SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017
MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN
AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN
Rizka Novi Sesanti
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017
BAB VI. PERSIAPAN LAHAN
A.
Kompetensi Inti: Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu
B.
Kompetensi Dasar: Menyiapkan lahan / media tanam bagi tanaman pangan dan hortikultura
C. Uraian Materi 1. Identifikasi karakteristik lahan Lahan pertanian menurut bentuk fisik dan ekosistemnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu Lahan basah dan Lahan kering. Berikut ini adalah penjelasan dua macam bentuk fisik dan ekosistem lahan pertanian, yaitu : a. Lahan Basah Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau sementara, mengalir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Sistem penggunaan lahan di lahan basah dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah lahan sawah, gogorancah, sistem surjan, lebak, dan pasang surut. 1)
Sawah:
Sawah
merupakan
tanah
yang
dapat
digenangi
mempertahankannya, dapat diratakan dan dibatasi
air
dan
dengan pematang.
Berdasarkan jenis irigasinya sawah dibedakan menjadi sawah irigasi teknis dan sawah tadah hujan.
Sawah irigasi teknis merupakan sawah yang sumber
pengairannya berasal dari sungai, danau, atau waduk.
Dengan demikian
selalu tersedia sepanjang tahun, dan air pengairan yang masuk ke saluran 1
primer, sekunder, dan tersier volume terukur. Oleh karena itu, pola tanam pada sawah teknis ini lebih fleksibel dibandingkan dengan sawah lainnya. Ciri sawah jenis ini dalam pola tanamnya sebagian besar selalu padi – padi atau padi—palawija jika mendapat giliran gadu. Sawah tadah hujan merupakan sawah yang sumber pengairannya bergantung pada ada atau tidaknya curah hujan. Sawah jenis ini biasanya terdapat di daerah-daerah yang topografinya tinggi dan berada di lereng-lereng gunung atau bukit yang tidak memungkinkan dibuat saluran irigasi. Oleh karena itu, pada sawah semacam ini pola tanamnya adalah padi – bera, padi – palawija, dan palawija – padi. 2)
Gogorancah: Gogorancah merupakan Tanah sawah yang tergantung pada curah hujan, dimana pada awalnya padi diusahakan secara gogo (kering) atau sedikit air, kemudian setelah hujan turun dikelola dengan sistem sawah
3)
Sistem Surjan: Sistem surjan adalah Lahan yang diusahakan dengan membuat guludan atau pematang yang cukup luas (llebar 1—3 m) pada bagian atas yang ditanami palawija /sayuran dan pada legokannya pada bagian bawah ditanami padi sawah
4)
Lebak: Lebak adalah daerah yang umumnya di dataran rendah di sekitar sungai yang terjadi karena luapan air sungai dan air hujan. Terjadi secara periodik yakni selama musim penghujan
5)
Pasang Surut: Pasang surut merupakan lahan yang trebentuk oleh naik turunnya permukaan air sungai akibat terjadinya pasang naik dan surut di laut tempat sungai bermuara
b. Lahan Kering Lahan kering adalah lahan yang tidak jenuh air sepanjang tahun yang digunakan untuk usaha petanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasanya mengharapkan dari curah hujan. Lahan ini memiliki kondisi agro-ekosistem yang beragam, umumnya berlereng dengan kondisi kemantapan lahan yang kurang atau peka terhadap erosi terutama bila pengolahannya tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah.
2
Sistem penggunaan lahan di lahan kering dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah ladang, tegalan, kebun, dan pekarangan. 1) Ladang : Ladang merupakan lahan usahatani kering yang bersifat berpindahpindah. Cara terbentuknya ladang adalah melalui penebangan hutan, lalu dibersihkan, baru kemudian langsung ditanami atau diolah tanahnya terlebih dahulu. Tanaman yang biasa ditanam di lahan ladang adalah jagung, kacangkacangan, ddan lain-lain. Penanaman dapat dilakukan secara monokultur maupun dengan cara tumpangsari. Setiap lahan ladang ini biasanya hanya untuk empat sampai enam musim tanam saja, untuk selanjutnya ditinggalkan yang kemudian hari dapat dibuka kembali setelah subur kembali. Biasanya pada waktu akhir ditanami, ladang tersebut ditanami tanaman tahunan seperti karet atau kopi sebagai bukti bahwa ladang tersebut telah ada yang menguasainya, dan berfungsi sebagai batas apabila di kemudian hari akan dibuka kembali. 2) Tegalan: Tegalan merupakan kelanjutan dari system berladang, hal ini terjadi apabila hutan yang mungkin dibuka untuk kegiatan usaha pertanian tidak memungkinkan lagi. Lahan usahatani tegalan sifatnya sudah menetap. Pola tanam biasanya campur atau tumpang sari antara padi ladang dan palawija (jagung, kacang-kacangan, ubikayu, dan lain-lain). Di lahan tegal biasanya hanya diusahakan pada musim hujan saja, sedangkan pada musim kemarau diberakan (dibiarkan) tidak ada tanaman. Pada lahan tegal, usaha pelestarian produktivitas sudah ada dengan cara pemupukan meskipun terbatas pada saat ditanami saja, sedangkan pelestarian selanjutnya berjalan secara alami, atau dibiarkan tumbuh tanaman liar, yang selanjutnya dibabat pada saat akan ditanami kembali dengan dengan tanaman ekonomi. Produktivitas lahan ini umumnya rendah dan tidak stabil karena keadaan topografinya tidak mendatar dan tidak dibatasi oleh pematang atau sengkedan penahan erosi. 3) Kebun : Kebun merupakan lahan pertanian yang sudah menetap, yang ditanami tanaman tahunan secara permanen atau tetap, baik sejenis meupun secara
3
campuran. Tanaman yang biasa ditanam di lahan kebun antara lain kelapa dan jenis buah-buahan, seperti mangga, rambutan, dan lain-lain. 4) Pekarangan: merupakan sebidang lahan usahatani yang ada di sekitar rumah yang dibatasi oleh pagar tanaman hidup atau pagar mati. Tanaman yang bisa ditanami di pekarangan adalah buah-buahan, sayur untuk memelihara ternak unggas atau terbak kecil, seperti kambing dan biri-biri.
c.
Pengolahan lahan Pengolahan lahan adalah upaya untuk menciptakan kondisi tanah yang gembur
pada kedalaman yang cukup, untuk menyediakan aerasi dan draenase tanah yang lebih baik serta untuk memperluas zona akar sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Tanah yang akan diolah harus dibersihkan dari bebatuan, rerumputan, semak atau pepohonan yang tumbuh. Dan bebas dari daerah ternaungi, karena tanaman sawi suka pada cahaya matahari secara langsung. Pengolahan tanah bertujuan untuk: 1. Menggemburkan tanah 2. Menciptakan kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi lebih baik 3. Membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan 4. Menempatkan sisa-sisa tanaman (seresah) pada tempat yang sesuai agar dekomposisi berjalan dengan baik. 5. Menurunkan laju erosi 6. Meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan 7. Mencampur dan meratakan pupuk dengan tanah 8. Mempersiapkan pengaturan irigasi dan drainase Untuk mencapai tujuan pengolahan tanah yang dikehendaki maka ada tanah yang diolah minimum dan dangkal tetapi ada pula yang intensif dan dalam. Semua tindakan ini tergantung pada keadaan dan tujuan penanaman, yaitu : 1. Macam tanaman yang ditanam, 2. Jenis tanah, 4
3. Sifat atau keadaan tanah, 4. Topografi, 5. Tanaman penutup tanah, dan 6. Sistem pengairan.
Kegiatan
yang
dilakukan
dalam
pengolahan
lahan
diantaranya
adalah
pembersihan dari sisa tanaman dan gulma, penggemburan, pemberian pupuk organik, pengapuran, pembuatan bedengan, dan pemasangan mulsa. 1) Pembersihan sisa tanaman dan gulma Pebersihan sisa tanaman atau gulma dilakukan agar untuk memudahkan dalam pengolahan tanah. Jika sisa tanaman atau gulma yang tersisa masih banyak akan menghambat dalam pengolahan tanah. Penngolahan tanah dengan menggunakan msin maka kinerja mesin akan terganggu sehingga pengolahan tanah menjadi terhambat. Pembersihan sisa tanaman atau gulma dapat dilakukan dengan cara di babat atau atau di bakar. Namun pembersihan dengan cara dibakar akan membunuh mikro organisme tanah. 2) Penggemburan Penggemburan tanah bertujuan untuk menciptakan kondisi tanah yang gembur pada kedalaman yang cukup, untuk menyediakan aerasi dan draenase tanah yang lebih baik serta untuk memperluas zona akar sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Penggemburan tanah dapat dilakukan dengan menggunakan bajak atau dengan menggunakan cangkul. Kedalaman tanah yang digemburkan biasanya sekitar 20—40 cm. Hal tersebut bertujuan untuk memperluas zona akar sehingga akar lebih leluasa untuk tumbuh dan memperoleh air dan nutrisi. 3) Pemberian pupuk organic Pemberian pupuk organik pada saat pengolahan lahan sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Hal tersebut dikarenakan pupuk organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Dengan penambahan pupuk organiak, atau pupuk kandang 5
aerasi dan draenase tanah akan menjadi lebih baik, selin itu pH tanah juga dapat meningkat.
Secara biologi penambahan pupuk organik dapat meningkatkan
mikroorganisme di dalam tanah.
Sebagai contoh pemberian pupuk kandang 10
ton/ha diberikan saat penggemburan agar cepat merata dan bercampur dengan tanah yang akan kita gunakan. 4) Pengapuran Pengapuran dilakukan untuk meningkatkan pH terutama pada lahan-lahan yang memiliki pH rendah (asam). Pengapuran dilakukan jauh-jauh sebelum penanaman benih, yaitu kira-kira 2 sampai 4 minggu sebelumnya yaitu bersamaan dengan saat pengolahan tanah. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pada saat dilakukan penanaman maka pH tanah sudah meningkat. Jenis kapur yang digunakan adalah kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2). Dosis kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2) yang diperlukan untuk meningkatkan pH tanah tergantung dari kondisi pH tanah sebelum aplikasi. Dosis kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2) untuk menaikkan pH berdasarkan kondisi pH awal adalah sebagai berikut: 1. < 4,0 (paling asam): jumlah kapur >10,24 ton/ha 2. 4,2 (sangat asam): jumlah kapur 9,28 ton/ha 3. 4,6 (asam): jumlah kapur 7,39 ton/ha 4. 5,4 (asam): jumlah kapur 3,60 ton/ha 5. 5,6 (agak asam): jumlah kapur 2,65 ton/ha 6. 6,1 – 6,4 (agak asam): jumlah kapur <0,75 ton/ha
5) Pembuatan bedengan Pembuatan bedengan memiliki banyak manfaat untuk tanaman yang akan ditanam. Tujuan dari pembuatan bedengan atau guludan bertujuan untuk: 1. Memperbaiki drainase bagi tanaman yang tidak tahan genangan 2. Mendapatkan lapisan tanah yang atas yang lebih dalam 6
3. Memperbaiki pengumbian pada akar lateral agar menuju ke arah bawah 4. Menghindarkan serangan soil born disease
6) Penggunaan mulsa Mulsa adalah material penutup tanah pada tanaman budidaya yang dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah serta menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tumbuh dengan baik.
Dalam bercocok tanam mulsa
menjadi komponen penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan bercocok tanam. Terdapat dua jenis mulsa yang sering digunakan oleh petani, yaitu mulsa organik dan mulsa plastik. Mulsa organik merupakan bahan penutup tanah yang berasal dari bahan organik. Bahan organik yang biasa digunakan sebagai mulsa adalah jerami padi dan alang-alang. Sedangkan mulsa anorganik adalah bahan penutup tanah yang digunakan berasal dari bahan anorganik. Bahan anorganik yang umumnya digunakan sebagai mulsa adalah plastik.
7