STUDI PEMBUATAN BIODIESEL SEBAGAI ENERGI BERSIH DARI MINYAK NYAMPLUNG (Callophyllum Inophylum) MENGGUNAKAN KATALIS KOH/Al2O3 Munajjin1, Husni Husin1,2, dan Marwan1,2 1 Program Magister Teknik Kimia Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2 Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh, Indonesia
Abstract - Study on the biodiesel production from Calophyllum inophyllum oil using KOH loaded on Al2O3 supported as solid catalysts has been done. Reaction parameters of wt% KOH loading was optimized for the production of biodiesel. KOH/Al2O3 solid base catalyst is prepared by impregnation method at temperatures of 300˚C. Their compositions are characterized by using techniques of X-ray diffraction (XRD) and scanning electron microscopy (SEM. A new phase of K2O can be observed at 2 = 25,10; 29,307 and 40,73 degree. The catalysts activity are investigated in transesterification of Calophyllum inophyllum L. oil under the appropriate transesterification conditions at molar ratio of methanol/oil of 10:1, catalyst of 3 wt. % of the amount of oil, reaction temperature of 65 ˚C, and a reaction time of 3 hours. The ratio of 2.5:7.5 of KOH:Al2O3 catalysts is suggested here to be the best formula due to their biodiesel yield of 90.0%. Keywords: Calophyllum inophyllum oil, biodesel, clean energy, potassium oxide, solid catalyst
I. PENDAHULUAN Krisis minyak bumi akhir-akhir ini yang ditandai dengan kekurangan pasokan bahan bakar dipasaran dan meningkatnya harga minyak bumi mentah melebihi USD 110 telah mendorong upaya pencarian bahan bakar alternative. Isu adanya pemanasan global akibat gas rumah kaca khususnya karbon dioksida (CO2) merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi sektor energi ini. Aspek lingkungan adalah masalah lingkungan yang diakibatkan oleh kebergantungan yang tinggi terhadap penggunaan bahanbakar fosil, baik secara lokal-kesehatan (zat-zat pencemar) maupun secara global seperti pemanasan global akibat gas rumah kaca (GRK), hujan asam dan destruksi lapisan ozon (Kardono, 2008). Indonesia sedang giat-giatnya mengembangkan industri biofuel dengan memproduksi biodiesel dan bioethanol. Peranan industri ini semakin penting mengingat kondisi saat ini harga minyak mentah cenderung naik dan ketersediaannya semakin terbatas. Kondisi
12
dan kelangkaan BBM yang kini terjadi hendaknya dijadikan momentum bagi pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang mendukung penggunaan biodiesel dan bioetanol. Biodiesel dipilih sebagai pengganti diesel konvensional karena bersifat biodegradable, tidak beracun, terbarukan, dapat mengurangi emisi CO, SO2, partikulat, dan hidrokarbon dibandingkan dengan diesel konvensional. Biodiesel dapat digunakan seperti diesel konvensional di mesin diesel karena sifatsifatnya sangat mirip dengan diesel berbasis minyak bumi. Biodiesel memiliki viskositas yang tepat, titik nyala tinggi, angka setana tinggi, dan tidak perlu modifikasi mesin yang diperlukan bila menggunakan biodiesel. Kebanyakan biodiesel yang dihasilkan selama ini dari proses transesterifikasi trigliserida minyak nabati dengan menggunakan methanol dan katalis basa (NaOH, NaOMe) yang berlangsung pada suhu 60-80oC. Gliserol dan alkyl ester dipisahkan secara settling setelah
netralisasi katalis. Selanjutnya gliserol dan biodiesel mentah dimurnikan. Akan tetapi, proses ini masih memiliki biaya produksi cukup tinggi dibandingkan dengan diesel minyak bumi. Ada dua faktor yang mempengaruhi biaya produksi biodiesel, yakni harga bahan baku dan biaya pengolahan (Ma dan Hanna, 1999). Biaya produksi dapat dikurangi dengan menyederhanakan tahapan proses dan menghilangkan atau meminimalkan aliran limbah. Salah satu pilihan yang sudah digunakan adalah transesterifikasi dengan metanol superkritis tanpa menggunakan katalis (Huber dkk., 2006). Proses superkritis ini sangat cepat (kurang dari 5 menit) dan tidak adanya katalis mengurangi biaya pemurnian produk. Akan tetapi reaksi ini membutuhkan suhu reaksi yang sangat tinggi (350-400oC) dan tekanan tinggi (100-250 bar) sehingga biaya kapitalnya cukup tinggi. Penggunaan katalis heterogen (padat) dapat menjadi solusi penting dikarenakan katalis mudah dipisahkan dari produk reaksi dan kondisi reaksi tidak perlu setinggi seperti pada proses methanol superkritis (Bournay dkk., 2005). Penggunaan katalis padat dalam produksi biodiesel jelas dapat menurunkan harga biodiesel sehingga biodiesel dapat lebih kompetitif bersaing dengan diesel dari segi harga. Sejumlah logam alkali tanah seperti: MgO, Ca(OH)2 dan Ba(OH)2 telah juga dicoba, yang semuanya larut dengan mudah dalam reaktan alkohol sehingga prosesnya bersifat homogen (Gorzawski, 1999). Beberapa penelitian terus dilakukan untuk mendapatkan katalis padat yang tepat. Survei literatur menunjukkan bahwa ada beberapa katalis heterogen yang pernah dilaporkan untuk mentransesterifikasi minyak nabati, yaitu CaCO3, Zeolit dan Mg-Al-Olt-Bu hydrotalcite yang dioperasikan pada tekanan relatif tinggi (Suppes dkk, 2001, Suppes dkk., (2003). Xie dan Yang (2007) melaporkan penggunaan katalis Ba-ZnO untuk transesterifikasi minyak kedelai pada
suhu 65oC selama satu jam dengan konversi minyak mencapai 95,8%. Dengan menggunakan MgO berpenyangga silica mesopori, Li dan Rudolf (2008) berhasil mendapatkan koversi minyak nabati setinggi 96% setelah reaksi 5 jam pada suhu 220oC. Husin dkk., (2011) berhasil menggunakan katalis dari alam abu sabut kelapa dan abu tandan sawit, mendapatkan yield biodiesl dari minyak jarak sebesar 87,97 %. Jenis bahan alam lainnya yang mengandung kalium adalah abu kelopak jantung pisang (Husin, 2011). Hasil penelitian tersebut melaporkan bahwa abu jantung pisang sebagai katalis yang mengandung K2O menghasilkan yield 85,68% dengan kadar sabun 0,32%. Perolehan ini berdasarkan perbandingan minyak jarak dan metanol 1 : 7 dan 5% katalis. Hasil yang diperoleh dari beberapa peneliti sebelumnya, masih memungkinkan untuk menemukan jenis katalis yang lebih efisien dan ekonomis dalam proses pembuatan metil ester. Makalh ini melaporkan pembuatan biodiesel dari minyak nyamplung menggunakan katalis padat KOH/Al2O3 Katalis dikarakterisasi dengan XRD dan SEM. Kinerja katalis diuji dengan mengukur yield biodiesel pada perbanding rasio KOH dan Al2O3. II. METODELOGI PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: KOH, Al2O3, CH3OH, HCL, indikator PP, HPO4, kertas saring, dan aquades. Adapun alat-alat yang digunakan meliputi: reaktor berpengaduk labu leher tiga, seperangkat alat-alat gelas, mortar, oven pemanas merk Memmert, mafle furnace, pH meter merk Hanna Instruments, timbangan listrik, termometer, corong pemisah, pemanas hot plate, wadah untuk water batch, buret, dan alat-alat pendukung lainnya.
13
Preparasi Katalis KOH/Al2O3 Katalis KOH/Al2O3 dilakukan dengan metode impregnasi, yaitu memcampurkan larutan KOH dengan Al2O3 padat. KOH dilarutkan dalam gelas elemeyer, lalu dicampurkan dengan Al2O3 sesuai dengan perbandingan yang telah ditetapkan, yaitu: 1:9, 2,5:7,5, 5.0:5,0, 7,5:2,5, 9:1. Proses pengadukan dilakukan dengan menggunkan magnetic stirrer selama 3 jam pada suhu kamar. Selanjutnya campuran dikeringkan menggunakan oven pada 110 oC selama 1 malam. Setelah kering campuran KOH/Al2O3 dihancurkan dengan mortar, selanjutnya dikalsinasi dalam tube furnace pada suhu 300 oC selama 2 jam. Reaksi transesterifikasi dan pemisahan Proses transesterifikasi minyak biji nyamplung dengan metanol hingga membentuk metal ester (biodiesel) dilakukan dengan reaktor tangki berpengaduk. Rasio minyak terhadap methanol adalah 1:10 dan jumlah katalis yang digunkan adalah 3% dari jumlah minyak biji nyamplung. Minyak biji nyamplung dan katalis yang telah ditimbang beserta metanol dimasukkan ke dalam reaktor dan temperature operasinya dijaga konstan 65oC. Reaktor ini dilenghkapi dengan condenser yang bertujuan untuk menghindari penguapan metanol selama proses berlangsung. Setelah dilakukan pengadukan selama 3 jam, campuran tersebut dimasukkan ke dalam corong pemisah dan diendapkan selama 48 jam, sedangkan katalis dipisahkan dari campuran reaksi dengan penyaringan. Selama proses pengendapan berlangsung akan terbentuk dua lapisan, lapisan atas adalah biodiesel, sedangkan lapisan bawah adalah lapisan gliserol. Sementara metanol terdistribusi diantara dua lapisan. Pemisahan gliserol dari biodiesel dilakukan dengan membuka corong pemisah, sehingga yang tertinggal di dalam corong pemisah adalah lapisan biodiesel dan metanol yang tidak bereaksi. 14
Setelah tahap pemisahan maka lapisan ester diiisi ke dalam corong pemisah, kemudian dilakukan pencucian dengan menggunakan air hangat (50 oC). Selama proses pencucian dilakukan, sejumlah ester akan membentuk emulsi dengan air, sehingga dibutuhkan waktu 24 jam untuk mendapatkan pemisahan yang baik antara lapisan ester (biodiesel) dan lapisan yang membawa sisa metanol dan ester teremulsi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN X-ray difraktometer (XRD) KOH/Al2O3 Gambar 1 merupakan spektrum XRD KOH/Al2O3. Dari Gambar 1 tampak bahwa kristal K2O terdistribusi pada permukaan Al2O3 amorphous. Senyawa K2O mempunyai intensitas tertinggi pada tiga buah puncak. Tiga buah puncak tersebut yaitu pada 2 = 25,1; 29,307, dan 40,725, seperti disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Difraktogram XRD sampel katalis KOH/Al2O3. Puncak-puncak karakteristik K2O terlihat sangat runcing dan menjulang tinggi di atas puncak tumpul Al 2O3 menggambarkan K2O fasa kristal, sementara puncak-puncak karakteristik Al2O3 sangat tumpul menunjukkan sifat amourphous. Katalis ini disiapkan untuk melihat perbandingan penggunaan katalis
padat dari bahan komersial KOH dan sumber bahan baku dari bahan alam. SEM katalis KOH/Al2O3 Gambar 2 yang merupakan hasil analisa SEM dengan pembesaran 6000 kali dari katalis KOH/Al2O3.
Gambar 3. Hubungan antara biodiesel terhadap KOH:Al2O3
Gambar 2. SEM katalis KOH/Al2O3 Dari Gambar 2 tampak kalium dalam bentuk senyawa K2O terdistribusi pada Al2O3 secara sempurna. Penyangga alumina oksida terlihat berbentuk seperti gugus karang laut yang memiliki pori-pori. Struktur seperti ini memberikan permukaan kontak yang lebih baik dalam proses transesterifikasi. Perolehan biodiesel Impregnasi KOH pada Al2O3 diharapkan akan terbentuk fasa baru, yaitu: senyawa K2O yang terdistribusi pada permukaan alumina sebagai katalis padat. Katalis ini digunakan pada reaksi transesterifikasi minyak nyamplung menjadi biodiesel. Pengaruh kandungan KOH pada alumina terhadap yield biodiesel ditampilkan pada Gambar 3.
yield rasio
Seperti yang didemontrasikan pada Gambar 3, pada pebandingan KOH:Al2O3 1:9 tidak menghasilkan produk biodiesel. Setelah rasio ditingkatkan menjadi 2,5:7,5 perolehan biodiesel langsung meningkat secara signifikan yaitu 90%. Hasil ini mengindikasikan bahwa KOH dapat dipreparasi menjadi katalis heterogen untuk transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel. Akan tetapi, ketika rasio makin ditingkatkan perolehan biodiesel menurun seiring dengan peningkatan KOH pada alumina. Fakta ini kemungkinan karena ketika ditambahakan KOH terlalu banyak mengakibatkan terjadi aglomerasi pada permukaan katalis, sehingga kurang efektif ketika digunakan dalam reaksi. Viskositas Viskositas kinematik merupakan pengukuran terhadap gaya gesek atau hambatan dari laju alir suatu cairan pada suhu tertentu. Semakin rendah viskositas maka biodiesel tersebut semakin mudah untuk dipompa dan menghasilkan pola semprotan yang lebih baik (Islam et al., 2004). Menurut SNI, nilai viskositas kinematik biodiesel yang diperbolehkan adalah 1,9 – 6,0 cSt pada suhu 40 oC.
15
Gambar 4. Hubungan antara viskositas terhadap rasio KOH: Al2O3. Berdasarkan percobaan, hanya sampel dengan kombinasi 2.5:7.5 yang memenuhi standard SNI tersebut. Viskositas biodiesel yang lebih tinggi pada kombinasi yang lain dipengaruhi oleh kandungan trigeliserida yang tidak bereaksi dengan metanol, komposisi asam lemak penyusun metil ester, serta senyawa antara seperti monogliserida dan digliserida yang mempunyai polaritas dan bobot molekul yang cukup tinggi.
Bilangan Asam Bilangan asam adalah salah satu parameter penting yang dinilai dari biodiesel. Gambar 5 mendemonstrasikan hubungan antara hasil analisis bilangan asam meteil ester terhadap rasio KOH: Al2O3. Nilai bilangan asam standard suatu biodiesel adalah 0.8 mg KOH/gr. Dari Gambar 5 terlihat jelas bahwa bilangan asam metil ester berkisar antara 0.75 s/d 0,96 mg KOH/gr. Bilangan asam yang memenuhi standard SNI adalah dari biodiesel yang dihasilkan menggunakan katalis dengan rasio KOH:Al2O3 2,5:7,5.
Gambar 5. Hubungan antara bilangan asam terhadap rasio KOH: Al2O3 Sementara bilangan asam dari biodiesel lainnya tidak berada dalam batasan standard yang telah ditetapkan.
IV. KESIMPULAN Pembuatan biodiesel dari minyak nyamplung sebagai energi bersih dan ramah lingkungan telah berhasil dilakukan. Reaksi transesterifikasi menggunakan katalis padat KOH/Al2O3 untuk mempercepat reaksi. KOH terdekomposisi menjadi fasa baru K2O setelah dikalsinasi pada 300 oC. Yield biodiesel tertinggi diproelh pada rasio KOH:Al2O3 2,5:7.5, yaitu 90%. Biodiesel dari minyak nabati dapat diproduksi menggunakan katalis heterogen sebagai pengganti KOH katalis homogen.
DAFTAR PUSTAKA Bajpai, D. dan Tyagi, V.K. 2006. Biodiesel : Source, Production, Composition, Properties and its Benefits. Joul of Oleo Sci 10 : 487-502. Bournay, L; Casanave, D; Delfort, B; Hillion, G, dan Chodorge, J.A, Catal.Today, 106, 190-192, 2005.
16
Gorzawski, H, Transesterification of methyl benzoate and dimethyl terephalate with ethylene glycol over superbase, Appl. Catal. AGen, 179(1-2), 1999. Huber, G. W, Iborra, S dan Corma, A, Chem. ReV, 106, 4044-4098, 2006. Husin, H. 2010, Kajian awal Penggunaan Abu Pembakaran Limbah Kelopak Jantung Pisang Sebagai Katalis Tranesterifikasi Minyak Jarak Menjadi Biodiesel, Prosiding Seminar Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, 2010. Husin,
H. Yanna Syamsuddin dan Mahiddin, Minyak Jarak Menjadi Biodiesel Menggunakan katalis Abu tandan Sawit Kosong, Prosiding Seminar Nasional akultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, 2006.
Catalysts, Energy & Fuels 2008, 22, 145 – 149. Ma, F, Hanna, M.A, 1999, Biodiesel Production: A review, Bioresource Tech, 70, USA. Suppes, G.J, Bockwinkel, K. Lucas, S, Botts, JB. Mason, MH dan Heppert, JA, Calcium Carbonate Catalysed Alcoholysis of Fats and Oils, JAOCS, 78(2), 2001. Suppes, G.J, Dasari, MA, Doskocil, E.J, Mankidy, P.J dan Goff, M.J, Tranesterification of Soybean Oil with Zeolite dan Metal Catalysts, App. Catal. A. Gen.2003. Xie, W dan Yang, Z, Ba-ZnO Catalysts for Soybean Oil Transesterification, Catalysis Letters, vol. 117, Nos. 34, 159-165.
Husin, H, Mahidin dan Marwan, Studi Penggunaan Katalis Abu Sabut Kelapa, Abu Tandan Sawit dan K2CO3 Untuk Konversi Minyak Jarak menjadi Biodiesel, Jurnal Reaktor, 4 Desember 2011 Islam, M.N., and Beg, M.R.A. 2004. The Fuel Properties of Pyrolysis Liquid Derived from Urban Solid Wastes in Bangladesh. Bioresources Technology 92 : 181-186. Kardono, Potensi pengembangan biofuel sebagai bahan bakar alternative, Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian, Yogyakarta, 18-19 November 2008 . Li, E dan Rudolph, V, Transesterification of Vegetable Oil to Biodiesel over MgO-Functionalized Mesoporous
17