w
w
w
aiphss .
a
i
p
h
kabar
s
s
.
o
r
Edisi IV: Januari 2014
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN):
Apa Manfaat dan Bagaimana Mengakses?
Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK):
Apa yang masih kurang?
Perubahan Sistem Kesehatan dan Implementasi JKN
Butuh Revitalisasi Puskesmas Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS)
Ketepatan Sistem Pembiayaan Kunci Penting Pelayanan Kesehatan yang lebih baik
Berbagi cerita dari lapangan Australian Aid
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
g
Kata Pengantar
P
rogram Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) telah diluncurkan secara resmi pada awal Januari 2013 bertempat di dua provinsi pertama program AIPHSS yakni Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur. Momen tersebut menandai titik awal dimulainya AIPHSS dalam mengimplementasikan aktivitasnya secara penuh. Berbagai aktifitas sebagaimana rencana kerja (work-plan) telah diimplementasikan secara intensif sepanjang tahun 2013, termasuk di dalamnya beberapa kegiatan penunjang diluar rencana kerja nasional, provinsi dan kabupaten. Program AIPHSS juga membantu upaya lain dari Kementerian Kesehatan dalam penguatan sistem kesehatan seperti kegiatan terkait pemberlakuan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) pada awal tahun 2014. Semua kegiatan tersebut menegaskan komitmen yang kuat dan kontribusi yang signifikan dari AIPHSS terhadap upaya penguatan sistem kesehatan di Indonesia. Pencapaian atas target program AIPHSS selama tahun 2013 ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten tidak lepas dari kontribusi banyak pihak melalui koordinasi dan kerjasama yang kuat dan efektif. Untuk semua pencapaian tersebut, program AIPHSS mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah menjadi bagian dari pencapaian ini. Kami berharap, di tahun 2014 kerjasama yang sudah ada dapat terus berlangsung ini akan lebih baik lagi demi tercapainya tujuan akhir Program AIPHSS, yakni penguatan sistem kesehatan di Indonesia, khususnya terkait perbaikan distribusi dan kualitas sumber daya manusia kesehatan, peningkatan kualitas pembiayaan kesehatan serta penyampaian sistem layanan kesehatan dasar. Sekali lagi, terima kasih dan selamat menapaki tahun baru 2014, tahun dimulainya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN). Semoga beberapa cuplikan cerita baik sepanjang tahun pertama Program AIPHSS dalam edisi ini, mampu memberikan gambaran tentang efektifitas program dan kerjasama yang dibangun dengan semua pihak.
Selamat membaca,
drg. Tini Suryanti Suhandi, M.Kes
aiphss Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
kabar
ii
s
Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Resmi Diberlakukan
Apa saja manfaat dan bagaimana mengaksesnya?
K
ita patut bersyukur karena mulai 1 Januari 2014 negara kita sudah memiliki program Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) sebagai salah satu wujud dari Jaminan Sosial Nasional yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Melalui program ini, setiap warga negara bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif yang mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative dengan biaya yang ringan karena menggunakan sistem asuransi. Dengan menjadi peserta program JKN ini, pada saat berobat kita hanya perlu mengikuti prosedur yang ditetapkan dan menunjukan kartu kepesertaan untuk mendapatkan layanan kesehatan sesuai kebutuhan. Prosedur dimaksud adalah, setiap peserta yang membutuhkan pelayanan kesehatan harus terlebih dahulu memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan tingkat pertama; seperti puskesmas, klinik swasta, atau klinik TNI-Polri yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah sakit baru boleh di akses atas dasar rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali kondisi darurat. Pengabaian terhadap prosedur ini maka pembiayaan yang timbul tidak menjadi tanggungan program JKN.
1
Nasio “
Ingat!!!, Jika membutuhkan pelayanan kesehatan, berobatlah ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jangan langsung ke rumah sakit, KECUALI KONDISINYA DARURAT.
Resmi D Jaminan ”
Pelayanan kesehatan yang bisa didapat di fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah sebagai berikut: •
•
•
Mendapat pemeriksaan kesehatan; Pengobatan, dan; Melakukan konsultasi medis. Mendapat tindakan medisyang tidak masuk dalam bidang kompetensi dokter spesialis. Mendapat transfusi darah sesuai kebutuhan medis. Mendapat pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama. Mendapat pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.
•
Mendapat tindakan medis dari dokter spesialis sesuai dengan indikasi medis. Mendapat rehabilitasi medis serta transfusi darah. Mendapat pelayanan rawat inap di ruang non intensif maupun di ruang intensif.
•
Pelayanan kesehatan untuk tujuan kecantikan; Gangguan kesehatan atau penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol, serta; Pengobatan alternatif.
Nasio •
•
Jika kondisi pasien membutuhkan penanganan kesehatan tingkat lanjut maka fasilitas kesehatan tingkat pertama akan merujuk pasien ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, yakni rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang bisa didapat di rumah sakit adalah sebagai berikut: •
Mendapat pemeriksaan diri; Pengobatan, dan; Melakukan konsultasi medis dengan dokter spesialis.
2
• •
•
•
Peserta JKN tahap pertama, adalah: •
Namun demikian, tidak semua pelayanan kesehatan dijamin oleh JKN, misalnya: •
•
• •
Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti prosedur yang ditetapkan; Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS; Pelayanan kesehatan di luar negeri; Pelayanan kesehatan untuk mendapatkan keturunan;
•
•
• •
Anggota TNI dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan beserta anggota keluarganya; Anggota Polri dan PNS di lingkungan Polri beserta anggota keluarganya; Peserta ASKES; yakni semua PNS di Indonesia; beserta anggota keluarganya; Peserta Jamsostek beserta anggota keluarganya; Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Bagi peserta di luar kelima kelompok diatas, yaitu: Kelompok pegawai swasta lainnya, pekerja bukan
onal (J •
ruang perawatan rumah sakit kelas II. Ketiga, iuran 25.500 rupiah jiwa per bulan untuk mendapat pelayanan di ruang perawatan rumah sakit kelas III.
Diberlak “ an Keseh ” Persyaratan pendaftaran,
yang harus diserahkan pada saat mendaftar: •
• • •
Setiap warga negara Indonesia berhak atas Program JKN. Karena itu, gunakanlah hak anda untuk memperoleh manfaat pemeliharaan dan perlindungan kesehatan dengan mendaftar segera mulai tanggal 01 Januari 2014.
Pertama, formulir pendaftaran yang tersedia di kantor BJPS Kesehatan dan sudah diisi; Kedua, KTP/SIM/Paspor dan kartu Keluarga (asli dan fotocopy); Ketiga, pas foto berwarna ukuran 3 X 4 sebanyak 2 lembar. Keempat, Kartu Askes atau Jamkesmas atau JPK Jamsostek; yang masih berlaku. (khusus bagi mereka yang menjadi peserta Askes atau Jamkesmas atau Jamsostek)
Untuk mendapatkan Informasi yang lebih lengkap dan jelas mengenai Jaminan Kesehatan Nasional, dapat anda temukan di situs www.jkn.kemkes.go.id atau menghubungi telepon layanan Halo Kemkes di 500 567 atau Halo Askes di 500 400. Atau, datangi kantor BPJS Kesehatan/PT Askes terdekat.
onal (J penerima upah dan bukan pekerja; pendaftaran dapat di lakukan sendiri di kantor BPJS Kesehatan terdekat.
Caranya mudah, datangi
kantor BPJS Kesehatan untuk mengisi formulir registrasi. Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan memberi anda informasi tentang virtual account. Dari situ, lakukan pembayaran ke BANK BNI46 atau BRI atau Mandiri atau ke Kantor Pos dengan mempergunakan virtual account tersebut. Setelah melakukan pembayaran, anda kembali ke kantor BJPS Kesehatan untuk konfirmasi pembayaran iuran dan akan diberikan kartu keanggotaan JKN.
Masyarakat miskin dan tidak mampu masuk dalam kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iuran preminya ditanggung pemerintah.
Pada saat mendaftar, ada tiga kategori iuran JKN yang bisa dipilih: •
•
Pertama, iuran 59.500 rupiah per jiwa per bulan untuk mendapat pelayanan di ruang perawatan rumah sakit kelas I. Kedua, iuran 42.500 rupiah jiwa per bulan untuk mendapat pelayanan di
Segeralah daftarkan diri dan keluarga anda menjadi peserta JKN. Karena sakit bisa menimpa anda dan keluarga kapan saja. 3
M
elalui berbagai kegiatan dan peristiwa sepanjang tahun 2013, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH kerap menggaris bawahi masalah terkait kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kesehatan. Menurut beliau, meskipun secara nasional akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar sudah meningkat dengan ditandai meningkatnya jumlah pusat layanan seperti Puskesmas dan Poskesdes dimasing-masing desa serta mulai diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) per 1 Januari 2014, namun data statistik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukan adanya ketimpangan dalam penyebaran atau distribusi tenaga terampil kesehatan sesuai jenis dan sifat pekerjaan.
kantong Daerah Tertinggal Terpencil Perbatasan (DTTPK) seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua. Namun demikian, persoalan ini tidaklah berdiri sendiri tetapi terkait erat dengan berbagai faktor seperti: kondisi geografis, transportasi, infrastruktur serta yang paling dasar adalah regulasi terkait kuantitas dan kualitas dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan dimaksud.
Dari data yang ada, secara nasional, jumlah tenaga kesehatan belum memenuhi target per 100.000 penduduk. Jumlah dokter spesialis baru mencapai 7,73 dari target 9; Dokter umum tercatat baru mencapai 26,3 dari target 30. Sementara perawat baru mencapai 157,75 dari target 158 dan bidan 43,75 dari target 75 per 100.000 penduduk. Dengan kondisi seperti ini, tentunya bisa dibayangkan, ketersediaan tenaga kesehatan di kantong-
Disela-sela acara peluncuran program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dukungan AIPHSS pada bulan Juli 2013, Menteri Kesehatan menegaskan tentang masih adanya kesenjangan antara amanat UU no 12 tahun 2012 dan kondisi SDM Kesehatan dilapangan khususnya tenaga perawat dan bidan. Terkait jenjang pendidikan minimal tenaga kesehatan, tidak kurang dari 146.542 tenaga aktif (perawat dan bidan) belum memenuhi kualifikasi setara Diploma III.
Building Block
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Sumber Daya Manusia Kesehatan: Apa yang masih kurang? 4
Menurut Menteri Kesehatan,Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) menjadi salah satu solusi terbaik yang diambil oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi persoalan kesejangan dan kualitas tenaga kesehatan. Dengan Program PJJ para perawat dan bidan terutama mereka yang bertugas di Daerah Tertinggal Terpencil Perbatasan (DTTPK) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kualifikasinya secara online tanpa harus meninggalkan tempat kerja masing-masing. Dan saat ini kegiatan-kegiatan terkait PJJ telah dimulai di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan dukungan pendanaan dari Program AIPHSS. Untuk mendukung program PJJ dimaksud, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kesehatan bersama AIPHSS telah melakukan
pengembangan Recognise Prior Learning (RPL) D.III Keperawatan dan Kebidanan. Kegiatan ini bertujuan mendapatkan acuan institusi pendidikan keperawatan dan kebidanan dalam menentukan waktu dan kuantitas pembelajaran yang akan ditempuh peserta didik. Selain itu dilakukan pula Kajian Komprehensif Pendididkan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan dengan tujuan mempelajari situasi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ditingkat nasional dan institusi-institusi pendidikan kesehatan ditingkat daerah. Dari sisi regulasi, Kementerian Kesehatan dengan dukungan Program AIPHSS sedang melakukan review terhadap Kepmenkes No.81/MENKES/SK/1/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit. Review tersebut dilakukan untuk mengetahui implementasi Kepmenkes 81/2004 termasuk permasalahan dan faktor yang mempengaruhinya untuk selanjutnya menyusun metode penyusunan perencanaan kebutuahan tenaga kesehatan dilingkungan pemerintah daerah. Berbarengan dengan upaya mereview Kepmenkes 81/2004 tersebut, Sistem Informasi Perencanaan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan juga turut dirancang untuk menyempurnakan implementasi revisi Kepmenkes dimaksud. Sistem informasi dimaksud nantinya dapat digunakkan untuk Perencanaan Tenaga Kesehatan pada Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan (Pusrengun) SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan.(SN)
5
Building Block
Penyampaian Layanan dasar Kesehatan
Perubahan Sistem Kesehatan dan Implementasi JKN Butuh Revitalisasi Puskesmas
R
egulasi sistem kesehatan dan program Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) memberikan tanggungjawab besar dan strategis kepada Puskesmas dengan menjadikannya sebagai sebagai “gate keeper” dari penyelenggara & penyampaian pelayanan dasar kesehatan yaitu, Puskesmas menjadi kontak pertama pasien dalam pelayanan kesehatan formal sekaligus penapis rujukan sesuai standard pelayanan medik. Pertanyaannya : Apakah kapasitas puskesmas telah siap memenuhi kebutuhan perubahan sistem kesehatan sekaligus menyambut diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN)? Apakah kapasitas Puskesmas telah siap melaksanakan fungsi dan perannya sebagaimana diatur oleh SK Menteri Kesehatan RI no 128 tahun 2004?.
6
Dengan peran yang demikian besar dan strategis tersebut dan mengaca pada wajah puskesmas saat ini, revitalisasi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah agenda penting dalam upaya penguatan sistem kesehatan di Indonesia. Pemerintah pusat maupun daerah berpendapat sama, bahwa revitalisasi Puskesmas menjadi kebutuhan penting dan adalah prioritas dengan adanya perubahan sistem kesehatan dan diberlakukannya program JKN, pada 01 Januari 2014. Merespon hal ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama program AIPHSS sejak akhir tahun 2013 telah secara aktif mendorong upaya revitalisasi Puskesmas yang mencakup sepuluh elemen utama yakni penguatan sistem kelembagaan, penguatan peran puskesmas sebagai gate keeper, reformasi struktur organisasi terkait fungsi puskesmas, peningkatan sumber daya manusia puskesmas (tenaga kesehatan), pengaturan logistic, penguatan sistem informasi puskesmas (SP2TP), pengelolaan keuangan puskesmas, dukungan stratifikasi puskesmas, serta implementasi pedoman clinical services dan pedoman pelaksanaan peran puskesmas sebagai penyelenggara upaya kesehatan perorangan (UKP). Secara Kelembagaan atau istitusi, beberapa upaya sedang berlangsung secara nasional antara lain kegiatan
peningkatan kompetensi teknis pelaksanaan urusan kesehatan di daerah melalui penyusunan Standar Kompetensi Teknis Pelaksana Urusan Kesehatan di daerah serta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kompetensi Teknis. Selain itu, dalam upaya mengimplementasi fungsi-fungsi Puskesmas dan strategi pencapaian program secara terintegrasi, dilakukan penguatan melalui dukungan penyusunan peraturan menteri kesehatan (Permenkes) tetang penyelenggaraan Puskesmas melalui integrasi program. Penyusunan rancangan pedoman tentang penyelenggaraan puskesmas dimaksud untuk meninjau kembali rincian upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan masyarakat (UKM). Program AIPHSS juga mendukung Kemenkes dalam melakukan pembahasan dan revisi bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap beberapa Peraturan Pemerintah (PP) antara lain PP no. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah serta PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota. Di internal Kemenkes sendiri, upaya revitalisasi puskesmas merupakan upaya saling terkait antar berbagai jajaran dalam Kementerian Kesehatan antara lain jajaran Bina Upaya Kesehatan Dasar (BUKD), Badan Pengembangan & Pemberdayaan Sumber Daya Kesehatan (BPPSDM), Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (PPJK) serta Biro Perencanaan dan Anggaran (ROREN). (SN)
7
Building Block
Pembiayaan Kesehatan
Ketepatan Sistem Pembiayaan Kunci Penting Pelayanan Kesehatan yang Lebih Baik
8
perkiraan/dugaan normatif masyarakat dan bagaimana sistem kesehatan dapat membiayainya.
N
egara berkewajiban memenuhi kebutuhan pembiayaan pelayanan kesehatan dengan tepat, baik itu pelayanan yang bersifat kuratif, preventif dan/atau promotif. Dengan diberlakukannya sistem Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN), maka sumber dana untuk pengobatan akan di-cover oleh skema JKN. Sementara pembiayaan preventif dan promotif akan bersumber dari kantong Biaya Operasional Kesehatan (BOK) maupun kantor-kantong lain dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Prinsip pembiayaan kesehatan adalah keadilan dalam kontribusi pembiayaan dan perlindungan terhadap resiko keuangan berdasarkan dugaan bahwa sebaiknya rumah tangga dapat membayar bagiannya secara adil tanpa memperburuk keadaan finansial yang ada. Sementara indikasi adil akan bergantung pada
Untuk membantu Pemerintah Nasional, Provinsi dan Kabupaten melakukan perencanan pembiayaan berbasis bukti (evidence based health financing), Program AIPHSS mendanai kegiatan-kegiatan terkait penyusunan Health Account ditingkat nasional (NHA), provinsi (PHA) dan Kabupaten (DHA), khususnya PHA dan DHA diwilayah sasasaran program AIPHSS. Health Account dimaksud, secara sederhana adalah suatu cara pemantauan yang sistematis, komprehensif serta konsisten terkait pemanfaatan aliran dana/pembiayaan pada sistem kesehatan (health spending). Tujuan utama dari Health Account adalah mengukur alur pengeluaran yang ada dimasing-masing tingkat sehingga pembiayaan kesehatan ditahun yang akan datang dapat diproyeksikan secara tepat sasaran dan tepat manfaat. Sementara untuk mendukung pelayanan rumah sakit yang lebih baik, pemerintah nasional dalam hal ini Kementerian Kesehatan telah menetapkan Indonesia Case Based Group (INA CBGs) sebagai sistem pembayaran dalam JKN. INA-CBGs sendiri merupakan sistem klasifikasi/ pengelompokan beberapa jenis penyakit dan prosedur/tindakan dalam satu pelayanan di suatu rumah sakit dengan pembiayaan yang
dikaitkan dengan mutu dan effetivitas pelayanan terhadap pasien. Sistem ini juga dapat dipergunakan sebagai salah satu standar penggunaan sumber daya yang diperlukan dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dengan kata lain sistem INA-CBGs ini merupakan sistem pemerataan jangkauan yang berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan yang menjadi salahh satu unsur dalam pembiayaan kesehatan. Sistem INA-CBGs ini sebenarnya bukan hal yang baru, namun telah diterapkan sebagai metode pembayaran pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas di fasilitas kesehatan tingkat lanjut dan kemudian akan digunakan dalam progam JKN. Untuk itu sistem ini telah diperbaharui dan disesuaikan untuk mengikuti pola kesehatan dalam JKN. Pembaharuan sistem INA-CBGs jelas membutuhkan sosialisasi yang tepat waktu dan tepat sasaran, khususnya kepada rumah sakit non PPK Jamkesmas yang nantinya akan bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, Rumah Sakit PPK Jamkesmas dan perwakilan dari Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia(PERSI). Terkait sosialisasi INA-CBGs dimaksud, Program AIPHSS telah mendukung pendanaan empat tahap sosialisasi yang telah berlangsung selama bulan Desember 2013. (SN)
9
Berbagi cerita
dari Lapangan Cuplikan beberapa cerita dibawah ini dikirim langsung dari lapangan dimana program AIPHSS dimplementasikan, teristimewa sepanjang Oktober – Desember sebelum menutup tahun 2013. Kebanyakan cerita datang dari Provinsi dan Kabupaten yang secara praktis mulai resmi beraktifitas pada bulan September atau beberapa bulan setelah disepakati dan ditetapkannya rencana kerja (workplan) sekaligus dimulainya penempatan staff program AIPHSS atau yang dikenal sebagai Program Management Unit (PMU) dimasing-masing wilayah.
10
i
n
Berbagi cerita
BPPSDMK
dari Lapangan
Mengembangkan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kesehatan untuk Mendukung Tercapainya Jaminan Kesehatan Nasional dan Tujuan Pembangunan Milenium Bidang Kesehatan
W
alaupun pencapaian target pembangunan milenium bidang kesehatan secara nasional sudah sejalan dengan target yang diharapkan, namun beberapa masalah kesehatan antara lain : Penurunan angka kematian ibu, pencegahan penularan infeksi baru HIV, perluasan akses terhadap sarana air bersih dan air minum bagi masyarakat perkotaan dan perdesaan serta penurunan laju pertambahan penduduk tetap menuntut kerja keras semua pihak.
dengan tujuan memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, termasuk dengan penyediaan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk di Indonesia. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional yang dimulai pada 01 Januari 2014 membutuhkan ketersediaan SDM kesehatan dalam jumlah, jenis dan mutu yang memadai dan terdistribusi dengan baik. Sementara tantangan di bidang SDM Kesehatan masih sangat kompleks dan tidak memungkinkan untuk diatasi oleh Kementerian Kesehatan sendirian.
Dalam hal ini, Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan dipandang sebagai komponen kunci untuk menggerakkan pembangunan kesehatan, yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat dari setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Dan Isu SDM kesehatan menjadi semakin strategis sejalan dengan berlakunya Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dukungan, kerjasama dan jalinan koordinasi yang baik dari para pemangku kepentingan terkait dalam jangka panjang mutlak diperlukan, baik di tingkat pusat dan daerah. Dan hal ini hanya akan dapat dicapai melalui komitmen politis di tingkat pimpinan yang dapat menggalang berbagai upaya untuk pengembangan SDM kesehatan dari berbagai pemangku kepentingan termasuk swasta dan masyarakat.
Atas kondisi ini, maka sejak tahun 2010, Pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi dan Fasilitasi Pengembangan Tenaga Kesehatan yang beranggotakan lintas Kementerian/ Lembaga, perwakilan organisasi profesi, asosiasi pendidikan tenaga kesehatan, asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan, dan perwakilan lembaga internasional, dibawah koordinasi Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kementerian Kesehatan. Dalam Lokakarya Nasional Pengembangan Tenaga Kesehatan tahun 2011 dan 2012, telah dihasilkan komitmen berupa dokumen Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025 yang diharapkan menjadi acuan pemangku kepentingan untuk mendukung pelaksanaan pengembangan tenaga kesehatan. Sementara di Lokakarya Nasional Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan tahun 2013 diharapkan berpeluang
11
menghasilkan komitmen di tataran politis dan teknis untuk melaksanakan pengembangan tenaga kesehatan. Selain itu, forum ini bisa menjadi ajang dialog antar pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, sekaligus menjadi momentum bagi para pemangku kepentingan untuk memulai tindakan nyata dalam memperkuat SDM kesehatan. Terkait hal tersebut , Lokakarya Nasional (LokNas) Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Tahun 2013 yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 29-31 Oktober 2013 telah membahas peningkatkan sinergi antara pemangku kepentingan di pusat dan daerah dalam mengembangkan dan memberdayakan SDM Kesehatan dalam konteks persiapan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional dan upaya akselerasi terhadap tujuan pembangunan milenium kesehatan. Adapun dua keluaran (output) yang diharapkan dari pelaksanaan LokNas tersebut adalah: 1. Upaya strategis dan praktis dalam pengembangan dan pemberdayaan SDM kesehatan termasuk peluang replikasi hasil best practice 2. kesepakatan/komitmen pelaksanaan rekomendasi langkah-langkah penguatan SDM kesehatan dan monitoring bersama untuk mendukung tercapainya JKN dan MDG kesehatan (Loknas Pengembangan & Pemberdayaan SDM Kesehatan 2013, BPPSDMK)
12
B D O
BON DOW OSO Berbagi cerita dari Lapangan
Jaminan Kesehatan Nasional
Dinkes Bondowoso melakukan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
B
idang Pelayanan Kesehatan (Yankes) - Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso berkerjasama dengan PT Askes (Persero) cabang Banyuwangi Provinsi Jawa Timur melaksanakan kegiatan sosialisasi program Jaminan Kesehatan Nasional yang diikuti oleh sekitar 80 peserta dari unsur pimpinan dan jajaran di lingkungan Dinas Kesehatan, Direktur rumah sakit, organisasi profesi, Kepala Puskesmas sekabupaten Bondowoso, kantor Bappeda, serta rumah sakit TNI Polri di wilayah Bondowoso serta turut dihadiri oleh AIPHSS Kabupaten Bondowoso. Mengawali sambutanya, PLT Kepala Dinas Kesehatan Kab. Bondowoso, dr. Muhammad Imron, M.MKes mengatakan bahwa sosialisasi ini bertujuan untuk mempersiapkan dan mendukung pelaksanaan JKN pada Januari 2014, dan juga terkait dengan akan bertransformasinya PT Askes menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Kami berharap sosialisasi ini dapat memperluas wawasan tenaga kesehatan di Bondowoso terkait sistem BPJS, yang tentunya semakin meningkatkan layanan prima masyarakat dalam mendapatkan layanan kesehatan,” ujar PLT.
Kepala Dinas Bondowoso.
Kedepannya, lanjut dia, beberapa tantangan masih harus dihadapi oleh Puskesmas yang harus segera diatasi, seperti : Puskesmas Botolinggo yang belum memiliki dokter umum; Dokter keluarga yang belum proporsional dengan jumlah kepesertaan, dan; Belum adanya juklak/juknis dari pusat. Semua persoalan tersebut harus segera dicarikan jalan keluarnya, imbuhnya. Dengan demikian diharapkan Puskesmas dan rumah sakit dapat
menerapkan pelayanan excellent dan operasional excellent sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Sementara itu, Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda Bondowoso, Ida Susanti, SH menegaskan, bahwa masih diperlukan verifikasi terhadap jumlah kepesertaan untuk menghindari kesimpangsiuran data, karena selama ini Kabupaten Bondowoso masih mengacu pada data Jaminan Kesehatan Daerah ( Jamkesda) tahun 2008, dimana APBD mengalokasikan dana sekitar lima milyard rupiah per tahun dengan kisaran nilai premi sebesar Rp 19, 925 per orang. Dengan dilakukan verifikasi dimaksud maka rencana pemerintah menerapkan JKN mulai tahun 2014 akan semakin jelas sasaran, perubahan dan manfaat yang diperoleh oleh masyarakat. Pertemuan sosialisasi JKN ini berakhir pada pukul 12.30 setelah sesi tanya jawab dengan Kepala Kantor PT Askes (Persero) cabang Banyuwangi, Adi Sunarno, Apt. Beberapa pertanyaan yang diajukan peserta berkaitan dengan, antara lain: Nilai kapitasi di setiap Puskesmas dan perlakuan kepesertaan askes dan non askes; Mekanisme dan kesiapan tenaga bidan dalam mengembangkan jejaring dengan fasilitas kesehatan primer di daerah; Keberadaan laboratorium dan farmasi, serta; Peran rumah sakit swasta di daerah (Samuri & Bondowoso Team)
13
BONS DOWB OSOD Berbagi cerita
BONDOWOSO
dari Lapangan
PEMDA Bondowoso Dukung AIPHSS melalui Penetapan Chief Implementing Unit dan Tim Pelaksana Teknis.
B
ondowoso yang juga dikenal sebagai Kota Tape dan berjarak sekitar 200 km dari ibu kota Surabaya, merupakan satu dari empat kabupaten selain Kabupaten Sampang, Bangkalan dan Situbondo yang menjadi wilayah sasaran program AIPHSS di Provinsi Jawa Timur. AIPHSS sendiri merupakan program kemitraan antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Indonesia terkait penguatan sistem pembiayaan kesehatan dan tenaga kerja kesehatan unntuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan dasar.Program tersebut didanai oleh Pemerintah Australia yang dikelola langsung oleh Dinas Kesehatan kabupaten sasaran.Hal ini selaras dengan salah satu prioritas pembangunan Kabupaten Bondowoso, khususnya program peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Dinas Kesehatan sebagai Chief Implementing Unit (CIU) program AIPHSS Kabupaten Bondowoso. Dasar pertimbangan dikeluarkannya SK ini diantaranya : Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah dan PMK nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah.
Sebagai bentuk respon dan dukungan terhadap kerja sama dengan lembaga donor, baru-baru ini Bupati Bondowoso Drs. H. Amin Said Husni, telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Penetapan Kepala
Selain itu, dalam rangka memperkuat eksistensi daerah dalam melaksanakan program AIPHSS, Bupati Bondowoso melalui SK Bupati Nomor 188.45/l382/430.6.2/2013 telah membentuk Tim Pelaksana
14
Dengan keberadaan SK Bupati tersebut diharapkan Kepala Dinas Kesehatan, dr. Muhammad Imron, M.MKes akan segera menetapkan Pengelola Manajemen yang meliputi; Program Manager berasal dari Pejabat Esselon III di lingkungan Dinas Kesehatan, dan Program Management Unit (PMU) tingkat kabupaten hasil rekruitmen Implementing Service Provider (ISP) guna mendukung kelancaran program ini.
Teknis (Technical Working Group/ TWG) . TWG ini diketuai oleh Kepala Dinas Kesehatan Bondowoso selaku leading sektor dan beranggotakan Pejabat Eselon III dan IV dari Dinas Kesehatan, Bappeda, Badan Kantor Daerah (BKD) dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BP2KB).
Tugas dan fungsi dari Tim Pelaksana Teknis yang dibentuk ini, salah satunya adalah memberikan dukungan dan arahan teknis, serta melakukan pengawasan dan evaluasi pengelolaan program hibah di Kabupaten Bondowoso. Di samping itu, Tim yang beranggotakan 10 orang tersebut memiliki agenda pertemuan rutin sekurang-kurangnya 4 (empat) kali setahun.
Dengan adanya 2 (dua) SK Bupati tersebut, membuat kehadiran program AIPHSS di kabupaten Bondowoso memiliki payung hukum yang kuat dan program AIPHSS dapat mendukung visi Bupati demi terwujudnya masyarakat Bondowoso yang beriman, berdaya dan bermartabat. Semoga. (Samuri & Bondowoso Team)
NSITU WBON ODOS Berbagi cerita dari Lapangan
SITUBONDO
Sosialisasi dan Pembentukan Tim DHA Kab. Situbondo
B
ertempat di RM. Restu, Jl. PB.Sudirman dilaksanakan kegiatan Sosialiasi dan Pembentukan Tim District Health Account (DHA) Kabupaten Situbondo. Kegiatan ini bertujuan memberikan gambaran awal pentingnya DHA dan manfaatnya bagi stakeholder lokal. Adapun sasaran sosialisasi kegiatan ini adalah unsur dari Dinas Kesehatan, Bappeda, Puskesmas, Badan Pusat Statistik (BPS), BKKBN, DPPKAD, RSUD Dr. Abdoer Rahem, RS. Elizabeth, dan unsur dari DPRD Kabupaten Situbondo.
Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab. Situbondo, Drs. Abu Bakar Abdi, Apt., Msi. Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kesehatan menyampaikan bahwa Dinkes memerlukan pendampingan DHA untuk mengetahui sejauhmana pembelanjaan kesehatan di
15
SITUB D BON O DOS Situbondo. Bagi Dinkes Situbondo kegiatan ini merupakan kegiatan pertama yang didukung sepenuhnya oleh AIPHSS dengan harapan kegiatan ini menjadi pintu pembuka bagi proses pendampingan yang akan datang dalam upaya peningkatan perbaikan system kesehatan di Situbondo.
Kegiatan sosialisasi ini menghadirkan dua (2) narasumber dari propinsi, masing-masing : Siti Haripi, SKM. M.Kes, dan TA AIPHSS dr. Frankie Hartanto. Siti Haripi, SKM. M.Kes, yang mewakili Pemda Provinsi Jawa Timur membagikan pengalaman dan praktik baik terkait pelaksanaan DHA di tingkat provinsi Sementara TA AIPHSS, Dr. Frankie menyampaikan perbedaan antara health budgeting dan health financing, serta mengapa DHA menjadi penting bagi Dinas Kesehatan serta mitra kerja terkait di tingkat Kabupaten.
Setelah berakhirnya sosialisasi, kegiatan ini dilanjutkan dengan pembentukan tim inti DHA yang berjumlah 5 orang,terdiri dari unsur Dinas Kesehatan (2 orang), Bappeda ( 1 orang), Rumah Sakit (1 orang) dan Badan Pusat Statistik ( 1 orang). Tim DHA ini selanjutnya akan mengikuti pelatihan di tingkat provinsi pada tanggal 16-20 Desember 2013, sebelum melaksanakan tugas mereka, melakukan pengumpulan dan analisis data DHA. (Bovi Villa & Situbondo Team)
16
UBON DOW N OSO Berbagi cerita dari Lapangan
BONDOWOSO
Perkuat Sistem Rujukan melalui Program Kemitraan
D
alam kerangka akselerasi implementasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso melangsungkan kegiatan bertajuk Lokakarya pemantapan standar prosedur operasional rujukan
Lokakarya yang diikuti oleh semua Kepala Puskesmas dan UGD, serta Rumah Sakit se-kabupaten Bondowoso dan digelar di hotel Ijen View, Bondowoso ini, merupakan hasil kerjasama
Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan RI dibawah program AIPHSS yang dikelola oleh Dinas Kesehatan setempat.
Kegiatan lokakarya yang dibuka secara langsung oleh Plt. Kepala Dinas Kesehatan dr. Mohammad Imron, M.MKes menghadirkan dua narasumberdari Dinas kesehatan Provinsi Jawa Timur, masing-masing : Mirza Esvanti, S.KM, M.Kes, staff pada Pelayanan Rujukan Khusus dan DR. dr. Tri Maharani, M.Si SP.EM.dan diikuti oleh 60 orang peserta serta perwakilan Dinas SKPD terkait, dan Kepolisian. Dalam sambutan-nya dr. Imron, salah satu persoalan yang disinggung adalah angka rujukan di Bondowoso mencapai 24%, padahal standar minimalnya hanya 15%.
“Kita menyadari bahwa kualitas struktural, kuantitas prasarana belum optimal. Tapi mari kita tetap berikan pelayanan yang terbaik, karena tuntutan masyarakat semakin banyak dan ini menjadi tantangan sekaligus sebagai kontrol bagi Puskesmas dan rumah sakit,” tegas beliau.
17
diharapkan Dinas Kesehatan perlu lebih maksimal menyosialisasikan supaya masyarakat memahami tentang sistem rujukan.
OND
Sementara menurut Kasie Bina Puskesmas dan Rujukan Dinkes Bondowoso Yanti Nurhayati, S. Kep,Ns,M.MRS, dengan kegiatan ini diharapkan adanya pemahaman yang benar mengenai konsep rujukan. Sistem rujukan merupakan salah satu bagian penting yang harus dioptimalkan sehingga pasien dapat ditangani secara tepat, cepat, murah dan aman. Oleh karena itu, kegiatan lokakarya ini merupakan upaya membangun komitmen pemangku kepentingan pada unit sarana kesehatan dalam mewujudkan sistem rujukan yang sesuai dengan standar operasional prosedur yang sudah ada.
Narasumber, Mirza Esvanti selaku staff Kasie Pelayanan Rujukan Khusus dalam presentasi materinya menyampaikan bahwa di Provinsi Jawa Timur saat ini, terdapat 960 Puskesmas. Dari jumlah tersebut sebanyak 19 Puskesmas belum memiliki dokter umum, untuk itu dengan terbitnya Permenkes nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN), persoalan SDM menjadi pekerjaan rumah dan harus dibenahi bersama. Menurutnya juga, untuk melakukan respon cepat terhadap rujukan diperlukan SOP yang mapan dan terorganisir di masing-masing Puskesmas.
Sementara Ifan Rizky dari bagian Humas dan Legal rumah sakit Mitra Medika menyatakan bahwa persoalan rujukan yang terjadi lebih banyak persoalan komunikasi dan SDM. Untuk itu
18
Narasumber kedua, Tri Maharani mengatakan bahwa dalam banyak pengalaman, banyak anggota masyarakat ingin langsung dirawat di rumah sakit padahal program JKN mensyaratkan pelayanan rujukan berjenjang. Karena itu, pemantapan sistem rujukan di Bondowoso sebaiknya lebih mengedepankan pendekatan komunikatif, bukan medis.. Menurutnya, sosialisasi bisa
menggunakan brosur, leaflet, atau booklet yang berbeda target sasaran. Pesan berjenjang, serial, dan berkesinambungan lebih efektif dan efisien disampaikan kepada aparatur desa/ kelurahan, tokoh masyarakat/ agama, supaya bisa kembali menjelaskan kepada pihak keluarga. “Seni komunikasi bisa menjadi salah satu solusi yang mampu merubah pola komunikasi di masyarakat terhadap masalah rujukan” terang doctor alumni Universitas Brawijaya yang pernah menjabat sebagai Kepala Puskesmas Pakem Bondowoso. “SDM Kesehatan harus memahami konsep Triage, yaitu tindakan pengelompokan pasien berdasarkan berat ringannya kasus, harapan hidup, dan tingkat keberhasilan yang akan dicapai, sesuai dengan standar pelayanan UGD yang dimiliki, karena logika dasar rujukan adalah meningkatkan kesembuhan dan mengurangi kematian” pungkasnya mengakiri sesi diskusi. Di akhir sesi, disampaikan pula rencana tindaklanjut kegiatan, berupa sosialisasi dengan staff teknis Puskesmas dan rumah sakit yang menangani rujukan pada tanggal 16 Desember mendatang. (Samuri & Tim)
N D G
NGA DAN GAD NGADA
Berbagi cerita dari Lapangan
Pertemuan Tim Techincal Working Group (TWG)
A
IPHSS Kabupaten Ngada memfasilitasi pertemuan Technical Working Group (TWG) tingkat Kabupaten guna merumuskan rekomendasi kegiatan Workplan Tahun 2014. Melalui pertemuan ini, TWG AIPHSS Kabupaten Ngada merekemondasikan 38 kegiatan yang akan diusulkan pada Workplan 2014 yang diyakini dapat berkontribusi terhadap pencapaian indikatorindikator Program AIPHSS.
yang dratfnya telah disusun, tim teknis diharapkan bisa berperan memberikan input sesuai rambu-rambu dari Kementerian Kesehatan RI (baca: Performance Framework AIPHSS) dan rambu-rambu tersebut mohon di share ke teman-teman tim sehingga kegiatan kita tidak keluar dari rambu-rambu yang ada” Kata Ketua TWG dalam
Kegiatan Pertemuan TWG ini dihadiri oleh Kepala Bappeda selaku Ketua TWG AIPHSS Kabupaten Ngada dan para anggota TWG yang berasal dari lintas sektor; Bappeda, RSUD Bajawa, BKD-Diklat, Dinas Kesehatan serta Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal Health (AIPMNH) dan Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) sebagai undangan. Dalam sambutannya, Hillarius Sutanto, selaku Ketua TWG mengingatkan kembali fungsi TWG untuk mengawal perjalanan AIPHSS ke depan dengan memberikan dukungan lintas sektor yang dibutuhkan nantinya.
Proses kegiatan ini dipandu oleh Yak Jos Mawo, Sekretaris Dinas Kesehatan yang juga Sekretaris TWG. Beliau mengajak seluruh peserta pertemuan TWG ini untuk mengidentifikasi dan menganalisis seluruh kegiatan, baik yang ada di Workplan 2013 maupun Workplan 2014 dan memastikan tidak terjadi double pembiayaan untuk kegiatan yang sama dari sumber pembiayaan lainnya seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun AIPMNH. Sekretaris TWG juga mendorong seluruh peserta untuk mempertimbangkan usulan kegiatan baru yang dianggap sesuai dengan indikator-indikator Program AIPHSS.
“Sesuai dengan SK Tim TWG yang telah ditetapkan oleh Bupati Ngada No. 31.B/KEP/ DINKES/2013, kita sama-sama akan memberikan masukan terkait dengan WP 2013 dan WP 2014 AIPHSS. WP 2014
sambutannya.
“Jangan nafsu besar, jadi mabuk sendiri. Nanti tabrakan dengan kegiatan-kegiatan yang ada di Dinas Kesehatan, perhatikan dari sisi waktu dan sumber daya manusia nya
sehingga semua kegiatan bisa dilaksanakan dengan baik” tambah Ketua TWG di sela sela diskusi.
Salah satu kegiatan baru yang diusulkan di dalam pertemuan TWG datang dari Sekretaris BKD-Diklat Kab.Ngada agar melalui Program AIPHSS, penerapan Penilaian Kinerja Pegawai dapat disesuaikan dengan kebijakan Badan Kepegawaian Nasional, PerKa. BKN No 01 Tahun 2013 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS, karena melalui penerapan kebijakan baru ini diyakini mampu mendorong peningkatan kualitas kerja seluruh pegawai yang ada di Kabupaten Ngada, khususnya di jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada karena setiap PNS akan dinilai berdasarkan Sasaran Kerja Pegawai yang telah dibuat sebelumnya dan oleh karenanya setiap pegawai akan merasa terdorong untuk mencapai sasaran (target) tersebut.
“Peraturan Kepala BKN Perka 01/2013 tentang Penilaian Prestasi kerja PNS, rujukan teknis PP No 46/2011.Format penilaian sudah berbeda dengan mulai Tahun 2014 nanti, penilaian terhadap sasaran kerja pegawai bobotnya 60 % sedangkan bobot penilaian prilaku hanya 40%.Selama ini cuma ada penilaian terhadap perilaku tidak pada kinerja pegawai” kata Christian Haning dalam diskusi yang sedang berlangsung. Melalui pertemuan ini disepakati, sembilan kegiatan dibatalkan, lima kegiatan dari Workplan 2013 yang di carry over dan 13 kegiatan baru yang diusulkan pada Workplan 2014. Hasil Pertemuan TWG AIPHSS Kabupaten Ngada ini selanjutnya akan diteruskan sebagai masukan pada Pertemuan TWG di tingkat Propinsi NTT dan di tingkat pusat. (Hery Firdaus & Ngada Team)
19
SAM SAMPANG
Penataan Sistem Rujukan
P
Berbagi cerita dari Lapangan
PAN GSA enataan Sistem Rujukan Kesehatan Perorangan di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan isu penting menjelang pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional ( JKN) yang dimulai Januari 2014. Untuk antisipasi pelaksanaan JKN, Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang melaksanakan kegiatan Penataan Sistem Rujukan Perorangan Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar melalui Pembentukan Tim Penataan Sistem Rujukan pada tanggal 28 November 2013 di Grand Restaurant Camplong.
Kegiatan Pembentukan Tim Penataan Sistem Rujukan ini dihadiri oleh semua pejabat Eselon III , Kepala Seksi yang berkaitan dengan Pelayanan Kesehatan dan Rujukan, Subag Perencanaan & Anggaran Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang, RSUD dan Perwakilan dari Puskesmas Kamoning dan Omben serta dihadiri juga oleh Tim AIPHSS; Prof.Dr.Ascobat Gani, dr. Sandi Iljanto, dr.Frankie sebagai narasumber, PME Officer BUKD, PPMU Coordinator dan DPMU Sampang. Pertemuan diawali dengan pengarahan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang, dr. Firman Pria Abadi, MM. Beliau menyampaikan bahwa di Kabupaten Sampang belum ada Sistem Operasional Prosedur (SOP) Rujukan yang benar-benar jelas dan sesuai dengan standart.
“Yang ada saat ini baru SOP kebidanan. Oleh karena itu penataan sistem rujukan perorangan ini sangat penting dilaksanakan untuk mengantisipasi pelaksanaan JKN/BPJS 2014, danSOP ini perlu dibuat berdasarkan kesepakatan bersama dan diketahui oleh masyarakat”.
Proses selanjutnya adalah diskusi tentang pelaksanaan rujukan perorangan mulai dari tingkat masyarakat, Puskemas dan jaringannya dan rumah sakit. Proses berjalan dengan partisipatif aktif dari seluruh peserta. Sistem rujukan perorangan berfokus pada Fasilitas Puskesmas sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat, Pusat Pembangunan berwawasan Kesehatan dan Pusat Pelayanan Kesehatan. Yang menjadi akar masalah rujukan di Kabupaten Sampang adalah budaya masyarakat dimana rujukan atas permintaan sendiri (APS) masih tinggi yaitu sebesar 30 %. Oleh karena itu dalam menyusun Pedoman Sistem Rujukan perlu memperhatikan isue-isue yang ada selama ini yaitu:
• • • • •
Kriteria seperti kapan pasien harus dirujuk, Peningkatan Kapasitas Puskesmas, Puskesmas PONED, Networking berkaitan dengan transportasi, ambulance, Rujukan berbasis Masyarakat Dimensi Budaya: tiga (3) terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat transportasi dan terlambat penanganan.
Kegiatan diakhiri dengan Pembentukan Tim Penataan Sistem Rujukan melalui SK Bupati dan atas saran Prof. Dr. Ascobat dijadikan satu dengan Tim DHA dan Tim SDM dan disepakati menjadi Kelompok Kerja (Pokja) Penguatan Sistem Kesehatan. Pokja Sistem Rujukan bersama dengan technical assistance rujukan akan melaksanakan diagnostic managerial yaitu menyusun proposal teknis, desk analisis, kunjungan lapangan, draft awal dan seminar draft Sistem Rujukan Perorangan Kabupaten Sampang dan finalisasi Model Sistem Rujukan Perorangan Kabupaten Sampang. Dengan terbentuknya Pokja Penataan Sistem Rujukan Perorangan Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar ini diharapkan dapat tersusun Model Sistem Rujukan Perorangan di Kabupaten Sampang untuk antisipasi pelaksanaan JKN Januari mendatang. (Titien Irawati & Sampang Team)
20
MTTU D
istrict Program Management Unit (DPMU) Program AIPHSS Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) memfasilitasi pertemuan perdana koordinasi Technical Working Group/ Tim Pelaksana Teknis (TWG) di level Kabupaten. Pertemuan yang berlangsung di aula restorant Litani, Kefamenanu ini dihadiri oleh peserta dari lintas sektor yaitu:Bappeda, RSUD Kefamenanu, Bagian Hukum SETDA dan Dinas Kesehatan TTU yang terdiri dari Kepala Bidang dan Kepala Sub Bagian beserta seorang staf serta AIPMNH.
TTU
Berbagi cerita dari Lapangan
Pertemuan Koordinasi Technical Working Group
NTTU ATTU Pertemuan koordinasi TWG ini dibuka oleh Plt. Kepala Dinas Kesehatan TTU yang juga Kepala Bidang PPSMPL, Frans Tas’au SKM, M.Kes. Dalam sambutanya disampaikan bahwa dukungan Pemerintah Daerah TTU terhadap Program AIPHSS ini terlihat dari adanya aturan daerah tentang Penunjukan Tim Pelaksana Teknis (TWG) Program AIPHSS yang telah diatur dalam Keputusan Bupati Timor Tengah Utara Nomor 372 Tahun 2013 tanggal 11 November 2013. Aturan tersebut memuat tugas dan fungsi TWG dimana TWG memberikan saran atau arahan teknis serta melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap program baik dari sisi perencanaan maupun pelaksanaan program dan melakukan koordinasi lintas sektor terkait program dengan melakukan pertemuan sekurang-kurangnya 4 kali dalam setahun. Dalam pertemuan ini terdapat beberapa agenda penting yaitu arahan teknis oleh Koordinator Central PMU Program AIPHSS, Budi Perdana mengenai petunjuk pelaksanaan TWG Kabupaten dan penjelasan pengisian matriks usulan kegiatan Tahun 2014
via teleconference serta pengisian serta pembahasan matriks penyusunan usulan kegiatan program AIPHSS Tahun 2014.
“Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan bahwa pembentukan TWG Program AIPHSS ini adalah tim pelaksana teknis program yang pertama dibentuk dengan adanya aturan daerah atau SK Bupati di tingkat Kabupaten dan SK Gubernur di tingkat Propinsi. Saya juga menyampaikan selamat untuk Kabupaten TTU karena proses penyusunan TWG paling cepat dari Kabupaten lainnya di daerah sasaran Program AIPHSS”, kata Koordinator CPMU dalam arahannya. “Dalam pertemuan ini sekiranya TWG Kabupaten TTU dapat memberikan saran dan arahan dalam membahas usulan kegiatan Tahun 2014 dengan memperhatikan indikator-indikator pencapaian program dalam Perfomance Framework Program AIPHSS”, lanjutnya. Dalam paparan materinya, Koordinator CPMU menyampaikan bahwa salah satu usulan kegiatan yang menjadi perhatian dalam diskusi forum TWG ini adalah mengenai reformasi puskesmas. Tetapi kegiatan ini diganti dengan kegiatan revitalisasi puskesmas dan panduan untuk kegiatan revitalisasi
puskesmas sedang di siapkan oleh Program Technical Specialist bersama tim yang di ketuai oleh Prof. Dr. Ascobat Gani, “Konsep revitalisasi puskesmas ini merupakan konsep besar untuk menyiapkan Puskesmas dalam menghadapi JKN dan perlu koordinasi vertikal ke Pusat. Konsep ini dipilotkan di Program AIPHSS dan menjadi tanggung jawab kita dalam mempersiapkan dan melaksanakan ini”, imbuh dr. Hartono selaku Program Manager AIPHSS dari Dinas Kesehatan Kab. TTU.
Hasil pertemuan koordinasi TWG terdapat 19 kegiatan usulan baru dari masing-masing bidang di Dinas Kesehatan TTU, yang telah dicermati bersama dalam forum TWG. Kegiatan-kegiatan tersebut dinilai dapat menjawab : Tujuan Komponen, Indikator Hasil Antara dan Indikator Luaran dalam Perfomances Framework/Kerangka Kerja Program AIPHSS. Dan ada 11 kegiatan yang dibatalkan untuk dilaksanakan karena dinilai tidak menjawab indikator pencapaian program AIPHSS. Sehingga total kegiatan yang akan dilaksanakan di Tahun 2014 berjumlah 34 kegiatan dari Workplan 2013 dan 2014 serta 19 usulan kegiatan baru yang masih akan dibahas lebih lanjut di level Provinsi dan Pusat. (vp) (Tim PME DPMU TTU)
21
FLOF S TIMT B FLO FLOTIM
Pelatihan Peningkatan Managerial Tim Puskesmas (PML Puskesmas)
menjadi lebih baik bahkan mendidik bakal calon pemimpin yang lain” Tidak hanya dibutuhkan keahlian dalam memimpin, tetapi pengelolaan manajamen yang baik dan terarah serta pemberian pelayanan yang cepat, tepat dan mempunyai mutu yang baik juga diperlukan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan kearah yang lebih optimal.”
“A
da perbedaan antara menjadi seorang pemimpin dan kepala sebuah instansi. Siapa saja bisa menjadi kepala sebuah instansi karena adanya surat keputusan yang mengangkatnya menjadi kepala tetapi belum tentu memiliki keahlian memimpin. Menjadi seorang pemimpin dibutuhkan lebih dari sekedar sebuah surat keputusan, pemimpin yang baik harus bisa mengayomi, mengarahkan dan memberdayakan anggotanya
22
Ungkapan tersebut disampaikan oleh dr. Yosep Usen Aman, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur dalam sambutannya pada kegiatan Pelatihan Peningkatan Managerial Tim Puskesmas (PML Puskesmas) yang dilaksanakan pada tanggal 16–27 November 2013 di Rumah Khalwat, Susteran Weri, Larantuka. Pelatihan ini merupakan salah satu kegiatan dari Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur dalam mendukung upaya peningkatan sistem kesehatan di Indonesia, khususnya di Kabupaten Flores Timur.
Sebagai gambaran,dari 20 Puskesmas di Kabupten Flores Timur yang tersebar di 3 pulau yaitu : Flores Daratan, Pulau Adonara dan Pulau Solor, 8 Puskesmas masuk dalam kategori Puskesmas Rawat Inap dan
Berbagi cerita dari Lapangan
12 sisanya adalah Puskesmas Rawat Jalan. Sedangkan untuk RSUD, saat ini hanya ada di Larantuka, dan rencananya akan dibangun RSUD baru di Pulau Adonara untuk lebih mendekatkan pelayanan. Dilihat dari ketersebarannya diharapkan pelayanan yang diberikan didukung oleh kualitas SDM yang memenuhi syarat dan standart yang ditetapkan.
Kegiatan Pelatihan Peningkatan Managerial Tim Puskesmas (PML Puskesmas) ini dibagi dalam 2 angkatan dan diikuti oleh 60 orang peserta dari 20 puskesmas yang ada di kabupaten Flores Timur dengan komposisi masing-masing puskesmas berjumlah 3 orang yang terdiri dari Kepala Puskesmas, Tata Usaha/Tenaga SKM dan Bidan/Perawat Koodinator/ Penanggung Jawab Program, dengan Narasumber serta Fasilitator dari BAPELKES Propinsi NTT dan Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur. Materi-materi yang diberikan dalam pelatihan ini di antaranya adalah Building Learning Commitment/BLC, Kebijakan Pembangunan Kesehatan, Kebijakan Dasar Puskesmas, Membangun Team (Team Building), Perencanaan Tingkat Puskesmas (Micro Planning), Komunikasi dan Motivasi, Advokasi dan Negosiasi, Lokakarya Mini Puskesmas, Penilaian Kinerja Puskesmas, Pengukuran Kinerja Pelayanan Publik, Teknik Supervisi, Bimtek dan Fasilitasi serta Manajemen Keuangan.
OFLO SUM MTIM BAS O Dalam kesempatan ini juga, dr. Yosep Usen Aman mengharapkan para Fasilitator yang telah mengikuti ToT Manajemen mampu menerapkan manajemen yang terstruktur yang akan meningkatkan kualitas pelayanan dasar, mampu menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK), mampu melaksanakan lokakkarya mini baik lintas program maupun lintas sektor serta mampu melakukan penilaian kinerja internal pada puskesmas masing-masing. Hal-hal ini akan sangat membantu puskesmas dalam hal menghasilkan dokumen Rencana Usulan Kegiatan
serta dokumen Penilaian Kinerja yang nantinya dapat dijadikan bahan evaluasi ditingkat internal puskesmas khususnya dan juga Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur. Untuk internal Dinas Kesehatan sendiri ada beberapa rencana tindak lanjut sesudah Kegiatan diantaranya adalah: 1. Kegiatan workshop penetapan indikator Kinerja dan definisi operasional untuk setiap variable yang telah didapat dalam pelatihan. Hasil workshop ini akan dibuatkan dalam bentuk SK Dinas kesehatan atau SK Bupati
2. Bimtek secara berkala terhadap pelaksanaan penilaian kinerja dalam mekanisme pertemuan yang sudah ada baik itu Lokakarya Mini, Rapat Bulanan atau Rapat Triwulanan serta Semesteral.
Kegiatan perdana AIPHSS kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur ini diharapkan menjadi langkah awal yang baik dan juga contoh bagi pelaksanaan kegiatan lain yang akan dilaksanakan di level Kabupaten. (AIPHSS Flotim Team)
Sumba Barat Daya
Pertemuan Technical Working Group
P
ertemuan Koordinasi Technical Working Group (TWG) Sumba Barat Daya ini berlangsung di ruang pertemuan Sekretaris Daerah (Sekda) Bupati Sumba Barat Daya (SBD) Penentuan tempat dan waktu pertemuan tersebut berdasarkan kesepakatan pihak Dinas Kesehatan Kabupaten SBD dan District Program Management Unit (DPMU) AIPHSS Kabupaten SBD, dengan harapan pihak Pemda dalam hal ini Sekda selaku pejabat yang dimintakan mengundang para lintas sektor bisa membuka acara tersebut sekaligus bisa memantau dari dekat proses diskusi yang terjadi. Pertemuan Technical Working Group (TWG) pertama ini dibuka secara
resmi oleh Sekda Kabupaten SBD (Drs. A.Umbu Zaza, MSi) dan diikuti oleh pejabat dan staf lintas sektor terkait. Diharapkan nantinya tim ini akan dikukuhkan menjadi anggota TWG secara definitif melalui penetapan atau SK Bupati. Pertemuan yang membahas rencana kegiatan tahun 2014, pada sesi pengantar/Petunjuk Pelaksanaan TWG difasilitasi oleh Pa Budi Perdana (CPMU Jakarta) melalui teleconference dan dibantu oleh pihak DPMU SBD (Gerson Rigo, PME Officer) selaku Co-Fasilitator. Setelah sesi pengantar, pertemuan ini dilanjutkan dengan penjelasan/ pembahasan tentang proses pengisian matriks usulan kegiatan tahunan yang mana dikaitkan dengan Performance Framework
Berbagi cerita dari Lapangan
yang mengacu pada Tujuan Komponen, Hasil Antara dan Indikator Keluaran. Draft Rencana Kerja Tahun 2014 yang dibagikan kepada peserta kemudian dibahas dan diberi masukan untuk memastikan mana kegiatan yang di ‘carry over’ dari tahun 2013, kegiatan yang “ditiadakan”, kegiatan yang baru diusulkan serta kegiatan murni Tahun 2014. Proses diskusi ini berlangsung dinamis karena peserta aktif memberikan saran dan masukannya untuk pengisian matriks usulan kegiatan tahun 2014 mengacu pada Tujuan Komponen, Hasil Antara dan Indikator Keluaran. Dalam sesi diskusi ini, Sekda (Drs. A. Umbu Zaza, M.Si) menyempatkan memberikan arahan sekaligus masukan agar kegiatan yang direncanakan hendaknya
23
SUMB D BAS NTTO
mempertimbangkan kebutuhan daerah terutama menyangkut Bidang Pembiayaan Kesehatan, Sumberdaya Manusia Kesehatan serta Pelayanan Kesehatan Dasar di Puskesmas. Lebih lanjut dikatakan oleh Sekda bahwa sebagian besar SDM Kesehatan yang ada di wilayah pelayanan Puskesmas (Bidan, Perawat dll) masih dibawah level/ standar pendidikan D-III, hal ini sangat membutuhkan perhatian serius untuk membenahinya sehingga kedepan akan bisa menjawab tantangan daerah dalam pelayanan kesehatan dasar/primer di tingkat masyarakat (di Puskesmas). Pada kesempatan tersebut juga Sekretaris Dinkes (Drg. Yulianus Kaleka) yang sekaligus mewakili
Kepala Dinkes mengatakan bahwa Program AIPHSS sebenarnya sudah dicanangkan sejak tahun 2012, yang berarti sudah berproses cukup lama di tingkat perencanaan pusat dan daerah. Untuk itu program AIPHSS mesti secara serius mendapat dukungan ditingkat kabupaten khususnya untuk implementasi di tahun 2014. Sekretaris Dinkes juga memperkuat pernyataan Sekda SBD, bahwa adalah penting untuk memperhatikan/mempertimbangkan kebutuhan daerah akan pelayanan kesehatan dasar yang lebih maksimal yang didukung oleh suatu sistem kesehatan yang maksimal pula, terlebih lagi jika dikaitkan dengan situasi dan kondisi Kabupaten SBD yang merupakan kabupaten baruyang umurnya baru sekitar 5-6 tahun.
Nusa Tenggara Timur
Output atau hasil pertemuan TWG tersebut adalah dihasilkannya sejumlah usulan kegiatan tahun 2014 dalam bentuk matriks usulan dengan rincian: 22 kegiatan murni tahun 2014; 2 kegiatan yang di-carry over dari tahun 2013; 2 kegiatan yang “ditiadakan” karena tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan, serta; 3 usulan kegiatan baru. Dengan demikian ada sejumlah 27 kegiatan yang akan diusulkan pada tahun 2014. Kegiatan tersebut merupakan usulan dari Kabupaten SBD yang masih akan dibahas lagi pada pertemuan TWG tingkat selanjutnya dengan mempertimbangkan masukan PTS/TA terkait. (Gerson Rigo & SBD Team).
Berbagi cerita dari Lapangan
Pra-Technical Working Group NTT
“P
erformance Framework harus menjadi tumpuan perencanaan. Saat ini telah ada sejumlah kegiatan tahun 2013 yang belum dijalankan dan akan di carry over ke tahun 2014 ditambah dengan rencana tahun 2014 itu sendiri. Terima kasih buat Program AIPHSS yang telah mempersiapkan matriks bagi kita untuk dapat memfilter kegiatan kita sehingga benar-benar akan ada kaitannya dengan tujuan program yang tercantum dalam Performance Framework”. Demikian petikan arahan dan presentasi Kasubag Program, Data dan Evaluasi Dinas Kesehatan mewakili Program Manager AIPHSS dalam pertemuan pra-TWG AIPHSS yang dilaksanakan pada tanggal 10
24
Desember 2013 bertempat di ruang meeting Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Pertemuan pra-TWG yang melibatkan lintas sektor dan program ini bertujuan untuk melakukan pembahasan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2014. Pertemuan yang dilakukan ditengah padatnya kesibukan akhir tahun ini dihadiri oleh perwakilan lintas program di dinas kesehatan propinsi NTT diantaranya Bidang Kesmas-KIA, sub bagian PDE, bidang Pelayanan Medik dan bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Arahan dan masukan perencanaan diberikan juga oleh perwakilan PMU
propinsi NTT dan Technical Advisor yang menekankan agar perencaan tidak hanya terpaku pada program kerja yang sudah ada namun dapat memunculkan inisiatif program baru yang dapat menjawab tujuan program seperti yang tercantum dalam Performance Frame Work.
Dalam pertemuan ini ada sekitar 24 kegiatan telah dilakukan review agar dapat dilaksanakan pada tahun 2014 dan Kegiatan pra-TWG ini akan dilanjutkan dengan kegiatan pertemuan Technical Working Group yang akan diikuti oleh perwakilan 4 kabupaten intervensi AIPHSS dalam waktu dekat. (Ois Saudila & NTT Team)
MBON DOW S TOSO
Berbagi cerita dari Lapangan
BONDOWOSO
Rujukan berjenjang masih menjadi tantangan Dinkes Bondowoso dalam menyonsong SJSN
“K
og seperti anak Paud ya, pakai tempel menempel” ujar Istri Rusnawati dari Koordinator Rawat Inap Puskesmas Tlogo, ketika masing-masing kelompok diminta melakukan identifikasi permasalahan rujukan di setiap Puskesmas. “Dengan metode ini, kami menjadi tidak ngantuk dan lebih semangat bu”, balas Rita Irawati Perawat dari Curahdami menanggapi komentar Istri Rusnawati.
Dari hasil tempelan kertas warnawarni (baca metaplan) tersebut terungkap; man, money, material, machine, method dan market atau dikenal dengan istilah enam M yang adalah tantangan yang hampir ada di sejumlah Puskesmas terkait pelaksanaan rujukan selama ini. Percakapan dan hasil tempelan metaplan diatas adalah hasil diskusi dalam kegiatan sosialisasi rujukan berjenjang kepada koordinator Unit Gawat Darurat (UGD) dan rawat inap semua Puskesmas, rumah sakit
daerah, dan rumah sakit swasta, yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Bondowoso bertempat di Palm Hotel, Bondowoso.
Kegiatan ini selain dimaksudkan sebagai wahana sosialisasi juga untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang pelayanan rujukan terbaik mereka selama ini. Kejelasan tentang rujukan merupakan hal mendasar dan mutlak untuk dipahami dan diikuti oleh Puskesmas sebagai pemberi layanan dasar kesehatan tingkat pertama dan masyarakat selaku penerima layanan kesehatan yang nantinya akan menjadi peserta JKN. “Saya senang bisa berdiskusi langsung dengan teman-teman dari rumah sakit, dengan bertemu seperti ini kami bisa menyamankan pemahaman tentang rujukan”, ungkap Rita Irawati. Sementara Maskup, perwakilan dari Puskesmas Prajekan, menyampaikan bahwa selama ini proses diskusi sudah dilakukan, tetapi baru sebatas rapat koordinasi antar program
sehingga belum ada kesamaan konsep..
Dari rangkaian sosialisasi dan diskusi, peserta akhirnya memahami kalau sebenarnya pemerintah telah mengatur Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan melalui Permenkes nomor 001 Tahun 2012. Demikian juga dengan sistem rujukan pelayanan kesehatan yang adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal dengan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis, dan dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama yang dalam hal ini berada di tingkat Puskesmas. Dari sharing dan diskusi tersebut disimpulkan bahwa di Kabupaten Bondowoso secara umum masyarakat yang sakit cenderung sudah memilih pelayanan di Puskesmas. Pertimbangan ini pun
25
BONS DOWB OSOD
lebih disebabkan karena kondisi sosial ekonomi keluarga pasien atau tingkat pendapatan sehari-hari dan juga faktor akses secara geografis dimana keberadaan Puskesmas memang lebih mudah dijangkau dari tempat tinggal mereka. Namun demikian, beberapa kejadian tertentu, keluarga pasien justru keberatan jika ada anggota keluarga yang sakit harus dirujuk ke rumah sakit. Alasan mereka memang masuk akal, karena keluarga pasien harus mengeluarkan dan menanggung biaya transportasi ke rumah sakit ataupun biaya selama menunggu pasien tersebut.
“Biasanya kami harus bisa meyakinkan pihak keluarga, dan proses berunding mereka memakan waktu lama kalau sudah mau dirujuk ke rumah sakit karena dengan dirawat ke rumah sakit biayanya cenderung menjadi lebih mahal untuk ongkos bolak-balik, belum lagi biaya makan yang jaga selama di sana”, ungkap Rusnawati yang sudah mengabdi lebih dari 15 tahun. Belajar dari pengalaman di atas, Kepala Bidang Yankes sekaligus District Program Manager AIPHSS Dinas Kesehatan Bondowoso Pasidi Sidiq, M.Kes menjelaskan bahwa Dinas Kesehatan telah berupaya melakukan sosialisasi dengan berbagai pihak untuk mengoptimalkan rujukan yang berkualitas dan memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Oleh karena itu, untuk memperkuat dan pemantapan tentang rujukan ini, Dinas Kesehatan bekerja sama dengan program AIPHSS untuk mengembangkan Standar Operational Prosedur (SOP) dengan berkolaborasi dan menggelar kegiatan bersama seperti sosialisasi, lokakarya, dan nantinya ditindaklanjuti dengan monitoring
26
evaluasi penerapan rujukan di semua Puskesmas, rumah sakit daerah, dan swasta pada Januari tahun depan untuk memastikan kesiapan pelaksanaan program JKN.
Akhirnya, pertemuan berhasil menyusun 16 SOP rujukan mulai dari; prosedur penerimaan pasien di loket, amnanesa pasien, pemeriksaan phisik, sampai bagaimana mereka harus membuat laporan rujukan yang baik berdasarkan permasalahan dan pengalaman yang dihadapi selama bertugas. Dengan demikian,
tantangan Dinkes Bondowoso ke depan adalah komitmen petugas Puskesmas dan rumah sakit dalam melaksanakan SOP yang sudah ada. Selain perlu mengedukasi dan meyakinkan masyarakat tentang rujukan, Puskesmas juga harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa dokter umum dan Puskesmas mampu memberikan pelayanan kesehatan dasar sehingga program JKN di Bondowoso bisa benar-benar efektif, efisien tetapi juga bermutu. (Samuri & Bondowoso Team)
NSITU WBON ODOS
SITUBONDO
Technical Working Group (TWG)
C
uaca yang sedikit kurang bersahabat tidak menyurutkan komitmen dan semangat Tim Technical Working Group (TWG) Situbondo untuk hadir tepat waktu dalam rapat yang digelar pada hari Kamis, 12 Desember 2013 di aula Dinas Kesehatan Situbondo. Di Aula kecil ini semua anggota TWG seperti : Kepala Dinas Kesehatan ( Dinkes) , Kepala Bappeda, Direktur RSUD Abdoer Rahim, perwakilan Badan Kepegawaian Daerah (BKD), perwakilan Bagian Organisasi, Kabid Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Kesehatan (PKMK) Dinkes, Kabid Pelayanan Kesehatan (Yankes) Dinkes, Kabid Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Dinkes, Technical Advisor (TA) AIPHSS dr. Frankie Hartanto dan Tim AIPHSS Situbondo berbaur dan saling menyapa sebelum acara rapat di mulai..
Kegiatan ini dibuka tepat pada pukul 09.00 WIB oleh Kepala Dinas Kesehatan Situbondo, Drs. Abu Bakar Abdi, Apt., Msi. Dan selanjutnya dilaksanakan teleconference bersama Central Program Management Unit (CPMU) AIPHSS yang dipandu langsung oleh Pak Sawidjan Gunadi. Pada kesempatan yang baik tersebut pak Sawidjan Gunadi memberikan arahan dan panduan bagaimana seharusnya proses TWG berlangsung dan output apa saja yang diharapkan dari pertemuan ini. Rapat Tim TWG ini merupakan pertemuan kali pertama yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Situbondo yang membahas
Berbagi cerita dari Lapangan
tentang sosialisasi tim TWG tingkat kabupaten dan rencana kerja Dinkes – AIPHSS 2014. Selain materi Tupoksi dan keanggotaan TWG,dalam sosialisasi ini juga dijelaskan juga rencana kerja Dinkes Situbondo –AIPHSS. Terkait rencana kerja Dinkes Situbondo – AIPHSS yang dibahas dalam rapat ini, merupakan hasil dari pertemuan pra TWG pada tanggal 4 Desember 2013 yang mereview kegiatan rencana kerja 2013 yang menghasilkan draft usulan 2014 dan telah diasistensi oleh TA (dr.Sandy Ilyanto dan dr. Nida Harahap) dalam pertemuan pada tanggal 6 Desember 2013 di Surabaya. Draft rencana kerja Dinkes – AIPHSS 2014 dibawa dalam rapat tim TWG untuk mendapatkan masukan dan persetujuan untuk diusulkan ke AusAid melalui Kementerian Kesehatan RI. Hal ini sesuai dengan Tupoksi TWG Kabupaten Situbondo sebagai forum bersama lintas sektor dalam rangka mendukung, mengarahkan, monitoring pelaksanaan program AIPHSS yang merupakan kerjasama Kemenkes dan Ausaid, dan di wilayah kabupaten, dalam rangka penguatan system kesehatan. TWG merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan di masingmasing tingkat, sehingga dalam pelaksanaannya perlu ditegaskan oleh policy brief di masingmasing tingkatan (Surat Keputusan Menteri, Surat Keputusan Gubernur, Surat Keputusan Bupati, dll.). Rapat TWG ini akhirnya berhasil menetapkan draft final rencana kerja 2014 sesuai prioritas dan kapasitas yang ada pada Dinas Kesehatan dan lintas sektor terkait. (Bovi Villa & Situbondo Team)
27
BANB KALS ANBB
BANGKALAN
Sosialisasi & Pembentukan Tim DHA
P
aparan dari Prof dr Ascobat Gani, MPH tentang apa itu District Health account (DHA) telah menyentak kesadaran semua peserta kegiatan “Sosialisasi dan Pembentukan Tim DHA” di Wisma PKPN Kab Bangkalan, Jumat 29 November 2013. Semakin bertambahnya kucuran dana pembangunan kesehatan di kabupaten Bangkalan setiap tahun pada kenyataannya belum diikuti dengan efektifitas penggunaannya. Musibah bisa saja terjadi sewaktuwaktu dengan kondisi ini, misalkan: orang miskin yang makin banyak jumlahnya,
“Selama ini kita lemah, dan pembiayaan cenderung donor driven. Kita belum melihat, kebutuhan kesehatan dasar masyarakat di satu kabupaten itu apa? Berapa biayanya? Dana selalu tidak cukup, tidak efektif, dan habis untuk hal – hal yang tidak langsung,” papar Prof. Dr. Ascobat Gani, MPH.
Ia melanjutkan, berdasarkan hasil survey statistik di Nusa Tenggara Timur, dana yang dikelola lebih banyak dihabiskan untuk belanja tidak langsung dan operasional. Orang miskin, misalnya, lebih banyak belanja rokok daripada memelihara kesehatan dan memenuhi pendidikan. ”Bagaimana dengan
28
Berbagi cerita dari Lapangan
Bangkalan?” tanya Prof dr Ascobat Gani, MPH
Mengenai kesiapan kita/puskesmas menghadapi Program JKN, beliau mengatakan bahwa BPJS Kesehatan dengan system kapitasi yang diberikan sebenarnya melepaskan beban/resiko secara total kepada puskesmas. “Apakah bapak/ibu sebagai KepalaPuskesmas sudah siap menghadapi semua ini?”, tanya Prof dr Ascobat Gani, MPH lagi. Secara keseluruhan, paparan Prof dr Ascobat Gani, MPH mampu menggugah antusiasme para peserta. Timbul pertanyan-pertanyaan seperti bagaimana potret anggaran kesehatan di Kabupaten Bangkalan saat ini? Apakah sama dengan NTT atau justru malah lebih buruk?
Sementara Kepala bidang Sosial Budaya, Bappeda Bangkalan Drs. Nasrudin mengingatkan pentingnya sektor kesehatan sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Angka Harapan Hidup Kabupaten Bangkalan adalah 63 tahun atau berada di bawah Angka Harapan Hidup ratarata Provinsi jawa Timur yaitu 65 tahun. Bersama Kabupaten Sampang, Bangkalan menjadi kabupaten dengan angka harapan hidup terendah di Provinsi Jawa Timur. Berkaca pada data ini, apakah DHA menjadi sebuah kebutuhan?
“DHA sangat penting untuk perencanaan yang efektif bagi kontribusi sektor kesehatan dalam APBD Kab Bangkalan.Tim DHA tentu bisa memberikan data untuk pihak-pihak yang terkait dengan kebijakan, baik bupati, bappeda, maupun SKPD,” tegas Pak Nasrudin.
Puncak dari kegiatan ini adalah pembentukan tim DHA Kab Bangkalan yang terdiri atas 5 orang mewakili institusi dengan struktural dan keanggotaannya sbb:
Ketua
: Bappeda
Sekretaris :
Dinkes – Pemberdayaan sumber daya (PSD)
Anggota :
Rumah sakit, Dinkes – Pemberdayaan sumber daya (PSD) dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Akhirnya, selamat bekerja tim DHA. Semoga pertemuan ini menjadi awal yang baik untuk perbaikan anggaran pembangunan sektor kesehatan di Kabupaten Bangkalan. Ayo Bangkalan bisa!!! (Yos & Bangkalan Team)
NBPP LSDM BBPP
BPPSDM
Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh
R
apat Koordinasi Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh yang dilaksanakan di Hotel Swiss-Bell Kristal – Kupang, NTT pada tanggal 6 s/d 8 Desember 2013 diharapkan terjadi kesamaan persepsi dan memantapkan persiapan dalam penyelenggaraan PJJ di Poltekkes Kemenkes Kupang. Selain itu juga diharapkan adanya dukungan penuh dari Pemerintah Daerah danBadan Kepegawaian Daerah untuk pengembangan dan pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan, terutama didaerah dengan jangkauan pendidikan yang sulit dan peserta didik yang tidak dapat meninggalkan tempat tugasnya.
Para peserta yang hadir berasal dari Pusdiklatnakes termasuk Technical Assistance (TA), Poltekkes Kupang dan USBJJ serta Dinas Kesehatan Provinsi NTT dan Dinas Kesehatan Flotim, Ngada, TTU dan SBD termasuk perwakilan tutor/dosen dan petugas layanan bantuan belajar (PLBB).
Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Kesehatan (Pusdiklatnakes) – BPPSDMK, dr. Donal Pardede yang dalam sambutannya, menyampaikan beberapa hal yaitu:
•
Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan perlu
disikapi dengan peningkatan kemampuan profesionalisme tenaga kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam peraturanperaturan terkait tenaga kesehatan yang mengandung makna bahwa pada masa yang akan datang tenaga kesehatan profesional yang akan dikembangkan minimal pada tingkat Ahli Madya dan tingkat sarjana.
•
Menghadapi era globalisasi peningkatan mutu sumber daya manusia kesehatan khususnya tenaga kesehatan jenjang pendidikan menengah ( JPM) dan JPT-D1 yang bekerja diunit pelayanan merupakan tuntutan dan kebutuhan pembangunan yang tidak dapat dielakkan lagi.
•
Saat ini masih banyak tenaga kesehatan lulusan jenjang pendidikan menengah ( JPM) dan JPT-D1 yang belum memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan Diploma-III melalui program reguler, terutama di daerah terpencil/tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) ±143.901 orang.
•
Saran dari Ditjen Dikti peningkatan kualifikasi tenaga kesehatan melalui Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) dengan mengacu pada Permendikbud Nomor 24 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Berbagi cerita dari Lapangan
Pendidikan Jarak Jauh pada PendidikanTinggi.
•
Dalam pelaksanaannya seluruh pemangku kepentingan perlu memegang teguh prinsip-prinsip yang tertuang dalam pedoman penyelenggaraan PJJ Jenjang Diploma III Kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsinya, tetapi juga harus realistis sesuai dengan kemampuan SDM, ketersediaan sarana prasarana yang memadai serta ketersediaan dana dan sumber daya lainnya.
Selanjutnya sesudah pembukaan, dilanjutkan dengan paparan dari Poltekkes Kupang yang disampaikan oleh Kepala Jurusan Keperawatan, M.MARGARETHA U.W,SKp, MHSc Dilanjutkan oleh Kepala Jurusan Kebidanan, Bringiwatty Batbual,Amd. Keb, Skep, Ns, Msc mengenai kesiapan Poltekkes Kupang dalam menyongsong pelaksanaan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) untuk D-III Keperawatan maupun D-III Kebidanan.
Pertemuan yang dibuka pada hari jumat sore tanggal 6 Desember tesebut berakhir hingga pukul 22:00 Witeng dan dilanjutkan pada hari berikutnya. Dalam pertemuan ini hadir juga perwakilan dari Kabupaten Nagekeo yang walaupun tidak diundang dalam pertemuan ini, memaksakan untuk hadir demi menyampaikan aspirasi dari calon mahasiswa kebidanan dan keperawatan diwilayahnya agar bisa mendapat perhatian dan kesempatan untuk mengikuti PJJ tersebut. (Allam & BPPSDM Team)
29
www.aiphss.org Kontak kami:
Implementing Service Provider (ISP) Office Gedung Graha Irama 8th Floor, Room H Jl. HR Rasuna Said Blok X-I Kav. 1-2 Jakarta Selatan, INDONESIA 12950 Telp +62 21 526 1289 Fax + 62 21 368 20064 Email:
[email protected]
aiphss kabar
Program Management Unit (Central PMU) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Gedung dr. Adhyatama blok A. Lt. 9 Jl. HR Rasuna Said Blok X.5 Kav. 4-9. Jakarta Selatan, INDONESIA. 12950
Website:
www.aiphss.org Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening (AIPHSS) Program AIPHSS adalah sebuah program kemitraan antara Pemerintah Australia dengan Pemerintah Indonesia terkait penguatan sistem pembiayaan kesehatan dan tenaga kerja kesehatan untuk meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan dasar. Program ini didanai oleh Pemerintah Australia melalui AusAID dan dikelola langsung oleh Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan di masingmasing provinsi dan kabupaten sasaran.
www.aiphss.org