Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 13 April 2017
ISSN 1693-4393
Penyediaan Katalis Cu/ZnO/Al2O3untuk Katalis Sintesis-Langsung DME Suyanet Sari Dewi, Aisyah Ardy, Herri Susanto* Program Studi Teknik Kimia, FTI-ITB, Bandung 40132 Indonesia *
E-mail:
[email protected]
Abstract Direct synthesis of dimethyl eter (DME) using Cu-based catalyst was studied with varying amounts of Zn for methanol synthesis, and Al2O3 as a component for methanol dehydration. Catalyst was prepared using two methods, i.e. the sol gel co-precipitation and the co-precipitation. Mass ratio of (Cu + Zn) to Al2O3 was held constant of 2. The characterization test indicated that co-precipitation catalyst had a better mechanical strength than sol-gel catalyst.Characteristic analysis (BET, XRD, SEM, and AAS) and activity tests (at 220oC). The sol gel co-precipitation method consisted of a higher portion of crystals 61.1%, while the coprecipitation catalyst had 21.8% crystals. However, the sol gel co-precipitation had the smallest surface area of the catalyst 47.8 m2/g, while the co-precipitation had 114 m2/g. From the results of SEM analysis showed that almost all of catalyst texture contained amorf (50-70%) than crystal (20-40%). Catalyst CZA1 contained many amorf (78.2%) than crystal (21.8%), and this is match from XRD analysis. The amount of ZnO contained in catalyst (from the analysis of AAS) is quite far away from the target, this is due to lack of time aging in metal forming ZnO. Aging 6 hours enough for formation of crystal ZnO, but give a smallest surface area (20.4 m2/g). Co-precipitation method with aging 2 hours tested its activity in the synthesis of DME varied the active phase and promoter. CZA2 provide the best catalyst activity in the test activation and catalytic reduction process. CO convertion was 16% by CZA2 catalyst at 220oC and 1 bar. Keywords: Co-precipitation; Cu/ZnO/Al2O3 catalyst; methanol synthesis; methanol dehydration; sol-gel coprecipitation
Pendahuluan Sintesis dimetil eter (DME) secara langsung menggunakan syngas, yang dapat berasal dari gasifikasi biomassa, telah diteliti sebagai produksi energi alternatif terbarukan. DME memiliki sifat yang sama dengan propana dan butana, yang merupakan senyawa pembentuk LPG, sehingga DME dapat didistribusikan dan disimpan menggunakan teknologi penanganan LPG dan DME dapat digunakan sebagai pengganti LPG. Katalis sintesis metanol secara umum adalah katalis komersial Cu-Zn-Al2O3, dan katalis dehidrasi metanol yang secara umum dipilih dari material padatan asam, yang meliputi gamma-alumina, silika-alumina, dan zeolit. Katalis dua fungsi untuk sintesis langsung DME dari biomassa yang berasal dari syngas dapat dimanfaatkan secara efisien bahkan pada rasio H2/CO yang rendah karena aktivitas tinggi untuk water gas shift reaction. Reaksi umum untuk sintesis DME melibatkan dua langkah; langkah pertama adalah hidrogenasi COx menjadi metanol pada katalis berbasis Cu-ZnO, dan langkah kedua berikutnya adalah dehidrasi metanol menjadi DME pada katalis asam padat seperti alumina atau zeolit termodifikasi. Secara termodinamika, konversi kesetimbangan yang tinggi dapat diperoleh menggunakan katalis bifungsi untuk sintesis DME reaksi tunggal dari syngas. Yaripour (2005) melaporkan bahwa dalam sintesis DME langsung dari syngas, perbandingan fasa aktif sintesis metanol terhadap fasa aktif dehidrasi metanol sebaiknya sekitar 2:1. Dengan melihat berbagai masalah di atas, penelitian ini ditujukan untuk: penyediaan katalis Cu-ZnO/Al2O3 dalam sintesis DME dengan memvariasikan metode pembuatan komposisi Cu:Zn, dan pengujian katalis tersebut pada sintesis DME dengan tekanan atmosferik. Penelitian ini diawali dengan pembuatan katalis CuO-ZnO dengan variasi metode pembuatan. Metode pertama adalah sol gel kopresipitasi dan metode kedua adalah kopresipitasi. Komposisi Cu-Zn divariaskan. Sifat katalis yang dikarakterisasi adalah sifat pori katalis (BET), kristalisasi katalis (XRD), struktur morfologi katalis (SEM), dan komposisi katalis (AAS). Sebelum diuji aktivitasnya, katalis perlu direduksi untuk menghilangkan oksigen yang menempel pada katalis.
Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN “Veteran” Yogyakarta
E03-1
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 13 April 2017
ISSN 1693-4393
Metodologi Penelitian ini terdiri dari tiga tahap: penyediaan katalis, diikuti karakteristik katalis, dan diakhiri dengan uji aktivitas katalis. Metode pembuatan katalis divariasikan (sol gel kopresipitasi dan kopresipitasi). Komposisi fasa aktif dan promotor divariasikan pada proses pembuatan katalis. a. Penyediaan katalis Metode kopresipitasi dilakukan dengan mencampuran larutan Cu(NO3)2 0,1 M; Zn(NO3)2 0,1 M; dan Al(NO3)2 0,1 M. Campuran larutan ini dicampurkan dengan Na2CO3 1 M. Air juga ditambahkan sebagai media pencampuran. Proses pencampuran dilakukan pada reaktor batch dengan magnetic stirrer. Kopresipitasi dijaga pada temperatur 70oC dan pH 7. Larutan di-aging selama 2 jam. Larutan di saring untuk diambil endapan. Endapan dikeringkan pada suhu 80oC selama 12 jam, dan katalis dikalsinasi 350oC selama 2 jam. Metode sol gel kopresipitasi dilakukan dengan pembuatan katalis CuO-ZnO secara kopresipitasi. γ-Al2O3 ditambahkan sambil ditetesi larutan asam oksalat dalam etanol 1 molal. Endapan yang dihasilkan pada suhu 0oC selanjutya akan diuapkan pada 70oC sehingga menghasilkan gel. Gel ini dikeringkan pada suhu 80oC selama 12 jam, dan katalis dikalsinasi 500oC selama 6 jam. b. Uji Aktivitas Katalis Sebelum katalis digunakan untuk proses sintesis dimetil eter, katalis direduksi terlebih dahulu di dalam reaktor. Reduksi dilakukan dengan mengalirkan gas H2 dan N2 ke dalam reaktor dengan temperatur 200oC. Setelah katalis direduksi, katalis siap untuk digunakan pada sintesis DME. Percobaan dilakukan dalam reaktor fixed bed dengan panjang 38 cm dan diameter 1,3 cm. Sebelum reaksi, dilakukan purging untuk menghilangkan udara di dalam reaktor dengan cara mengalirkan gas nitrogen. Setelah itu reaktor dipanaskan perlahan-lahan hingga temperatur reaksi tercapai. Waktu ketika temperatur tercapai merupakan waktu dimulainya reaksi. Gas sintesis model dibuat dengan komposisi: 63,33% H2, 31,67% CO, dan 5% N2. Operasi dilangsungkan pada tekanan atmosferik, temperatur 220oC dan laju alir gas sebesar 60 mL/menit.gkat.Pengambilan gas umpan dan produk diambil pada bagian port sampling untuk kemudian dianalisa menggunakan Gas Chromatography.
Gambar 1.Rangkaian Alat Percobaaan Hasil dan Pembahasan a. Hasil Karakteristik Katalis Karakterisasi katalis bertujuan untuk mengidentifikasi komponen yang terkandung di dalam katalis. Karakterisasi katalis dilakukan terhadap katalis CuO-ZnO-Al2O3 dengan bahan dasar penyusun adalah CuO (tembaga oksida), ZnO (Zinc oksida), dan Al2O3. Tabel 1. Kode Penamaan Katalis No
1 2
3
Metode pembuatan Sol gel kopresipitasi Kopresipitasi, aging 2 jam
Komposisi target (fraksi massa) CuO ZnO Al2O3 33 33 33
Kopresipitasi, aging6 jam
Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN “Veteran” Yogyakarta
33 40 47 33
33 27 20 33
33 33 33 33
Kode katalis
CZA4 CZA1 CZA2 CZA3 CZA5
E03-2
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 13 April 2017
ISSN 1693-4393
Kristalinitas Katalis Menurut Analisis XRD Karakteristik XRD katalis CZA4 menunjukkan struktur kristal yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan amorfnya (terlihat dari peak yang dihasilkan tajam Gambar IV.1). Tiga peak utama CuO yang dihasilkan pada 2θ: 35o, 38o, dan 48o, sedangkan peak utama karakteristik ZnO terdapat pada 2θ: 32o, 34o, dan 36o. Peak utama karakteristik Al2O3 terdapat pada 2θ: 34o, 36o, dan 46o. Peak tersebut juga indentik dengan peak yang dihasilkan komponen murni dari hasil standarisasi. Karakteristik XRD katalis yang dihasilkan dari metode sol gel kopresipitasi menunjukkan bahwa struktur kristal yang terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan amorfnya. Katalis dengan metode kopresipitasi menghasilkan jumlah struktur kristal lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah amorfnya. Pada kopresipitasi kristal ZnO tidak terdeteksi, mungkin terhimpit oleh puncak kristal CuO atau kristal ZnO memang belum tumbuh dikarenakan waktu aging yang terlalu singkat. Untuk melihat perbedaan terhadap kristal yang terbentuk, dilakukan penambahan waktu aging hingga 6 jam. Hasil dari kopresipitasi dengan waktu aging 6 jam terdeteksi adanya kristal ZnO, hal ini membuktikan bahwa waktu aging selama 6 jam cukup untuk pembentukan kristal ZnO. Dan juga jumlah kristal yang terbentuk pada aging 6 jam lebih banyak dibandingkan dengan aging 2 jam. Proses aging sangat penting karena berfungsi untuk menginduksi cacat mikrostruktur (microstrain) di partikel Cu yang dapat mengatur kandungan dari katalis akhir yang diinginkan. Pada saat aging terjadi kristalisasi lebih lanjut. Peningkatan waktu aging akan menghasilkan lebih banyak prekursor dan agregat partikel yang lebih besar. Semakin lama waktu aging meningkatkan jumlah kristal yang terbentuk, tetapi berpengaruh pada pembentukan kristal katalis menjadi besar sehingga membuat luas permukaan menjadi lebih kecil dan diameter pori membesar. Tabel 2.Kristalinitas Katalis Hasil Analisa XRD No 1
2 3 4 5
Komposisi Kristalinitas (%) Crystaline Amorf Tenorite,(CuO)(%-w) Zincite,(ZnO)(%-w) Rosasite,CuZn(OH2)(CO3)(%-w) Aurichalcite,Zn3Cu2(OH)6(CO3)2 (%w)
CZA1 Cu:Zn 50:50
CZA2 Cu:Zn 60:40
CZA3 Cu:Zn 70:30
21,80 78,20 90,53 96,95 21,22 15,25
50,30 49,70 82,30 15,97 13,29 13,63
36,80 63,20 83,74 9,15 14,49 9,77
Metode kopresipitasi dengan waktuaging selama 2 jam dipilih sebagai metode penyediaan katalis terbaiksertakomposisi Cu dan Zn divariasikan. Dari variasi massa Cu dan Zn, jumlah kristal paling banyak terbentuk pada katalis CZA1. Dengan meningkatnya jumlah Cu membuat jumlah kristal di katalis menurun (Tabel 1). Hal ini menandakan bahwa selama proses pencampuran dan pengendapan jumlah logam Cu tidak diimbangi dengan jumlah logam Zn yang cukup, sehingga Cu berikatan dengan Cu lagi yang membuat struktur katalis didominasi oleh amorf dibandingkan dengan kristalnya. Sifat Pori Katalis Menurut Analisa BET Luas permukaan katalis terbesar pada metode kopresipitasi dengan waktu aging 2 jam (114,207 m2/g). Diameter pori terbesar pada metode kopresipitasi waktu aging 6 jam (3350,8 Å). Ukuran pori penyangga menentukan luas permukaan spesifik. Semakin besar diameter pori mengakibatkan semakin kecil luas permukaan katalis dan hambatan difusi pori semakin kecil, sehingga reaksi diprediksi tidak dikendalikan oleh difusi pori. Semakin lama waktu aging membuat diameter pori semakin besar namun luas permukaan katalis menjadi semakin kecil karena terbentuknya katalis yang berukuran besar. Pembuatan katalis metode kopresipitasi dengan waktu aging 2 jam memberikan luas permukaan terbesar, disebabkan karena pada katalis dengan metode kopresipitasi waktu aging 6 jam, katalis tertutupi oleh ZnO yang memiliki luas permukaan kecil. Tabel 3. Hasil Karakterisasi Sifat Pori dengan Uji BET No 1 2 3
Luas permukaan (m2/g) Total volume pori (cc/g) Diameter pori (Å)
CZA 4 47,79 0,17 2280
CZA 1 114,20 0,46 2375
CZA 2 45,57 0,09 2609
CZA 3 5,20 0,65 2003
CZA 5 20,43 0,06 3350
Pada metode kopresipitasi dengan waktu aging 2 jam, struktur kristal ZnO belum banyak tumbuh, sehingga struktur katalis lebih didominasi oleh CuO dan Al2O3 yang membuat luas permukaan katalis menjadi besar. Dari hasil ini maka dipilih metode kopresipitasi waktu aging 2 jam sebagai proses pembuatan katalis. Dari variasi massa
Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN “Veteran” Yogyakarta
E03-3
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 13 April 2017
ISSN 1693-4393
Cu dan Zn, luas permukaan terbesar diberikan dari CZA1. Peningkatan jumlah Cu di katalis membuat luas permukaan menurun, dan diameter pori meningkat. Ini disebabkan, Cu memiliki luas permukaan kecil.
Morfologi Katalis menurut Analisis SEM Secara keseluruhan katalis yang terbentuk mengandung lebih banyak kristal (ditunjukkan dengan warna putih pada Gambar 2) dibandingkan dengan amorfnya. Bagian yang berwarna putih merupakan kristal Cu-Zn yang jika diperbesar lagi berbentuk jarum. Jarum kristal mengumpul pada proses aging dengan ukuran pada gambar. CZA 1
(5µm)
CZA 2
Mengindikasikan krisltal
CZA 3
Gambar 2. Morfologi Katalis dengan Pembesaran 3000x
Katalis CZA1 struktur lebih didominasi oleh amorf dibandingkan kristalnya. Hal ini sesuai dengan uji XRD yang menunjukkan bahwa pada katalis CZA1 jumlah amorf lebih banyak daripada kristalnya. Namun, pada komposisi ini sebaran lebih merata terlihat dari struktur katalis yang lebih kokoh. Semakin banyak jumlah Cu maka akan semakin banyak partikel yang terpisah antara yang besar-besar dengan yang kecil-kecil (bergerombol antara ukuran yang kecil dengan yang kecil, sedangkan yang besar berkumpul dengan yang besar, keduanya tidak bersatu/seragam). Selain itu, semakin banyak jumlah Cu akan membuat struktur katalis menjadi lebih mudah luruh. Struktur katalis kuat namun mudah longsor. Bagian dalam kuat, namun bagian luar mudah hancur. Komposisi Katalis menurut Analisis AAS Kandungan logam CuO dan Al2O3 dalam sampel sesuai (hampir mendekati) dari jumlah yang ditargetkan. Namun, untuk logam ZnO jumlahnya cukup jauh dari target yang ditentukan. Hal ini disebabkan kristal ZnO belum cukup banyak terbentuk. Hasil dari analisa AAS ini juga cukup dikuatkan dari analisa XRD, BET, dan SEM. Pada analisa XRD terlihat peak untuk ZnO tidak terlihat, hal ini dapat disebabkan waktu aging yang digunakan belum cukup untuk pembentukan kristal ZnO. Dari analisa BET pun terlihat bahwa semakin banyak Zn yang ditambahkan membuat luas permukaan katalis semakin kecil. Tabel 4. Hasil Analisa Katalis menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS) No 1 2 3
Kandungan logam CuO ZnO Al2O3
CZA1 Target 33% 33% 33%
Nyata 32,89% 12,00% 32,51%
CZA2 Target 40% 27% 33%
Nyata 37,69% 14,64% 21,80%
CZA3 Target 47% 20% 33%
Nyata 42,00% 6,37% 30,30%
Foto pembesaran katalis yang diperoleh dari analisa SEM pun memperlihatkan bahwa jumlah kristal ZnO yang dihasilkan tidak sebanyak (tidak sesuai) dengan jumlah kristal ZnO yang ditargetkan. Hasil ini membuat dugaan kristal ZnO memang belum cukup tumbuh pada kopresipitasi dengan waktu aging 2 jam semakin kuat. Sehingga terlihat dari analisa AAS jumlah kandungan ZnO nyata belum mencukupi kandungan ZnO yang ditargetkan. b. Reduksi Katalis Sebelum dilakukan uji aktivitas, katalis perlu direduksi terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan oksigen dalam katalis (Cu) di mana dapat lebih mudah tereduksi dibandingkan senyawa Zn dan Al2O3. Hal ini disebabkan dari susunan konfigurasi elektron Cu yang kurang stabil, sehingga lebih mudah untuk melepaskan ikatan. Katalis CZA2 memberikan hasil proses reduksi paling baik (Tabel 4 dan Gambar 3). Jumlah H2 yang diperlukan untuk proses reduksi hampir sama dengan jumlah oksigen yang dilepaskan oleh Cu (yang diperoleh dengan perhitungan stoikiometri). Sehingga proses reduksi hanya terjadi pada logam Cu dan logam ZnO serta Al2O3 tidak ikut tereduksi pula. Semakin banyak jumlah Cu membuat waktu reduksi lebih lama dan kebutuhan H2 lebih banyak.
Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN “Veteran” Yogyakarta
E03-4
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 13 April 2017
ISSN 1693-4393
Katalis CZA1 memiliki konversi H2 awal terkecil, hal ini diindikasi Cu tertutupi oleh Zn yang memiliki kerapatan yang lebih tinggi, sehingga membuat H2 terpenetrasi ke dalam Zn dulu baru dilanjutkan ke dalam Cu yang mengakibatkan konsumsi H2 diawal tidak terlalu besar. Tabel 5.Kebutuhan H2 untuk Melepas Oksigen Kebutuhan H2 Oksigen yang dilepas
Konversi H2 (%)
No 1 2
14 12 10 8 6 4 2 0
CZA 1 0,1620 0,0085
CZA 2 0,0086 0,0085
CZA 3 0,0936 0,0085
Katalis CZA 1 Katalis CZA 2 Katalis CZA 3
0
50 100 150 (menit) 200 250 300 350 Waktu Gambar 3. Hasil Reduksi Katalis Mentah Katalis CZA2 dan CZA3 mengandung jumlah Cu yang hampir sama. Pada katalis ini, tidak terjadi penetrasi karena jumlah Cu yang lebih banyak dari Zn. Terlihat dari morfologi katalis dari analisa SEM, katalis CZA2 dan CZA3 memilki tekstur permukaan yang mengindikasikan katalis didominasi oleh Cu (gumpalan kecil) sedangkan tekstur Zn terlihat dari CZA1 yang gumpalannya lebih besar. Setelah katalis selesai direduksi maka dilakukan uji aktivitas katalis. c. Uji Aktivitas Katalis Uji aktivitas katalis dilakukan terhadap katalis CZA1, CZA2, dan CZA3 pada proses sintesis DME. Metode ini dipilih berdasarkan hasil analisis BET yang memberikan luas permukaan katalis terbesar, sehingga diharapkan dapat membantu proses aktivasi katalis dalam sintesis DME. Walaupun dari hasil analisis XRD, metode kopresipitasi dengan waktu aging 2 jam memberikan jumlah kristal yang tidak banyak, namun struktur katalis secara fisik cukup baik (kokoh) jika dibandingkan dengan metode sol gel kopresipitasi yang menghasilkan struktur fisik katalis sangat rapuh (seperti tepung). Kemungkinan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut. 1) 2CO + 4H2 CH3OCH3 + H2O 2) CO + 2H2 CH3OH 3) 3CO + 3H2 CH3OCH3 + CO2 Konversi CO dan H2 terhitung lebih besar dibandingkan konversi yang terukur. Hal ini dapat dimengerti, karena konversi nyata lebih kecil dibandingkan konversi termodinamika. Katalis CZA2, konversi yang paling tinggi dibandingkan dengan katalis lain. Katalis ini memiliki performa paling baik, baik untuk proses reduksi dan proses sintesis DME. Hal ini diduga karena peran Zn untuk menjaga sisi aktif katalis (Cu) agar tidak mudah terjadi sintering dan dapat mendeaktivasi katalis, yaitu menurunkan aktivitas dari katalis. Jika jumlah Zn terlalu sedikit maka akan membuat konversi semakin kecil karena katalis cepat terdeaktivasi yang disebabkan logam Cu akan mengalami penurunan luas permukaan dikarenakan terjadinya sintering pada katalis. dan juga Zn memiliki selektivitas dalam produksi metanol yang juga berpengaruh terhadap hasil DME. Namun, jika jumlah Zn terlalu banyak maka akan membuat kinerja Cu sebagai inti aktif katalis akan lebih sedikit sehingga menyebabkan aktivitas dari katalis rendah. Sehingga diperoleh kondisi optimum jumlah Zn dalam katalis adalah 27%. Katalis memerlukan waktu konstan untuk bereaksi sebesar 6 jam, dimana memiliki konversi CO ratarata sebesar 4,1% dan konversi H2 rata-rata sebesar 7,7%.
Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN “Veteran” Yogyakarta
E03-5
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 13 April 2017
ISSN 1693-4393
100%
100% CZA1
CZA3
60%
Konversi kesetimbangan
40%
CZA1
80%
CZA2
Konversi CO
Konversi H2
80%
CZA2 60%
CZA3
Konversi kesetimbangan
40% 20%
20%
0%
0% 0
2
4
Waktu (jam)
6
0
8
2
4
Waktu (jam)
6
8
(a) (b) Gambar 4.(a) Konversi H2 (b) Konversi COTerukur pada Berbagai Macam Katalis 100%
CZA1 CZA2 CZA3
60%
100%
Konversi CO
Konversi CO
80%
Konversi kesetimbangan
40% 20%
Konversi kesetimbangan
80%
CZA1 CZA2 CZA3
60% 40% 20%
0%
0% 0
2
4
Waktu (jam)
6
8
0
(a)
2
4
Waktu (jam)
6
8
(b)
Gambar 5. (a)Konversi CO pada Reaksi 1 atau 2 (b) Konversi CO pada Reaksi 3 untukBerbagai Macam Katalis Konversi CO terbesar pada rekaan reaksi 3) dengan tipe katalis CZA2. Dari perhitungan simulasi termodinamika yang dibuat, reaksi 3) memiliki nilai energi bebas Gibbs terkecil dibandingkan reaksi lainnya (1 dan 2). Semakin kecil nilai energi bebas Gibbs memberikan indikasi bahwa reaksi akan mudah terjadi secara spontan. Jika dilihat dari nilai konversi yang terbesar, katalis CZA2 selalu memberikan nilai yang paling besar. Hal ini menandakan bahwa katalis ini memang yang paling stabil dan memiliki selektivitas yang paling baik dibandingkan jenis katalis lainnya. Jia (2006) melaporkan bahwa kandungan ZnO akan memperbesar konversi karbon monoksida dan menaikkan selektivitas dari dimetil eter. Namun jika jumlah ZnO terlalu banyak juga tidak membuat konversi CO besar. Jumlah kandungan ZnO memiliki nilai optimum dalam produktivitas katalis. Dilihat dari hasil analisa SEM, pada katalis CZA2 bentuk kristal katalis hampir seragam dibandingkan dengan katalis CZA1 dan CZA3. Dengan bentuk kristal yang homogen tentu membantu dalam proses sintesis. Ukuran diameter pori katalis CZA2 memiliki ukuran yang cukup baik untuk proses reduksi maupun sintesis DME. Kesimpulan Hasil analisa XRD menunjukkan pembuatan katalis menggunakan metode sol gel kopresipitasi menghasilkan jumlah kristal lebih banyak dibandingkan dengan amorfnya (kristal 61,10% dan amorf 38,90%). Pembuatan katalis menggunakan metode kopresipitasi menghasilkan jumlah kristal lebih kecil dibandingkan dengan jumlah amorfnya (kristal 21,80% dan amorf (78,20%). Penambahan waktu aging terbukti cukup untuk pembentukan kristal ZnO.Hasil analisa BET menunjukkan luas permukaan terbesar katalis yang dibuat dengan metode kopresipitasi waktu aging 2 jam paling besar(114,207 m2/g). Semakin lama waktu aging membuat diameter pori semakin besar namun membuat luas permukaan katalis menjadi semakin kecil. Komposisi katalis CZA2 memberikan hasil proses reduksi terbaik (stabil Gambar 3). Jumlah H2 yang diperlukan untuk proses reduksi sama dengan jumlah oksigen yang dilepaskan oleh Cu. Hasil uji aktivitas katalis menunujukkan katalis CZA2, memiliki konversi yang paling tinggi dibandingkan dengan katalis lain. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini terlaksana lancar berkat pendanaan dari BPDK-Sawit 2016.
Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN “Veteran” Yogyakarta
E03-6
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 13 April 2017
ISSN 1693-4393
Daftar Pustaka Hermansyah, H., Slamet, Rahman, SF., (2010): Sintesis dimetil eter menggunakankatalis Cu-Zn/γ-Al2O3 dalam reaktor fixed bed, Seminar rekayasa kimia dan proses, Departemen Teknik Kimia, UI, Depok Huang, M.H., Lee, H.M., Liang, K.C., Tzeng, C.C., Chen, W.H, (2015): An experimental study on single step dimethyl eter (DME) synthesis from hydrogen and carbon monoxide under various catalysts, International Journal of Hydrogen Energy, 40, 13583-13593 Jia, G., Tan, Y., Han, Y, (2006): A comparative study on the thermodynamics of dimethyl ether synthesis from CO hydrogenation and CO2 hydrogenation,Ind Eng hem Res, 45, 1152-1159 Laurentius, S., (2006): Konversi gas sintesis (Syngas) menjadi dimethyl ether dengan katalis berpenyangga gamma alumina, Disertasi, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya Lee, YJ., Jung, MH., Lee, JB., Jeong, KE., Roh, HS., Suh, YW., Bae, JW., (2014): Sigle step synthesis of dimethyl eter from syngas on Al2O3-modified CuO-ZnO-Al2O3/ferrierite catalysts: Effects of Al2O3 content,International Journal of Catalysis Today, 228, 175-182Korea Moradi, G.R., Ahmadpour, J., Yaripour, J., Wang, J, (2011): Equilibrium calculations for direct synthesis of dimethyl ether from syngas, The Canadian Journal of Chemical Engineering, 89, 108-115 Prasad, P.S., Bae, J.W., Kang, S.H., Lee, Y.J., Jun, K.W, (2008): Single step synthesis of DME from syngas on Cu-ZnO-Al2O3/zeolite bifunctional catalysts; The superiority of ferrierite over the other zeolites, Fuel Processing Technology, 89, 1281-1286
Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN “Veteran” Yogyakarta
E03-7
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 13 April 2017
ISSN 1693-4393
Lembar Tanya Jawab Moderator: Luqman Buchori (Universitas Diponegoro Semarang) 1.
Penanya
:
Didi
Pertanyaan
:
Apa yang sangat mempengaruhi Yield DME ?
Jawaban
:
Hal yang sangat mempengaruhi perolehan Yield yaitu luas permukaan. Selain itu jumlah Zn mempromotori perolehan yield, semakin banyak Zn tidak cukup baik dan juga kekurangan Zn juga tidak baik.
Jurusan Teknik Kimia, FTI UPN “Veteran” Yogyakarta
E03-8