Gunandjar
ISSN 0216 - 3128
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RADIOAKTIF ALFA YANG MENGANDUNG PLUTONIUM DAN URANIUM DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ADSORBEN SERAT KARBON AKTIF DAN PROSES PEMBAKARAN Gunandjar Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN, E-mail :
[email protected]
ABSTRAK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RADIOAKTIF ALFA YANG MENGANDUNG PLUTONIUM DAN URANIUM DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ADSORBEN SERAT KARBON AKTIF DAN PROSES PEMBAKARAN. Radionuklida plutonium (Pu) dan uranium (U) merupakan unsur radioaktif utama yang terkandung dalam limbah radioaktif alfa umur panjang yang ditimbulkan dari proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas. Limbah tersebut harus dilakukan pengolahan untuk siap disimpan dalam jangka waktu yang panjang. Pemisahan kedua radionuklida Pu dan U pada efisiensi reduksi volume tinggi sangat mengurangi volume limbah alfa umur panjang untuk di-disposal dan menurunkan tingkat bahaya limbah. Pengkajian teknologi pemisahan selektif Pu dan U dilakukan sebagai solusi pengelolaan limbah cair radioaktif alfa dan strategi alternatif masa depan. Teknologi pemisahan selektif Pu dan U dari unsur-unsur hasil belah pada efisiensi sangat tinggi dengan proses adsorpsi telah dikembangkan menggunakan bahan adsorbent serat karbon aktif (FAC=Fibrous Activated Carbon). Limbah adsorben yang mengandung Pu dan U kemudian dapat dilakukan proses reduksi volume menjadi sisa abu dengan efisiensi sangat tinggi dengan proses pembakaran. Proses ini mereduksi secara subtansial volume limbah radioaktif alfa. Hasil pengujian menunjukkan bahwa adsorpsi Pu dan U paling baik dengan kapasitas adsorpsi 0,846 mg Pu/g FAC dan 24,0 mg U/g FAC pada asam nitrat 1 M, dan kondisi yang baik untuk insenerasi limbah adsorben dapat dilakukan tanpa adanya partikel yang terbang atau tanpa adanya jelaga pada suhu 500-600 oC. Di Indonesia, pengkajian untuk adaptasi teknologi pemisahan Pu dan U dengan metode adsorpsi dengan bahan adsorbent serat karbon aktif ini perlu dilakukan untuk pengolahan limbah alfa yang ditimbulkan dari produksi radioisotop Mo-99 (di Instalasi Produksi Radioisotop), dan dari uji pasca iradiasi bahan bakar nuklir (di Instalasi Radiometalurgi). Kata kunci : limbah radioaktif alfa, pemisahan plutonium dan uranium, bahan adsorben serat anorganik, adsorben serat karbon aktif, proses insenerasi limbah.
ABSTRACT THE TREATMENT OF ALPHA RADIOACTIVE LIQUID WASTE CONTAINING PLUTONIUM AND URANIUM BY ADSORPTION USING ADSORBENT OF FIBROUS ACTIVATED CARBON AND INCENERATION PROCESS. The radionuclides of plutonium (Pu) and uranium (U) are major radionuclides containing in the long life of alpha radioactive waste generated from reprocessing of spent nuclear fuel. The radioactive waste have to be treated to ready for long term disposal. Removing the Pu and U at high volume reduction efficiencies greatly lowers the volume of the long live alpha radiaoctive waste to be disposed and decreases the hazard level of the waste. The technology assessment of selective removal of Pu and U was carried-out as solution of alpha radioactive liquid waste management and future alternative strategy. The selective removal technology of Pu and U from fision products at very high efficiencies was developed by the adsorption method using an adsorbent of fibrous activated carbon (FAC=Fibrous Activated Carbon). Then the volume of adsorbent waste containing Pu and U was reduced to become residual ash by inceneration process. This process to reduce subtantially the volume of alpha radioactive waste. The test results show that the adsorption of Pu is best with adsorption capacity 0,846 mg Pu/g FAC and 24,0 mg U/g FAC at the nitric acid 1 M, and the inceneration of adsorbent waste no existing the flying of particles or soot was observed and it is found good inceneration at 500-600 oC. In Indonesia, assessment for adaptation the separation technology of Pu and U by adsorption method using inorganic fibrous adsorbent should be carried out for treatment the alpha radioactive wastes generated from Mo-99 radioisotope production (at Radioisotope Production Installation) and from post irradiation examination of nuclear fuel element (at Radiometalurgy Installation). Keywords : alpha radioactive waste, removal of plutonium and uranium, inorganic fibrous adsorbent, adsorbent of fibrous activated carbon, waste inceneration process.
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
69
70
ISSN 0216 - 3128
PENDAHULUAN
P
engelolaan limbah radioaktif yang ditimbulkan dari proses pemanfaatan tenaga nuklir adalah salah satu aspek penting yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan sesuai standar keselamatan yang berlaku. Oleh karena itu masalah program pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif adalah merupakan program yang tidak terpisahkan dengan program pemanfaatan tenaga nuklir yang harus terus dilaksanakan melalui penelitian dan pengembangan, serta pengkajian yang mendalam sehingga diperoleh teknologi pengelolaan limbah radioaktif yang optimal. Penerapan teknologi pengelolaan limbah radioaktif yang optimal sesuai standar keselamatan yang berlaku dalam mendukung program pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia ditujukan untuk menjamin keselamatan pekerja maupun masyarakat serta untuk perlindungan lingkungan hidup terhadap potensi bahaya radiasi baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Di Indonesia, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN telah menerapkan dengan mantap teknologi pengelolaan limbah khususnya untuk limbah aktivitas rendah (LAR) dan limbah aktivitas sedang (LAS) umur paroh pendek (T1/2 < 30 tahun). Selanjutnya untuk pengelolaan limbah aktivitas tinggi (LAT) umur panjang khususnya untuk limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) yang ditimbulkan dari proses pemanfaatan tenaga nuklir, maka perlu disiapkan teknologi pengolahannya baik pada proses reduksi volume limbah maupun proses imobilisasi limbah menjadi kemasan limbah yang mampu bertahan selama waktu penyimpanan yang panjang di dalam fasilitas penyimpanan lestari geologi tanah dalam (Deep Geological Disposal Facility). Berbagai jenis limbah radioaktif cair dari pemanfaatan teknologi nuklir terdapat limbah cair radioaktif alfa umur panjang (mengandung radionuklida pemancar alfa umur panjang) seperti uranium (U) dan plutonium (Pu). Radionuklida uranium dan plutonium mempunyai umur paroh sangat panjang yaitu 238U = 4,5 x 109 tahun, 235U = 6,8 x 108 tahun, dan 239Pu = 2,41 x 104 tahun[1]. Di negara maju di bidang nuklir, limbah tersebut terdapat dalam LCAT atau dalam limbah cair transuranium (LCTRU) yang ditimbulkan dari kegiatan ujung belakang daur bahan bakar nuklir khususnya dari proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas (reprocessing). Di Indonesia, karena menganut strategi daur bahan bakar nuklir terbuka maka tidak melakukan proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas, sehingga bahan bakar nuklir bekas merupakan LAT yang langsung disimpan atau dikirim kembali ke negara asal[2]. Di Indonesia, LCAT dan LCTRU ditimbulkan dari fasilitas produksi radio-
Gunandjar
isotop 99Mo (dari hasil belah uranium) dan dari fasilitas uji pasca iradiasi bahan bakar nuklir. Proses pemisahan Pu dan U dari limbah cair radioaktif alfa (LCAT dan LCTRU) perlu dilakukan untuk mereduksi volume limbah radioaktif alfa tersebut. Proses pemisahan yang sekarang banyak dilakukan adalah dengan metode ekstraksi, koagulasiflokulasi, penukar ion, dsb. Proses pemisahan dengan metode tersebut menimbulkan limbah cair, padat atau semi padat seperti sludge (lumpur) atau resin penukar ion bekas. Limbah radioaktif alfa tersebut kemudian dilakukan proses imobilisasi melalui pemadatan (solidifikasi) menggunakan bahan matriks polimer, aspal, atau synroc, dsb. Proses pengolahan dengan metode tersebut hanya memberikan reduksi volume yang kecil. Untuk meningkatkan tingkat reduksi volume limbah yang lebih besar, maka perlu dikembangkan alternatif proses dengan metode lain yang lebih efektif dan efisien. Pengembangan proses pengolahan dengan peningkatan reduksi volume limbah besar merupakan upaya untuk menurunkan biaya dan penghematan lokasi tempat penyimpanan limbah serta peningkatan faktor keselamatannya. Dalam makalah ini disajikan pengkajian proses pemisahan radionuklida Pu dan U dari limbah cair radioaktif alfa dengan metode adsorpsi menggunakan bahan adsorben serat anorganik (adsorben serat karbon aktif). Keunggulan bahan tersebut adalah bahwa setelah digunakan untuk penyerapan Pu dan U (sebagai adsorben limbah) kemudian dapat dilakukan proses pembakaran sehingga hanya tersisa abu limbah yang mengandung Pu dan U dengan reduksi volume limbah sangat tinggi, sehingga bisa mengurangi biaya penyimpanan. Hasil pengkajian ini diharapkan dapat memberikan masukan alternatif proses pengolahan limbah cair radioaktif alfa umur panjang yang mengandung plutonium dan uranium yang ada di Indonesia. Teknologi ini merupakan salah satu alternatif teknologi yang kemungkinan dapat diterapkan di Indonesia khususnya untuk pengolahan limbah cair radioaktif alfa yang mengandung Pu dan U pada konsentrasi yang sangat rendah. Di Indonesia, limbah cair radioakif tersebut ditimbulkan dari kegiatan produksi radioisotop 99Mo yang merupakan radionuklida hasil belah yang dihasilkan dari pembelahan uranium di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR), dan dari uji pasca iradiasi bahan bakar nuklir di Instalasi Radiometalurgi (IRM).
METODE PENGKAJIAN Metode Metode pengkajian dilakukan dengan mempelajari dan melakukan analisis data berdasar
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Gunandjar
ISSN 0216 - 3128
pustaka yang diawali dengan mempelajari pengelolaan limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) termasuk limbah cair transuranium (LCTRU) yang mengandung U dan Pu (serta aktinida lainnya) yang ditimbulkan dari proses olah-ulang bahan bakar nuklir bekas, dilanjutkan dengan mempelajari dan menganalisis pengembangan proses pemisahan selektif U dan Pu dari unsur-unsur hasil belah dengan proses adsorpsi menggunakan bahan adsorben serat anorganik, kemudian adaptasi teknologi pengolahan LCAT/LCTRU yang ditimbulkan dari produksi radioisotop 99Mo di IPR dan dari uji pasca iradiasi bahan bakar nuklir di IRM dengan proses adsorpsi serat karbon aktif dan pembakaran limbah adsorben.
Tempat dan Waktu Pengkajian ini dilakukan di Pusat Tenologi Limbah radioaktif –BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang, Banten pada tahun 2010, sebagai upaya untuk mempersiapkan proses pengolahan LCAT/LCTRU yang ditimbulkan dari IPR dan IRM dengan reduksi volume limbah yang tinggi.
PENGELOLAAN LIMBAH AKTIVITAS TINGGI
CAIR
Bahan bakar nuklir bekas setelah dikeluarkan dari reaktor nuklir masih mengandung sisa bahan fisil uranium (235U) dan bahkan terdapat bahan fisil baru yaitu plutonium (239Pu) yang dihasilkan dari reraksi pembiakan 238U. Komposisi bahan bakar nuklir sebelum dan sesudah digunakan dalam PLTN dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi bahan bakar sebelum dan sesudah digunakan pada PLTN[3,4]. Nuklida
Bahan Bakar Segar Bahan Bakar Bekas
238U
95,5 %
93 %
235U
4,5 %
1%
Pu + TRU
-
1 % *)
Produk Fisi
-
5%
*) TRU (Np, Am, Cm) dalam jumlah kecil kurang dari 0,1 %.[4]
Di negara maju bidang teknologi nuklir yang menganut strategi daur bahan bakar tertutup seperti Jepang, Perancis, Inggris, Amerika, India, dan Pakistan, melakukan proses olah ulang (reprocessing) bahan bakar nuklir bekas. Dari proses olah-ulang bahan bakar nuklir bekas tersebut ditimbulkan LCAT. Proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas dilakukan untuk mengambil U sisa dan
71
Pu yang terjadi dalam bahan bakar bekas yang kemudian digunakan untuk pembuatan perangkat bahan bakar nuklir baru, yaitu campuran UO2 dan PuO2 (bahan bakar mixture oxyde, MOX ). Bahan bakar ini dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir untuk reaktor pembiak cepat (fast breeder reactor,FBR) dan juga telah dikembangkan untuk bahan bakar reaktor jenis air ringan (Light Water Reactor, LWR). Daur-ulang ke dalam reaktor jenis LWR telah dilaksanakan di Belgia, Perancis, Jerman, Jepang, Swiss dan Rusia [2]. Pada proses olah-ulang, kelongsong (cladding) bahan bakar bekas dipotong dan bahan bakar bekas dikeluarkan dari kelongsongnya. Kelongsong sebagai limbah padat aktivitas tinggi diolah dengan proses peleburan, sehingga diperoleh unsur-unsur hasil fisi dan aktinida atau TRU dalam bentuk logam yang aktivitasnya sudah berkurang dari aktivitas semula karena sudah banyak yang lepas dalam gas buang dan slag. Bahan bakar bekas dilarutkan dalam HNO3 6 – 8 M. Selanjutnya ekstraksi siklus I dilakukan untuk memisahkan aktinida / TRU dari unsur hasil fisi. Pada proses ini ditimbulkan LCAT yang komposisinya yaitu unsur hasil fisi yang terkontaminasi aktinida. Pada ekstraksi siklus II, U dan Pu dipisahkan dari larutan aktinida. Pada proses ini ditimbulkan limbah cair LCTRU dengan kandungan unsur-unsur transuranium yang terkontaminasi unsur-unsur hasil fisi[5]. LCAT kemudian dilakukan imobilisasi melalui proses solidifikasi (pemadatan) dengan gelas borosilikat (proses vitrifikasi) menjadi kemasan limbah yang siap disimpan dalam tempat penyimpanan sementara dengan sistem pendingin selama 30-50 tahun selanjutnya disimpan dalam fasilitas penyimpanan lestari tanah dalam [5]. Lebih dari 50 tahun terakhir di negaranegara maju di bidang nuklir seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Rusia, kegiatan pertahanan nuklir mereka telah menimbulkan LCAT dan LCTRU dengan jumlah besar yang sekarang memerlukan disposal (penyimpanan lestari). Banyak limbah nuklir tersebut disimpan dalam tangki di bawah tanah dengan komposisi terbagi menjadi 3 lapisan yaitu : cair pada bagian atas, lumpur (sludge) pada bagian bawah, dan lapisan kue garam (salt cake layer) berada diantaranya, dengan tingkat radioaktivitas lebih dari 200 juta curie. Unsur Pu, U, Am, Cs, dan Sr adalah kontributor utama yang menyebabkan limbah ini menjadi LCAT. Radioisotop 137Cs dan 90 Sr mengkontribusi 98% energi termal (panas) dan 97% radiasi penetrasi dari limbah selama 30 tahun pertama setelah limbah radioaktif terbentuk [6]. Dalam LCAT atau dalam LCTRU konsentrasi Pu sangat rendah dibanding dengan konsentrasi U, perbandingan konsentrasi Pu dengan U sekitar
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
72
Gunandjar
ISSN 0216 - 3128
9,68x10-3 sesuai dengan perbandingan kandungan kedua unsur tersebut dalam bahan bakar bekas (Tabel 1). Penggunaan teknologi konvensional untuk proses pengelolaan limbah nuklir ini memerlukan biaya yang sangat besar. Di Handford Amerika Serikat biaya pengelolaan LCAT diperhitungkan dapat mencapai angka milyar dolar. Biaya disposal (penyimpanan lestari) didasarkan pada besarnya volume limbah yang telah diproses menjadi kemasan limbah yang siap disimpan, oleh karena itu reduksi volume adalah suatu peluang penghematan biaya dan harus diupayakan sebagai prioritas utama [6]. Uranium dan plutonium adalah dua unsur radioaktif yang memberikan kontribusi utama pemancar alfa (sebagai limbah alfa) umur panjang. Pemisahan plutonium dan uranium yang masih terkandung dalam LCAT atau dalam LCTRU sangat mengurangi volume limbah alfa dan menurunkan tingkat bahaya serta kesetimbangan atau integritas blok limbah hasil imobilisasi, sehingga lebih menawarkan untuk memilih opsi disposal (di fasilitas disposal/penyimpanan lestari) dan memberikan penghematan biaya disposal dalam jumlah besar[7]. Pemisahan Pu dan U tersebut selain dapat menurunkan volume limbah, maka bila dalam jumlah yang cukup ekonomis kedua bahan tersebut dapat pula digunakan sebagai masukan untuk bahan bakar baru. Salah satu upaya untuk mereduksi volume limbah cair radioaktif alfa adalah pemisahan U dan Pu dengan metode adsorpsi dengan bahan adsorben serat karbon aktif diikuti dengan proses pembakaran [8].
PENGEMBANGAN PROSES PEMISAHAN SELEKTIF UNSUR PLUTONIUM DAN URANIUM DENGAN BAHAN ADSORBEN SERAT KARBON AKTIF Di Jepang pengembangan proses pemisahan Pu dan U dengan metode adsorpsi telah dilakukan di JAERI (Japan Atomic Energy Research Institute) bekerjasama dengan Unitika LTd. Pada proses pemisahan Pu dan U konsentrasi sangat rendah yang terkandung dalam limbah cair radioaktif alfa dikembangkan suatu adsorben anorganik berbasis pada serat karbon yang diaktifkan yaitu Fibrous Activated Carbon (FAC) yang dikembangkan oleh Unitika LTd. Adsorben serat ini mengandung karbon lebih dari 90% dalam unsur-unsur penyusunnya dan bahan tersebut stabil secara kimia dan fisika sebagai adsorben anorganik. Selain itu, bahan serat ini dapat dengan mudah dibakar dan hanya meninggalkan sisa abu dalam jumlah sangat kecil. Oleh karena itu dengan menggunakan adsorben serat anorganik ini dapat
menyerap bahan radioaktif Pu dan U, yang selanjutnya limbah serat yang mengandung Pu dan U dapat dibakar dalam unit insenerasi, sehingga diharapkan dapat mereduksi volume limbah sangat besar[8]. Adsorben serat (fibrous adsorbent) adalah serat karbon aktif dari turunan hempasan tar batubara (coal tar pitch derevative) yang mempunyai sifat-sifat karakteristik sebagai berikut[8] : (1) mempunyai luas permukaan lebih besar daripada 1.000 m2/g, (2) permukaannya mempunyai pori-pori halus yang dapat mempercepat adsorpsi, (3) adsorben serat ini dapat dicetak dengan mudah menjadi bentuk sebagai cartridges dan mudah digunakan, (4) sebagai karbon penyusun lebih dari 90% (dalam bentuk unsur-unsur) dapat mudah dibakar, dan hanya meninggalkan abu dalam jumlah kecil. Tabel 2 menunjukkan perbandingan antara adsorben serat dengan adsorben granular karbon aktif (bentuk butiran kecil) sebagai adsorben konvensional. Tabel 2. Sifat-sifat adsorben serat karbon aktif (FAC) dan granular karbon aktif (granular activated carbon, GAC)[8]. Adsorben
A D Pori-pori V Pori-pori D butir (m2/g) (Å) (ml/g)
FAC,A-10 1325
14
0,57
16 µm
FAC,A-15 1722
18
0,83
14 µm
20
1,19
12 µm
14-24
0,50
2 mm
FAC,A-20 2097 GAC
1000
Ket : A = Luas Permukaan, D = Diameter, V = Volume
Kapasitas Adsorpsi Pu dan U Pada Adsorben Serat Karbon Aktif Pada uji adsorpsi kesetimbangan dan uji alir melalui kolom digunakan 3 jenis sampel larutan limbah simulasi sebagai berikut : 1. Larutan simulasi Pu dengan konsentrasi Pu=5,0 mg/liter dalam asam nitrat 1,0-7,0 M. 2. Larutan simulasi Pu dengan adanya U dengan konsentrasi Pu = 4,06 mg/liter dan U=5,28x103 mg/liter dalam asam nitrat 0,98 M. 3. Larutan campuran Pu, U,dan Cs-137 dengan konsentrasi Pu = 3,9x10-2 mg/liter, U = 0,264x103 mg/liter, aktivitas gamma = 1,85x103 Bq/liter,dan dalam asam nitat 0,038 M. Kapasitas adsorpsi Pu atau U pada adsorben serat karbon aktif diperoleh dengan jumlah Pu atau U yang diserap pada kondisi kesetimbangan dalam waktu 24 jam. Jumlah adsorpsi Pu dan U pada kondisi kesetimbangan dihitung dengan persamaan sebagai berikut [8] :
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Gunandjar
ISSN 0216 - 3128
Q = (Co-C)( V/m)
(1)
73
Dalam Persamaan (1) ini Q adalah kapasitas adsorpsi atau jumlah adsorpsi kesetimbangan (mg/g), Co dan C adalah konsentrasi Pu atau U dalam larutan sebelum dan sesudah adsorpsi oleh adsorben (mg/liter), V adalah jumlah volume larutan (liter), dan m adalah jumlah adsorben yang digunakan (g). Pengaruh luas permukaan adsorben serat karbon aktif terhadap kapasitas adsorpsi Pu dalam larutan 1 M HNO3 ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Kapasitas adsorpsi Pu dalam larutan 1 M HNO3 terhadap luas permukaan spesifik adsorben serat karbon aktif (FAC) [8]. Adsorben
DPori A spesifik Kapasitas Adsorpsi Pu, (mg/g) (Å) (m2/g)
FAC, A-10
14
1325
0,615
FAC, A-15
18
1722
0,846
0,785 2097 FAC, A-20 20 Ket : A=Luas Permukaan, D=Diameter Digunakan 3 jenis bahan adsorben serat karbon aktif masing-masing mempunyai luas permukaan dan porositas yang berbeda (adsorben FAC : A-10, A-15, dan A-20). Pada Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa kapasitas adsorpsi Pu pada adsorben serat karbon aktif (FAC) optimum pada adsorben untuk FAC A-15 yang mempunyai luas permukaan 1722 m2/g dan diameter pori-pori 18 Å. Lebih besar atau lebih kecil dari harga tersebut kapasitas adsorpsi Pu pada adsorben serat karbon aktif menurun. Pengaruh konsentrasi asam nitrat terhadap kapasitas adsorpsi Pu ditunjukkan pada Gambar 1. Kurva pada Gambar 1 tersebut menunjukkan bahwa kenaikkan konsentrasi HNO3 menyebabkan kapasitas adsorpsi Pu menjadi menurun. Oleh karena itu untuk proses adsorpsi Pu dipilih pada konsentrasi HNO3 yang rendah dan konsentrasi 1 M HNO3 cukup memberikan kapasitas adsorpsi yang cukup tinggi. Pengaruh adanya uranium (U) terhadap kapasitas adsorpsi Pu oleh adsorben serat karbon aktif ditunjukkan pada Tabel 4. Dalam hal ini larutan campuran Pu dan U dalam asam nitrat 1 M, terjadi kompetisi adsorpsi Pu dan U oleh adsorben serat karbon aktif. Jumlah U yang teradsorpsi adalah sekitar 24,0 mg U/g FAC dan Pu adalah 0,61 mg Pu/g FAC. Bila konsentrasi rasio (perbandingan) konsentrasi Pu dan U disbandingkan, diperoleh bahwa Pu/U pada larutan mula-mula 0,77 x 10-3 setelah adsorpsi Pu/U menjadi 0,19 x 10-3.
Gambar 1. Pengaruh konsentrasi HNO3 terhadap kapasitas adsorpsi plutonium pada proses adsorpsi dengan adsorben serat anorganik [8]. Tabel 4.
Efek kapasitas adsorpsi Pu dengan adanya U menggunakan sampel adsorben serat karbon aktif (FAC) adalah A-20[8].
Kapasitas Konsentrasi Unsur Konsentrasi setelah diadsorpsi, adsorpsi Awal (mg/g) (mg/liter) (mg/liter) Pu
5,24
1,31
0,79
U
none
none
none
Pu
4,06
0,998
0,61
U
5.28 x 103.
5,16 x 103.
24,0
Pada Tabel 4 diketahui bahwa adanya U dengan konsentrasi sebesar 1000 kali lebih besar daripada konsentrasi Pu, maka kapasitas adsorpsi Pu menunjukkan hanya sedikit turun, ini menunjukkan bahwa adanya U tidak memberikan efek yang besar terhadap sifat adsorpsi daripada adsorben serat karbon aktif (FAC).
Hasil Uji Adsorpsi Dengan Aliran Melalui Kolom Kurva penerobosan (pelepasan) atau adsorpsi dari uji adsorpsi dengan aliran melalui kolom untuk larutan limbah simulasi campuran Pu, U, dan Cs ditunjukkan pada Gambar 2. Besarnya pelepasan atau adsorpsi Pu, U, dan 137Cs dinyatakan dengan harga rasio konsentrasinya dalam larutan sesudah dan sebelum adsorpsi oleh adsorben (C/Co). Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa tidak ada pelepasan Pu ketika larutan ini berada kira-kira 3 kali volume kolom yang dilewatkan (C/Co = 0), berarti semua terserap oleh adsorben. Sedang untuk U menunjukkan adanya pelepasan dalam jumlah kecil pada langkah proses awal setelah volume larutan dialirkan sebanyak 1 kali volume kolom yang dilewatkan,
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
74
ISSN 0216 - 3128
yaitu pada waktu larutan yang dialirkan sebanyak 200 ml atau pada waktu pengaliran 70 menit). Pada saat yang sama untuk 137Cs terjadi pelepasan dengan jumlah besar dari permulaan dan tidak diadsorpsi (C/Co = 1).
Gunandjar
pembakaran sangat mungkin terjadi pada 500600 oC. Sisa abu sangat sedikit dan tidak ada partikel terbang (flying of particle) dan tidak teramati adanya jelaga (soot) selama pembakaran. b. Pengaruh laju alir udara pada suhu pembakaran pada 500 oC menunjukkan bahwa pembakaran dapat disempurnakan dalam waktu 1 jam bila laju alir udara 0,2 liter/menit dan suhu 500 oC. Bila laju alir udara dinaikkan lebih dari 0,5 liter/menit, partikel-partikel dari adsorben serat karbon aktif (FAC) mulai terbang selama pembakaran, dimana fenomena ini tidak dikehendaki. Bila suhu dinaikkan lebih dari 900 o C, pembakaran terjadi dengan cepat disertai dekomposisi bahan limbah adsorben dan menyebabkan senyawa volatil berterbangan, hal ini tidak dikehendaki. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa kondisi pembakaran yang optimal (direkomendasikan) adalah pada : laju alir udara 0,05 – 0,1 liter/menit, suhu 500-600 o C, dan waktu pembakaran 30 – 60 menit.
Gambar 2. Kurva C/Co untuk plutonium, uranium dan Cesium-137 terhadap waktu pengaliran atau jumlah volume larutan pada proses adsorpsi dengan adsorben serat anorganik (serat karbon aktif / FAC)[8]. Harga C/Co antara 0-1 dapat dilihat sebagai persentase (%) pelepasan (0 - 100%) atau sebaliknya persentase penyerapan. Pada waktu pengaliran larutan 100 menit (jumlah larutan yang dialirkan 294 ml) terjadi adsorpsi Pu = 100 % (pelepasan Pu = 0 %), U teradsorpsi = 89,6 % (pelepasan = 11,4 %) dan untuk Cs tidak teradsorpsi (pelepasan = 100%). Pada waktu pengaliran larutan 200 menit (jumlah larutan yang dialirkan 588 ml) terjadi Pu teradsorpsi tetap 100 % (pelepasan Pu = 0 %), tetapi adsorpsi U berkurang menjadi 62,4 % (pelepasan = 38,6 %), dan untuk Cs tetap tidak teradsorpsi (pelepasan = 100%).
Gambar 3. Diagram fasilitas insenerator skala laboratorium[8]. Pada pembakaran limbah adsorben yang mengandung unsur radioaktif, perlu dijaga suhu pembakaran serendah mungkin. Adsorben serat karbon aktif (FAC) dapat dibakar pada suhu rendah dengan tidak ada partikel yang terbang dan tidak timbul jelaga. Selain itu hal yang penting adalah dapat dicapai reduksi volume limbah sangat tinggi.
Uji Insenerasi (Pembakaran) Fasilitas insenerator skala laboratorium dapat dilihat pada Gambar 3 yang terdiri dari unit insenerator dan unit control (untuk mengatur suhu pembakaran). Hasil uji coba proses pembakaran limbah adsorben serat karbon aktif yang mengandung Pu dan U menunjukkan bahwa [8] : a. Adanya pengaruh suhu pembakaran tanpa suplai udara pada reduksi berat limbah, bila suhu pembakaran naik, laju reduksi berat menjadi lebih cepat dan diperoleh juga bahwa
ADAPTASI PENGOLAHAN LCAT DARI IPR DAN IRM DENGAN PROSES ADSORPSI SERAT KARBON AKTIF DAN PEMBAKARAN Pada pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia, limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) ditimbulkan dari pengujian bahan bakar pasca iradiasi dengan pengkayaan uranium 20 % berat 235 U di Instalasi Radiometalurgi (IRM) dan dari
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Gunandjar
ISSN 0216 - 3128
produksi radioisotop 99Mo yang dibuat dari iradiasi uranium diperkaya 93 % berat 235U di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR). Kedua jenis limbah tersebut mengandung radioisotop hasil fisi (hasil belah) dan uranium sisa serta adanya radioisotop trans-uranium (TRU) atau aktinida lain dalam jumlah kecil. Limbah tersebut seperti yang ditimbulkan pada proses olah ulang bahan bakar nuklir bekas. Pengolahan LCAT dan LCTRU dari IPR dan IRM telah dikembangkan di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN dengan teknik vitrifikasi [9,10] dan dengan teknik polimerisasi [11]. Sedang pengkajian imobilisasi dengan synroc juga telah dilakukan [12]. Data LCAT/LCTRU dari produksi radioisotop 99Mo di IPR dan dari uji pasca iradiasi elemen bakar nuklir di IRM ditunjukkan pada Tabel 6. Pengembangan teknologi pengelolaan LCAT dari IPR telah dilakukan melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut diethyl hexyl phosphoric acid untuk memisahkan sisa uranium dan hasil belah dalam LCAT-I [9,10]. Pengembangan teknologi pengelolaan LCAT dari IRM juga telah dilakukan melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut campuran Tributilfosfat (TBP) dan dodekan untuk memisahkan sisa Uranium dan hasil belah dalam LCAT-I [11]. Dari proses ekstraksi untuk kedua jenis limbah tersebut kemudian dapat
75
dikembangkan pengolahannya untuk proses reduksi volume khususnya untuk limbah yang mengandung U dan TRU (limbah pemancar alfa umur panjang) melalui proses adsorpsi dengan bahan serat karbon aktif (FAC) ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Pada Gambar 4 dan Gambar 5, pengembangan pengolahan LCAT/LCTRU masing masing dilakukan setelah proses ekstraksi untuk memisahkan U dan TRU. Dari proses ekstraksi tersebut menghasilkan LCAT-II (mengandung unsur-unsur hasil belah dan kontaminan U dan TRU) dan LCTRU fasa organik (mengandung U,TRU dan kontaminan hasil belah). Selanjutnya LCAT-II masing-masing dilakukan pengolahan melalui proses adsorpsi dengan adsorben serat karbon aktif (FAC) dan pembakaran adsorben limbah. Abu limbah hasil pembakaran adsorben limbah yang mengandung U dan TRU kemudian dilakukan imobilisasi. Sedang LCTRU fase organik masing-masing dilakukan pengambilan uranium dengan proses stripping dan pengendapan. Dari proses tersebut ditimbulkan limbah cair yang mengandung U dan TRU, limbah cair ini kemudian dilakukan proses seperti pada LCAT-II, yaitu pengolahan dengan proses adsorpsi menggunakan serat karbon aktif (FAC) dan pembakaran adsorben limbah yang mengandung U dan TRU. Abu limbah hasil pembakaran kemudian dilakukan imobilisasi.
Tabel 6. Data limbah cair aktivitas tinggi yang ditimbulkan dari produksi radioisotop 99 Mo di IPR dan dari uji pasca iradiasi di IRM [9,10, 11]. Uraian - Target uranium - Iradiasi di RSG-GAS
IPR (Produksi 99Mo) [ 9,10] -Pengkaya tinggi ( 93% 235U). - Selama 4-5 hari.
IRM [11] -Pengkayaan rendah (20% 235U). -Sampai dicapai derajad bakar 52%.
Limbah yang ditimbul-kan LCAT-I : Sisa uranium ~200 g U/liter, LCAT-I : Sisa uranium, hasil belah dan kandungan radio- hasil belah (nuklida mayor 99Nb, 63Ni, 109Cd, 144Ce, 106Ru, 134Cs, 137Cs, 60Co, 5 nuklida. 5Fe, 54Mn, 58Co, 59Fe, 51Cr), TRU (Pu 57Co, 131Ba, 226Ra, 154Eu, 82Br, dan dan aktinida minor : Np, Am, Cm), TRU (Pu dan aktinida minor : Np, dalam media asam nitrat. Kandungan Am, Cm), dalam media asam nitrat uranium masih sangat tinggi, maka perlu dan paparan gamma 174 mikro pemisahan hasil belah dengan U dan Sv/jam. Kandungan U-sisa tinggi, aktinida lain dengan proses ekstraksi, maka perlu pemisahan hasil belah menghasilkan LCAT-II dan limbah dengan U dan aktinida lain, sehingga diperoleh LCAT-II dan LCTRU. LCTRU. - Jumlah limbah per tahun 120 liter (2 drum) per tahun dengan total 10 liter per tahun dengan total aktivitas gamma 122,608 Bq/ml aktivitas 600 Ci. (=3,3.10-9 Ci/ml = 3,3.10-3 Ci/m3).
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
76
ISSN 0216 - 3128
Gunandjar
Gambar 4. Adaptasi teknologi pengolahan LCAT yang ditimbulkan dari produksi 99Mo di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR) melalui proses adsorpsi (U +TRU) dengan bahan serat karbon aktif (FAC) dan pembakaran limbah adsorben.
Gambar 5. Pengembangan pengolahan LCAT yang ditimbulkan dari Instalasi Radiometalurgi (IRM) melalui proses adsorpsi dengan bahan serat karbon aktif (FAC) dan pembakaran limbah adsorben.
Limbah alfa yang lain adalah limbah yang ditimbulkan dari kegiatan proses ujung depan daur bahan bakar nuklir khususnya proses pengolahan bijih dan pemurnian uranium serta proses fabrikasi bahan bakar nuklir, begitu pula limbah cair ditimbulkan dari dekomisioning fasilitas pemurnian asam fosfat. Limbah-limbah tersebut termasuk limbah alfa yang hanya mengandung U tetapi tidak
mengandung Pu atau TRU. Proses reduksi volume dapat pula dilakukan dengan mengadaptasi melalui pengembangan teknologi pemisahan dengan metode adsorpsi menggunakan bahan adsorben serat karbon aktif (FAC) diikuti dengan proses pembakaran limbah adsorben yang mengandung uranium.
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010
Gunandjar
ISSN 0216 - 3128
Selanjutnya limbah abu hasil pembakaran tersebut di atas yang mengandung radionuklida pemancar alfa umur panjang (U, Pu atau TRU yang lain) dilakukan imobilisasi menggunakan bahan matrik polimer, aspal (bitumen), atau dengan synroc.
KESIMPULAN Dari hasil kajian di atas diperoleh bahwa adsorben serat karbon aktif (FAC) dapat berhasil digunakan untuk memisahkan U dan Pu yang terkandung dalam limbah radioaktif cair dan selanjutnya volume limbah alfa tersebut dapat direduksi dengan pembakaran (insenerasi). Pengujian proses adsorpsi dengan uji alir melalui kolom menggunakan adsorben serat, dan uji pembakaran limbah adsorben serat karbon aktif (FAC), untuk pengolahan limbah radioaktif alfa yang mengandung Pu dan U menunjukkan bahwa : Kapasitas adsorpsi Pu dan U dalam 1 M asam nitrat (HNO3) masing-masing adalah 0,846 mg Pu/g FAC dan 24 mg U /g FAC. Kapasitas adsorpsi Pu dalam asam nitrat (HNO3) konsentrasi tinggi turun sampai 0,1 – 0,2 mg Pu/g FAC. Adanya Pu dan U dengan rasio 1/1000, kapasitas absorpsi Pu turun sampai 0,5-0,6 mg Pu/g FAC. Kondisi pembakaran limbah adsorben serat yang optimum (direkomendasikan) adalah pada suhu 500 -600 oC dengan laju alir udara 0,05 – 0,1 liter/menit selama 30-60 menit (tanpa adanya partikel yang terbang dan tanpa adanya jelaga). Di Indonesia, adaptasi teknologi pengolalahan limbah alfa umur panjang yang mengandung Pu, U, dan aktinida yang lain ( TRU) yang ditimbulkan dari produksi Mo-99 di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR) dan dari uji pasca iradiasi elemen bakar nuklir di Instalasi Radiometalurgi (IRM), maupun limbah alfa lain yang hanya mengandung U perlu dilakukan penelitian melalui proses adsorpsi menggunakan adsorben serat karbon aktif (FAC) dan dilanjutkan proses pembakaran limbah adsorben serat karbon aktif.
DAFTAR PUSTAKA 1.
BENEDICT, M., et.al., “Nuclear Chemical Engineering’, 2nd Edition, Mc Graw Hill Book Company, 1981.
2.
77
Strategies for Development of Fuel Cycle, INPB-D-005, Feasibility Study of The First Nuclear Power Plant at Muria Peninsula Region, Newjec Inc, January 1994. 3. IAEA, Status and Trends in Spent Fuel Reprocessing, Vienna, 2005. 4. COGEMA, Irradiated Fuel Reprocessing at La Haque, International Nuclear Fuel Cycle Seminar, Saclay-Paris, France, Sep.18-Oct.6, 1989. 5. TECHNICAL REPORT SERIES NO. 187, “Characteristics of Solidified High Level Waste Products”, IAEA, Vienna, 1979. 6. GARY GOKEN, “Selective Removal of Cesium and Strontium from Nuclear Wastes : A DOE / Industry Partnership “, Proceedings of The Symposium on Waste Management, WM'94 Vol. 1, Tucson-Arizona, Feb. 27March, 1994. 7. Technical Report Series No.257, “Chemical Durability and Related Properties of Solidified High Level Waste Forms”, IAEA, Vienna, 1985. 8. TAKEO MIMORI, KAZUTOSHI MIYAJIMA and TAKESHI NAKANO, Technology and Programs Radioactive Waste Management And Environmental Restoration, WM'94 Vol. 1, Proceeding of The Symposium on Waste Management at Tucson-Arizona, p. 669-672), Feb. 27-March, 1994. 9. MARTONO, H. dan AISYAH, “Efek Radiasi Terhadap Gelas Limbah Hasil Vitrifikasi, Prosiding Pertemuan Dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Iptek Nuklir”, P3TMBATAN, Yogyakarta (2002). 10. MARTONO, H. dan WIDIATMO, “Perancangan Melter Untuk Pengolahan Limbah Cair Aktivitas Tinggi Secara Vitrifikasi, Seminar Hasil Penelitian Dan Kegiatan P2PLR 2001”, Serpong (2002). 11. AISYAH dkk, ”Pengaruh Keasaman dan kandungan Limbah pada Imobilisasi Limbah Trasuranium dari IRM dengan Polimer”, Seminar Hasil Penelitian Dan Kegiatan P2PLR 2003, Serpong (2004). 12. HERLAN MARTONO dan GUNANDJAR, Management of High Level Radioactive Waste And Transuranic Waste in Indonesia, GEMA TEKNIK Majalah Ilmiah Teknik, Fak. Teknik Univ.Sebelas Maret (UNS), Surakarta, ISSN 0854-2279, Vol.2/Tahun X-Juli 2007.
Prosiding PPI - PDIPTN 2010 Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATAN Yogyakarta, 20 Juli 2010