1
Analisa Model Destination Branding Image terhadap Tourist Future Behavior. Studi Kasus :Kota Solo sebagai Destinasi Pariwisata Indonesia
Faatih Natasha Putri (
[email protected]) dan Hapsari Setyowardhani (
[email protected]) Program Studi S1 Reguler, Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel yang berpengaruh signifikan di dalam model Destination Branding Image yang terdiri dari tiga dimensi destination image yakni cognitive image, unique image, dan affective image terhadap intention to revisit dan intention to recommend wisatawan nasional yang pernah berwisata ke Kota Solo. Setelah diuji pengaruhnya menggunakan regresi berganda, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cognitive image, unique image, dan affective image secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap intention to revisit dan tidak signifikan terhadap intention to recommend.
Variabel yang satu-satunya
berpengaruh signifikan dalam model ini adalah unique image. Unique image dapat dijadikan sebagai strategi jika suatu destinasi wisata ingin berbeda dengan destinasi wisata lainnya.
Kata Kunci : Cognitive Image, Unique Image, Affective Image, Destination Image, Behavioral Intention, Solo
This research is aimed to find out significant variables in destination branding image model. The model contains of three destination image dimensions: cognitive image, unique image, and affective image toward intention to revisit and intention to recommend domestic tourists who have ever travelled to Solo. The result shows that cognitive image, unique image, and affective image significantly influence intention to revisit altogether. However, it does not significantly influence intention to recommend. The only one significant variable in this model is unique image.
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
2
Unique image can be a strategy for a region to be different from other tourists destination.
Key Words : Cognitive Image, Unique Image, Affective Image, Destination Image, Behavioral Intention, Solo
1. Latar Belakang
Saat ini tidaklah cukup bagi sebuah destinasi wisata hanya menawarkan manfaat yang biasa kepada para konsumen atau wisatawan. Destinasi wisata haruslah memiliki suatu daya tarik wisata agar dapat bersaing dengan destinasi wisata lainnya. Daya tarik wisata pada dasarnya harus memiliki sesuatu yang unik serta menarik agar layak untuk dikunjungi dan dilihat (Nyoman, 1994). Oleh karena itu, saat ini sebuah destinasi wisata haruslah memiliki dan menawarkan sesuatu yang unik dan berbeda dari destinasi - destinasi wisata lainnya sebagai karakteristik daya tarik wisata yang melekat dan menjadi penentu pengambilan keputusan akhir wisatawan. Sebagai negara yang kaya akan budaya dan pariwisata, Indonesia memiliki modal untuk mengembangkan industri pariwisatanya. Maka, sejak awal tahun 2011, Indonesia mencetuskan tagline baru pariwisatanya, yaitu “Wonderful Indonesia 2011” yang menggambarkan daya tarik masyarakatnya, budayanya, makanan tradisionalnya, investasinya, serta alamnya (Promosi Pariwisata, 2011). Namun hal ini menjadi tugas bersama pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya di Indonesia untuk dapat menghadirkan daya tarik wisata nasional yang unik dan memiliki diversifikasi yang menarik agar trend kunjungan wisatawan tetap terus meningkat. Menurut Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Firmansyah Rahim mengakui masih rendahnya diversifikasi atau keragaman nilai serta keunikan daya tarik wisata di Indonesia (Antara,2012). Indonesia juga masih cukup lemah dalam hal manajemen daya tarik wisata dan inovasi manajemen produk destinasi wisata. Namun hal ini tidak dapat di generalisasi, dikarenakan beberapa destinasi wisata di Indonesia sudah mulai melakukan diversikasi dan menawarkan sesuatu yang berbeda yang membuat
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
3
wisatawan memilih daerah tersebut sebagai destinasi wisata, diantaranya adalah Kota Solo. Kota Solo sudah cukup memiliki destination image yang baik di mata konsumen ternyata terus melakukan inovasi terhadap daya tarik pariwisatanya. Namun terdapat kenyataan yang cukup mengejutkan bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Solo di tahun 2011 menurun dari jumlah wisatawan di tahun 2010. Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Solo jumlah wisatawan yang mengunjungi Kota Solo menurun sekitar 100.000 an atau 8,46 % lebih rendah dari tahun sebelumnya (Solopos.com, maret 2012). Namun ditahun 2012 jumlah wisatawan di Kota Solo mengalami kenaikan dari tahun 2011. Di tahun 2011 pada semester kedua jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Kota Solo adalah 38.420 wisatawan, serta wisatawan domestik sekitar 1.695.731 wisatawan. Sementara itu di tahun 2012 semester kedua, jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Kota Solo mengalami penurunan menjadi 31.124 wisatawan yang didominasi oleh wisatawan asal Asia Pasifik sekitar 9.959 orang, dari Eropa sekitar 9.337, Amerika Serikat sekitar 6.536, serta Asia sekitar 4.669 dan dari Afrika sekitar 623 wisatawan. Penurunan jumlah wisatawan di tahun 2012 dari tahun 2011 hanya terjadi pada wisatawan asing saja, hal ini tidak terjadi pada wisatawan domestik. Jumlah wisatawan domestik yang berkunjung ke Kota Solo pada tahun 2012 semester kedua mengalami kenaikan yang cukup signifikan menjadi 2.125.698 wisatawan (Data Dinas Pariwisata Kota Solo, 2013). Dengan semangat Spirit of Java di tahun 2012 lalu Solo telah melaksanakan beberapa acara serta hiburan budaya yang sangat menarik, mulai dari yang bertaraf Nasional dan Internasional . Hal ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah wisatawan serta menciptakan image yang berbeda dengan destinasi wisata lainnya. Destination image Kota Solo yang dahulu dikenal sebagai kota dagang karena berdirinya Serikat Dagang Islam disana kini diubah menjadi kota seni budaya dan pariwisata di pulau Jawa yang masih melekat erat unsur budaya Jawanya. Usaha yang dilakukan untuk menimbulkan keunikan pada Kota ini tentunya untuk memenuhi konsep model destination branding yang memiliki tiga dimensi yakni cognitive image, unique image, dan affective image. Dan melalui penelitian ini akan
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
4
dilihat apakah ketiga dimensi destination image ini berpengaruh signifikan terhadap intention behavior wisatawan terhadap Kota Solo di masa yang akan datang.
2. Landasan Teori
a. Brand Identity dan Image Brand identity dan brand image merupakan syarat terciptanya destination brand (Florek et al, 2006). Namun terdapat perbedaan antara brand identity dan brand image. Salah satu yang jelas menggambarkan perbedaan yang terjadi ini adalah brand identity dan brand image dihasilkan berdasarkan dua persepektif yang berbeda , yakni pengirim dan penerima (Florek et al, 2006). Singkatnya, brand identity diciptakan oleh pengirim seperti perusahaan, dan image diterima oleh penerima seperti konsumen (Kapferer, 1997, hal. 32). Brand image telah dianggap sebagai suatu alasan atau persepsi konsumen yang menempel pada merek tertentu. Brand image juga diidentifikasikan sebagai sumber yang penting dalam brand equity yang menyarankan bahwa destination image seharusnya masuk dalam definisi dari destination brand (Keller, 2003). Yang terpenting bahwa hubungan antara tujuan brand identity dan brand image adalah timbal balik. Maksudnya adalah brand image memainkan peran penting dalam membangun brand identity (Cai,2002), sedangkan brand image juga merupakan refleksi dari brand identity (Florek et al., 2006). Ini berarti konsumen membangun destination image dalam pikiran mereka didasarkan pada brand identity yang diproyeksikan oleh tujuan pemasar. Dengan demikian, destination image adalah penting untuk menciptakan brand identity yang positif dan dikenali. Brand image yang positif dapat dicapai melalui asosiasi merek yang kuat, asosiasi merek yang menguntungkan, dan unik. Artinya, konsumen melihat brand image positif ketika asosiasi merek yang dilaksanakan untuk menunjukkan manfaat dari pembelian terhadap merek tertentu. Hal ini kemudian menciptakan perasaan baik terhadap merek, dan membedakan dari alternatif dengan image yang unik. Hal ini mengapa pada literatur H. Qu et al, 2010 dijelaskan mengenai tiga komponen yang membentuk destination image yang ditambahkan variable unique image sebagai bagian yang menunjukkan differensiasi suatu destinasi dengan kompetitornya.
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
5
b. Brand Association Brand association mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap suatu merek dan pilihan merek yang diwujudkan dalam niat untuk membeli atau tidak (Qu et al, 2011). Aaker (2001) mengatakan bahwa brand association merupakan segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Dalam literatur merek, brand association diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama: atribut, manfaat, dan sikap (Keller, 1993, 1998). Yang berarti bahwa konsumen berusaha mempelajari atribut yang ditampilkan oleh suatu merek, kemudian mereka mengaitkannya dengan keuntungan apa saja yang dapat mereka peroleh dari atribut tersebut. Semuanya tidak lepas dari perilaku yang ada pada masing- masing konsumen. Intinya kesan-kesan yang muncul dalam ingatan konsumen ini biasanya muncul karena keterkaitan brand dengan seluruh informasi seperti harga, manfaat, kesan nilai asosiasi merek dengan penggunaan tertentu, dengan tipe pelanggan tertentu, kelas produk dan pesaing. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangsangan yang disebut brand image. Berbagai asosiasi yang diingat oleh konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk brand image didalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image. Dalam hal pariwisata, hal ini berarti berbagai asosiasi yang diingat oleh konsumen dapat dirangkai menjadi brand image yang menghasilkan suatu destination image. Destination image yang terbentuk oleh berbagai asosiasi merek yang ada dalam benak konsumen merupakan titik awal harapan seorang wisatawan (Ryan dan Gu, 2008).
c. Destination Branding H Qu et al (2011) berpendapat bahwa destination branding merujuk pada identitas kompetitif yang membuat suatu destinasi berbeda dan dikenang. Hal inilah yang membedakan destinasi dari yang lainnya, dimana destination branding memperlihatkan esensi inti dan karakteristik abadi akan suatu destinasi. Destination branding tidak dapat diproduksi layaknya barang. Sebuah merek dapat membangun komponen target yang lain setelah menetapkan destination image yang membedakan
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
6
dari para pesaingnya (Kaplanidou dan Vogt, 2003). Studi menunjukkan bahwa destination branding lebih terkonsentrasi pada bagaimana pesan dan image dari destinasi tersebut diformulasikan dan diperlihatkan (Konecnik dan Gartner, 2007). Menurut American Marketing Association (2005), destination branding adalah suatu set yang saling berhubungan, meliputi nama, tema, logo, simbol, gambaran, pengalaman, atribut fisik, karakter dan manfaat pengunjung, perbedaan destinasi dari kompetitornya, dan mendorong untuk melakukan kunjungan. Sedangkan Ritchie (2005), menyatakan bahwa destination branding adalah suatu paket dari fasilitas dan jasa pariwisata dimana seperti halnya barang atau jasa konsumen yang disusun oleh banyak atribut serta dikombinasikan bersama untuk memperlihatkan daya tarik destinasi pariwisata tersebut. d. Destination Image Menurut Morrison (2002), destinasi adalah suatu hubungan yang unik dan ditemukan dalam indusri pariwisata dan perjalanan yang meliputi atraksi , acara, fasilitas, infrastruktur dan transportasi, serta sumber daya pariwisata lainnya. Seaton dan Bennett (1996) juga menyatakan bahwa “Destination is at one a single entity but it comprises every kind of tourism organization and operation in its geographical area”. Konsep mengenai destination image pada umumnya telah dipandang sebagai bangunan atau konstruk atitudinal yang berisikan representasi mentah tentang pengetahuan atau kepercayaan, perusahaan, dan kesan menyeluruh atas suatu objek atau tujuan. Suatu destinasi pasti memiliki image yang biasanya mempengaruhi pilihan wisatawan dalam menentukan destinasi mereka. Castro et al (2007) juga berpendapat kalau destination image mempengaruhi tourist future behaviour melalui service quality dan atau kepuasan wisatawan. Court and Lupton (1997) membuktikan bahwa image dari suatu destinasi ternyata memberikan dampak positif terhadap behavioral intention wisatawan, yakni untuk mengunjungi kembali ataupun merekomendasikan destinasi tersebut kepada orang lain. Maka dari itu saat ini, sangat dibutuhkan sesuatu yang dianggap berbeda yang ditawarkan oleh suatu destinasi wisata. Banyaknya destinasi wisata saat ini memberikan peluang yang besar bagi wisatawan untuk memilih yang terbaik sesuai keinginan masing-masing. Diperlukan satu usaha berupa destination branding yang membuat suatu destinasi memiliki image yang dapat dijadikan competitive advantage
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
7
suatu destinasi dibandingkan dengan destinasi lainnya. H. Qu et al (2011) menyatakan bahwa destination image memiliki tiga dimensi yakni affective, cognitive dan unique. Melalui tiga dimensi ini, destination image juga akan mempengaruhi behavirol intention wisatawan dimasa depan
e. Cognitive, Affective, dan Unique Image Konecnik dan Gartner (2007) mengatakan bahwa destination image diklasifikasikan menjadi tiga komponen yang berhubungan, yaitu cognitive, affective, dan conative. Baloglu dan McCleary (1999) juga menyatakan bahwa cognitive image merujuk pada kepercayaan atau pengetahuan mengenai atribut suatu destinasi. Sementara itu, affective image merupakan suatu perasaan dan keterikatan pada suatu destinasi. Dalam literatur pariwisata, secara luas diakui bahwa secara keseluruhan destination image dipengaruhi oleh evaluasi terhadap cognitive image dan affective image (Baloglu, 1996). Evaluasi cognitive mengacu pada keyakinan dan pengetahuan tentang suatu obyek sedangkan evaluasi afective mengacu pada perasaan tentang suatu objek (Gartner, 1993). Penting untuk mempertimbangkan komponen – komponen
brand image baik cognitive dan affective sebagai pembentuk dari
destination image sebagai syarat utama untuk membangun sebuah model destination branding image. Alasan ini didukung oleh dua poin penting yakni yang pertama destination image adalah akibat dari adanya cognitive image dan affective image yang merupakan bagian dari branding image dalam literatur pariwisata, serta yang kedua adalah konseptual adanya kesamaan evaluasi cognitive dan affective antara destinasi image dan jenis asosiasi merek yang ada dalam benak konsumen. Dalam hal destination branding, Cai (2002) menyatakan bahwa sikap mungkin salah satu dari jenis asosiasi merek untuk membangun destination image. Komponen cognitive image dan affective image berkorelasi untuk membentuk suatu destination image (Gartner, 1993). Cognitive image dan affective image akan memiliki tingkat signifikansi yang berbeda dalam pembentukan image suatu destinasi, dikarenakan brand association yang ada dalam benak konsumen memiliki bobot yang berbedabeda tergantung pengalaman dan tipe konsumennya (Keller, 2008). Hal ini mengapa
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
8
cognitive image dan affective image diuji signifikansinya secara terpisah terhadap tourist future behavior dalam penelitian ini. Menurut Echtner dan Ritchie (1993), destination image harus dilihat dan diukur didasarkan pada tiga dimensi atribut: holistik, functionalpsychological, dan unik karakteristik. Keunikan sangatlah
penting karena pengaruhnya kepada
diferensiasi destinasi yang serupa dibenak konsumen atau wisatawan (Echtner & Ritchie, (1993). Salah satu tujuan dari branding adalah untuk membedakan produknya dari para pesaing (Aaker, 1991). Demikian pula destination branding harus menekankan pada unique image suatu destinasi agar dapat dibedakan dengan pesaing destinasi wisata lainnya. Keunikan memberikan alasan yang kuat mengapa wisatawan harus memilih destinasi tertentu atas beberapa alternatif pilihan destinasi. Keller (2008) berpendapat bahwa brand image yang positif dapat dicapai melalui keunikan asosiasi merek terhadap suatu merek dalam memori konsumen. Dengan demikian, unique image sangatlah penting dalam membangun image suatu destinasi
f. Behavioral Intentions Behavioral Intentions dapat didefinisikan sebagai tingkat keinginan dalam suatu rencana yang secara sadar dibentuk oleh seseorang dan ditujukan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku spesifik di masa yang akan datang (Ajzen dan Fishbein, 1980 dalam Liu dan Jang, 2009). Hal ini didukung oleh sejumlah peneliti yang menyatakan bahwa behavioral intentions merupakan variabel yang layak dalam menentukan perilaku konsumen pada masa yang akan datang (Quelette dan Wood, 1998 dalam Liu Jang, 2009). Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendapat dari Asworth & Goodall (1988) yang mengatakan bahwa image dari sebuah destinasi berpengaruh tidak hanya pada proses pemilihan suatu destinasi, namun juga pada perilaku wisatawan secara keseluruhan. Keinginan untuk melakukan kunjungan kembali ke suatu destinasi serta keinginan untuk merekomendasikan suatu destinasi kepada orang lain adalah dua hal penting sebagai konsekuensi dari destination image yang positif. Keinginan untuk mengunjungi kembali suatu destinasi telah banyak diteliti dan ditemukan bahwa hal ini merupakan sinyal positif atas loyalitas pelanggan atau wisatawan.
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
9
Word-of-mouth (WOM) didefinisikan sebagai komunikasi informal antara seorang
dengan
orang
lainnya
yang
membahas
tentang
merek,
organisasi, atau layanan (Harrison-Walker, 2001). Disebabkan oleh berwujud dari produk layanan seperti jasa pariwisata,
produk,
sifat tidak
keputusan pembelian
konsumen biasanya melibatkan tingkat yang lebih tinggi daripada resiko yang dirasakan. WOM juga dianggap sebagai sumber informasi penting yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu destinasi (Kozak & Rimmington, 2000). Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa seseorang yang merasakan image yang positif akan overall imagenya
lebih mungkin untuk merekomendasikan
destinasi tersebut (Bigné et al, 2001). Dengan demikian, diharapkan bahwa wisatawan dengan overall image yang positif sebagai total dari asosiasi cognitive image, affective image, dan unique image akan lebih mungkin untuk melakukan kunjungan kembali ke destinasi sebelumnya dan juga merekomendasikan destinasi tersebut kepada orang lain.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Cognitive image secara signifikan berpengaruh terhadap intention to revisit suatu destinasi.
H2 : Unique image secara signifikan berpengaruh terhadap intention to revisit suatu destinasi.
H3 : Affective image secara signifikan berpengaruh terhadap intention to revisit suatu destinasi.
H4 : Cognitive image secara signifikan berpengaruh terhadap intention to recommend suatu destinasi.
H5 : Unique image secara signifikan berpengaruh terhadap intention to recommend suatu destinasi.
H6 : Affective image secara signifikan berpengaruh terhadap intention to recommend suatu destinasi.
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
10
Berikut ini adalah gambar model penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini:
Gambar 3.2 Model Penelitian Sebelumnya Sumber : Tourism Management, H Qu, et al., 2011. “ A Model of Destination Branding: Integrating The Concepts of The Branding and Destin
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
11
3. Metode Penelitian Secara keseluruhan, sampel responden dalam penelitian ini berjumlah 119 responden. Karakteristik utama dari responden dalam penelitian ini adalah adalah pernah berwisata ke Kota Solo dalam kurun waktu satu (1) tahun terakhir yakni pada periode 2012-2013 dan juga menginap minimal satu (1) atau dua (2) hari. Kurun waktu satu (1) tahun dipilih peneliti berdasarkan anggapan bahwa batas dimana wisatawan masih mengingat dengan sangat jelas segala pengalaman wisata yang dilakukan serta didapatkan di Kota Solo. Pertimbangan lainnya dari satu (1) tahun terakhir adalah menunjukkan kesamaan objek wisata yang terdapat di Kota Solo, dan jika ada perubahan objek wisata diharapkan hanya terjadi perubahan yang kecil. Diasumsikan tidak terjadi perubahan yang begitu berarti di Kota Solo. Karaketiristik kedua adalah responden harus menginap minimal satu hingga dua hari, diasumsikan dengan menginap responden memiliki waktu lebih banyak untuk mengunjungi objekobjek wisata di Kota Solo. Responden juga diasumsikan memiliki pengalaman yang lebih banyak selama berwisata di Kota Solo. Penelitian dilakukan dengan melakukan metode survey, yakni dengan menyebar kuesioner kepada para responden yang dikategorikan kedalam wisatawan nusantara, dengan rentang usia 15-55 tahun. Sebelum dilakukan main test, peneliti terlebih dahulu melakukan pre test kepada 30 responden. Seluruh data responden yang terkumpul selanjutnya dilakukan Uji Realibilitas, Uji Validitas, Analisis Faktor, dan Uji Regresi Berganda menggunakan SPSS.
Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Nilai Cronbach's Alpha
Keterangan
Cognitive Image
0.880
Reliabel
Unique Image
0.826
Reliabel
Affective Image
0.847
Reliabel
Intention to Revisit
0.874
Reliabel
0.623
Reliabel
Intention
to
Recommend
Sumber: Output SPSS hasil olahan peneliti
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
12
Berdasarkan hasil pengujian realibilitas pada Tabel 1. di atas dengan melihat cronbach’s alpha, semua variabel memiliki nilai cronbach’s alpha di atas 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel penelitian kuesioner tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang baik dan dapat digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 2. Hasil Uji KMO Measure of Sampling Adequacy Variabel
Nilai KMO
Keterangan
Cognitive Image
0.854
Analisis dapat dilanjutkan
Unique Image
0.837
Analisis dapat dilanjutkan
Affective Image
0.726
Analisis dapat dilanjutkan
Intention to Revisit
0.647
Analisis dapat dilanjutkan
0.500
Analisis dapat dilanjutkan
Intention Recommend
to
Sumber: Output SPSS hasil olahan peneliti
Tabel 2. Di atas menunjukkan seluruh variabel memiliki nilai KMO di atas 0,5 yang berarti memenuhi persyaratan minimalnya. Dengan demikian, seluruh item pertanyaan yang diikutsertakan pada pengujian ini layak diproses lebih lanjut.Untuk mengukur validitas dari setiap item pertanyaan pada variabel, peneliti melihat dari nilai factor loading yang terdapat pada tabel component matrix. Seluruh item pertanyaan dari variabel unique image, affective image, intention to revisit dan intention to recommend menunjukkan angka positif di atas 0,5. Artinya item-item pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan memiliki korelasi positif yang kuat terhadap variabelnya, sehingga dapat diproses lebih lanjut.Namun pada variabel cognitive image, terdapat dua item yakni C4 dan C17 yang factor loadingnya dibawah 0,5 yakni sebesar 0,456 dan 0,233. Maka dari itu kedua item ini diputuskan oleh peneliti untuk dihapus dan tidak diikutkan kepada pengolahan selanjutnya.
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
13
4. Temuan dan Diskusi
Setelah melakukan uji Reliabilitas dan Validitas, selanjutnya peneliti melakukan uji regresi menggunakn regresi berganda untuk melihat pengaruh dari variabel cognitive image, unique image, affective image, terhadap intention to revisit dan intention to recommend. Tabel 3. Coefficientsa (Multiple Regression) Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardize t
Coefficients
d
Sig.
Coefficients B
Std. Error
Beta
(Constant)
2,186E ,073
,000
1,000
-016 1
FCOGNITIVE
,110
,121
,110
,910
,365
FUNIQUE
,357
,127
,357
2,811
,006
FAFFECTIVE
,206
,117
,206
1,757
,082
a. Dependent Variable: FREVISIT Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti Pada tabel 3 terlihat bahwa probabilita dari konstanta adalah sebesar 0,000 di bawah tingkat signifikansi 0,05 (significance level 5%) yang artinya H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa keseluruhan dimensi dari destination image yakni cognitive image, unique image, dan affective image jika diuji secara bersama-sama menggunakan regresi berganda memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen intention to revisit. Nilai probabilita dari variabel cognitive image adalah sebesar 0.365, di atas tingkat signifikansi 0,05 (significance level 5%) yang artinya H0 diterima. Namun berbeda dengan variabel unique image, nilai t pada variabel unique image
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
14
menunjukkan hasil yang signifikan dimana memiliki nilai t>1.96 yaitu sebesar 2.811. Selain itu, nilai signifikansi pada variabel unique image menunjukkan hasil yang signifikan dimana memiliki nilai <0.05 yaitu sebesar 0.006, ini berarti variabel unique image berpengaruh signifikan terhadap intention to revisit. Berbeda dengan variabel affective image yang memiliki nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 yakni 0,082 serta nilai t lebih besar dari 1,96 yaitu 1,757 dengan kata lain H0 diterima. Hal ini berarti variabel affective image sebagai dimensi dari destination image tidak berpengaruh signifikan terhadap intention to revisit Kota Solo. Adapun hasil dari uji regresi yang dilakukan untuk melihat pengaruh dari variabel cognitive image, unique image, serta affective image terhadap intention to recommend adalah sebagai berikut : Tabel 4. Coefficientsa (Multiple Regression) Coefficientsa Model
Unstandardized
Standardize t
Coefficients
d
Sig.
Coefficients B
Std.
Beta
Error (Constant)
2,401E- ,091
,000
1,000
016 1
FCOGNITIVE
,081
,151
,081
,536
,593
FUNIQUE
,247
,158
,247
1,561
,121
FAFFECTIVE
-,234
,146
-,234
-1,600
,112
a. Dependent Variable: FRECOMMEND Sumber : Output IBM SPSS Statistics 20 hasil olahan peneliti Berdasarkan tabel 4 coefficients di atas, terlihat bahwa probabilita dari konstanta adalah sebesar 0,200 yang berada di atas tingkat signifikansi 0,05 (significance level 5%) yang artinya H0 diterima. Dengan kata lain, nilai konstanta
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
15
tidak signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai probabilita dari variabel cognitive image adalah sebesar 0.593, di atas tingkat signifikansi 0,05 (significance level 5%) yang artinya H0 diterima. Dapat dilihat pula hasil yang tidak signifikan dimana memiliki nilai t<1.96 yaitu sebesar 0.910. Dengan kata lain, nilai variabel cognitive image tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intention to recommend. Nilai t pada variabel unique image menunjukkan hasil yang juga tidak signifikan dimana memiliki nilai t<1,96 yaitu sebesar 1,561. Selain itu, nilai signifikansi pada variabel unique image menunjukkan hasil yang tidak signifikan dimana memiliki nilai >0.05 yaitu sebesar 0,121 yang berarti variabel unique image tidak berpengaruh signifikan terhadap intention to recommend. Variabel affective image juga memiliki nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 yakni 0,112 serta nilai t lebih besar dari 1,96 yaitu 1,600 dengan kata lain H0 diterima. Hal ini berarti variabel affective image sebagai dimensi dari destination image tidak berpengaruh signifikan terhadap intention to recommend Kota Solo. Ketidak signifikanan pengaruh antara variabel dependen dengan independen nya memang bisa terjadi dikarenakan memang destination image bukanlah satusatunya komponen yang berpengaruh terhadap behavioral intention wisatawan di masa yang akan datang.
5. Kesmipulan dan Impilkasi Manajerial
Peneliti menyimpulkan bahwa sekitar 36,7% intention to revisit Kota Solo oleh wisatawan dapat dijelaskan oleh variabel cognitive image, unique image, dan affective image. Ketiga variabel independen tersebut secara bersama sama berpengaruh signifikan terhadap intention to revisit. Namun hanya variabel unique image yang berpengaruh secara signifikan terhadap intention to revisit Kota Solo. Sementara itu peneliti juga menyimpulkan bahwa sekitar 14 % intention to recommend Kota Solo oleh wisatawan dapat dijelaskan oleh variabel cognitive image, unique image, dan affective image. Namun ketiganya secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap intention to recommend, sehingga secara khusus peneliti dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
16
a. Cognitive image yang dihasilkan oleh persepsi responden terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap intention to revisit mereka ke Kota Solo. Hal ini dikarenakan responden belum memiliki persepsi bahwa Kota Solo sudah cukup baik dari atribut Kota sebagai destinasi wisata. Pada saat pengujian deskriptif pada variabel ini, peneliti menemukan rata-rata responden memiliki persepsi cognitive akan image Kota Solo yang belum begitu baik. Hal ini seperti belum puasnya responden ketika mengunjungi Kota Solo untuk kegiatan wisata terhadap atribut wisata yang ditawarkan. Diantaranya rendahnya responden yang percaya dan yakin bahwa Kota Solo memiliki hiburan malam yang menarik sebagai destinasi wisata, memiliki infrastruktur dalam Kota yang baik dan memuaskan, memberikan kemudah bagi para wisatawan untuk informasi kegiatan wisata yang ditawarkan, merupakan destinasi wisata yang aman, merupakan tempat wisata yang cocok untuk anak-anak dan keluarga, dan lainnya. Dan juga responden menganggap bahwa Kota Solo belum begitu baik sebagai destinasi wisata untuk direkomendasikan kepada orang lain. Ini adalah alasan mengapa responden tidak memiliki keinginan untuk merekomendasikan Kota Solo kembali di masa yang akan datang. Hal ini dilihat dari tidak signifikannya pengaruh cognitive image terhadap intention to recommend. b. Unique image memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intention to revisit Kota Solo. Kota Solo berhasil memberikan keunikan dari pengalaman wisata yang ditawarkan. Sehingga responden sebagai wisatawan memiliki persepsi image Kota Solo yang cukup unique yang membuat responden memiliki keinginan untuk mengunjungi kembali Kota Solo di masa yang akan datang. Kota Solo dianggap cukup unik oleh responden, dikarenakan memiliki festival kebudayaan tradisional yang menarik sekali untuk dikunjungi. Selain itu terdapatnya makanan tradisional yang khas membuat responden sebagai wisatawan memiliki persepsi bahwa Kota Solo cukup unik sebagai destinasi wisata. Namun ternyata Variable unique image tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intention to recommend. Kota Solo berhasil memberikan
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
17
keunikan dari pengalaman wisata yang ditawarkan. Sehingga responden sebagai wisatawan memiliki persepsi image akan Kota Solo yang cukup unique yang membuat responden memiliki keinginan untuk mengunjungi kembali Kota Solo di masa yang akan datang, namun ternyata hal ini belum menjadikan responden sebagai wisatawan untuk memiliki keinginan untuk merekomendasikan keunikan yang dimiliki oleh Kota Solo kepada orang lain. c. Tidak terdapat pengaruh signifikan dari affective image terhadap intention to revisit oleh responden sebagai wisatawan. Hal ini dikarenakan banyak kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh Kota Solo agar para wisatawan memiliki affective image yang baik terhadap Kota ini. Dan juga tidak terdapat pengaruh signifikan dari affective image terhadap intention to recommend oleh responden sebagai wisatawan. Hal ini dikarenakan banyak kriteria-kriteria yang harus dipenuhi oleh Kota Solo agar para wisatawan memiliki affective image yang baik terhadap Kota ini.
Referensi
Baloglu, S. (2001), "Image variations of Turkey by familiarity index: informational and experiential dimensions", Tourism Management, 22, 127-133. Baloglu, S., & Brinberg, D. (1997), "Affective Images of Tourism Destinations", Journal of Travel Research, 35, 11-15. Baloglu, S., & Love, C. (2005), "Association meeting planners' perceptions and intentions for five major US convention cities: the structured and unstructured images", Tourism Management, 26, 743-752. Berli, A., & Martin, J. D. (2004), "Factors influencing destination image", Annals of Tourism Research, 31, 657-681.
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
18 Cai, A. (2002). “Cooperative Branding for Rural Destinations”, Annals of Tourism Research, 29(3), 720-742 Carver, C. S. (2001), "Affect and the Functional Bases of Behavior: On the Dimensional Structure of Affective Experience", Personality and Social Psychology Review, 5, 345-356. Cohen, J. B., & Pham, M. T., (2008), "The Nature and Role of Affect in Consumer Behavior", in C. P. Haugtvedt, P. Herr, and F. R. Kardes (eds.), Handbook of consumer psychology, Lawrence Erlbaum Associates, New York, 297-348. Edwards & Fox (2000), "Tourism brand attributes of the Alto Minho, Portugal", in G. Richards, and D. R. Hall (eds.), Tourism and sustainable community development, Routledge, London ; New York, 285-296. Florek, M. (2006). City Council Websites as a Means of Place Brand Identity Communication. Place Branding, 2(4), 276-296 Gartner, W.C. (1993). Image formation process in communication and channel systems in tourism marketing. New York: Haworth Press. Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., & Tatham, R.L. (2006). Multivariate Data Analysis. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc. Hailin, Qu. L., Hyunjung, H. (2011). A Model of Destination Branding: Integrating the Concepts of The Branding and Destination Image. Journal of Tourism Management Hanyu, K.(1993). The affective meaning of Tokyo: verbal and nonverbal approaches. Journal of Environmental Psychology, 13, 161-172. H. Kodhyat, 1996, Sejarah Pariwisata Dan Perkembangannya Di Indonesia, Penerbit Grasindo, Jakarta
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
19 Husbands, W. (1989). Social status and perception of tourism in Zambia. Annals of tourism Research, 16, 237-253 Keller, K.L. (1993). Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-Based Brand Equity. Journal of Marketing, 57(1), 1 - 22 Khairani. (2009). Analisis variabel yang berpengaruh terhadap pembentukan citra daerah tujuan wisata: studi kasus wisatawan nusantara yang berwisata ke Yogyakarta periode 2007-2009 (Undergraduate thesis). Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok. Lovelock, Christopher. H. (2010), Service Marketing: People, Technology, Strategy, 7th edition, Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ Malhotra, N. (2010). Marketing Research: An Applied Orientation, 6th edition, USA: Prentice Hall. Mathieson, A. & Wall, G. (1982). Tourism: Economic, Physical and Social Impacts. New York: Longman House. McIntosh, R.W. & Goeldner, C.R. (1986). Tourism: Principles, Practices and Philosophies, 5th ed. John Wiley & Sons, New York. Mayo, E.J., & L.P. Jarvis.(1981). The Pshycology of leisure travel. Boston:CBl. Pike, S. (2009). Destination Brand Positions of a Competitive set of Near-Home Destinations, Tourism Management, 30(6), 857-866 Promosi Pariwisata Melalui Slogan “Wonderful Indonesia” dan sinematografi. (2011). http://www.indonesia.travel/id/news/detail/260/promosi-pariwisatamelalui-slogan-wonderful-indonesia-dan-sinematografi, diakses pada 6 Oktober 2011. Ritchie,J. R. B., Ritchie, R. J. B. (1998). The Branding to Tourism Destination: past Achievements & future challenges. In: Marrakech, Morocco : Annual Congress of the International Association of Scientific Experts in Tourism
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013
20
Russel, J. A., & G. Pratt. (1980). A descriptive quality attributed environmnet. Journal of personality and Social Psycologhy, 38, 311-322. Ryan, C,. & Gu, H. (2008). Destination Branding and Marketing: The Role of Marketing Organizations, In H. Oh (Ed), Handbook of Hospitality Marketing Management (pp, 384-411), Oxford: Butterworth-Heinemann. Sheth, J. N. (1983). An Integrative theory of patronage preference and behavior, In patronage behavior and retail management, W.R. Darden and R.F Lusch. New York : Elsivier science. Stern, E., & S. Krakover. (1993). The formation of a composite urban image. Geographical Analysis, 25 (2), 130 – 146. Santoso, singgih. (2008). Panduan pengolahan SPSS 16.jakarta: PT Elex Media Komputindo Wijanto, S. H. (2008). Structural Equation Model dengan Lisrel 8.80. Konsep dan Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu. Yoeti, Oka. A. (2008). Ekonomi pariwisata, introduksi, informasi, dan implementasi. Jakarta: Penerbit Kompas Gramedia Zeithaml, V.A, Bitner, Gremler. (2009). Service Marketing: “Integrating Customer Across the Firm”, 5th ed. McGraw-Hill. New York.
Analisa model..., Faatih Natasha Putri, FE UI, 2013