28
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Penegakkan Kedaulatan Negara Penegakkan hukum adalah merupakan bagian dari upaya mempertahankan kedaulatan negara. Sebagai negara yang berdaulat, pemerintah Indonesia menetapkan seperangkat aturan hukum untuk mengatur, mengendalikan dan menegakkan hukum di wilayah udara yang berada dibawah yurisdiksi Indonesia. Dalam penetapan perangkat hukum tersebut selain berpedoman pada kepentingan nasional bangsa Indonesia, juga memperhatikan kaidah yang diatur dalam hukum internasional. Ruang udara nasional merupakan salah satu sumber daya alam yang terdapat di udara, dan sekaligus merupakan wilayah nasional sebagai wadah atau ruang/media, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat dan yurisdiksinya dan wajib dipertahankan (Herryanto, 2006). Indonesia sebagai negara berdaulat, memiliki kedaulatan yang penuh dan utuh terhadap ruang udara di atas wilayah NKRI, sesuai dengan Konvensi Chicago 1944 pasal 1, disebutkan bahwa “setiap negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusive atas ruang udara diatasnya”. Sedangkan pasal 2, yang dimaksud dengan wilayah udara adalah ruang udara diatas bagian daratan dan perairan teritorial yang berada dibawah kekuasaan, kedaulatan, perlindungan atau mandat dari negara.Dengan demikian dapat diartikan bahwa ruang udara diatas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ruang udara penuh dan utuh yang dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan pemiliknya. Institusi yang berwenang sebagai penegak kedaulatan udara adalah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang no. 20 tahun 1982 tentang pokok-pokok pertahanan dan keamanan (hankam), pada pasal 30 ayat 3 disebutkan bahwa TNI-AU bertugas selalu penegak kedaulatan di udara dan mempertahankan keutuhan wilayah dirgantara nasional. Tugas TNI-AU selain menangkal gangguan pertahanan dan keamanan juga mencegah dan menegakkan kedaulatan udara dalam arti menjaga dan mempertahankan agar diseluruh wilayah udara Indonesia tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan hukum dan kepentingan nasional
29
Negara. Kekuatan udara berperan sebagai alat penindak utama pada setiap ancaman udara yang mengancam kedaulatan negara di udara, juga berperan sebagai alat penegak hukum di udara yang berakibat langsung kepada tingkat keamanan udara bagi setiap penerbangan dan pengguna sarana udara. Bentuk penegakkan kedaulatan atas wilayah ruang udara nasional, antara lain penegakkan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia
dan
pelanggaran terhadap kawasan udara terlarang, baik kawasan udara nasional maupun asing, sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 15 pasal 2 ayat (2) Tahun 1992 tentang Penerbangan, dan dalam rangka menyelenggarakan kedaulatan negara atas wilayah udara nasional, pemerintah mempunyai wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, serta keselamatan penerbangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No.3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan pasal 66 ayat 1, disebutkan bahwa untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan, ditetapkan :
a. Kawasan Udara Terlarang (Prohibited Area) Adalah ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan, dimana pesawat udara dilarang terbang melalui ruang udara tersebut karena pertimbangan pertahanan dan keamanan negara, serta keselamatan penerbangan. b. Kawasan Udara Terbatas (Restricted Area) Adalah ruang udara tertentu di atas daratan dan/atau perairan, karena pertimbangan pertahanan dan keamanan atau keselamatan penerbangan atau kepentingan umum, berlaku pembatasan penerbangan bagi pesawat udara yang melalui ruang udara tersebut. c. Kawasan Udara Berbahaya (Danger Area) Adalah rang udara tertentu diatas daratan dan/ atau perairan, yang sewaktu-waktu terjadi aktivitas yang membahayakan penerbangan pesawat udara.
IV.2 Sistem Pertahanan Udara Nasional TNI Angkatan Udara diberi wewenang dan tanggung jawab dalam penegakkan kedaulatan dan hukum terhadap pelanggaran diwilayah udara nasional. Dalam rangka
30
Pertahanan Udara Nasional, perlu disusun suatu Sistem Pertahanan Udara (Hanud) yang menyeluruh terdiri dari unsur-unsur kekuatan Hanud pada khususnya dan unsur-unsur TNI serta unsur-unsur sipil yang memiliki kemampuan Hanud pada umumnya. Tujuan Sistem Pertahanan Udara tersebut adalah untuk menggagalkan dan menghancurkan kekuatan udara lawan dalam rangka melindungi obyek-obyek vital nasional dan rakyat Indonesia dari ancaman serangan udara lawan. Sistem Pertahanan Udara yang mampu menanggulangi setiap ancaman udara lawan, juga merupakan penangkal terhadap musuh. Pemikiran untuk membentuk Komando Pertahanan Udara Nasional atau Kohanudnas lahir pada tahun 1962. Kohanudnas yang merupakan Komando Utama Operasional TNI bertugas menyelenggarakan upaya pertahanan keamanan terpadu atas wilayah udara nasional secara mandiri ataupun kerja sama dengan Komando Utama Operasi lain guna memelihara kedaulatan, keutuhan, dan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Leksono, Kompas, 6 September 2007).
IV.2.1 Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Cikal bakal Kohanudnas tidak bisa dilepaskan dari pembentukan Sector Operational Center (SOC) untuk melindungi Jakarta, Bandung dan Surabaya dari kemungkinan serangan udara. Diperkuat dengan komponen TNI AD yaitu Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) dan komponen TNI AU yaitu pesawat P-51 Mustang dan DH-115 Vampire. Pada masa Trikora/Dwikora ada Kohanudgab (Komando Pertahanan Udara Gabungan) yang ditujukan untuk melindungi pemusatan kekuatan di wilayah mandala yang terdiri atas komponen AD, AL, yang digabung dalam satu Komando Utama. Barulah pada tahun 1962 lahir Kohanudnas melalui Keputusan Presiden RI No.8/PLMPS/6
tanggal 9 Februari 1962 yang tugas dan tanggung jawabnya berlingkup nasional.
Riwayat komando ini pun kemudian mengikuti dinamika yang terjadi di TNI, baik menyangkut status dan fungsinya. Semenjak berdirinya, Kohanudnas telah dipercaya untuk mengoperasikan alat utama sistem senjata (alutsista) pertahanan udara yang menonjol. Selain baterai anti serangan udara TNI AD dan sistem hanud pada kapal-kapal TNI AL, dari TNI AU juga ada MiG 17, MiG-19, dan MiG-21, Radar P-30, Radar Decca, rudal jarak sedang SA-75. Kalau itu
31
dominan pada tahun 1960-an, pada tahun 1970-an Kohanudnas diperkuat dengan pesawat buru sergap (interceptor) F-86 Sabre, serta tahun 1980-an dengan F-5E Tiger dan A-4 Skyhawk. Dalam dekade ini pula digelar radar Thomson di berbagai wilayah Indonesia. Dilingkungan TNI AD, kekuatan hanud pada dekade ini diperkuat meriam 57mm, rudal RBS-70 serta rudal Rapier. Penguatan berikut Kohanudnas muncul pada awal 1990-an dengan beroperasinya skadron F-16 Fighting Falcon dan dipasang rudal Seacat pada kapal perang TNI AL. Dengan infrastruktur yang dimilikinya, Kohanudnas pun diamanatkan untuk memikul beban tanggung jawab lebih besar, yaitu membina 16 Satuan Radar TNI AU yang dialihkan dari Komando Operasi I dan II.
Kemudian untuk
mengantisipasi pelanggaran wilayah udara di kawasan Timur Indonesia, Kohanudnas membangun Satuan Radar 242 di Tanjung Warari, Biak dan ini menambah Radar hanud yang diperasikan menjadi 17 buah. (Leksono, Kompas, 6 September, 2007). IV.2.1.1 Fungsi Utama a.
Mengusahakan tercapainya penguasaan udara : 1) Menguasai udara agar lawan sukar melakukan serangannya untuk menghancurkan kekuatan maupun mengganggu keamanan nasional. 2) Penguasaan udara harus tercapai guna pemanfaatan kemampuan udara. Pengusaan udara ini harus dicapai sebelum dan selama peperangan. 3) Dengan menghancurkan kekuatan udara lawan secara terus menerus, musuh tidak akan mampu untuk melanjutkan rencana semula.
b.
Pertahanan Obyek Vital untuk kelangsungan perang : 1) Melindungi atau mempertahankan obyek-obyek vitalyang berupa sumber-sumber produksi 2) Melindungi atau mempertahankan pusat-pusat sistim angkutan, fasilitas sumber tenaga, tenaga-tenaga ahli dan lain-lain yang diperlukan untuk kelangsungan perang.
32
c. Membatasi Kebebasan Gerak Lawan. Pihak lawan sebagai penyerang memegang inisiatif, dengan demikian berusaha untuk melaksanakan pendadakan-pendadakan dalam serangan udaranya. Namun, Hanud yang ampuh akan mampu memberikan efek psikologis dan taktis untuk membatasi kebebasan gerak lawan. d. Menghindarkan dan Mengurangi akibat serangan udara. Pertahanan udara pada hakekatnya tidak dapt menjamin
untuk menghancurkan
sepenuhnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha-usaha pengamanan udara terhadap objek-objek vital sedemikian rupa sehingga dapat terhindar
atau
memperkecil akibat serangan udara lawan yang lolos. e. Pengawasan dan Pengamatan Udara. Dalam masa damai sistem Hanud melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan udara dan pengamatan lalu linas udara, untuk pengamanan atau keselamatan penerbangan. f. Menyelenggarakan kegiatan lain yang bersifat bantuan dengan tidak mengurangi kesiapan terhadap ancaman atau serangan udara lawan yang kemungkinan datang setiap saat (Kohanudnas Siaga Senantiasa, 2003).
IV.2.1.2
Fungsi Organik (1)
Deteksi. Adalah suatu usaha untuk dengan segera dan sejauh mungkin mengetahui adanya sasaran udara.
(2)
Pengenalan.
Adalah suatu kegiatan agar dengan cepat dan tepat
segera mengetahui identitas kawan atau lawan dari sasaran di udara. (3)
Penyergapan. Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh pesawat penyergap untuk mendekati sasaran udara dalam rangka pengenalan atau penggiringan mendarat atau penghancuran sasaran.
(4)
Penghancuran. Adalah usaha untuk menghancurkan sasaran udara lawan, baik dengan pesawat penyergap maupun oleh peluru kendali atau meriam Hanud.
33
IV.2.1.3
Unsur-Unsur Pertahanan Udara
Unsur-unsur pertahanan udara terdiri dari : (1)
Radar Pertahanan Udara Kondisi saat ini kemampuan, jumlah dan disposisi penempatan belum mampu melindungi seluruh wilayah Indonesia.
Banyak blank area
diseluruh Indonesia terutama di wilayah Indonesia bagian timur. Yang seharusnya sesuai dengan Buku petunjuk Pelaksanaan Operasi Gabungan TNI Tentang Operasi Pertahanan Udara Nasional bahwa Radar Early Warning (EW) penggelarannya agar sejauh mungkin ke arah kemungkinan datangnya ancaman serta saling melingkup (Overlap) , dengan Radar yang lain. Dengan pembahasan kondisi saat ini sebagai berikut: a.
Area yang Sudah Terpantau. Area yang sudah tercover baru sedikit dan sebagian besar hanya di daerah Indonesia bagian barat, itupun masih ada daerah belum terpantau karena kemampuan cakupan radar serta pengaruh geografi. Walaupun Kohanudnas sudah menggunakan sistem TDAS (Transmission Data Air Situation) dengan memadukan Radar Militer dan Radar sipil tetapi dengan sistem ini masih belum mampu untuk mengcover seluruh wilayah Indonesia.
b.
Area yang Belum Terpantau. Area yang belum tercover sebagian besar berada di Indonesia Bagian Timur dan sebagian kecil di Indonesia Bagian Barat. Yang sudah tercover Satuan Radar di wilayah Kosek IV hanya di Tanjung Warari (Biak) dan Buraen (Kupang). Daerah yang masih kosong adalah di daerah selatan Papua, perbatasan dengan PNG (Papua New Guenea) dan laut Arafura.
Sedangkan di wilayah
Indonesia bagian barat hanya sebagian kecil yang belum terpantau
34
dengan sistem TDAS yaitu celah-celah diantara area jangkauan radar Kohanudnas seperti di sepanjang pantai barat Sumatra dari Bengkulu ke Selatan, Kalimantan Barat dan Selat Karimata.
c.
Kemampuan Memantau Area. Kemampuan jangkauan Radar yang dimiliki rata-rata hanya 200 Nm dan jika ada ketinggian kountur bumi maka area dibalik ketinggian tidak dapat terpantau, serta jam operasionalnya tidak dapat beroperasi 24 jam, hanya mampu beroperasi berkisar 6-8 jam. Sedangkan ancaman yang akan datang bisa datang kapan dan dimana saja.
(2)
Pesawat Tempur Sergap. Jumlah dan penempatan disposisi pesawat TNI AU sekarang ini masih terkonsentrasi pada satu wilayah dan belum mampu untuk melindungi seluruh Indonesia, ini terbukti dengan posisi tiap-tiap Skadron Udara baik Skadron Udara Tempur, angkut maupun Helikopter yang hanya berada di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi, itupun tidak seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dapat dicover, bahkan di pulau-pulau yang belum ada Skadron Udaranya sudah tentu tidak akan terjangkau dengan waktu singkat, serta menghabiskan waktu untuk sampai di sasaran, walaupun TNI AU memiliki bare base concept (konsep penyiapan pangkalan udara dengan dukungan fasilitas serta pengawakan mimimal, yang sewaktu-waktu dibutuhkan dapat ditingkatkan dengan cepat seingga mendukung suatu operasi udara) (Doktrin Swa Bhuwana Paksa, 2007), tetap saja akan memerlukan waktu untuk mengembangkan pangkalan menjadi pangkalan operasi. Pesawat Tempur yang dimiliki TNI AU masih sangat sedikit jumlah maupun disposisinya, ini terbukti
dari
jumlah pesawat tempur dari
tiap-tiap Skadron Udara yang tidak sesuai dengan standar yaitu tiap skadron seharusnya minimal 12, terdiri dari 3 Flight tiap Flight terdiri
35
dari 4 pesawat (Achmadi, 2001), tetapi di Skadron udara 11 hanya 4 pesawat dan yang lainnya tidak jauh berbeda dan penempatannya yang tidak menyebar ke seluruh Indonesia, masih terpusat disebagian daerah seperti di Lanud Iswahyudi-Madiun, Lanud Abdurahman Saleh-Malang , Lanud Supadio-Pontianak, Lanud Pekanbaru dan Lanud HasanuddinMakassar.
Masih banyak daerah yang tidak tercover terutama di
wilayah Indonesia timur dan banyak obyek vital bernilai strategis tetapi kurang terjaga, seperti Ibukota negara yang posisinya jauh dari Skadron udara tempur serta obyek vital nasional lainnya juga belum terjaga dari ancaman serangan udara.
(3)
Peluru Kendali (Rudal) . Kondisi rudal yang dimiliki sejak tahun 1965 , kekuatan Rudal TNI AU semakin menurun yang akhirnya sekarang tidak ada lagi kekuatan rudal jarak sedang untuk Hanud, yang ada sekarang hanya Rudal hanud titik QW-3.
Dan rudal yang melekat di pesawat sekarang ini hanya rudal
jarak dekat seperti AIM-9 Sidewinder. Dengan rincian kondisi peluru kendali sebagai berikut: a. Rudal Pesawat. Yang ada sekarang hanya Rudal jarak dekat AIM-9 P-2 Side Winder di pesawat F-5 E/F, sedangkan AIM-9 P-4 Side Winder di pesawat F-16 dan Hawk 100/200 (Achmadi, 2001) , sedangkan Rudal jarak menengah seperti AIM-120 AMRAAM
dan Rudal jarak jauh
seperti AIM-7 Sparrow belum dimiliki. Karena itu jika melihat data, di atas kertas sudah jelas kekuatan udara TNI AU belum mampu menghadapi kekuatan udara negara lain seperti Singapura, Australia dan Malaysia. b.
Rudal Hanud Permukaan ke Udara. Sejak orde baru kekuatan semakin menurun hingga akhirnya sekarang ini TNI AU tidak memiliki Rudal jarak jauh, menengah dan
36
dekat. Yang di miliki baru-baru ini hanya Rudal hanud titik QW-3 dengan jangkauan ketinggian maksimum 4000m secara vertikal, jangkauan maksimum jarak tempuh 5000m dan service life hanya 10 tahun sesuai dengan Manual Book QW-3.
Maka dalam waktu
sepuluh tahun TNI AU harus mengadakan pembaharuan lagi terhadap Rudal hanud jarak dekat.
c.
Rudal Jarak jauh. Sampai
saat ini
TNI AU
belum
memiliki
rudal jenis ini.
Sedangkan Rudal ini diperlukan untuk mencegah ancaman udara di hanud area sehingga mampu menghancurkan musuh sebelum memasuki wilayah Indonesia. Sekarang ini hanud area hanya dijaga oleh pesawat Tempur Sergap dengan beberapa keterbatasannya.
d.
Rudal Jarak Menengah. Yang pernah dimiliki TNI AU terakhir adalah SAM-75 yang sekarang sudah masuk museum dan sampai sekarang belum ada penggantinya. Sedangkan sebagai penindak di Hanud terminal adalah rudal jarak menengah yang mampu menjangkau jarak terjauh hanud terminal yaitu 100 km. Kondisi saat ini hanud terminal dicover oleh pesawat tempur.
e.
Rudal Jarak Dekat. Rudal jarak dekat untuk mempertahankan hanud titik yang kita miliki sekarang ini hanya QW-3 (buatan China) dengan jumlah hanya 20 buah untuk seluruh wilayah Indonesia sedangkan life time Rudal QW-3 hanya 10 tahun, sehingga pada 10 tahun kedepan kita harus memperbaharui rudal hanud titik kita dengan yang baru. Kemampuan Rudal QW-3 yang kita miliki sekarang ini mampu menjangkau jarak maksimum vertikal 4000m, jarak tempuh 5000m
37
dan sistem pengejaran dengan sistem infrared mengejar panas pesawat dengan sistem hanya sekali pakai.
(4) Meriam Pertahanan Udara dari Arhanud (Artileri Pertahanan Udara) Meriam jenis S-60 adalah meriam berkemampuan jarak pendek sampai menengah dengan laras tunggal 57 mm sebagai penangkis serangan udara. Senjata buatan Uni Soviet ini dirancang untuk menggantikan pendahulunya yang berkaliber lebih kecil 37 mm. Meriam jenis S-60 ini sangat ampuh untuk menghantam kendaraan lapis baja maupun pesawat terbang rendah dan mampu memuntahkan peluru sebanyak 120 butir permenit.
(5) KRI (Kapal Republik Indonesia) berkemampuan Hanud. Kohanudnas memasukan kekuatan KRI yang berkemampuan Hanud kedalam Sistem Pertahanan Udara, dimaksudkan untuk mengisi wilayah yang tidak ter-cover oleh Radar pertahanan udara atau sering disebut dengan Gap Filler. DA05 Surveillance Radar yang terpasang pada KRI kelas Fregat Fatahillah
berfungsi
sebagai
“mata”
dan
penuntun
dari
sistem
persenjataannya. Alat pendeteksi buatan negeri Belanda ini bisa mengendus sasaran berupa pesawat tempur dengan kecepatan tinggi yang terbang nyaris sama dengan permukaan laut pada jarak 135 km tidak peduli dalam kondisi cuaca buruk sekalipun.
IV.2.1.4
Deteksi Dini (EarlyWarning)
Menjawab tantangan zaman terselenggaranya operasi pertahanan udara, Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) telah mengembangkan sistem deteksi dini dengan mengintegrasikan antara radar militer dengan radar sipil sehingga seluruh ruang udara nasional dapat terpantau secara real time di Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional/Popunas serta Pusat Operasi Sektor/Posek. Upaya tersebut sejalan dengan konsep terdahulu, dimana telah terbentuk suatu kerja sama antara sipil dan militer dalam pengawasan ruang udara dengan keberadaan Military Civil Coordination (MCC).
38
MCC ini berada di beberapa Bandara besar seperti Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar, Bali dan Biak. Di samping itu berdasar Surat Keputusan Panglima TNI, organisasi Kohanudnas telah dikembangkan dengan dibentuknya Komando Sektor Pertahanan Udara/Kosek IV di Biak pada awal tahun 2004 serta penataan ulang penomoran Satuan Radar. Dengan demikian saat ini Kohanudnas telah dilengkapi dengan 17 Satuan Radar yang akan ditambah lagi dengan beberapa Satuan Radar baru dalam upaya lebih mengoptimalkan pengawasan ruang udara nasional. MCC bertindak selaku penghubung antara Pusat Operasi Sektor (Posek) dan Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas) dengan otoritas penerbangan sipil, khususnya unitunit Air Traffic Controller (ATC) di bandara-bandara utama Indonesia. Tujuannya agar Operasi Hanud dapat berlangsung dengan koordinasi penuh antara institusi penanggung jawab pertahanan dan keamanan dengan keselamatan penerbangan. Kedua jaringan sistem radar Pertahanan Udara (Hanud) dan Penerbangan Sipil (Pensip) telah diintegrasikan dalam suatu sistem Transmission Data Air Situation (TDAS). Hasil pantauan ditampilkan secara real time di Ruang Yudha (War Room) Popunas di Makohanudnas (Markas Komando Pertahanan Udara Nasional) dan Posek di Makosekhanudnas (Markas Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional sebagai sarana Komando Pengendalian (Kodal) Pangkohanudnas dan Pangkosekhanudnas dalam pelaksanaan Operasi Hanud (Gultom, 2003). Dalam menjalankan tugasnya, Kohanudnas selalu berpedoman pada Surat Perintah Operasi yang dikeluarkan oleh Mabes TNI dalam menyelenggarakan Operasi Pertahanan Udara. Untuk itu digelar Operasi Pertahanan Udara Aktif dan Operasi Pertahanan Udara Pasif sepanjang tahun dikaitkan dengan ancaman faktual, termasuk Operasi Perbatasan di NTT yang hingga kini masih dilakukan dan Operasi Ambalat yang direncanakan dimulai pada tahun 2008. Beberapa tugas pertahanan udara yang digelar ini telah beberapa kali menggagalkan penerbangan gelap, satu di antaranya “Kasus Bawean” yang terjadi pada tahun 2003 serta
39
tindakan Kohanudnas dalam memberlakukan Open Sky Policy atas ruang udara di Aceh sehubungan dengan gempa dan gelombang tsunami akhir tahun 2004. Tindakan Kohanudnas ini telah memperlancar semua arus barang yang dibawa pesawat asing untuk menuju ke Indonesia tanpa ada aturan baku yang dilanggar serta taatnya pesawat asing dalam melaksanakan penerbangan di daerah Aceh. Semua pesawat asing tetap terpantau dan termonitor oleh sistem pertahanan udara yang digelar. Selama perhelatan nasional berlangsung saat penyelenggaraan KTT Non-Blok pun, Kohanudnas tetap melakukan fungsinya dengan melakukan pengamanan dan monitoring aktif terhadap semua tamu negara yang menggunakan pesawat terbang. Pengamanan ini diberlakukan semenjak pesawat tamu negara masuk ruang udara nasional dan untuk itu telah dikeluarkan beberapa Notam (Notice to Airman) yang mengatur lalu lintas penerbangan selama KTT berlangsung. Kegiatan terakhir yang dilakukan Kohanudnas adalah ikut serta berpartisipasi aktif dalam mengamankan Presiden AS George W Bush ketika berkunjung ke Indonesia. Tugas yang dibebankan negara kepada Kohanudnas cukuplah besar dan beresiko karena semua tindakan yang dilakukan Kohanudnas mesti berhubungan dengan kepentingan negara lain. Untuk itu dalam menjalankan tugasnya Kohanudnas telah mengantongi surat perintah dari Panglima TNI dalam menegakkan kedaulatan di udara. Semua tindakan Kohanudnas telah mempunyai dukungan politis dan telah sesuai dengan konstitusi negara. Semua kegiatan dan tindakan oleh Kohanudnas dalam menegakkan kedaulatan di udara telah diberlakukan. Hanya satu kegiatan yang tidak dapat/boleh yaitu menembak jatuh pesawat asing. Dalam pengertian sistem pertahanan negara yang berlaku secara universal disebutkan bahwa menembak jatuh pesawat asing adalah pernyataan perang sepihak. Padahal konstitusi negara kita menyebutkan bahwa pernyataan perang atau berdamai dikeluarkan oleh Presiden atas persetujuan DPR. Berdasar hal ini Kohanudnas tidak akan menembak pesawat asing pada masa damai. Beberapa kali Kohanudnas telah bertindak demi menjaga kedaulatan di udara, meskipun tindakan ini bersifat sangat rahasia dan dapat mempengaruhi hubungan baik dengan negara lain maka hanya Panglima TNI yang menerima laporan ini dan itupun dilengkapi dengan data akurat berkat pengembangan TDAS (Transmisi Data Air Situation) yang
40
sejak 1 Januari 2006 telah dapat menjangkau seluruh wilayah NKRI yang terliput radar. Sistem yang dikembangkan sendiri ini dapat mengintegrasikan semua masukan data dari radar sipil dan militer yang saat ini telah tergelar di Indonesia. Pengembangan lain yang telah dikerjakan yaitu, Air Situation Cabin ditempatkan di Dumai dengan masukan data dari radar sipil Medan, Pekanbaru, Tanjung Pinang, dan Natuna yang diintegrasikan dengan Radar Hanud dari Satrad 212/RNI, Satrad 213/TPI, Satrad 231/LSE, Satrad 232/DMI dan Satrad 233/SAB. Dengan demikian untuk ruang udara di Selat Malaka telah termonitoring secara khusus. Untuk mengimplementasikan pelaksanaan tugas penegakkan kedaulatan dan hukum di ruang udara nasional tersebut, maka dibutuhkan peran Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas). Kohanudnas sebagai Kotama Operasional TNI melaksanakan Operasi Pengamatan Udara secara terus menerus sepanjang tahun melalui jajaran Komando Sektor Hanudnas I, II, III, dan IV yang membawahi satuan-satuan radar dalam upaya penegakkan kedaulatan dan hukum di udara.
IV.2.1.5
Air Defence Identification Zone (ADIZ)
Adalah suatu ruang udara tertentu yang didalamnya pesawat udara harus memberikan identifikasinya sebelum memasuki wilayah dimaksud. Dasar hukum bagi zone ini adalah Konvensi Chicago 1944, untuk menegakkan kondisi dan prosedur agar dapat masuk ke ruang udara tersebut, zona ini ditentukan dan atau diadakan di atas perairan internasional (di luar 12 mil) dan di atas laut teritorial (12 mil laut) dari wilayah daratan. Sebagai upaya pertahanan diri dan pengawasan terhadap kondisi keamanan di wilayah udara dari berbagai bentuk ancaman, maka banyak negara di dunia termasuk Indonesia membuat atau menetapkan zona petunjuk pertahanan udara (Air Defence Identification Zone). Kawasan ADIZ tersebut dapat ditetapkan merentang jauh sampai ratusan kilometer di wilayah udara bebas sesuai dengan kepentingan negara dalam upaya mendeteksi bahayabahaya yang mungkin datang dari udara. ADIZ Indonesia terbagi menjadi 3 yaitu ADIZ Sumatera Tengah, Pulau Jawa dan Kalimantan Timur sebagaimana dijelaskan dalam gambar berikut ini :
41
Gambar IV.1 Air Defence Identification Zone
IV.2.2.
Operasi Pertahanan Udara
Operasi ini bertujuan untuk menegakkan hukum dan menjaga keamanan wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi. Kekuatan udara yang digunakan untuk operasi Hanud harus memiliki faktor deterrence (penangkal) terhadap musuh yang ada di dalam maupun di luar wilayah udara nasional, sehingga keberadaannya bisa memenangkan perang tanpa harus melaksanakan perang sebenarnya. Operasi Hanud juga harus menegakkan hukum dan kedaulatan bangsa di wilayah udara nasional, dengan melaksanakan tindakan pengamanan, penyergapan , dan bila perlu penindakan terhadap pesawat yang melanggar peraturan penerbangan.
IV.2.2.1
Strategi
Strategi Operasi Pertahanan Udara adalah dengan mencegah, menangkal dan menanggulangi berbagai bentuk ancaman melalui udara sedini mungkin. Untuk itu Kohanudnas
menyelenggarakan
apa
yang
disebut
Defence
In
Depth
yaitu
42
menyelenggarakan pertahanan udara secara berlapis dari jarak yang terjauh sampai dengan setiap titik vital dari pusat pertahanan udara. Strategi Defence In Depth seperti digambarkan sebagai berikut :
100 Km
18 Km
Hanud Titik
> 100 Km
Hanud Terminal
Hanud Area
Gambar IV.2 Defence In Depth
Dalam rangka penyelenggaraan Operasi Pertahanan Udara yang bersifat Defence In Depth maka sistem pertahanan udara ditetapkan dalam beberapa area berdasarkan kemampuan senjata yang dimiliki, yaitu pertahanan udara area, terminal dan titik, dijelaskan sebagai berikut : a.
Pertahanan Udara Area. Untuk mempertahankan wilayah udara yang berada pada
jarak 100 km atau lebih jauh, dan dipertahankan dengan armada pesawat buru sergap. b.
Pertahanan Udara Terminal. Untuk mempertahankan wilayah udara yang berjarak
18 km sampai dengan 100 km, dan dipertahankan dengan menggunakan peluru kendali jarak sedang.
43
c.
Pertahanan Udara Titik. Untuk mempertahankan wilayah udara yang berjarak 18 km
atau kurang, dan dipertahankan dengan peluru kendali jarak pendek atau meriam pertahanan udara. Operasi Pertahanan Udara terdiri -dari berbagai macam fungsi. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengamatan Udara. 2. Deteksi dan identifikasi secara elektronis, korelasi maupun visual. 3. Penindakan. 4. Shadowing, pengusiran dan pemaksaan mandarat (force down). 5. Penghancuran (destruction). 6. Pencegahan
dan penanggulangan,
yang
terdiri dari penyamaran, penyesetan,
penyelematan materil dan personil.
IV.2.2.2
Azas-Azas
Kohanudnas dalam menjalankan Operasi Pertahanan Udara juga tidak terlepas dari azasazas penyelenggaraan operasi. Adapun azas-azas itu adapalah sebagai berikut : a. Azas Tujuan. Tujuan pertahanan udara adalah melindungi objek vital nasional dari ancaman serangan udara musuh, dengan menjamin penguasaan wilayah udara nasional. b. Azas Pemusatan. Segala usaha harus
dilaksanakan
untuk
mencapai tujuan.
Pemusatan usaha dan tindakan pertahanan udara dilakukan dengan menempatkan unsurunsurnya di obyek-obyek yang harus dipertahankan sehingga mampu menghadapi setiap serangan udara musuh. c. Azas Desentralisasi. Agar operasi pertahanan udara dapat berdaya-guna dan berhasilguna, maka harus ada pelimpahan wewenang pelaksanaan kepada Komando bawahan, sehingga menjamin adanya pemberian keputusan-keputusan yang langsung untuk menggunakan unsur-unsur Hanud secara maksimum. Disamping itu, desentralisasi kekuatan Hanud dapat untuk menghadapi ancaman udara diberbagai wilayah dan mengurangi kerawanan terhadap serangan udara musuh.
44
d.
Azas Kesatuan Komando. Karena musuh berusaha untuk mengadakan serangan-
serangan udara secara tiba-tiba
dengan kecepatan yang tinggi, maka diperlukan
keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang cepat dan tepat. Untuk itu diperlukan adanya kesatuan Komando terhadap semua unsur Hanud sehingga terjamin kesatuan usaha dan kegiatan yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas Hanud. e.
Azas Mobilitas dan Kekenyalan. Untuk mengimbangi kemajuan teknologi sistem
senjata udara, maka Hanud harus memiliki moblitas dan kekenyalan yang tinggi, khususnya terhadap perubahan macam, bentuk dan sifat ancaman udara musuh.
IV.2.2.3 Kesiagaan Kohanudnas Operasi Pertahanan Udara dilaksanakan dalam kondisi negara terancam ataupun kondisi aman. Dalam kondisi negara aman, maka Operasi Hanud lebih dititik beratkan pada pengamatan udara, baik oleh radar Hanud militer maupun radar penerbangan sipil. Pelaksanaan Operasi Hanud oleh sistem senjata Hanud lainnya lebih bersifat latihan untuk meningkatkan dan menjaga tingkat profesionalisme operator, awak serta teknisi sista hanud. Namun, dalam situasi dimana negara mendapatkan ancaman, termasuk mendapat ancaman lewat udara maka Operasi Hanud dilaksanakan berdasarkan beberapa tingkat ancaman yang dibagi atas tingkat waspada, tingkat siaga dan siap tempur.
IV.2.2.4 Bentuk Operasi Pertahanan Udara Pada dasarnya Operasi Hanud terbagi dalam Operasi Pertahanan Udara Aktif dan Pasif. Yang dimaksud dengan Operasi Hanud Aktif adalah operasi yang melibatkan unsurunsur Hanud (seperti Radar Hanud, pesawat tempur sergap, peluru kendali, meriam hanud, sistem komunikasi dan elektronika, pangkalan-pangkalan udara, dan lain-lain) secara langsung menghadapi unsur-unsur penyerang udara lawan (Herryanto, 2006). Yang dimaksud dengan Operasi Hanud Pasif adalah operasi yang secara tidak langsung menghadapi unsur-unsur penyerang musuh. Adapun kegiatan-kegiatannya meliputi :
45
1. Pencegahan (Preventif) : merupakan kegiatan hanud untuk mengurangi akibat serangan udara lawan dilaksanakan dengan penyamaran, penyesatan,pemencaran objek vital, perlindungan manusia dan objek vital. 2. Penanggulangan Akibat Serangan Udara (Represif) : merupakan kegiatan hanud untuk menanggulangi akibat serangan udara antara lain tindakan pengamanan daerah serangan udara, pembersihan bekas pemboman, penyelamatan korban manusia dan mencegah timbulnya bahaya baru sebagai akibat serangan udara.
IV.2.2.5 A.
Kegiatan Operasi Pertahanan Udara
Pengamatan Udara (Air Surveillance). Dalam rangka mencapai penguasaan udara
Nasional, baik pada masa damai maupun pada masa-masa darurat, seluruh wilayah udara Nasional harus selalu diawasi dari kemungkinan adanya serangan atau gangguan pesawat udara lawan. Untuk memudahkan pengawasan dan Komando Pengendalian maka Hanud Nasional dibagi menjadi beberapa Komando Sektor Hanud, yang dikoordinasikan oleh Kohanudnas sehingga tercapai pengawasan udara secara menyeluruh dari seluruh wilayah udara nasional. Dalam rangka pengawasan udara, juga diselenggarakan “Radar Cover” untk penerbangan-penerbangan tertentu. B.
Peringatan Awal/Tanda Bahaya (Early Warning). Pemberitahuan peringatan awal
atau tanda bahaya akan diberikan oleh Posek Hanud kepada semua unsur Hanud Aktif maupun Pasif segera setelah diketahui bahwa ada sasaran udara yang perlu mendapatkan kewaspadaan atau tindakan-tindakan penanganannya. Pemberitahuan ini harus diberikan sedini mungkin agar semua agar semua unsur Hanud Aktif, unsur Hanud Pasif maupun penduduk mempunyai cukup waktu untuk bertindak menghadapinya, baik dalam rangka penghancuran sasaran, pencegahan, perlindungan maupun tugas-tugas penanggulangan akibat serangannya. Untuk kegiatan Hanud Pasif, pemberitahuan peringatan awal disampaikan oleh Posek Hanud ke Komando-komando Territorial yang berada diwilayah Kosek Hanud tersebut, yang selanjutnya diteruskan kepada unsur-unsur Hanud Pasif maupun penduduk agar waspada atau berlindung terhadap serangan udara. C.
Operasi Penyergapan. Adalah kegiatan operasi yang seluruhnya diselenggarakan oleh
suatu Kosek Hanud dalam rangka penghancuran setiap unsur udara lawan yang datang untuk
46
menyerang objek-objek vital nasional atau memasukiwilayah udara Nasional untuk maksudmaksud mengganggu keamanan pertahanan nasional. Kegiatan operasi penyergapan ini diselenggarakan terpadu oleh unsur-unsur Hanud yang berada disuatu Kosek, khususnya unsur-unsur Hanud radar dan pesawat penyergap. Proses Operasi Penyergapan terdiri dari 4 tahap kegiatan : 1. Deteksi. Merupakan proses pengawasan terhadap sasaran udara secara elektronis (Radar) maupun visual. Proses tersebut dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti situasi udara yang terjadi pada saat itu. Dengan mengetahui data sasaran udara, dapat ditentukan lintasan, arah dan kecepatannya untuk selanjutnya dapat ditentukan sasaran tersebut merupakan ancaman udara atau bukan. Deteksi sasaran udara harus dicapai sedini mungkin sehingga cukup untuk proses identifikasi maupun pengambilan keputusan selanjutnya. Daerah-daerah yang tidak terawasi oleh radar-radar, antara lain daerah yang terhalang oleh gunung-gunung, lembahlembah dan lain-lain, pengawasannya dapat dilakukan dengan memasang “gap filler radar” sehingga sasaran yang datang melalui daerah tersebut masih akan mampu untuk dideteksi. 2. Identifikasi. Merupakan proses penentuan klasifikasi setiap sasaran udara kawan, sasaran udara tak dikenal atau sasaran udara musuh atau suatu proses kegiatan untuk mengetahui setiap sasaran yang berhasil dideteksi. Dari hasil analisa data sasaran udara dapat ditentukan karakternya dan selanjutnya dapat ditentukan penggunaan Sistem persenjataan Hanud yang tepat untuk mengatasi dan menanggulangi sasaran udara. Kegiatan identifikasi dapat dilakukan dengan cara elektronis maupun visual. Posek Hanud menyelenggarakan identifikasi dengan proses : a.
Pengolahan secara korelasi dari data-data penerbangan yang ada, antara lain flight plan,
flight clearance maupun monitoring terhadap laporan pesawat di udara atau pesawat yang memasuki daerah ADIZ (Air Defence Identification Zone) maupun melalui Air Corridor. Untuk mencapai hasil guna yang optimal diperlukan kerjasama dengan ATC (Air Traffic Controller) dan radar Penerbangan Sipil. b.
Pengenalan secara otomatis dengan menggunakan alat-alat elektronik/transponder,
sehingga dengan langsung dapat diketahui sasaran udara yang dideteksi itu adalah kawan atau lawan. c.
Identifikasi berdasarkan laporan hasil pengamatan visual oleh Kawal-kawal Udara.
47
d.
Identifikasi dengan visual oleh pesawat-pesawat penyergap, apabila sasaran udara
tersebut dianggap memiliki potensi membahayakan keamanan. 3.
Penyergapan. Proses penyergapan dilaksanakan oleh pesawat-pesawat penyergap
yang dituntun oleh radar-radar penuntun penyergapan (Ground Control Interceptor Radar) untuk tujuan pengenalan visual, penggiringan mendarat, membayang-bayangi atau menghancurkan sasaran udara. Komando Pengendalian penyergapan sepenuhnya berada kepada GCI Controller pada radar penuntunan penyergapan. Khususnya dalam masa damai, wewenang penyergapan untuk penghancuran berada di tangan Presiden yang dilimpahkan oleh Panglima TNI, kecuali sasaran yang disergap jelas merupakan pesawat yang melakukan kegiatan permusuhan (Hostile Aircraft). Penyergapan harus dilakukan sejauh
mungkin
sebelum
sasaran
udara
memasuki
daerah
jangkauan
serangannya/pembomannya, sehingga dapat disergap sebelum garis lepas bom (Bomb Release Line) . Apabila pesawat penyergap berhasil mendekati sasaran udara, maka segera dilaksanakan identifikasi visual oleh penerbang penyergap yang bersangkutan, dan atas perintah Pangkosekhanud yang bersangkutan dapat melakukan tindakan-tindakan : a.
Penghalauan atau Pengusiran (Intervention) keluar wilayah NKRI
b.
Membayangi (Shadowing) pesawat sasaran pada jarak aman serta melaporkan
kegiatan pesawat tersebut. c.
Pemaksaan Mendarat (Force Down), menggiring pesawat sasaran untuk mendarat di
pangkalan yang telah ditentukan. d.
Penghancuran ( Destruction), melaksanakan penembakan dengan senjata udara
hingga pesawat sasaran tertembak jatuh. 4. Penghancuran. Penghancuran sasaran di udara dilaksanakan setelah ada kepastian bahwa sasaran tersebut merupakan pesawat musuh, baik sebagai hasil pengolahan proses identifikasi maupun hasil penyergapan untuk identifikasi (visual). Penghancuran terhadap sasaran yang keliru, akan menyebabkan malapetaka. Oleh karena itu, perintah untuk penghancuran sasaran udara hanya dilaksanakan atas perintah Pangkohanudnas. Penghancuran dapat dilaksanakan oleh pesawat penyergap, peluru kendali. Atau meriam hanud. Sesuai dengan susunan penggelaran sistem senjata (sista) Hanud Aktif maupun
48
sifat-sifat sasaran yang akan dihancurkannya. Urutan penggunaan sista penghancur adalah sebagai berikut : a. Pesawat Penyergap. Pesawat tempur sergap (interceptor aircraft) harus mampu menghancurkan lawan yang berada jauh dari sasaran yang dipertahankan, atau mampu menyongsong kedatangan pesawat lawan sebelum memasuki wilayah udara Nasional atau sebelum pesawat tersebut sampai pada garis lepas bom (Bomb Release Line). Penghancuran menggunakan pesawat penyergap terutama untuk meghindari kesalahan penghancuran karena kekeliruan identifikasi dan dapat dilakukan berulang kali oleh pesawat-pesawat tersebut sampai sasaran jatuh atau melarikan diri. Kerugian penghancuran oleh pesawat penyergap adalah kemampuan kecepatan dan ketinggian relatif lebih kecil daripada kemampuan peluru kendali. b.
Peluru Kendali. Peluru kendali yang di gelar, terutama untuk melindungi objek-
objek vital yang berupa daerah terminal, misalnya kota-kota, pelabuhan, pusat-pusat industri dan lain-lain (center of gravity). Penghancuran oleh peluru kendali dilaksanakan apabila pesawat lawan lolos dari penyergapan dan berada pada jangkauan tembaknya. Keuntungan peluru kendali pada umumnya memilki ketepatan penghancuran, kemampuan mencapai ketinggian dan kecepatan yang relatif besar dari pesawat penyergap. Kerugiannya adalah jarak jangkauannya relatif lebih daripada pesawat penyergap. c. Meriam Hanud. Unsur meriam Hanud yang digelar pada suatu Sektor dapat menembak sasaran udara yang berada pada jangkauan tembaknya. Meriam Hanud pada umumnya digunakan untuk sasaran yang memiliki kecepatan dan ketinggian yang relatif rendah. Meriam Hanud diposisikan pada pertahanan udara titik (point defence) dalam strategi udara Defence In Depth.
IV.3
Pelanggaran di Wilayah Udara Republik Indonesia
Dalam mencermati masalah pelanggaran udara, salah satu pemicu pelanggaran itu justru terbatasnya kemampuan penangkal Indonesia. Ada dua pihak yang dapat membenarkan bahwa telah terjadi pelanggaran wilayah udara . Pertama , saksi mata yang melihat langsung. Kedua, hasil foto yang didukung data arah, ketinggian, atau speed pesawat saat
49
itu. Namun, kadangkala hasil dari keduanya masih dapat disangkal. Karena menindak pelanggar wilayah udara tidak semudah menangkap pelanggar perbatasan. (Usodo, 2000). Walau pelanggaran wilayah udara sebuah negara oleh pesawat asing bukan isu baru dalam dunia penerbangan, tetapi tetap menjadi berita hangat di media-media lokal bahkan asing. Implikasi politiknya juga tidak pernah berkurang. Tak jarang, hubungan dua negara jadi retak karenanya. Meruncingnya hubungan Indonesia dengan Australia pasca lepasnya Timor Timur, salah satunya dipicu oleh banyaknya "ditemukan" penerbangan gelap (black flight) dan penerbangan tanpa ijin. Sering masyarakat salah kaprah dalam melihat insiden ini. Sebuah penerbangan bisa diindikasikan black flight (penerbangan gelap), apabila pihak yang dilewati sama sekali buta informasi terhadap pesawat yang diidentifikasi melewati wilayah udaranya. Sedangkan penerbangan tanpa ijin, biasanya penerbangan reguler, baik asal, tujuan, call sign, diketahui, pada umumnya penerbangan sipil. Sebaliknya penerbangan gelap, seringkali diidentifikasikan sebagai pesawat militer (Rizani, 2000). Ada beberapa pelanggaran wilayah udara Republik Indonesia, antara lain : IV.3.1
Pelanggaran Wilayah Udara di Timor Timur 1999
Penerbangan gelap banyak ditemukan pada masa pra jajak pendapat di daerah Timor Timur. Pada masa operasi yang dilakukan pasca jajak pendapat ini, kondisi memang sudah relative aman. Sehingga pesawat Hawk 100/200 tidak menemukan bahaya yang mengancam. Dari hasil operasi pengamanan udara tersebut memang banyak ditemukan kasus pelanggaran wilayah udara. Sebagaimana digambarkan dalam Tabel 1. Pelanggaran Wilayah Udara Republik Indonesia.
Tabel IV.1 Pelanggaran Wilayah Udara Indonesia di Timor Timur 1999
Lain-lain
No.
Tanggal
Lokasi
Keterangan
Sumber
1.
20-06-1999
Ailiu
Dilaporkan pergerakkan
Sertu Jhon
Disampaikan Danlanud
lampu pesawat dari
Arberto
(Informasi diklarifikasi)
Ailiu- Bobonaro pk.
(Makodim
Bobonaro
18.35
2.
20-06-1999
Uatu Carbau
Ailiu)
Gerak Heli dari
Kopda
Disampaikan Danlanud
Timur ke Barat, pk.
Setiawan
(Informasi diklarifikasi)
50
20.30
(Koramil 05 Uatu Carbau)
3.
25-06-1999
Baucau/
Gerakan pesawat dari
Kasi Intel
Panther mengejar, tidak
Viqueque
utara ke timur (dilihat
Udara,
ditemukan aktivitas
dari Baucau, menuju
Lanud
pesawat.
Viqueque), pk. 18.30-
Baucau
18.40
dan beberapa anggota
4.
04-07-1999
Baucau
Gerak pesawat dari
Serda
Panther mengejar, tidak
utara ke timur, pk.
Petrus
ditemukan aktivitas
19.04
(anggota
pesawat (terkena radar
Lanud
jamming)
Baucau)
5.
07-07-1999
Baucau
Pesawat menghilang
Serda
Panther mengejar,
ke arah pantai barat
Rahmat
menemukan kapal di utara
Baucau lalu ke pantai
(anggota
Baucau, tidak aktivitas
timur arah lanud (r/w
Lanud
pesawat. Saat kembali,
14), belok ke utara
Baucau)
Panther menemukan
menuju kapal, pk.
aktivitas pesawat di radar
19.30.
posisi tenggara alt. 20.000
Gerakan 3 pesawat
feet lalu menghilang.
dari utara ke timur (dari pantai ke arah laut) berkali-kali alt. 4000 feet, pk. 19.30
6.
18-07-1999
Baucau
Ada pergerakan 3
Anggota
Panther siaga. Setelah
pesawat dari utara ke
Intel
diselidiki, pesawat sipil
selatan dan dari timur
milik Skandinavia.
ke selatan dan menghilang. Posisi sangat tinggi, pk. 19.30
7.
29-07-1999
Selatan Eli
Laporan 251 target di selatan tenggara Eli.
Radar
Panther scramble, mengejar target. Namun target lari ke selatan,
51
menuju FIR Darwin
8.
02-08-1999
Selatan Eli
Laporan 251 target
Radar
Panther mengejar, sampai
bergerak FIR Darwin
radar lock on. Pesawat di
(CC 59.47) bergerak
usir ke selatan, menuju
ke utara masuk ke
FIR Darwin.
FIR kita 10 mil, pk. 10.28
9.
11-09-1999
Selatan Eli
Laporan 251 target
Radar
Panther mengejar, radar
masuk dari FIR
lock on. Setelah
Darwin (EE.53.13),
identifikasi visual pesawat
bergerak ke barat
sipil ZK-151. Diarahkan
masuk FIR kita 10
ke arah 225 menuju track
mil
10.
13-09-1999
Selatan Eli
Ditemukan kapal
Radar
Panther memberi
layar Yacht dan kapal
peringatan, identifikasi
tanker Tohzan di EE.
visual, kapal ke arah barat
01.00 rad 165’, 39 mil, pk. 10.00 (Sumber : Satuan Radar 251 Buraen, Kupang NTT)
Keterangan : Panther : Panggilan pesawat Hawk 100/200
Track : jalur penerbangan
FIR : Flight Information Region (wilayah udara)
251 : Satuan Radar 251
Alt.: Altitude (ketinggian)
Eli : Lanud El Tari
Dengan melihat Tabel diatas maka dapat dilakukan analisa sebagai berikut : melihat dari pelanggaran
yang
dilakukan
oleh
pesawat-pesawat
asing,
Kohanudnas
telah
melaksanakan prosedur Operasi Pertahanan Udara yaitu melakukan identifikasi visual dan dilanjutkan dengan prosedur penyergapan yang dilakukan oleh pesawat TNI AU yaitu Hawk 100/200 dengan melakukan intervention atau pengusiran keluar wilayah Indonesia terhadap pesawat ataupun wahana yang telah melanggar wilayah udara Indonesia. Satuan Radar (Satrad) 251 dengan Radar GCI/EW (Ground Controller Interceptor/Early Warning) telah melaksanakan Operasi Pengamatan Udara di wilayah tersebut masih memiliki kemampuan yang akurat dan sangat membantu terlaksananya operasi. Hasil dari pengamatan udara tersebut diketahui banyak penerbangan dilakukan oleh pesawat-pesawat asing yang mengadakan penerbangan dari Darwin – Dilli
52
disamping beberapa pesawat tempur jenis F-18 Hornet juga melakukan patroli udara di atas wilayah Timor Leste
IV.3.2
Kasus Manuver Hawk Vs F-18 di Wilayah Timor Leste 1999
2 pesawat asing berdasarkan visualisasi radar permukaan yang terdapat di daerah Buraen, 30 km selatan Kupang, sedang berusaha mendekat ke pantai selatan NTT dengan kecepatan rendah. Operator radar pada awalnya mengira pesawat tersebut adalah helikopter, karena kecepatannya yang rendah. Maka diarahkanlah 2 pesawat TNI AU Hawk 100/200 yang sedang melaksanakan CAP (Combat Air Patrol) untuk mendekat ke target. Dari kecepatan yang sangat rendah tersebut, radar tiba-tiba mendeteksi, kecepatan target melesat dari 160 knot menjadi 675 knot, dari ketinggian 8000 feet naik membumbung tinggi sampai 40.000 feet. 2 pesawat terus mengejar sampai masuk jarak tembak. Dari jarak kira-kira 1,5 Nm, para penerbang mengenali bahwa pesawat tersebut memiliki ekor ganda yang diidentifikasi sebagai pesawat F-18 Hornet. Pesawat Hawk 100/200 TNI AU melakukan penyergapan dengan membayang-bayangi (shadowing) pesawat Hornet tersebut sampai keluar melewati FIR Indonesia (Kohanudnas Siaga Senantiasa, 2003).
Dengan melihat kasus pelanggaran wilayah udara RI diatas dapat dianalisa bahwa radar permukaan (Ground Radar) dapat melakukan visualisasi terhadap target cukup baik walaupun masih belum tepat mengenali apakah itu pesawat sayap tetap (fixed wing aircfrat) atau sayap putar (rotary wing aircraft), karena pesawat F-18 Hornet adalah pesawat yang mempunyai kemampuan VTOL (Vertical Take Off and Landing) sehingga dapat melakukan hovering atau terbang mengambang seperti helikopter. Kemampuan pesawat tempur Hawk 100/200 dalam melakukan Operasi Pertahanan Udara
yaitu
dengan penyergapan terhadap 2 pesawat Hornet tersebut dengan membayang-bayangi (shadowing) sampai keluar wilayah udara RI.
IV.3.3
Kasus Insiden diatas Pulau Bawean 3 Juli 2003
Pada Rabu 3 Juli 2003 pukul 11.38 WIB, Military Coordinator Center (MCC) Rai menangkap beberapa sasaran di sebelah Barat Laut Pulau Bawean. Lalu, MCC Rai
53
melakukan penegechekan, meminta konfirmasi tentang security clearance atau masalah perizinan sasaran dimaksud kepada Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas). Sementara itu, asumsi sementara terdapat lima pesawat F-5 RSAF (Royal Singapore Air Force) yang melakukan penerbangan dari Paya Lebar-Darwin, Amberley, Darwin-Paya Lebar. Dari hasil pengamatan selama satu jam, ternyata ditemukan ketidaknormalan manuever dari pesawat. Setelah Popunas melakukan analisis singkat, sekitar pukul 15.30 WIB, Pangkosekhanudnas (Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional) II yang bermarkas di Makasar meminta izin kepada Pangkohanudnas untuk melaksanakan identifikasi dengan menggunakan pesawat tempur F-16 dari Lanud Iswahyudi. Akhirnya, pada pukul 17.00 WIB, dua pesawat F-16 dengan perlengkapan masing-masing dua rudal AIM 9 P4 dan 450 butir amunisi 20 mm tinggal landas untuk mengidentifikasi keberadaan lima pesawat tersebut. Pada pukul 17.20 WIB, dilaporkan, ada dua pesawat yang mengarah ke F-16. Saat mendekati target, F-16 tadi melaksanakan identifikasi visual. Ternyata, lima pesawat asing sudah me-lock on atau mengunci dua pesawat F-16 itu. Kemudian, terjadilah saling komunikasi. Pesawat asing menanyakan apakah kawan atau musuh. Dalam komunikasi itu, pihak asing berasal dari US Navy. Lalu, lima pesawat itu mengatakan sedang mengawasi armada Navy Seal yang mengarah ke Timur. Akhirnya, dua pesawat F-16 pada pukul 18.15 WIB, mendarat kembali di Iswahyudi. Sebelum mendarat, F-16 meminta agar F-18 itu memberitahukan Air Traffic Control (ATC) di Surabaya dan hal itu sudah dilakukan (Insiden Diatas Bawean, 2004) Dengan melihat kasus tersebut , Pusat Operasi Sektor (Posek) Hanudnas II Makassar menerima informasi dari MCC Bali adanya penerbangan gelap diatas Pulau Bawean sebanyak lima pesawat, dengan ketinggian bervariasi. Tidak ada komunikasi dengan ATC Bali atau Surabaya. Informasi Lasa (Laporan Sasaran) diteruskan untuk di monitor di Popunas. Posek II memerintahkan MCC Rai dan MCC Juanda untuk terus memonitor track Lasa X (Laporan Sasaran X) tersebut serta meminta konfirmasi Security Clearance (SC) kepada Popunas. Kejadian pelanggaran dan pelaksanaan intersepsi untuk tugas
54
identifikasi visual atas pesawat-pesawat F-18 milik US Navy oleh F-16 TNI AU dapat dimonitor oleh Pangkohanudas dari sejak awal tertangkap radar sipil /militer hingga selesai pelaksanaan operasi (Insiden di Atas Bawean, 2004).
IV.4 Rencana Gelar Kekuatan Udara Sistem Pertahanan Udara Nasional Merencanakan gelar kekuatan udara Sistem Pertahanan Udara Nasional bertujuan untuk menghadapi ancaman yang mungkin datang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
IV.4.1 Pesawat Tempur Rencana pesawat tempur yang akan digelar adalah pesawat tempur untuk pertahanan udara yang di rancang untuk mampu menemukan sasaran di udara baik melalui penuntunan (guidance) maupun peralatannya sendiri dan mampu melaksanakan penindakan dalam bentuk pemaksaan mendarat (force down) maupun penghancuran sasaran serta mampu melaksanakan patroli udara (Combat Air Patrol). Pesawat tempur ini juga disebut sebagai pesaway buru sergap diharapkan memiliki kemampuan merekam sasaran dalam bentuk foto udara (recce) yang dapat menyajikan data identitas sasaran, tanggal dan waktu kejadian sebagai bukti dalam mengatasi pelangggaran hukum di wilayah kedaulatan Indonesia. Rencana ditempatkan di daerah dekat perbatasan dan daerah rawan terjadi pelanggaran wilayah. Rencana penempatan pesawat tempur yang akan digelar adalah sebagai berikut: a. Menempatkan Udara Tempur di Biak, untuk mengcover wilayah utara Papua dan perbatasan dengan negara Papua New Guenea. Pesawat yang di tempatkan di Biak diusahakan memiliki endurance lama dan jarak jangkau jauh agar mampu melaksanakan patroli sampai ke daerah perbatasan dengan Papua New Gueni di utara pulau Papua, dan yang berbatasan dengan laut bebas di Samudra pasifik di utara Papua. Pesawat yang digunakan sekelas Hawk 200. b. Menempatkan Skadron Udara Tempur di Lanud Jallaludin -Gorontalo untuk mengcover wilayah utara Sulawesi dan perbatasan dengan Filipina dan wilayah Tarakan. Ini
juga
berkaitan
dengan
mempertahankan pulau terluar yaitu pulau
55
Miangas di Sulawesi Utara dan blok Ambalat yang masih dalam konflik dengan Malaysia. Lanud Jallaludin dekat dengan Satrad Kwandang yang berada di sebelah utaranya.
Maka sangat ideal jika Skadron Udara Tempur ditempatkan di Jallaludin
karena berdekatan dengan Satrad dan dapat langsung berkoordinasi dengan satrad dalam pelaksanaan latihan maupun operasi intercept terhadap pelanggaran wilayah udara kedaulatan negara kita di wilayah utara Sulawesi yang rawan terhadap penyeludupan senjata dan merupakan jalur logistik terorisme dari dan ke Filipina. Rencana pesawat yang akan digelar adalah pesawat tempur sekelas F-16. c.
Menempatkan Skadron Udara Tempur di Balikpapan untuk menjaga wilayah
perbatasan dengan Malaysia di sebelah timur Kalimantan dan jalur ALKI II yang melalui selat Makassar. Mengingat kasus di Ambalat dengan negara Malaysia, maka perlu kita giatkan patroli di daerah perbatasan dengan Malaysia terutama daerah yang rawan konflik, dalam hal ini daerah Ambalat.Pesawat yang akan digelar memiliki endurance lama dan daya jangkau jauh, agar mampu mengadakan patroli jauh ke daerah padalaman Kalimantan dan daerah Ambalat dan sekitarnya, serta mampu melakukan Operasi Serangan Udara Strategis ke Pangkalan Udara Malaysia di Sabah, dalam hal ini di Labuan, karena pangkalan tersebut adalah pangkalan militer Malaysia terbesar di daerah Sabah.
Pesawat yang rencana kita gelar adalah pesawat tempur dengan
berkemampuan sekelas SU-27/30 dan memiliki jangkauan jauh serta endurance lama juga mampu melakukan serangan udara strategis. d. Menempatkan Skadron Udara Tempur di Lanud Eltari-Kupang untuk menjaga perbatasan dengan Timur Leste dan Australia. Karena Australia memiliki konsep pertahanan yang mengawasi sampai 1000 Mil ke arah utara yang dikenal dengan AMIZ (Australian Maritim Identification Zone), dan jika ada trouble spot di area tersebut maka Autralia menganggap berhak untuk mengirim pasukannya ke trouble spot tersebut. Oleh karena itu untuk mengantisipasi ancaman terhadap kedaulat negara oleh Australia maka kita gelar kekuatan pesawat tempur di Lanud El Tari -Kupang. digelar adalah pesawat tempur sekelas F-16.
Pesawat yang akan
56
e.
Menempatkan Skadron Udara Tempur di Lanud Timika untuk menjaga Laut
Arafura yang berbatasan dengan Australia. Dan menjaga obyek Vital nasional berupa tambang emas PT. Freeport dan laut Arafura yang rawan terhadap pencurian kekayaan laut.
Diupayakan pesawat tempur yang akan didisposisikan adalah dengan endurance
lama, karena area yang akan menjadi tangung jawabnya sangat luas dari laut Arafura sampai Merauke dan daerah perbatasan, baik berbatasan dengan Australia maupun dengan Papua New Guenea. Serta mampu melaksanakan serangan ke Pangkalan Udara negara tetangga terdekat jika terpaksa harus melaksanakan Operasi Serangan Udara Strategis. Pesawat yang akan digelar adalah pesawat tempur sekelas SU-27/30. f. Menempatkan Skadron Udara Tempur di Lanud Suryadharma untuk menjaga Pusat pemerintahan (Jakarta).
Karena kondisi sekarang kekuatan pesawat tempur
yang berada di Lanud Iswahjudi membutuhkan waktu yang lama, kurang lebih 40 menit untuk mencapai daerah Jakarta, sedangkan ALKI 1 yang melintasi selat Sunda hanya berjarak sekitar 30 NM. Jika ada pesawat terbang dari kapal induk yang berada di ALKI 1 dan akan menyerang ibukota negara, maka sudah tentu musuh yang berangkat dari ALKI 1 tadi akan sampai lebih dulu di Ibukota Republik Indonesia dari pada pesawat tempur TNI AU dari Lanud Iswahyudi. Rencana penempatan pesawat di gelar
adalah
yang
akan
pesawat yang berkemampuan interceptor, mampu dengan cepat
diterbangkan dan berkecepatan tinggi, dengan endurance tidak begitu diutamakan dan pesawat yang cocok adalah sekelas F-5.
57
ALKI I ALKI II ALKI III
Gambar IV.3
Alur Laut Kepulauan Indonesia
MODEL 1. RENCANA PENEMPATAN SKADRON UDARA TEMPUR YANG AKAN DI GELAR
Gambar IV.4 Rencana Gelar Skadron Udara Tempur
58
IV.4.2 Radar Penempatan radar harus mampu mengamati dan mengidentifikasi semua benda bergerak di udara dan mampu menentukan sasaran-sasaran yang melakukan pelanggaran wilayah udara dimana mungkin melakukan penyerangan udara. Radar harus mampu menuntun dan mengendalikan pesawat buru sergap yang akan menyergap sasaran atau membantu meningkatkan kewaspadaan pesawat. Dengan melihat luasnya wilayah negara Indonesia yang perlu diamati, pengadaan radar baru perlu dipertimbangkan di masa depan untuk mengawasi wilayah perairan Indonesia yang amat luas, dimana wilayah ini sering menjadi ajang pencurian kekayaan alam laut, penyelundupan dan pelanggaran batas wilayah. Daerah cakupan radar agar saling overlaping untuk saling menutupi. Rencana penempatan Satuan Radar adalah sebagai berikut: (1) Area yang Sudah Tercover. TNI AU menguupayakan mempertahankan area yang sudah dapat tercakup oleh Satrad dan kita tingkatkan jam pengoperasian dari tiap-tiap Satrad. Dengan meningkatkan dukungan spare part dan BBM agar mampu meningkatkan jam operasionalnya dan meningkatkan kemampuan perang elektronikanya dengan memanfaatkan tenaga ahli dari dalam negeri dan Universitas yang ada di negara kita.
(2)
Area yang Belum Tercover. Perlu mengadakan penggelaran satuan-satuan Radar TNI AU di daerahdaerah yang belum terpantau radar. Seperti di daerah-daerah terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan daerah-daerah rawan terhadap penyelundupan dan pelanggaran wilayah.
Dengan perencanaan
penempatan sebagai berikut: a. Berbatasan Langsung dengan Malaysia. Penempatan di Kalimantan Barat.
Direncanakan ditempatkan di
Pontianak yang melekat dengan Skadron Udara 1. sebagai radar
Early Warning
Selain berguna
juga berfungsi sebagai radar GCI
(Ground Control Interception) untuk mengendalikan pesawat sekelas
59
Hawk 100/200 dalam melaksanakan Intercept terhadap pelanggaran kedaulatan udara di wilayah Kalimantan Barat dan Kepulauan Natuna. Yang akan digelar adalah radar berkemampuan melakukan perang elektronika yang dilengkapi dengan ECM (Electronic Counter Measures) dan ECCM (Electronic Counter Counter Measures). b.
Berbatasan Langsung dengan Filipina. Rencana Penempatan Satrad baru di Morotai karena daerah tersebut belum terpantau oleh Kohanudnas, disana hanya terdapat Pangkalan TNI AU dengan fasilitas yang sangat minim karena belum ada Skadron Udara, selain untuk meningkatkan kekuatan TNI AU di Maluku Utara dan Perbatasan dengan Filipina dan Samudra Pasifik juga untuk menjaga daerah Maluku tengah seperti Ambon terutama jalur ALKI III yang rawan terjadi penyelundupan senjata terhadap terorisme dan gerakan separatis.
Pangkalan TNI AU juga untuk mengcover area Indonesia
bagian utara yang berbatasan langsung dengan Filipina mendampingi Satrad di Kwandang dan di Tanjung Warari (Biak). c.
Berbatasan langsung dengan Papua New Guenea. - Bagian Utara. Rencana penempatan di Jayapura, untuk mengcover wilayah Jayapura ke selatan sampai pegunungan dan daerah pedalaman Papua bagian utara pegunungan.
Karena daerah tersebut selama ini
sering terjadi penerbangan missionaris dan sipil perintis lainnya yang sering terbang tidak sesuai dengan Flight plan yang dibuat di Bandara, karena lepas dari jarak 30 NM dari Bandara Sentani tidak ada lagi yang mengontrol penerbangan, mereka hanya saling infokan posisinya saja, serta tidak ada yang akan melarang atau menjaga jika ada perubahan arah penerbangan dan tujuan saat terbang.
Hal ini akan mudah
dimanfaatkan oleh penyelundupan dan kegiatan provokasi terhadap masyarakat pedalaman. - Bagian Selatan. Rencana penempatan di Merauke, untuk mengcover Wilayah Merauke sampai ke utara di pegunungan dan daerah pedalaman
60
selatan pegunungan.
Karena daerah tersebut rawan terhadap
penyelundupan senjata dari Papua New Gueni yang akan mendukung logistik Gerakan OPM. d.
Berbatasan langsung dengan Australia. -
Wilayah Maluku Selatan.
Rencana penempatan di Langgur-
Dumatubun, untuk mengcover daerah laut Arafura. Dan Pengamanan ALKI 3.
Karena daerah ini sampai sekarang belum terpantau oleh
kekuatan udara TNI AU.
Daerah ini rawan terhadap pencurian
kekayaan laut oleh negara asing, yang sering yaitu dari nelayan Thailand.
Selain untuk mengamankan ALKI 3 juga untuk
mengantisipasi ancaman dari selatan terutama Australia, baik ancaman militer maupun ancaman dalam bentuk dukungan terhadap garakan separatis dan pemberontakan di wilayah Papua dan sekitarnya. -
Wilayah Nusa Tenggara. Rencana penempatan di Rambang (Pulau
Lombok) untuk mengcover daerah laut selatan Nusa Tenggara yang berhubungan dengan Australia dan pengamanan ALKI 2. Selain mengamankan ALKI 2 juga untuk mengantisipasi pelanggaran hukum udara dan penggunaan jalur penerbangan baik oleh penerbangan sipil maupun oleh penerbangan militer negara lain yang melintas. Dan juga untuk mengantisipasi terhadap aksi terorisme yang mungkin terjadi di tempat wisata di pulau Bali dan sekitarnya.
e.
Samudra Hindia. Rencana Penempatan di Bengkulu untuk mengcover area Hindia
sampai
ke
Samudra
selat Sunda berdampingan dengan Satrad di
Tanjung Kait dan Satrad di Sibolga.
Satrad di Bengkulu ini untuk
mengantisipasi secara dini ancaman yang mungkin timbul dari Samudra Hindia, sebelum ancaman tersebut mendekati sasaran strategis di Indonesia. Dan juga mengcover daerah tengah pulau Sumatra bagian barat terhadap penyelundupan dan dukungan terhadap gerakan separatis dan terorisme.
61
(3) Kemampuan Mempertahankan Area yang Sudah Tercover. Perlu mengadakan Radar yang mampu beroperasi lebih
lama
dan
berkemampuan jauh serta tidak terpengaruh oleh kountur bumi. Terhadap Radar yang sudah ada dapat ditingkatkan dukungan spare part sehingga dapat beroperasi lebih lama, dan juga kita tingkatkan kemampuan perang elektronikanya.
Dan sudah waktunya TNI AU memiliki radar OTHR (Over
The Horizon Radar) agar mampu memberikan peringatan dini terhadap setiap ancaman, dan tidak terpengaruh oleh kountur bumi seperti yang sekarang dipakai oleh negara Australia.
.
MODEL 2 RENCANA PENEMPATAN SATUAN RADAR YANG AKAN DI GELAR
Gambar IV.5 Rencana Gelar Satuan Radar
62
IV.4.3 Peluru Kendali Penempatan Rudal permukaan ke udara disetiap Radar yang digelar dan obyek vital yang bernilai strategis serta Ibu Kota negara yang merupakan pusat pemerintahan untuk menjaga dari serangan udara musuh setiap saat.
Dan penambahan rudal dipesawat
dengan yang berkemampuan daya jangkau lebih jauh sekelas AIM-120 AMRAMM sebagai rudal jarak sedang yang mampu menembak sejauh 20 NM dan Rudal sekelas AIM-7 Sparrow sebagai rudal jarak jauh dengan jarak jangkau 40 NM (Ahmadi, 2001). TNI AU belum memiliki rudal jarak sedang untuk melakukan penangkalan Hanud Terminal serta pada wilayah-wilayah strategis termasuk di Pangkalan Udara yang mengoperasikan pesawat-pesawat tempur canggih (Blue Print TNI AU 2010).
.
MODEL 3 RENCANA PENEMPATAN SATUAN RUDAL YANG AKAN DI GELAR
Gambar IV.6 Rencana Gelar Satuan Rudal
63
IV.4.4
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi (1) Ekonomi. Kondisi ekonomi Negara kita masih belum berkembang
seperti yang
di harapkan. Sejak terjadinya krisis ekonomi hanya negara Indonesia yang masih belum bisa terlepas dari dampak krisis tersebut sampai sekarang. Sedangkan seperti diketahui salah satu keterbatasan kekuatan udara salah satunya adalah anggaran yang besar, karena itu kondisi perekonomian sangat menentukan untuk memperbesar kekuatan udara. perekonomian
negara
sangat
mempengaruhi
Karena itu keadaan dalam
meningkatkan
kemampuan kekuatan udara.
(2) Geografi. Negara kepulauan Indonesia dengan dimensi yang relatif besar, terletak di antara dua benua dari dua Samudra.
Posisi tersebut, selain memiliki
potensi-potensi yang menguntungkan, namun sekaligus juga mempunyai kerawanan-kerawanan dan dilain pihak ada faktor-faktor resiko sebagai konsekuensi logis.
Dari kondisi yang demikian, ditambah dengan
permasalahan lain yaitu adanya koridor ruang udara di ALKI, belum diterimanya ketiga ALKI oleh beberapa negara, terpotongnya ruang udara negara lain (Malaysia dan Lorosae), masih dikendalikannya sebagai ruang udara wilayah oleh negara lain, dan sebagainya. Dan Geografi negara kita yang sangat luas dan terdiri dari pulau-pulau yang tersebar banyak sehingga menuntut kemampuan yang besar pula untuk bisa menjaganya. Dibutuhkan radar yang banyak untuk menutup blank area atau radar yang mampu mengcover seluruh wilayah Indonesia serta kekuatan pesawat tempur sergap, pesawat angkut dan pesawat helikopter serta rudal hanud yang mamadai untuk menjaga komponen strategis negara dan obyek vital nasional.
(3) Politik. Kondisi perkembangan politik yang masih belum stabil, sehingga penyelenggara negara hanya sibuk dengan mengurusi partai dan
64
golongannya, sehingga menimbulkan kesan pembangunan yang terjadi hanya jalan ditempat saja dikarenakan situasi politik yang belum stabil. Elite politik masih berusaha untuk memenangkan kelompoknya daripada memenangkan kepentingan nasional.
Dukungan politik perlu merambah
sampai dengan penentuan kebijakan-kebijakan umum pengembangan teknologi militer, dimulai dari dukungan untuk pengembangan industri dasar kemiliteran sebagai fondasi utama terbangunnya iklim atau dunia teknologi dan industri militer yang kokoh, dimana posisinya mengakar di masyarakat.
(4)
Demografi. Penyebaran penduduk yang belum merata, sehingga masih banyak daerah yang belum berpenghuni sehingga rawan untuk diklaim oleh negara lain yang menganggap tempat itu sebagai tempat tak bertuan, dan diakui sebagai miliknya.
Banyak tanah-tanah milik TNI AU yang luas dan berada di
pelosok belum diperdayakan dengan maksimal karena kondisi populasi masyarakat disana sangat sedikit sehingga sulit untuk mengembangkan infrastrukturnya.
(5)
Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara kita masih tergantung pada negara maju.
Banyak generasi muda Indonesia yang
menjuarai olimpiade sains tingkat dunia, tapi mereka memilih berkarya di negara yang sudah maju, maka sudah tentu potensi yang dimiliki dipakai untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi negara yang sudah maju, sedangkan iptek negara Indonesia tetap terbelakang.
Ilmu
pengetahuan dan Teknologi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia, oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi mensyaratkan kemampuan intelektual manusia disamping keterampilan dan keseimbangan antara kebijaksanaan dan kemampuan penalarannya, sehingga tuntutan dalam penguasaan teknologi akan menjadi satu persaingan yang ketat
65
(6)
Pertahanan dan Keamanan. Situasi keamanan negara yang akhir-akhir ini sering terganggu walaupun bidang keamanan sebenarnya bukan tugas pokok TNI tetapi adalah tugas pokok POLRI tetapi didalam UU.TNI nomor 34 tetap menjadi tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang.
Situasi negara yang selalu diteror
oleh teroris akan menghambat perkembangan negara untuk memajukan bidang pertahanan, karena negara terkonsentrasi pada masalah keamanan seperti terorisme, pemberontakan, separatis dan pengamanan perbatasan.