ton) Jumlah populasi sapi (ekor)
Rumus matematis dari faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi daging sapi di Sulawesi Selatan : Y = a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b6X6
Dimana : a`
= Konstanta
b1, b2, b3, b4, b5, b6 Y
= Koefisien regresi = Jumlah Konsumsi daging sapi
X1 X2
= Populasi sapi = Jumlah penduduk
X3
= Produksi daging
X4 X5
= Harga daging = Pendapatan per kapita
X6
= Harga ikan
Hipotesa hubungan antar variabel diperoleh bahwa : a. X1>0 = positif, populasi sapi tidak mempengaruhi konsumsi daging b. X2<0 = negatif, jumlah penduduk mempengaruhi jumlah konsumsi daging sapi b.X3<0 = negatif, peningkatan produksi mempengaruhi konsumsi daging c. X4<0 = negatif, harga daging menurun maka konsumsi daging meningkat d. X5>0 = Positif, pendapatan per kapita meningkatn maka konsumsi daging meningkat e. X6<0 = negatif, Harga ikan menurun maka konsumsi daging berkurang
1302
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Hasil dan Pembahasan Produksi Daging Sapi
Gambar 1. Sebaran Geografis Produksi Daging Sapi di Indonesia, 2012 Sebaran grografis produksi daging sapi di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 1. Jawa merupakan sentra produksi daging sapi (61%) karena wilayah ini merupakan pusat konsumen daging sapi. Urutan kedua adalah wilayah Sumatera (20%), sementara Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara mempunyai pangsa produksi yang sama yaitu 6%. Wilayah timur Indonesia hanya menghasilkan 1% dari produksi daging sapi nasional. Sebaran wilayah produksi tersebut juga mencerminkan sebaran wilayah konsumsi daging sapi.
Tabel 1. Produksi Daging Sapi Nasional, 2008-2012 Tahun
Ex Sapi Lokal
Ex Sapi Impor
Total (ton)
Ton
%
Ton
%
2008 2009
222.656 213.477
56,73 52,16
169.844 195.823
43,27 47,84
392.500 409.300
2010 2011
349.967 410.698
80,18 84,62
86.485 74.635
19,82 15,38
426.452 485.333
2012 Laju (%/th)
425.495 19,50
84,18
79.982 -24,71
15,82
505.477 6,76
Sumber : Data Sekunder Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Perkembangan produksi daging sapi nasional selama 2008-2012 diperlihatkan pada
Tabel
1. Produksi daging nasional meningkat terus selama kurun waktu tersebut dengan rata-rata 6,76%/tahun (dari 392.500 tonpada tahun 2008 menjadi 505.477 ton pada tahun 2012). Perkembangan produksi nasional tersebut dipengaruhi oleh perkembangan produksi daging sapi ex sapi lokal dan ex sapi impor. Selama 2008-2012 produksi daging sapilokal cenderung naik sangat cepat dengan rata-rata 19,50%/tahun. Pada tahun 2009 produksi daging ex sapi lokal sempat turun menjadi 213.477 tonatau turun 4,12% dibanding tahun 2008. Penurunan produksi ini disebabkan oleh peningkatan produksi daging ex sapi impor sebesar 15,30%, yaitu dari169.844 ton pada tahun 2008 menjadi 195.823 ton pada tahun 2009.Peningkatan produksi daging ex sapi impor tahun 2009 ini disebabkan olehimpor sapi bakalan dari Australia dalam jumlah besar (RPJM, 2013)
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1303
Kebutuhan daging sapi di Sulawesi Selatan 10.000 ton pertahun sehingga daerah ini mampu mensuplai daging sapi ke daerah lain. Daging sapi paling banyak diproduksi di Kabupaten Bone karena daerah ini mengalami surplus. Setiap tahunnya sekitar 24 ribu ekor dipasok dari sentra sapi potong ini ke wilayah lain untuk bibit dan potong seperti ke Sulawesi, Kalimantan, dan Indonesia Timur (Papua, Ambon, Ternate), dan Kalimantan. (Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, 2015) Konsumsi Daging
Perkembangan konsumsi total daging sapi di dalam negeri selama 2008-2012 diperlihatkan pada Tabel. Yang dimaksudkan dengan “konsumsi total” terdiri dari : (1) Konsumsi langsung oleh rumah tangga; (2) Penggunaan untuk industri pengolahan makanan; dan (3) Tercecer. Konsumsi total daging sapi selama kurun waktu tersebut terus meningkat cukup cepat dengan rata-rata 8,11%/tahun. Pada tahun 2012, konsumsi Total daging sapi mencapai sekitar 544,9 ribu ton, jauh lebih besar daripada konsumsi total pada tahun 2008 yang hanya sekitar 395,2 ribu ton. Produksi daging sapi ex sapi lokal belum dapat memenuhi konsumsi, dengan kekurangan sekitar 119,4 ribu ton (28%) pada tahun 2012. Kekurangan ini lebih besar dibanding tahun 2011 dan 2010 tetapi lebih kecil dibanding tahun 2008 dan 2009, terutama pada tahun 2009 dimana defisit mencapai 93,50%. Tabel 2. Konsumsi dan Defisit Daging Sapi, 2008-2012 Tahun
Konsumsi (ton)a)
Produksi (ton)b)
2008
395.244
2009 2010
Defisit Ton
%
222.656
172.588
77,51
413.087 440.774
213.477 349.967
199.610 90.807
93,50 25,95
2011 2012
488.931 544.896
410.698 425.495
78.233 119.410
19,05 28,06
Laju (%/th)
8,11
19,50
-
-
Keterangan: a) Terdiri dari konsumsi rumah tangga, penggunaan untuk industri pengolahan dan tercecer (diolah dari NBM, BKP) b) Produksi daging sapi ex lokal
1304
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tingkat kebutuhan daging sapi sejalan dengan peningkatan penduduk, indeks biaya hidup, PDB per kapita dan daya beli masyarakat (Purba, 2012). Peningkatan permintaan daging sapi untuk konsumsi rata-rata secara nasional belum diimbangi dengan penawaran daging sapi dari dalam negeri, sehingga terjadi kesenjangan antara permintaan dan penawaran dalam negeri. Kebutuhan daging tersebut dipenuhi dari pasokan impor dari Australia dan Selandia Baru sebesar 239.000 ton setara dengan 1.1 juta ekor sapi, dan pasokan sapi lokal sebanyak 400.000 ton, atau 2,15 juta ekor sapi (Anonim, 2015) Tabel 3. Tren Proyeksi Pertumbuhan Penduduk dan Konsumsi Daging Nasional 2014-2020 Tahun
Jumlah Penduduk
Konsumsi Daging Sapi
Konsumsi Daging
(Orang)
(kg/kapita/tahun)
Sapi Nasional (ton)
2014 2015
251.490.091 255.076.592
2,36 2,56
593.516,62 639.857,57
2016 2017
258.714.240 262.403.765
2,72 2,88
684.884,27 729.910,96
2018
266.145.906
3,04
774.937,66
2019 2020
269.941.414 273.791.049
3,20 3,36
819.964,36 864.991,05
Sumber : Road Map Pengembangan Industri Sapi Potong di Indonesia, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, 2013 Mengacu pada hasil survey BPS tahun 2014 dengan asumsi laju pertumbuhan 1,43% per tahun maka jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan meningkat dari tahun 2014 sebanyak 251.490.091 orang, menjadi 273.791.049 orang pada tahun 2020. Sementara itu, konsumsi daging per kapita per tahun diperkirakan akan meningkat dari 2,36 kg/kapita/tahun pada tahun 2014 menjadi 3,36 kg/kapita/tahun pada tahun 2020. Dengan demikian maka total kebutuhan daging secara nasional yang pada tahun 2014 diperkirakan sebesar 593.516,62 ton/tahun akan meningkat menjadi 864.991,05 ton/tahun pada tahun 2020. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Daging Sapi Tingkat konsumsi daging sapi tahun 2009 sampai dengan tahun 2015 mengalami kenaikan yang fluktuatif dengan peningkatan produksi yang fluktuatif juga. Menurut Mudanijah (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan masyarakat Indonesia adalah faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosial budaya dan religi. Dari hasil penelitian telah ditetapkan beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengkonsumsi daging sapi khususnya di Sulawesi selatan yaitu Populasi sapi (X1), Jumlah penduduk (X2), Produksi daging (X3), Harga daging (X4), Pendapatan per kapita (X5), dan Harga ikan (X6). Dari variabel bebas tersebut akan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap jumlah konsumsi daging sapi (Y) sebagai variabel indenpenden (variabel terikat). Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai koefisien linier berganda a=6,105, X3=8,740 , X4= -2,740, X5= -5,336, X6=1,607 Y = 6,105 + 8,740 X3 – 2,740X4 – 5,336X5 + 1,607X6
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1305
Diketahui nilai R Square diperoleh 0,533. Koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa 53,3 persen konsumsi daging sapi dapat dijelaskan oleh variabel produksi daging, harga daging, pendapatan perkapita, dan harga ikan atau dengan kata lain sebesar 53,3 persen keempat variabel tersebut mempengaruhi konsumsi daging sapi. Sedangkan sisanya 46,7 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi daging sapi akan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah konsumsi daging sapi. Nilai F hitung pada model adalah sebesar 0,571 dengan taraf signifikansi sebesar 0,716. Nilai signifikansi di atas 0,05 menunjukkan bahwa variabel bebasr secara serempak mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap konsumsi daging sapi pada signifikansi 5%. Pengujian Hipotesis Berdasarkan analisis data, maka tampak bahwa nilai X1 dan X2 hilang, karena merupakan variabel dependen. Sehingga analisis hipotesa adalah sebagai berikut : Berdasarkan nilai t hitung untuk variabel ukuran produksi daging sebesar 0,101 dan nilai diatas t tabel adalah 6,314. Sehingga diinterpretasikan bahwa variabel produksi daging mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi daging. Ini menyatakan bahwa penambahan produksi daging sebesar satu kilo gram, akan menyebabkan penambahan konsumsi daging sapi sebanyak 0,101 kiligram. Ha ini sesuai dengan pernyataan Ariani dan Ashari (2003) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keragaman konsumsi pangan adalah ketersediaan pangan. Selain itu Sayekti berpendapat (2004), keragaman konsumsi pangan di tingkat rumah tangga erat hubungannya dengan potensi sumberdaya alam setempat. Berdasarkan analisis diatas, bahwa nilai t hitung -0,059, nilai t tabel adalah 6,314, sehingga diinterpretasikan bahwa harga daging tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi daging. Ini menunjukkan bahwa peningkatan harga daging sapi sebesar 1000 rupiah akan menyebabkan menurunnya konsumsi daging 6,314 gram. Masyarakat akan memilih makanan yang lebih murah untuk dikonsumsi karena erat kaitannya dengan pendapatan masyarakat. Hasil ini mendukung pendapat seperti Sayekti (2004), keragaman konsumsi pangan di tingkat rumah tangga erat hubungannya dengan aspek ekonomi. Berdasarkan analisis diatas, bahwa nilai t hitung -0,195, nilai t tabel adalah 6,314, sehingga diinterpretasikan bahwa pendapatan per kapita tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi daging. Ini menunjukkan bahwa penambahan pendapatan per kapita 1000 rupiah akan menyebabkan penurunan konsumsi daging sebesar 195gram. Kondisi ini disebabkan pendapatan per kapita keluarga berpengaruh terhadap daya beli. Keluarga yang tingkat pendapatan per kapitanya rendah, jumlah daging sapi yang dikonsumsi terbatas dan kepuasan yang diterima keluargapun rendah sehingga jarang mengonsumsi daging sapi. Keluarga yang tingkat pendapatan per kapitanya tinggi, jumlah daging sapi yang dikonsumsi banyak dan kepuasan yang diterima keluargapun tinggi sehingga sering mengonsumsi daging sapi. Peningkatan pendapatan per kapita keluarga memberikan lebih banyak kebebasan dan peluang kepada keluarga untuk memilih daging dengan komposisi gizi yang lebih baik dan seimbang (Firmansyah dan Farhan, 2014). Berdasarkan analisis diatas, bahwa nilai t hitung 0,280, nilai t tabel adalah 6,314, sehingga diinterpretasikan bahwa harga ikan berpengaruh signifikan terhadap konsumsi daging. Ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga ikan 1000 rupiah makan akan meningkatkan konsumsi daging. Hal ini disebabkan harga ikan pada musim-musim tertentu cukup mahal harganya apalagi
1306
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
jika bertepatan dengan acara acara pesta, masyarakat akan menghidangkan aneka masakan daging dibandingkan ikan.
Kesimpulan 1. Secara serempak bahwa variabel harga daging, pendapatan perkapita tidak berpengaruh terhadap konsumsi daging sapi di Sulawesi Selatan, sedangkan variabel produksi daging dan harga ikan berpengaruh terhadap konsumsi daging. 2. Perkembangan konsumsi daging terus meningkat setiap tahunnya, oleh karena itu pemerintah terus berusaha meningkatkan produksi sapi potong dengan adanya tujuan swasembada. Daftar Pustaka Ariani, W dan Ashari. 2003. Arah, Kendala dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia. Forum Agro Ekonomi. Vol. 21 No. 2 (Desember) : 99-112. Anonim, 2015. BPS Memproyeksikan Permintaan Daging http://www.sapibagus.com. Diakses tanggal 22 Juli 2016.
Sapi
2015
Naik
8%.
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2011. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari http://www.bps.go.id/, 22 Juli 2011 pada jam 20.20 WIB. Firmansyah dan Muhammad Farhan. 2014. Analisis Pola Konsumsi Daging Sapi Pada Masyarakat Pesisir di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan Vo. XVII No. 2 November 2014. Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik , 2011. Rilis Akhir Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011. Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, Jakarta. Mudanijah, S. 2004. Pola Konsumsi Pangan. Dalam Baliwati, Y.F., Khomsan, A., dan Dwiriani, C. M (Editor). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Purba M, Ketaren PP. 2012. Konsumsi dan konversi pakan itik lokal jantan umur delapan minggu dengan penambahan santoquin dan vitamin E dalam pakan. JITV. 16:280-287. Sayekti, A.A.S. 2004. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Beberapa Bahan Pangan Penting dalam Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga di Indonesia. Disertasi. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Syamsu, J. A. 2011. Reposisi Paradigma Pengembangan Peternakan. (Pemikiran, gagasan dan Pencerahan Publik), Absolute Media. Jogyakarta. BPS. 2014. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Seri Analisis Pembangunan Wilayah. Provinsi Sulawesi Selatan 2015. Road Map Pengembangan Industri Sapi Potong di Indonesia,Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, 2013
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1307