DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH : Analisis Kasus Provinsi Sumatera Selatan
OLEH RICCA HERMAWATI H 14103017
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH : Analisis Kasus Provinsi Sumatera Selatan
Oleh RICCA HERMAWATI H14103017
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Ricca Hermawati
Nomor Registrasi Pokok
: H14103017
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah : Analisis Kasus Provinsi Sumatera Selatan
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. D.S. Priyarsono, M.S., Ph.D. NIP. 131 578 814 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor , Agustus 2006
Ricca Hermawati H14103017
RINGKASAN RICCA HERMAWATI. Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah : Analisis Kasus Provinsi Sumatera Selatan (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO) Pembangunan yang pelaksanaannya berdasarkan pendekatan secara Top Down (sentralisasi) telah menimbulkan berbagai kegagalan. Hal tersebut mendorong lahirnya desentralisasi dan otonomi daerah. Kegagalan desentralisasi dan otonomi daerah menyebabkan timbulnya tuntutan dari berbagai daerah untuk memisahkan diri dari wilayah administrasi diatasnya (pemekaran wilayah). Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang mengalami pemekaran wilayah, yaitu terbentuknya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Terbentuknya Kepulauan Bangka Belitung diiringi dengan terjadinya pemekaran kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Pemekaran wilayah dapat memberikan dampak terhadap pertumbuhan perekonomian suatu wilayah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan menganalisis dampak pemekaran wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan yang dianalisis dalam dua periode waktu yaitu tahun 1993-1996 dan 2002-2005 dengan membandingkan (1) laju pertumbuhan ekonomi sektoral kabupaten/kota di Sumatera Selatan periode sebelum pemekaran wilayah(1993-1996) dan setelah pemekaran wilayah (2002-2005), (2) pertumbuhan wilayah kabupaten/kota di Sumatera Selatan periode sebelum pemekaran (1993-1996) dan setelah pemekaran wilayah (2002-2005). Penelitian ini akan menganalisis sepuluh kabupaten dan kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan. Untuk melihat pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumatera Selatan baik secara total maupun sektoral dan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota dianalisis menggunakan analisis Shift Share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan total PDRB Provinsi Sumatera Selatan mengalami penurunan pada periode setelah pemekaran wilayah. Rata-rata pertumbuhan total PDRB periode sebelum pemekaran sebesar 7,26 persen menjadi 4,83 persen setelah pemekaran wilayah. Laju pertumbuhan ekonomi sektoral Sumatera Selatan pada periode setelah pemekaran wilayah mengalami penurunan. Hal tersebut diduga terjadi karena diseconomies of scale akibat pemekaran wilayah. Kabupaten dan kota yang tumbuh progresif setelah pemekaran wilayah adalah Kabupaten Musi Rawas dan Bangka serta Kota Palembang dan Pangkal pinang. Sedangkan kabupaten OKU, OKI, Muara Enim, Lahat, Muba dan Belitung tidak tumbuh progresif (tidak maju). Pemekaran wilayah berdampak negatif terhadap pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Selatan. Namun pemekaran wilayah berdampak positif pada pertumbuhan wilayah semua kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini diduga terjadi karena luas wilayah yang semakin kecil sehingga span of control menjadi semakin baik.
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ricca Hermawati lahir pada tanggal 31 Mei 1985 di Lintau, Sumatera Barat. Anak dari pasangan Herman Saptono dan Zuherti. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 40 Balai Tangah, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 3 Tanjung Bonai dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 1 Lintau dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEM dan Himpunan Profesi Mahasiswa Ilmu Ekonomi (Hipotesa).
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 3 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................ 5 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 6
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoretis ................................................................................. 7 2.1.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ................................................. 7 2.1.2. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah ............................. 8 2.1.3. Konsep Pemekaran Wilayah...................................................... 9 2.1.4. Konsep Span Of Control dan Diseconomies of Scale............... 11 2.2. Tinjauan Empiris.................................................................................. 13 2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 14 2.3.1. Analisis Shift Share ................................................................... 14 2.3. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................ 17
III.
METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 19 3.2. Sumber dan Jenis Data ........................................................................ 19 3.3. Metode Analisis Data .......................................................................... 19 3.3.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Selatan dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Sumatera Selatan ..................................................................... ....20 3.3.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah................................21 3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB dan
Pergeseran Bersih ....................................................................... 23 3.4. Konsep dan Definisi Operasional ................................................................. 26 3.4.1. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)......................... 26 IV.
GAMBARAN UMUM 4.1. Wilayah Administrasi Pemerintahan .................................................. 29 4.2. Geografi dan Topografi ...................................................................... 30 4.3. Populasi ............................................................................................. 31 4.4. Perekonomian ..................................................................................... 31
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan PDRB Total dan Laju Pertumbuhan Sektoral Provinsi Sumatera Selatan periode sebelum pemekaran (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran (2002-2005) ........................... 33 5.2. Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran (2002-2005) ............................ 38 5.3. Pertumbuhan Wilayah Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Selatan Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran (2002-2005) ........................................................ 51
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ................................................................................................... 59 6.2. Saran ............................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60 LAMPIRAN ........................................................................................................ 62
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
4.1. PDRB Propinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Harga Konstan 1993 ....... 32 5.1. Laju PDRB Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1993-2005 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) Digabung dengan Kepulauan Bangka Belitung ....... .................................................. 35 5.2. Nilai Komponen Pertumbuhan ProporsionalKabupaten/Kota Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran (2002-2005) ........................................................ 52 5.3. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten/Kota Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran (2002-2005) ........................................................ 54 5.4. Nilai Pergeseran Bersih Kabupaten dan Kota Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran (2002-2005) ............................................................... 56
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1.
Kerangka Pemikiran ................................................................................. 18
3.1.
Profil Pertumbuhan PDRB ....................................................................... 24
5.1.
PDRB Total Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1993-2005 digabung dengan Provinsi Bangka Belitung ............................................................ 33
5.2.
Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran (2002-2005) ............................................................. 36
5.3.
Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Ogan Komering Ulu Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005)............................................... 39
5.4.
Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Ogan Komering Ilir Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005) .............................................. 40
5.5.
Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Muara Enim Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005) ............................................................................... 41
5.6.
Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Musi Rawas Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005) ............................................................................... 43
5.7.
Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Lahat Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005) .............................................................................................. 44
5.7.
Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Musi Banyuasin Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005) .............................................................................................. 45
5.8.
Laju Pertumbuhan Sektoral Kota Palembang Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005) .............................................................................................. 47
5.9.
Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Bangka Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005) ............................................................................................... 48
5.10. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Belitung Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran Wilayah (2002-2005) .............................................................................................. 49 5.11. Laju Pertumbuhan Sektoral Kota Pangkal pinang Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Sesudah Pemekaran
Wilayah (2002-2005) ................................................................................ 50 5.12. Profil Pertumbuhan Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) ................................................ 57 5.13. Profil Pertumbuhan Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode Sesudah Pemekaran (2002-2005) ................................................ 58
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. PDRB Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Pada Tahun 1993 dan Tahun 1996 Atas Dasar Harga konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah) ....... 62 2. PDRB Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Pada Tahun 2002 dan Tahun 2005 Atas Dasar Harga konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah) ....... 63 3. Laju Pertumbuhan PDRB (ri) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode 1993-1996 ............................................. 64 4. Laju Pertumbuhan PDRB (ri) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode 2002-2005 ............................................. 66 5. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode 1993-1996 ............................................. 68 6. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode 2002-2005 ............................................. 69 7. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode 1993-1996 ............................................. 70 8. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode 2002-2005 ............................................. 71 9. Nilai Pergeseran Bersih Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 1993-1996......................................................................................... 72 10. Nilai Pergeseran Bersih Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 2002-2005......................................................................................... 73
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pembangunan
merupakan
suatu
proses
yang
dilaksanakan
secara
berkesinambungan dan berencana untuk mendapatkan kondisi masyarakat yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, pembangunan tersebut harus mampu mengakomodasi berbagai aspek kehidupan manusia baik material maupun spiritual. Pengalaman di negara-negara lain menunjukkan pembangunan ekonomi cenderung mendapat prioritas dari pembangunan lainnya karena pembangunan bidang ini diharapkan akan menjadi pemicu bagi pembangunan di bidang lainnya. Pembangunan selama ini yang perencanaannya dominan menggunakan pendekatan secara Top Down, dinilai telah banyak menimbulkan kegagalan mulai dari kegagalan memanfaatkan secara penuh potensi produktif yang ada di daerah-daerah, rendahnya kinerja ekonomi hingga kegagalan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Hal ini disebabkan karena pemerintah pusat hampir tidak mungkin memiliki informasi selengkap pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten dan kota yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Keadaan tersebut mendorong lahirnya desentralisasi dan otonomi daerah. Berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 desentralisasi dan otonomi daerah merupakan penyerahan dan pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lahirnya desentralisasi dan otonomi daerah menimbulkan tuntutan dari daerah-daerah untuk merdeka atau melepaskan diri dari ikatan administrasi wilayah
di atasnya (pemekaran wilayah). Tuntutan umumnya berasal dari wilayah yang merasa kaya potensi sumberdaya namun hasil eksploitasinya kurang dapat dirasakan. Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang mengalami pemekaran wilayah, yaitu dengan lepasnnya beberapa kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan membentuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diantaranya Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota Pangkal Pinang. Lepasnya kepulauan Bangka Belitung diiringi dengan terjadinya pemekaran beberapa kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Selatan. Sehingga jumlah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan menjadi 14 kabupaten dan kota. Masing-masing kabupaten/kota yang terdapat di Sumatera Selatan memiliki karakteristik perekonomian yang berbeda-beda. Terdapat beberapa kabupaten dan kota yang memberikan kontribusi besar terhadap PDRB namun ada juga beberapa kabupaten dan kota yang memberikan kontribusi sangat kecil. Pemekaran wilayah dimungkinkan apabila ternyata hasil pemekaran tersebut mampu mendorong proses pembangunan disuatu wilayah menjadi lebih efisien. Hal ini berarti dengan otonomi yang diperoleh, masyarakat diberi kewenangan untuk mengelola sumberdaya alamnya sendiri sehingga diharapkan bisa berdampak positif bagi peningkatan dan perkembangan aktivitas perekonomian wilayah. Menurut Saeful Hakim dalam Lumbessy 2005, pemekaran wilayah harus dilandaskan
pada
landasan
logika
pembangunan.
Beberapa
landasan
logika
pembangunan yang harus dipertimbangkan adalah pemekaran wilayah harusnya mampu:
1. Mendekatkan pelayanan kepada masyarakat terutama dalam penyediaan barangbarang publik dan pelayanan publik serta memberikan kewenangan lebih kepada masyarakat lokal untuk mengelola potensi sumberdaya alamnya 2. Partisipasi dan rasa memiliki dari masyarakat meningkat 3. Efisiensi, produktivitas serta pemeliharaan kelestariannya 4. Akumulasi nilai tambah secara lokal dan kesejahteraan masyarakat meningkat. 5. Prinsip keadilan dalam kesejahteraan dan kesejahteraan yang berkeadilan lebih tercipta, sehingga ketahanan nasional semakin kuat. Pemekaran wilayah bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat
dan
pelaksanaan
pembangun.
Salah
satu
upaya
untuk
menyelenggarakan kepentingan dan pelayanan masyarakat, maka organisasi pemerintah perlu dikembangkan. Pengembangan organisasi pemerintah melalui pemekaran daerah harus memberikan jaminan bagi pelaksanaan fungsi pemerintah dan efektifitas pencapaian tujuan. Sehingga hal tersebut akan mendorong peningkatan pertumbuhan perekonomian suatu daerah.
1.2.
Perumusan Masalah Pemekaran wilayah ditandai oleh terbentuknya unit pemerintahan baru mulai
level provinsi, kabupaten/kota hingga kecamatan. Asumsi yang digunakan adalah pembentukan wilayah (khususnya di tingkat kabupaten/kota) memiliki korelasi positif dengan peningkatan kehidupan dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Asumsi ini sangat logis, karena jika terjadi pemekaran wilayah maka jangkauan teritorial secara otomastis menjadi semakin dekat, sementara jumlah penduduk yang harus dilayani
semakin sedikit. Dengan demikian, diduga akan tercipta rentang kendali (span of control) yang lebih baik, sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun asumsi tersebut tidak selamanya benar, karena pembentukan daerah baru yang kurang terkendali justru akan menghasilkan inefektivitas penyelenggaraan pemerintah atau diduga terciptanya diseconomies of scale yang nanti akan berdampak pada perkembangan perekonomian wilayah. Pemekaran kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Pemekaran wilayah Provinsi Sumatera Selatan diharapkan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam memanfaatkan potensi wilayahnya untuk penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya bagi kabupaten dan kota yang mengalami pemekaran wilayah. Sehingga penelitian ini akan menganalisis dampak pemekaran wilayah Provinsi Sumatera Selatan terhadap pertumbuhan perekonomian wilayahnya dengan beberapa permasalahan yaitu: 1. Bagaimana laju pertumbuhan ekonomi sektoral kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran wilayah (1993-1996) dan setelah pemekaran wilayah (2002-2005)? 2. Bagaimana pertumbuhan wilayah kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran (1993-1996) dan setelah pemekaran wilayah (2002-2005)? 1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pemekaran wilayah Provinsi
Sumatera Selatan terhadap pertumbuhan perekonomian kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan dengan membandingkan:
1. Membandingkan laju pertumbuhan ekonomi sektoral kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran wilayah (1993-1996) dan setelah pemekaran wilayah (2002-2005). 2. Membandingkan pertumbuhan wilayah kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan sebelum pemekaran (1993-1996) dan setelah pemekaran wilayah (2002-2005).
1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Pembaca dapat mengetahui dampak pemekaran wilayah kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Selatan terhadap pertumbuhan perekonomiannya dengan membandingkan laju pertumbuhan sektoral kabupaten/kota serta membandingkan pertumbuhan wilayah kabupaten/kota sebelum dan setelah terjadi pemekaran wilayah, serta dapat dijadikan sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi yang memerlukan serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. 2. Penulis dapat belajar manganalisis dampak pemekaran wilayah dengan melihat laju pertumbuhan perekonomian suatu wilayah, sebagai penerapan terhadap pemahaman teoritis yang telah diperoleh selama mengikuti perkuliahan. 3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan dalam penyempurnaan kebijakan-kebijakan pasca pemekaran wilayah.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan melihat dampak pemekaran wilayah terhadap pertumbuhan
ekonomi wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang terdiri dari delapan kabupaten dan dua kota sebelum pemekaran wilayah (1993-1996) dan setelah pemekaran wilayah
(2002-2005). Dengan mengasumsikan Provinsi Bangka Belitung masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tinjauan Teoretis
2.1.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 1989). Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barangbarang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini sesuai dengan proses ideologis negara yang bersangkutan (Jhingan,2003). Sementara itu Kuznets menunjukan 6 ciri dari pertumbuhan ekonomi: 1. Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan laju kenaikan produk perkapita yang tinggi dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat. 2. Pertumbuhan ekonomi terlihat dari semakin meningkatnya laju pendapatan perkapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang meningkatkan efisiensi atau produktivitas per unit input. 3. Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan adanya perubahan struktur ekonomi yaitu dari sektor pertanian ke sektor industri jasa. 4. Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke perkotaan.
5. Pertumbuhan ekonomi terjadai karena adanya ekspansi Negara maju dan adanya kekuatan dalam hubungan internasional. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya diartikan sebagai suatu proses dimana Produk Domestik Regional Bruto rill perkapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas perkapita (Salvatore, 1997). Sasaran berupa kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan rill perkapita merupakan tujuan utama yang perlu dicapai melalui penyediaan dan pengerahan sumber-sumber produksi.
2.1.2. Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Kewenangan yang diserahkan tersebut, mencakup semua kewenangan bidang pemerintahan, kecuali kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah (Saragih, 2003). Menurut Abe dalam Agusniar (2006), desentralisasi dapat memberi sisi positif: 1. Bagi pemerintah pusat desentralisasi tentu akan menjadi jalan yang mengurangi beban pusat 2. Program atau rencana-rencana pembangunan yang hendak diwujudkan akan lebih realistis, lebih mengena dan lebih dekat dengan kebutuhan lokal 3. Memberi kesempatan kepada pemerintah daerah untuk belajar mengurus rumah tangganya sendiri dan dengan demikian belajar untuk bisa menangkap dan merumuskan aspirasi masyarakat setempat
4. Dengan adanya pemberian kewenangan maka berarti akan membuka peluang bagi keterlibatan rakyat dalam mengontrol jalannya pemerintahan. Menurut UU No 22 tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Otonomi daerah memberikan pengertian bahwa bidang dan jenis kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom untuk diatur dan diurus sendiri (Saragih, 2003).
2.1.3. Konsep Pemekaran Wilayah Secara prinsipil, kewenangan yang diberikan kepada suatu organisasi pemerintahan yang dimaksud untuk memaksimalkan fungsi-fungsi utama pemerintahan, yaitu pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan. Dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut dilakukan pendekatan pembangunan wilayah. Rasyid dalam Lumbessy (2005) mengemukakan bahwa “jika pembangunan atau pemekaran wilayah pemerintahan akan dilakukan, maka kebijakan itu harus memberi jaminan bahwa aparatur pemerintahan yang ada memiliki kemampuan yang cukup untuk memaksimalkan fungsi-fungsi pemerintahan”. Asumsi yang dapat dikemukakan adalah pemekaran wilayah pemerintah yang memperluas jangkauan pelayanan itu akan menciptakan dorongan-dorongan baru dalam masyarakat bagi lahirnya prakarsa yang mandiri dalam menuju kemandirian bersama. Daerah yang wilayahnya relatif luas, sehingga menyulitkan jangkauan bagi pemerintah untuk melayani warga masyarakat dipandang perlu untuk dimekarkan menjadi beberapa daerah otonom. Pemekaran daerah otonom haruslah mengacu pada beberapa aspek dan pertimbangan yang mengacu pada berbagai aspek dan pertimbangan
yang memungkinkan daerah dapat mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah. Pemekaran wilayah tidak lain bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan, sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pemekaran wilayah merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mengalokasikan sumber daya dengan efisien. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan utilitas rakyat atau memperbaiki kesejahteraan di daerah itu. Menurut Friedman, 2002 Public policy distributes resources that one person is made better off and no one else is worse off ( Media Indonesia Online, 30 Mei 2007). PP No.129 Tahun 2000 tentang pemekaran, pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah yang bertujuan untuk menungkatkan kesejahteraan masyarakat. Di dalam PP no.129 Tahun 2000 juga dinyatakan bahwa pembentukan daerah baru didasarkan pada beberapa syarat, yaitu kemampuan ekonomi daerah, potensi daerah, sosial budaya dan sosial politik. Tetapi untuk melihat ekonomi suatu wilayah atau melihat cerminan hasil usaha perekonomian yang berlangsung disuatu daerah provinsi/kabupaten/kota yang dapat di ukur dari: a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) b. Penerimaan daerah sendiri, yang dimaksud dengan penerimaan daerah sendiri adalah penerimaan daerah yang berasal dari PAD, bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan serta penerimaan dari sumberdaya alam
2.1.4. Konsep span of control dan diseconomies of scale Teori rentang kendali (span of control) menentukan jumlah tingkatan dan jumlah manajer yang dimiliki sebuah organisasi secara efisien dan efektif. Rentang yang lebih luas lebih efisien dari segi biaya, tetapi pada titik tertentu rentang yang lebih luas mengurangi efektivitas. Pada umumnya organisasi lebih menyukai rentang yang kecil untuk mempertahankan kendali yang ketat. Seorang manajer akan berhadapan dengan masalah-masalah yang semakin beragam kerumitannya dan seringkali tidak terstruktur, oleh karena itu para manajer puncak seharusnya mempunyai rentang kendali yang lebih kecil daripada manajer menengah dan para manajer menengah memerlukan rentang kendali yang lebih kecil daripada para penyelia (Robbin dan Coulter, 2004). Berdasarkan pengertian rentang kendali menurut Robbin dan Coulter, maka dalam konteks pemekaran wilayah, semakin kecil suatu wiayah atau semakin kecil rentang kendali suatu pemerintahan maka akan semakin mudah dalam mengelola wilayah tersebut. Economies of scale adalah penurunan biaya per unit output yang dihasilkan dari ekspansi output, perluasan output memungkinkan penurunan biaya per unit cost (Lipsey, 1995). Sebagai alternatif, hal ini berarti bahwa suatu perusahaan akan tumbuh dan mempunyai kesempatan untuk menurunkan biaya produksi. Menurut teori, pertumbuhan ekonomi akan tercapai apabila economies of scale sudah tercapai (Investopedia Online, 27 Januari 2003). Economies of scale adalah pengembangan aktivitas ekonomi dalam skala yang besar atau luas akan lebih menguntung. Sedangkan diseconomies of scale adalah pengembangan aktivitas ekonomi dalam skala yang lebih kecil akan menimbulkan pemborosan. Karena itu seharusnya dalam penentuan kebijakan pemekaran wilayah,
masalah ini harus dipertimbangkan dengan cermat, apakah nanti aktivitas ekonomi di wilayah hasil pemekaran mempunyai potensi untuk memenuhi economies of scale yang optimal. Apabila pemekaran wilayah justru membuat aktivitas ekonomi menjadi terpecah ke dalam skala ekonomi yang relatif lebih kecil, maka kebijakan ini hanya akan menghambat perkembangan ekonomi wilayah karena skala ekonomi yang tidak bisa terpenuhi. Namun apabila perekonomian di suatu wilayah yang luas terjadi fenomena diseconomies of scale maka wilayah tersebut baru layak untuk dimekarkan ke dalam beberapa kesatuan manajemen wilayah yang berskala lebih sempit untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan wilayah (dalam Lumbessy, 2005).
2.2.
Tinjauan Empiris Penelitian Mahardini (2006) menyimpulkan bahwa pertumbuhan PDRB total
Provinsi Jawa Barat pada periode sebelum pemekaran sebesar 15 persen, sedangkan setelah terjadi pemekaran PDRB total Provinsi Jawa Barat menjadi 20 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat meningkat. Daerah yang secara konsisten tumbuh progresif diantaranya Kabupaten Bekasi dan Kota Bogor. Daerah yang konsisten tumbuh tidak progresif adalah Kabupaten Sumedang, Cianjur, Ciamis dan Purwakarta. Kota hasil pemekaran yang sudah dapat tumbuh progresif adalah Kota Depok dan Kota Bekasi. Kota Banjar, Tasikmalaya dan Cimahi belum mampu tumbuh progresif dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Penelitian Agusniar (2006) menyimpulkan bahwa pemekaran wilayah kabupaten Aceh Selatan Menjadi Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Singkil belum secara nyata meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian wilayah,
namun dari tahun ke tahun setelah pemekaran terdapat kecenderungan adanya peningkatan. Penelitian Nazara (2006) menyimpulkan bahwa pada tahun 1994 sampai 1996 dan tahun 1997 sampai 1999, jumlah dan total kontribusi yang disumbangkan tiap kabupaten-kabupaten dan kota di Provinsi Banten yang dulu merupakan bagian dari Jawa Barat lebih kecil dari pada Provinsi Jawa Barat dan demikian juga pada masa otonomi daerah (tahun 2000-2002). 2.3.
Kerangka Pemikiran Teoretis
2.3.1. Analisis Shift Share Analisis Shift Share merupakan teknik analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja. Teknik ini melihat perkembangan produksi ataupun kesempatan kerja di suatu wilayah di suatu titik waktu. Berdasarkan analisis Shift Share dapat diketahui perkembangan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah, baik terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas maupun terhadap sektor ekonomi lainnya beserta penyimpangan yang terjadi pada satu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tujuan analisis Shift Share adalah untuk menentukan produktifitas kerja perekonomian daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Pertumbuhan sektor perekonomian di suatu wilayah di pengaruhi oleh beberapa komponen yaitu : 1. Komponen Pertumbuhan Nasional/Regional (PR) Komponen PR adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu wilayah atau sektor.
Bila diasumsikan tidak ada perubahan karakteristik antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataanya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat dari pada sektor dan wilayah lainnya. 2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) Komponen PP terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir. Perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan regional pada wilayah tersebut. Kelebihan-kelebihan analisis Shift Share adalah : 1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan kesempatan kerja suatu wilayah hanya pada dua titik waktu, dimana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, dan titik waktu lainnya dijadikan akhir analisis. 2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah yaitu Pertumbuhan Regional, Pertumbuhan Proporsional, Pertumbuhan Pangsa Wilayah. 3. Komponen Pertumbuhan Proporsional dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang
secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat dari pada rata-rata nasional untuk sektor-sektor tersebut. 4. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi di wilayah lainnya. 5. Jika persentase Pertumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah. Kelemahan analisis Shift share adalah : 1. Analisis Shift Share tidak lebih dari pada suatu teknik pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah yang menjadi komponen-komponen. Metode ini tidak menjelaskan mengapa suatu masalah dapat terjadi. Metode ini lebih kepada perhitungan semata dan tidak analitik. 2. Komponen Pertumbuhan Regional secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab laju pertumbuhan wilayah. 3. Kedua
komponen
pertumbuhan
wilayah
(Petumbuhan
Proporsional
dan
Pertumbuhan Pangsa Wilayah) berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan permintaan dan penawaran, perubahan teknologi, perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. 4. Analisis Shift Share secara implisist mengambil asumsi bahwa semua barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian.
2.4.
Kerangka Pemikiran Operasional Provinsi Sumatera Selatan dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat
daerahnya telah melakukan berbagai usaha dan menciptakan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Diantaranya terjadi pemekaran beberapa kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Selatan. Hal ini akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan
PDRB kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan dan
pertumbuhan wilayah kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan. Dengan menggunakan alat analisis Shift Share dapat diketahui perbandingan laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Sumatera Selatan serta kabupaten/kota yang tumbuh maju dan tidak tumbuh dengan maju sehingga dapat diketahui dampak pemekaran wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Sumatera Selatan. Apabila setelah terjadi pemekaran wilayah terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi maka dampak pemekaran wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan adalah positif yang diduga terjadi karena membaiknya span of control
dan sebaliknya apabila
pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan mengalami penurunan maka pemekaran wilayah berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan yang diduga terjadi karena diseconomies of scale. Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan dalam gambar 2.1.
Pemekaran Wilayah Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Selatan
Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten dan Kota Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran (2002-2005)
Pertumbuhan Wilayah Ekonomi Kabupaten dan Kota Periode Sebelum Pemekaran (19931996) dan Setelah Pemekaran (2002-2005)
Kabupaten/Kota yang tumbuh progresif dan kabupaten/kota tumbuh tidak progresif
Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Selatan
Dampak Positif PemekaranWilayah (Span of Control membaik)
Analisis Shift Share
Dampak Negatif Pemekaran Wilayah (Diseconomies of Scale)
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Operasional
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
ini
dilakukan
terhadap
Provinsi Sumatera
Selatan
dengan
pertimbangan bahwa Sumatera Selatan merupakan salah satu Provinsi yang mengalami pemekaran. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juni.
3.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan dari tahun 1993-2005. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta serta data sekunder yang mendukung lainnya.
3.3.
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan alat analisis shift share untuk
mengetahui bagaimana perkembangan sektor di kabupaten/kota di Sumatera Selatan jika dibandingkan saat sebelum dan setelah pemekaran wilayah serta apakah kabupaten/kota tersebut tumbuh progresif atau tidak progresif saat sebelum dan setelah pemekaran wilayah.
3.3.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Selatan dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota Sumatera Selatan Analisis PDRB digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB sektor ke i di kabupaten/kota ke j dan perubahan PDRB dari sektor ke i di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun awal dan tahun akhir analisis. Analisa terbagi atas laju pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Selatan, laju pertumbuhan ekonomi sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Ri), laju pertumbuhan ekonomi sektoral kabupaten/kota Sumatera Selatan (ri). 1. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Sumatera Selatan Menggunakan rumus: LPPDRBt = PDRBt – PDRBt-1
x 100%
PDRBt-1 dimana: LPPDRBt
= Laju pertumbuhan PDRB pada tahun ke-t
PDRBt-1
= angka PDRB pada tahun ke-t
PDRBt-1
= angka PDRB pada tahun ke t-1
2. Nilai Ri Ri merupakan selisih antara PDRB Provinsi Sumatera Selatan dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan PDRB Provinsi Sumatera Selatan sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB Provinsi Sumatera Selatan sektor i pada tahun dasar analisis. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Ri =
Y 'i −Yi Yi
dimana: Yi' = PDRB Provinsi SUMSEL dari sektor i pada tahun akhir analisis,
Yi = PDRB Provinsi SUMSEL dari sektor i pada tahun awal analisis 3. Nilai ri
ri merupakan selisih antara PDRB Kota/Kabupaten Sumatera Selatan dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis dengan PDRB kota/Kabupaten Sumatera Selatan dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis dibagi PDRB kota/kabupaten Sumatera Selatan sektor ke i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Rumusnya dapat ditulis sebagai berikut:
ri =
y ij' − y ij y ij
dimana: y ij' = PDRB kota/kabupaten SUMSEL sektor i pada wilayah ke j pada
tahun
akhir analisis, y ij
= PDRB kota/kabupaten SUMSEL sektor i pada wilayah ke j pada tahun awal analisis.
3.3.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk mengidentifikasi perubahan produksi suatu wilayah pada tahun awal dengan tahun akhir analisis. Komponen pertumbuhan wilayah terdiri dari KomponenPertumbuhan Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) 1. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) Komponen PP terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut: PPij=(Ri-Ra) yij. dimana:
PPij
= Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j,
yij
= PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun awal analisis
(Ri-Ra) = Perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional. Apabila PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya lambat. Sedangkan apabila PPij > 0 menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya cepat. 2. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah dirumuskan sebagai berikut: PPWij = (ri-Ri) yij dimana: PPWij yij
= komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j, =
PDRB kota/kabupaten dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun awal
analisis (ri-Ri)
= persentase perubahan PDRB kota/kabupaten yang disebabkan oleh pertumbuhan pangsa wilayah. Apabila PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah ke j tidak dapat bersaing dengan
baik bila dibandingkan dengan wilayah yang lainnya, sedangkan apabila PPWij > 0, maka wilayah ke j mempunyai daya saing yang baik untuk perkembangan sektor ke i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.
3.3.3. Analisis Profil Pertumbuhan PDRB dan Pergeseran Bersih Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasikan pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PPj) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPWj). Data-data yang dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplot persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) kedalam sumbu vertikal dan horizontal. Komponen pertumbuhan proporsional (PP) diletakkan pada sumbu horizontal sebagai basis, sedangkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil pertumbuhan PDRB disajikan pada Gambar 3 berikut ini.
PPW Kuadran IV
Kuadran I
PP
Kuadran III
Kuadaran II
Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan PDRB Sumber Budiharsono (2001)
a. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor tersebut juga dapat
bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan yang cepat, maka wilayah yang bersangkutan juga merupakan wilayah yang progresif (maju). b. Kuadaran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari daerah lain. c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan sektor perekonomian yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain. Jadi wilayah tersebut tergolong pada wilayah yang memiliki pertumbuhan yang lambat. d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain. Pada kuadran II dan IV terdapat garis diagonal yang memotong kedua daerah tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah merupakan wilayah yang progresif, sedangkan dibawah garis diagonal berarti suatu wilyah yang pertumbuhannya lambat. Berdasarkan nilai persen PPj dan PPWj, maka dapat diidentifikasi pertumbuhan suatu sektor atau suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua komponen tersebut (PPj dan PPWj) apabila dijumlahkan akan didapat nilai pergeseran bersih (PBj) yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PBj dapat dirumuskan sebagai berikut: PBj = PPj + PPWj dimana: PBj
= pergeseran bersih wilayah ke j
= komponen pertumbuhan proporsional dari seluruh sektor untuk wilayah
PPj
ke j PPW
j
= komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor untuk wilayah ke j
Apabila PBj ≥ 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut masuk kedalam pertumbuhan progresif, sedangkan apabila PBj ≤ 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut termasuk dalam pertumbuhan yang lambat. Analisis pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota dengan menggunakan analisis shift share dapat dipermudah dengan menggunakan software komputer, program Microsoft
Excel.
Hasil
perhitungan
tersebut
dapat
dijadikan
dasar
untuk
mengidentifikasi atau menganalisa pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan.
3.4.
Konsep dan Definisi Operasional
3.4.1. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Pembangunan suatu daerah dapat berhasil dengan baik apabila didukung oleh suatu perencanaan yang mantap sebagai dasar penentuan strategi, pengambilan keputusan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Dalam menyusun perencanaan pembangunan yang baik perlu menggunakan datadata statistik yang memuat informasi tentang kondisi riil suatu daerah pada saat tertentu sehingga kebijaksanaan dan strategi yang telah atau akan diambil dapat dimonitor dan dievaluasi hasil-hasilnya. Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan di suatu daerah dalam lingkup Kabupaten dan
kota adalah Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB Kabupaten/ kota menurut lapangan usaha (Industrial Origin). PDRB merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah dalam satu tahun. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar yaitu (tahun 1993). PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedang PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Untuk menghitung PDRB ada tiga pendekatan yang digunakan yaitu : 1. Jika ditinjau dari sisi produksi disebut Produksi Regional, merupakan jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi dimaksud secara garis besar menjadi sembilan sektor yaitu (1) Sektor pertanian; (2) sektor pertambangan dan penggalian; (3) sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik, gas dan air bersih; (5) sektor konstruksi/bangunan; (6) sektor perdagangan, hotel dan restoran; (7) sektor pengangkutan dan komunikasi; (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; (9) sektor jasa-jasa. 2. Jika ditinjau dari sisi pendapatan disebut Pendapatan Regional, merupakan jumlah nilai tambah (produk) yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang dimiliki penduduk suatu daerah dalam jangka waktu tertentu.
3. Jika ditinjau dari segi pengeluaran disebut pengeluaran regional, merupakan jumlah pengeluaran konsumsi atau komponen permintaan akhir yang dilakukan oleh rumah tangga, lembaga swasta nirlaba, pemerintah dengan pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto suatu daerah dalam dalam jangka waktu tertentu. PDRB di suatu daerah/wilayah lebih menunjukkan pada besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh penduduk di daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian PDRB merupakan data yang paling representatif dalam menunjukan pendapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya. Pada penelitian ini, data PDRB inilah yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang tumbuh di Sumatera Selatan. Data yang digunakan yaitu data PDRB atas dasar harga konstan tahun 1993 dari masing-masing kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, karena keterbatasan data yang di peroleh dan pada tahun dasar 1993 situasi dan kondisi perekonomian pada skala nasional maupun regional cukup normal dan memadai.
IV. GAMBARAN UMUM
Provinsi Sumatera Selatan merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pembentukannya diatur dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat I Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Selatan termasuk provinsi yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam yang sangat potensial dan bervariasi jenisnya antara lain, potensi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan hasil-hasilnya, hasil perikanan sungai, pertambangan (minyak bumi, gas, batu bara) dan pariwisata.
4.1.
Wilayah Administrasi Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan, yang secara yuridis formal dibentuk dengan Undang-
undang nomor 25 tahun 1959 tentang pembentukan daerah tingkat I Sumatera Selatan semula terdiri dari delapan kabupaten dan dua kota yaitu, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Lahat, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Bangka, Belitung, dan Kota Palembang, Pangkal Pinang. Namun terjadi perubahan stastus administrasi pemerintahan berdasarkan Undang-undang nomor 27 tahun 2001 tentang pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Seiring dengan otonomi daerah Provinsi Sumatera Selatan kembali terjadi pemekaran dengan peningkatan status kota administrasi menjadi kota. Sehingga wilayah admninistrasi pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan menjadi sepuluh kabupaten dan empat kota, diantara sepuluh kabupaten yaitu, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Lahat, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Palembang, Banyuasin, Ogan Komering Ulu Utara, Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Ilir, Prabumulih, Pagar Alam dan Lubuk Linggau.
Secara umum wilayah administrasi Sumatera Selatan terdiri dari 14 kabupaten/kota, 149 kecamatan, 2372 desa dan 343 kelurahan.
4.2.
Geografi dan Topografi Provinsi Sumatera Selatan dengan Luas 113.339,07 km2 sebelum terjadinya
pemekaran Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan 87.017,42 km2 setelah lepasnya Kepulauan Bangka Belitung. Secara geografis terletak antara 10-40 LS dan 102,250108,40 BT. Batas-batas wilayahnya sebelah utara bebatasan dengan Provinsi Jambi, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu. Topografi wilayah Sumatera Selatan memiliki bentangan wilayah Barat-Timur dengan ketinggian daerah antara 400 m sampai 1.700 m di atas permukaan laut. Daerah yang mempunyai ketinggian antara 400-500 mencakup wilayah daerah sekitar 37 persen, daerah yang mempunyai ketinggian 1000-1.700 dpl mencakup 29 persen dari keseluruhan wilayah. Wilayah barat merupakan wilayah pegunungan bukit barisan dengan ketinggian rata-rata 900-1.200 dpl yang mempunyai daerah potensi daerah wisata. Semakin ke timur kondisi topografinya berbukit, bergelombang, dan mendatar yang mempunyai potensi lahan agroindustri, sedangkan pantai timur Sumatera Selatan merupakan lahan landai dan lahan rawa pantai yang berpotensi dijadikan lahan persawahan dan tambak.
4.3.
Populasi
Jumlah penduduk Sumatera Selatan mengalami penurunun pada tahun 2000 karena pada tahun 2000 Kepulauan Bangka Belitung memisahkan diri dari Sumatera Selatan. Namun sepanjang tahun 2000-2005, jumlah penduduk Sumatera Selatan selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 penduduk Sumatera Selatan berjumlah 6.343.104 jiwa. Jumlah tersebut meningkat sebesar 1,35 persen pada tahun 2002, sehingga mencapai 6.430.188 jiwa. Dua tahun berikutnya jumlah penduduk meningkat hingga mencapai 6.518.791 jiwa (2003) dan 6.628.416 jiwa (2004) dengan pertumbuhan penduduk masing-masing sebesar 1,36 persen (2003) an 1,65 persen (2004). Titik tertinggi penduduk tercapai pada tahun 2005 hingga mencapai 6.775.900 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 1,89 persen jika dibandingkan keadaan tahun 2004 (BPS, 2005)
4.4.
Perekonomian Perekonomian Sumatera Selatan sebelum tahun 1990an berorientasi pada
pertanian. Namun semenjak tahun 1991 terjadi pergeseran struktur perekonomian Sumatera Selatan berorientasi pada sektor industri. Hal ini dapat dilihat semenjak tahun 1994 kontribusi sektor industri pengolahan selalu mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Pada tahun 1994-1997 terjadi peningkatan sektor industri sebesar Rp 360.158,00. namun pada saat terjadi krisis ekonomi pertengahan tahun 1997 kontribusi sektor industri pengolahan mengalami penurunan pada tahun 1998 sebesar Rp 127.566,00 hal ini dikarenakan meningkatnya harga bahan baku industri dari impor. Pada tahun 1998 sektor industri kembali mengalami peningkatan. Sektor pertanian Sumatera Selatan selalu menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif artinya sektor pertanian yang selama ini selalu terpinggirkan akibat
kebijakan pemerintah yang memang tidak memihak pada sektor ini justru mampu menunjukkan eksistensinya. Pada tahun 2000 kondisi perekonomian Sumatera Selatan kembali mengalami penurunan. Hal ini disebabkan Sumatera Selatan mengalami pemekaran wilayah, yaitu lepasnya Kepulauan Bangka Belitung. Kontribusi PDRB mengalami penurunan sebesar Rp 1.384.915. Namun kontribusi PDRB kembali mengalami peningkatan yang tidak terlalu
signifikan.
Peningkatan
PDRB
tersebut
seiring
dengan
terbentuknya
kabupaten/kota yang baru mengalami pemekaran. Tabel 4.1. PDRB Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Harga Konstan 1993 Lapangan Usaha 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1994
1997
2.211.374 1.896.765 2.319.431 77.251 874.649 2.021.886 573.689 650.109 890.134 11.515.288
2632.715 2.256.923 2.974.918 118.408 1.142.876 2.671.832 722.321 737.862 960.866 14.218.721
Sumber : BPS 1997, 2000 dan BPS 2005
1999 2.845.526 2.129.367 2.792.816 121.139 767.262 2.568.058 673.368 563.356 949.535 13.410.427
2000
2005
2.497.837 1.886.699 2.505.300 108.090 682.443 2.422.009 623.127 461.384 838.623 12.025.512
3.103.481 2.096.469 3.104.204 125.299 945.082 2.995.797 925.978 597.446 1.007.259 14.647.479
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Pertumbuhan PDRB Total dan Laju Pertumbuhan Sektoral Provinsi Sumatera Selatan periode sebelum pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Kontribusi PDRB total Povinsi Sumatera Selatan sepanjang tahun 1993 sampai
2005 selalu mengalami peningkatan. Namun pada tahun 1998 mengalami penurunan yang disebabkan oleh krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. Pada tahun 1999 kontribusi PDRB Sumatera Selatan kembali mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan (gambar 5.1). 20,000,000 Nilai PDRB (Juta Rupiah
18,000,000 16,000,000 14,000,000 12,000,000 10,000,000
PDRB
8,000,000 6,000,000 4,000,000 2,000,000 0 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Tahun
Gambar 5.1. PDRB Total Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1993-2005 digabung dengan Provinsi Bangka Belitung Keragaman laju pertumbuhan ekonomi sektoral di Sumatera Selatan selama periode sebelum pemekaran (1993-1996) dan setelah pemekaran (2002-2005) telah mendorong terjadinya perubahan struktur ekonomi Sumatera Selatan secara keseluruhan. Sektor perekonomian Sumatera Selatan didominasi oleh tiga sektor yaitu, sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sebelum tahun 1994 perekonomian Sumatera Selatan masih berorientasi pada sektor pertanian. Sektor pertanian
memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB Sumatera Selatan, tetapi semenjak tahun 1994 telah terjadi pergeseran struktur perekonomian. Sumatera Selatan telah mulai bergerak menuju kearah industrialisasi. Pertumbuhan sektor perekonomian Sumatera Selatan tidak terlepas dari kontribusi sektor-sektor perekonomian dari masing-masing kabupaten dan kota yang ada. Pada periode sebelum pemekaran wilayah (1993-1996) terdiri dari sepuluh kabupaten dan kota. Pada periode setelah pemekaran menjadi empat belas kabupaten dan kota setelah lepasnya Kepulauan Bangka Belitung. Di antaranya Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) yang mekar menjadi Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu Utara; Ogan Komering Ilir (OKI) mekar menjadi Ogan Ilir , Muara Enim mekar menjadi Prabumulih, Musi Rawas (MURA) mekar menjadi Lubuk Linggau, Lahat mekar menjadi Pagar Alam, Musi Banyuasin (MUBA) mekar menjadi Banyuasin. Dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa Provinsi Bangka Belitung masih merupakan wilayah bagian Provinsi Sumatera Selatan dan semua kabupaten dan kota yang mengalami pemekaran wilayah digabungkan dengan wilayah atasnya, sehingga jumlah kabupaten dan kota yang akan dianalisis pada periode 2000-2005 terdiri dari delapan kabupaten di antaranya: Ogan Komering Ulu (OKU), Ogan Komering Ilir (OKI), Muara Enim, Musi Rawas (MURA), Lahat, Musi Banyuasin (MUBA), Bangka, Belitung dan dua kota diantaranya: Palembang dan Pangkal Pinang.
Tabel 5.1. Laju PDRB Provinsi Sumatera Selatan Tahun 1993-2005 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah) Digabung dengan Kepulauan Bangka Belitung Tahun 1993 1994 1995
PDRB Sumatera Selatan 10.736.165,00 11.515.288,00 12.515.761,00
Laju (%) 5,04 7,3 8,7
1996 Rata-rata 2002 2003 2004 2005 Rata-rata
13.519.469,00
8,0 7,26
14.845.797,00 15.522.120,10 16.339.407,74 17.236.970,40
3,9 4,6 5,3 5,5 4,83
Sumber: BPS (2005)
Laju pertumbuhan PDRB Sumatera Selatan periode sebelum pemekaran (19931996) sangat fluktuatif sedangkan pada periode setelah pemekaran wilayah (2002-2005) laju pertumbuhan PDRB Sumatera Selatan mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Namun rata-rata laju pertumbuhan PDRB Sumatera Selatan mengalami penurunan pada periode setelah pemekaran wilayah. Rata-rata laju pertumbuhan PDRB sebelum pemekaran wilayah adalah 7,26 persen menjadi 4,83 persen setelah pemekaran wilayah dari tahun 2002-2005. Hal ini dikarenakan oleh pembentukan daerah baru yang kurang terkendali sehingga menyebabkan inefektivitas dalam penyelenggaraan pemerintah yang akan berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi. Terpecahnya suatu wilayah menjadi beberapa wilayah menyebabkan timbulnya diseconomies of scale atau terpecahnya aktivitas ekonomi ke dalam skala yang relatif lebih kecil, sehingga akan terjadi pemborosan . Selain itu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) juga sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan. Sektor perekonomian Sumatera Selatan didominasi oleh sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Selain sektor tersebut, sektor pertambangan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran juga memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan PDRB total Sumatera Selatan.
Laju pertumbuhan ekonomi sektoral Sumatera Selatan pada periode setelah pemekaran mengalami penurunan dari periode sebelumnya, hal tersebut dapat dilihat pada gambar 5.2. Sebelum terjadi pemekaran wilayah, diduga aktivitas ekonomi Provinsi Sumatera Selatan telah memenuhi kondisi economies of scale dimana pengembangan aktivitas ekonomi dalam skala yang lebih luas akan lebih menguntungkan. Namun setelah terjadi pemekaran wilayah justru membuat aktivitas ekonomi menjadi terpecah ke dalam skala yang relatif lebih kecil (diseconomies of scale), sehingga perkembangan ekonomi Sumatera Selatan menjadi terhambat karena skala penghematan yang tidak bisa terpenuhi atau terjadinya pemborosan. Gambar 5.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran (2002-2005) Penurunan laju p
80 60
kebut
40
uhan
20 0
sebelum pemekaran
pertani pertam industri an bangan 48.29
listrik
perdag pengan keuang angan gkutan an
masy jasa
araka
27.9053 62.3136 66.1799 43.8443 48.1422 37.1092 25.5217
sesudah pemekaran 17.3794 2.10857 15.9067 15.163 19.448 32.6654 18.9467 14.3592
t. Pada
periode sebelum pemekaran wilayah laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih sangat signifikan sebesar 66,18 persen karena tingginya konsumsi listrik dan air minum, hal tersebut tercermin dari meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap penerangan, gas kota dan air bersih. Namun pada periode setelah pemekaran terjadi penurunan laju pertumbuhan sektor ini menjadi 15,163. Hal ini disebabkan oleh pemekaran wilayah dan pembentukan daerah baru, sehingga pengelolaan sektor listrik, gas dan air bersih menjadi terpecah dan menyebabkan terjadinya diseconomies of scale dan inefektivitas
dalam usaha untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan listrik, gas dan air bersih bagi masyarakat Sumatera Selatan. Sektor jasa-jasa merupakan sektor dengan penurunan laju pertumbuhan yang tidak terlalu signifikan yaitu minus 11,1 persen. Bagian terbesar dari kontribusi sektor ini berasal dari aktivitas pelayanan jasa pemerintahan umum. Peningkatan pertumbuhan subsektor ini dikarenakan kenaikan konsumsi pemerintah terutama untuk perbaikan infrastruktur dan kenaikan belanja pegawai terkait dengan pemekaran wilayah dan pembentukan wilayah baru sehingga jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) bertambah dan kenaikan gaji PNS.
5.2.
Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran (2002-2005) Kinerja perekonomian Sumatera Selatan sangat tergantung oleh kinerja
perekonomian kabupaten dan kota di Sumatera Selatan. Masing-masing kabupaten dan kota yang terdapat di Sumatera Selatan tersebut memiliki karakteristik perekonomian yang berbeda-beda. Terdapat beberapa kabupaten/kota yang sangat dominan mendukung perekonomian Sumatera Selatan namun terdapat pula kabupaten/kota yang masih lemah. Untuk mengetahui kinerja masing-masing kabupaten/kota maka dapat dilihat
dari
laju
pertumbuhan
PDRB
sektor-sektor
ekonomi
pendukungnya.
Pertumbuhan PDRB sektoral dari setiap kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai berikut:
1.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) sebelum dan setelah pemekaran wilayah Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Ogan Komering Ulu
(OKU) periode setelah pemekaran wilayah mengalami penurunan kecuali sektor jasajasa yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan. Nilai laju pertumbuhan sektor jasa-jasa sebesar 12,6 persen setelah pemekaran wilayah (gambar 5.3).
60 40 20 0 -20
pertani pertam industr listrik
bangu perdag penga keuan
jasa
sebelum pemekaran
27.83
5.37
46.3
20.15
44.84
20.59
29.84
13.42
7.46
sesudah pemekaran
18.9
-4.35
9.49
9.85
11.51
18.42
21.45
9.67
12.6
Gambar 5.3. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Ogan Komering Ulu Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (20022005) Tingginya laju pertumbuhan sektor jasa dikarenakan peningkatan pada laju pertumbuhan subsektor jasa pelayanan swasta dengan persentase laju pertumbuhan 10,2 persen sebelum pemekaran wilayah dan menjadi 16 persen setelah pemekaran wilayah (Lampiran 3 dan 4). Sedangkan sektor pertambangan mengalami penurunan laju pertumbuhan yang sangat signifikan. Setelah pemekaran wilayah laju pertumbuhan sektor pertambangan menjadi minus 4,35 persen. Kabupaten OKU merupakan salah satu daerah di Sumatera Selatan yang memiliki potensi sumberdaya mineral dan energi yang cukup besar dan beranekaragam, tetapi pada periode 2002-2005 mengalami penurunan laju pertumbuhan. Penurunan yang sangat signifikan terjadi pada subsektor minyak dan gas bumi dengan laju minus 15,95 persen (Lampiran 4). Dengan terbentuknya wilayah baru pemerintah daerah lebih memusatkan perhatiannya pada
pembangunan infrastruktur sehingga sektor pertambangan dan penggalian kurang mendapat perhatian. Selain hal tersebut sektor pertambangan yang ada di Kabupaten OKU masih belum dimanfaatkan secara optimal.
2.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) sebelum dan setelah pemekaran wilayah Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI) periode setelah pemekaran wilayah mengalami penurunan kecuali sektor pertambangan dan penggalian serta sektor jasa-jasa yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan dengan nilai laju pertumbuhan berturut-turut sebesar 12,53 persen dan 13,05 persen (gambar 5.4).
60 50 40 30 20 10 0
pertan perta indust bangu perda penga keuan listrik ian mban ri nan ganga ngkut gan
jasa
sebelum pemekaran
31.01
12.29
36.14 49.41
43.97
31.26
35.55
18.29
7.33
sesudah pemekaran
17.37
12.53
17.17 12.93
15.57
16.06
15.15
8.36
13.05
Ga mbar 5.4. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Ogan Komering Ilir Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Tingginya pertumbuhan sektor jasa-jasa Kabupaten OKI dikarenakan tingginya laju pertumbuhan pada subsektor jasa pemerintahan umum dengan laju 13,32 persen setelah pemekaran wilayah (Lampiran 4). Hal ini seiring dengan terjadinya peningkatan konsumsi pemerintah untuk pembangunan infrastrukur. Sektor pertambangan juga mengalami peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang tidak terlalu signifikan dengan
laju 12,53 setelah pemekaran. Hal ini dikarenakan adanya upaya intensif yang dilakukan oleh instansi yang berwenang. Sedangkan sektor listrik, gas dan air bersih mengalami penurunan yang sangat signifikan. Laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih sebelum pemekaran 49,41 persen dan 12,93 persen setelah pemekaran wilayah. Sebelum terjadi pemekaran wilayah sektor listrik, gas dan air bersih berpotensi untuk memenuhi aspek economies of scale. Namun setelah terjadi pemekaran wilayah, pengelolaan sektor listrik, gas dan air bersih terpecah ke dalam skala yang relatif lebih kecil sehingga tercipta inefisiensi karena tidak terpenuhinya skala penghematan. 3.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Muara Enim sebelum dan setelah pemekaran wilayah Laju pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,
persewaan dan jasa-jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa mengalami peningkatan laju pertumbuhan setelah pemekaran wilayah. Nilai laju pertumbuhan sektor-sektor tersebut sebelum pemekaran berturut-turut 24,5 persen, 17 persen dan 12,4 persen dan setelah pemekaran menjadi 26,8 persen, 18,8 persen dan 13,7 persen (gambar 5.5) 150
100
50
0
pertani pertam industr an banga i
listrik
bangu perdag penga keuan nan angan ngkuta gan
jasa
sebelum pemekaran
31.04
31.61
43.74
118.29
35.23
33.24
24.49
17.09
12.43
sesudah pemekaran
23.34
7.68
20.52
3
23.7
21.92
26.78
18.77
13.67
Gambar 5.5. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Muara Enim Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Peningkatan laju pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi di Muara Enim disebabkan oleh infrastrukturnya yang semakin membaik seperti jalan raya.
Muara Enim mudah dijangkau karena termasuk dalam jalur lintas tengah Sumatera. Selain itu, sektor komunikasi juga mengalami peningkatan laju pertumbuhan karena jumlah pelanggan telepon baik seluler maupun fixed line terus meningkat. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga mengalami peningkatan laju pertumbuhan yang disebabkan oleh semakin membaiknya kondisi perekonomian yang ditunjukkan oleh peningkatan laju subsektor bank dengan laju 43,07 persen setelah pemekaran wilayah. Turunnya tingkat inflasi dan suku bunga mengakibatkan subsektor ini mengalami laju pertumbuhan yang baik. Sektor jasa-jasa juga mengalami peningkatan laju pertumbuhan, hal tersebut dikarenakan peningkatan pelayanan pemerintah seperti pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Sektor listrik, gas dan air
bersih mengalami penurunan laju pertumbuhan yang sangat signifikan sebesar minus 115,29 persen (lampiran 3 dan 4). 4.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Musi Rawas sebelum dan setelah pemekaran wilayah Secara geografis, letak Kabupaten Musi Rawas sangat strategis karena dilalui
jalur lintas tengah Sumatera, jalur darat yang menghubungkan Bakauheni dan Banda Aceh sehingga Kabupaten Musi Rawas tidak terpencil dan cepat tersentuh perkembangan. Terjadinya pemekaran wilayah menyebabkan peningkatan pada laju pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa dengan nilai laju pertumbuhan berturut-turut 8,78 persen, 29,07 persen, 15,66 persen, 16,71 persen setelah pemekaran wilayah (gambar 5.6)
40 30 20 10 0 -10 -20 -30
pertan perta indust bangu perda penga keuan listrik ian mban ri nan ganga ngkut gan
sebelum pemekaran 22.37 -24.05 28.73 24.34 27.44 28.87 15.47 sesudah pemekaran
19.93
8.78
-2.46
jasa 10.52
16.08 20.12 16.82 16.52 29.07 15.66 16.71
Gambar 5.6. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Musi Rawas Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Pada periode sebelum pemekaran wilayah sektor pertambangan megalami laju pertumbuhan yang negatif, hal ini dikarenakan saat sebelum terjadi pemekaran wilayah terjadi fenomena diseconomies of scale pada sektor pertambangan dan penggalian. Sehingga dengan terjadinya pemekaran wilayah maka efisiensi pengelolaan wilayah semakin meningkat. Sektor pengangkutan mengalami peningkatan setelah pemekaran wilayah dikarenakan perbaikan infrastruktur seperti jalan raya. Dengan semakin bagusnya kondisi infrastruktur terutama jalan raya akan mendukung pertumbuhan sektor jasa-jasa terutama pada subsektor pariwisata. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
juga mengalami peningkatan laju pertumbuhan. Hal tersebut
disebabkan oleh peningkatan yang sangat signifikan pada subsektor sewa bangunan dengan nilai laju pertumbuhan minus 6,14 persen sebelum pemekaran dan menjadi 15,71 persen setelah pemekaran wilayah. Sektor jasa-jasa juga mengalami peningkatan laju pertumbuhan, terutama peningkatan pada subsektor jasa pemerintahan umum dengan laju pertumbuhan 6,36 persen sebelum pemekaran menjadi 19,47 persen setelah pemekaran wilayah (lampiran 3 dan 4).
5.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Lahat sebelum dan setelah pemekaran wilayah Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Lahat pada periode
setelah pemekaran wilayah mengalami penurunan kecuali sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan dengan nilai laju pertumbuhan berturut-turut sebesar 11,95 persen dan 13,45 persen (gambar 5.7). 60 50 40 30 20 10 0
pertani pertam industr an banga i
listrik
bangu perdag penga keuan nan angan ngkuta gan
jasa
sebelum pemekaran
24.81
34.19
34.63
28.22
47.98
24.2
23.97
11.95
7.89
sesudah pemekaran
14.59
13.37
13.48
18.45
17.28
14.12
20.78
13.69
13.49
Gambar 5.7. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Lahat Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Meningkatnya laju pertumbuhan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dikarenakan tingginya laju pertumbuhan subsektor bank dengan laju 15,27 persen setelah pemekaran wilayah, hal ini dikarenakan semakin baiknya kondisi perekonomian yaitu rendahnya laju inflasi dan terjadinya penurunan suku bunga bank menyebabkan tingginya laju pertumbuhan sektor keuangan terutama bank. Sektor jasajasa mengalami peningkatan laju pertumbuhan dikarenakan tingginya laju pertumbuhan subsektor jasa pelayanan swasta dengan nilai laju 16,39 persen (lampiran 4).
6.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) sebelum dan setelah pemekaran wilayah Kabupaten Musi Banyuasin merupakan lumbung energi bagi Provinsi Sumatera
Selatan. Musi Banyuasin merupakan lumbung padi bagi Pulau Sumatera. Setelah pemekaran wilayah laju pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian dan sektor jasa-jasa mengalami peningkatan laju pertumbuhan dengan nilai laju pertumbuhan setelah pemekaran berturut-turut 4,16 persen dan 23,13 persen (gambar 5.8). 60 40 20 0 -20 -40
pertani pertam industr listrik an banga i
bangu perdag penga keuan nan angan ngkuta gan
jasa
sebelum pemekaran
35.14
-19.04
14.58
42.95
36.57
20.8
40.82
15.76
11.14
sesudah pemekaran
18.98
4.16
13.69
34.87
32.22
19.46
30.9
15.1
23.13
Gambar 5.8. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Musi Banyuasin Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (20022005) Sektor pertambangan mengalami peningkatan laju pertumbuhan yang sangat signifikan setelah pemekaran wilayah dikarenakan peningkatan laju pertumbuhan pada subsektor migas dengan nilai laju pertumbuhan minus 24,75 persen sebelum pemekaran menjadi 4,16 persen setelah pemekaran wilayah, hal ini dikarenakan sebelum terjadi pemekaran wilayah sektor pertambangan dan penggalian belum dimanfaatkan secara optimal,
sehingga
dengan
adanya
pemekaran
wilayah
menyebabkan
sektor
pertambangan dan penggalian mengalami peningkatan laju pertumbuhan karena manajemen wilayah yang berskala lebih sempit akan lebih meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan sektor pertambangan dan penggalian. Sektor jasa-jasa mengalami peningkatan laju pertumbuhan karena terjadinya peningkatan laju pertumbuhan
subsektor jasa pemerintahan umum dengan nilai laju pertumbuhan 7,8 persen sebelum pemekaran wilayah menjadi 22,10 persen setelah pemekaran wilayah (lampiran 3 dan 4). 7.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kota Palembang sebelum dan setelah pemekaran wilayah Kota Palembang tidak megalami pemekaran wilayah, namun terjadinya
pemekaran wilayah kabupaten dan kota lainnya berdampak terhadap pertumbuhan laju perekonomian Kota Palembang. Pada gambar 5.9 laju pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi , sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa mengalami peningkatan dengan nilai laju pertumbuhan berturut-turut 37,85 persen, 25,52 persen, 18,39 persen setelah pemekaran wilayah.
50 40 30 20 10 0
pertani perta industr bangu perda penga keuan listrik an mbang i nan ganga ngkuta gan
jasa
sebelum pemekaran
13.28
0
38.19
31.34
39.81
31.82
32.92
18.88
8.44
sesudah pemekaran
2.57
0
11.46
16.89
27.29
27.28
37.85
25.52
18.39
Gambar 5.9. Laju Pertumbuhan Sektoral Kota Palembang Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Peningkatan laju pertumbuhan sektor-sektor tersebut terjadi karena Palembang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan. Peningkatan laju sektor pengangkutan dan komunikasi dikarenakan posisi geografis Kota Palembang dan semakin
berkembangnya telepon seluler sehingga subsektor komunikasi semakin meningkat. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan meningkat karena di Kota Palembang terdapat banyak bank dan bangunan persewaan serta perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Laju pertumbuhan sektor jasa di Kota Palembang mengalami peningkatan karena Kota Palembang merupakan Pusat Kota dan Pusat Pemerintahan, sehingga sektor ini dapat tumbuh dengan cepat.
8.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Bangka sebelum dan setelah pemekaran wilayah Pemekaran wilayah memberikan dampak yang baik terhadap laju pertumbuhan
ekonomi sektoral Kabupaten Bangka. Setelah terjadi pemekaran wilayah beberapa sektor mengalami peningkatan laju pertumbuhan di antaranya: sektor pertanian (16,49 persen), sektor bangunan (22,18 persen), sektor perdagangan, hotel dan restoran (20,94 persen), sektor pengangkutan dan komunikasi (39,09 persen), sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan (13,74) serta sektor jasa-jasa (16,72) (gambar 5.10). 50 40 30 20 10 0
pertan perta industr listrik ian mban i
bangu perda penga keuan nan ganga ngkuta gan
jasa
sebelum pemekaran
12.11
26.97
37.7
37.45
10.94
18.84
19.51
10.26
6.3
sesudah pemekaran
16.49
15.6
19.53
26.78
22.18
20.94
39.09
13.74
16.72
Gambar 5.10. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Bangka Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Peningkatan pada sektor pertanian dikarenakan peningkatan yang sangat signifikan pada subsektor kehutanan dengan nilai laju pertumbuhan minus 4,76 persen menjadi 9,16 persen setelah pemekaran wilayah. Sektor pengangkutan dan komunikasi
mengalami peningkatan terutama pada subsektor pengangkutan dengan nilai laju pertumbuhan 18 persen menjadi 40 persen setelah terjadi pemekaran wilayah. Hal ini dikarenakan semakin membaiknya kondisi infrastruktur terutama jalan raya. Peningkatan pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dikarenakan terjadinya peningkatan pada subsektor sewa bangunan dengan nilai laju pertumbuhan 9,13 persen menjadi 13,92 persen setelah pemekaran wilayah. Sektor jasa-jasa mengalami peningkatan terutama pada subsektor jasa pemerintahan umum dengan nilai laju pertumbuhan 8,56 persen menjadi 14,12 persen setelah pemekaran wilayah (lampiran 3 dan 4). Peningkatan laju pertumbuhan pada sektor-sektor tersebut merupakan dampak dari pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah yang terjadi di Bangka memberikan dampak yang positif pada laju pertumbuhan ekonominya. Hal ini dikarenakan peningkatan pelayanan pemerintahan baru, dengan dibentuknya pemerintahan yang baru akan memudahkan akses atau pelayanan terhadap masyarakat. Selain itu dengan terbentuknya birokrasi yang baru dan kondisi infrastruktur yang semakin membaik akan menarik para investor untuk berinvestasi di Kabupaten Bangka sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi meningkat. 9.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten Belitung sebelum dan setelah pemekaran wilayah Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Belitung pada
periode setelah pemekaran wilayah mengalami penurunan kecuali sektor pertanian dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan dengan nilai laju pertumbuhan berturut-turut sebesar 17,88 persen dan 17,43 persen (gambar 5.11).
50 40 30 20 10 0
pertani pertam industr an banga i
listrik
bangu perdag penga keuan nan angan ngkuta gan
jasa
sebelum pemekaran
12.01
35.54
40.5
23.37
27
34.7
22.83
16.04
7.55
sesudah pemekaran
17.88
17.67
14.7
11.48
23.74
13.21
15.48
7.18
17.43
Gambar 5.11. Laju Pertumbuhan Sektoral Kabupaten Belitung Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Peningkatan laju pertumbuhan sektor pertanian dikarenakan tingginya laju pertumbuhan subsektor tanaman perkebunan dengan nilai laju pertumbuhan 20,81 persen setelah pemekaran wilayah. Sedangkan peningkatan laju pertumbuhan sektor jasa-jasa dikarenakan peningkatan pada laju subsektor jasa pemerintahan umum dengan nilai laju pertumbuhan 20,47 persen setelah pemekaran wilayah (lampiran 3 dan 4). 10.
Perbandingan laju pertumbuhan ekonomi sektoral Kota Pangkal Pinang sebelum dan setelah pemekaran wilayah Kota Pangkal pinang merupakan pusat kota bagi Kepulauan Bangka Belitung.
Laju pertumbuhan sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor jasa-jasa mengalami peningkatan pada periode setelah pemekaran wilayah dengan nilai laju pertumbuhan berturut-turut 37,29 persen dan 13,67 persen (gambar 5.12).
40 30 20 10 0
pertani pertam industr an banga i
listrik
bangu perdag penga keuan nan angan ngkuta gan
jasa
sebelum pemekaran
27.71
0
34.27
27.59
36.8
27.05
22.77
29.53
9.53
sesudah pemekaran
5.86
0
20.96
37.29
28.94
19.47
12.71
17.57
13.67
Gambar 5.12. Laju Pertumbuhan Sektoral Kota Pangkal pinang Sebelum Pemekaran Wilayah (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Peningkatan laju pertumbuhan sektor listrik dikarenakan peningkatan yang sangat signifikan pada subsektor air bersih dengan nilai minus 24,85 persen menjadi 8,93 persen setelah pemekaran wilayah. Sebelum terjadi pemekaran wilayah sektor listrik, gas dan air bersih di Kota Pangkal Pinang belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga dengan terjadinya pemekaran wilayah maka sektor ini di kelola dalam skala (luas wilayah) yang lebih sempit sehingga akan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan sektor listrik, gas dan air bersih. Sedangkan peningkatan pada sektor jasa dikarenakan peningkatan pada subsektor jasa pelayanan umum dengan nilai laju pertumbuhan 4 persen menjadi 13,50 persen setelah pemekaran wilayah (lampiran 3 dan 4).
5.3. Pertumbuhan Wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) 5.3.1.
Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Analisis komponen pertumbuhan wilayah digunakan untuk mengidentifikasi
perubahan produksi suatu wilayah pada tahun awal analisis dan tahun akhir analisis.
Komponen pertumbuhan wilayah terdiri dari Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Apabila PP>0 maka total sektoral daerah tersebut tumbuh dengan cepat dan apabila PP<0 maka total sektoral daerah tersebut tidak dapat tumbuh dengan cepat. Apabila Komponen PPW>0 maka wilayah tersebut mampu bersaing dengan wilayah lainnya dan apabila PPW<0 maka wilayah tersebut tidak mampu bersaing dengan wilayah lainnya. Pada tabel 5.1. dapat dilihat nilai komponen PP semua kabupaten/kota Provinsi Sumatera Selatan periode sebelum dan setelah pemekaran wilayah. Pada periode setelah pemekaran wilayah terdapat beberapa kabupaten dan kota yang mengalami peningkatan dan penurunan nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional. Kabupaten/kota yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan proporsional adalah Kabupaten Ogan Komering ulu (OKU), Ogan Komering Ilir (OKI), Lahat serta Kota Palembang dan Kota Pangkal Pinang. Sedangkan kabupaten yang mengalami laju pertumbuhan proporsional negatif adalah Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas (MURA), Musi Banyuasin(MUBA), Bangka dan Belitung . Tabel 5.2.
Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten/Kota Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran (2002-2005)
Kabupaten/Kota Oku Oki Muara Enim Mura Lahat Muba Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang Sumber: BPS, 2005 (diolah)
Komponen Pertumbuhan Proporsional Sebelum pemekaran setelah pemekaran 4201.15 17309.71 19832.76 33456.13 -135715.99 -112576.80 -28431.54 -6385.57 9110.69 18908.09 57987.27 -59397.10 92535.03 121476.78 18058.96 -12251.12 6179.43 4644.84 -1853.32 7724.90
Nilai positif Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten OKU, OKI, Lahat serta Kota Palembang dan Pangkal pinang dikarenakan oleh nilai positif dari Komponen PP sektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (lampiran 6). Terjadinya pemekaran wilayah mengakibatkan rentang kendali (span of control) semakin membaik. Semakin kecil rentang kendali suatu pemerintahan wilayah maka akan semakin efektif dalam mengelola sektor-sektor ekonomi suatu wilayah. Kota Palembang merupakan daerah dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi paling cepat diantara daerah lain di Sumatera Selatan . Peningkatan pertumbuhan pada sektor-sektor tersebut dikarenakan Kota Palembang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan, sehingga sebagian besar pertumbuhan sektor-sektor masih terkonsentrasi di Kota Palembang. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor-sektor ini bisa dikembangkan di Kota Palembang. Kabupaten yang memiliki nilai komponen Pertumbuhan Proporsional negatif adalah Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas, Musi Banyuasin dan Bangka dikarenakan lambatnya pertumbuhan pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri dan pengolahan, sektor listrik,gas dan air bersih serta sektor jasa-jasa yang memiliki nilai Komponen PP negatif (lampiran 6).
5.3.2. Komponen Pertumbuahan Pangsa Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (2002-2005) Komponen PPW timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu
wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Tabel 5.3. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kabupaten/Kota Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran (2002-2005) Kabupaten/Kota Ogan Komering Ulu Ogan Komering Ilir Muara Enim Musi Rawas Lahat Musi Banyuasin Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sebelum Pemekaran Setelah Pemakaran -209486.51 -51153.43 -144021.87 -37515.60 -77436.72 78720.48 -278229.51 10273.53 -136230.23 -30405.42 -693822.99 28574.47 -460654.28 56049.70 -233866.36 45472.93 -68378.48 -5853.29 -26858.33 -5846.61
Sumber: BPS, 2005 (diolah)
Tabel 5.2 menunjukkan nilai Komponen PPW kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan. Semua kabupaten dan kota di Sumatera Selatan pada periode sebelum pemekaran mengalami pertumbuhan yang negatif atau tidak mampu bersaing dengan wilayah lainnya. Namun pada periode setelah pemekaran terdapat beberapa kabupaten/kota yang mampu bersaing dengan wilayah lain di antaranya Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Kota Palembang, dan Kabupaten Bangka. Hal ini dikarenakan pada periode setelah pemekaran wilayah kebijakan regional wilayah kabupaten/kota tersebut mengalami perbaikan sehingga menciptakan akses pasar yang semakin baik dan peningkatan pada prasarana sosial. Kabupaten/kota yang tidak dapat bersaing dengan wilayah lain adalah Kabupaten OKU, OKI, Lahat, Belitung dan Kota Pangkal Pinang.
5.3.3. Profil Pertumbuhan Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran Wilayah (20022005) Analisis Profil pertumbuhan PDRB digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan ekonomi setiap sektor di kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Selatan pada kurun waktu 1993-1996 dan 2002-2005 dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Data-data yang dianalisis diinterpretasikan dengan cara memplotkan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional ke dalam sumbu horizontal dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah ke dalam sumbu vertikal. Penjumlahan komponen pertumbuhan proporsional dengan komponen pertumbuhan pangsa wilayah menghasilkan pergeseran bersih (PB) setiap kabupaten dan kota yang dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang progresif (maju) atau tidaknya pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota tersebut. Pada tabel 5.3 dapat dilihat bahwa pada periode sebelum pemekaran wilayah (1993-1996) semua kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Selatan tidak tumbuh maju yaitu dengan nilai pergeseran bersih yang negatif. Namun pada periode setelah pemekaran wilayah (2002-2005) semua kabupaten dan kota mengalami peningkatan pertumbuhan wilayah. Tetapi hanya beberapa kabupaten dan kota yang tumbuh dengan maju yaitu Kabupaten Musi Rawas dan Bangka serta Kota Palembang dan Pangkal Pinang. Pemekaran wilayah membuat suatu wilayah terbagi menjadi wilayah yang lebih kecil sehingga menyebabkan span of control menjadi semakin membaik. Tabel 5.4. Nilai Pergeseran Bersih Kabupaten/Kota Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996) dan Setelah Pemekaran (2002-2005)
Kabupaten/Kota Ogan Komering Ulu Ogan Komering Ilir Muara Enim Musi Rawas Lahat Musi Banyuasin Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang
Nilai Pergeseran Bersih Sebelum Pemekaran -205285.36 -124189.10 -213152.71 -306661.05 -127119.54 -635835.72 -368119.26 -215807.41 -62199.05 -28711.65
Setelah Pemakaran -33843.72 -4059.46 -33856.32 3887.96 -11497.33 -30822.63 177526.48 33221.81 -1208.45 1878.29
Sumber: BPS, 2005 (diolah)
Dapat dilihat pada gambar 5.12 dan 5.13 pergeseran bersih kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Selatan. pada saat sebelum terjadi pemekaran wilayah semua kabupaten dan kota berada pada kuadran II dan III. Kabupaten OKU, OKI, Lahat, MUBA, Bangka, Belitung dan Palembang berada di kuadran II dan berada di bawah garis diagonal, ini mengindikasikan bahwa kabupaten/kota tersebut tidak tumbuh secara progresif. Sedangkan Kabupaten Muara Enim, MURA, dan kota Pangkal Pinang berada pada kuadran III dan di bawah garis diagonal yang mengindikasikan bahwa kabupaten/kota tersebut tidak tumbuh dengan progresif.
Pada gambar 5.13 terjadi peningkatan pergeseran bersih pada beberapa kabupaten/kota di Sumatera Selatan. Kota Palembang terletak di kuadran I yang mengindikasikan bahwa Kota Palembang tumbuh dengan progresif (maju). Kabupaten OKU, PPij -10.00
-8.00 -6.00 Muara Enim
-4.00
-2.00
0.00 0.00 -5.00
2.00
4.00
6.00
OKI, Belit
-10.00
ung,
-15.00 Pangkal Pinang
-20.00
Oku Lahat
-25.00
Oki
Palembang
Bangka
-35.00 -40.00 PPWij
masih berad
-30.00 Mura
Lahat
Belitung
Muba
a
di
kuadr an II
dan berada di bawah garis diagonal sehingga kabupaten tersebut tidak dapat tumbuh dengan maju. Kabupaten Muara Enim, Bangka dan Muba berada pada kuadran IV, dimana kabupaten Muara Enim dan Bangka berada di atas garis diagonal yang mengindikasikan bahwa kabupaten tersebut mampu bersaing dengan wilayah lainnya tetapi pertumbuhan sektor ekonominya lambat. Gambar 5.13. Profil Pertumbuhan Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Selatan Periode Sebelum Pemekaran (1993-1996)
5.000 Muara Enim
4.000 Bangka
3.000 2.000
Muba PPij -8.00
Palembang 1.000 Mura 0.000
-6.00
-4.00
-2.00
0.00 -1.000
2.00 Belitung
-2.000 -3.000
4.00
Oki Oku
Pangkal Pinang
Lahat -4.000 PPWij
a Provinsi Sumatera Selatan Periode Setelah Pemekaran (2002-2005)
Ga mb ar 5.1 4. Pro fil Pert um buh an Kab upa ten dan Kot
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada dua periode yaitu
sebelum dan setelah pemekaran wilayah di peroleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Dampak pemekaran wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi Sumatera Selatan adalah inconclusive (tidak meyakinkan). Di satu pihak pemekaran wilayah berdampak negatif terhadap pertumbuhan PDRB total Provinsi Sumatera Selatan. Namun di pihak lain pemekaran wilayah berdampak positif pada pertumbuhan wilayah semua kabupaten dan kota Provinsi Sumatera Selatan, walaupun beberapa kabupaten tidak dapat tumbuh progresif (tidak maju).
2.
Kabupaten dan kota yang tumbuh progresif setelah pemekaran wilayah adalah Kabupaten Musi Rawas dan Bangka serta Kota Palembang dan Pangkal pinang. Sedangkan kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Lahat, Musi Banyuasin dan Belitung tidak tumbuh progresif (tidak maju).
6.2.
Saran Penelitian ini tidak dapat secara tegas menyimpulkan dampak pemekaran
wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah. Oleh karena itu dibutuhkan perluasan dan pendalaman studi lebih lanjut. Disarankan bahwa dalam studi lebih lanjut perlu ditelaah secara lebih rinci sumber-sumber pertumbuhan wilayah dalam kaitannya dengan pemekaran wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Agusniar, A. 2006. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian Wilayah dan Kesejahteraan Masyarakat Aceh Singkil [tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 1997. PDRB Provinsi Sumatera Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993-1997. BPS, Jakarta. . 1999. Kondisi Perekonomian Sumatera Selatan Tahun 1999. BPS, Jakarta . 2005. PDRB Provinsi Sumatera Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993-2005. BPS, Jakarta. . 2005. PDRB Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan Menurut Lapangan Usaha Tahun 1993-2005. BPS, Jakarta. . 2000. Sumatera Selatan dalam Angka 2000. BPS, Jakarta. . 2005. Kondisi Perekonomian Sumatera Selatan Tahun 2005. BPS, Jakarta. . 2005. Sumatera Selatan dalam Angka 2005. BPS, Jakarta. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis : Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Investopedia. What Are Economies http://www.investopedia.com.
of
Scale?
[Investopedia
Online].
Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Ed ke-1, Cet ke-10 Terjemahan dari Judul Asli “The Economics of Development and Planning”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lipsey, R.G. 1995. Pengantar Mikroekonomi, Ed ke-10, Cet ke-1. Terjemahan dari Judul Asli ”Economics 10th ed”, Binarupa Aksara, Jakarta. Lumbessy, K. 2005. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan Perekonomian Wilayah dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Buru [tesis]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Mahardani, A. 2006. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Periode Sebelum dan Setelah Pemekaran Wilayah [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Media Indonesia. Menimbang Perlunya Pemekaran Wilayah [Media Indonesia Online]. http://www.media_indonesia.com Nazara, C. 2006. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi Banten [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pasaribu, S. et al. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. FEM IPB. Bogor. Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan [Sumsel Online]. http://www.bappedasumsel.go.id/rkpd.pdf Robbins, S.P dan Coulter, M. 2004. Manajemen, Ed ke-7, Terjemahan dari Judul Asli “ Management”, PT Intan Sejati Klaten. Jakarta. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional, Ed ke-5, Cet ke-1, Terjemahan dari Judul Asli “International Economies”. PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta. Saragih, J.P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Ghalia Indonesia, Jakarta.. Todaro, M. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Haris Munandar [Penerjemah]. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Lampiran 1. PDRB Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Pada Tahun 1993 dan Tahun 1996 Atas Dasar Harga konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah)
Kab/Kota
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
1993
1996
1993
Oku
312109
398958
110484
Oki
300601
393805
Muara Enim
230530
302079
Mura
186689
228453
264992
Lahat
278767
347922
22937
30779
Muba
333548
450743
409440
331492
16798
19028
0
0
Bangka
210174
235629
191021
Belitung Pangkal Pinang
58675
65722
29835
15094
19277
0
Palembang
1996
1993
Listrik,Gas & Air Bersih
Bangunan
Perdagangan,Hotel & Restoran
1996
1993
1996
1993
1996
1993
1996
2099
104724
151679
185927
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan
1993
1996
1993
224209
17877
23212
55224
1996
Jasa-Jasa 1993
1996
62637
107783
115823
116416
114930
168137
1747
19079
21423
78732
107187
1099
1642
104759
150825
162508
213302
12778
17320
42734
50552
81521
87498
898320
1182299
71260
102426
9817
21430
80887
109383
104564
139320
36140
44991
45186
52907
69087
77673
201251
64135
82564
1483
1844
72412
92280
83312
107365
25009
28879
31787
31005
57694
63764
55605
74861
1180
1513
53208
78737
99636
123746
24435
30293
41026
45928
61402
66246
687967
788294
617
882
107970
147452
340730
411616
8741
12309
39742
46007
66247
73625
792170
1094672
39986
52516
130870
182965
503033
663102
356275
473564
265847
316052
304042
329707
242530
224622
309298
5103
7014
88539
98226
99371
118090
23514
28101
35763
39431
47339
50322
40439
70960
99700
4569
5637
29291
37201
53568
72154
16787
20620
20617
23923
38632
41550
0
15800
21215
917
1170
16138
22076
22306
28339
12836
15759
23139
29971
34109
37360
Sumber : BPS, 1993 dan 1996
Lampiran 2. PDRB Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Pada Tahun 2002 dan Tahun 2005 Atas Dasar Harga konstan Tahun 1993 (Juta Rupiah)
Kab/Kota
Pertanian 2002
2005
Oku
693553
Oki
589436
Muara Enim
368388
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik,Gas & Air Bersih
2002
2005
2002
2005
2002
824664
147993
141550
205602
225106
4278
691848
46823
52690
186860
218948
2911
454371
1003083
1080149
79909
96304
23090
2005
Bangunan
Perdagangan,Hotel & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan
2002
2005
2002
2005
2002
2005
2002
4700
143383
159885
348568
412770
40545
49240
97477
3287
173416
200410
391697
454600
32745
37707
84018
23784
101413
125452
184217
224596
55638
70539
51016
2005
Jasa-Jasa 1993
1996
106900
183670
206813
91039
124472
140712
60594
90932
103360
Mura
304330
364993
195410
212557
75588
87744
2437
2927
81893
95671
129475
150860
39246
50655
36378
42075
73778
86107
Lahat
382775
438630
29531
33479
77233
87646
2067
2448
96364
113018
132370
151057
35802
43242
48669
55330
72,891
82722
Muba
638993
760249
678054
706273
452513
514450
1438
1939
112288
148468
496625
593291
16394
21459
43690
50287
81963
100924
33970
34844
0
0
1672126
1863689
78991
92332
148353
188844
955267
1215899
488255
673074
228774
287156
358658
424617
Bangka
385900
449537
253899
293518
329852
394260
11114
14090
93519
114261
164958
199499
33621
46765
49827
56673
57373
66964
Belitung Pangkal Pinang
96809
114116
45023
52980
95374
109397
8388
9351
34133
42237
92563
104792
25305
29222
25659
27503
46890
55063
27874
29506
0
0
27013
32675
2161
2967
20165
26002
48485
57923
23545
26538
33441
39317
38559
43829
Palembang
Sumber : BPS, 2002 dan 2005
Lampiran 3. Laju Pertumbuhan PDRB (ri) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 1993-1996 LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas 1. Pengilangan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Migas 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan 5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 6. Semen & Brg. Galian bukan logam 7. Logam Dasar Besi & Baja 8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9. Barang lainnya 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Gas c. Air Bersih 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran
OKU 27.83 29.59 31.05 26.36 23.84 8.38 5.37 -2.43 0.00 21.25 46.30 0.00 0.00 0.00 46.30 65.17 0.00 8.26 8.89 60.51 51.93 0.00 16.96 0.00 20.15 20.24 0.00 19.86 44.84 20.59 19.49
OKI 31.01 8.30 83.95 20.17 9.00 44.02 12.29 0.00 0.00 12.29 36.14 0.00 0.00 0.00 36.14 60.93 0.00 0.54 9.09 57.79 51.82 0.00 23.89 0.00 49.41 53.45 0.00 25.00 43.97 31.26 31.65
Muara Enim 31.04 29.85 37.45 22.80 9.37 39.69 31.61 36.12 24.15 31.60 43.74 0.00 0.00 0.00 43.74 66.80 0.00 8.27 9.64 60.97 51.85 0.00 25.43 0.00 118.29 118.78 0.00 95.59 35.23 33.24 33.11
Mura 22.37 11.58 36.92 23.37 5.67 1.79 -24.05 -28.06 0.00 22.57 28.73 0.00 0.00 0.00 28.73 40.18 22.55 9.42 4.51 0.00 37.12 0.00 21.39 0.00 24.34 21.31 0.00 33.42 27.44 28.87 29.92
Lahat 24.81 46.61 18.85 12.79 16.41 24.99 34.19 0.00 0.00 34.19 34.63 0.00 0.00 0.00 34.63 57.79 0.00 8.26 9.88 60.80 51.83 0.00 17.73 0.00 28.22 27.53 0.00 30.86 47.98 24.20 24.09
Muba 35.14 13.55 113.43 27.51 11.78 36.69 -19.04 -24.75 0.00 49.31 14.58 4.90 4.90 0.00 27.72 71.92 0.00 -4.51 8.76 60.96 51.85 43.43 17.64 0.00 42.95 39.56 0.00 52.47 36.57 20.80 20.71
Palembang 13.28 -8.73 0.00 30.16 0.00 26.40 0.00 0.00 0.00 0.00 38.19 4.90 4.90 0.00 55.45 73.34 19.64 3.19 9.09 63.18 46.89 0.00 17.72 21.10 31.34 35.98 0.00 15.16 39.81 31.82 33.17
Bangka 16.75 11.64 19.08 20.69 -7.07 26.33 42.57 0.00 45.41 28.25 51.63 0.00 0.00 0.00 51.63 50.50 0.00 -0.74 10.00 60.94 51.84 59.68 17.68 0.00 78.65 80.72 0.00 15.21 21.07 26.91 26.11
Belitung 12.01 -5.94 -13.79 21.42 -13.33 31.21 35.54 0.00 0.00 35.54 40.50 0.00 0.00 0.00 40.50 61.30 0.00 2.22 12.00 0.00 44.21 0.00 17.72 0.00 23.37 24.26 0.00 -11.40 27.00 34.70 34.49
Pkl Pinang 27.71 15.01 46.51 15.76 0.00 30.06 0.00 0.00 0.00 0.00 34.27 0.00 0.00 0.00 34.27 66.79 0.00 8.27 10.00 62.07 51.77 0.00 17.81 0.00 27.59 57.63 0.00 -24.85 36.80 27.05 26.19
b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi 2. Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. a. Bank b. Lembaga Keuangan tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 2. Jasa Pemerintah lainnya b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan & Rumahtangga Laju Total PDRB
Sumber : BPS, 1996 (diolah)
30.95 38.94 29.84 18.85 13.31 36.83 0.00 -31.15 0.00 9.38 126.31 126.86 100.00 13.42 26.23 13.84 0.00 11.85 43.81 7.46 6.30 6.30 0.00 10.19 10.61 20.65 9.85 24.97
14.39 27.92 35.55 32.17 0.00 33.85 0.00 5.36 0.00 23.85 93.20 80.31 0.00 18.29 55.82 21.76 0.00 15.00 14.39 7.33 6.84 6.84 0.00 10.11 11.33 21.74 8.45 29.83
23.37 34.85 24.49 22.36 15.14 27.29 0.00 -17.65 0.00 0.00 53.90 53.13 97.62 17.09 17.43 21.13 0.00 14.64 55.00 12.43 10.25 10.25 0.00 21.65 13.65 22.40 28.01 31.49
24.36 15.36 15.47 16.15 11.34 16.78 0.00 -3.51 0.00 53.21 11.14 11.05 18.18 -2.46 36.80 24.25 0.00 -6.14 3.73 10.52 6.36 6.36 0.00 20.33 27.11 35.71 14.07 6.34
17.55 25.44 23.97 25.83 13.99 25.73 0.00 0.00 0.00 46.37 17.62 17.67 8.82 11.95 22.18 21.33 0.00 10.39 32.63 7.89 6.25 6.25 0.00 14.25 10.30 116.28 16.94 25.36
17.20 29.37 40.82 39.69 0.00 47.66 0.00 17.12 0.00 27.64 60.21 59.65 68.97 15.76 12.05 28.23 0.00 14.37 46.20 11.14 7.80 7.80 0.00 27.87 49.83 16.84 6.95 13.40
30.53 18.89 32.92 29.47 16.12 34.72 28.88 -6.16 49.61 23.94 63.35 63.24 82.09 18.88 22.07 21.47 -5.56 16.46 39.30 8.44 4.58 4.58 0.00 17.61 26.47 6.85 10.21 29.99
23.73 33.27 27.55 25.19 0.00 22.21 21.33 0.00 29.29 25.50 58.55 58.15 69.96 13.77 39.02 21.42 0.00 11.31 37.10 8.66 7.04 7.04 0.00 12.44 7.02 25.00 15.14 31.69
29.94 37.96 22.83 20.09 0.00 19.58 24.14 0.00 8.25 44.08 53.71 53.83 49.86 16.04 42.11 19.61 0.00 12.71 30.48 7.55 1.60 1.60 0.00 16.07 18.39 24.75 15.03 26.02
17.87 33.47 22.77 20.57 0.00 21.11 6.95 0.00 0.00 29.66 33.70 33.82 26.47 29.53 78.04 29.91 0.00 15.87 49.19 9.53 4.01 4.01 0.00 13.46 22.48 57.32 11.47 24.82
Lampiran 4. Laju Pertumbuhan PDRB (ri) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 2002-2005 LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas 1. Pengilangan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair b. Industri Tanpa Migas 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan 5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 6. Semen & Brg. Galian bukan logam 7. Logam Dasar Besi & Baja 8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9. Barang lainnya 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Gas c. Air Bersih 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
OKU 18.90 11.41 24.22 13.89 23.75 20.26 -4.35 -15.95 0.00 13.86 9.49 0.00 0.00 0.00 9.49 9.50 0.00 4.10 11.17 15.87 12.40 0.00 23.18 0.00 9.85 10.25 0.00 8.38 11.51 18.42
OKI 17.37 11.19 23.10 17.31 14.54 18.80 12.53 0.00 0.00 12.53 17.17 0.00 0.00 0.00 17.17 18.49 20.69 14.94 19.15 15.24 11.38 0.00 10.42 0.00 12.93 12.21 0.00 16.86 15.57 16.06
Muara Enim 23.34 11.50 29.74 26.56 0.00 12.97 7.68 7.54 0.00 13.03 20.52 0.00 0.00 0.00 20.52 21.16 0.00 18.88 15.32 0.00 15.88 0.00 11.29 0.00 3.00 2.35 0.00 22.60 23.70 21.92
Mura 19.93 22.25 23.87 14.33 -12.73 13.08 8.78 0.00 0.00 15.58 16.08 0.00 0.00 0.00 16.08 17.47 0.00 13.52 14.23 0.00 16.38 0.00 13.26 0.00 20.12 22.72 0.00 13.39 16.82 16.52
Lahat 14.59 16.53 14.18 12.43 11.05 14.19 13.37 0.00 0.00 15.21 13.48 0.00 0.00 0.00 13.48 13.38 0.00 16.79 16.77 0.00 1.70 0.00 7.54 0.00 18.45 17.92 0.00 21.76 17.28 14.12
Muba 18.98 19.34 20.84 15.49 12.80 20.55 4.16 3.24 0.00 13.52 13.69 -0.37 -0.37 0.00 16.50 20.93 0.00 10.39 14.20 14.16 12.67 11.22 7.55 0.00 34.87 39.57 0.00 16.34 32.22 19.46
Palembang 2.57 10.59 0.00 9.00 0.00 -10.81 0.00 0.00 0.00 0.00 11.46 0.03 0.03 0.00 19.64 21.48 24.82 3.10 17.95 19.67 36.11 0.00 6.32 0.00 16.89 17.85 0.00 3.84 27.29 27.28
Bangka 12.11 7.58 14.69 12.09 -4.76 17.73 26.97 0.00 28.61 18.32 37.70 0.00 0.00 0.00 37.70 25.30 0.00 -0.60 13.24 38.05 33.23 45.20 10.03 0.00 37.45 38.10 0.00 12.34 10.94 18.84
Belitung 17.88 12.82 20.81 12.66 7.13 18.75 17.67 0.00 0.00 9.18 14.70 0.00 0.00 0.00 14.70 29.87 0.00 9.90 26.32 0.00 11.43 0.00 27.27 0.00 11.48 11.57 0.00 6.58 23.74 13.21
Pkl Pinang 5.86 -10.79 -5.16 11.69 0.00 6.55 0.00 0.00 0.00 0.00 20.96 0.00 0.00 0.00 20.96 15.72 7.62 5.06 35.24 12.82 8.28 0.00 2.18 0.00 37.29 40.33 0.00 8.93 28.94 19.47
a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi 2. Jasa Penunjang Komunikasi 8. KEUANGAN, PERSEWAAN, & JS. PRSH. a. Bank b. Lembaga Keuangan tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Adm. Pemerintahan & Pertahanan 2. Jasa Pemerintah lainnya b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan & Rumahtangga Laju Total PDRB
Sumber : BPS, 2005 (diolah)
18.57 14.09 16.47 21.45 10.92 3.84 12.87 0.00 -100.00 0.00 7.28 40.77 41.26 22.49 9.67 16.83 14.64 0.00 9.23 11.40 12.60 11.17 11.17 0.00 15.97 14.97 12.47 17.16 12.29
16.35 18.02 12.86 15.15 12.05 0.00 11.79 0.00 16.11 0.00 17.47 36.43 36.98 27.35 8.36 10.48 16.60 0.00 7.33 15.19 13.05 13.32 13.32 0.00 12.56 12.79 17.07 12.25 16.06
22.21 16.61 19.65 26.78 22.86 21.20 23.78 0.00 0.00 0.00 19.76 46.50 47.23 27.00 18.77 43.07 12.17 0.00 19.14 11.13 13.67 12.08 12.08 0.00 16.89 16.45 13.52 17.51 13.52
15.92 0.00 21.55 29.07 28.18 0.00 27.09 0.00 0.00 0.00 28.16 33.35 34.23 17.00 15.66 20.22 13.26 0.00 15.71 13.30 16.71 19.47 19.47 0.00 12.76 10.90 14.92 14.48 15.88
13.56 23.71 29.42 20.78 17.89 0.00 17.64 0.00 0.00 0.00 30.81 27.21 27.17 35.74 13.69 15.27 13.36 0.00 13.97 13.19 13.49 12.20 12.20 0.00 16.39 17.95 14.43 14.95 14.21
19.40 19.57 23.87 30.90 24.91 0.00 26.99 0.00 17.83 0.00 15.59 59.40 63.24 25.76 15.10 38.16 16.99 0.00 13.20 19.53 23.13 22.10 22.10 0.00 27.67 15.87 13.89 40.99 13.05
25.33 8.22 48.05 37.85 26.37 0.83 1.72 20.36 5.91 162.21 19.51 74.07 74.74 24.07 25.52 49.69 0.64 6.31 23.90 21.81 18.39 13.76 13.76 0.00 23.59 23.05 16.92 23.75 19.96
18.46 12.57 22.17 19.51 18.01 0.00 13.97 13.16 0.00 23.65 16.58 37.64 37.76 34.45 10.26 11.76 13.15 0.00 9.13 26.91 6.30 5.31 5.31 0.00 8.56 5.29 15.38 10.14 21.96
13.75 17.64 8.31 15.48 14.01 0.00 17.23 11.36 0.00 18.72 18.92 22.56 22.73 17.56 7.18 14.88 4.62 0.00 6.60 10.68 17.43 20.47 23.09 0.00 14.19 12.90 21.52 14.62 16.07
21.62 18.86 5.43 12.71 6.78 0.00 9.24 -9.65 0.00 0.00 5.40 43.72 44.86 27.28 17.57 12.75 9.80 0.00 18.62 17.11 13.67 13.50 15.96 0.00 14.22 20.27 30.15 11.67 16.07
Lampiran 5. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 1993-1996 Kab/Kota Oku Oki Muara Enim Mura Lahat Muba Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang
PPaj 9421.61 9074.22 6958.99 5635.57 8415.12 10068.79 507.08 6344.51 1771.22 455.64
PPbj -19191.64 -3314.12 -156042.82 -46030.48 -3984.28 -71121.84 0.00 -33181.25 -5182.49 0.00
PPcj 19581.50 13414.17 12141.11 10927.17 9473.85 117214.19 134968.05 38270.56 12090.00 2691.97
PPdj
PPej
365.19 229.74 2052.15 310.01 246.67 128.98 8358.70 1066.77 955.11 191.69
21975.13 21982.47 16973.21 15194.82 11165.09 22656.26 27461.56 18578.89 6146.38 3386.37
Sumber: BPS, 1996 (diolah) Keterangan: PPaj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Pertanian PPbj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Pertambangan & Penggalian PPcj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Industri Pengolahan PPdj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Listrik,Gas & Air Bersih PPej : Pertumbuhan Proporsional Sektor Bangunan PPfj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Perdagangan,Hotel & Restoran PPgj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Pengangkutan & Komunikasiss PPhj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan Ppij : Pertumbuhan Proporsional Sektor Jasa-Jasa PP.j (%) : (PP/PDRB per sektor kabupaten dan kota) x 100%
PPfj -2661.56 -2326.31 -1496.84 -1192.62 -1426.30 -4877.57 -7200.95 -1422.50 -766.83 -319.31
PPgj 512.41 366.26 1035.89 716.84 700.39 250.55 10212.04 674.00 481.17 367.92
PPhj -4509.93 -3489.92 -3690.17 -2595.92 -3350.43 -3245.58 -21710.69 -2920.63 -1683.71 -1889.67
PPij -21291.56 -16103.74 -13647.51 -11396.93 -12129.41 -13086.50 -60060.76 -9351.39 -7631.40 -6737.93
PP.j (%) 0.42 2.47 -8.78 -3.61 1.43 2.91 3.84 1.95 1.91 -1.32
Lampiran 6. Nilai Komponen Pertumbuhan Proporsional Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 2002-2005 Kab/Kota Oku Oki Muara Enim Mura Lahat Muba Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang
Ppaj 8826.74 7501.66 4688.42 3873.16 4871.52 8132.36 432.33 4911.29 1232.08 354.75
PPbj -20716.31 -6554.36 -140413.23 -27353.82 -4133.80 -94915.13 0.00 -35541.19 -6302.39 0.00
PPcj
PPdj
Ppej
-411.20 -373.72 -159.82 -151.17 -154.46 -905.02 -3344.23 -659.70 -190.75 -54.03
-40.37 -27.47 -217.92 -23.00 -19.51 -13.57 -745.50 -104.89 -79.16 -20.39
11732.15 14189.56 8298.00 6700.80 7884.87 9187.84 12138.81 7652.08 2792.89 1649.98
Sumber: BPS, 2005 (diolah) Keterangan: PPaj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Pertanian PPbj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Pertambangan & Penggalian PPcj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Industri Pengolahan PPdj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Listrik,Gas & Air Bersih PPej : Pertumbuhan Proporsional Sektor Bangunan PPfj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Perdagangan,Hotel & Restoran PPgj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Pengangkutan & Komunikasi PPhj : Pertumbuhan Proporsional Sektor Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan Ppij : Pertumbuhan Proporsional Sektor Jasa-Jasa PP.j (%) : (PP/PDRB per sektor kabupaten dan kota) x 100%
PPfj 11646.45 13087.49 6155.11 4326.05 4422.78 16593.37 31917.64 5511.62 3092.74 1619.99
PPgj 6713.70 5422.13 9212.90 6498.61 5928.33 2714.62 80848.41 5567.23 4190.17 3898.73
PPhj
Ppij
2768.32 2386.09 1448.84 1033.12 1382.19 1240.78 6497.11 1415.07 728.71 949.71
-3209.77 -2175.24 -1589.10 -1289.32 -1273.82 -1432.36 -6267.81 -1002.64 -819.44 -673.85
PP.j (%) 0.93 2.05 -5.75 -0.68 2.15 -2.36 3.06 -0.89 0.99 3.49
Lampiran 7. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 1993-1996 Kab/Kota
PPWaj
Ogan Komering Ulu Ogan Komering Ilir Muara Enim Musi Rawas Lahat Musi Banyuasin Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang
-63882.55 -51969.82 -39784.36 -48396.56 -65474.19 -43890.41 -5882.51 -76047.53 -21289.81 -3106.58
PPWbj -24898.91 -2980.05 33299.98 -137687.85 1441.36 -192203.52 0.00 -1795.25 2278.45 0.00
PPWcj -18410.01 -20605.74 -13238.67 -21535.82 -15393.47 -328369.96 -191127.59 -55293.74 -15477.73 -4430.55
PPWdj -804.16 -184.32 5116.12 -620.45 -447.92 -143.33 -13932.70 -1465.96 -1955.76 -353.87
PPWej -22434.79 -23346.98 -25099.47 -28111.96 -9726.45 -32058.58 -34619.04 -48978.94 -11498.12 -4754.99
Sumber: BPS, 1996 (diolah) Keterangan: PPWaj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pertanian PPWbj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pertambangan & Penggalian PPWcj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Industri Pengolahan PPWdj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Listrik,Gas & Air Bersih PPWej : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Bangunan PPWfj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Perdagangan,Hotel & Restoran PPWgj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pengangkutan & Komunikasi PPWhj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan PPWij : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Jasa-Jasa PPW.j (%) : (PPW.j / PDRB per sektor kabupaten dan kota) x 100
PPWfj
PPWgj
PPWhj
PPWij
-43236.43 -20456.53 -11089.38 -12474.58 -19574.73 -78504.76 -60482.41 -24849.54 -4900.53 -3746.91
-3271.38 -1609.61 -8547.58 -8169.87 -5905.54 -640.11 -54229.50 -6733.30 -4248.63 -3256.53
-13080.19 -8040.25 -9047.17 -12577.91 -10322.43 -8482.95 -48448.74 -9603.37 -4344.81 -1754.70
-19468.09 -14828.57 -9046.20 -8654.51 -10826.85 -9529.38 -51931.78 -9098.73 -6941.56 -5454.21
PPW.j (%) -20.72 -17.92 -5.01 -35.33 -21.35 -34.78 -19.12 -25.27 -21.17 -19.14
Lampiran 8. Nilai Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 2002-2005 Kab/Kota
PPWaj
Ogan Komering Ulu Ogan Komering Ilir Muara Enim Musi Rawas Lahat Musi Banyuasin Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang
10575.75 -28.88 21958.90 7772.68 -10668.66 10202.27 -5029.84 -3429.59 481.97 -3212.02
PPWbj
PPWcj
PPWdj
PPWej
-9563.71 4880.17 55915.56 13026.95 3325.00 13922.00 0.00 34265.03 7007.80 0.00
-13201.05 2364.23 3683.91 132.21 -1872.24 -10043.16 -74417.99 11939.00 -1147.58 1364.70
-227.10 -65.02 -2807.53 120.80 67.92 283.44 1363.93 1291.19 -309.16 478.15
-18324.71 -15126.91 -593.32 -6112.91 -6751.59 8905.89 4457.52 -1973.10 -186.39 938.66
Sumber: BPS, 2005 (diolah) Keterangan: PPWaj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pertanian PPWbj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pertambangan & Penggalian PPWcj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Industri Pengolahan PPWdj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Listrik,Gas & Air Bersih PPWej : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Bangunan PPWfj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Perdagangan,Hotel & Restoran PPWgj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Pengangkutan & Komunikasi PPWhj : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan PPWij : Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sektor Jasa-Jasa PPW.j (%) : (PPW.j / PDRB per sektor kabupaten dan kota) x 100
PPWfj
PPWgj
PPWhj
-3587.26 -13273.59 4552.62 -3795.58 -7056.47 82.51 74852.11 2460.33 -5773.01 8.76
-4548.98 -5734.76 -3273.16 -1410.99 -4254.37 -289.70 25328.57 2161.38 -4349.32 -4698.16
-9046.02 -8897.72 -87.84 -1195.08 -2559.82 -1680.49 15036.87 -2594.33 -3017.99 -460.40
PPWij -3230.35 -1633.11 -628.65 1735.44 -635.20 7191.72 14458.53 1353.01 1440.37 -266.30
PPW.j (%) -2.74 -2.30 4.02 1.09 -3.46 1.13 1.41 3.29 -1.24 -2.64
Lampiran 9. Nilai Pergeseran Bersih Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 1993-1996 Kab/Kota
PBaj
Ogan Komering Ilir Muara Enim Musi Rawas Lahat Musi Banyuasin Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang
-42895.60 -32825.37 -42760.99 -57059.07 -33821.63 -5375.43 -69703.02 -19518.59 -2650.93
PBbj -6294.18 -122742.84 -183718.33 -2542.92 -263325.36 0.00 -34976.49 -2904.04 0.00
PBcj -7191.57 -1097.56 -10608.65 -5919.63 -211155.77 -56159.54 -17023.18 -3387.73 -1738.58
PBdj
PBej
45.42 7168.27 -310.44 -201.25 -14.35 -5573.99 -399.19 -1000.65 -162.18
-1364.51 -8126.26 -12917.13 1438.64 -9402.31 -7157.48 -30400.05 -5351.74 -1368.61
Sumber: BPS, 1996 (diolah) Keterangan: PBaj : Pergeseran Bersih Sektor Pertanian PBbj : Pergeseran Bersih Sektor Pertambangan & Penggalian PBcj : Pergeseran Bersih Sektor Industri Pengolahan PBdj : Pergeseran Bersih Sektor Listrik,Gas & Air Bersih PBej : Pergeseran Bersih Sektor Bangunan PBfj : Pergeseran Bersih Sektor Perdagangan,Hotel & Restoran PBgj : Pergeseran Bersih Sektor Pengangkutan & Komunikasi PBhj : Pergeseran Bersih Sektor Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan PBij : Pergeseran Bersih Sektor Jasa-Jasa PB.j (%) : (PPW.j / PDRB per sektor kabupaten dan kota) x 100
PBfj
PBgj
PBhj
PBij
-22782.85 -12586.22 -13667.20 -21001.03 -83382.34 -67683.37 -26272.05 -5667.36 -4066.23
-1243.35 -7511.69 -7453.03 -5205.15 -389.56 -44017.46 -6059.30 -3767.45 -2888.61
-11530.17 -12737.34 -15173.83 -13672.86 -11728.52 -70159.44 -12524.00 -6028.52 -3644.37
-30932.31 -22693.71 -20051.44 -22956.27 -22615.88 -111992.54 -18450.13 -14572.96 -12192.13
PB.j (%) -15.45 -13.79 -38.94 -19.92 -31.87 -15.28 -23.32 -19.26 -20.46
Lampiran 10. Nilai Pergeseran Bersih Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Periode 2002-2005 Kab/Kota Ogan Komering Ilir Muara Enim Musi Rawas Lahat Musi Banyuasin Palembang Bangka Belitung Pangkal Pinang
Pbaj 7472.78 26647.32 11645.84 -5797.14 18334.64 -4597.51 1481.70 1714.05 -2857.28
PBbj -1674.19 -84497.67 -14326.86 -808.80 -80993.13 0.00 -1276.16 705.41 0.00
PBcj 1990.51 3524.10 -18.97 -2026.70 -10948.18 -77762.22 11279.30 -1338.32 1310.68
PBdj
Pbej
-92.49 -3025.45 97.80 48.42 269.87 618.44 1186.30 -388.33 457.76
-937.35 7704.68 587.89 1133.28 18093.73 16596.33 5678.98 2606.51 2588.64
Sumber: BPS, 2005 (diolah) Keterangan: PBaj : Pergeseran Bersih Sektor Pertanian PBbj : Pergeseran Bersih Sektor Pertambangan & Penggalian PBcj : Pergeseran Bersih Sektor Industri Pengolahan PBdj : Pergeseran Bersih Sektor Listrik,Gas & Air Bersih PBej : Pergeseran Bersih Sektor Bangunan PBfj : Pergeseran Bersih Sektor Perdagangan,Hotel & Restoran PBgj : Pergeseran Bersih Sektor Pengangkutan & Komunikasi PBhj : Pergeseran Bersih Sektor Keuangan,Persewaan & Jasa Perusahaan PBij : Pergeseran Bersih Sektor Jasa-Jasa PB.j (%) : (PPW.j / PDRB per sektor kabupaten dan kota) x 100
PBfj
PBgj
PBhj
-186.10 10707.73 530.48 -2633.69 16675.88 106769.75 7971.95 -2680.27 1628.75
-312.63 5939.74 5087.62 1673.95 2424.92 106176.99 7728.61 -159.15 -799.43
-6511.64 1361.00 -161.95 -1177.63 -439.71 21533.98 -1179.25 -2289.28 489.32
Pbij -3808.35 -2217.76 446.11 -1909.02 5759.35 8190.72 350.37 620.93 -940.14
PB.j (%) -0.25 -1.73 0.41 -1.31 -1.22 4.48 2.41 -0.26 0.85