ABSTRACT
Jemingan. 2015. Principals Leadership in Improving Teacher Quality Competence (Case Study : at MIN Bangunrejo Sukorejo Ponorogo ). Thesis Department of Islamic Education Management (MPI) , Graduate Program, State Islamic Institute ( STAIN ) Ponorogo. Supervisor Dr. Mukhibat, M.Ag.
Keywords : Leadership and Quality of Teacher Competency .
The progress of an educational institution where the location is strongly influenced by the quality and professionalism of the principals in the lead or empowers the entire organization of the school especially school personnel , both educators and education personnel . To realize it all , the principal must have the leadership style and the effort or the right strategy and quality in managing all school personnel in order to competence and potential that they have to grow . Based on this study with the primary objective describes Principals efforts in improving the quality of teacher competence in the State Islamic Elementary Bangunrejo Sukorejo Ponorogo . This study used a qualitative approach , with the data collection technique of interview , observation and documentation . As for the data analysis , using qualitative data analysis descriptive and reflective analysis . In this study , researchers used two triangulation is a triangulation of sources and methods . Used source triangulation by comparing data obtained from an informant with other informants . Triangulation method is done by collecting data in circulation, such as observation , interviews and documentation . The study concluded that: (1) Efforts Principals in improving the quality of professional competence of teachers in the State Islamic Elementary Bangunrejo Sukorejo Ponorogo namely: a) .called for teachers who have been certified for further studies, purchase of teaching reference books and all own laptop as a means of teaching. b) . to include teachers in the working group of teachers (KKG) both subdistrict and district levels. c) .provide opportunities and motivate the public to follow the training maple or religion. d) .motivate and urged to participate in writing artkel or research papers as well as a class action. (2) Efforts Principals in improving the quality of teacher's personality in the State Islamic Elementary Bangunrejo Sukorejo Ponorogo namely: a) .implement religious activities both religious and community environment. 2) .provide examples of concrete actions in attitude and action. 3) .appealed to teachers in
1
2
order to establish themselves as learners who openly man could hunt science and technology. 4) .requires teachers not to be too oriented to the instructions of superiors.
3
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana utama bagi suatu Negara untuk meningkatkan sumber daya manusianya dalam mengikuti perkembangan dunia. Oleh karena itu, pendidikan patut memperoleh perhatian utama dalam perbaikan kualitas manusia. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan membutuhkan waktu yang panjang dengan serangkaian proses yang teratur dan sistematis. Kualitas pendidikan tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman, misalnya otonomi pendidikan, kebutuhan masyarakat, dan harus sesuai dengan jiwa otonomi daerah dalam mengelola sumber daya di masa depan. Perkembangan zaman yang makin pesat membawa perubahan alam pikir manusia, termasuk didalamnya perubahan paradigma dalam peningkatan kualitas pendidikan. Sesuai dengan arahan Dirjen Dikdasmen, paradigma penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan adalah (1) kegiatan pembelajaran akan bergeser dari schooling ke learning, dari teaching ke learning (2) dari pupil atau student ke learner (3) dari proses learning bisa terjadi di sekolah,
rumah maupun kantor untuk membentuk the learning society. 1 Lebih lanjut UNESCO memberikan empat pilar prinsip dasar untuk menuju paradigma baru yaitu : (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together , dan (4) learning to be.2
1
Dirjen Dikdasmen, Pengarahan Dirjen Dikdasmen tentang Pergeseran Paradigma Peningkatan Kualitas Pendidikan (Jakarta: Ditjen Dikdasmen, 2000), 10. 2 Kisupriyoko, Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional (Yogjakarta: Pustaka Fahima, 2007), 6.
4
Berdasarkan beberapa hal di atas, jelaslah bahwa pendidikan harus terus menerus ditingkatkan, khususnya bagi lembaga pendidikan mempunyai tugas dan tanggungjawab yang besar dan berat dalam menyiapkan peserta didik yang berkualitas. Salah satu unsur penting yang sangat kuat berkaitan dengan pendidikan adalah sumber daya guru atau pendidik. Di Indonesia pendidik dituntut untuk menjadi sosok ideal. Masyarakat mengharapkan agar pendidik adalah sosok yang dapat digugu dan ditiru. Disamping itu, supaya menjadi panutan, pendidik senantiasa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. Serta harus senantiasa mendapat pelatihan. Pendidik adalah profesi yang pada mulanya dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai pekerjaan yang mulia dan luhur karena mereka adalah orang yang berilmu, berakhlaq, jujur, baik hati, disegani serta menjadi teladan masyarakat dan masih puluhan karakter lainnnya. Kepala madrasah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peran sangat besar dalam meningkatkan mutu kompetensi guru di sekolah. Oleh sebab itu, ia harus yakin bahwa anggota sekolahnya memerlukan standar, harapan dan kinerja bermutu tinggi. Selain itu, ia harus yakin bahwa visi sekolah harus menekankan standar pelajaran yang tinggi. Ketercapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala madrasah sebagai salah satu pemimpin pendidikan. Hal ini karena kepala madrasah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam organisasi madrasah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
5
Selain itu, menjadi kepala madrasah professional perlu dimulai dari pengangkatan yang profesional, bahkan perlu dipilih dalam kurun waktu tertentu dan setelah itu diadakan lagi pemilihan yang baru dan kepala madrasah yang lama kembali menjadi guru. Hal ini akan menimbulkan iklim demokratis di madrasah, yang akan mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi terciptanya kualitas pembelajaran yang optimal untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Hanya dengan cara demikianlah akan tumbuh kepala madrasah yang professional yang siap mendorong visi menjadi aksi dalam paradigma baru manajemen pendidikan.3 Sebab kepala madrasah bukan manajer sebuah unit produksi yang menghasilkan barang mati, melainkan pemimpin pendidikan yang bertanggung jawab yang harus mampu menjadikan manusia yang berkualitas baik secara ilmu pengetahuan dan secara moral serta mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, memberdayakan guru dan peserta didik untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Perbaikan mutu berkelanjutan (countinous quality improvement) harus menjadi strategi sebagai salah satu pradigma peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di madrasah. Melalui strategi peningkatan mutu diharapkan dapat mengatasi masalah rendahnya mutu pendidikan yang tidak hanya mengandalkan pendekatan yang bersifat konvensional melainkan
3
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 7.
6
melalui optimalisasi sumber daya dan sumber dana, yang secara langsung dapat mengembangkan kualitas pendidikan.4 Kualitas sumberdaya manusia adalah kunci utama dalam pembangunan sebuah bangsa. Bangsa Indonesia tertinggal dengan bangsa lain karena lebih membanggakan sumber daya alamnya dari pada sumber daya manusia. Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia menunjukkan kesadaran atas pentingnya kualitas sumberdaya manusia itu bagi pembangunan bangsa. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala madrasah karena ia merupakan pemimpin di lembaganya, maka ia harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang ditetapkan, ia harus mampu melihat adanya perubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan global yang lebih baik. Kepala madrasah dalam hal ini hendaknya dipandang sebagai suatu sosok atau tokoh yang memegang tampuk pimpinan madrasah yang mempunyai kuasa menentukan kehidupan madrasah. Tugas kepala madrasah tersebut mencakup berbagai peran meliputi: edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator (EMASLIM).5
Dalam kaitannya dengan kegiatan pendidikan unsur yang sangat penting menentukan ketercapaian tujuan adalah sumberdaya guru. Guru merupakan komponen yang layak mendapatkan perhatian karena baik ditinjau dari segi posisi yang ditempati salam struktur organisasi pendidikan maupun dilihat dari
4
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), 83. 5 Ibid., 85.
7
tugas dan kewajiban yang diemban, guru merupakan pelaksana terdepan yang dapat menentukan dan mewarnai proses belajar mengajar serta kualitas pendidikan
umumnya.
Haris
mengungkapkan
bahwa
staf
guru
di
sekolah adalah pusat bagi produktifitas sekolah dan kualitas unjuk kerja guru merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Kualitas pendidikan lulusan suatu sekolah seringkali dipandang tergantung pada peran guru dan pengelolaan komponen yang terkait dalam proses belajar mengajar.6 Berdasarkan uraian tentang pentingnya peningkatan sumberdaya manusia khususnya guru dilembaga pendidikan, maka diperlukan langkah dan upaya strategis dalam peningkatan kulitasnya. Namun kenyataan dilapangan tantangan yang dihadapi oleh sekolah sangat komplek, selama ini tampak bahwa sebagian besar sekolah belum dikelola secara memadai, untuk mengadakan perbaikan atau upaya profesionalisme umumnya masih sangat rendah terutama masalah yang berkaitan dengan kompetensi guru yaitu pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Menurut pengamatan Mulyasa krisis dilembaga pendidikan yang terjadi sebenarnya
bersumber dari
rendahnya kualitas, kemampuan dan semangat sumberdaya manusia.7 Sementara Fajar ketika mengamati mencatat bahwa tantangan yang dihadapi oleh pendidikan Islam dari sisi guru menyangkut mutu dan kualitas serta kualifikasi akademik. Kondisi sebagian besar lembaga pendidikan Islam, khususnya dipedesaan atau pinggiran kota masih sangat memperihatinkan, dari
6
Haris, Bm Et. Al, Personil Administration In Education Leadership For Instruction Improvement (Bostom: Allyn And Bacom Inc,1979), 132. 7 E.Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep Strategi Implementasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 3.
8
segi kuantitas
masih belum ada keseimbangan ratio
jumlah guru
dan murid sementara kualitas pengajar umumnya berlatarbelakang non keguruan, disamping keadaannya tidak homogen, belum terpenuhinya standar kualifikasi pendidikan guru.8 Berkaitan dengan mutu kompetesi guru, penelitian yang dilakukan oleh Tilaar mengungkapkan dari 2,17 juta guru SD,SMP,SMA pada tahun 1998/1999
hanya 27%
yang memenuhi syarat
dan selebihnya tidak
memenuhi syarat. Yang tidak memenuhi syarat adalah 54% untuk guru SD dan 19% guru SMP/SMA. Dari 1,3 juta guru SD, sebanyak 90% tidak memenuhi syarat atau berijazah kurang dari D2. sementara kualifikasi SMP, SMA juga cukup menghawatirkan, baru 52% guru berkualifikasi S1 ke atas.9 Untuk menjawab permasalahan tentang banyaknnya keluhan mutu guru disekolah diperlukan konsep, kiat, upaya dan pemikiran tentang strategi pengembangan mutu sumberdaya guru, agar kelemahan sekolah mengenahi rendahnya kualitas sumberdaya guru tidak berlarut larut dan dapat diatasi dengan cepat. Strategi menurut Sudarsono adalah metode berfikir dalam rangka mewujudkan keinginan dengan memilih cara bertindak yang paling tepat
dan
pemilihan
disesuaikan
dengan
rencana
yang
tersedia.
strategi adalah untuk mencapai tujuan
Tujuan
dan
sekolah yang telah
dirumuskan dalam visi misi tujuan yang telah ditetapkan oleh sekolah.
8
Malik Fajar, Madrasah Dan Tantangan Modernitas (Bandung: Mizan,1998), 42. Marta Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Rosda karya,1999), 26.
9
9
Sehingga strategi pengembangan mutu sumberdaya guru menentukan aktivitas dan prioritas apa yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan dimaksud.10 Abidin mengemukakan untuk mendapatkan mutu sumberdaya guru yang berkualitas tinggi diperlukan konsep dan upaya strategis pengembangannya. Ada beberapa konsep strategis pengembangan mutu sumberdaya guru yang ditawarkan para ahli. Abidin juga menawarkan dua tekhnik stategi (1) dengan meningkat kecerdasan (2) meningkatkan kemampuan 3 dengan meningkatkan kesejahteraan.11 Sementara Susilo memaparkan teknik pengembangan sumberdaya guru melalui rekrutmen, pendidikan, pelatihan, perubahan sistem.
12
Hakim
menyatakan bahwa strategi pengemabangan sumberdaya manusia melalui dua cara yaitu (1) melalui pendekatan mutu modal manusia, pendekatan terpadu, pendekatan permasalahan (2) melalui program magang.13 Sulityo memaparkan tekhnik strategi sumberdaya manusia melalui dua cara (1) meningkatkan kesejahteraan dan (2) membangun manusia.14 Jadi dapat ditarik benang merah bahwa dalam rangka pengembangan dan peningkatan mutu kompetensi guru di lembaga pendidikan diperlukan metode, bentuk, tehnik, dan upaya strategis untuk mewujudkan sumberdaya guru yang bermutu, profesional dan memiliki komitmen yang tinggi. Hal itu guna 10
Sudarsono, Disiplin Nasional, Landasan Arah Dan Strategi Pengembangannya (Makalah Disajikan Dalam Seminar Nasional, Malang IKIP Malang. 11 Abidin ZS, Pengembangan Sumberdaya Manusia Dan Tantangannya Dalam PJPT II Malang , 21-22 12 Susilo, Mencari Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia ( Malang: FIA, Unibraw, 1994) 13 Hakim, Sumberdaya Manusia ; Masalah Pendekatan Dan Pengembangannya ( Malang: Fia Unibraw) 14 Sulistyo, Strategi Pengembangan Kualitas Sumberdaya Manusia Dalam Menghadapi PJPT II , Malang , Fia Unibraw , 4.
10
menanggulangi kemerosotan dan penurunan mutu kompetensi guru yang selama ini menjadi salah satu ploblem pendidikan Islam. Kemerosotan tersebut dapat berimplikasi pada menurunnnya kualitas pendidikan disekolah. Untuk mengungkap jawaban terhadap persoalan di atas maka peneliti melakukan penelitian tentang kepememimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan mutu
kompetensi guru dengan mengambil lokasi di MIN
Bangunrejo Sukorejo Ponorogo. Adapun kualifikasi pendidikan tenaga guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bangunrejo Sukorejo Ponorogo hampir semuanya sarjana PAI, dari 11 orang guru hanya 1 orang yang bukan PAI tapi sarjana olah raga. Sementara dalam kebijakan pemerintah menyebutkan bahwa guru pada jenjang SD/MI harus berkualifikasi ijazah S1 PGSD/MI, maka perlu peningkatan secara kompetensi. Berangkat dari kiat, bentuk, upaya yang dilakukan kepala madrasah dan komposisi status mutu kompetensi guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bangunrejo Sukorejo Ponorogo, maka sangatlah menarik untuk diteliti. Oleh karena
itu
peneliti
sangat
tertarik
untuk
mengetahui
bagaimana
usaha/upaya strategis yang telah dilakukan oleh kepala madrasah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Bangunrejo Sukorejo Ponorogo dalam meningkatkan mutu kompetensi guru-gurunya. B. Fokus Penelitian Berdasarkan Latar belakang masalah tersebut di atas, maka penelitian difokuskan pada upaya peningkatan mutu kompetensi guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Bangunrejo.
11
C. Rumusan Masalah Untuk menjawab permasalahan tersebut dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apa upaya yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan mutu kompetensi profesional guru di MIN Bangunrejo Sukorejo Ponorogo? 2. Apa upaya yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan mutu kompetensi kepribadian guru di MIN Bangunrejo Sukorejo Ponorogo? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menjelaskan upaya yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan mutu kompetensi profesional guru di MIN Bangunrejo Sukorejo Ponorogo. 2. Menjelaskan upaya yang dilakukan kepala madrasah dalam meningkatkan mutu kompetensi kepribadian guru di MIN Bangunrejo Sukorejo Ponorogo. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, adalah : 1. Manfaat teoritis : a. Penelitian ini sedikit banyak memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pendidikan, terutama yang berkaitan dengan manajemen pendidikan b. Dapat menambah ilmu pengetahuan sebagai hasil dari pengamatan langsung serta dapat memakai penerapan disiplin ilmu yang diperoleh selain studi di perguruan tinggi.
12
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengetahui peran kepemimpina kepala sekolah. d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dasar bagi semua jenjang pendidikan dalam rangka peningkatan mutu guru. 2. Manfaat secara praktis sebagai berikut : a. Informasi dan masukan yang konstruktif untuk perbaikan peningkatan mutu
guru di MIN Bangunrejo Sukorejo Ponorogo, terutama yang
berkaitan dengan pengembangan kompetensi, karya–karyanya dan perkembangan akademik guru. b. Memberikan sumbangan pemikiran dan perbaikan dalam kepemimpian kepala sekolah c. Hasil penelitian ini dapat digunaka sebagai input bagi pemimpin dalam menentukan
kebijakan
kebijakan
yang
berhubungan
dengan
kepemimpian kepala sekolah dalam peningkatan mutu guru. d. Sebagai
bahan
pertimbangan
dan
sumbangan
pemikiran
guna
mengingkatkan kinerja kepala sekolah dalam meningkatkan mutu guru.
13
BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Terdahulu Berkaitan dengan mutu kompetesi guru, penelitian yang dilakukan oleh Tilaar mengungkapkan dari 2,17 juta guru SD,SMP,SMA pada tahun 1998/1999
hanya 27%
yang memenuhi syarat
dan selebihnya tidak
memenuhi syarat. Yang tidak memenuhi syarat adalah 54% untuk guru SD dan 19% guru SMP/SMA. Dari 1,3 juta guru SD, sebanyak 90% tidak memenuhi syarat atau berijazah kurang dari D2. sementara kualifikasi SMP, SMA juga cukup menghawatirkan, baru 52% guru berkualifikasi S1 ke atas.15 Penelitian M. Arifin yang meneliti tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola Madrasah ibtidaiyah dan sekolah dasar berprestasi (Studi multikasus pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri Malang I, Madrasah Ibtidaiyah Mambaul Ulum dan SDN Ngaglik I Malang), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profesionalisme dengan peran yang dimainkan seorang pemimpin mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap prestasi pendidikan dan lembaga yang dipimpinnya, sedangkan bagaimana prilaku kepemimpinan atau wujud peran kepala sekolah dalam mengembangkan mutu belum terlihat jelas dalam penelitian ini, lebih-lebih disekolah swasta karena penelitian ini hanya disekolah negeri yang dikatakan sekolah berprestasi.
15
Marta Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Rosda karya,1999), 26.
14
B. Konsep Kepemimpinan 1.
Pengertian Kepemimpinan Menurut Goetsch dan Stanley kepemimpinan adalah kemampuan untuk
menginspirasikan orang guna menciptakan satu komitmen total, diinginkan dan sukarela terhadap pencapaian tujuan organisasional atau melebihi pencapaian tujuan tersebut. 16 Selanjutnya Terry, juga mengatakan bahwa kepemimpinan adalah hubungan di mana satu orang yakni pemimpin, mempengaruhi pihak lain untuk dapat bekerja sama dalam upaya mencapai tujuan. Dari pengertian itu, dapat diketahui bahwa pemimpin berhubungan dengan sekelompok orang.17 Sedangkan
menurut
Kimball
Wiles,
dengan
secara
singkat
mendefinisikan kepemimpinan itu dari sudut pandangan yang agak berbeda, dan dengan "scope" pengertian yang lebih luas. Beliau mengatakan bahwa: Leadership is any contribution to the establishment and attainment of group purposes.
18
Beliau tidak memandang kepemimpinan itu sebagai satu
kesiapan, kemampuan atau energy belaka, tetapi ia lebih menekankan kepemimpinan itu sebagai satu sumbangan dari setiap orang yang dapat bermanfaat di dalam penetapan dan pencapaian tujuan "group" secara bersama.Pada pembahasan konsep perilaku kepemimpinan perlu kiranya diuraikan istilah kepemimpinan. Dalam bahasa Inggris, istilah kepemimpinan
16
David L.Goetsch dan Stanley B. Davis, Manajemen Mutu Total, Alih Bahasa; Benyamin Molan (Jakarta : PT. Prenhallindo, 2002), 169. 17 Marno & Triyo Supriyatno, Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: Ref Ika Aditama, 2008),22. 18 Kimball Wiles, Supervision for Better Schools (New York: Englewood Cliffs, Printice- Hall, 1961), 29.
15
diartikan
leadership.
Seiring
dengan
istilah
tersebut,
Soehardjono
memaparkan istilah kepemimpinan (leadership) secara etimologis, leadership berasal dari kata “to lead” (bahasa:Inggris) yang artinya memimpin. Selanjutnya timbulah kata“leader” artinya pemimpin yang akhirnya lahir istilah leadership yang diterjemahkan kepemimpinan.19 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah pemimpin diartikan sebagai pemuka, penuntun (pemberi contoh) atau penunjuk jalan. Jadi secara fisik pemimpin itu berada di depan. Tetapi pada hakekatnya, di manapun tempatnya, seseorang dapat menjadi pemimpin dalam memberikan pimpinan. Hal ini sesuai dengan ungkapan umum Ki Hajar Dewantoro yang terkenal “ing ngarsa asung tulodo, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” artinya, jika ada di depan memberikan contoh, di tengah-tengah mendorong tumbuh dan lahirnya kehendak yang nyata, sedangkan apabila berada di belakang dapat memberikan pengaruh yang menentukan. Jadi dapatlah disimpulkan bahwa kepemimpinan itu tidak lain daripada kemampuan memimpin seseorang yang diproyeksikan ke dalam bentukbentuk kegiatan atau proses memengaruhi, membimbing, menggerakkan dan mengarahkan orang lain, sehingga mereka itu mau berbuat, dan bertanggung jawab. Seorang pemimpin pendidikan, untuk memangku jabatan yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan memainkan peranannya sebagaipemimpin yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa persyaratan jasmani, rohani 19
Soehardjono, Kepemimpinan:Suatu tinjauan singkat tentang Pemimpin dan Kepemimpinan serta Usaha-usaha Pengembangannya (Malang: APDN Malang , 1981), 32.
16
dan moralitas yang baik, bahkan persyaratan sosial ekonomis yang layak. Akan tetapi pada bagian ini yang akan dikemukakan hanyalah persyaratanpersyaratan kepribadian dari seorang pemimpin yang baik, yaitu sebagai berikut : a. Rendah hati dan sederhana. b. Bersifat suka menolong. c. Sabar dan memiliki kestabilan emosi. d. Percaya kepada diri sendiri. e. Jujur, adil dan dapat dipercaya. f. Keahlian dalam jabatan.20 Selain tersebut di atas, kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus: a. Memberikan kesempatan kepada anggota untuk berpartisipasi dalam proses perubahan guna merefleksikan praktek dan mengembangkan pemahaman personal tentang sifat dan implikasi perubahan terhadap diri mereka; b. Mendorong mereka yang terlibat dalam implementasi perbaikan untuk membentuk kelompok-kelompok sosial dan membangun tradisi saling mendukung selama proses perubahan; c. Membuka peluang feedback positif bagi semua pihak yang terlibat dalam perubahan; dan d.Harus sensitif terhadap outcomes proses pengembangan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi feedback yang dibutuhkan, kemudian menindaklanjutinya dengan melibatkan beberapa pihak dalam mendiskusikan ide-ide dan prakteknya .21 2. Gaya Kepemimpinan Gaya atau sikap kepemimpinan secara umum adalah sebuah kualitas yang tersembunyi yang akan mendapatkan sebuah kepercayaan, kerjasama
20
Abdul Azis Wahab, Anatomi Organisasi Dan Kepemimpinan Pendidikan (Telaah Terhadap Organisasi Dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan) ( Bandung: Alfabeta, 2008), 136. 21 Tony Bush & Marianne Coleman, Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan (Yogyakarta : IRCiSoD, 2008), 80-81 .
17
serta
kejujuran
akan
menentukan
kualitas
atau
lemahnya
dalam
mengembangkan organisasi yang dipimpinnya, yang dimaksud kualitas dalam hal ini antara lain pembawaan, penampilan diri, kelakuan diri pada setiap waktu, komunikasi/bahasa juga suatu sikap yang harus diperhatikan, suka menegur secara lisan jika diperlukan, kritik, makian atau pengumpatan setiap anggota kelompok/unit harus dihindari, sikap suka menyindir/sindiran tidak menghasilkan sesuatu yang baik, sedapat mungkin harus dapat menguasai diri sehingga jika digambarkan akan muncul sebuah ikhtiar. Menurut Veithzal Rivai seperti yang dikutip Baharuddin dan Umiarso, mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pemimpin untuk memengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola perilaku atau strategi yang disukai atau sering diterapkan oleh seorang pemimpin.22 Gaya yang beraneka ragam akan menghasilkan serta menunjukkan berbagai teori maupun pendekatan-pendekatan yang bermacam-macam. Dengan kondisi yang demikian ini, maka efektifitas sebuah kepemimpinan dapat teridentifikasi dengan berbagai kriterianya dengan gaya kepemimpinan yang diterapkan. a. Gaya Kepemimpinan Secara Umum Menurut A.M. Mangunhardjana sebagaimana dikutip Baharuddin dan Umiarso, dilihat dari perbedaan cara menggunakan wewenangnya, pada 22
Baharuddin & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam: Antara Teori &Praktik (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012), 51.
18
garis besarnya dikenal tiga gaya kepemimpinan, yaitu gaya otokratis, liberal, dan demokratis. Masing-masing gaya kepemimpinan itu menentukan hubungan antara kekuasaan pemimpin dan kebebasan mereka yang dipimpin.23 Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang tidak menyenangkan, mensejahterakan dan melindungi bawahannya. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik pimpinan itu sendiri, seperti menganggap bahwa organisasi/lembaga adalah miliknya sendiri. Tindakannya sebagai orang yang diktator terhadap para anggota organisasinya dengan asumsi mereka adalah para bawahan dan merupakan sebagai alat bukan sebagai manusia. Begitu juga dalam menggerakkan anggota organisasi memakai unsur-unsur paksaan, ancaman-ancaman pidana. Bawahan hanya menurut dan menjalankan perintah-perintahnya tidak membantah karena pemimpinan model otokratis adalah pemimpin anti kritik, saran maupun pendapat. Indikator lain pemimpin otokratis adalah pemimpin yang merasa pandai dalam bidang dan bagiannya, tingkah laku dalam mengarahkan anggota kelompoknya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan disusun sendiri sebelumnya. Segala keputusan dan kebijakan berada di tangannya, dia menganggap oleh orang lain dianggap lebih mengetahui dari pada orang lain dalam kelompok organisasi tersebut, keputusannya dianggap sah bawahannya mengikuti tanpa ada pertanyaan, sehingga pemimpin semacam ini dianggap super.
23
Ibid., 57.
19
Kedua, adalah gaya kepemimpinan liberal. Menurut gaya ini, pemimpin tidak merumuskan masalah serta cara pemecahannya. Dia membiarkan saja mereka yang dipimpinnya menemukan sendiri masalah yang berhubungan dengan kegiatan bersama dan mencoba mencari cara pemecahannya. Gaya ini hanya baik untuk kelompok orang yang betul-betul telah dewasa dan betul-betul insaf akan tujuan dan cita-cita bersama sehingga mampu menghidupkan kegiatan bersama. Ketiga, adalah gaya kepemimpinan demokratis, pemimpin berusaha membawa mereka yang dipimpin ke tujuan dan cita-cita dengan memperlakukan mereka sebagai sejajar. Pemimpin mau menerima saransaran dari anak buah juga berupa kritikan-kritikan akan diminta dari anak buahnya. Yang kesemuanya itu bertujuan demi suksesnya pekerjaan bersama, indikasi yang lain gaya kepemimpinan ini adalah diberinya kebebasan yang cukup kepada anak buahnya, dasarnya adalah menaruh kepercayaan bahwa mereka itu akan berusaha sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya, juga senantiasa berusaha memupuk kekeluargaan, persatuan membangun semangat dan gairah bekerja. Secara garis besar indikator kepemimpinan yang demokratis: (a). Pandangannya bertitik tolak manusia adalah makhluk yang termulia di dunia, (b). Selalu berusaha mengsinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya, (c). Senang menerima saran pendapat dan kritik dari bawahannya, (d) Selalu berusaha menjadikan bawahannya lebih sukses daripada dirinya, (e). Selalu
20
berusaha mengutamakan tim work dalam usaha mencapai tujuan, (f). Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pimpinan baik secara intelektual, emosional maupun spiritual.24 Menurut Tjiptono dan Diana mengatakan gaya kepemimpinan demokratis dikenal juga dengan gaya kepemimpinan konsultatif atau konsesus, hal ini dikarenakan pimpinan yang menggunakan gaya pendekatan ini senantiasa melibatkan bawahannya untuk melakukan keputusan dari hasil pembuatannya walaupun keputusan akhir berada pada pimpinan tetapi setelah menerima masukan dan rekomendasi dari anggota tim. Pada sebuah kritik mengatakan bahwa keputusan yang paling populer serta disukai tidak merupakan suatu keputusan yang baik, dan sesuai dengan sifatnya kepemimpinan demokratis cenderung menghasilkan keputusan yang disukai dari pada keputusan yang tepat.25 Berdasarkan dari pendapat tersebut, pemimpin dibidang pendidikan diharapkan memiliki gaya kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan maupun dari atasan. Dengan demikian, pada akhirnya gaya kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin
tersebut
dapat
mencerminkan
seorang
pemimpin
yang
profesional. b. Gaya Kepemimpinan Era Desentralisasi Pendidikan Manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai citra ”tidak pernah selesai”. Keberhasilan kemarin sekaligus menjadi perjuangan hari ini, 24
Sunindhia, Kepemimpinan, 42. Tjiptono,F & Diana,A, Total Quality Management ( Jogjakarta: Andi, 2001), 161.
25
21
sedang keberhasilan hari ini adalah perjuangan hari esok. Perjalanan hidup manusia mengisyaratkan adanya perubahan yang terus menerus dalam menjalani kehidupan, dan akan melahirkan pemikiran-pemikiran teoritis tentang perubahan manusia yang dikenal dengan perubahan sosial. Menurut Waliono sebagaimana yang dikutip oleh Aan Komariah dan Cepi Triatna menyatakan bahwa faktor penyebab perubahan sosial ada tiga kategori, yaitu: biologis, kebudayaan dan teknologi.26 Perubahan sosial juga pasti terjadi pada organisasi pendidikan sebagai organisasi terbuka yang memiliki ciri kumpulan orang-orang bekerja secara sinergi untuk mencapai tujuan bersama. Salah satu perubahan yang mendasar dalam organisasi pendidikan adalah sistem manajemen yang sentralistis diganti dengan sistem manajemen desentralistis melalui UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Hal ini menuntut perubahan berbagai komponen dalam organisasi dan gaya kepemimpinan. Artinya, dalam situasi yang tidak menentu, penuh dengan perubahan diperlukan keahlian manajerial yang baik, sekaligus dapat mengembangkan keahliannya dalam bidang kepemimpinan.Seorang manajer yang baik adalah seseorang yang mampu menangani kompleksitas organisasi, sedangkan seorang pemimpin yang efektif mampu membangun motivasi staf, menentukan arah, menangani perubahan secara benar, dan menjadi katalsator yang mampu mewarnai sikap dan perilaku staf. 26
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership: Menuju Sekolah Efektif (Jakarta:Bumi Aksara, 2008), 73.
22
Era desentralisasi adalah era perubahan yang memberikan peluang besar
kepada
para
pemimpin
untuk
mengembangkan
nilai-nilai
kepemimpinan. Pada era ini berbagai tantangan dan ancaman yang datang silih berganti memerlukan keteguhan sikap dan kecerdasan menangkap peluang dan merancang masa depan. Oleh karena itu, diperlukan pemimpin yang sesuai dengan kondisi, yaitu memiliki komitmen kualitas dan selalu memperbaruinya sesuai dengan tuntutan stakeholders. Menurut Aan Komariah dan Cecep Triatna terdapat tiga gaya kepemimpinan
yang
desentralisasi,
yaitu
dipandang
representatif
kepemimpinan
dengan
transaksional,
tuntutan
era
kepemimpinan
transformasional, dan kepemimpinan visioner. Ketiga gaya kepemimpinan ini memiliki titik konsentrasi yang khas sesuai dengan jenis permasalahan dan mekanisme kerja yang diserahkan pada bawahan.27 1) Kepemimpinan Transaksional Kepemimpinan
Transaksional
adalah
kepemimpinan
yang
menekankan pada tugas yang diemban bawahan. Pemimpin adalah seseorang yang mendesign pekerjaan beserta mekanismenya, dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian.28 Menurut Mardiyah, pengertian kepemimpinan transaksional merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang intinya menekankan transaksi 27
Ibid.,75. Ibid., 75.
28
diantara
pemimpin
dan
bawahan.
Kepemimpinan
23
transaksional memungkinkan memotivasi dan memengaruhi bawahan dengan cara mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu. Artinya, dalam sebuah transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila mampu menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.29 Dari dua pengertian di atas dapat dipahami bahwa pola hubungan yang dikembangkan kepemimpinan transaksional adalah berdasarkan suatu sistem timbal balik(transaksi) yang sangat menguntungkan, yaitu pemimpin menemukan penyelesaian atas cara kerja dari para pengikutnya tersebut. Kepemimpinan transaksional juga dipandang sebagai contingent reinforcement atau dorongan kontingen dalam bentuk reward dan punishment yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja, yaitu
manakala para staf menunjukkan keberhasilan ataupun kemajuan dalam mencapai sasaran target yang diharapkan, mereka mendapat contingent positif berupa imbalan.Namun apabila staf menunjukkan kinerja sebaliknya, yaitu menunjukkan kegagalan atau ditemukan berbagai kesalahan maka dorongan contingent negatif dapat dikenakan berupa hukuman yang telah disepakati.30 2) Kepemimpinan Transformasional Menurut Bass sebagaimana dikutip oleh Mardiyah bahwa kepemimpinan 29
transformasional
adalah
kemampuan
pemimpin
Mardiyah, Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara Budaya Organisasi (Malang:Aditya Media Publishing,2013), 42. 30 Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership, 77.
24
mengubah lingkunan kerja, motivasi kerja, pola kerja dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.31 Sedangkan menurut Burns seperti yang dikutip Aan Komariah dan Cecep Triatna menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional adalah sebagai suatu proses yang pada dasarnya”para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan atau kebencian.32 Bass dan Aviola seperti yang dikutip Aan Komariah dan Cecep Triatana mengemukakan empat dimensi dalam kadar kepemimpinan transformasional dengan konsep ”4I” yang artinya: a) Idealized
influence,
yang dijelaskan sebagai perilaku
yang
menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya. b) Inspirational motivation, pemimpin adalah seorang motivator yang bersemangat untuk terus membangkitkan antusiasme dan optimisme staf. c) Intellectual stimulation, yaitu pemimpin yang mempraktekkan inovasi-inovasi. Sikap dan perilaku kepemimpinannya didasarkan
31
Mardiyah, Kepemimpinan Kiai, 43. Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership, 78.
32
25
pada ilmu pengetahuan yang berkembang dan secara intelektual ia mampu menerjemahkannya dalam bentuk kinerja yang produktif. d) Individualized consideration, pemimpin merefleksikan dirinya sebagai seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide, harapan-harapan, dan segala masukan yang diberikan staf.33 3) Kepemimpinan Visioner Kepemimpinan visioner adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan/ mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi social di antara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai citacita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melaui koimitmen semua personel.34 Kepemimpinan visioner sangat diperlukan untuk memajukan sebuah organisasi. dalam dunia pendidikan, khususnya dalam konteks school based management kepemimpinan tipe ini sangatlah diperlukan. Bukan hanya diperlukan, kepemimpinan visioner sangat relevan dan didambakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kepemimpinan visioner bisa dipahami sebagai pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-
33 34
Ibid., 79-80. Buchari Alma dan Ratih Hurriyati, Manajemen Corporate & Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2008), 242.
26
sama oleh para anggota dengan memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas.35 Selain mengandung unsur kemampuan untuk memberi makna atau arti pada kerja dan usaha bawahan dengan memberikan arahan, seorang pemimpin yang visioner haruslah seorang yang bisa menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang memahami prioritas, menjadi pelatih yang professional, serta dapat membimbing bawahannya untuk bisa bekerja secara professional seperti yang diharapakan. Untuk bisa menjadikan organisasi dan seluruh elemen yang ada di dalamnya bisa bekerja secara maksimal sesuai dengan yang diharapakan, maka seorang pemimpin yang visioner dituntut untuk mampu menjalankan empat peran. Menurut Nanus, sebagaimana yang dikutip Suprayitno mengungkapkan keempat peran yang harus bisa dijalankan oleh seorang pemimpin yang visioner adalah:36 a) Peran penentu arah (direction setter ). Peran ini adalah peran dimana seorang pemimpin menyajikan sauatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dengan melibatkan orang-orang yang ada dalam organisasi. Sebagai penentu arah, pemimpin harus bisa menyampaikan visi, mengomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan adalah hal yang 35 36
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership, 81. Ibid., 6.
27
benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan. b) Agen perubahan (agent of change). Peran ini adalah peran penting kedua. Pemimpin yang efektif harus mampu secara konstan menyesuaikan organisasi untuk bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan luar baik perubahan dalam bidang ekonimi, sosial, teknologi dan politik yang sifatnya dinamis. Selain itu, dengan mengacu kepada perubahan-perubahan yang selalu terjadi, poemimpin harus mampu berpikir dalam kerangka waktu masa depan mengenai perubahan potensial dan yang dapat diubah. c) Juru bicara (spokeperson). Pemimpin sebagai juru bicara visi harus mengomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang untuk melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi baik secara internal dan eksternal. Efektivitas pemimpin pada tataran ini sangat ditentukan oleh kecakapannya untuk mengetahui dan menghargai bentuk komunikasi yang ada kemudian mendayagunakannya untuk menjelaskan dan membangun dukungan bagi visi masa depan organisasi. d) Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus bisa menjadi pelatih yang baik. Artinya, pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang telah dikemukakan dan mengoptimalkan kemampuan seluruh “pemain” untuk bekerjasama, mengoordinir aktivitas atau usaha para “pemain”,
28
untuk mencapai “kemenangan” atau mencapai visi organisasi. sebagai pelatih, pemimpin harus bisa membuat dan menjaga supaya semua “pemainnya” bisa fokus untuk merealisasikan visi dengan memberikan pengarahan, membarikan harapan dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. 3. Kepemimpinan Kepala Sekolah Berdasarkan pada gaya kepemimpinan di atas dapat dipahami bahwa pada seorang pemimpin adanya wujud kepribadian (personality), kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability). Sebuah kepemimpinan Kepala Sekolah akan efektif sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan terhadap para bawahan (guru dan karyawan). Harsey dan Blanchad sebagaimana yang dikutip oleh Sugeng menjelaskan : ”The Style of leader is the consistent behavior pattens that they use when they are working with and trhough other people as perceived by those people. Artinya bahwa Gaya kepemimpinan adalah pola prilaku para
pemimpin yang konsisten mereka gunakan ketika mereka bekerja dengan dan melalui orang lain seperti yang dipersepsi orang-orang itu.37 Menurut Baharuddin dan Umiarso mengatakan bahwa suatu gaya kepemimpinan yang efektif jika mengandung unsur-unsur mempengaruhi, mendorong (memotivasi) mengarahkan serta menggerakkan para bawahannya
37
Sugeng P., Prilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan SDM, Tesis PPS UIN Malang, tidak dipublikasikan, 2005, 39
29
sesuai dengan kondisi agar mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan dedikasi yang tinggi dalam mencapai tujuan organisasi.38 Pada fakta riilnya, gaya kepemimpinan yang efektif ada empat, yaitu: a. Gaya Instruktif, penerapannya pada bawahan (guru dan karyawan) masih bermuatan baru bertugas. Adapun ciri-ciri kepemimpinan instruktif adalah sebagai berikut: Memberi pengarahan secara spesifik tentang apa, bagaimana, dan kapan kegiatan dilakukan, Kegiatan lebih banyak diawasi secara ketat, Kadar direktif tinggi, Kadar suportif rendah, Kurang dapat meningkatkan kemampuan pegawai, Kemampuan motivasi pegawai rendah, dan Tingkat kematangan bawah rendah. b. Gaya Konsultatif, penerapannya pada bawahan (guru dan karyawan) yang memiliki kemampuan tinggi namun kemauan rendah. ciri-cirinya antara lain: Kadar direktif rendah, Kadar suportif tertinggi, Komunikasi dilakukan secara timbal balik, Masih memberikan pengarahan yang spesifik, Pimpinan secara bertahap memberikan tangung jawab kepada bawahan/pegawai walaupun bawahan masih dianggap belum mampu dan tingkat kematangan bawahan rendah ke sedang. c. Gaya Partisipatif, penerapannya pada bawahan (guru dan karyawan) yang memiliki kemampuan rendah, namun memiliki kemauan kerja yang tinggi. ciri-cirinya: Pimpinan melakukan komunikasi dua arah, Secara aktif mendengar dan respon semua kesukaran bawahan, Mendorong bawahan untuk menggunakan kemampuan secara operasional, Melibatkan bawahan
38
Baharuddin & Umiarso, Kepemimpinan, 53.
30
dalam pengambilan keputusan, Mendorong bawahan untuk berpartisipasi dan tingkat kematangan bawahan dari sedang ke tinggi; kepemimpinan ini juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas atau non directive.
d. Gaya Delegatif, penerapannya pada bawahan (guru dan karyawan) yang memiliki kemampuan tinggi dan kemauan tinggi. Mempunyai ciri-ciri: memberikan pengarahan bila diperlukan saja, memberikan dukungan dianggap tidak perlu lagi, penyerahan tanggung jawab kepada bawahan untuk mengatasi dan menyelesaikan tugas, tidak perlu memberi motivasi tingkat kematangan bawahan sangat tinggi.39 Sebagai pimpinan pada sebuah lembaga pendidikan Kepala Sekolah dapat mengorganisasikannya semua personil yang ada pada situasi efisien, demokratis serta kerjasama institusional dengan mendasarkan kepada keahlian/perfesionalisme para bawahan, begitu juga pada program pendidikan untuk murid hendaknya direncanakan, diorganisasikan, serta diatur. Dimana semua kreativitas dicurahkan untuk perbaikan pendidikan, yang secara teoritik bertanggung jawab atas penyelenggaraan semua program pendidikan. 4. Ciri-ciri Pemimpin Bermutu Mutu sebuah lembaga pendidikan tidak lepas dari mutu pemimpin yang memimpin lembaga tersebut. Ciri-ciri pemimpin yang bermutu antara lain harus dapat menumbuh suburkan dan mengembangkan perilaku dan sifat-sifat seperti:
39
Ibid., 53-54.
31
a. Kesadaran diri sendiri (self awareness) jujur terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain, jujur terhadap kekuatan sendiri, kelemahan dan usaha yang tulus untuk memperbaikinya. b. Dasarnya seseorang pemimpin cenderung memperlakukan orang lain dalam organisasi atas dasar persamaan derajad, tanpa harus menjilat ke atas, menyikut ke samping dan menindas ke bawah. c. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati sehingga orang lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan gagasan-gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa hormat kepada pemimpinnya. d. Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing atau musuh, dan belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya. e. Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu bekerja secara professional keilmuan dalam jabatannya.Hasil pekerjaan berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. f. Memiliki rasa kehormatan diri (a sense of personalhonour and personal dignity) dan berdisiplin pribadi, sehingga mampu dan mempunyai rasa
tanggungjawab pribadi atas perilaku pribadinya. g. Memiliki kemampuan berkomunikasi, semangat “team work”, kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas.40 Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. 40
Daryar, Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran (Yogyakarta: Gava Media, 2011), 4546.
32
Namun jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis kompetensi, sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan pemerintah, kiranya untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu
yang sederhana, untuk mewujudkan dan
meningkatkan kompetensi guru diperlukan uapaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif. C. Mutu Kompetensi Guru 1. Konsep Mutu Istilah mutu mengandung berbagai makna bagi setiap orang dalam kamus bahasa Indonesia praktis istilah mutu diartikan dengan kadar, tingkat baik buruknya sesuatu; derajat. Dalam mendefinisikan mutu para pakar saling berbeda pendapat tetapi maksudnya sama. Sebagaimana M.Nur Nasution mengemukakan pendapat dari lima pakar mutu sebagai berikut: a. Juran, kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan, yang didasarkan atas lima cirri utama yaitu: 1).Teknologi(kekuatan atau daya tahan). 2).Psikologis,
yaitu
citra
rasa
atau
status.
3).Waktu,
yaitu
keandalan.4).Kontraktual, yaitu adanya jaminan.5).Etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur. b. Crosby, kualitas adalah sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan(Conformance to requirement). c. Deming, kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar.
33
d. Feigenbaum, kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (Full Customer Satisfaction).
e. Garvin dan Davis, kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.41 Sementara Bafadal menyebutkan bahwa mutu adalah suatu tingkatan yang menunjukkan Gradasi kualitas sebuah obyek istilah, mutu memiliki pengertian yang bertentangan.42 Edward sallis malah mengutif Preffer dan Coote yang menyebut mutu sebagai konsep yang licik (a slippery concept) hal ini disebabkan istilah bermutu berkaitan dengan sudut pandang dan sudut kepentingan pengguna istilah yang berbeda-beda. Perbedaan terjadi disebabkan oleh konsep mutu yang bertolak dari standar absolut (absolute concept) dan standar yang relatif (relative concept) standar absolute
beranggapan bahwa mutu merupakan suatu keindahan kebenaran pasti dan tanpa kompromi.43 Sementara yang relatif bertolak dari pikiran Edward Sallis bahwa mutu merupakan sesuatu yang „not be expensive and exclusive. may be beautiful bt not necessarily so they don’t have to be special. They can be ordinary commonplace and familiar’. Alasan difinitif relatif berdasarkan
41
M.Nur Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 2-3. Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah , Makalah disampaikan seminar nasional, 2000. 43 Edward Salllis, Total Quality Managemen in Education, Alih Bahasa A. Ali Riyadi (Jogjakarta: IRCisSod, 2006) 42
34
pada kenyataan adanya perbedaan antara kepentingan subyek penghasilan barang atau jasa dengan kepentingan pemakai barang atau jasa. Namun justru dalam hal ini keanehannya. Saat subjek penghasil berorientasi pada kepentingan pemakai para pemakai sendiri lebih berorientasi pada persepsinya. 2. Kompetensi Guru a. Pengertian Kompetensi Kompetensi dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris, competence yang berarti kecakapan dan kemampuan. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.44 Kompetensi guru menurut Mulyasa seperti yang dikutip
Jejen
Musfah, merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, social, dan spiritual yang secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalitas.45 Professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan
44 45
UU Tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Asa Mandiri , 2008), 157. Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui Pelatihan dan Sumber Belajar Teori dan Praktik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 27.
35
keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.46 Kompetensi profesional adalah kemampuan guru untuk menguasai masalah akademik yang sangat berkaitan dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga kompetensi ini dimiliki
guru dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. b. Standar Kompetensi Guru 1) Menurut Perspektif Kebijakan Pendidikan Nasional Guru sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sedangkan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam melaksanakan tugas keprofesiaannya. Adapun jabatan profesional guru dituntut mempunyai beberapa kompetensi, dalam hal ini pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Tentang Standar Nasional Pendidikan Nomor 19 Tahun 2005 diantaranya adalah: a). Kompetensi Pedagogik
46
Undang-Undang Guru dan Dosen, 157.
36
Yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
47
Seorang guru harus mampu mengelola proses
pembelajaran dengan sebaik mungkin untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, disamping itu seorang guru juga harus mampu memahami karakteristik peserta didik, baik itu dari segi kecerdasan, kreatifitas, kondisi fisik, maupun perkembangan kognitifnya. b). Kompetensi kepribadian Adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. 48 Kompetensi kepribadian seorang guru sangat dibutuhkan oleh
peserta
didik
dalam
proses
pembentukan
pribadinya.
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumberdaya manusia.49 c). Kompetensi Profesional 47
Lihat: Saiful Sagala. Administrasi Pendidikan Kontemporer (Bandung: Alfabeta, 2000), 216217. 48 PP. Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan 49 Ibid.
37
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang diterapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi profesional merupakan kompetensi yang harus dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas utamanya yaitu mengajar. Adapun ruang lingkup kompetensi profesional guru adalah: 1) Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik secara filosofi, psikologis, maupun sosiologis, 2) Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik, 3) Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya, 4) Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi,
5) Mampu
mengembangkan
pembelajaran
yang
bervariasi, 6) Mampu mengembangkan dan menggunakan alat, media, dan atau sumber belajar yang relevan, 7)
Mampu
mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran50 Adapun tugas keprofesionalan guru, berkewajiban: 1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, 2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tehnologi,
50
dan
Mulyasa, Standar Kompetensi, 117.
seni,
3)
Bertindak
obyektif
dan
tidak
38
diskriminatif
atas dasar pertimbangan
jenis kelamin agama
suku ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga dan status social ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran, 4)
Menjunjung tinggi peraturan perundang undangan, hukum dan kode etik guru serta nilai-nilai agama dan etika, 5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan.51 Sedangkan tugas keprofesionalan guru, berhak :1) Memperoleh penghasilan diatas kebutuhan
hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial, 2) Mendapatkan kesempatan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, 3) Memperoleh perlindungan dan melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, 4) Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, 5) Memperoleh dan memanfaatkan sarana prasarana pembelajaran untuk menjunjung kelancaran tugas keprofesionalan, 6) Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan dan atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang undangan, 7) Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas, 8) Memiliki kebebasan
berserikat dalam organisasi profesi, 9) Memiliki
kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan, 10)
51
Memperoleh
kesempatan
UU Guru dan dosen No. 14 tahun 2005 pasal 20.
untuk
mengembangkan
diri,
39
meningkatkan Memperoleh
kualifikasi pelatihan
akademik
dan
dan
pengembangan
kompetensi, profesi
11) dalam
bidangnya.52 d). Kompetensi Sosial Adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. 2) Menurut Beberapa Ahli a) Menurut Nana Sudjana kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang yaitu : (1). Kompetensi bidang kognitif. (2). Kompetensi bidang sikap. (3). Kompetensi bidang perilaku atau performance. Kompetensi bidang kognitif yaitu kemampuan intelektual seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, evaluasi belajar siswa, pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaan yang dibinanya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya.
52
Ibid.
40
Kompetensi perilaku atau performance artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau perilaku, seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menyusun persiapan atau perencanaan mengajar.53 Ketiga kompetensi di atas tidak berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dan saling mempengaruhi dan mendasari satu sama lain. Dari kompetensi tersebut, jika ditelaah secara mendalam, maka hanya mencakup dua bidang kompetensi yang pokok bagi guru, yaitu kompetensi
guru
yang
banyak
hubungannya
dengan
usaha
meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan yakni: (1). Mencanangkan program belajar mengajar. (2). Melaksanakan dan memimpin atau mengelola proses belajar mengajar. (3). Menilai kemajuan proses belajar mengajar. (4). Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian bahan pelajaran yaitu bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya. Kemampuan-kemampuan
yang
disebutkan
dalam
empat
komponen di atas merupakan kemampuan yang sepenuhnya harus dikuasai
guru
yang
professional.
Untuk
mempertegas
dan
memperjelas kemampuan tersebut, berikut ini akan dibahas satu persatu.
53
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1987),18.
41
Pertama, Kemampuan merencanakan program belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar, guru terlebih dahulu mengetahui arti dan tujuan perencanaan tersebut dan menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terkandung didalamnya, adapun makna dari perencanaan program belajar mengajar adalah suatu proyeksi atau perkiraan guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa selama pengajaran itu masih berlangsung. Dan tujuannya adalah sebagai pedoman guru dalam melaksanakan praktek atau tindakan mengajar. Kedua, Melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar. Dalam proses belajar mengajar ini kegiatan yang harus dilaksanakna adalah menumbuhkan dan menciptakan kegiatan siswa-siswa dengan rencana yang telah disusun. Adapun yang termasuk dalam pengetahuan proses belajar mengajar meliputi prinsip-prinsip mengajar keterampilan hasil belajar siswa, penggunaan alat bantu dan keterampilan-ketermpilan memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar. Dan kemampuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman langsung. Ketiga, Memiliki kemampuan proses belajar mengajar. Dalam menilai kemampuan dan kemajuan proses belajar mengajar guru harus dapat menilai kemajuan yang dicapai oleh siswa yang meliputi bidang kognitif, efektif dan psikomotorik. Kemampuan penilaian ini dapat dikatakan dalam dua bentuk yang dilakukan melalui pengamatan terus menerus tentang perubahan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan
42
penilaian dengan cara pemberian skor, angka atau nilai-nilai yang bisa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa. Keempat, Menguasai bahan pengajaran. Secara jelas konsepkonsep yang harus dikuasai oleh guru dalam penguasaan bahan pelajaran ini telah tertuang dalam kurikulum, khususnya garis-garis besar program pengajaran (Silabus, RPP) yang disajikan dalam bentuk pokok bahasan dan sub pokok bahasan. b) Menurut Suharsimi Arikunto Dari beberapa uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya penguasaan kompetensi bagi guru yang professional, karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Sebagaimana dijabarkan oleh Suharsimi Arikunto mengenai tiga kompetensi tersebut antara lain: (1). Kompetensi Professional, artinya bahwa guru memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang subjek materi (bidang studi) yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. (2). Kompetensi Personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subyek. Artinya lebih terperinci adalah bahwa ia memiliki kepribadian yang patut diteladani. (3). Kompetensi Sosial, artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi social,
43
baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah, dengan pegawai tata usaha dan anggota masyarakat dilingkunganya.54 Dari ketiga kompetensi tersebut diatas, kompetensi profesional di pandang sangat penting karena berkait dengan kemampuan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas instruksional. Kualifikasi tenaga pengajar ditandai oleh kemampuan mengantarkan terdidik pada sepuluh kemampuan dasar sebagai guru sebagaimana sepuluh kemampuan dasar sebagai guru sebagaimana ditunjukkan oleh pemerintah menjabarkannnya dalam sepuluh kompetensi, yang selanjutnya disebut sepuluh kompetensi profesional guru. Kesepuluh kompetensi dimaksud adalah (1) kemampuan menguasai bahan-bahan pelajaran (2) kemampuan mengelola program belajar mengajar (3) kemampuan mengelola kelas (4) kemampuan menggunakan media dan sumber belajar (5) kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan (6) kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar (7) kemampuan menilai hasil belajar murid (8) kemampuan mengenal fungsi serta program layanan bimbingan dan penyuluhan (9) kemampuan mengenal serta menyelenggarakan administrasi sekolah (10) kemampuan memahami prinsip-prinsip serta menafsirkan hasil penelitian pendidikan untuk keperluan pengajaran. Keseluruhan ciri-
54
Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajar secara Manusiawi (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 239.
44
ciri tersebut diatas akan berhasil dicapai apabila dicarikan strategi upaya pengembangan yang tepat. 3. Guru Profesional Guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral dalam pelaksanaan proses pembelajaran.Berkaitan dengan hal tersebut maka guru akan menjadi bahan pembicaraan banyak orang, dan tentunya tidak lain berkaitan dengan kinerja dan totalitas, dedikasi dan loyalitas pengabdiannya. Guru professional akan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa.55 Pupuh Fathurrohman dan Aa Suryana mengelompokkan ciri-ciri guru professional menjadi lima komponen, yaitu: a. Komponen Afeksi guru yang mencakup cirri-ciri:1) sabar serta bijaksana, 2) ulet dan gembira, 3) siap dikritik dan rendah hati, 4) beriman dan memiliki moral yang baik, 5) berusaha berbicara yang jelas dan menarik, 6) tekun melaksanakan tugas. b. Komponen penguasaan ilmu pengetahuan yang mencakup ciri-ciri: 1)mengalami pendidikan formal dalam waktu lama, 2)memiliki pengetahuan tertentu yang spesifik, 3)mendalami dan memperluas pengetahuan dalam bidangnya secara terus menerus, 4)pengetahuan guru
55
Pupuh Fathurrohman dan Aa Suryana, Guru Profesional (Bandung: Refika Aditama,2012), 40.
45
hendaklah terintegrasi sebagai alat mengorganisasi, memotivasi, dan membantu murid belajar. c. Komponen penyajian bahan pelajaran yang mencakup ciri-ciri: 1)menanamkan
cara
berfikir
yang
ilmiah kepada
murid-murid,
2)mengembangkan kreativitas murid dan kepercayaan kepada diri sendiri dalam menghadapi masa mendatang, 3)mengembangkan filsafat moral murid-murid dan pandangannya yang positif terhadap dunia, 4)dalam mengorganisasi belajar murid-murid guru bertindak sebagai promoter, fasilitator, korektor, konsultan, dan manajer. d. Komponen hubungan guru dengan murid yang mencakup ciri-ciri: 1)kenal akan keadaan setiap murid baik kemampuan belajarnya dan keadaan ekonominya, 2)sensitive terhadap keadaan murid, 3)menaruh belas kasihan kepada murid dalam situsai-situasi tertentu, senang kepada murid-murid, 5)memiliki otonomi dalam bertindak terhadap muridmurid, 6)tidak bertindak sebagai dictator, 7)memberi bimbingan dan bantuan murid dalam mengatasi gangguan mental. e. Komponen hubungan guru dengan orang-orang dewasa yang mencakup ciri-ciri: 1).menjadi anggota organisasi profesi, 2).bergaul dan berteman baik dengan kawan-kawan seprofesi, 3).berteman baik dengan anggotaanggota masyarakat, 4).pribadi guru menjadi contoh di masyarakat.56 Sedangkan menurut Suyanto dan Asep Jihad, untuk menjadi guru professional seseorang setidaknya memiliki standar minimal yaitu:
56
Ibid.,51.
46
a. Memiliki kemampuan intelektual yang baik; b. Memiliki kemampuan memahami visi dan misi pendidikan nasional; c. Memiliki keahlian mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa secara efektif; d. Memahami konsep perkembangan psikologi anak; e. Memiliki kemampuan mengorganisasi proses belajar; f. Memiliki kreativitas dan seni mendidik.57 D. Peningkatan Mutu Guru Guru
memegang
peranan
penting
dalam
peningkatan
kualitas
pembelajaran, baik kualitas proses maupun kualitas lulusan. Apabila kualitas atau mutu gurunya bagus maka kualitas pendidikan juga akan bagus. Memperhatikan mutu guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan guruguru di Amerika. Karena standar yang diberlakukan sangatlah jauh berbeda. Sekalipun demikian, guru harus memiliki kepedulian untuk meningkatkan kualitasnya sehingga mutu pendidikan bisa meningkat seiring meningkatnya kualitas atau mutu guru-guru Indonesia. Maka dalam rangka meningkatkan mutu guru usaha yang dilakukan yaitu antara lain: 1. Melalui Pengembangan Profesi Pengembangan adalah suatu proses untuk membantu organisasi atau individu dalam melakukan pekerjaan secara efektif. Pengembangan adalah
57
Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional, 5.
47
peningkatan kuantitas dan kualitas SDM. Ada lima macam kegiatan guru yang termasuk kegiatan pengembangan profesi58, yaitu: a. Melaksanakan kegiatan karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan. b. Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan. c. Membuat alat peraga atau alat bimbingan. d. Menciptakan karya seni. e. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum. 2. Melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Salah satu kegiatan yang selama ini dianggap efektif dalam meningkatkan
kemampuan
profesionalisme
guru
adalah
melalui
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Kegiatan yang berasal dari satu rumpun bidang studi ini dilakukan untuk mendiskusikan permasalahanpermasalahan yang berhubungan dengan bidang studi tersebut. Oleh karena itu MGMP merupakan salah satu system penataran guru dengan pola dari, oleh dan untuk guru.Agar tujuan MGMP dapat tercapai, Suyanto dan Asep Jihad mengemukakan berbagai langkah yang perlu ditempuh dalam menentukan bentuk dan proses MGMP, yaitu sebagai berikut: Penentuan kebutuhan pendidikan dan latihan, atau suatu penilaian kebutuhan yang komprehensif; Penetapan tujuan yang bersifat umum dan spesifik; Pemilihan metode; Pemilihan media; Implementasi program; Evaluasi program.59
58
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi & Kompetensi Guru (Yogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013), 172. 59 Suyanto dan Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional, 36.
48
3. Melalui Program Sertifikasi Peningkatan profesionalisme guru dan tenaga pendidik menjadi perhatian
pemerintah,
dengan
diterbitkannya
Undang-Undang
RI
No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah RI No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjadi payung hukum bahwa guru adalah pendidik professional. Wujud nyata pemerintah dalam peningkatan kualitas guru salah satunya dengan sertifikasi guru.Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik pada guru, yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti pengakuan formalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga professional.60
60
Ibid.,34.