ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PENGELOMPOKKAN KECAMATAN BERDASARKAN BEBERAPA PEUBAH SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008
OLEH RA. LEISA TRIANA H14094003
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
RA. LEISA TRIANA. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008 (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).
Dalam mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah guna meningkatkan dan mempercepat pembangunan daerah, pembangunan dilakukan dengan konsep pembangunan lintas wilayah. Pembangunan lintas wilayah mencakup upaya pengembangan wilayah untuk mendayagunakan potensi dan kemampuan daerah dengan berbagai alat kebijakan yang mendukung perkembangan perekonomian daerah, berkembangnya pemukiman, perkotaan, pedesaan, wilayah cepat tumbuh, perbatasan dan wilayah tertinggal, serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, meningkatkan hidup dan kehidupannya. Pemekaran wilayah menjadi suatu pilihan yang dilakukan pemerintah daerah untuk mempercepat pembangunan daerah. Kabupaten Bogor sebelum otonomi daerah terdiri dari 30 kecamatan kini dimekarkan menjadi 40 kecamatan. Strategi pembangunan dilakukan dengan pendekatan per wilayah pembangunan yaitu wilayah pembangunan Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Timur. Namun dirasakan adanya ketimpangan pembangunan yang tercermin dari potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi yang tidak merata di Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengelompokkan kecamatankecamatan yang ada di Kabupaten Bogor berdasarkan kondisi sarana sosial ekonomi dan potensi yang dimiliki sebagai suatu alternatif dalam menetapkan kebijakan pembangunan wilayah tersebut menjadi lebih operasional dan terarah. Pada penelitian ini, untuk mengelompokkan kecamatan di Kabupaten Bogor digunakan analisis faktor dan analisis cluster dengan metode hierarki. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data agregat yang diolah dari potensi desa/kelurahan 2008 dan Publikasi Kabupaten Bogor dalam Angka tahun 2009. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam mengelompokkan wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi, telah terjadi keragaman antar kecamatan yang disebabkan oleh dua faktor yaitu: (1) faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi; (2) faktor produksi padi. Kemudian dengan menggunakan metode hierarki menurut jarak Euclidian didapatkan sebelas cluster kecamatan. Kesebelas cluster kecamatan tersebut terdiri dari cluster VII, VIII, IX, X, XI yang masing-masing beranggotakan satu kecamatan. Cluster I, II, III, IV, V, VI masing-masing beranggotakan sepuluh, tujuh, lima, lima, empat dan empat kecamatan. Kesebelas cluster dikelompokkan kembali menjadi empat wilayah yang masing-masing berisi beberapa cluster kecamatan yang dianggap mempunyai ciri faktor yang sama yaitu wilayah pertama adalah cluster kecamatan yang potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai dan
produksi padinya cukup baik. Wilayah ini terdiri dari sembilan kecamatan. Wilayah kedua adalah cluster kecamatan yang potensi penduduk dan sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai terdiri dari lima kecamatan, wilayah ketiga adalah cluster kecamatan yang produksi padinya cukup baik terdiri dari sembilan kecamatan dan wilayah keempat adalah kecamatan yang potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi kurang memadai dan produksi padinya cukup rendah yang terdiri dari 17 kecamatan. Berdasarkan wilayah pembangunan dengan menggunakan peubah yang sama maka wilayah pembangunan Bogor Timur memiliki potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai dan produksi padinya cukup baik, Bogor Tengah memiliki potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi yang cukup memadai sementara wilayah pembangunan Bogor Barat produktivitas padinya cukup baik. Adapun perbedaan penelitian pada Tahun 1999 dan Tahun 2008 adalah jumlah peubah yang digunakan pada Tahun 1999 sebanyak 13 peubah dan pada Tahun 2008 sebanyak 12 peubah. Faktor yang terbentuk adalah lima faktor pada tahun 1999 dan dua faktor pada Tahun 2008. Banyaknya cluster yang terbentuk adalah sepuluh cluster pada Tahun 1999 dan 11 cluster pada Tahun 2008. Berkurangnya jumlah faktor dari lima pada tahun 1999 menjadi dua pada tahun 2008 dapat dijelaskan dari keragaman antar peubah dan korelasi erat antar peubah dengan faktornya. Penambahan jumlah cluster dari sepuluh cluster di tahun 1999 menjadi 11 cluster pada tahun 2008 dengan komposisi kecamatan berbeda dalam tiap kelompoknya disebabkan oleh jarak kedekatan antar peubahnya yang membuat beberapa kecamatan yang memiliki ciri yang sama berada pada satu cluster. Penambahan jumlah kecamatan yang disebabkan oleh pemekaran wilayah juga dimungkinkan dapat menambah cluster karena kecamatan-kecamatan hasil pemekaran memiliki ciri yang sama sehingga membentuk satu cluster baru. Kecamatan-kecamatan hasil pemekaran wilayah tergabung ke dalam satu cluster yang sama dimana rata-rata semua faktornya berada di bawah rata-rata kabupaten. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan. pembangunan ekonomi dan pembangunan sarana sosial ekonomi hendaknya diprioritaskan pada kecamatan yang termasuk pada Wilayah IV. Untuk wilayah yang berpotensi dalam produksi padi diharapkan dapat dikembangkan industri yang mengolah hasil pertanian baik itu industri besar sedang maupun industri kecil dan kerajinan rumah tangga.
ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PENGELOMPOKKAN KECAMATAN BERDASARKAN BEBERAPA PEUBAH SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008
Oleh RA. LEISA TRIANA H14094003
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul Skripsi
:
Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008
Nama Mahasiswa
:
RA. Leisa Triana
Nomor Registrasi Pokok
:
H14094003
Program Studi
:
Ilmu Ekonomi
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si NIP. 19730424 200604 2 006
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2009
RA. Leisa Triana H14094003
PADA
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama RA. Leisa Triana lahir pada tanggal 16 April 1976 di Jakarta. Penulis anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan H.RM. Inuni Pasha Ayub Bachtiar (Alm) dan Hj. F. Hanidah. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar pada SDN Curug I pada Tahun 1988, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Cimanggis dan lulus pada tahun 1991. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan menengah di SMA Negeri 39 Jakarta. Pada tahun 1997 penulis menamatkan pendidikan Diploma III di Akademi Tinggi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta, Kemudian penulis menamatkan pendidikan Diploma IV jurusan Statistik Sosial Kependudukan dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada Tahun 2001 Statistik (STIS). Pada saat ini penulis sedang menjalani Program Pra-S2 (Matrikulasi/Alih Jenjang S1) sebagai salah satu syarat melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Mayor Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan
judul
”Analisis
Dampak
Pemekaran
Wilayah
terhadap
Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Fifi Diana Thamrin yang telah memberikan segenap waktu, ilmu dan perhatiannya dalam membimbing penulis baik teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kuliah seperjuangan yang telah sangat membantu memberikan kritik dan saran pada saat Seminar Hasil Penelitian skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada Bapak Annazri yang telah memberi kesempatan, perhatian dan dorongan, Bapak Dedi Supriadi yang terus memberikan motivasi agar pantang menyerah, rekan-rekan BPS Kabupaten Bogor, rekan-rekan BPS Propinsi Jawa Barat dan semua pihak atas segala penyediaan dan pengolahan data yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta, seluruh keluarga besar Cisalak, seluruh keluarga besar Purwokerto, atas kesabaran, dorongan, nasehat dan doa yang dipanjatkan sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ini. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada suami tercinta, Kuntarto Purnomo, serta mutiara-mutiara hidupku, Mayang dan Ahsan. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar
artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Oktober 2009
RA. Leisa Triana H14094003
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..............................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN
..................................................................
v
I. PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .....................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah
...........................................................
7
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................
7
1.4. Kegunaan Penelitian
........................................................
7
1.5. Ruang Lingkup
........................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .......
9
2.1. Tinjauan Teori-teori ............................................................
9
2.1.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
............
9
2.1.2. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah ..
10
2.2. Ketimpangan Pembangunan ................................................
14
2.3. Pembangunan Wilayah .......................................................
15
2.4. Penelitian Sebelumnya ........................................................
18
2.5. Kerangka Pemikiran
...........................................................
20
III. METODE PENELITIAN ..............................................................
25
3.1. Jenis dan Sumber Data ..........................................................
25
3.2. Metode Analisis ....................................................................
25
3.2.1. Analisis Faktor .........................................................
25
3.2.2. Analisis Cluster
……….............................…….
31
3.3. Definisi Operasional Variabel ..............................................
32
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR...............................
34
4.1. Kondisi Kependudukan Kabupaten Bogor ...........................
34
4.2. Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor ........................
34
4.3. Kondisi Sosial Kabupaten Bogor ..........................................
35
i
4.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Bogor ....................................
37
4.4.1. Struktur Ekonomi ......................................................
37
4.4.2. Pertumbuhan Ekonomi ...........................................
38
4.4.3. Pendapatan per Kapita .............................................
39
V.HASIL DAN PEMBAHASAN
...................................................
41
............................................................
41
5.1.1. Potensi Wilayah ……………………………………..
41
5.1.2. Sarana Pendidikan dan Kesehatan…………………...
42
5.2. Hasil Analisis Faktor ............................................................
44
5.3. Hasil Analisis Cluster .........................................................
47
5.4. Analisis Wilayah Pembangunan
.......................................
58
5.5. Analisis Dampak Pengelompokkan Wilayah Kecamatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Wilayah .........................
66
VI. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
76
6.1. Kesimpulan .........................................................................
76
6.2. Saran ....................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
79
LAMPIRAN
81
5.1. Analisis Deskriptif
...............................................................................
ii
DAFTAR TABEL
Nomor 4.1.
Halaman
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2007 ..................................................................................
35
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor dan Komponennya Tahun 2005-2008 ..................................................
36
Struktur Ekonomi Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2008 .............................
37
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2008 ..................
39
Perkembangan Pendapatan per Kapita Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2005-2008 .............................................................
40
Nilai Akar Ciri, Persentase Keragaman Data dan Persentase Kumulatif Keragaman Data .........................................................
44
5.2.
Rotasi Faktor
..............................................................................
45
5.3.
Rata-rata Skor Faktor Tiap Cluster ..............................................
48
5.4.
Cluster Kecamatan Menurut Wilayahnya Di Kabupaten Bogor ...................................................................
55
5.5.
Rata-rata Skor Faktor Tiap Wilayah Pembangunan .....................
59
5.6.
Jumlah Peubah dan Hasil Penelitian Pengelompokan Kecamatan Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah di Kabupaten Bogor ...................................................................
67
Daftar Kecamatan Menurut Cluster Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah di Kabupaten Bogor .....................................
71
Daftar Kecamatan Menurut Potensi Wilayah Tahun 1999 dan Menurut Wilayah Tahun 2008 di Kabupaten Bogor ...............
73
4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 5.1.
5.7. 5.8.
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor 2.1. 2.2.
Halaman
Model Interaksi Kependudukan , Lingkungan dan Pembangunan ......................................................................
21
Kerangka Pikir Penelitian
23
...........................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ...................................................................................
81
2. Produksi Padi Sawah, Jumlah Sarana Perdagangan Jumlah Industri Besar Sedang, Jumlah IKKR, Jumlah Hotel dan Jumlah Objek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ...................................................................................
82
3. Jumlah SLTP dan Jumlah Puskesmas di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ...................................................................................
83
4. Daftar Skor Faktor Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor
.........
84
5. Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ...................................................................................
85
6. Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Cluster Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ...................................................................................
87
7. Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Wilayah di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ...................................................................................
91
8. Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Wilayah Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ...................................................................................
93
9. Data Z Score Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2008 ...................................................................................
95
10. Hasil Analisis Faktor ......................................................................
97
11. Hasil Analisis Cluster 12. Dendogram
..............................................................
101
.................................................................................
102
v
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Pembangunan dilakukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional
dimana
terpenuhinya
seluruh
kebutuhan
dasar
manusia,
meningkatnya standar hidup dan tersedianya pilihan pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu. Pembangunan ekonomi dalam kerangka perekonomian daerah, Arsyad (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
daerah. Untuk mencapai
tujuan
pembangunan
ekonomi daerah
tersebut dibutuhkan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development), dengan menggunakan potensi sumberdaya lokal. Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan Otonomi Daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
2
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, didalamnya daerah diberikan hak dan kewenangan sesuai dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab serta berhak mengatur seluruh kewenangannya, baik berupa urusan wajib maupun urusan pilihan, mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
juga
mengatur
penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pelaksanaan desentralisasi. Konsep pembangunan yang dicantumkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas
2000-2004)
untuk
meningkatkan dan
mempercepat
pembangunan daerah dilakukan dengan konsep pembangunan lintas wilayah. Pembangunan lintas wilayah mencakup upaya pengembangan wilayah untuk mendayagunakan potensi dan kemampuan daerah dengan berbagai alat kebijakan yang
mendukung
perkembangan
perekonomian
daerah,
berkembangnya
pemukiman, perkotaan, pedesaan, wilayah cepat tumbuh, perbatasan dan wilayah tertinggal, serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, meningkatkan
hidup dan kehidupannya. Secara khusus Undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan mengenai pembentukan daerah dan kawasan khusus yang dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih dengan syarat yang diatur perundang-undangan. Hal ini menjelakan bahwa pemerintah pusat
3
telah mengakomodir keinginan pemerintah dan masyarakat daerah melalui pemekaran wilayah, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Sebelum otonomi daerah diberlakukan, wilayah di Kabupaten Bogor terdiri dari 30 kecamatan kemudian setelah otonomi daerah diberlakukan maka dengan Perda No. 3 Tahun 2003 tentang pembentukan dan Perda No. 40 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Kecamatan, telah terbentuk 10 kecamatan baru hasil pemekaran wilayah yaitu Kecamatan Sukajaya, Tanjungsari, Tajurhalang, Leuwisadeng, Rancabungur, Tamansari, Cigombong, Tenjolaya, Klapanunggal dan Ciseeng, sehingga saat ini Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan. Adanya pemekaran wilayah kecamatan di Kabupaten Bogor ini diharapkan perekonomian Kabupaten Bogor dapat berkembang pesat yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk membangun suatu daerah sebaiknya kebijakan yang diambil harus sesuai dengan masalah, kebutuhan dan potensi daerah yang bersangkutan. Hal ini ditekankan karena setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik dari sisi potensi sosial ekonomi, kandungan sumber daya alam, kondisi geografis maupun potensi khas daerah lainnya. Terkait dengan pentingnya identifikasi kebutuhan dan potensi dalam proses perencanaan pembangunan daerah, maka berbagai pendekatan model perencanaan pembangunan daerah dapat dilakukan untuk menentukan arah dan bentuk kebijakan yang diambil. Sebelum merumuskan kebijakan pembangunan wilayah hendaknya terlebih dahulu perlu ditetapkan pengelompokkan wilayah pembangunan dengan memperhatikan kondisi dan potensi wilayah bersangkutan.
4
Maka perumusan kebijakan akan lebih tepat, sesuai dengan kondisi, permasalahan dan potensi wilayah. Salah satunya adalah pengelompokkan wilayah yang memiliki karakteristik sosial ekonomi yang sama (homogenous region). Rencana Strategis (Renstra) Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 20032008 yang tertuang pada Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2004 berisi tentang ditetapkannya visi, misi, tujuan dan sasaran serta strategi pembangunan. Strategi pembangunan yang dirumuskan berupa serangkaian kebijakan dan program yang memfokuskan pada penyusunan kegiatan dan pengalokasian sumberdaya, terdiri dari strategi pembangunan perwilayahan pembangunan dan strategi urusan pemerintahan. Strategi perwilayahan pembangunan dikelompokkan ke dalam strategi percepatan pembangunan di wilayah Bogor Barat, pengendalian pembangunan di Bogor Tengah dan strategi pemantapan pembangunan di wilayah Bogor Timur.
Pembangunan berdasarkan wilayah pembangunan ini diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan tiap wilayah pembangunan secara lebih terarah. Namun saat ini masih dirasakan adanya ketimpangan pembangunan pada beberapa wilayah kecamatan yang dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Berdasarkan indeks Williamson dengan data tahun 2005 didapatkan indeks ketimpangan wilayah pembangunan Bogor Barat 0,27, Bogor Tengah 0,23 dan Bogor Timur 0,06. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan ekonomi pada tiap wilayah pembangunan cukup rendah pembangunan.
Namun
bila
berarti cukup dibandingkan
merata pada tiap wilayah antar
wilayah
pembangunan,
5
ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Bogor Barat lebih tinggi dibandingkan wilayah pembangunan yang lainnya. Jumlah rumah tangga miskin hasil pendataan BPS tahun 2008 menunjukkan bahwa di Kecamatan Gunung Putri berjumlah 2.773 rumah tangga miskin sedangkan di Kecamatan Leuwiliang mencapai 11.429 rumah tangga miskin (lampiran 1). Ketimpangan pelayanan sosial dasar yang tersedia, seperti pendidikan dan kesehatan juga terjadi antar wilayah, dari data terlihat jumlah SLTP di Kecamatan Cibinong berjumlah 39 SLTP sementara di Kecamatan Sukajaya hanya ada 3 SLTP. Kondisi yang sama juga terlihat pada jumlah puskesmas dimana di Kecamatan Cibinong ada 10 puskesmas sementara di Kecamatan Parung dan Tajurhalang hanya ada 2 puskesmas (lampiran 3). Bila dilihat dari wilayah pembangunan yang ada terdapat perbedaan potensi kecamatan dalam satu wilayah pembangunan. Wilayah pembangunan Bogor Barat terdiri dari kecamatan-kecamatan yang berpotensi dalam sektor pertanian. Sementara untuk wilayah pembangunan Bogor Timur terdiri dari kecamatan kecamatan yang sebagian berpotensi di sektor pertanian dan sebagian lagi berpotensi pada sektor industri dan untuk Bogor Tengah terdiri dari kecamatan-kecamatan yang sebagian berpotensi pada sektor perdagangan dan jasa, sebagian lagi berpotensi pada sektor industri. Sumber daya manusia di Kabupaten Bogor persebarannya juga yang tidak merata antar kecamatan. Hal ini ditandai dengan kepadatan penduduk yang berbeda cukup tinggi yaitu di atas 5.000 jiwa per kilometer persegi di Kecamatan Ciomas, Bojonggede dan Cibinong serta terendah di Kecamatan Tanjungsari dan
6
Jasinga yang kepadatannya kurang dari 500 jiwa per kilometer persegi. Banyak faktor yang menyebabkan persebaran penduduk ini tidak merata. Salah satunya adalah keterkaitan manusia dengan lingkungan hidup yang ditempatinya, baik lingkungan fisik, sosial dan komponen keluarga, tetangga, organisasi sosial, serta lingkungan budaya. Semua komponen ini amat berpengaruh dalam penyebaran penduduk dan pergerakan manusia untuk mencapai tujuan hidup yang diidealkannya. Pengaruh potensi sosial ekonomi pada setiap kecamatan juga sangat berperan dalam mewujudkan terjadinya ketidakmerataan persebaran penduduk. Bila ditelaah lebih lanjut kecamatan yang kepadatannya kurang dari 500 jiwa per kilometer persegi adalah kecamatan yang sebagian besar wilayahnya adalah daerah pertanian dan perkebunan. Pembangunan sarana dan prasarana sosial ekonomi di daerah yang berpotensi pertanian ini masih dirasakan kurang memadai. Sementara di kecamatan yang padat penduduknya sarana dan prasarana sosial ekonomi yang sebenarnya sudah memadai masih terus bertambah jumlahnya misalnya jumlah sarana kesehatan dan jumlah sarana perdagangan. Tentunya akan sangat berarti bila dalam merencanakan pembangunan terlebih dahulu mengetahui potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi antar kecamatan. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan lebih terarah sehingga merangsang
terciptanya
pembangunan
yang
berkelanjutan
(sustainable
development). Untuk itu perlu dibuat suatu pengelompokkan wilayah kecamatan yang memiliki kesamaan potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi
7
sebagai suatu alternatif bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan pembangunan.
1.2. Perumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang dan uraian sebelumnya, maka penulis mencoba melakukan pengelompokkan wilayah baru yang berdasarkan potensi wilayah dan kondisi sarana-prasarana sosial ekonomi. Permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. faktor-faktor apa saja yang mewakili kesamaan karakteristik dari potensi wilayah dan kondisi sarana prasarana sosial ekonomi; 2. pengelompokkan baru wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan faktor tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian Secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. menganalisis dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mewakili kesamaan karakteristik dari potensi wilayah yang dilihat dari sarana prasarana sosial ekonomi yang telah dibangun di wilayah Kabupaten Bogor; 2. menganalisis hasil pengelompokkan wilayah di Kabupaten Bogor yang memiliki kesamaaan karakteristik sosial ekonominya.
1.4. Kegunaan Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu: 1. gambaran potensi ekonomi per wilayah kecamatan di Kabupaten Bogor;
8
2. pengelompokkan wilayah kecamatan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan; 3. hasil penelitian ini dapat pula digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian serupa selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor. Objek penelitian adalah 40 kecamatan di Kabupaten Bogor dengan menggunakan data agregat 12 peubah untuk mewakili variabel kependudukan, kondisi lingkungan, sarana prasarana ekonomi dan non ekonomi yang ada di wilayah Kabupaten Bogor.
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori-teori 2.1.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Tujuan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan pendapatan nasional riil dan meningkatkan produktivitas. Todaro (2000) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pemberantasan kemiskinan. Menurut Jhingan (1988), beberapa ahli ekonomi seperti Schumpeter dan Ursula Hicks, telah membuat perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan menurut Schumpeter merupakan perubahan secara spontan dan terputus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Namun pembangunan yang lebih menekankan pertumbuhan ekonomi telah membuat kekhawatiran akan rusaknya lingkungan hidup, khususnya lingkungan alam yang dapat mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu konsep pembangunan berkelanjutan merupakan jawaban terhadap kritik konsep pembangunan yang lebih menekankan pertumbuhan ekonomi.
10
Komisi Brundtland PBB (1987) mendefinisikan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah model pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi masa kini maupun masa depan secara harmonis. Definisi ini membawa beberapa konsekuensi yang antara lain menuntut adanya kesadaran dan kemauan nasional untuk melaksanakan proses pembangunan agar berjalan seimbang dengan proses pelestarian kualitas lingkungan dan pembaharuan sumber daya agar dapat menjamin tercapainya pemerataan antar generasi dan tidak hanya sekedar mencapai sasaran material semata-mata atau pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga terpenuhinya aspirasi berbagai masyarakat. Sumber daya manusia, sumber daya alam, dan teknologi adalah tiga faktor pembangunan yang pokok. Sumber daya manusia adalah jumlah, komposisi, karakteristik dan persebaran penduduk. Sumber daya alam adalah semua sumber daya yang disediakan oleh alam meliputi sumber daya yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui.
2.1.2. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah Arsyad (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut dibutuhkan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
11
kekhasan daerah (endogenous development), dengan menggunakan potensi sumberdaya lokal. Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah, kebijaksanaan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini perlu diusahakan karena potensi pembangunan yang dihadapi oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Karena itu, bila prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka sumber daya yang ada kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Keadaan tersebut mengakibatkan
relatif
lambatnya
proses
pertumbuhan
ekonomi
daerah
bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dikatakan berjalan jika ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi. Menurut Sjafrizal (2008) dalam konteks pembangunan ekonomi daerah maka konsep wilayah (region) digunakan sebagai representasi dari unsur ruang (space) yang diartikan sebagai suatu kesatuan ruang yang dikelompokkan berdasarkan unsur tertentu (berupa kondisi sosial ekonomi maupun keterkaitan antar wilayah) tergantung dari tujuan analisa. Berdasarkan beberapa unsur utama tersebut secara umum terdapat 4 bentuk wilayah, yaitu: a. homogeneous region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk dengan memperhatikan kesamaan karakteristik sosial ekonomi dalam wilayah yang bersangkutan; b. nodal region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk dengan memperhatikan keterkaitan sosial ekonomi yang erat antar daerah;
12
c. planning region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk untuk tujuan perencanaan pembangunan; d. administrative region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan dan kebutuhan administrasi pemerintahan. Sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah mewujudkan kemakmuran wilayah
dan
kemakmuran
masyarakatnya. Kemakmuran
wilayah
adalah
terwujudnya kondisi fisik daerah yang maju meliputi sarana dan prasarana perumahan dan lingkungan pemukiman, kegiatan ekonomi masyarakat, fasilitas pelayanan sosial dibidang pendidikan dan kesehatan, kualitas lingkungan hidup dan lain-lainnya. Kemakmuran masyarakat adalah terwujudnya sumberdaya manusia yang berkualitas baik dari sisi pendidikan maupun kesehatan. Guna tercapainya tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus bersamasama
mengambil
inisiatif
memanfaatkan seluruh potensi yang ada secara
optimal dalam membangun daerah untuk kesejahteraan masyarakat. Teori-teori pembangunan daerah banyak membahas penggunaan alat analisis dan metode statistik dalam menganalisis perekonomian suatu daerah serta teori tentang berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Todaro (2000) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang meliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja dan ketiga adalah kemajuan teknologi.
13
Kemudian Jhingan (1999) mengatakan bahwa suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang telah dicapai pada masa sebelumnya. Artinya perkembangan baru tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan (tingkat output) dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya. Menurut Syafrizal (2008), teori pertumbuhan ekonomi daerah digunakan untuk menjelaskan cepat-lambatnya suatu daerah mengalami pertumbuhan dan terjadinya ketimpangan antar wilayah. Ada empat model yang dihasilkan dari teori yang berkembang selama ini. Pertama, model basis ekspor (ekspor base models) yang dipelopori oleh Douglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan. Kedua, model interregional income, dikembangkan oleh
Harry W.
Richardson menggunakan alur pemikiran ala Keynes. Ekspor diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam sistem yang ditentukan oleh perkembangan kegiatan perdagangan antar wilayah yang terdiri atas barang konsumsi dan barang modal serta dimasukkan pula unsur pengeluaran dan penerimaan pemerintah daerah dan kegiatan investasi. Ketiga, model neo classic yang dipelopori oleh George H. Bort (1960).
14
Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut utuk meningkatkan kegiatan produksinya. Sedangkan kegiatan produksi suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerahnya, tetapi juga ditentukan oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah. Keempat, model penyebab berkumulatif (cumulative causation models). Teori ini dipelopori oleh Nikolas Kaldor pada tahun 1970. Menurut model ini, ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat dikurangi melalui program pemerintah. Bagaimanapun pemerintah perlu melakukan campur tangan secara aktif dalam bentuk program pembangunan wilayah, terutama untuk daerah yang tergolong masih terbelakang.
2.2
Ketimpangan Pembangunan Menurut Sjafrijal (2008) ketimpangan pembangunan antar wilayah
merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing masing wilayah. Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam bentuk, aspek, atau dimensi. Ketimpangan antar daerah dapat diungkap melalui berbagai variabel selain pendapatan yaitu variabel non ekonomi. Diawali dengan mengenali berbagai ketimpangan dalam variabel-variabel non ekonomi dapat tersingkap adanya kesenjangan sosial. Adanya ketimpangan
15
pembangunan dan hasil-hasilnya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor ketidaksetaraan anugrah awal diantara pelaku-pelaku ekonomi. Kondisi ini disebabkan adanya ketidaksamaan sumber daya alam, kapital, keahlian, bakat atau potensi atau sarana dan prasarana antar daerah. Kedua, strategi pembangunan yang lebih bertumpu pada aspek pertumbuhan tanpa pernah menetapkan target mengenai tingkat kemerataan. Ketimpangan pembangunan juga dijelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Ketimpangan pembangunan antar wilayah ditandai dengan rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial terutama masyarakat di perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan serta wilayah tertinggal. Ketimpangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan dibanding dengan perkotaan, dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya akses pada permodalan, lapangan kerja, informasi, teknologi pendukung, dan pemasaran hasil-hasil produksi di perdesaan.
2.3.
Pembangunan Wilayah Sebelum menentukan kebijakan pembangunan wilayah terlebih dahulu
perlu ditetapkan pengelompokkan wilayah pembangunan dengan memperhatikan kondisi dan potensi wilayah tersebut agar penetapan kebijakan pembangunan wilayah tersebut menjadi lebih operasional dan terarah. Menurut Sugandhy (1984)
16
kebijaksanaan pembangunan dengan pendekatan perwilayahan akan mempunyai beberapa amanat salah satu diantaranya adalah untuk mengetahui potensi dan faktor-faktor pembatas yang ada pada setiap wilayah. Pengembangan wilayah merupakan suatu cara pendekatan dalam meratakan segala aspek sosial ekonomi dalam kaitannya dengan perataan ruang wilayah sebagai wadah keterpaduan program-program pembangunan yang sangat diperlukan baik dalam skala makro maupun mikro. Menurut Sjafrizal (2008) penetapan wilayah pembangunan dapat dilakukan dengan memperhatikan 4 aspek utama yaitu : 1.
kesamaan kondisi, permasalahan dan potensi umum wilayah, sosial dan geografi. Bila aspek ini dijadikan pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dikategorikan sebagai homogenous region. Aspek ini sangat penting agar kebijakan dapat ditetapkan sesuai dengan kondisi dan potensi utama wilayah yang bersangkutan;
2.
keterkaitan yang erat antara daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan yang bersangkutan. Hal ini diketahui melalui data tentang kegiatan perdagangan antar daerah dan mobilitas penduduk. Bila aspek ini dijadikan pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dikategorikan sebagai nodal region. Aspek ini sangat penting agar kebijakan yang ditetapkan dapat mendorong keterpaduan dan sinergi pembangunan antar daerah dalam wilayah yang bersangkutan;
17
3.
kesamaan karakteristik geografis antar daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan tersebut.
Meliputi jenis daerah,
kesuburan,
kesesuaian lahan dan potensi sumber daya alam. Bila aspek ini dijadikan pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dikategorikan sebagai Wilayah Fungsional. Aspek ini sangat penting agar kebijakan yang ditetapkan akan dapat didukung oleh kondisi geografis dan potensi sumber daya alam; 4.
kesatuan wilayah administrasi pemerintahan yang tergabung dalam wilayah pembangunan yang bersangkutan. Bila aspek ini dijadikan pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dikategorikan sebagai Wilayah Perencanaan (Planning Region). Aspek ini sangat
penting
agar
kebijakan
yang
ditetapkan
dapat
terjamin
pelaksanaannya karena sesuai dengan kewenangan yang dimiliki sehingga dapat dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan. John Glasson dalam bukunya Pengantar Perencanaan Regional yang diterbitkan pada tahun 1977 menyatakan pemecahan persoalan kemerosotan ekonomi dapat mencakup penentuan batas-batas formal dengan menggunakan kriteria tertentu yang relevan dan pemecahan persoalan yang terlampau banyak dapat mencakup penentuan batas-batas daerah fungsional. Pada saat data yang memadai tidak tersedia dapat digunakan cara pendekatan intuitif yang bersifat kualitatif tetapi pendekatan ini cenderung membuat batas-batas daerah menjadi sangat kabur. Hal ini membuat orang beralih pada pendekatan yang lebih kuantitatif mengenai identifikasi daerah. Selanjutnya dikatakan bahwa penentuan
18
batas-batas daerah formal berarti mengelompok dan unit-unit lokal yang mempunyai ciri-ciri serupa menurut kriteria tertentu dengan definisi yang jelas. Namun berbeda secara nyata dengan unit-unit yang ada dikelompok lain sesuai dengan kriteria yang dipilih. Daerah formal yang didefinisikan seperti itu memang tidak pernah homogen secara sempurna, tetapi haruslah homogen di dalam batasbatas tertentu yang didefinisikan secara jelas (Vincentius, 1985). Menurut Sjafrizal (2008), bila upaya pembangunan wilayah diarahkan untuk peningkatan kemakmuran masyarakatnya yang berarti meningkatkan kualitas sumberdaya manusia biasanya laju pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja cenderung akan bertumbuh lebih lambat dibandingkan bila upayanya diarahkan untuk peningkatan kemakmuran wilayah. Hal ini terjadi karena upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat lebih ditekankan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan manusia yang biasanya memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan upaya pembangunan fisik wilayah. Sehingga pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja daerah cenderung menjadi lebih rendah yang berimplikasi pada kinerja pembangunan daerah akan cenderung lebih lambat pula.
2.4.
Penelitian Sebelumnya Hasil penelitian Vincentius (1985) memperlihatkan bahwa dalam
mengelompokkan wilayah Indonesia berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi, telah terjadi keragamaan antar propinsi yang disebabkan oleh dua komponen yaitu pendapatan dan pengeluaran perkapita konsumsi kalori dan
19
protein serta fasilitas pelayanan kesehatan. Kemudian dengan menggunakan teknik pengelompokkan sidik jarak minimum D2 Mahalanobis didapatkan tiga kelompok propinsi di Indonesia yang masing-masing mempunya ciri umum. Kelompok pertama terdiri dari 14 propinsi, kelompok kedua tujuh propinsi dan kelompok ketiga lima propinsi. Berdasarkan adanya keragaman tersebut dibutuhkan suatu perencanaan pembangunan yang berbeda untuk tiap kelompok. Penulis pun telah melakukan penelitian pengelompokkan wilayah di Kabupaten Bogor pada tahun 1999 berdasarkan peubah sarana-prasarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia, sebelum diberlakukannya otonomi daerah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis faktor dan analisis cluster. Hasil dari penelitian tersebut adalah ada lima faktor yang digunakan untuk pengelompokkan kecamatan di Kabupaten Bogor. Adapun kelima faktor tersebut adalah faktor sarana pendidikan dan industri, faktor sarana sektor perdagangan, faktor sarana dan prasarana transportasi, faktor sumber daya manusia dan prasarana kesehatan dan faktor produktivitas dan tenaga pelayanan kesehatan. Berdasarkan kelima faktor tersebut terbentuk sepuluh cluster kecamatan, dengan melihat persamaan ciri yang ada antar cluster maka potensi wilayah Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu kelompok pertama adalah kecamatan berpotensi bagus terdiri empat kecamatan, kelompok kedua adalah kecamatan yang berpotensi sedang (non ekonomi) terdiri dari 10 kecamatan, kelompok ketiga adalah kecamatan yang berpotensi sedang (ekonomi) terdiri dari 10 kecamatan sedang (ekonomi) terdiri dari enam kecamatan, dan
20
kelompok keempat adalah kecamatan yang berpotensi rendah terdiri dari 10 kecamatan. Selanjutnya dalam penelitian kali ini dilakukan pengelompokkan wilayah di Kabupaten Bogor setelah adanya pemekaran wilayah sebagai bagian dari dijalankannya otonomi daerah. Metode analisis yang digunakan masih sama dengan penelitian sebelumnya yaitu analisis faktor dan analisis cluster. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Sience (SPSS) 12 for Windows. Peubah yang mewakili sarana prasarana sosial ekonomi yang digunakan kali ini dalam bentuk agregat dan sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya karena ada beberapa peubah yang sudah tidak lagi berkorelasi, sehingga peubah tersebut diganti dengan peubah baru yang dianggap mewakili sarana prasarana sosial ekonomi dan berkorelasi cukup tinggi dengan peubah yang lain.
2.5.
Kerangka Pemikiran Menurut Emil Salim (1991) dalam melaksanakan pembangunan harus ada
perhatian atas interaksi yang dinamis antara variabel-variabel kependudukan, lingkungan dengan model atau strategi pembangunan. Tim Peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada memformulasikan model interaksi Kependudukan (K) – Lingkungan (L) – Pembangunan Ekonomi (PE) yang mengonseptualisasikan kualitas hidup (physical quality of life) dan daya dukung wilayah sebagai pencerminan dari kondisi keberlanjutan pembangunan dimana tingkat keberlanjutan pembangunan maupun daya dukung wilayah akan
21
berubah sesuai kondisi lingkungan alam dan kualitas penduduk yang dapat berubah karena pengaruh kebijaksanaan dan strategi pembangunan ekonomi serta teknologi. Model interaksi antara K, L, dan PE dapat dilihat pada gambar 2.1. Kebijaksanaan pembangunan dapat pula diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk. Pembangunan
Strategi Pembangunan dan Teknologi Kependudukan -Kualitas penduduk
Interaksi
Lingkungan -Kondisi Lingkungan
Daya dukung wilayah
Kualitas hidup
Tingkat Keberlanjutan
Sumber : Universitas Gajah Mada, Pusat Penelitian Kependudukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi Kependudukan, Sumber Daya dan Pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian 1991
Gambar 2.1. Model Interaksi Kependudukan, Lingkungan, Dan Pembangunan Peningkatan kualitas penduduk dapat dilakukan melalui penerapan teknologi kesehatan dan pendidikan dengan demikian kemampuan untuk
22
memanfaatkan lingkungan alam menjadi meningkat dan menyebabkan daya dukung wilayah meningkat. Suatu tipologi daya dukung wilayah yang dirumuskan dengan menggunakan variabel kualitas penduduk dan variabel kondisi lingkungan hidup dapat menjadi alat analisis yang cukup baik dan bermanfaat bagi perumus kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan. (Laporan Penelitian : Sofian Effendi). Rencana
dan
strategi
pembangunan
yang
menerapkan
konsep
pembangunan wilayah salah satu aspek utamanya dalam penetapan wilayah pembangunan adalah kesamaan kondisi (homogenous region) dan karakteristik wilayah agar kebijakan yang ditetapkan sesuai dengan kondisi dan potensi utama wilayah yang bersangkutan. Berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban Bupati Kabupaten Bogor Tahun 2007 pembangunan yang dilakukan sudah disesuaikan dengan potensi wilayah di kecamatan yang bersangkutan. Namun hasilnya dirasakan masih kurang optimal. Penelitian ini mencoba mengelompokkan wilayah berdasarkan variabel kependudukan, variabel kondisi lingkungan (potensi wilayah) dan sarana prasarana ekonomi dan sosial. Beberapa peubah yang digunakan ditransformasi menjadi beberapa faktor dengan tidak kehilangan informasi yang ada sebelumnya (analisis faktor) dilakukan pengelompokkan secara hierarki (analisis cluster). Hasil yang diperoleh mampu menerangkan keragaman antar kecamatan semaksimal mungkin dan kelompok yang terbentuk terdiri dari kecamatan yang mempunyai potensi yang sama dan sangat berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya.
23
Ketimpangan Pembangunan
Wilayah Pembangunan Berdasarkan Daya Dukung Wilayah (Potensi Sumber Daya dan Kondisi Lingkungan) Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah
Identifikasi Faktor
Pengelompokkan Wilayah
Analisis Faktor
Analisis Cluster
Implikasi Kebijakan Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan keadaan dan kondisi Kabupaten Bogor serta untuk mempermudah pengembangan wilayah maka perlu dilakukan pembagian wilayah pembangunan, dengan pertimbangan sebagai berikut : a.
terkonsentrasinya pembangunan di wilayah tengah Kabupaten Bogor;
b.
menyadari bahwa fungsi wilayah Kabupaten Bogor dalam konteks regional Jabotabek sebagai daerah penyangga ibukota, namun perlu diperhatikan juga aspek kebutuhan dan kemampuan daerah Kabupaten Bogor untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan pengembangan ekonomi masyarakatnya;
24
c.
adanya persamaan dan perbedaan yang relatif kondisi dan potensi antara wilayah yang satu dengan lainnya;
d.
pengerahan semua sumber daya publik dan sumber daya privat untuk sebesarbesarnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
III.
3.1.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diolah dari Potensi Desa/Kelurahan 2008 dan Publikasi Kabupaten Bogor dalam Angka (KBDA) 2009. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) 12 for windows.
3.2.
Metode Analisis Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini maka metode analisis yang digunakan adalah analisis faktor dan analisis cluster. Analisis secara deskriptif juga dilakukan untuk melihat potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi yang ada di Kabupaten Bogor dan membandingkan hasil pengelompokkan dengan pengelompokkan wilayah di Kabupaten Bogor yang terbagi dalam wilayah pembangunan.
3.2.1. Analisis Faktor Analisis
faktor
merupakan
salah
satu
teknik
statistik
untuk
menyederhanakan deskripsi dari suatu set data (peubah) yang banyak dan saling berkorelasi menjadi set data yang ringkas dan tidak lagi berkorelasi. Analisis faktor ini berguna untuk meneliti keterkaitan peubah-peubah dalam satu set data.
26
Analisis faktor pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor (komponen utama) yang memiliki sifat berikut (Jhonson & Winchern, 1982) : 1.
mampu menerangkan semaksimum mungkin keragaman data;
2.
terdapat kebebasan antar factor;
3.
tiap faktor dapat diinterprestasikan sejelas-jelasnya.
Model analisis faktor : X1 - µ1 = I11F1 + I12F2 + …+ I1mFm + ε1
(1)
X1 - µ2 = I21F1 + I22F2 + …+ I2mFm + ε2
(2)
Xp - µp = Ip1F1 + Ip2F2 + …+ IpmFm + εp
(3)
atau dalam notasi matriks : X-µ = (p x 1)
L (p x m)
F + (m x 1)
ε (p x 1)
(4)
dimana : X = vektor peubah asal µ = vektor rata-rata peubah asal L = matrik loading faktor F = vektor faktor umum ε = vektor faktor spesifik Model faktor dapat menjelaskan peubah-peubah Xi dipengaruhi secara linier oleh faktor-faktor umum dan faktor spesifik. Asumsi yang dipakai adalah : 1.
E (F) = 0, (mx1)
27
2. 3. 4. 5.
Cov (F) = E (FF’) = I (mxm) E(ε) = 0, (px1) Cov (ε) = E (εε’) = ψ (pxp) Cov (ε,F’) = E (εF’) = 0, sehingga F dan E independen.
dimana,
Struktur covarians untuk model faktor orthogonal : 1.
Cov (X) = LL’ + Var ( ) = Cov ( ,
2.
atau
= )=
(5) (6)
Cov (X,F) = L atau Cov ( ,
)=
(7)
dimana : =
komunalitas ke-i (bagian dari total varian yang disebabkan oleh faktorfaktor umum)
=
spesifitas yaitu bagian dari total varian yang disebabkan oleh faktorfaktor spesifik Langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut :
1.
menghitung matrik korelasi ρ antara semua peubah yang digunakan dan ditaksir dengan matriks korelasi R;
28
rumus dugaan koefisien korelasi : (8)
dalam bentuk matriks R :
R=
2.
melakukan uji KMO (Kaiser Meyer Olkin); sebelum menganalisis faktor lebih lanjut terlebih dahulu data yang digunakan diuji KMO untuk mendapatkan suatu nilai yang menunjukkan keeratan hubungan antar semua peubah dalam set data. Rumus koefisien korelasi KMO : (9)
dimana : koefisien korelasi sederhana antara peubah i dan j : koefisien korelasi parsial antara peubah i dan j Adapun penilaian uji KMO dari matrik antar peubah adalah sebagai berikut : 0,9 ≤ KMO ≤ 1,0
= data sangat baik untuk dianalisis faktor
0,8 ≤ KMO ≤ 0,9
= data dinyatakan baik untuk dianalisis faktor
0,7 ≤ KMO ≤ 0,8
= data dinyatakan agak baik untuk dianalisis faktor
0,6 ≤ KMO ≤ 0,7
= data dinyatakan lebih dari cukup dianalisis faktor
29
0,5 ≤ KMO ≤ 0,6
= data dinyatakan cukup layak untuk
dianalisis
faktor KMO ≤ 0,5
= data dinyatakan tidak layak untuk diuji lebih lanjut dengan analisis faktor (Joseph F. Hair. Jr., et al, 1987);
3.
menduga koefisien faktor umum (loading factor) dengan menggunakan analisis komponen utama. Tujuan utama dari analisis komponen utama adalah untuk memilih sejumlah peubah baru (yang disebut komponen utama) yang menjelaskan total variasi dalam set data sebesar-besarnya (maksimum). Walaupun jumlah peubah baru berkurang dari peubah asalnya, tetapi informasi mengenai permasalahan yang diteliti tidak terlalu banyak yang hilang. Secara umum, komponen utama ke-i adalah kombinasi linier terbobot peubah asal yang mampu menerangkan keragaan data ke-i, bisa ditulis sebagai berikut : (10) (11) Apabila komponen utama yang diambil adalah q buah, dimana q p, maka proporsi keragaman data yang bisa diterangkan adalah : (12)
(13) Nilai ini diharapkan semaksimum mungkin.
30
Banyaknya komponen utama yang digunakan sebagai analisis dapat ditentukan dengan cara memilih akar ciri yang nilainya lebih besar dari satu (
) atau dapat juga dengan memilih Var
. (Joseph
F. Hair, Jr., et al, 1987). Hasil dari analisis komponen utama, faktor-faktor (komponen utama) yang diperoleh masih belum tepat apabila langsung diinterprestasikan karena dikhawatirkan masih adanya korelasi yang tinggi antara satu faktor dengan faktor lainnya. Maka harus dilakukan transformasi pada matriks loading. Dari faktor awal sebanyak m, maka diberi bobot sehingga membangkitkan peubah baru (loading factor) yang memiliki peubah bersama, agar diperoleh daya interpretasi yang tinggi di mana suatu faktor hanya berkorelasi dengan peubah tertentu saja. Transformasi ini menggunakan metode rotasi tegak lurus varimaks dimana matriks L ditransformasikan menjadi L*.
Dimana T adalah matriks transformasi yag dipilih sehingga :
Adalah matriks faktor penimbang yang telah dirotasikan. Berdasarkan perumusan di atas terlihat jelas bahwa rotasi merupakan suatu upaya untuk menghasilkan faktor penimbang baru yang lebih mudah untuk diinterpretasikan dengan cara mengalikan faktor penimbang awal dengan suatu matrik transformasi yag bersifat orthogonal. Meskipun telah mengalami rotasi, matriks kovarian (korelasi) tidak berubah karena
31
Selanjutnya, varian spesifik
, dan tentunya communality
, juga tidak
berubah. Rotasi faktor yang sering digunakan adalah rotasi yang orthogonal yaitu rotasi varimax. Rotasi varimax merupakan rotasi yang membuat jumlah varian faktor loading dalam masing-masing faktor akan menjadi maksimum. Dimana nantinya setiap peubah asal hanya akan mempunyai korelasi yang tinggi kuat dengan faktor tertentu saja (korelasinya mendekati 1) dan tentunya memiliki korelasi yang lemah dengan faktor lainnya (korelasi mendekati 0).
3.2.2. Analisis Cluster Analisis
cluster
merupakan
salah
satu
teknik
statistik
untuk
mengelompokkan individu-individu atau objek menjadi beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok. Individu-individu dalam satu kelompok lebih homogen dibandingkan dengan individu yang ada dalam kelompok lain. Sebelum melakukan pengelompokkan terlebih dahulu harus ditentukan jarak kedekatan antar peubah dengan menggunakan jarak euclidian. Jarak euclidian dinyatakan dengan : d(x,y) = dimana x adalah amatan pertama dan y adalah amatan kedua. Metode pengelompokan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode pengelompokan hierarki karena banyaknya kelompok yang dibentuk belum diketahui sebelumnya. Metode yang digunakan untuk menentukan jarak antar kelompok adalah metode pautan rataan (average linkage) yang dipilih
32
karena metode ini bertujuan untuk meminimumkan rataan jarak semua pasangan dari dua kelompok yang digabungkan. Jarak ini dinyatakan dengan :
dimana = jarak antara objek ke-i dalam kelompok (uv) dan objek ke-k dalam kelompok w dan
3.3.
= jumlah amatan dalam kelompok uv dan w
Definisi Operasional Variabel Peubah-peubah yang digunakan dalam skripsi ini berasal dari beberapa
indikator dan agregat tentang kondisi, sarana dan prasarana serta potensi wilayah yang dianggap cukup mewakili dalam menggambarkan keadaan dan potensi Kabupaten Bogor. Adapun peubah-peubah tersebut adalah sebagai berikut : 1.
jumlah penduduk adalah banyaknya penduduk laki-laki dan perempuan yang tinggal di suatu wilayah;
2.
jumlah dokter adalah banyaknya dokter praktek umum, spesialis dan gigi;
3.
jumlah petugas kesehatan adalah banyaknya petugas kesehatan yang terdiri dari dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan dan bidan praktek swasta;
4.
jumlah puskesmas dan pustu adalah banyaknya sarana kesehatan puskesmas dan puskesmas pembantu;
5.
jumlah sekolah SLTP adalah banyaknya sekolah lanjutan tingkat pertama baik berstatus negeri dan swasta;
33
6.
jumlah sekolah SLTA adalah banyaknya sekolah lanjutan tingkat atas baik berstatus negeri dan swasta;
7.
jumlah KUD adalah banyaknya koperasi unit desa;
8.
jumlah toko dan mini market adalah banyaknya toko dan mini market;
9.
jumlah
restoran
adalah
banyaknya
restoran.
Restoran
adalah
perusahaan/usaha yang menyajikan dan menjual makanan dan minuman bagi umum ditempat usahanya yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen, dilengkapi peralatan dan perlengkapan proses pemuatan penyimpanan dan penyajian. Proses pembuatan dari bahan baku menjadi bahan jadi dilakukan ditempat usahanya; 10. jumlah industri besar dan sedang adalah banyaknya perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja lebih dari 20 orang; 11. luas wilayah adalah besarnya areal wilayah yang biasanya diukur dalam satuan hektar atau kilometer persegi; 12. produksi padi adalah banyaknya produksi padi yang dihasilkan baik padi sawah maupun padi ladang dan diukur dalam ton;
IV.
4.1.
GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR
Kondisi Kependudukan Kabupaten Bogor Jumlah penduduk Kabupaten Bogor menurut hasil Sensus Penduduk 2000
adalah 3.508.826 jiwa dan kini di tahun 2008 telah meningkat menjadi 4.340.520 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,69 persen per tahunnya. Bila diperhatikan berdasarkan kecamatannya terlihat adanya persebaran penduduk yang tidak merata (lampiran 1). Kecamatan Cibinong memiliki jumlah penduduk terbesar, mencapai 251.562 jiwa sementara Kecamatan Cariu berpenduduk paling sedikit yaitu 47.234 jiwa. Kepadatan penduduk pun berbeda cukup tinggi yaitu diatas 5.000 jiwa per kilometer persegi di Kecamatan Ciomas, Bojonggede dan Cibinong serta
terendah di Kecamatan Tanjungsari dan Jasinga yang
kepadatannya kurang dari 500 jiwa per kilometer persegi.
4.2.
Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor Partisipasi Angkatan Kerja merupakan perbandingan antara jumlah
angkatan kerja dengan penduduk 15 tahun lebih. Tahun 2007 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki-laki 84,39 persen dan perempuan 35,75 persen dan secara total TPAK Kabupaten Bogor sebesar 60,87 persen. Jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor sebanyak 231.696 orang terdiri dari 138.753 laki-laki dan 92.943 perempuan. Dari sisi sektoral tampak bahwa tenaga kerja di Kabupaten Bogor terserap hampir merata pada seluruh sektor kecuali sektor jasa kemasyarakatan hanya
35
13,86 persen. Sektor perdagangan menyerap paling banyak tenaga kerja yaitu sebesar 26,41 persen disusul sektor industri pengolahan sebesar 20,98 persen. Tabel 4.1.
Penduduk berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2007
Lapangan Usaha Utama (1)
Laki-laki (2)
Perempuan (3)
Jumlah (4)
% (5)
1 Pertanian, Kehutanan Perburuan dan Perikanan
194,528
73,534
268,062
19.24
2 Industri Pengolahan
210,635
81,624
292,259
20.98
3 Perdagangan Besar, Eceran, Hotel & Restoran
237,836
130,096
367,932
26.41
4 Jasa Kemasyarakatan
122,148
70,977
193,125
13.86
5 Lainnya
259,164
12,368
271,532
19.49
1,024,311
368,599
1,392,910
100.00
Jumlah
Sumber : Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2008
4.3.
Kondisi Sosial Kabupaten Bogor Indikator sosial penduduk dapat dilihat dari komponen pembentuk Indeks
Pembangunan Manusia. Tabel 4.2. memperlihatkan bahwa angka harapan hidup penduduk Kabupaten Bogor dari tahun 2005-2008 mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 angka harapan hidup penduduk sebesar 67,10 tahun kemudian meningkat menjadi 67,28 tahun pada tahun 2006, meningkat kembali pada tahun 2007 menjadi 67,63 tahun dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 68,03 tahun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa derajat kesehatan penduduk Kabupaten Bogor semakin membaik.
36
Angka melek huruf Kabupaten Bogor pada tahun 2005 sebesar 93,91 persen meningkat menjadi 94,04 persen pada tahun 2006 tetapi kemudian turun menjadi 93,59 persen pada tahun 2007 dan stagnan di tahun 2008. Hal ini mengindikasikan bahwa 93,59 persen penduduk Kabupaten Bogor bisa membaca dan menulis namun masih ada sebanyak 6,41 persen penduduk Kabupaten Bogor yang buta huruf. Rata-rata lama sekolah pada tahun 2005 adalah 6,69 tahun kemudian meningkat menjadi 7,13 tahun pada tahun 2006, meningkat lagi menjadi 7,20 tahun pada tahun 2007 dan stagnan pada tahun 2008 yaitu 7,20 tahun yang berarti bahwa rata-rata penduduk Kabupaten Bogor telah menyelesaikan pendidikan SD dan mengikuti pendidikan pada jenjang SLTP. Tabel 4.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor dan Komponennya Tahun 2005-2008 Komponen
2005*
2006*
2007**
2008**
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1. Angka Harapan Hidup (AHH) (Tahun)
67,10
67,28
67,63
68,03
2. Angka Melek Huruf (AMH) (Persentase)
93,91
94,04
93,59
93,59
6,69
7,13
7,20
7,20
556,75
561,21
623,09
627,74
68,99
69,79
70,08
70,66
3. Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 4. PPP (000 Rupiah) ANGKA IPM Keterangan : * Angka Regional
**Angka Pusat
Sumber : BPS Propinsi Jawa Barat
Tingkat pengeluaran riil per kapita per bulan penduduk Kabupaten Bogor, yang merupakan proxy daya beli penduduk (purchasing power parity) juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 pengeluaran riil per kapita per bulan penduduk Kabupaten Bogor sebesar Rp. 556.750,-, meningkat menjadi Rp. 627.740,- pada tahun 2008. Peningkatan pengeluaran riil penduduk merupakan
37
sinyal yang baik guna menggapai tujuan pembangunan yaitu tercapainya masyarakat yang makmur dan sejahtera.
4.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Bogor 4.4.1. Struktur Ekonomi Distribusi persentase PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masingmasing sektor terhadap perekonomian secara keseluruhan. Semakin besar persentase semakin besar pula kontribusi sektor tersebut di dalam perkembangan ekonomi suatu daerah. Tabel 4.3. Struktur Ekonomi Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 - 2008 Lapangan Usaha (1) PRIMER 1 Pertanian 2 Pertambangan SEKUNDER 3 Industri 4 Listrik, Gas & Air 5 Bangunan TERSIER 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 7 Pengangkutan & Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan & Jasa Perush 9 Jasa-Jasa PDRB
2005 (2) 6,13 5,03 1,10 70,56 64,13 3,28 3,15 23,31 15,22 2,85 1,59 3,66 100,00
2006*) (3) 5,81 4,67 1,14 70,79 64,30 3,27 3,23 23,40 15,48 2,92 1,48 3,52 100,00
2007**) (4) 5,96 4,81 1,15 70,32 63,72 3,27 3,33 23,72 15,85 2,90 1,48 3,48 100,00
2008 **) (5) 6,23 5,05 1,18 69,81 63,07 3,25 3,49 23,97 16,23 2,82 1,47 3,44 100,00
Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Sumber : PDRB Kabupaten Bogor Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2008
Walaupun terjadi penurunan kontribusi sektor sekunder pada tahun 2008 tetapi secara keseluruhan kelompok sektor sekunder dari tahun ke tahun memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 70,56 persen pada tahun 2005, pada tahun 2006 sebesar 70,79 persen, pada tahun 2007 sebesar 70,32 persen dan pada
38
tahun 2008 sebesar 69,81 persen. Kontribusi yang besar ini disumbangkan dari sektor industri sebesar 64,13 persen pada tahun 2005, pada tahun 2006 sebesar 64,30 persen, pada tahun 2007 sebesar 63,72 persen dan pada tahun 2008 sebesar 63,07 persen. Kelompok sektor tersier memberikan kontribusi terbesar kedua dan terus mengalami peningkatan yaitu sebesar 23,31 persen pada tahun 2005, pada tahun 2006 sebesar 23,40 persen dan pada tahun 2007 sebesar 23,72 persen pada tahun 2008 sebesar 23,97 persen. Sementara kelompok sektor primer memberikan kontribusi terkecil yaitu sebesar 6,13 persen pada tahun 2005, pada tahun 2006 sebesar 5,81 persen, pada tahun 2007 sebesar 5,96 persen dan pada tahun 2008 sebesar 6,23 persen. Menurut sektor, selama tahun 2005-2008 struktur ekonomi Kabupaten Bogor didominasi oleh tiga sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sektor industri, sektor perdagangan dan sektor pertanian.
4.4.2. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Kabupaten Bogor pada tahun 2005 hingga 2007 menunjukkan kinerja yang membaik tetapi menurun pada tahun 2008. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,85 persen pada tahun 2005, tahun 2006 mencapai 5,95 persen, mencapai 6,04 persen pada tahun 2007 kemudian turun pada tahun 2008 yang mencapai 5,73 persen. Pada tahun 2008 telah terjadi penurunan laju pertumbuhan di semua sektor. Selama kurun waktu 2005-2007 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor menunjukkan trend yang meningkat namun ada sedikit penurunan pada tahun 2008.
39
Selanjutnya jika melihat Tabel 4.4. lebih rinci secara sektoral, pada tahun 2008 sektor yang mengalami pertumbuhan paling besar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh 8,94 persen, kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar 7,92 persen dan sektor listrik, gas dan air yang tumbuh sebesar 7,57 persen dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang tumbuh sebesar 7,63 persen. Sementara pertumbuhan pada sektor primer berfluktuatif bila dilihat pada empat tahun terakhir ini. Tabel 4.4.
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Sektor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005 - 2008 Lapangan Usaha (1)
2005 (2) 0,47 2,95 -10,11 5,94 5,91 7,23 5,12 7,21 8,13 7,30
2006*) (3) 0,48 -1,21 8,73 5,98 5,93 7,82 4,97 7,38 8,03 8,02
2007 **) (4) 4,61 4,63 4,56 5,53 5,34 8,02 6,55 7,93 8,38 9,32
PRIMER 1 Pertanian 2 Pertambangan SEKUNDER 3 Industri 4 Listrik, Gas & Air 5 Bangunan TERSIER 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 7 Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa 6,39 6,78 7,63 8 Perush. 4,25 4,87 5,45 9 Jasa-Jasa 5,85 5,95 6,04 PDRB Keterangan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara Sumber : PDRB Kabupaten Bogor Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2008
2008 **) (5) 4,46 4,40 4,74 5,22 5,04 7,57 6,18 7,52 7,92 8,94 7,21 5,14 5,73
4.4.3 Pendapatan per Kapita Pertumbuhan ekonomi tidak hanya menunjukkan peningkatan output
40
produksi atau tingkat pendapatan secara makro, tapi pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi laju pertumbuhan penduduk yang pesat dapat menjadi sinyal peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui indikator pendapatan per kapita. Tabel 4.5. menunjukkan bahwa pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Bogor selama tahun 2005-2008 baik pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku maupun pendapatan per kapita atas dasar harga konstan selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku di Kabupaten Bogor hanya sebesar Rp. 9.105.621,-, pada tahun 2008 telah meningkat menjadi Rp. 12.736.719,-. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2005-2008 telah terjadi rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 11,85 persen setiap tahunnya. Tabel 4.5.
TAHUN
(1) 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Perkembangan Pendapatan per Kapita Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2005 - 2008 Atas Dasar Harga Berlaku Nilai Rata-rata (Rp) Pertumbuhan (%) (2) (3) 9.105.621 10.303.230 13,15 11.234.906 9,04 12.736.719 13,37 10.845.119 11,85
Atas Dasar Harga Konstan Nilai Rata-rata (Rp) Pertumbuhan (%) (4) (5) 5.975.408 6.106.162 2,19 6.238.031 2,16 6.360.402 1,96 6.170.001 2,10
Sumber : PDRB Kabupaten Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 (diolah)
Sementara bila dihitung atas dasar harga konstan, pendapatan per kapita di Kabupaten Bogor pada tahun 2004 sebesar Rp. 5.975.408,- dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp.6.360.402,-. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2004-2008 telah terjadi rata-rata pertumbuhan pendapatan per kapita sebesar 2,10 persen setiap tahunnya.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Analisis Deskriptrif Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini maka perbandingan
antar kecamatan dilakukan dengan membandingkan peubah yang ada terhadap rata-rata kabupaten dari peubah tersebut.
5.1.1. Potensi Wilayah Berdasarkan perbandingan tiap peubah per kecamatan terhadap rata-rata kabupaten maka didapatkan sebaran kecamatan menurut potensinya. Kecamatan yang berpotensi di sektor pertanian khususnya produksi padi adalah semua kecamatan yang ada di wilayah pembangunan Bogor Barat yaitu Kecamatan Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Jasinga, Tenjo, Parung Panjang, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya ditambah Kecamatan Caringin, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari dan Jonggol. Bila dibandingkan dengan rata-rata produksi padi Kabupaten Bogor maka produksi padi yang tinggi di atas produksi rata-rata kabupaten didapatkan dari kecamatan kecamatan ini (lampiran 2). Kecamatan yang berpotensi di sektor industri besar sedang adalah Kecamatan Ciampea, Ciomas, Caringin, Sukaraja, Cileungsi, Klapanunggal, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong dan Gunung Sindur. Kecamatan yang berpotensi di sektor perdagangan adalah Kecamatan Cibungbulang, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung, Babakan Madang, Sukamakmur,
42
Jonggol, Cileungsi, Gunung Putri, Cibinong, Bojonggede dan Cigudeg. Sementara kecamatan yang berpotensi pada industri kecil dan kerajinan rumah tangga adalah Kecamatan Rumpin, Sukajaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari dan Sukaraja. Kecamatan yang berpotensi pariwisata adalah Kecamatan Cisarua dan Pamijahan. Sementara kecamatan yang berpotensi jasa penginapan/perhotelan adalah Kecamatan Cisarua, Pamijahan dan Megamendung. Untuk kawasan Puncak berpotensi juga di sektor perdagangan karena didukung oleh sektor pariwisata dan jasa penginapan/perhotelan (lampiran 2). Kecamatan yang padat penduduknya merupakan wilayah yang dijadikan pilihan sebagai daerah pemukiman seperti kecamatan Ciomas, Cibinong, Bojonggede, Gunung Putri, Rancabungur. Untuk menentukan suatu daerah akan dijadikan daerah pemukiman kiranya pemerintah daerah telah mempunyai aturan khusus sehingga tidak mengganggu keberadaan daerah konservasi.
5.1.2. Sarana Pendidikan dan Kesehatan Sarana pendidikan dasar yang akan dilihat disini adalah jumlah sekolah pada jenjang pendidikan SLTP karena merupakan bagian dari pendidikan dasar 9 tahun. Jumlah sekolah sebaiknya sebanding dengan banyaknya anak usia sekolah di wilayah kecamatan tersebut dan kemudahan akses ke fasilitas pendidikan. Setidaknya minimal ada satu sekolah pada tiap kecamatan guna memberikan pelayanan dasar yang optimal kepada masyarakat. Batasan untuk jumlah sekolah pada penelitian ini kecamatan yang memiliki jumlah sekolah yang dianggap cukup memadai adalah kecamatan yang memiliki jumlah sekolah SLTP lebih
43
besar atau sama dengan jumlah SLTP rata-rata di Kabupaten Bogor. Batasan yang sama juga diberlakukan untuk jumlah sekolah SLTA. Hasil perbandingan jumlah SLTP tiap kecamatan terhadap rata-rata kabupaten didapatkan beberapa kecamatan yang cukup memadai sarana pelayanan pendidikan dasarnya yaitu Kecamatan Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cileungsi, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Bojonggede, Kemang, Gunung Sindur, Jasinga, Parung Panjang. Kecamatan yang kurang memadai sarana pelayanan pendidikan dasarnya yaitu Kecamatan Nanggung, Leuwisadeng, Ciampea, Tenjolaya, Dramaga, Ciomas, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Cisarua, Sukaraja, Babakan Madang, Sukamakmur, Cariu, Tanjungsari, Jonggol, Klapanunggal, Tajurhalang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Rumpin, Cigudeg, Sukajaya dan Tenjo (lampiran 3). Sarana pelayanan kesehatan dasar yang akan dilihat disini adalah jumlah puskesmas dan pustu. Bila dihitung rasio puskesmas terhadap jumlah penduduknya, ternyata jumlah puskesmas yang sedikit masih mampu melayani penduduk yang ada dibandingkan dengan jumlah puskesmas yang banyak namun jumlah penduduknya besar sehingga beban puskesmas teramat besar. Tetapi ada fasilitas lain selain puskesmas yaitu adanya rumah sakit dan poliklinik di wilayah yang padat penduduknya sehingga beban puskesmas tidak begitu berat. Kendala lain adalah luas wilayah kecamatan dan kemudahan mengakses puskesmas. Hal inilah yang seharusnya menjadi dasar dari pengadaan sarana kesehatan. Hasil perbandingan jumlah puskesmas tiap kecamatan dengan jumlah ratarata puskesmas kabupaten maka daerah yang dianggap cukup memadai fasilitas
44
sarana kesehatannya adalah daerah yang memiliki puskesmas sama dengan atau lebih dari jumlah rata-rata puskesmas di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Dramaga, Ciomas, Cisarua, Sukaraja, Babakan Madang, Tanjungsari, Cileungsi, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Parung Panjang. Kecamatan
yang
kurang
memadai
fasilitas
pelayanan
dasarnya
yaitu
Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung, Sukamakmur, Cariu, Jonggol, Klapanunggal, Bojonggede, Tajurhalang, Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng, Sukajaya, Jasinga, Tenjo.
5.2.
Hasil Analisis Faktor Berdasarkan hasil output diketahui bahwa nilai uji KMO sebesar 0,861
artinya bahwa data yang digunakan dinyatakan baik untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis faktor. Berdasarkan nilai akar ciri yang mencerminkan peran tiap peubah terhadap total keragaman dan keragaman data yang bisa dijelaskan, didapatkan dua komponen utama yang mempunyai nilai akar ciri lebih besar dari satu (seperti terlihat pada Tabel 5.1). Kedua komponen tersebut memegang peranan penting sebagai penyebab adanya keragaman data. Tabel 5.1.
Nilai Akar ciri, Persentase Keragaman Data dan Persentase Kumulatif Keragaman Data
Faktor
Nilai Akar Ciri
Keragaman Data (%)
Kumulatif Keragaman Data (%)
(1)
(2)
(3)
(4)
1 2
7,152 1,623
59,601 13,522
59,601 73,123
45
Kedua komponen tersebut mampu menerangkan keragaman total sebesar 73,12 persen dengan rincian sebagai berikut: faktor 1 menerangkan keragaman total sebesar 59,6 persen dengan nilai akar ciri 7,152; faktor 2 menerangkan keragaman total sebesar 13,52 persen dengan nilai akar ciri 1,623. Kedua komponen utama tersebut menghasilkan matrik loading faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain dan nilai-nilainya merupakan koefisien korelasi antara peubah dengan faktor-faktor tersebut. Bila dilihat peubah-peubah yang berkorelasi tinggi terhadap setiap faktornya, ternyata loading faktor yang dihasilkan belum mampu memberikan arti sebagaimana yang diharapkan. Tiap faktor masih sulit diinterpretasikan dengan sejelas-jelasnya. Tabel 5.2. Rotasi Faktor Peubah (Zscore) Jumlah dokter Jumlah penduduk Jumlah KUD Jumlah SLTP Jumlah SLTA Jumlah petugas kesehatan Jumlah industri Jumlah restoran Jumlah puskesmas Jumlah toko/mini market Produksi padi Luas wilayah Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations.
Komponen 1 2 0.910 -0.233 0.908 -0.161 0.896 -0.241 0.877 -0.046 0.847 -0.035 0.846 -0.205 0.814 -0.248 0.740 -0.361 0.730 0.266 0.674 0.107 -0.189 0.858 0.008 0.832
46
Tabel 5.2. adalah hasil rotasi faktor, agar setiap faktor dapat diinterpretasikan maka perlu dilakukan rotasi dengan metode rotasi tegak lurus varimax yang membuat total keragaman data dari loading faktor menjadi maksimum dan setiap peubah hanya masuk dalam satu faktor saja dimana nilai korelasinya paling tinggi. Hasil dari rotasi varimax ini diperoleh matrik loading faktor baru yang sanggup memberikan interpretasi yang diinginkan. Dari tabel di atas terlihat bahwa setiap peubah akan berkorelasi tinggi dengan salah satu faktor dengan uraian sebagai berikut: a.
faktor I, terdapat beberapa peubah yang mempunyai korelasi tinggi dengan faktor ini. Peubah-peubah tersebut ialah jumlah dokter yang berkorelasi positif dengan nilai yang besar yaitu sebesar 0,910, jumlah penduduk yang berkorelasi positif dengan nilai 0,908, jumlah KUD yang berkorelasi positif dengan nilai 0,896, jumlah SLTP yang berkorelasi positif dengan nilai 0,877, jumlah SLTA yang berkorelasi positif dengan nilai 0,847, jumlah petugas kesehatan yang berkorelasi positif dengan nilai 0,846, jumlah industri besar sedang yang berkorelasi positif dengan nilai 0,814, jumlah restoran yang berkorelasi positif dengan nilai 0,740, jumlah puskesmas yang berkorelasi positif dengan nilai 0,730 dan jumlah toko dan minimarket yang berkorelasi positif dengan nilai 0,674. Faktor ini berkorelasi tinggi positif dengan peubah fasilitas pendidikan, jumlah industri, jumlah penduduk fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan sarana
47
perdagangan maka faktor I dapat diidentifikasikan sebagai faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi; b.
faktor II, peubah-peubah yang mempunyai korelasi tinggi dengan faktor ini ialah produksi padi sawah berkorelasi positif dengan nilai sebesar 0,858 dan luas wilayah yang berkorelasi positif sebesar 0,832. Peubah produksi padi dan luas wilayah mencerminkan jumlah rata-rata produksi padi diidentifikasikan sebagai faktor produksi padi. Kedua faktor masing-masing sudah diidentifikasi yaitu: (1) faktor potensi
penduduk dan sarana sosial ekonomi; serta (2) faktor produksi padi. Kedua faktor tersebut yang akan digunakan untuk mengelompokkan kecamatan di Kabupaten Bogor.
5.3.
Hasil Analisis Cluster Pengelompokkan kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan potensi
wilayah dilakukan dengan menggunakan metode pengelompokan hierarki menurut
jarak
Euclidian.
Hasil
pengelompokkan
digambarkan
dengan
dendogram, dapat dilihat pada Lampiran 12. Dari gambar dapat diketahui penggabungan kecamatan berdasarkan kedekatan jaraknya menghasilkan sebelas cluster. Kesebelas cluster kecamatan tersebut terdiri dari cluster VII, VIII, IX, X, XI yang masing-masing beranggotakan satu kecamatan. Cluster I, II, III, IV, V, VI masing-masing beranggotakan sepuluh, tujuh, lima, lima, empat dan empat kecamatan.
48
Dari sebelas cluster yang dihasilkan maka kita dapat mengetahui nilai skor faktor tiap kecamatan yang tertera pada Lampiran 4. Kemudian dengan menggunakan rata-rata skor tiap faktor untuk setiap cluster dan dibandingkan dengan rata-rata skor faktor kabupaten maka dapat diketahui ciri-ciri dari setiap cluster. Bila rata-rata skor faktor tiap cluster lebih rendah dari rata-rata skor faktor kabupaten maka dapat dikatakan bahwa faktor yang ada di cluster tersebut kurang baik atau kurang memadai sementara bila rata-rata skor faktor tiap cluster lebih tinggi dari rata-rata skor faktor kabupaten maka dapat dikatakan bahwa faktor yang ada di cluster tersebut cukup baik atau cukup memadai. Tabel 5.3. Rata-rata Skor Faktor Tiap Cluster Cluster
Faktor Potensi Penduduk dan Sarana Sosial Ekonomi
Faktor Produksi Padi
(1) I II III IV V VI VII VIII IX X XI Rata-rata Kabupaten
(2) -0.05821 -0.92926 0.13150 -0.64521 0.22872 -0.40627 1.31209 0.56217 1.96430 2.50339 4.02368 0,00000075
(3) -0.62252 -0.83195 0.22463 0.14127 2.11970 1.28100 -0.81711 -1.35626 0.05044 -1.20890 -0.05160 0,0000000000000000208167
Pada cluster pertama yang terdiri dari sepuluh kecamatan yaitu kecamatan Dramaga, Megamendung, Cigombong, Gunung Sindur, Kemang, Parung, Ciomas, Sukaraja, Ciawi, dan Cisarua rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi dan faktor produksi padi berada di bawah rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa produktivitas, sarana sosial
49
ekonomi serta sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk cluster pertama cukup rendah dalam arti sarana sosial ekonomi kurang memadai dan kurang produktif dalam memproduksi padi. Bila dilihat dari data peubahnya semua kecamatan yang termasuk dalam cluster ini produksi padinya di bawah rata-rata kabupaten, namun untuk sarana prasarana sosial ekonomi terdapat kombinasi peubah dari kecamatan yang termasuk cluster ini yaitu kecamatan yang penduduknya di atas rata-rata kabupaten yaitu Kecamatan Ciomas, Cisarua dan Sukaraja memiliki jumlah puskesmas, jumlah industri (kecuali Cisarua) di atas rata-rata kabupaten dapat dikatakan kecamatan ini berpotensi industri tetapi jumlah SLTP di bawah rata-rata kabupaten, sementara Kecamatan Cigombong, Ciawi, Megamendung dimana peubah jumlah toko dan mini marketnya di atas rata-rata kabupaten atau dapat dikatakan kecamatan ini berpotensi perdagangan namun jumlah puskesmas dan jumlah SLTP (kecuali Ciawi) di bawah rata-rata kabupaten. Hampir semua kecamatan yang termasuk dalam cluster ini memiliki jumlah KUD di atas rata-rata kabupaten kecuali kecamatan Gunung Sindur, sehingga agak sulit menyimpulkan keadaan potensi dan sarana prasarana sosial ekonomi di cluster kecamatan ini. Cluster kedua yang terdiri dari tujuh kecamatan yaitu kecamatan Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Ciseeng, Cijeruk, Tajurhalang dan Rancabungur yang merupakan kecamatan hasil pemekaran wilayah kecuali Kecamatan Cijeruk. Namun Kecamatan Cijeruk adalah kecamatan yang dimekarkan. Cluster ini rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi dan faktor produksi padi berada jauh di bawah rata-rata kabupaten
50
Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa produksi padi, sarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia di kecamatan tersebut sangat rendah dalam arti sarana sosial ekonomi tidak memadai dan tidak produktif dalam memproduksi padi. Kecamatan yang termasuk dalam cluster ini adalah cluster kecamatan hasil pemekaran kecamatan yang ternyata mempunyai ciri yang sama bila dilihat dari data peubahnya. Hampir semua peubahnya berada di bawah ratarata kabupaten kecuali Kecamatan Leuwisadeng dan Tenjolaya produksi padinya berada di atas rata-rata kabupaten namun sarana yang lainnya berada di bawah rata-rata kabupaten. Pada cluster ketiga yang terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Cibungbulang, Caringin, Ciampea, Leuwiliang, Parung Panjang, rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi dan faktor produksi padi berada di atas rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi serta sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk cluster ketiga ini cukup baik dalam arti sarana sosial ekonomi cukup memadai dan kecamatan ini cukup produktif dalam produksi padi. Bila dilihat dari peubahnya jumlah penduduk pada kecamatan dalam cluster ini cukup besar dan berada di atas rata-rata kabupaten kecuali Kecamatan Parung Panjang, produksi padi berada di atas rata-rata kabupaten kecuali Kecamatan Parung Panjang, jumlah sarana kesehatan cukup baik kecuali Kecamatan Caringin, jumlah sarana pendidikan cukup memadai kecuali Kecamatan Ciampea, jumlah KUD cukup memadai kecuali di Kecamatan Parung Panjang. Potensi industri ada pada kecamatan
51
Ciampea dan Caringin dan jumlah toko dan minimarket memadai di Kecamatan Caringin. Pada cluster keempat yang terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Babakan Madang, Klapanunggal, Tenjo, Cariu, dan Sukajaya. Rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi di bawah rata-rata kabupaten dan faktor produksi padi berada di atas rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi serta sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk cluster keempat ini rendah dalam arti sarana sosial ekonomi kurang memadai dan kecamatan ini cukup produktif dalam produksi padi. Bila dilihat dari peubahnya jumlah produksi padi pada kecamatan dalam cluster ini cukup tinggi kecuali Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal namun kedua kecamatan ini memiliki luas wilayah yang hampir sama. Hampir semua peubah berada di bawah rata-rata kabupaten kecuali Kecamatan Tenjo untuk sarana pendidikan, Kecamatan Babakan Madang untuk sarana kesehatan, jumlah industri untuk Kecamatan Klapanunggal, sarana perdagangan untuk Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal. Pada cluster kelima yang terdiri dari empat kecamatan yaitu Kecamatan Cigudeg, Jasinga, Pamijahan, dan Jonggol rata-rata semua faktornya berada di atas nilai rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk cluster kelima ini cukup memadai atau cukup baik bahkan sangat produktif dalam produksi padi. Bila dilihat dari peubahnya jumlah penduduk di kecamatan dalam cluster ini cukup tinggi, produksi padi pun berada di atas rata-
52
rata kabupaten untuk semua kecamatan. Namun minim sekali untuk jumlah industri. Sarana perdagangan cukup memadai kecuali di Kecamatan Jasinga tetapi jumlah restoran dan KUD berada di bawah rata-rata kabupaten untuk seluruh kecamatan. Jumlah puskesmas cukup memadai kecuali Kecamatan Jonggol, namun jumlah petugas kesehatan dan jumlah dokter berada di bawah rata-rata kabupaten hampir di semua kecamatan dalam cluster ini. Pada cluster keenam yang terdiri dari empat kecamatan yaitu Sukamakmur, Tanjungsari, Nanggung dan Rumpin rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi di bawah rata-rata kabupaten dan faktor produksi padi berada di atas rata-rata kabupaten. Cluster ini hampir sama dengan cluster keempat dimana faktor sarana sosial ekonomi serta sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk cluster keenam ini di bawah rata-rata kabupaten dalam arti sarana sosial ekonomi kurang memadai namun produktifitas kecamatan pada cluster ini dalam produksi padi sedikit lebih baik dibandingkan produksi padi di kecamatan yang berada di cluster keempat. Bila dilihat dari peubahnya, semua kecamatan dalam cluster ini jumlah produksi padinya tinggi tetpai jumlah industri, KUD, dokter dan jumlah sekolah berada di bawah rata-rata kabupaten. Jumlah puskesmas cukup memadai kecuali di Kecamatan Sukamakmur. Jumlah toko dan mini market kurang memadai kecuali di Kecamatan Nanggung dan Sukamakmur. Pada cluster ketujuh yang terdiri dari satu kecamatan yaitu Kecamatan Citeureup rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi di atas rata-rata kabupaten dan faktor produksi padi berada jauh di bawah rata-rata
53
kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk cluster ketujuh ini memadai namun tidak produktif dalam produksi padi. Bila dilihat dari peubahnya, hampir semua peubah berada di atas rata-rata kabupaten kecuali produksi padi dan jumlah toko. Pada cluster kedelapan yang terdiri dari satu kecamatan yaitu Kecamatan Bojonggede rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi di atas rata-rata kabupaten dan faktor produksi padi berada sangat jauh di bawah rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk cluster kedelapan ini cukup memadai namun sangat tidak produktif dalam produksi padi. Bila dilihat dari peubahnya, hampir semua peubah berada di atas rata-rata kabupaten kecuali jumlah industri, jumlah puskesmas dan jumlah SLTA. Pada cluster kesembilan yang terdiri dari satu kecamatan yaitu Kecamatan Cileungsi rata-rata semua faktornya berada di atas nilai rata-rata kabupaten. Ciri ini sama dengan cluster kelima tetapi untuk sarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk cluster kesembilan ini memadai dan agak produktif dalam produksi padi. Namun bila dilihat dari peubahnya jumlah produksi padi tidak berada di atas rata-rata kabupaten, sehingga jumlah produksi padi tidak signifikan menggambarkan potensi pertanian di kecamatan ini. Pada cluster kesepuluh yang terdiri dari satu kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Putri rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi sangat jauh di atas rata-rata kabupaten dan faktor produksi padi berada sangat jauh di
54
bawah rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk dalam cluster ini sangat memadai namun sangat tidak produktif dalam produksi padi. Bila dilihat dari peubahnya, hampir semua peubah berada di atas rata-rata kabupaten kecuali produksi padi. Pada cluster kesebelas yang terdiri dari satu kecamatan yaitu Kecamatan Cibinong rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi sangat jauh di atas rata-rata kabupaten dan faktor produksi padi berada di bawah rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk dalam cluster ini sangat memadai atau sangat baik namun kurang produktif dalam produksi padi. Bila dilihat dari peubahnya, hampir semua peubah berada di atas rata-rata kabupaten kecuali produksi padi. Adanya perbedaan potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi pada setiap kecamatan, maka untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dari sebelas cluster kecamatan yang terbentuk dikelompokkan kembali berdasarkan kesamaan faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi dan faktor produksi padi yang menjadi ciri cluster tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka cluster tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat wilayah yaitu Wilayah I, II, III dan IV. Wilayah I adalah wilayah yang memiliki faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi yang memadai dan produksi padi cukup tinggi, wilayah II adalah wilayah yang memiliki faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi yang memadai, wilayah III adalah wilayah yang faktor
55
produksi padinya cukup tinggi dan wilayah IV adalah wilayah yang faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonominya kurang memadai dan tidak produktif dalam memproduksi padi. Daftar kecamatan dan wilayahnya dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4.
Cluster Kecamatan Menurut Wilayahnya di Kabupaten Bogor
Cluster
Kecamatan
Wilayah
(1)
(2)
(3)
III V IX VII VIII X XI
IV VI
I
II
Cibungbulang, Caringin, Ciampea, Leuwiliang, Parungpanjang Cigudeg. Jasinga, Pamijahan, Jonggol Cileungsi Citeureup Bojonggede Gunung Putri Cibinong Babakan Madang, Klapanunggal, Tenjo, Cariu, Sukajaya Sukamakmur, Tanjungsari, Nanggung, Rumpin Dramaga, Megamendung, Cigombong, Gunung Sindur, Kemang, Parung, Ciomas, Ciawi, Sukaraja, Cisarua Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Ciseeng, Cijeruk, Tajurhalang, Rancabungur
I Cukup memadai produksi padi, potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi II Cukup memadai potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi
III Produksi padinya tinggi
IV Kurang memadai potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi juga produksi padi
56
Bila dilihat menurut letak geografisnya, kecamatan pada Wilayah I adalah yang termasuk dalam cluster III, V, sebagian besar terletak di sebelah barat Kabupaten Bogor. Rata-rata faktor pada cluster kecamatan yang berada di wilayah I berada di atas rata-rata kabupaten berarti bahwa produksi padi cukup baik, potensi penduduk dan sarana prasarana sosial ekonomi juga cukup memadai. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Cibungbulang, Caringin, Ciampea, Leuwiliang, Parung panjang, Cigudeg, Jasinga, Pamijahan dan Jonggol. Pada wilayah ini pemerintah bukan berarti berhenti melakukan pembangunan tetapi melakukan pemantapan terhadap produksi padi yang sudah ada. Mengingat kontribusi pertanian terhadap PDRB cukup kecil hendaknya di wilayah ini dikembangkan agroindustri, industri yang mengolah hasil pertanian dan mengembangkan industri kecil dan kerajinan. Untuk sarana dan prasarana sosial ekonomi tetap dibangun guna menyeimbangkan jumlahnya dengan kenaikan jumlah penduduk. Cluster kecamatan pada Wilayah II letaknya berada di tengah Kabupaten Bogor dan cenderung berdekatan dengan ibukota kabupaten. Terdiri dari lima kecamatan yang berasal dari cluster VII, VIII, IX, X, XI yang masing-masing cluster terdiri dari satu kecamatan yaitu Kecamatan Citeureup, Bojonggede, Cileungsi, Citeureup, Gunung Putri dan Cibinong. Faktor potensi penduduk dan sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai namun tidak produktif dalam memproduksi padi. Hal ini disebabkan wilayahnya sangat potensi untuk industri dan perdagangan. Selain itu jumlah penduduk yang besar sehingga kepadatan penduduknya sangat tinggi memungkinkan sisa wilayah ini bisa saja menjadi
57
alternatif daerah pemukiman. Potensi industri, perdagangan dan jasa di wilayah ini harus terus dikembangkan dan dengan jumlah penduduk yang padat selain harus ditekan laju pertumbuhan penduduknya juga pembangunan sarana prasarana sosial ekonomi harus terus diperhatikan. Cluster kecamatan Wilayah III sebagian besar terletak di sebelah timur Kabupaten Bogor yaitu kecamatan yang termasuk dalam cluster IV dan VI. Terdiri
dari
sembilan
kecamatan
yaitu
Kecamatan
Babakan
Madang,
Klapanunggal, Tenjo, Cariu, Sukajaya, Sukamakmur, Tanjungsari, Nanggung dan Rumpin. Kecamatan dalam kelompok ini produksi padinya cukup tinggi tetapi hendaknya sarana dan prasarana ekonomi terus diperhatikan mengingat sarana dan prasarana sosial ekonomi pada wilayah ini masih kurang memadai. Perlu juga dibangun industri yang mengolah hasil pertanian atau pengembangan daerah perdagangan guna meningkatkan pendapatan penduduk selain dari pertanian. Kecamatan yang termasuk dalam wilayah IV adalah kecamatan yang tergabung dalam cluster I dan II yaitu sebagian kecamatan yang terletak di tengah wilayah Kabupaten Bogor dan sebagian kecamatan lagi terletak di wilayah barat Kabupaten Bogor. Wilayah ini terdiri dari 17 kecamatan yaitu Kecamatan Dramaga, Megamendung, Cigombong, Gunung Sindur, Kemang, Parung, Ciomas, Ciawi, Sukaraja, Cisarua, Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Ciseeng, Cijeruk, Tajurhalang dan Rancabungur. Kurangnya potensi wilayah dan sarana yang ada pada wilayah ini baik itu sumber daya manusia, sarana prasarana sosial ekonomi, industri atau pertanian harus mendapat perhatian serius dalam merencanakan dan
58
melaksanakan pembangunan agar tercipta keseimbangan pembangunan di seluruh wilayah yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Kabupaten Bogor.
5.4.
Analisis Wilayah Pembangunan Setelah otonomi daerah diberlakukan di Kabupaten Bogor, pemerintah
daerah membagi wilayah pembangunan kabupaten dalam tiga wilayah pembangunan. Ketiga wilayah tersebut adalah wilayah pembangunan Bogor Barat, wilayah pembangunan Bogor Tengah dan wilayah pembangunan Bogor Timur. Wilayah pembangunan Bogor Barat terdiri dari 13 kecamatan yaitu Kecamatan Jasinga, Parung panjang. Tenjo, Cigudeg, Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya, Pamijahan, Rumpin. Wilayah pembangunan Bogor Tengah terdiri dari 20 kecamatan yaitu Kecamatan
Gunung
Sindur,
Parung,
Ciseeng,
Kemang,
Rancabungur,
Bojonggede, Tajurhalang, Cibinong, Sukaraja, Dramaga, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Megamendung, Cisarua, Citeureup, Babakan Madang, Ciomas, Tamansari. Wilayah pembangunan Bogor Timur terdiri dari tujuh kecamatan yaitu Gunung
Putri,
Cileungsi,
Klapanunggal,
Jonggol,
Sukamakmur,
Cariu,
Tanjungsari. Berdasarkan peubah yang digunakan dalam penelitian ini, maka nilai skor faktor yang terbentuk digunakan untuk menganalisis potensi sosial ekonomi menurut wilayah pembangunan Kabupaten Bogor. Setiap wilayah pembangunan dihitung rata-rata skor faktornya lalu dibandingkan dengan rata-rata skor faktor kabupaten.
59
Tabel 5.5. Rata-rata Skor Faktor tiap Wilayah pembangunan Wilayah pembangunan
Faktor Potensi Penduduk dan Sarana Sosial Ekonomi
Faktor Produksi Padi
(1) Bogor Barat Bogor Tengah Bogor Timur Rata-rata Kabupaten
(2) -0.23485 0.03441 0.33783 0,00000075
(3) 0.67080 -0.66673 0.65917 0,0000000000000000208167
Pada wilayah pembangunan Bogor Barat rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi di bawah rata-rata kabupaten dan faktor produksi padi berada di atas rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi serta sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan barat cukup rendah dalam arti sarana sosial ekonomi kurang memadai namun dalam bidang pertanian cukup produktif dalam memproduksi padi. Fokus pembangunan di wilayah pembangunan ini ditekankan pada sarana dan prasarana sosial ekonomi dan memantapkan produksi padi. Pada wilayah pembangunan tengah rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi di atas rata-rata kabupaten dan faktor produksi padi berada di bawah rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi serta sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan tengah cukup baik dalam arti sarana sosial ekonomi cukup memadai namun dalam bidang pertanian tidak produktif dalam memproduksi padi. Tingkat kepadatan yang cukup tinggi mendominasi sebagian besar kecamatan yang berada dalam wilayah pembangunan tengah sehingga lahan untuk pertanian sangat sedikit. Untuk itu di wilayah ini pembangunan di luar
60
sektor pertanian yang dikembangkan seperti sektor industri, perdagangan, jasa dan pariwisata. Pada wilayah pembangunan timur rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi dan faktor produksi padi berada di atas rata-rata kabupaten. Berdasarkan keadaan ini kita dapat mengatakan bahwa sarana sosial ekonomi serta sumber daya manusia di kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan timur cukup baik dalam arti sarana sosial ekonomi cukup memadai dan dalam bidang pertanian cukup produktif dalam memproduksi padi. Fokus pembangunan di wilayah pembangunan ini ditekankan pada sarana dan prasarana sosial ekonomi dan industri yang menunjang produktivitas pertanian serta meningkatkan produksi padi. Secara garis besar langkah-langkah yang diambil dalam merencanakan pembangunan di Kabupaten sudah sesuai dengan hasil dari penelitian ini. Tahapan pembangunan Kabupaten Bogor dilaksanakan melalui Renstra Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008 yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004. Berlandaskan pada pencapaian hasil-hasil pembangunan periode sebelumnya, pembangunan daerah pada tahap ini untuk mendukung pencapaian visi: Tercapainya Pelayanan Prima demi Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor yang Maju, Mandiri, Sejahtera Berlandaskan Iman dan Takwa. Upaya pencapaian visi tersebut diiplementasikan ke dalam 6 (enam) misi pembangunan sebagai berikut: 1. melakukan reformasi pelayanan publik menuju tata pemerintahanyang baik (good governance);
61
2. meningkatkan profesionalisme aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 3. meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan; 4. menumbuhkembangkan potensi industri, pertanian dan pariwisata secara optimal dan lestari; 5. meningkatkan kualitas dan menata sarana, prasarana dan infrastruktur wilayah; 6. memajukan kehidupan keagamaan dan kondisi sosial kemasyarakatan. Sasaran pokok renstra Kabupaten Bogor 2003-2008, yaitu meningkatnya kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bogor dengan indikator kinerja utama adalah: (1) meningkatnya capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta komponen pembentuknya, terdiri atas Angka Harapan Hidup (AHH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Angka Melek Huruf (AMH), Kemampuan Daya Beli Masyarakat (Purchasing Power Parity); (2) menurunnya jumlah penduduk miskin; (3) berkurangnya jumlah pengangguran terbuka; (4) terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk; (5) bertambahnya nilai PDRB dan bergesernya struktur ekonomi ke arah sektor sekunder dan tersier; (6) meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi; dan (7) meningkatnya pendapatan per kapita. Prioritas utama pada tahapan ini adalah peletakkan fondasi untuk mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera melalui peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan; peningkatan kemampuan daya beli masyarakat; peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan peningkatan pelayanan dasar, terutama infrastruktur wilayah dan mitigasi bencana; serta penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik.
62
Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah ke-2 (2008-2013) ditujukan untuk merealisasikan visi pembangunan daerah hingga tahun 2025 menurut dokumen RPJPD, yaitu Kabupaten Bogor Maju dan Sejahtera Berlandaskan Iman dan Takwa. Prioritas utama pada tahapan ini adalah penguatan dan pemantapan pembangunan daerah untuk mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera melalui peningkatan kualitas dan pemerataan pelayanan pendidikan dan kesehatan; peningkatan kemampuan daya beli masyarakat; pemenuhan pelayanan dasar, terutama infrastruktur wilayah untuk percepatan pembangunan di setiap wilayah; pengendalian pemanfaatan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan serta mitigasi bencana di kabupaten Bogor; reformasi birokrasi sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa dan bertanggungjawab. Prioritas pembangunan pada tahap ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
pembangunan pendidikan diprioritaskan untuk peningkatan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Angka Melek Huruf (AMH) melalui Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 (sembilan) Tahun. Upaya yang dilakukan untuk mendukung target tersebut melalui pembagian peran (Role Sharing) pendanaan antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam rangka rehabilitasi dan penambahan ruang kelas baru SD/MI dan SMP/MTs, serta bantuan beasiswa bagi siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. Selain itu, rintisan munculnya sekolah-sekolah unggulan di Kabupaten Bogor menjadi prioritas pada priode ini. Demikian pula pemberantasan buta aksara, melalui pengembangan
pendidikan
keaksaraan
dan
Pusat
Kegiatan
Belajar
63
Masyarakat (PKBM) terutama untuk daerah terpencil yang sulit mengakses pendidikan formal; 2.
pembangunan kesehatan pada periode ini diprioritaskan untuk meningkatkan Angka Harapan Hidup (AHH), penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi, melalui peningkatan persalinan oleh tenaga kesehatan, peningkatan balita gizi baik dan yang diimunisasi lengkap, peningkatan cakupan sanitasi dasar, peningkatan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, peningkatan angka kesembuhan penderita penyakit tertentu, penyusunan rancangan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan manajemen kesehatan yang akuntabel;
3.
pada periode ini pembangunan diprioritaskan pada peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan infrastruktur wilayah, antara lain : pembangunan jaringan infrastruktur transportasi yang mantap dan handal serta terintegrasi, disertai dengan bukaan akses jalan baru ke wilayah Barat, ke wilayah Timur yang berbatasan dengan Cianjur, ke wilayah Selatan yang berbatasan dengan Sukabumi serta ke arah Utara yang berbatasan dengan Depok maupun Tangerang; terbukanya akses jalan ke sentra-sentra produksi, baik pertanian, obyek wisata, pertambangan dan daerah terisolir, serta peningkatan rasio aksesibilitas jalan terhadap luas daerah. Selain sarana transportasi, dilakukan upaya : perintisan pembangunan waduk dan embung untuk pemenuhan kecukupan air bagi aktivitas ekonomi masyarakat, peningkatan rasio pelayanan jaringan irigasi terhadap luas areal irigasi, peningkatan cakupan layanan air bersih di perdesaan dan perkotaan, peningkatan cakupan layanan
64
persampahan, terutama di wilayah perkotaan, peningkatan cakupan layanan penerangan jalan umum pada ruas jalan kabupaten di setiap wilayah kecamatan, peningkatan ketersediaan sarana tempat layanan pemakaman umum di setiap wilayah kecamatan, penambahan ruang terbuka hijau dan taman-taman kota di setiap wilayah kecamatan, serta peningkatan rasio dan cakupan rumah layak huni; 4.
penyelenggaraan penataan ruang diprioritaskan pada peningkatan kualitas perencanaan tata ruang wilayah kota dan kawasan serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan secara berjangka dan penegakan peraturan atau ketentuan teknis pemanfaatannya dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang; pelaksanaan rencana pengembangan kawasan budidaya dan kawasan nonbudidaya atau wilayah konservasi melalui kesepakatan kerjasama sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku; pencapaian rencana pemanfaatan ruang
yang
serasi
dengan
ekosistemnya
serta
mampu
mewadahi
perkembangan wilayah dan aktifitas perekonomian masyarakat; pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan kaidah pengelolaan ruang dan lingkungan hidup yang berkelanjutan; serta tersedianya rencana tata ruang secara detail di setiap kecamatan dan kawasan cepat tumbuh; 5.
pada tahap ini perencanaan pembangunan diprioritaskan pada terwujudnya perencanaan pembangunan daerah secara berjangka meliputi jangka panjang, menengah dan tahunan serta rencana pembangunan daerah menurut urusan pemerintahan bagi kemajuan daerah; serta peningkatan peran serta
65
masyarakat dan lembaga-lembaga masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan
daerah
dan
pengawasan
pembangunan
daerah
yang
mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selain itu, perencanaan pembangunan diarahkan untuk peningkatan nilai tambah PDRB, Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan per Kapita, serta mulai bergesernya struktur ekonomi ke sektor tersier; 6.
pembangunan
perhubungan
diprioritaskan
pada
upaya
penambahan
jangkauan wilayah pelayanan moda transportasi; 7.
pembangunan lingkungan hidup diprioritaskan pada optimalisasi pengelolaan lingkungan hidup melalui kelayakan AMDAL, UKL/UPL dan RKL/RPL yang bersertifikat dalam kegiatan usaha, tersedianya akses informasi terhadap lingkungan hidup, peningkatan jumlah kelompok masyarakat dan organisasi masyarakat yang peduli lingkungan hidup, tersedianya peraturan daerah tentang
pengaturan
pencemaran
dan
kerusakan
lingkungan,
serta
bertambahnya revegetasi lahan kritis; 8.
pembangunan kependudukan dan catatan sipil pada tahap ini diprioritaskan pada pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, serta penurunan jumlah pengangguran terbuka dan jumlah penduduk;
9.
pembangunan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dilakukan melalui optimalisasi sumber daya produktif dengan peningkatan pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang sejalan dengan perkembangan dunia usaha; serta bangkitnya sentra-sentra industri, koperasi dan UKM/IKM sesuai dengan keunggulan masing-masing wilayah;
66
10. penanaman modal diprioritaskan pada upaya-upaya yang mendorong tumbuhnya investasi di wilayah Kabupaten Bogor; 11. pembangunan
pemberdayaan
masyarakat
dan
desa
diarahkan
pada
terwujudnya pemberdayaan kelembagaan masyarakat desa dan potensi ekonomi desa, antara lain melaui peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap teknologi tepat guna, dan teknologi terkini lainnya, serta adanya penghargaan terhadap prestasi masyarakat atas pencapaiannya di bidang ilmu pengetahuan dan penelitian; 12. pertanian diprioritaskan pada terjaminnya ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat, terutama beras; munculnya sentra-sentra produk unggulan baru dari pertanian, perikanan, peternakan maupun perkebunan; bangkitnya sentra agrobisnis yang sesuai dengan keunggulan masing-masing wilayah.
5.5.
Analisis Dampak Pengelompokkan Wilayah Kecamatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Wilayah Pengelompokan wilayah kecamatan setelah terjadi pemekaran wilayah
memberikan hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 1999 atau sebelum terjadi pemekaran wilayah. Kedua penelitian ini menggunakan metode analisis yang sama yaitu analisis faktor dan analisis cluster dengan metode pengelompokan hierarki. Adapun perbedaan penelitian pada Tahun 1999 dan Tahun 2008 adalah jumlah peubah yang digunakan pada Tahun 1999 sebanyak 13 peubah dan pada Tahun 2008 sebanyak 12 peubah. Faktor yang terbentuk adalah lima faktor pada tahun 1999 dan dua faktor pada Tahun 2008. Banyaknya cluster
67
yang terbentuk adalah sepuluh cluster pada Tahun 1999 dan 11 cluster pada Tahun 2008. Tabel 5.6. Jumlah Peubah dan Hasil Penelitian Pengelompokan Kecamatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Wilayah di Kabupaten Bogor
Uraian
Sebelum Pemekaran Tahun 1999
Setelah Pemekaran Tahun 2008
(1)
(2)
(3)
Jumlah Peubah
13
12
Faktor
5
2
Cluster
10
11
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1999 (sebelum pemekaran wilayah) menggunakan 13 peubah. Peubah tersebut adalah: (1) persentase jumlah desa yang memiliki lahan kritis; (2) kepadatan penduduk; (3) rasio petugas kesehatan per 10.000 penduduk; (4) rasio sarana kesehatan per 10.000 penduduk; (5) persentase jumlah desa yang memiliki sarana telekomunikasi; (6) persentase jumlah desa menurut sarana angkutan utama (kendaraan beroda empat); (7) perseentasee jumlah desa menurut adanya hotel; (8) persentase jumlah desa menurut adanya restoran; (9) persentase jumlah desa menurut jenis permukaan jalan yang terluas adalah aspal; (10) jumlah sekolah SLTP; (11) jumlah sekolah SLTA; (12) rata-rata produksi pertanian; (13) jumlah perusahaan industri. Pada awalnya penulis menggunakan peubah yang sama dengan penelitian sebelumnya
dengan
menggunakan
data tahun
2008.
Penulis
mencoba
mengelompokkan kembali kecamatan di Kabupaten Bogor dengan menggunakan 13 peubah yang sama namun dari hasil penghitungan ulang beberapa peubah
68
sudah tidak dapat digunakan karena tidak lagi berkorelasi dengan peubah yang lainnya seperti persentase desa menurut sarana telekomunikasi, persentase desa yang dapat dilalui angkutan roda empat, persentase desa yang jalan utamanya telah diaspal, persentase desa menurut lahan kritis, dan persentase desa menurut keberadaan hotel. Hal ini mungkin saja disebabkan karena pembangunan yang telah dilakukan telah menyeluruh sampai ke pelosok desa ataupun adanya kemajuan teknologi seperti penggunaan handphone yang menyebabkan peubahpeubah tersebut tidak lagi berkorelasi dengan yang lainnya. Kemudian penulis menambah peubah baru yang dianggap cukup mewakili potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi seperti jumlah industri kecil dan kerajinan rumah tangga, jumlah obyek wisata, hasil perikanan, hasil peternakan dan lain sebagainya sehingga jumlah seluruhnya menjadi 50 peubah. Data yang digunakan tidak lagi dalam satuan persentase tetapi dalam bentuk agregat. Satuan antar peubah berbeda-beda, dalam arti ada data dengan satuan kilometer persegi, ton dan ada pula data dengan satuan unit. Perbedaan satuan yang mencolok seperti ini akan menyebabkan bias dalam analisis sehingga data asli harus ditransformasi (standardisasi) ke dalam bentuk z-score sebelum bisa di analisis. Setelah melakukan penghitungan korelasi antar peubah ternyata hanya 12 peubah saja yang berkorelasi tinggi yang kemudian dipilih sebagai peubah yang akan dijadikan bahan analisis. Peubah tersebut adalah: (1) jumlah penduduk; (2) jumlah dokter; (3) jumlah petugas kesehatan; (4) jumlah puskesmas dan pustu; (5) jumlah sekolah SLTP; (6) jumlah sekolah SLTA; (7) jumlah KUD; (8) jumlah
69
toko dan mini market; (9) jumlah restoran; (10) jumlah industri besar dan sedang; (11) luas wilayah; (12) produksi padi. Hasil penelitian tahun 2008 bila dibandingkan dengan tahun 1999 adalah berkurangnya faktor yang dihasilkan yaitu dari lima faktor menjadi dua faktor. Adapun kelima faktor tersebut adalah: (1) faktor sarana pendidikan dan industri; (2) faktor sarana sektor perdagangan; (3) faktor sarana dan prasarana transportasi; (4) faktor sumber daya manusia dan prasarana kesehatan; dan (5) faktor produktivitas dan tenaga pelayanan kesehatan. Kelima faktor ini didapat dari nilai akar ciri yang lebih besar dari satu yang mampu menerangkan keragaman data sebesar 72,452 persen. Sementara hasil penelitian tahun 2008 didapatkan dua faktor yaitu: (1) faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi; dan (2) faktor produksi padi. Kedua faktor ini didapat dari nilai akar ciri yang lebih besar dari satu yang mampu menerangkan keragaman data sebesar 73,123 persen. Berkurangnya jumlah faktor dari lima pada tahun 1999 menjadi dua pada tahun 2008 selain dari keragaman antar peubahnya juga dapat dijelaskan dari peubah yang berkorelasi erat dengan faktornya. Pada tahun 1999 peubah yang berkorelasi dengan faktornya yang mewakili sarana pendidikan, industri, sarana kesehatan, sarana perdagangan terbagi ke dalam empat faktor dan satu faktor yang mewakili produktivitas padi. Sementara pada tahun 2008, faktor yang mewakili peubah jumlah penduduk, sarana perdagangan, jumlah industri, sarana pendidikan dan sarana kesehatan kini mengumpul menjadi satu dan berkorelasi erat dengan faktornya yaitu faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Todaro (2000) yang mengatakan bahwa ada
70
tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang meliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja dan ketiga adalah kemajuan teknologi. Pembangunan dan pertumbuhan ekonomi telah terjadi di Kabupaten Bogor selama kurun waktu 1999-2008. Kemajuan teknologi, pertumbuhan penduduk dan akumulasi modal dalam bidang industri dan perdagangan telah membawa pertumbuhan pada sektor lainnya. Ilustrasi sederhana adalah dengan adanya akumulasi modal di bidang industri telah menyebabkan terserapnya tenaga kerja di sektor tersebut sehingga wilayah yang industrinya berkembang akan diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk di daerah tersebut. Jumlah penduduk yang bertambah membuat investasi di sektor perdagangan juga bertambah guna memenuhi konsumsi masyarakatnya selain itu terjadi juga pertumbuhan investasi di bidang pendidikan dan pelayanan kesehatan guna memenuhi kebutuhan dasar masyarakat akan pendidikan dan kesehatan. Sementara faktor lainnya hampir sama dengan hasil sebelumnya yaitu faktor produksi padi. Oleh karena itu pada tahun 2008 hanya terdapat dua faktor saja yang mewakili potensi wilayah dan sarana sosial ekonomi di Kabupaten Bogor. Hasil analisis cluster dengan metode hierarki juga menghasilkan hasil yang berbeda antara tahun 1999 dengan tahun 2008. Terjadi penambahan jumlah cluster dari sepuluh cluster di tahun 1999 menjadi 11 cluster pada tahun 2008 dengan komposisi kecamatan berbeda dalam tiap kelompoknya. Hal ini
71
disebabkan oleh jarak kedekatan antar peubahnya yang membuat beberapa kecamatan yang memiliki ciri yang sama berada pada satu cluster. Penambahan jumlah kecamatan yang disebabkan oleh pemekaran wilayah juga dimungkinkan dapat menambah cluster karena kecamatan-kecamatan hasil pemekaran memiliki ciri yang sama sehingga membentuk satu cluster baru. Tabel 5.7. Daftar Kecamatan Menurut Cluster Sebelum dan Setelah Pemekaran Wilayah di Kabupaten Bogor Kecamatan Cluster (1)
Sebelum Pemekaran Tahun 1999 (2)
I
Nanggung, Leuwiliang, Ciomas, Cijeruk, Sukaraja, Kemang, Cigudeg, Jasinga, Parung Panjang, Ciampea
II
Megamendung, Rumpin
III
Ciawi, Babakan Madang, Gunung Sindur, Cariu
IV
Pamijahan, Sukamakmur, Parung, Tenjo, Jonggol
V
Bojonggede, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong
VI
Cileungsi
VII VIII IX X XI
Caringin Cisarua Cibungbulang Dramaga
Setelah Pemekaran Tahun 2008 (3) Dramaga, Megamendung, Cigombong, Gunung Sindur, Kemang, Parung, Ciomas, Ciawi, Sukaraja, Cisarua Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Ciseeng, Cijeruk, Tajurhalang, Rancabungur Cibungbulang, Caringin, Ciampea, Leuwiliang, Parungpanjang Babakan Madang, Klapanunggal, Tenjo, Cariu, Sukajaya Cigudeg. Jasinga, Pamijahan, Jonggol Sukamakmur, Tanjungsari, Nanggung, Rumpin Citeureup Bojonggede Cileungsi Gunung Putri Cibinong
72
Sebelum pemekaran wilayah diberlakukan kecamatan Cijeruk, Ciampea, Cigudeg, Leuwiliang dan Kemang berada pada satu cluster yang sama yaitu cluster yang memiliki ciri sarana prasarana sosial ekonominya di bawah rata-rata kabupaten. Tetapi setelah ada pemekaran wilayah sebagai langkah dalam mengimplementasikan
kebijakan
otonomi
daerah
terlihat
dari
hasil
pengelompokan saat ini bahwa kecamatan-kecamatan hasil pemekaran yaitu kecamatan Cijeruk (hasil pemekaran), Tenjolaya, Leuwisadeng, Rancabungur berada dalam satu cluster yang sama yaitu cluster kedua dimana faktor produksi padi dan potensi penduduk dan sarana prasarana sosial ekonomi sangat jauh berada di bawah rata-rata kabupaten. Begitu pula halnya dengan kecamatan lain hasil pemekaran yang saat ini masuk cluster kedua yaitu Tamansari, Ciseeng dan Tajurhalang. Sementara pecahan kecamatannya yaitu Kecamatan Ciampea, Leuwiliang, Cigudeg, termasuk ke dalam cluster III dan V yang semua faktornya berada di atas rata-rata kabupaten. Penekanan potensi wilayah yang didapat sebelum dan setelah pemekaran wilayah pun berbeda, bila di tahun 1999 potensi wilayah terbagi menjadi potensi non ekonomi (sarana sosial) dan potensi sarana ekonomi, kini potensi sosial dan ekonomi menjadi satu kesatuan. Pada tahun 1999 dengan melihat persamaan ciri yang ada antar cluster maka potensi wilayah Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu kelompok kecamatan berpotensi bagus, sedang (non ekonomi), sedang (ekonomi), dan rendah. Kecamatan yang dapat dikatakan berpotensi bagus adalah kecamatan yang memiliki produktivitas, sarana prasarana ekonomi dan non ekonomi (sarana sosial) serta sumber daya
73
manusia berada di atas rata-rata kabupaten. Kecamatan yang dapat dikatakan berpotensi sedang (non ekonomi) adalah kecamatan yang memiliki sarana prasarana ekonomi di bawah rata-rata kabupaten namun produktivitas, sumber daya manusia dan tenaga pelayanan kesehatan di atas rata-rata kabupaten. Tabel 5.8. Daftar Kecamatan Menurut Potensi Wilayah Sebelum dan Setelah Pemekaran Wilayah di Kabupaten Bogor Sebelum Pemekaran Tahun 1999 Potensi Kecamatan (1) (2)
Setelah Pemekaran Tahun 2008 Wilayah Kecamatan (3)
Bojonggede, Gunung Putri, Citeureup, Cibinong
I
Cibungbulang, Caringin, Ciampea, Leuwiliang, Parungpanjang, Cigudeg. Jasinga, Pamijahan, Jonggol
SEDANG (non ekonomi)
Ciawi, Babakan Madang, Gunung Sindur, Cariu, Pamijahan, Sukamakmur, Parung, Tenjo, Jonggol, Cibungbulang
II
Citeureup, Bojonggede, Cileungsi, Gunung Putri, Cibinong
SEDANG (ekonomi)
Megamendung, Rumpin, Cileungsi, Caringin, Cisarua, Dramaga
III
RENDAH
Nanggung, Leuwiliang, Ciomas, Cijeruk, Sukaraja, Kemang, Cigudeg, Jasinga, Parung Panjang, Ciampea
IV
BAGUS
Babakan Madang, Klapanunggal, Tenjo, Cariu, Sukajaya, Sukamakmur, Tanjungsari, Nanggung, Rumpin Dramaga, Megamendung, Cigombong, Gunung Sindur, Kemang, Parung, Ciomas, Ciawi, Sukaraja, Cisarua, Leuwisadeng, Tenjolaya, Tamansari, Ciseeng, Cijeruk, Tajurhalang, Rancabungur
Kecamatan yang dapat dikatakan berpotensi sedang (ekonomi) adalah kecamatan yang memiliki sarana prasarana ekonomi di atas rata-rata kabupaten
74
namun produktivitas, sumber daya manusia dan tenaga pelayanan kesehatan di bawah rata-rata kabupaten. Kecamatan yang dapat dikatakan berpotensi rendah adalah kecamatan yang memiliki produktivitas, sarana prasarana ekonomi dan non ekonomi (sarana sosial) serta sumber daya manusia berada di bawah rata-rata kabupaten. Sementara pada tahun 2008 dengan melihat persamaan ciri yang ada antar cluster maka wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan ke dalam empat wilayah yaitu Wilayah I, II, III dan IV. Wilayah I terdiri dari kecamatan yang memiliki ciri produksi padi, potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi cukup memadai. Wilayah II terdiri dari kecamatan yang potensi penduduk dan sarana sosial ekonominya cukup memadai. Wilayah III terdiri dari kecamatan yang produksi padinya tinggi namun sarana prasarana sosial ekonomi dan potensi penduduknya kurang memadai. Wilayah IV terdiri dari kecamatan yang potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi dan produksi padinya kurang memadai. Seperti telah diulas sebelumnya bahwa kecamatan hasil pemekaran hampir seluruhnya masuk ke dalam wilayah I dan kecamatan yang dimekarkan yaitu Kecamatan Ciomas, Kemang dan Parung juga masuk ke dalam wilayah I. Berbeda halnya dengan kecamatan hasil pemekaran yang memiliki potensi pertanian seperti kecamatan Tanjungsari, Sukajaya, Sukamakmur dan Klapanunggal, masuk ke dalam Wilayah III dimana rata-rata faktor produksi padinya di atas rata-rata kabupaten namun untuk rata-rata faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonominya berada di bawah rata-rata kabupaten. Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa kecamatan hasil pemekaran merupakan kecamatan yang
75
sarana prasarana sosial ekonominya kurang memadai untuk itu dapat dikatakan bahwa hasil pemekaran kecamatan ini belum efektif. Hasil pemekaran yang dilakukan telah menciptakan daerah yang membutuhkan perhatian khusus dalam penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi serta harus dibangkitkan keberdayaannya. Kecamatan-kecamatan baru hasil pemekaran harus mendapat prioritas utama dari pemerintah daerah dan diharapkan aparat pemerintah yang berada di kecamatan tersebut dapat membangkitkan perekonomian dan mengawasi pelaksanaan pembangunan serta mengakomodir aspirasi masyarakat setempat.
76
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
1. Berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi telah terjadi keragaman antar kecamatan di Kabupaten Bogor yang disebabkan oleh dua faktor yaitu (1) faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi, (2) faktor produksi padi. 2. Berdasarkan kesamaan ciri faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi dan faktor produksi padi terbentuk sebelas cluster kecamatan Kesebelas cluster kecamatan tersebut terdiri dari cluster VII, VIII, IX, X, XI yang masing-masing beranggotakan satu kecamatan. Cluster I, II, III, IV, V, VI masing-masing beranggotakan sepuluh, tujuh, lima, lima, empat dan empat kecamatan. Berdasarkan persamaan ciri yang ada antar cluster maka wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan menjadi empat wilayah yaitu Wilayah I, II, III dan IV. Kecamatan Wilayah I adalah wilayah yang memiliki faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi yang memadai dan produksi padi cukup tinggi, wilayah II adalah wilayah yang memiliki faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi yang memadai, wilayah III adalah wilayah yang faktor produksi padinya cukup tinggi dan wilayah IV adalah wilayah yang faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonominya kurang memadai dan tidak produktif dalam memproduksi padi. Wilayah I sebagian besar terletak di sebelah barat Kabupaten Bogor. Kecamatan dalam Wilayah II letaknya berada di tengah Kabupaten Bogor dan cenderung berdekatan dengan ibukota kabupaten. Kecamatan dalam Wilayah III sebagian besar terletak di sebelah
77
timur Kabupaten Bogor. Kecamatan yang termasuk dalam Wilayah IV adalah sebagian kecamatan yang terletak di tengah wilayah Kabupaten Bogor dan sebagian kecamatan lagi terletak di wilayah barat Kabupaten Bogor. 3. Berdasarkan wilayah pembangunan maka wilayah pembangunan Bogor Timur memiliki potensi penduduk, sarana prasarana ekonomi yang memadai dan produksi padi yang cukup baik, wilayah pembangunan Bogor Tengah memiliki potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi yang memadai sementara wilayah pembangunan Bogor bagian barat produktivitas padinya cukup baik. 4. Pemekaran wilayah dan pembangunan ekonomi membuat pengelompokkan pada tahun 2008 menghasilkan hasil yang berbeda bila dibandingkan dengan hasil pengelompokkan yang dilakukan pada tahun 1999. Pada Tahun1999 terbentuk 5 faktor dan 10 cluster sementara pada tahun 2008 terbentuk 2 faktor dan 11 cluster. Pemekaran wilayah menghasilkan sebagian besar kecamatan hasil pemekaran berada dalam satu cluster yang mempunyai ciri yang sama yaitu potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi serta produksi padi kurang memadai
6.2.
Saran
1. Adanya perbedaan potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi antar cluster
kecamatan
maka
penekanan
pembangunan
hendaknya
tidak
disamaratakan tetapi disesuaikan dengan potensi dan kondisi wilayahnya, misalnya kecamatan yang sarana prasarana sosial ekonomi kurang memadai
78
seperti pasar, puskesmas, sekolah lanjutan mendapat prioritas utama, kecamatan yang berpotensi pada sektor pertanian agar dikembangkan industri kecil dan kerajinan atau agroindustri. 2. Pada saat pengambilan kebijakan pembangunan di Kabupaten Bogor hendaklah membuat sebuah terobosan baru dengan memberi peluang pada pihak swasta guna membangun daerah yang dapat dikatakan miskin sarana prasarana, misalnya memberikan kemudahan perijinan pembangunan sekolah swasta. 3. Pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan dan teknik pada daerah-daerah yang kurang potensi sumber daya manusianya, kiranya lebih diperhatikan seperti dengan mengadakan pelatihan ketrampilan dan pemberian beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. 4. Pengelompokkan kecamatan ini hanya menggunakan peubah yang ada datanya
sehingga
peubah-peubah
tersebut
menyebabkan
analisis
pengelompokkan dalam penelitian ini mengandung kelemahan, untuk itu disarankan pada penelitian lebih lanjut apabila memungkinkan juga melibatkan peubah-peubah tersebut seperti kemudahan akses ke fasilitas pendidikan dan kesehatan.
79
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolyn. 1999. Pengantar Perencanaan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta
dan Pembangunan
BPS Kabupaten Bogor. 2000. Perkembangan Penduduk Kabupaten Bogor SP90SP2000 Ulasan Singkat. Cibinong : BPS Kabupaten Bogor. BPS Kabupaten Bogor. 2009. Kabupaten Bogor Dalam Angka (KBDA) 2009. Cibinong : BPS Kabupaten Bogor. BPS Kabupaten Bogor. 2006. Indikator Pembangunan Manusia 2006. Cibinong : BPS Kabupaten Bogor. BPS. 2008. Podes 2008 Pedoman Pencacah. Jakarta : BPS. BPS Kabupaten Bogor. 2007. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Menurutu Lapangan Usaha Tahun 2007. BPS Kabupaten Bogor. Cibinong. Effendi, Sofian. 1993. Melembagakan Indikator Interaksi Kependudukan, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Populasi, 4(1) hal. 1-11. Gasperz, Vincentius. 1985. Suatu Studi Pengelompokkan Propinsi di Indonesia Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana IPB. Hair, Jr. F Joseph Anderson, Rolph, E. Tratham, Ronald L. 1987. Multivariate Data Analysis. Irawan, dan M. Suparmoko. 1992. Ekonomika Pembangunan. Edisi 5. Yogyakarta : BPFE. Jhingan, ML. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Press, Jakarta. Johnson, R.A. dan Wichern, D.W. 1982. Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey : Prentice Hall International Inc. Pemerintah Kabupaten Bogor. 2000. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2001. Cibinong : Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.
80
Pemerintah Kabupaten Bogor. 2005. Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Bogor Tahun 2005 - 2025. Cibinong : Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor. 2007. Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (ILPPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2007. Cibinong : Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Republik Indonesia. 1999. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IV/MPR/1999 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Pustaka Setia, Bandung Republik Indonesia.. 2001. Propenas 2000-2004, UU No.25 Th.2000 Tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004. Sinar Grafika, Jakarta. Republik Indonesia.. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009. Cetakan ke-3. Sinar Grafika, Jakarta. Sugandhy, A. 1984. Penataan Ruang Wilayah, Dareah, dan Kota. Prisma 6(13) : hal. 3-13. Salim, Emil. 1991. Pembangunan Berkelanjutan dan Peranan Kependudukan. Makalah pada Pertemuan Kependudukan Nasional, di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat. Silalahi, P.R. 1982. Kedudukan dan Peranan Wilayah Indonesia Bagian Timur dan Pembangunan Nasional dan Prospeknya di Masa Depan. Analisa (9) : hal. 828-843. Soepono, Prasetyo. 1993. Analisis Shift-Share Perkembangan dan Penerapan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JEBI). Nomor 1, Tahun III : 4354, BPFE, Yogyakarta Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Prisma, No. 3, Tahun XXVI : 27-38, LP3ES, Jakarta 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Baduose Media, Padang The World Commission on Environment dan Development. 1987. Our Common Future. Oxford : Oxford University Press. Todaro, M.P. 2000. Economic Development. Seventh Edition, New York University, Longman, London and New York
81 Lampiran 1.
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Bogor Tahun 2008
No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Jumlah Rumah tangga Miskin (rumahtangga)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Wilayah Pembangunan Bogor Barat 111,01 260 Rumpin 158,90 270 Cigudeg 271 Sukajaya 76,28 280 Jasinga 208,07 290 Tenjo 64,45 300 Parung Panjang 62,59 010 Nanggung 135,25 020 Leuwiliang 61,77 021 Leuwisadeng 32,83 030 Pamijahan 80,88 040 Cibungbulang 32,66 050 Ciampea 51,06 051 Tenjolaya 23,68 Jumlah 1.099,43 Rata-rata 85
124.626 113.310 62.924 95.223 63.935 93.558 88.139 111.164 73.048 136.006 123.007 139.478 50.883 1.275.301 98.100
1.123 713 825 458 992 1.495 652 1.800 2.225 1.682 3.766 2.732 2.149 1.160
7.899 8.542 5.632 9.321 5.154 5.645 6.135 11.429 6.598 10.399 9.062 7.786 4.696 98.298 7.561
Wilayah Pembangunan Bogor Tengah 200 Citeureup 67,19 210 Cibinong 43,37 220 Bojonggede 29,55 221 Tajurhalang 29,28 230 Kemang 63,70 231 Rancabungur 21,69 240 Parung 73,77 241 Ciseeng 36,79 250 Gunung Sindur 51,26 060 Dramaga 24,38 070 Ciomas 16,31 071 Tamansari 21,61 080 Cijeruk 31,66 081 Cigombong 40,43 090 Caringin 57,30 100 Ciawi 25,81 110 Cisarua 63,74 120 Megamendung 39,87 130 Sukaraja 42,97 140 Babakan Madang 98,71 Jumlah 879,39 Rata-rata 44
170.123 251.562 205.568 88.562 80.102 97.083 101.736 94.505 86.054 90.476 129.565 81.860 75.137 83.143 109.583 92.642 109.882 91.036 152.078 86.257 2.276.954 113.848
2.532 5.800 6.957 3.025 1.257 4.476 1.379 2.569 1.679 3.711 7.944 3.788 2.373 2.056 1.912 3.589 1.724 2.283 3.539 874 2.589
8.539 7.217 6.715 3.756 5.863 4.194 4.589 5.606 5.025 6.978 4.833 5.918 6.297 6.388 8.325 6.867 6.030 4.410 6.786 4.717 119.053 5.953
Wilayah Pembangunan Bogor Timur 150 Sukamakmur 126,78 160 Cariu 73,66 129,99 161 Tanjungsari 170 Jonggol 126,86 180 Cileungsi 73,79 181 Klapanunggal 97,64 190 Gunung Putri 56,29 Jumlah 685,01 Rata-rata 98 Kabupaten Bogor 2.663,83 Rata-rata 66,60
73.978 47.234 48.767 113.276 202.964 76.266 225.780 788.265 112.609 4.340.520 108.513
584 641 375 893 2.751 781 4.011 1.151
6.369 3.066 3.537 7.032 6.837 4.533 2.773 34.147 4.878 251.498 6.287
1.629
82 Lampiran 2.
Produksi Padi Sawah, Jumlah Sarana Perdagangan, Jumlah Industri Besar Sedang Jumlah Industri Kecil dan Kerajinan Rumahtangga, Jumlah Hotel dan Jumlah Objek Wisata di Kabupaten Bogor Tahun 2008
No. Kecamatan Kode (1)
(2)
Produksi Padi Sawah (ton)
Jumlah Toko, Mini market, Restoran dan KUD (unit)
(3)
(4)
Jumlah Industri Besar Sedang (unit) (5)
Jumlah IKKR (unit)
Jumlah Hotel, Losmen, Penginapan (unit)
Jumlah Objek Wisata (unit)
(6)
(7)
(8)
Wilayah Pembangunan Bogor Barat 21.393 260 Rumpin 270 Cigudeg 24.482 271 Sukajaya 19.912 280 Jasinga 18.946 290 Tenjo 14.765 300 Parung Panjang 13.964 010 Nanggung 14.633 020 Leuwiliang 20.638 021 Leuwisadeng 14.102 030 Pamijahan 42.509 040 Cibungbulang 20.761 050 Ciampea 15.979 16.154 051 Tenjolaya Jumlah 258.238,0 Rata-rata 19.864
268 959 183 567 44 89 682 392 440 768 583 595 368 5.938 457
3 14 0 9 1 14 2 7 3 0 12 37 1 103 8
824 42 138 40 5 3 7 15 83 26 12 87 46 1.328 102
1 0 0 1 0 0 0 0 1 96 0 4 4 107 8
0 1 0 0 0 0 0 0 0 7 2 1 1 12 1
Wilayah Pembangunan Bogor Tengah 200 Citeureup 3.428 210 Cibinong 851 220 Bojonggede 187 221 Tajurhalang 1.099 230 Kemang 2.389 231 Rancabungur 3.182 240 Parung 2.086 241 Ciseeng 5.570 250 Gunung Sindur 2.133 060 Dramaga 8.050 070 Ciomas 5.893 071 Tamansari 7.519 080 Cijeruk 7.914 081 Cigombong 6.559 16.334 090 Caringin 100 Ciawi 8.412 110 Cisarua 2.516 120 Megamendung 5.721 130 Sukaraja 486 140 Babakan Madang 2.612 Jumlah 92.941,0 Rata-rata 4.647
292 2.336 803 517 455 190 410 289 311 648 500 323 581 1.117 1.061 1.153 1.168 1.351 518 737 14.760 738
95 109 4 7 15 0 10 5 28 9 43 16 5 4 23 20 6 5 31 20 455 23
4 11 5 11 20 1 1 0 22 154 1.452 449 30 78 86 31 23 30 121 0 2.529 126
3 0 0 2 0 0 1 0 0 0 0 3 0 5 8 2 477 80 15 1 597 30
3 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 3 3 2 1 0 11 1 0 5 30 2
Wilayah Pembangunan Bogor Timur 150 Sukamakmur 26.139 160 Cariu 27.264 161 Tanjungsari 27.324 170 Jonggol 38.397 180 Cileungsi 7.967 181 Klapanunggal 8.372 190 Gunung Putri 554 Jumlah 136.017,0 Rata-rata 19.431 Kabupaten Bogor 487.196,0 Rata-rata 12.180
1.056 252 75 1.613 1.449 678 1.837 6.960 994 27.658 691
0 1 3 4 114 39 189 350 50 908 23
0 31 89 3 3 29 3 158 23 4.015 100
0 1 2 1 4 0 2 10 1 714 18
1 0 1 0 1 0 1 4 1 46 1
83 Lampiran 3.
Jumlah SLTP dan Jumlah Puskesmas di Kabupaten Bogor Tahun 2008
No. Kecamatan Kode (1)
(2)
Jumlah SLTP (unit)
Jumlah Puskesmas dan Pustu (unit)
(3)
(4)
Wilayah Pembangunan Bogor Barat 260 Rumpin 270 Cigudeg 271 Sukajaya 280 Jasinga 290 Tenjo 300 Parung Panjang 010 Nanggung 020 Leuwiliang 021 Leuwisadeng 030 Pamijahan 040 Cibungbulang 050 Ciampea 051 Tenjolaya Jumlah Rata-rata
11 9 3 14 11 14 7 21 5 16 16 10 8 145 11
7 6 3 5 3 7 5 5 4 6 5 5 3 64 5
Wilayah Pembangunan Bogor Tengah 200 Citeureup 210 Cibinong 220 Bojonggede 221 Tajurhalang 230 Kemang 231 Rancabungur 240 Parung 241 Ciseeng 250 Gunung Sindur 060 Dramaga 070 Ciomas 071 Tamansari 080 Cijeruk 081 Cigombong 090 Caringin 100 Ciawi 110 Cisarua 120 Megamendung 130 Sukaraja 140 Babakan Madang Jumlah Rata-rata
19 39 20 10 17 6 9 8 12 7 10 8 6 11 14 14 7 13 11 6 247 12
6 10 4 2 4 3 2 3 5 6 6 4 3 3 4 4 5 4 6 5 89 4
Wilayah Pembangunan Bogor Timur 150 Sukamakmur 160 Cariu 161 Tanjungsari 170 Jonggol 180 Cileungsi 181 Klapanunggal 190 Gunung Putri Jumlah Rata-rata Kabupaten Bogor Rata-rata
5 8 7 11 23 8 20 82 12 474 12
3 4 5 4 7 4 5 32 5 185 5
84 Lampiran 4.
No. Kecamatan Kode (1) 010 020 021 030 040 050 051 060 070 071 080 081 090 100 110 120 130 140 150 160 161 170 180 181 190 200 210 220 221 230 231 240 241 250 260 270 271 280 290 300
(2) Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Jumlah Rata-rata
Daftar Skor Faktor Tiap Kecamatan Di Kabupaten Bogor Faktor Potensi Penduduk dan sarana Sosial Ekonomi
Faktor Produksi Padi
(3)
(4)
-0,4526 0,19707 -0,93153 0,33002 0,19161 0,31311 -1,1591 -0,16094 0,24332 -0,74896 -0,87689 -0,2646 0,0517 0,18473 0,04411 -0,19302 0,24447 -0,26511 -0,63095 -0,72184 -0,67885 0,4252 1,9643 -0,49647 2,50339 1,31209 4,02368 0,56217 -0,90841 -0,02769 -1,09391 -0,3404 -0,78599 -0,31206 0,13733 0,11894 -1,00195 0,04071 -0,74067 -0,09598 3E-05 7,5E-07
1,11597 0,48343 -0,34186 2,00464 0,12563 -0,00981 -0,4707 -0,50122 -0,71764 -0,93302 -0,8249 -0,5605 0,1869 -0,6451 -0,66959 -0,47599 -0,76432 -0,06022 1,35082 0,59625 1,44962 2,27761 0,05044 0,09835 -1,2089 -0,81711 -0,0516 -1,35626 -1,23308 -0,4109 -1,16949 -0,85764 -0,8506 -0,62232 1,20757 2,04801 0,212 2,14853 -0,14001 0,33701 8,32667E-16 2,08167E-17
85 Lampiran 5.
Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2008
SDM No. Kode
(1) 010 020 021 030 040 050 051 060 070 071 080 081 090 100 110 120 130 140 150 160 161 170 180 181 190 200 210
Kecamatan
(2) Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong
Luas Wilayah (Km2)
(3) 135,25 61,77 32,83 80,88 32,66 51,06 23,68 24,38 16,31 21,61 31,66 40,43 57,30 25,81 63,74 39,87 42,97 98,71 126,78 73,66 129,99 126,86 73,79 97,64 56,29 67,19 43,37
Jumlah Penduduk (jiwa) (4) 88.139 111.164 73.048 136.006 123.007 139.478 50.883 90.476 129.565 81.860 75.137 83.143 109.583 92.642 109.882 91.036 152.078 86.257 73.978 47.234 48.767 113.276 202.964 76.266 225.780 170.123 251.562
Produksi Padi Sawah (ton)
(5) 14.633 20.638 14.102 42.509 20.761 15.979 16.154 8.050 5.893 7.519 7.914 6.559 16.334 8.412 2.516 5.721 486 2.612 26.139 27.264 27.324 38.397 7.967 8.372 554 3.428 851
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11) 2 7 3 0 12 37 1 9 43 16 5 4 23 20 6 5 31 20 0 1 3 4 114 39 189 95 109
(6) 5 5 4 6 5 5 3 6 6 4 3 3 4 4 5 4 6 5 3 4 5 4 7 4 5 6 10
(7) 26 38 22 44 63 55 16 62 75 35 44 51 44 57 37 38 67 44 25 35 27 43 85 35 90 96 102
(8) 10 26 7 7 24 29 4 33 39 6 8 14 15 48 28 23 43 23 2 6 3 30 201 7 236 83 242
Sarana Pendidikan Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(9) 7 21 5 16 16 10 8 7 10 8 6 11 14 14 7 13 11 6 5 8 7 11 23 8 20 19 39
(10) 1 6 1 5 5 6 0 3 5 1 0 5 4 5 2 2 3 3 1 1 1 7 5 1 9 6 17
Sarana Perdagangan Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12) 663 326 422 733 526 507 357 596 441 280 553 1.067 999 1.064 1.030 1.288 443 691 1.043 216 58 1.573 1.330 649 1.643 125 2.066
Jumlah Restoran (unit) (13) 0 23 7 14 17 18 4 15 2 24 8 13 11 26 79 20 23 34 4 26 9 7 41 17 118 73 87
KUD (unit) (14) 19 43 11 21 40 70 7 37 57 19 20 37 51 63 59 43 52 12 9 10 8 33 78 12 76 94 183
86 SDM No. Kode
(1) 220 221 230 231 240 241 250 260 270 271 280 290 300
Kecamatan
(2) Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Jumlah Rata-rata
Luas Wilayah (Km2)
(3) 29,55 29,28 63,70 21,69 73,77 36,79 51,26 111,01 158,90 76,28 208,07 64,45 62,59 2.660,83 66,52
Jumlah Penduduk (jiwa) (4) 205.568 88.562 80.102 97.083 101.736 94.505 86.054 124.626 113.310 62.924 95.223 63.935 93.558 4.340.516 108.513
Produksi Padi Sawah (ton)
(5) 187 1.099 2.389 3.182 2.086 5.570 2.133 21.393 24.482 19.912 18.946 14.765 13.964 487.191 12.180
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11) 4 7 15 0 10 5 28 3 14 0 9 1 14 897 22
(6) 4 2 4 3 2 3 5 7 6 3 5 3 7 179 4
(7) 78 18 47 24 67 34 37 58 47 38 48 32 43 1.920 48
(8) 64 20 23 5 37 9 22 7 11 3 6 3 16 1.415 35
Sarana Pendidikan Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(9) 20 10 17 6 9 8 12 11 9 3 14 11 14 465 12
(10) 2 2 8 1 4 3 4 3 2 1 2 4 3 134 3
Sarana Perdagangan Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12) 681 483 402 176 350 263 265 222 939 175 544 12 44 25.233 631
Jumlah Restoran (unit) (13) 75 8 9 6 18 7 20 25 0 2 3 13 11 904 23
KUD (unit) (14) 47 26 44 8 42 19 26 21 20 6 20 19 34 1.496 37
87 Lampiran 6.
Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Cluster Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2008
SDM No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
(1)
(2)
(3)
Jumlah Penduduk (jiwa) (4)
Produksi Padi Sawah (ton)
(5)
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11)
(6)
(7)
(8)
Sarana Pendidikan
Sarana Perdagangan
Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(9)
(10)
Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12)
Jumlah Restoran (unit)
KUD (unit)
(13)
(14)
cluster I 060 Dramaga 070 Ciomas 081 Cigombong 100 Ciawi 110 Cisarua 120 Megamendung 130 Sukaraja 230 Kemang 240 Parung 250 Gunung Sindur Jumlah Rata-rata
24,38 16,31 40,43 25,81 63,74 39,87 42,97 63,70 73,77 51,26 442,24 44,22
90.476 129.565 83.143 92.642 109.882 91.036 152.078 80.102 101.736 86.054 1.016.714 101.671,40
8.050 5.893 6.559 8.412 2.516 5.721 486 2.389 2.086 2.133 44.245 4.424,50
9 43 4 20 6 5 31 15 10 28 171 17,10
6 6 3 4 5 4 6 4 2 5 45 4,50
62 75 51 57 37 38 67 47 67 37 538 53,80
33 39 14 48 28 23 43 23 37 22 310 31,00
7 10 11 14 7 13 11 17 9 12 111 11,10
3 5 5 5 2 2 3 8 4 4 41 4,10
596 441 1.067 1.064 1.030 1.288 443 402 350 265 6.946 694,60
15 2 13 26 79 20 23 9 18 20 225 22,50
37 57 37 63 59 43 52 44 42 26 460 46,00
cluster II 021 Leuwisadeng 051 Tenjolaya 071 Tamansari 080 Cijeruk 221 Tajurhalang 231 Rancabungur 241 Ciseeng Jumlah Rata-rata
32,83 23,68 21,61 31,66 29,28 21,69 36,79 241,76 28,22
73.048 50.883 81.860 75.137 88.562 97.083 94.505 662.749 80.154,00
14.102 16.154 7.519 7.914 1.099 3.182 5.570 59.965 7.934,29
3 1 16 5 7 0 5 54 5,29
4 3 4 3 2 3 3 22 3,14
22 16 35 44 18 24 34 247 27,57
7 4 6 8 20 5 9 90 8,43
5 8 8 6 10 6 8 62 7,29
1 0 1 0 2 1 3 12 1,14
422 357 280 553 483 176 263 3.229 362,00
7 4 24 8 8 6 7 87 9,14
11 7 19 20 26 8 19 156 15,71
88 SDM No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
(1)
(2)
(3)
Jumlah Penduduk (jiwa) (4)
Produksi Padi Sawah (ton)
(5)
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11)
(6)
(7)
(8)
Sarana Pendidikan
Sarana Perdagangan
Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(9)
(10)
Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12)
Jumlah Restoran (unit)
KUD (unit)
(13)
(14)
cluster III 020 Leuwiliang 040 Cibungbulang 050 Ciampea 090 Caringin 300 Parung Panjang Jumlah Rata-rata
61,77 32,66 51,06 57,30 62,59 265,38 53,08
111.164 123.007 139.478 109.583 93.558 1.414.194 115.358,00
20.638 20.761 15.979 16.334 13.964 161.140 17.535,20
7 12 37 23 14 146 18,60
5 5 5 4 7 26 5,20
38 63 55 44 43 544 48,60
26 24 29 15 16 209 22,00
21 16 10 14 14 143 15,00
6 5 6 4 3 30 4,80
326 526 507 999 44 6.244 480,40
23 17 18 11 11 170 16,00
43 40 70 51 34 502 47,60
cluster IV 140 Babakan Madang 160 Cariu 181 Klapanunggal 271 Sukajaya 290 Tenjo Jumlah Rata-rata
98,71 73,66 97,64 76,28 64,45 410,74 82,15
86.257 47.234 76.266 62.924 63.935 336.616 67.323,20
2.612 27.264 8.372 19.912 14.765 72.925 14.585,00
20 1 39 0 1 61 12,20
5 4 4 3 3 19 3,80
44 35 35 38 32 184 36,80
23 6 7 3 3 42 8,40
6 8 8 3 11 36 7,20
3 1 1 1 4 10 2,00
691 216 649 175 12 1.743 348,60
34 26 17 2 13 92 18,40
12 10 12 6 19 59 11,80
cluster V 030 Pamijahan 170 Jonggol 270 Cigudeg 280 Jasinga Jumlah Rata-rata
80,88 126,86 158,90 208,07 574,71 143,68
136.006 113.276 113.310 95.223 457.815 114.453,75
42.509 38.397 24.482 18.946 124.334 31.083,50
0 4 14 9 27 6,75
6 4 6 5 21 5,25
44 43 47 48 182 45,50
7 30 11 6 54 13,50
16 11 9 14 50 12,50
5 7 2 2 16 4,00
733 1.573 939 544 3.789 947,25
14 7 0 3 24 6,00
21 33 20 20 94 23,50
89 SDM No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
(1)
(2)
(3)
cluster VI 010 Nanggung 150 Sukamakmur 161 Tanjungsari 260 Rumpin Jumlah Rata-rata
Jumlah Penduduk (jiwa) (4)
Produksi Padi Sawah (ton)
(5)
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11)
(6)
(7)
(8)
Sarana Pendidikan Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(9)
(10)
Sarana Perdagangan Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12)
Jumlah Restoran (unit)
KUD (unit)
(13)
(14)
135,25 126,78 129,99 111,01 503,03 125,76
88.139 73.978 48.767 124.626 335.510 83.877,50
14.633 26.139 27.324 21.393 89.489 22.372,25
2 0 3 3 8 2
5 3 5 7 20 5
26 25 27 58 136 34
10 2 3 7 22 6
7 5 7 11 30 8
1 1 1 3 6 2
663 1.043 58 222 1.986 497
0 4 9 25 38 10
19 9 8 21 57 14
cluster VII 200 Citeureup Jumlah Rata-rata
67,19 67,19 67,19
170.123 170.123 170.123
3.428 3.428 3.428
95 95 95
6 6 6
96 96 96
83 83 83
19 19 19
6 6 6
125 125 125
73 73 73
94 94 94
cluster VIII 220 Bojonggede Jumlah Rata-rata
29,55 29,55 29,55
205.568 205.568 205.568
187 187 187
4 4 4
4 4 4
78 78 78
64 64 64
20 20 20
2 2 2
681 681 681
75 75 75
47 47 47
cluster IX 180 Cileungsi Jumlah Rata-rata
73,79 73,79 73,79
202.964 202.964 202.964
7.967 7.967 7.967
114 114 114
7 7 7
85 85 85
201 201 201
23 23 23
5 5 5
1.330 1.330 1330
41 41 41
78 78 78
90 SDM No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
(1)
(2)
(3)
Jumlah Penduduk (jiwa) (4)
Produksi Padi Sawah (ton)
(5)
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11)
(6)
(7)
(8)
Sarana Pendidikan Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(9)
(10)
Sarana Perdagangan Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12)
Jumlah Restoran (unit)
KUD (unit)
(13)
(14)
cluster X 190 Gunung Putri Jumlah Rata-rata
56,29 56,29 56,29
225.780 225.780 225.780
554 554 554
189 189 189
5 5 5
90 90 90
236 236 236
20 20 20
9 9 9
1.643 1.643 1643
118 118 118
76 76 76
cluster XI 210 Cibinong Jumlah Rata-rata
43,37 43,37 43,37
251.562 251.562 251.562
851 851 851
109 109 109
10 10 10
102 102 102
242 242 242
39 39 39
17 17 17
2.066 2.066 2066
87 87 87
183 183 183
Jumlah Rata-rata
2.663,83 66,60
4.340.520 108.513
487.196 12.180
908 23
185 5
1.927 48
1.423 36
474 12
144 4
25.245 631
917 23
1.496 37
91 Lampiran 7.
Data Peubah Yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Wilayah di Kabupaten Bogor Tahun 2008
SDM No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
(1)
(2)
(3)
Jumlah Penduduk (jiwa) (4)
Produksi Padi Sawah (ton)
(5)
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11)
(6)
(7)
(8)
Sarana Pendidikan
Sarana Perdagangan
Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(9)
(10)
Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12)
Jumlah Restoran (unit)
KUD (unit)
(13)
(14)
Wilayah I 020 Leuwiliang 040 Cibungbulang 050 Ciampea 090 Caringin 300 Parung Panjang 030 Pamijahan 170 Jonggol 270 Cigudeg 280 Jasinga Jumlah Rata-rata
61,77 32,66 51,06 57,30 62,59 80,88 126,86 158,90 208,07 840,09 93,34
111.164 123.007 139.478 109.583 93.558 136.006 113.276 113.310 95.223 1.034.605 114.956,11
20.638 20.761 15.979 16.334 13.964 42.509 38.397 24.482 18.946 212.010 23.556,67
7 12 37 23 14 0 4 14 9 120 13,33
5 5 5 4 7 6 4 6 5 47 5,22
38 63 55 44 43 44 43 47 48 425 47,22
26 24 29 15 16 7 30 11 6 164 18,22
21 16 10 14 14 16 11 9 14 125 13,89
6 5 6 4 3 5 7 2 2 40 4,44
326 526 507 999 44 733 1.573 939 544 6.191 687,89
23 17 18 11 11 14 7 0 3 104 11,56
43 40 70 51 34 21 33 20 20 332 36,89
Wilayah II 200 Citeureup 220 Bojonggede 180 Cileungsi 190 Gunung Putri 210 Cibinong Jumlah Rata-rata
67,19 29,55 73,79 56,29 43,37 270,19 54,04
170.123 205.568 202.964 225.780 251.562 1.055.997 211.199
3.428 187 7.967 554 851 12.987 2.597
95 4 114 189 109 511 102,2
6 4 7 5 10 32 6,4
96 78 85 90 102 451 90,2
83 64 201 236 242 826 165,2
19 20 23 20 39 121 24,2
6 2 5 9 17 39 7,8
125 681 1.330 1.643 2.066 5.845 1169
73 75 41 118 87 394 78,8
94 47 78 76 183 478 95,6
98,71 73,66 97,64 76,28 64,45
86.257 47.234 76.266 62.924 63.935
2.612 27.264 8.372 19.912 14.765
20 1 39 0 1
5 4 4 3 3
44 35 35 38 32
23 6 7 3 3
6 8 8 3 11
3 1 1 1 4
691 216 649 175 12
34 26 17 2 13
12 10 12 6 19
Wilayah III 140 Babakan Madang 160 Cariu 181 Klapanunggal 271 Sukajaya 290 Tenjo
92 SDM No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
(1)
(2)
(3)
010 150 161 260
Nanggung Sukamakmur Tanjungsari Rumpin Jumlah Rata-rata
Wilayah IV 060 Dramaga 070 Ciomas 081 Cigombong 100 Ciawi 110 Cisarua 120 Megamendung 130 Sukaraja 230 Kemang 240 Parung 250 Gunung Sindur 021 Leuwisadeng 051 Tenjolaya 071 Tamansari 080 Cijeruk 221 Tajurhalang 231 Rancabungur 241 Ciseeng Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata
Jumlah Penduduk (jiwa) (4)
Produksi Padi Sawah (ton)
(5)
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11)
(6)
(7)
(8)
Sarana Pendidikan Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(9)
(10)
Sarana Perdagangan Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12)
Jumlah Restoran (unit)
KUD (unit)
(13)
(14)
135,25 126,78 129,99 111,01 910,77 91,08
88.139 73.978 48.767 124.626 672.122 67.212,20
14.633 26.139 27.324 21.393 162.409 16.240,90
2 0 3 3 58 6
5 3 5 7 33 3
26 25 27 58 313 31
10 2 3 7 56 6
7 5 7 11 57 6
1 1 1 3 6 1
663 1.043 58 222 3.717 372
0 4 9 25 117 12
19 9 8 21 116 13
24,38 16,31 40,43 25,81 63,74 39,87 42,97 63,70 73,77 51,26 32,83 23,68 21,61 31,66 29,28 21,69 36,79 639,78 37,63
90.476 129.565 83.143 92.642 109.882 91.036 152.078 80.102 101.736 86.054 73.048 50.883 81.860 75.137 88.562 97.083 94.505 1.577.792 92.811,29
8.050 5.893 6.559 8.412 2.516 5.721 486 2.389 2.086 2.133 14.102 16.154 7.519 7.914 1.099 3.182 5.570 99.785 5.869,71
9 43 4 20 6 5 31 15 10 28 3 1 16 5 7 0 5 208 12,24
6 6 3 4 5 4 6 4 2 5 4 3 4 3 2 3 3 67 3,94
62 75 51 57 37 38 67 47 67 37 22 16 35 44 18 24 34 731 43,00
33 39 14 48 28 23 43 23 37 22 7 4 6 8 20 5 9 369 21,71
7 10 11 14 7 13 11 17 9 12 5 8 8 6 10 6 8 162 9,53
3 5 5 5 2 2 3 8 4 4 1 0 1 0 2 1 3 49 2,88
596 441 1.067 1.064 1.030 1.288 443 402 350 265 422 357 280 553 483 176 263 9.480 557,65
15 2 13 26 79 20 23 9 18 20 7 4 24 8 8 6 7 289 17,00
37 57 37 63 59 43 52 44 42 26 11 7 19 20 26 8 19 570 33,53
2.663,83 66,60
4.340.520 108.513
487.196 12.180
908 23
185 5
1.927 48
1.423 36
474 12
144 4
25.245 631
917 23
1.496 37
93 Lampiran 8.
Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Wilayah Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2008
SDM No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
(1)
(2)
(3)
Wilbang Bogor Barat 010 Nanggung 020 Leuwiliang 021 Leuwisadeng 030 Pamijahan 040 Cibungbulang 050 Ciampea 051 Tenjolaya 260 Rumpin 270 Cigudeg 271 Sukajaya 280 Jasinga 290 Tenjo 300 Parung Panjang Jumlah Rata-rata Wilbang Bogor Tengah 060 Dramaga 070 Ciomas 071 Tamansari 080 Cijeruk 081 Cigombong 090 Caringin 100 Ciawi 110 Cisarua
Jumlah Penduduk (jiwa) (4)
Produksi Padi Sawah (ton)
(5)
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11)
(6)
(7)
Sarana Pendidikan Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(8)
(9)
(10)
Sarana Perdagangan Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12)
Jumlah Restoran (unit)
KUD (unit)
(13)
(14)
135,25 61,77 32,83 80,88 32,66 51,06 23,68 111,01 158,90 76,28 208,07 64,45 62,59 1.099,43 84,57
88.139 111.164 73.048 136.006 123.007 139.478 50.883 124.626 113.310 62.924 95.223 63.935 93.558 1.275.301 98.100,08
14.633 20.638 14.102 42.509 20.761 15.979 16.154 21.393 24.482 19.912 18.946 14.765 13.964 258.238 19.864,46
2 7 3 0 12 37 1 3 14 0 9 1 14 103 7,92
5 5 4 6 5 5 3 7 6 3 5 3 7 64 4,92
26 38 22 44 63 55 16 58 47 38 48 32 43 530 40,77
10 26 7 7 24 29 4 7 11 3 6 3 16 153 11,77
7 21 5 16 16 10 8 11 9 3 14 11 14 145 11,15
1 6 1 5 5 6 0 3 2 1 2 4 3 39 3,00
663 326 422 733 526 507 357 222 939 175 544 12 44 5.470 420,77
0 23 7 14 17 18 4 25 0 2 3 13 11 137 10,54
19 43 11 21 40 70 7 21 20 6 20 19 34 331 25,46
24,38 16,31 21,61 31,66 40,43 57,30 25,81 63,74
90.476 129.565 81.860 75.137 83.143 109.583 92.642 109.882
8.050 5.893 7.519 7.914 6.559 16.334 8.412 2.516
9 43 16 5 4 23 20 6
6 6 4 3 3 4 4 5
62 75 35 44 51 44 57 37
33 39 6 8 14 15 48 28
7 10 8 6 11 14 14 7
3 5 1 0 5 4 5 2
596 441 280 553 1.067 999 1.064 1.030
15 2 24 8 13 11 26 79
37 57 19 20 37 51 63 59
94 SDM No. Kode
Kecamatan
Luas Wilayah (Km2)
(1)
(2)
(3)
120 130 140 200 210 220 221 230 231 240 241 250
Megamendung Sukaraja Babakan Madang Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Jumlah Rata-rata
Wilbang Bogor Timur 150 Sukamakmur 160 Cariu 161 Tanjungsari 170 Jonggol 180 Cileungsi 181 Klapanunggal 190 Gunung Putri Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata
Jumlah Penduduk (jiwa) (4)
Produksi Padi Sawah (ton)
(5)
Sarana Kesehatan Jumlah Industri Jumlah Jumlah Besar Jumlah Puskesmas Petugas Sedang Dokter dan Pustu Kesehatan (unit) (orang) (unit) (orang) (11)
(6)
(7)
Sarana Pendidikan Jumlah SLTP (unit)
Jumlah SLTA (unit)
(8)
(9)
(10)
Sarana Perdagangan Jumlah Toko dan Mini market (unit) (12)
Jumlah Restoran (unit)
KUD (unit)
(13)
(14)
39,87 42,97 98,71 67,19 43,37 29,55 29,28 63,70 21,69 73,77 36,79 51,26 876,39 41,73
91.036 152.078 86.257 170.123 251.562 205.568 88.562 80.102 97.083 101.736 94.505 86.054 2.276.950 108.426,19
5.721 486 2.612 3.428 851 187 1.099 2.389 3.182 2.086 5.570 2.133 92.936 4.425,52
5 31 20 95 109 4 7 15 0 10 5 28 444 21,14
4 6 5 6 10 4 2 4 3 2 3 5 83 3,95
38 67 44 96 102 78 18 47 24 67 34 37 1.050 50,00
23 43 23 83 242 64 20 23 5 37 9 22 777 37,00
13 11 6 19 39 20 10 17 6 9 8 12 238 11,33
2 3 3 6 17 2 2 8 1 4 3 4 70 3,33
1.288 443 691 125 2.066 681 483 402 176 350 263 265 13.251 631,00
20 23 34 73 87 75 8 9 6 18 7 20 545 25,95
43 52 12 94 183 47 26 44 8 42 19 26 939 46,95
126,78 73,66 129,99 126,86 73,79 97,64 56,29 685,01 97,86
73.978 47.234 48.767 113.276 202.964 76.266 225.780 788.265 112.609,29
26.139 27.264 27.324 38.397 7.967 8.372 554 136.017 19.431,00
0 1 3 4 114 39 189 350 50,00
3 4 5 4 7 4 5 32 4,57
25 35 27 43 85 35 90 340 48,57
2 6 3 30 201 7 236 485 69,29
5 8 7 11 23 8 20 82 11,71
1 1 1 7 5 1 9 25 3,57
1.043 216 58 1.573 1.330 649 1.643 6.512 930,29
4 26 9 7 41 17 118 222 31,71
9 10 8 33 78 12 76 226 32,29
4.762,95 119,07
8.099.293 202.482
862.655 21.566
1.473 37
335 8
3.591 90
2.394 60
870 22
249 6
45.006 1.125
1.622 41
2.917 73
95 Lampiran 9.
Data Z Score Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana Sosial Ekonomi per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2008
No. Kecamatan Kode
ZJumlah ZJumlah Puskesmas Petugas dan Pustu Kesehatan
(1) 010 020 021 030 040 050 051 060 070 071 080 081 090 100 110 120 130 140 150 160 161 170 180 181 190 200 210 220 221 230
(2) Nanggung Leuwiliang Leuwisadeng Pamijahan Cibungbulang Ciampea Tenjolaya Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Babakan Madang Sukamakmur Cariu Tanjungsari Jonggol Cileungsi Klapanunggal Gunung Putri Citeureup Cibinong Bojonggede Tajurhalang Kemang
(3) 0,23732 0,23732 -0,39554 0,87018 0,23732 0,23732 -1,0284 0,87018 0,87018 -0,39554 -1,0284 -1,0284 -0,39554 -0,39554 0,23732 -0,39554 0,87018 0,23732 -1,0284 -0,39554 0,23732 -0,39554 1,50305 -0,39554 0,23732 0,87018 3,40163 -0,39554 -1,66126 -0,39554
(4) -1,04356 -0,47884 -1,23181 -0,19648 0,69767 0,32119 -1,51417 0,65061 1,26239 -0,62002 -0,19648 0,13295 -0,19648 0,41531 -0,5259 -0,47884 0,88591 -0,19648 -1,09062 -0,62002 -0,9965 -0,24354 1,733 -0,62002 1,9683 2,25066 2,53302 1,40358 -1,42005 -0,0553
ZKUD
ZJumlah SLTP
ZJumlah SLTA
(5) -0,56742 0,17269 -0,81413 -0,50575 0,08018 1,00533 -0,93748 -0,01234 0,60443 -0,56742 -0,53659 -0,01234 0,4194 0,78946 0,66611 0,17269 0,45024 -0,78329 -0,87581 -0,84497 -0,90664 -0,13569 1,25203 -0,78329 1,19036 1,74544 4,49005 0,29605 -0,35156 0,20353
(6) -0,73828 1,39283 -1,04272 0,63172 0,63172 -0,28161 -0,58605 -0,73828 -0,28161 -0,58605 -0,8905 -0,12939 0,32728 0,32728 -0,73828 0,17506 -0,12939 -0,8905 -1,04272 -0,58605 -0,73828 -0,12939 1,69727 -0,58605 1,24061 1,08839 4,13283 1,24061 -0,28161 0,78394
(7) -0,84004 0,77543 -0,84004 0,45233 0,45233 0,77543 -1,16314 -0,19386 0,45233 -0,84004 -1,16314 0,45233 0,12924 0,45233 -0,51695 -0,51695 -0,19386 -0,19386 -0,84004 -0,84004 -0,84004 1,09852 0,45233 -0,84004 1,74471 0,77543 4,32946 -0,51695 -0,51695 1,42161
ZJumlah Industri Besar Sedang (8) -0,53495 -0,40574 -0,50911 -0,58664 -0,27652 0,36956 -0,5608 -0,35405 0,52462 -0,17315 -0,45743 -0,48327 0,00775 -0,06978 -0,43158 -0,45743 0,2145 -0,06978 -0,58664 -0,5608 -0,50911 -0,48327 2,35949 0,42124 4,29773 1,86847 2,23027 -0,48327 -0,40574 -0,19899
ZProduksi ZJumlah Padi Sawah Penduduk (9) 0,23145 0,79803 0,18135 2,86159 0,80964 0,35845 0,37496 -0,38966 -0,59318 -0,43976 -0,40249 -0,53034 0,39195 -0,35551 -0,9118 -0,60941 -1,10334 -0,90274 1,31706 1,42321 1,42887 2,47362 -0,39749 -0,35928 -1,09692 -0,82575 -1,0689 -1,13155 -1,0455 -0,92378
(10) -0,43418 0,05649 -0,75577 0,58589 0,30887 0,65988 -1,22812 -0,38438 0,44863 -0,56799 -0,71126 -0,54065 0,0228 -0,33822 0,02917 -0,37244 0,92839 -0,47428 -0,73596 -1,30588 -1,27321 0,1015 2,01279 -0,6872 2,49901 1,31293 3,04843 2,06828 -0,42516 -0,60545
ZJumlah Toko dan Mini market (11) 0,06717 -0,64298 -0,44068 0,21468 -0,22153 -0,26157 -0,57766 -0,07402 -0,40065 -0,73992 -0,16463 0,91851 0,77521 0,91219 0,84054 1,38421 -0,39643 0,12617 0,86793 -0,87478 -1,20773 1,98479 1,47272 0,03767 2,1323 -1,06654 3,02367 0,1051 -0,31214 -0,48283
ZJumlah Restoran
ZJumlah Dokter
(12) -0,86078 0,00282 -0,59795 -0,33511 -0,22247 -0,18492 -0,71059 -0,29757 -0,78569 0,04036 -0,5604 -0,37266 -0,44776 0,11546 2,10549 -0,10983 0,00282 0,41584 -0,71059 0,11546 -0,52285 -0,59795 0,67868 -0,22247 3,56986 1,88021 2,40587 1,9553 -0,5604 -0,52285
(13) -0,44158 -0,16532 -0,49338 -0,49338 -0,19985 -0,11352 -0,54517 -0,04446 0,05914 -0,51064 -0,47611 -0,37251 -0,35525 0,21453 -0,13079 -0,21712 0,1282 -0,21712 -0,57971 -0,51064 -0,56244 -0,09626 2,85623 -0,49338 3,46054 0,81884 3,56414 0,49079 -0,26892 -0,21712
ZLuas Wilayah (14) 1,60693 -0,11295 -0,79032 0,33434 -0,7943 -0,36363 -1,00449 -0,9881 -1,17699 -1,05294 -0,81771 -0,61244 -0,21758 -0,95463 -0,06684 -0,62554 -0,55299 0,75167 1,40868 0,16535 1,48381 1,41055 0,16839 0,72662 -0,24122 0,01391 -0,54362 -0,8671 -0,87341 -0,06778
96
No. Kecamatan Kode (1) 231 240 241 250 260 270 271 280 290 300
(2) Rancabungur Parung Ciseeng Gunung Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Jasinga Tenjo Parung Panjang Jumlah Rata-rata
ZJumlah ZJumlah Puskesmas Petugas dan Pustu Kesehatan (3) -1,0284 -1,66126 -1,0284 0,23732 1,50305 0,87018 -1,0284 0,23732 -1,0284 1,50305 -6E-05 -1,5E-06
(4) -1,13768 0,88591 -0,66708 -0,5259 0,46237 -0,0553 -0,47884 -0,00824 -0,7612 -0,24354 -2E-05 -5E-07
ZKUD
ZJumlah SLTP
ZJumlah SLTA
(5) -0,90664 0,14186 -0,56742 -0,35156 -0,50575 -0,53659 -0,96832 -0,53659 -0,56742 -0,10485 -1E-05 -2,5E-07
(6) -0,8905 -0,43383 -0,58605 0,02283 -0,12939 -0,43383 -1,34716 0,32728 -0,12939 0,32728 2E-05 5E-07
(7) -0,84004 0,12924 -0,19386 0,12924 -0,19386 -0,51695 -0,84004 -0,51695 0,12924 -0,19386 3E-05 7,5E-07
ZJumlah Industri Besar Sedang (8) -0,58664 -0,32821 -0,45743 0,13697 -0,50911 -0,22484 -0,58664 -0,35405 -0,5608 -0,22484 -1E-05 -2,5E-07
ZProduksi ZJumlah Padi Sawah Penduduk (9) -0,84896 -0,95237 -0,62365 -0,94794 0,86927 1,16072 0,72953 0,63839 0,24391 0,16833 1E-05 2,5E-07
(10) -0,24358 -0,14442 -0,29852 -0,47861 0,34337 0,10223 -0,97152 -0,28322 -0,94998 -0,3187 -4E-05 -1E-06
ZJumlah Toko dan Mini market (11) -0,95907 -0,59241 -0,77574 -0,77152 -0,86214 0,64878 -0,96118 -0,1836 -1,30466 -1,23723 0 0
ZJumlah Restoran
ZJumlah Dokter
(12) -0,6355 -0,18492 -0,59795 -0,10983 0,07791 -0,86078 -0,78569 -0,74814 -0,37266 -0,44776 1E-05 2,5E-07
(13) -0,52791 0,0246 -0,45884 -0,23439 -0,49338 -0,42431 -0,56244 -0,51064 -0,56244 -0,33798 1E-05 2,5E-07
ZLuas Wilayah (14) -1,05107 0,16792 -0,69764 -0,35895 1,03956 2,16048 0,22667 3,31136 -0,05022 -0,09376 2E-05 5E-07
97 Lampiran 10. Hasil Analisis Faktor
Descriptives Descriptive Statistics N Jumlahpuskesmas/ Jumlahpet kes kud jmlsltp jmlslta jmlibs prod padi sawah jml pddk mini market restoran dokter luas_wilayah Valid N (listwise)
40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Minimum 2 16 6 3 0 0 187 47234 12 0 2 16.31
Maximum Mean 10 4.63 102 48.18 183 37.40 39 11.85 17 3.60 189 22.70 42509 12179.90 251562 108513.00 2066 631.13 118 22.93 242 35.57 208.07 66.5958
Std. Deviation 1.580 21.249 32.427 6.569 3.095 38.695 10598.679 46925.423 474.547 26.633 57.917 42.72397
Factor Analysis KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
.861
Approx. Chi-Square df Sig.
419.782 66 .000
Anti-image Matrices Zscore: Zscore: JumlahpuJumlahpet Zscore(j Zscore(j Zscore(jZscore: prodZscore: Zscore: Zscore(reZscore(dZscore(luas_ skesmas/ kes Zscore(kud) mlsltp) mlslta) mlibs) padi sawah jml pddkmini market storan) okter) wilayah) Anti-image Covariance Zscore: .420 Jumlahpuskesmas/ Zscore: Jumlahpet kes -.011 Zscore(kud) -.074 Zscore(jmlsltp) -.015 Zscore(jmlslta) .030 Zscore(jmlibs) -.001 Zscore: prod padi sawah -.119 Zscore: jml pddk -.037 Zscore: mini market .099 Zscore(restoran) .038 Zscore(dokter) -.009 Zscore(luas_wilayah) -.140 a Anti-image Correlation Zscore: .870 Jumlahpuskesmas/ Zscore: Jumlahpet kes -.038 Zscore(kud) -.349 Zscore(jmlsltp) -.057 Zscore(jmlslta) .107 Zscore(jmlibs) -.004 Zscore: prod padi sawah -.267 Zscore: jml pddk -.154 Zscore: mini market .249 Zscore(restoran) .101 Zscore(dokter) -.052 Zscore(luas_wilayah) -.277 a.Measures of Sampling Adequacy(MSA)
-.011
-.074
-.015
.030
-.001
-.119
-.037
.099
.038
-.009
-.140
.204 -.042 .030 -.016 -.017 .015 -.087 .076 .009 -.001 -.043
-.042 .107 -.030 -.067 .007 .080 .004 -.062 -.023 .000 .061
.030 -.030 .172 -.074 .048 -.032 -.047 .073 -.006 -.037 -.033
-.016 -.067 -.074 .190 -.027 -.074 .026 -.029 .037 .005 .014
-.017 .007 .048 -.027 .132 .010 .001 .064 -.027 -.072 -.048
.015 .080 -.032 -.074 .010 .476 -.018 -.091 .052 .021 -.161
-.087 .004 -.047 .026 .001 -.018 .141 -.045 -.053 -.014 .028
.076 -.062 .073 -.029 .064 -.091 -.045 .376 .006 -.073 -.134
.009 -.023 -.006 .037 -.027 .052 -.053 .006 .332 -.017 -.010
-.001 .000 -.037 .005 -.072 .021 -.014 -.073 -.017 .067 .028
-.043 .061 -.033 .014 -.048 -.161 .028 -.134 -.010 .028 .607
-.038
-.349
-.057
.107
-.004
-.267
-.154
.249
.101
-.052
-.277
-.286 .871a -.219 -.468 .062 .356 .030 -.307 -.123 -.006 .239
.162 -.219 .872a -.407 .322 -.110 -.302 .286 -.024 -.344 -.101
-.083 -.468 -.407 .882a -.171 -.247 .162 -.107 .146 .043 .042
-.102 .062 .322 -.171 .833a .041 .005 .288 -.129 -.763 -.171
.047 .356 -.110 -.247 .041 .713a -.069 -.216 .131 .116 -.300
-.511 .030 -.302 .162 .005 -.069 .905a -.197 -.247 -.141 .095
.273 -.307 .286 -.107 .288 -.216 -.197 .750a .016 -.461 -.280
.033 -.123 -.024 .146 -.129 .131 -.247 .016 .960a -.115 -.022
-.011 -.006 -.344 .043 -.763 .116 -.141 -.461 -.115 .845a .137
-.121 .239 -.101 .042 -.171 -.300 .095 -.280 -.022 .137 .550a
.904a -.286 .162 -.083 -.102 .047 -.511 .273 .033 -.011 -.121
98 Communalities Initial Zscore: Jumlahpuskesmas/ Zscore: Jumlahpet kes Zscore(kud) Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlslta) Zscore(jmlibs) Zscore: prod padi sawah Zscore: jml pddk Zscore: mini market Zscore(restoran) Zscore(dokter) Zscore(luas_wilayah)
Extraction
1.000
.603
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
.758 .862 .771 .719 .724 .771 .850 .465 .678 .883 .692
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Total Variance Explained
Component 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Total 7.152 1.623 .791 .713 .384 .347 .305 .280 .190 .093 .077 .046
Initial Eigenvalues % of Variance Cumulative % 59.601 59.601 13.522 73.123 6.595 79.718 5.938 85.656 3.202 88.858 2.894 91.753 2.539 94.291 2.331 96.623 1.581 98.204 .775 98.979 .640 99.619 .381 100.000
Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 7.152 59.601 59.601 1.623 13.522 73.123
Rotation Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 6.890 57.413 57.413 1.885 15.710 73.123
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Scree Plot
8
Eigenvalue
6
4
2
0 1
2
3
4
5
6
7
8
Component Number
9
10
11
12
99 Component Matrixa
Zscore(dokter) Zscore(kud) Zscore: jml pddk Zscore: Jumlahpet kes Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlibs) Zscore(jmlslta) Zscore(restoran) Zscore: Jumlahpuskesmas/ Zscore: mini market Zscore(luas_wilayah) Zscore: prod padi sawah
Component 1 2 .939 -.029 .927 -.040 .921 .041 .870 -.016 .866 .146 .848 -.064 .835 .151 .801 -.192 .654
.418
.634 -.173 -.371
.251 .814 .796
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 2 components extracted.
Rotated Component Matrixa
Zscore(dokter) Zscore: jml pddk Zscore(kud) Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlslta) Zscore: Jumlahpet kes Zscore(jmlibs) Zscore(restoran) Zscore: Jumlahpuskesmas/ Zscore: mini market Zscore: prod padi sawah Zscore(luas_wilayah)
Component 1 2 .910 -.233 .908 -.161 .896 -.241 .877 -.046 .847 -.035 .846 -.205 .814 -.248 .740 -.361 .730
.266
.674 -.189 .008
.107 .858 .832
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 3 iterations. Component Transformation Matrix Component 1 2
1 .976 .218
2 -.218 .976
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
100
Component Plot in Rotated Space
1.0
Zprod_padi_sawah Zluas_wilayah
Component 2
0.5
ZJumlahpuskesmas Ztoko_n_mini_market Zjmlsltp Zjmlslta
0.0
Zjml_pddk Zjmlibs ZJumlahpet_kes Zkud Zrestoran -0.5
-1.0 -1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
Component 1 Component Score Coefficient Matrix
1 Zscore: Jumlahpuskesmas/ Zscore: Jumlahpet kes Zscore(kud) Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlslta) Zscore(jmlibs) Zscore: prod padi sawah Zscore: jml pddk Zscore: mini market Zscore(restoran) Zscore(dokter) Zscore(luas_wilayah)
Component 2
.145
.232
.117 .121 .138 .134 .107 .056 .131 .120 .084 .124 .086
-.036 -.052 .062 .065 -.065 .490 -.003 .132 -.140 -.046 .495
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. Component Scores. Component Score Covariance Matrix Component 1 2
1 1.000 .000
2 .000 1.000
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. Component Scores.
101 Lampiran 11.
Hasil Analisis Cluster
Proximities Case Processing Summarya Cases Missing N Percent 0 .0%
Valid N Percent 40 100.0%
Total N Percent 40 100.0%
a. Squared Euclidean Distance used
Cluster Average Linkage (Between Groups) Agglomeration Schedule
Stage 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Cluster Combined Cluster 1 Cluster 2 8 16 9 17 12 34 10 33 19 21 9 14 36 38 10 11 5 13 8 12 9 15 29 31 8 30 3 7 5 6 4 36 18 24 2 40 1 19 4 22 8 32 2 5 10 29 18 39 8 9 20 37 18 20 3 10 1 35 2 18 26 28 3 8 1 4 2 3 23 25 23 26 1 2 1 23 1 27
Coefficients .002 .002 .006 .008 .012 .013 .016 .018 .023 .025 .037 .038 .065 .068 .070 .075 .079 .107 .125 .132 .155 .159 .164 .174 .213 .226 .426 .441 .564 .788 .853 .980 1.264 1.341 1.877 2.621 5.205 6.439 18.608
Stage Cluster First Appears Cluster 1 Cluster 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 4 0 0 0 1 3 6 0 0 0 10 0 0 0 9 0 0 7 0 0 0 0 0 5 16 0 13 0 18 15 8 12 17 0 21 11 0 0 24 26 14 23 19 0 22 27 0 0 28 25 29 20 30 32 0 0 35 31 33 34 37 36 38 0
Next Stage 10 6 10 8 19 11 16 23 15 13 25 23 21 28 22 20 24 22 29 33 25 30 28 27 32 27 30 32 33 34 36 34 37 37 36 38 38 39 0
102 Lampiran 12.
Dendrogram
* * * * * * H I E R A R C H I C A L
C L U S T E R
A N A L Y S I S * * * * * *
Dendrogram using Average Linkage (Between Groups) Rescaled Distance Cluster Combine C A S E Label Dramaga Megamendung Cigombong Gunung Sindur Kemang Parung Ciomas Sukaraja Ciawi Cisarua Leuwisadeng Tenjolaya Tamansari Ciseeng Cijeruk Tajurhalang Rancabungur Cibungbulang Caringin Ciampea Leuwiliang Parung Panjang Babakan Madang Klapanunggal Tenjo Cariu Sukajaya Cigudeg Jasinga Pamijahan Jonggol Sukamakmur Tanjungsari Nanggung Rumpin Citeureup Bojonggede Cileungsi Gunung Putri Cibinong
Num 8 16 12 34 30 32 9 17 14 15 3 7 10 33 11 29 31 5 13 6 2 40 18 24 39 20 37 36 38 4 22 19 21 1 35 26 28 23 25 27
0 5 10 15 20 25 +---------+---------+---------+---------+---------+