ANALISIS DAYA SAING DAN PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA DI PASAR ASEAN
ANINDITA SITA DEWI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Daya Saing dan Permintaan Pariwisata Indonesia di Pasar ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skipsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013
Anindita Sita Dewi NIM H14090010
iii
ABSTRAK ANINDITA SITA DEWI. Analisis Daya Saing dan Permintaan Pariwisata Indonesia di Pasar ASEAN. Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI. Sektor pariwisata merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun pencipta lapangan kerja. Perkembangan perdagangan jasa pariwisata Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan yang berfluktuasi, dengan nilai lebih rendah dari beberapa negara ASEAN lainnya. Padahal, ASEAN merupakan pangsa pasar utama pariwisata Indonesia. Penelitian ini menganalisis daya saing pariwisata Indonesia di pasar ASEAN dengan analisis RCA, serta faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pariwisata Indonesia dari negara-negara ASEAN untuk periode 2000 sampai 2011 dengan metode panel data statis. Hasil analisis menunjukkan keunggulan komparatif ekspor jasa pariwisata Indonesia terus mengalami penurunan dan berada di urutan keenam dari sepuluh negara ASEAN. Adapun faktor yang berpengaruh signifikan terhadap permintaan pariwisata adalah jumlah permintaan tahun sebelumnya, pendapatan negara asal, harga relatif, serta jumlah akomodasi dan infrastruktur di negara tujuan. Kata Kunci: permintaan pariwisata, panel data, daya saing
ABSTRACT ANINDITA SITA DEWI. Indonesian Tourism Competitivenes and Demand in ASEAN Market. Supervised by TANTI NOVIANTI. Tourism sector holds an important role in Indonesian economy, both as an external income source and as vocations for local labor. The development of Indonesian tourism service trade has a fluctuating growth which is lower than some other ASEAN countries, whereas ASEAN is the biggest market segment for Indonesian tourism. This paper studies the tourism competitivenes index from each ASEAN countries using RCA analysis, and analyze factors influencing international tourism demand in Indonesia from ASEAN countries for the period 2000 until 2011 using a static panel data method. The result shows that Indonesian comparative advantage on tourism has a decreasing scale and rank sixth from ten countries. While tourism demand is significantly influenced by the number of tourism demand from the previous year, income of the origin country, relative price, accommodation in the destination country, and infrastructure in the destination country. Keywords: international tourism demand, panel data, comparative advantage
iv
ANALISIS DAYA SAING DAN PERMINTAAN PARIWISATA INDONESIA DI PASAR ASEAN
ANINDITA SITA DEWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
v Judul Skripsi : Analisis Daya Saing dan Permintaan Pariwisata Indonesia di Pasar ASEAN Nama : Anindita Sita Dewi NIM : H14090010
Disetujui oleh
Tanti Novianti, M.Si. Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa ta’ala atas segala berkah dan karunia yang diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah perdagangan jasa pariwisata, dengan judul Analisis Daya Saing dan Permintaan Pariwisata Indonesia di Pasar ASEAN. Terima kasih penulis ucapkan kepada Tanti Novianti, M.Si. selaku dosen pembimbing, Widyastutik, M.Si. dan Ranti Wiliasih, S.P, M.Si. selaku dosen penguji, serta seluruh dosen Departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah banyak memberi pengetahuan dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Djoko Sukrisno Riyanto, M.Sc., Ir. Asri Handayani Dewi, Ir. Bambang Irianto, Ir. Avianti Dwiantari, dan Ir. Tantri Wulandari M.M. yang telah banyak memberi saran, serta teman-teman IPB, khususnya Lintang Satrio, Aryanti Utami, Mayda Tyastika, dan Desi Irianty yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses penulisan skripsi. Tidak lupa terima kasih disampaikan kepada seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat, baik bagi penulis maupun pihakpihak lain.
Bogor, Mei 2013 Anindita Sita Dewi
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DATAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kerangka Pemikiran Hipotesis METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) Data Panel HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pariwisata Indonesia Analisis Keunggulan Komparatif Pariwisata Indonesia Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemintaan Pariwisata Indonesia SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii ix 1 1 7 8 9 9 9 14 16 16 16 16 17 17 24 23 29 31 37 37 38 38 41 52
viii
DAFTAR TABEL 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Nilai, pertumbuhan, dan urutan sumbangan devisa dari sektor pariwisata terhadap pendapatan negara Indonesia tahun 20042011 Kontibusi sektor pariwisata terhadap indikator-indikator makro ekonomi Indonesia Tahun 2006-2010 Jumlah dan urutan pangsa pasar pariwisata Indonesia dari negaranegara ASEAN dalam pasar dunia tahun 2006-2011 Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara intra-ASEAN berdasarkan negara tujuan tahun 2004-2009 Urutan daya saing pariwisata negara-negara ASEAN berdasarkan TTCI Rangkuman metode dan variabel dalam penelitian terdahulu Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia berdasarkan tujuan kedatangan tahun 2006-2010 Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara berdasarkan pintu masuk tahun 2007-2011 Profil wisatawan mancanegara di Indonesia tahun 2006-2010 Rata-rata pengeluaran dan lama kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia tahun 2006-2010 Presentase jenis pengeluaran wisatawan mancanegara di Indonesia tahun 2006-2010 Indeks RCA untuk ekspor jasa pariwisata negara-negara ASEAN 6 tahun 2000-2011 Hasil estimasi model data panel dengan pendekatan fixed effect Skor dan urutan indeks pariwisata Indonesia dalam 14 pilar TTCI 2011
1 2 5 6 6 12 25 26 27 28 28 30 32 34
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Grafik pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia Tahun 1990-2011 Persentase pangsa pasar pariwisata Indonesia berdasarkan wilayah negara asal tahun 2011 Grafik tingkat pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia tahun 2000-2011 Kerangka pemikiran Alur analisis data panel Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia berdasarkan bulan tahun 2008-2012
3 4 7 15 18 25
ix
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Statistik deskriptif variabel yang digunakan Hasil Uji Chow Hasil Uji Normalitas Korelasi antar variabel Hasil estimasi data panel Data variabel terikat dan variabel bebas Hasil RCA seluruh negara ASEAN
41 41 41 42 42 43 48
x
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Aktivitas perdagangan jasa pariwisata telah memberikan sumbangan besar bagi pendapatan negara, terutama melalui penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara (selanjutnya disebut wisman) dan melalui perluasan kesempatan kerja. Dalam dua dekade terakhir, pertumbuhan pariwisata di dunia maju dengan pesat. Berdasarkan studi oleh World Travel and Tourism Council, sektor pariwisata yang meliputi industri akomodasi, restoran, objek wisata, angkutan, dan jasa-jasa perjalanan wisata telah menjadi industri terbesar dunia dan pencipta lapangan kerja yang besar. Industri pariwisata di seluruh dunia diperkirakan menyumbang 3.8 triliun US$ kepada produk bruto dunia dengan 262 juta lapangan kerja pada tahun 1997. Dalam satu dekade, angka tersebut tumbuh menjadi 7.1 triliun US$ dengan 383 juta lapangan kerja. Pertumbuhan pariwisata meningkat hampir dua kali lipat lebih cepat dari produk bruto dunia (Pratomo 2009). Di Indonesia, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan tertinggi terhadap perolehan devisa negara. Aktivitas pariwisata merupakan salah satu bentuk ekspor perdagangan jasa, dimana sektor pariwisata merupakan satu-satunya sektor yang secara konstan memberikan kontribusi positif dalam neraca perdagangan jasa Indonesia (Lumaksono et al. 2012). Sektor pariwisata juga merupakan satu-satunya sektor jasa yang termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor dengan kontribusi terbesar terhadap penerimaan devisa negara. Komoditas ekspor unggulan lainnya adalah minyak dan gas bumi, minyak kelapa sawit, karet olahan, pakaian jadi, alat listrik, tekstil, kertas dan barang dari kertas, makanan olahan, dan bahan kimia (Kemenparekraf 2012). Dalam Tabel 1 disajikan nilai dan pertumbuhan devisa dari sektor pariwisata, serta urutannya dibandingkan sektor-sektor penghasil devisa tertinggi lainnya di Indonesia untuk tahun 2004 sampai 2010.
Tabel 1. Nilai, Pertumbuhan, dan Urutan Sumbangan Devisa dari Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Negara Indonesia Tahun 2004-2011 Tahun Nilai Devisa Pertumbuhan Urutan (juta US$) (%) 2004 4797.88 18.85 2 2005 4521.90 - 5.75 3 2006 4447.98 - 1.63 6 2007 5345.98 20.19 5 2008 7347.60 37.44 4 2009 6297.99 - 14.29 3 2010 7603.45 20.73 4 2011 8554.00 12.50 5 Sumber: Kemenparekraf (2012)
2 Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa sumbangan devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2004 sampai 2011 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004, sektor pariwisata merupakan penyumbang devisa tertinggi kedua setelah minyak dan gas bumi yang menyumbangkan 15587.50 juta US$. Namun, pada tahun 2005 dan 2006, nilai devisa mengalami penurunan. Menurut Prabowo (2009), penurunan tersebut disebabkan adanya ancaman bom Bali dan kenaikan harga BBM di Indonesia yang menurunkan jumlah kedatangan wisatawan. Pada tahun 2007 dan 2008, devisa dan urutan dari sektor pariwisata mengalami peningkatan. Pada tahun 2009, setelah terjadinya krisis global, nilai devisa menurun, tetapi urutannya meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pariwisata mampu bertahan walaupun dalam kondisi krisis ekonomi. Pada tahun 2010 dan 2011, terjadi penurunan dalam urutan penghasil devisa, tetapi mengalami peningkatan pada nilai sumbangan devisa. Selain sebagai penghasil devisa, sektor pariwisata juga berkontribusi pada beberapa indikator makro ekonomi di suatu negara. Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf 2012), sektor pariwisata berpengaruh terhadap lima indikator makro ekonomi, yaitu: produksi barang yang berkontribusi terhadap jumlah produksi nasional; nilai tambah sektoral yang berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB); upah dan gaji yang berkontribusi terhadap tingkat upah nasional; penciptaan pajak yang berkontribusi terhadap total pajak nasional; dan penciptaan kesempatan kerja yang berkontribusi terhadap jumlah lapangan kerja nasional. Sektor pariwisata mampu memberikan dampak berganda (multiplier effect) pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena pada setiap kunjungan wisatawan, konsumsi yang dilakukan tidak hanya tertuju pada satu industri saja, melainkan kepada seluruh industri barang dan jasa yang dinikmatinya selama berada di daerah tujuan (Andriansyah 2008). Tabel 2 menunjukkan kontribusi sektor pariwisata terhadap indikator-indikator makro ekonomi di Indonesia. Tabel 2. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Indikator-indikator Makro Ekonomi Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun Indikator Ekonomi 2006 2007 2008 2009 2010 Nilai (Triliun Rp) Persentase (%) Produksi Nasional 306.50 362.10 499.67 504.69 565.15 (4.62%) (4.62%) (5.06%) (4.79%) (4.73%) PDB 143.62 167.67 232.93 233.64 261.06 (4.30%) (4.29%) (4.70%) (4.16%) (4.06%) Total Upah 45.63 53.88 75.45 75.49 84.80 (4.44%) (4.43%) (4.97%) (4.70%) (4.63%) Pajak 5.40 6.31 8.41 8.36 9.35 (4.12%) (4.09%) (4.32%) (4.19%) (4.13%) Nilai (juta Orang) Persentase (%) Lapangan Kerja 4.44 5.22 7.02 6.98 7.44 (4.65%) (5.22%) (6.84%) (6.68%) (6.87%) Sumber: Neraca Satelit Pariwisata Nasional Indonesia, Kemenparekraf (2012)
3 Berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa kontribusi sektor pariwisata paling tinggi adalah dalam penciptaan lapangan kerja, dimana nilai dan persentasenya mengalami peningkatan antar tahun. Sedangkan, kontribusi terhadap indikator makro ekonomi lainnya relatif stagnan walaupun dengan nilai yang meningkat setiap tahun. Besarnya sumbangan sektor pariwisata terhadap devisa negara dan indikator-indikator makro ekonomi terutama dipengaruhi besarnya permintaan pada sektor pariwisata itu sendiri. Grafik pertumbuhan permintaan pariwisata Indonesia, yang digambarkan oleh jumlah kedatangan wisman, disajikan pada Gambar 1.
Jumlah Wisman
10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
0
Tahun Jumlah Wisman
Gambar 1.
Grafik Pertumbuhan Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara di Indonesia Tahun 1990-2011
Sumber: BPS (2012)
Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa permintaan pariwisata Indonesia memiliki tren positif. Sejak tahun 1990 sampai 1997, permintaan pariwisata Indonesia terus mengalami pertumbuhan positif. Pada pertengahan tahun 1997 sampai 1998, sempat terjadi penurunan permintaan akibat krisis moneter di Indonesia yang menganggu stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan di wilayah Indonesia. Penurunan permintaan juga terjadi pada tahun 2003, 2005, dan 2006 akibat adanya ancaman teror bom Bali. Hal tersebut menurunkan keinginan wisman untuk datang ke Indonesia. Namun, sejak tahun 2007 sampai 2011, permintaan pariwisata kembali mengalami pertumbuhan positif. Bahkan, pada tahun 2011, pertumbuhan pariwisata Indonesia menghasilkan devisa yang meningkat sebesar 11.8 persen, dimana kenaikan ini melebihi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di level 6.5 persen dan pertumbuhan pariwisata dunia yang hanya berkisar 4.5 persen (Kemenparekraf 2012). Sektor pariwisata, seperti halnya sektor perekonomian lainnya, memiliki peluang besar untuk semakin berkembang dengan adanya liberalisasi. Hal tersebut terjadi karena semakin mudahnya akses sarana transportasi antarnegara, semakin terbukanya penduduk melakukan perjalanan ke luar negeri, meningkatnya volume perdagangan internasional, dan masuk serta keluarnya investasi dari atau ke luar negeri. Maka, peranan sektor pariwisata akan semakin bertambah penting dalam era globalisasi (Lumaksono et al. 2012).
4 Dalam wilayah regional ASEAN, sektor pariwisata termasuk dalam dua belas sektor prioritas liberalisasi dalam rangka tercapainya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. MEA merupakan suatu bentuk integrasi ekonomi regional yang terutama bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranegara anggota dan memperkuat daya saing ekonomi kawasan menghadapi persaingan dari negara lainnya. Sektor pariwisata merupakan satu dari lima sektor jasa yang termasuk dalam prioritas liberalisasi, dimana liberalisasi jasa berarti dibukanya sektor dan subsektor jasa dengan menghilangkan hambatan akses pasar dan menerapkan perlakuan nasional (Winantyo et al. 2008). Menurut Pangestu (2012), dalam rangka liberalisasi pariwisata, pemerintah negara-negara ASEAN sepakat akan mempermudah konektivitas antar negara ASEAN, salah satunya adalah melalui program ASEAN Framework Agreement for Visa Exemption yang memungkinkan adanya pelonggaran persyaratan pembuatan visa bagi warga ASEAN. Program ini akan mendorong peningkatan konsumsi pariwisata antar negara ASEAN. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pariwisata Indonesia, karena pangsa pasar pariwisata Indonesia paling banyak berasal dari negara ASEAN. Pada tahun 2011, pangsa pasar pariwisata Indonesia dari negara-negara ASEAN mencapai 3284664 orang atau sebesar 43 persen. Pangsa pasar terbesar kedua adalah dari negara-negara di Asia Pasifik, tidak termasuk ASEAN, yang mencapai 2814616 orang atau 37 persen, didominasi oleh wisman dari Australia, Cina, Jepang, Korea, dan Taiwan. Pangsa pasar terbesar ketiga adalah negaranegara Eropa yang mencapai 1045865 orang atau 14 persen, terutama yang berasal dari Inggris, Belanda, Perancis, dan Jerman. Negara-negara Amerika baru mencapai 4 persen dari total pangsa pasar atau sebanyak 297061 orang, yang didominasi oleh wisman Amerika Serikat. Negara-negara di Timur Tengah hanya mencapai 2 persen dari total pangsa pasar atau sebanyak 17885 orang. Sedangkan, wisman dari negara-negara di Afrika masih jarang ditemui, persentasenya hanya berkisar 0.4 persen dengan jumlah 31640 orang (BPS 2012). Gambar 2 menyajikan diagram persentase pangsa pasar pariwisata Indonesia berdasarkan wilayah regional negara asal pada tahun 2011.
4% 14% 37%
Amerika
2% 0%
Eropa Timur Tengah Afrika ASEAN
43% Asia Pasifik
Gambar 2.
Persentase Pangsa Pasar Pariwisata Indonesia Berdasarkan Wilayah Negara Asal Tahun 2011
Sumber: BPS (2012)
5 Negara-negara ASEAN menjadi pangsa pasar utama pariwisata Indonesia terutama disebabkan adanya kedekatan historis dan geografis, kemudahan keluar dan masuk wilayah, kekuatan mata uang, serta biaya perjalanan yang rendah. (Pratomo 2009). Berkembangnya industri penerbangan Low-Cost Carrier (LCC) menjadi salah satu faktor yang mendorong peningkatan pariwisata antar negara dari segi penyediaan perjalanan berbiaya rendah. Industri penerbangan LCC menjalankan usaha yang berdasarkan sistem manajemen yang sederhana dan biaya operasi yang rendah dengan memfokuskan rute penerbangan jarak dekat. Berkembangnya LCC akan berdampak pada meningkatnya frekuensi penerbangan dan menurunnya biaya perjalanan, sehingga akan meningkatkan transportasi penduduk antar negara (Rey, B. et al. 2012). Singapura dan Malaysia telah bertahun-tahun menjadi pangsa pasar terbesar pariwisata Indonesia. Philipina, Thailand, Brunei Darussalam, dan Vietnam belum menjadi pangsa pasar utama, tetapi termasuk pangsa pasar potensial. Sedangkan, Myanmar, Kamboja, dan Laos masing-masing masih sangat kecil pangsa pasarnya. Pada Tabel 3 disajikan jumlah serta urutan pangsa pasar pariwisata Indonesia dari negara-negara ASEAN dalam pasar dunia. Tabel 3. Jumlah dan Urutan Pangsa Pasar Pariwisata Indonesia dari NegaraNegara ASEAN dalam Pasar Dunia Tahun 2006-2011 Negara
Singapura Malaysia Philipina Thailand Brunei Darussalam Vietnam ASEAN Lainnya
2006
2007
1401804 (1) 769988 (2) 74982 (14) 42155 (19) 8965 (37) 9229 (36) 21222 (30)
1352412 (1) 891353 (2) 137317 (9) 68050 (18) 11209 (34) 9754 (36) 19981 (30)
Tahun 2008 2009 2010 Jumlah (orang) Urutan dalam pasar dunia 1397056 1272862 1373126 (1) (1) (1) 1117454 1179366 1277476 (2) (2) (2) 159003 162463 189486 (9) (10) (9) 76842 109547 123825 (17) (16) (16) 12134 15709 39063 (35) (35) (23) 12215 14456 28196 (34) (36) (28) 19903 18281 21113 (30) (32) (32)
2011
1505588 (1) 1302237 (2) 223779 (7) 141771 (16) 48193 (22) 36917 (25) 26179 (31)
Sumber: BPS (2012), (diolah)
Penerapan liberalisasi pariwisata antar negara ASEAN, selain akan meningkatkan potensi pangsa pasar, juga akan meningkatkan persaingan. Sama seperti Indonesia, negara-negara ASEAN lainnya juga menjadikan ASEAN sebagai pangsa pasar utama pariwisata di negaranya masing-masing. Pariwisata intra-ASEAN paling banyak dikuasai oleh Malaysia dengan nilai share 59.1 persen pada tahun 2009. Thailand dan Singapura masing-masing memegang share 12.9 persen dan 11.7 persen. Sedangkan, Indonesia hanya memegang share 5.1 persen (ASEAN Statistival Yearbook 2010). Pada Tabel 4 disajikan data jumlah kedatangan wisatawan mancanegara intra-ASEAN berdasarkan negara tujuan.
6 Tabel 4. Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara Intra-ASEAN Berdasarkan Negara Tujuan Tahun 2004-2009 Tahun Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah (ribu) Malaysia 12282 12985 13857 15620 16637 18386 Thailand 2937 3100 3556 3756 4125 4008 Singapura 3099 3341 3556 3725 2571 3651 Indonesia 2413 2038 2307 1523 2775 1582 Laos 639 794 892 1273 1286 1611 Vietnam 330 470 572 661 516 319 Philipina 149 179 203 236 254 256 Kamboja 183 220 328 410 552 693 Brunei Darussalam 78 76 69 85 98 78 Myanmar 62 52 57 53 463 524 Sumber: ASEAN Statistical Yearbook 2010
Pada Tabel 4 terlihat bahwa tujuan utama wisman dalam pasar intraASEAN adalah pariwisata Malaysia. Jumlah kedatangan wisman ke Indonesia lebih rendah daripada Malaysia, Thailand, dan Singapura. Hal ini mengindikasikan bahwa daya saing pariwisata Indonesia dalam pasar ASEAN belum maksimal. Dalam pasar dunia, daya saing pariwisata Indonesia juga masih tergolong rendah. Menurut World Economic Forum, berdasarkan The Travel & Tourism Competitive Index (TTCI) yang dikeluarkan sejak tahun 2007, daya saing pariwisata Indonesia berada di urutan ke-74 dari 139 negara pada tahun 2011. Urutan tersebut meningkat dari tahun 2009 yang berada di urutan ke-81 dan tahun 2008 di urutan ke-80. Berdasarkan penilaian terhadap variabel kerangka regulasi, infrastruktur dan lingkungan bisnis, serta sumber daya alam, budaya, dan manusia, posisi daya saing Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan Singapura di posisi ke-10, Malaysia di posisi ke-35, dan Thailand di posisi ke-39 Urutan daya saing pariwisata negara-negara ASEAN dalam pasar regional Asia Pasifik dan pasar dunia disajikan pada Tabel 5. Tabel 5.Urutan Daya Saing Pariwisata Negara-negara ASEAN Berdasarkan TTCI 2011 2009 Urutan Urutan Urutan Urutan Negara dalam pasar dalam pasar dalam pasar dalam pasar regional dunia regional dunia Singapura 1 10 2 10 Malaysia 7 35 7 32 Thailand 10 41 8 39 Brunei Darussalam 11 67 12 69 Indonesia 13 74 15 81 Vietnam 14 80 16 86 Philipina 18 94 17 89 Kamboja 21 109 21 108 Sumber: TTCI 2011 dan TTCI 2009
7 Mengingat pentingnya peranan sektor pariwisata terhadap perekonomian negara, kajian mengenai perdagangan jasa pariwisata menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Dalam rangka mengembangkan pariwisata, diperlukan program yang terarah dan tepat untuk meningkatkan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia. Analisis daya saing pariwisata Indonesia dapat menunjukkan potensi yang dimiliki oleh Indonesia untuk mengembangkan sektor pariwisata. Setelah mengetahui keunggulan yang dimiliki, diperlukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata internasional Indonesia untuk menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan permintaan tersebut.
Perumusan Masalah
Tingkat Pertumbuhan
Besarnya peranan sektor pariwisata dalam perekonomian menuntut pertumbuhan yang positif dari perdagangan pariwisata, khususnya pariwisata internasional yang mendatangkan devisa. Permintaan pariwisata Indonesia memiliki tren yang positif, tetapi dengan tingkat pertumbuhan yang berfluktuasi. Bahkan, pada periode 1998, 2003, 2004, 2005, dan 2006, sektor pariwisata memiliki pertumbuhan yang negatif. Setelah tahun 2000, pertumbuhan sektor pariwisata memiliki fluktuasi yang tinggi dan seringkali negatif, padahal pada periode tersebut telah berkembang jasa penerbangan LCC yang meningkatkan frekuensi dan akses transportasi antar negara. Pada Gambar 3 disajikan grafik tingkat pertumbuhan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia tahun 2000-2011.
30 20 10 0 -10
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
-20
Gambar 3.
Tahun
Tingkat Pertumbuhan (%)
Grafik Tingkat Pertumbuhan Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara di Indonesia Tahun 2000-2011
Sumber: BPS (2012), (diolah)
Berdasrkan Gambar 3, dapat terlihat grafik tingkat pertumbuhan pariwisata Indonesia yang berfluktuasi. Tingkat pertumbuhan yang berfluktuasi dapat mengindikasikan belum terdapat program atau kebijakan yang tepat dan sesuai untuk mengembangkan perdagangan sektor pariwisata. Untuk mengembangkan pariwisata, diperlukan informasi mengenai kondisi pariwisata yang mencakup variabel-variabel penting, seperti profil wisman, fasilitas yang banyak digunakan wisman, serta fasilitas yang ditawarkan di Indonesia. Hal lain yang cukup penting diteliti adalah pola konsumsi wisman selama perjalanan wisata serta jumlah uang yang dibelanjakan untuk keperluan akomodasi, makanan dan minuman, membeli
8 cinderamata, transportasi lokal, paket wisata lokal, hiburan, dan sebagainya (Retiyono 2006). Pariwisata Indonesia, seperti telah disinggung sebelumnya, menghadapi persaingan yang tinggi di pasar ASEAN. Saat ini, dalam pasar intra-ASEAN, permintaan pariwisata Indonesia belum menunjukkan performa yang maksimal. Tingkat daya saing kompetitif pariwisata Indonesia berdasarkan TTCI 2011 berada di posisi ke-74 dari 139 negara di dunia dengan skor 4.00, sedangkan Singapura berada di posisi ke-10 dengan skor 5.23, Malaysia berada di posisi ke35 dengan skor 4.59, Thailand berada di posisi ke-41 dengan skor 4.47, dan Brunei Darussalam berada di posisi ke-67 dengan skor 4.07. Daya saing kompetitif pariwisata Indonesia tergolong rendah, padahal Indonesia memiliki daya tarik pariwisata yang tinggi, seperti kekayaan wisata alam dan budaya. Namun, Indonesia masih memiliki peluang untuk memfokuskan ekspor pariwisata di pasar ASEAN jika Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Maka, perlu dilakukan analisis keunggulan komparatif pariwisata Indonesia yang dibandingkan dengan negara-negara lainnya di pasar ASEAN. Jumlah kedatangan wisman ke Indonesia memang memiliki pertumbuhan positif sejak tahun 2007, tetapi pertumbuhan tersebut belum mampu membuat sektor pariwisata Indonesia sebagai sektor yang unggul di pasar dunia maupun di pasar ASEAN. Pertumbuhan jumlah kedatangan wisman ke Indonesia tahun 2011 yang mencapai 8.5 persen masih berada di bawah pertumbuhan jumlah kedatangan wisman ke Thailand dengan pertumbuhan 19.8 persen, Vietnam dengan pertumbuhan 19.1 persen, Kamboja dengan pertumbuhan 14.9 persen, Singapura dengan pertumbuhan 13.2 persen, Brunei Darussalam dengan pertumbuhan 13.0 persen, dan Philipina dengan pertumbuhan 11.3 persen (ASEAN Statistical Leaflet 2012). Maka, diperlukan analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata Indonesia dari negara-negara ASEAN yang merupakan pangsa pasar utama dan potensial. Analisis yang dilakukan harus melibatkan faktor pendorong dari sisi permintaan wisman, faktor penarik dari sisi penawaran di negara tujuan, serta kondisi perekonomian secara umum yang memengaruhi aktivitas pariwisata. Dari penjabaran tersebut, perumusan masalah yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kondisi umum pariwisata Indonesia? 2. Bagaimana kondisi daya saing pariwisata Indonesia di pasar ASEAN? 3. Faktor-faktor apa yang memengaruhi permintaan pariwisata Indonesia dari negara-negara ASEAN?
Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan kondisi umum pariwisata Indonesia. 2. Menganalisis keunggulan komparatif pariwisata Indonesia di pasar ASEAN tahun 2000-2011. 3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata Indonesia dari negara-negara ASEAN tahun 2000-2011.
9 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai berikut: - Bagi pemerintah, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi informasi dan masukan untuk perumusan kebijakan maupun program dalam rangka mengembangkan perdagangan jasa pariwisata Indonesia. - Bagi pelaku industri pariwisata, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk meningkatkan kinerja industri pariwisata. - Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian dapat menambah wawasan serta informasi mengenai pariwisata Indonesia, dan dapat dijadikan sumber acuan untuk penelitian lebih lanjut. - Bagi penulis, diharapkan penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman sehingga mampu mengusulkan masukan maupun solusi untuk permasalahan perdagangan pariwisata yang dihadapi Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya membahas perdagangan jasa pariwisata internasional yang termasuk dalam moda 2, yaitu konsumsi luar negeri (consumption abroad), dimana terjadi penyediaan jasa di dalam suatu wilayah negara untuk melayani konsumen dari negara lainnya (Siregar 2008). Permintaan pariwisata dihitung berdasarkan jumlah wisman yang berkunjung ke Indonesia (inbound tourism). Ruang lingkup penelitian adalah perdagangan pariwisata Indonesia dengan negara-negara ASEAN yang diwakili oleh Singapura, Malaysia, Thailand, Philipina, dan Brunei Darussalam untuk periode 2000 sampai 2011. Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja tidak dimasukan dalam penelitian karena persentase kedatangan wisman dari masing-masing negara tersebut kecil dan tidak tersedia data yang lengkap. Periode 2000 sampai 2011 dipilih untuk menangkap efek dari munculnya jasa penerbangan LCC yang meningkatkan transportasi antar negara sejak tahun 2000, dan menghilangkan efek dari krisis moneter 1997 di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Menurut UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Sedangkan pariwisata internasional adalah kegiatan perjalan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu di luar negaranya sendiri untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. (Kemenparekraf, 2012).
10 Daya saing ekspor pariwisata suatu negara dapat diukur berdasarkan keunggulan kompetitif dan komparatifnya. Keunggulan kompetitif umumnya diukur dengan kualitas dari penawaran pariwisata, sedangkan keunggulan komparatif diukur dengan efisiensi ekonomi dalam menyediakan penawaran tersebut. Kim dan Lee (2010) menganalisis keunggulan komparatif sektor pariwisata di pasar regional dengan indikator Revealed Comparative Advantage (RCA) berdasarkan Balassa (1965). Semakin tinggi indeks RCA suatu negara, maka semakin tinggi keunggulan komparatifnya, yang berarti negara tersebut dapat menyediakan penawaran jasa pariwisata secara lebih efisien daripada negara lainnya. Penawaran yang tinggi akan berdampak pada pemintaan yang tinggi di pasar. Menurut Laurent Botti et al. (2006), berdasarkan teori dasar ekonomi, fungsi permintaan adalah fungsi yang terkait dengan variabel harga dan pendapatan (income). Dalam kasus perdagangan internasional, fungsi permintaan tidak hanya terkait dengan pendapatan negara yang melakukan perdagangan, tetapi juga dengan harga relatif, yakni rasio harga internasional terhadap harga domestik. Hal tersebut juga berlaku untuk perdagangan jasa pariwisata internasional. Maka, Botti et al. (2006), merumuskan persamaan permintaan pariwisata internasional di suatu negara, sebagai fungsi dari pendapatan per kapita negara asal dan harga relatif antara negara tujuan dengan negara asal. Pada sebagian besar penelitian, permintaan pariwisata digambarkan oleh jumlah kedatangam wisman di negara tujuan, tetapi terdapat pula beberapa penelitian yang menggunakan pengeluaran wisman di negara tujuan atau total devisa dari wisman. Menurut Crouch dan Shaw (1992), hampir 70 persen penelitian permintaan pariwisata menggunakan jumlah kedatangan wisman sebagai variabel terikat. Model umum permintaan pariwisata dibentuk oleh variabel pendapatan nasional negara asal, harga relatif yang merupakan rasio tingkat harga di negara tujuan terhadap tingkat harga di negara asal, nilai tukar negara tujuan terhadap negara asal, biaya transportasi, dan faktor kualitatif di negara tujuan. Pendapatan nasional (GDP) negara asal umumnya memiliki pengaruh positif terhadap permintaan pariwisata internasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa pariwisata di negara tujuan merupakan barang mewah (luxury goods), dimana ketika GDP konsumen meningkat, konsumen akan meningkatkan konsumsinya terhadap pariwisata di negara tersebut. Sebaliknya, jika peningkatan pendapatan menurunkan permintaan pariwisata, maka pariwisata di negara tersebut merupakan barang inferior. Sedangkan, jika GDP tidak berpengaruh signifikan, maka pariwisata bersifat inealstis, yakni tinggi rendahnya tingkat pendapatan wisman tidak menjadi pertimbangan utama untuk melakukan pariwisata ke negara tersebut (Aslan et al. 2008). Harga relatif merupakan variabel penting dalam perdagangan internasional karena memengaruhi daya beli konsumen untuk barang atau jasa yang berasal dari negara lain. Dalam perdagangan pariwisata, harga relatif umumnya merupakan rasio tingkat harga di negara tujuan terhadap tingkat harga di negara asal dikali nilai tukar antara kedua negara (Kulendran dan Wilson 2000; Proença dan Soukiazis 2005; Botti et al. 2006; Aslan et al. 2008). Harga relatif menunjukkan daya beli wisman, dimana jika harga relatif semakin meningkat, daya beli wisman akan menurun sehingga akan menurunkan permintaan pariwisata.
11 Beberapa penelitian menggunakan pendekatan gravity model untuk menganalisis permintaan pariwisata internasional. Penggunaan gravity model dapat menghasilkan estimasi yang mampu menjelaskan permintaan pariwisata dengan baik, tetapi seringkali justru menghasilkan estimasi yang bias karena teknik pengolahan yang tidak tepat. Dalam pendekatan ini, persamaan permintaan pariwisata dibentuk oleh variabel GDP per kapita negara asal, harga relatif, perdagangan bilateral antara negara asal dan negara tujuan, total populasi di negara asal, dan jarak geografis (Hafiz et al. 2011). Perdagangan bilateral yang tinggi, menunjukkan tingginya keterbukaan perdagangan antar kedua negara sehingga membuka peluang tejadinya perpindahan warga negara untuk melakukan pariwisata. Namun, keterkaitan perdagangan bilateral dengan pariwisata masih menjadi bahan kajian bagi beberapa peneliti. Populasi negara asal yang tinggi, menunjukkan pangsa pasar yang besar sehingga dapat meningkatkan pariwisata. Namun, banyak peneliti yang tidak memasukan variabel populasi dalam analsis dikarenakan adanya korelasi yang tinggi dengan variabel GDP per kapita (Leitao 2009). Variabel jarak, menurut teori gravitasi, akan mengurangi perdagangan akibat biaya transportasi yang tinggi. Namun, dalam penelitian di Romania (2011), jarak geografis tidak berpengaruh signifikan terhadap perdagangan jasa pariwisata. Pengaruh jarak terutama berdampak pada tinggi rendahnya biaya transportasi, sehingga variabel yang lebih berpengaruh adalah biaya transportasi, bukan jarak geografis (Surugiu et al. 2011). Biaya transportasi umumnya diukur dengan menggunakan harga minyak dunia, karena data harga transportasi secara tepat, seperti harga tiket penerbangan atau kapal laut, tidak tersedia. Dalam penelitian Fransico et al. (1999), biaya transportasi diukur dengan harga minyak dunia relatif dari masing-masing negara, yakni harga minyak dunia dalam satuan US$ dikali nilai tukar dari masing-masing negara asal terhadap US$. Hasil estimasi dalam penelitan Ledesma et al. (1999) serta Brida dan Risso (2009) menunjukkan pengaruh negatif dari kenaikan biaya transportasi terhadap permintaan pariwisata. Sedangkan, dalam penelitian Rey B. et al. (2012), harga minyak dunia tidak berpengaruh signifikan, dengan penjelasan bahwa munculnya industri penerbangan LCC mampu menjaga biaya perjalanan relatif konstan dan terjangkau. Selain analisis variabel dari sisi permintaan negara asal, banyak peneliti yang juga memasukan variabel dari sisi penawaran di negara tujuan, seperti kapasitas akomodasi dan infrastruktur di negara tujuan. Kapasitas akomodasi diukur dengan jumlah usaha yang menyediakan jasa tempat tinggal bagi wisman di negara tujuan. Sedangkan, infrastruktur merupakan variabel yang lebih umum, yang diantaranya mencakup infrastruktur transportasi udara, laut, darat, jalan raya, dan telekomunikasi. Pendekatan yang sering digunakan antara lain adalah rasio investasi publik terhadap GDP (Proença dan Soukiazis 2005; Aslan et al. 2008), dan panjang jalan (Rey B. et al. 2012). Jumlah akomodasi akan berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata karena meningkatkan penawaran pelayanan jasa bagi wisman. Infrastruktur juga diduga akan berpengaruh positif, tetapi banyak penelitian justru menunjukkan tanda negatif. Menurut Proença dan Soukiazis (2005), infrastuktur berpengaruh negatif dan tidak signifikan karena wisman tidak terlalu memedulikan barang publik keseluruhan di negara tujuan melainkan lebih memedulikan akomodasi
12 yang dinikmatinya secara langsung. Sedangkan, menurut Aslan et al. (2008), pembangunan infrastruktur banyak difokuskan di saat musim liburan, sehingga pembangunan tersebut justru mengganggu kenyamanan wisman. Sedangkan, dalam penelitian Rey B. et al. (2012), infrastruktur tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan pariwisata. Terdapat berbagai metode untuk mengalisis permintaan pariwisata internasional suatu negara. Penggunaan metode data panel banyak digunakan untuk menganalisis permintaan secara lebih luas dari beberapa negara asal terhadap suatu negara tujuan. Metode data panel dinamis lebih banyak digunakan untuk menghindari masalah instabilitas struktural dan regresi semu. Namun, metode data panel statis juga dapat dilakukan. Beberapa penelitian memasukan variabel lag terikat, yakni jumlah wisman tahun sebelumnya, dalam metode data panel statis untuk memasukan efek dinamis dalam fungsi permintaan dan untuk menangkap efek perilaku persisten wisatawan mancanegara. Secara umum, wisatawan bersifat risk averse atau menghindari risiko, dimana wisatawan akan lebih memilih tempat pariwisata yang sudah mereka ketahui atau sering mereka dengar dari kerabatnya (Stabler et al. 2010). Menurut Aslan et al. (2008), pengaruh lag dapat menggambarkan efek word-of-mouth dalam pariwisata, yakni wisman akan menceritakan pengalaman pariwisatanya kepada orang-orang di negara asalnya sehingga akan memengaruhi keinginan mereka untuk melakukan pariwisata. Disamping itu, wisman yang puas dengan pariwisatanya di suatu negara cenderung akan kembali lagi pada waktu yang akan datang. Rangkuman metode dan variabel yang digunakan dalam beberapa penelitian terdahulu terkait permintaan pariwisata disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rangkuman Metode dan Variabel dalam Penelitian Terdahulu Judul Penelitian, Penerbit, Variabel yang Digunakan dan Metode Nama Peneliti, dan Tanda Koefisien Hasil Analisis Tahun Penelitian Estimasi Panel Data and Tourism Demand: The Case of Tenerife (Fedea) Oleh: Ledesma-Rodríguez F, NavarroIbáñez M, Pérez-Rodríguez J. (1999)
Data Panel - GDP per kapita negara asal (+) - Harga Relatif (-) - Nilai Tukar (+)
Demand for Tourism in Portugal: A Panel Data Approach (Discussion paper no.29. Portugal) Oleh: Proença S, Soukiazis E. (2005)
Data panel - GDP per kapita negara asal (+) - Harga Relatif* - Jumlah akomodasi di negara tujuan (+) - Infrastruktur di negara tujuan*
13 (Lanjutan Tabel 6) Judul Penelitian, Penerbit, Nama Peneliti, dan Tahun Penelitian
Metode Analisis
Variabel yang Digunakan dan Tanda Koefisien Hasil Estimasi
An Econometric Model of Tourism Demand in France (MPRA) Oleh: Laurent Botti, Nicolas Peypoch, Rado Randriamboarison, Bernardin Solonandrasana (2006)
OLS
- GDP per kapita negara asal (+) - Harga Relatif (-)
International Tourism Demand for Turkey: A Dynamic Panel Data Approach (MPRA) Oleh: Alper Aslan, Muhittin Kaplan, Ferit Kula (2008)
GMM
- GDP per kapita negara asal (+) - Harga Relatif (-) - Jumlah Akomodasi di negara tujuan (+) - Infrastruktur (-) - Dummy untuk kejadian gempa (+) - Dummy untuk kejadian 11 September (-)
A Dynamic Panel Data Study of The German Demand for Tourism in South Tyrol (Tourism and Hospitality Research) Oleh: Brida J, Risso W. (2009)
Data panel - Jumlah permintaan tahun sebelumnya (+) - GDP per kapita negara asal (+) - Harga Relatif (-) - Harga minyak dunia (-) GMM
Bilateral Trade and Tourism Demand (World Applied Sciences Journal) Oleh: Hanafiah Mohd H, Harun Mohd F, Jamaluddin Mohd R. (2010)
- Jumlah permintaan tahun sebelumnya (+) - GDP per kapita negara asal (+) - Harga Relatif (-) - Harga minyak dunia (-)
Data panel - GDP per kapita negara asal (+) - Harga Relatif (-) - Perdagangan Bilateral (+) - Populasi negara asal (+) - Jarak geografis (-)
14 (Lanjutan Tabel 6) Judul Penelitian, Penerbit, Nama Peneliti, dan Tahun Penelitian
Metode Analisis
Variabel yang Digunakan dan Tanda Koefisien Hasil Estimasi
A Panel Data Modelling of International Tourism Demand: Evidences for Romania (Ekonomska istraživanja) Oleh: Camelia Surugiu, Nuno Carlos Leitão, Marius Rãzvan Surugiu (2011)
Data panel - GDP per kapita negara asal (+) - Perdagangan Bilateral (+) - Populasi negara asal (+) - Jarak geografis* - Harga Relatif (-)
Mixed Effects of Low-Cost Airlines on Tourism in Spain: A Dynamic Panel Data Model (Journal of Air Transport Management) Oleh: Rey B, Rafael M, Asun G (2012)
Data panel - GDP per kapita negara asal (+) - Harga Relatif (-) - Harga minyak dunia* - Persentase wisman yang datang menggunakan LCC* - Infrastruktur di negara tujuan* - Jarak geografis* GMM - Permintaan tahun sebelumnya (+) - GDP per kapita negara asal* - Harga Relatif (-) - Harga minyak dunia (+) - Persentase wisman yang datang menggunakan LCC (+) - Infrastruktur di negara tujuan* - Jarak geografis*
Keterangan: *tidak signifikan
Kerangka Pemikiran Berdasarkan penelitian terdahulu, analisis daya saing dilakukan dengan indikator RCA, sedangkan analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata dilakukan dengan persamaan regresi. Variabel bebas yang selalu digunakan dalam regresi adalah GDP per kapita negara asal dan harga relatif, yang menunjukkan bahwa keduanya merupakan faktor utama yang memengaruhi permintaan pariwisata. Faktor lain yang banyak memengaruhi permintaan
15 pariwisata adalah biaya transportasi, jumlah akomodasi, dan infrastruktur. Penelitian-penelitian terdahulu dalam Tabel 6 menjadi rujukan untuk penyusunan kerangka pemikiran dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran yang digunakan disajikan pada Gambar 4.
Industri Pariwisata
Liberalisasi
Restoran
Akomodasi
Objek Wisata
Globalisasi
Transportasi
Biro Wisata
Pendapatan Negara Asal Permintaan Pariwisata (Jumlah Wisman)
Infrastruktur
Harga Relatif Biaya Transportasi
Daya Saing Analisis RCA
Estimasi Panel Data
Alternatif Kebijakan
Keterangan: memengaruhi terdiri atas alat analisis variabel bebas yang dianalisis dengan regresi variabel bebas yang tidak dianalisis dengan regresi Gambar 4. Kerangka Pemikiran
16 Gambar 4 menunjukkan kerangka pemikiran yang mencakup variabelvariabel yang dianalisis serta alat analisis yang digunakan. Pengaruh globalisasi dan liberalisasi mendorong pertumbuhan pada industri pariwisata, dimana industri pariwisata mencakup industri akomodasi, restoran, objek wisata, transportasi, dan biro wisata. Keseluruhan industri pariwisata serta infrastruktur di negara tujuan merupakan faktor penarik bagi wisman untuk berkunjung ke suatu negara. Dari sisi permintaan, pendapatan wisman, harga relatif, dan biaya transportasi merupakan faktor pendorong bagi wisman untuk melakukan pariwisata. Jumlah permintaan pariwisata juga dipengaruhi oleh daya saing, dimana daya saing dianalisis dengan indikator RCA. Dalam penelitian ini, variabel yang dianalisis sebagai faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata adalah permintaan pariwisata tahun sebelumnya, pendapatan negara asal, harga relatif, biaya tranportasi, jumlah akomodasi di negara tujuan, dan infrastruktur di negara tujuan. Analisis tersebut dilakukan dengan estimasi data panel.
Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka, hipotesis yang ditarik untuk faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata internasional di suatu negara serta pengaruhnya adalah sebagai berikut: 1. Permintaan pariwisata tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata. 2. Pendapatan nasional dari negara asal, yang diwakili oleh GDP per kapita, berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata. 3. Harga relatif, yang merupakan rasio tingkat harga di negara tujuan terhadap tingkat harga di negara asal dikali nilai tukar antara kedua negara, berpengaruh negatif terhadap permintaan pariwisata. 4. Biaya transportasi berpengaruh negatif terhadap permintaan pariwisata. 5. Jumlah akomodasi di negara tujuan berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata. 6. Pembangunan infrastruktur berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dan kualitatif dengan analisis ekonometrika menggunakan data sekunder, serta analisis deskriptif berdasarkan studi pustaka. Data yang digunakan adalah data panel, yakni gabungan data deret waktu (time series) dan data kerat lintang (cross section). Data time series yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 2000 sampai 2011. Data cross section yang digunakan adalah lima negara ASEAN, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Philipina, dan Brunei Darussalam.
17 Data jumlah kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia dan akomodasi di Indonesia didapat dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (Kemenparekraf). Data GDP per kapita riil berdasarkan harga dasar tahun 2000 dan data-data untuk harga relatif, yaitu Indeks Harga Konsumen dan nilai tukar, didapat dari World Bank. Data harga minyak dunia didapat dari Energy Information Administration (EIA). Data infrastruktur, yaitu panjang jalan beraspal di Indonesia, didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan, data ekspor untuk analisis RCA didapat dari World Development Indicators, World Bank. Data-data lainnya yang digunakan untuk pembahasan didapat dari berbagai sumber, seperti ASEAN Statistical Yearbook, TTCI Report 2011, dan penelusuran internet serta literatur terkait.
Metode Analisis Analisis dalam panelitian ini dilakukan menggunakn dua metode, yaitu metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis daya saing, dan metode data panel statis untuk menganalisis factor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata. Revealed Comparative Advantage (RCA) RCA merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif suatu komoditas di suatu wilayah. Metode RCA paling sering digunakan untuk mengukur daya saing kinerja ekspor, karena kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia (Kemendag 2008). Indeks RCA atau indeks Balassa menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap pasar. Nilai indeks RCA yang lebih besar dari satu menunjukkan daya saing yang kuat, berarti negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif di atas rata-rata pasar (Balassa 1965 dalam Ragimun 2012). Indeks RCA dihitung dengan persamaaan berikut:
Dimana: Xij Xj Xiw Xw
= = = =
nilai eskpor komoditi i dari negara j (US$) nilai total ekspor dari negara j (US$) nilai ekspor komoditi i dari pasar w (US$) nilai total ekspor dari pasar w (US$)
Data panel Analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata Indonesia dari negara-negara ASEAN dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode data panel statis, seperti dalam Ledesma et al. (1999), Proença dan Soukiazis (2005), Hanafiah et al. (2010), dan Surugiu et al. (2011). Menurut Baltagi (2005),
18 metode data panel memiliki beberapa keunggulan, yaitu: dapat mengontrol heterogenitas individu; menyajikan data yang lebih informatif, variatif, memiliki kolinearitas antar variabel yang rendah, dan memiliki derajat kebebasan yang tinggi sehingga lebih efisien; baik digunakan untuk mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics of change); lebih mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat diukur oleh data time series murni atau cross section murni; dapat merumuskan dan menguji model yang lebih kompleks; dan analisis pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro. Langkah analisis data panel yang dilakukan terdiri atas perumusan model, pemilihan metode estimasi, uji kriteria, dan analisis hasil estimasi. Alur analisis data panel disajikan pada Gambar 5. Perumusan Model
Pemilihan Metode Estimasi
Uji LM
Uji Chow
Pooled Least Square
Uji Hausmann
Fixed Effect
Random Effect
Uji Kriteria
Uji Statistik
1. Koefisien Determinasi (R2) 2. Uji-F 3. Uji-T
Uji Ekonometrika
1. 2. 3. 4.
Normalitas Heteroskedastisitas Autokorelas Multikolinearitas
Analisis Hasil Estimasi
Gambar 5. Alur Analisis Data Panel
Uji Ekonomi
Kesesuaian tanda dengan teori ekonomi
19 a. Perumusan Model Perumusan model yang digunakan berdasarkan pada model umum permintaan pariwisata dengan elaborasi yang mengacu pada model dalam penelitian Ledesma et al. (1999), Brida dan Risso (2009), Sara dan Soukiazis (2005), Aslan et al. (2008), dan Rey, B. et al. (2012). Model permintaan pariwisata internasional Indonesia dirumuskan sebagai berikut. TOURit = f(TOURit-1, GDPit, RPit, TCit, At, It) dengan: TOUR = jumlah kedatangan wisman dari negara asal i (orang) TOUR it-1 = jumlah kedatangan wisman dari negara asal i tahun sebelumnya (orang) GDP = GDP per kapita riil negara asal (US$) RP = harga relatif negara tujuan terhadap negara asal TC = biaya transportasi relatif terhadap nilai tukar negara asal A = jumlah akomodasi di negara tujuan (buah) I = infrastruktur panjang jalan beraspal di negara tujuan (km) Model yang dirumuskan menggunakan beberapa variabel yang merupakan hasil kalkulasi dari beberapa data. Penjelasan variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: -
Harga Relatif (RP) Harga relatif merupakan rasio tingkat harga negara tujuan terhadap negara asal dikali dengan nilai tukar antara kedua negara (Proenca dan Soukiazis 2005; Botii et al. 2006; Aslan et al. 2008). Variabel dibentuk dari persamaan berikut:
Dengan IHKj dan IHKi merupakan Indeks Harga Konsumen di negara tujuan dan Indeks Harga Konsumen di negara asal, dan Erij merupakan nilai tukar negara tujuan relatif terhadap negara asal. -
Biaya Transportasi (TC) Biaya transportasi relatif merupakan harga minyak dunia (OP) dalam satuan US$ dikali nilai tukar masing-masing negara terhadap US$ (Brida dan Risso 2009; Rey, B. et al. 2012). Secara matematis, biaya transportasi dituliskan sebagai berikut: TC = OPt * ERit Model diestimasi dalam bentuk logaritma linear. Menurut Oum (1989) dalam Botti et al. (2006), keuntungan dari model log-linear adalah: koefisien yang dihasilkan sekaligus merupakan elastisitas dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat; fungsi log-linear mampu memodelkan efek non-linear; dan membuat nilai random error dalam persamaan menjadi tersebar normal. Sebagian besar penelitian menggunakan model loglinear dalam estimasi untuk membuat data menyebar normal. Maka, persamaan yang diestimasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
20 LnTOURi,t = β o + β1 LnTOURi,t-1 + β2 LnGDPi,t + β3 RPi,t + β4 LnTCi,t + β5 LnAt + β5 LnIt + ε i,t b. Pemilihan Metode Estimasi Menurut Gujarati (2006), terdapat tiga pendekatan untuk mengestimasi regresi data panel, yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect atau Least Square Terikatt Variable (LSDV), dan Random Effect. -
Pendekatan Model Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) PLS merupakan metode yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Pada prinsipnya, pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga terdapat N x T observasi, dimana N merupakan jumlah cross section dan T merupakan jumlah time series. Model yang digunakan adalah: Yit = αi + βXit + uit Dimana : Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas α = intersep β = slope u = error Pada metode ini, asumsi yang digunakan menjadi terbatas karena model mengasumsikan bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap individu yang diobservasi. Maka, penggunaannya kurang sesuai untuk data panel. Selain itu, dugaan parameter β akan bias karena model ini tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama, serta tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda (Firdaus 2011). Pendekatan Model Efek Tetap (Fixed Effect) Metode fixed effect digunakan ketika antara efek individu dan variabel penjelas memiliki korelasi dengan variabel Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Metode ini mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan adanya perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy (D) ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square). Model yang digunakan adalah: Yit = Σ αiDi + βXit + uit -
Estimasi metode fixed effect dapat dilakukan dengan tanpa pembobot (no weighted) atau dengan pembobot (cross section weight) yang biasa disebut General Least Square (GLS). Tujuan dilakukan pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section (Gujarati 2006). -
Pendekatan Model Efek Acak (Random Effect) Dalam metode random effect atau error component model, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan umum dalam model random effect yaitu : Yit = αi + βXit + εit εit = uit + Vit + Wit
21 uit ~ N (0,δu2) = komponen cross section error Vit ~ N (0,δv2) = komponen time series error Wit ~ N (0,δw2) = komponen combinations error Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah error secara individual tidak saling berkorelasi, begitu pula dengan error kombinasinya. Dimana :
Tahap pemilihan metode estimasi dilakukan untuk menentukan model pendekatan yang terbaik, yakni menggunakan Uji Chow, Uji Hausman, dan Uji LM. Ketiga uji tersebut dijelaskan sebagai berikut. -
Uji Chow Uji Chow atau Uji F-statistic merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan menggunakan model Pooled Least Square atau model Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis berikut: H0: Pooled Least Square Model H1: Fixed Effect Model Dasar penolakan terhadap hipotesis nol adalah dengan menggunakan nilai F-statistik. Jika nilai F-stat hasil pengujian lebih besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, begitu pula sebaliknya. Nilai F-stat didapat dari persamaan berikut: Dimana: RRSS URSS N T K
= = = = =
(
) ( (
) )
Fα(N-1,NT-N-K)
residual sum square hasil pendugaan model PLS residual sum square hasil pendugaan model fixed effect jumlah data cross section jumlah data time series jumlah variabel penjelas
-
Uji Hausmann Uji Hausmann merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis berikut: H0: Random Effect Model H1: Fixed Effect Model Dasar penolakan hipotesis nol adalah dengan menggunakan nilai statistik Hausmann dan membandingkannya dengan Chi-Square. Jika nilai statistik-H lebih besar dari X2 (k), maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, begitu pula sebaliknya. Nilai statistik-H didapat dari persamaan berikut: H = (βREM – βFEM) (MFEM – MREM)-1 ~ X2 (k) Dimana: βREM = vektor statistik variabel random effect βFEM = vektor statistik variabel fixed effect MFEM = matriks kovarians untuk dugaan model fixed effect MREM = matriks kovarians untuk dugaan model random effect k = derajat bebas
22 -
Uji LM (Breush-Pagan) Uji LM merupakan pengujian statistik untuk dasar pemilihan menggunakan model random effect atau model Pooled Least Square. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis berikut: H0: Pooled Least Square Model H1: Random Effect Model
Dasar penolakan hipotesis nol adalah dengan menggunakan nilai statistik LM dan membandingkannya dengan Chi-Square. Jika nilai statistik LM lebih besar dari X2 tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga model yang digunakan adalah random effect, begitu pula sebaliknya. c. Kriteria Uji Setelah mendapatkan parameter estimasi yang dianggap sesuai, maka dilakukan tiga uji kriteria terhadap parameter tersebut, yakni uji statistik, uji ekonometrika, dan uji ekonomi. -
Uji Statistik Uji Statistik digunakan untuk menganalisis kesesuaian model regresi yang diperoleh. Uji statistik terdiri atas nilai koefisien determinasi, uji-F, dan uji-T. Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar keseluruhan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian dapat menjelaskan keragaman variabel terikat. Nilai R2 berkisar 0< R2<1, dimana semakin mendekati satu, maka model semakin baik. Uji-F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama signifikan berpengaruh terhadap variabel terikat. Hipotesis pengujian yang digunakan adalah: H0 : β1 = β2 = ... = βk = 0 H1 : minimal ada satu βk ≠ 0 Jika F-statistic > F α(k-1,NT-N-K) atau Prob(F-statistic) < taraf nyata (α), maka tolak H0, yang berarti dengan tingkat kepercayaan 1-α dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel terikat, begitu pula sebaliknya. Uji-t digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Hipotesis pengujiannya adalah: H0 : βk = 0 H1 : βk ≠ 0
Jika nilai t-statistic > t α/2(NT-K-1), maka tolak H0, yang berarti dengan tingkat kepercayaan 1-α dapat disimpulkan bahwa variabel bebas ke-k secara parsial memengaruhi variabel terikat, begitu pula sebaliknya. -
Uji Ekonometrika Uji Ekonometrika dilakukan untuk memastikan model estimasi regresi linear yang dihasilkan bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).
23 Berdasarkan Gujarati (2006), estimator yang bersifat BLUE berarti estimator merupakan fungsi linear atas sebuah variabel terikat yang stokastik, estimator tidak bias atau nilai ekspektasi sesuai dengan nilai sebenarnya, dan estimator memiliki varians yang minimum sehingga bersifat efisien. Untuk memastikan estimator bersifat BLUE, maka harus dilakukan uji asumsi yang memastikan estimator menyebar normal dan bebas dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas. Uji asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Jarque Bera dengan hipotesis berikut: H0: α = 0 (error term terdistribusi normal) H1: α ≠ 0 (error term tidak terdistribusi normal) Jika nilai Jarque Bera < X2 df2 atau probabilitas (p-value) > taraf nyata (α), maka terima H0 yang berarti residual error (error term) terdistribusi normal. Uji asumsi homoskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah varians setiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ2 atau var(ui) = δ2. Jika uji asumsi terpenuhi, maka hasil estimasi terbebas dari masalah heteroskedastisitas, yakni varians error tidak konstan. Jika nilai sum square resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square resid pada Unweighted Statistics maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Uji asumsi autokorelasi dilakukan untuk memastikan tidak terjadi korelasi antar error dari periode waktu (time series) yang berbeda. Suatu model dapat dikatakan terbebas dari masalah autokorelasi jika nilai statistik Durbin-watson (DW) terletak di area non-autokorelasi, yaitu diantara dua nilai titik kritis batas atas (dU) dan batas bawah (dL). Selang nilai statistik DW dan keputusannya adalah sebagai berikut (Gujarati 2006): 0
dL Autokorelasi positif
dU Tidak ada keputusan
2 Tidak ada autokorelasi
4-dU Tidak ada keputusan
4-dL
4
Autokorelasi negatif
Uji multikolinearitas dilakukan untuk memastikan tidak terdapat hubungan linier antar variabel bebas. Indikasi terjadinya multikolinearitas adalah jika koefisien parameter dari t-statistik banyak yang tidak signifikan sementara Fstatistiknya signifikan. Masalah ini dapat diatasi dengan cara menghilangkan variabel yang tidak signifikan, mentransformasikan data, dan menambah variabel. -
Uji Ekonomi Uji ekonomi dilakukan dengan mencocokan tanda dan besaran dalam model dengan teori ekonomi. Jika model dan besaran hasil estimasi sesuai dengan teori ekonomi mengenai pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel terikat, maka model dapat dikatakan baik.
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pariwisata Indonesia Kepariwisataan Indonesia diatur dalam UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang menggantikan UU No. 9 Tahun 1990. Dalam melakukan pembangunan pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyusun Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS), yakni dokumen perencanaan pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode lima belas tahun. Pembangunan dan pengembangan yang dilakukan juga mengikuti Kode Etik Kepariwisataan Dunia yang disepakati oleh Organisasi Kepariwisataan Dunia (World Tourism Organization) pada 1 Oktober 1990 (Kemenparekraf 2012). Indonesia memiliki daya tarik pariwisata yang tinggi karena keragaman kekayaan alam dan budaya yang dimilikinya. Di Indonesia terdapat ribuan objek wisata yang tersebar di berbagai pulau, baik berupa objek wisata komersial, maupun objek wisata peninggalan bersejarah. Berdasarkan Statistik Infrastruktur Indonesia 2011, Indonesia memiliki 3939 objek wisata peninggalan bersejarah (historical heritage), yang terdiri atas 953 bangunan bersejarah, 203 jembatan bersejarah, 246 candi, 62 pelabuhan bersejarah, 115 stasiun kereta api bersejarah, dan 2360 tempat spiritual bersejarah. Indonesia juga memiliki 3672 objek wisata komersial, yang terdiri atas 51 kebun binatang, 558 wisata tirta, 188 agrowisata, 393 wisata budaya, 985 taman rekreasi, dan 1497 wisata alam. Sebagian besar objek wisata tersebut dikelola oleh pihak swasta atau non-pemerintah. Lokasi objek wisata peninggalan bersejarah paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah, sedangkan objek wisata komersial paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Barat (BPS 2012). Objek wisata Indonesia yang paling terkenal di dunia adalah Pulau Bali, dimana pulau Bali terkenal sebagai wisata alam dengan pantai yang indah dan budaya tradisional yang menarik bagi wisatawan asing. Berdasarkan hasil survei oleh Tripadvisor (2013), sepuluh objek wisata Indonesia yang paling diminati wisatawan mancanegara selama tahun 2012 adalah Waterbom Bali di Kuta Bali, Komplek Candi Prambanan di D.I. Yogyakarta, Bali Safari & Marine Park di Gianyar Bali, Candi Borobudur di Jawa Tengah, Pura Tanah Lot di Canggu Bali, Pusat Pertunjukkan Tari Kecak Api dan Trance di Ubud Bali, Gunung Bromo Jawa Timur, Gunung Merapi Yogyakarta, Gunung Rinjani Lombok, dan Saung Angklung Udjo di Bandung. Dengan banyaknya objek wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan, sudah selayaknya Indonesia memanfaatkan hal tersebut untuk meningkatkan sektor pariwisata. Terlebih, sebagian besar wisman yang berkunjung ke Indonesia, datang dengan dengan maksud untuk berlibur. Dalam UU No. 10, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Hasil survei Pusdatin Kemenparekraf menunjukkan bahwa wisman yang datang dengan tujuan liburan mencapai lebih dari 50 persen. Jumlah kedatangan wisman berdasarkan tujuan kedatangan disajikan pada Tabel 7.
25 Tabel 7. Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara di Indonesia Berdasarkan Tujuan Kedatangan Tahun 2006-2010 Tahun Tujuan Kedatangan 2006 2007 2008 2009 2010 2753740 1863881 68118 58885 20037 106690
Liburan Bisnis Konvensi Dinas Pendidikan Lainnya
Junlah (orang) 3195373 3627861 1976142 2115607 89770 190970 68919 98474 26075 28079 149480 173506
3788341 1978434 205037 104197 29532 218189
4148046 2182880 236082 108592 42282 285062
Sumber: Pusdatin Kemenparekraf (2012)
Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa jumlah wisman yang datang untuk tujuan liburan jauh lebih tinggi daripada tujuan lainnya. Tujuan kedatangan wisman memengaruhi waktu kedatangan wisman per bulan ke Indonesia. Waktu kunjungan wisman yang paling ramai umumnya adalah pada bulan Juli dan Desember. Bulan Juli bertepatan dengan musim panas di sebagian besar negara sehingga merupakan waktu berlibur bagi para wisatawan. Sedangakan bulan Desember merupakan akhir tahun yang bertepatan dengan libur panjang Natal dan tahun baru sehingga menjadi waktu yang juga banyak digunakan untuk berlibur bagi para wisatawan. Jumlah kedatangan wisman berdasarkan bulan dari tahun 2008 sampai 2012 disajikan pada Gambar 6.
4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500
653
593
549
568
494 473 438
523 422 465
659
626
651
696
701
634
684
688
650
656
560
595
694
767 725
674
745
621
613
658
587
522
551
593
567
494
547
532
625
509
529
567
600
501
529
524
610
Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Bulan Tahun 2008-2012
di
598 594 511 502
608 556 487 459
600 600
655 578
644
0
Gambar 6.
2012 2011 2010 2009 2008
Indonesia
Sumber: BPS (2012) (diolah).
Sebagian besar wisman datang ke Indonesia melalui jalur udara. Persentase kedatangan wisman berdasarkan sarana transportasi pada tahun 2011 adalah 0.72 persen menggunakan transportasi darat, 28.08 persen menggunakan transportasi laut, dan 71.20 persen menggunakan transportasi udara (Kemenparekraf 2012).
26 Penggunaan jalur darat jarang digunakan karena aksesnya yang sangat terbatas, yakni hanya melalui Pulau Kalimantan. Wisman yang datang dengan transportasi laut didominasi oleh wisatawan dari negara-negara ASEAN. Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan melalui laut pada tahun 2011 adalah sebesar 9.87 persen. Di Indonesia, terdapat 25 pelabuhan internasional, yang ditujukan untuk pengangkutan penumpang dan kargo (Kemenhub 2010). Pelabuhan utama yang menjadi pintu masuk wisman ke Indonesia adalah Pelabuhan Tanjung Uban di Batam, Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun di Riau, serta Tanjung Priok di Jakarta. Wisman yang datang dengan transportasi udara sebagian besar berasal dari negara Asia. Pertumbuhan kedatangan wisman melalui udara pada tahun 2011 adalah sebesar 10.25 persen. Indonesia memiliki 27 bandara internasional, dengan lima bandara utama, yaitu Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, Ngurah Rai di Denpasar, Juanda di Surabaya, Polonia di Medan, dan Sultan Hassanudin di Makasar (Kemenhub 2009). Kedatangan wisman ke Indonesia paling banyak adalah melalui Bandara Ngurah Rai. Pesawat udara menjadi transportasi pilihan utama wisman karena waktu tempuh perjalanan yang singkat dan kondisi perjalanan yang nyaman. Selain itu, saat ini, biaya perjalanan dengan pesawat udara relatif terjangkau, terutama dengan adanya industri penerbangan. Dengan demikian, pembangunan infrastruktur transportasi udara, seperti bandara, penting untuk dikembangkan. Pembangunan yang dilakukan tidak hanya dari segi kuantitas, tetapi juga kualitas. Indonesia memiliki bandara internasional dengan jumlah terbanyak di Asia Tenggara, namun pemanfaatannya belum maksimal dan merata. Selain dari bandara, pembangunan infrasturktur transportasi laut, seperti pelabuhan, juga perlu dikembangkan. Jumlah kedatangan wisman di Indonesia berdasarkan pintu masuk disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara Berdasarkan Pintu Masuk Tahun 2007-2011 Tahun Pintu Masuk 2007 2008 2009 2010 2011 Ngurah Rai Soekarno-Hatta Batam Tanjung Uban Polonia Juanda Husein Sastranegara Tanjung Pinang Tanjung Balai Karimun Tanjung Priok Adi Sumarno Lainnya
1741935 1153006 1077306 325215 116614 140438 19972 119574 164082
Sumber: Kemenparekraf (2012)
68735 18628 452032
Jumlah (orang) 2081786 2384819 2546023 1464717 1390440 1823636 1061390 951384 1007446 318113 296229 313945 130211 148193 162410 156726 158076 168888 62766 78998 90278 123505 102487 97954 136234 101632 100908 67886 19022 445538
59212 16489 424870
63859 22350 427521
2788706 1933022 1161581 337353 192650 185815 115285 106180 104397 65171 23830 441846
27 Wisman yang datang ke Indonesia, seperti telah dijelaskan sebelumnya, sebagian besar berasal dari Singapura dan Malaysia. Sepuluh besar negara pangsa pasar terbesar pariwisata Indonesia adalah Singapura, Malaysia, Australia, China, Jepang, Korea, Philipina, Taiwan, Amerika Serikat, dan Inggris. Berdasarkan profil wisman, sebagian besar wisatawan berjenis kelamin laki-laki. Kelompok usia yang paling banyak ditemui adalah wisman berusia sekitar dua puluh lima sampai empat puluh lima tahun. Sedangkan, profesi wisman yang paling banyak berkunjung ke Indonesia adalah profesional, karyawan, dan manajer. Profesi tersebut menjelaskan besarnya jumlah wisman yang datang untuk tujuan bisnis. Data profil wisman di Indonesia tahun 2006 sampai 2010 disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Profil Wisatawan Mancanegara di Indonesia Tahun 2006-2010 Karakteristik Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah (orang) Jenis Kelamin Laki-laki 3206890 3562010 4119986 4210706 4724416 Perempuan 1664461 1943749 2114511 2113024 2278528 Kelompok Usia < 15 173831 236579 163436 129026 218262 15 – 24 273662 339237 390908 415740 619244 25 – 34 1370995 1488823 1679831 1660580 1928808 35 – 44 1400942 1547316 1809668 1828268 1788136 45 – 54 989526 1199824 1355229 1420819 1320773 55 – 64 410993 449375 516912 531007 664783 > 64 251402 244605 318513 338290 462938 Jenis Pekerjaan Profesional 1653481 1723193 2136150 2295858 2536340 Manager 987219 1079946 1222216 1344390 1661967 Karyawan 1254930 1385339 1315288 1262577 1032455 Pelajar 265413 317958 428092 594349 708337 Ibu rumah tangga 204259 250456 291688 358486 449411 Militer 44173 58673 59189 102414 Pegawai negeri 50014 55770 62986 91619 Lainnya 411862 634424 718888 274037 614434 Sumber: Pusdatin Kemenparekraf dan BPS (2012)
Rata-rata wisman berkunjung ke Indonesia selama tujuh sampai sembilan hari. Pengeluaran per hari wisman umumnya lebih dari 100 US$, dimana besarnya pengeluaran tersebut mengalami peningkatan setiap tahun. Rata-rata pengeluaran per kunjungan sempat mengalami penurunan pada tahun 2009 yang disebabkan lama kunjungan yang menurun. Penurunan tersebut banyak dipengaruhi krisis global sehingga wisman mengurangi konsumsinya untuk jasa pariwisata. Dampak dari penurunan lama kunjungan wisman adalah menurunnya total pengeluaran wisman yang merupakan salah satu sumber devisa negara.
28 Tabel 10. Rata-rata Pengeluaran dan Lama Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Indonesia Tahun 2006-2010 Tahun Total Rata-rata Rata-rata Rata-rata Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Lama (juta US$) per Kunjungan per Hari Kunjungan (US$) (US$) (hari) 2006 4447.98 913.09 100.48 9.09 2007 5345.98 970.98 107.70 9.02 2008 7347.60 1178.54 137.38 8.58 2009 6297.99 995.93 129.57 7.69 2010 7603.45 1085.75 125.01 8.04 Sumber: Passenger Exit Survei, Kemenparekraf
Berdasarkan jenis pengeluaran yang dilakukan, pengeluaran terbesar wisman adalah untuk akomodasi. Berdasarkan Kemenparekraf, usaha akomodasi adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, dan setiap orang dapat menginap, makan, serta memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan pembayaran. Persentase jenis pengeluaran wisman selama berada di Indonesia disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Persentase Jenis Pengeluaran Wisatawan Mancanegara di Indonesia Tahun Jenis Pengeluaran 2008 2009 2010 2011 Persentase (%) Akomodasi 36.46 43.61 42.81 44 Makanan Dan Minuman 19.57 17.68 18.59 19.15 Souvenir 10.71 9.39 9.57 8.8 Belanja 11.19 8.47 9.4 8.41 Transportasi Lokal 5.21 5.41 5.1 5.05 Hiburan 4.2 4.29 4.14 3.09 Penerbangan Domestik 2.86 3.25 2.48 1.72 Pesiar 2.19 2.17 2.13 2.67 Paket Tur Lokal 2.07 1.62 1.82 2.3 Kesehatan dan Kecantikan 2.12 1.87 1.85 2.43 Pemandu Wisata 0.16 0.43 0.48 0.31 Lainnya 2.56 1.63 1.34 0.87 Sumber: BPS (berbagai tahun)
Pada Tabel 11, terlihat bahwa pengeluaran terbesar wisman selama berada di Indonesia adalah untuk akomodasi. Hal ini wajar mengingat selama berada di tempat tujuan, wisman membutuhkan tempat tinggal. Persentase pengeluaran untuk akomodasi yang sangat tinggi dibandingkan pengeluaran lainnya juga menunjukkan bahwa wisman rela mengeluarkan biaya cukup tinggi demi kenyamanan selama berada di tempat tujuan. Adapun jumlah akomodasi di Indonesia mengalami pertumbuhan setiap tahun. Pada tahun 2007, di Indonesia terdapat 13584 akomodasi yang terdiri atas 1045 hotel berbintang dan 12539
29 akomodasi non bintang. Jumlah tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi 15283 akomodasi yang terdiri atas 1489 hotel berbintang dan 13794 akomodasi non bintang. Jumlah akomodasi non bintang di Indonesia mencapai 90 persen dari total akomodasi, yang menandakan bahwa jumlah akomodasi dengan kualitas tinggi di Indonesia masih rendah, yakni hanya 10 persen. Akomodasi berupa hotel berbintang paling banyak terdapat di Jawa Barat dan Bali (Kemenparekraf 2012). Alokasi pengeluaran yang cukup besar juga dilakukan untuk konsumsi makanan dan minuman. Hal ini terjadi karena selain merupakan kebutuhan pokok, kegiatan wisata kuliner telah menjadi salah satu agenda wisman saat melakukan pariwisata. Di Indonesia perkembangan jasa usaha restoran berkembang pesat, dimana pada tahun 2007 terdapat 1615 usaha restoran berskala menengah dan besar, dan pada tahun 2010 angka tersebut tumbuh menjadi 2916 usaha restoran berskala menengah dan besar (Kemenparekraf 2012). Persentase pengeluaran wisman untuk transportasi lokal, penerbangan domestik, dan pesiar tidak terlalu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa wisman cenderung akan mengunjungi objek-objek wisata yang berlokasi tidak jauh dari tempat akomodasi. Pengeluaran yang rendah untuk paket tur lokal dan pemandu wisata, menunjukkan bahwa lebih banyak wisman yang melakukan pariwisata secara pribadi tanpa menggunakan biro perjalanan wisata. Dengan demikian, fasilitas yang perlu dikembangkan karena banyak digunakan oleh wisman adalah akomodasi dan restoran.
Analisis Keunggulan Komparatif Pariwisata Indonesia Dalam konsep perdagangan internasional, perdagangan antara wilayah menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Reveled Comparative Advantage (RCA) merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mengukur daya saing kinerja ekspor, karena kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara diukur dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara dibandingkan dengan pangsa nilai produk tersebut dalam perdagangan dunia. Nilai indeks RCA dapat menunjukkan keunggulan perdagangan yang dimiliki oleh suatu Negara untuk ekspor suatu komoditas tertentu (Kemendag 2008). Menurut Ricardo (1817), perdagangan antar negara tetap akan terjadi dan saling menguntungkan, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan. Jika suatu negara memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan negara lainnya, negara tesebut dikatakan memiliki efisiensi secara ekonomi sehingga dapat memproduksi suatu komoditas dengan harga yang lebih rendah. Maka, negara yang memiliki tingkat keunggulan komparatif yang tinggi untuk suatu komoditas, memiliki potensi besar untuk mengekspor komoditas tersebut. Sebaliknya, negara yang tidak memiliki keunggulan komparatif untuk suatu komoditas, disarankan untuk lebih mengoptimalkan ekspor dalam komoditas lain yang memiliki keunggulan komparatif lebih tinggi (Oktaviani dan Novianti 2009). Nilai indeks RCA untuk negara ASEAN 6 disajikan pada Tabel 12.
30 Tabel 12. Indeks RCA untuk Ekspor Jasa Pariwisata Negara-Negara ASEAN 6 Tahun 2000-2011 Negara Tahun Brunei Indonesia Singapura Malaysia Thailand Philipina Darussalam 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata
1.307 1.344 1.414 1.164 1.111 1.006 0.777 0.727 0.900 0.797 0.747 0.658 0.996
0.495 0.432 0.407 0.370 0.391 0.421 0.417 0.392 0.447 0.407 0.547 0.586 0.442
0.929 1.188 1.155 1.077 1.122 1.233 1.209 1.385 1.357 1.600 1.353 1.213 1.235
2.154 1.966 1.990 2.083 2.013 1.793 1.958 1.804 1.814 1.888 1.790 1.897 1.929
0.996 0.914 0.828 0.859 0.947 1.114 1.269 1.355 0.793 0.903 0.794 0.888 0.971
n/a 0.635 0.449 0.509 0.588 0.549 0.489 0.445 0.361 0.558 n/a n/a 0.509
Keterangan: n/a menunjukkan data tidak tersedia
Pada Tabel 12 terlihat bahwa pada tahun 2000 sampai 2005. Indonesia memiliki nilai indeks RCA lebih dari satu, yang berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata negara ASEAN. Namun, sejak tahun 2006 sampai 2011, indeks RCA terus mengalami penurunan menjadi lebih kecil dari satu yang berarti Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif yang kuat. Penurunan tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan efisiensi dalam penyediaan jasa pariwisata di Indonesia. Menurut Zulaiha (1997) dalam Oktaviani dan Novianti (2009), keunggulan komparatif bersifat dinamis, dimana jika suatu negara tidak mampu mempertahankan dan bersaing dengan negara-negara lain, tingkat keunggulan komparatifnya dapat menurun. Faktor-faktor yang dapat mengubah kondisi keunggulan komparatif suatu negara adalah kondisi ekonomi dunia, lingkungan domestik, dan teknologi. Penururnan keunggulan komparatif pariwisata Indonesia pada tahun 2006 banyak dipengaruhi terjadinya bom Bali 2005 yang mengancam keamanan domestik sehingga menurunkan permintaan pariwisata. Hal tersebut juga mengganggu stabilitas ekonomi serta politik di Indonesia yang menghambat pembangunan di berbagai sektor perdagangan. Pada tahun-tahun berikutnya, terjadi penurunan penawaran pariwisata Indonesia yang antara lain disebabkan lemahnya pertumbuhan infrastruktur nasional. termasuk masalah pembangunan infrastruktur yang tidak merata, serta lambatnya pertumbuhan teknologi. Penguasaan teknologi, Informasi, dan komunikasi di Indonesia masih sangat rendah, baik dalam produksi maupun dalam penggunaanya. Rata-rata indeks RCA sektor partiwisata Indonesia adalah 0.996. Angka ini berada di bawah Thailand dan Malaysia, namun lebih tinggi dari Singapura, Philipina, dan Brunei Darussalam. Hal ini berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan Singapura, Philipina, dan Brunei Darussalam. Keunggulan ini dapat dijelaskan oleh kekayaan alam dan budaya Indonesia yang lebih tinggi, sehingga secara alami Indonesia mampu
31 menyediakan objek wisata yang lebih banyak dan lebih efisien. Dari segi sumber daya alam, Indonesia memiliki luas wilayah 1904569 km2, sedangkan Singapura, Philipina, dan Brunei masing-masing hanya memiliki luas wilayah 697 km2, 300000 km2, dan 5765 km2 (CIA World Factbook). Dari segi sumber daya manusia, Indonesia juga memiliki populasi yang lebih tinggi sehingga memiliki tenaga kerja yang lebih banyak. Maka, secara statistik Indonesia dapat mencapai efisiensi ekonomi yang lebih tinggi. Namun, dalam kenyataannya, Singapura dapat mengembangkan sektor pariwisata lebih baik dibandingkan Indonesia. Singapura mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan keunggulan kompetitif sektor pariwisata, walaupun membutuhkan biaya produksi yang tinggi. Dalam zona pasar Asia Tenggara secara keseluruhan, negara yang memiliki keunggulan komparatif tertinggi untuk sektor pariwisata adalah Kamboja dengan rata-rata indeks RCA 3.623, diikuti oleh Laos dengan rata-rata indeks RCA 2.757. Sedangkan, Myanmar dan Singapura adalah negara dengan indeks RCA terendah, yakni kurang dari 0.50. Secara keseluruhan, tingkat keunggulan komparatif perdagangan jasa pariwisata di pasar ASEAN dari yang tertinggi adalah Kamboja, Laos, Thailand, Malaysia, Vietnam, Indonesia, Philipina, Brunei Darussalam, Myanmar, dan Singapura. Berdasarkan Laporan Tahunan ASEAN Bidang Pariwisata 2012, Philipina dan Kamboja merupakan negara yang berpotensi untuk mengembangkan sektor pariwisata, namun belum terfokus untuk melakukan hal tersebut. Sedangkan, Indonesia, Vietnam, dan Brunei memiliki potensi untuk mengembangkan sektor pariwisata namun masih terhambat berbagai kekurangan, terutama terkait infrastruktur dan perhatian terhadap lingkungan. Sedangkan, Singapura, Malaysia, dan Thailand telah berhasil mengembangkan perdagangan sektor pariwisata di negaranya, dengan keunggulan dalam kebijakan dan peraturan pariwisata, infrastruktur darat, infrastruktur pariwisata, tingkat kemanan, dan kualitas sumber daya manusia (Kemenparekraf 2010). Nilai RCA Indonesia pada tahun 2000 sampai 2005 yang lebih tinggi dari satu, menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan ekspor jasa pariwisata internasional di wilayah ASEAN. Indeks RCA yang lebih tinggi dari beberapa negara, seperti Singapura, menandakan bahwa sebenarnya Indonesia mampu meningkatkan pariwisata lebih tinggi dari negara tersebut. Mengingat ASEAN merupakan pangsa pasar utama perdagangan pariwisata Indonesia, potensi ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi Indonesia untuk meningkatkan penerimaan devisa dari sektor pariwisata. Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Pariwisata Indonesia Estimasi model dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan Uji Chow untuk memilih metode pendekatan yang terbaik antara PLS dan fixed effect. Hasil uji menunjukkan nilai probabilitas 0.0003 dimana angka tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) 5 persen. Karena prob (0.0003) < α (0.05), maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga metode yang digunakan adalah fixed effect. Metode random effect tidak dapat digunakan dalam estimasi model ini, karena jumlah unit cross section yang digunakan lebih sedikit dari jumlah variabel dalam model. Hasil estimasi data panel disajikan pada Tabel 13.
32 Tabel 13. Hasil Estimasi Model Data Panel dengan Pendekatan Fixed Effect Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Ln_TOURt-1 0.171600 4.853932 0.0000 Ln_GDP -0.593301 -2.270320 0.0276 RP -9.591790 -4.129976 0.0001 Ln_TC -0.031427 -1.596199 0.1169 Ln_A 0.476878 4.035197 0.0002 Ln_I -3.422644 -4.914304 0.0000 C 78192.33 1.509135 0.1377 SIN_C 7689.819 MAL_C -1312.159 THAI_C -352.0216 PHIL_C -804.1061 BRUNEI_C -5221.533 Adjusted R-squared 0.989254 Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 1.963142 Sum squared resid weighted 1.63E+08 Sum squared resid unweighted 1.70E+08
Berdasarkan hasil pada Tabel 13, terlihat bahwa hasil estimasi memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.989254, yang berarti sekitar 98.92 persen keragaman permintaan pariwisata Indonesia dari negara-negara ASEAN dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 1.08 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi permintaan pariwisata adalah: faktor sosial seperti demografi, urbanisasi, dan waktu santai (leisure time); faktor teknis seperti kemudahan akses fasilitas komunikasi dan transportasi; faktor psikologis seperti budaya, selera, dan gaya hidup; serta faktor acak terkait peristiwa tertentu, misalnya instabilitas politik, cuaca, dan perayaan hari besar (Carrey K. 1991). Nilai probabilitas (F-statistik) adalah 0.000000, dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) 5 persen. Maka dengan tingkat kepercayaan 95 persen, dapat disimpulkan bahwa variabel permintaan pariwisata tahun sebelumnya, pendapatan negara asal, harga relatif, biaya transportasi, serta jumlah akomodasi dan infrastruktur di negara tujuan secara bersama-sama signifikan memengaruhi jumlah permintaan pariwisata. Selanjutnya, hasil uji-t, menunjukkan bahwa variabel jumlah permintaan pariwisata tahun sebelumnya, pendapatan negara asal, harga relatif, jumlah akomodasi, dan infrastruktur secara parsial berpengaruh signifikan terhadap permintaan pariwisata dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan, biaya transportasi tidak berpengaruh signifikan. Uji normalitas menunjukkan nilai probabilitas 0.825678, dimana nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Nilai prob (0.825678) > α (0.05), maka cukup bukti untuk menerima H0 yang berarti residual error (error term) terdistribusi normal. Pada Tabel 10, terdapat nilai sum square resid weighted sebesar 1.63E+08, dimana nilai tersebut lebih kecil dari sum square resid unweighted sebesar 1.70E+08, maka dapat disimpulkan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Nilai statistik Durbin Watson adalah 1.963142, angka
33 tersebut mendekat nilai 2.00 sehingga berada pada area non-autokorelasi yang mengindikasikan tidak terjadi masalah autokorelasi. Pada hasil estimasi juga tidak terlihat adanya indikasi masalah multikolinearitas, dimana nilai korelasi antar variabel bebas tidak ada yang melebihi nilai residual. Maka, hasil uji ekonometrika menunjukkan bahwa hasil estimasi model bersifat BLUE. Variabel lag dependen, yakni jumlah permintaan pariwisata tahun sebelumnya, memiliki pengaruh positif dengan tingkat signifikansi tinggi. Hal ini menunjukkan permintaan pariwisata dipengaruhi kuat oleh permintaan pariwisata tahun sebelumnya. Pengaruh ini sesuai dengan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Pada hasil estimasi model, didapati bahwa kenaikan 1 persen pada jumlah permintaan pariwisata tahun sebelumnya akan menyebabkan peningkatan 0.17 persen pada permintaan pariwisata tahun ini, ceteris paribus. Permintaan pariwisata, yang digambarkan oleh jumlah wisman yang berkunjung, dipengaruhi oleh jumlah wisman tahun sebelumnya, karena dengan semakin banyaknya wisatawan yang pernah berkunjung ke suatu tempat, maka akan semakin banyak informasi mengenai tempat tersebut. Berdasarkan teori ekonomi, ketersediaan informasi akan meningkatkan permintaan konsumen terhadap suatu komoditi, sehingga semakin banyak informasi mengenai pariwisata Indonesia, maka semakin banyak orang yang tertarik untuk berkunjung ke Indonesia. Pengaruh ini juga sejalan dengan hipotesis bahwa umumnya wisatawan akan mengunjungi kembali daerah yang pernah dikunjunginya sebelumnya (Lumaksono et al. 2012). Pendapatan negara asal dalam hasil estimasi berpengaruh negatif terhadap permintaan pariwisata. Hal ini berarti secara umum, pariwisata Indonesia merupakan barang inferior dibandingkan pariwisata di negara lain bagi warga negara Singapura, Malaysia, Thailand, Philipina, dan Brunei Darussalam. Menurut Stabler et al. (2010), hal ini dapat terjadi pada daerah tujuan wisata yang ramai, dimana ketika tingkat pendapatan seseorang meningkat, wisatawan tidak akan memilih daerah wisata tersebut melainkan memilih daerah tujuan wisata lain yang privasinya lebih tinggi. Pada estimasi model, jika pendapatan wisman meningkat 1 persen, maka akan menurunkan permintaan pariwisata Indonesia sebesar 0.59 persen, ceteris paribus. Pariwisata Indonesia memang belum termasuk tujuan wisata pilihan utama di dunia, dimana daya saingnya masih tergolong rendah. Berdasarkan TTCI, terdapat empat belas pilar penentu indeks daya saing pariwisata internasional yang terbagi dalam tiga sub indeks utama. Empat belas pilar tersebut adalah: Kebijakan dan Peraturan; Pariwisata Berkelanjutan; Keamanan dan Keselamatan; Kesehatan; Prioritas terhadap Sektor Pariwisata; Infrastruktur Transportasi Udara; Infrastruktur Transportasi Darat; Infrastruktur Pariwisata; Infrastruktur Informasi, Komunikasi, dan Teknologi; Daya Saing Harga; Sumber Daya Manusia; Afinitas; Sumber Daya Alam; dan Sumber Daya Budaya. Indonesia memiliki skor yang cukup tinggi untuk pilar prioritas terhadap sektor pariwisata dan daya saing harga, dimana daya saing harga Indonesia cukup rendah sehingga meningkatkan daya beli wisman selama di Indonesia. Adapun Indonesia memiliki skor rendah dalam pilar infrastruktur pariwisata, yang mencakup jumlah akomodasi, ketersediaan kendaraan sewaan, serta ketersediaan ATM dan perbankan internasional. Jumlah akomodasi di Indonesia, seperti telah
34 dijelaskan sebelumnya, lebih banyak terdiri dari penginapan non-bintang, sehingga kualitas pelayanan jasa akomodasi di Indonesia relatif kurang baik. Skor rendah juga didapat untuk infrastruktur ICT serta tingkat kebersihan dan kesehatan. Tingkat perkembangan ICT di Indonesia masih rendah, dimana struktur industri ICT di Indonesia saat ini didominasi oleh industri software seperti sistem aplikasi, jasa layanan, dan konten sebesar 70 persen, sedangkan industri hardware seperti peralatan infrastruktur dan komponen sparepart hanya sebesar 30 persen (Dina 2011). Tingkat kebersihan dan kesehatan di Indonesia juga masih rendah. Pengeluaran negara untuk bidang kesehatan di Indonesia hanya sekitar 2.5 persen dari total GDP (World Development Indicator 2012), sehingga wajar ketika tingkat kesehatan Indonesia masih rendah. Skor dan urutan indeks pariwisata Indonesia berdasarkan TTCI disajikan dalam Tabel 14.
Tabel 14. Skor dan Urutan Indeks Pariwisata Indonesia dalam 14 Pilar TTCI 2011 No. Pilar Skor Urutan (skala 1-7) (dari 139 negara) Kerangka Kebijakan 4.2 94 1. Kebijakan dan Peraturan 4.2 88 2. Pariwisata Berkelanjutan 3.9 127 3. Keamanan dan Keselamatan 4.7 72 4. Kebersihan dan kesehatan 2.6 115 5. Prioritas terhadap Sektor Pariwisata 5.7 15 Lingkungan Bisnis dan Infrastruktur 3.3 86 6. Infrastruktur Transportasi Udara 3.3 58 7. Infrastruktur Transportasi Darat 3.2 82 8. Infrastruktur Pariwisata 2.0 116 9. Infrastruktur Informasi, Komunikasi, 2.5 96 dan Teknologi (ICT) 10. Daya Saing Harga 5.6 4 Sumber Daya Manusia, Alam, dan 4.4 40 Budaya 11. Sumber Daya Manusia 5.0 51 Pendidikan dan Pelatihan 4.9 51 Ketersediaan Tenaga Kerja 5.1 59 Terdidik 12. Afinitas 4.2 121 13. Sumber Daya Alam 4.7 17 14. Sumber Daya Budaya 3.5 39 Sumber: The Travel & Tourism Competitiveness Report 2011
Pada Tabel 14, terlihat bahwa skor dan urutan daya saing kompetitif pariwisata Indonesia masih relatif rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa pariwisata Indonesia bukan merupakan barang mewah dibandingkan pariwisata di negara lainnya. Kondisi ini menjadikan wisman lebih memilih melakukan pariwisata di negara lain ketika secara ekonomi mereka mampu melakukannya.
35 Berbeda dari pengaruh variabel GDP yang tidak sesuai dengan hipotesis, variabel harga relatif memiliki pengaruh yang sesuai dengan hipotesis. Harga relatif memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan pariwisata dengan nilai -9.591790. Artinya, jika harga relatif antara Indonesia dengan negara asal wisman meningkat sebesar 1 satuan, maka hal tersebut akan menurunkan permintaan pariwisata sebesar 9.59 satuan, ceteris paribus. Menurut Choyakh (2009), harga relatif dapat dipandang sebagai harga pariwisata di negara tujuan. Harga pariwisata sebenarnya terdiri atas harga berbagai jenis barang dan jasa yang dinikmati wisman selama berada di tempat wisata. Oleh sebab itu, data indeks harga konsumen (IHK) dapat merepresentasikan rata-rata tingkat harga barang dan jasa tersebut. Dari sudut pandang negara konsumen, dalam hal ini negara asal wisman, kenaikan tingkat harga di negara tujuan akan mengurangi kekuatan daya beli wisman. Berdasarkan teori ekonomi, penurunan pada daya beli akan menurunkan konsumsi, sehingga berdampak pada penurunan permintaan. Selain itu, tingkat harga yang tinggi di negara tujuan akan mengurangi keinginan wisman untuk berkunjung ke negara tersebut dan lebih memilih untuk berkunjung ke negara lain yang memiliki harga relatif lebih rendah (Proença dan Soukiazis 2005). Berdasarkan penilaian TTCI, pariwisata Indonesia memiliki keunggulan dalam hal daya saing harga. Hal ini berarti tingkat harga di Indonesia relatif rendah bagi negara-negara lain. Menurut Kemenparekraf (2010), Indonesia adalah tujuan wisata yang murah untuk dikunjungi karena harga akomodasi yang bersaing, pajak tiket dan bandara yang rendah, dan harga bahan bakar minyak (BBM) yang terjangkau. Bagi sektor pariwisata, kondisi ini menguntungkan, tetapi bagi sektor perekonomian lainnya, kondisi ini kurang menguntungkan. Variabel harga relatif memiliki koefisien paling tinggi yang menunjukkan bahwa pengaruh variabel ini memiliki elastisitas paling tinggi. Maka, perubahan kecil pada harga relatif akan menyebabkan perubahan besar dalam permintaan pariwisata. Penggunaan nilai indeks harga konsumen (IHK) dalam variabel harga relatif secara tidak langsung memasukkan pengaruh dari inflasi di negara tujuan. Jika suatu negara mengalami inflasi, maka akan terjadi kenaikan pada harga barang dan jasa secara umum sehingga meningkatkan IHK. Kenaikan IHK tersebut akan meningkatkan harga relatif terhadap negara asal wisman sehingga akan menurunkan permintaan pariwisata. Maka, untuk meningkatkan permintaan pariwisata internasional, negara tujuan harus menjaga stabilitas ekonominya, termasuk pengendalian inflasi di level makro. Penggunaan nilai tukar pada harga relatif juga memasukan efek dari kekuatan mata uang suatu negara. Ketika mata uang negara tujuan mengalami apresiasi, nilai tukar mata uang negara asal wisman terhadap negara tujuan akan melemah, sehingga harga relatif akan meningkat. Hal tersebut akan mengurangi permintaan pariwisata. Begitu pula sebaliknya, ketika terjadi depresiasi mata uang negara tujuan, nilai tukar mata uang negara asal wisman terhadap mata uang negara tujuan akan menguat sehingga menurunkan harga relatif dan meningkatkan permintaan pariwisata. Dengan kata lain, nilai tukar Rupiah cenderung lemah di pasar dunia, atau nilai tukar mata uang negara-negara maju terhadap Rupiah kuat sehingga harga relatif pariwisata Indonesia menjadi rendah. Hal itulah yang mendasari Indonesia memiliki daya saing harga yang tinggi.
36 Variabel biaya transportasi dalam hasil estimasi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap permintaan pariwisata. Dalam hipotesis, naiknya biaya transportasi akan menurunkan permintaan pariwisata karena meningkatnya total biaya yang harus dikeluarkan. Dalam kenyataannya, harga minyak dunia tidak berpengaruh kuat terhadap keputusan wisman dari negara-negara ASEAN untuk berpariwisata ke Indonesia. Hal ini dapat dijelaskan oleh munculnya jasa transportasi berbiaya rendah, baik melalui penerbangan LCC maupun program promosi jasa angkutan lainnya. Saat ini, banyak maskapai penerbangan yang menyediakan tiket perjalanan murah, khususnya untuk rute jarak dekat, seperti antar negara dalam satu kawawan regional. Di kawasan ASEAN, industri penerbangan LCC Air Asia telah berkembang pesat dalam menyediakan jasa penerbangan antar negara ASEAN dengan biaya rendah. Di Indonesia, 40 persen penerbangan berjadwal ke luar negeri dikuasai oleh Air Asia, yang didominasi rute penerbangan antar negara ASEAN (Kemenhub Udara 2012). Jumlah akomodasi di negara tujuan berpengaruh positif terhadap permintaan pariwisata dengan nilai 0.476878. Artinya, jika terjadi kenaikan jumlah akomodasi di negara tujuan sebesar 1 persen, maka akan meningkatkan permintaan pariwisata sebesar 0.47 persen, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis, dimana jumlah akomodasi di negara tujuan merupakan salah satu bentuk penawaran yang dilakukan dalam perdagangan pariwisata, sehingga kenaikan dalam sisi penawaran, ceteris paribus, akan meningkatkan jumlah wisatawan. Hal ini didukung pula oleh data bahwa 35-45 persen pengeluaran wisman ditujukan untuk akomodasi, sehingga ketersediaan akomdasi merupakan salah satu pertimbangan wisman untuk berkunjung ke Indonesia. Maka, Indonesia sebaiknya meningkatkan ketersediaan akomodasi, baik secara kuantitas maupun kualitas, untuk meningkatkan permintaan pariwisata internasional. Infrastruktur, sebagai variabel lain dari sisi penawaran, memiliki pengaruh negatif dalam hasil estimasi yang dilakukan. Koefisien variabel infrastruktur adalah -3.422644, yang berarti kenaikan infrastruktur di negara tujuan sebesar 1 persen, akan menurunkan permintaan pariwisata internasional sebesar 3.42 persen. Pengaruh tersebut tidak sesuai dengan hipotesis, walaupun menunjukkan angka yang signifikan. Proença dan Soukiazis (2005) menjelaskan pengaruh negatif dari infrastuktur terjadi karena wisman tidak terlalu memedulikan infrastruktur keseluruhan di negara tujuan yang tidak dinikmatinya secara langsung. Dalam penelitian ini, infrastruktur diwakili oleh panjang jalan beraspal, dimana persentase pengeluaran wisman di Indonesia untuk transportasi lokal yang memanfaatkan jalan raya hanya berkisar 5 persen. Maka, pendapat Proença dan Soukiazis (2005) dapat dipandang sebagai kecilnya penggunaan infrastruktur jalan oleh wisman, sehingga pembangunan jalan justru mengurangi pembangunan di bidang lain yang sebenarnya lebih banyak dimanfaatkan oleh wisman, seperti akomodasi dan pasar tradisional untuk belanja serta membeli cinderamata. Aslan et al. (2008) menjelaskan pengaruh negatif dari infrastuktur terhadap permintaan pariwisata terjadi karena pembangunan infrastruktur banyak difokuskan di saat musim liburan, sehingga pembangunan tersebut justru mengganggu kenyamanan wisman. Hal serupa terjadi di Indonesia, dimana pembangunan jalan raya yang dimaksudkan selesai saat musim liburan justru seringkali tidak berjalan sesuai jadwal, sehingga pembangunan terus berjalan di
37 musim liburan dan mengganggu kenyamanan serta kelancaran arus transportasi. Selain itu, pembangunan jalan di Indonesia seringkali kurang memperhatikan kerapian dan lingkungan sekitar, sehingga selama proses maupun setelah proses pembangunan selesai, kondisi keindahan dan kenyamanan lingkungan tidak diperhatikan. Hal ini akan menurunkan daya tarik bagi wisatawan. Pembangunan infrastruktur yang kurang terencana dengan baik dapat menjadi alasan lain dari pengaruh negatif infrastruktur terhadap pariwisata. Pembangunan infrastruktur di Indonesia berjalan relatif lambat dibandingkan perkembangan industri pariwisata. Rata-rata pertumbuhan infrastruktur dari tahun 2000 sampai 2011 di Indonesia adalah 2.85 persen, sedangkan rata-rata pertumbuhan jumlah kedatangan wisman adalah 4.46 persen. Selain itu, pembangunan infrastruktur di Indonesia terjadi kurang merata. Menurut Pangestu (2012), masalah utama pengembangan pariwisata di daerah luar Jawa, adalah minimnya aksesibilitas dan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur di Indonesia sebagian besar terjadi di kota-kota besar di Pulau Jawa. Jadi, walaupun secara makro terjadi pembangunan infrastruktur, namun pembangunan tersebut tidak merata dan tidak mencakup daerah-daerah wisata di luar kota besar, khususnya yang berada di luar Pulau Jawa. Hal tersebut menyebabkan adanya asimetri pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kajian lebih lanjut mengenai infrastruktur yang dapat mendorong terjadinya pariwisata perlu dilakukan untuk meningkatkan sektor pariwisata dan perekonomian nasional secara umum. Efek individu pada data cross section yang paling tinggi adalah Singapura, yang berarti jika diasumsikan variabel jumlah permintaan tahun sebelumnya, GDP negara asal, harga relatif, biaya transportasi, serta akomodasi dan infrastruktur di negara tujuan tidak berpengaruh, maka permintaan pariwisata dari Singapura adalah yang paling tinggi. Tanpa pengaruh dari variabel-variabel bebas, besarnya permintaan pariwisata dari Singapura adalah sebesar (7689.819+78192.33) atau 15509.149, dari Malaysia sebesar (-1312.159+78192.33) atau 6507.171, dari Thailand sebesar (-352.0216+78192.33) atau 7467.308, dari Philipina sebesar (-804.1061+78192.33), dan dari Brunei Darussalam adalah sebesar (-5221.533+ 78192.33) atau 2597.797.
SIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, pariwisata internasional Indonesia didominasi oleh wisatawan mancanegara yang datang untuk tujuan berlibur selama tujuh sampai sembilan hari. Rata-rata pengeluaran wisman adalah US$ 1085 per kunjungan dengan persentase terbesar untuk akomodasi, diikuti oleh konsumsi makanan dan minuman, cinderamata, dan belanja pribadi. Sekitar 70 persen wisman datang ke Indonesia melalui jalur udara, dimana mereka dapat masuk melalui 27 bandara internasional di Indonesia. Dari sisi penawaran, Indonesia memiliki 3939 objek wisata peninggalan bersejarah dan 3672 objek wisata komersial yang didominasi oleh objek wisata alam. Akomodasi di Indonesia didominasi oleh akomodasi non-bintang dengan jumlah yang mengalami peningkatan setiap tahun.
38 Keunggulan komparatif pariwisata Indonesia sempat berada di atas rata-rata pasar ASEAN pada tahun 2000 sampai 2005, tetapi kemudian mengalami penurunan sejak tahun 2006. Rata-rata indeks RCA pariwisata Indonesia berada pada urutan keenam dari sepuluh negara di Asia Tenggara. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pariwisata internasional Indonesia dari negara-negara ASEAN adalah permintaan pariwisata tahun sebelumnya, GDP per kapita negara asal, harga relatif, serta jumlah akomodasi dan infrastruktur di negara tujuan. Jumlah akomodasi dan permintaan tahun sebelumnya berpengaruh positif, sedangkan variabel lainnya berpengaruh negatif. Pengaruh paling besar adalah dari variabel harga relatif. GDP negara asal yang berpengaruh negatif menandakan pariwisata Indonesia merupakan barang inferior, dimana hal tersebut diperkuat dengan indeks keunggulan kompetitif pariwisata Indonesia yang rendah di pasar dunia.
SARAN Dari pembahasan yang telah dilakukan, saran yang dikemukakan adalah: 1. Untuk meningkatkan pariwisata Indonesia, pengembangan akomodasi di Indonesia perlu dilakukan, terutama pengembangan hotel berbintang dengan kualitas yang baik. Pembangunan hotel berbintang disarankan tidak hanya dilakukan di kota-kota besar, tetapi juga di daerah-daerah kecil yang dekat dengan objek wisata. 2. Untuk mencegah penurunan permintaan pariwisata, diperlukan stabilitas ekonomi agar Indonesia mampu menjaga daya saing harga yang menjadi daya tarik bagi wisman dan memberi pengaruh terbesar terhadap perdagangan pariwisata Indonesia. 3. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan koordinasi dan kerja sama untuk meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia di dunia sehingga pariwisata Indonesia tidak menjadi barang inferior bagi negara-negara ASEAN. Hal ini dapat dilakukan terutama dengan mengembangkan infrastruktur pariwisata (akomodasi), meningkatkan kebersihan dan kesehatan lingkungan, serta meningkatkan infrastruktur teknologi, komunikasi, dan informasi. 4. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait pembangunan infrastruktur di Indonesia dan pengaruhnya terhadap pariwisata. 5. Pada waktu yang akan datang, perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai permintaan pariwisata yang dipengaruhi dampak dari liberalisasi pariwisata di ASEAN.
DAFTAR PUSTAKA Andriansyah D. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): IPB Aslan A. Kaplan M. Kula F. 2008. International Tourism Demand for Turkey: A Dynamic Panel Data Approach. MPRA. No.10601. doi:10.1016/10601
39 Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara 2000. Marsono E. editor. Jakarta (ID): BPS Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara 2005. Marsono E. editor. Jakarta (ID): BPS Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Infrastruktur Indonesia 2011. Jakarta (ID): BPS Baltagi B. 2005. Econometric Analysis of Panel Data 3rd Edition. Englan: John Wiley&Sons.Ltd. Botti L. Peypoch N. Randriamboarison R. Solonandrasana B. 2006. An Econometric Model of Tourism Demand in France. An International Multidisciplinary Journal of Touris. 2(1):115-126. doi:10.1016/25390 Brida J. Risso W. 2009. A Dynamic Panel Data Study of The German Demand for Tourism in South Tyrol. Tourism and Hospitality Research. 9(4):305-313. doi: 10.1007/s10614-009-9187-1.5. Carey K. 1991. Estimation of Caribbean Tourism Demand: Issues in Measurement and Methodology. Atlantic Economic Journal. 19(3): 32-40. doi: 10.1007/BF02299101 Choyakh H. 2009. Modelling Tourism Demand in Tunisia Using Cointegration and Error Correction Models. Advances in Tourism Economics. 71-84. doi: 10.1007/978-3-7908-2124-6_5 Crouch G. Shaw R. 1992. International Tourism Demand: a Meta-Analytical Integration of Research Findings. Choose and Demand in Tourism. London (ENG): Mansell. 175-207. Firdaus M. 2012. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Press. Gujarati D. 2006. Essentials of Econometrics Third Edition. McGraw-Hill International Edition. US: United States Military Academy, West Point. Hanafiah Mohd H. Harun Mohd F. Jamaluddin Mohd R. 2010. Bilateral Trade and Tourism Demand. World Applied Sciences Journal. 10(1):110-114. doi: 10.5829/1818-4952. Kim H. Lee N. 2010. Specialization Analysis of Global and Korean Tourism Industry: On an Basis of Revealed Comparative Advantage. International Journal of Tourism Sciences. 10(1):1-12. doi: 10-1080. Ledesma-Rodríguez F. Navarro-Ibáñez M. Pérez-Rodríguez J. 1999. Panel Data and Tourism Demand: The Case of Tenerife. Tourism Economics Fedea. 7(1):75-88. doi: 10.5367/dt99.17 Leitão N.C. 2009. Portuguese Tourism Demand. Journal of Global Business and Technology. 5(2):63-72. Lumaksono A. Priyarsono D. Kuntjoro. Heriawan R. 2012. Dampak Ekonomi Pariwisata Internasional pada Perekonomian Indonesia. Forum Pascasarjana. 35(1):53-68. Bogor (ID): IPB. Oktaviani R. Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia Bagian I. Bogor (ID): Departemen Ilmu Ekonomi IPB. Prabowo M A. 2009. Dampak Ekonomi Sektor Pariwisata Indonesia Tahun 2005: Analisa Model Input-Output. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia. Pratomo D. 2009. Permintaan Pariwisata Indonesia: Studi Kasus Wisatawan Malaysia. Journal of Indonesian Applied Economics. 3(2):200-209. ISSN: 1907-7947
40 Proença S. Soukiazis E. 2005. Demand for Tourism in Portugal: A Panel Data Approach [discussion paper no.29]. Portugal (PT): Universidade de Coimbra Restiyono DP. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengeluaran Wisatawan Mancanegara pada Industri Pariwisaata Indonesia [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro Rey B. Rafael M. Asun G. 2012. Mixed Effects of Low-Cost Airlines on Tourism in Spain: A Dynamic Panel Data Model. Journal of Air Transport Management. 17(3):163-167. doi: 10.1016/j.jairtraman.2010.12.004 Stabler M. Papatheodorou A. Sinclair M. 2010. The Economics of Tourism Second Edition. New York: Routledge. Siregar M. 2008. Hukum Perdagangan Jasa Internasional. Medan (ID): Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU. Surugiu C. Leitão N. Surugiu M. 2011. A Panel Data Modelling of International Tourism Demand: Evidences for Romania. Ekonomska istraživanja. 24(1):134-145. ISSN 1331-677X Winantyo R. Saputra R. Fitriani S. Morena R. Kosotali A. Saichu G. Rohmadyati U. Sholihah. Rachmanto A. Gandara D. 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo. [ASEAN]. 2010. ASEAN Statistical Yearbook 2010. Jakarta: ASEAN Secretariat. [ASEAN]. 2012. ASEAN Statistical Leaflet 2012. Jakarta: ASEAN Secretariat. [CIA]. 2012. The World Factbook. ISSN 1553-8133. [internet]. [diunduh 2013 April 25]. Tersedia pada https://www.cia.gov/library/publications/theworld-factbook/wfbExt/region_eas.html [EIA]. 2012. Petroleum&Other Liquids Data. Diakses melalui http://www.eia.gov/dnav/pet/pet_pri_spt_s1_d.htm [Kemenparekraf]. 2012. Kinerja Statistik Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. [internet]. Diakses melalui http://www.budpar.go.id/asp/ringkasan.asp?crhal=2&c= 113&ref= [WEF]. 2012. The Travel & Tourism Competitiveness Report 2011 Beyond the Downturn. Blanke J. Chiesa. editor. Switzerland. [World Bank]. 2012. World Development Indicators. Diakses melalui http://data.worldbank.org/data-catalog/world-development-indicators [World Bank]. 2012. Data. [internet]. Diakses melalui http://data.worldbank.org/indicator/ Daneswari P. 2013 Februari 15. 10 Objek Wisata Indonesia Paling Diminati Sepanjang 2012. Metronews. Life&Style: Travelista. [internet]. [diunduh 2013 April 16]. Tersedia pada http://www.metrotvnews.com/lifestyle/ read/2013/02/15/912/131246/10-Objek-Wisata-Indonesia-Paling-DiminatiSepanjang-2012 Pangestu M E. 2012. Pariwisata RI Butuh Infrastruktur [komunikasi singkat]. [internet]. [diunduh 2013 Maret 7]. Tersedia pada http://kppo. bappenas.go.id/publication/pariwisata-ri-butuh-infrastruktur Dina. 2011. Perkembangan ICT di Indonesia. [internet]. [diunduh 2013 April 16]. Tersedia pada http://blog.ub.ac.id/dina/2010/10/11/perkembangan-ict-diindonesia/
41
LAMPIRAN Lampiran 1. Statistik Deskriptif Variabel yang Digunakan LN_TOUR 120097.8 117783.0 143131.0 91011.00 16967.45 -0.054936 1.673216
LN_YT1 517189.7 498209.5 621609.0 386794.0 75312.80 -0.017376 1.654619
RP 204.5167 40.50000 605.0000 12.00000 228.0770 0.559935 1.519900
LN_TC 585703.3 535687.5 848033.0 378022.0 159118.2 0.279040 1.478910
LN_GDP 86650.72 84363.50 104202.0 69547.00 12070.21 0.084196 1.462489
LN_A 939651.5 934184.0 963450.0 922276.0 14787.46 0.301647 1.433725
4.431070 0.109095
4.528144 0.103926
8.612012 0.013487
6.562922 0.037573
5.980743 0.050269
7.042951 7.342913 0.029556 0.025439
Sum 7205866. Sum Sq. Dev 1.70E+10
31031380 3.35E+11
12271.00 3069129.
35142196 1.49E+12
5199043. 8.60E+09
56379090 7418215. 1.29E+10 86036185
60
60
60
60
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis Jarque-Bera Probability
Observations
60
60
LN_I 123636.9 123014.0 125536.0 122220.0 1207.576 0.405552 1.490273
60
Lampiran 2. Hasil Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
d.f.
Prob.
Cross-section F
6.368904
(4.49)
0.0003
Lampiran 3. Hasil Uji Normalitas 12
Series: Standardized Residuals Sample 2000 2011 Observations 60
10
8
6
4
2
0 -4000
-2000
0
2000
4000
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-7.20e-14 -120.6521 3895.358 -3925.704 1660.439 0.166530 2.794301
Jarque-Bera Probability
0.383101 0.825678
42
Lampiran 4. Korelasi antar Variabel LN_TOUR LN_YT1 LN_GDP RP LN_A LN_I LN_TC
LN_TOUR LN_YT1 LN_GDP RP 1 0.991816 0.194477 -0.282936 0.991816 1 0.203588 -0.284851 0.194477 0.203588 1 -0.865322 -0.282936 -0.284851 -0.865322 1 0.166913 0.133333 0.064691 0.037769 0.168627 0.139191 0.060254 0.031518 -0.198970 -0.208802 -0.877352 0.947374
LN_A 0.166913 0.133333 0.064691 0.037769 1 0.979966 0.242811
LN_I LN_TC 0.168627 -0.198970 0.139191 -0.208802 0.060254 -0.877352 0.031518 0.947374 0.979966 0.242811 1 0.220708 0.220708 1
Lampiran 5. Hasil Estimasi Data Panel Dependent Variable: LN_TOUR Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/12/13 Time: 22:01 Sample: 2000 2011 Periods included: 12 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 60 Linear estimation after one-step weighting matrix White period standard errors & covariance (d.f. corrected) WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_YT1 LN_GDP LN_RP LN_TC LN_A LN_I C
0.171600 -0.593301 -9.591790 -0.031427 0.476878 -3.422644 78192.33
0.035353 2.322481 0.019689 0.118180 0.696466 51812.67
4.853932 -4.129976 -1.596199 4.035197 -4.914304 1.509135
0.0000 0.0276 0.0001 0.1169 0.0002 0.0000 0.1377
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.991075 0.989254 1822.010 544.1369 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
144853.2 43604.15 1.63E+08 1.963142
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.989987 1.70E+08
Mean dependent var Durbin-Watson stat
120097.8 1.739624
1427886 1477132 1447315 1469282 1644717 1417803 1401804 1352412 1397056 1272862
1477132
1447315
1469282
1644717
1417803
1401804
1352412
1397056
1272862
1373126
1505588
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1373126
33529.83
32640.68
28949.86
30131.62
31247.00
29925.50
28388.87
27068.97
25110.50
23658.87
22913.32
23814.56
1332877
1427886
2000
GDP
t
Gdp per kapita Negara Asal (Harga Konstan 2000. US$)
TOURt-1
TOUR
Tahun
Jumlah Wisman Tahun Sebelumnya
Jumlah Wisman
0.0001840
0.0001922
0.0001754
0.0001754
0.0001924
0.0001942
0.0001715
0.0001719
0.0001767
0.0001578
0.0001276
0.0001354
PR
Price Ratio
139.94014
108.54890
89.80174
137.15661
109.17444
103.53490
90.82617
64.66814
50.26199
44.74680
43.82553
49.40879
TC
15283
14587
13932
13751
13584
11461
11350
10861
10435
10393
10375
10125
A
Biaya Transportasi. Jumlah Harga Minyak Akomodasi di Dunia (US$ Per Negara Tujuan Barrel)
283102
277755
271230
258744
250280
223343
216714
206144
214308
212531
212879
203214
I
Infrastruktur. Panjang Jalan Beraspal (Km)
43
Lampiran 6. Data Variabel Terikat dan Variabel Bebas
475845
484692
475163
466811
622541
591358
769988
891353
1117454
1179366
1277476
TOUR
475845
484692
475163
466811
622541
591358
769988
891353
1117454
1179366
1277476
1302237
Tahun
t
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
440212
TOURt-1
Jumlah Wisman
Jumlah Wisman Tahun Sebelumnya
5345.21
5168.69
4901.55
5057.83
4905.12
4695.23
4529.60
4385.97
4194.26
4052.88
3933.94
4005.56
GDP
Gdp per kapita Negara Asal (Harga Konstan 2000. US$)
0.0004549
0.0004524
0.0004190
0.0004077
0.0004282
0.0004372
0.0003902
0.0003963
0.0003946
0.0003444
0.0002844
0.0003152
PR
Price Ratio
340.45594
256.43073
217.60281
323.37568
249.01753
239.01841
206.66159
145.38800
109.63000
94.96200
92.94800
108.90800
TC
Biaya Transportasi. Harga Minyak Dunia (US$ Per Barrel)
15283
14587
13932
13751
13584
11461
11350
10861
10435
10393
10375
10125
A
Jumlah Akomodasi di Negara Tujuan
283102
277755
271230
258744
250280
223343
216714
206144
214308
212531
212879
203214
I
Infrastruktur. Panjang Jalan Beraspal (Km)
Singapura
i
Negara
44
(lanjutan Lampiran 6)
48477
50489
50589
42585
55024
44897
42155
68050
76842
109547
123825
TOUR
48477
50489
50589
42585
55024
44897
42155
68050
76842
109547
123825
141771
Tahun
t
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
34918
TOURt-1
Jumlah Wisman
Jumlah Wisman Tahun Sebelumnya
2699.12
2712.51
2531.23
2608.25
2562.72
2458.52
2359.64
2277.56
2164.30
2042.80
1962.24
1943.24
GDP
Gdp per kapita Negara Asal (Harga Konstan 2000. US$)
0.0044464
0.0043923
0.0040862
0.0040232
0.0042468
0.0044708
0.0041444
0.0042589
0.0044277
0.0040342
0.0034078
0.0034163
PR
Price Ratio
3392.51025
2522.49898
2116.80369
3229.39136
2500.49700
2468.39003
2194.81251
1538.90960
1196.83119
1073.57248
1086.80427
1149.60428
TC
Biaya Transportasi. Harga Minyak Dunia (US$ Per Barrel)
15283
14587
13932
13751
13584
11461
11350
10861
10435
10393
10375
10125
A
Jumlah Akomodasi di Negara Tujuan
283102
277755
271230
258744
250280
223343
216714
206144
214308
212531
212879
203214
I
Infrastruktur. Panjang Jalan Beraspal (Km)
Malaysia
i
Negara
45
(lanjutan Lampiran 6)
79682
82828
84060
76665
76742
78402
74982
137317
159003
162463
189486
TOUR
79682
82828
84060
76665
76742
78402
74982
137317
159003
162463
189486
223779
Tahun
t
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
46177
TOURt-1
Jumlah Wisman
Jumlah Wisman Tahun Sebelumnya
1413.37
1383.40
1307.14
1314.23
1283.47
1225.05
1185.38
1153.02
1102.22
1071.69
1055.81
1048.07
GDP
Gdp per kapita Negara Asal (Harga Konstan 2000. US$)
0.0056950
0.0056838
0.0051936
0.0051382
0.0055979
0.0060073
0.0056761
0.0060459
0.0060132
0.0050609
0.0041668
0.0041567
PR
Price Ratio
4819.01961
3591.18037
2943.74397
4296.69950
3342.98946
3343.63800
3006.01528
2144.08721
1563.76617
1289.57313
1247.28022
1266.54989
TC
Biaya Transportasi. Harga Minyak Dunia (US$ Per Barrel)
15283
14587
13932
13751
13584
11461
11350
10861
10435
10393
10375
10125
A
Jumlah Akomodasi di Negara Tujuan
283102
277755
271230
258744
250280
223343
216714
206144
214308
212531
212879
203214
I
Infrastruktur. Panjang Jalan Beraspal (Km)
Thailand
i
Negara
46
(lanjutan Lampiran 6)
12787
14526
15310
11408
14146
16234
8965
11209
12134
15709
39063
TOUR
12787
14526
15310
11408
14146
16234
8965
11209
12134
15709
39063
48193
Tahun
t
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
7378
TOURt-1
Jumlah Wisman
Jumlah Wisman Tahun Sebelumnya
17301.34
17225.32
17092.46
17722.66
18416.91
18745.80
18311.88
18609.15
18896.53
18749.58
18441.35
18350.13
GDP
Gdp per kapita Negara Asal (Harga Konstan 2000. US$)
0.0002060
0.0002086
0.0001859
0.0001870
0.0001962
0.0001959
0.0001715
0.0001733
0.0001767
0.0001574
0.0001248
0.0001320
PR
Price Ratio
139.95540
108.54899
89.80511
137.38014
109.17444
103.53490
90.82617
64.66814
50.26199
44.74680
43.82553
49.40879
TC
Biaya Transportasi. Harga Minyak Dunia (US$ Per Barrel)
15283
14587
13932
13751
13584
11461
11350
10861
10435
10393
10375
10125
A
Jumlah Akomodasi di Negara Tujuan
283102
277755
271230
258744
250280
223343
216714
206144
214308
212531
212879
203214
I
Infrastruktur. Panjang Jalan Beraspal (Km)
Philipina
i
Negara
47
(lanjutan Lampiran 6)
Brunei Darussalam
i
Negara
48
Lampiran 7. Hasil RCA Seluruh Negara ASEAN
Negara
Indonesia
Singapura
Malaysia
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Xi 67621.17 62625.87 63956.80 71553.14 82744.35 97387.62 113143.43 127226.10 152095.15 130357.77 174323.24 222948.76
Ekspor Pariwisata ASEAN (juta US$) Xwj 28913 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 89122
Total Ekspor ASEAN (juta US$) Xw 513740.24 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 1454034.12
5142 4641 4458 3842 5327 6209 7536 9066 10714 9368 14133 17990
184495.29 171202.75 170980.37 193655.72 239739.12 283664.91 324724.22 366679.76 402639.87 395487.56 441593.36 500852.90
28913 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 89122
513740.24 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 1454034.12
5873 7627 8084 6799 9183 10389 12280 17948 18553 17231 18315 19593
112369.21 102435.79 109221.05 117854.21 143927.63 162047.46 182517.33 205492.25 229832.30 184891.73 231384.63 263627.85
28913 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 89122
513740.24 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 1454034.12
Ekspor Pariwisata (juta US$)
Total Ekspor (juta US$)
Xij 4975 5277 5797 4461 5226 5094 4890 5831 8150 6054 7618 8994
Indeks RCA 1.307 1.344 1.414 1.164 1.111 1.006 0.777 0.727 0.900 0.797 0.747 0.658 0.996 0.495 0.432 0.407 0.370 0.391 0.421 0.417 0.392 0.447 0.407 0.547 0.586 0.443 0.929 1.188 1.155 1.077 1.122 1.233 1.209 1.385 1.357 1.600 1.353 1.213
49 Rata-rata
1.235
(lanjutan Lampiran 7)
Negara
Thailand
Philipina
Brunei Darussalam
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Xi 81953.03 76088.35 81447.79 93686.92 114062.47 129738.09 152514.49 181341.47 208371.01 180251.07 227335.96 265972.38
Ekspor Pariwisata ASEAN (juta US$) Xwj 28913 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 89122
Total Ekspor ASEAN (juta US$) Xw 513740.24 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 1454034.12
2334 2011 2018 1821 2390 2755 4019 5520 3024 2853 3228 3796
41622.64 35101.00 38032.27 39568.64 44381.43 47551.53 56923.38 64614.29 64080.24 54257.86 69463.70 69718.86
28913 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 89122
513740.24 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 1454034.12
n/a 155 113 124 181 191 224 233 242 254 n/a n/a
n/a 3894.18 3922.15 4543.53 5416.09 6688.04 8227.33 8310.40 11269.69 7811.36 n/a n/a
n/a 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 n/a n/a
n/a 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 n/a n/a
Ekspor Pariwisata (juta US$)
Total Ekspor (juta US$)
Xij 9935 9378 10388 10456 13054 12102 16614 20623 22497 19814 23809 30926
Indeks RCA 2.154 1.966 1.990 2.083 2.013 1.793 1.958 1.804 1.814 1.888 1.790 1.897 1.929 0.996 0.914 0.828 0.859 0.947 1.114 1.269 1.355 0.793 0.903 0.794 0.888 0.972 0.000 0.635 0.449 0.509 0.588 0.549 0.489 0.445 0.361 0.558 n/a n/a
50 Rata-rata
0.509
(lanjutan Lampiran 7)
Negara
Vietnam
Laos
Kamboja
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Xi n/a n/a n/a 23452.27 29862.57 36702.95 44835.43 54607.52 70982.72 66374.60 82513.45 107551.68
Ekspor Pariwisata ASEAN (juta US$) Xwj n/a n/a n/a 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 89122
Total Ekspor ASEAN (juta US$) Xw n/a n/a n/a 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 1454034.12
114 108 110 77 122 143 160 190 280 271 385 413
521.02 503.85 516.63 600.64 723.00 934.40 1394.91 1456.88 1742.94 1801.28 2552.47 3126.60
28913 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 89122
513740.24 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 1454034.12
345 429 509 441 673 929 1109 1169 1280 1208 1332 1790
1821.40 2093.24 2374.30 2632.86 3395.18 4032.88 4989.82 5643.62 6784.93 5119.91 6080.13 6938.31
28913 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 89122
513740.24 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 1454034.12
Ekspor Pariwisata (juta US$)
Total Ekspor (juta US$)
Xij n/a n/a n/a 1400 1700 2300 2850 3750 3930 3050 4450 5620
Indeks RCA n/a n/a n/a 1.114 1.001 1.205 1.143 1.089 0.930 0.789 0.922 0.853 1.005 3.888 3.419 3.322 2.393 2.967 2.942 2.062 2.069 2.700 2.583 2.577 2.155 2.757 3.366 3.269 3.345 3.127 3.486 4.429 3.995 3.286 3.170 4.052 3.743 4.209
51 Rata-rata
3.623
(lanjutan Lampiran 7)
Negara
Myanmar
Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata
Ekspor Pariwisata (juta US$)
Total Ekspor (juta US$)
Xij 195 132 136 70 97 83 59 97 80 75 91 n/a
Xi 2139.42 2929.49 2847.12 2958.83 3181.39 4046.92 4834.20 6609.98 7503.18 7017.02 8197.94 n/a
Ekspor Pariwisata ASEAN (juta US$) Xwj 28913 29758 31613 29491 37953 40195 49741 64427 68750 60178 73361 n/a
Total Ekspor ASEAN (juta US$) Xw 513740.24 474724.63 493211.57 550506.75 667433.23 772794.80 894104.52 1021982.28 1155302.01 1033370.15 1253518.62 n/a
Indeks RCA 1.620 0.719 0.745 0.442 0.536 0.394 0.219 0.233 0.179 0.184 0.190 n/a 0.496
52
RIWAYAT HIDUP Penulis, Anindita Sita Dewi, lahir di Bogor pada tanggal 3 Mei 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Djoko Sukrisno Riyanto, M.Sc. dan Ir. Asri Handayani Dewi. Pada tahun 2003, penulis mengikuti pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Sumedang, lalu pindah ke SMP Negeri 4 Bogor pada tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor dan lulus tahun 2009. Kemudian, penulis diterima sebagai mahasiwa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB, melalui jalur PMDK. Selama di IPB, penulis tergabung dalam UKM Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman divisi tari dan beberapa kali tampil sebagai pengisi acara di dalam maupun luar kampus, diantaranya dalam workshop internasional The 8th QSAPLLE di Nusa Dua Bali tahun 2012. Penulis juga tergabung dalam Bina Desa BEM KM IPB sebagai bendahara divisi Komunikasi dan Infomasi pada tahun 2009, dan sebagai bendahara umum pada tahun 2010. Di tingkat fakultas, penulis tergabung dalam BEM FEM Kabinet Progresif sebagai bendahara Departemen Pendidikan tahun 2011. Penulis merupakan runner up 1 FEM Ambassador 2010, dan Mahasiswa Berprestasi Departemen Ilmu Ekonomi 2011 dengan IPK 3.93 pada semester 7. Di luar bidang akademik, penulis merupakan Juara 1 Lomba Aerobik tingkat TPB pada tahun 2009, Juara 2 Lomba Aerobik tingkat IPB dan tingkat fakultas pada tahun 2010, dan Juara 1 Lomba Aerobik tingkat IPB tahun 2011.