36
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pembangunan Rusunawa Tanjung Uncang, Kota Batam. Pertimbangan terhadap pemilihan lokasi penelitian ini diantaranya adalah : (i) Sebagai kota yang cepat tumbuh di Indonesia ; (ii) Tingkat kepadatan dan pertumbuhan penduduknya tinggi; (iii) Pengembangan Rusuna sedang digiatkan; (iv) Pusat kegiatan nasional yang berbatasan langsung dengan Singapura. Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. 3.2 Jenis Data, Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data Alur tahapan dalam penelitian dapat terlihat seperti pada Gambar 6 berikut
Mulai
Alternatif pelaksanaan konstruksi Jenis dan volume bahan bangunan tiap alternatif
Tools
Worksheet/ SimaPro
Biaya pembangunan tiap alternatif
Daur hidup tiap bahan bangunan (LCA) Pemilihan alAternatif pelaksanaan konstruksi yang optimal
AHP
Permasalahan pengembangan rusunawa ramah lingkungan
ISM
Model pengembangan rusunawa ramah lingkungan Kebijakan pengembangan rusunawa ramah lingkungan
PwrSim Skenario (AHP/ISM/Pwrsim)
37
Gambar 6 Tahapan rencana penelitian. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil survai lapangan, hasil pengamatan dan hasil wawancara dengan para stakeholder terkait. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber, yaitu dari studi literatur, dinas atau departemen terkait, BPS. Adapun data-data tersebut adalah sebagai berikut.
3.2.1 Data Spasial Data spasial yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data grafis berupa peta-peta yang tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Jenis-jenis peta dan sumber No 1 2
Jenis Data RTRW Kota Batam Peta topografi Batam
Skala 1 : 100.000 1 : 50.000
Sumber Dinas Tata Kota Bakosurtanal
Tahun 2009 2005
3.2.2 Data Sosial Ekonomi Data sosial ekonomi terdiri dari data primer dan data sekunder. Data dan sumber data sosial ekonomi secara rinci tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Jenis data dan sumber data sosial ekonomi No
Jenis Data
1 2 3 4 5 6 7
Kondisi penduduk Fasilitas pendidikan Fasilitas kesehatan Fasilitas perekonomian Kebutuhan rumah Sewa rumah Perkembangan perumahan
Teknik Pengumpulan Data Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey
3.2.3 Data Bahan Bangunan
Sumber
Tahun
BPS / Dinas Kependudukan BPS / Dinas Pendidikan BPS / Dinas Kesehatan BPS / Dinas Perdagangan BPS / BPN/Tata Kota Dinas Tata Kota / REI
2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009
38
Data ketersediaan bahan bangunan terkait pembangunan Rusunawa yang terkait fisik lingkungan secara rinci tertera pada Tabel 8.
Tabel 8. Jenis data dan sumber data bahan bangunan No
Jenis Data
1 2 3 4 5 6 67
Pasir, batu,agregat Kayu Besi beton Aluminium Bata merah Batako Semen
Teknik Pengumpulan Data Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey Dokumentasi/Survey
Sumber
Tahun
Dinas ESDM / Pasar DinasKehutanan/ Pasar Dinas Perdagangan/PU / Pasar Dinas Perdagangan/PU / Pasar Dinas Perdagangan/PU / Pasar Dinas Perdagangan/PU / Pasar Dinas Perdagangan/PU / Pasar
2009 2009 2009 2009 2009 2009 2009
3.2.4.Data Fisik Konstruksi Data fisik konstruksi terdiri dari data primer dan data sekunder pada Tabel 9. Tabel 9 Jenis data dan sumber data fisik konstruksi No
Jenis Data
1 2 3 4 5 6
Site Plan Master Plan (Denah) Konstruksi Arsitektur Kebutuhan bahan Analisa biaya
Teknik Pengumpulan Data Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi
Sumber
Tahun
Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot Departemen PU/ Kemenpera/Pemkot
2009 2009 2009 2009 2009 2009
39
3.2.5 Data Sumber Daya Alam dan Lingkungan Data sumber daya alam yang terkait dengan bahan bangunan yang berpengaruh terhadap lingkungan sebagaimana Tabel 10. Tabel 10. Jenis data dan sumber daya alam dan lingkungan No 1 2 3 4 5 6
Jenis Data Galian pasir Penambangan batu Pertanian Perkebunan Kehutanan Taman kota
Teknik Pengumpulan Data Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi Dokumentasi/survey Dokumentasi/survey
Sumber
Tahun
Pemkot (Dinas Pertambangan) Pemkot (Dinas Pertambangan Pemkot (Dinas Pertanian) Pemkot (Dinas Perkebunan) Pemkot (Dinas Kehutanan) Pemkot (Dinas PJU & Taman)
2009 2009 2009 2009 2009 2009
3.3. Teknik Penarikan Sampel Setelah dijelaskan di atas, pada pPenelitian ini dilakukan melalui wawancara terhadap para stakeholder terkait, dengan. Adapun cara menggali informasi dan
pengetahuan atau pendapat pakar melalui pada penelitian ini
digunakan metode expert judgment. Untuk keperluan ini pakar ditentukan secara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan tertentu. Persyaratan penarikan sampel dengan purposive sampling menurut Arikunto (1996) adalah : (i) penarikan sampel harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi; (ii) subyek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subject); dan (iii) penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan. Pertimbangan penentuan sampel dalam penelitian ini adalah : (i) Kepadatan penduduk; (ii) Fungsi wilayah; (iii) Administrasi wilayah. Pakar yang dijadikan responden pada penelitian ini terutama pakar yang berkompeten sebagai pelaku dan ahli dalam sistem tata ruang pengembangan
40
perumahan, penataan ruang, konstruksi rumah susun dan keserasian lingkungan di lokasi penelitian, serta pakar dalam sistem dan manajemen konstruksi. Dasar pertimbangan dalam penentuan atau pemilihan pakar untuk dijadikan sebagai responden menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Keterjangkauan terhadap lokasi pakar tersebut 2. Kesediaannya untuk dijadikan responden; 3. Memiliki
reputasi,
kedudukan/jabatan
dan
telah
menunjukan
kredibilitasnya sebagai ahli atau pakar pada bidang yang diteliti; 4. Memiliki latar belakang pendidikan tinggi terhadap bidang yang sedang dikaji 5. Telah memiliki pengalaman dalam bidangnya minimal 2 tahun. Adapun stakeholders dalam pengembangan rumah susun adalah pakar terpilih yang diharapkan dapat mewakili unsur birokrasi, akademisi, pelaku usaha, dan organisasi yang peduli terhadap lingkungan. Jumlah stakeholder yang diambil dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengambilan jumlah responden No 1.
Pemerintah
Sampel
Jumlah 6 orang
2.
Pengelola
2 orang
3.
Pelaku Usaha
4 orang
4.
Akademisi
4 orang
5.
Masyarakat
4 orang
3.4 Pendekatan Penelitian
41
Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem, yang merupakan metoda pengkajian masalah yang dimulai dari analisis atau identifikasi kebutuhan yang menghasilkan suatu sistem operasional yang efektif.
Penelitian ini dimulai
dengan melihat kondisi eksisting penelitian dengan melakukan pengamatan, survai dan mengambil data sekunder seperti yang tertera pada Tabel 36, 47, 58, 69 dan 710. Selanjutnya akan dilihat kebutuhan para stakeholder yang berkaitan dengan pengembangan rumah susun (analisa kebutuhan), formulasi masalah dan identifikasi sistem. Adapun analisis-analisis yang akan dilakukan pada penelitian ini diantaranya adalah analisis deskriptif yang akan digunakan untuk menganalisis beberapa kondisi pada kondisi eksisting. Analisis lainnya yang akan digunakan pada penelitian ini adalah life cycle assessment (LCA), analytical hierarchy process (AHP), interpretative structural modeling (ISM) dan dilanjutkan dengan pembuatan model dinamik.
3.5 Life Cycle Assessment (LCA) Pada penelitian ini menggunakan LCA digunakan untuk meneliti dan untuk menganalisis aspek lingkungan yang berhubungan dengan suatu produk dan siklus hidupnya. LCA merupakan sebuah metode yang digunakan pada tahap daur hidup mulai dari tahap pengambilan material sampai dengan produk itu selesai digunakan oleh konsumen. Hasil dari pendekatan LCA melalui bantuan software Simapro 5.0, dapat diketahui bahwa suatu bahan atau proses tertentu dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan (misalnya global warming) lebih besar dibandingkan dengan bahan atau proses lain tertentu dalam mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan. Alternatif yang dimunculkan didukung beberapa kriteria, sehingga dalam pengambilan keputusan akan diperoleh alternatif model kebijakan yang optimal. Prinsip kerja LCA adalah dimulai dari input berupa bahan baku dan energi dan energi, dilanjutkan dengan pengambilan material dari alam, diproses menjadi bahan jadi, digunakan, dipelihara, dibongkar sampai digunakan kembali atau dibuang. Pada saat pengambilan bahan baku di alam, pengangkutan ke pabrik, proses pengolahan di pabrik sampai menjadi bahan jadi, pengangkutan ke tempat pemasangan akhir sampai pemanfaatannya, semuanya dilakukan dengan mekanisasi yang membutuhkan bahan bakar sebagai
42
sumber energi. Keseluruhan proses ini berpotensi mencemari lingkungan berupa polusi udara, air, tanah dan pencemaran lainnya (Gambar 7)
Gambar 7.
Prinsip kerja LCA (EPA, 1993)
Penelitian potensi dampak dimulai dengan penentuan lingkup dan tujuan, selanjutnya dilakukan inventarisasi input dan output untuk dapat memperkirakan potensi dampak daur hidup suatu bahan bangunan, sebagaimana Gambar 8.
Gambar 8. Tahapan penyusunan LCA (EPA, 2001)
1. Goal & Scope Definition
43
Merupakan petunjuk yang dapat membantu konsistensi dari penelitian Life Cycle Asessment. Tujuan harus menunjukkan alasan dilakukannya penelitian dan untuk apa penelitian tersebut. Ruang lingkup berupa penjelasan penelitian, metode yang dipakai, asumsi dan batasan. Idealnya, fase ini akan menghasilkan definisi dari prinsip alokasi, batasan sistem, asumsi sistem, unit fungsional dan kualitas data. Batasan sistem seperti alam, area geografis, jangka waktu, capital goods dan life cycle product lain yang terkait dengan proses. Unit fungsional mendefinisikan dasar perbandingan. Hal ini penting apabila perbandingan produk memiliki karakteristik performansi yang berbeda. Batasan sistem mengatur batasan proses yang dimasukkan pada penelitian. Asumsi sistem mendeskripsikan bagaimana perhitungan dilakukan. Prinsip alokasi pertimbangan output beberapa produk dari sistem produksi yang sama. Parameter mengacu pada deskripsi indikator terukur apa yang dipakai untuk menggambarkan performansi lingkungan. Kualitas data yang diperlukan tergantung pada tujuan dari penelitian itu sendiri.
2. Life Cycle Inventory (LCI) Tujuan dari life cycle inventory adalah untuk menunjukkan pengaruh lingkungan (bahasa umum untuk emisi dan semua input dan output dari dan ke lingkungan) per bagian life cycle. Dengan kata lain, life cycle inventory digunakan dalam pencarian area yang memiliki kesempatan besar untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan melalui konservasi sumber daya dan pengurangan emisi. Nilai utama dari produk akan berdampak pada life cycle lain. Pada fase inventory, model terbuat dari sistem teknik yang kompleks terdiri dari produksi,
transportasi,
penggunaan
dan
pembuangan
produk.
Fase
ini
menghasilkan flow sheet atau process tree dengan semua proses yang relevan. Proses pada semua inflow dan outflow yang relevan dikumpulkan. Kerja keras yang sebenarnya dalam life cycle inventory adalah pengumpulan dan pengolahan data itu sendiri. Ada beberapa sumber data yaitu dari data base komersial, data base industri, data base universitas dan penelitian, proyek data base nasional
44
seperti yang sudah dibangun beberapa negara, data literature umum (khususnya data gambaran proses) dan data dari situs internet (Goedkoop & Oek, 2001). Format data pada tahap ini terdiri dari 3 kategori yaitu berisi deskripsi proses, inventori dari perubahan lingkungan yang diakibatkan oleh proses penggolongan informasi. Data-data tersebut kemudian dikumpulkan dalam suatu inventori produk untuk menjumlahkan tiap perubahan lingkungan yang terjadi disepanjang siklus hidup produk. Pada data yang sudah terkumpul tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan inventory per unit fungsional.
3. Life Cycle Impact Assessment Pada tahapan ini akan dilakukan pengelompokkan dan penilaian mengenai efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan berdasarkan data-data yang diperoleh pada tahapan life cycle inventory (LCI). Tahap ini sendiri terdiri atas 3 tiga langkah utama yaitu (1) classification, (2) characterization, (3) valuation (Curran, 1996). Classification merupakan tahapan dimana keseluruhan input dan output akan dinilai kontribusinya sesuai dengan kategori impact yang sesuai. Kategori impact ini misalnya resource depletion (penggunaan sumber daya baik biotic maupun abiotik), polusi (global warming, ozone depletion, human toxicity, ecotoxicity, photochemical oxidant formation, acidification, eutrophication), penurunan ekosistem tanah (land use). Pemilihan kategori impact yang sesuai sangat dipengaruhi oleh tujuan dari penelitian yang telah ditentukan sebelumnya (Curran, 1996). Characterization merupakan tahapan dimana keseluruhan input dan output akan dinilai kontribusinya sesuai dengan kategori dampak yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Hasil dari tahap ini adalah suatu profil dampak lingkungan dari sistem yang diamati (Curran, 1996). Tabel 12. Katagori life cycle impact assesment (LCIA, EPA 2001) Impact Category
Scale
Relevan LCI Data (Le Clasification)
Global warming
Global
Carbondioxida (CO2) Nitrogen Dioxida (NO2) Methane (CH4 2) Hydroporoflu erocarbon
Common Characterion Factor
Ozone Depleting
Description of Characterization Factor Converts LCI data to Carbon Dioxida Equivalent Notes global warming potential can be 50,100, or year potentials
45
Starto shperic Ozone Depleting
Global
Acidification
Regional local
Eutropication
Local
(NCC) Marthly Bromida (CH3Br) Chlorofilecarbon (CFC5) Hydropohleflocarbon (HCFC5) Halons Marthly Bromida (CH3Br) Sulfur Oxida (So) Nitrogen Dioxida (NO2) Hydrocholic Acid (HCL) Hydroflorie Acid (HF) Ammonia (NH4) Eutropication Nitrogen Dioxida (NO2) Nitrates Ammonia (NH4)
Potential
Ozone Depleting Potential
Converts LCI data to Tricbloreflourment (CFC-11) equirements
Acidification Potential
Converts LCI data to hydrografication equirements
Eutropication Potential
Converts LCI data to Phospote (PO4) equirements
Valuation merupakan tahapan dimana keseluruhan dampak yang telah dinilai dan akan dibandingkan dan disederhanakan dibuat dalam suatu basis ukuran yang sama (Curran, 1996). Tujuan dilakukannya valuation adalah untuk mendapat nilai perbandingan yang sama untuk setiap kategori dampak yang ada sehingga memudahkan interpretasi selanjutnya.
4. Life Cycle Interpretation Tahapan ini merupakan tahap interpretasi dari keseluruhan tahap sebelumnya. Interpretasi ini nantinya akan mengarah pada perbaikan untuk menurunkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari sistem, produk, atau proses yang diamati. 5. Software Simapro 5.0 Simapro 5.0 adalah software generasi ke 5 dari interpretasi penggunaan metode life cycle assessment, yang bertujuan untuk menganalisa dan membandingkan aspek-aspek
lingkungan dari suatu produk. Software ini
mengkalkulasi inputan seperti kuantitas-kuantitas bahan baku suatu proses industri dan menghasilkan outputan suatu nilai grafik, dimana grafik ini menunjukkan material-material yang berdampak besar terhadap lingkungan, sehingga kita bisa melakukan perbaikan proses dan dampak yang lebih aman ke lingkungan.
46
Struktur dari sofeware simapro 5.0 didasarkan atas beberapa tahapan berikut: a. Penentuan Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian perlu menjelaskan bagaimana kita akan menampilkan suatu modelling task dalam suatu life cycle assessment. Penentuan tujuan dan ruang lingkup dapat dilakukan dengan beberapa cara : 1. Text fields, dimana kita menginput data, pemilik, komentar, alasan dan tujuan kita melakukan penelitian life cycleassessment sebagai dokumentasi terhadap interpretasi life cycle assessment. 2. Pemilihan libraries, dimana kita dapat memilih metode-metode apa yang paling sesuai dengan penelitian. 3. Mengatur data quality indicator (DQI), dimana kita dapat menetapkan karakteristik-karakteristik data yang sesuai dengan tujuan dan rung lingkup kita. Data yang diinput berupa waktu periode kita melakukan penelitian, tempat, teknologi, alokasi, dan batasan sistem dalam penelitian
b. Penginventarisasian Pada tahap inventarisasi, semua data mengenai emisi yang berpotensi timbul dan juga konsumsi bahan baku dikumpulkan. Siklus hidup suatu produk, melibatkan berbagaimacam proses dalam siklusnya. Membuat suatu model life cycle dibutuhkan suatu pengumpulan data dari semua proses yang terjadi. Proses tersebut dapat dibuat sebagai diagram pohon proses. Membuat satu diagram pohon proses untuk seluruh siklus hidup, maka kita dapat melakukan perhitungan dari hasil inventarisasi. Pada tahap inventarisasi terbagi atas beberapa fase, yaitu : 1. Process, menunjukkan hal-hal yang termasuk dalam proses produksi suatu produk, dimana terdapat beberapa katagori yang memerlukan penginputan data yang digunakan seperti material-material, energi, transport, produk yang telah diproses, waste treatment.
47
2. Product stages, mendeskripsikan bagaimana suatu produk diproduksi, digunakan dan dibuang. Product stage terbagi atas 5 perbedaan yaitu, assembly yang didefinisikan sebagai produk amatan dan berkaitan denagn material-material dan proses yang digunakan dalam proses produksi. Kedua adalah life cycle yang didefinisikan sebagai total siklus hidup produk. Product stages selalu berlkaitan dengan satu assembly, dan bisa juga terkait dengan disposal scenarios dan life cycle tambahan. Ketiga adalah disposal scenarios, dideskripsikan sebagian bagian akhir dari skenario hidup dari suatu produk yang digunakan. Keempat adalah diasassembley scenario, yang mendeskripsikan sebagai bagian mana dari suatu proses produksi yang perlu dibongkar dan akan dibawa kemana bagian-bagian produksi tersebut akan dibawa. Kelima adalah reuse, dideskripsikan sebagai suatu proses yang perlu dilakukan untuk digunakan kembali. 3. System discription, bagian ini merupakan rekaman terpisah yang digunakan untuk mendeskripsikan struktur dari suatu sistem. 4. Waste types, simapro 5.0 membedakan antara waste scenario dengan disposal scenarios. Waste scenario didefenisikan sebagai material yang akan dibuang atau didaur ulang, sedangkan disposal scenarios didefinisikan sebagai produk yang akan dibongkar atau digunakan kembali. Pada tahap ini dapat mengatur/membuat suatu perencanaan dari pengolahan limbah. c. Penilaian Terhadap Cemaran Struktur dasar penilaian terhadap cemaran terdiri atas : 1. Caracterisation Senyawa-senyawa kimia yang mempunyai kontribusi pada impact category
akan
dikalikan
dengan
characterisation
factor
yang
menunjukkan kontribusi relatif dari senyawa-senyawa kimia tersebut. hal ini bisa juga disebut dengan
nilai ekuivalensi. Sebagai contoh
characterisation factor untuk CO2 dalam impact category setara dengan 1, sementara characterisation factor dari methane adalah 21. Hal ini dapat
48
diartikan bahwa pelepasan 1 kg methane setara dengan 21 kg CO2 pada alam.. 2. Demage assessment (optimal) Beberapa metode mempunyai tahap demage assessmenti, pada tahap ini impact category indicator yang mempunyai satuan umum dapat ditambahkan. Sebagai contoh, dalam metode eco indicatory 99, semua impact category yang berpengaruh pada kesehatan manusia dapat ditunjukkan sebagai DALY (disability adjusted life years). Dalam metode ini diperbolehkan untuk
menambahkan DALY
mempunyai efek
karsinogenik yang disebabkan oleh perubahan alam. 3. Normalization (optimal) Banyak metode memperbolehkan hasil dari impact category untuk dibandingkan dengan buku acuan atau nilai normal. Hal ini berarti bahwa impact category dibagi dengan acuan. Pemilihan acuan boleh secara bebas, tetapi sering digunakan jumlah penduduk dari suatu negara atau benua sebagai bahan acuan. Setelah tahap normalisasi, semua hasil dari impact category indicator akan menghasilkan satuan yang sama (per tahun), yang memudahkan dalam membandingkannya. Normalisasi dapat diaplikasikan pada hasil dari tahap characterization dan damage assessment, tergantung dari struktur yang telah dipilih sebagai metode acuan.
Weighting (optimal) 4. Beberapa metode memperbolehkan tahapan pembobotan dalam impact categories. Hasil dari impact categories indicator akan dikalikan dengan weighting factor dan akan diakumulasikan sebagai total score. d. Interpretasi Data Interpretasi data didefenisikan sebagai suatu bagian yang utuh dari life cycle assessment. Tujuan interpretasi data adalah untuk mengevaluasi dimana suatu kesimpulan dapat digambarkan dan bagaimana mempertanggung jawabkannya. e. Hasil Perhitungan
49
1. Characterisation Hasil characterisation akan dimunculkan pertama kali. Hasil yang disajikan dalam batas 0-100% 2. Normalization Normalisasi bertujuan untuk menyeragamkan satuan dari segala impact catagories dan untuk menunjukkan kontribusi dari impact catagories tersebut terhadap masalah-masalah lingkungan dalam suatu wilayah 3. Weighting Impact category indicator hasil dari tahap normalisasi tidak semuanya dianggap penting, sehingga tidak semua ditunjukkan dalam single score. Hal ini tergantung dari weighting factor. 4. Single score Single score memperlihatkan tiap-tiap proses produksi yang mempunyai dampak terhadap lingkungan.
3.6. Analytical Hierarchy Process (AHP) Pada penelitian ini digunakan AHP untuk menentukan alternatif kebijakan pengembangan rumah susun yang ramah lingkungan. Analisis ini didasarkan pada pendapat pakar (expert judgment) untuk mendapatkan dan menjaring berbagai informasi dari beberapa elemen-elemen yang berpengaruh dalam penyusunan strategi kebijakan pengembangan rumah susun. Penilaian oleh pakar didasarkan pada skala nilai Saaty (1993) yang berkisar antara nilai 1 – 9, seperti pada Tabel 13.
Tahapan analisa data dengan AHP adalah sebagai berikut (Saaty, 1994): 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah; 2. Membuat struktur hierarki, dimulai dengan membuat tujuan umum, sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkat kriteria yang paling bawah. Penyusunan hierarki dilakukan melalui diskusi mendalam dengan pakar yang mengetahui persoalan yang sedang dikaji.
50
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat di atasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari para pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya 4. Melakukan pengolahan perbandingan berpasangan. 5. Menghitung konsistensi judgment stakeholder dilihat dari nilai consistency ratio sehingga dapat memeriksa apakah perbandingan berpasangan yang dilakukan oleh pakar telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak (Marimin, 2004). Jika nilai konsistensi < 0,1 dianggap konsisten, namun jika nilainya > 0,1, berarti ada ketidak konsistenan, sehingga harus diulangi atau dikoreksi. Tabel 13 Skala penilaian perbandingan berpasangan Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9
2,4,6,8
Keterangan
Penjelasan
Kedua elemen sama pentingnya
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama pentingnya
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya Elemen yang satu sedikit lebih cukup daripada elemen lainnya Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen lainnya Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas lainnya Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan jika ada dua kompromi diantara dua pilihan
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Sumber: Saaty, 1993 Susunan tingkatan hirarki yang terdiri dari fokus, aktor, faktor, tujuan dan alternatif dapat dilihat pada Gambar 9.
51
Fokus
Aktor
Faktor
Kebijakan pengembangan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang ramah lingkungan (green building)
Pemerintah
Sumberdaya manusia
Pengelola
Sumberdaya alam
Pelaku usaha
Kebutuhan perumahan
Masyarakat
Akademisi
Teknologi kontruksi
Perekonomian masyarakat
Kebijakan pemerintah
Green Construction Terpeliharanya kualitas lingkungan
Tujuan
Alternatif
Melaksanakan dengan beton konvensional
Kebijakan
Gambar 9.
Menurunnya penggunaan SDA (bahan bangunan)
Hematnya penggunaan energi (fosil)
Melaksanakan dengan beton semi pracetak
Terpenuhinya koefisien2 dasar bangunan
Melaksanakan dengan beton pracetak penuh
Hierarki pengambilan keputusan (AHP) model pengembangan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang ramah lingkungan (green building) melalui optimasi pelaksanaan konstruksi (green construction) 50
52
3.7.
Interpretative Structural Modeling (ISM) Setelah didapat hierarki dan alternatif kebijakannya, selanjutnya dibuat teknik
permodelan interpretasi struktural (interpretative structural modelling) sehingga dari sini akan dirumuskan parameter kunci untuk pengembangan rusun yang berwawasan lingkungan. Tahapan ISM akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu penyusunan hirarki dan klasifikasi subelemen (Eriyatno, 2003) sebagai berikut: 1. Penyusunan hierarki (a) Program yang sedang ditelaah penjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen, dan setiap elemen akan diuraikan menjadi sejumlah subelemen. (b) Menetapkan hubungan kontekstual antara subelemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan (oleh pakar). Jika jumlah pakar lebih dari satu maka dilakukan perataan.
Penilaian hubungan kontekstual pada matriks
perbandingan berpasangan menggunakan simbol VAXO dimana : ¾ V jika eij = 1 dan eji = 0; V = subelemen ke-i harus lebih dulu ditangani dibandingkan subelemen ke-j ¾ A jika eij = 0 dan eji = 1; A = subelemen ke-j harus lebih dulu ditangani dibandingkan subelemen ke-i ¾ X jika eij = 1 dan eji = 1; X = kedua subelemen harus ditangani bersama ¾ O jika eij = 0 dan eji = 0; O = kedua subelemen bukan prioritas yang ditangani Pengertian nilai eij = 1 adalah ada hubungan kontekstual antara subelemen ke-i dan ke-j, sedangkan nilai eji = 0 adalah tidak ada hubungan kontekstual antara subelemen ke-i dan ke-j. (c) Hasil olahan tersebut tersusun dalam structural self interaction matrix (SSIM). SSIM dibuat dalam bentuk tabel reachability matrix (RM) dengan mengganti V, A, X dan O menjadi bilangan 1 dan 0 (Tabel 14).
53
Tabel 14. Structural self interaction matrix (SSIM) awal elemen 12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Setelah structural self interaction matrix (SSIM) terisi sesuai pendapat responden, maka simbol (V, A, X, O) dapat digantikan dengan simbol (1 dan 0) sesuai dengan ketentuan sehingga dari situ akan dapat diketahui nilai dari hasil reachability matrix (RM) final elemen. Bentuk pengisian hasil reachability matrix (RM) final elemen disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil reachability matrix (RM) final elemen 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D L Keterangan : DP = driver power ; R = rangking; D = dependence; L = level/hierarki
10
11
12
DP R
54
Berdasarkan
Tabel
15
dapat
diketahui
nilai
driver
power,
dengan
menjumlahkan nilai subelemen secara horizontal; untuk nilai rangking ditentukan berdasarkan nilai dari driver power yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil; nilai dependence diperoleh dari penjumlahan nilai subelemen secara vertikal; untuk nilai level ditentukan berdasarkan nilai dari dependence yang diurutkan mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil. 2. Klasifikasi sub-elemen Secara garis besar klasifikasi sub-elemen digolongkan dalam 4 sektor yaitu: (a)
Sektor 1, weak driver-weak dependent variabels (autonomous). Sub-elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem, dan mungkin mempunyai hubungan sedikit, meskipun hubungan tersebut bisa saja kuat. Sub-elemen yang masuk pada sektor 1 jika: Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X, X adalah jumlah sub-elemen.
(b)
Sektor 2; weak driver-strongly dependent variabels (dependent). Umumnya sub-elemen yang masuk dalam sektor ini adalah sub-elemen yang tidak bebas. Sub-elemen yang masuk pada sektor 2 jika : Nilai DP ≤ 0.5 X dan nilai D > 0.5 X, X adalah jumlah sub-elemen.
(c)
Sektor 3; strong driver- strongly dependent variabels (lingkage). Subelemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati, sebab hubungan antara elemen tidak stabil. Setiap tindakan pada sub-elemen akan memberikan dampak terhadap sub-elemen lainnya dan pengaruh umpan baliknya dapat memperbesar dampak. Sub-elemen yang masuk pada sektor 3 jika : Nilai DP > 0.5 X dan nilai D > 0.5 X, X adalah jumlah subelemen.
(d)
Sektor 4; strong driver-weak dependent variabels (independent).
Sub-
elemen yang masuk dalam sektor ini merupakan bagian sisa dari sistem dan disebut peubah bebas. Sub-elemen yang masuk pada sektor 4 jika : Nilai DP > 0.5 X dan nilai D ≤ 0.5 X, X adalah jumlah sub-elemen.
55
Hasil analisa matrik dari klasifikasi sub-elemen tersebut dapat dilihat pada Gambar 10. Independent Variable Sektor IV
Lingkage Variablel Sektor III
Autonomous Variable Sektor I
Dependent Variable Sektor II
Daya Dorong (Drive Power)
Ketergantungan (Dependence)
Gambar 10 Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor (Marimin, 2004). 3.8 Pendekatan Sistem a. Analisis kebutuhan Model kebijakan pengembangan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang ramah lingkungan (green building) dalam operasionalisasinya harus dapat memenuhi kebutuhan stakeholders secara optimal, oleh karenanya maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis kebutuhan terhadap stakeholders terkait. Pelaku/stakeholders yang terlibat dalam pengembangaan rumah susun yang berwawasan lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah, baik pusat maupun daerah yang akan diwakili oleh, Departemen Pekerjaan Umum, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, dan Pemerintah Kota Batam 2. Pengelola Rusunawa: Pemkot Batam, Jamsostek, industri 3. Pelaku usaha: kontraktor, konsultan, supplier 4. Akademisi, profesional Ikatan Ahli Beton Pracetak & Prategang Indonesia (IAPPI) 5. Masyarakat: penghuni dan penduduk sekitar lokasi Rusunawa
56
b. Formulasi Masalah Identifikasi permasalahan yang ada merupakan tahapan awal dalam melakukan pendekatan sistem sehingga dengan mengidentifikasi masalah-masalah awal dan mendasar maka diharapkan diperoleh alternatif penyelesaian masalah sesuai dengan tingkat permasalahan yang diangkat. Adapun permasalahan yang dapat muncul dari pengembangan rumah susun melalui optimasi pelaksanaan konstruksi di lokasi penelitian diformulasikan dalam berbagai keterbatasan sebagai berikut : 1. Sumberdaya manusia
dalam melaksanakan teknologi kontruksi yang hemat
sumberdaya alam, sehingga berdampak pada rendahnya inovasi dan kreativitas , akhirnya berakibat pada semakin hebatnya tekanan terhadap lingkungan. 2. Kemampuan kontraktor
dalam menciptakan dan menerapkan teknologi
berwawasan lingkungan pada setiap proses produksi, pelaksanaan, sampai yang masih tetap berakibat pada tingginya tingkat pencemaran. 3. Peralatan yang dipakai untuk melakukan perakitan konstruksi 4. Bahan bangunan bermutu tinggi yang ramah lingkungan. 5. Keraguan masyarakat menghuni Rusunawa yang dilaksanakan dengan sistem pracetak 6. Infrastruktur usaha seperti: energi listrik, perijinan, komunikasi, perpajakan, retribusi berdampak kurang kondusifnya iklim usaha. c. Identifikasi Sistem Identifikasi sistem pada dasarnya merupakan hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyatan khusus dari masalah yang akan diselesaikan dalam rangka mencukupi kebutuhan dan digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat untuk perancangan model dari sistem yang dikaji. Identifikasi pengembangan rusun yang berwawasan lingkungan direpresentasikan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat (causal loop) dan kotak hitam (black box).
Adapun tujuan dari
57
identifikasi sistem ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang dikaji dan selanjutnya digambarkan dalam diagram masukan-keluaran (black-bock). d.
Diagram lingkar sebab akibat Diagram lingkar sebab akibat adalah bahasa gambar yang mengungkapkan
kejadian hubungan sebab akibat, yang dibuat dalam bentuk garis panah yang saling mengait, sehingga membentuk sebuah diagram lingkar sebab akibat. Dalam hal ini pangkal panah yang terdapat pada diagram ini menyatakan sebabnya sedangkan ujung panahnya menyatakan akibatnya. Hubungan sebab akibat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hubungan positif dan hubungan negatif. Hubungan positif adalah hubungan sebab akibat yang makin besar nilai faktor penyebab akan makin besar pula nilai faktor akibat, sedangkan hubungan negatif adalah hubungan sebab akibat yang semakin besar nilai faktor penyebab akan makin kecil nilai dari faktor akibat. Dampak atau akibat dari suatu sebab dapat mempengaruhi balik sebab tersebut, sehingga terdapat hubungan sebab akibat yang memiliki arah berlawanan dengan hubungan sebab akibat yang lain. Dalam hal ini terbentuk suatu umpan balik tertutup, yang sering kali disebut sebagai loop. Loop adalah suatu akibat yang dibalikkan ke penyebabnya, sehingga terbentuk apa yang dinamakan umpan balik atau feed back loop (Aminullah,, 2001). Umpan balik dibedakan menjadi dua macam yaitu umpan balik positif bila perkalian tanda dari hubungan sebab akibat yang membentuknya adalah positif, namun jika hasilnya negatif disebut umpan balik negatif. Umpan balik positif memberikan penguatan terhadap perubahan yang terjadi, yakni nilai perubahannya semakin lama semakin besar. Umpan balik negatif memberikan pelemahan terhadap perubahan yang terjadi, yakni makin lama makin kecil dan akhirnya hilang (Gambar 11).
58
-/+ +
-
Kelahiran
Kematian
Penduduk +
+ -
Emigrasi
-/+
+ +
+
-
Imigrasi
Penggunaan Lahan
Pemukiman -
Kualitas Lingkungan
+
-
+
+
Tenaga Kerja +
+
-
Teknologi Nilai Ekonomi
Gambar 11 Diagram causal loop. Berdasarkan diagram lingkar sebab-akibat (causal loop), diketahui bahwa kegiatan rusunawa akan berdampak positif terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja terampil, efisiensi penggunaan ruang, terutama terjadinya degradasi kawasan hutan dalam penyediaan permukiman baru bagi masyarakat, dapat menurunkan jumlah limbah kegiatan konstruksi pembangunan permukiman baru akibat dilakukannya efisiensi pengelolaan dalam pemanfaatan kayu, sehingga kualitas lingkungan menjadi baik atau dapat minimalisasi laju penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan rusunawa yang menekankan pada penggunaan teknologi akan berdampak
positif
terhadap
peningkatan
efisiensi
pengelolaan
dan
akan
meningkatkan nilai ekonomi dalam kegiatan pembangunan permukiman baru. Penggunaan teknologi dalam kegiatan pembangunan permukiman baru juga tidak terlepas dari kegiatan penyerapan tenaga kerja terampil dan aktivitas pasokan terhadap barang dan jasa.
59
e. Diagram Input-Output Diagram input-output menggambarkan hubungan antara peubah masukan dan keluaran melalui proses transformasi yang digambarkan sebagai kotak hitam. Pada diagram ini terdapat dua macam input yakni input yang terkendali dan input yang tidak terkendali. Selain input juga terdapat output yang juga terdiri dari dua macam output atau keluaran yang dikehendaki dan keluaran yang tidak dikehendaki (Gambar 12).
1. 2.
Input Lingkungan : Peraturan/perundangan Kebijakan-kebijakan terkait
Input Tak Terkendali : 1. Perubahan iklim global 2. Menurunnya SDA bahan bangunan 3. Menurunnya sumber energi 4. Tingginya urbanisasi 5. Menurunnya kualitas lingkungan 6. Menurunnya SDM
Output Yang Dikehendaki : 1. Adanya kebijakan pembangunan rusun ideal 2. Minimnya penggunaan SDA bhn bangunan 3. Minimnya konsumsi energi listrik&energi lain 3. Terpeliharanya kualitas lingkungan 4. Meningkatnya fungsi RTH penyerap CO2 5.Terpenuhinya kebutuhan akan tempat tinggal
Model Pengembangan Rusunawa yang Ramah Lingkungan (Green Building)
1. 2. 3. 4. 6.
Input Terkendali :
Konstruksi ramah lingkungan Teknologi pelaksanaan konstruksi Model pengembangan rusun Managemen & pengawasan pelaksanaan Teknologi pembuatan bahan bangunan ramah lingkungan 7. Kapasitas unit produksi bahan bangunan 8. Sarana dan prasarana /infrastruktur
Output Yang Tidak Dikehendaki : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
SDA bahan bangunan berkurang Lingkungan tercemar Boros energi Konflik pada pengguna rusun Konflik antar stakeholder Gagal konstruksi Inefisiensi infrastruktur Inefisiensi konstruksi
Manajemen pengendalian (feed back)
Gambar 12. Diagram input - output model pengembangan rusunawa
60
f. Simulasi Model Menurut Siswosudarmo et al.(2001) sSimulasi adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan. Menurut Purnomo (2005) terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan pada saat kita melakukan analisis simulasi model, yakni: 1. Identifikasi indikator/isu/masalah, tujuan dan batasan Identifikasi indikator/isu atau masalah dan batasan dilakukan untuk mengetahui dimana sebenarnya pemodelan perlu dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menentukan indikator hipotetikal sebanyak 10 indikator. Setelah isu ditentukan, selanjutnya menentukan tujuan pemodelan yang meliputi metode pemodelan, ketelitian model dan jenis model yang dinyatakan secara eksplisit. Setelah itu dilakukan penentuan batasan terhadap permodelan yang dilakukan. 2. Konseptualisasi model dengan menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah, diagram sebab-akibat, diagram stok (stock) dan aliran (flow) atau diagram klas dan diagram sekuens. Tahapan ini dimulai dengan mengidentifikasi semua komponen yang terlibat atau dimasukan dalam pemodelan. Jika komponen-komponen tersebut sangat banyak maka dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori, dan selanjutnya dicari hubungannya satu sama lain dengan menggunakan diagram kotak dan panah. Untuk tujuan tersebut, maka hal yang perlu diperhatikan adalah adanya kenyataan bahwa komponen-komponen yang membentuk sistem harus dinamis, sensitif terhadap perubahan serta keterkaitannya dalam sistem membentuk hubungan sebab-akibat. Identifikasi keterkaitan komponen tersebut didasarkan pada keadaan nyata agar hasil yang digambarkan model tersebut mendekati keadaan sebenarnya. 3. Spesifikasi model dengan merumuskan makna diagram, kuantifikasi dan atau kualifikasi komponen indikator yang diperlukan
61
Spesifikasi model kuantitatif, bertujuan untuk membentuk model kuantitatif dari konsep model yang telah ditetapkan dengan memberikan nilai kuantitatif terhadap masing-masing variabel/indikator dan menterjemahkan hubungan atau keterkaitan antar 10 variabel/indikator dan komponen penyusunan model sistem tersebut kedalam persamaan matematika. Persamaan tersebut dapat diperoleh dari hasil regresi terhadap data yang ada, hasil rujukan atau berdasarkan rekaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara rinci tahapan dalam spesifikasi model kuantitatif terdiri dari : ¾ Memilih dan menentukan struktur kuantitas model ¾ Menentukan satuan waktu dalam simulasi ¾ Identifikasi bentuk-bentuk fungsional dan persamaan model 4. Evaluasi model yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model yang serupa jika ada dan diperlukan Evaluasi model ditujukan untuk mengetahui kehandalan model dalam mendikripsikan keadaan sebenarnya. Proses pengujian dilakukan dengan mengamati kelogisan model dan membandingkan dengan dunia nyata atau model andal yang serupa jika ada. Setelah setiap dari model diamati selanjutnya diperhatikan, apakah relasi-relasi yang ada logis atau tidak, maka selanjutnya diamati utuh tidaknya keterkaitan antar bagian sebagai model. Adapun yang dimaksud dengan logis di sini adalah semua persamaan sesuai dengan apa yang dipercayai orang atau sesuai dengan paradigma yang ada. Tahapan kedua dari evaluasi model ini adalah mengamati apakah perilaku model sesuai dengan harapan atau perkiraan yang digambarkan pada tahapan konseptualisasi model. Model dijalankan atau dieksekusi pada sebuah komputer, dan diamati hasilnya apakah beberapa komponen yang diamati atau menjadi fokus perhatian sesuai dengan pola perilaku perilaku yang diharapkan. Tahapan ketiga adalah membandingkan periaku model dengan data yang diperoleh dari sistem atau dunia nyata. Jika dalam model terdapat fungsi-fungsi bilangan acak, maka model harus dieksekusi sebanyak 30 kali untuk mengamati keragaman hasil pemodelan tersebut.
62
g. Validasi Model Validasi model dapat dilakukan dua pengujian yaitu uji validasi struktur dan uji validasi kinerja. Uji validasi struktur lebih menekankan pada keyakinan pada pemeriksaan kebenaran logika pemikiran, sedangkan uji validasi kinerja lebih menekankan pemeriksaan kebenaran yang taat data empiris. Model yang baik adalah yang memenuhi kedua syarat tersebut yaitu logis-empiris (logico-empirical). g.1. Uji validitas struktur Uji ini dilakukan untuk mengetahui struktur model dengan konsep teori empirik. Secara empirik, perkembangan permukiman dipengaruhi oleh jumlah penduduk, sarana dan prasarana, interaksi sosial budaya, perkembangan ekonomi dan aktivitas dan mobititas masyarakat. g.2. Uji validitas kinerja Uji validitas kinerja ini dilakukan untuk mengetahui apakah model yang dikembangkan dapat diterima secara akademik atau tidak. Pengujian dilakukan dengan cara memvalidasi output model, yaitu dengan membandingkan output model dengan data empirik. Ada beberpa teknik uji statistik yang dapat digunakan antara lain AME (absoulte mean error) dan AVE (absolut variation error), dengan batas penyimpangan 5 - 10%. g.3. Uji Sensivitas Model Uji sensivitas model merupakan respon model terhadap suatu stimulus. Respon ini ditunjukkan dengan perubahan perulaku dan/atau kinerja model. Stimulus diberikan dengan memberikan perlakuan tertentu pada unsur atau struktur model. Langkah-langkah pada uji sensitivitas ada lima yaitu : -
Identifikasi alternatif intervensi, yaitu melihat intervensi apa perlu dilakukan untuk mencapai kinerja model yang diinginkan pada waktu mendatang.
-
Uji sensitivitas intervensi terhadap penggunaan paramater input dan intervensi struktur model sehingga menghasilkan output dengan intervensi atau normal.
-
Analisis dampak intervensi, yaitu melihat secara kuantitatif berapa besar dan kapan dampak intervensi menunjukkan hasil.
63
-
Hasil uji parameter/indikator kemudian dievaluasi dengan maksud memilih tiga diantara yang paling sensitif dari sepuluh indikator pada langkah identifikasi indikator/masalah maupun atau isu-isu.
-
Mensimulasikan dan mengamati hasil dan dampak pada keseluruhan kinerja unsur sistem. Perubahan sifat dampak bersifat dinamis yang dinyatakan dalam prosentase fungsi waktu dan pola kecanderungan hasil dan dampak intervensi adalah bersifat non-linier. Hal tersebut akan di uji dengan fasilitas uji sensitivitas variabel/indikator dengan menggunakan perangkat lunak powersim constructor 2,5, hal ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan parameter yang mungkin terjadi dalam dunia nyata.
-
Menentukan dua sampai tiga indikator/variabel yang paling sensitif terhadap respon intervensi.
-
Menguji hasil model yang telah dikembangkan (mensimulasikan) di lapangan dengan mengukur nilai normal indikator dan melakukan intervensi serta mengamati perbahan nilai indikator. Penggunaan model yaitu membuat skenario-skenario ke depan atau alternatif
kebijakan kemudian mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan tersebut dan pengembangan perencanaan dan agenda ke depan. Selanjutnya menganalisis hasil simulasi skenario, dan hasil analisis smulasi tiap skenario ini dipakai untuk membuat peringkat skenario-skenario tersebut yang mencerminkan urutan skenario yang lebih cocok untuk diterapkan sesuai dengan model yang dikembangkan. Tahapan terakhir adalah merumuskan skenario tersebut menjadi opsi atau pilihan kebijakan. h. Skenario Kebijakan Pengembangan Rusunawa Setelah dibuat pengklasifikasian dari sub-elemen dan desain kebijakan selanjutnya dilakukan analisis skenario kebijakan yang sesuai keadaan lapangan, dengan memperhatikan beberapa hal dibawah ini: 1. Menentukan keadaan (state) suatu faktor •
Keadaan harus memiliki peluang sangat besar untuk terjadi (bukan khayalan) dalam suatu waktu di masa datang.
64
•
Keadaan bukan suatu tingkatan atau ukuran suatu faktor (seperti besar/sedang/kecil atau baik/buruk) tetapi deskripsi situasi sebuah faktor.
•
Setiap keadaan harus diidentifikasikan dengan jelas.
•
Bila keadaan dari suatu faktor lebih dari satu makna keadaan maka keadaan-keadaan tersebut harus dibuat secara kontras.
•
Selanjutnya mengidentifikasi keadaan yang peluangnya sangat kecil untuk terjadi atau berjalan bersamaan (mutual incompatible).
2.
Membangun skenario yang mungkin terjadi. Langkah-langkah dalam membangun skenario terhadap tahapan faktor-faktor yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut : •
Skenario yang mempunyai peluang besar untuk terjadi di masa datang disusun terlebih dahulu.
•
Skenario merupakan kombinasi dari faktor-faktor. Oleh sebab itu, sebuah skenario harus memuat seluruh faktor, tetapi untuk setiap faktor hanya memuat satu tahapan dan tidak memasukkan pasangan keadaan yang mutual incompatible (saling bertolak belakang).
•
Setiap skenario (mulai dari alternatif paling optimis sampai alternatif paling pesimis) diberi nama.
•
Langkah selanjutnya memilih skenario yang paling mungkin terjadi.
3. Implikasi skenario Merupakan kegiatan terakhir yang meliputi : •
Skenario yang terpilih pada tahap sebelumnya dibahas konstribusinya terhadap tujuan studi.
•
Skenario tersebut didiskusikan implikasinya.
•
Tahap selanjutnya menyusun rekomendasi kebijakan dari implikasi yang sudah disusun.