TUGAS AKHIR – TL141584
ANALISA NUMERIKAL BALISTIK IMPAK PELURU DENGAN METODE ELEMEN HINGGA
Kamil Akbar Ernas Amarullah NRP 2712 100 141
Dosen Pembimbing : Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D. Dr.Widyastuti, S.Si, M.Si
JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
i
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
ii
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
FINAL PROJECT - TL141584
IMPACT BALLISTIC NUMERICAL ANALYSIS OF BULLET USING FINITE ELEMENT METHOD
Kamil Akbar Ernas Amarullah NRP 2712 100 141
Advisor Lecturer : Mas Irfan P. Hidayat, S.T., M.Sc., Ph.D. Dr.Widyastuti, S.Si, M.Si
MATERIALS AND METALLURGICAL ENGINEERING DEPARTEMENT Faculty of Industrial Technology Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya 2017
iii
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
iv
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS ANALISA NUMERIKAL BALISTIK IMPAK PELURU DENGAN METODE ELEMEN HINGGA TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Bidang Studi Material Inovatif Program Studi S-1 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh : KAMIL AKBAR ERNAS AMARULLAH NRP. 2712100141
Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir :
Mas Irfan P. Hidayat, ST. M.Sc, Ph.D ............ (Pembimbing 1) Dr.Widyastuti,S.Si,M.Si…............................... (Pembimbing 2)
Surabaya Januari 2017
v
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
vi
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS ANALISA NUMERIKAL BALISTIK IMPAK PELURU DENGAN METODE ELEMEN HINGGA Nama Mahasiswa NRP Jurusan ITS Dosen Pembimbing
: Kamil Akbar Ernas Amarullah : 2712100141 : Teknik Material dan Metalurgi FTI: Mas Irfan P. H., ST., M.Sc., Ph.D Dr.Widyastuti S.Si,M.Si
Abstrak Pengembangan teknologi pertahanan semakin kompleks, di antaranya adalah pengembangan suatu peluru (langsung pecah ketika bertumbukan dengan benda keras). Peluru ini didesain agar tidak memantul balik (backsplatter dan ricochet), karena peluru ini memang didesain untuk latihan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Firmansyah (2015), mengevaluasi Impact Factor dari suatu peluru dengan perlakuan temperatur sintering yang divariasikan (100,300,500,700,900 oC). Modulus elastisitas yang dihasilkan adalah 70000 ; 80000 ; 90000 ; 100000 ; 120000 MPa. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa secara numerik kekuatan impak yang terjadi ketika benturan menggunakan metode elemen hingga berdasarkan penelitiannya Firmansyah. Parameter proses yang digunakan adalah modulus elastisitas hasil proses sintering. Parameter respon yang diharapkan adalah kekuatan impak dan ukuran fragmen yang terbentuk. Hasil yang didapat adalah 40 ; 50 ; 90 ; 120 ; 298 J dimana errornya berdasarkan hasil perhitungan analitis adalah 14,21 ; 14,45 ; 13,42 ; 15,57 ; 10,19 dalam persen. Ukuran fragmen masih belum bisa divalidasi karena failure model *MAT_ADD_EROSION masih belum bisa memodelkan fragmen yang tersisa setelah tumbukan terjadi. Kata Kunci : Kekuatan Impak, Metode Elemen Hingga, Ukuran Fragmen
vii
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
viii
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS IMPACT BALLISTIC NUMERICAL ANALYSIS OF BULLET USING FINITE ELEMENT METHOD Name NRP Department ITS Advisor
: Kamil Akbar Ernas Amarullah : 2712100141 : Teknik Material dan Metalurgi FTI: Mas Irfan P. Hidayat,ST.,M.Sc., Ph.D Dr.Widyastuti S.Si,M.Si
Abstract The development of defence technology become more complex, including the development of bullet (instantly broken when colliding with hard objects). This bullet is designed to not bounce back (backsplatter and Ricochet), because this bullet is designed for exercise. Previous research conducted by Firmansyah (2015), to evaluate Impact Factor from a bullet which sintered in varied temperature (100,300,500,700,900 oC). Modulus of elasticity produced is 70000; 80000; 90000; 100000; 120000 MPa. This study was conducted to analyze numerically impact strength that occurs when the collision using finite element method based on research Firmansyah. The process parameters used are modulus of elasticity from sintering process. Respons parameter is impact strength and size of fragments which formed. The result is 40; 50; 90; 120; 298 J where the error based on result of analytical calculations is 14.21; 14.45; 13.42; 15.57; 10.19 in percent. Fragment size still can not be validated because of failure models * MAT_ADD_EROSION still can not model the fragments left over after the collision occurred. Keywords : , Impact Strength, Finite Element Method, Fragment Size
ix
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
x
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana Wa Ta’ala atas selesainya laporan Tugas Akhir yang dibuat oleh penulis dengan judul “Analisa Numerikal Balistik Impak Peluru dengan Metode Elemen Hingga” Adapun laporan Tugas Akhir ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan dari Program Sarjana Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Selama menjalani masa studi hingga berujung di selesainya laporan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah Subhana Wa Ta’ala, dimana hambaMu yang lemah ini tak henti-hentinya memohon hidayah kepadaMu agar kelak ilmu yang didapatkan menjadi bermanfaat 2. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam, junjunganku, yang telah memberikan inspirasi dan semangat untuk terus memperbaiki diri di dalam setiap lembaran sirah engkau 3. Kedua orang tuaku, yang tiada bosan mendidikku, baik ketika raga bertemu, maupun saat terpisah sejauh hampir tujuh ratus kilometer 4. Bapak Mas Irfan P. Hidayat, ST., M.Sc., Ph.D yang selalu sabar ketika mendapati saya yang kurang seregep
xi
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
5. 6.
7.
8.
9.
10.
dan Ibu Dr.Widyastuti,S.Si, yang selalu mendidik saya agar push your limit, karena dari situ saya sadar kalau saya bisa berbuat lebih Bapak Dr. Agung Purniawan ,S.T., M.Sc sebagai Ketua Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Staf Laboratorium Fisika Material Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Mas Ridho, dimana saya bingung harus berkata darimana. Tapi ada satu kata yang mas ucapkan dan ditujukan untuk saya, dan itu membuat saya bangkit lagi Ustadz Bahrul ‘Ulum, Ustadz Mujtahid Ja’far, Ustadz Kholili Hasib, Ustadz Tiar Anwar Bahtiar, dan Bapak Nanang Qosim, yang nasihat-nasihatnya selalu menyejukkan jiwa Teman-teman Aufklarung dan Majelis Tampan Meresahkan yang ngebuat saya tambah sadar kalau ilmu yang saya pelajari selama ini masih belum ada apaapanya Teman-teman Lab Fisika Material yang kadang-kadang absurd dan ngebuat saya gak bisa berhenti tertawa, Nanda, Mahar, Mas Dicki, Handi, Yoga, Mei, Nur, dan banyak yang gak bisa disebut disini. Teman-teman penggiat Teknokrat Muda ITS dan adekadekku sahabat TMI, yang gak tau kenapa ngebuat saya belajar, kalau hidup gak sebercanda itu. Ikih, Pandu, Rapli, Ageng, Irwan, Imam, Salsa, Ismy, Alip,ShaIFi, Itak, Ucon, Adam, Berryl, Mirjek, saya cuma bisa bilang, ini adalah setahun yang luar biasa.
xii
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 11. Mas Arif, Mas Fajri, Aa Rido, Mas Sandi, Mbak Fitri, dan banyak orang yang belum bisa saya sebutkan, terima kasih atas doa yang mungkin kalian panjatkan saat saya tidak tahu Akhirnya penulis menyadari keterbatasan diri penulis, dimana laporan yang penulis masih jauh dari kata sempurna. Maka saya sebagai penulis sangat berterima kasih dan menerima dengan tangan terbuka jika ada kritik dan saran yang sangat membangun. Semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua, Aamiiin.
Wa’alaikumussalam Warrahmatullahi Wabarakatuh Surabaya, 19 Januari 2017
Penulis
xiii
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
xiv
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS DAFTAR ISI Lembar Pengesahan....................................................................... v Abstrak ........................................................................................vii Abstract ........................................................................................ ix KATA PENGANTAR.................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ................................................................xvii DAFTAR TABEL ...................................................................... xix BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1 I.1 Latar Belakang .............................................................. 1 I.2
Perumusan Masalah....................................................... 2
1.3
Lingkup Penelitian ........................................................ 2
1.4
Tujuan Penelitian........................................................... 3
1.5
Manfaat Penelitian......................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 5 2.1 Peluru ........................................................................... 5 2.2
Penelitian Sebelumnya .................................................. 8
2.3
Balistik Impak ............................................................. 15
2.3
Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ...... 18
2.4
Modul LS DYNA ........................................................ 20
2.4.1
LS DYNA Solver ................................................ 20
2.4.3 Contact Impact Algorithm .......................................... 26 2.4.4 Failure Criterion (Kriteria Kegagalan) *MAT_ADD_EROSION .................................................... 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................... 31 3.1 Diagram Alir Penelitian..................................................... 31 3.2 Desain Penelitian ............................................................... 33 3.3 Spesifikasi Material ........................................................... 34
xv
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 3.4 Peralatan ............................................................................ 35 3.5 Proses Penelitian ................................................................ 35 BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN ........................ 39 4.1 Analisa Data ................................................................ 39 4.1.1
Penghitungan Kecepatan Awal Hasil Interpolasi 39
4.1.2
Penghitungan Secara Analitis……………… ..... 40
4.1.3
Hasil Pemodelan .................................................. 42
4.2
Validasi Hasil Pemodelan ............................................ 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................... 57 5.1 Kesimpulan .................................................................. 57 5.2
Saran ............................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 59 LAMPIRAN A ............................................................................ 62 BIODATA PENULIS .................................................................. 67
xvi
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Anatomi Proyektil (Heard,2013) ............................... 5 Gambar 2.2 Peluru (Komenda,2013)…………………. ............... 6 Gambar 2.3 Hasil Simulasi dari Penelitian Narayanamurthy,et.al 8 Gambar 2.4 Perforasi Peluru dalam Bentuk Plugging (Borvik,et.al, 1999) ....................................................................... 9 Gambar 2.5 Grafik Hubungan antara Jumlah Fragmen Peluru dengan Energi Kinetik saat Peluru Bertumbukan (Rydlo,2010) . 17 Gambar 2.6 Gaya Reaksi yang Bekerja Pada Peluru Ketika Bertumbukan (Rydlo,2010) ......................................................... 18 Gambar 2.7 Model Benda yang Mengalami Deformasi (Hallquist,1006)........................................................................... 22 Gambar 2.8 Node dari Master Surface dilabeli dengan “X” digunakan Sebagai Free Surface Nodes di Metode Nodal Constraint (Hallquist,1006) ......................................................... 28 Gambar 2.9 Kriteria Kegagalan *MAT_ADD_EROSION ......... 29 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian…………………………...34 Gambar 3.2 Diagram Alir Pemodelan ......................................... 32 Gambar 3.3 Geometri Peluru ...................................................... 36 Gambar 3.4 Geometri Target....................................................... 37 Gambar 3.5 Pemodelan Kontak Peluru ...................................... 38 Gambar 4.1 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 100 oC .......................................................................... 42 Gambar 4.2 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 300 oC………………………………………………...43 Gambar 4.3 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 700 oC .......................................................................... 43 Gambar 4.4 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 700 oC………………………………………………...47 Gambar 4.5 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 900 oC………………………………………………...47
xvii
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Gambar 4.6 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 100 oC Terhadap Waktu ........................... 45 Gambar 4.7 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 300 oC Terhadap Waktu ........................... 45 Gambar 4.8 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 900 oC Terhadap Waktu…………………46 Gambar 4.9 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 700 oC Terhadap Waktu ........................... 46 Gambar 4.10 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 900 oC Terhadap Waktu ........................... 46 Gambar 4.11 Fragmen bagian bawah peluru dari temperatur a) 100, b) 300, c) 700, d) 700, dan e) 9000C (Firmansyah,2015)……………………………………………...55 Gambar 4.12 Peluru Pada a) Mulai Tererosi b),c), dan d) Tererosi Sebagian dan e) Hampir Tererosi Keseluruhan………………...56
xviii
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Karakteristik Peluru ...................................................... 7 Tabel 2.2 Daftar Penelitian Sebelumnya & Hasilnya…………..12 Tabel 3.1 Sifat Mekanik Komposit Cu-Sn 10%wt……………..36 Table 3.2 Sifat Fisik dan Mekanik Baja ASTM A36 Mild Steel (AZoM,2012)…………………………………………………...37 Tabel 4.1 Data Eksperimental Peluru (Firmansyah,2015)……………………………………………...41 Tabel 4.2 Nilai Impact Factor dari Perhitungan Analitis……….44 Tabel 4.3 Kecepatan Peluru Setelah Bertumbukan Hasil Simulasi……………………………………………………….. 49 Tabel 4.4 Energi Kinetik Saat Peluru Bertumbukan dengan Plat Baja ST37 Hasil Simulasial…………………………………….50 Table 4.5 Nilai Batas Energi Kinetik Hasil Simulasi…………...51 Table 4.6 Perbandingan Hasil Simulasi dan Analitis…………...51 LAMPIRAN A………………………………………………….63
xix
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
xx
BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang Peluru Cu-Sn 10% adalah salah satu penemuan yang penting dalam industri pertahanan. Dimana penemuan dari peluru Cu-Sn 10% ini menjawab permasalahan yang ditimbulkan dari penggunaan peluru. Permasalahan yang ditimbulkan dari penggunaan peluru di antaranya adalah polusi timbal (termasuk logam berbahaya) dan ricochet, atau yang lebih kita kenal dengan istilah peluru nyasar. Untuk permasalahan yang pertama muncul dari timbal yang terbakar dan terpapar di udara ketika ditembakkan. (West &Mullins, 1997) Seperti yang kita ketahui, bahwa adanya timbal yang terpapar di udara menyebabkan terancamnya kesehatan manusia. Dan pada permasalahan yang kedua, peluru ketika mengalami deformasi setelah bertumbukan, akan terpental dan terdeformasi. Peluru yang terpental dan terdeformasi ini sekalipun kecepatannya sudah menurun dan energi kinetiknya sudah tidak sebesar ketika tepat akan bertumbukan, tetap berbahaya bagi manusia karena ia tetap sanggup menembus tubuh manusia. Di sisi lain, karakteristik peluru adalah bebas dari timbal dan brittle (dengan sifat yang brittle ini, menyebabkan peluru tidak sempat mengalami deformasi elastis dan langsung terpecah-pecah menjadi fragmenfragmen kecil). Riset mengenai peluru sejauh ini masih dilakukan secara eksperimental. Sebaliknya, riset mengenai peluru menggunakan metode numerikal sampai saat ini belum pernah dilakukan. Padahal metode numerikal memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan metode eksperimental. Riset dengan menggunakan metode numerikal tidak membutuhkan alat pengujian yang mahal,dan parameter serta constraint yang
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS dimasukkan relatif tidak berubah-ubah. Hal ini berbeda dengan metode eksperimental, yang parameter dan constraintnya bisa berubah-ubah, semisal, kecepatan peluru yang di atur ketika pengujian balistik dengan kecepatan yang sudah ditentukan, namun nilai kecepatan riilnya tidak akurat seratus persen. Ditambah dengan metode eksperimental yang membutuhkan pengujian berkali-kali untuk mencapai hasil yang akurat, menyebabkan metode eksperimental menjadi mahal dan tidak efisien. Sehingga tren riset mulai bergeser dari metode eksperimental ke metode numerikal I.2 a.
b.
Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian kali ini adalah : Bagaimana menganalisa kekuatan impak yang bekerja pada peluru ketika bertumbukan dengan menggunakan metode elemen hingga ? Bagaimana menganalisa error pada pemodelan peluru ?
1.3
Lingkup Penelitian Agar didapatkan hasil akhir yang baik dan sesuai dengan tujuan penelitian serta tidak menyimpang dari permasalahan yang ditinjau, maka lingkup penelitian pada penelitian ini adalah: a. Jarak tembak yang digunakan pada pemodelan menjadi 0,02 m. Jarak tembak diperdekat karena perlambatan yang dialami oleh peluru pada jarak 0,02 m dibandingkan dengan jarak 2 m relatif kurang signifikan. Selain itu pemendekan jarak dilakukan agar proses pembuatan geometri dan pendefinisian kontak lebih mudah, karena penggunaan jarak yang sebenarnya menyebabkan peluru dan target tidak tampak di tampilan layar ANSYS b. Kecepatan awal dari pemodelan jika disesuaikan dengan referensi seharusnya mencapai 351 m/s. Namun sebagai konsekuensi dari jarak yang diperdekat, maka dibuat
2
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
c.
1.4 a.
b.
asumsi berdasarkan interpolasi bahwa kecepatan peluru saat bertumbukan adalah 345,2 m/s Batas energi kinetik diasumsikan sebagai energi impak, karena pada kasus ini, peluru pecah jika nilai energi kinetik ketika bertumbukan melewati batas energi kinetik ini Tujuan Penelitian Tujuan penelitian kali ini adalah untuk: Menganalisa kekuatan impak yang bekerja pada peluru ketika bertumbukan dengan menggunakan metode elemen hingga Menganalisa error pada pemodelan peluru
1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu mendapatkan analisa dan perhitungan komputasi kekuatan impak yang bekerja pada peluru dan fragmen yang terbentuk dengan tepat menggunakan metode elemen hingga. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk inovasi dan pengembangan industri pertahanan kedepannya.
3
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
4
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Peluru Peluru atau munisi adalah salah satu dari sekian banyak produk yang dikembangkan di industri pertahanan. Seperti yang digambarkan pada gambar 2.1, peluru terdiri dari Propellant (bubuk mesiu), Cartridge Case (Kelongsong), Primer (pemantik), dan Projecile (Proyektil). Disini proyektil akan meluncur setelah didorong oleh ledakan mesiu. Sudah sekian lama, bahan yang digunakan untuk memproduksi peluru adalah timbal (Pb). Timbal digunakan karena densitasnya tinggi. (Joys,2010)
Gambar 2.1 Anatomi Proyektil (Heard,2013)
Densitas yang tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan momentum yang besar, dimana momentum yang besar akan menaikkan tingkat keakurasian peluru. (Firmansyah,2015) Di sisi lain, peluru dengan bahan timbal dalam penerapannya menimbulkan suatu permasalahan. Permasalahannya adalah dengan digunakannya timbal sebagai bahan untuk memproduksi peluru, maka kesehatan manusia bisa terganggu. Hal ini bisa terjadi karena timbal terbakar saat terjadinya ledakan mesiu di dalam kelongsong. Asap dari timbal yang terbakar akan terpapar di udara yang kemudian akan terhirup manusia. Dan setelah terhirup, maka fungsi organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan organ vital lainnya akan mengalami kerusakan. (Mulyadi,2015) Untuk permasalahan lainnya, peluru ketika ditembakkan akan menumbuk target, dan setelah menumbuk ia akan memantul lalu 5
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS mengalami deformasi, yang disebut ricochet. Arah pantulan dari peluru yang terdeformasi inilah yang membahayakan dan mengenai orang di sekitarnya, bahkan penembak itu sendiri (backsplatter/memantul balik). Sehingga disini diperlukan suatu peluru yang bebas timbal (lead free) dan aman dari ricochet dan backsplash.
Gambar 2.2 Peluru (Komenda,2013)
Belum lama ini telah ditemukan suatu jenis peluru yang bebas dari timbal dan ketika mengalami kontak dengan target, peluru tersebut langsung terpecah menjadi fragmen-fragmen kecil, sehingga tidak sempat mengalami ricochet dan backsplatter seperti yang diicontohkan pada gambar 2.2. Peluru itu adalah peluru . Menurut Benini (1001), material peluru yang harus mampu menggantikan sifat-sifat dari timbal yang menguntungkan, misalkan densitasnya yang tinggi. Dalam hal ini, ada beberapa material yang bisa menggantikan timbal, berupa komposit atau paduan, di antaranya adalah tembaga, nikel, emas, atau perak dan paduannya. Dan yang berfungsi sebagai binder adalah timah,
6
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS arsenic, dan alumunium. Berikut adalah karakteristik peluru yang digambarkan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik Peluru
Peluru Kaliber d (m) Length of bullet lx (m) Massa peluru ms (kg) Densitas peluru ρs
Sinterfire 0,009 0,0161 0,00648 7443
SR 0,009 0,01435 0,0055 6763
Modulus Elastisitas ketika kompresi Ks (MPa) Kompresi relatif maksimal dari peluru εsx,lim Kecepatan batas dari peluru vs,lim (m.s-1) Energi kinetik batas dari peluru Eks,lim (J) Energi kinetik dari peluru dalam jarak 2 m dari laras senapan Ek2 (J) Impact Factor dari peluru IF
10597
3999
0,01172
0,01255
69,4
32,9
15,6
2,9
470,3
366,4
30,1
126,3
(Sumber : Rydlo,2010) Dimana sifat peluru yang dimodelkan berbeda dengan sifat peluru pada penelitian Rydlo (2010). Sifat peluru dari penelitian ini bisa dilihat di lampiran B
7
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 2.2
Penelitian Sebelumnya Penelitian berupa pemodelan balistik impak peluru ini tergolong penelitian yang baru jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian-penelitian sebelumnya secara umum masih berkutat pada simulasi peluru yang sifatnya bisa mengalami ricochet atau backsplatter dengan output mengetahui pengaruh bentuk ujung peluru terhadap bentuk perforasi (kerusakan) yang bisa ditimbulkan di plat atau baju pelindung (body armor). Atau pada penelitian lainnya, output yang diinginkan adalah mengetahui energi yang diserap plat hingga platnya hancur. Sehingga, sangat penting untuk memodelkan peluru ini. Karena dengan pemodelan selain bisa mendapatkan hasil yang lebih akurat, juga lebih murah bila dibandingkan dengan cara eksperimental yang membutuhkan peralatan yang canggih dan presisi.
Gambar 2.3 Hasil Simulasi dari Penelitian Narayanamurthy,et.al
Pada penelitian yang dilakukan oleh Narayanamurthy,et.al (2014) seperti pada gambar 2.3 di atas, yang menjadi perhatian adalah simulasi numeric balistik impak dari peluru silindris terhadap pintu kendaraan militer pada kasus pertama dan di plat pelindung pada kasus kedua. Model material yang digunakan adalah simple plastic kinematic hardening. Dari simulasi ini terungkap bahwa model simple plastic kinematic hardening dapat memprediksi parameterparameter impak seperti kecepatan sisa proyektil, perpindahan 8
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS proyektil, dan pola deformasinya, di samping menyajikan pandangan yang lebih jelas seputar perpindahan dan distribusi energi yang terjadi di proyektil dan target. Tetapi model material ini tidak bisa digunakan untuk memprediksi bentuk deformasi plugging seperti pada gambar 2.4 (sebagian dari bagian belakang plat yang mengalami kontak langsung dengan peluru ikut terbawa bersama peluru) yang mungkin bisa saja dimasukkan ke kriteria kegagalannya lalu dipasangkan dengan material modelnya (simple plastic kinematic hardening). (Narayanamurthy,2014)
Gambar 2.4 Perforasi Peluru dalam Bentuk Plugging (Borvik,et.al, 1999)
Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Panglevie (2015), pengaruh arah serat terhadap kekuatan impak balistik Eglass/isophthalic polyester yang menjadi fokusan penelitian. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, perangkat lunak yang digunakan untuk penelitian adalah Patran MSC Nastran, dan LS 9
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Prepost, dimana yang dimodelkan adalah FSP (Fragment Simulating Projectile) bermassa 1,1 gram dengan kecepatan 355 m/s ke panel komposit berukuran 100 x 100 mm dengan jumlah layer 8, 12, dan 16. Dan masing-masing dari panel memiliki ketebalan 0,57 mm. Variasi arah serat adalah ±45o dan [90o,0o] dengan susunan laminasi yang simetri. Dan dari hasil pemodelan ini didapati bahwa panel komposit E-glass/isophthalic polyester dengan variasi arah serat ±45o memiliki kekuatan impak balistik yang lebih besar daripada variasi arah serat [90o,0o]. Dan dengan menggunakan model Wen untuk melakukan validasi hasil pemodelan, maka didapati error yang rentangnya antara 2,63% sampai 8,74%, sehingga model elemen hingga pada penelitian ini dinilai cukup akurat. (Panglevie, 2015) Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Mansur dan Nganbe (2015), penelitiannya pun dilakukan secara numerical. Target berupa baja AISI 450 akan ditembakkan dengan proyektil WC-Co yang bentuk ujungnya adalah kerucut. Perangkat lunak yang digunakan untuk memodelkan kontak ini adalah Abaqus/Explicit. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara tiga pendekatan model numeric, yang juga akan digunakan untuk mengetahui ketebalan kritis agar targetnya mengalami failure (kegagalan). Tiga pendekatan tersebut adalah Abaqus ductile-shear, local principal strain to fracture, dan absorbed strain energi. Dan hasil dari penelitian ini adalah, pendekatan abaqus ductile-shear menempati posisi sebagai pendekatan yang hasil pemodelannya ada di pertengahan antara local principal strain to fracture dan absorbed strain energi. Dimana untuk pendekatan absorbed strain energi, ketebalan kritis yang dihasilkan paling besar nilainya. Sebaliknya untuk local principal strain to fracture menghasilkan ketebalan kritis paling tipis dan errornya berkisar antara 0 sampai dengan 30 persen, dan yang lebih penting, dari pendekatan hanya membutuhkan data dasar saja, yang kemudian bisa dipakai di semua material. (Ali & Mansur, 2015)
10
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Pada penelitian yang dilakukan oleh Fariz (2016), pengaruh kecepatan dan variasi arah serat pada kekuatan balistik impak komposit E-glass/isophthalic polyester yang menjadi fokusan penelitian. Kecepatan divariasikan menjadi tiga kecepatan 300 m/s, 700 m/s, dan 800 m/s. Sedangkan variasi arah seratnya adalah ada dua variasi arah serat, yaitu arah (0,90) dan arah (±45). Komposit E-glass/isophthalic polyester dengan arah serat [±45] memiliki kekuatan impak balistik lebih tinggi 22,32%, 16,46% & 14,55% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] untuk tiap kecepatan 300, 700 & 800m/s karena distribusi tegangan lebih merata dibandingkan komposit [0,90] yang terjadi konsentrasi tegangan di area yang kecil. Kekuatan impak balistik tertinggi komposit Eglass/isophthalic polyester arah serat [±45] adalah pada kecepatan 700m/s yang lebih besar 12.92% & 43.81% daripada kecepatan 300m/s & 800m/s sedangkan untuk arah serat [0.90] kekuatan balistik kecepatan 700m/s lebih besar 19% & 42.5% daripada kecepatan 300m/s & 800m/s. Hal ini terjadi karena persebaran tegangan paling besar terjadi pada kecepatan 700m/s, hal ini membuat area yang menerima tegangan adalah yang paling luas sehingga pada kecepatan inilah yang paling tangguh dalam meredam laju peluru. Berikut adalah daftar penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya pada tabel 2.2
11
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Tabel 2.2 Daftar Penelitian Sebelumnya & Hasilnya
Nama
Variabel
Variasi
Hasil
Narayanamurthy ,et.al (2014)
Target dan Bentuk peluru
1. Target pada kasus pertama menggunakan plat pintu kendaraan perang dan bentuk peluru semi speris 2. Target pada kasus kedua
Simulasi ini menunjukkan bahwa material model simple plastic kinematic hardening dalam dua kasus tersebut mampu untuk memprediksi parameter impak seperti kecepatan sisa proyektil, perpindahan proyektil, dan pola deformasi yang terjadi
12
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS menggunakan plat baja tebal dengan peluru yang memiliki bentuk tiga bagian yang menyudut, yaitu 120o, 40o, dan 170o
Panglevie (2015)
Arah Serat
Fariz (2016)
1. Arah Serat 2. Kecepatan
(0,90) dan (±45) komposit E-glass/isophthalic polyester derajat dengan arah serat [±450] memiliki kekuatan balistik lebih tinggi 28,48 % dari pada komposit dengan arah serat [90,00]. 1. (0,90) dan (±45) derajat 2.300 m/s, 700 m/s, dan 800 m/s
1. Komposit E-glass/isophthalic polyester dengan arah serat [±45] memiliki kekuatan impak balistik lebih tinggi 22,32%, 16,46% & 14,55% dari pada komposit dengan arah serat [0,90] untuk tiap kecepatan 300, 700 & 800m/s karena 13
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS distribusi tegangan lebih merata dibandingkan komposit [0,90] yang terjadi konsentrasi tegangan di area yang kecil. 2. Kekuatan impak balistik tertinggi komposit Eglass/isophthalic polyester arah serat [±45] adalah pada kecepatan 700m/s yang lebih besar 12.92% & 43.81% daripada kecepatan 300m/s & 800m/s sedangkan untuk arah serat [0.90] kekuatan balistik kecepatan 700m/s lebih besar 19% & 42.5% daripada kecepatan 300m/s & 800m/s. Hal ini terjadi karena persebaran tegangan paling besar terjadi pada kecepatan 700m/s, hal ini membuat area yang menerima tegangan adalah yang paling luas sehingga pada kecepatan inilah yang paling tangguh dalam meredam laju peluru.
14
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 2.3
Balistik Impak Menurut Department Of Defense Test Method Standard (1990), Balistik Impak adalah beban impak yang disebabkan oleh sebuah tumbukan oleh proyektil, pecahannnya, atau mekanisme lainnya. Peluru didesain untuk hancur menjadi fragmen-fragmen (kepingan-kepingan) setelah bertumbukan dengan target atau sasaran yang nilai kekuatannya lebih tinggi dari kekuatan peluru. Ketika peluru bertumbukan dengan targetnya, di sini terdapat gaya yang berlawanan arah dengan peluru dan bereaksi dengannya. Dimana gaya ini akan bertambah besar dengan meningkatnya kekakuan (stiIFness) dan deformasi dari target. Dan yang perlu diperhatikan, kualitas peluru (impaktabilitas) dipengaruhi oleh 3 faktor a. Karakteristik dari peluru b. Karakteristik dari target c. Kondisi dari impact Karakteristik dari peluru dipengaruhi oleh sifat mekanik dari peluru dan geometri dari peluru. Pun suatu peluru akan semakin baik kualitasnya jika kekuatannya lebih rendah dari target dan juga ketangguhannya. Juga radius dari kelengkungan dari peluru pun berpengaruh terhadap kualitas peluru , dimana dengan semakin besarnya jari-jari kelengkungan, maka kualitas peluru nya semakin baik. Sementara itu, karakteristik target berpengaruh juga terhadap kondisi akhir peluru . Dimana kondisi target yang nilai kekerasan dan kekuatannya lebih tinggi dari peluru akan memudahkan peluru untuk terpecah menjadi fragmen-fragmen kecil. Dan kondisi yang mendukung peluru agar pecah adalah kecepatan peluru ketika mengalami kontak dengan target. Kecepatan dari peluru ini harus melewati batas kecepatan balistik (𝑣𝑙𝑖𝑚 ), yaitu kecepatan maksimal dari peluru untuk tidak terpecahpecah menjadi fragmen-fragmen. Kecepatan ini dirumuskan pada persamaan 2.1
15
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
𝑣𝑙𝑖𝑚 = dimana
𝜀𝑑,𝑚𝑎𝑥 𝜌𝑙
𝑣𝑙𝑖𝑚 𝜀𝑑,𝑚𝑎𝑥 𝜌 𝐾 𝑙 𝑚𝑝 𝑑 𝑐
4𝑙 3𝐾𝜋𝑑 2
2𝐾 √𝑚𝑝 (
1 𝑐
+ )
(2.1)
= batas kecepatan balistik (m/s) = maximum relative compression = densitas peluru (gr/cm3) = Modulus Elastisitas (GPa) = panjang peluru (m) = massa peluru (m) = diameter peluru (m) = kekakuan target (N/m)
dimana dari sini kita bisa mengetahui besar batas energi kinetik 1 𝐸𝑘𝑙𝑖𝑚 = 2 𝑚𝑝 𝑣𝑙𝑖𝑚 2 (2.2) Besar batas energi kinetik ini sangat berguna untuk menganalisa suatu nilai yang disebut Impact Factor. Impact Factor adalah nilai perbandingan antara energi kinetik (𝐸𝑘 ) pada saat suatu peluru bertumbukan dengan batas energy kinetiknya (𝐸𝑘𝑙𝑖𝑚 ). 𝐼𝐹 = dimana IF
𝐸𝑘 𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚
(2.3)
= Impact Factor
Impact Factor singkatnya menggambarkan kemampuan mudah pecah menjadi fragmen-fragmen kecil dari suatu peluru . Seperti pada gambar 2.5, yaitu grafik hubungan antara jumlah fragmen peluru dengan energi kinetik saat peluru bertumbukan, maka suatu peluru dikatakan sifat mampu pecahnya (impaktabilitasnya) baik jika nilai IF nya di atas satu. Jika nilainya di bawah satu, maka ia hanya tergolong peluru
16
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
Gambar 2.5 Grafik Hubungan antara Jumlah Fragmen Peluru dengan Energi Kinetik saat Peluru Bertumbukan (Rydlo,2010)
Sementara itu, ketika peluru bertumbukan dengan plat, ada suatu bentuk gaya reaksi (Force Break, FB) dari peluru dimana gaya reaksi ini disebut gaya kompresi aksial (𝜎𝐵 ), seperti yang diilustrasikan dalam gambar 2.6 . Gaya ini bekerja di seluruh permukaan peluru, yang distribusi gayanya berbeda-beda. Dan nilai gaya yang paling besar bekerja di ujung peluru, dan semakin ke bagian paling belakang, maka nilai dari distribusi gaya ini akan makin berkurang. Dengan perbedaan distribusi gaya ini, maka dampaknya adalah bisa kita lihat setelah peluru terdisintegrasi (terpecah menjadi bagian-bagian kecil). Bagian yang menjadi pecahan kecil adalah bagian yang mendapatkan distribusi gaya kompresi aksial paling besar, yaitu bagian paling ujung depan dari proyektil. Sebaliknya, bagian yang terpecah tetapi pecahannya masih dalam dimensi yang relative besar, maka ia termasuk bagian yang medapatkan distribusi gaya kompresi aksial kecil. Dari gaya kompresi aksial ini kemudian kita bisa mencari nilai dari maximum relative compression (𝜀𝑑,max ) dari peluru. Karena maximum relative compression adalah perbandingan antara gaya kompresi aksial dengan modulus elastisitas dari peluru. Hal ini diformulasikan dalam bentuk persamaan 2.4 𝜎 𝜀𝑑,max = 𝐾𝐵 (2.4)
17
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS dimana
𝜀𝑑,max = maximum relative compression 𝜎𝐵 = gaya kompresi aksial (N) 𝐾 = modulus elastisitas (GPa)
Maximum relative compression ini sangat diperlukan dalam persamaan 2.1 untuk mencari batas kecepatan balistik dari peluru .
Gambar 2.6 Gaya Reaksi yang Bekerja Pada Peluru Ketika Bertumbukan (Rydlo,2010)
2.3
Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) Dari sekian banyak pekerjaan penting yang dilakukan oleh insinyur dan ilmuwan adalah memodelkan fenomena alam . Mereka memodelkan konsep dan model matematika untuk mensimulasikan kejadian fisis, atau terdapat pada fenomena mekanis, kimia, geologi, biologi, dan aerospace. Model
18
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS matematika ini dibangun berdasarkan hokum-hukum fisika dan dideskripsikan dalam bentuk aljabar, diferensial, dan integral. Model matematika secara luas dapat diartikan sebagai satu perangkat hubungan antara variabel yang mengekspresikan sifat yang penting dari system fisik atau proses dalam terma analitis. Pola hubungan yang menentukan system tersebut mengambil bentuk Aljabar, diferensial, dan persamaan integral. Model matematika ini jika menganalisa fenomena fisik, menggunakan hokum dasar fisika, seperti prinsip konservasi massa, prinsip konservasi momentum linear, dan prinsip konservasi energy. Jangkauan dari bahasan kali ini adalah dikhususkan pada bahasan system di dunia teknik yang dipengaruhi oleh hukum mekanika kontinyu. Model matematika dari system teknik ini ditandai dengan persamaan yang sangat kompleks dan diterapkan di benda kerja yang secara geometris sangat rumit. Sehingga dengan adanya penemuan cabang ilmu baru, yaitu computational mechanics, maka persamaan yang sebelumnya kompleks bisa disederhanakan untuk menemukan penyelesaiannya yang bersifat praktis di dunia sains dan teknis . Pengembangan dari penyelesaian model matematis ini mendorong ditemukannya metode numeric yang bisa diselesaikan oleh komputer. Dari penemuan ini, di antaranya adalah ditemukannya finite diIFerence method (metode turunan hingga) dan finite element method (metode elemen hingga) berikut variannya yang kebanyakan dari metode-metode ini dipakai untuk menyelesaikan permasalahan praktis di dunia teknik. Pada metode turunan hingga, derivasi dari orde yang bermacam-macam diaproksimasi menggunakan deret Taylor . Metode turunan hingga memiliki dua kekurangan besar, yaitu : Kondisi batas (boundary condition) dari tipe gradien mengharuskan adanya aproksimasi tambahan Formula turunan hingga biasanya dikembangkan untuk bentuk kisi-kisi persegi (rectangular grid), membuatnya sulit digunakan untuk domain yang tidak teratur.
19
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini sudah dilakukan, namun penyelesaian yang dilakukan masih belum memuaskan. Sedangkan metode elemen hingga berangkat dari ide bahwa setiap sistem secara fisik terdiri dari bagian-bagian. Karena itu penyelesaiannya terrepresentasikan di dalam bagian-bagian. Sebagai tambahan, penyelesaian atas tiap bagian direpresentasikan sebagai kombinasi linear parameter-parameter yang belum ditentukan dan diketahui fungsi posisi dan waktu. Bagian-bagian ini dapat berbeda satu sama lainnya dalam bentuknya, sifat materialnya, dan sifat fisikny. Jika system terbuat dari material dan masih di satu geometri yang sama, akan lebih sederhana dalam penyelesaiannya. Dan fitur dasar dari metode elemen hingga adalah sebagai berikut : a. Membagi suatu daerah menjadi bagian-bagian yang disebut elemen b. Setiap elemen representatif, membuat hubungan antara variable primer dan sekunder (seperti gaya, perpindahan, panas temperature, dan lainnya) c. Menyambungkan elemen-elemen untuk menemukan hubungan di antara variable primer dan sekunder dalam sistem tersebut
2.4 2.4.1
Modul LS DYNA LS DYNA Solver Dalam memodelkan fenomena balistik impak, hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana kelak peluru merespon beban impak yang diterimanya dan bagaimana peluru bisa hancur menjadi fragmen-fragmen kecil. Dalam perangkat lunak ANSYS, seperti yang sudah kita bahas pada sub bab aplikasi metode elemen hingga di ANSYS, perangkat lunak ini dalam membuat simulasi dan analisanya menggunakan tiga pendekatan, yaitu preprocessor, solution processor, dan general postprocessor, juga time history
20
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS postprocessor. Namun pada kasus dimana deformasi yang terjadi sangat besar, juga respon dinamis dari suatu struktur sangat dibutuhkan dan terjadi dalam tempo waktu yang singkat, maka dibutuhkan suatu prosesor atau solver untuk menganalisa hal ini. Untuk menjawab permasalahan ini, maka dikembangkanlah suatu solver pada ANSYS yang bernama LS DYNA. LS DYNA adalah kode elemen hingga yang umum digunakan untuk menganalisa deformasi statis yang besar atau respons dinamis dari struktur, termasuk struktur yang berinteraksi dalam suatu fluida. Metode yang digunakan oleh solver ini adalah didasarkan pada integrasi waktu eksplisit. Dimana solver ini sudah dilengkapi algoritma yang diatur untuk mengetahui secara komprehensif (lebih komprehensif dari solver di ANSYS yang biasa) fenomena fisis yang terjadi dalam durasi yang singkat, deformasinya besar, dan kompleks dalam problem kontak/impak. Problem kontak yang kompleks, seperti pada penempaan logam (metal stamping) dapat dimodelkan dengan sederhana, dengan mendefinisikan garis yang menghubungkan node sepanjang draw bead. Dan juga keunggulan daripada LS DYNA Solver ini adalah daerah transisi mesh tidak diperlukan. LS DYNA sejauh ini memiliki sekitar seratus model material dan equation of state (persamaan dalam kondisi tertentu) untuk menunjang sifat material yang begitu beragam. Proses riset dan pengembangan dari LS DYNA Solver ini sebenarnya sudah dimulai dari pertengahan tahun tujuh puluh. Dimana versi pertama dari solver ini adalah DYNA3D yang dikembangkan oleh Lawrence Livermore National Laboratory. Perkembangan yang sangat penting adalah pada tahun 1997/1998 dari Livermore Software Technology Corporation (setelah founder nya keluar dari Lawrence Livermore National Laboratory), adalah ditemukannya kriteria kegagalan yang sifatnya umum, tidak bergantung pada jenis material, yaitu *MAT_ADD_EROSION, dimana kriteria kegagalan ini sangat berarti untuk analisa kegagalan pada beberapa kasus, seperti perforasi pada peluru, otomotif, dan analisa lainnya. Di samping
21
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS itu, metode Smoothed Particle Hydrodynamic bisa menggunakan LS DYNA Solver ini. (Hallquist,1006) 2.4.2
Mekanika Deformasi Solid
Gambar 2.7 Model Benda yang Mengalami Deformasi (Hallquist,1006)
Untuk menggambarkan bagaimana analisa LS DYNA bekerja, berikut ada benda pada gambar 2.7. Diketahui terdapat benda pada koordinat kartesian di poin b yang deformasinya bergantung pada waktu di 𝑋∝ (∝ = 1,2,3) bergerak ke poin 𝑥𝑖 (𝑖 = 1,2,3 ) dalam system koordinat yang sama. Dengan menggunakan formulasi Lagrangian, deformasi dapat diekspresikan sebagai berikut pada koordinat 𝑋∝ dan waktu t 𝑥𝑖 = 𝑥𝑖 (𝑋∝ , 𝑡)
(2.5)
Pada waktu t = 0, kita punya kondisi awal 𝑥𝑖 (𝑋∝ , 𝑡) = 𝑋∝
(2.6)
22
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 𝑥𝑖̇ (𝑋∝ , 𝑡) = 𝑉𝑖 (𝑋∝ )
(2.7)
dimana 𝑉𝑖 didefinisikan sebagai kecepatan awal Dan selanjutnya kita akan mencari persamaan tentang momentum dimana 𝜎𝑖𝑗,𝑗 + 𝜌𝑓𝑖 = 𝜌𝑥𝑖̈
(2.8)
kondisi batas yang dipakai 𝜎𝑖𝑗 𝑛𝑖 = 𝑡𝑖 (𝑡)
(2.9)
Pada batasan 𝜕𝑏1 , kondisi pembatas perpindahan 𝑥𝑖 (𝑋∝ , 𝑡) = 𝐷𝑖 (𝑡)
(2.10)
Pada batasan 𝜕𝑏2 , diskontinuitas kontak (𝜎𝑖𝑗+ − 𝜎𝑖𝑗− )𝑛𝑖 = 0
(2.11)
Terjadi sepanjang kondisi pembatas 𝜕𝑏3 ketika 𝑥𝑖+ = 𝑥𝑖− . Disini 𝜎𝑖𝑗 sebagai tegangan Cauchy, 𝜌 adalah densitas, dan 𝑓 adalah densitas dari body force, dan 𝑥̈ adalah percepatan, tanda titik menunjukkan varian diferensiasi, dan 𝑛𝑗 adalah satuan yang berada di luar elemen batas 𝜕𝑏 −. Dan bentuk dari konservasi massa dapat dinyatakan dalam bentuk 𝜌𝑉 = 𝜌0
(2.12)
Dimana V adalah volume relative, sebagai determinan dari matriks gradien deformasi, 𝐹𝑖𝑗 𝐹𝑖𝑗 =
𝜕𝑥𝑖 𝜕𝑋𝑗
(2.13)
23
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS dan 𝜌0 adalah densitas awal. Dan persamaan energinya adalah 𝐸̇ = 𝑉𝑠𝑖𝑗 𝜀̇𝑖𝑗 − (𝑝 + 𝑞)𝑉̇
(2.14)
Terintegrasi dalam waktu dan digunakan sebagai persamaan evaluasi keadaan dan neraca energi global. Dari persamaan 2.14, 𝑠𝑖𝑗 dan 𝑝 merepresentasikan tegangan dan tekanan deviatoris 𝑠𝑖𝑗 = 𝜎𝑖𝑗 + (𝑝 + 𝑞)𝛿𝑖𝑗 1
(2.15)
1
𝑝 = − 3 𝜎𝑖𝑗 𝛿𝑖𝑗 − 𝑞 = − 3 𝜎𝑘𝑘 − 𝑞
(2.16)
Masing-masing, q viskositas bulk, 𝛿𝑖𝑗 adalah delta Kronecker (𝛿𝑖𝑗 =1 jika 𝑖 = 𝑗, sebaliknya 𝛿𝑖𝑗 = 0) dan 𝜀̇𝑖𝑗 tensor laju regangan. Laju regangan dan viskositas bulk didiskusikan kemudian. Maka dapat kita tuliskan : ∫𝑣 (𝜌𝑥̈ − 𝜎𝑖𝑗,𝑗 − 𝜌𝑓)𝛿𝑥𝑖 𝑑𝑣 + ∫𝜕𝑏 (𝜎𝑖𝑗 𝑛𝑖 − 𝑡𝑖 )𝛿𝑥𝑖 𝑑𝑠 + 1
∫𝜕𝑏 (𝜎𝑖𝑗+ 3
−
𝜎𝑖𝑗− )𝑛𝑗
𝛿𝑥𝑖 𝑑𝑠 = 0
(2.17)
dimana 𝛿𝑥𝑖 memenuhi semua kondisi pembatas pada 𝜕𝑏2 , dan integrase meliputi semua geometri. Aplikasi dari teorema divergen ∫𝑣 (𝜎𝑖𝑗 𝛿𝑥𝑖 ),𝑗 𝑑𝑣 = ∫𝜕𝑏 𝜎𝑖𝑗 𝑛𝑖 𝛿𝑥𝑖 𝑑𝑠 + ∫𝜕𝑏 (𝜎𝑖𝑗+ − 𝜎𝑖𝑗− ) 𝑛𝑗 𝛿𝑥𝑖 𝑑𝑠 1 3 (2.18) Dan perlu dicatat bahwa (𝜎𝑖𝑗 𝛿𝑥𝑖 ),𝑗 𝜎𝑖𝑗,𝑗 𝛿𝑥𝑖 = 𝜎𝑖𝑗 𝛿𝑥𝑖,𝑗
(2.19)
Menjadikan bentuk lemah dari persamaan ekulibrium
24
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 𝛿𝜋 = ∫𝑣 𝜌 𝑥̈ 𝑖 𝛿𝑥𝑖 𝑑𝑣 + ∫𝑣 𝜎𝑖𝑗 𝛿𝑥𝑖,𝑗 𝑑𝑣 − ∫𝑣 𝜌𝑓𝑖 𝛿𝑥𝑖 𝑑𝑣 − ∫𝜕𝑏 𝑡𝑖 𝛿𝑥𝑖 𝑑𝑠 = 0
(2.20)
1
Dan persamaan di atas adalah dalam keadaan principle of virtual work. Sehingga didapat persamaan 𝑗
𝑥𝑖 (𝑋∝ , 𝑡) = 𝑥𝑖 (𝑋∝ (𝜉, 𝜂, 𝜁), 𝑡) = ∑𝑘𝑗=1 ɸ𝑗 (𝜉, 𝜂, 𝜁)𝑥𝑖 (𝑡)
(2.21)
Dimana penjumlahan dari n elemen 𝛿𝜋 diaproksimasi menjadi 𝛿𝜋 = ∑𝑛𝑚=1 𝛿𝜋𝑚 = 0
(2.22)
Dan ditulis 𝑚 𝑚 𝑚 ∑𝑛𝑚=1 {∫𝑣 𝜌 𝑥̈ 𝑖 Ф𝑚 𝑖 𝑑𝑣 + ∫𝑣 𝜎𝑖𝑗 Ф𝑖,𝑗 𝑑𝑣 − ∫𝑣 𝜌𝑓1 Ф𝑖 𝑑𝑣 − 𝑚
𝑚
𝑚
∫𝜕𝑏 𝑡1 Ф𝑚 𝑖 𝑑𝑠 }
(2.23)
1
Dimana 𝑚 Ф𝑚 𝑖 = (ɸ1 , ɸ2 , … . . , ɸ𝑘 )𝑖
(2.24)
Dalam notasi matriks, persamaan 2.23 menjadi
∑𝑛𝑚=1 {∫𝑣 𝜌𝑁 𝑡 𝑁𝑎𝑑𝑣 + ∫𝑣 𝐵𝑡 𝜎𝑑𝑣 − ∫𝑣 𝜌𝑁 𝑡 𝑁𝑑𝑣 − 𝑚
𝑚
𝑡
𝑚
𝑚
∫𝜕𝑏 𝑁 𝑑𝑠} = 0 1
(2.25)
Dimana N adalah matriks interpolasi, 𝜎 adalah vektor tegangan 𝜎 𝑡 = (𝜎𝑥𝑥 , 𝜎𝑦𝑦 , 𝜎𝑧𝑧 , 𝜎𝑥𝑦 , 𝜎𝑦𝑧 , 𝜎𝑧𝑥 )
(2.26)
25
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS B adalah matriks perpindahan-regangan, a adalah vektor percepatan nodal 𝑎𝑥1 𝑎𝑦1 𝑥̈ 1 (2.27) [𝑥̈ 2 ] = 𝑁 ⋮ = 𝑁𝑎 𝑎𝑦𝑘 𝑥̈ 3 [ 𝑎𝑧𝑘 ] B adalah vektor beban body force, dan t diaplikasikan ke gaya tarik 2.4.3 Contact Impact Algorithm Definisi kontak dalam ANSYS adalah bentuk interaksi antar komponen dalam suatu analisa elemen hingga. (ANSYS LS DYNA User’s Guide, 2013) Dalam kontak yang berbentuk impak atau berbentuk pergeseran, setidaknya ada tiga metode yang telah dikembangkan oleh ANSYS LS DYNA. Tiga metode itu adalah kinematic constraint method, penalty method, dan distributed parameter method. Hal-hal bersifat spesifik yang dimiliki masing-masing metode atau pendekatan adalah sebagai berikut : a.
Penalty Method Metode penalty digunakan di program DYNA2D dan DYNA3D sama baiknya dengan NIKE2D dan NIKE3D. Metode ini terdiri dari pegas normal yang ditempatkan di antara semua node penetrasi dan permukaan kontak. Dengan pengecualian matriks kekakuan pegas yang harus disambungkan ke matriks kekakuan global, pendekatan implisit dan eksplisit adalah sama. Program NIKE2D/3D dan DYNA2D/3D menghitung modulus yang unik untuk elemen dimana elemen itu terletak. Metode ini hadir untuk meminialisasi fenomena hourglassing. Dimana berbeda dengan metode kinematic constraint, momentum di metode penalty ini dikonservasi tanpa memasukkan beban impak dan kondisi pasca pembebanan. Lebih lanjut, tidak ada perlakuan khusus untuk permukaan yang berpotongan, menyebabkan metode
26
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS ini semakin sederhana. Saat ini ada tiga bentuk implementasi dari algoritma penalty 1. Formulasi Penalty Standar 2. Formulasi Penalti Soft Constraint digunakan untuk membuat kontak antara dua benda yang memiliki sifat material yang berbeda (missal, baja dengan foam). Penghitungan kekakuan berikut perubahannya selama simulasi berbeda dengan Formulasi Penalti Standar 3. Formulasi Penalti Berbasis Segmen, adalah algoritma kontak yang logikanya menggunakan pendekatan segmen slave-segmen master, bahkan menggunakan pendekatan slave node-segmen master. Algoritma kontak ini terbukti sangat terbukti dalam memodelkan self contact di airbag (bantalan udara yang biasa digunakan untuk menjamin keselamatan pengendara mobil ketika menghadapi tabrakan) yang kompleks Pada formulasi penalty standar, kekakuan antar muka diatur untuk sebesar kekakuan dari kekakuan elemen permukaan yang normal terhadap permukaan lainnya. Akibatnya ukuran time step tidak terpengaruh akan keberadaan antar dua permukaan yang sedang mengalami kontak. Tetapi, jika tekanan antar muka besar, penetrasi yang tidak diinginkan bisa terjadi. Hal ini bisa diselesaikan dengan menaikkan kekakuan dan menurunkan ukuran time step menggunakan pendekatan formulasi penalti
b.
Distributed Parameter Method Metode ini digunakan di DYNA2D dan spesialisasi dari metode ini adalah opsi sliding only. Dalam formulasi parameter terdistribusi, satu setengah massa elemen slave dari tiap elemen dalam kontak terdistribusi untuk menutupi permukaan master. Juga tegangan internal di setiap elemen menentukan distribusi tegangan untuk luas permukaan master yang menerima massanya.
27
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Setelah distribusi massa dan tekanan selesai, kita dapat menambahkan percepatan dari permukaan master. Tidak seperti finite diference hydro programs, node slave diatur untuk tidak bisa melakukan penetrasi.
c.
Kinematic Constraint Method Kinematic Constraint Method atau metode batasan kinematis adalah metode yang slave node nya mengalami transformasi perpindahan nodal sepanjang permukaan kontak, yang batasannya diaplikasikan ke persamaan global. Transformasi ini mengakibatkan terhapusnya derajat kebebasan normal dari node. Untuk menjaga agar efisiensi integrase waktu explisit, massa dari objek yang dimodelkan disatukan dalam satu tingkat dimana hanya derajat kebebasan global dari setiap master node dipasangkan. Kondisi Impak dan kondisi setelah pembebanan dimasukkan untuk menjaga konservasi momentum. Terutama pada kondisi setelah pembebanan akan secepatnya dihapus dari barisan kode algoritma. Permasalahan dari metode ini mulai muncul ketika master surface zoning lebih halus daripada slave surface zoning seperti yang diperlihatkan pada gambar
Gambar 2.8 Node dari Master Surface dilabeli dengan “X” digunakan Sebagai Free Surface Nodes di Metode Nodal Constraint (Hallquist,1006)
28
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Seperti yang diilustrasikan dalam gambar 2.8, disini master node tertentu dapat menembus melewati permukaan dari slave tanpa hambatan dan membuat pola seperti kurva yang tajam (kink). Hal ini umum terjadi pada metode ini, dan dengan usaha zoning yang lebih baik hal ini akan bisa diminimalisasi. Tetapi terhadap beberapa kasus yang justru membutuhkan bentuk kurva tajam ini, zoning yang bagus justru akan menghasilkan zoning yang jelek kemudian. Kasus ini bisa kita lihat dalam produk gas high explosive berkekspansi terhadap permukaan tangka atau tempat penyimpanan lainnya. (Hallquist,1006) 2.4.4 Failure Criterion (Kriteria Kegagalan) *MAT_ADD_EROSION Di samping itu, dalam pemodelan peluru ini, dalam membuat proyektil, target, berikut kondisi agar plat mengalami failure (kegagalan), dalam analisanya membutuhkan apa yang disebut sebagai model material dan failure criterion (kriteria kegagalan). Kriteria kegagalan adalah salah satu kunci keberhasilan suatu pemodelan balistik impak, walaupun dalam beberapa model material, ada yang tidak memperbolehkan adanya kegagalan atau erosi. Sehingga dalam hal ini, ANSYS LS DYNA menyediakan suatu kriteria kegagalan yang bisa membantu berhasilnya pemodelan balistik impak, yaitu *MAT_ADD_EROSION. Kriteria kegagalan ini terdiri dari berbaris-baris command yang di setiap barisnya terdiri dari kriteria kegagalan yang spesifik dan independen. (Livermore Software Technology Corporation,2012)
Gambar 2.9 Kriteria Kegagalan *MAT_ADD_EROSION (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
29
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Kriteria kegagalan ini dimasukkan pada file notepad seperti pada gambar 2.9, ketika menjalankan modul LS DYNA Solver setelah memasukkan data, membuat model material dan model kontak di modul ANSYS Preprocessor. Dimana pada baris pertama yang memuat angka 2,0.0, memuat informasi seputar nomor bagian spesifik material yang akan tererosi (mengalami kerusakan setelah mengalami kontak) dan pada baris yang kedua memuat informasi konstanta kegagalan dari material yang akan mengalami kegagalan, yaitu 0,12. Dimana ada angka 0.0 pada baris pertama dan kedua mengindikasikan bahwa nilai tersebut diatur secara otomatis oleh ANSYS sesuai model material yang sudah dibuat pada proses Preprocessor di ANSYS.
30
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Diagram Alir Penelitian
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
31
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
Gambar 3.2 Diagram Alir Pemodelan
32
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 3.2 Desain Penelitian Nilai-nilai variabel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teori tentang peluru dan penelitian sebelumnya. 3.2.1 Variabel Respon Variabel respon merupakan variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel proses, dimana hasilnya didapatkan setelah melakukan simulasi dan validasi. Variabel respon dalam penelitian ini adalah: a. Energi Impak Peluru/Energi Kinetik Ketika Peluru Bertumbukan (𝐸𝑘 ) b. Energi Impak Peluru/Energi Kinetik Ketika Peluru Bertumbukan (𝐸𝑘 ) diharapkan nilainya sesuai dengan penelitian sebelumnya c. Ukuran Fragmen Ukuran fragmen yang diharapkan adalah sesuai dengan penelitian sebelumnya 3.2.2 Variabel Proses Variabel proses adalah variabel yang nilainya ditentukan dan divariasikan dengan tujuan mendapatkan hasil dan analisa tentang pengaruh variabel proses terhadap variabel respon. Variabel proses yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah Modulus Elastisitas (𝐸), yang divariasikan menjadi 70000 MPa, 80000 MPa, 90000 MPa, 100000 MPa, 120000 MPa 3.2.3
Variabel Konstan Variabel konstan adalah variabel yang besarnya dibuat seragam dan tidak divariasikan. Dari penelitian ini variabel yang dibuat konstan adalah:
a. Kecepatan Awal (Initial Velocity) Kecepatan awal ketika keluar dari laras peluru diatur konstan b. Geometri Peluru
33
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Geometri peluru dibuat seragam, berdasarkan pada standar pengujian yang dikeluarkan oleh Pindad 3.3 3.3.1
Spesifikasi Material Material Proyektil Material proyektil yang digunakan adalah komposit Cu-Sn 10%wt. Material ini dugunakan untuk menggantikan Pb yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Dan juga komposit CuSn 10%wt, karena matriksnya adalah Cu, ia berfungsi juga sebagai pelumas di laras senapan. Sn atau yang kita kenal dengan nama Timah, adalah logam yang lunak dan ulet, juga tidak mudah teroksidasi dan terkorosi karena ia terlindung oleh lapisan oksida. Dan yang menjadi keunggulan dari timah adalah sifatnya yang spreadability dan wet sehingga mampu untuk membasahi substrat, seperti tembaga, paduan tembaga, nikel, dan paduan nikel. Dari dua material di atas, tembaga berlaku sebagai matriks dan timah berlaku sebagai reinforce sehingga jadilah komposit. Dengan sifat mekaniknya seperti yang tertera pada tabel 3.5 Tabel 3.1 Sifat Mekanik Komposit Cu-Sn 10%wt
No. 1. 2. 3.
Sifat Yield Strength Modulus Young Poisson Ratio
Keterangan 294 MPa 83 GPa 0,359
3.3.2
Material Target Material yang digunakan sebagai target adalah baja ST37, sesuai standar uji balistik dari PT Pindad. Namun karena dalam dunia industry baja ini sudah jarang digunakan, dan ada kesulitan dalam mencari standarnya (DIN), maka digunakan material dari standar yang berbeda namun ekuivalen dengan baja ST37, yaitu
34
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS ASTM A36 Mild Steel. Berikut sifat fisik dan mekanik dari baja ASTM A36 Mild Steel yang tertera di tabel 3.6 Table 3.2 Sifat Fisik dan Mekanik Baja ASTM A36 Mild Steel (AZoM,2012)
No. 1. 2. 3. 4.
Sifat Densitas Yield Strength Modulus Young Poisson Ratio
Keterangan 7,85 g/cm3 250 MPa 100 GPa 0,26
3.4 Peralatan Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan adalah pernagkat lunak (software) ANSYS Mechanical APDL R17.0. Dalam pengoperasian software ANSYS Mechanical APDL R17.0, kondisi lingkungan ketika tahap preprocessor dan postprocessor diatur menjadi ANSYS. Sedangakn ketika di run, lingkungannya diatur menjadi LS DYNA Solver. Sementara, modul tambahan yang digunakan adalah LS DYNA Solver. 3.5 Proses Penelitian 3.5.1 Pemodelan Proyektil Cu-Sn 10%wt Pemodelan dari proyektil diawali dengan menentukan Element Type atau tipe elemen dari proyektil. Tipe elemen yang digunakan adalah Solid 168 Tetrahedron. (ANSYS LS DYNA User’s Guide) Setelah tipe elemen ditentukan, maka yang dilakukan adalah menentukan Material Model atau model material dari proyektil. Proyektil Cu-Sn 10%wt menggunakan model material Kinematic Bilinear Plasticity, dimana model material ini dgunakan karena sifatnya yang elastis plastis sempurna. Setelah itu, geometri dari peluru dibuat, diawali dengan pembuatan Keypoint, lalu dilanjutkan dengan menghubungkan keypoint dengan garis-garis.
35
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Setelah garis-garis terbentuk, maka yang dilakukan adalah membuat luas permukaan dari garis-garis yang sudah terhubung. Luas permukaan yang terbentuk kemudian di extrude agar menjadi satu volume yang utuh dengan memanfaatkan sumbu axisnya. Setelah di extrude, yang dilakukan adalah melakukan operasi Boolean-Add agar volume yang di extrude menjadi satu volume yang utuh. Jika hal ini tidak dilakukan, maka yang terjadi pada volume proyektil ketika di meshing adalah hanya sebagian volume saja yang ter meshing, sedangkan volume sisanya tidak. Geometri proyektil kemudian di meshing sesuai dengan tipe elemen dan model materialnya menggunakan mesh tool. Hasil geometri peluru seperti pada Gambar 3.1.
Gambar 3.3 Geometri Peluru
3.5.2 Pemodelan Target Pemodelan untuk target dilakukan dengan langkah sama dengan pemodelan pada proyektil. Tipe elemen digunakan oleh target sama dengan proyektil. Hanya membedakannya adalah, model material yang digunakan
yang yang yang pada
36
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS target adalah Rigid Body. Kemudian, yang dilakukan adalah membuat geometri dari target. Geometri dari target dibentuk dari lingkaran (solid circle), yang kemudian di extrude ke arah bidang normal. Setelah itu, geometri dari target di meshi sesuai dengan model material dan tipe elemen yang digunakan.
Gambar 3.4 Geometri Target
3.5.3 Pemodelan Kontak Setelah pemodelan proyektil dan pemodelan target berhasil, maka yang dilakukan adalah memodelkan kontak yang terjadi antara proyektil dengan target. Proyektil dan target masingmasing dibuat menjadi LS DYNA Part. Setelah dibentuk menjadi part, yang dilakukan adalah tipe kontak yang terjadi. Karena kontak yang terjadi mengharuskan terjadinya failure (kegagalan), maka tipe kontak yang digunakan adalah eroding surface to surface (ESTS). Setelah itu, yang dilakukan adalah meng constraint kan area dari target dan memberikan initial velocity (kecepatan awal) kepada proyektil, dimana nilainya adalah 351 m/s. Sebelum di running menggunakan LS DYNA Solver, yang harus dilakukan adalah menetukan waktu terminasinya, dimana
37
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS waktu terminasi yang digunakan disini adalah 2e-5 s. Setelah ditentukan waktu terminasinya, maka hasil pekerjaan selama tahap preprocessor disimpan dalam bentuk file LS DYNA (dalam format jobname.k, misal Running1.k dan sebagainya). Hasil running dari LS DYNA Solver kemudian dibuka kembali di ANSYS Mechanical APDL R17.0 yang sudah dalam bentuk rst.
Gambar 3.5 Pemodelan Kontak Peluru
3.5 Validasi Validasi dari pemodelan peluru ini menggunakan perhiotungan manual sehingga bisa diketahui nilai dari energi impaknya. Adapun untuk fragmen-fragmen tidak bisa divalidasi, karena elemen yang bertumbukan dan pecah akan langsung menghilang dan belum ada material model yang benar-benar sesuai dengan fenomena . Pun belum ada kriteria kegagalan yang memuaskan untuk benar-benar bisa memodelkan fragmen-fragmen peluru yang berserakan. Maka yang bisa dilakukan adalah membandingkan jumlah elemen yang tersisa pada metode numerik dengan besar fragmen pasca tumbukan pada metode eksperimen.
38
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN 4.1 Analisa Data 4.1.1 Penghitungan Kecepatan Awal Hasil Interpolasi Pemodelan peluru yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan data eksperimental dari penelitian sebelumnya oleh Firmansyah (2015). Berikut data dari penelitian sebelumnya yang tercantum di tabel 4.1. Tabel 4.1 Data Eksperimental Peluru (Firmansyah,2015)
Peluru 100 300 700 700 900
Modulus Elastisitas (MPa) 70000 80000 90000 100000 120000
Massa RataRata (kg) 0,00612 0,006114 0,0061117 0,006133 0,0061648
Batas Energi Kinetik (𝑬𝒌 𝒍𝒊𝒎 ) 50 54,8 86,28 200 355,53
Parameter yang dimasukkan ke pemodelan peluru dengan perlakuan temperatur sintering yang berbeda-beda (100 oC,300 oC, 500 oC, 700 oC, 900 oC) ini dikondisikan agar mendekati kondisi sebenarnya. Namun ada beberapa parameter yang harus dihitung kembali secara analitik untuk menjamin validitas dari hasil pemodelan terhadap hasil eksperimental. Parameter yang harus dihitung kembali adalah kecepatan awal (initial velocity). Kecepatan awal peluru (kecepatan ketika keluar dari laras senapan), seharusnya bernilai 351 m/s dari jarak tembak 3 m. Namun pada pemodelan ini jarak tembak yang dimasukkan menjadi 0,02 m, berikut kecepatannya juga diinterpolasikan menjadi 345,2 m/s. Hal ini dilakukan karena geometri peluru dan
39
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS target hilang dari tampilan akibat jarak tembak yang terlalu jauh, sehingga menyulitkan penulis dalam proses pembuatan geometri dan meshing. Berikut penghitungan kecepatan awal peluru dari jarak tembak 0,02 m menggunakan cara interpolasi sesuai rumus 𝑥 𝑓(𝑣) ∆𝑣 = ′ . 𝐶 𝑣 2,98 33,851 ∆𝑣 = . 0,04952 351 ∆𝑣 = 5,8 𝑚/𝑠 Sehingga, 𝑣𝑥 = 𝑣0 − ∆𝑣 𝑣0,02 = 351 𝑚/𝑠 − 5,8 𝑚/𝑠 𝑣0,02 = 345,2 𝑚/𝑠 Maka kecepatan awal yang digunakan pada pemodelan ini adalah 345,2 m/s dari jarak tembak 0,02 m. 4.1.2
Penghitungan Impact Factor Secara Analitis Nilai Impact Factor pada prinsipnya menurut penelitian oleh Rydlo (2010) ditentukan oleh karakteristik peluru, karakteristik target, dan kondisi impact. Berkaitan dengan kondisi impact, jika jarak tembak bertambah jauh maka akan berpengaruh terhadap penurunan nilai energi kinetik ketika peluru bertumbukan dengan plat (𝐸𝑘 ). Konsekuensi dari penurunan nilai energi kinetik ketika peluru bertumbukan adalah menurunnya nilai Impact Factor yang nilai asalnya sesuai dengan penelitian Firmansyah (2015) dengan temperatur sintering masing-masing 100 oC, 300 oC, 500 oC, 700 o C, dan 900 oC adalah 9.34, 6.74,4.29,2.28, dan 1.05. Sehingga nilai Impact Factor perlu kembali dihitung, yang sedikit berbeda nilainya dari Impact Factor di Lampiran B. Berikut penghitungan Impact Factor sesuai rumus
40
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 𝐹𝐹 =
𝐸𝑘 𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚
Nilai 𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚 (batas energi kinetik) pada prinsipnya tidak bergantung fungsi jarak, karena besarannya bergantung pada sifat mekanik peluru itu sendiri, sehingga secara analitis dianggap tetap. Sementara itu, nilai 𝐸𝑘 secara analitis dihitung ketika bertumbukan pada jarak tembak sebenarnya (3 m) 3 33,851 ∆𝑣 = . 0,04952 351 ∆𝑣 = 5,84 𝑚/𝑠 Maka, 𝑣𝑥 = 𝑣0 − ∆𝑣 𝑣3 = 351 𝑚/𝑠 − 5,84 𝑚/𝑠 𝑣3 = 345,16 𝑚/𝑠 Sehingga dari sini, 𝐸𝑘 dari masing-masing peluru bisa dihitung. Sebagai contoh, berikut perhitungan dari 𝐸𝑘 peluru dengan temperature sintering 100 oC, sesuai rumus 2. 1 𝐸𝑘 = 𝑚𝑣 2 2 dimana 1 𝐸𝑘 = . 0,00612. 345,162 2 𝐸𝑘 = 364,55 𝐽 Sehingga, dari sini bisa kita dapatkan nilai Impact Factor 364,55 𝐽 50 𝐽 𝐼𝐹 = 9,21
𝐼𝐹 =
41
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Dengan prinsip yang sama, didapatkan nilai Impact Factor yang tercantum di tabel 4.2 Tabel 4.2 Nilai Impact Factor dari Perhitungan Analitis
Peluru 100 300 700 700 900
Energi Kinetik (J) 364,55 364,2 364,06 365,33 367,22
Massa Rata-Rata (kg) 0,00612 0,006114 0,0061117 0,006133 0,0061648
Impact Factor (Analitis) 9,21 6,65 4,22 2,26 1,04
Impact Factor (Eksperimen) 9.34 6,74 4,29 2,28 1,05
4.1.3 Hasil Pemodelan Pada pemodelan peluru yang masing-masing disintering dengan temperatur 100 oC,300 oC, 500 oC, 700 oC, 900 oC, didapatkan kecepatan peluru ketika bertumbukan sebagai berikut a. Kecepatan Saat Bertumbukan
Gambar 4.1 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 100 oC
42
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.2 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 300 oC
Gambar 4.3 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 500 oC
43
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.4 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 700 oC
Gambar 4.5 Tumbukan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 900 oC
44
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS b.
Grafik Kecepatan Peluru Terhadap Waktu
Gambar 4.6 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 100 oC Terhadap Waktu
Gambar 4.7 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 300 oC Terhadap Waktu
45
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
Gambar 4.8 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 500 oC Terhadap Waktu
Gambar 4.9 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 700 oC Terhadap Waktu
Gambar 4.10 Grafik Kecepatan Peluru dengan Perlakuan Temperatur Sintering 900 oC Terhadap Waktu
46
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS 4.2
Validasi Hasil Pemodelan Sesaat setelah mengalami tumbukan dengan plat baja ST37, kecepatan peluru terus mengalami penurunan. Hal ini ditimbulkan karena adanya gaya yang melawan arah gerak peluru (force break) atau gaya reaksi yang menyebabkan peluru mengalami perlambatan yang signifikan. Hal ini berbeda ketika peluru baru keluar dari laras dan bergesekan dengan udara yang penurunan kecepatannya relatif tidak terlalu signifikan. Kecepatan peluru yang tertangkap setelah bertumbukan kemudian akan digunakan untuk melakukan perhitungan energi kinetik yang terjadi saat bertumbukan. Setelah itu digunakan untuk menghitung batas energi kinetik (energi impak) yang mampu diserap oleh peluru hingga terjadi fragmentasi pada peluru menggunakan rumus Impact Factor. Dari hasil pengerjaan di ANSYS LS DYNA, didapatkan nilai sebagai berikut pada tabel 4.2 Tabel 4.3 Kecepatan Peluru Setelah Bertumbukan Hasil Simulasi
Peluru 100 300 700 700 900
Kecepatan Setelah Bertumbukan (m/s) 319,629 319,351 321,118 317,456 328,232
Kecepatan ini kemudian digunakan untuk menghitung energi kinetik peluru ketika bertumbukan dengan plat baja target secara simulasi. Dan dari hasil perhitungan didapatkan hasil sebagai berikut pada tabel 4.3
47
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Tabel 4.4 Energi Kinetik Saat Peluru Bertumbukan dengan Plat Baja ST37 Hasil Simulasial
Peluru
100 300 700 700 900
Kecepatan Setelah Bertumbukan (m/s) 319,629 319,351 321,118 317,456 328,232
Massa Rata-Rata (kg) 0,00612 0,006114 0,0061117 0,006133 0,0061648
Energi Kinetik (J) 312,612 311,77 315,11 309,04 332.09
Hasil ini kemudian digunakan untuk mencari batas energi kinetik yang bisa ditoleransi peluru sampai dimana peluru pecah (energi impak) lewat rumus Impact Factor. Dengan mengacu pada nilai Impact Factor di tabel 4.2, maka perhitungan batas energi kinetik 𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚 dilakukan sebagai berikut 𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚 =
𝐸𝑘 𝐼𝐹
Sebagai contoh, kita akan menghitung 𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚 dari peluru dengan temperature sintering 100 oC. Dimana 𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚 =
312,612 𝐽 9,21
𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚 = 40 𝐽 Maka dengan cara yang sama, didapatkan nilai 𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚 dari masingmasing peluru seperti yang tertera pada tabel 4.5
48
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Table 4.5 Nilai Batas Energi Kinetik Hasil Simulasi
Peluru
100 300 700 700 900
Energi Kinetik (J) 312,612 311,77 315,11 309,04 332.09
Impact Factor 9,21 6,65 4,22 2,26 1,04
Batas Energi Kinetik 40 50 90 120 298
Untuk menguji validitas hasil pemodelan, maka dilakukan pembandingan antara hasil pemodelan (numerical) dan analitis, seperti yang tertera pada tabel 4.6
Table 4.6 Perbandingan Hasil Simulasi dan Analitis
Hasil Simulasial Energi Batas Kinetik Energi Kinetik 40 312,612 50 311,77 90 315,11 120 309,04 298 332.09
Hasil Analitik Energi Batas Kinetik Energi Kinetik 364,55 50 364,2 54,8 364,06 86,28 365,33 200 367,22 355,53
Error (%)
14,21 14,45 13,42 15,57 10,19
49
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Sementara itu, pada penelitian ini, didapatkan hasil kecepatan saat bertumbukan pada masing-masing peluru pada simulasi adalah 319,629 m/s untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 100 oC pada gambar 4.1, 319,351 m/s untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 300 oC pada gambar 4.2, 321,118 m/s untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 500 oC pada gambar 4.3, 317,456 m/s untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 700 oC pada gambar 4.4, 328,232 m/s untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 900 oC pada gambar 4.5. Sedangkan berdasarkan hasil analitis, seharusnya ketika peluru bertumbukan kecepatannya adalah 345,16 m/s. Dari nilai kecepatan yang didapat ini kemudian didapat nilai batas energi kinetik, yang kita asumsikan sebagai energi impak dari peluru. Berturut-turut kita dapatkan nilai batas energi kinetik berdasarkan hasil simulasi adalah 40 J untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 100 oC, 50 J untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 300 oC, 90 J untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 700 oC, 120 J untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 700 oC, dan 298 J untuk peluru dengan perlakuan temperatur sintering 900 oC. Sedangkan sebaliknya, berdasarkan hasil analitis berturut-turut adalah 50 J, 54,8 J, 86,28 J, 200 J, 355,53 J. Dari hasil simulasi dan analitis dimana kita bisa mengevaluasi nilai errornya, alangkah lebih baik jika kita mengevaluasi mengapa terjadi perbedaan batas energi kinetik atau energi impak dari masing-masing spesimen peluru. Sesuai teori, nilai batas energi kinetik atau energi impak peluru adalah besar energi dimana peluru tidak terpecah menjadi fragmen-fragmen kecil. Nilai batas energi kinetik ditentukan oleh batas kecepatan balistik yang spesifik dimiliki masing-masing peluru. Sedangkan batas kecepatan balistik ini sangat ditentukan berdasarkan modulus elastisitas yang dimiliki masing-masing peluru. Dimana pada simulasi ini modulus elastisitas dari masing-masing peluru menjadi berbeda karena temperatur sintering yang divariasikan berdasarkan
50
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS penelitian sebelumnya oleh Firmansyah (2015). Dengan makin besarnya temperatur sintering, maka semakin besar nilai modulus elastisitas yang dimiliki masing-masing peluru. Pun dengan semakin besarnya modulus elastisitas yang dimiliki oleh suatu peluru, maka nilai batas kecepatan balistiknya akan semakin besar, yang juga berefek pada semakin besar batas energi kinetik atau energi impak yang dimiliki peluru. Maka didapat modulus elastisitas senilai 70000 MPa, 80000 MPa, 90000 MPa, 100000 MPa, dan 120000 MPa untuk masing-masing perlakuan temperatur sintering 100 oC,300 oC, 500 oC, 700 oC, 900 oC. Dan disini terbukti, dengan temperatur sintering yang semakin naik, maka membuat nilai modulus elastisitas naik dan nilai batas energi kinetiknya atau energi impaknya akan naik. Secara visual memang dari gambar 4.1 sampai gambar 4.6 akan sulit dilihat perbedaan antara peluru yang disintering dengan temperatur 100 oC,300 oC, 500 oC, 700 oC, dan 900 oC. Namun jika divalidasi akan terlihat perbedaannya. Dimana dari hasil validasi didapat nilai error dari simulasi ini adalah 14,21 %, 14,45 %, 13,42%, 15,57%, dan 10,19%, yang nilai ini didapat setelah membandingkan antara nilai batas energi kinetik hasil simulasi dengan hasil analitis, beruturutturut untuk peluru yang disintering pada temperatur 100 oC,300 o C, 00 oC, 700 oC, dan 900 oC. Nilai error demikian bisa muncul karena kompleksnya parameter dari fenomena peluru dan belum ada kriteria kegagalan (failure criterion) yang secara spesifik digunakan untuk memodelkan kegagalan peluru secara akurat. Ditambah dengan model kegagalan yang masih menggunakan model kegagalan yang umum (*MAT_ADD_EROSION), maka pemodelan fragmen yang tersisa pasca tumbukan tidak bisa dimodelkan. Hal ini terjadi karena algoritma yang dimiliki oleh kriteria kegagalan *MAT_ADD_EROSION bersifat element kill. Dimana fragmen yang terbentuk setelah tumbukan dengan plat akan langsung terhapus, sehingga validasi ukuran fragmen tidak bisa dilakukan. Namun secara teori, ukuran fragmen yang paling
51
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS besar dimiliki oleh peluru dengan temperatur sintering 900 oC yang modulus elastisitasnya adalah 120000 MPa. Seperti yang digambarkan pada gambar 4.11 a)
b)
5 mm
c)
e)
5 mm
d)
Gambar 4.11 Fragmen bagian bawah peluru dari temperatur a) 100, b) 300, c) 500, d) 700, dan e) 9000C (Firmansyah,2015) Namun dari grafik pada gambar 4.6 sampai 4.10 menunjukkan bahwa peluru terdisintegrasi setelah tumbukan pada waktu kurang lebih 0,0006 s, dimana kurva fungsi kecepatan terhadap waktu terurai menjadi beberapa kurva yang masing-masing nilai kecepatannya menurun dengan perlambatan yang tidak sama.
52
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Sebagai perbandingan untuk hasil eksperimental, gambar 4.12 mengilustrasikan peluru yang tererosi secara simulasi
a
b
53
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS c
d
54
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS e
Gambar 4.12 Peluru Pada a) Mulai Tererosi b),c), dan d) Tererosi Sebagian dan e) Hampir Tererosi Keseluruhan
Dari Gambar 4.12 di atas, dapat dilihat bahwa model erosi di LS DYNA hanya menunjukkan pengurangan (penghapusan) elemen yang telah mengalami kegagalan. Dalam hal ini, regangan maksimum sebesar 0,12 digunakan sebagai kriteria kegagalan tersebut di atas. Dengan demikian, hamburan dari serpihan peluru belum dapat divisualisasikan berdasarkan keterbatasan dari model erosi LS DYNA di atas. Untuk visualisasi hamburan yang lebih realistis, metode-metode numeric yang termasuk dalam kategori metode partikel, seperti misalnya metode discrete element dan smoothed particle hydrodynamic sangat direkomendasikan sebagai alat analisa problem tumbukan peluru di atas.Analisa peluru dengan metode partikel tersebut dapat menjadi subjek studi selanjutnya.
55
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 a.
b.
5.2
Kesimpulan Dari penelitian ini, kesimpulan yang dapat ditarik adalah Peluru yang memiliki batas energi kinetik (𝐸𝑘 𝑙𝑖𝑚 ) (energi impak) terendah adalah peluru dengan temperatur sintering 100 oC, nilainya secara numerik adalah 40 J. Sedangkan yang memiliki batas energi kinetik tertinggi adalah peluru dengan temperatur sintering 900 oC. Dengan batas energy kinetic yang rendah menyebabkan peluru dengan temperatur sintering 100 oC makin mudah terpecah menjadi fragmen-fragmen kecil. Sementara validasi dari pemodelan peluru menggunakan perhitungan manual berdasarkan rumus Impact Factor dengan error 14,21%, 14,45%,13,42%,15,57%, dan 10,19% untuk masingmasing peluru dengan temperatur sintering 100 oC,300 oC, 700 oC, 700 oC, dan 900 oC. Hal ini dikarenakan kompleksnya parameter dari fenomena peluru ini dan sementara pada penelitian ini, hanya mode kegagalan erosi element saja yang dipergunakan untuk memodelkan kegagalan peluru . Fragmen-fragmen yang terbentuk ketika pemodelan tumbukan langsung terhapus akibat penggunaan kriteria kegagalan erosi yang di dalamnya terdapat algoritma element kill, sehingga tidak bisa diukur Saran Saran untuk penelitian ini adalah :
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS a.
b.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut seputar model material, kriteria kegagalan, dan algoritma yang cocok agar menghasilkan pemodelan peluru yang lebih akurat. Analisa peluru dengan metode partikel (metode discrete element dan smoothed particle hydrodynamic) dapat menjadi subjek studi selanjutnya.
58
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
DAFTAR PUSTAKA al., N. e. (2003). United States of America Patent No. US 6,536,352 B1. Anshutz, B., Ramsey, K., & Joys, J. (2012). US Patent No. US 8,225,718 B2. ANSYS,Inc. (2013). ANSYS LS DYNA User's Guide. Canonsburg: ANSYS,Inc. Benini. (2001). United States of America Patent No. US 6,263,798 B1. Department Of Defense. (1997). V50 BALLISTIC TEST FOR ARMOR. United States: Department Of Defense. Firmansyah, K. M. (2015). Pengaruh Temperatur Sintering Metode Metalurgi Serbuk Terhadap Perforasi dan Performa Balistik Peluru Frangible Komposit Cu10%wtSn. Jurnal Teknik ITS, 1-6. Hallquist, J. O. (2006). LS DYNA Theory Manual. California: Livermore Software Technology Corporation. Heard, B. J. (2008). Handbook of Firearms and Ballistics : Examining and Interpreting Forensic Evidence . Sussex: John Wiley & Sons Ltd. Komenda, e. (2013). Forensic and clinical issues in the use of frangible projectile. Journal of Forensic and Legal Medicine, 697-702. Livermore Software Technology Corporation. (2012). LS DYNA Keyword User's Manual Volume II Material Model. California: Livermore Software Technology Corporation. 59
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Mansur, A., & Nganbe, M. (2015). Assessment of Three Finte Element Approaches for Modelling the Ballistic Impact Failure on Metal plates. Journal of Materials Engineering and Performance Vol 24, 1322-1331. Mates, S. P., Rhorer, R., Banovic, S., Whitenton, E., & Fields, R. (2008). Tensile strength measurements of frangible bullets using the diametral compression test. International Journal of Impact Engineering, 511-520. Mikko, D., & Miller, J. (2008). Frangible Bullets Dynamic Research Technologies. AFTE Journal Volume 40, 91-96. Muliyadi, Mukono, H., & Notopuro, H. (2015). PAPARAN TIMBAL UDARA TERHADAP TIMBAL DARAH, HEMOGLOBIN, CYSTATIN C SERUM PEKERJA PENGECATAN MOBIL. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 87-95. Narayanamurthy, V., Rao, C. L., & Rao, B. (2014). Numerical Simulation of Ballistic Impact on Armour Plate with a Simple Plasticity Model. Defence Science Journal Vol 64, 55-61. Panglevie, R. (2015). Pemodelan Pengaruh Arah Serat Terhadap Kekuatan Impak Balistik Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester. Jurnal Teknik ITS Vol 1, 1-6. Reddy, J. (2005). An Introduction to Nonlinear Finite Element Analysis. New York: Oxford University Press. T.Borvik. (1999). Ballisitic Penetration of Steel Plates. International Journal of Impact Engineering, 855-886. West, H. L., & Mullins, J. F. (1997). Oklahoma Patent No. 5,616,642. 60
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Zul Fahmi, F. R., Hidayat, M. P., & Noerochim, L. (2016). Pemodelan Pengaruh Arah Serat Terhadap Kekuatan Impak Balistik Komposit E-Glass/Isophthalic Polyester Dengan Hemisphere Projectile Berkecepatan 500m/s.
61
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
62
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS LAMPIRAN A Kriteria Kegagalan *MAT_ADD_EROSION
Card 1
1
Variable Type Default
Card 2 Variable Type Default
MID A8 None
1 MNPRES F None
2
3
EXCL F None
MXPRES F 0.0
2
3
SIGP1 F None
SIGVM F None
4 MNEPS F 0.0
5
6
7
EIFEPS F 0.0
VOLEPS F 0.0
NUMFIP F 1.0
4
5
6
7
MXEPS F None
EPSSH F None
SIGTH F None
IMPULSE F None
8 NCS F 1.0
8 FAILTM F None
63
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS Variabel MID
Deskripsi Nomor Spesifik dari Material yang mengalami kegagalan
EXCL
Nomor pengecualian, yang diaplikasikan terhadap nilai yang ada di Card 2. Ketika ada beberapa konstantakegagalan diatur sesuai nomor pengecualian, konstanta yang berkaitan akan tidak dihitung Tekanan maksimal ketika mengalami kegagalan, Pmax Regangan principal minimal ketika mengalami kegagalan, min Regangan efektif maksimal ketika mengalami
MXPRES MNEPS EIFEPS
𝑑𝑒𝑣 𝑑𝑒𝑣 kegagalan, 𝜀𝑒𝑓𝑓 = √2/3𝑒𝑖𝑗 𝑒𝑖𝑗
VOLEPS
NUMFIP MNPRES SIGP1 SIGVM MXEPS
Regangan volumetric ketika mengalami kegagalan ,𝜀𝑣𝑜𝑙 = 𝜀11 + 𝜀22 + 𝜀33. VOLEPS dapat bernilai negative atau positif, bergantung kepada kegagalannya, apakah karena beban kompresi atau tarik. Jumlah poin elemen integrase yang terhapus ketika mengalami kegagalan. Tekanan minimal ketika mengalami kegagalan, Pmin Tegangan principal ketika mengalami kegagalan, max Tegangan ekuivalen ketika mengalami kegagalan, max Regangan maksimal ketika mengalami kegagalan, max . Regangan maksimal ketika mengalami kegagalan terbentuk dari fungsi laju regangan efektif dengan mengatur MXEPS menjadi 64
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
EPSSH SIGTH IMPULSE FAILTM
negative bersesuian dengan kurva pembebenan sesuai nomor material yang mengalami kegagalan. Regangan geser ketika mengalami kegagalan, max Tegangan Threshold, 0 Impuls tegangan ketika mengalami kegagalan, K f Waktu spesifik ketika material mengalami kegagalan. Ketika waktu tersebut terlewati maka material akan terhapus
65
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
66
Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Material & Metalurgi FTI-ITS BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Bandung, 20 Januari 1994, merupakan anak kedua dari 3 bersaudara. Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Pertiwi 1 Cimahi, SDN Padasuka Mandiri 3 Cimahi, SMPN 1 Cimahi, dan SMAN 4 Bandung. Setelah lulus dari SMAN 4 Bandung pada tahun 2012, penulis melanjutkan studinya ke Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI ITS, dan terdaftar dengan NRP 2712100141. Di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ini penulis mendalami bidang Material Inovatif. Penulis sempat mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan, dimana penulis terakhir tercatat sebagai pengurus di Badan Eksekutif Mahasiswa ITS (BEM ITS) dan diamanahi sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) di Kementerian Sosial Masyarakat BEM ITS tahun kepengurusan 2014/2015. Penulis juga memiliki pengalaman kerja praktek di PT. Holcim Indonesia ,Tbk pada bulan Juli-Agustus 2015. Selama kerja praktek penulis menganalisa permasalahan self ignition pada low rank coal yang digunakan pada Reaktor Rotary Kiln. Tugas akhir yang diambil oleh penulis dalam topik Material Inovatif adalah “Analisa Numerikal Balistik Impak Peluru dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga”
67