Analisis beberapa faktor keahlian dan independensi auditor yang mempengaruhi kualitas audit
Oleh : Nurhayati F.O399O6O
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya dunia usaha di Indonesia menuntut berkembangnya pula bidang-bidang lain yang terkait didalamnya. Tumbuhnya perusahaanperusahaan dengan berbagai jenis skala dari skala kecil, menengah, sampai yang besar ternyata semakin memacu pertumbuhan perekonomian negara kita. Disinilah timbul banyak peluang bagi para pelaku ekonomi sehubungan dengan banyaknya jenis jasa yang dibutuhkan seiring pesatnya dunia usaha. Profesi akuntan sebagai salah satu profesi jasa menduduki suatu posisi penting dalam era ini, sejumlah kegiatan usaha akan membutuhkan banyak tenaga akuntan dalam hubungannya dengan laporan keuangan perusahaan. Dan dalam tanggung jawabnya, seorang akuntan berkepentingan bukan hanya pada manajemen perusahaan tetapi juga pada pihak lain seperti para investor,
1
2
kreditur, pemerintah dan juga masyarakat luas. Akibat dari banyaknya pihak yang terkait dengan banyak kepentingan yang beragam didalamnya menyebabkan profesi akuntan tumbuh dengan pesatnya. Kualitas layanan yang diberikan menjadi sebuah faktor yang diandalkan dalam pemberian sebuah jasa, tidak terkecuali bagi akuntan publik. Kualitas jasa sangat penting untuk meyakinkan bahwa profesi bertanggung jawab kepada klien, masyarakat umum dan aturan-aturan. Dan dalam pemberian jasanya seperti jasa assurance, jasa atestasi dan jasa nonassurance seorang akuntan publik wajib untuk mempertahankan kepercayaan yang telah mereka dapatkan dari klien dan pihak ketiga dengan memberikan jasa audit yang berkualitas. Didalam melaksanakan tugas pengauditan dan tercapainya tujuan audit, auditor dituntut memiliki keahlian yang cukup, seperti disebutkan dalam SPAP (IAI 2001:210.3) bahwa, “dalam melaksanakan audit, untuk sampai pada suatu pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi keuangan, sistem akuntansi, dan bidang pengauditan dan untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan auditan lainnya maka auditor dituntut menjadi seorang ahli.” Tujuan audit yang dijalankan auditor yaitu mampu memberikan laporan audit yang berkualitas. Dilihat dari definisinya memang tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit.
Tidak adanya definisi yang pasti ini
disebabkan tidak adanya pemahaman umum mengenai faktor penyusun kualitas audit.
Walaupun demikian, para peneliti mempunyai kesamaan
3
pendapat mengenai pengukuran kualitas audit.
Pengukuran kualitas audit
tersebut membutuhkan kombinasi antara ukuran hasil dan proses. Pengukuran hasil lebih banyak digunakan karena pengukuran proses tidak banyak diobservasi
secara
langsung,
sedangkan
pengukuran
hasil
biasanya
menggunakan firma audit besar (Sutton, 1993 dalam Alia Ariesanti, 2001). Sebuah
penelitian
yang
dilakukan
oleh
De
Angelo
(1981)
mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien (dalam Deis dan Giroux, 1992). Dijelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada keahlian auditor, dan independensi auditor menjadi faktor penentu jika pelanggaran pada laporan keuangan akan terungkapkan. Dari penelitian tersebut, bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit yaitu faktor kemampuan teknis/keahlian dan faktor independensi auditor, dan dari hasil penelitian tersebut ternyata kedua faktor yaitu keahlian dan independensi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas audit dan merupakan sebuah komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam penentuan kualitas audit. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Alia Ariesanti (2001) dalam tesisnya, mencoba mengembangkan penelitian De Angelo (dalam Deis dan Giroux, 1992), yaitu dengan menjabarkan faktor keahlian dan independensi kedalam beberapa bagian. Komponen keahlian dijabarkan kedalam komponen pengalaman dan pengetahuan. Independensi dijabarkan menjadi komponen lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor
4
(Pany dan Reckers, 1980 dan Fogarty, 1996). Pada penelitian ini ingin melihat apakah
komponen-komponen
dari
keahlian
dan
independensi
juga
berpengaruh terhadap penentuan kualitas audit. Kesimpulan yang didapat dari penelitian Alia Ariesanti (2001), ternyata komponen pengalaman tidak berpengaruh positif terhadap faktor keahlian sebagai penentu kualitas audit, sedangkan komponen lainnya yaitu pengetahuan, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor berpengaruh positif terhadap faktor keahlian dan independensi sebagai faktor penentu kualitas audit. Pada penelitian
kali ini, peneliti
menterjemahkan
kualitas audit
sebagai standar yang berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu pelaksanaan serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan prosedur yang bersangkutan (SPAP,
IAI:2001).
Dalam SPAP dijelaskan
bahwa kriteria atau ukuran mutu mencakup mutu profesional auditor dan mutu pelaksanaan audit. Mutu profesional auditor seperti yang diatur oleh standar umum
auditing
meliputi
(1)keahlian
dan
pelatihan
teknis
auditor,
(2)independensi auditor, (3)penggunaan kemahiran profesional auditor dengan cermat dan seksama. Sedangkan kriteria mutu pelaksanaan meliputi sembilan item, yaitu: independensi, penugasan personil untuk melaksanakan perjanjian, konsultasi,
supervisi,
pengangkatan,
pengembangan
profesi,
promosi,
penerimaan dan kelangsungan kerja sama dengan klien, dan inspeksi. Berdasarkan pada definisi yang diambil dari SPAP (IAI:2001), dapat disimpulkan bahwa kualitas audit terdiri dari dua yaitu kualitas auditor dan kualitas hasil audit. Dalam penelitian kali ini kualitas audit yang dimaksudkan
5
adalah mutu profesional auditor atau kualitas pribadi auditor, untuk selanjutnya mutu profesional auditor atau kualitas auditor disebut sebagai kualitas audit. Berdasarkan pada penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti membuat sebuah kesimpulan, bahwa indikator kualitas audit yaitu keahlian dan independensi yang dimiliki auditor, dimana antara keahlian dengan independensi auditor tidak dapat dipisahkan dan merupakan suatu variabel kualitas auditor. Berpedoman “Identifikasi
pada penelitian Murtanto (1998) yang
karakteristik-karakteristik
keahlian
Audit”,
berjudul
faktor-faktor
indikator keahlian dijabarkan kedalam lima kategori, yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan dan analisis tugas, sebagai komponen yang digunakan peneliti untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap keahlian. Sedangkan faktor-faktor independensi dijabarkan menjadi komponen lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor ( Pany dan Reckers, 1980 dan Fogarty, 1996 ). Kemudian pada penelitian kali ini. Kedelapan faktor tersebut akan dicari apakah ada pengaruhnya terhadap kualitas audit
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka peneliti mengemukakan permasalahan pokok yang perlu dikaji yaitu : 1. Apakah
ada
pengaruh
dari
masing-masing
faktor
keahlian
dan
independensi auditor, yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama
6
ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor terhadap kualitas audit ? 2. Apakah ada pengaruh secara bersama-sama faktor-faktor keahlian dan independensi auditor yang meliputi dari: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor terhadap kualitas audit ? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Mengetahui
pengaruh
dari
masing-masing
faktor
keahlian
dan
independensi auditor, yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor terhadap kualitas audit. 2. Mengetahui pengaruh secara bersama-sama faktor-faktor keahlian dan independensi auditor yang meliputi: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor terhadap kualitas audit.
D. Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat berguna untuk : 1. Memberikan bukti empiris mengenai beberapa faktor keahlian dan independensi auditor yang berpengaruh kualitas audit.
7
2. Memberi bukti empiris sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait, sehingga dapat meningkatkan kualitas yang dilakukan. 3. Menambah literatur dan acuan bagi penelitian bidang auditing, terutama yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai kualitas audit.
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan tentang latar belakang, tujuan penelitian, perumusan masalah, manfaat penelitian dalam penelitian ini, serta sistematika penulisan skripsi. BAB II LANDASAN TEORI Bab II merupakan landasan teori yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab III merupakan bagian yang membicarakan mengenai metodologi penelitian yang akan mengungkap mengenai sejauh mana ruang lingkup penelitian, variabel penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik analisis data, teknik pengujian data dan alat-alat statistik yang akan digunakan di dalam penelitian ini. BAB IV ANALISIS DATA Bab IV merupakan bagian dari analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat uji yang sudah disebutkan pada bab sebelumnya.
8
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab V berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data yang dilakukan serta sejumlah saran yang perlu dicermati untuk penelitian selanjutnya.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Definisi Kualitas Kualitas memiliki banyak definisi untuk hal yang berbeda, dan bagi orang yang berbeda. Definisi kualitas menurut para ahli : 1. Menurut Juran (dalam Schonberger dan Knod, 1997), kualitas adalah fitness for use/kesesuaian penggunaan. Juran memperkenalkan quality trilogy yang terdiri dari: a.
Quality Planning/ Perencanaan Kualitas Perencanaan Kualitas merupakan proses untuk merencanakan kualitas sesuai dengan tujuan.
Pada proses ini pelanggan
diidentifikasikan dan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan dikembangkan. b. Quality Control/ Kontrol Kualitas Kontrol Kualitas merupakan proses mencapai tujuan selama operasi. Kontrol kualitas melalui lima tahap:
9
1). Menentukan apa yang seharusnya dikontrol 2). Menentukan unit-unit pengukuran 3). Mendapatkan standar kinerja 4). Mengukur kinerja 5). Evaluasi dengan membandingkan antara kinerja sebenarnya dengan standar kinerja. c. Quality Improvement/Perbaikan Kualitas, untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi. 2. Crosby (1979) mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan persyaratan.
Ia melakukan pendekatan pada transformasi budaya
kualitas. Setiap orang yang ada dalam organisasi dengan persyaratan individual. Proses ini berlangsung secara top down.
Konsep zero
defect/tingkat kesalahan nol merupakan tujuan dari kualitas konsep ini, yang mengarahkan pada tingkat kesalahan produk sekecil mungkin, bahkan sampai tidak terdapat kesalahan. 3. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) mendefinisikan kualitas sebagai mutu, keseluruhan dari semua atribut dan karakteristik dari sebuah produk atau jasa, seperti yang dibutuhkan dan diharapkan. 4. Menurut Mulyadi (1998) kualitas adalah sesuatu standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi dan wajib dipatuhi oleh setiap anggota profesi agar terdapat suatu keseragaman dalam hal jasa yang dihasilkan profesi, dan untuk memperoleh kepercayaan masyarakat terhadap jasa yang diserahkan oleh profesi. 5. Kottler (1997) mendefinisikan kualitas sebagi keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang mendukung kemampuan untuk memuaskan kebutuhan. Definisi ini menekankan pada fokus pelanggan.
10
Beberapa definisi kualitas menurut para ahli tersebut pada dasarnya mempunyai esensi yang sama terhadap pengertian kualitas itu sendiri. Penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas adalah sesuatu yang menyangkut tingkat kesesuaian dengan persyaratan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Crosby (1979).
Persyaratan di sini adalah persyaratan
pelanggan dan bukan persyaratan perusahaan. Hal ini disebabkan karena tujuan perusahaan adalah untuk memenuhi kebutuhan pelanggan demi mencapai kepuasan pelanggan.
B. Kualitas Audit Setiap pelaksanaan audit harus mempunyai suatu standar kualitas yang tinggi. Standar kualitas yang tinggi bisa dicapai dengan perencanaan yang tepat, pengendalian, dan perekaman terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan. Audit yang mempunyai standar kualitas yang tinggi mungkin bisa lebih baik dalam penggunaan sumber-sumber dan lebih efektif dalam audit. Pemenuhan kualitas audit tentu tidak begitu mengesampingkan efisiensi dan efektifitas audit. Efisiensi suatu audit menurut Whitaker dan Western (1985) diukur dengan rasio manfaat pekerjaan yang dilaksanakan terhadap sumber daya yang disediakan dan efektifitas suatu audit merupakan suatu ukuran dari manfaat pekerjaan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Berbicara kualitas, tentu tidak terlepas dari adanya aturan atau standar yang menjadi dasar pemenuhan kualitas. Kualitas audit tentu saja mengacu pada standar yang berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu audit serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan prosedur yang bersangkutan.
Dalam SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik)
11
merupakan standar akuntansi di Indonesia yang digunakan sebagai pengendali mutu kualitas audit. Dalam SPAP yang dikeluarkan IAI tahun 2001 menyatakan bahwa kriteria atau ukuran mutu mencakup profesional auditor.
Kriteria mutu
profesional auditor seperti yang diatur dalam Standar Umum auditing (SPAP: IAI, 2001) meliputi: a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Disamping indikator kualitas audit yang sudah ditetapkan dalam standar umum oleh IAI (SPAP: IAI, 2001), seorang auditor juga harus memiliki kompetensi lain dibidang audit (Salamun, dalam Islahuddin dan Soesi, 2002), yang ditunjukkan melalui: 1.
pemahaman terhadap standar profesional akuntan publik (SPAP),
2.
pemahaman terhadap audit dalam lingkungan proses data elektronik (PDE),
3.
pemahaman terhadap aturan-aturan disclosure Bapepam,
4.
pemahaman terhadap transaksi-transaksi keuangan seprti merger, akuisisi, franchise, leasing, derivatif, dan
5.
pemahaman terhadap bahasa inggris. Selain itu, menurut Salamun masih ada tujuh sifat yang harus ada atau
harus selalu ada melekat dalam diri para akuntan selain kompetensi yang bersifat teknikal di atas, antara lain: 1.
betul-betul menghayati profesionalismenya sebagai etos kerja,
12
2.
berwawasan luas dan bervisi tajam ke depan,
3.
berwawasan luas dan berorientasi internasional dan multikultural,
4.
berkarakter secara entrepreneur atau berwirausaha,
5.
mempunyai kemampuan teknis tertentu (spesial),
6.
mempunyai kepekaan atas tanggung jawab sosial kemasyarakatan,
7.
berorientasi outward looking.
C. Keahlian Auditor Profesi akuntan publik adalah salah satu dari bermacam profesi yang ada di Indonesia.
Suatu profesi yang dituntut memiliki kecakapan, dan
keahlian khusus. Sampai saat ini belum ada definisi operasional yang tepat untuk menguraikan pengertian keahlian. Ahli didefinisikan sebagai orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan secara mudah, cepat, intuisi, dan sangat jarang atau tidak pernah membuat kesalahan (Trotter, 1986). Hayes-Roth, dkk (1983) mendefinisikan keahlian sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah yang timbul dalam lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam beberapa studi auditing juga belum terdapat kesepakatan dalam mendefinisikan keahlian dan masih sering menggunakan variabel pengalaman sebagai pengganti (surrogate) pengalaman
saja
tidak
keahlian.
memadai
bagi
Bagaimanapun juga variabel seseorang
untuk
membuat
pertimbangan-pertimbangan keputusan yang lebih baik dan menjadi seorang ahli, karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain disamping unsur pengalaman (Brehmer, 1980, Waller dan Felix, 1984). keahlian menurut Bedard (1989) adalah
seseorang
Pengertian
yang memiliki
13
pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas yang ditunjukkan dalam pengalaman audit. Beberapa penulis selanjutnya telah memasukkan unsur kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman kedalam penelitian mereka (Bonner dan Lewis, 1990, Libby dan Luft, 1993). Dalam definisi yang berbeda Dreyfus dan Dreyfus (1986) menyatakan bahwa keahlian seseorang merupakan suatu gerakan yang terus menerus yang berupa proses pembelajaran dari “mengetahui sesuatu” menjadi ‘mengetahui bagaimana”. Secara spesifik Dreyfus membedah proses memperoleh keahlian menjadi lima tahap, yaitu : a. Novice, yaitu tahapan pengenalan terhadap kenyataan dan membuat judgement berdasarkan aturan-aturan yang tersedia, keahlian pada tahap pertama ini biasanya dimiliki oleh staf audit pemula yang baru lulus universitas. b. Advanced beginner, pada tahap ini auditor sangat bergantung pada aturan dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk merasionalkan segala tindakan audit. Namun demikian auditor pada tahapan ini mulai dapat membedakan aturan yang sesuai dengan suatu tindakan. c. Competence, auditor sudah cukup berpengalaman untuk menghadapi situasi yang kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan dan prosedur aturan audit. d. Profrency, tahap ini segala sesuatu menjadi rutin, sehingga dalam bekerja auditor cenderung bergantung pada pengalaman yang lalu, intuisi mulai digunakan.
Akhirnya pemikiran audit akan terus berjalan sehingga
diperoleh elemen analisis yang substansial. e. Expertise,
auditor
mengetahui
sesuatu
karena
kematangan
dan
pengalamannya terhadap praktek yang ada. Auditor sudah dapat membuat
14
keputusan atau menyelesaikan suatu permasalahan.
Dengan demikian
segala tindakan auditor pada tahap ini sangat rasional dan mereka bergantung intuisinya bukan pada aturan-aturan yang ada. Berdasarkan pada definisi-definisi yang telah diuraikan para ahli, peneliti mengambil kesimpulan dengan berlandaskan pada penelitian yang dilakukan oleh Abdolmohammadi (1992), dan diteliti kembali oleh Murtanto (1998) dalam tesisnya yang berjudul “Identifikasi karakteristik-karakteristik keahlian audit” yang memberikan sebuah wacana baru, bahwasanya keahlian audit tidak semata-mata diperoleh dari ilmu pengetahuan dan pengalaman saja melainkan dari atribut penting lain yang menunjang keahlian audit. Dari hasil penelitian tersebut diambil kesimpulan bahwa terdapat lima kategori, yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan dan analisis tugas sebagai komponen yang mewakili keahlian audit. - Pengetahuan Dalam beberapa literatur, pengetahuan sering diidentikan dengan pengalaman.
Tetapi pengalaman tidak dapat berdiri sendiri untuk
menjadikan seorang dikatakan berpengetahuan, karena pada dasarnya untuk mendapatkan pengetahuan pendidikan formallah yang harus ditempuh. Komponen pengetahuan dalam definisi Ashton (1991) adalah hal yang diperoleh melalui pengalaman langsung dengan kerja selama bertahuntahun (pertimbangan yang dibuat masa lalu dan umpan balik terhadap kinerja) dan pengalaman tidak langsung (pendidikan formal dan termasuk didalamnya pelatihan-pelatihan yang sering diikuti oleh auditor). Struktur pengetahuan akan memberikan suatu petunjuk bagi proses pertimbangan dan respon terhadap situasi yang timbul dalam proses audit termasuk
15
didalamnya adalah kualitas audit yang dihasilkan (Gibbins, 1984 dalam Murtanto, 1999). Choo dan Trotman (1991) mengungkapkan bahwa auditor yang berpengalaman mampu menemukan lebih banyak item-item yang tidak umum (typical) dibanding dengan auditor yang kurang berpengalaman. Penelitian yang dilakukan oleh Tubbs (1992) memberikan pernyataan bahwa efek pengalaman terhadap kesuksesan pelaksanaan audit. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki, semakin banyak kesalahan yang dapat ditemukan, sehingga akan menguntungkan terhadap pendapat audit yang diberikan. Tetapi keahlian yang dimiliki hanya dengan pengalaman saja hanya akan membantu pada keputusan yang sifatnya kompleks dan bukan untuk keputusan yang sifatnya rutin atau terstruktur, sehingga faktor pendidikan tidak dapat dilepaskan begitu saja (Abdolmohammadi, 1992). - Ciri-Ciri Psikologis Merupakan Self-Presentation-Image attributes of experts yaitu karakteristik yang berhubungan dengan kepribadian seorang ahli seperti kemampuan dalam komunikasi, tanggung jawab, bekerja sama dan kepercayaan pada keahlian merupakan komponen
ciri-ciri psikologis.
Ciri-ciri psikologis merupakan karakteristik yang dibutuhkan untuk meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik pada suatu keahlian yang dimiliki auditor. Gibbin dan Larocque’s (1990) menunjukkan bahwa pentingnya kepercayaan, komunikasi dan kemampuan untuk bekerja sama bagi keahlian audit dalam berinteraksi dengan klien. Terlepas bahwa ciriciri psikologis berhubungan erat dengan pribadi auditor, hal tersebut akan tercermin dalam kualitas jasa yang dihasilkan apakah dapat memberikan kepuasan seperti yang diinginkan klien.
16
- Kemampuan Berfikir Merupakan kemampuan untuk mengakumulasi dan mengolah informasi. Beberapa karakteristik yang dapat dimasukkan sebagai unsur kemampuan berfikir, misalnya kemampuan beradaptasi pada situasi yang baru dan ambigu (Shanteu, 1988), perhatian terhadap fakta-fakta yang relevan dan kemampuan untuk mengabaikan fakta yang tidak relevan merupakan suatu kemampuan yang efektif dalam memperoleh dan memproses jenis-jenis informasi tertentu. Disamping itu juga kemampuan auditor dalam mencari informasi yang berkenaan dengan pemeriksaan klien, sekalipun informasi tersebut dirahasiakan seorang auditor harus mampu mencari celah-celah untuk mendapatkannya.
Dalam uapaya memberikan laporan/pendapat yang
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. - Strategi Penentuan Keputusan Baik secara formal maupun informal akan membantu dalam membuat keputusan yang sistematis dan membantu keahlian dalam mengatasi keterbatasan manusia (Shanteu, 1989). Para profesional auditing sangat berkepentingan dalam mengembangkan dan menggunakan strategi penentuan keputusan dalam membuat keputusan secara umum dan, sistem keahlian khususnya (Abdolmohammadi, 1987). Auditor perlu untuk selalu mempertimbangkan penggunaan teknikteknik atau strategi yang berbeda-beda pada setiap pelaksaan audit. Kent et.al (dalam Nung Harjanto, 1999) menyatakan bahwa setiap tugas audit membutuhkan strategi dan prosedur audit yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor bisnis klien, masalah dalam industri klien, dan kualitas sistem akuntansi klien. Pada awal audit suatu rencana audit biasanya dibuat untuk menentukan pendekatan yang akan digunakan agar audit bisa efektif dan efisien
17
-
Analisis Tugas Banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman audit dan analisis
tugas ini akan mempunyai pengaruh terhadap penentuan keputusan kompleksitas tugas akan mempengaruhi pilihan terhadap bantuan keputusan
oleh
auditor
yang
telah
tinggi
pengalamannya
(Abdolmohammadi, 1987), dan digunakan untuk mengembangkan kerangka umum dari lingkungan tugas dalam audit (Bonner, 1984). Faktor yang sangat dominan dalam menganalisis tugas yaitu intuisi. Intuisi yang dimiliki oleh auditor biasanya didapat dari pengalaman kerja yang cukup lama dan banyaknya persoalan yang berbeda-beda pada pemeriksaan laporan keuangan klien. Intusi merujuk pada kemampuan untuk memberi kode, menyortir, dan mengakses kebermaknaan atau relevansi hasil keputusan masa lalu secara efisien (Agor, dalam Sri Sularso, 1999). Di bidang profesi akuntan publik (Gibbins, dalam Sri Sularso, 1999), secara tidak langsung intuisi akan mengembangkan preferensi alternatif pendapat yang lebih cepat (hampir otomatis untuk tugas yang bersifat rutin), karena efisiensi pemanfaatan struktur memori yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Oleh karena itu, intuisi merupakan suatu bentuk keahlian yang dapat dimanfaatkan oleh seseorang sebagai alat bantu untuk menganalisis tugas dan pengambilan keputusan.
D. Pentingnya Independesi Karena
adanya
kepentingan
yang
berbeda-beda,
maka
dalam
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuanganyang diperiksa, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai
18
laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri. Wilcox menyatakan : “independensi adalah salah satu Etika Profesional Akuntan yang penting, sebab pendapat akuntan publik diberikan untuk menambah kredibilitas laporan
keuangan
manajemen.
yang
pada
dasarnya
merupakan
gambaran
Jika akuntan tidak independen terhadap manajemen
kliennya, pendapat yang ia berikan tidak punya arti ”. (Wilcox, 1974). Pentingnya independensi akuntan publik mendorong profesi akuntan publik untuk memasukkannya kedalam Standar Profesional akuntan Publik (SPAP, IAI 2001: 102), yaitu pada Standar Umum butir kedua yang berbunyi: “Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional”. Independensi merupakan aspek yang unik dari profesi akuntan publik. Pada umumnya seorang anggota dari suatu profesi diharapkan hanya memperhatikan kepentingan kliennya saja, tapi dalam profesi akuntan publik seorang akuntan yang sedang melaksanakan jasa pemeriksaan harus memperhatikan kepentingan klien dan juga pihak ketiga yang mendasarkan keputusan pada laporan keuangan tersebut yang sering kali tidak diketahui siapa orangnya. Pendapat
akuntan
publik
independensi akuntan publik.
secara
tidak
langsung
mencerminkan
Dalam jangka panjang akuntan publik yang
menjaga independensinya dan sikap tidak memihak dalam laporan akuntan saja yang akan diterima oleh dunia usaha, lembaga keuangn dan investor. Masyarakat
menilai
independesi
biasanya
tidak
hanya
secara
perseorangan tetapi dari segi profesi akuntan publik secara keseluruhan. Biasanya akuntan publik tidak dikenal sebagai individu oleh pihak ketiga. Bila masyarakat menilai auditor atau suatu kantor akuntan gagal mempertahankan
19
independesi, maka cenderung menimbulkan kecurigaan terhadap independensi keseluruhan auditor dan mengurangi kepercayaaan terhadap profesi akuntan publik secara keseluruhan. Independensi seharusnya manjadi pedoman bagi kebebasan akuntan publik dari pengaruh atau pengendalian perusahaaan klien yang diaudit. Dengan kata lain, jika auditor mengikuti kehendak manajemen perusahaan klien, maka opini auditnya tidak akan mempunyai nilai dimata masayarakat. E. Aspek Independensi Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, agar profesi menjaga dari kehilangan persepsi independensi dari masyarakat. Hal ini ditekankan karena pemilikan independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara obyektif. Pada umumnya pihak yang mengkonsumsi laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor, mengharapkan suatu pernyataan sikap yang independen dari akuntan publik yang bersangkutan. Kepercayaan masyarakat dapat hilang atau goyah bila mendengar auditor mempunyai kepentingan yang dapat merusak obyektifitasnya. Auditor harus memperkirakan hubungannya dengan klien untuk menentukan pendapatnya dianggap obyektif dan tidak berat sebelah di mata seseorang yang mengetahui keadaaan tersebut. Dalam hubungannya dengan independensi, IAI berpendapat bahwa kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan ini akan menurun atau bahkan hilang jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang atau olej keadaan yang yang oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independen tersebut. Untuk menjadi auditor independen harus berintelektual jujur. Untuk
20
diakui pihak lain sebagai orang yang independen, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya, apakah itu manajemn perusahaan atau pemilik perusahaan. Auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan sikap independensinya (SPAP, IAI: 220.2). Dari keadaan ini, auditor diharapkan dapat bersikap independen dan juga harus nampak independen Independesi akuntan publik menurut Mulyadi (1990) mencakup dua aspek, yaitu : 1. Independensi dalam kenyataan ( independence in fact) Independensi dalam kenyataan berhubungan dengan objektifitas akuntan public untuk bersifat bebas dari pengaruh keuntungan pribadi.
Hal ini
tumbuh dari diri akuntan publik sendiri, yaitu suatu kejujuran tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapat. Menurut Mulyadi (1990) independensi dalam kenyataan merupakan suatu kejujuran dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan berbagai fakta yang dijumpai dalam pengauditan. Kejujuran dalam audit bisa juga berarti pengungkapan faktafakta secara apa adanya yang ditemukan selama melakukan audit yang sesuai dengan norma profesi. 2. Independensi dalam penampilan ( independence in appearance ) Independensi dalam penampilan berarti bebas dari pertentangan kepentingan (conflict of interest) potensial yang cenderung menggoyahkan kepercayaan masyarakat terhadap independensi dalam kenyataan akuntan publik dan melibatkan persepsi pemakai jasa akuntan publik terhadap independensi akuntan publik. Independensi dalam penampilan merupakan syarat agar laporan keuangan yang diaudit akuntan publik dapat dipercaya masyarakat pemakai jasa. Menurut Bambang Sudibyo, akuntan publik harus dapat
21
meyakinkan masyarakat terhadap independensinya dengan menghindari keadaan yang membuat orang-orang meragukan kebebasannya.
Hal ini
dapat dilakukan akuntan publik dengan cara tidak berhubungan langsung atau tidak langsung dengan perusahaan klien. Peneliti menjabarkan independensi berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fogarty (1996) yaitu beberapa faktor yang mempengaruhi independensi terhadap laporan audit yang dihasilkan, yaitu : - Lama ikatan dengan klien Profesi auditor berkaitan dengan jasa yang diberikan mau tidak mau akan menciptakan hubungan antara auditor dengan klien.
Dan dalam
menjalin hubungan kerja yang harmonis sudah pasti diperlukan suatu pengenalan kedua pihak tersebut. Jika antara auditor dan klien sudah terjalin hubungan yang baik, maka klien cenderung untuk terus menggunakan jasa auditor tersebut, hal ini juga diharapkan oleh auditor, karena dia sudah mengenal klien dan kondisi perusahaan dengan baik. Tetapi bagaimana jika kondisi ini dinilai tidak baik karena independensi auditor menjadi diragukan. Semakin lama seorang auditor terlibat dengan klien, maka auditor akan menjadi bias (Aldhizer dan Cashell, 1996) dan enggan untuk melaporkan kesalahan klien. Aldhizer mengungkapkan bahwa lama penugasan audit yang optimal adalah antara 2-10 tahun. Diungkapkan oleh Supriyono (1988), 34 % responden penelitiannya menyatakan bahwa lama penugasan audit mempengaruhi rusaknya independensi auditor. Dinyatakan Supriyono, penugasan audit yang terlalu lama kemungkinan dapat mendorong akuntan public kehilangan independensi karena akuntan public tersebut merasa puas, kurang inivasi, dan kurang ketat didalam melaksanakan audit. Sebaliknya, penugasan
22
audit yang terlalu lama kemungkinan dapat pula meningkatkan independensi karena akuntan publik sudah familier, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan efisien, dan lebih tahan terhadap tekanan klien. (Suriyono, 1988 dalam Alie Ariesanti, 2001). - Tekanan dari klien Tekanan dari klien dapat timbul pada kondisi konflik yang terjadi antara auditor dengan klien. Kondisi konflik terjadi ketika antara auditor dengan klien tidak sependapat dalam beberapa aspek hasil pelaksanaan pengjuian laporan keuangan.
Klien mempengaruhi fungsi pengujian
laporan keuangan yang dilakukan dengan memaksa auditor untuk melanggar standar auditing, termasuk dalam pemberian opini yang tidak sesuai dengan keadaan klien. Pada situasi ini timbul dilema yang dirasakan oleh auditor, disatu sisi melanggar standar profesi dan disisi lain kemungkinan penghentian tugas (Goldman dan Barleu dalam Nicholas dan Price, 1976). Karena pada kondisi konflik ini kekuatan tidak seimbang, sementara auditor membutuhkan klien untuk meneruskan usahanya. Sehingga akan lebih mudah dan lebih murah bagi klien untuk memganti auditornya dibandingkan
bagi
auditor
untuk
mendapatkan
sumber
fee
tambahan/alternative sumber fee lain (Nicholas dan Price, 1976). Terlebih lagi pada kondisi keuangan klien yang kuat sehingga dapat memberi fee yang cukup besar dan dapat memberi fasilitas, sehingga menyebabkan seorang auditor kurang memperhatikan probabilitas akan terjadinya kebangkrutan dan auditor cepat puas diri dan kurang teliti (Deis dan Giroux, 1992). Kondisi ini semakin diperkuat dengan tingkat persaingan diantara profesi akuntan publik yang semakin ketat, dan buruknya kondisi ekonomi
23
yang menyebabkan melemahnya dunia usaha sehingga banyaknya perusahaan pengguna jasa akuntan publik yang melakukan merger atau akuisisi bahkan mengalami kebangkrutan. Sehingga bagi para akuntan publik yang sudah memiliki klien tetap akan enggan untuk melepaskannya. - Telaah dari rekan auditor Bagi seorang auditor menjaga kualitas jasanya adalah keharusan, karena jasa yang diberikan auditor digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan laporan keuangan. Selain itu juga jasa yang diberikan auditor tidak dapat diberikan oleh pihak lain. Dan untuk menjaga kualitas audit telaah rekan auditor menjadi sumber penilaian yang objektif mengenai kualitas audit (King et all, 1994). Tujuan telaah rekan auditor digunakan untuk menjamin bahwa pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Telaah rekan auditor dirancang sebagai pengujian kesesuaian (compliance test) untuk menjamin bahwa auditor telah merancang, menerapkan dan menjaga system telaah kualitas (Fogarty, 1996).
Ini
dilakukan untuk mengontrol kebijakan auditor agar hasil pemeriksaan yang dilakukan memenuhi standard dan berkualitas. Selain itu, telaah rekan auditor dapat menjaga independensi, karena salah satu telaah adalah dengan melihat posisi auditor terhadap klien (Evers dan Pearson, 1999). Hasil pendapat dan pernyataan dari telaah yang diberikan oleh rekan auditor dapat mendukung firma untuk menjalankan dan mengevaluasi pengendalian kualitas pelaksanaan praktik akuntansi dan audit (Evers, 1999, Austin Langston, 1981).
Bahkan Bremser (1985) menyatakan
bahwa telaah rekan auditor dapat meningkatkan pelaksanaan pengendalian kualitas yang dilakukan firma untuk menjaga kinerjanya.
24
Dalam sebuah penelitian Kenneth. R. Austin (1981) menyatakan bahwa mengaharuskan setiap kantor akuntan publik diperiksa (review) secara perioik oleh kantor akuntan publik lainnya, bukan hanya sesama auditor dari kantor akuntan publik yang sama. Dengan cara: suatu tim pemeriksa yang tergabung dalam local firm quality program, review dilaksanakan tiga tahun sekali, dan laporan review yang diterbitkan berisi kesimpulan dan saran-saran dari pemeriksaan. Dengan review terhadap praktek suatu kantor akuntan merupakan hal yang baru dan dianggap perubahan penting dalam profesi akuntan publik. Dengan peer review kantor akuntan publik harus membuka diri terhadap kritik-kritik jika ia tidak memenuhi standar profesi. Hal ini akan meningkatkan kualitas jasa yang diberikan oleh kantor akuntan publik, yang secara tidak langsung berarti juga akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
F. Review Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mengungkapkan beberapa faktor keahlian dan independensi sebagai variabel independen.
Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Alia Ariesanti (2001) dalam tesisnya yang berjudul “Pendapat Auditor tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keahlian dan independensi sebagai Kualitas Audit “ dengan menghasilkan kesimpulan bahwa faktor pengalaman ternyata tidak berpengaruh terhadap keahlian auditor, sedangkan faktor-faktor yang lain yaitu pengetahuan, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien dan telaah rekan auditor ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap keahlian dan independensi auditor.
Dalam
penelitian tersebut yang dijadikan sebagai pokok permasalahan yaitu komponen-komponen
keahlian
dan
independensinya,
tanpa
mencari
25
pengaruhnya lebih lanjut terhadap kualitas audit. Dan kedua faktor keahlian dan independensi sudah dirasa cukup sebagai faktor penentu kualitas audit tanpa mengorek lebih lanjut lagi pendapat respondennya yaitu auditor. Penelitian lain yang dilakukan oleh De Angelo (1981, dalam penelitian Deis dan Giroux, 1992) didapat kesimpulan bahwa faktor keahlian dan independensi ternyata berpengaruh terhadap kualitas audit, dan kedua faktor tersebut menjadi faktor yang saling berkait dan tidak dapat dipisahkan dalam penentuan kualitas audit.
Pada penelitian tersebut, peneliti tidak mencari
faktor-faktor lain yang bisa berpengaruh terhadap kualitas audit. Sementara itu Murtanto (1998) melakukan sebuah penelitian tentang karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi keahlian auditor. Dan dari 25 atribut yang dikembangkan pada penelitian Abdolmohammadi (1992), didapat lima atribut yang dirasa dapat mewakili 20 atribut yang lainnya.
Yaitu:
komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan dan analisis tugas yang kemudian peneliti gunakan sebagai indikator faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Pada penelitian Murtanto (1998) faktor-faktor tersebut mengidentifikasikan keahlian sebagai faktor yang diuji.
G. Kerangka Teoritis Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah : •
Beberapa faktor keahlian dan independensi auditor meliputi: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor sebagai variabel independen (variabel bebas). Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau
26
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2002 : 33). •
Kualitas audit sebagai variabel dependen (variabel terikat).
Variabel
dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen (Sugiyono 2002 : 33). Bertitik tolak dari teori yang telah dikemukakan oleh De Angelo (dalam Deis dan Giroux, 1992) dan pengembangan yang dilakukan oleh Alia Ariesanti (2001), maka dapat digambarkan suatu alur pemikiran yang tertuang dalam skema kerangka teoritis berikut ini: Variabel Independen 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Komponen pengetahuan ciri-ciri psikologis kemampuan berfikir strategi penentuan keputusan analisis tugas lama ikatan dengan klien tekanan dari klien telaah rekan auditor
Variabel Dependen Kualitas Audit
Gambar 1 Skema Kerangka Teoritis Dari uraian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari beberapa faktor keahlian dan independensi auditor yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor terhadap kualitas audit. Dimana faktor tersebut dijabarkan dari faktor keahlian dan independensi yang dimiliki auditor berdasarkan pada penelitian Murtanto (1998) dan Fogarty (1996)
H. Hipotesis
27
Untuk dapat mengidentifikasikan pengaruh dari beberapa faktor keahlian dan independensi auditor terhadap kualitas audit, hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1999), bahwa faktor-faktor
yaitu:
komponen
pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan dan analisi tugas, dan penelitian yang dilakukan Fogarty (1996), Pany dan Reckers (1980) dan Supriyono (1988), bahwa komponen lama ikatan dengan klien (tenure), tekanan dari klien dan telaah dari rekan auditor (peer review) sebagai komponen independensi auditor dalam melaksanakan tugas audit. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, peneliti mencari pengaruh dari beberapa faktor diatas terhadap kualitas audit. Sehingga peneliti merumuskan hipotesis nol sebagai berikut : H01 : adanya pengaruh komponen pengetahuan terhadap kualitas audit. H02 : adanya pengaruh ciri-ciri psikologis terhadap kualitas audit. H03 : adanya pengaruh kemampuan berfikir terhadap kualitas audit. H04 : adanya pengaruh strategi penentuan keputusan terhadap kualitas audit. H05 : adanya pengaruh analisis tugas terhadap kualitas audit. H06 : adanya pengaruh lama ikatan dengan klien terhadap kualitas audit H07 : adanya pengaruh tekanan dari klien terhadap kualitas audit. H08 : adanya pengaruh telaah rekan auditor terhadap kualitas audit H09
:
adanya pengaruh secara bersama-sama kedelapan variabel independen terhadap kualitas audit
28
I.
Identifikasi dan Metode Pengukuran Variabel Penelitian ini dirancang sebagai studi empiris dan merupakan
cross
sectional study yaitu studi yang dilakukan terhadap suatu objek pada satu waktu tertentu. Untuk dapat mengidentifikasikan pengaruh dari faktor-faktor terhadap kualitas audit. Definisi Operasional Variabel Definis operasional variabel adalah suatu definisi yang dinyatakan dalam kriteria atau operasi yang dapat diuji secara khusus (Donald R.C dan william E, 1997). Oleh karena itu definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kualitas Audit Kualitas audit sebagai standar mutu audit yang dihasilkan auditor, dapat juga berarti mutu profesional auditor. Dalam penelitian ini kualitas audit yang dijabarkan adalah kualitas pribadi auditor. Dalam pengukuran kualitas audit sebagai variabel dependen faktor-faktor keahlian dan independensi dijadikan faktor yang mempengaruhi (variabel independensi) 2. Faktor-faktor Keahlian Auditor Keahlian auditor sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas audit dijabarkan peneliti menjadi lima komponen berdasarkan penelitian Murtanto (1998), yaitu: pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, dan analisis tugas.
Keahlian
peneliti jadikan sebagai faktor penentu kualitas audit, dikarenakan pada penelitian sebelumnya (alia Ariesanti, 2001) didapatkan pengaruh yang signifikan antara keahlian terhadap kualitas audit. Selain itu, merujuk pada standar umum yang berlaku (SPAP, IAI:2001), yaitu terdiri dari :
29
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 3. faktor Independensi auditor Independensi sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas audit didefinisikan sebagai sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Dijabarkan peneliti kedalam tiga komponen, yaitu: lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor (Fogarty, 1996). Disamping itu juga mengacu pada standar umum yang telah ditetapkan oleh IAI (SPAP:2001). Pengukuran Variabel Penelitian ini dirancang sebagai studi empiris dan merupakan cross sectional study yaitu studi yang dilakukan terhadap suatu objek pada satu waktu tertentu.
Dimana dalam penelitian kali ini mencoba untuk
mengidentifikasikan pengaruh dari faktor-faktor keahlian dan independensi auditor sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Pengetahuan Ciri-ciri Psikologis Faktor-faktor
Kemampuan
keahlian
Berfikir Strategi Penentuan Keputusan Analisis Tugas Lama Ikatan Dengan Klien
Faktor-faktor independensi
KUALITAS AUDIT
30
Tekanan dari Klien Telaah Rekan Auditor
GAMBAR 2 Kualitas audit sebagai variable dependen. Variabel independen terdiri dari delapan faktor yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan dan analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah dari rekan auditor. Kelima komponen pertama dari variabel independen merupakan indikator dari keahlian audit yang telah diteliti oleh Murtanto (1998), ketiga faktor berikutnya merupakan indikator dari independensi auditor yang telah diteliti oleh Fogarty (1996).
Untuk selanjutnya peneliti menyajikan pengukuran variabel
independen kedalam tabel berikut . KEAHLIAN ELEMEN PENGUKUR 1.Komponen Pengetahuan 1. pengetahuan mengenai prinsip akuntansi dan standar audit 2. pengetahuan mengenai kondisi umum perusahaan klien 3. Lama bekerja sebagai auditor di KAP 4. Tingkat pendidikan auditor 5. Pelatihan yang pernah diikuti auditor 6. keahlian khusus, mis.pajak 2. Ciri-ciri Psikologis 1. Bertanggung jawab 2. kemampuan berkomunikasi auditor 3. kemampuan untuk bekerja sama 3. Kemampuan berfikir 1.kemampuan mengakumulasi dan mengolah informasi 2. tingkat kecerdasan tinggi 3. kemampuan beradaptasi 4. Strategi penentuan 1. strategi penentuan keputusan auditor keputusan 5. Analisis Tugas 1. Bantuan rekan auditor 2. intuisi 3. lama bekerja
31
4. pengalaman kerja INDEPENDENSI ELEMEN PENGUKUR 1. Lama ikatan dengan 1. lama mengaudit klien klien 2. intensitas ikatan dengan klien 3. pemberian jasa lain 2. Tekanan dari klien 1. Fee audit 2. penggantian auditor 3. fasilitas dari klien 3. Telaah rekan auditor 1. manfaat telaah 2. hukuman terhadap audit yang buruk
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tipologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
yang berarti adalah
penelitian yang akan meneliti masalah-masalah yang berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menguji atau menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan current status dari subyek yang diteliti. Tipe penelitian ini umumnya berkaitan dengan opini (individu, kelompok, atau organisasional), kejadian, atau prosedur (Nur Indriantoro, 1998:26).
B. Populasi dan sampel Penelitian dilakukan pada KAP yang berada di wilayah Jawa Tengah dan DIY, dengan alasan semakin banyak jumlah KAP yang diteliti, semakin banyak responden yang dapat diteliti.
32
Satuan pengamatan pada penelitian ini adalah para auditor pada setiap levelnya yang bekerja di KAP, junior auditor, senior auditor, supervisor, manajemen, dan partner. Dalam penelitian ini, penulis tidak menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang akan digunakan.
Jumlah sampel yang diteliti didapat dari
kuesioner yang kembali dan telah terseleksi kelengkapannya. Dari sejumlah KAP yng berada di wilayah Jawa Tengah dan DIY yang dianggap sebagai populasi, peneliti bermaksud mengambil sampel semaksimal mungkin dengan metode sampling convienience yaitu pengumpulan informasi dari anggota populasi yang dengan baik sekali/dengan mudah dapat menyediakan informasi (Sekaran, 2000). Oleh karena itu, peneliti membagikan kuesioner sebanyak mungkin kepada responden.
Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
adanya kemungkinan tidak didapatnya jawaban dari responden. Alasan lain adalah agar data yang terkumpul tetap memenuhi kriteria pengolahan data. Menurut buku directory IAI Kompartemen Akuntan Publik tahun 2001-2002, KAP di wilayah Jawa Tengah dan DIY tersebar di kota, yaitu: Semarang, Purwokerto, Yogyakarta, dan Surakarta.
C. Teknik Pengumpulan data Jenis Data Yang Dikumpulkan : 1. Data Primer Sekaran (2000: 221) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh langsung dari individu, kelompokkelompok tertentu, dan juga responden yang telah ditentukan secara
33
spesifik oleh peneliti yang memiliki data secara spesifik dari waktu ke waktu. Instrumen Data Primer : Survey dalam bentuk kuesioner dan wawancara merupakan cara yang ditempuh untuk mendapatkan data primer. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survey dengan validitas dan reliabilitas yang setinggi mungkin (Singarimbun dan Effendi, 1999:175). Kuesioner dinyatakan dalam bentuk Closed Questions dan OpenEnded Questions. Sekaran (2000:237) mengatakan bahwa tujuan penggunaan Closed Questions dalam suatu kuesioner adalah untuk membantu responden dalam membuat keputusan secara cepat dalam memilih berbagai alternatif pernyataan yang tersedia sedangkan OpenEnded Questions mengarahkan responden untuk menjawab pertanyaan dengan cara mereka sendiri. Open Ended Question dalam kuesioner ini lebih mengarah pada pertanyaan yang bersifat mengupas pendapat responden mengenai faktor lain yang mereka anggap mampu untuk dijadikan indikator untuk menilai kualitas audit. Closed Questions juga memudahkan peneliti dalam memberi kode untuk analisis yang akan dilakukan.
Teknik Pengumpulan dan Penyebaran Data Primer: Penyebaran data itu sendiri akan dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pos dan mendatangi responden secara langsung. Untuk responden
34
di luar wilayah Kotamadya Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) peneliti akan akan mengirimkan kuesioner melalui pos, sedangkan untuk responden di kedua wilayah tersebut peneliti akan mendatangi rsponden secara langsung. Peneliti akan mendatangi responden sedikitnya dua kali.
Kunjungan pertama untuk menyerahkan kuesioner, kunjungan
kedua dilakukan satu minggu setelah kunjungan pertama untuk mengambil kuesioner yang telah diisi responden. Untuk kuesioner yang belum terisi, peneliti akan mengambilnya pada kunjungan ketiga, satu minggu setelah kunjungan kedua. Digunakannya jasa pos untuk menyebarkan kuesioner di luar wikayah Kotamadya Surakarta dan DIY memiliki banyak kelemahan, antara lain: 1. besar kemungkinan yang menjawab kuesioner bukanlah sasaran yang dituju dalam penelitian, 2. besar kemungkinan responden menjawab dengan asal-asalan, 3. besar kemungkinan kuesioner tidak kembali, juga 4. memerlukan waktu yang cukup lama. Walaupun metode pos mempunyai kelemahan-kelemahan di atas, namun mengingat penulis tinggal di wilayah
Kotamadya Surakarta,
maka metode tersebut sangat menghemat biaya dan tenaga.
Untuk
memperkecil kemungkinan resiko yang ditimbulkan oleh kelemahankelemahan metode pos, penulis sebelumnya menghubungi via telepon KAP yang bersangkutan dengan menjelaskan maksud dan tujuan
35
penyebaran kuesioner serta permohonan
agar kuesioner tersebut
disebarkan kepada masing-masing level di KAP dan bantuan untuk mengirimkan kembali jawaban yang telah terisi kedalam amplop dan perangko balasan yang telah disediakan. Dengan mendatangi sendiri responden KAP yang ada di wilayah Surakarta dan DIY minimal dua kali, maka biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak jika dibandingkan melalui pos. Selain itu, metode ini akan banyak menyita waktu dan tenaga. Walaupun metode mendatangi langsung responden memilki kelemahan-kelemahan
seperti
disebutkan
diatas,
namun
penulis
menganggap keuntungan dari metode ini lebih banyak, antara lain: 1. dapat dipastikan bahwa yang berpartisipasi adalah mereka yang benar-benar memiliki kepentingan dengan penelitian ini, 2. kemungkianan jawaban kuesioner hanya diisi secara asal-asalan oleh subjek dapat diperkecil, 3. kemungkinaan yang mengisi kuesioner adalah bukan sasaran dapat diperkecil, juga 4. waktu yang diperlukan lebih sedikit. Dengan kelebihan-kelebihan dalam metode pengumpulan data ini, maka diharapkan data dapat memenuhi kriteria pengolahan dan hasil penelitian dapat menggambarkan keadaan yangs sesungguhnya.
1. Data Sekunder
36
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari responden yang diteliti karena data tersebut dinyatakan dalam bentuk publikasi baik oleh media massa maupun oleh laporan tertulis yang dipublikasikan secara tidak langsung oleh responden melalui berbagai media, web sites, internet maupun oleh pemerintah (Uma Sekaran, 2000: 221). Instrumen Data Sekunder : Jurnal-jurnal ilmiah, literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok bahasan yang diteliti serta artikel yang memuat tentang permasalahan yang dirumuskan.
Teknik Pengumpulan Data Sekunder : Untuk memperoleh data sekunder dilakukan studi pustaka dengan membandingkan relevansi antara masalah yang diteliti dengan literatur-literatur yang relevan, seperti jurnal-jurnal ilmiah dan artikel yang bersangkutan.
C. Pengembangan instrumen Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data penelitian ini adalah pengembangan tulisan Alia Arisanti (2001) mengenai keahlian dan independensi auditor dan tulisan Murtanto dan Gundono (1999) mengenai keahlian audit.
37
Atas dasar tesis Alia Ariesanti (2001) tersebut penulis merumuskan faktor-faktor keahlian dan independensi untuk menilai kualitas audit. Dari masing-masing faktor kemudian dikembangkan sejumlah pertanyaan, dengan distribusi sebagai berikut: 1. Faktor pengalaman
: 6 pertanyaan (no 1 - 6)
2. Pendidikan
: 8 pertanyaan (no 7 - 14)
3. Lama ikatan dengan klien
: 2 pertanyaan (no 15-17)
4. Tekanan dari klien
: 2 pertanyaan (no 17– 8)
5. Telaah rekan auditor
: 4 pertanyaan (no 19-22)
Saat ini penulis ingin mengembangkan kuesioner tersebut kedalam pernyataan yang lebih kompleks dengan menambah 8 pertanyaan, karena adanya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi variabel independen (X1) yaitu keahlian auditor. Perubahan faktor-faktor tersebut mengikuti penelitian yang telah dilakukan oleh Murtanto dan Gudono (1999), yang membagi variabel keahlian auditor kedalam 5 faktor, yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, dan analisis tugas. Sehingga terjadi perubahan dalam susunan pertanyaan sebagai berikut: 1. Komponen pengetahuan
: 11 pertanyaan (no 1 - 11)
2. Ciri-ciri psikologis
: 4 pertanyaan (no 12-15)
3. Kemampuan berfikir
: 6 pertanyaan (no 16-21)
4. Strategi penentuan keputusan
: 3 pertanyaan (no 22-24)
5. Analisis tugas
: 6 pertanyaan (no 25-30)
38
6. Lama ikatan dengan klien
: 4 pertanyaan (no 1 – 4 )
7. Tekanan dari klien
: 3 pertanyaan (no 5 – 7 )
8. Telaah rekan auditor
: 3 pertanyaan (no 8 - 10)
Saat ini penulis tetap melakukan uji validitas maupun reliabilitas kembali terhadap kuesioner tersebut karena adanya pengembangan terhadap instrumen yang akan digunakan dengan perangkat olah data yang sama dengan penelitian terdahulu. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi pernyataan untuk mengetahui faktor-faktor keahlian dan independensi auditor yang dinyatakan dalam bentuk Closed Questions. Pernyataan pada bagian pertama ini dikembangkan berdasarkan faktorfaktor yang sudah disebutkan di atas, yaitu (1) komponen pengetahuan, (2) ciri-ciri psikologis, (3) kemampuan berfikir, (4) strategi penentuan keputusan, (5) analisis tugas, (6) lama ikatan dengan klien, (7) tekanan dari klien, dan (8) telaah rekan auditor. Pernyataan pada bagian pertama dikembangkan dengan menggunakan model skala Likert dengan kemungkinan jawaban yang diberikan kepada responden adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penulis memilih skala Likert dengan komposisi lima (5) adalah dengan maksud bahwa skala Likert komposisi lima (5) telah mampu menunjukkan adanya reliabilitas dalam pengujian karena dengan meningkatkan skala Likert
39
ke dalam komposisi 7 atau 9 justru tidak akan meningkatkan reliabilitas dari komposisi yang terbentuk (Uma Sekaran, 2000:200). Bagian kedua adalah pernyataan isian berbentuk Open-Ended Questions untuk meminta pendapat responden mengenai kualitas audit dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas audit selain faktor-faktor keahlian dan independensi auditor yang dijabarkan kedalam komponen yang telah disebutkan pada pernyataan pertama.
D. Teknik Pengujian Dan Penganalisisan Data
1. Pengujian Data Penelitian Suatu pengukuran yang baik harus memiliki validitas dan reliabilitas untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dari penelitian tersebut. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas diperlukan untuk memenuhi syarat tersebut. Penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS Window Release versi 10.01.
a. Uji Normalitas Pengujian normalitas dilakukan untuk menentukan statistik induktif yang seharusnya digunakan, menggunakan statistik parametrik atau non-parametrik. Apabila data berdistribusi normal, maka statistik induktif yang digunakan adalah statistik parametrik, sebaliknya apabila
40
data tidak berdistribusi normal, maka statistik induktif yang digunakan adalah non-parametrik. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan program SPSS. Deteksi kenormalan dapat dilakukan dengan cara berikut ini: A. Hasil uji normalitas Nilai signifikansi atau nilai probabilitas M 0,05 maka Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa data tidak berdistribusi normal. Nilai signifikansi atau nilai probabilitas
0,05 maka Ho tidak
ditolak. Hal ini berarti bahwa data berdistribusi normal. B. Menguji normalitas dengan plot (Q plot) Apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka distribusi data dikatakan normal. Apabila data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka distribusi data tidak normal. Mengingat pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, maka kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian ini. Keabsahan hasil suatu penelitian sosial sangat ditentukan oleh alat pengukur yang digunakan dalam mengukur variabel penelitiannya. Apabila alat yang digunakan dalam pengukuran data tidak valid dan tidak dapat dipercaya, maka hasil penelitian yang diperoleh tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Oleh sebab itu untuk
41
mengantisipasi masalah ini, maka dalam penelitian ini akan dilakukan dua macam test, yaitu tes validitas (test of validity) dan tes reliabilitas (test of reliability).
Untuk mengetahui pengaruh keahlian dan
independensi auditor terhadap kualitas audit digunakan metode analisis regresi linier berganda.
Analisis data akan dilakukan dengan
menggunakan paket program SPSS.
b. Uji Validitas Uji validitas diperlukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsinya (Uma Sekaran, 2000:309). Suatu instrumen pengukuran dikatakan memiliki nilai validitas yang tinggi apabila mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya penelitian tersebut. Uji yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai uji yang memiliki validitas yang rendah. Azwar (1992) menyatakan bahwa jenis validitas suatu tes ada tiga: (1) validitas konstruk (construct validity), (2) validitas isi (content validity), dan (3) validitas berdasarkan kriteria (criterionrelated validity). Validitas konstruk adalah suatu validitas yang menunjukkan batas alat pengukur mengungkapkan suatu trait atau konstruk teoritik yang hendak diukurnya, pendekatan validitas ini cukup sedehana dan
42
objektif. Validitas isi adalah suatu validitas yang menunjukkan batas suatu alat pengukur mencerminkan hal-hal yang akan diukur atau diteskan, penilaiannya didasarkan pada pertimbangan subjektif individual tidak melibatkan perhitungan statistik apapun. Validitas kriteria adlah suatu validitas yang memperhatikan hubungan antar alat pengukur dengan pengukur lainnya yang berfungsi sebagai kriteria pembanding. Prosedur validasi prediktifnya memerlukan waktu yang banyak dan mungkin juga biaya yang besar, karena prosedur ini pada dasarnya bukan pekerjaan yang dianggap selesai setelah satu kali analisis, tetapi lebih merupakan kontinuitas dalam mengembangkan tes sebagai prediktor. Berdasarkan
alasan-alasan
tersebut,
peneliti
menggunakn
pendekatan validitas konstruk karena pendekatan tersebut lebih objektif dan cukup sedehana. Validitas konstruk merupakan satu cara yang paling banyak digunakan. Validitas alat pengukur dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh masing-masing pertanyaan dengan skor totalnya. Skor total ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor pertanyaan. Korelasi antara skor pertanyaan tertentu dengan skor totalnya harus signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu. Apabila ternyata skor masingmasing pertanyaan berkorelasi dengan
skor totalnya, maka dapat
dikatakan bahwa alat pengukur tersebut mempunyai validitas. Pengujian Validitas akan menggunakan teknik Korelasi product moment dengan rumus :
43
r =
Notasi
N(
XY )
[N
X2
:
N = jumlah sampel
(
X
(
X ) 2 ][ N
Y) Y2
(
Y )2 ]
R = validitas X = skor masing-masing pernyataan Y = skor total c. Uji Reliabilitas
rn = Notasi
:
n
SDt2
n 1
( SDt2 ) SDt2
rn
= Reliabilitas yang dicari
N
= Jumlah item kuesioner / pernyataan
SDt2 = Varians Skor Tes Data yang diperoleh dari pengamatan selama penelitian selanjutnya akan disusun dalam suatu tabel distribusi frekuensi agar dapat dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan mengelompokkan responden berdasarkan jawaban yang diberikan sehingga dapat diketahui berapa persentase responden yang memiliki sikap setuju, netral, atau tidak setuju terhadap suatu faktor tertentu.
2. Teknik Analisis Statistik 2.1. Analisis Regresi Linier Berganda
44
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Bentuk persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + .........+ b8X8 + i Keterangan: Y
= KualitasAudit
X1
= komponen pengetahuan
X2
= ciri-ciri psikologis
X3
= kemampuan berfikir
X4
= strategi penentuan keputusan
X5
= analisis tugas
X6
= lama ikatan dengan klien
X7
= tekanan dari klien
X8
= telaah rekan auditor
a
= Konstanta
b1,b2,....b8 = Koefisien regresi, dan i
= Residual dari regresi yang diestimasi
2.2. Uji t Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh setiap variabel bebas, yaitu kompenen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, startegi penentuna keputusan ,analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor terhadap kualitas audit sebagai variabel terikat. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini: Menentukan hipotesis nihil dan hipotesis alternatif
45
Ho : bx = 0, untuk masing-masing variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8). (kompenen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, startegi penentuan keputusan ,analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit). Ha : bx
0, untuk masing-masing variabel bebas (X1,X2, X3, X4,
X5, X6, X7, X8). (kompenen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, startegi penentuna keputusan ,analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit). Menentukan tingkat signifikan ( ) = 5%, juga degre of freedom sebesar (n-k). Menentukan kriteria pengujian Gambar 2 Uji t
Daerah Tolak Ho
Daerah Tolak Ho Daerah Terima Ho
Ho tidak ditolak jika -t /2 M th M t /2 Ho ditolak, jika th > t /2 atau –th < -t /2 Menentukan nilai th dengan rumus: b t hitung =
46
Sb Keterangan: b
= koefisien regresi, dan
Sb
= st, error of estimated,
Kesimpulan Ho tidak ditolak jika -t /2 M th M t /2.
Hal ini berarti
variabel bebas (X) secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y). Ho ditolak, jika th > t
atau –th < -t /2. hal ini berarti
variabel bebas (X) secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terahdap variabel terikat (Y).
2.3. Uji F Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara serempak dari variabel bebas (X1 dan X2) terhadap variabel terikat (Y). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut ini: Menentukan hipotesis nihil dan hipotesis alternatif Ho
= kompenen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan ,analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor secara bersama-sama
tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Ha
= kompenen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan ,analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit.
47
Menentukan taraf signifikansi yang digunakan, yaitu
= 5%
Menentukan nilai kritis Menentukan F hitung dengan rumus:
R2 / (1k-1) F hitung = (1-R2) / (N-k) Notasi : R2 = koefisien determinasi, N = jumlah observasi, dan K = jumlah variabel
Kesimpulan Apabila F hitung < F tabel, maka Ho tidak ditolak. Hal ini berarti
bahwa
variabel
bebas
secara
bersama-sama
tidak
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Apabila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel bebas secara bersam-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. 2.4. Koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui kontribusi sumbangan pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Nilai koefisien deteminasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila bernilai 1 berarti terjadi suatu kecocokkan yang sempurna. Apabila
48
bernilai 0 berarti tidak adahubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. 2.6. Uji Asumsi Klasik uji aumsi klasik dapat dikatakan sebagai uji kriteria ekonomi untuk mengetahui bahwa hasil estimasi memenuhi asumsi dasar linier klasik.
Dengan terpenuhinya asumsi-asumsi ini, maka diharapkan
koefisien-koefisien yang diperoleh menjadi penaksir mempunyai sifat efisien, linier, dan tidak bias. Dalam penelitian ini digunakan uki penyimpangan
asumsi
klasik
berupa:
uji
autokorelasi,
uji
heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas.
2.6.1. Uji Autokorelasi autokorelasi
adalah
suatu
kondisi
yang
variabel
gangguannya pada periode tertentu berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode yang lain. Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi biasanya digunakan uji Durbin-Watson.
Nilai d
dihitung dengan formula: ei x ei - 1 d=2x1– ei Berikut ini akan ditunjukkan beberapa kesimpulan yang dapat ditarik mengenai keberadaan autokorelasi antara variabel gangguan berdasarkan kesimpulan Gujarati (1995).
49
GAMBAR 2 Statistik d Durbin – Watson
Tidak terjadi autokorelasi
du
2
4-du
Menolak Ho
Ragu- ragu dl
Ragu-ragu
Menolak Ho 0
Menerima Ho
4-dl
4
Tabel 1 Durbin - Watson Ho (hipotesis nol)
Keputusan
Jika
Tak ada autokorelasi +
menolak
0 < d < dl
Tak ada autokorelasi +
ragu-ragu
dl < 4 M du
Tak ada korelasi –
menolak
(4-dl)< d < du
Tak ada autokorelasi –
ragu-ragu
(4-du)M d M 4 -dl
Tak ada autokorelasi +/-
menerima
du < d < (4-du)
Sumber: Gujarati, 1995
2.6.2. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika variabel gangguan dalam fungsi regresi linier mempunyai varian yang tidak sama. Uji ini
50
dimaksudkan
untuk
mengetahui
terjadinya
penyimpangan
terhadap asumsi varance residual constant, var. (µ/Xi) =
2
,
untuk semua variabel penjelas. Keberadaan heteroskedastisitas menyebabkan panaksir ordinary least square (OLS) tidak lagi efisien, meskipun tetap konsisten dan tidak bias.
Hal ini
disebabkab adanya persyaratan varian minimum yang tidak terpenuhi sepenuhnya.
Cara yang lazim digunakan untuk
menghindari
heteroskedastisitas
masalah
adalah
melalui
transformasi log dan proses pendeflasian variabel observasi (Madalla, 1997). Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas digunakan PARK test, yaitu dengan menentukan persamaan regresi berikut ini (Gujarati, 1995). Ln et 2 = i + bi ln X + vi Dengan et 2 merupakan residual kuadrat dari model persamaan dan X adalah variabel-variabel bebas. Indikator ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari koefisien bi. Jika bi signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa disturbance terms bersifat homoskedastis. 2.6.3. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas
merupakan
suatu
keadaan
yang
menunjukkan hubungan yang sempurna antara beberapa atau
51
semua variabel bebas yang terdapat didalam model regresi (Gujarati, 1995). Adanya masalah kolinearitas menimbulkan konsekuensi, yaitu koefisien regresi masing-masing variabel bebas secara statistik menjadi tidak signifikan, akibat adanya variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat tidak diketahui (Gujarati, 1995). Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya Multikolinearitas
(Madlla,
1997),
salah
satunya
menggunakan metode yang digunakan oleh klein.
dengan Derajat
kolineritas dapat dilihat dari koefisien determinasi parsial (r 2 ) dari regresi antar variabel bebas dibandingkan dengan koefisien R 2 pada model semula. Jika R 2 > nilai r 2 parsial, maka dapat disimpulkan
bahwa
model
tersebut
bebas
dari
adanya
multikolinearitas. Cara lain yang digunakan peneliti untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, yaitu dengan melihat nilai VIF atau variance inflation factor. Dimana jika VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas.
52
BAB IV ANALISIS DATA
A. Pelaksanaan Penelitian dan Hasil Pengumpulan Data Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh beberapa faktor yaitu: komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor terhadap keahlian dan independensi auditor sebagai indikator kualitas audit. Instrumen
yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah merancang kuesioner dan membuat surat ijin penelitian. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh peneliti terdahulu, dan diuji kembali validitas dan reliabilitasnya disebabkan pengembangan beberapa variabel yang dilakukan oleh peneliti saat ini. Setelah merancang kuesioner, langkah selanjutnya adalah mencari ijin penelitian yang merupakan syarat untuk melaksanakan penelitian. Peneliti membawa surat ijin penelitian yang telah ditandatangani oleh Dekan dan surat permohonan kuesioner yang telah ditandatangani oleh Dekan dan Dosen pembimbing dalam proses pengumpulan data. Responden dalam penelitian ini adalah para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
53
Yogyakarta. Data KAP yang dijadikan target distribusi kuesioner didapat dari Data IAI tahun 2001. Dikarenakan sumber data tersebut belum mengalami perbaharuan, sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang berada dilapangan. Banyak KAP yang tutup (tidak beroperasi) atau pindah tempat tanpa bisa ditelusuri. Disamping itu juga kendala dari pihak KAP sendiri yang tidak bersedia untuk mengisi kuesioner karena kesibukannya, menyebabkan banyak kuesiner yang ditolak, tidak terisi lengkap ataupun tidak kembali. Sebanyak 19 KAP yang bersedia mengisi kuesioner, 5 KAP berasal dari wilayah Surakarta, 8 KAP berasal dari Semarang, dan 5 KAP berasal dari Yogyakarta. Dari 19 KAP tersebut, hanya 16 KAP yang mengembalikan kuesioner, KAP berasal dari Semarang, 5 KAP berasal dari Surakarta, dan 5 KAP berasal dari Yogyakarta yang mengembalikan kuesioner. Distribusi kuesioner dari masing-masing KAP dapat dilihat dalam tabel IV.1. TABEL IV.1 DISTRIBUSI ASAL KAP RESPONDEN AKUNTAN PUBLIK No
KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Kuesioner
Kuesioner
Dikirim
Kembali
1
KAP.Drs.Busroni, Solo
5
5
2
KAP.Drs.Rachmad Wahyudi, Solo
6
5
3
KAP.Drs.Payamta & Rekan, Solo
5
4
4
KAP.Drs.Soemantri S, Solo
2
2
5
KAP.Henry Susanto, Solo
5
5
6
KAP.Drs.Ngurah Arya & Rekan, Semarang
7
-
7
KAP.Drs.Yulianti, Semarang
7
7
54
8
KAP.Drs.Darsono & Budi C.S, Semarang
5
5
9
KAP.Drs.Gitoyo, Semarang
7
7
10
KAP.Dra.Harjati, Semarang
5
5
11
KAP.Drs.I.Soetikno, Semarang
7
-
12
KAP.Leonard, Mulia & Richard (cab), SMG
7
6
13
KAP.Drs.Tahrir Hidayat, Semarang
5
5
14
KAP.Drs.Abdul Muntalib, Yogyakarta
5
5
15
KAP.Drs.Henry Susanto, Yogyakarta
5
5
16
KAP.Dra.Sri Suharni, Yogyakarta
5
5
17
KAP.Drs.Bambang Hartadi, Yogyakarta
5
5
18
KAP.Drs.Kumalahadi, Yogyakarta
5
5
19
KAP.Drs.Oetoet Wibowo Purwokerto
5
-
103
81
JUMLAH
Distribusi kuesioner, pengembalian kuesioner yang memenuhi syarat untuk proses analisis adalah sebagai berikut: kuesioner dikirim 103, kuesioner kembali 81 berarti 83,43% tingkat pengembalian, 10 kuesioner gugur, dan yang terpakai 71 kuesioner. Lamanya waktu yang digunakan untuk menyebarkan kuesioner sampai kuesioner terkumpul adalah sekitar 4 minggu, yaitu dari tanggal 19 Juni sampai 12 Juli 2003.
Setelah dilakukan proses penyuntingan kuesioner,
ternyata ada beberapa kuesioner yang gugur karena tidak memenuhi syarat, yaitu responden yang mengisi bukan seorang akuntan dalam arti responden tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan sarjana ekonomi jurusan akuntansi.
55
B. Karakterisitik Akuntan Publik Berdasarkan jenjang pendidikan yang pernah ditempuh, dari 71 responden akuntan publik, diketahui 69 orang (97,2%) berpendidikan S1, hanya 2 orang (2,8%) yang berpendidikan S2, dan tidak ada satu orang respondenpun yang berpendidikan S3. Berdasarkan jabatan/posisi dalam kantor akuntan publik, baik sebagai partner, manajer, supervisor, auditor senior, maupun auditor junior, ada 4 orang (5,6%) yang jabatannya sebagai partner, 7 orang (9,8%)
sebagai
manajer, 13 orang (18,4%) sebagai supervisor, 19 orang (26,8%) sebagai auditor senior, dan 28 orang (39,4%) sebagai auditor junior. Berdasarkan keahlian khusus selain audit yang dimiliki auditor pada kantor akuntan publik, baik sebagai analisis sistem, konsultan pajak, maupun konsultan manajemen, ada 23 orang (32,5%) yang memiliki keahlian sebagai analisis sistem, 19 orang (26,7%) sebagai konsultan pajak, 17 orang (23,9%) sebagai konsultan manajemen, dan 12 orang (16,9%) tidak memiliki keahlian khusus selain audit.
C. Pengujian Kualitas Data C.1.Uji Normalitas Pengujian normalitas dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui statistik induktif yang seharusnya digunakan dalam penelitian ini.
Pengujian normalitas dilakukan untuk semua variabel.
Berikut
56
disajikan tabel yang berisi signifikansi dari kolmogorov smirnov (k-s) hasil uji normalitas dengan bantuan program SPSS. TABEL.IV.2 Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov No
Jumlah Sampel
Variabel
Sig
Kesimpulan
1
71
Y
0,253
Normal
2
71
X1
0,188
Normal
3
71
X2
0,092
Normal
4
71
X3
0,183
Normal
5
71
X4
0,201
Normal
6
71
X5
0,180
Normal
7
71
X6
0,065
Normal
8
71
X7
0,085
Normal
9
71
X8
0,206
Normal
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi atau probabilitas data yang diuji semua berada di atas alpha 0,5%. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data adalah normal, sehingga statistik induktif yang digunakan adalah statistik parametrik. Mengingat data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner, maka kesungguhan dalam menjawab pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian ini. Alat pengukur variabel penelitian sangatlah penting untuk menentukan keabsahan suatu penelitian sosial. Alat pengukur yang valid dan dapat dipercaya akan membawa hasil penelitian yang menggambarkan keadaan
57
yang sebenarnya.
Untuk tujuan tersebut, maka dalam penelitian ini
dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Anggapan data yang terkumpul adalah valid dan reliabel tidak menutup kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan dalam pengumpulan data maupun pengukuran atas variabel-variabel yang digunakan.
Peneliti telah berupaya mengatasi
keterbatasan tersebut dengan kedua uji ini, namun kedua uji ini hanya merupakan tolak ukur internal saja.
Hal-hal yang bersifat eksternal,
seperti: ketidakjujuran responden dalam memberikan data, persepsi mereka yang berlainan, suasan hati, dan lain sebagainya berada diluar kemampuan peneliti. Data yang terkumpul dan masuk seleksi akan diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan paket program SPSS. C.2.Uji Validitas Validitas data penelitian ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat. Suatu instrumen pengukur dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur construct sesuai dengan apa yang diharapkan oleh peneliti (Indriantoro dan Supomo, 1999).
Umumnya peneliti menggunakan
koefisien korelasi 0,30 ke atas, merupakan indikasi soal-soal yang baik (Sevilla, 1993).
Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik Korelasi Product Moment, yaitu dengan mencari koefisien korelasi antara skor suatu pernyataan dengan skor total dengan rumus sebagai berikut:
58
r =
Notasi
N(
XY )
X
(
[N
X2
:
N = jumlah responden
(
X ) 2 ][ N
Y) Y2
(
R = validitas X = skor masing-masing pernyataan Y = skor total
TABEL IV.3
HASIL UJI VALIDITAS FAKTOR KEAHLIAN No Item
r
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
0,676** 0,564** 0,756** 0,708** 0,629** 0,601** 0,556** 0,633** 0,591** 0,515** 0,544** 0,581** 0,513** 0,699** 0,606** 0,470** 0,634** 0,756** 0,378** 0,624** 0,389** 0,672** 0,662** 0,661** 0,571** 0,503**
Y )2 ]
59
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
0,548** 0,497** 0,460** 0,626** 0,591** 0,688** 0,541** 0,575** 0,501** 0,589** 0,516** 0,557** 0,280* 0,557**
Hasil uji validitas faktor keahlian yang ditunjukkan dengan skor item terhadap skor total untuk ke 40 butir pernyataan. Tanda ** menunjukkan signifikan pada
value < 0,01 dan tanda * menunjukkan signifikan pada
value < 0,05. Kesimpulannya semua item pertanyaan dalam instrumen yang digunakan valid dengan tingkat sigifikansi
5%
dengan r tabel
0,312. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran. TABEL IV.4 HASIL UJI VALIDITAS FAKTOR KUALITAS AUDIT No Item
r
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,434** 0,708** 0,845** 0,752** 0,918** 0,872** 0,825** 0,786** 0,888**
60
10
0,876**
Hasil uji validitas faktor keahlian yang ditunjukkan dengan skor item terhadap skor total untuk ke 10 butir pernyataan. Tanda ** menunjukkan signifikan pada
value < 0,01 dan tanda * menunjukkan signifikan pada
value < 0,05. kesimpulannya semua item pertanyaan dalam instrumen yang digunakan valid dengan tingkat sigifikansi 5% (r tabel 0,632). Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran. C.3.Uji Reliabilitas Konsep reliabilitas adalah konsistensi. Instrumen penelitian dapat dievaluasi berdasarkan perspektif dan teknik yang berbeda tetapi data yang dikumpulkan harus tetap konsisten. Untuk mengetahui stabilitas skor-skor pernyataan atau jawaban dalam satu faktor maka dalam penelitian ini digunakan formula Cronbach’s Alpha. Formula Cronbach’s Alpha digunakan karena butir pernyataannya memiliki nilai skala ordinal. Pada pengujian, jika koefisien
makin tinggi maka semakin baik
pengukuran suatu instrumen (Sekaran , 2000). Besarnya nilai
(alpha)
yang dihasilkan dibandingkan dengan indeks di bawah ini (Suhaersini dalam Muthmainah, 2001): 0,800-1,00
: sangat tinggi
0,600-0,799
: tinggi
0,400-0,599
: cukup tinggi
0,200-0,399
: rendah, dan
<0,200
: sangat rendah
61
Pada penelitian ini, 40 pernyataan yang telah diuji validitasnya ternyata semuanya dinyatakan valid karena r hitung lebih besar daripada r tabel sehingga pada ke-50 item pernyataan tersebut dilakukan uji reliabilitas. Pendekatan yang digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas adalah menggunakan koefisien alpha (Cronbach’s Alpha), yang semakin tinggi koefisien -nya maka semakin baik data yang digunakan. Hasil uji reliabilitas terhadap 40 butir pernyataan menunjukkan: untuk faktor-faktor keahlian dan dan independensi
koefisien alpha sebesar
0,9389, dan faktor kualitas audit koefisien alpha 0,9353. Artinya bahwa pernyataan-pernyataan yang ada pada: instrumen fakor keahlian dan independensi memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi yaitu pada skala pertama antara 0,800-1,00 dan instrumen kualitas audit yang memilki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi yaitu pada skala pertama 0,800-1,00 sesuai dengan angka indeks yang terdapat pada Suhaersini (dalam Muthmainah, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa data atau instrumen yang digunakan untuk pengambilan data memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi (reliabel). Perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.
62
D. Analisis Data dan Interpretasi Data D.1.Analisis Regresi Linier Berganda
Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya bahwa alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan persamaan sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +…………..+ b8X8 +
i
Dari model tersebut dapat diketahui sampai seberapa besar kedelapan variabel bebas dalam penelitian ini berpengaruh terhadap variabel terikat.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari hasil analisis
berikut ini TABEL IV.5 Hasil analisis Regresi dengan variabel terikat kualitas audit (Y) Statistik
Sig
A
32,381
0,002
b1
0,137
0,038
b2
0,594
0,024
b3
0,140
0,036
b4
0,772
0,005
b5
0,228
0,033
b6
0,751
0,000
b7
0,997
0,001
b8
0,307
0,006
R square adjusted
0,704
Multiple R
0,876
F ratio
9,907
63
Hasil analisis regresi di atas mendukung kedelapan hipotesis dengan variabel terikat keahlian dan independensi auditor sebagai kualitas audit (Y), dengan jumlah sampel 71 orang responden. Jadi persamaan regresi linier berganda dari hasil analisis tersebut adalah: Y = 32,381 + 0,137X1 + 0,594X2 + 0,140X3 + 0,772X4 + 0,228X5 + 0,751X6 + 0,997X7 + 0,307X8 Interpretasi dari variabel terikat (Y) dan kedelapan variabel bebas di atas adalah sebagai berikut: a = konstanta Nilai konstanta bertanda positif artinya responden tetap memiliki keahlian dan independensi sebagai kualitas audit, meskipun tidak ada variabel pengaruh berupa komponen pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor. b1 = koefisien regresi variabel komponen pengetahuan Besarnya nilai koefisien regresi variabel komponen pengetahuan menunjukkan nilai sebesar 0,137 terhadap kualitas audit (Y).
Hal ini
berarti bahwa komponen pengetahuan yang dimiliki auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada level siginikansi 0,038.. b2 = koefisien regresi variabel ciri-ciri psikologis Besarnya nilai koefisien regresi variabel ciri-ciri psikologis menunjukkan nilai positif sebesar 0,594 terhadap keahlian dan
64
independensi auditor sebagai kualitas audit (Y). Hal ini berarti bahwa ciriciri psikologis yang dimiliki auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,024.
b3 = koefisien regresi variabel kemampuan berfikir Besarnya nilai koefisien regresi variabel kemampuan berfikir menunjukkan nilai positif sebesar 0,140 terhadap keahlian dan independensi auditor sebagai kualitas audit (Y). Hal ini berarti bahwa kemampuan berfikir yang dimiliki auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,036 b4 = koefisien regresi variabel strategi penentuan keputusan Besarnya nilai koefisien regresi variabel strategi penentuan keputusan menunjukkan nilai positif sebesar 0,772 terhadap keahlian dan independensi auditor sebagai kualitas audit (Y). Hal ini berarti bahwa strategi penentuan keputusan yang dimiliki auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,05. b5 = koefisien regresi variabel analisis tugas Besarnya nilai koefisien regresi variabel analisis tugas menunjukkan nilai positif sebesar 0,228 terhadap keahlian dan independensi auditor sebagai kualitas audit (Y).
Hal ini berarti bahwa analisis tugas yang
dimiliki auditor berpengaruh terhadap kualitas auditpada level signifikansi 0,033. b6 = koefisien regresi variabel lama ikatan dengan klien
65
Besarnya nilai koefisien regresi variabel lama ikatan dengan klien menunjukkan nilai positif sebesar 0,751 terhadap kualitas audit (Y). Hal ini berarti bahwa lama ikatan dengan klien berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,000.. b7 = koefisien regresi variabel tekanan dari klien Besarnya nilai koefisien regresi variabel tekanan dari klien menunjukkan nilai positif sebesar 0,997 terhadap kualitas audit (Y). Hal ini berarti bahwa tekanan dari klien berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,001. b8 = koefisien regresi variabel telaah rekan auditor Besarnya nilai koefisien regresi variabel telaah rekan auditor menunjukkan nilai positif sebesar 0,307 terhadap kualitas audit (Y). Hal ini berarti bahwa telaah rekan auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,006. D.2.Uji t Pengujian koefisien regresi secara parsial (uji t) digunakan untuk menunjukkan peran pengaruh setiap variabel bebas yaitu: komponen pengetahuan (X1), ciri-ciri psikologis (X2), kemampuan berfikir (X3), strategi penentuan keputusan (X4), analisis tugas (X5), lama ikatan dengan klien (X6),tekanan dari klien (X7), dan telaah rekan auditor (X8) secara parsial (sendiri-sendiri). Pada uji t ini akan diketahui bahwa suatu variabel
66
bebas mempunyai pengaruh yang signifikan atau tidak terhadap variabel terikat yaitu kualitas audit (Y). a. Uji pengaruh antara variabel X1 terhadap Y Dengan tingkat signifikansi 5% dan jumlah sampel 71 responden diperoleh nilai t tabel sebesar 1,994.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh t hitung untuk variabel bebas X1 terhadap Y sebesar 2,483 terhadap Y. Untuk variabel X1 karena t hitung 2,483 > t tabel yaitu 1,994, maka Ho ditolak. Hal ini berarti komponen pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,038. b. Uji pengaruh antara variabel X2 terhadap Y Dengan tingkat signifikansi 5% dan jumlah sampel 71 responden diperoleh nilai t tabel sebesar 1,994.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh t hitung untuk variabel bebas X1 terhadap Y sebesar 2,924 terhadap Y. Untuk variabel X1 karena t hitung 2,924 > t tabel yaitu 1,994, maka Ho ditolak. Hal ini berarti komponen pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,024. c. Uji pengaruh antara variabel X3 terhadap Y Dengan tingkat signifikansi 5% dan jumlah sampel 71 responden diperoleh nilai t tabel sebesar 1,994.
Dari hasil pengolahan data
67
diperoleh t hitung untuk variabel bebas X1 terhadap Y sebesar 2,491 terhadap Y. Untuk variabel X1 karena t hitung 2,491 > t tabel yaitu 1,994, maka Ho ditolak hal ini berarti komponen pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,036.
d. Uji pengaruh antara variabel X4 terhadap Y Dengan tingkat signifikansi 5% dan jumlah sampel 71 responden diperoleh nilai t tabel sebesar 1,994.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh t hitung untuk variabel bebas X1 terhadap Y sebesar 3,061 terhadap Y. Untuk variabel X1 karena t hitung 3,061 > t tabel yaitu 1,994, maka Ho ditolak. hal ini berarti komponen pengetahuan berpengaruh kualitas audit pada level signifikansi 0,005. e. Uji pengaruh antara variabel X5 terhadap Y Dengan tingkat signifikansi 5% dan jumlah sampel 71 responden diperoleh nilai t tabel sebesar 1,994.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh t hitung untuk variabel bebas X1 terhadap Y sebesar 2,595 terhadap Y. Untuk variabel X1 karena t hitung 2,595 > t tabel yaitu 1,994, maka Ho ditolak. Hal ini berarti komponen pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,033.
68
f. Uji pengaruh antara variabel X6 terhadap Y Dengan tingkat signifikansi 5% dan jumlah sampel 71 responden diperoleh nilai t tabel sebesar 1,994.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh t hitung untuk variabel bebas X1 terhadap Y sebesar 3,896 terhadap Y. Untuk variabel X1 karena t hitung 3,896 > t tabel yaitu 1,994, maka Ho ditolak. Hal ini berarti lama ikatan denga klien berpengaruh terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0.000. g. Uji pengaruh antara variabel X7 terhadap Y Dengan tingkat signifikansi 5% dan jumlah sampel 71 responden diperoleh nilai t tabel sebesar 1,994.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh t hitung untuk variabel bebas X1 terhadap Y sebesar 3,882 terhadap Y. Untuk variabel X1 karena t hitung 3,882 > t tabel yaitu 1,994, maka Ho ditolak.
Hal ini berarti tekanan dari klien berpengaruh
terhadap kualitas audit pada level signifikansi 0,001. h. Uji pengaruh antara variabel X8 terhadap Y Dengan tingkat signifikansi 5% dan jumlah sampel 71 responden diperoleh nilai t tabel sebesar 1,994.
Dari hasil pengolahan data
diperoleh t hitung untuk variabel bebas X1 terhadap Y sebesar 3,126 terhadap Y.
69
Untuk variabel X1 karena t hitung 3,126 > t tabel yaitu 1,994, maka Ho ditolak. Hal ini berarti komponen pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas audit pada level siginifikansi 0,006. D.3.Uji F Uji F (fisher) digunakan untuk menunjukkan bahwa sekelompok variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Dari hasil analisis regresi berganda didapatkan F hitung > F tabel, yaitu 9,907 > 2,10 ,
maka Ho ditolak.
Hal ini berarti komponen
pengetahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuen berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor secara bersama-sama mempengaruhi kualitas audit paad level signifikan 0,001. D.4.Koefisien Determinasi Besarnya koefisien determinasi variabel komponen pengetahuan (X1), ciri-ciri psikologis (X2), kemampuan berfikir (X3), strategi penentuan keputusan (X4), analisis tugas (X5), lama ikatan dengan klien (X6), tekanan dari klien (X7), telaah rekan auditor (X8) terhadap kualitas audit (Y) sebesar 0,704. Hal ini berarti bahwa sumbangan pengaruh dari variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8 terhadap Y sebesar 70,4%, sisanya 29,6% berasal dari pengaruh faktor-faktor lain di luar model. D.5.Uji Asumsi Klasik
70
Model regresi di atas dapat digunakan jika model tersebut bebas dari gejala multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi, dan normalitas. a. Autokorelasi Untuk menghitung ada tidaknya autokorelasi dalm suatu model regresi digunakan Uji Durbin Watson.
Dari tabel Durbin Watson
dengan alpha 5% sampel 71 orang, dan k = 8. dari analisis regresi X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, dan Y diperoleh d hitung sebesar 1,986, du tabel sebesar 1,369 dan dl tabel sebesar 1,873 . Dengan demikian du < d < (4-du), maka Ho
tidak ditolak yang berarti tidak ada
autokorelasi. b. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah variabel pengganggu yang memiliki varian yang berbeda dari satu observasi ke observasi lainnya. Kasus ini merupakan penyimpangan homoskedastisitas, yaitu bahwa varian gangguan seluruhnya sama dari satu observasi ke observasi lainnya (Gujarati, 1995). Langkah yang dilakukan adalah mengambil nilai mutlak residual i kemudian nilai mutlak dijadikan variabel dependen. Selanjutnya dilakukan pengujian t, jika t hitung > nilai kritis maka dikatakan terdapat heteroskedastisitas, sebaliknya jika lebih kecil dikatakan terjadinya homoskedastisitas.
71
TABEL.IV.6 Hasil uji heteroskedastisitas dengan variabel terikat Y Variabel
t hitung
t tabel
Kesimpulan
X1
0,000
1,994
Homoskedastisitas
X2
0,000
1,994
Homoskedastisitas
X3
0,000
1,994
Homoskedastisitas
X4
0,000
1,994
Homoskedastisitas
X5
0,000
1,994
Homoskedastisitas
X6
0,000
1,994
Homoskedastisitas
X7
0,000
1,994
Homoskedastisitas
X8
0,000
1,994
Homoskedastisitas
c. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah suatu keadaan yang terdapat hubungan korelasi yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas yang terdapat dalam model regresi.
Istilah kolinearitas digunakan
untuk menunjukkan adanya hubungan antara variabel bebas dalam model regresi.
Cara yang diambil peneliti dalam menentukan ada
tidaknya multikolinearitas yaitu dengan nilai VIF (variance inflation factor). Nilai VIF lebih dari 5 maka variabel ada multikolinearitas. Sedangkan pada penelitian kali ini menunjukkan bahwa: TABEL IV.7 Hasil uji multikolinearitas Variabel
VIF
Kesimpulan
X1
3,926
Tidak multiko
72
X2
3,790
Tidak multiko
X3
2,716
Tidak multiko
X4
1,590
Tidak multiko
X5
4,015
Tidak multiko
X6
2,072
Tidak multiko
X7
1,977
Tidak multiko
X8
2,015
Tidak multiko
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan 1. Analisis hasil pengujian variabel independen terhadap
variabel
didapat bahwa, variabel independen yang terdiri dari faktor-faktor yaitu komponen pengatahuan, ciri-ciri psikologis, kemampuan berfikir, strategi penentuan keputusan, analisis tugas, lama ikatan dengan klien, tekanan dari klien, dan telaah rekan auditor ternyata berpengaruh terhadap kualitas audit sebagai variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda didapatkan pengaruh terhadap masing-masing hipotesis sebesar, untuk hipotesis pertama komponen pengetahuan dengan nilai 0,137 berpengaruh terhadap kualitas audit dan signifikan pada level 0,038. Hipotesis kedua menunjukkan ciri-ciri psikologis dengan nilai 0,594 berpengaruh terhadap kualitas audit dan signifikan pada level 0,024. Hipotesis ketiga menunjukkan kemampuan berfikir dengan nilai 0,140 dan signifikan pada level 0,036.
Hipotesis keempat menunjukkan
73
strategi penentuan keputusan dengan nilai 0,772 berpengaruh terhadap kualitas audit dan signifikan pada level 0,005. Hipotesis kelima menunjukkan analisis tugas dengan nilai 0,228 berpengaruh terhadap kualitas audit dan signifikan pada level 0,033. Hipotesis keenam menunjukkan lama ikatan dengan klien dengan nilai 0,751 berpengaruh terhadap kualitas audit dan signifikan pada level 0,000. Hipotesis ketujuh menunjukkan ikatan dengan klien dengan nilai 0,007 berpengaruh terhadap kualitas audit dan signifikan pada level 0,001.
Hipotesis kedelapan menunjukkan telaah rekan
auditor dengan nilai 0,307 berpengaruh terhadap kualitas audit tetapi tidak signifikan pada level 0,006. 2. Untuk hasil pengujian melalui uji t, dimana dicari masing-masing pengaruh secara parsial (sendiri-sendiri) variabel independen didapat adanya pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Dilihat dari t hitung > t tabel, dimana t tabel bernilai 1,994 dengan masing-masing t hitung untuk Hipotesis pertama komponen pengetahuan dengan nilai t 2,483. Hipotesis kedua ciri-ciri psikologis dengan nilai t 2,924. Hipotesis ketiga
kemampuan berfikir dengan nilai t 2,491.
Hipotesis
keempat strategi penentuan keputusan dengan nilai t 3,061. Hipotesis kelima analisis tugas dengan nilai t 2,595. Hipotesis keenam lama ikatan dengan klien dengan nilai 3,896. Hipotesis ketujuh ikatan dengan klien dengan nilai t 3,882. kedelapan telaah rekan auditor dengan nilai t 3,126. variabel berpengaruh dan signifikan pada level 0,05 (5%).
Hipotesis semua
74
B. Keterbatasan 1. Item-item dalam kuesioner yang digunakan sebagai tolak ukur masih terbatas pada penelitian terdahulu yang dikembangkan (Alia Ariesanti, 2001 dan Murtanto, 1998). 2. Kemungkinan ada suatu respon bias dari responden karena: (a)kemungkinan responden tidak menjawab secara serius, semakin tidak serius, bias menjadi semakin lebih tinggi, (b) peneliti tidak mengetahui
apakah
pengisi
kuesioner
adalah
benar-benar
responden yang bersangkutan, karena peneliti tidak mengetahui secara langsung proses pengisian kuesioner. 3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya akuntan publik yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
C. Implikasi Hasil Penelitian 1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas area survei untuk seluruh wilayah Indonesia sehingga hasil penelitian dapat disimpulkan secara umum. 2. Penelitian mendatang juga bisa menggunakan teknik interview untuk menghindari adanya respon bias dalam penelitian. 3. Penelitian mendatang bisa memperluas objek penelitian atau perlu ada modifikasi item-item pernyataan yang dijadikan tolak ukur keahlian dan independensi auditor dan juga kualitas audit dengan melakukan jajak pendapat yang dilakukan agar lebih dapat mencerminkan faktor-faktor yang dimaksudkan.
75
4. Membandingkan pendapat responden dengan memilih dua sampel yang berbeda, misalnya auditor dan mahasiswa.
Akan dilihat
apakah terdapat perbedaan antara pendapat mahasiswa yang belum memiliki pengalaman bekerja dengan auditor yang sudah terjun langsung dalam dunia kerja.
DAFTAR PUSTAKA Abdolmohammadi, Mohammad dan Wright, Arnold. 1987. “An Examination of the Effects of Experience and Task
Complexity on Audit
Judgements.” Accounting Review (January): hal.1-13. Algifari. 2000. “Analisis Regresi : Teori, kasus, dan solusi.” Yogyakarta. BPFE. Antle, Rick. 1984. “Auditors Independence.” Journal of Accounting Research (Spring): hal.1-20. Ariesanti, Alia. 2001. “Pendapat Auditor tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keahlian dan Independensi sebagai Kualitas Audit.” Tesis tidak dipublikasikan. Yogyakarta: UGM. Choo, Freddie dan Ken T, Trotman. 1991. “The Relationship Between Knowledge Structure and Judgements for Experience and Inexperienced Auditors.” Accounting Review (July): hal.464-485. Djarwanto dan Pangestu. 1996. “Statistik Induktif.” Yogyakarta: BPFE. Deis, Donald R dan Gary A, Giroux. 1992. “Determinants of the Audit Quality in the Public Sector.” Accounting Review (July): hal.462-479. Harjanto, Nung. 1999. “Pengendalian kualitas audit untuk memenuhi harapan pihak internal dan eksternal.” Wahana (Agustus). Volume 2. Hogan, Chris E. 1997. “Cost and Benefits of audit Quality in the IPO Market: a Self Selection Analysis.” Accounting Review (January): hal.67-86.
76
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. “Standar Profesional Akuntan Publik.” Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN. 2001. Ilahuddin dan Soesi. 2002. “Persepsi terhadap Kualitas Akuntan Menghadapi Tuntutan Profesional di Era Globalisasi.” Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol.4(1), hal.1-8. Knapp, Michael C. 1985. “Audit Conflict: An Empirical Study of the Perceived Ability Of Auditors to Resist
Management Pressure.”
Accounting Review (April): hal.202-211. Lavin, David. 1976. “Perceptions of the Independence of the Auditor.” Accounting Review (January): hal.41-50. Mulyadi.
2002. “Auditing buku 1.” Edisi 6. Jakarta. Penerbit Salemba
Empat. Murtanto. 1998. “Identifikasi Karakteristik Keahlian Audit Auditor Independen di Indonesia.” Tesis, Program studi Akuntansi, Program Pasca Sarjana. Yogyakarta. Noviyani, Putri. 2002. “Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Terhadap Struktur Pengetahuan Auditor tentang Kekeliruan.” Skripsi, Program S1 Akuntansi, UNS. Surakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1991. “Kamus Besar Bahasa Indonesia.” Edisi kedua. Balai Pustaka. Jakarta. Sekaran, Uma. 2000. “Research Methods For Business.” Edisi ketiga. United State of America. John Wiley and Sons, Inc. Sevilla. 1998. “Pengantar Metode Penelitian .” Jakarta. UI PRESS. Shockley, A Randolph. 1981. “Perceptions of Auditors Independence: An Empirical Analysis.” Accounting Review (October): hal.785-800. Sugiyono. 2002. “Metode Penelitian Bisnis.” Bandung. CV.ALFABETA. Sularso, Sri. 1999. “Analisis Pengaruh Pengalaman Akuntan pada Pengetahuan dan Penggunaan Intuisi dalam Mendeteksi Kekeliruan.” Media Akuntansi, Juli 1999.
77
Teoh, Siew Hong dan T.J. Wong. 1993. “Perceived Auditor Quality and Earnings Response Coefficient.” Accounting Review (April): hal.346366. Tubbs, Richard M. 1992. “The Effect of Experience on the Auditor’s Organization and Amount of Knowledge.” Accounting Review (October): hal.783-801.
78