3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober
2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu
Kabupaten Pangkep, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Bulukumba. Adapun letak geografis dari lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 10. No 1. 2, 3,
Kabupaten Pangkep Takalar Bulukumba
Letak geografis LU 4° 33' - 5° 02' 0 0 5 30’ - 5 38’ 5°20” - 5° 40’
Gambar 10. Peta lokasi penelitian
BT 119° 38' - 119° 57' 0 0 119 02’ - 119 39’ 119° 50’ – 120 °28’
30
Alasan pemilihan lokasi adalah berdasarkan tingkat kejadian illegal fishing, suku dan keterwakilan perairan, dimana Pangkep mewakili perairan Selat Makassar, Takalar mewakili Laut Flores dan Bulukumba mewalili Teluk Bone 3.2
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian yang
disusun sesuai dengan tahapan tujuan penelitian. Rancangan penelitian ini dilaksanakan melalui 5 (lima) tahapan yaitu : 1. Analisis pemanfaatan perikanan tangkap. Analisis pemanfaatan perikanan tangkap merupakan tahapan awal dalam pelaksanaan penelitian, untuk menilai kondisi atau status pemanfaatan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan. 2. Analisis keberlanjutan perikanan tangkap. Analisis
keberlanjutan
dilakukan
untuk
menilai
status
keberlanjutan
pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan berdasarkan pencapaian 5
dimensi
keberlanjutan
(ekologi,
ekonomi,
sosial,
teknologi
dan
kelembagaan) 3. Analisis faktor kunci pengelolaan perikanan tangkap. Analisis yang digunakan untuk mendapatan atribut penting atau faktor kunci pengelolaan
perikanan
tangkap
berkelanjutan
di
Sulawesi
Selatan
berdasarkan 5 dimensi keberlanjutan yang digunakan. 4. Memformulasikan model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan Model pengelolaan perikanan tangkap didapatkan dengan menganalisis tingkat ketergantungan dan pengaruhsejumlah faktor kunci pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Sulawesi Selatan. 5. Analisis kebijakan pengelolaan perikanan tangkap. Analisis kebijakan pengelolaan perikanan tangkap merupakan upaya yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan perikanan tangkap berkelanjutan di Sulawesi Selatan. . Adapun rancangan penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 11.
31
Gambar 11. Rancangan penelitian
3.2.1
Analisis Pemanfaatan Perikanan Tangkap di Sulawesi Selatan
a. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari karakteristik nelayan, buruh kapal nelayan, dan kegiatan ekonomi selain nelayan tangkap. Data sekunder berupa produksi perikanan, produksi perikanan tangkap, keterlibatan masyarakat nelayan, keterlibatan masyarakat baik laungsung maupun tidak langsung dengan produksi perikanan tangkap, serta hasil perikanan laut.
Sumber data primer yaitu nelayan,
masyarkat pelaku usaha perikanan, tokoh masyarakat, tokoh pemerintahan, pakar perikanan dari perguruan tinggi UNHAS dan IPB, pakar perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan serta dari BAPPEDA Provinsi Sulawesi Selatan. b. Metode Pengumpulan Data Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner, diskusi mendalam, triangulasi lapangan, kuesioner pembobotan dimensi keberlanjutan,
serta
pengambilan gambar foto-foto. Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data terkait dengan pemanfaatan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan berupa data laporan tahunan instansi terkait dan data terkait lainnya.
32
c. Metode Analisis Data Metode analisis dilakukan dengan analisis deskriptif kuantitatif dengan pembuatan alat bantu berupa tabulasi maupun grafik.
Analisis kualitatif
dilakukan untuk menjelaskan hubungan antar parameter di dalam pemanfaatan perikanan tangkap serta menyajikan tingkat kecenderungan data kedepan. 3.2.2
Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Sulawesi Selatan
a. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan untuk melakukan analisis keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan meliputi data primer dan data sekunder. Data
tersebut
mencakup
atribut-atribut
yang
terkait
dengan
penilaian
keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap diantaranya dimensi ekologi, ekonomi, ekologi, sosial, kelembagaan dan etika, serta dimensi teknologi dan infrastruktur. Dimensi penilaian keberlanjutan perikanan tangkap yang digunakan berupa : 1) dimensi ekologi; 2) dimensi ekonomi; 3) dimensi sosial;
4) dimensi
kelembagaan dan etika; serta 5) dimensi teknologi dan infrastruktur. Atribut yang berhasil disusun dan dilakukan identifikasi sebanyak 47 atribut meliputi : o Dimensi ekologi meliputi enam atribut yaitu : 1. Penutupan karang. 2. Pencemaran air laut. 3. Kedewasaan ikan yang tertangkap. 4. Keragaman species ikan yang tertangkap. 5. Penangkapan jenis ikan yang dilindungi. 6. Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap. o
Dimensi ekonomi meliputi sembilan atribut yaitu : 1. Tingkat keuntungan usaha perikanan tangkap. 2. Peranan sumber pendapatan dari kegiatan perikanan bagi rumah tangga nelayan. 3. Orientasi pasar produk perikanan dari Sulawesi Selatan (market). 4. Tingkat penghasilan nelayan dari perikanan tangkap. 5. Jumlah penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap. 6. Akses nelayan terhadap sumberdaya permodalan. 7. Alternatif pendapatan non-perikanan nelayan. 8. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Selatan.
33
9. Kepemilikan peralatan tangkap. o
Dimensi sosial meliputi sepuluh atribut yaitu : 1. Tingkat pendidikan formal nelayan tangkap. 2. Tingkat pengetahuan nelayan tentang perikanan tangkap berkelanjutan. 3. Tingkat pengetahuan nelayan tentang alat tangkap ramah lingkungan. 4. Ketergantungan RT nelayan pada perikanan tangkap 5. Usia kepala keluarga nelayan. 6. Konflik pemanfaatan perikanan tangkap. 7. Jumlahrumah tangga pemanfaat SD perikanan 8. Program pemberdayaan nelayan 9. Waktu nelayan untuk menangkap ikan. 10. Jumlah anggota keluarga nelayan.
o
Dimensi kelembagaan dan hukum meliputi sebelas atribut yaitu : 1. Kebijakan pengaturan perikanan tangkap. 2. Kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan. 3. Kapasitas instansi pemerintah urusan perikanan dan kelautan. 4. Koordinasi instansi pemerintah 5. Kelompok nelayan perikanan tangkap. 6. Ketersediaan pasar input dan output perikanan. 7. LSM konservasi perikanan kelautan. 8. Sikap masyarakat terhadap praktek penangkapan destruktif. 9. Mitigasi terhadap kerusakan ekosistem perikanan tangkap. 10. Tingkat pelanggaran hukum dlm perikanan tangkap. 11. Penyuluhan hukum dan teknik perikanan berkelanjutan.
o
Dimensi teknologi dan infrastruktur meliputi sebelas atribut yaitu : 1. Jenis alat tangkap. 2. Selektivitas alat tangkap. 3. Tipe kapal. 4. Teknologi penanganan pascapanen. 5. Ketersediaan prasarana pendaratan ikan. 6. Jumlah ikan terbuang. 7. Penanganan hasil ikan tangkapan di atas perahu/ kapal. 8. Penanganan pasca penangkapan sebelum dipasarkan. 9. Mobilitas alat tangkap. 10. Ketersediaan sarpras penegakan hukum instansi pemerintah.
34
11. Penggunaan teknologi atau alat yang destruktif. b. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data untuk menganalisis status keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan dilakukan melalui pengumpulan data hasil kajian dan penelitian, pengamatan lapangan, wawancara, diskusi, dan kuesioner. Responden lapangan diantaranya tokoh masyarakat, petugas perikanan dan petugas penyuluh lapangan dari instansi pemerintah, tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat, diskusi mendalam dengan para pakar dan stakeholders lainnya yang terkait dengan topik penelitian ini. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara, diskusi, dan survey lapangan dengan responden di wilayah penelitian yang terdiri atas berbagai pakar dan para pihak lainya yang terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap. Data sekunder dikumpulkan melalui berbagai sumber kepustakaan dan data dari berbagai instansi terkait. Data dikumpulkan dari para pihak yang berhubungan dengan permasalahan pengelolaan perikanan tangkap di Sulsel, tata ruang wilayah pengelolaan perikanan (WPP). c. Metode Analisis Data Analisis keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan dilakukan dengan metode pendekatan multi dimensional scaling (MDS) menggunakan alat analisis Rapfish. Atribut yang dipilih mencerminkan tingkat keberlanjutan
di setiap
dimensi yang
dikaji,
dan
disesuaikan
dengan
ketersediaan informasi yang dapat diperoleh dari karakter sumberdaya yang dikaji (Pitcher dan Preikshot 2000). Rapfish digunakan untuk menentukan indeks tingkat keberlanjutan pada kegiatan perikanan tangkap dari berbagai dimensi. Teknik
Rapfish
keberlanjutan
telah
dikembangkan
pembangunan
suatu
untuk
obyek
melakukan penelitian
evaluasi tingkat
dengan
melakukan
modifikasi dimensi dan atibutnya sesuai dengan aspek yang dievaluasi (Mersyah 2005). Lebh lanjut dalam Rapfish, obyek yang diamati dipetakan ke dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan ada sedekat mungkin dengan titik asal. Teknik ordinasi (penentuan jarak) di dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dalam ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut : d
(/ x1 x2 / 2 / y1 y2 / / z1 z 2 ... )
.......................................... (1)
35
Konfigurasi atau ordinasi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidian (d ij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (δ ij) dengan persamaan : dij = α + βδij + ε
................................................................................(2)
Teknik yang digunakan untuk meregresikan persamaan di atas adalah dengan Metode least square yang didasarkan pada akar dari Euclidian distance (squared distance) atau disebut dengan ALSCAL.
Metode ALSCAL ini
mengoptimasi jarak kuadrat (squared distance) terhadap data kuadrat (titik asal = oijk), yang dalam tiga dimensi (i, j, k), formula nilai S-Stress dihitung sebagai berikut : 2 2 (d ijk2 oijk ) 1 i j S= 4 m k 1 oijk i j m
........................................................ (3)
dimana jarak kuadrat merupakan jarak Euclidian yang diberi pembobotan atau ditulis dengan : r
2 d ijk
w ( xia x ja ) 2 ....................................................................... (4) a 1
ka
Pengukuran tingkat kesesuaian atau kondisi fit (goodness of fit), jarak titik pendugaan dengan titik asal menjadi sangat penting. Goodness of fit dalam MDS merupakan ukuran ketepatan (how well) dari suatu titik yang dapat mencerminkan data aslinya. Goodness of fit dalam MDS ditentukan oleh nilai SStress yang dihasilkan dari perhitungan nilai S tersebut. Nilai stress rendah menunjukkan good of fit, sementara nilai S tinggi menunjukkan sebaliknya. Dalam Rapfish, model yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang lebih kecil dari 0,25 (S<0,25). Analisis Rapfish ini dapat memungkinkan untuk menganalsis leverage (senstivitas dari pengurangan atribut terhadap skor keberlanjutan).
Leverage
dihitung berdasarkan stdanard error perbedaan antara skor dengan atribut dan skor yang diperoleh tanpa atribut. Analisis Rapfish ini juga memperhitungkan aspek ketidakpastian dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis Monte Carlo. Ketidakpastian ini disebabkan oleh (Fauzi et al. 2005) : 1. Dampak kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi. 2. Dampak dari keragaman dalam skoring akibat perbedaan penilaian.
36
3. Kesalahan dalam entry data. 4. Tingginya nilai stress yang diperoleh dari algoritma ALSCAL. Analisis Monte Carlo merupakan Metode simulasi untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak / galat (rdanom error) dalam analisis statistik (Kavanagh dan Pitcher 2004) yang dilakukan terhadap seluruh dimensi. Dalam hal ini analisis Monte Carlo dilakukan dengan Metode scatter plot yang menunjukkan ordinasi dari setiap dimensi. Tahapan
analisis
Rapfish
sebagaimana
mengacu
pada
pedoman
operasional Rapfisheries disajikan pada Gambar 12. Tahapan analisis meliputi langkah-langkah : a. Mengevaluasi dan menetapkan atribut dari kelima dimensi (review atribut). Atribut merupakan parameter dari dimensi yang
mewakili kondisi
sumberdaya perikanan dan kelautan di Provinsi Sulawesi Selatan. Atribut yang telah disusun kemudian dilakukan evaluasi untuk dilihat hubungan antar atribut, apakah memiliki hubungan linier atau tidak. Jika terdapat hubungan linier maka disatukan menjadi satu atribut. Evaluasi dan penetapan atribut dilakukan dengan pendekatan scientific judgement berdasarkan pendekatan keilmuan yang sesuai baik berdasarkan hasil kajian maupun penelitian maupun sumber pustaka lainnya.
Penetapan
atribut
juga
dilakukan
dengan
mempertimbangkan
ketersediaan data dari atribut tersebut. b. Memberikan penilaian terhadap setiap atribut yang telah disusun dari masingmasing dimensi dalam skala ordinal 0 - 2 atau 0 - 3. Atribut dari setiap dimensi dilakukan penilaian berdasarkan scientific judgment oleh para pakar sesuai dengan kondisi atribut terkini dibandingkan dengan standar yang berlaku maupun pada kondisi normal.
Pemberian skor
ordinal pada rentang 0-2, atau 0-3 atau sesuai dengan karakter atribut yang menggambarkan strata penilaian dari terendah (0) sampai yang tertinggi (3). Skor 0 adalah buruk (bad) dan skor 3 adalah baik (good).
Penilaian atribut
dilakukan dengan membandingkan kondisi atribut dengan memberikan penilaian buruk (0), sedang (1), baik (2) atau sangat baik (3).
37
Gambar 12. Tahapan analisis Rapfish c. Menghitung nilai indeks dan menilai status keberlanjutan. Penilaian terhadap keseluruhan atribut dari masing-masing dimensi keberlanjutan
dalam
pengelolaan
perikanan
tangkap
Sulawesi
Selatan
dikategorikan ke dalam baik, cukup baik, kurang baik, dan buruk. Asumsi bahwa kinerja pengelolaan terletak antara 0 sampai 100% atau buruk sampai ke baik sekali. Diantara nilai buruk sampai baik maka ada interval nilai kinerja yaitu cukup dan kurang, sehingga diperoleh empat tingkatan kinerja yaitu buruk, kurang, sedang dan baik. Tingkatan kinerja dibagi menjadi 4 tingkat sehingga diperoleh interval 0, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Hasil penilaian kinerja atribut dari masing-masing dimensi dipetakan kedalam dua titik acuan yang merupakan titik buruk (bad) dan titik baik (good).
Kategori hasil penilaian atribut disajikan
pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori penilaian status keberlanjutan No. 1 2 3 4
Nilai indeks dimensi 0,00 - 24,99 25,00 - 49,99 50,00 - 74,99 75,00 -100,00
Kategori Buruk kurang Cukup Baik
Keterangan tidak berkelanjutan kurang berkelanjutan cukup berkelanjutan berkelanjutan
38
Posisi titik keberlanjutan dapat digambarkan dalam bentuk garis sumbu vertikal ataupun sumbu horisontal. Nilai indeks keberlanjutan berada pada nilai 0% (buruk) sampai 100% (baik). Jika dimensi yang dinilai dengan nilai indeksnya berada di bawah 50% maka mempunyai nilai yang kurang atau kurang berkeberlanjutan (unsustainable), dan jika dimensi yang dinilai berada di atas nilai 50% maka dimensi dari sistem yang dinilai dapat dikatakan berkelanjutan (sustainable). Penilaian ini dapat diilustrasikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Posisi titik keberlanjutan Hasil penilaian atas masing-masing dimensi keberlanjutan (lima dimensi) disajikan dengan diagram layang-layang (kite diagram) pada Gambar 14.
Gambar 14. Diagram layang-layang indeks keberlanjutan multidimensi d. Menentukan faktor pengungkit (leverage factor) Faktor pengungkit adalah atribut yang keberadaannya berpengaruh sensitif terhadap peningkatan atau penurunan status keberlanjutan. Semakin besar nilai RMS maka semakin besar peranan atribut tersebut terhadap sensitivitas status keberlanjutan (Kavanagh dan Pitcher 2004). Analisis Rapfish memungkinkan untuk
menganalisis
leverage
(senstivitas
atribut
terhadap
nilai
indeks
keberlanjutan). Leverage dihitung berdasarkan stdanard error perbedaan antara skor dengan atribut dan skor yang diperoleh tanpa atribut. Faktor pengungkit dapat dilihat dari hasil olahan Rapfish dengan nilai root means square (RMS)
39
tertinggi (maksimum) sampai dengan nilai setengahnya dari tiap-tiap dimensi keberlanjutan. e. Analisis Monte Carlo Analisis Monte Carlo dilakukan pada selang kepercayaan 95%. Hasil analisis Monte Carlo kemudian dibandingan dengan hasil analisis MDS. Hasil perbandingan ini jika perbedaannya kecil maka menunjukkan bahwa dampak dari kesalahan pemberian skor relatif kecil, dampak dari variasi beberapa pemberian skor terhadap atribut relatif kecil, penilaian dengan MDS yang berulang-ulang menjadi stabil, kesalahan data atau kehilangan data menjadi reltif kecil. Membandingkan hasil analisis Monte Carlo (MC) dan analisis MDS pada taraf kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5% sehingga diperoleh bahwa selisih nilai kedua analisis tersebut lebih besar (MC-MDS>5%) atau lebih kecil (MCMDS<5%). Jika nilai selisih kedua analisis ini >5% maka hasil analisis MDS tidak memadai sebagai penduga nilai indeks keberlanjutan, dan jika nilai selisih kedua analisis tersebut <5% maka hasil analisis MDS memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan. f.
Penilaian ketepatan (goodness of fit) Ketepatan analisis MDS (goodness of fit) ditentukan oleh nilai S-Stress
yang dihasilkan dari perhitungan nilai S tersebut.
Nilai stress rendah
menunjukkan ketepatan yang tinggi (good of fit), sementara nilai S tinggi menunjukkan sebaliknya.
Selanjutnya dalam Rapfish, model yang baik
ditunjukkan dengan nilai stress yang lebih kecil dari 0,25 dan sebaliknya jika nilai stress lebih tinggi dari 0,25 maka hasil MDS memiliki ketepatan yang rendah. 3.2.3
Memformulasikan Model Pengelolaan Berkelanjutan di Sulawesi Selatan
Perikanan
Tangkap
Formulasi model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan dilakukan dengan analisis prospektif. Analisis prospektif merupakan salah satu analisis yang banyak digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan berupa skenario strategis yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, industri ataupun sumberdaya lainnya untuk mencapai kondisi yang efektif dan efisien di masa yang akan datang. Analisis prospektif dapat digunakan sebagai alat untuk mengekplorasi dan mengantisipasi melalui skenario. Selanjutnya analisis prospektif dapat juga sebagai alat normatif yang merupakan pendekatan
40
berorientasi tindakan yang dimulai dari visi terpilih mengenai masa depan dan menentukan jalur untuk mencapainya. Dengan demikian, analisis prospektif tidak berfokus pada optimasi solusi, tetapi pada penyediaan berbagai macam pilihan dan tujuan bagi para pembuat keputusan dan turut merancang serangkaian alternatif ketimbang memilih alternatif terbaik (Bourgeois 2007). Analisis prospektif akan digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan (faktor kunci) yang berpengaruh terhadap pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan. Faktor-faktor yang dianalisis adalah faktor pengungkit (leverage factor) yang diperoleh dari hasil analisis keberlanjutan dari setiap dimensi.
Analisis prospektif dilakukan dengan dua
tahapan, yaitu
1. Analisis pengaruh langsung antar faktor di dalam model pengelolaan perikanan tangkap dengan menggunakan matriks pengaruh langsung antar faktor (Tabel 3). 2. Hasil analisis pengaruh dan ketergantungan antar faktor di dalam model pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan. Peubah yang berada pada kuadran satu dan dua dari analisis prospektif adalah faktor dominan (kunci) dengan karakter mempunyai pengaruh terhadap sistem yang tinggi dan dengan ketergantungan rendah sampai tinggi. Tabel 3 Pengaruh langsung antar faktor dalam pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan Dari/Terhadap
A
B
C
Faktor D
E
F
G
A B C D E F G Sumber: Goet, 1999. Keterangan: A–G = Faktor penting dalam sistem Skoring 0 = Tidak ada pengaruh 1 = Berpengaruh kecil s/d sangat kecil 2 = Berpengaruh sedang 3 = Berpengaruh kuat s/d sangat kuat
Mekanisme pengisian tabel tersebut adalah dengan memberi skor 3 jika pengaruh langsung antar faktor sangat kuat; skor 2 jika pengaruh langsung antar faktor sedang; skor 1 jika pengaruh langsung antar faktor kecil, dan skor 0 jika tidak ada pengaruh langsung antar faktor.
41
Faktor-faktor kunci yang diperoleh pada penelitian selanjutnya dilakukan analisis dengan matrik pengaruh dan ketergantungan dengan software analisis prospektif.
Analisis ini untuk melihat posisi setiap faktor dalam model
pengelolaan perikanan berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan, disajikan pada Gambar 15.
Gambar 15. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam formulasi model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan Faktor-faktor
yang
berada
di
masing-masing
kuadran
mempunyai
karakteristik faktor yang berbeda dan bisa di adjust (diintervensi) untuk memperoleh skenario strategis (Bourgeois and Jesus, 2004), yaitu : 1. Kuadran pertama faktor penentu (driving variables) : memuat faktor-faktor yang mempunyai pengaruh kuat dan ketergantungan antar faktor rendah. Faktor-faktor pada kuadran ini termasuk kategori faktor paling kuat dalam sistem yang dikaji; 2. Kuadran dua faktor penghubung (leverage variables): memuat faktor-faktor dengan pengaruh kuat dan ketergantungan yang kuat antar faktor. Faktorfaktor di dalam kuadran ini dinilai sebagai faktor penghubung yang kuat; 3. Kuadran tiga faktor terikat (output variables) : mewakili faktor output dengan pengaruh kecil tetapi mempunyai ketergantungan yang tinggi; 4. Kuadran empat faktor bebas (marginal variables) : merupakan faktor marjinal dengan pengaruh kecil dan tingkat ketergantungan rendah. Faktor ini bersifat bebas antar faktor di dalam sistem yang dikaji. Lebih lanjut Bourgeois (2007) menyatakan bahwa terdapat dua tipe sebaran variabel dalam grafik pengaruh dan ketergantungan, yaitu :
42
1. Tipe sebaran cenderung mengumpul pada diagonal kuadran IV ke kuadran II. Tipe ini menunjukkan bahwa sistem yang dibangun tidak stabil karena sebagian besar variabel yang dihasilkan termasuk variabel marginal atau leverage variable. Tipe sebaran menyulitkan dalam membangun skenario strategis untuk masa mendatang. 2. Tipe sebaran yang mengumpul di kuadran I ke kuadran III, sebagai indikasi bahwa sistem yang dibangun stabil karena memperlihatkan hubungan yang kuat dimana variabel penggerak mengatur variabel output dengan kuat. Selain itu dengan tipe ini maka skenario strategis bisa dibangun lebih mudah dan efisien. Tahapan berikutnya setelah analisis prospektif adalah analisis morfologis. Analisis morfologis dilakukan untuk memperoleh kemungkinan perubahan faktorfaktor di masa depan. Ketepatan dalam memprediksi ini penting karena sangat menentukan alternatif skenario strategis yang diperoleh agar lebih konsisten, relevan dan kredibel. Tahapan ini dilakukan dengan mendefinisikan beberapa keadaan yang mungkin terjadi di masa mendatang dari semua viabel kunci yang terpilih. Sebagai contoh variabel luas dengan tingkat penutupan hutan, kebun campuran atau permukiman. Variabel ini
akan memiliki tiga kemungkinan
keadaan di masa datang yaitu luasan penutupan hutan menurun, luasan kebun campuran menurun, luasan permukiman akan bertambah. Keadaan perubahan yang terjadi di masa yang akan datang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4
Variabel kunci dan kecenderungan perubahan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Variabel
Keadaan yang mungkin terjadi di masa mendatang 1 2 3
Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3 Variabel 4 Variabel 5 Variabel...
Tahapan akhir dari analisis prospektif
adalah membangun skenario
strategis model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan. Skenario ini merupakan kombinasi dari beberapa keadaan variabel-variabel kunci
yang mungkin terjadi di masa mendatang. Dalam
penelitian ini skenario dikelompokkan ke dalam 3 cluster skenario yaitu cluster skenario pesimis, cluster skenario moderat, dan cluster skenario optimis.
43
3.2.4 a.
Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan berupa data sekunder. Data sekunder undang-
undang, peraturan pemerintah, dan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang mengatur tentang pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, usaha perikanan tangkap, pengaturan alat tangkap, serta jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan. Sumber data berasal dari perpustakaan perguruan tinggi UNHAS dan IPB, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta buku yang terkait dengan kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan serta pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. b. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data berupa : data sekunder (penelusuran pustaka dan dokumen terkait pengelolaan perikanan dan kelautan); dan data primer (wawancara). c. Metode Analisis Data Metode analisis dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk menjelaskan hubungan antar parameter di dalam pemanfaatan perikanan tangkap serta menyajikan tingkat kecenderungan data kedepan, latar belakang pengaturan serta tujuan pengaturan pengelolaan perikanan. Secara ringkas jenis, sumber, cara pengumpulan data, Metode analisis dan output dari setiap proses dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Tujuan, jenis dan sumber data, cara pengumpulan, metode analisis dan output No 1
Tujuan Menganalisis pemanfaatan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan
Jenis data (primer/sekunder) Primer : Karakteristik nelayan, tipe dan bobot kapal penangkap ikan. Sekunder : Data penduduk Prov. Sulsel, perkembangan sosial nelayan, volume produksi nelayan perikanan tangkap, hasil perikanan tangkap, orientasi pasar hasil tangkapan
Sumber data Nelayan, pemilik kapal, buruh kapal, nelayan menengah, nelayan kecil. BAPPEDA Propinsi. Sulsel, BPS Prov Sulsel, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi. Sulsel,.
Cara pengumpulan Kuesioner Sulsel dalam Angka, Laporan tahunan kelautan dan perikanan Sulsel.
Metode analisis Deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Output Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap di Provinsi Sulsel.
44
No
Tujuan
2
Menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan
3
Memformulasikan skenario model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan. Menganalisis kebijakan pengelolaan perikanan tangkap
4
Jenis data (primer/sekunder) Primer : Bobot antar dimensi keberlanjutan, persepsi pelaku kebijakan, koordinasi antar instansi / pelaku kebijakan. Sekunder : Data biofisik kelautan, penduduk, ekonomi masyarakat, penyerapan tenaga kerja sektor perikanan, pencemaran laut, program pemberdayaan masyarakat, kualitas air laut, , koordinasi antar instansi, sinergi kebijakan, kinerja LSM kelautan dan perikanan. Faktor pengungit (leverage factors) per-dimensi keberlanjutan, faktor kunci keberlanjutan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan.
Undang-Undang yang mengatur tentang pengelolaan perikanan, perikanan tangkap, Peraturan Pemerintah, peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Sumber data BAPPEDA Prov. Sulsel, BPS Prov Sulsel, Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Sulsel, Kementerian Kelautan dan Perikanan., Pakar Perguruan Tinggi (Unhas), penyuluh pemerintah, penyuluh swadaya, tokoh lokal.
Analisis tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan; kecenderungan perubahan faktor-faktor ke depan. Internet, perpustakaan, journal, Dinas Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Cara pengumpulan Desk study, konsultasi, konfirmasi, penelusuran dokumen kebijakan, wawancara mendalam, triangulasi, fotocopy, softcopy
Metode analisis MDS (Multidimensional scaling) Rapfish.
Output
Diskusi mendalam, Analisis konteks hubungan antar faktor.
Analisis Prospektif Analisis Morfologis. Analisis Deskriptif Kualitatif.
Skenario model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjut-an di Provinsi Sulawesi Selatan.
Fotocopy, download, kumpulan buku perundangan kelautan dan perikanan.
Analisis deskriptif kualitatif / Analisis Isi.
Rekomendasi
Indeks dan status keberlanjutan; faktor-faktor pengungkit perdimensi keberlan-jutan pengelolaan perikanan tangkap di Sulsel.