TINJAUAN EKONOMI PENANGANAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN
iingkatkan keamanan pangan Pemerintah telah melakukan rpadu (SKPT) pada tanggal 13 ma-sama kita meningkatkan adalah suatu wadah yang rm kegiatan pengkajian risiko terkait dengan pengawasan kqiatan kajian ilmiah untuk ngan, kajian efektivitas dan eterpaduan dalam pengujian dan sebagainya. Jejaring 1 kerjasama antara para ppunyai fungsi dalam sistem m administrasi (kebijakan, ), inspektorat, dan analisis. vitas, seperti meninjau rdinasi pengembangan mengembangkan metode gan. Jejaring Promosi raan antar anggota dari ubungan dengan promosi ntuk berdasarkan sistem n informasi hasil dari kajian gan manajemen risiko. yang dapat dikembangkan tepat meliputi penguatan ediaan perangkat peraturan dukung pengawasan berupa i petugas pengawas, dan rmasi dan edukasi IKIE. nasional untuk mengatasi antung pada keperdulian ajemen keamanan pangan dalam ha1 ini difasilitasi
Ahmad ~ulaeman'dan Hidayat syarief2
Pendahuluan Keamanan Pangan telah menjadi perhatian utama Organisasi b Pertanian dan Pangan Dunia (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia P (WHO). Masing-masing organisasi mendefinisikan keamanan pangan ) yang berbeda. FA0 mendefinisikannya sebagai pemberian jaminan bahwa pangan tidak menyebabkan bahaya kepada konsumen ketika disiapkan dan atau dimakan sesuai dengan penggunaan yang dimaksudkan. Sedangkan WHO lebih banyak berbicara dalam ha1 h foodborne illnesses, atau penyakit bawaan makanan yang biasanya 1 berupa infeksi atau intoksikasi, yang disebabkan oleh agen yang masuk ;g; ke dalam tubuh melalui makanan. Namun kedua organisasi sepakat [ bahwa keamanan pangan (food safety) merupakan salah satu komponen $ dari ketahanan pangan (food security). Karenanya adalah sangat ! penting bagi para pengambil kebijakan untuk mengingat dan
5 i'
( fi
i , i
:
i
mempertimbangkannya secara seksama karena aspek ini sering diberikan perhatian yang kurang daripada yang seharusnya. Definisi Keamanan Pangan menurut Joint FAOIWHO Expert Committee of Food Safety adalah semua kondisi dun upaya yang dfperlukan selama produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, dun penyiapan makanan untuk memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat, dun baik untuk konsumsi manusia. Undangundang No 7 tahun 1996 tentang pangan, mendefiniskan keamanan pangan yang hampir senada dengan definisi FAOIWHO yaitu: kondisi dun upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dun benda lain yang dapat mengganggu,
' Dr. Ahmad Sulaeman adalah Pengajar di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, bwitut Pertanian Bogor.
' Prof.Dr. Hidayat Syarief adalah Guru Besar di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, lnstitut Pertanian Bogor.
Keumamn, Mutu, dun Gizi Pangan
SEAFAST Center IPB
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan merupakan jaminan bahwa makanan tidak akan mengakibatkan bahaya bagi konsumen ketika i t u dipersiapan danlatau dimakan menurut pemakaian yang dimaksudkan atau dikehendaki (Codex ,1997). Namun demikian, di Indonesia, makna keamanan pangan tidak cukup hanya diartikan sebagai bebas dari ketiga jenis macam cemaran, tapi juga harus bebas dari cemaran yang dapat menyebabkan pangan menjadi tidak halal yang dapat mengganggu ketenangan batiniah. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi V (1993) mendefinisikan Keamanan Pangan sebagai suatu keadaan bebas dari risiko kesehatan disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan, dan kontaminasi baik oleh mikroba atau senyawa kimia serta memenuhi kebutuhan spiritual. Di Indonesia, keamanan dimaksudkan sebagai suatu kepastian praktis bahwa tidak ada cedera yang terjadi sebagai akibat pemakaian bahan apabila dipergunakan dengan cara dan dalam jumlah yang wajar serta tidak mengandung bahan yang dilarang menurut syariat Agama Islam. Karena i t u semasa masih ada kementerian Negara Urusan Pangan, pangan yang "AMAN" adalah pangan yang SAH (Sehat, Aman dan Halal). Secara teknis, pangan yang "AMAN" ini oleh Direktorat Jenderal Peternakan Deptan diterjemahkan lagi menjadi pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal), khususnya untuk produk-produk asal hewani. Dengan demikian pengertian AMAN dalam konteks lndonesia lebih lengkap yaitu aman secara lahiriah dan aman secara batiniah. Hal ini penting mengingat pangan yang tidak halal merupakan pangan yang tidak aman bagi konsumen lndonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam. Dalam pengertian ASUH juga sudah tercakup makna pangan bermutu (utuh). Keamanan pangan (food safety) merupakan unsur penting ketahanan pangan (food security) yang tidak boleh diabaikan begitu saja dengan alasan apapun. Dalam UU No 7 tahun 1996, disebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Hal tersebut telah menjadi komitmen dari semua negara yang menjadi anggota FA01WHO dimana pada tahun 1992 mendeklarasikan bahwa Memperoleh makanan yang cukup, bergizi dan aman adalah hak setiap manusia (FAOIWHO International Conference on Nutrition: World
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, don Gizi Pangan
h manusia. Keamanan pangan F akan mengakibatkan bahaya danlatau dimakan menurut Fdaki (Codex ,1997). Namun /n pangan tidak cukup hanya /s macam cemaran, tapi juga enyebabkan pangan menjadi nangan batiniah. Widyakarya efinisikan Keamanan Pangan kesehatan disebabkan oleh baik oleh mikroba atau an spiritual. Di Indonesia, astian praktis bahwa tidak pemakaian bahan apabila h yang wajar serta tidak ariat Agama Islam. Karena Urusan Pangan, pangan yang , Aman dan Halal). Secara ktorat Jenderal Peternakan n yang ASUH (Aman, Sehat, produk asal hewani. Dengan Indonesia lebih lengkap yaitu batiniah. Hal ini penting kan pangan yang tidak aman sar penduduknya beragama ah tercakup makna pangan
merupakan unsur penting dak boleh diabaikan begitu 7 tahun 1996, disebutkan terpenuhinya pangan bagi a pangan yang cukup baik terjangkau. Hal tersebut ara yang menjadi anggota mendeklarasikan bahwa dun aman adalah hak setiap rence on Nutrition: World
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan
claration on Nutrition, 1992). Dengan demikian keamanan pangan rupakan hak dan sekaligus kewajiban azasi manusia yang harus lindungi dan dipenuhi oleh suatu pemerintahan. Namun demikian dalam diskusi-diskusi dan pembahasan tahanan pangan termasuk dalam implementasi program-program dari dan Bimas Ketahanan Pangan, penekanan biasanya lebih sering rikan pada dua unsur ketahanan pangan saja yaitu ketersediaan dan es atau daya beli (affordabilitas). Padahal dua komponen lainnya ri ketahanan pangan yaitu keamanan pangan merupakan ha1 yang tru paling krusial. Dapat dikatakan tanpa keamanan pangan, tidak a ketahanan pangan karena keamanan pangan merupakan unsur ting ketahanan pangan. Keamanan Pangan juga tidak bisa dipisahkan dari mutu pangan. No 7 tahun 1996 secara jelas menyebutkan bahwa mutu pangan lah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, ungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, kanan dan minuman. Karena itu. bila berbicara mutu maka manan pangan harus selalu menjadi bahan pertimbangan dan aliknya. Namun sayangnya saat ini masyarakat atau pasar hanya berikan sedikit penghargaan bagi produsen atau petani yang telah ghasilkan produk yang aman dan bermutu atau memenuhi apa yang andatkan oleh pemerintah. Berkaitan dengan urgensi penanganan mutu dan keamanan n, pertanyaan-pertanyaan berikut mungkin akan muncul sebagai n terhadap pihak-pihak yang skeptis dengan program keamanan
1. Apakah manfaat atau keuntungan sosial dan ekonomis dari penanganan mutu dan keamanan terhadap produsenl industri, pemerintahlnegara dan individul konsumen? 2. Dari Sisi Produsen: Betulkah penanganan mutu dan keamanan pangan hanya akan menambah beban biaya saja tanpa memberikan nilai tambah atau insentif apapun? 3. Dari segi konsumen: Betulkah keamanan pangan akan membuat produk menjadi lebih maha sehingga susah terjangkau, selain membuat repot dan tidak praktis karena tiap membeli harus selalu teliti atau cerewet?
4. Dan sisi pemerintah: Betulkah penanganan mutu dan keamanan pangan hanya akan menambah beban anggaran dan pekerjaan karena harus memerlukan biaya pembinaan, biaya pengawasan dan pemeriksaan yang tidak sedikit? 5. Bagaimana mengukur dampak ekonomis dari program penanganan mutu dan keamanan pangan yang tampaknya akan menghamburkan biaya? 6. Apa akibatnya kalau mutu dan keamanan pangan tidak ditangani serius? Baik bagai individu/masyarakat/ konsumen, industri/produsen, maupun bagi negara/ pemerintah? Tulisan ini mencoba mendiskusikan hal-hal yang menjadi pertanyaan di atas dengan harapan bisa menggugah kita semua akan pentingnya penanganan mutu dan keamanan pangan yang komprehensif, terpadu dan terprogramkandengan baik.
Kenapa Mutu dan Keamanan Pangan Penting Pentingnya Mutu dan Keamanan Pangan Program gizi sudah banyak berhasil menanggulangi masalah gizi masyarakat dan kini meski sempat terkena krisis moneter, tinggal beberapa saja yang masih harus mendapat perhatian, diantaranya Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan lodium (GAKI), Kurang Vitamin A(KVA), dan Anemi Besi. Program penanggulangan gizi masyarakat telah mendapat perhatian dan anggaran yang cukup besar selama ini. Namun berbeda dengan program keamanan pangan terlebih-lebih lagi produk segar masih belum mendapat perhatian utama. Padahal, terdapat kaitan yang erat antara kejadian kasus pangan yang tidak aman dengan meningkatnya kasus gizi buruk semisal diare. Wirakartakusumah (1994) menyatakan bahwa keamanan pangan merupakan masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik, toksisitas kimiawi, dan status gizi. Hal ini saling berkaitan dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan masalah terhadap status gizinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan pangan juga sangatlah kompleks selain keadaan lingkunsan
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, don Gizi Pangan
qanganan mutu dan keamanan eban anggaran dan pekerjaan .embinaan, biaya pengawasan ekonomis dari program angan yang tampaknya akan an keamanan pangan tidak vidulmasyarakatl konsumen, garal pemerintah? kan hal-ha1 yang menjadi menggugah kita semua akan keamanan pangan yang dengan baik.
t
n Penting
menanggulangi masalah gizi na krisis moneter, tinggal pat perhatian, diantaranya Akibat Kekurangan lodium n Anemi Besi. Program mendapat perhatian dan un berbeda dengan program roduk segar masih belum apat kaitan yang erat antara gan meningkatnya kasus gizi (1994) menyatakan bahwa ang kompleks sebagai hasil oksisitas kimiawi, dan status gan yang tidak aman akan ada akhirnya menimbulkan aktor yang mempengaruhi selain keadaan l,ingkungan
I"
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan
biologik, perilaku masyarakat, tingkat pendidikan dan pendapatan arakat, juga faktor lainnya seperti tingkat lalu lintas pangan ini yang sudah tidak menenal batas lagi. Karenanya, masalah keamanan pangan, hampir setiap saat terjadi, di mana saja, saja, dan dapat menimpa siapa saja, baik kaya atau miskin, baik ara terbelakang maupun negara maju. Dalam Deklarasi Alma Ata (1978) dinyatakan secara implisit a keamanan makanan merupakan komponen esensial dari anan kesehatan primer (Primary Health Care). Senyatanya nan makanan merupakan komponen penting dan mempunyai nan dalam menurunkan angka kesakitan dan angka kematian. an yang tidak aman (unsafe) yang disebabkan oleh adanya zat-zat yang membahayakan merupakan penyebab banyak penyakit ma penyakit yang dibawa oleh makanan, dari yang ringan yaitu diare sampai pada botulisme, tipus, hepatitis, parasitis, efek s dari kontaminan bahan kimia dan lain-lain. Perhatikanlah apa terjadi dulu ketika program pemberian makanan sapihan yang n untuk meningkatkan status gizi anak malah berbalik abkan anak-anak kurang gizi karena seringnya terjadi diare yang kan tidak diperhatikannya aspek keamanan seperti sanitasi air nitasi wadah atau peralatan yang digunakan dalam penyiapan nan sapihan tersebut. Deklarasi Roma mengenai Ketahanan Pangan Dunia yang ilkan dalam sidang ke 25 World Food Summit tahun 1999 askan kembali hak dari setiap orang untuk mendapat akses pangan yang aman dan bergizi, konsisten dengan hak untuk an yang cukup dan hak dasar bagi setiap orang untuk bebas dari Dengan demikian World Food Summit tersebut menyadari dan gakui jalinan instrinsik antara ketahanan pangan (food security), angan (food quality) dan pengendalian keamanan pangan (food Meningkatnya populasi penduduk di negara-negara mbang, dan terutama di perkotaan, berlipat dengan masalah ngan dan hygiene pangan, akan menyebabkan tekanan yang lebih r terhadap sistem produksi pangan, penanganan, dan distribusi di a-negara berkembang. Hal ini dapat membawa kepada potensi lah pangan dan keamanan pangan yang serius.
.
.
#MAST Center IPB
Pentingnya mutu dan keamanan pangan diperhatikan dalam perdagangan internasional telah disadari olen negara-negara yang turut dalam pertemuan Putaran Uruguay tentang Negosiasi Perdagangan Multilateral yang melahirkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tahun 1994. Berdasarkan Putaran Uruguay telah dihasilkan dua ketentuan yang mengatur perdagangan dunia yaitu Sanitary and Phytosanitary (SPS) AgfPement dan Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement. Dalam TBT Agreement, masing-masing negara anggota WTO diberi hak untuk menolak produk pangan yang masuk jika tidak sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Sedangkan dalam SPS Agreement, setiap negara anggota WTO diberi hak untuk menolak produk pangan yang masuk ke negaranya bila produk tersebut dicurigai dapat mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan. Lebih lanjut, sebagai konsekuensi terhadap Perjanjian Putaran Uruguay mengenai penerapan SPS' dan TBT tersebut, akses terhadap pasar ekspor pangan oleh negara berkembang akan tergantung kepada seberapa besar kemampuan mereka untuk memenuhi standar dan keamanan pangan yang diterima internasional. Dengan tidak terpenuhinya standar mutu dan keamanan pangan, jangan heran banyak produk Indonesia ditolak masuk negara lain. Pentingnya pemenuhan keamanan pangan juga dipicu oleh tuntutan konsumen akan produk pangan yang bermutu dan aman sejalan dengan meningkatnya pendidikan dan pendapatan mereka. lndikasi ke arah tersebut ditunjukkan dengan pesatnya pertumbuhan supermarketlhipermarket yang dapat dijadikan indikator konsumen mencari yang lebih bersih, aman, dan sehat. Sejalan dengan arus globalisasi, tuntutan konsumen modern terhadap mutu dan keamanan pangan semakin deras dan kompleks. Kalau sebelumnya konsumen merasa puas dengan mendapatkan pangan yang terjangkau harganya, kini konsumen menuntut lebih dari sekedar itu, namun juga pangan tersebut harus sesuai selera, aman, menyehatkan dan bagi konsumen muslim tentu saja yang halal. Konsumen akan mencari produk pangan yang dipercaya dapat memenuhi tuntutannya tersebut. Dengan demikian konsumen mencari produk yang mempunyai integritas yang tinggi. Integritas pangan merupakan suatu piramida yang tersusun oleh tiga komponen utama yaitu (1) keamanan pangan sebagai prasyarat utama, (2) mutu pangan
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, dun Gizi Pangan
--
)angan diperhatikan dalam en negara-negara yang turut ang Negosiasi Perdagangan Perdagangan Dunia (WTO) pay telah dihasilkan dua dunia yaitu Sanitary and ical Barriers to Trade (TBT) -masing negara anggota WTO yang masuk jika tidak sesuai tgkan dalam SPS Agreement, ltuk menolak produk pangan k tersebut dicurigai dapat nusia, hewan, tanaman, dan uensi terhadap Perjanjian dan TBT tersebut, akses rkembang akan tergantung untuk memenuhi standar ernasional. Dengan tidak angan, jangan heran banyak pangan juga dipicu oleh yang bermutu dan aman dan pendapatan mereka. gan pesatnya pertumbuhan adikan indikator konsumen untutan konsumen modern akin deras dan kompleks. ngan mendapatkan pangan enuntut lebih dari sekedar rus sesuai selera, aman, tentu saja yang halal. n yang dipercaya dapat emikian konsumen mencari tinggi. Integritas pangan oleh tiga komponen utama rat utama, (2) mutu pangan
I
Keamanan, Mutu, don Gizi Pangan
agar memenuhi selera dan (3) Kredensi yang terutama melihat aspek produksi yang memperhatikan kesejahteraan hewan, tanggung jawab bsial, lingkungan dan memperhatikan aspek lokal (Garnbar 1). Pangan grzmg mempunyai integritas dan dibuktikan dengan adanya sistem jaminan mutu (quality assurance) akan membangkitkan kepercayaan (trust) konsumen sehingga konsumen akan mencari produk yang Warnin tersebut.
r 1.
1
Hubungan lntegritas Pangan dengan Kepercayaan Konsumen (Sumber: Davis and Barnes, 2005)
Sesuai dengan karakteristik konsumen modern yang mempunyai ntara lain: lebih menuntut, "well informed", rewel, individual, s dan tajam, terpolarisasi, lebih sadar mengenai diet, kesehatan keamanan pangan, Lebih perhatian pada isu-isu hijau, ahteraan hewan, dan masalah etika, penuh tekanan (stress), dan memilih-milih dalam kebiasaan berbelanjanya (Davies and Barnes, , maka integritas dari suatu pangan dimana keamanan pangan ~ d pondasi i utamanya menjadi sangat penting. Konsep pangan ASUH sebenarnya tidak lepas dari terbentuknya integritas pangan kuat sehingga masyarakat misalnya tidak ragu lagi mengkonsumsi k unggas. Pengetahuan konsumen saat ini semakin meningkat dan mereka cin sadar akan haknya untuk memperoleh makanan yang bermutu
iT Center IPB
dan aman. Mereka akan semakin kritis dalam memilih produk makanan. Dalam era perdagangan bebas ini, mereka tidak akan segan-segan memilih produk impor jika dianggap produk impor lebih bermutu dan aman dibandingkan dengan produk domestik. Hal ini tentunya tidak dikehendaki karena dipastikan akan mematikan produksi di dalam negeri. Konsumen yang mengerti dan sadar bahwa hak-haknya dilindungi oleh Undang-Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak akan segan-segan untuk menuntut pemerintah dan produsen yang melalaikan aspek mutu keamanan pangan seandainya terjadi kasus keracunan makanan atau foodborne disease. Keyakinan konsumen yang kuat akan keamanan suplai pangan merupakan hal yang krusial untuk membangun dan mempertahankan suatu sistem pangan yang efisien bagi 21 bangsa anggota forum kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Dalam satu laporan yang dikeluarkan pada akhir Oktober 2002, ahli ekonomi pertanian dan industri pangan dari Pasific Food System Outlook (PFSO) meminta pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja bersama-sama untuk mempertahankan database penyakit yang dibawa makanan (foodborne illness), mendukung penelitian untuk mencegah kontaminasi pada makanan, harmonisasi standar dan praktek berbasis ilmiah, dan mensponsori pendidikan konsumen untuk memastikan penanganan pangan yang aman. Ketidakpastian mengenai keamanan pangan merupakan musuh dari perilaku konsumen yang rasional dan investasi bisnis dalam sistem pangan. Keamanan pangan menjadi sangat penting saat ini karena dua faktor: (1) pangan merupakan cara utama transmisi agen penyebab penyakit (bakteri, virus, dan kuman Lainnya) dan (2) Pangan berhubungan dengan pembangunan, karena hal tersebut bukan hanya menentukan kesehatan individu dan masyarakat dan karenanya produktivitas nasional, namun juga mempunyai potensi ekspor dan dapat menghasilkan devisa. Sangat jelas bahwa di era globalisasi, mutu dan keamanan pangan merupakan hal yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perjanjian TBT dan SPS merupakan instrumen dalam perdagangan global yang menekankan pentingnya pemenuhan standar mutu dan keamanan pangan.
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangon
am mernilih produk makanan. .eka tidak akan segan-segan juk impor lebih bermutu dan 2stik. Hal ini tentunya tidak 2matikan produksi di dalam I sadar bahwa hak-haknya In 1999 tentang Perlindungan k menuntut pemerintah dan ;earnanan pangan seandainya dborne disease. an keamanan suplai pangan ,angun dan rnempertahankan 21 bangsa anggota forum Dalarn satu laporan yang ahli ekonorni pertanian dan p Outlook (PFSO) meminta kerja bersama-sama untuk bawa rnakanan (foodborne ncegah kontaminasi pada ek berbasis ilmiah, dan k memastikan penanganan
.
pangan merupakan musuh nvestasi bisnis dalam sistem enting saat ini karena dua transrnisi agen penyebab ainnya) dan (2) Pangan ha1 tersebut bukan hanya asyarakat dan karenanya punyai potensi ekspor dan mutu dan keamanan pangan bisa ditawar-tawar lagi. umen dalarn perdagangan enuhan standar mutu dan
earnanon, Mutu, dan Gizi Pangan
io-ekonomi Pangan yang Tidak Aman
ang tidak aman akan menyebabkan penyakit bawaan orne diseases) beserta konsekuensinya yang ongkosnya dibandingkan dengan ongkos yang dikeluarkan untuk n produk yang aman ataupun biaya pengawasan keamanan lah banyak dilaporkan kasus keracunan ataupun kesakitan anan. Sejak dulu kita sering disuguhi berita-berita keracunan Mulai kasus keracunan tempe bongkrek, kasus mie instant, kuit beracun, kasus lemak babi yang menggegerkan, kasus n dalam suatu pesta, kasus kematian karena memakan sale kasus keracunan ikan, kasus keracunan pestisida, kasus n anak sekolah, dan sebagainya hanyalah sebagian dari kasus an yang pernah terjadi di Indonesia. ngan yang tidak aman tidak hanya akan mempengaruhi derajat an rnasyarakat dalam bentuk kesakitan atau bahkan kematian, a akan berpengaruh terhadap produktivitas nasional, keadaan karena meningkatnya biaya negara untuk pengobatan, ngan internasional, serta merusak citra negara yang dapat ikasi pada sektor lainnya seperti pariwisata. Dan kasus-kasus n yang banyak menimpa karyawan pabrik misalnya, dapat berapa kerugan ekonomi yang ditanggung masyarakat dan untuk akibat biaya yang dikeluarkan tan/perawatan, kehilangan jam kerja dan kesempatan kerja ungkinan menurunnya produksi. Dalam perdagangan internasional, rnakanan yang terkontaminasi k aman) tidak akan diterima oleh negara pengimpor. Suatu contoh tahun 1987 komoditi ekspor pangan Indonesia yang ditahan di ka Serikat senilai 21 juta dollar AS dan pada tahun 2001 gkat Lagi menjadi beberapa puluh kali Lipatnya. Mengutip Laporan tahun 2001, Allshouse et a l (2003) menyatakan bahwa lndonesia pakan salah satu dari tiga negara eksportir produk anan/seafood selain Vietnam dan Thailand yang paling tinggi at pelanggarannya terkait dengan masalah mutu dan keamanan an. Jumlah kasus penahanan pada tahun 2001 adalah sebesar 366 atau 8,3% dari total penahanan di Amerika Serikat yang senilai n 382,l juta dollar AS. Penahanan terjadi karena terjadinya
.
pelanggaran misalnya karena kandungan Salmonella, kotor (filthy), tanpa proses, tidak saniter, memerlukan asam atau es, beracun, mengandung listeria, kandungan histamin, atau penggunaan pewarna yang tidak aman. Secara umum dalam perdagangan internasional, jumlah terbesar dari penolakan produk impor berasal dari negaranegara berkembang. Pelanggaran yang paling sering dituduhkan adalah terdapatnya serangga, kontaminasi mikroba, dan level residu pestisida yang berlebihan. lndonesia merupakan sumber ekspor bahan mentah maupun yang telah diproses termasuk komoditi pangan yang berasal dari bahan alami pertanian tropis dan sekaligus sebagai sumber devisa yang penting bagi pembangunan. Namun demikian aspek negatif yang dapat timbul karena reputasi kesehatan masyarakat yang kurang baik memberikan citra yang sangat negatif dalam perdagangan pangan internasional. Sering terjadinya kasus foodborne disease dan penahanan produk kita di luar negeri membawa pengaruh dan dampak bagi citra negara dalam perdagangan pangan tersebut. Mengingat reputasi lndonesia yang masih kurang baik dalam penanganan masalah mutu dan keamanan pangan, negara-negara di Uni Eropa mulai tahun ini telah menerapkan persyaratan yang lebih ketat terhadap produk-produk yang berasal dari Indonesia, khususnya produk perikanan, dimana tiap kontainer produk asal lndonesia akan diperiksa satu persatu walau sudah ada sertifikat hasil u j i mutu dari laboratorium di negara kita. Sangat jelas bahwa membahas aspek ekonomi keamanan pangan, selain dapat ditinjau dari kasus kejadian foodborne diseases, juga tidak dapat dilepaskan dari kepentingan perdagangan dunia. Dalam era globalisasi, tiap negara di dunia sangat tergantung kepada produk pangan dari negara lainnya. Mutu dan keamanan pangan dari produk satu negara akan mempengaruhi kesehatan dari penduduk lainnya yang mengimpor produk tersebut. Adanya perubahan gaya hidup d i seluruh dunia membawa kepada ketergantungan yang sangat besar kepada pangan yang diproduksi di negara lain. Rantai makanan telah menjadi lebih panjang dan komplek, dan peluang kontaminasi dari makanan semakin meningkat. Perdagangan pangan internasional telah meluas secara dramatis selama dekade terakhir ini sebagai hasil dari globalisasi pasar dunia. Saat ini, FA0 memperkirakan bahwa lebih dari 500 juta ton makanan masuk ke perdagangan internasional dengan nilai sekitar
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, don Gizi Pangan
~n Salmonella, kotor (filthy), kan asam atau es, beracun, in, atau penggunaan pewarna n perdagangan internasional, k impor berasal dari negaraaling sering dituduhkan adalah ~ba,dan level residu pestisida ,r bahan mentah maupun yang yang berasal dari bahan alami mber devisa yang penting bagi
-500 milyar pertahun.
Globalisasi perdagangan pangan
n tantangan utama terhadap otoritas pengawasan keamanan
tersebut
diproduksi dan dapat
menyebabkan outbreaks
pangan yang berbeda yang dapat mengandung ingredient atau ari benua yang berbeda.
gan internasional. Sering nahanan produk kita d i luar
n perlu diperhatikan, terutama dikaitkan dengan dampak sosio-
putasi Indonesia yang masih
: (a) Biaya medis, (b) Hilang pendapatan, (c) Sakit dan
utu dan keamanan pangan, ini telah menerapkan -produk yang berasal dari na tiap kontainer produk u walau sudah ada sertifikat
ritaan, (d) Kehilangan waktu santai, (e) Biaya pengasuhan anak,
rlebih-lebih oleh negara. Dampak terhadap individu misalnya
edangkan dampak terhadap produsen dan industri adalah sebagai kut: (a) penarikan produk, (b) turunnya produktivitas, (c) utupan pabrik, (d) clean-up, (e) kehilangan pasar, (f) jatuh imej,
ekonomi keamanan pangan, dborne diseases, juga tidak agangan dunia. Dalam era tergantung kepada produk manan pangan dari produk dari penduduk lainnya yang
ngurusan asuransi, dan (h) biaya hukum. Sementara dampak ap negara antara lain: (a) biaya surveilens, (b) penyelidikan
eak, (c) kehilangan produktivitas nasional pada daerah endemik, berkurangnya ekspor, (e) biaya jaminan sosial dan perawatan, (f) ngguran, (g) kehilangan tuns, dan (h) kehilangan sumberdaya
tai makanan telah menjadi kontaminasi dari makanan internasional telah meluas sebagai hasil dari globalisasi bahwa lebih dari 500 juta
rika Serikat. Bila perusahaan menemukan bahwa mereka telah
asional dengan nilai sekitar
nghubungi wholesaler, retailer dan lainnya dalam rantai distribusi
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan
FAST Center IPB
s mengontak pelanggannya dan menginstruksikannya untuk
pangan dan meminta mereka untuk mengembalikan atau menghancurkan pangan yang berpotensi tidak aman. Karena sistem pengawasan yang ketat di sana, hampir tiap saat terdapat perusahaan yang dikenai hukuman untuk menarik produknya dari pasaran karena terindikasi tercemar patogen. Sebagai contoh pada tahun 2003 di USA dilaporkan 36 juta pounds daging harus ditarik, tahun 2002 sebanyak 19 juta pounds hamburger juga harus ditarik dari pasaran karena tercemar bakteri E. Coli, salah satu bakteri patogen penyebab foodborne disease. Sebelumnya 1977 sekitar 25 juta ground beef ditarik dari pasaran juga karena tercemar E. coli.
Kasus Foodborne Diseases Salah satu dampak dari pangan yang tidak aman adalah timbulnya penyakit akibat makanan yang dikenal dengan foodborne disease atau kadang disebut kasus keracunan makanan. Kasus foodborne disease dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan dapat menimpa siapa saja. Tidak peduli yang kaya atau yang miskin. Bahkan di negara yang telah maju pun, tiap tahunnya satu diantara tiga konsumen pernah mengalami sakit karena patogen yang berasal dari makanan. Di negara berkembang tentunya lebih buruk lagi. Walaupun sistem medis di negara-negara berkembang ini tidak dilengkapi dengan sistem untuk memperoleh statistik yang akurat, telah diketahui bahwa banyak negara berkembang menjadi sasaran foodborne disease yang berbahaya seperti kolera, diare, dan hepatitis A. Dari 1,5 milyar anak-anak di bawah Lima tahun yang terkena diare tiap tahun, 70 persen dari kasus tersebut disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi secara biologis dan oleh air yang tidak bersih. Tiga juta dari anak-anak tersebut mati premature, terutama di negara-negara berkembang. Perkiraan sebelumnya oleh FSIS-USDA menyebutkan bahwa di USA tiap tahun terjadi 6 - 33 juta kasus foodborne illness dengan sekitar 9.000 kematian. Khusus untuk foodborne disease yang disebabkan oleh tujuh bakteri patogen, data tahun 1996 menunjukkan terdapat sekitar 3,3 juta - 12,3 juta kasus dengan 1.900-3700 kematian tiap tahunnya (Tabel 1). Studi yang lebih baru yang dilakukan oleh Mead et al. (1999) yang juga dirilis oleh CDC (2000) memperkirakan foodborne diseases
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan
tuk mengembalikan atau tidak aman. Karena sistem saat terdapat perusahaan uknya dari pasaran karena pada tahun 2003 di USA arik, tahun 2002 sebanyak 19 ari pasaran karena tercemar penyebab foodborne a ground beef ditarik dari
tiap tahunnya menyebabkan: 76 juta orang sakit, 325.000 orang dirawat di rumah sakit, dan 5000 kematian. Di Inggris, kejadian foodborne diseases sebagaimana dilaporkan oleh Food Standards Agency melaporkan tiap tahunnya terjadi sekitar 4.5 juta kasus dengan 50-60 kematian. Departemen Kesehatan Kanada memperkirakan kejadian pertahun 2.2 juta kasus. The New Australia New Zealand Food Authority (ANZFA) memperkirakan terdapat 4.2 juta kasus indidvidu yang berkaitan dengan penyakit bawaan makanan setiap tahunnya. Tabel 1 . Perkiraan Luasan Foodbone Illness Tiap Tahun untuk Tujuh Patogen Utama di Amerika Serikat
dak aman adalah timbulnya gan foodborne disease atau Kasus foodborne disease dapat menimpa siapa saja. ahkan di negara yang telah tiga konsumen pernah ldari makanan. Di negara laupun sistem medis di api dengan sistem untuk diketahui bahwa banyak me disease yang berbahaya 1,5 milyar anak-anak di hun, 70 persen dari kasus ontaminasi secara biologis anak-anak tersebut mati bang. enyebutkan bahwa di USA me illness dengan sekitar ease yang disebabkan oleh njukkan terdapat sekitar kematian tiap tahunnya n oleh Mead et al. (1999) akan foodborne diseases
.
t
earnanan, Mutu, dan Gizi Pangan
Patogen Salmonella Campylobacter E. coli 0157.:H7 Listeria monocytogenes Staphylococcus aureus Clostridium perf ringens Toxoplasma gondii Total
Jumlah Kasus 696,000- 3,840,000 1,100,000 - 7,000,000 16,000-32.000 928 - 1,767
*
Jumlah Kematian 870 - 1,920 116 - 564 63 - 126 230 - 485
1,513,000
454
10,000
100
1581 3.300.000-12.300.000
40 1.900-3.700
Sumber: Buzby et a1 ., 1996
Karena masih lemahnya sistem pencatatan dan surveilans penyakit-penyakit yang diakibatkan makanan, belum ada data-data resmi yang valid mengenai jumlah dan kejadian foodborne diseases di Indonesia. Namun dari berbagai catatan dan laporan yang terekspos ke surat kabar dapat disebutkan di bawah ini. Kebanyakan masyarakat masih menganggap penyakit yang disebabkan makanan ini bukan penyakit yang serius walaupun sudah banyak terbukti dapat merenggut nyawa seseorang. Biasanya kalau orang merasa mules dan ingin ke belakang setelah makan dianggap suatu ha1 yang wajar sehingga jarang dilaporkan. Kadang-kadang orang yang merasa pusing, sakit kepala atau demam, mengira sebagai sakit kepala atau flu biasa. Sebagian besar kasus keracunan makanan, khususnya yang menyerang penduduk dalam
SEAFAST Center IPB
jumlah kecil atau di rumah rumahlkeluarga mungkin tidak atau belum dilaporkan. Menurut pencacahan beberapa sumber resmi (Kompas, Maret 1988) dalam periode 1951-83 setiap tahun terjadi korban keracunan tempe bongkrek yang seluruhnya berjumlah 7.525 orang dan 972 orang diantaranya meninggal dunia. Musibah terbesar terjadi tahun 1975 dimana korban mencapai 1.036 orang dan 125 orang diantaranya tewas. Bulan Oktober 1983, 11 orang dari 157 korban keracunan tempe bongkrek meninggal. Tahun 1988 terjadi lagi kasus keracunan karena tempe bongkrek dengan korban 276 orang dan 36 orang diantaranya Data tahun 1986 menunjukkan bahwa penyebab kematian yang paling tinggi pada tahun i t u adalah diare yaitu 121100 kematian diikuti oleh penyakit kardiovaskular, yaitu 9,71100 kematian (Balitbangkes Depkes RI, 1986). Kemungkinan besar kasus-kasus diare tersebut sangat erat hubungannya dengan masalah keamanan pangan. Dari tahun 1985 sampai tahun 1990, angka kesakitan diare perseribu tampak naik sebagai berikut: 22,28% (1985), 24,05% (1986), 23,13% (1987), 26,50% (1988), 26,34% (1989), dan 29,42% (1990). Meskipun demikian angka kematian perseratus penderita nampaknya turun sebagai berikut: 0,030 (1985) dan 0,024 (1990). Dari sekian kali kejadian kasus keracunan makanan, nampaknya kasus biskuit beracun pada tahun 1989 merupakan kasus yang paling menggemparkan, karena bukan hanya dampak kesakitan yang ditimbulkannya tetapi juga dampak yang merugikan terhadap roda ekonomi secara nasional. Jika dilihat dari data jumlah penderita karena makanan tahun 1986-1990, maka tahun 1989 memang merupakan tahun yang mengalami kasus paling tinggi. Jumlah penderitanya adalah 321 (1986), 433 (1987), 1493 (1988), 2477 (1989) dan 514 (1990) dengan jumlah kematian berturut-turut dari tahun 1986-1990 adalah 12,5, 102, Dari catatan penulis (Sulaeman, 2004) antara tahun 1990-1996 dan antara tahun 2002-2004, di Indonesia hampir tiap bulan terjadi minimal satu kasus keracunan makanan yang melibatkan karyawan pabrik, anak sekolah, panti asuhan, peserta rapat, peserta kenduri, dan keluarga. Bahkan dari laporan berbagai surat kabar yang sempat penulis kumpulkan pada tahun 2004 ini, selama periode Januari - April 2004
Upaya peningkotkon Keomonon, Mutu, don Gizi Pongon
ga rnungkin tidak atau belu nber resrni (Kompas, Mar un terjadi korban keracuna nh 7.525 orang dan 972 oran terbesar terjadi tahun 197 125 orang diantaranya tewa 17 korban keracunan tempe lagi kasus keracunan karena lg dan 36 orang diantaranya
lwat di rumah sakit karena kondisinya kritis. Menurut laporan kayu e t al, 2005) jumlah kejadian luar biasa keracunan di Indonesia yang terlaporkan pada tahun 2004 adalah 152 kejadian dengan jumlah penderita yang sakit sebanyak g dan yang meninggal sebanyak 45 orang. Selanjutnya Rahayu ga melaporkan KLB di lingkungan sekolah dan pangan nya sebagaimana disajikan pada Table 2. Tabel 2. KLB di Lingkungan Sekolah dan Pangan Penyebab
a penyebab kematian yang tu 121100 kematian diikuti 0 kematian (Balitbangkes kasus diare tersebut sangat n pangan. Dari tahun 1985 re perseribu tampak naik 86), 23,13% (1987)) 26,50% Meskipun demikian angka turun sebagai berikut: 0,030
.
1
1 I
ukur Dampak Ekonomi Keamanan Pangan rbagai pendekatan telah dilakukan untuk mengukur dampak keamanan pangan. Salah satunya adalah pendekatan "cost of (COI). Pendekatan COI mengukur jumlah pengeluaran medis hilangan produktivitas yang disebabkan oleh sakit atau kematian. dasarnya, pendekatan ini mengukur biaya dari pangan yang tidak n sebagai biaya pengobatan foodborne diseases ditambah hilangnya ktivitas ketika korban tidak bisa bekerja (Crutchfield and Keuntungan dari COI adalah pendekatan ini memanfaatkan data tersedia yang cukup terpercaya dan konsisten sepanjang waktu.
WAST Center (PB
Karena konsep ini mudah dimengerti dan data diperoleh dari transaksi pasar, ukuran COI telah digunakan secara luas untuk beberapa dekade (Crutchfield and Allhouse, 2004). Pendekatan COI secara kasar tampak "ekonomi" dalam hal bahwa pendekatan ini memberi nilai hilangnya pendapatan dan pengeluaran konsumsi yang terkait; tetapi faktanya pendekatan ini tidak memenuhi teori ekonomi sebab gaga1 untuk mengakui nilai yang seseorang letakkan (dan berkeinginan membayar) untuk perasaan sehat, menghindari perasaan sakit, atau menggunakan waktu luang mereka. Karena pendekatan COI secara eksplisit mengabaikan aspek aspek kesehatan yang bernilai ini, metode ini umumnya dianggap mengecilkan manfaat sosial sesungguhnya dari pengurangan resiko (risk reduction). Metode ini menempatkan nilai yang lebih rendah terhadap pengurangan resiko dari orang usia lanjut. Juga metode ini memberikan nilai yang agak rendah terhadap pengurangan resiko untuk anak-anak, tergantung kepada tingkat diskon yang digunakan untuk menilai pendapatan mendatang dari anak ke saat sekarang (Buzby et al, 1996). Departemen Pertanian Amerika telah mengestimasi COI untuk tujuh patogen (seperti tertera pada Tabel 1) yang ditemukan pada beberapa daging dan unggas. Perkiraan ini dihitung dari jumlah kasus foodborne illness dan kematian tahunan; jumlah kasus yang menyebabkan komplikasi sekunder; dan biaya medis yang terkait, biaya hilangnya produktivitas, dan biaya spesifik sakit lainnya. Menetapkan laju insiden untuk foodborne illness merupakan ha1 yang menantang disebabkan sebagian besar sifat dari kesakitan ini. Banyak individu yang tidak menyadari makanan sebagai penyebab kesakitan mereka dan sering bahkan bila mereka menyadari, mereka tidak konsultasi ke dokter. Akhirnya, dokter tidak selalu menyadari kesakitan tersebut sebagai akibat makanan. Sebagai akibatnya, jumlah kasus foodborne disease sebagian besar tidak terlaporkan. Sekali laju insiden ditetapkan biaya media dapat dihitung. Termasuk di sini adalah ongkos dokter, rumah sakit, obat-obatan, da bahan-bahan. Kehilangan produktivitas dihitung untuk waktu yang tidi masuk kerja menggunakan upah harian dikalikan dengan jumlah waki tidak masuk kerja sebagai perkiraan nilai hilangnya output. Kehilangi produktivitas juga dihitung untuk orang yang tidak mampu kembi kerja atau yang meninggal.
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pang
data diperoleh dari transaksi luas untuk beberapa dekade "ekonomi" dalam ha1 bahwa ~endapatandan pengeluaran idekatan ini tidak memenuhi gakui nilai yang seseorang r) untuk perasaan sehat, rnakan waktu luang mereka. mengabaikan aspek aspek umnya dianggap mengecilkan ngan resiko (risk reduction). endah terhadap pengurangan le ini memberikan nilai yang untuk anak-anak, tergantung untuk menilai pendapatan by et al, 1996). bh mengestimasi COI untuk 1) yang ditemukan pada
Isu bagaimana menempatkan kematian dini dalam konteks ekonomi merupakan tantangan yang sulit bagi ahli ekonomi. Intinya, kita diminta untuk merespon pertanyaan "Berapakah nilai kehidupan itu"? Umumnya dipakai dua pendekatan. Pendekatan pertama mengatakan bahwa seseorang mengukur nilai ekonomi dari satu individu merupakan jumlah pendapatan yang dia raih selama hidupnya. Dengan perkataan lain, seseorang mengukur biaya dari kematian dini dari foalborne disease adalah nilai rupiah sekarang dari semua pendapatan mendatang yang seseorang akan peroleh jika dia tidak mati. Ini disebut embangkan oleh Landefeld and Seskin (1982). Pendekatan lain yang digunakan oleh ahli ekonomi adalah dengan
siko melalui perilaku mereka. Sebagai contoh, beberapa individu cedera yang meningkat untuk memperoleh upah yang lebih tinggi, rti membangun pencakar langit , memancing di Alaska, dan gainya. Secara prinsip, nilai yang diletakkan pada resiko kematian
k secara sukarela mengambil resiko ini. Viscusi (1993) menganalisis a medis yang terkait, biaya
pasar buruh untuk 24 pekerjaan berisiko dengan bayaran tinggi, mengestimasi ekstra upah yang dibayarkan kepada pekerja
me illness merupakan hal r sifat dari kesakitan ini. akanan sebagai penyebab
du dengan berbagai resiko pekerjaan yang berhubungan dengan atian prematur, antara $3 dan $ 7 juta akan dibayarkan untuk
ter tidak selalu menyadari Sebagai akibatnya, jumlah
rang. Artinya, untuk mendorong cukup pekerja untuk mengambil rjaan berisiko dengan probabilitas satu ekstra kematian, ekstra
Dalam beberapa analisis ekonomi, kemudian estimasi ini telah
ng untuk waktu yang tidak ikan dengan jumlah waktu angnya output. Kehilangan ang tidak mampu kembali itung manfaat dari Undang-undang Udara Bersih; dan FDA
monan, Mutu, dun Gizi Pangan
menggunakan $5 juta dalam evaluasi sistem inspeksi seafood. Buzby et a1 (1996) menggunakan nilai tengah dari kisaran Viscusi untuk menempatkan biaya $5 juta untuk tiap kematian prematur dari foodborne disease. Dari hasil perhitungan Buzby et a! (1996) diperoleh data bahwa foodborne disease yang berhubungan dengan tujuh patogen utama (Tabel 1) menghabiskan dana US $ 6.6- $37.1 milyar tiap tahunnya yang meliputi biaya untuk pengobatan dan hilangnya produktivitas. Berdasarkan laporan terbaru (CDC 2000) mengenai kejadian foodborne disease di Amerika Serikat yang tiap tahun menimpa sekitar 76 juta pasien, 325.000 diantaranya dirawat dan menyebabkan lebih dari 5000 kematian akan memerlukan biaya pertahun untuk pengobatan, hilangnya produkstivitas dan sebagainya sekitar US $ 10 - 83 milyar. Dengan biaya yang sangat jauh di bawah ini, program keamanan pangan dapat menghemat pengeluaran yang tidak Untuk kasus Indonesia, agak sulit menghitung berapa dampak ekononii dari pangan yang tidak aman tersebut karena tidak ada data mengenai perkiraan yang mendekati kepastian berapa jumlah kasus pertahun, berapa yang dirawat di rumah sakit, berapa yang datang ke dokter atau puskesmas, berapa yang membeli obat, berapa yang meninggal, berapa lama meninggalkan pekerjaan, dan sebagainya. Namun belajar dari pengalaman USA yang lebih maju dengan jumlah penduduk yang tidak jauh berbeda, nampaknya dampak ekonomi dari pangan yang tidak aman ini bisa sama atau jauh lebih besar. Hasil perhitungan Rahayu et a1 (2005) dengan menerapkan prinsip WHO (1984) bahwa setiap satu (1) orang atau kasus yang berkaitan dengan penyakit karena pangan di negara berkembang; maka paling tidak terdapat sembilan puluh sembilan (99) orang atau kasus lain yang tidak tercatat berhasil mengestimasi kerugian terhadap KLB yang terjadi selama tahun 2004 sekitar Rp 6,7 trilyun, suatu jumah yang fantastik. Analisis Ekonomi Regulasi Keamanan Pangan: kasus HACCP Estimasi dari biaya sosial foodborne disease selain untuk menunjukkan total beban dari foodborne disease yang ditanggung masyarakat, merupakan titik awal untuk melihat betapa biaya yang dikeluarkan akan menjadi besar seandainya aspek keamanan pangan
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, don Gizi Pangan
Wkan. Ahli ekonomi juga tertarik dalam hal bagaiman upaya-upaya IbJ< mencegah foodborne illness dapat mereduksi beban berat ini, 3 hubungan antara manfaat dari makanan yang Lebih aman dengan untuk mencapai tujuan ini. Idealnya, kita ingin memilih untuk apkan regulasi dan upaya-upaya Lain untuk mengontrol foodborne hanya jika biaya pengurangan patogen lebih rendah dari pengurangan biaya medis, dan hilangnya produktivitas. da 3 Februari 1995, FSlS menerbitkan suatu usulan untuk ibkan semua unit produksi daging dan unggas yang diinspeksi gadopsi prosedur HACCP b a r a n p target untuk reduksi patogen mikrobial b u n t u t pengujian mikrobal untuk menetapkan pemenuhan gan target, dan tapkan Standar Prosedur Operasional Sanitasi (SSOP) tertulis
Wsadari bahwa kebanyakan peraturan pemerintah akan yai beberapa macam pengaruh ekonomi yang bisa signifikan p produsen dan konsumen. Peraturan yang mengatur bagaimana daging dan unggas diproduksi dapat meningkan biaya produksi. n menuntut komitmen sumberdaya, yang pada gilirannya dapat atkan biaya dan harga produk. Di lain pihak, peraturan yang iki keamanan dari suplai makanan, akan menghasilkan t bagi konsumen dengan mengurangi jumlah dan keparahan e illness. Analisis ekonomi dapat memainkan peranan penting proses pembuatan keputusan publik dengan mengidentifikasi dan biaya dari kebijakan keamanan pangan. Di Amer-ika , semua regulasi yang mempunyai dampak signifikan terhadap kat (i.e. di atas $100 juta) dituntut oleh Executive Order 12286 didukung oleh suatu cost-benefit analysis. \am kasus HACCP tersebut dengan menggunakan analisis biayat, dengan mempertimbangan variasi efektivitas reduksi patogen h rnanfaat (benefit) antara $1.9 milyar sampai $171.8 milyar dan biaya untuk aturan program reduksi patogen pertahun $1.1 - $1.3 milyar. Hasil dari analisis tersebut menunjukkan implementasi peraturan keamanan pangan semisal HACCP akan
I%T Center IPB
r
memberikan kontribusi terhadap ekonomi dan kesejahteraan sosial Amerika dengan turunnya foodborne illness, biaya pengobatan, dan kehilangan produktivitas melebihi biaya yang diperlukan.
Langkah Ke Depan untuk Penanganan Mutu dan Keamanan Pangan
I
I
Menyadari arti dan pentingnya mutu dan keamanan pangan, serta dampak ekonomi dari diabaikannya masalah keamanan pangan, perlu diambil langkah-langkah strategis untuk penanganan mutu dan keamanan pangan di Indonesia. Program ketahanan pangan harus selalu menyertakan semua aspek yang terkandung didalamnya. Masih banyaknya rakyat Indonesia yang mengalami kekurangan pangan hendaknya tidak menjadi alasan untuk menempatkan aspek mutu dan keamanan pangan sebagai prioritas yang kesekian setelah kecukupan pangan tercapai. Badan Ketahanan Pangan di tiap daerah harus mengagendakan keamanan pangan sebagai salah satu programnya. Kejadian kasus keracunan pangan yang terus berulang hendaknya menjadi pelajaran bahwa penanganan keamanan pangan tidak bisa dinomorduakan. Perlu disosialisasikan baik kepada anggota eksekutif maupun legislatif bahwa pengabaian terhadap program keamanan pangan dapat berdampak sosial ekonomi yang tidak kecil dan sebaliknya adanya program keamanan pangan dapat memberikan keuntungan sosial dan ekonomi yang sangat besar. Perlu diingatkan bahwa tujuan utama dari regulasi maupun program keamanan pangan adalah kesehatan publik selain meningkatkan ekonomi rakyat. Sesuai dengan amanat ULlD 45 yang diamandemen, UU No 7 tahun 1996, UU No 8 tahun 1999, pemerintah dituntut tanggungjawabnya untuk terus membina, mengawasi produksi pangan yang bermutu dan aman serta memberikan pendidikan kepada konsumen mengenai pang yang bermutu dan aman serta mendorong konsumen untuk dap menghargai produk yang bermutu dan aman tersebut sehingga bis menjadi insentif bagi produsen untuk terus meningkatkan mutu da keamanan pangan produknya. Sesuai dengan PP No 2812004 tentang Keamanan, Mutu dan Gi Pangan, produsen dituntut untuk hanya memproduksi dan menju
ni dan kesejahteraan sosial less, biaya pengobatan, dan ang diperlukan.
ban Mutu dan Keamanan dan keamanan pangan, serta lah keamanan pangan, perlu ~k penanganan mutu dan etahanan pangan harus selalu andung didalamnya. Masih galam mi kekurangan pangan enempatkan aspek mutu dan kesekian setelah kecukupan lgan di tiap daerah harus terus berulang hendaknya kepada anggota eksekutif ap program keamanan yang tidak kecil dan gan dapat memberikan rogram keamanan pangan andemen, UU No 7 tahun ituntut tanggungjawabnya pangan yang bermutu dan onsumen mengenai pangan
pangan yang aman yang dihasilkan dari proses produksi yang memenuhi syarat-syarat sanitasi. Selain i t u dalam rangka menghadapi persaingan global, mutu produk pangan Indonesia baik segar maupun olahan harus term ditingkatkan. Pasal 2 PP no 2812004 menyatakan bahwa setiap orang yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada
itasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang rlaku. Dalam pasal selanjutnya disebutkan bahwa pemenuhan rsyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan
ksi pangan olahan yang baik, (d) cara distribusi pangan yang baik,
Dalam rangka pemenuhan terhadap peraturan dan perundangngan serta dalam rangka memenangkan persaingan global, usen harus secara sukarela dan penuh tanggung jawab menerapkan lain dengan mengacu pada pedoman-pedoman cara yang baik Sesuai dengan amanat PP No 2812004 tersebut pemerintah perlu
u. Misalnya cara rite1 pangan yang baik perlu segera disusun dan lisasikan. Ketentuan-ketentuan yang sudah ada seperti nkes No 71512003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasa Permenkes No 94212003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi an Jajanan,
Permenkes No 109812003 tentang Persyaratan
meningkatkan mutu dan Keamanan, Mutu dan Gizi emproduksi dan menjual garkan, Sosialisasi Sistem Sertifikasi Pertanian lndonesia (SiSakti)
manan, Mutu, dan Gizi Pangan
dengan Sertifikat Prima bagi produk hortikultura yang telah memenuhi cara-cara budidaya yang baik (GAP) dan Sertifikasi NKV (Nomor Kontrol Veteriner) bagi produk hewani yang sistem usaha taninya telah memenuhi persyaratan ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) perlu terus ditingkatkan sehi ngga produk pangan l ndonesia bisa mendapatkan kepercayaan dari konsumennya. Pendidikan kepada konsumen agar bisa meqjadi konsumen yang "pintar" yang sadar akan hak-haknya yang dilindungi oleh UndangUndang No 8 tahun 1999 harus dilakukan berbarengan dengan sosialisasi pedoman-pedoman dan program di atas. Konsumen harus mampu menerapkan cara-cara konsumsi pangan yang baik di rumah tangganya agar terhindar dari kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh kelalaiannya sendiri. Konsumen perlu terus meningkatkan wawasan dan kesadarannya tentang pentingnya pangan yang bermutu dan aman agar terhindar dari dampak negatif pangan yang integritasnya rendah. Konsumen perlu memberikan penghargaan yang wajar kepada produsen maupun petani yang telah secara sadar mencoba menghasilkan hanya produk yang terjamin keamanannya dengan cara mau membayar dengan harga premium. Selanjutnya untuk melindungi rakyat lndonesia pemerintah perlu semakin memantapkan sistem keamanan pangan nasional yang terkoordinasi dengan baik mulai dari tingkat produksi sampai konsumsi. Penerapan sistem standar mutu dan keamanan pangan yang diakui secara nasional, regional dan internasional perlu dilakukan agar produk lndonesia mampu bersaing dengan produk luar dan membatasi membanjirnya produk luar yang tidak memehuhi standar keamanan Mengingat kepincangan dalam sistem pengawasan keamanan pangan yang ada di Indonesia, dimana untuk produk segar (buah dan sayuran, produk unggas, daging dan susu) belum mendapat perhatia serius, perlu segera dimantapkan sistem pengawasan keamanan untu produk tersebut baik di pintu-pintu masuk dan keluar (entrylexi point), di tempat peredaran dan di tingkat lahan (on-farm). Menyadari pentingnya pendekatan sistem "from farm to tabl (atau strategi dari benih sampai ke rak), langkah Uni Eropa, Amen Serikat, Australia, Selandia Baru, dan Kanada, yang telah mengado dan mewajibkan sistem HACCP perlu diikuti tentunya secara bertaha
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pa
r-
ra yang telah memenuhi kasi NKV (Nomor Kontrol m usaha taninya telah esia bisa mendapatkan menjadi konsumen yang dilindungi oleh Undang-
pangan. Hal ini bukan hanya akan membantu ekonomi dengan banyak lapangan kerja dan devisa juga akan memberikan en kita pangan yang aman, karena kita telah mengambil rintah dalam implementasi sistem keamanan pangan di tingkat i dan industri kecil harus dialokasikan dalam jumlah yang ukupi antara lain dalam bentuk pembinaan penerapan sistem dan rian subsidi untuk mendapatkan sertifikat jaminan mutu.
i atas. Konsumen harus cunan makanan yang Konsumen perlu terus tang pentingnya pangan dampak negatif pangan emberikan penghargaan yang telah secara sadar terjamin keamanannya
J., J. C. Buzby, D. Harvey, and D. Zorn. 2003. International ty, Economic Theory and Case Studies. J. C. Buzby, ed. Agricultural Economic Report Number 828. ERS-USDA.
y, J. C., Robert T., Lin, J. C-T. and MacDonald, J.M. 1996. Bacterial foodborne disease: medical cost and productivity losses. Economic Research Service - USDA. Washington.
roduksi sampai konsumsi.
chfield 5. and Allshouse, J. 1998. The economic impact of improving food safety. Economic Research Service - USDA (www. Farmfoundation.org/ 1998NPPEClCrutchfield.pdf). Access 12
u dilakukan agar produk luar dan membatasi huhi standar keamanan
mittee on Worl Food Security. 1999. The Importance of food quality and safety for developing countries. (www. Fao.org/docrep/ meeting/ xl845e. htm. )
pengawasan keamanan produk segar (buah dan
vies, W. P., and R. Baines. 2005. Changing Consumer Demands and Market Requirements in Global Food Supply. National Workshop 'Developing a Competitive Agriculture' - Wednesday 2 March 2005 - lndonesia Cold Chain Project and Centre for Standardisation and Accreditation of the lndonesia Ministry of Agriculture - Jakarta,
awasan keamanan untuk dan keluar (entrylexit
"from farm to table" ah Uni Eropa, Amerika yang telah mengadopsi ntunya secara bertahap
anan, Mutu, dun Gizi Pangan
Safety Research Consortium. 2003. Valuation methodologies and data needs for the foodborne illness risk ranking model. hayu, W.P, R. A. Sparringa dan P. Hariyadi. 2005. Surveilans KLB Keracunan Pangan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Jejaring
FAST Center IPB
lntelijen Pangan: Surveilan Keamanan Pangan pada Rantai Pangan Jakarta,20 Juni 2005 Kuchler, F. and Golan, E. 1999. Assigning Values t o Life. Research Service - USDA. Washington.
Economic
Sulaeman, A. Prinsip-prinsip dasar keamanan pangan produk segar. 2004. Pusat Standardisasi dan Akreditasi - Deptan. Unnevehr, L. J. And Jensen, H. H. 1998. The economic implications of using HACCP as a food safety regulatory standard. (www.card.iastate.edu/publication/DBS/PDFFiles 199wp228.pdf). Access 11 September 2004.
Upaya peningkatkan Keamanan, Mutu, dun Gizi Pan